Digital Library: No conditions. Results ordered -Date Deposited. 2024-03-29T01:17:50ZEPrintshttp://digilib.unila.ac.id/images/sitelogo.pnghttp://digilib.unila.ac.id/2014-09-29T01:52:27Z2014-09-29T01:52:27Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/3419This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/34192014-09-29T01:52:27ZEVALUASI TERHADAP TATA CARA REKRUTMEN CPNS DI KOTA
BANDAR LAMPUNGProses pelaksanaan rekrutmen Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Indonesia seringkali
menjadi sorotan di masyarakat, permasalahan pro-kontra yang terjadi di
masyarakat disebabkan lemahnya mekanisme penyelenggaran rekrutmen sehingga
menyebabkan munculnya ketidakpuasan di masyarakat. Permasalahan yang
terjadi adalah belum terjaringnya pelamar CPNS yang memiliki kualitas sesuai
dengan keinginan pemerintah daerah. Faktor penyebabnya adalah substansi
seleksi/ujian CPNS tidak mampu mengukur kompetensi yang dimiliki oleh
pelamar CPNS selain itu pula aspek daya nalar, daya analitis, kepribadian,
kemampuan penggunaan bahasa Indonesia dan Asing serta penggunaan Teknologi
Informasi belum mampu untuk diukur melalui tes yang sekarang dilaksanakan.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah: bagaimana pelaksanaan tata cara
rekrutmen CPNS di Kota Bandar Lampung? dan bagaimana tata cara rekrutmen
CPNS yang tepat di Kota Bandar Lampung?
Penelitian ini menggunakan pendekatan secara yuridis normatif dan pendekatan
yuridis empiris. Pendekatan yuridis empiris merupakan metode untuk
memperoleh kejelasan dan pemahaman berdasarkan realita yang ada yaitu tentang
evaluasi tata cara rekrutmen Pegawai Negeri Sipil di Kota Bandar Lampung
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor : 54 Tahun 2003 Tentang Formasi
Pegawai Negeri Sipil, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun
2002 tentang, Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000
tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil dan Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 71 Tahun 2004 Tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil
Tahun Anggaran 2004
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh dua pokok permasalahan yang diajukan
dalam penelitian ini, sebagai berikut: Pelaksanaan tata cara rekrutmen CPNS di
yang ada Kota Bandar Lampung belum optimal atau selektif dalam rekruitmen
aparatur khususnya CPNS pada Kota Bandar LampungTata cara rekrutmen CPNS
yang tepat di Kota Bandar Lampung belum sesuai dengan pelaksanaan PP No.48
Tahun 2005 Jo PP No. 43 Tahun 2007 yaitu motivasi, tekanan/intervensi, peran
kelembagaan dan pengawasan. Dalam hal pelaksanaan rekruitmen CPNS, masih
sering terjadi tekanan-tekanan ataupun intervensi dari berbagai pihak terhada
pihak penyelenggara (BKD) untuk mempengaruhi pelaksanaan rekruitmen
tersebut.0922011046 RIZKY ALAMSYAH2014-03-03T07:43:56Z2014-03-03T07:43:56Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/1269This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/12692014-03-03T07:43:56Z
KEDUDUKAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU (DKPP) DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis kedudukan DKPP dalam sistem ketatanegaraan, dan juga untuk mengetahui dan menganalisis kekuatan dan pelaksanaan Putusan DKPP. Dalam membahas penelitian ini penulis mengunakan teori dan konsep tentang; Pemisahan Kekuasaan, lembaga negara, dan Peraturan Perundang-undangan. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini mengunakan metode yuridis normatif, yaitu dengan mengolah data sekunder yang didapat dari studi kepustakaan berupa dokumen resmi, buku-buku dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa Kedudukan DKPP dalam sistem ketatanegaraan Indonesia dikategorikan sebagai lembaga negara pembantu atau lembaga negara penunjang yang bersifat independent. Hubungan antara DKPP dengan KPU dan Bawaslu, secara struktural adalah sederajat saling terkait dan masing-masing bersifat independen (check and balances) dalam penyelenggaraan Pemilu, namun secara