Digital Library: No conditions. Results ordered -Date Deposited. 2024-03-29T15:13:45ZEPrintshttp://digilib.unila.ac.id/images/sitelogo.pnghttp://digilib.unila.ac.id/2022-04-20T05:07:39Z2022-04-20T05:07:39Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58459This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/584592022-04-20T05:07:39ZANALISIS KRIMINOLOGIS TINDAKAN PENGANIAYAAN OLEH
PENGEMUDI TRANSPORTASI KONVENSIONAL TERHADAP
PENGEMUDI TRANSPORTASI ONLINE
Tindakan penolakan oleh ojek pangkalan terhadap keberadaan Go-Jek ini telah
menjadi fenomena yang tidak asing lagi dibeberapa wilayah tempat beroperasinya
Go-Jek. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah faktor penyebab pelaku
melakukan tindakan penganiayaan oleh pengemudi transportasi konvensional
terhadap pengemudi transportasi online? dan bagaimanakah upaya
penanggulangan tindak pidana penganiayaan oleh pengemudi transportasi
konvensional terhadap pengemudi transportasi online?
Pendekatan masalah dilakukan secara yuridis empiris dan normatif. Sumber data
yang didapat dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Prosedur
pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan penelitian
lapangan. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan faktor penyebab terjadinya
kekerasan terhadap pelaku transportasi online adalah karena faktor persaingan
usaha yang dengan hadirnya mode transporatasi yang baru, sehingga merasa
tersaingi sampai berakibat pada kekerasan, faktor pengawasan yang masih
dianggap kurang sehingga member peluang bagi pelaku untuk melakukan
tindakan kekerasan terhadap orang lain, dan yang terakhir adalah faktor
kedudukan hukum yang belum jelas yang dimiliki oleh para mitra kerja
transportasi online sehingga menimbulkan protes dari berbagai pihak yang
berakibat pada tindakan kekerasan. Upaya penanggulangan tindak pidana
penganiayaan oleh pengemudi transportasi konvensional terhadap pengemudi
transportasi online adalah upaya pre-emtif. upaya preventif (pencegahan) dan
upaya represif (penindakan).
Saran, pemerintah diharapkan dapat memberikan solusi yang baik dengan
menentukan tarif angkut yang sama bagi semua angkutan umum dan memperbaiki
pelayanan dan kenyamanan dari moda transportasi umum konvensional dan bagi
seluruh masyarakat khususnya para pihak yang terkait dalam bidang angkutan
umum, agar lebih saling menghargai satu sama lainnya dengan tidak melakukan
tindakan mengancam, atau bahkan mencederai orang lain sehingga dapat
merugikan orang lain maupun diri sendiri.
Kata Kunci: Penganiayaan, transportasi konvensional, transportasi online
The act of refusal by the motorcycle taxi to the existence of Go-Jek has become a
familiar phenomenon in several regions where Go-Jek operates. The problem in
this study is whether the factors causing perpetrators to commit acts of
persecution by conventional transportation drivers to drivers of online
transportation? and how are the efforts to deal with criminal acts of abuse by
conventional transport drivers against drivers of online transportation?
The problem approach is done empirically and normatively. Sources of data
obtained using primary data and secondary data. Data collection procedures are
carried out by means of library studies and field research. Data analysis in this
study uses qualitative analysis.
The results of the study show that the factors that cause violence against online
transportation actors are due to business competition factors with the presence of
new modes of transportation, so that they feel competitive to the point that they
result in violence, supervision factors that are still considered lacking so as to
provide opportunities for perpetrators to commit acts of violence against others
and the last is the unclear legal position factor that is owned by online
transportation partners, which has caused protests from various parties that have
resulted in acts of violence. Efforts to tackle criminal acts of persecution by
drivers of conventional transportation to drivers of online transportation are preemptive efforts. Preventive efforts (prevention) and repressive efforts (repression).
Suggestions, the government is expected to provide a good solution by
determining the same transportation rates for all public transports and improving
the service and comfort of conventional public transportation modes and for all
people, especially the parties involved in the field of public transport, to be more
respectful of each other by not threatening or even injuring others so that they can
harm others or themselves
Keywords: Criminal acts, persecution, conventional transportation, online
transportation1442011019 M. AJI ALIEF RIANTO-2022-04-20T05:07:37Z2022-04-20T05:07:37Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58456This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/584562022-04-20T05:07:37ZPERSPEKTIF PENERAPAN PIDANA ADAT DALAM PEMBAHARUAN
PEMIDANAAN PADA RUU KUHPKeberadaan Hukum Pidana Adat pada masyarakat merupakan pencerminan
kehidupan masyarakat tersebut dan pada masing-masing daerah memiliki Hukum
Pidana Adat yang berbeda sesuai dengan adat istiadat yang ada di daerah tersebut
dengan ciri khas tidak tertulis ataupun terkodifikasikan Saat ini penyelesaian
perkara pidana menggunakan hukum adat sudah sangat jarang sekali dilakukan,
padahal penyelesaian perkara pidana melalui hukum adat bisa menjadi alternatif
jalan tengah bagi permasalahan hukum pidana di Indonesia. kontradiksi penerapan
pemidanaan menurut hukum adat dengan hukum positif kita di Indonesia yang
menjadi masalah yang harus diselesaikan
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan ini adalah: Bagaimana
rancangan formulasi penerapan pidana adat pada RUU KUHP? Bagaimanakah
perspektif penerapan dalam pembaharuan pemidanaan di Indonesia?. Penelitian
ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan empiris. Penelitian normatif
dilakukan terhadap hal-hal yang bersifat teoritis asas-asas hukum, sedangkan
pendekatan empiris yaitu dilakukan untuk mempelajari hukum dalam
kenyataannya baik berupa penilaian perilaku.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diketahui bahwa :
rancangan formulasi penerapan pidana adat pada RUU KUHP dalam substansinya
tidak menghilangkan asas fundamental yakni asas legalitas Tetapi pada Pasal 1
ayat (3) RUU tegas disebutkan bahwa ketentuan nullum delictum tadi tidak
mengurangi berlakunya hukum yang hidup atau hukum adat. Dalam formulasi
RUU KUHP menjelaskan bahwa dalam ketentuan Pasal 2 RUU KUHP disebutkan
bahwa hukum yang hidup dalam masyarakat dapat menentukan seseorang patut
dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundangundangan. Meski demikian, dipersyaratkan bahwa hukum yang hidup dalam
masyarakat tersebut berlaku sepanjang sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(UUD NRI Tahun 1945), hak asasi manusia, dan asas-asas hukum umum yang
diakui masyarakat beradab dan dalam tempat hukum itu
M Oktazan Dirgantara
hidup. Artinya kendati seseorang melakukan perbuatan yang tidak diatur oleh
Undang-undang Negara yang tetulis, namun perbuatan tersebut melanggar hukum
adat yang hidup dalam kehidupan masyarakat, maka seseorang tersebut tetap
dapat dipidana. Perspektif penerapan pidana adat dalam pembaharuan pemidanaan
di Indonesia mengenai penerapan hukum pidana adat sebagai kontribusinya dalam
Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia sebagai contoh masyarakat adat
Megoupak Tulang Bawang masih hidup di dalam masyarakat, hanya saja tidak
terlalu menonjol. Berkaitan dengan sanksi pidana belum ada karena hukum adat
hanya memberikan sanksi sosial ataupun denda, Masyarakat adat Megoupak
sendiri belum memiliki hukum sendiri karena untuk memutus sesuatu perkara adat
masih dalam musyawarah bersama antara ketua adat dan pemuka adat lain, mau
tidak mau harus diakui oleh pemerintah karena dalam undang-undang masyarakat
adat diakui oleh negara, jadi memang secara ius constitundum hukum adat
memang telah diperhitungkan sebagai hukum jati diri bangsa Indonesia buktinya
didalam RUU KUHP telah memasukan unsur tindak pidana adat sebagai
konsekuensi hukum yang harus diperhitungkan.
Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi saran penulis adalah: Hendaknya
pemerintah segera merealisasikan RUU KUHP sebagai bentuk wujud
implementasi hukum kodifikasi yang dibuat oleh bangsa sendiri mengingat di
dalam substansinya hukum adat diperhitungkan sebagai hukum yang berlaku di
Indonesia;Sebaiknya pidana adat ketika diterima sebagai hukum positif di
Indonesia dimasa yang akan datang kelak harus memperhatikan juga Hak Asasi
Manusia, Agama dan juga keseimbangan antara lelaku dan juga perempuan.
Kata Kunci : Perspektif Penerapan Pidana, Pidana Adat, RUU KUHP1212011182 M OKTAZAN DIRGANTARA-2022-04-20T05:07:34Z2022-04-20T05:07:34Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58453This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/584532022-04-20T05:07:34ZUPAYA BATALYON PELOPOR SATUAN BRIMOB POLDA LAMPUNG
DALAM PENANGGULANGAN UNJUK RASA YANG DISERTAI
DENGAN KEKERASANUnjuk rasa secara ideal seharusnya dilakukan secara tertib, teratur dan bertanggung
jawab, namun pada kenyataannya sering kali unjuk rasa berakhir dengan perilaku
yang mengarah pada tindak pidana seperti kekerasan, pengerusakan dan anarkhis.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah upaya Batalyon Pelopor
Satuan Brimob Polda Lampung dalam penanggulangan unjuk rasa yang disertai
dengan kekerasan? Apakah faktor penghambat upaya Batalyon Pelopor Satuan
Brimob Polda Lampung dalam penanggulangan unjuk rasa yang disertai dengan
kekerasan?
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif
dan empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi pustaka dan studi
lapangan. Narasumber penelitian terdiri dari Anggota Batalyon Pelopor Satuan
Brimob Polda Lampung dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila.
Analisis data dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan ini menunjukkan: Upaya Batalyon Pelopor Satuan
Brimob Polda Lampung dalam penanggulangan unjuk rasa yang disertai dengan
kekerasan dilaksanakan secara non penal dan penal. Upaya non penal dilakukan
dengan pengamanan secara wajar tanpa melakukan kekerasan dan melakukan
negosiasi dengan pengunjuk rasa dan menghimbau agar situasi menjadi kembali
kondusif dan aman. Upaya penal dilakukan dengan penggunaan kekuatan secara
bertanggung jawab sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam
Tindakan Kepolisian dan melakukan penegakan hukum terhadap pelaku yang
melakukan kekerasan dalam unjuk rasa. Faktor-faktor penghambat upaya Batalyon
Pelopor Satuan Brimob Polda Lampung dalam penanggulangan unjuk rasa yang
disertai dengan kekerasan terdiri dari: faktor Perundang-undangan yaitu UndangUndang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kebebasan Menyampaikan Pendapat di
Muka Umum yang sering disalah tafsirkan oleh para pengunjuk rasa; faktor
penegak hukum yaitu petugas di lapangan terpancing oleh situasi yang berkembang
Leonardo Akbar
di lapangan; faktor sarana dan prasarana yang kurang mengantisipasi jumlah
pengunjuk rasa yang sangat besar; faktor masyarakat yaitu adanya para massa
bayaran dalam pelaksanaan unjuk rasa.
Saran dalam penelitian ini adalah: Anggota Satuan Brimob Polda Lampung
hendaknya meningkatkan profesionalisme dalam pengamanan unjuk rasa dengan
tidak melakukan tindakan-tindakan di luar batas kewajaran kepada pengunjuk rasa.
Para pengunjuk rasa disarankan untuk secara optimal memahami hak dan kewajiban
dalam kebebasan mengemukakan pendapat di muka umum serta melaksanakan hak
dan kewajiban tersebut secara seimbang.
Kata Kunci: Upaya Penanggulangan, Unjuk Rasa, Kekerasa1412011207 LEONARDO AKBAR-2022-04-20T05:07:33Z2022-04-20T05:08:08Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58451This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/584512022-04-20T05:07:33ZPERAN DIREKTORAT KEPOLISIAN PERAIRAN POLDA LAMPUNG DALAM
MENGUNGKAP TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN DAN TANPA IZIN
PENGANGKUTAN BBM JENIS SOLAR DI PERAIRAN LAUT LAMPUNG
( Studi pada Direktorat Kepolisian Perairan Polda Lampung)Tindak pidana penyalahgunaan dan tanpa izin pengangkutan terhadap BBM jenis
solar yang terjadi di perairan Laut Lampung merupakan tindak pidana yang harus
ditanggulangi dalam rangka menjamin ketersedian dan kelancaran pendistribusian
BBM. Sehubungan dengan hal tersebut maka Ditpolair Polda Lampung
melaksanakan peran sesuai dengan tugas, fungsi dan wewenang yang
dimiliki.Permasalahan penelitian ini adalah: Bagaimanakah peran Ditpolair Polda
Lampung dalam mengatasi perkara penyalahgunaan dan tanpa izin pengangkutan
BBM jenis solar yang terjadi di Perairan Laut Lampung. Apakah faktor
penghambat peran Ditpolair Polda Lampung dalam penanganan perkara tindak
pidana penyalahgunaan dan tanpa izin pengangkutan BBM jenis solar yang terjadi
di Perairan Laut Lampung.
Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridis empiris.
Narasumber penelitian terdiri dari Penyidik Ditpolair Polda Lampung dan Dosen
Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pengumpulan data
dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan, selanjutnya data dianalisis
secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa: (1) Peran Ditpolair Polda
Lampung dalam mengatasi perkara tersebut termasuk dalam peran normatif dan
faktual. Peran normatif dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan
sedangkan peranan faktual dilaksanakan dengan tindakan penyidikan. Penyidikan
dilaksanakan dengan serangkaian tindakan yang ditempuh oleh penyidik menurut
cara yang diatur dalam undang-undang. (2) Faktor yang menghambat peran
Ditpolair Polda Lampung dalam penanganan perkara tindak pidana pengangkutan
BBM jenis solar secara illegal yang terjadi di Perairan Laut Lampung terdiri dari
faktor sarana dan prasarana, yaitu adanya disparitas harga solar dan keterbatasan
Kurnia Hayu
faktor sarana dan prasarana patroli pada Ditpolair Polda Lampung, sehingga
terkadang menjadi kendala.
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Pihak Ditpolair Polda Lampung disarankan
untuk melaksanakan upaya sosialisasi kemasyarakat akan peraturan yang
mengatur tentang pengangkutan BBM, serta pentingnya kesadaran masyarakat
akan distribusi BBM yang tepat sasaran, guna mencapai efisiensi dan efektifitas
dalam sistem peradilan pidana. (2) Ditpolir Polda Lampung disarankan untuk
mengembangkan jaringan kerja sama dengan berbagai pihakguna mengantisipasi
berkembangnya tindak pidana pengangkutan BBM jenis solar secara illegal di
perairan Laut Lampung.
Kata Kunci: Peran Kepolisian Perairan, Pengangkutan Solar,Illega1542011081 KURNIA HAYU-2022-04-20T05:07:31Z2022-04-20T05:07:31Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58449This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/584492022-04-20T05:07:31ZPERANAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DIREKTORAT
JENDRAL BEA DAN CUKAI DALAM PENYIDIKAN TINDAK
PIDANA PEREDARAN ROKOK ILEGAL
(Studi di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai
Bandar Lampung)Upaya pemerintah untuk memberantas setiap tindak kejahatan adalah bertujuan
untuk menciptakan suasana yang tentram serta damai agar pelaksanaan
pembangunan dapat berjalan lancar tanpa memenuhi hambatan yang berarti.
Peredaran barang ilegal adalah salah satu jenis kejahatan yang sangat
membahayakan perekonomian negara, apalagi Negara Indonesia harus
mewujudkan cita-cita yang ada dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
yaitu memajukan kesejahteraan umum. Permasalahan dalam penulisan ini adalah
sebagai berikut: Bagaimanakah peranan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai dalam penyidikan tindak pidana peredaran rook ilegal?
Apa sajakah hambatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai dalam penyidikan tindak pidana peredaran rokok ilegal?
Penelitian ini menggunakan pendekatan masalah yuridis normatif dan pendekatan
yuridis empiris. Sumber data yang digunakan berupa data primer dan data
sekunder. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari kepustakaan, sedangkan
data primer adalah data yang diperoleh langsng dari penelitian di lapangan dengan
cara melakukan wawancara dengan narasumber.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka disimpulkan: bentuk
pengawasan dan penegakan hukumterhadap peredaran rokok ilegal yang
dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah melalui pengendalian
produksi di wilayah pemasok cukai hasil tembakau ilegal dan pengendalian
peredaran di wilayah peredaran cukai hasil tembakau ilegal. Selain itu
pengendalian terhadap peredaran rokok ilegal juga dilakukan melalui
koordinasi. Sedangkan Penegakan hukumnya melalui Penindakan dan
Penyidikan (P2) dalam melakukan penindakan dan penegakan peraturan
terhadap peredaran rokok ilegal. Faktor yang dapat menghambat Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai dalam rangka efektifitas pengawasan dan penegakan
hukum terhadap peredaran rokok ilegal adalah masih kurangnya kesadaran
masyarakat terhadap peredaran rokok ilegal, masih lemahnya pengawasan dan
penindakan yang dilakukan oleh aparat terkait, masih kurangnya kesadaran
Kharel Prames Triargo
produsen rokok dalam memproduksi rokok ilegal (keuntungan dengan modal
dagang yang kecil), masih lemahnya aturan atau regulasi terhadap peresdaran
rokok ilegal, adanya kenaikan tarif cukai. Langkah-langkah yang dilakukan
oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam mengatasi faktor penghambat
efektifitas pengawasan dan penegakan hukum terhadap peredaran rokok ilegal
adalah melalui program sosialisasi dan melalui evaluasi langsung dilapangan.
Selain itu juga perlu adanya penyederhanaan struktur tarif cukai dan
penindakan yang intensitasnya rutin untuk memberi sinyal terhadap produsen
agar tidak melakukan praktik-praktik yang curang.
