%A KHAFI FERDINAND ADAM %T PENEGAKAN SANKSI PIDANA BAGI PELAKU PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH (Studi Putusan Nomor 03/KPPU-L/2012 dan Putusan Nomor 41/Pid.Sus/TPK/2017/PN.Jkt.Pst) %X Persekongkolan dalam tender atau pelelangan merupakan suatu permasalahan maupun bentuk penyimpangan yang biasa terjadi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Praktik curang tersebut cenderung dilakukan oleh sesama pelaku usaha maupun dengan panitia tender atau lelang dengan menciptakan persaingan semu dalam proses pengadaan. Terdapat keterkaitan yang cukup erat antara pelanggaran dalam pelaksanaan tender proyek pemerintah dengan tindakan- tindakan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, selain dapat dikenakan sanksi pidana dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, pelaku juga dapat dikenakan sanksi pidana dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hal tersebut dapat dilihat dalam kasus Pengadaan E-KTP pada Putusan Nomor 03/KPPU-L/2012 dan Putusan Nomor 41/Pid.Sus/TPK/2017/PN.Jkt.Pst. Permasalahan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut: (1) Bagaimanakah bentuk persekongkolan tender dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah yang terindikasi tindak pidana korupsi? (2) Bagaimanakah penegakan sanksi pidana bagi pelaku perkara persekongkolan tender dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah berdasarkan Putusan Nomor 03/KPPU-L/2012 dan Putusan Nomor 41/Pid.Sus/TPK/2017/PN. Jkt.Pst?. Penelitian ini menggunakan pendekatan masalah yuridis normatif yang didukung pendekatan yuridis empiris. Sumber data menggunakan data primer dan data sekunder. Narasumber terdiri dari Investigator pada Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi serta akademisi hukum Pidana dan Perdata Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif dan penarikan simpulan dilakukan dengan metode induktif.Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka disimpulkan: bahwa bentuk persekongkolan tender dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah yang terindikasi tindak pidana korupsi dapat ditemukan dalam persekongkolan vertikal dan persekongkolan gabungan (horizontal dan vertikal). Selain dapat dijerat UU Anti Monopoli, perbuatan para pelaku juga dapat dikategorikan sebagai perbuatan korupsi seperti suap, gratifikasi, penyalahgunaan wewenang, permufakatan jahat dan perbuatan curang sebagaimana diatur dalam UU Tipikor. Seperti dalam kasus Pengadaan E-KTP, pada Putusan Nomor 03/KPPU-L/2012, karena melanggar Pasal 22 UU Anti Monopoli, KPPU menjatuhkan sanksi pidana denda kepada Konsorsium PNRI dan PT. Astragraphia, namun Panita Tender tidak dikenakan sanksi apapun. Kemudian, pada Putusan Nomor 41/Pid.Sus/TPK/2017/PN.Tjk.Pst, Irman dan Sugiharto dijatuhkan sanksi pidana penjara dan pidana denda serta pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti karena melanggar Pasal 2 UU Tipikor. Dalam hal KPPU tidak dapat menjatuhkan sanksi kepada panitia tender/lelang, KPK dapat mengakomodir dengan menindak pelaku ke dalam sistem peradilan tindak pidana korupsi. Saran dalam penelitian ini adalah penegak hukum dapat mengedepankan sanksi pidana sebagai primum remidium terutama dalam UU Anti Monopoli dan UU Tipikor. KPPU dan KPK juga dapat membuat daftar perkara yang pernah ditangani bersama dan dipublikasi secara terbuka. Sementara itu, pemerintah pusat dan daerah perlu mengadakan pelatihan kualitas sumber daya manusia kepada penyelenggara lelang/tender, serta masyarakat juga harus pro-aktif dalam melaporkan dugaan pelanggaran-pelanggaran di sektor pengadaan barang dan jasa pemerintah agar memudahkan aparat penegak hukum dalam melakukan investigasi dan menindak para pelaku. Kata Kunci: Sanksi Pidana, Persekongkolan Tender, Tindak Pidana Korupsi, Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Conspiracy in tenders or auctions is both a problem form of deviation that usually happens in the procurement of goods and government services. The fraudulent practices tend to be carried out by fellow business actors as well as by the tender committee by creating artificial competition in the procurement process. There is a fairly close relationship between violations in the implementation of government project tenders and actions that can be categorized as criminal acts of corruption. Therefore, in addition to being subject to legal sanctions in Law Number 5 of 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition (Anti Monopoly Law), perpetrators also can be sentenced of criminal sanctions in Law Number 31 of 1999 as been renewal by Law Number 20 of 2001 concerning the Eradication of Corruption (Corruption Law). This can be seen in the case of Procurement of E-KTP in the Decision Number 03/KPPU-L/2012 and decision number 41/Pid.Sus/TPK/2017/PN.Jkt.Pst. The issues in this edition are as follows: (1) What is the form of tender conspiracy in the procurement of government goods and services that is indicated as a criminal act of corruption? (2) How is the enforcement of criminal sanctions for tenders of conspiracy in the procurement of government goods and services based on Decision Number 03/KPPU-L/2012 and decision number 41/Pid.Sus/TPK/2017/ PN.Jkt.Pst?. This research uses normative juridical problems approaching which supported by an empirical judicial approach. The data source uses primary data and secondary data. Interviewees consist of an investigator of Business Competition Supervisory Commission, Prosecutor at the Corruption Eradication Commission, and also academic/lecturers of criminal law and civil law in Faculty of the Law University of Lampung. The data were analyzed using descriptive qualitative and the conclusions of the data we?re using inductive methods.Based on the results of research and discussion, it can be concluded: the form of tender conspiracy in the procurement of goods and government services which indicated as a criminal corruption can be found in a vertical and combined between horizontal dan vertical tender conspiracy. Besides can be punished with Anti Monopoly Law, the act of perpetrators an also can be categorized as a criminal act of corruption like bribes, gratuities, abuse of authority, conspiracy and fraudulent acts as regulated in Corruption Law. As in by case of E-KTP procurement, in the decision of number 03/KPPU-L/2012, because violated article 22 Anti Monopoly Law, KPPU imposed a criminal sanction of a fine on the PNRI Consortium and PT. Astragraphia, however tender committee not imposed by any sanctions. Then, in the decision of number 41/Pid.Sus/TPK/2017/PN.Tjk.Pst, Irman and Sugiharto were imposed by the criminal sanction of imprisonment and criminal fines and additional penalties in the form of payment of replacement money because of violating article 2 Corruption Law. In the case that KPPU can?t be imposed sanctions on the tender committee, KPK can accommodate with cracking down the perpetrators to criminal corruption justice system. Suggestions in this research are law enforcer can prioritize of criminal sanction as a primum remidium, primarily in Anti Monopoly Law and Corruption Law. KPPU and KPK also can make a list of cases that have been handled together and published to the public. Meanwhile, the central and regional government need to conduct training in the quality of human resources for the tender committee, and the public must also be pro-active in reporting suspected violations in procurement goods and government services to facilitate law enforcement officials in investigating and prosecuting perpetrators. Keywords: Criminal Sanctions, Tender Conspiracy, Criminal Corruption, Procurement Goods and Government Services %C UNIVERSITAS LAMPUNG %D 2020 %I FAKULTAS HUKUM %L eprints76192