fungsional peran DKPP sebagai lembaga kode etik Pemilu bersifat penunjang dalam penyelenggaraan Pemilu. DKPP sebagai sebuah lembaga atau komisi etik seharusnya tidak membuat sebuah Putusan, melainkan Rekomendasi. Putusan DKPP tidak dapat bersifat final, karena memerlukan persetujuan administrasi lebih lanjut dari KPU dan Bawaslu. Sifat Putusan yang final dan mengikat telah membuat DKPP menjadi lembaga yang Superior dan menghilangkan prinsip check and balances diantara lembaga yang terkait dengan penyelenggaraan Pemilu. Kata Kunci : Lembaga Negara Pembantu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), dan Sifat Putusan DKPP Zaki Mubaroq Alfuadi Roesli2014-03-03T07:43:49Z2014-03-03T07:43:49Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/1268This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/12682014-03-03T07:43:49ZPENERAPAN KEADILAN RESTORATIF
PADA PROSES PENYIDIKAN PERKARA PIDANA ANAK
(Studi di Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung)Penegakan hukum pada anak harus mengedepankan kesejahteraan anak dan perlu diupayakan dengan sungguh-sungguh untuk menghindari penjatuhan sanksi penjara. Hal ini berarti penanganan masalah pidana yang melibatkan anak tidak selalu mengacu pada hukuman atas kesalahan yang telah diperbuat, melainkan ikut serta mempertimbangkan aspek pelajaran dan pengalaman yang akan berguna bagi perkembangan positif psikologis anak. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu mengapa diperlukan penerapan keadilan restoratif dalam proses penyidikan perkara pidana anak, bagaimanakah penerapan keadilan restoratif dalam proses penyidikan perkara pidana anak di Polresta Bandar Lampung, dan apa yang menjadi hambatan dalam penerapan keadilan restoratif pada proses penyidikan perkara pidana anak di Polresta Bandar Lampung. Penelitian ini bersifat yuridis normatif, empiris, dan menggunakan data primer serta data sekunder. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara analisis kualitatif yang merupakan rangkaian data yang tersusun secara sistematis dan dianalisis dengan cara pikir yang deskriptif. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan metode induktif yang bersifat khusus ke umum dengan penalaran yang logis. Hasil penelitian adalah perlunya penerapan keadilan restoratif agar upaya penyelesaian lebih difokuskan pada pemulihan atas kerugian yang ditimbulkan akibat pelanggaran tersebut, bukan pembalasan bagi pelaku. Praktik penyidikan tindak pidana oleh penyidik Polri dengan mengimplementasikan konsep keadilan restoratif melalui diversi. Diversi dilakukan dengan adanya diskresi kepolisian dalam pelaksanaan penegakan hukum. Hambatan dalam penerapan keadilan restoratif adalah tidak adanya payung hukum yang mengatur dan menjadi landasan legitimasi serta tidak adanya prosedur atau mekanisme yang formalprosedural dalam mengambil keputusan pada proses penyidikan apakah berdasarkan konsep keadilan restoratif, kekhawatiran atau ketakutan penyidik akan dipersalahkan oleh atasan penyidik dan dipermasalahkan pada pemeriksaan oleh institusi pengawas dan pemeriksa internal Polri yang menggunakan parameter formal prosedural, tidak semua pihak yang bersengketa memiliki itikad baik untuk menyelesaikan masalah di luar pengadilan melalui proses mediasi. Pada akhirnya saran yang disampaikan yaitu menyarankan hendaknya semua pihak yang bersengketa pada perkara pidana anak memiliki itikad baik yang sama untuk menyelesaikan masalah di luar pengadilan melalui penerapan keadilan restorative, dan disusunnya dasar legitimasi mengenai adanya pengaturan tindakan lain yang dapat dilakukan oleh penyidik dapat digunakan oleh penyidik
dalam setiap proses penanganan anak yang bermasalah dengan hukum sambil menunggu berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dan hendaknya dalam konteks pembaruan hukum pidana, penggunaan kebijakan penal saat ini dalam penanganan proses anak yang bermasalah dengan hukum haruslah dilakukan dengan hati-hati sehingga tidak menimbulkan stigmatisasi bagi anak.
