TY - GEN ID - eprints9920 UR - http://digilib.unila.ac.id/9920/ A1 - 0642011182, Firdansyah Cholibi Y1 - 2012/02/03/ N2 - Abstrak Tindak pidana penyalahgunaan psikotropika telah merasuki kalangan militer. Padahal mereka merupakan komponen utama dalam sistem pertahanan negara, dan merupakan alat Negara yang bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara, serta diharapkan mampu memberikan contoh kepada masyarakat untuk tidak melakukan tindak pidana psikotropika, mengingat institusi militer di Indonesia identik dengan suatu institusi yang anggotanya sangat taat dan disiplin terhadap hukum yang berlaku. Namun dalam kenyataannya banyak anggota militer yang melakukan suatu tindak pidana, salah satunya adalah penyalahgunaan psikotropika. Permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai Bagaimanakah pertimbangan hukum oleh hakim Pengadilan Militer dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana narkotika oleh anggota militer dan apakah hambatan yang dihadapi oleh hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh anggota militer dan bagaimana solusinya. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris, data yang digunakan adalah data primer dan sekunder, pengumpulan data dengan wawancara, studi pustaka, dan studi dokumen. Sedangkan pengolahan data melalui tahap pemeriksaan data, penandaan data, rekonstruksi data, dan sistematisasi data. Data yang sudah diolah kemudian disajikan dalam bentuk uraian, lalu dintreprestasikan atau ditafsirkan untuk dilakukan pembahasan dan dianalisis secara kualitatif, kemudian untuk selanjutkan ditarik suatu kesimpulan. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa kompetensi peradilan Militer dalam menyidang dan memutus perkara dengan Nomor : 35-K/BDG/PMT-II/AD/VI/2011 adalah tidak tepat karena dalam perkara ini tidak ditemukan adanya landasan yuridis yang tepat untuk menyidangkan kasus ini dalam lingkup peradilan militer karena bukan merupakan tindak pidana militer melainkan murni tindak pidana umum yang tidak ada dalam ketentuan Undang- Firdansyah Cholibi Undang Nomor 31 tahun 1997 tentang Pengadilan Militer. Sehingga dengan kata lain kompetensi peradilan yang berhak untuk mengadili perkara Sabar Sembiring ini adalah dalam lingkungan peradilan umum yang jika perkara ini digelar dalam lingkup peradilan umum maka proses fair play dalam persidangan akan terlaksana dan jauh dari adanya kesan persidangan ?sandiwara? yang hanya bertujuan untuk melindungi korps atau kesatuan Militer saja. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh anggota Militer di dasarkan pada Pasal 62 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Selain itu dalam menjatuhkan putusan hakim harus melihat dan mempelajari bukti-bukti yang ada baik keterangan terdakwa atau saksi dan juga bukti berupa barang. Alat bukti yang digunakan dalam kasus penyalahgunaan narkotika adalah keterangan 2 (dua) orang saksi dan keterangan Terdakwa sehingga alat bukti yang diajukan telah memenuhi rumusan Pasal 171 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997, di mana Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa Terdakwalah yang bersalah melakukannya. Disarankan kepada setiap institusi militer untuk mengadakan suatu penyuluhan mengenai bahaya penyalahgunaan psikotropika di dalam intitusi Militer itu sendiri, agar dapat meningkatkan kesadaran bagi anggota Militer mengenai bahaya narkotika maupun obat-obat berbahaya lainnya. Di harapkan dengan penyuluhan tersebut dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika oleh anggota Militer. TI - PERTIMBANGAN HUKUM OLEH HAKIM PENGADILAN MILITER TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MENYALAHGUNAKAN NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA AV - restricted ER -