%A OKTAVIA AYU %T PERSPEKTIF PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA SANTET DALAM KUHP NASIONAL %X Perspektif pertanggungjawaban pidana terhadap praktik santet yang termuat dalam Pasal 252 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Kitab UndangUndang Hukum Pidana yaitu Setiap Orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau atau pidana denda paling banyak kategori IV. Dan jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga). Dalam konteks Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional, menjadikannya sebagai suatu kajian penting dalam perumusan kebijakan hukum di Indonesia. Santet, sebagai bentuk kepercayaan mistis tradisional, mendapat perhatian hukum pidana karena dampak negatifnya terhadap individu dan masyarakat. Dalam menguraikan pertanggungjawaban pidana terhadap santet, penelitian ini menganalisis unsur-unsur pertanggungjawaban pidana dalam kerangka KUHP Nasional. Metode penelitian yang diterapkan adalah pendekatan yuridis normatif, yang melibatkan analisis kritis terhadap aspek-aspek hukum yang terkait dengan santet dalam KUHP Nasional, termasuk pertimbangan hukum, unsur-unsur pidana, dan jenis hukuman yang dapat diberlakukan. Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan. Narasumber penelitian Dosen Hukum Bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Hasil penelitian menyoroti kompleksitas dalam menentukan pertanggungjawaban pidana santet yang khususnya dalam mendefinisikan unsur-unsur perbuatan pidana yang terkait dengan praktik spiritual. dan Pengaturan santet menitikberatkan pada usaha untuk pencegahan praktik santet, dan juga untuk mengisi kekosongan hukum selama ini, sebagai bentuk respon negara terhadap masyarakat yang masih meyakini ilmu gaib dan untuk mencegah praktik main hakim sendiri yang dilakukan oleh masyarakat kepada seseorang yang mempunyai kekuatan gaib, delik santet merupakan delik formil yang mana menitikberatkan kepada tindakan seseorang mengumumkan bahwa dirinya bisa melakukan santet. Pada tindak pidana santet pasal 252 diharapkan untuk lebih memberikan penjelasan yang cukup rinci mengenai pertanggungjawaban dalam menjelaskan prosedur atau kriteria yang dapat digunakan untuk membuktikan kasus tersebut secara lebih spesifik. dan agar pemerintah memberikan edukasi yang tepat terkait dengan santet bagaimana cara penangannya dan bagaimana cara menyikapinya agar berkurangnya sifat saling tuduh dan main hakim sendiri. Kata Kunci : KUHP Nasional, Pertanggungjawaban Pidana, Santet. %C UNIVERSITAS LAMPUNG %D 2024 %I FAKULTAS HUKUM %L eprints79076