Saran yang diberikan penulis berkaitan dengan peranan Penyidik Pegawai
Negeri Sipil Direktorat Bea dan Cukai dalam penyidikan tindak pidana
peredaran rokok ilegal adalah sebagai berikut: Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai diharapkan dalam melakukan pengawasan dan penegakan hukum
terhadap peredaran rokok ilegal untuk lebih tegas lagi, pencarian solusi
terhadap permasalahan tersebut diharapkan dapat dilakukan bersama dengan
dinas instansi terkait. Langkah-langkah yang dilakukan oleh Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai diharapkan dalam mengatasi faktor penghambat
efektifitas pengawasan dan penegakan hukum terhadap peredaran rokok ilegal
tidak hanya berhenti pada program yang sudah ada, melainkan harus tetap
melakukan kajian secara mendalam dalam berbagai aspek permasalahan yang
belum terselesaikan, sehingga permasalahan tentang peredaran rokok ilegal
benar-benar dapat dihentikan.
Kata kunci: Penyidik Pegawai Negeri Sipil, Penyidikan, Peredaran
Rokok Ilegal.1212011164 Kharel Prames Triargo-2022-04-20T05:07:28Z2022-04-20T05:07:28Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58448This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/584482022-04-20T05:07:28ZPERAN DIREKTORAT TINDAK PIDANA SIBER BARESKRIM DALAM
PENANGGULANGAN KEJAHATAN PEMALSUAN SURAT
KETERANGAN SAKIT MELALUI MEDIA ONLINEDirektorat Tindak Pidana Siber Bareskrim memiliki tugas dan tanggung jawab
melakukan proses penyelidikan serta penyidikan, atau melakukan pencegahan
maupun pencegahan dan penegakan hukum di dunia maya yang berkaitan dengan
internet. Bermula informasi dari Kementerian Kesehatan bahwa telah beredar surat
sakit yang diperjualbelikan melalui media sosial yang kemudian ditindak lanjuti oleh
Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim dengan melakukan penyelidikan serta
penyidikan yang dilakukan oleh Satgas e-Commerce Direktorat Tindak Pidana Siber
Bareskrim. Berdasarkan hal-hal tersebut maka dirumuskan permasalahan hukum
mengenai peran Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim dalam penanggulangan
kejahatan pemalsuan surat keterangan sakit melalui media online dan faktor-faktor
yang mempengaruhi penegakan hukum kejahatan pemalsuan surat keterangan sakit
melalui media online.
Pada penelitian ini penulis melakukan dua pendekatan yaitu pendekatan yuridis
normatif dan yuridis empiris. Prosedur pengumpulan data dalam penulisan ini dengan
cara studi kepustakaan dan studi lapangan. Data yang dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan Peran Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim
Dalam Penanggulangan Kejahatan Pemalsuan Surat Keterangan Sakit Melalui Media
Online sesuai dengan peranan normatif dan peranan faktual. Peran normatif yang
dimiliki oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim ialah berperan dalam hal
penegakan hukum di Bidang ITE yang sudah diatur di dalam Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Sedangkan peran faktual Direktorat
Tindak Pidana Siber Bareskrim ialah berperan menyelenggarakan dan membina
fungsi pencegahan yang berhubungan hakikat dengan ancaman di bidang ITE, dengan
melaksanakan kegiatan-kegiatan pencegahan dengan cara pre-emtif, preventif dan
Kania Khadafi Putra
represif. Upaya pre-emtif dilakukan Kepolisian denga cara melakukan kerja sama
dengan instansi terkait untuk melakukan penyuluhan berkaitan tata cara pembuatan
surat sakit yang sesuai prosedur. Upaya preventif yang dilakukan ialah dengan cara
Press Release baik itu melalui media online, media cetak maupun televisi. Upaya
represif berkaitan dengan penegakan hukum yang berakibat jatuhnya hukuman yang
dapat menimbulkan efek jera kepada para pelaku. Kurangnya pemahaman kepolisian
mengenai teknologi sehingga dalam proses penyidikan sedikit terkendala, Sarana dan
prasarana yang belum memadai dalam menunjang kinerja kepolisian, Masih sangat
sedikit jumlah personil, serta kebudayaan yang seiring waktu terkikis oleh
modernisasi sehingga semua menuntut kepraktisan merupakan faktor penghambat
dalam melaksanakan penegakan hukum yang dilakukan oleh Direktorat Tindak
Pidana Siber Bareskrim
Penulis menyarankan kepada pihak kepolisian untuk meningkatkan sarana dan
prasarana yang memadai guna memaksimalkan kinerja dalam melakukan penyidikan
dan penyelidikan. Disertai dengan peningkatan kualitas dan kuantitas dari kepolisian
itu sendiri dengan cara diberikannya pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan
teknologi dan informasi khususnya pelatihan di bidang siber serta penambahan
jumlah personil dan peningkatan anggaran yang cukup. Kepolisian perlu mengadakan
sosialisasi dengan bekerja sama dengan pihak-pihak terkait dalam hal ini ialah
Kementerian Kesehatan, Ikatan Dokter Indonesia serta Kementerian Komunikasi dan
Informatika dengan memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai dampak dari
penggunaan surat keterangan sakit palsu dan tata cara membuat surat keterangan sakit
yang sesuai prosedur.
Kata Kunci: Peran Kepolisian, Pemalsuan Surat, Media online1312011157 Kania Khadafi Putra 1312011157-2022-04-20T05:07:26Z2022-04-20T05:07:26Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58447This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/584472022-04-20T05:07:26ZPERAN DIREKTORAT TINDAK PIDANA SIBER BARESKRIM DALAM
PENANGGULANGAN KEJAHATAN PEMALSUAN SURAT
KETERANGAN SAKIT MELALUI MEDIA ONLINEDirektorat Tindak Pidana Siber Bareskrim memiliki tugas dan tanggung jawab
melakukan proses penyelidikan serta penyidikan, atau melakukan pencegahan
maupun pencegahan dan penegakan hukum di dunia maya yang berkaitan dengan
internet. Bermula informasi dari Kementerian Kesehatan bahwa telah beredar surat
sakit yang diperjualbelikan melalui media sosial yang kemudian ditindak lanjuti oleh
Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim dengan melakukan penyelidikan serta
penyidikan yang dilakukan oleh Satgas e-Commerce Direktorat Tindak Pidana Siber
Bareskrim. Berdasarkan hal-hal tersebut maka dirumuskan permasalahan hukum
mengenai peran Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim dalam penanggulangan
kejahatan pemalsuan surat keterangan sakit melalui media online dan faktor-faktor
yang mempengaruhi penegakan hukum kejahatan pemalsuan surat keterangan sakit
melalui media online.
Pada penelitian ini penulis melakukan dua pendekatan yaitu pendekatan yuridis
normatif dan yuridis empiris. Prosedur pengumpulan data dalam penulisan ini dengan
cara studi kepustakaan dan studi lapangan. Data yang dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan Peran Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim
Dalam Penanggulangan Kejahatan Pemalsuan Surat Keterangan Sakit Melalui Media
Online sesuai dengan peranan normatif dan peranan faktual. Peran normatif yang
dimiliki oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim ialah berperan dalam hal
penegakan hukum di Bidang ITE yang sudah diatur di dalam Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Sedangkan peran faktual Direktorat
Tindak Pidana Siber Bareskrim ialah berperan menyelenggarakan dan membina
fungsi pencegahan yang berhubungan hakikat dengan ancaman di bidang ITE, dengan
melaksanakan kegiatan-kegiatan pencegahan dengan cara pre-emtif, preventif dan
Kania Khadafi Putra
represif. Upaya pre-emtif dilakukan Kepolisian denga cara melakukan kerja sama
dengan instansi terkait untuk melakukan penyuluhan berkaitan tata cara pembuatan
surat sakit yang sesuai prosedur. Upaya preventif yang dilakukan ialah dengan cara
Press Release baik itu melalui media online, media cetak maupun televisi. Upaya
represif berkaitan dengan penegakan hukum yang berakibat jatuhnya hukuman yang
dapat menimbulkan efek jera kepada para pelaku. Kurangnya pemahaman kepolisian
mengenai teknologi sehingga dalam proses penyidikan sedikit terkendala, Sarana dan
prasarana yang belum memadai dalam menunjang kinerja kepolisian, Masih sangat
sedikit jumlah personil, serta kebudayaan yang seiring waktu terkikis oleh
modernisasi sehingga semua menuntut kepraktisan merupakan faktor penghambat
dalam melaksanakan penegakan hukum yang dilakukan oleh Direktorat Tindak
Pidana Siber Bareskrim
Penulis menyarankan kepada pihak kepolisian untuk meningkatkan sarana dan
prasarana yang memadai guna memaksimalkan kinerja dalam melakukan penyidikan
dan penyelidikan. Disertai dengan peningkatan kualitas dan kuantitas dari kepolisian
itu sendiri dengan cara diberikannya pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan
teknologi dan informasi khususnya pelatihan di bidang siber serta penambahan
jumlah personil dan peningkatan anggaran yang cukup. Kepolisian perlu mengadakan
sosialisasi dengan bekerja sama dengan pihak-pihak terkait dalam hal ini ialah
Kementerian Kesehatan, Ikatan Dokter Indonesia serta Kementerian Komunikasi dan
Informatika dengan memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai dampak dari
penggunaan surat keterangan sakit palsu dan tata cara membuat surat keterangan sakit
yang sesuai prosedur.
Kata Kunci: Peran Kepolisian, Pemalsuan Surat, Media Online.1312011157 Kania Khadafi Putra-2022-04-20T05:07:24Z2022-04-20T05:07:24Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58446This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/584462022-04-20T05:07:24ZANALISIS PEMBATALAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA
YANG MENGGUNAKAN NARKOTIKA
(Studi pada Lembaga Pemasyarakatan Rajabasa Bandar Lampung)Remisi merupakan hak yang harus diberikan kepada setiap narapidana, namun
demikian terdapat pengeculian pemberian remisi terhadap narapidana yang
menggunaan narkotika di dalam Lembaga Pemasyarakatan, yaitu remisi terhadap
narapidana dapat dibatalkan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1)
Bagaimanakah pelaksanaan pembatalan remisi terhadap narapidana yang
menggunakan narkotika selama masa pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan
Rajabasa Bandar Lampung? (2) Apakah pembatalan remisi terhadap narapidana
yang menggunakan narkotika selama masa pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan
sesuai dengan tujuan pemidanaan?
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan pendekatan
empiris. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder dengan
narasumber yaitu pihak Pemasyarakatan Rajabasa dan Dosen Bagian Hukum
Pidana Fakultas Hukum Unila. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka
dan studi lapangan, selanjutnya data dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Pembatalan remisi terhadap narapidana yang
menggunakan narkotika selama masa pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan
Rajabasa Bandar Lampung sebagai bentuk pembinaan terhadap narapidana yang
seharusnya menjadi pribadi yang lebih baik ketika menjalani masa hukuman tetapi
justru kembali melakukan tindak pidana. Prosedurnya adalah Kepala Lapas
mengusulkan pembatalan remisi kepada Kepala Kantor Wilayah Kementerian
Hukum dan HAM, selanjutnya dilakukan Penetapan Pembatalan Remisi kepada
Narapidana dilaksanakan dengan Keputusan Kepala Kantor Wilayah atas nama
Menteri. (2) Pembatalan remisi terhadap narapidana yang menggunakan narkotika
selama masa pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan sesuai dengan tujuan
pemidanaan yaitu untuk mencapai perbaikan kepada pelaku sebagai tujuan
pemidanaan. Pemidanaan dimaksudkan untuk memperbaiki sikap atau tingkah laku
terpidana dan di pihak lain pemidanaan itu juga dimaksudkan untuk mencegah
orang lain dari kemungkinan melakukan perbuatan yang serupa. Tujuan
pemidanaan mengandung unsur perlindungan masyarakat, dan tidak dimaksudkan
untuk menderitakan dan merendahkan martabat.
Jody Setiawan
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Pembatalan remisi terhadap narapidana yang
melakukan tindak pidana di dalam Lapas perlu tetap dilaksanakan, namun demikian
perlu juga ditingkatkan kualitas pembinaan narapidana dari aspek kualitas dan
kuantitasnya agar program dan jenis-jenis pembinaan yang telah ditetapkan akan
dapat terlaksana secara optimal. (2) Upaya untuk meningkatkan pembinaan
terhadap narapidana di dalam Lapas perlu didukung oleh sarana dan prasarana
pembinaan.
Kata Kunci: Pembatalan Remisi, Narapidana, Narkotika, Lembaga Pemasyarakatan1412011194 JODY SETIAWAN-2022-04-20T05:07:22Z2022-04-20T05:07:22Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58442This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/584422022-04-20T05:07:22ZKEDUDUKAN MOTIF DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA
PEMBUNUHAN BERENCANA (STUDI PUTUSAN No.
777/Pid.B/2016/PN.JKT.PST)Tindak pidana pembunuhan berencana merupakan tindak pidana materiil.
Pembunuhan berencana sudah diatur dalam KUHP yaitu Pasal 340. Pembunuhan
berencana, terjadi karena adanya motif yang mendasari perbuatan tersebut.
Pembunuhan berencana seringkali terjadi karena, pelaku mempunyai motif
sebelum melakukan kejahatan tersebut. Akan tetapi, didalam membuktikan tindak
pidana pembunuhan berencana terdapat beberapa masalah yang muncul, yaitu
bagaimanakah kedudukan motif itu dan seberapa penting motif itu.
Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridis empiris.
Metode pengumpulan data yaitu studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data
yaitu analisis kualitatif. Narasumber yaitu Hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat serta Jaksa pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa: (1) Kedudukan motif dalam
pembuktian tindak pidana pembunuhan berencana. Walaupun motif tidak
termasuk unsur dalam hal pembuktian, akan tetapi motif tersebut akan tersirat
adanya, hal ini bisa dilihat dari surat dakwaan JPU. Dalam dakwaan JPU tidak
disebutkan motif terdakwa, akan tetapi dalam dakwaan itu secara tersirat sudah
dijelaskan motif terdakwa. Sehingga motif sebagai pertimbangan JPU dalam
dakwaannya dan juga sebagai dasar pertimbangan Hakim dalam menentukan
putusannya. (2) Seberapa pentingnya motif dalam pembunuhan berencana. Sangat
penting, karena segala tindakan akan didasari oleh motif. Berbicara tentang motif,
manusia normal pada umumnya akan melakukan suatu tindakan didasari oleh
motif atau alasan untuk melakukannya.
Saran dalam penelitian ini adalah bahwa dalam menegakkan suatu keadilan harus
dilakukan dengan sesuai aturan yang ada, sehingga tercipta suatu kadilan yang
sudah sesuai dengan aturan dan menciptakan suasana yang aman dan tertib serta
adil. Sudah seharusnya dalam menindak lanjuti suatu kasus tindak pidana,
terutama tindak pidana pembunuhan berencana, perlu menambahkan unsur motif
dalam pembuktiannya, hal ini dikarenakan pembunuhan berencana dilakukan
Jeki Leonar Andika Tampu Bolon
dengan rencana terlebih dahulu, maka perlu adanya motif. Jika tidak ada motif
maka bukan pembunuhan berencana akan tetapi pembunuhan biasa.
Kata Kunci: Tindak Pidana, Pembunuhan Berencana, Pembuktian1512011327 Jeki Leonar Andika Tampu Bolon-2022-04-20T05:07:20Z2022-04-20T05:07:20Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58432This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/584322022-04-20T05:07:20ZPERAN JAKSA DALAM PELAKSANAAN PENGEMBALIAN
BARANG BUKTI PADA TINDAK PIDANA PENCURIAN
DENGAN KEKERASAN DI KOTA METROTindak pidana pencurian merupakan suatu perbuatan yang melanggar
norma-norma pokok atau dasar yang hidup di masyarakat, yaitu norma
agama dan norma hukum. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini
yaitu: Bagaimanakah peran Jaksa dalam pelaksanaan pengembalian barang
bukti pada tindak pidana pencurian dengan kekerasan di Kota Metro?
Apakah faktor penghambat dalam pelaksanaan pengembalian barang bukti
pada tindak pidana pencurian dengan kekerasan di Kota Metro?
Metode penelitian dalam tulisan ilmiah ini dengan pendekatan yuridis
normatif yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah kaidah-
kaidah atau norma-norma, aturan-aturan yang berhubungan dengan masalah
yang akan dibahas. Terdiri dari data primer dan data sekunder. Prosedur
dalam pengumpulan data yaitu melalui studi pustaka, studi lapangan.
Prosedur dalam pengolahan data dengan cara seleksi data, klasifikasi data
dan penyusunan data dan selanjutnya menganalisis data.
Hasil penelitian dan pembahasan ini memberikan jawaban bahwa: Perkara
yang sudah mendapatkan putusan inkracht (putusan yang sudah
mendapatkan kekuatan hukum tetap) lalu hakim membuat surat petikan
putusan, petikan putusan keluar 1 (satu) minggu setelah putusan inkracht.
Petikan putusan tersebut lalu diberikan kepada jaksa agar jaksa langsung
membuat berita acara pelaksanaan penetapa hakim (BA-6) dan membuat
berita acara pengambilan barang bukti (BA-20). Sedangkan faktor
penghambat dalam pelaksanaan pengembalian barang bukti pada tindak
pidana pencurian dengan kekerasan di Kota Metro dapat disebabkan apabila
orang yang sudah disebutkan atau dijelaskan dalam isi petikan putusan tidak
mau mengambil barang bukti. Sehingga barang bukti yang tidak diambil
atau pengambilanya terlalu lama mengakibatkan Rupbasan menjadi penuh.
Saran dari penelitian ini adalah hendaknya ditambahkan dan diperbaharui
terhadap sarana prasarana untuk meminimalisir terjadinya penumpukan
barang bukti di Rupbasan. Meningkatkan kualitas dari para aparat penegak
hukum serta agar barang bukti tidak menumpuk di kejaksaan. Serta
hendaknya dirumuskan terkait Undang-Undang atau peraturan pelaksana
tentang jangka waktu pengambilan barang bukti pada Rupbasan.