Kata Kunci : Keadilan Restoratif, Proses Penyidikan, Perkara Pidana, Anak. Yuris Setia Ningsih Abduh Abduh Amasta,2014-03-03T07:43:43Z2014-03-03T07:43:43Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/1267This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/12672014-03-03T07:43:43ZHAK KONSTITUSIONAL PEMILIH DALAM PEMILUKADA
DI KABUPATEN WAY KANAN (Studi Pemilukada Tahun 2010) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pemenuhan hak-hak
konstitusional pemilh dalam pelaksanaan pemilukada Kabupaten Way Kanan Tahun 2010 dan untuk mengetahui serta menganalisis upaya apa saja yang dilakukan KPU Kabupaten Way Kanan dalam melakukan jaminan hak-hak pemilih. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan empiris yaitu penelitian yang menganalisis aturan hukum dan praktik dalam pemilukda Kabupaten Way Kanan Tahun 2010. Data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder, yang kemudian dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada Pemilukada Way Kanan tahun 2010 diikuti oleh 5 pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati. Dalam pelaksanaan pemilukada Way Kanan Tahun 2010 upaya yang dilakukan KPUD Way Kanan dalam memaksimalkan pemenuhan hak konstitusi pemilih antar lain : melakukan pembentukan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), dengan memilih calon anggota PPK yang berpengalaman, berintegritas dan indefenden. Dalam rangka menjaga soliditas KPUD Way Kanan melakukan acara keakraban dengan outbond selama 2 (dua) hari. Pembentukan Panitia Pemungutan Suara dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), pendataan pemilih dimulai 6 bulan sebelum pemilihan dilaksankan agar semua masyarakat yang telah berhak memilih dapat masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), pelaksanaan kampanye agar pemilih lebih mengenal dan mengetahui visi misi calon Bupati dan Wakil Bupati. Kendala yang dihadapi dalam pemenuhan hak konstitusional pemilih dalam pemilukada 2010 yaitu data Daftar Penduduk Potensi Peemilih (DP4) yang diserahkan Pemerintah Daerah tidak akurat, letak geografis dan minimnya infrastruktur juga mempengaruhi pendataan dan mempengaruhi kelancaraan distribusi logistik pemilukada. Penduduk yang tinggal mengelompok dalam jumlah kecil dan banyaknya masyarakat yangg berdomisili di hutan kawasan yg dilarang untuk didirikan TPS di dalam nya serta kurangnya antusiasme masyarakat untuk mendaftarkan diri sebagai pemilih.
Kata kunci : Hak Konstitusional, Pemilih, Pemilukada ISKARDO Hukman2014-03-03T07:43:34Z2014-03-03T07:43:34Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/1265This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/12652014-03-03T07:43:34ZPENGETATAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA KORUPSI
(Studi pada Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Bandar Lampung) Berdasarkan Undang – Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 14 Narapidana berhak mendapatkan remisi setelah memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan yang berlaku,dalam Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1999 Tentang Remisi, dinyatakan Remisi merupakan salah satu tujuan sarana hukum yang penting dalam rangka mewujudkan tujuan Sistem Pemasyarakatan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana pelaksanaan pengetatan remisi terhadap narapidana korupsi dan apa saja faktor penghambat dalam pelaksanaannya di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Bandar Lampung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris dengan menggunakan data sekunder, data primer dan analisis Kualitatif.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Remisi yang merupakan hak narapidana, keberadaannya tidak lepas dengan Sistem Pemasyarakatan yang merupakan suatu tatanan pembinaan terhadap narapidana, maka remisi merupakan suatu rangsangan agar narapidana bersedia menjalani pembinaan untuk merubah perilaku sesuai dengan tujuan Sistem Pemasyarakatan. Pengetatan pemberian remisi bagi narapidana korupsi dapat dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksaksanaan Hak Warga Binaan, dengan persyaratan membayar denda dan uang pengganti serta membuat pernyataan bekerjasama dengan penegak hukum untuk membongkar kasus korupsi. Sedangkan faktor – faktor penghambatnya adalah faktor hukum/peraturannya, Petugas, sarana dan prasarananya. Diiharapkan pengetatan remisi ini dapat memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana korupsi. Dengan demikian, setidaknya aturan baru mengenai tidak diberikannya remisi bagi koruptor sudah dapat diterapkan . Percepatan penerapan itu, merupakan hal yang harus benar-benar dipertimbangkan karena telah banyak menuai protes masyarakat.
