%A Siagian Marlina %T KEBIJAKAN PEMBERIAN RESTITUSI TERHADAP ANAK KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL %X Latar belakang penelitian ini adalah minimnya permohonan restitusi yang diajukan oleh anak korban tindak pidana kekerasan seksual di PN Menggala meskipun restitusi bagi anak korban tindak pidana kekerasan seksual telah diamanatkan dalam Pasal 71D Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 dan diatur pelaksanaannya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 serta adanya perbedaan pemberian restitusi terhadap anak korban tindak pidana kekerasan seksual di PN Menggala. Rumusan permasalahan meliputi kebijakan pemberian restitusi dan faktor penghambat kebijakan pemberian restitusi terhadap anak korban tindak pidana kekerasan seksual di PN Menggala. Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data diperoleh dari data lapangan dan kepustakaan dengan menggunakan data primer melalui wawancara, data sekunder dari 6 (enam) putusan PN Menggala dan peraturan perundang-undangan serta data tersier berupa artikel majalah dan lain-lain. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kebijakan pemberian restitusi oleh hakim PN Menggala sebagai bagian dari kebijakan hukum pidana pada tahap aplikasi terkendala pada tidak adanya bukti kerugian formil serta ketidakjelasan komponen ganti kerugian atas penderitaan sebagai akibat tindak pidana yang termasuk dalam pertimbangan yuridis. Selain pertimbangan yuridis, hakim dalam mengabulkan atau tidaknya permohonan restitusi juga mendasarkan pada pertimbangan filosofis yaitu dampak yang dialami anak korban tindak pidana kekerasan seksual serta pertimbangan sosilogis yaitu manfaat restitusi terhadap anak korban, pelaku dan masyarakat. Kebijakan pemberian restitusi oleh hakim PN Menggala telah dilaksanakan namun belum maksimal karena adanya faktor penghambat yang berasal dari Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 salah satunya tidak ada ketentuan upaya paksa restitusi, faktor penghambat yang berasal dari aparat penegak hukum, yang berasal dari sarana dan fasilitas hukum dan faktor penghambat yang berasal dari anak korban dan keluarganya. Perlu adanya pembaruan pada peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaan restitusi terhadap anak korban terkait kejelasan komponen ganti kerugian sebagai akibat tindak pidana dan tolak ukur perhitungan restitusi. Selain itu perlu dilakukan pembaruan pada peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaan restitusi terhadap anak korban sebagai bagian pemidanaan dan upaya paksa restitusi berupa penitipan uang jaminan restitusi di pengadilan dan sita jaminan restitusi. KATA KUNCI: pemberian restitusi, anak korban, kekerasan seksual %D 2023 %I Universitas Lampung %L eprints73003