%0 Thesis %9 Masters %A SRI , SUKMAYANTI %B FAKULTAS HUKUM %D 2025 %F eprints:81498 %I UNIVERSITAS LAMPUNG %T ANALISIS HUKUM HAK WARIS ISTRI KEDUA DAN ANAK HASIL PERKAWINAN TIDAK TERCATAT %U http://digilib.unila.ac.id/81498/ %X Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) menegaskan bahwa perkawinan harus dicatatkan agar memiliki kekuatan hukum yang sempurna. Namun, dalam praktiknya, masih banyak kasus perkawinan tidak tercatat dengan alasan yang beragam. Asas monogami terbuka yang diatur dalam UUP membuka jalan bagi seorang laki-laki yang hendak beristri lebih dari seorang diperbolehkan dengan adanya izin dari pengadilan. Penyimpangan terhadap aturan izin poligami di pengadilan, membawa dampak kepada perkawinan kedua dinyatakan tidak berkekuatan hukum sehingga hak keperdataan berupa nafkah, harta bersama dan hak waris tidak dapat diperoleh. Persoalan selanjutnya adalah muncul gugatan waris yang menimbulkan konflik berupa perebutan harta peninggalan yang ditinggalkan oleh seorang laki-laki yang semasa hidupnya memiliki istri dan anak dalam perkawinan tercatat dan istri serta anak dalam perkawinan kedua yang tidak tercatat. Pengadilan dalam hal ini berperan penting untuk dapat memutus dan menyelesaikan persoalan hukum para pihak berperkara dengan mengakomodasi nilai kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan dalam pertimbangan hukum putusan yang dijatuhkannya. Permasalahan penelitian yaitu (1) kedudukan hukum bagi istri kedua dan anak hasil perkawinan Islam tidak tercatat dan (2) hak waris bagi istri kedua dan anak hasil perkawinan tidak tercatat berdasarkan ratio decidendi hakim dalam menjatuhkan putusan perkara gugatan waris Islam. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan fokus pada kajian norma dan kaidah hukum yang berlaku dalam masyarakat melalui analisis peraturan perundang-undangan dan pertimbangan hakim dalam putusan perkara waris Islam. Pendekatan yang digunakan meliputi pendekatan undang-undang untuk menganalisis regulasi yang relevan, pendekatan kasus untuk mengkaji putusan hakim, serta pendekatan konseptual untuk memahami asas-asas dan doktrin hukum yang mendasari pertimbangan dalam penyelesaian sengketa. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan secara yuridis kedudukan hukum istri kedua dalam perkawinan tidak tercatat tidak dapat memproleh hak-hak keperdataan dalam bidang hukum perkawinan termasuk hak mewaris karena telah menyimpangi aturan izin poligami di pengadilan, sedangkan khusus mengenai kepentingan anak, negara melalui aturan-aturan hukumnya tetap berusaha memberikan perlindungan bagi anak untuk dapat memperoleh hak keperdataan dari ayah biologisnya tanpa melihat status perkawinan kedua orang tuanya. Namun, berdasarkan pada analisis putusan-putusan perkara gugatan waris dari berbagai daerah yang berbeda, dapat disimpulkan bahwa tidak ada kasus hukum yang serupa. Ratio decidendi dalam putusan-putusan ini menunjukkan upaya hakim untuk menyeimbangkan hukum Islam dan hukum positif. Hukum Islam mengakui hak waris berdasarkan hubungan darah dan syarat agama, sementara hukum positif menekankan pentingnya pencatatan perkawinan. Hakim telah berusaha memutus perkara gugatan waris bagi istri kedua dan anak hasil perkawinan tidak tercatat dengan menerapkan nilai kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan yang didasarkan kepada banyak faktor (yuridis dan non-yuridis) yang tentu akan berbeda pada setiap kasus yang ditangani. Kata kunci: Hak Waris; Hukum Islam; Istri Kedua; Perkawinan Tidak Tercatat; Gugatan Waris Law No. 1 of 1974 on Marriage and the Compilation of Islamic Law (KHI) emphasize that marriages must be registered to be legally valid and possess full legal force under state law. In practice, numerous instances of unregistered marriages persist for various reasons. The principle of open monogamy, as regulated in the Law on Marriage, permits a man to seek judicial approval for engaging in multiple marriages. Deviations from the established regulations regarding polygamy permits may lead to the legal invalidation of the second marriage, consequently depriving individuals of civil rights including maintenance, joint property, and inheritance rights. Additionally, this scenario often culminates in inheritance disputes, particularly when a man is involved in both a registered marriage and an unregistered one, resulting in conflicts over the resulting estate. In such circumstances, the court assumes a critical role in adjudicating and resolving the associated legal issues, while upholding the principles of legal certainty, justice, and benefit in its rulings. The research problems are (1) the legal standing of the second wives and children born from unregistered Islamic marriages and (2) the inheritance rights of the second wives and their children based on the ratio decidendi of judges in resolving inheritance dispute cases in Islamic law. This research adopts a normative legal research method, focusing on the norms and legal principles that apply in society through the analysis of legislation and judicial considerations in Islamic inheritance cases. The approaches used include the statutory approach to analyze relevant regulations, the case approach to examine judicial decisions, and the conceptual approach to understand legal principles and doctrines underlying judicial reasoning in dispute resolution. The research findings and discussion indicate that with respect to legal status, the second wife in an unregistered marriage is ineligible to acquire civil rights under marriage law, including inheritance rights, due to her violation of the regulations governing the permission of polygamy in court. Furthermore, in relation to the interests of children, the state, through its legal frameworks, remains committed to ensuring that children receive civil rights from their biological father, irrespective of the marital status of either parent. Based on the analysis of inheritance lawsuit decisions from various regions, it can be concluded that there are no analogous legal cases. The ratio decidendi of judges in these decisions illustrates efforts to balance Islamic law and positive law. Islamic law recognizes inheritance rights based on blood relations and religious requirements, while positive law emphasizes the importance of marriage registration. The judge has made efforts to resolve inheritance dispute cases involving the second wife and children from an unregistered marriage by applying the principles of legal certainty, utility, and justice. These decisions are based on various factors, both legal and non-legal, which will naturally differ from one case to another. Keywords: Inheritance Rights; Islamic Law; Second Wife; Unregistered Marriage; Inheritance Lawsuit.