Kata Kunci : Pengetatan, Remisi, Narapidana Korupsi FIO ALEX ZULKARNAIN .2014-03-03T07:43:28Z2014-03-03T07:43:28Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/1266This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/12662014-03-03T07:43:28ZPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG KARTU KREDIT DI INDONESIAKartu kredit merupakan alat transaksi moderen yang tidak menggunakan uang tunai. Kartu kredit memberikan fasilitas dan kemudahan. Namun dapat menimbulkan permasalahan bagi pemegang kartu. Pokok bahasan dalam tesis ini untuk menganalisis bagaimanakah perlindungan hukum pemegang kartu kredit menurut sistem hukum di Indonesia saat ini, bagaimana tanggung jawab penerbit kartu kredit jika terjadi penyalahgunaan kartu kredit yang merugikan pemegang kartu, dan upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk memberikan perlindungan hukum bagi pemegang kartu kredit di Indonesia. Penelitian ini termasuk penelitian hukum normatif. Data yang digunakan adalah data sekunder. Pengolahan data dilakukan melalui langkah-langkah seleksi data, klasifikasi data, dan sistematisasi data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan terhadap pemegang kartu kredit belum maksimal diberikan, karena belum adanya aturan khusus yang mengatur tentang perlindungan hukum terhadap pemegang kartu kredit. Hubungan hukum antara pemegang kartu kredit dengan penerbit adalah perjanjian yang dapat diklasifikasikan sebagai perjanjian baku, karena dokumen perjanjian sudah disiapkan dan ditentukan terlebih dahulu oleh penerbit. Beberapa bentuk penyalahgunaan kartu kredit yang dapat terjadi antara lain, pemalsuan kartu kredit baik oleh pihak ketiga maupun oleh oknum dari bank penerbit, pembocoran informasi dan data-data pemegang kartu kredit. Bentuk tanggung jawab bank terhadap peristiwa penyalahgunaan kartu kredit diselesaikan dengan menggunakan perjanjian kredit. Sebagai upaya perlindungan hukum bagi pemegang kartu kredit, maka memerlukan upaya perlindungan hukum melalui perjanjian dan undang-undang.
Kata Kunci : Perlindungan hukum, Pemegang Kartu KreditSELVIA OKTAVIANA Iwan Setiawan2014-03-03T07:42:55Z2014-03-03T07:42:55Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/1264This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/12642014-03-03T07:42:55ZPENETAPAN PENGADILAN AGAMA TENTANG ISTBAT NIKAH (STUDI KASUS DI PENGADILAN AGAMA KOTABUMI)not foundFitri Chindithia Syarief Habibullah Syarief2014-03-03T07:41:53Z2014-03-03T07:41:53Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/1257This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/12572014-03-03T07:41:53ZPERSPEKTIF PUTUSAN PENGADILAN TERHADAP BARANG BUKTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA
DI BIDANG KEHUTANAN
Ketentuan Pasal 78 ayat (15) UU Kehutanan menyatakan: “Semua hasil hutan dari hasil kejahatan dan pelanggaran dan atau alat-alat termasuk alat angkutnya yang digunakan untuk melakukan kejahatan dan atau pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal ini dirampas untuk negara”. Penerapan undang-undang ini menimbulkan konsekuensi bahwa semua hasil hutan dan atau alat-alat termasuk alat angkutnya yang digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang kehutanan dirampas untuk negara. Padahal dalam kenyataan tidak semua alat-alat terutama alat angkut berupa kendaraan truck yang mengangkut hasil tindak pidana di bidang kehutanan adalah milik para pelaku kejahatan atau milik yang berhubungan atau mempunyai sebab akibat dengan kejahatan (causal verband), misalnya kendaraan truck yang digunakan dalam tindak pidana di bidang kehutanan disewa dari pemilik yang tidak tahu menahu kendaraannya akan digunakan untuk tindak pidana atau kendaraan truck yang dibeli dari leasing dimana kepemilikan kendaraan truck tersebut adalah milik perusahaan pembiayaan, sehingga dengan dirampasnya untuk negara kendaraan truck tersebut akan merugikan pemilik sebenarnya.
