%A Fadhlullah Rouf %T ANALISIS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KORBAN PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN KEKERASAN YANG MELAKUKAN PEMBELAAN TERPAKSA (Studi Kasus di Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung) %X Pembelaan diri adalah hak setiap orang untuk melindungi diri dan harta bendanya dari bahaya. Dalam situasi kejahatan, korban mungkin perlu melakukan pembelaan diri untuk melindungi diri dan harta bendanya. Meskipun terdapat peraturan yang mengatur pembelaan diri, korban yang melakukan tindakan pembelaan diri sering kali berisiko menjadi tersangka. Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan dalam skripsi ini adalah (1). Bagaimanakah upaya penegakan hukum terhadap korban tindak pidana pencurian kendaraan bermotor dengan kekerasan yang melakukan pembelaan terpaksa? (2). Apakah faktor penghambat penegakan hukum terhadap korban pencurian kendaraan bermotor dengan kekerasan yang melakukan pembelaan terpaksa? Pendekatan masalah penelitian ini menggunakan dua pendekatan yaitu menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif ini dilakukan untuk mengulas pelaksanaan ketentuan ataupun norma yang berlaku menurut hukum positif. Pendekatan yuridis Empiris dilakukan dengan cara mengkaji keadaan dengan mengadakan wawancara langsung terhadap pihak pihak yang ada kaitanya dengan permasalahan yang sedang dibahas. Hasil penelitian dan pembahasan ini menunjukkan bahwa: (1). Pada tahap formulasi, penegakan hukum terhadap pembelaan terpaksa (noodweer) dan pembelaan terpaksa melampaui batas (noodweer exces) di Indonesia telah diatur dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP dan Pasal 49 ayat (2) KUHP. Pasal 49 KUHP memberikan keseimbangan antara hak seseorang untuk mempertahankan diri dari ancaman atau serangan yang melawan hukum dengan prinsip keadilan dalam menentukan pertanggungjawaban pidana. Selanjutnya pada tahap aplikasi, Langkah-langkah kepolisian dalam menangani kasus seperti ini dilakukan dengan penyelidikan yaitu menyelidiki fakta, selanjutnya penyidikan yaitu mengumpulkan bukti, dan memastikan bahwa keadilan ditegakkan sesuai hukum. Jika terbukti sebagai pembelaan terpaksa, pelaku tidak dapat dipidana. Namun, jika terdapat indikasi tindak pidana, maka penyidikan ditingkatkan ke tahap selanjutnya yaitu tahap penuntutun, persidangan yang kemudian ketahap tahap selanjutnya. (2). pada faktor penghambat penegakan hukum, yaitu: penerapan pasal yang rawan disalahartikan (faktor hukum), kurangnya pemahaman aparat tentang noodweer dan minimnya kehadiran di daerah rawan (faktor penegak hukum), terbatasnya fasilitas CCTV (faktor sarana), ketakutan atau ketidaksadaran korban untuk melapor (faktor masyarakat), serta rendahnya pemahaman hukum dan kepercayaan publik (faktor kebudayaan). Dari seluruh analisis, penulis menyimpulkan bahwa faktor penegak hukum adalah yang paling dominan menghambat penegakan hukum, karena aparat memiliki peran sentral dalam menerapkan aturan secara adil dan profesional. Saran penulis dari permasalahan yang terjadi adalah (1). Perlunya peningkatan pemahaman aparat penegak hukum tentang pembelaan terpaksa (2). perlunya peningkatan keamanan publik dan pencegahan kejahatan. Dengan demikian, aparat penegak hukum dapat menghindari kesalahan dalam menetapkan status hukum seseorang dan memastikan bahwa proses hukum berjalan dengan adil bagi semua pihak. Kata Kunci : Penegakan Hukum, Pencurian Kendaraan Bermotor Dengan Kekerasan, Pembelaan Terpaksa Self-defense is everyone's right to protect themselves and their property from harm. In a crime situation, the victim may need to self-defense to protect himself and his property. Despite the rules governing self-defense, victims who commit acts of self- defense are often at risk of becoming suspects. Based on this description, the problems in this thesis are (1). How are law enforcement efforts against victims of violent motor vehicle theft who carry out forced defense? (2). What are the factors that hinder law enforcement against victims of violent motor vehicle theft who carry out forced defenses? The approach to this research problem uses two approaches , namely using a normative juridical approach and an empirical juridical approach. This normative juridical approach is carried out to review the implementation of applicable provisions or norms according to positive law. The Empirical juridical approach is carried out by examining the situation by conducting direct interviews with parties related to the problem being discussed. The results of this research and discussion show that: (1). At the formulation stage, law enforcement against forced defenses (noodweer) and forced defenses beyond the limit (noodweer exces) in Indonesia have been regulated in Article 49 paragraph (1) of the Criminal Code and Article 49 paragraph (2) of the Criminal Code. Article 49 of the Criminal Code provides a balance between a person's right to defend himself or herself from unlawful threats or attacks with the principle of justice in determining criminal liability. Furthermore, at the application stage, the police's steps in handling cases like this are carried out by Investigation is investigating the facts, then investigation is gathering evidence, and ensuring that justice is upheld according to the law. If proven to be a forced defense, the perpetrator cannot be convicted. However, if there is an indication of a criminal act, the investigation is upgraded to the next stage, namely the prosecution stage, the trial and then the next stage. (2). The inhibiting factors in law enforcement include: the potential for misinterpretation in the application of legal provisions (legal factor), lack of understanding among law enforcement officers regarding noodweer and their limited presence in high-crime areas (law enforcement factor), inadequate CCTV facilities (infrastructure factor), victims? fear or lack of awareness to report incidents (community factor), and the public?s limited legal knowledge and low trust in law enforcement (cultural factor). Based on the analysis, the author concludes that the law enforcement factor is the most dominant obstacle, as officers play a central role in applying the law fairly and professionally. The author's suggestions for the problems that occurred are (1). The need to increase the understanding of law enforcement officials about forced defense (2). the need to improve public safety and crime prevention. Thus, law enforcement officials can avoid mistakes in determining someone's legal status and ensure that the legal process runs fairly for all parties. Keywords: Law Enforcement, Violent Theft of Motor Vehicles, Forced Defense %D 2025 %C UNIVERSITAS LAMPUNG %R 2112011475 %I HUKUM %L eprints89341