%0 Thesis %9 Masters %A Darra , Ananda %B ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK %C UNIVERSITAS LAMPUNG %D 2024 %F eprints:84444 %I UNIVERSITAS LAMPUNG %T POLA KOMUNIKASI POLITIK PEMIMPIN PEREMPUAN ASEAN DALAM MENYERAP DAN MENYALURKAN ASPIRASI PUBLIK (Studi Deskriptif Empat Negara yaitu Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Thailand) %U http://digilib.unila.ac.id/84444/ %X Studi ini menelaah komunikasi politik pemimpin perempuan ASEAN dengan memanfaatkan teori retorika persuasif (Aristotle, 1954) dan model Nonviolence Communication (Rosenberg, 2015) dalam menyerap dan menyalurkan aspirasi rakyat dalam kebijakan publik. Menurut (UN Women, 1990) kuota partisipasi perempuan ditetapkan minimal 30 persen, namun di negara-negara ASEAN masih dibawah 30 persen. Pada penelitian terdahulu mengatakan bahwa masalah komunikasi politik yang lazim terjadi adalah ketidakberdayaan perempuan dalam pengambilan kebijakan di ruang parlemen. Hal tersebut didasari atas dominan nya peran laki-laki dalam pembentukan kebijakan dan memengaruhi dinamika komunikasi politik di dalam lembaga legislatif. Berdasarkan permasalahan ini, maka dilakukan penelitian mengenai pola komunikasi pemimpin perempuan dalam menyerap dan menyalurkan aspirasi publik, dan hambatan yang ditemui pemimpin perempuan dalam komunikasi politik. Metode yang digunakan merupakan kajian fenomenologi dengan teknik pengumpulan data melalui analisis dokumen dan wawancara intensif dengan informan kunci pemimpin perempuan ASEAN Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Thailand. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola komunikasi politik pemimpin perempuan ASEAN dalam menyerap dan menyalurkan aspirasi publik mencerminkan 6 temuan peneliti; keselarasan, interpretasi, pemenuhan hak asasi, sinergi, konsensus, dan inklusifitas. Indonesia dan Filipina memiliki kecenderungan pola komunikasi politik yang mencerminkan 6 temuan peneliti. Sedangkan Malaysia dan Thailand terdapat perbedaan dikarenakan regulasi politik yang ada dan hambatan budaya yang mendasari sistem politik mereka. Perbedaan pola komunikasi politik keempat negara tersebut juga diidentifikasi melalui hambatan komunikasi yang signifikan dalam proses penyerapan dan penyaluran aspirasi. Hambatan tersebut meliputi stereotipe gender dan sosio-ekonomi dalam penyerapan aspirasi, serta stereotipe gender dan regulasi politik dalam penyaluran aspirasi. Kata Kunci: Pemimpin Perempuan ASEAN, Nonviolence Communication, Retorika Persuasif, Konsensus, Inklusif. This study examines the political communication of female leaders in ASEAN by utilizing the theory of persuasive rhetoric (Aristotle, 1954) and the Nonviolence Communication model (Rosenberg, 2015) in absorbing and conveying the aspirations of the people in public policy. According to UN Women (1990), the quota for women's participation is set at a minimum of 30 percent, but in ASEAN countries, it remains below 30 percent. Previous research has indicated that a common issue in political communication is the disempowerment of women in policy-making in parliamentary settings. This is rooted in the dominant role of men in policy formation and influences the dynamics of political communication within legislative bodies. Based on this issue, research was conducted on the communication patterns of female leaders in absorbing and conveying public aspirations, as well as the barriers faced by female leaders in political communication. The method used was a phenomenological study with data collection techniques through document analysis and intensive interviews with key informants of female leaders from ASEAN countries Indonesia, the Philippines, Malaysia, and Thailand. The research findings indicate that the political communication patterns of female leaders in ASEAN in absorbing and conveying public aspirations reflect six researcher findings: alignment, interpretation, fulfillment of human rights, synergy, consensus, and inclusivity. Indonesia and the Philippines tend to exhibit political communication patterns that reflect these six findings. Meanwhile, Malaysia and Thailand show differences due to existing political regulations and cultural barriers underlying their political systems. The differences in political communication patterns in these four countries are also identified through significant communication barriers in the process of absorption and conveyance of aspirations. These barriers include gender and socio-economic stereotypes in aspiration absorption, as well as gender stereotypes and political regulations in aspiration conveyance. Keywords: Female Leaders in ASEAN, Nonviolence Communication, Persuasive Rhetoric, Consensus, Inclusive.