Masalah dalam penelitian adalah: (1) Bagaimana konstruksi putusan pengadilan terhadap barang bukti dalam perkara tindak pidana di bidang kehutanan? (2) Bagaimana perspektif putusan pengadilan terhadap barang bukti dalam perkara tindak pidana di bidang kehutanan?
Penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder yang diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan dan lapangan. Analsis data dilakukan secara deskriptif analitis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Putusan pengadilan dalam perkara tindak pidana di bidang kehutanan yang mengembalikan barang bukti yang digunakan melakukan tindak pidana di bidang kehutanan dengan alasan iktikad baik adalah tidak berdasar konstruksi hukum yang logis. Terhadap perkara dimana barang bukti dapat dikembalikan kepada yang berhak/pemiliknya berdasarkan konstruksi hukum bahwa pemilik tidak terbukti melakukan permufakatan jahat/terlibat atau hubungan kausalitas (causal verband) dalam tindak pidana.
Perspektif putusan pengadilan terhadap barang bukti perkara tindak pidana di bidang kehutanan adalah dengan menggunakan konstruksi hukum berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yaitu ketentuan KUHAP memberikan perlindungan terhadap pemilik barang bukti dalam perkara pidana sepanjang peraturan perundang-undangan tidak menentukan lain. Oleh karena UU Kehutanan menentukan bahwa barang bukti dalam perkara tindak pidana di bidang kehutanan dapat dirampas untuk negara atau untuk dimusnahkan, maka seyogianya hakim merampas barang bukti untuk negara apabila pelaku adalah juga pemilik barang bukti, tetapi apabila barang bukti adalah milik orang lain yang tidak terlibat dalam tindak pidana (tidak ada permufakatan jahat antara pelaku dengan pemilik barang bukti) atau hubungan kausalitas (causal verband) maka barang bukti dapat dikembalikan pada yang berhak/pemilik barang bukti.
Ferari Kadafi Sunarto.2014-03-03T07:41:46Z2014-03-03T07:41:46Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/1256This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/12562014-03-03T07:41:46ZANALISIS YURIDIS PERTANGUNG JAWABAN PELAKU TINDAK
PIDANA PENYALAHGUNAAN SURAT KETERANGAN SAHNYA HASIL HUTAN ( SKSHH ) DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN
Hutan merupakan karunia dan amanah tuhan yang maha esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia sebagai kekayaan alam yang tidak ternilai harganya dan wajib disyukuri. Hutan mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dalam menunjang pembangunan nasional, hal ini disebabkan hutan bermanfaat bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Secara nyata manfaat dari hutan ikutan seperti getah, rotan, madu, buah-buahan. Selain itu pula hutan juga mengatur tata air, mencegah terjadinya erosi, memberikan manfaat terhadap kesehatan, memberikan rasa keindahan dan lain sebagainya. Kedudukan hutan juga sebagai salah satu penentu system penyangga kehidupan, penyerasi dan penyeimbang lingkungan global, sehingga mempunyai keterkaitan dengan internasional menjadi sangat penting dengan tetap mengutamakan kepentingan nasional. Pasal 33 Ayat (3) Undang-undang dasar 1945 menyatakan bahwa, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat. Mengingat pentingnya fungsi hutan bagi umat manusia maka perlu dilakukan upaya pengolahan hutan dan penanggulangan terhadap terjadinya tindak pidana dibidang kehutanan yang dapat mengakibatkan kerusakan hutan, contohnya pencurian kayu, perambahan hutan pembalakan liar, pembakaran