Kata Kunci: Jaksa, Barang Bukti, dan Pencurian
The crime of theft is an act that violates the basic norms or basic life in the
community, namely religious norms and legal norms. The problems discussed in
this study are: What is the role of the Prosecutor in carrying out the return of
evidence in a criminal act of theft with violence in Metro City? What are the
inhibiting factors in the return of evidence in violent theft with Metro City?
The research method in this scientific paper with a normative juridical approach is
an approach carried out by examining the rules or norms, the rules relating to the
problem to be discussed. Consists of primary data and secondary data. The
procedure in data collection is through literature study, field studies. Procedures in
data processing by means of data selection, data classification, and data
preparation next analyze the data.
The results of this study and discussion provide answers that: Cases that have
received an inkracht decision (a decision that has received permanent legal force)
then the judge makes an excerpt letter of decision, an excerpt of the decision
comes out 1 (one) week after the inkracht decision. The excerpt was then given to
the prosecutor so that the prosecutor immediately made the minutes of the
implementation of the judge's appointment (BA-6) and made the minutes of
taking evidence (BA-20). While the inhibiting factor in carrying out the return of
evidence in a criminal act of theft with violence in Metro City can be caused if the
person who has been mentioned or explained in the contents of the decision
verdict does not want to take evidence. So the evidence that was not taken or
taken too long resulted in Rupbasan being full.
Suggestions from this research are to be added and updated to the infrastructure to
minimize the accumulation of evidence in Rupbasan. Improving the quality of law
enforcement officers and so that evidence does not accumulate in the prosecutor's
office. And it should be formulated in relation to the Act or implementing
regulations concerning the period of time taking evidence in Rupbasan.
Keywords: Attorney, Evidence, Crime, Theft and Violence.1512011249 IRFAN HANIF MUNANDAR-2022-04-20T05:07:18Z2022-04-20T05:07:18Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58426This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/584262022-04-20T05:07:18ZPENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PENGGUNAAN
GADGET SAAT BERKENDARA OLEH PENGEMUDI
TRANSPORTASI ONLINELalu lintas dan angkutan jalan merupakan subsistem dari ekosistem kota, sistem
lalu lintas dan angkutan jalan memiliki peran strategis sebagai sarana
memperlancar arus transportasi barang dan jasa. Lalu lintas dan angkutan jalan
(LLAJ) harus dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,
kesejahteraan, ketertiban. Kemajuann teknologi dan ilmu pengetahuan dapat pula
semakin memudahkan dalam memperoleh transportasi, dalam hal ini transportasi
online. Pelaksanaan transportasi online mengharuskan pengemudi menggunakan
gadget saat beroperasional karena pemesanan transportasi online tersebut hanya
bisa dilakukan melalui aplikasi pada gadget, yang sesungguhnya sangat
mengganggu konsentrasi hal ini dapat menimbulkan kecelakaan lalu lintas.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah Penerapan Sanksi
Pidana Terhadap Penggunaan Gadget Saat Berkendara Oleh Pengemudi
Transportasi Online? dan Apakah Kendala Dalam Penerapan Sanksi Pidana
Terhadap Penggunaan Gadget Saat Berkendara Oleh Pengemudi Transportasi
Online?
Pendekatan masalah yang digunakan adalah: pendekatan yuridis normatif, dan
pendekatan yuridis empiris. Data yang digunakan adalah: data primer dan data
sekunder dimana data primer didapatkan dengan melakukan wawancara dengan
Anggota Satlantas Polresta Bandar lampung, Akademisi pada Bagian Hukum
Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung, serta dengan Pengemudi
Transportasi online, dan data sekunder menggunakan analisis kualitatif guna
mendapatkan data – data berupa pemaparan kenyataan yang diperoleh dari
penelitian.
Hasil dan pembahasan dari penelitian ini adalah Penerapan sanksi terhadap
penggunaan gadget saat berkendara oleh pengemudi transportasi online yang
termasuk pelanggaran diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
tentang lalu Lintas dan Angkutan Jalan yaitu langsung diberikan surat bukti
pelanggaran (tilang) dan setelah itu dilanjutkan dengan proses persidangan di
pengadilan lalu membayar denda sesuai dengan yang ditentukan oleh pihak
pengadilan dan disesuaikan dengan Pasal 283 Udang – Undang Nomor 22 Tahun
2009. Kendala dalam penerapan sanksi pidana terhadap penggunaan gadget saat
berkendara oleh pengemudi transportasi online ini terletak pada faktor masyarakat
serta faktor budaya.
Intan Elisaputri
Dimana faktor masyarakat sangat mempengaruhi karena aturan hukum yang
diterapkan tidak akan berjalan dengan baik jika sumber daya manusia atau
masyarakatnya sendiri tidak menyadari akan pentingnya mematuhi aturan lalu
lintas yang dijelaskan di dalam Undang – undang nomor 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan demi ketertiban dan keamanan serta keselamatan
masyrataka dalam melakukan aktifitas sehari-hari, serta faktor budaya dimana
seluruh masyarakat dari semua kalangan yang menggunakan gadget tidak
mengenal tempat dan waktu.
.
Saran dari hasil penelitian ini adalah : Pengemudi transportasi online agar lebih
memperhatikan dan sadar agar aturan hukum yang bertujuan untuk keamanan dan
keselamatan diri sendiri, sehingga pada saat menerima dan mencari pesanan dapat
berhenti terlebih dahulu. serta Perusahaan transportasi online sebaiknya
melakukan kerjasama dengan aparat kepolisian dalam meningkatkan sosialisasi
serta edukasi tentang Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan kepada pengemudi transportasi online agar pengemudi
transportasi online serta calon mitra kerja transportasi online dapat bekerja dengan
baik tanpa melanggar aturan hukum.
.
Kata Kunci : Sanksi Pidana, Penggunaan Gadget, Transportasi online.1512011293 INTAN ELISAPUTRI-2022-04-20T05:07:14Z2022-04-20T06:47:38Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58422This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/584222022-04-20T05:07:14ZANALISIS KRIMINOLOGIS KEJAHATAN PERDAGANGAN OBAT
KERAS TANPA RESEP DOKTER MELALUI MEDIA ONLINEApotek sebagai salah satu sarana pelayanan obat keras secara legal diduga banyak
melakukan pelayanan obat keras secara ilegal dalam bentuk pelayanan tanpa dasar
resep dokter. Perdagangan obat keras ilegal sangat dipengaruhi perkembangan
teknologi informasi, terutama kemunculan internet. Akibatnya, kejahatan
perdagangan menjadi mudah dilakukan. Permasalahan yang dibahas penulis
dalam skripsi berjudul Analisis Kriminologis Kejahatan Perdagangan Obat Keras
Tanpa Resep Dokter Melalui Media Online, dengan mengajukan dua
permasalahan yaitu: (1) Apakah faktor penyebab terjadinya perdagangan obat
keras tanpa resep dokter melalui media online? Dan (2) bagaimanakah upaya
menanggulangi perdagangan obat keras tanpa resep dokter melalui media online?
Metode Penelitian yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan
yuridis normatif dan yuridis empiris. Data primer diperoleh secara langsung dari
penelitian di lapangan yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti, yakni
dilakukan wawancara terhadap Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di
Bandar Lampung, Unit Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Lampung dan Dosen
Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Data sekunder diperoleh
dari penelitian kepustakaan yang meliputi buku-buku literatur, peraturan
perundang-undangan, dokumen-dokumen resmi dan lain-lain.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, bahwa faktor-faktor penyebab
terjadinya kejahatan perdagangan obat keras tanpa resep dokter melalui media
online adalah faktor ekonomi,faktor peran pemerintah, faktor masyarakat dan
faktor kebudayaan. Upaya penanggulangan terhadap kejahatan perdagangan obat
keras tanpa resep dokter melalui media online, yaitu : (1) melalui upaya non
penal/tindakan preventif, artinya mengupayakan pencegahan kepada semua
Imam Tanjung
individu mulai dari penyuluhan tentang bahaya mengkonsumsi obat keras ilegal,
dan (2) melalui upaya penal/tindakan represif, artinya tindakan penegak hukum
sesuai Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Saran yang dapat penulis sampaikan dalam penelitian ini adalah meningkatkan
kinerja kepolisisan khususnya dalam bidang Informasi Teknologi, melakukan
kerjasama antara Kepolisian Daerah Lampung dengan Balai Besar Pengawas Obat
dan Makanan di Bandar Lampung serta peran peran masyarakat, dan peningkatan
sosialisasi oleh Balai Besar pengawas obat dan Makanan di Bandar Lampung.
Dengan terjalinnya kerjasama yang baik antar aparat penegak hukum, pemerintah
dan masyarakat, maka dapat bahu membahu meminimalisir atau mencegah
kejahatan perdagangan obat keras tanpa resep dokter melalui media online.
Kata Kunci: Kriminologis, Perdagangan Obat Ilegal, Media Online.
Pharmacy as one of the legal drugs service facility is allegedly doing a lot of
illegal drug services in the form of hard drug without a doctor’s prescription.
The illegal hard drug trade is greatly influenced by the development of
information technology, especially the emergence of the internet. As a result,
trade crimes are easily committed. The problems discussed by the author in the
essay entitled Criminological Analysis of Hard Drug Trafficking Crimes Without
Prescription Through Online Media, by proposing two problems, that is: (1) What
are the factors causing the occurrence of hard drug trafficking without
prescription through online media? And (2) how is the effort to confront hard
drug trafficking without prescription through online media?
The research method used in this essay are normative and empirical juridical
approach. Primary data obtained directly from research in the field that has to do
with the problem under study, that is conducted interviews with The National
Agency of Drug and Food Control in Bandar Lampung, Special Criminal Unit of
Lampung Regional Police and Lecturer in Criminal Law, Faculty of Law,
University of Lampung. Secondary data was obtained from library research
which included literature books, laws and regulations, official documents and
others.
Based on the results of research and discussion, the factors that cause the
occurrence of hard drug trafficking without prescription through online media
are economic factors, government role factors, community factors and cultural
factors. Crime prevention efforts against hard drug trafficking without
prescription through online media, that is (1) Through non-penal efforts /
preventive measures, which means seeking prevention to all individuals ranging
from counseling about the dangers of consuming illegal hard drugs, and (2)
through penal efforts / repressive measures, which means law enforcement
actions are in accordance with Law Number 36 of 2009 concerning Health
Imam Tanjung
Suggestions that the authors can convey in this essay are improving the
performance of police especially in the field of Information Technology,
collaborating between Lampung Regional Police and The National Agency of
Drug and Food Control in Bandar Lampung as well as the role of Community,
and increasing socialization by The National Agency of Drug and Food Control
in Bandar Lampung. With good cooperation between law enforcement officers,
Government and Community, it can work hand in hand to minimize or prevent the
crime of hard drug trafficking without prescription through online media.
Keywords : Criminology, Illegal Drug Trafficking, Online Media.1212011150 Imam Tanjung-2022-04-20T05:07:02Z2022-04-20T05:07:02Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58420This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/584202022-04-20T05:07:02ZANALISIS KRIMONOLOGIS KEJAHATAN PENYALAHGUNAAN
NARKOTIKA YANG DILAKUKAN DUA OKNUM PEGAWAI NEGERI
SIPIL PEMKAB TULANG BAWANG BARATKejahatan seperti melakukan penyalahgunaan narkotika bukanlah kejahatan asing
lagi di negara ini baik muda, tua, kalangan artis sampai dengan kalangan pejabat
juga banyak menggunakan narkotika.Tindak pidana narkoba atau narkotika
berdasarkan Undang-Undang Nomor. 35 Tahun 2009 (UU No. 35 Tahun 2009),
memberikan sanksi pidana cukup berat, adapun kasus yang terjadi dua oknum
Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang Barat
(Tubaba) ditangkap petugas Satuan Reserse Narkoba Polresta Bandar Lampung,
atas kasus penyalahgunaan narkotika. Berdasarkan latar belakang tersebut yang
menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah Apakah faktor penyebab
Kejahatan Penyalahgunaan Narkotika Yang Dilakukan Oleh Dua Oknum Pegawai
Negeri Sipil Pemkab Tulang Bawang Barat dan Bagaimanakah upaya
penanggulangan Kejahatan Kejahatan Penyalahgunaan Narkotika Yang Dilakukan
Oleh Dua Oknum Pegawai Negeri Sipil Pemkab Tulang Bawang Barat.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris.
Jenis data terdiri dari data primer dan sekunder. Narasumber terdiri dari Anggota
Reskrim Polresta Bandar Lampung, Psikolog Bandar Lampung, Tokoh
Masyarakat dan dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas
Lampung. Analisis data menggunakan analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa
Faktor-faktor yang menyebabkan seorang Pegawai Negeri Sipil melakukan
kejahatan penyalahgunaan narkotika di Pemkab Tulang Bawang Barat terdapat
dari faktor intern (dalam) dan ekstern (luar). Faktor intern yang bersumber dari
dalam diri individu, seperti untuk meningkatkan stamina, lemahnya mental dan
gangguan kepribadian. Faktor ekstern yang bersumber dari luar individu, yaitu
seperti faktor lemahnya keimanan, lingkungan tempat tinggal yang buruk, dan
lingkungan pergaulan yang negatif. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk
menanggulangi penyalahgunaan narkotika oleh Pegawai Negeri Sipil tersebut
dilakukan secara preventif oleh Badan Narkotika Provinsi Lampung seperti
I MADE SWASTRE
konseling dan tes urine secara berkala dan berkesinambungan di dalam Lapas
Narkotika paling tidak satu bulan sekali. Tidak hanya secara preventif, upaya
penanggulangan kejahatan penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh
Pegawai Negeri Sipil juga secara represif dengan sanksi penegakan hukum
ditindak langsung peredaran gelap di dalam Lapas Narkotika. Upaya
penanggulangan ini dilakukan secara penal dan non-penal.
Adapun saran yang diberikan penulis Aparat penegak hukum melakukan upaya
pendekatan humanis ke para pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika juga
penting, dalam rangka menekan demand narkoba. Serta mengadakan penyuluhan
narkotika bagi masyarakat agar masyarakat mengerti dan memahami bagaimana
proses penyalahgunaan narkotika.
Kata kunci: Penyalahgunaan, Narkotika, Kordinasi, Kepolisian dan Dinas,
Konseling
Crime such as committing narcotics abuse is no longer foreign crimes in this
country, not only young, but also old, artists and officials also use narcotics. Drug
or narcotics crimes based on Law Number. 35 of 2009 (Law No. 35 of 2009),
providing aquite severe sanctions for the criminals, as for the cases that occurred
in two Civil Servants (PNS) Government of Tulangbawang Barat District
(Tubaba) were arrested by officers of the Bandar Lampung Police Narcotics
Investigation Unit, for cases of narcotics abuse . Based on this background, the
problem in this study is whether the factors causing Narcotics Abuse Crime Are
Conducted By Two Personnel of Civil Servants of West Tulang Bawang Regency
and How the Narcotics Abuse Crime Prevention Measures Are Done By Two
Personnel of Civil Servants of West Tulang Bawang Regency Government.
This study uses a normative juridical approach and empirical jurisdiction. The
type of data consists of primary and secondary data. The resource person
consisted of members of the Bandar Lampung Police Criminal Investigation Unit,
Bandar Lampung Psychologist, Community Leader and Criminal Law Lecturer at
the Law Faculty of the University of Lampung. Data analysis using qualitative
analysis.
Based on the results of the research and discussion, it can be concluded that the
factors that cause a civil servant to commit narcotics abuse in the West Tulang
Bawang Regency are from internal (inside) and external (outside). Internal
factors come from their own individual, such as to increase stamina, weak mental
and personality disorders. External factors come from outside the individual, such
as lack of faith, poor living environment, and negative social environment.
Prevention efforts that can be done to handle narcotics abuse by Civil Servants
are carried out preventively by the Provincial Narcotics Agency in Lampung such
as regular and continuous urine counseling and testing in Narcotics Prisons at
least once in a month. Not only preventively, but also the efforts to combat
I MADE SWASTRE
narcotics abuse committed by Civil Servants is repressively , with sanctions for
law enforcement are directly dealt with in the illegal circulation in Narcotics
Prisons. These preventions are carried out through reasoning and non-reasoning.
The suggestion given by the authors of law enforcement officials is making an
effort to approach humanists and addicts of narcotics abuse in order to reduce
drug demand. As well as conducting narcotics counseling for the community so
that the community understands the process how the narcotics abused.
Keywords: Abuse, Narcotics, Coordination, Police and Service, Counseling1442011044 I Made Swastre-2022-04-20T05:06:57Z2022-04-20T05:06:57Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58405This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/584052022-04-20T05:06:57ZUPAYA DIREKTORAT KEPOLISIAN PERAIRAN POLDA LAMPUNG
DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENJUALAN
BAHAN PEMBUATAN BOM IKAN KEPADA NELAYANPenangkapan ikan secara ideal dilakukan dengan cara-cara yang ramah lingkungan,
dengan menggunakan alat penangkapan ikan yang tidak merusak sumber daya
perikanan, tetapi permasalahannya adalah para nelayan masih menggunakan bahan
peledak dalam menangkap ikan. Pemicunya adalah adanya para penjual bahan-
bahan pembuat bom ikan kepada nelayan, permasalahan dalam penelitian ini
adalah bagaimanakah upaya Direktorat Kepolisian Perairan Polda Lampung dalam
penanggulangan tindak pidana penjualan bahan pembuatan bom ikan kepada
nelayan dan apakah faktor-faktor penghambat upaya Direktorat Kepolisian Perairan
Polda Lampung dalam penanggulangan tindak pidana penjualan bahan pembuatan
bom ikan kepada nelayan?
