%0 Thesis %9 Masters %A CAHYA PUTRI , FEBIOLA %B FAKULTAS HUKUM %D 2025 %F eprints:81402 %I UNIVERSITAS LAMPUNG %T LARANGAN EKSPOR BIJIH NIKEL DALAM KERANGKA WORLD TRADE ORGANIZATION SEBAGAI UPAYA PERLINDUNGAN SUMBER DAYA ALAM (STUDI KASUS SENGKETA INDONESIA-UNI EROPA NOMOR DS592: INDONESIA MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS) %U http://digilib.unila.ac.id/81402/ %X Kebijakan larangan ekspor bijih nikel kadar di bawah 1.7% dengan Permen ESDM 11 Tahun 2019 yang bertujuan untuk menjalankan hilirisasi sektor pertambangan nasional Indonesia dan melindungi sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui mendapatkan gugatan dari Uni Eropa sebagai sesama anggota World Trade Organization. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana ratifikasi GATT/WTO dalam sistem hukum nasional dan bagaimana kebijakan larangan ekspor bijih nikel ini dalam kerangka WTO sebagai upaya perlindungan sumber daya alam. Metode penelitian yang digunakan adalah normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus dan pendekatan konseptual. Data sekunder digunakan dalam penelitian ini dengan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ratifikasi ketentuan GATT/WTO dalam sistem hukum nasional dalam bentuk Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization membawa konsekuensi yuridis bagi Indonesia untuk tunduk pada aturan GATT/WTO dalam mengatur urusan hukum perdagangan nasionalnya. Upaya perlindungan SDA yang diakomodir dalam Undang-Undang Minerba baik UU 4/2009 maupun amandemennya yaitu UU 3/2020 serta aturan hukum turunannya yaitu PP 96/2021 dan Permen ESDM 11/2019 yang mengatur mengenai larangan ekspor bijih nikel, diputuskan terbukti melanggar ketentuan Pasal XI:1 GATT 1994 terkait restriksi kuantitatif oleh Panel WTO. Konsekuensi yuridis kekalahan Indonesia dalam sengketa ini mengakibatkan Indonesia untuk kembali melakukan harmonisasi sistem hukum nasional baik undang-undang dan aturan hukum turunannya terkait ekspor bijih nikel sesuai dengan ketentuan yang termuat dalam GATT/WTO. Kata Kunci: Ekspor Bijih Nikel, Perlindungan Sumber Daya Alam, WTO. The policy of prohibiting exports of nickel ore with grades below 1.7% with Minister of Energy and Mineral Resources Regulation 11 of 2019, which aims to carry out the downstreaming of Indonesia's national mining sector and protect non-renewable natural resources, has received a lawsuit from the European Union as a fellow member of World Trade Organization. The problem in this research is how the ratification of GATT/WTO is carried out in the national legal system and how the nickel ore export ban policy is carried out within the WTO framework as an effort to protect natural resources. The research method used is normative using a statutory approach, case approach and conceptual approach. Secondary data is used in this research with primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials. The results of the research show that ratification of GATT/WTO provisions in the national legal system is in the form of Law Number 7 of 1994 concerning Ratification Agreement Establishing The World Trade Organization brings juridical consequences for Indonesia to comply with GATT/WTO rules in regulating its national trade legal affairs. Efforts to protect natural resources that are accommodated in the Mineral and Coal Law, both Law 4/2009 and its amendments, namely Law 3/2020 and its derivative legal regulations, namely PP 96/2021 and ESDM Ministerial Decree 11/2019 which regulate the prohibition of nickel ore exports, were found to have violated the provisions of Article XI:1 GATT 1994 regarding quantitative restrictions by the WTO Panel. The juridical consequences of Indonesia's defeat in this dispute resulted in Indonesia returning to harmonization of the national legal system, both laws and derivative legal regulations regarding nickel ore exports in accordance with the provisions contained in the GATT/WTO. Keywords: Nickel Ore Exports, Natural Resource Protection, WTO.