hutan dan eksploitasi hasil hutan secara terus menerus oleh oknum yang diberi izin oleh pemerintah. Untuk menjaga kelestarian hutan pemerintah melakukan berbagai upaya, baik dari sarana ekonomi, sosial budaya dan penegakan hukum untuk itu menanggulangi pelanggaran dibidang kehutanan, maka perlu diperlukan pengenaan sanksi pidana yang berat bagi pelanggaran hukum dibidang kehutanan. Rusaknya kawasan hutan terjadi karena perambahan, pencurian kayu dan eksploitasi yang berlebihan dengan menggunakan surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH) yang tidak sesuai.. walaupun telah banyak pelaku tindak pidana perambahan dan pencurian kayu yang ditangkap, diproses dan dijatuhi hukuman, tetapi perusakan dan eksploitasi hasil hutan khususnya penebangan pohon masih tetap saja terjadi. Karena berdalih mempunyai izin pengusahaan hutan dari pemerintah, selain itu keterlibatan oknum pemerintah dan petugas juga mewarnai terjadinya perusakan hutan. Keadaan ini perlu mendapat perhatian yang khusus dan intensif untuk menjaga kelestarian hutan. Pertanggungjawaban pidana terhadap perbuatan terdakwa yang melakukan tindakpidana penyalahgunaan surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH)berdasarkan hasil penyelidikan terhadap terdakwa yang diproses melalui system peradilan pidana mulai dari penyelidikan, penuntutan, sampai pada putusan didepan sidang pengadilan. Berdasarkan contoh perkata pidana SKSHH yang diajukan oleh jaksa penuntut umum kepada majelis hakim pengadilan kalianda, menjatuhkan sanksi pidana penjara selama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan, dendasebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Pemberian sanksi pidanaterhadap terdakwa dilakukan dengan tujuan supaya terdakwamempertanggungjawabkan perbuatan pidana yang telah dilakukanya berdasarkanpasal 50 Ayat (3) huruf b Jo pasal 78 ayat (15) undang-undang nomor 41 tahun 1999 sebagaimana telah di ubah dengan undang-undang 19 tahun 2004 tentang kehutanan.
CIK MAMAT Ys M. Yunus2014-03-03T07:41:40Z2014-03-03T07:41:40Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/1255This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/12552014-03-03T07:41:40ZABSTRAK
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN IDENTITAS DALAM PENYELENGGARAAN KREDIT KENDARAAN
BERMOTOR OLEH SURVEYOR
(Studi Kasus Perkara Nomor : 146/Pid.B/2011/PN.Skd Pengadilan Negeri. Sukadana Lampung Timur) Tindak pidana pemalsuan identitas merupakan bentuk kejahatan yang dapat menimbulkan kerugian bagi pihak lain, berupa pemalsuan identitas yang dirubah agar seolah-olah benar adanya padahal tidak sesuai dengan kenyataannya. Untuk mengatasi kerugian-kerugian tersebut, maka diperlukannya penegak hukum yang baik dan tegas agar kedisiplinan terjaga dan terarah. Proses penegakan hukum terhadap tindak pidana pemalsuan identitas dan lainnya diatur dalam Pasal 263, Pasal 264, Pasal 266, Pasal 372, Pasal 374 dan Pasal 378 KUHP, diharapkan mampu mengatasi dan menekan maraknya tindak pidana pemalsuan identitas baik perubahan identitas diri maupun lainnya, dengan ancaman pidana 6 tahun, dengan tujuan dapat membuat terdakwa/pelaku jera akan perbuatannya.
Masalah dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah proses penegakan hukum terhadap tindak pidana pemalsuan identitas dalam penyelenggaraan kredit kendaraan bermotor oleh surveyor ? (2) Apakah faktor penghambat penegakan hukum pemalsuan identitas dalam penyelenggaraan kredit kendaraan bermotor oleh surveyor diwilayah Lampung Timur ?