Pendekatan penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis
empiris di Direktorat Polair Polda Lampung. Narasumber penelitian ini adalah
Penyidik Direktorat Polair Polda Lampung dan Dosen Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Unila. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi
lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa upaya penanggulangan
tindak pidana penjualan bahan pembuatan bom ikan kepada nelayan dilakukan oleh
Direktorat Kepolisian Perairan Polda Lampung melalui sarana non penal dan penal.
Upaya non penal dilaksanakan dengan melakukan sosialisasi dan melakukan patroli
menggunakan sarana berupa kapal patroli yang berukuran kecil (Tipe C3). Petugas
dalam patroli ini segera melakukan tindakan terhadap pelaku tindak pidana
penjualan bahan pembuatan bom ikan kepada nelayan jika menemukan adanya
dugaan tindak pidana. Upaya penal dilaksanakan dengan penyelidikan dan
penyidikan untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu
membuat terang tentang tindak pidana dan menemukan tersangkanya. Upaya penal
ini diaplikasikan oleh Penyidik dengan menyelesaikan berkas penyidikan sebanyak
8 kasus pada tahun 2017 dan sebanyak 7 kasus pada tahun 2018 dan telah
dilimpahkan kepada pihak Kejaksaan. Faktor-faktor yang menjadi penghambat
upaya penanggulangan tindak pidana penjualan bahan pembuatan bom ikan kepada
nelayan adalah faktor penegak hukum, yaitu secara kuantitas masih terbatasnya
jumlah penyidik dan secara kualitas masih belum optimalnya taktik dan teknik
penyidikan. Faktor sarana dan prasarana, yaitu kapal-kapal patroli yang dimiliki
Ghina Khairunnisa
masuk dalam kategori kapal kecil (Tipe C3), yang dikhususkan untuk sungai.
Faktor masyarakat yaitu ketakutan dan keengganan masyarakat dalam melaporkan
tindak pidana penjualan bahan pembuatan bom ikan kepada nelayan kepada aparat
penegak hukum. Faktor paling dominan yang menjadi penghambat adalah faktor
penegak hukum.
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Upaya penanggulangan tindak pidana
penjualan bahan pembuatan bom ikan kepada nelayan hendaknya dioptimalkan
melalui kegiatan sosialisasi kepada para nelayan dan patroli di wilayah perairan. (2)
Sarana dan prasarana penanggulangan tindak pidana penggunaan bom dalam
menangkap ikan oleh nelayan hendaknya ditingkatkan melalui pengadaan kapal-
kapal patroli berukuran sedang Tipe C2 dan kapal besar Tipe C1.
Kata Kunci: Upaya Ditpolairud, Tindak Pidana Penjualan, Bom Ikan1512011020 GHINA KHAIRUNNISA-2022-04-20T05:06:54Z2022-04-20T05:06:54Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58417This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/584172022-04-20T05:06:54ZUPAYA KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA
PENAMBANGAN BATU ILEGAL
(Studi Pada Polres Pesawaran)Penambangan batu ilegal di Kabupaten Pesawaran masih banyak dilakukan dan
perlu penanganan yang tegas oleh pihak Polres Pesawaran. Keberadaan tambang
ilegal sekarang ini tersebar dibeberapa wilayah seperti di desa Wiyono yang sudah
diamankan oleh Ditreskrimsus Polda Lampung, di desa Bantar yang sedang dalam
tahap penyelidikan. Penambangan tersebut dijadikan mata pencaharian oleh warga
sekitar dan belum memiliki izin resmi dari pemerintah sehingga mengakibatkan
dampak yang cukup buruk bagi lingkungan sekitarnya. Permasalahan dalam
penelitian ini adalah Bagaimanakah upaya kepolisian dalam penanggulangan
tindak pidana penambangan batu illegal dan apakah faktor penghambat kepolisian
dalam penanggulangan tindak pidana penambangan batu illegal.
Pendekatan masalah dalam skripsi ini adalah pendekatan yuridis normative dan
yuridis empiris. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah data primer dan
data sekunder. Penentuan narasumber dilakukan dengan cara wawancara dengan
Ipda Edi Suandi Subdit IV Ditreskrimsus Polda Lampung dan Dr. Erna Dewi,
S.H.,M.H selaku Dosen Bagian Pidana Fakultas Hukum Unila. Metode
pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis
data yang digunakan adalah analisis kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan upaya Kepolisian dalam
menanggulangi penambangan batu ilegal (Studi Pada Polres Pesawaran) melalui
2 upaya, yaitu upaya secara preventif yaitu melalui beberapa faktor seperti
faktor penegak hukum dengan berkoordinasi bersama satuan kepolisian Polres
Pesawaran untuk melaksanakan patroli, razia, operasi keamanan yang
dilakukan secara rutin dan memberikan sosialisasi kepada masyarakat Pesawaran
dalam rangka menciptakan keamanan serta cara mengatasi penambangan batu
illegal. Sedangkan upaya represif yaitu dengan mengoptimalkan upaya
penindakan serta menghimpun bukti-bukti guna menindak secara hukum pelaku
kejahatan tersebut dengan pemberian sanksi tegas dan berefek jera. Faktor
Penghambat upaya Kepolisian dalam penanggulangan tindak pidana penambangan
batu illegal Kabupaten Pesawaran yaitu pertama faktor Penegak Hukum seperti
masih kurang maksimal dalam menjalankan programnya contohnya program
penyuluhan Polres Pesawaran yang belum menjangkau seluruh masyarakat sehingga
mengakibatkan peningkatan penambangan batu ilegal Faktor penghambat kepolisian
dalam melakukan penegakan hukum terhadap tindak pidana penambangan batu
illegal dikarenakan masyarakatnya kurang sadar hukum dan penegak hukumnya
kurang berpartisipasi aktif dalam upaya penanggulangan sehingga banyak terjadi
tindak pidana penambangan batu illegal.
Saran, upaya utama dalam penanggulangan tindak pidana penambangan batu ilegal
pihak kepolisian khususnya Polres Pesawaran sebaiknya harus mengutamakan upaya
preventif guna menekan angka pertumbuhan kejahatan ini yaitu dengan
meningkatkan kinerja kepolisian seperti razia, patroli dan pengawasan daerah
pertambangan, perbaikan sarana dan prasarana serta melakukan pendekatan kepada
masyarakat. Masyarakat pastinya akan membantu terlaksananya upaya tersebut
apabila pihak kepolisian mampu menjalin hubungan yang bersifat seperti
kekeluargaan dalam menayomi dan melindungi masyarakat. Peran pemerintah
diperlukan agar dapat mengurangi kasus tindak pidana penambangan batu illegal dan
berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Kata Kunci: Kepolisian, Penanggulangan, Tindak Pidana, Penambangan Batu
Ilegal1512011068 Hikmah Selasih-2022-04-20T05:06:46Z2022-04-20T05:06:46Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58413This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/584132022-04-20T05:06:46ZANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN
PENIPUAN DENGAN MODUS PENGOBATAN
SUPRANATURAL
(Studi Putusan Nomor 2/Pid.B/2019/PN.Kot)Tindak pidana penipuan merupakan salah satu kejahatan yang mempunyai objek
terhadap benda atau barang untuk dimiliki secara pribadi, seperti halnya kasus
penipuan dengan dalih pengobatan supranural dengan Putusan Nomor
2/Pid.B/2019/PN.Kot yang terjadi di Kota Agung Provinsi Lampung.
Permasalahan dalam penelitian ini yaitu apa saja yang menjadi faktor penyebab
terjadinya tindak pidana penipuan dengan modus pengobatan supranatural pada
putusan Nomor 2/Pid.B/2019/PN.Kot? dan bagaimanakah upaya penanggulangan
yang dilakukan oleh aparat penegak hukum terhadap tindak pidana penipuan
dengan modus pengobatan supranatural?
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Narasumber
dalam penelitian ini adalah Jaksa Penuntut Umum dan Hakim Pengadilan Negeri
Kota Agung, terdakwa penipuan dengan modus pengobatan supranural serta
dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa: (1) Faktor penyebab
terjadinya tindak pidana penipuan dengan modus pengobatan supranatural pada Putusan
Nomor 2/Pid.B/2019/PN.Kot adalah gaya hidup, ekonomi, lingkungan, sosial
budaya, pendidikan, mudahnya melakukan kejahatan penipuan, keinginan,
masyarakat dan keluarga. (2) Upaya penanggulangan yang dilakukan oleh aparat
penegak hukum terhadap tindak pidana penipuan dengan modus pengobatan supranatural
adalah yaitu melalui upaya pre-emtif, upaya preventif dan upaya represif. Upaya
pre-emtif adalah upaya-upaya awal yang dilakukan oleh pihak penegak hukum
untuk mencegah terjadinya kejahatan. Upaya preventif adalah merupakan tindak
lanjut dari upaya pre-emtif yang dimana masih dalam tataran pencegahan seperti
melakukan kegiatan penyuluhan, pembinaan generasi muda, dan memberikan
himbauan melalui media sebelum terjadinya kejahatan tersebut. Upaya represif
adalah upaya yang dilakukan pada saat telah terjadinya tindak pidana atau kejahatan yang
tindakannya berupa penindakan dan penerapan hukuman oleh Pengadilan Negeri Kota
Agung Kabupaten Tanggamus bagi pelaku kejahatan penipuan dengan modus
pengobatan supranatural sesuai Pasal 378 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP dengan pidana
penjara selama 1 (satu) tahun 3 (tiga) bulan.
Hendi Oktavianda
Saran dalam penelitian ini yaitu bagi tokoh masyarakat hendaknya turut
meningkatkan kegiatan bimbingan keagamaan kepada masyarakat, bagi seluruh
warga masyarakat untuk selalu waspada akan adanya segala bentuk jenis dan
bentuk pengobatan yang biasa dilakukan oleh supranatural yang bisa jadi
merupakan suatu jenis tindak kejahatan penipuan. Bagi pihak aparat penegak
hukum agar memberikan himbauan bagi seluruh warga masyarakat untuk selalu
waspada akan iming-iming kerabat atau orang yang baru anda kenal mengenai
adanya penyembuhan penyakit dengan menggunakan ritual-ritual supranatural
yang tidak masuk di akal.
Kata Kunci: Kriminologis, Penipuan, Pengobatan, Supranatural
Criminal acts of fraud are one of the crimes that have objects of objects or goods
to be privately owned, as does the case of fraud in the pretext of a supranural
treatment with verdict number 2/Pid. B/2019/PN.Kot that occurred in the great
city of Lampung province. The problem in this research is what is the cause of
criminal acts of fraud with the mode of supernatural treatment on the verdict
number 2/Pid. B/2019/PN.Kot? And how is the countermeasures made by law
enforcement officials on fraudulent criminal acts with supernatural treatment
mode?
The approach to the problem used in this study is to use normative and juridical
juridical approach to empirical. The speaker in this study is the public prosecutor
and judge of the supreme city district court, accused of fraud with supernatural
treatment mode as well as lecturer at the faculty of law of Lampung University..
The results showed that: (1) The cause of criminal acts of fraud in the mode of
supernatural treatment on ruling number 2/Pid. B/2019/PN. Kot is a lifestyle,
economic, environmental, socio-cultural, educational, easy to commit crimes of
deception, desire, society and family. (2) Countermeasures made by law
enforcement officials against criminal acts of fraud in supernatural treatment
mode are through pre-emptive efforts, preventive efforts and repressive efforts.
The pre-emptive effort was the initial efforts undertaken by law enforcement to
prevent crime. Preventive effort is a follow up of the pre-emptive effort which is
still in the precautionary measure such as conducting counselling activities,
coaching the younger generation, and giving an appeal through the media before
the crime. The repressive effort is an attempt to be committed in the event of a
criminal offence or a crime in which the action is an act of oppressing and the
application of punishment by the City district court of Tanggamus regency for
fraud criminals with supernatural treatment pursuant to article 378 jo article 55
paragraph 1 to 1 criminal KUHP with imprisonment for 1 (one) year 3 (three)
months
The advice in this study is for community leaders should also increase religious
guidance to the community, for all citizens to always be vigilant in the form of all
types and forms of treatment that is commonly done By a supernatural that could
be a type of fraud crime. For the law enforcement authorities to provide an
appeal for all citizens to always be wary of the lure of relatives or people you just
know about the healing of diseases using supernatural rituals that do not Come to
mind.
Keywords: Criminological, Fraud, Treatment, Supernatural1542011097 HENDI OKTAVIANDA-2022-04-20T05:06:42Z2022-04-20T05:06:42Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58409This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/584092022-04-20T05:06:42ZPERAN KEJAKSAAN DALAM PENUNTUTAN TINDAK PIDANA
PENCURIAN DENGAN KEKERASAN
(Studi pada Putusan Nomor 1177/Pid.B/2016/PN.Tjk)Theft by violence is a crime against property so that in the prosecution, the
Prosecutor acts for and on behalf of the State responsible according to the
channel hierarchy so that the prosecutor must have a valid proof tool, for the sake
of justice and The Truth In addition prosecutors act on the law and heed religious
norms and morality, and must dig into the values of humanity, law, and justice
that live in society. Therefore, the problem in this study is how the role of
prosecutors in the prosecution of criminal acts of theft by the study violence
verdict number 1177/Pid. B/2016/PN. TJK and what is the result of the attorney
prosecuting prosecution based on matters His wife as a victim of violent criminal
theft.
The approach to the problem used in this study is the normative and juridical
juridical approach to empirical. The speakers in this study were the judges of the
Tanjung Karang District Court, Kejaksaaan Negeri Tanjung Karang and
academics of the Faculty of Law of Lampung University.
The results showed that: (1) The role of Tanjung Karang district attorney in
implementing the prosecution of criminal acts of theft is accompanied by the
ruling number 1177/Pid. B/2016/PN. TJK is through the normative role, the ideal
role and factual role . The normative role in which the prosecutor prosecuting the
prosecution of article 365 paragraph (1), paragraph (2) 1, the 2nd Book of the
Criminal Code article 65 paragraph (1) of the criminal code and article 363
clause (1) of the 4th code of the criminal code of law jo article 65 paragraph (1)
of the criminal code and about the type of criminal given by the judge in article 10
of the Penal code other than that of Tanjung Karang state attorney in carrying out
its role in accordance with the laws that have been regulated in the regulation
other. The ideal role of prosecutors is to implement the prevention of criminal
acts of theft by violence through socialization to communities at the village level
as well as implementing the prosecutor's school admission program to conduct
counseling among students. The factual role of the Tanjung Karang District
Attorney is to conduct a re-inquiry to the perpetrators with violence before the
case of theft with violence in the state or entered into prosecution by a judge in
court (2) due to the attorney's law Prosecution based on the case of his wife as a
Hedy Andre. K
victim of criminal acts of theft by force then the general closing attorney violated
the Perja number: PER-067/A/JA/07/2007 concerning the Code of Conduct of
Prosecutors article 3 points E and H and article 157 of the KUHAP that can be
Penalty or dismissal.
The advice in this study is that the Prosecutor should conduct a legal counseling
activities to reduce the number of violent theft, prosecutors should examine
carefully the appointment of the attorney and the state attorney of Tanjung
Karang should investigate and award quickly in the case of violations committed
by the attorney.
Keywords: Role of Prosecutors, Criminal Acts, Theft With Violence1512011058 HEDY ANDRE.K-2022-04-20T05:06:33Z2022-04-20T05:06:33Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58399This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/583992022-04-20T05:06:33ZUPAYA KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA
PENCURIAN BARANG MUATAN TRUK DENGAN
MODUS OPERANDI BAJING LONCAT
(Studi pada Polresta Bandar Lampung)Salah satu jenis tindak pidana yang meresahkan masyarakat, khususnya supir
angkutan barang adalah pencurian barang muatan truk dengan modus operandi
bajing loncat. Kepolisian dalam hal ini melaksanakan dalam penanggulangan tindak
pidana sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Permasalahan dalam penelitian ini
adalah: (1) Bagaimanakah upaya kepolisian dalam penanggulangan tindak pidana
pencurian barang muatan truk dengan modus operandi bajing loncat? (2) Apakah
faktor-faktor yang menjadi penghambat upaya kepolisian dalam penanggulangan
tindak pidana pencurian barang muatan truk dengan modus operandi bajing loncat?
Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif
dan pendekatan empiris. Narasumber penelitian ini adalah Penyidik Satreskrim
Polresta Bandar Lampung dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum
Unila. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi pustaka dan studi lapangan.
Analisis data dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan: (1) Upaya penanggulangan tindak
pidana pencurian barang muatan truk dengan modus operandi bajing loncat
dilakukan oleh Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung melalui sarana non penal
dan penal. Upaya non penal dilaksanakan dengan melaksanakan patroli
pengamanan pada titik-titik kerawanan dan pemasangan kamera pengawas atau
CCTV pada titik-titik jalan tertentu yang berpotensi terjadi pencurian barang
muatan truk dengan modus operandi bajing loncat. Upaya penal dilaksanakan
dengan penyelidikan dan penyidikan, yaitu upaya penyidik dalam hal dan menurut
cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti
yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana pencurian barang
muatan truk dengan modus operandi bajing loncat yang terjadi dan guna
menemukan tersangkanya. (2) Faktor-faktor penghambat Upaya penanggulangan
tindak pidana pencurian barang muatan truk dengan modus operandi bajing loncat
adalah: Faktor penegak hukum, yaitu secara kuantitas masih kurangnya personil
Penyidik Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung yang khusus melakukan
penyidikan tindak pidana pencurian barang muatan truk dengan modus operandi
bajing loncat. Faktor Sarana dan Prasarana, yaitu tidak adanya sarana laboratorium
forensik sehingga penyidikan terkadang mengalami hambatan. Faktor masyarakat,
Fitria Ayu Widyanti
yaitu masih adanya ketakutan atau keengganan masyarakat untuk menjadi saksi
dalam proses penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana pencurian barang
muatan truk dengan modus operandi bajing loncat. Faktor budaya, yaitu masih
digunakannya cara-cara kekeluargaan oleh masyarakat dalam penyelesaian perkara
pidana
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Aparat kepolisian disarankan untuk
meningkatkan patroli dalam rangka pengamanan dan pengawasan terhadap lokasi-
lokasi yang berpotensi menjadi tempat bagi pelaku untuk melakukan tindak pidana
pencurian barang muatan truk dengan modus operandi bajing loncat. (2) Pengemudi
truk disaranakan untuk memberikan pengamanan lebih terhadap barang angkutan
muatannya, misalnya dengan menggunakan penutup bak truk yang kuat sehingga
tidak mudah dibobol oleh para pelaku tindak pidana pencurian barang muatan truk
dengan modus operandi bajing loncat.
