@misc{eprints89358, month = {Juni}, title = {ANALISIS DASAR TUNTUTAN OLEH PENUNTUT UMUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENAMBANGAN TANAH LEMPUNG SECARA ILEGAL (Studi Tuntutan: 519/Pid.Sus/2022/PN Tjk) }, author = { Alfath Muhammad }, address = {UNIVERSITAS LAMPUNG}, publisher = {FAKULTAS HUKUM}, year = {2025}, url = {http://digilib.unila.ac.id/89358/}, abstract = { Tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang memberikan pidana penjara dalam Pasal 158 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara terhadap terdakwa dengan pidana 4 bulan dan denda sejumlah Rp 5.000.000,00. subsidair 1 (satu) bulan, belum memenuhi rasa keadilan yang seharusnya penuntut umum memberikan tuntutan yang tidak jauh dari sebagaimana yang telah diatur pasal 158 dimana pelaku penambangan ilegal di ancam dengan pidana penjara 5 tahun dan denda Rp. 100.000.000.000 Miliar. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah dasar tuntutan penuntut umum terhadap tindak pidana penambangan tanah lempung secara ilegal dalam putusan nomor: 519/Pid.Sus/2022/PN.TJK (2) Apakah dalam putusan nomor 519/Pid.Sus/2022/PN.Tjk telah memenuhi rasa keadilan. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Narasumber penelitian ini adalah Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Lampung, PS. Panit Subdit IV Tipidter Ditrekrimsus Kepolisian Daerah Lampung, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Lampung, Analis Izin Pertambangan Dinas ESDM Provinsi Lampung dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. Analisis data dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dasar Tuntutan oleh Penuntut Umum dalam menuntut tindak pidana penjara selama 4 (empat) bulan dikurangi Terdakwa selama berada dalam tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan dan denda Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah) subsidair 1 (satu) bulan terhadap pelaku tindak pidana penambangan tanah lempung secara ilegal dalam putusan nomor: 519/Pid.sus/2022/PN.Tjk terdiri dari tuntutan yang mempertimbangkan secara yuridis, filosofis dan sosiologis. pertimbangan yuridis jaksa penuntut umum dalam memberikan tuntutan yaitu perbuatan terdakwa terbukti melanggar Pasal 158 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara yaitu jaksa menilai bahwa pemidanaan bukan hanya untuk menimbulkan efek jera tetapi pemidanaan bukanlah untuk pembalasan dendam oleh pelaku yang telah melakukan tindak pidana yang diharapkan tidak mengulangi tindak pidananya, Pertimbangan sosiologis yaitu jaksa menilai mempertimbangkan hal-hal yang meringankan bahwasannya setelah dilakukan pemanggilan dinas terkait ternyata tidak ada 1 pun pembuatan batu bata dari hasil galian penambangan tanah lempung tidak memiliki izin. Selain itu terdakwa juga bukan lah residivis dan pemilik tanah mengizinkan tanah dilakukan penggalian serta menurutnya penambangan yang dilakukan merupakan penambangan perorangan yang tidak menutup keuntungan dari hasil penjualan batu bata dari hasil galian penambangan tanah lempung serta terdakwa bersikap sopan, mengakui dan berterus terang di persidangan, hal yang memberatkan Perbuatan terdakwa dapat menimbulkan dampak kerusakan lingkungan. Saran dalam penelitian ini adalah Majelis Hakim dan Jaksa Penuntut Umum selaku penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana penambangan tanah lempung secara ilegal sebenarnya telah memenuhi rasa keadilan tetapi harapannya untuk dimasa depan untuk dapat lebih memberikan hukuman yang sesuai di fakta persidangan dan sesuai dengan undang undang. Kepada masyarakat disarankan untuk melakukan kegiatan penambangan tanah lempung secara legal dengan melakukan izin usaha kepada pihak terkait dan menolak penambangan yang dilakukan secara ilegal di wilayah pemukimannya. Hal ini penting untuk dilakukan agar kegiatan usaha yang dilakukan masyarakat dapat dilaksanakan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan dan tetap berada di dalam pengawasan dan pembinaan pemerintah. Kata Kunci: Tuntutan Jaksa Penuntut Umum, Penambangan Tanah Lempung, Ilegal The demands of the Public Prosecutor who imposes a prison sentence in Article 158 of the Republic of Indonesia Law Number 3 of 2020 concerning Amendments to Law Number 4 of 2009 concerning Mineral and Coal Mining against the defendant with a sentence of 4 months and a fine of IDR 5,000,000.00 subsidiary 1 (one) month, has not fulfilled the sense of justice that the public prosecutor should have given a demand that is not far from what has been regulated in Article 158 where perpetrators of illegal mining are threatened with a prison sentence of 5 years and a fine of IDR 100,000,000,000 billion. The problems in this study are: (1) What is the basis for the public prosecutor's demands for the crime of illegal clay mining in decision number: 519 / Pid.Sus / 2022 / PN.TJK (2) Has decision number 519 / Pid.Sus / 2022 / PN.Tjk fulfilled the sense of justice. This study uses normative and empirical legal approaches. The sources of this study were the Judge of the Tanjung Karang District Court, the Public Prosecutor of the Lampung High Prosecutor's Office, PS. Panit Subdit IV Tipidter Ditrekrimsus Lampung Regional Police, Director of the Lampung Environmental Forum, Mining Permit Analyst of the Lampung Provincial ESDM Service and Lecturers of the Criminal Law Section of the Faculty of Law Unila. Data analysis was carried out qualitatively. The results of the study show that the Basis for the Demand by the Public Prosecutor in demanding a criminal act of imprisonment for 4 (four) months minus the Defendant while in detention with an order for the defendant to remain detained and a fine of Rp. 5,000,000, - (five million rupiah) subsidiary to 1 (one) month against the perpetrator of the crime of illegal clay mining in decision number: 519 / Pid.sus / 2022 / PN.Tjk consists of demands that consider juridical, philosophical and sociological considerations. The legal considerations of the public prosecutor in making demands are that the defendant's actions are proven to violate Article 158 of the Republic of Indonesia Law Number 3 of 2020 concerning Amendments to Law Number 4 of 2009 concerning Mineral and Coal Mining, namely the prosecutor considers that criminal punishment is not only to create a deterrent effect but criminal punishment is not for revenge by the perpetrator who has committed a crime that is expected not to repeat the crime, Sociological considerations, namely the prosecutor considered mitigating factors that after the relevant service summons was made, it turned out that not a single brick making from the results of clay mining excavations did not have a permit. In addition, the defendant is also not a recidivist and the landowner allows the land to be excavated and according to him the mining carried out is individual mining that does not cover the profits from the sale of bricks from the results of clay mining excavations and the defendant was polite, admitted and was honest in court, aggravating factors The defendant's actions can cause environmental damage. The suggestion in this study is that the Panel of Judges and Public Prosecutors as law enforcers handling illegal clay mining cases have actually fulfilled the sense of justice but the hope is that in the future they will be able to provide more appropriate punishments in the trial facts and in accordance with the law. The community is advised to carry out clay mining activities legally by obtaining a business permit from the relevant party and rejecting illegal mining in their residential areas. This is important to do so that business activities carried out by the community can be carried out by paying attention to environmental sustainability and remain under the supervision and guidance of the government. Keywords: Public Prosecutor's Demands, Clay Mining, Illegal } }