Metode penelitian yang dilakukan dalam penulisan tesis ini adalah menggunakan pendekatan yuridis normatif serta pendekatan yuridis empiris. Sumber data terdiri dari data primer dan sekunder dengan prosedur data menggunakan proses editing, sistematisasi, dan klasifikasi dengan analisis data kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang menghambat proses penegakan hukum terhadap tindak pidana pemalsuan identitas yaitu: (1) Penegak Hukum (Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman) belum sepenuhnya melaksanakan peranannya sebagai penegak hukum dengan baik. (2) Fasilitas (sarana) yang tidak memadai dalam penanganan perkara-perkara pidana dan terbatasnya personil penegak hukum. (3) Kultur dan budaya hukum: ketidak disiplinan aparat penegak hukum didalam melaksanakan tugasnya yang mengakibatkan tidak tercapainya rasa keadilan di masyarakat.
Saran dalam penelitian ini adalah : (1) hendaknya para penegak hukum dalam hal ini Polisi, Jaksa, dan Hakim haruslah bekerja secara professional, agar dalam kasus-kasus yang lain tidak terjadi kesalahan-kesalahan. (2) Para penegak hukum yang dalam hal ini Polisi, Jaksa, dan Hakim harus selalu memperhatikan aspek keadilan. (3) Hakim dalam menjatuhkan hukuman harus dengan seadil-adilnya, diharapkan agar hal-hal seperti ini tidak kembali terulang sehingga hukum dapat lebih dihargai dan menimbulkan efek jera bagi pelaku. Kata Kunci : Penegakan Hukum, Tindak Pidana Pemalsuan Identitas BALIK JAYA. A .2014-03-03T07:41:34Z2014-03-03T07:41:34Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/1254This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/12542014-03-03T07:41:34Z
PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM RANGKA PENANGGULANGAN PERJUDIAN MENGGUNAKAN SARANA
TEKNOLOGI INFORMASI Perjudian melalui sarana teknologi informasi adalah suatu bentuk patologi sosial. Perjudian melalui sarana teknologi informasi menjadi ancaman yang nyata atau potensial terhadap norma-norma sosial sehingga bisa mengancam berlangsungnya ketertiban sosial, dengan demikian perjudian melalui sarana teknologi informasi dapat menjadi penghambat pembangunan nasional yang beraspek materiel-spiritual. Oleh karena itu perjudian melalui sarana teknologi informasi harus ditanggulangi dengan cara yang rasional. Salah satu usaha yang rasional tersebut adalah dengan pendekatan kebijakan penegakan hukum pidana.
Permasalahan yang dihadapi yaitu apakah kebijakan hukum pidana di Indonesia yang ada saat ini telah memadai dalam rangka menanggulangi perjudian melalui sarana teknologi informasi dan mengapa kebijakan hukum pidana saat ini belum mampu memberantas perjudian menggunakan sarana teknologi informasi. Serta bagaimana kebijakan formulasi hukum pidana di masa yang akan datang untuk menanggulangi tindak pidana perjudian menggunakan sarana teknologi informasi.
Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu dengan mengkaji atau menganalisis data sekunder yang berupa bahan-bahan hukum sekunder dengan memahami hukum sebagai perangkat peraturan atau norma-norma positif di dalam sistem perundang-undangan yang mengatur mengenai kehidupan manusia. Jadi penelitian ini dipahami sebagai penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian terhadap data sekunder.
