Digital Library: No conditions. Results ordered -Date Deposited. 2024-03-29T04:49:31ZEPrintshttp://digilib.unila.ac.id/images/sitelogo.pnghttp://digilib.unila.ac.id/2015-05-07T01:44:59Z2015-05-07T01:44:59Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/9786This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/97862015-05-07T01:44:59ZPENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP
PELAKU TAWURAN PELAJAR SMA
(Studi Kasus Di Wilayah Hukum Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan)Abstrak
Tewasnya Alawy Yusianto Putra, siswa kelas 10 SMAN 6, akibat diserang oleh
sekelompok siswa yang berasal dari SMAN 70 menjadi alasan utama mengapa
kasus tawuran yang terjadi tidak dapat dipandang sebagai kenakalan remaja, tetapi
sudah termasuk tindakan kriminal. Adanya tindak pidana yang terjadi di dalam
tawuran tentunya memerlukan penegakan hukum dari berbagai pihak yang terkait,
terutama kepolisian. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah
penegakan hukum pidana terhadap para pelaku tawuran pelajar Sekolah
Menengah Atas (studi kasus di wilayah hukum Polres Metro Jakarta Selatan) (2)
Apakah faktor-faktor penghambat penegakan hukum pidana terhadap para pelaku
tawuran pelajar Sekolah Menengah Atas (studi kasus di wilayah hukum Polres
Metro Jakarta Selatan).
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan
pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Responden penelitian terdiri
dari, anggota Polres Metro Jakarta Selatan Unit Pembinaan Masyarakat (Binmas),
guru pada SMAN 1 Natar, dan Akademisi Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila.
Data penelitian dianalisis secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan ini adalah (1) Penegakan hukum
pidana terhadap pelaku tawuran pelajar SMA yang dilakukan oleh kepolisian
terdiri dari beberapa tahapan yaitu (total enforcement), (full enforcement), dan
(actual enforcement). Penegakan hukum yang dominan dan sudah di
terapkan/ditegakkan diantara ketiga penegakan hukum tersebut adalah penegakan
hukum yang sebenarnya dilakukan (actual enforcement), yaitu penegakan hukum
yang tersisa dan belum dilakukan pada total enforcement dan full enforcement,
dengan pendekatan persuasif terhadap pelaku tawuran pelajar berupa tindakan
pencegahan. Tindakan tersebut berupa: mengadakan penyuluhan ke sekolahsekolah yang rawan melakukan tawuran, mendirikan Pos Keamanan Terpadu
menjadikan anggota kepolisian sebagai pemimpin upacara setiap hari Senin,
mengadakan kegiatan positif antar sekolah yang berseteru membentuk polisipolisi siswa, dan mengadakan patroli saat jam rawan tawuran, menjalin kerjasama
dengan sekolah dan komite. Kepolisian juga melakukan tindakan represif terhadap
pelaku tawuran berupa penangkapan terhadap pemicu tawuran, penahanan
terhadap pelaku yang sudah melakukan tawuran lebih dari sekali, karena sudah
menjadikan tawuran sebagai kebiasaan, untuk itu perlu dilakukan pemberian
sanksi agar pelaku jera, penahanan terhadap pelaku yang membawa senjata tajam,
dan penjatuhan pidana terhadap pelaku tawuran sesuai kaidah hukum positif di
Indonesia. (2) Faktor-faktor yang menjadi penghambat penegakan hukum pidana
terhadap pelaku tawuran pelajar SMA yang dilakukan oleh kepolisian terdiri dari
4 (empat) faktor yaitu faktor penegak hukum, faktor sarana atau fasilitas, faktor
masyarakat, faktor kebudayaan, namun yang dominan adalah faktor penegak
hukum. Ketidaktegasan dan ketidaktepatan pasal dalam menjatuhkan pidana
terhadap pelaku tawuran mengakibatkan tidak jelasnya sanksi yang akan
dikenakan terhadap pelaku tawuran. Ketidaktegasan ini karena dibatasi usia
pelaku yang mayoritas masih dibawah umur sehingga pidana dijadikan sebagai
upaya terakhir sehingga pelajar menjadi tidak jera dan terus-menerus melakukan
tawuran karena pelaku tidak lagi memandang hukuman sebagai sesuatu yang
ditakuti karena mereka merasa dilindungi
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Disarankan untuk selanjutnya kepolisian
dalam menjalankan actual enforcement diharuskan lebih tegas lagi dan tidak
tebang pilih agar apa yang dicita-citakan oleh tujuan penegakan hukum terhadap
pelaku tawuran pelajar SMA dapat tercapai dan memberikan efek jera terhadap
pelajar pelaku tawuran tanpa mengganggu perkembangan jiwanya. Formulasi
peraturan yang tepat sasaran akan sangat membantu agar tidak terjadi lagi
ketidakjelasan sanksi sehingga pelajar mengetahui dengan jelas sanksi apa yang
akan mereka dapatkan jika melakukan tawuran (2) Dibutuhkan kerjasama bukan
hanya bagi instansi yang berwenang melakukan penegakan hukum pidana
terhadap pelaku tawuran saja namun juga bagi sekolah dan semua elemen
masyarakat demi tegaknya hukum dan menimimalisir tawuran. Sekolah sebaiknya
melakukan ‘Deteksi Dini’ yaitu memeriksa benda-benda berbahaya yang
kemungkinan dibawa pelajar dan digunakan untuk tawuran. Jika sekolah
mendeteksi lebih cepat maka tawuran dapat dihindari sehingga tidak terdapat
tindak pidana di dalamnya.
Kata kunci : Penegakan Hukum Pidana, Tawuran, Pelajar, KepolisianUTARI DWI PRATIWI 0912011382