Digital Library: No conditions. Results ordered -Date Deposited. 2024-03-28T14:54:57ZEPrintshttp://digilib.unila.ac.id/images/sitelogo.pnghttp://digilib.unila.ac.id/2015-09-28T06:46:03Z2015-09-28T06:46:03Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/12932This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/129322015-09-28T06:46:03ZTANGGUNG JAWAB HUKUM PERDATA RUMAH SAKIT
TERHADAP DOKTER TAMUABSTRACT
The provisions of legislation Of Article 12 clause (4) of regulations No. 44
year 2009 about Hospital) hospitals can employ temporary employees and
consultants in accordance needs and capabilities of hospitals. Temporary
employees are health professionals that not owned by the hospital concerned,
especially medical personnel (specialists and subspecialists). Medical personnel
who are not permanent, in practice often called visiting doctor. As visiting doctor,
its positions not same as permanent doctor hospital. Problems appear if there is
visiting doctor negligence and result in losses of patients and their families: The
first, whether the hospital can be held accountable for any errors or omissions that
resulted in any damages in the patient is performed by visiting doctor and how
liability form is can be performed well by the hospital or visiting doctor? Second,
how the legal position between the hospital and visiting doctor? Third, how types
or forms of agreements create by hospitals and visiting doctor in health care?.
The Kind of normative juridical research. The approach taken is approach
legislation (statute approach), and conceptual approach (conseptual approach),
and the empirical approach is made to complete data is has been obtained through
a normative approach.
The results show, that in principle the hospital can not held accountable for
omissions by visiting doctor that causes patients to suffer any damages. This
principle is in accordance the provisions of Article 46 UU RS No. 44/2009, but in
practice the any damages met joint liability. The legal position between the
hospital and visiting doctor is a balanced position not sub-ordinate. Each side has
the same bargaining power, but nevertheless in practice the position of doctor
visitors would be have a stronger bargaining position, through developments in
practice, types or forms agreements made by hospitals and visiting doctor in
health care has given rise to type agreement is an agreement mixture (gemengde
contractus), is agreements containing elements of various agreements called. For
example, labor agreements, lease agreement and purchase agreement.
Keywords: visiting doctor, civil legal liability, hospital.
ABSTRAK
Ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 12 ayat (4) Undang-
Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit), rumah sakit dapat
mempekerjakan tenaga tidak tetap dan konsultan sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan rumah sakit. Tenaga tidak tetap adalah tenaga kesehatan yang tidak
dimiliki oleh rumah sakit bersangkutan, terutama tenaga medis (dokter spesialis
maupun sub spesialis). Tenaga medis yang tidak tetap tersebut, dalam praktik
sering disebut sebagai dokter tamu. Sebagai dokter tamu, kedudukannya tidak
sama dengan dokter tetap rumah sakit. Permasalahan muncul jika terjadi kelalaian
dokter tamu dan mengakibatkan kerugian pasien dan keluarganya; pertama,
apakah rumah sakit dapat dimintai pertanggungjawaban terhadap kesalahan atau
kelalaian yang mengakibatkan kerugian pada diri pasien yang dilakukan oleh
dokter tamu dan bagaimana bentuk tanggung jawab yang dapat dilakukan baik
oleh rumah sakit maupun dokter tamu? Kedua, bagaimana kedudukan hukum
antara rumah sakit dan dokter tamu? Ketiga, bagaimana jenis-jenis atau bentukbentuk
perjanjian yang di buat oleh rumah sakit dan dokter tamu dalam pelayanan
kesehatan?. Jenis penelitian yuridis normatif. Pendekatan yang dilakukan adalah
pendekatan secara perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan
konseptual (conseptual approach), serta pendekatan secara empiris dilakukan
untuk melengkapi data yang telah diperoleh melalui pendekatan normatif.
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa pada prinsipnya rumah sakit tidak
dapat dimintai pertanggungjawaban atas kelalaian yang dilakukan oleh dokter
tamu yang menyebabkan pasien menderita kerugian. Prinsip ini sesuai dengan
ketentuan Pasal 46 Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
namun dalam praktiknya kerugian dipenuhi secara tanggung renteng. Kedudukan
hukum antara rumah sakit dan dokter tamu adalah kedudukan yang seimbang
bukan sub-ordinat. Masing-masing pihak mempunyai bargaining power yang
sama, namun demikian dalam praktik kedudukan dokter tamu justru lebih
mempunyai posisi tawar yang lebih kuat. Melalui perkembangan dalam praktik,
jenis-jenis atau bentuk-bentuk perjanjian yang di buat oleh rumah sakit dan dokter
tamu dalam pelayanan kesehatan telah melahirkan suatu perjanjian campuran
(gemengde contractus), yaitu perjanjian yang mengandung unsur dari berbagai
perjanjian bernama. Misalnya, perjanjian perburuhan, perjanjian sewa menyewa
dan perjanjian jual beli.
Kata kunci: dokter tamu, tanggung jawab hukum perdata, rumah sakit.1322011022 Ilhamdaniilhamdani19@yahoo.com