Pengaturan tentang tindak pidana perjudian telah diatur dalam hukum Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) sesuai dengan perubahan oleh Undangundang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian sedangkan perjudian menggunakan sarana teknologi informasi diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Namun kebijakan formulasi peraturan perundangan-undangan mempunyai beberapa kelemahan. Pada tahap aplikatif hakim tidak bebas untuk menentukan jenis-jenis sanksi pidana yang akan dikenakan terhadap pembuat tindak pidana perjudian menggunakan sarana teknologi informasi. Hal ini disebabkan sistem minimum umum dan sistem maksimum umum yang dianut oleh KUHP, sehingga apapun jenis sanksi pidana yang tertuang dalam undang-undang harus diterapkan oleh hakim. Kebijakan hukum pidana dalam hal tindak pidana perjudian menggunakan sarana teknologi informasi di masa yang akan datang tetap harus dilakukan dengan sarana penal. Kebijakan formulasi hukum pidana harus lebih optimal dan mampu untuk menjangkau perkembangan tindak pidana perjudian dengan menggunakan teknologi canggih. Kata kunci: Penegakan Hukum Pidana, Perjudian, Teknologi Informasi Ansori Zulfika, Nirwan2014-03-03T07:41:22Z2014-03-03T07:41:22Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/1252This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/12522014-03-03T07:41:22ZJAMINAN PEMENUHAN HAK ATAS PENDIDIKAN OLEH PEMERINTAH DAERAH
(STUDI PADA PEMERINTAH KABUPATEN WAY KANAN) Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara pembangunan pendidikan merupakan wahana untuk mencerdaskan dan mensejahterakan kehidupan warga negara. Secara filosofis tanggung jawab pendidikan melekat pada keluarga, masyarakat dan pemerintah. Dalam konteks rumah tangga negara pendidikan merupakan hak setiap warga negara, maka didalamnya mengandung makna bahwa negara berkewajiban memberikan layanan pendidikan kepada warga negaranya. Karena itu pengelolaan sistem pembangunan pendidikan harus didesain dan dilaksanakan secara bermutu, efektif dan efisien. Pelayanan pendidikan harus berorientasi pada upaya peningkatan akses pelayanan yang seluas-luasnya bagi warga masyarakat. Dalam konteks inilah Pemerintah Kabupaten Way Kanan memiliki kewajiban dan tugas dalam memberikan pelayanan pembaangunan pendidikan bagi warganya sebagai hak warga yang harus dipenuhi dalam pelayanan pemerintahan. Sebagai wujud dari konstitusi Negara Pasal 31 UUD 1945 adanya jaminan hak atas pendidikan, dan dalam konteks dari UU No 32 Tahun 2004 pelaksanaan otonomi daerah sehingga konsekuensi penerapannnya atas desentralisasi di bidang pendidikan. Untuk menyelenggarakan urusan tersebut Pemerintah Kabupaten Way Kanan dengan pedoman pada UU No. 20 Tahun 2003 (Sisdiknas) dan Peraturan Bupati Nomor 17 Tahun 2011 tentang Proram Wajib Belajar 12 tahun.
Penelitian ini mengunakan pendekatan Yuridis Normatif dan Yuridis Empris, yaitu pendekatan dengan cara mengkaji dan menganalisis peraturan perundangundangan, peraturan dan kewajiban yang berlaku, dan pendekatan dengan cara mengadakan penelitian lapangan.
Hasil Penelitian ini bahwa : Pemerintah Kabupaten Way Kanan telah membuat kebijakan dalam kaitannya dengan pemenuhan hak atas pendidikan untuk masyarakatnya yaitu dengan adanya Pendidikan Gratis 12 tahun membawa dampak yang besar terhadap masyarakat Kabupaten Way Kanan, dimana berkurangnya anak yang putus sekolah, yang mana Pemerintah Kabupaten Way Kanan telah memberikan pelayanan pada masyarakat dalam bidang pendidikan khususnya, berkaitan dengan kebijakan pendidikan gratis masih ada tingkat satuan pendidikan yang masih tidak sinkron dengan kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah dalam pembuat kebijakan, misalnya masih ada pungutan dari pihak sekolah dalam pemenuhan hak atas pendidikan, sehingga belum menunjukkan peran pemerintah sebagaimana mestinya.
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa Jaminan pemenuhan hak atas pendidikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Way Kanan diseleggarakan dengan sistem otonomi atas desentralisasi pendidikan, kemudian untuk meningkatkan pembangunan pendidikan dilakukan dengan pembuatan kebijakan dan melaksanakan peran pemerintah dalam rangka pembangunan manusia yang berilmu, berpengetahuan, membangun teknolpgi serta berdaya saing yang berlandaskan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagaimana yang termasuk dalam amanat konstitusi.
ANITA VUSPASARI ZULKIPLI