Kata Kunci: Upaya Penanggulangan, Pencurian, Bajing Loncat
One type of crime that disturbs the public, especially the freight forwarder, is
truckloads theft with modus operandi bajing loncat. The police in this case carry out
in the handling of crimes in accordance with their main duties and functions. The
problems in this study are: (1) What is the the police effort in handling criminal acts
of truckloads theft with modus operandi bajing loncat? (2) What are the factors that
inhibit the police effort in handling criminal acts of truckloads theft with modus
operandi bajing loncat?
The approach to the problem in this study uses a normative juridical approach and
empirical approach. The resource persons of this study were Investigator
Satreskrim, Bandar Lampung Police and Lecturer in the Criminal Law Section of
Unila Law Faculty. Data collection is done by literature study and field studies.
Data analysis in this study is qualitative analysis.
The results of the research and discussion show: (1) The police effort in handling
criminal acts of truckloads theft with modus operandi bajing loncat through non-
reasoning and reasoning facilities. Non-reasoning efforts are carried out by carrying
out security patrols at points of vulnerability and the installation of surveillance
cameras or CCTV at certain road points that have the potential to truckloads theft
with modus operandi bajing loncat . Reasoning efforts are carried out by
investigation and investigation, namely the investigator's efforts in terms of and
according to the manner stipulated in the law to search for and collect evidence with
evidence that makes it clear about the crime of theft of truckloads of jumping
modus operandi and to find the suspect. (2) The police effort in handling criminal
acts of truckloads theft with modus operandi bajing loncat are: Factors in law
enforcement, namely in quantity, there is still a lack of personnel from Bandar
Lampung Police Investigators who specifically carry out criminal investigations
into truckloads theft with modus operandi bajing loncat . Factors of Facilities and
Infrastructure, namely the absence of forensic laboratory facilities so that
investigations sometimes experience obstacles. Community factor, that is, there is
still fear or reluctance by the public to become witnesses in the law enforcement
process against the perpetrators of criminal acts of truckloads theft with modus
operandi bajing loncat . Cultural factors, namely the use of family ways in the
settlement of criminal cases
Suggestions in this study are: (1) Police officers are advised to increase patrols in
the context of security and supervision of locations that have the potential to
become a place for perpetrators to commit theft of truckloads of goods with
jumping modus operandi. (2) Truck drivers are advised to provide more security for
their cargo, for example by using a strong truck cover so it is not easily broken into
by the perpetrators of criminal acts of truckloads theft with modus operandi bajing
loncat .
Keywords: Efforts to Overcome, Theft, Bajing loncat1542011077 FITRIA AYU WIDYANTI-2022-04-20T05:06:31Z2022-04-20T05:06:31Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58398This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/583982022-04-20T05:06:31ZANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM
MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA
PENGOLAHAN GARAM ILEGAL
(Studi Putusan Nomor: 137/PID.B/2017/PN.Sdn.)Salah satu jenis tindak pidana yang sering terjadi dalam kehidupan bermasyarakat
adalah pengolahan garam secara ilegal yaitu dalam putusan Pengadilan Negeri
Sukadana Nomor: Nomor: 137/PID.B/2017/PN.Sdn. Isu hukum dalam putusan ini
adalah majelis hakim tidak menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa,tetapi
hanya pidana denda. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah
dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku
usaha pengolahan garam ilegal dalam Putusan Nomor: 137/PID.B/2017/PN.Sdn.?
(2) Apakah putusan hakim terhadap pelaku usaha pengolahan garam ilegal telah
sesuai dengan keadilan substantif?
Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis
normatif dan pendekatan yuridis empiris. Narasumber terdiri dari Hakim
Pengadilan Negeri Sukadana, Jaksa pada Kejaksaan Negeri Lampung Timur dan
Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. Pengumpulan data
dilakukan dengan teknik studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dalam
penelitian ini adalah analisis kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Dasar pertimbangan hukum hakim dalam
menjatuhkan pidana denda sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) subsider
dua bulan kurungan terhadap pelaku tindak pidana pengolahan garam ilegal dalam
Putusan Pengadilan Negeri Sukadana Nomor: 137/Pid.B/2017/PN.Sdn terdiri dari
pertimbangan yuridis, sosiologis dan filosofis. Secara yuridis yaitu perbuatan
terdakwa Pasal 142 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
Secara sosiologis yaitu hakim menilai melihat peristiwa yang melatar belakangi
perbuatan pidana tersebut secara keseluruhan serta sikap dan perbuatan terdakwa
sehari-harinya dalam masyarakat. Secara filosofis hakim menilai bahwa
pemidanaan tidak hanya bertujuan untuk menimbulkan efek jera pada pelakunya
tetapi lebih penting lagi adalah sebagai upaya pemidanaan terhadap terdakwa. (2)
Putusan hakim yang menjatuhkan pidana denda sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta
rupiah) subsider dua bulan kurungan terhadap pelaku tindak pidana pengolahan
Fitri Wahyuni
garam ilegal belum sesuai dengan keadilan substantif, karena tidak memberikan
efek jera kepada pelaku dan tidak berfungsi memberikan pembelajaran kepada
pelaku lainnya.
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Hakim yang menangani tindak pidana
pengolahan garam ilegal pada masa mendatang disarankan untuk dapat
menjatuhkan pidana secara tepat, sehingga dapat memberikan efek jera dan
sebagai pembelajaran bagi pihak lain (2) Pemerintah melalui instansi terkait
disarankan untuk meningkatkan pengawasan terhadap usaha olahan pangan dalam
kemasan eceran yang dilakukan masyarakat khususnya di pedesaan dan
meningkatkan sosialiasi mengenai perizinan dalam aktivitas usaha masyarakat.
Kata Kunci: Pertimbangan Hakim, Penjatuhaan Pidana, Garam Ilegal1542011005 FITRI WAHYUNI-2022-04-20T05:06:26Z2022-04-20T05:06:26Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58395This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/583952022-04-20T05:06:26ZDISPARITAS PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU PEMBUNUHAN
BERENCANA (studi putusan No.135/Pid.B/2016/PN.Met
dan No: 846/Pid.B/2016/PN.Tjk)Disparitas adalah perbedaan dalam penjatuhan putusan pidana yang tertuang
dalam putusan hakim. Penjatuhan pidana oleh hakim berpedoman pada KUHAP
yang dilandasi asas kebebasan, kejujuran, dan tidak memihak, selanjutnya dalam
ketentuan Pasal 4 ayat (2) Undang-undang No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman. Rumusan tersebut menimbulkan ruang disparitas putusan hakim.
Disapritas tersebut seringkali menimbulkan rasa ketidakadilan (keadilan
substantif) bagi terpidana. Hakim dalam memberikan putusan pengadilan tunduk
pada teori dasar pertimbangan hakim, serta sifat ke-indpendensian yang dimiliki
oleh hakim yang membuat hakim tidak dapat di intervensi oleh pihak manapun
dalam menjatuhkan putusan pengadilan. Permasalahan penelitian ini adalah
Mengapa terjadi disparitas pidana pada putusan hakim (Studi Putusan
No.135/Pid.B/2016/PN.Met dan No.846/Pid.B/2016/PN.Tjk) dan faktor
penyebab terjadinya disparitas pemidanaan terhadap pelaku pembunuhan
berencana No:135/Pid.B/2016/PN.Met dan putusan No: 846/Pid.B/2016/PN.Tjk?
Apakah Putusan No.135/Pid.B/2016/PN.Met dan No.846/Pid.B/2016/PN.Tjk
yang telah diputuskan hakim terhadap terdakwa telah memenuhi rasa keadilan
substantif ?
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data
primer diperoleh secara langsung dari penelitian di lapangan yang ada
hubungannya dengan masalah yang diteliti, yakni dilakukan wawancara terhadap
Hakim Pengadilan Negeri Kelas IB Metro, Hakim Pengadilan Negeri IA
Tanjungkarang dan Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Data sekunder diperoleh dari penelitian kepustakaan yang meliputi buku-buku
literatur, perundang-undangan, dokumen-dokumen resmi dan lain-lain.
Hasil penelitian ini dan pembahasan disparitas pidana pada putusan pidana No.
135/Pid.B/2016 /PN.Met dan No.846/Pid.B/2016/PN.Tjk adalah dikarenakan
hakim memiliki pertimbangannya sendiri dalam menentukan berat ringannya
hukuman, melalui pembuktian materil dipersidangan untuk mendukung
kesimpulan dalam pertimbangan hakim. Dimana hakim melihat bagaimana para
terdakwa melakukan suatu tindak pidana dan dampak yang di berikan terhadap
keluarga maupun masyarakat sekitar. Hakim dalam menentukan berat ringannya
hukuman di lihat dari pembuktian materil yang masih menilai secara segi subjektif
dan objektif, yang seringkali menyebabkan perbedaan antara satu putusan dengan
putusan yang lainnya atau biasa disebut dengan disparitas pemidanaan. Saran
penulis dalam penelitian ini adalah bahwa untuk memenuhi keadilan substantif
dalam setiap putusan Hakim. Hakim harus berpedoman pada Pasal 5 Ayat (1)
Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman dimana hakim dituntut untuk menggali,
mengikuti, dan memenuhi nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dimaysarkat.
Sehingga masyarakat dapat lebih percaya lagi terhadap putusan pengadilan yang
berlaku.
Kata Kunci: Disparitas, Pemidanaan, Keadilan
Disparity is the difference in imposing criminal punishment embodied in the
judge’s verdict. The judge’s imposition of penalty refers to the code of criminal
procedure based on the principle of freedom, honesty, and impartiality, and
further in the provision of Article 4 paragraph (2) of Law No.48 of 2009
concerning Judicial Power. This formulation creates a space for disparity in
judges' verdict. The disparity frequently evokes a sense of injustice (substantive
justice) for the convicted. When it comes to making a verdict, judges fully submit
to the basic theory of judicial considerations, as well as their independent nature
which prevents intervention from any party in imposing court pronouncement.
The problem of this study was why there was a criminal disparity in the judges’
verdict (Study on the Verdict No.135 / Pid.B / 2016 / PN.Met and No.846 / Pid.B
/ 2016 / PN.Tjk) and the causes of the disparity in penalizing perpetrators of
premeditated murder No: 135 / Pid.B / 2016 / PN.Met and decision No: 846 /
Pid.B / 2016 / PN.Tjk? Are the verdicts No.135 / Pid.B / 2016 / PN.Met and
No.846 / Pid.B / 2016 / PN.Tjk that have been made by the judges against the
defendant havemet thesubstantive justice?
This study employed a normative juridical approach and empirical jurisdiction.
Primary data was obtainedfirsthand from the field research on the problemsunder
investigation conducted through interviews with IB Metro District Court Judges,
District Court Judges IA Tanjungkarang and Lecturers of criminal law at the Law
Faculty of the University of Lampung. Secondary data was gathered from the
library research which comprised perusing literature books, laws, official
documents and so forth. The results of this study and discussion on the disparity
in the pronounced criminal verdict No. 135 / Pid.B / 2016 /PN.Met and No.846 /
Pid.B / 2016 / PN.Tjk were that the judges had their judgment to rely on in
determining the severity of sentence by examining the material in the trial to
buttress the conclusion derived from the consideration they made. At this point
the judges weighed on how the defendants committed a crime and the impact
brought on the family and the community. In determining the severity of sentence
pertaining to the examining ofmaterialsjudges turned to subjective and objective
assessment that, more often than not, gave rise to ensuingdifference between one
decision and others which are commonly referred to as sentencing disparity. The
author made suggestion that in order to meet substantive justice in making a
verdict, judges had to begoverned by Article 5 Paragraph (1) of the Laws
concerning Judicial Power where the judges arerequired to delve into, follow, and
meet the legal value and sense of justice prevailing in the society that secures
people’s confidence in the applicable court decisions.
Keywords: Disparity, Sentence, Justice1512011290 Fitri Lili Andini-2022-04-20T05:05:07Z2022-04-20T05:05:07Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58394This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/583942022-04-20T05:05:07ZPENERAPAN ALASAN PEMBENAR TERHADAP TERSANGKA
PEMBUNUH PELAKU PENCURIAN DENGAN KEKERASAN
( Studi Pada Polres Metro Kota Bekasi )Kejahatan selalu terjadi di dalam kehidupan masyarakat, tidak hanya mengancam
harta benda tetapi juga mengancam keselamatan jiwa seseorang. Salah satunya
yaitu tindak pidana pembunuhan yang merupakan suatu perbuatan sangat
keji.Tersangka pembunuh pelaku pencurian dengan kekerasan oleh Polres Metro
Kota Bekasi dibebaskan dengan alasan pembenar yang didasarkan pada Pasal 49
Ayat (1) dan Pasal 48. Permasalahan dalam skripsi ini adalah : Bagaimanakah
penerapan alasan pembenar terhadap tersangka pembunuh pelaku pencurian
dengan kekerasan Dan Apakah faktor yang mempengaruhi penerapan alasan
pembenar terhadap tersangka pembunuh pelaku pencurian dengan kekerasan.
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan
yuridis empiris. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah data primer dan
data sekunder. Penentuan narasumber pada penelitian ini adalah dari Kepolisian
Metro Kota Bekasi dan Akademisi Hukum Pidana pada Fakultas Hukum
Universitas Lampung. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka
dan studi lapangan. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa :Penerapan
Alasan Pembenar terhadap tersangka pembunuh pelaku pencurian dengan
kekerasan yang dilakukan oleh Polres Metro Kota Bekasi mulai dari adanya niat
baik dan buruk dari korban dan tersangka yang melaporkan kejadian pembunuhan,
dilakukannya penyelidikan dan penyidikan oleh pihak kepolisian, melakukan
rekontruksi ulang dijembatan summarecon, pemeriksaan kembali terhadap korban
dan tersangka dan merujuk pada KUHP Pasal 49 Ayat (1) dan Pasal 48. Adanya
pembelaan darurat dan keadaan darurat dari tersangka menyebabkan tidak
dipidananya tersangka. Diskresi adalah suatu wewenang menyangkut
pengambilan suatu keputusan pada kondisi tertentu atas dasar pertimbangan dan
keyakinan pribadi seseorang, dalam hal ini polisi. Kepolisian memiliki diskresi
untuk tidak melanjutkan kasus pembunuhan yang dilakukan tersangka terhadap
pelaku pencurian dengan kekerasan. Diskresi yang dimiliki oleh kepolisian diatur
dalam Pasal 15 Ayat (2), Pasal 16 Ayat (1 dan 2), Pasal 18 Ayat (1) Undang –
Fitri Almunawaroh
Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan
Pasal 5 Ayat (1) angka 4, Pasal 7 Ayat (1) huruf j Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana. Sehingga kepolisian melakukan penerapan alasan pembenar
terhadap tersangka pembunuh pelaku pencurian dengan kekerasan. Faktor yang
mempengaruhi penerapan alasan pembenar adalah penyidik Polres Metro Kota
Bekasi yang menangani perkara pembunuhan yang dilakukan tersangka terhadap
pelaku pencurian dengan kekerasan melakukan tugasnya dengan semaksimal
mungkin.Adanya faktor yang mempengaruhi penerapan alasan pembenar terhadap
tersangka pembunuh pelaku pencurian dengan kekerasan yakni faktor hukum
faktor penegak hukumnya dan faktor sarana dan fasilitas. Hal ini disebabkan oleh
baiknya Undang-undang disusun oleh penegak hukum, dan penerapannya pun
dilaksanakan oleh penegak hukum
Saran dalam penelitian ini Polres Metro Kota Bekasi telah menerapkan alasan
pembenar terhadap tersangka pembunuh pelaku pencurian dengan kekerasan yang
membela diri karena dalam pembelaan darurat dan keadaan darurat. Kepada para
penegak hukum yang ada di Indonesia khususnya Kepolisian, penerapan alasan
pembenar dapat dijadikan contoh bagi pihak Kepolisian untuk menangani kasus
pembunuhan dalam pembelaan darurat dan keadaan darurat. Kepada masyarakat
jika dia melakukan hal yang benar dalam pembelaan darurat dan keadaan darurat
maka wajib membela hak – hak nya ketika memang dia tidak melakukan
kesalahan atau kejahatan.
Kata Kunci : Alasan Pembenar, Pembunuh, Pelaku Pencurian Dengan
Kekerasan,1512011034 FITRI ALMUNAWAROH-2022-04-20T05:05:04Z2022-04-20T05:05:04Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58387This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/583872022-04-20T05:05:04ZANALISIS PELAKSANAAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG
NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG PENYESUAIAN BATASAN
TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA
DALAM KUHP
(Studi Kasus Putusan Nomor : 266 / Pid.B / 2016 / PN.Tjk.)Tindak Pidana Pencurian yang nominalnya dibawah Rp. 2,5 juta (dua juta lima
ratus ribu rupiah) yang di proses pada pengadilan memunculkan tanggapan miring
atas sistem peradilan Indonesia yang kurang memenuhi rasa keadilan masyarakat.
