TY - GEN CY - UNIVERSITAS LAMPUNG ID - eprints82117 UR - http://digilib.unila.ac.id/82117/ A1 - YUNDA SELVIA , NATASYA Y1 - 2025/01/23/ N2 - Korupsi di Indonesia terus meningkat, dengan 791 kasus tercatat pada tahun 2023, menunjukkan perlunya penegakan hukum yang lebih tegas untuk memberantasnya demi mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Meskipun Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK) memberikan harapan dalam upaya memberantas korupsi di Indonesia, tantangan besar tetap ada, termasuk hambatan dalam penanganan kasus korupsi. Korupsi, yang merugikan keuangan negara, memiliki ciri khas berupa pidana tambahan uang pengganti, yang bertujuan untuk memidana pelaku dan mengembalikan kerugian negara. Proses pengembalian uang pengganti harus dilakukan dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan, dan jika tidak dipenuhi, harta benda pelaku dapat disita atau diganti dengan pidana penjara. Berdasarkan latar belakang masalah di atas menjadikan penulis mengangkat masalah: (1) Bagaimana mekanisme pelaksanaan subsider uang pengganti pada tindak pidana korupsi? (2) Apakah faktor penghambat pelaksanaan uang pengganti pada tindak pidana korupsi? Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yurdis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif dimaksudkan sebagai upaya memahami persoalan dengan tetap berada atau bersandarkan pada lapangan hukum, sedangkan pendekatan yuridis empiris dimaksudkan untuk memperoleh kejelasan dan pemahaman dari permasalahan dalam penelitian berdasarkan realitas yang ada. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mekanisme pelaksaan pidana penjara sebagai peemenuhan uang pengganti pada tindak pidana korupsi diatur dalam Pedoman Jaksa Agung No 13 Tahun 2021, yang mencakup mekanisme pengelolaan piutang uang pengganti pada tindak pidana korupsi. Namun, pelaksanaan ini menghadapi berbagai penghambat, termasuk ketidak jelasan dalam peraturan hukum, kualitas aparat penegak hukum, kurangnya sarana dan fasilitas, serta rendahnya pemahaman masyarakat tentang hukum. Saran Penelitian diharapkan penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi dapat lebih tegas dan konsisten, sehingga tidak ada pengulangan yang dilakukan oleh para pelaku dan tidak menambah kasus baru di hari-hari yang akan datang. Kolaborasi antara pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang tidak toleran terhadap praktik korupsi, serta meningkatkan kapasitas dan integritas aparat penegak hukum. Kata Kunci: pelaksanaan pidana penjara, tindak pidana korupsi, uang pengganti Corruption in Indonesia continues to rise, with 791 cases recorded in 2023, demonstrating the need for stricter law enforcement to eradicate it in order to achieve a just and prosperous society. Although the Law on the Eradication of Corruption (PTPK Law) provides hope in efforts to eradicate corruption in Indonesia, major challenges remain, including obstacles in handling corruption cases. Corruption, which harms the state's finances, is characterized by additional criminal compensation, which aims to punish the perpetrators and restore state losses. The process of reimbursement of the substitute money must be carried out within one month after the court decision, and if it is not met, the perpetrator's property may be confiscated or replaced with imprisonment. Based on the background of the above problem, the author raises the following issues: (1) What is the mechanism for the implementation of substitute money subsidies in corruption crimes? (2) What are the factors that hinder the implementation of substitute money in corruption crimes? The problem approach in this study uses a normative juristic approach and an empirical juridical approach. The normative juridical approach is intended as an effort to understand the problem by staying in or relying on the legal field, while the empirical juridical approach is intended to obtain clarity and understanding of the problem in the research based on existing reality. Based on the results of research and discussion, the mechanism for the implementation of prison sentences as a fulfillment of substitute money for corruption crimes is regulated in the Attorney General's Guidelines No. 13 of 2021, which includes a mechanism for managing replacement money receivables in corruption crimes. However, this implementation faces various obstacles, including unclear legal regulations, the quality of law enforcement officials, lack of facilities and facilities, and low public understanding of the law. Research Suggestion It is hoped that law enforcement against corruption crimes can be firmer and more consistent, so that there is no repetition by the perpetrators and no new cases are added in the coming days. Collaboration between the government, law enforcement officials, and the public is needed to create an environment that is intolerant of corrupt practices, as well as to increase the capacity and integrity of law enforcement officials. Keywords: implementation of prison sentences, corruption crimes, substitute money PB - FAKULTAS HUKUM TI - PELAKSANAAN PIDANA PENJARA SEBAGAI PEMENUHAN UANG PENGGANTI PADA TINDAK PIDANA KORUPSI AV - restricted ER -