@mastersthesis{eprints80806, month = {Oktober}, title = {PERGESERAN MAKNA SAKSI DAN KETERANGAN SAKSI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65/PUU-VIII/2010}, school = {UNIVERSITAS LAMPUNG}, author = {HASIBUAN ARDIAN }, year = {2024}, url = {http://digilib.unila.ac.id/80806/}, abstract = {Penelitian ini berfokus pada pergeseran makna saksi dan keterangan saksi setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 65/PUU-VIII/2010. Sebelum putusan ini, pengaturan mengenai saksi dalam sistem peradilan pidana di Indonesia dianggap masih sempit dan tidak memadai, terutama dalam hal pengakuan terhadap keterangan saksi yang bukan merupakan saksi langsung. Putusan tersebut memperluas cakupan keterangan saksi dengan memberi legitimasi pada kesaksian yang berasal dari individu-individu yang bukan saksi mata langsung, sehingga memiliki dampak besar terhadap proses pembuktian dalam peradilan pidana. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara mendalam pergeseran makna tersebut dan implikasinya terhadap penegakan hukum di Indonesia. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan analitis terhadap peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, serta kajian literatur terkait. Penelitian ini menemukan bahwa pergeseran ini berdampak pada peningkatan fleksibilitas dalam proses pembuktian di pengadilan, namun juga menimbulkan tantangan baru terkait dengan keandalan dan kredibilitas keterangan saksi yang bukan merupakan saksi langsung. Selain itu, penelitian ini juga mengeksplorasi berbagai perspektif terkait dengan perlindungan hukum terhadap saksi dalam konteks peradilan pidana yang lebih inklusif. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan teori hukum pidana, khususnya terkait dengan keterangan saksi dan proses pembuktian, serta menjadi referensi bagi para praktisi hukum dan pembuat kebijakan dalam meningkatkan kualitas sistem peradilan pidana di Indonesia. Kata kunci: Keterangan Saksi, Peradilan Pidana, Putusan Mahkamah Konstitusi This research focuses on the shift in the meaning of witnesses and witness testimony after the Decision of the Constitutional Court of the Republic of Indonesia Number 65/PUU-VIII/2010. Prior to this decision, the regulation of witnesses in the criminal justice system in Indonesia was considered narrow and inadequate, especially in terms of the recognition of witness testimony that was not a direct witness. The decision expanded the scope of witness testimony by legitimizing testimony from individuals who are not direct eyewitnesses, thus having a major impact on the evidentiary process in criminal justice. This research aims to deeply analyze the shift in meaning and its implications for law enforcement in Indonesia. The method used is normative juridical with an analytical approach to legislation, court decisions, and related literature studies. This study found that this shift has an impact on increasing flexibility in the evidentiary process in court, but also raises new challenges related to the reliability and credibility of witness testimony that is not a direct witness. In addition, this research also explores various perspectives related to the legal protection of witnesses in a more inclusive criminal justice context. The results of this study are expected to contribute to the development of criminal law theory, particularly related to witness testimony and the evidentiary process, as well as a reference for legal practitioners and policy makers in improving the quality of the criminal justice system in Indonesia. Keywords: Witness Testimony, Criminal Justice, Constitutional Court Decision} }