Jumlah denda dalam KUHP sangat ringan dan tidak sesuai dengan keadaan
masyarakat saat ini. Permasalahan dalam Skripsi ini adalah: Bagaimanakah
Pelaksanaan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012 tentang
Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP
Studi Kasus Putusan Nomor : 266 / Pid.B / 2016 / PN.Tjk.? Apakah faktor yang
menghambat pelaksaanaan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012
tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam
KUHP ?
Permasalahan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridis
empiris. Data : studi kepustakaan dan studi lapangan. Analisis data: kualitatif.
Narasumber pada penelitian ini terdiri dari Penyidik Kepolisian Daerah Lampung,
Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Hakim pada Pengadilan Negeri
Tanjung Karang, Penasehat Hukum pada Kantor Sopian Sitepu and Partners dan
Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa : Pelaksanaan Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012 pada proses peradilan di Indonesia
khususnya di Provinsi Lampung belum terlaksana dengan baik karena penegak
hukum dalam menangani perkara pencurian yang nominalnya dibawah Rp. 2,5
juta (dua juta lima ratus ribu rupiah) masih menggunakan KUHP. Faktor
penghambat Pelaksanaan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012
yang paling dominan adalah faktor penegakan hukum yang kurang memahami isi
dari Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012.
Findi Senja Kinanti
Saran dalam penelitian ini adalah diharapkan kepada Majelis Hakim sebelum
memutus suatu perkara hendaknya melaksanakan ketentuan aturan hukum pada
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
dikarenakan Lembaga Kehakiman bukan saja penegak hukum tetapi juga penegak
keadilan. Selain itu, aparat penegak hukum dalam penyelesaian perkara tindak
pidana ringan turut mempertimbangkan aturan hukum diluar ketentuan KUHP
dengan memberlakukan secara efektif ketentuan Peraturan Mahkamah Agung
Nomor 02 Tahun 2012 pada setiap perkara tindak pidana ringan.
Kata Kunci : Pelaksanaan, Peraturan Mahkamah Agung, Batasan Tindak
Pidana Ringan1512011101 FINDI SENJA KINANTI-2022-04-20T05:05:02Z2022-04-20T06:46:47Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58386This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/583862022-04-20T05:05:02ZANALISISIS EFEKTIVITAS AUTOPSI MAYAT KORBAN TINDAK
PIDANA DALAM UPAYA MENEMUKAN KEBENARAN MATERIILProses penyidikan pada perkara tindak pidana pembunuhan harus dilalukan
pemeriksaan terhadap tubuh mayat bagian dalam atau sering disebut dengan
autopsy. Autopsy biasanya dilakukan pada korban kasus pembunuhan, ataupun
bunuh diri tujuan dilakukan pemeriksaan terhadap tubuh mayat bagian dalam atau
autopsy untuk memeberikan kepastian atau dapat menentukan sebab-sebab
kematian seseorang yang diduga mati karena mendadak atau mati yang tidak jelas
penyebabnya. Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan yang diambil dalam
penulisan skripsi ini antara lain Bagaimanakah efektivitas autopsi mayat korban
tindak pidana dalam upaya menemukan kebenaran materiil? dan Apakah faktor
penghambat bagi penyidik dalam mendapatkan keterangan autopsi sebagai alat
bukti?
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis
empiris. Jenis data terdiri dari data primer dan sekunder. Narasumber terdiri dari
Reserse Kriminal Polres Lampung Barat, Reserse Kriminal Polsek Sumber Jaya
Lampung Barat, Dokter Puskesmas Lampung Barat, dan Dosen Bagian Hukum
Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data menggunakan
analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa autopsy
terhadap mayat sangat penting dilakukan dalam membantu proses penyidikan
pada perkara tindak pidana pembunuhan. Dengan dilakukannya autopsy proses
penyidikan dapat berjalan dengan baik dan mempermudah penyidik dalam
menemukan alat bukti dan mengetahui dengan jelas penyebab kematian korban.
Filza Elfrizza Pratiwi
Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan penulis, maka perlu diberikan
saran dalam skripsi ini, yaitu kepolisian dan dokter selaku penyidik untuk saling
berkolaborasi dengan baik dan lebih memahami tentang pentingnya di lakukan
autopsy, karena dari hasil dari autopsy sangat membantu dan mempermudah
dalam proses penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian untuk mencaritahu sebab
dan penyebab kematian korban. Dan hasil dari autopsy dapat juga dijadikan
sebagai alat bukti yang sah menurut hukum sebagai pertimbangan hakim pada
saat proses persidangan.
Kata Kunci: Efektivitas, Autopsi, Kebenaran Materiil.1412011155 Filza elfrizza pratiwi-2022-04-20T05:04:59Z2022-04-20T06:45:44Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58382This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/583822022-04-20T05:04:59ZPEMIDANAAN TERHADAP NARAPIDANA PELAKU
PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DI DALAM
LEMBAGA PEMASYARAKATAN
(Studi di Cabang Rutan Muaradua Sumatera Selatan)Pemidanaan narapidana di dalam lembaga pemasyarakatan, seharusnya dapat
menjadikan narapidana menjadi manusia yang lebih baik dan berguna bagi
masyarakat setelah selesai menjalani masa pidana. Pada kenyataannya terdapat
narapidana yang kembali melakukan tindak pidana narkotika ketika menjalani masa
pidana. Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan: (1) Bagaimanakah proses
penjatuhan pidana terhadap narapidana yang melakukan tindak pidana
penyalahgunaan narkotika di dalam Lembaga Pemasyarakatan? (2) Bagaimanakah
pemidanaan terhadap narapidana pelaku penyalahgunaan narkotika di dalam
Lembaga Pemasyarakatan yang ditambah hanya 1 (satu) tahun penjara sesuai
dengan tujuan pemidanaan?
Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan pendekatan
yuridis empiris. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan
studi lapangan. Narasumber penelitian adalah Kepala Subseksi Pelayanan Tahanan
pada Cabang Rutan Muaradua, Staf Registrasi pada Cabang Rutan Muaradua,
Narapidana dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. Analisis data
dilakukan secara kualitatif untuk menarik kesimpulan.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan: (1) Proses penjatuhan pidana
terhadap narapidana yang melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika di
dalam Lembaga Pemasyarakatan adalah dengan pemberatan pidana dengan
memperberat atau menambah lamanya pidana. Pelaku adalah narapidana yang
dipidana selama 10 tahun kerena melakukan tindak pidana pembunuhan dan sudah
menjalani masa pidana selama 3 tahun, tetapi di dalam Lembaga Pemasyarakatan
melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika Golongan I bagi diri sendiri
sebagaimana diatur dalam Pasal 127 Ayat (1) huruf (a) Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika, sehingga hakim menjatuhkan pidana selama 1
tahun. Dengan demikian lamanya terdakwa menjalani pidana adalah akumulasi
penjatuhan pidana pertama dan kedua, yaitu 11 tahun penjara. (2) Pemidanaan
terhadap narapidana pelaku penyalahgunaan narkotika di dalam Lembaga
Pemasyarakatan yang ditambah hanya 1 (satu) tahun sesuai dengan teori
pembalasan atau absolut, karena narapidana selain dijatuhi pidana juga tidak dapat
Ferantika Sintauli
diberikan beberapa hak di antaranya adalah hak Cuti Mengunjungi Keluarga,
Pembebasan Bersyarat dan Remisi. Hal ini disebabkan tidak terpenuhinya
persyaratan narapidana untuk memperoleh hak-hak tersebut, khususnya narapidana
harus berkelakukan baik, karena narapidana pelaku tindak pidana narkotika di
dalam lapas secara otomatis tidak memenuhi syarat berkelakukan baik tersebut.
Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Pihak lembaga
pemasyarakatan hendaknya meningkatkan upaya pembinaan dan pengawasan
secara intensif terhadap narapidana yang menjalani pidana. (2) Pihak lembaga
pemasyarakatan hendaknya mengintensifkan pengawasan terhadap berbagai hal
yang dapat menjadi celah masuknya narkotika.
Kata Kunci: Penjatuhan Pidana, Narapidana, Narkotika1512011005 FERANTIKA SINTAULI-2022-04-20T05:04:57Z2022-04-20T05:04:58Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58378This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/583782022-04-20T05:04:57ZANALISIS PENEGAKAN SANKSI PIDANA TERHADAP PEDAGANG YANG
MENGAKIBATKAN GANGGUAN FUNGSI JALAN UMUM
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009Keberadaan pedagang kaki lima memunculkan permasalahan sosial dan
lingkungan berkaitan dengan masalah kebersihan, keindahan dan ketertiban suatu
kota. Ruang-ruang publik yang seharusnya merupakan hak bagi masyarakat
umum untuk mendapatkan kenyamanan baik untuk berolah raga, jalan kaki
maupun berkendara menjadi terganggu. Penegakan sanksi pidana terhadap
Pedagang Kaki Lima/Warung Tenda (pedagang) yang mengakibatkan gangguan
fungsi jalan umum, ternyata tidak menyurutkan perbuatan pidana tersebut untuk
tidak terulang, sebagai contoh yang terjadi di Bandar Lampung. Berdasarkan latar
belakang tersebut yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah
Bagaimanakah Penegakan Sanksi Pidana Terhadap Pedagang Yang
Mengakibatkan Gangguan Fungsi Jalan Umum Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya dan Faktor-
Faktor Apa Saja Yang Menghambat Penegakan Sanksi Pidana Terhadap Pedagang
Yang Mengakibatkan Gangguan Fungsi Jalan Umum
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris.
Jenis data terdiri dari data primer dan sekunder. Narasumber terdiri dari Hakim
Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Kepolisian Resor Tanjung Karang, dan
Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis
data menggunakan analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa
penegakan sanksi pidana terhadap pedagang yang mengakibatkan gangguan
fungsi jalan umum berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya bahwa aparat penegak hukum mencantumkan
sanksi pidana yang dapat diberikan kepada orang yang menggunakan trotoar
sebagai milik pribadi dan mengganggu pejalan kaki aparat penegak hukum baik
FARHATIN NISA MARENA
Kepolisian, Kejaksaan, dan Lembaga Pengadilan yakni Hakim jangan lemah
dalam menegakan hukum, melanggar ketentuan berdagang diatas trotoar yang
mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan jalan yang telah ditentukan
oleh (UU LLAJ). Faktor paling dominan yang menjadi penghambat upaya
penegakan sanksi pidana terhadap pedagang yang mengakibatkan gangguan
fungsi jalan umum berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya adalah faktor aparat penegak hukum, yaitu
secara kuantitas masih terbatasnya jumlah personel kepolisian dan secara kualitas
sumber daya manusia,
Adapun saran yang diberikan penulis perlunya untuk lebih mengoptimalkan peran
polisi dalam rangka pencegahan pelanggaran maupun tindak pidana dan
meningkatkan pelaksanaan patrol terhadap berbagai titik yang dianggap yang
mengakibatkan gangguan fungsi jalan umum berdasarkan Undang-Undang Nomor
22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya. Kemudian Para tokoh
masyarakat ataupun para pejalan kaki disarankan untuk tidak takut untuk
melaporkan kepada Kepolisian apabila ada pedagang yang melanggar aturan
berjualan di atas trotoar yang mengakibatkan gangguan fungsi jalan umum.
Kata kunci: Analisis, Penegakan, Sanksi Pidana, Pedagang, Jalan Umum1512011089 FARHATIN NISA MARENA-2022-04-20T05:04:55Z2022-04-20T05:04:55Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58377This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/583772022-04-20T05:04:55ZPENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU PERUSAKAN ALAT
PERAGA KAMPANYE DI KABUPATEN TANGGAMUSSalah satu syarat pokok demokrasi adalah adanya sistem Pemilihan Umum
(Pemilu) yang jujur dan adil. Pemilu jujur dan adil dapat dicapai apabila tersedia
perangkat hukum yang mengatur proses pelaksanaan pemilu sekaligus melindungi
para penyelenggara, kandidat, pemilih, pemantau, dan warga negara pada
umumnya dari ketakutan, intimidasi, kekerasan, penyuapan, penipuan, perusakan
alat peraga kampanye dan berbagai praktik curang lainnya yang akan
mempengaruhi hasil Pemilu Oleh karena itu, Pemilu yang jujur dan adil
membutuhkan peraturan perundang-undangan Pemilu beserta aparat yang
bertugas menegakkan peraturan perundang-undangan Pemilu tersebut. Sehingga
tidak terjadinya praktik curang yang terjadi.Pemilihan Umum merupakan bentuk
nyata dari kedaulatan yang berada ditangan rakyat dalam penyelenggaraan
Negara. Pasal 69 huruf g Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015 tentang penerapan
peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang
pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota memberikan larangan berkaitan
dengan pelaksanaan kegiatan kampanye, yakni merusak alat peraga kampanye.
Permasalahan dan ruang lingkup yang diangkat adalah bagaimanakah pelaksanaan
Penegakan Hukum terhadap pelaku perusakan alat peraga kampanye dan apakah
faktor penghambat penegakan hukum terhadap pelaku perusakan alat peraga
kampanye di kabupaten tanggamus.
Penelitian dilakukan dengan metode pendekatan yuridis normatif dan yuridis
empiris, pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah teori-teori, konsep-
konsep serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian
ini juga dengan melihat fakta dalam praktik yang ada dilapangan dengan tujuan
melihat fakta-fakta yang konkrit tentang proses penegakan hukum dan faktor
penghambat penegakan hukum dalam perusakan alat peraga kampanye.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan bahwa penegakan hukum terhadap
pelaku perusakan alat peraga dikabupaten tanggamus adalah dilakukan oleh sentra
gakkumdu yaitu kejaksaan, kepolisan,dan bawaslu harus sesuai dengan proses
hukum yang berlaku dan mengacu pada peraturan bersama bawaslu untuk
melaksanakan proses penegakan hukum yang cepat singkat dan dalam waktu yang
ditentukan, dari mulainya laporan yang diterima oleh bawaslu, kemudian
Fajar Ryan Akbar AM
ditingkatkan ke proses penyidikan oleh kepolisian sampai keproses penuntutan
yang dilakukan oleh kejaksaan tetapi dalam proses pelaksanaan penegakan hukum
ketiga instansi terkait saling berkomunikasi dan menjalankan tugasnya bersama
sentra gakkumdu.adapun yang menjadi faktor penghambat dalam penegakan
hukum yaitu faktor budaya,dan factor masyarakat itu sendiri mengingat
masyarakat yang belum mengerti akan peraturan ataupun larangan dalam
pengrusakan alat peraga kampanye, kemudian faktor budaya dimana saksi-saksi
yang kurang kooperatif dalam menyikapi kasus perusakan alat peraga kampanye.
Sebaiknya sentra gakkumdu yang terdiri dari kepolisian, bawaslu,dan kejaksaan
lebih memberikan sosialisasi terhadap masyarakat tentang peraturan dan larangan
dalam perusakan ataupun penghilangan alat peraga kampanye dan memberikan
tindakan pencegahan untuk kedepanya seperti mengadakan sosialisasi ataupun
simulasi jika ada yang melakukan penghilangan atau perusakan alat peraga
kampanye sehingga masyarakat mengerti akan peraturan dan sanksi yang
diberikan jika melakukan perusakan alat peraga kampanye,dimana alat peraga
kampanye mempunyai fungsi dalam menyampaikan visi dan misi calon pemilu
dan dalam proses penegakan hukumnya lebih meningkatkan koordinasi antara
kepolisian,bawaslu,dan kejaksaan.
Kata Kunci : Penegakan Hukum,Alat Peraga,Kampanye1542011029 FAJAR RYAN AKBAR AM-2022-04-20T05:04:53Z2022-04-20T05:04:53Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58374This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/583742022-04-20T05:04:53ZANALISIS PERAN SENTRA PENEGAKAN HUKUM TERPADU
(GAKKUMDU) DALAM PENANGGULANGAN TINDAK
PIDANA PEMILIHAN KEPALA DAERAH
(Studi Pada Provinsi Lampung)Gakkumdu sebagai sentra penegakan hukum terpadu memiliki peran penting
dalam penanganan pidana Pilkada.. Permasalahan peneltiian adalah bagaimanakah
peran Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) dalam penanggulangan
tindak pidana pemilihan kepala daerah dan apakah faktor penghambat peran
Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) dalam penanggulangan tindak
pidana pemilihan kepala daerah.
Pendekatan masalah dilakukan secara yuridis empiris yaitu dengan melakukan
penelitian langsung di lokasi penelitian dengan melihat, bertanya dan mendengar
dari pihak-pihak yang terkait. Sumber data yang di dapat dengan menggunakan
data primer dan data sekunder. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara
studi kepustakaan dan penelitian lapangan. Analisis data dalam penelitian ini
menggunakan analisis kualitatif.
.
Hasil penelitian menunjukkan peran Sentra Penegakan Hukum Terpadu
(Gakkumdu) sebagai sentra penegakan hukum terpadu memiliki peran penting
dalam penanganan tindak pidana Pilkada, dibentuknya Gakkumdu bermaksud
untuk menyamakan pemahaman dan pola penanganan tindak pidana Pilkada oleh
Bawaslu, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan Agung Republik
Indonesia. Para anggota Gakkumdu sendiri berasal dari Kepolisian Negara
Republik Indonesia dan penuntut yang berasal dari Kejaksaan Agung Republik
Indonesia. Faktor penghambat peran Sentra Penegakan Hukum Terpadu
(Gakkumdu) dalam penanggulangan tindak pidana pemilihan kepala daerah,
Sentra Gakkumdu sesungguhnya punya kewenangan untuk mengumpulkan dan
mendalami bukti-bukti yang dibutuhkan maupun keterangan saksi sebelum
laporan/temuan dugaan pelanggaran tindak pidana pemilu diteruskan kepada
pihak kepolisian oleh lembaga Pengawas Pemilu. faktor penghambat yang paling
menonjol pada peran Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) dalam
penanggulangan tindak pidana pemilihan kepala daerah dari pihak masyarakat
dimana masyarakat yang mengetahui adanya pelanggaran Pemilu tidak
melaporkan ke Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).
Saran, ketika bicara dugaan pelanggaran tindak pidana pemilu maka harapan itu
ada di tangan Sentra Gakkumdu, lembaga Pengawas Pemilu hanya sebagai pintu
masuk, analisis dan keputusan selanjutnya berada di pundak Sentra Gakkumdu
(Pengawas Pemilu, Kepolisian dan Kejaksaan) di pundak mereka lah semoga
masih ada secercah harapan untuk penegakan tindak pidana pemilu di Indonesia
guna melaksanakan pesta demokrasi pada pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
2019.
Kata Kunci: Peran Sentra Penegakan Terpadu (Gakkumdu), Tindak
Pidana, Kepala Daerah1512011157 EWIED FEBRIAN SAFITRI-2022-04-20T05:04:50Z2022-04-20T05:04:50Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58373This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/583732022-04-20T05:04:50ZPERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PEMALSUAN
DOKUMEN OTENTIK DALAM KREDIT FIKTIFTindak pidana Perbankan membuat pencatatan dokumen palsu mendorong pihak
bank melakukan perbaikan dalam kinerjanya. Terdakwa RS yang telah divonis
bebas dalam perkara Nomor 294 /Pid.B/2012 /PN.TK. Permasalahan yang ada
dalam penelitian ini adalah: bagaimanakah pertanggungjawaban pidana pelaku
pemalsuan dokumen otentik dalam kredit fiktif dan apakah yang menjadi dasar
pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan pelaku pemalsuan dokumen
otentik dalam kredit fiktif. Penelitian ini menggunakan pendekatan secara yuridis normatif dan empiris. Jenis
data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data yang diperoleh
dianalisis secara kualitatif dan ditarik kesimpulan secara deduktif. Hasil penelitian dan pemabahasan menunjukkan bahwa pertanggungjawaban
pidana pelaku pemalsuan dokumen otentik dalam kredit fiktif yakni didasarkan
pada unsur kesalahan namun dalam perkara Nomor 294 /Pid.B/2012 /PN.TK tidak
adanya unsur kesalahan oleh Terdakwa, sehingga ada alasan pembenar maupun
bagi Terdakwa untuk terhindar dari pemidanaan. Hakim menilai bahwa
penyimpangan berupa pengambilan uang simpanan nasabah dan kredit yang
bermasalah tersebut telah diselesaikan dengan cara dikembalikan sehingga
Terdakwa dibebaskan dari segala dakwaan (vrijspraak) karena perbuatan tersebut
bukan perbuatan pidana melainkan dalam ruang lingkup keperdataan dan kode
etik perbankan dalam hal prudentian banking (etik perbankan prinsip kehati- hatian). Dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan yakni dakwaan
jaksa namun dalam pertimbangannya perbuatan terdakwa bukan merupakan
perbuatan pidana sebagaimana terjadinya pendapat berbeda (Dessenting Opinion)
Majelis Hakim. Selanjutnya pertimbangan hal-hal yang meringankan dan
memberatkan, harapan pelaku tidak mengulangi perbuatannya, motif tindak
pidana, akibat yang ditimbulkan serta menerapkan beberapa teori tujuan hukum
yakni kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan hukum. Saran dalam penelitian ini adalah agar Hakim hendaknya lebih objektif dalam
menjatuhkan vonis terhadap pelaku pelaku tindak pidana Perbankan. Hakim
hendaknya lebih menggali dan pro aktif mencari bukti-bukti terkait permasalahan
dalam delik yang di dakwakan. Kata Kunci: Pertanggungjawaban pidana, Pelaku Pemalsuan, Kredit Fiktif.
Criminal action Banks make recording of false documents encouraging the bank
to make improvements in its performance. The defendant of the hospital has been
acquitted in case Number 294 / Pid.B/2012 /PN.TK. The problems in this study
are: how is the criminal responsibility of the perpetrator of the falsification of
authentic documents in a fictitious credit and what is the basis for the Judge's
consideration in making decisions on the perpetrators of forgery of authentic
documents in fictitious credit.
This study uses a normative and empirical juridical approach. The types of data
used are primary data and secondary data. The data obtained were analyzed
qualitatively and deductively conclusions.
The results of the research and explanation show that the criminal responsibility
of authentic document forgery in fictitious credit is based on an element of error
but in Case Number 294 / Pid.B/2012 /PN.TK there is no element of mistake by
the Defendant, so there is justification and forgiveness for the Defendant to avoid
being convicted. The judge considered that the deviation in the form of taking
customer deposits and troubled loans had been settled by returning them so that
the Defendant was acquitted of all charges (vrijspraak) because the actions were
not criminal but within the banking and ethical codes in terms of banking
termination (banking ethics the principle of caution). The Judge's basis in making
a decision is the prosecutor's charges, but in the consideration of the defendant's
actions it is not a criminal act as the Dessenting Opinion of the Judge.
Furthermore, consideration of mitigating and burdensome matters, expectations of
the perpetrators not repeating their actions, motives for criminal acts,
consequences caused and applying several theories of legal objectives, namely
legal certainty, expediency and legal justice.
Suggestions in this study are that the Judge should be more objective in giving a
verdict on the perpetrators of banking crimes. Judges should be more digging and
pro active in looking for evidence related to the problems in the offense being
charged.
Keywords: Criminal Liability, Perpetrators Forgery, Fictitious Credit.1542011025 ERA FITRIANY-2022-04-20T05:04:42Z2022-04-20T05:04:42Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58372This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/583722022-04-20T05:04:42ZANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN TINDAK
PIDANA YANG DILAKUKAN PENDERITA GANGGUAN JIWAPeristiwa tindak pidana yang dilakukan penderita gangguan jiwa seringkali terjadi
dalam masyarakat akhir-akhir ini, akibatnya terdapat korban yang mengalami
kerugian, baik kerugian materil maupun formil. Hukum sebagai sarana untuk
menegakkan keadilan dengan memberikan suatu perlindungan hukum bagi
korban. Seperti kasus tindak pidana penembakan yang terjadi kepada dua warga
Teluk Betung Selatan, pelaku penembakan diduga mengalami gangguan jiwa dan
sedang menjalani rehabilitasi di Rumah Sakit Jiwa. Permasalahan yang diteliti
adalah bagaimanakah pelaksanaan perlindungan hukum terhadap korban tindak
pidana yang dilakukan penderita gangguan jiwa dan apa saja faktor yang
menghambat perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana yang dilakukan
penderita gangguan jiwa. Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian
ini adalah dengan menggunakan yuridis normatif dan yuridis empiris. Dari hasil
penelitian dan pembahasan bahwa upaya perlindungan hukum yang diberikan
kepada korban sampai pada tahap penyidikan, sebab peristiwa ini ialah neb is
idem yang pelakunya terbukti mengalami gangguan kejiwaan. Perlindungan
hukum yang dapat diberikan pada korban tindak pidana yang dilakukan penderita
gangguan jiwa dapat berupa pencegahan terjadinya tindak pidana kejahatan yang
dilakukan oleh penderita gangguan jiwa, terapi psikis pada korban yang
dimungkinkan mengalami shock atau trauma, serta penjaminan rehabilitasi kepada
orang yang terbukti mengalami gangguan jiwa. Faktor penghambat perlindungan
hukum terhadap korban tindak pidana yang dilakukan penderita gangguan jiwa
adalah faktor undang-undang, faktor aparat penegak hukum, faktor eksistensi
hukum dan faktor minimnya pengetahuan korban mengenai hak-hak korban.
Saran yang disampaikan dalam penelitian ini adalah hendaknya perlindungan
hukum terhadap korban tindak pidana yang dilakukan penderita gangguan jiwa
dapat diberikan secara individual dan communal, dijadikan tanggungjawab
bersama-sama sehingga dapat melakukan pengawasan secara bersama-sama dan
mencegah terjadinya peristiwa ini terjadi kembali.
Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Korban, Penderita Gangguan Jiwa1412011132 ELVA-2022-04-20T05:04:41Z2022-04-20T05:04:41Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58367This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/583672022-04-20T05:04:41ZIMPLEMENTASI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG (PERMA)
NOMOR. 02 TAHUN 2012 TERHADAP TINDAK PIDANA PENADAHAN
DALAM PRAKTIK
( Studi Putusan Nomor 208 / Pid.C / 2014 / Pn.Rap)Tindak Pidana Ringan (Tipiring) diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung
(Perma) Nomor 02 Tahun 2012 dimana sangat berbeda dengan tindak pidana lain
jika ditinjau dari nilai kerugian yang ditimbulkan oleh pelakunya, Tipiring sering
kali di lakukan oleh pelaku dikarenakan kondisi kebutuhan ekonomi. Tindak
Pidana yang nominalnya dibawah Rp. 2,5 juta (dua juta lima ratus ribu rupiah)
yang di proses pada pengadilan memunculkan tanggapan miring atas sistem
peradilan Indonesia yang kurang memenuhi rasa keadilan masyarakat. Jumlah
denda dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sangat ringan dan
tidak sesuai dengan keadaan masyarakat sekarang. Permasalahan dalam Skripsi
ini adalah: Bagaimana Implementasi Perma No 02 Tahun 2012 dalam rangka
penyelesaian Tindak pidana ringan dan tindak pidana penadahan dalam Praktik
(Studi Putusan Nomor 208/ Pid.C / 2014 / Pn Rap) dan Apakah yang menjadi
faktor penghambat Implementasi Perma Tahun 2012 dalam rangka penyelesaian
tindak pidana penadahan di dalam Praktik.
Pendekatan masalah dalam penelitihan ini menggunakan pendekatan yuridis
normatif dan pendekatan yuridis empiris. Responden penelitihan ini terdiri dari
Hakim pada Pengadilan Negeri Rantau Prapat dan Kepolisian Resor Labuhanbatu
serta Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pengumpulan data dilakukan
dengan teknik studi pustaka dan studi Lapangan.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa pelaksanaan Perma 02
Tahun 2012 pada proses peradilan di Indonesia khususnya di Kota Rantau
Prapat,Sumatera Utara sudah terlaksana baik karena penegak hukum dalam
menangani perkara tipiring Khususnya Penadahan ringan yang nominalnya
dibawah Rp.2,5 juta sudah mengimplementasikan Perma 02 Tahun 2012 dan 482
KUHP. Faktor penghambat Perma Nomor 02 Tahun 2012 yang paling dominan
adalah faktor penegakan hukum yang kurang memahami isi dari Perma 02 Tahun
2012 oleh karena itu para penegak hukum lebih dominan menggunakan KUHP.
Ega Gamalia
Saran dalam penelitian ini adalah aparat penegak hukum khususnya pihak
kepolisian dalam penyelesaian perkara tipiring turut mempertimbangkan dengan
memberlakukan secara efektif ketentuan Perma Nomor 02 Tahun 2012, dan
substansi Perma No 02 Tahun 2012 ini dinaikan menjadi peraturan perundang-
undangan lain yang lebih mencangkup peradilan yang lebih luas misalnya sebagai
peraturan perundang-undangan dan KUHP sudah waktunya untuk diperbaharui
substasinya agar dapat menyelesaikan perkara pidana yang muncul sesuai dengan
kondisi yang terjadi sekarang.
Kata Kunci : Implementasi, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun
2012, Penadahan1512011230 EGA GAMALIA-2022-04-20T05:04:40Z2022-04-20T05:04:40Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58369This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/583692022-04-20T05:04:40ZPERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA
TERHADAP PELAKU PENYIMPANGAN SEKSUAL PEDOFILIA
(Studi Putusan No. 197/Pid.Sus/2018/PN.GnS)Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegak dan
berfungsinya norma hukum secara nyata dalam kehidupan masyarakat. Pedofilia
merupakan suatu aktivitas seksual yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap
anak di bawah umur untuk menjadi pasangan orang dewasa. Di Kabupaten
Lampung Tengah terdapt seorang pelaku penyimpangan seksual yang telah diadili
oleh putusan pengadilan No. 197/Pid.Sus/2018/PN.GnS. Permasalahan yang
diteliti penulis adalah Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hukum hakim
dalam menjatuhkan pidana pada Putusan Nomor Putusan No
197/Pid.Sus/2018/PN.GnS dan Apakah putusan pengadilan pada perkara No
197/Pid.Sus/2018/PN.GnS telah sesuai dengan pertanggungjawaban pidana.
Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis
normatif dan pendekatan yuridis empiris. data yang digunakan berupa data primer
dan data sekunder. metode pengumpulan data dalam penelitian ini ialah
kepustakaan dan penelitian lapangan. Analis data yang digunakan analisis data
kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan: Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan
pidana terhadap pelaku tindak pidana melakukan tipu muslihat membujuk anak
melakukan persetubuhan dengannya. dalam Putusan Nomor 197/ PID.SUS/ 2018/
PN.GnS. berdasarkan Dakwaan penuntut umum, keterangan saksi, surat dan
keterangan terdakwa (Pasal 183 dan Pasal 184 KUHP) serta memperhatikan
hukum yang hidup dimasyarakat. Sementara itu berdasarkan hal-hal yang
memberatkan dan meringankan Pelaksanaan Putusan Nomor
197/PID.SUS/2018/PN. Pelaksanaan Putusan Pengadilan Nomor:
197/Pid.SuS/2018/PN.GnS telah sesuai dengan teori pertanggungjawaban pidana
yakni menyatakan bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Pada diri terdakwa tidak ditemukan cacat mental atau kelainan jiwa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44 KUHP. Perbuatan terdakwa yang melakukan
persetubuhan terhadap dua anak korban telah memenuhi unsur delik yang termuat
dalam Pasal 81 ayat (2) ayat (5) Jo Pasal 76D Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 17 tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan
Elgidhea Andreta
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2016 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Penulis menyarankan hakim yang berwenang untuk mempertimbangkan Perppu
Nomor 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23
tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang salah satunya adalah hukuman kebiri
kimia (chemical castration) ) dan pemasangan alat pendeteksi elektronik bagi
pelaku penyimpangan seksual pedofilia. Serta Perlu menjadi tanggung jawab
bersama bagi pemerintah, aparat penegak hukum, orang tua dan masyarakat untuk
mencegah terjadinya tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku penyimpangan
seksual pedofilia terhadap anak, maka hal yang penting dilakukan adalah
meningkatkan pendidikan moral dan agama yang kuat pada masing masing
individu, mengawasi anak dengan intensif dan menjakatuhkan anak dari pengaruh
kehidupan yang tidak baik.
Kata kunci: Putusan Hakim, Pertanggungjawaban Pidana, Pedofilia1512011333 Elgidhea Andreta-2022-04-20T05:04:36Z2022-04-20T05:04:36Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58364This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/583642022-04-20T05:04:36ZANALISIS KRIMINOLOGIS KEJAHATAN PENGANIAYAAN OLEH
PETUGAS LEMBAGA PEMASYARAKATAN KEPADA NARAPIDANA
(Studi di Lembaga Pemasyarakatan Merah Mata Klas IA Palembang)Correctional Institutions as a place for fostering and improving prisoners are
expected to function as they should so that they can deal with crime in the
community as mandated in Law No. 12 of 1995 concerning Corrections.
Penitentiary has a very strategic role in the framework of fostering human
resources, the implementation of fostering Prisoners including how conducive
conditions are created in carrying out their duties in Correctional Institutions
(Lapas). But in fact many Prisoners actually commit new crimes within the
Penitentiary. The problems of this thesis are: 1. What are the factors that cause the
criminal acts of persecution by Penitentiary in the Penitentiary Class IAMerah
Mata Palembang? 2. What is the effort to deal with the Criminal Act of Abuse by
Penitentiary Officers in the Red Eye Class IA Penitentiary in Palembang? The
researcher uses a juridical normative and empirical juridical approach. The
sources and types of data in this study are primary data obtained from field studies
with interviews at Penitentiary Class IA Red Eye Palembang and academics in the
Criminal Law Section of the Faculty of Law, University of Lampung. And secondary
data obtained from library research. the factors causing the crimes of mistreatment
are carried out by prison officers to caused by 2 factors, namely: internal (internal)
and external (external) factors. Factors from within namely, lack of ability to adapt,
and emotional level factors, factors from outside namely, economic factors, and
environmental factors inadequate room capacity, weak security in Correctional
Institutions
Keywords: Persecution, Prisoners, Penitentiar
Lembaga Pemasyarakatan sebagai tempat pembinaan dan perbaikan terhadap para
narapidana diharapkan dapat berfungsi sebagaimana mestinya sehingga dapat
menanggulangi kejahatan dalam masyarakat sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-undang No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakataan. Pemasyarakatan
memiliki peranan yang sangat strategis dalam rangka pembinaan sumber daya
manusia, pelaksanaan pembinaan Narapidana termasuk bagaimana terciptanya
keadaan kondusif dalam pelaksanaan tugas di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).
Namun pada kenyataanya banyak Narapidana yang justru melakukan tindak pidana
baru di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Adapun permasalahanya: Apakah faktor
penyebab terjadinya tindak pidana penganiayaan oleh Petugas Lemabaga
Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IAMerah Mata Palembang ?
Bagaimanakah upaya penanggulangan terhadap Tindak Pidana Penganiayaan oleh
Petugas Lembaga Pemasyaraktan di LembagaPemasyarakatan Kelas IA Merah
Mata Palembang?
Penulis menggunakan pendekatan secara yuridis normatif dan yurudis empiris.
Adapun sumber dan jenis data dalam penelitian ini adalah data primer yang
diperoleh dari studi lapangan dengan wawancara di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas IA Merah Mata Palembang dan kalangan Akademisi Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung. Dan data sekunder diperoleh dari studi
kepustakaan.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diketahui bahwa faktor
penyebab kejahatan penganiayaan dilakukan oleh petugas lembaga pemasyarakatan
kepada narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Merah Mata Kelas IA Palembang
disebabkan oleh 2 faktor yaitu : faktor penyebab dari dalam (internal) dan faktor
dari luar (eksternal). Faktor dari dalam yaitu, kurang memiliki kemampuan
penyesuaian diri, dan faktor tingkat emosional, faktor dari luar yaitu, faktor
ekonomi,dan faktor lingkungan kapasitas kamar yang tidak memadai, lemahnya
keamanan dalam Lapas. Upaya menanggulangi tindak pidana penganiayaan oleh
Petugas Lembaga Pemasyaraktan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IA Merah
Mata Palembang ialah dengan melakukan cara preventif dan represif. Preventif
upaya yang dilakukan ialah dengan cara penggeledahan baik yang bersifat rutinitas
maupun insidentil dan mengupayakan pendekatan keamanan dan ketertiban.
Represif upaya yang dilakukan yaitu dengan memeriksa penghuni yang terindikasi
Duwi Ulandari
melakukan ganguan keamanan dan ketertiban. Adapun saran dalam penelitian ini
adalah untuk menunjang penanggulangan kejahatan yang dilakukan oleh petugas
pemasyarakatan kepada narapidana , Lapas perlu di dukung dengan sarana dan
prasarana yang cukup begitu pula dengan peningkatan kualitas SDM (sumber daya
manusia). Hendaknya pihak Lapas perlu meningkatkan kerja sama dengan pihak
instansi lainya dalam hal pengamanan keamanan dan ketertiban di Lapas.
Meingkatkan skill individu tentunya guna menunjang keberhasilan keamanan, dan
juga perlunya perubahan infrastruktur gedung lapas yang lebih besar, untuk
menciptakan keadaan lapas yang lebih tertib dan damai, bentuk pencegahan seperti
penggeledahan perlu ditingkatkan.
Kata kunci : Penganiayaan , Narapidana, Lembaga1512011123 DUWI ULANDARI-2022-04-20T05:04:33Z2022-04-20T05:04:33Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58359This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/583592022-04-20T05:04:33ZANALISIS PENEGAKAN SANKSI PIDANA TERHADAP PERUSAHAAN
YANG MEMBAYAR UPAH TENAGA KERJA DIBAWAH UPAH
MINIMUM KABUPATEN/KOTAUpah adalah hak pekerja atau karyawan yang diterima dan dinyatakan dalam
bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja
yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja atau peraturan
perundang-undangan, adanya sanksi pidana terhadap perusahaan yang membayar
upah minimum serta minimnya penegakan sanksi pidana terhadap perusahaan
yang membayar upah buruh dibawah upah minimum, Penegakan sanksi pidana
terhadap perusahaan (pengusaha) yang melakukan pemberian upah tenaga kerja di
bawah upah minimum, ternyata tidak menyurutkan perbuatan pidana tersebut
untuk tidak terulang, sebagai contoh yang terjadi di Provinsi Lampung.
Berdasarkan latar belakang tersebut yang menjadi permasalahan dalam penelitian
ini adalah Bagaimanakah Penegakan Sanksi Pidana Terhadap Perusahaan Yang
Membayar Upah Tenaga Kerja DiBawah Upah Minimum Kabupaten/Kota dan
Faktor – Faktor Apa Saja Yang Menghambat Penegakan Sanksi Pidana Terhadap
Perusahaan Yang Membayar Upah Tenaga Kerja DiBawah Upah Minimum
Kabupaten/Kota
Pendekatan masalah dalam skripsi ini adalah pendekatan yuridis normatif dan
yuridis empiris. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah data primer dan
data sekunder. Penentuan narasumber dilakukan dengan wawancara dengan
responden. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi
lapangan. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai permasalahan yang
diajukan dalam skripsi ini, diperoleh kesimpulan bahwa perusahaan melanggar
ketentuan Upah Minimum Kabupaten/Kota, maka pekerja dapat menempuh upaya
pidana yakni melaporkan ke pihak pegawai pengawas ketenagakerjaan pada Dinas
Tenaga Kerja apabila setelah dilakukan pemeriksaan ternyata ditemukan adanya
tindak pidana, maka pegawai pengawas memberikan nota pembinaan apabila
dalam proses pembinaan ternyata tidak dilaksanakan maka pegawai pengawas
melakukan kordinasi dengan pihak kepolisian untuk dilakukan penyidikan. Faktor
penghambatnya adalah adanya kepincangan dari substansi UU No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan. Jumlah pengawas ketenagakerjaan di Provinsi Lampung
Dirham Fathurusi
tidak sebanding dengan jumlah Perusahaan yang diawasi. Minimnya fasiltas dan
sarana yang ada di Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Lampung. Masyarakat
khususnya pekerja/buruh belum mengetahui sarana pidana. Kurangnya kesadaran
masyarakat atas pentingya penegakan hukum di bidang ketenagakerjaan.
Saran dalam penelitian ini adalah Kepada Dinas Ketenagakerjaan Provinsi
Lampung, hendaknya meningkatkan sosialisasi kepada perusahaan mengenai
ketentuan Upah Minimum Kabupaten/Kota. Sehingga perusahaan dapat mengerti
akan kewajibannya untuk melaksanakan upah minimum sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Kepada Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Lampung, kedepannya
perlu meningkatkan kuantitas dan kualitas Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan.
Hal ini diperlukan untuk memaksimalkan pengawasan terhadap pelaksanaan Upah
Mimimum Kabupaten/Kota (UMK).
Kata Kunci: Analisis, Penegakan, Sanksi Pidana, Perusahaan, Upah.1412011116 DIRHAM FATHURUSI-2022-04-20T03:22:50Z2022-04-20T03:22:50Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58641This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/586412022-04-20T03:22:50ZANALISIS KRIMINOLOGIS KEJAHATAN PENGGELAPAN DALAM
JABATANKejahatan penggelapan dalam jabatan merupakan suatu kejahatan orang yang
penguasaannya terhadap barang karena ada hubungan kerja yang dianggap
tindakan berbuat sewenang-wenang terhadap orang atau perusahaan. Ada
beberapa kasus penggelapan dalam jabatan yang terjadi di Bandar Lampung
antara lain kasus penggelapan dalam jabatan yang dilakukan oleh Lianawati di
PT. Bumi Waras dan kasus penggelapan dalam jabatanyang dilakukan oleh
Sugiyono di PT. Nestle. Kejahatan yang terjadi didalam tersebut diatas tidak
terjadi begitu saja dapat terjadi karena ada beberapa faktor yang menjadi
penyebabnya, maka berdasarkan latar belakang diatas penulis melakukan
penelitian dan mengkaji lebih lanjut dan menulis skripsi ini dengan permasalahan:
1)Apakah faktor penyebab terjadinya Kejahatan Penggelapan dalam Jabatan?
2)Bagaimanakah upaya penanggulangan Kejahatan Penggelapan dalam Jabatan?
Pendekatan masalah dalam skripsi ini adalah pendekatan yuridis normatif dan
yuridis empiris. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah data primer dan
data sekunder. Penentuan narasumber dilakukan dengan wawancara dengan
responden. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi
lapangan. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh kesimpulan bahwa
faktor-faktor penyebab pelaku melakukan kejahatan penggelapan dalam jabatan
yaitu, disebabkan dari dalam jiwa seseorang dan dari luar jiwa seseorang, dari
dalam karena faktor jiwa yang tidak stabil cenderung tidak punya pendirian suka
ikut-ikutan dalam bergaul, dan faktor dari luar karena dari lingkungan antar
kawan yang salah bergaul. Upaya-upaya yang dilakukan untuk menanggulangi
kejahatan penggelapan dalam jabatan adalah dengan upaya penal dan non-penal
.Kedua upaya tersebut seharusnya direncanakan dan dilakukan dengan sebaik dan
seoptimal mungkin. Mengedepankan upaya yang bersifat nonpenal tentu akan
lebih membawa pengaruh positif terhadap usaha pencegahan kejahatan
penggelapan dalam jabatan, karena upaya nonpenal akan jauh lebih efisien
Ulfa Ulfia Permata
dibandingkan upaya-upaya yang dilakukan ketika sudah terjadi suatu tindak
kejahatan.
Saran dalam penelitian ini adalah perlunya kerjasama lebih kordinatif antara
aparat penegak hukum, organisasi masyarakat dan masyarakat untuk melakukan
pencegahan dan penanggulangan kejahatan dalam jabatan. Kepolisian harus bisa
memaksimalkan kerjasama kepada seluruh instansi pemerintah, penegak hukum
dan masyarakat dalam melakukan pencegahan dan penegakan hukum terhadap
pelaku tindak pidana penggelapan dalam jabatan.
Kata Kunci: Kriminologis, Penggelapan, Jabatan1512011025 Ulfa Ulfia Permata-2022-04-20T03:22:28Z2022-04-20T03:22:28Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58640This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/586402022-04-20T03:22:28ZANALISIS PELAKSANAAN HAK ASIMILASI NARAPIDANA WANITA
(Studi di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA
Way Hui Bandar Lampung)Pelaksanaan hak dan kewajiban sering kali dapat menimbulkan perselisihan.
Menggunakan hak secara berlebihan dengan tidak diimbangi oleh pelaksanaan
kewajiban yang baik dapat membawa kerugian bahkan dapat menimbulkan tindak
pidana. Sehingga untuk memulihkan hukum maka harus diberikan ancaman
sanksi yang berupa penghukuman. Narapidana yang menjalani masa hukuman di
Lembaga Pemasyarakatan seringkali dianggap tidak mempunyai hak apapun dan
diperlakukan secara tidak manusiawi karena mereka dianggap telah melakukan
suatu kesalahan ataupun kejahatan sehingga perbuatan mereka harus dibalas di
dalam Lapas. Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu Bagaimana
pelaksanaan hak asimilasi narapidana wanita dan Apakah faktor penghambat
pelaksanaan hak asimilasi narapidana wanita.
Metode yang digunakan di dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan metode
pendekatan yuridis normatif yang didukung pendekatan yuridis empiris yang
berupa dukungan dari para pakar hukum pidana dan penegak hukum sertta
pembuat Undang Undang untuk mendukung data yuridis normative.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan asimilasi bagi narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Way Hui seluruhnya
dilaksanakan di lingkungan lembaga pemasyarakatan, pemberian hak asimilasi
hanya diberikan kepada narapidana tindak pidana umum dan tipikor, program
asimilasi telah dijalankan sesuai prosedur yang diatur dalam Undang-undang.
Faktor yang menghambat pelaksanaan asimilasi di Lembaga Pemasyarakatan
Perempuan Kelas IIA Way Hui Bandar Lampung antara lain, masyarakat yang
sulit menerima kehadiran narapidana di lingkungannya, lamanya pengurusan
berkas untuk memperoleh izin asimilasi, serta kurangnya lembaga kerjasama
antara pihak Lembaga Pemasyarakatan dengan pihak ketiga dalam pelaksanaan
asimilasi kerja narapidana.
Adapun saran dari Penulis yaitu: Perlunya perhatian petugas Lapas dalam
pengurusan berkas izin asimilasi agar hasilnya efisien tidak banyak waktu yang
terbuang sehingga tidak merugikan narapidana, dan perlu diadakan sosialisasi
kepada masyarakat sehingga dapat merubah stigma negatif terhadap narapidana
yang berada di lingkungan masyarakat.
Kata kunci : Asimilasi, Narapidana, Wanita1212011336 Syahreza Arriatama-2022-04-20T03:22:04Z2022-04-20T03:22:04Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58638This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/586382022-04-20T03:22:04ZUPAYA POLRI DALAM MENANGGULANGI KEKERASAN SEKSUAL
TERHADAP ANAK
(Studi Kasus di Polsek Tanjung Karang Timur)Maraknya tindak kejahatan yang sering terjadi dimasyarakat salah satunya yang
membuat miris yaitu kekerasan seksual yang banyaknya terjadi pada anak-anak
dibuktikan dengan berdasarkan data statistik dari UPTD P2TP2A Provinsi Lampung
yang menunjukan adanya peningkatan yang signifikan terkait kekerasan seksual
terhadap anak dalam kurun waktu satu tahun saja. Makhluk kecil yang masih sangat
bergantung pada orang dewasa untuk selalu dibimbing dan dilindungi ini sering
menjadi target dari kejahatan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1)
Bagaimanakah upaya Polri dalam menanggulangi kekerasan seksual terhadap anak
(2) Apakah yang menjadi faktor penghambat Polri dalam upaya penanggulangan
kekerasan seksual terhadap anak.
Metode penelitian ini penulis melakukan dua pendekatan yaitu pendekatan yuridis
normatif dan pendekatan yuridis empiris. Narasumber penelitian ini terdiri dari
Penyidik Polsek Tanjung Karang Timur, Tim UPTD P2TP2A Provinsi Lampung dan
Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Prosedur
pengumpulan data dalam penulisan penelitian ini dengan cara studi kepustakaan dan
lapangan. Data yang diperoleh dikelola dengan menggunakan metode induktif.
Berdasarkan hasil penelitian di Polsek Tanjung Karang Timur dapat diketahui bahwa:
upaya Polri dalam menanggulangi kekerasan seksual terhadap anak dilakukan melalui
(1) Upaya Pre-emtif yaitu, dilakukan dengan sosialisasi terhadap masyarakat maupun
anak-anak untuk pencegahan kekerasan seksual yang marak terjadi pada anak agar
berpartisipasi aktif menjaga keamanan dan dan mencegah serta mengantisipasi
terjadinya kekerasan seksual terhadap anak.(2) Upaya Preventif dilakukan oleh
petugas dengan aktivitas
Stella marsha
rutin yang dilakukan kepolisian untuk upaya pencegahan yakni dengan melaksanakan
patroli dan kegiatan hunting untuk mengantisipasi segala tindak kejahatan terutama
kekerasan seksual terhadap anak yang marak terjadi dalam upaya penanggulangan
dan pencegahan kekerasan seksual terhadap anak (3) Upaya Represif, yaitu
dilakukan oleh pihak kepolisian dengan memberikan sanksi tegas kepada pelaku serta
memberikan pembinaan kepada pelaku selama menjalani masa hukuman.
Tahapannya yaitu antara lain penyelidikan, penyidikan, penuntutan sampai
dilaksanakannya pidana. Faktor penghambatnya yaitu, rendahnya kesadaran
masyarakat untuk terlibat dalam upaya menjaga dan memelihara Kamtibmas dapat
menjadi pemicu maraknya kasus-kasus kriminalitas di masyarakat peran masyarakat
dalam memberikan informasi.
Saran yang dapat penulis berikan adalah (1) Pemerintah hendaknya lebih
meningkatkan kualitas dalam bidang sarana dalam fasilitas agar lebih cepat dan
efisien dalam melakukan suatu penyidikan serta memberikan sanksi yang tegas
terhadap para penjual yang menjual bebas minuman keras sehingga dapat dijangkau
dengan mudah oleh anak-anak. (2) Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) khusus
perempuan dan anak lebih aktif dalam memberikan sosialisasi ke kelurahan-
kelurahan, terutama ke sekolah-sekolah yang sasaran nya sendiri banyak merupakan
anak-anak .
Kata Kunci : Upaya Polri, Menanggulangi Kekerasan, Seksual Anak1542011100 STELLA MARSHA-2022-04-20T03:21:42Z2022-04-20T03:21:42Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58636This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/586362022-04-20T03:21:42ZIMPLEMENTASI HAK TERSANGKA/TERDAKWA MENURUT PASAL
52 KUHAP PADA PERKARA PIDANA DALAM RANGKA MENCARI
KEBENARAN MATERIILHak berdasarkan Pasal 52 bagi tersangka/terdakwa yang memberikan jaminan
(adanya kebebasan) untuk tidak memberi keterangan yang dapat memberikan atau
merugikan dirinya, sehingga tidak perlu menjawab setiap pertanyaan yang
diajukan kepadanya. Adapun alasan rasional dari hak tersebut, karena sistem
Hukum Acara Pidana yang dianut adalah meletakan pembuktian kepada penuntut
umum (burden of proof) bukan kepada tersangka/terdakwa. Tersangka/terdakwa
dapat saja tidak menjawab pertanyaan atau berdiam diri atas peratanyaan yang
dapat dianggap menjadi alat bukti bagi pemeriksa karena dapat memperberat
tersangka/terdakwa atas keterangan yang diberikan. Berdasarkan latar belakang
tersebut yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah
Implementasi Hak Tersangka/Terdakwa Menurut Pasal 52 KUHAP Pada Perkara
Pidana Dalam Rangka Mencari Kebenaran Materiil dan Faktor apa saja yang
menghambat dan mendukung Hak Tersangka/Terdakwa menurut Pasal 52
KUHAP Pada Perkara Pidana Dalam Rangka Mencari Kebenaran Materiil
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris.
Jenis data terdiri dari data primer dan sekunder. Narasumber terdiri dariHakim
Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Jaksa Kejaksaan Tinggi Lampung, Advokat
Lembaga Bantuan Hukum dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum
Universitas Lampung. Analisis data menggunakan analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa
implemtasi Hak Tersangka/Terdakwa di dalam proses komunikasi pengetahuan
antara tersangka/terdakwa dengan penegak hukum jaksa atau hakim di lain pihak
ability atau pengetahuan para pihak terutama terdakwa sangat berperan dalam
usaha untuk mendapkan kebenaran materiil dalam suatu perkara, dikarenakan
kurangnya waktu dan terdapat ketidak seimbangan pengetahuan antara terdakwa
dengan penegak hukum jaksa atau hakim di lain pihak adalah merupakan
kesulitan dalam proses persidangan.Faktorpenghambatnya adalah kurangnya
tingkat ability atau pengetahuan para pihak terutama tersangka/terdakwa sangat
berperan dalam usaha untuk mendapatkan kebenaran materil dalam suatu perkara.
Sonia Septiana Gusri
Adapun saran yang diberikan penulis yaitu penegak hukum (hakim dan jaksa)
diharapkan mempunyai waktu dalam proses komunikasi dengan tersangka atau
terdakwa dari sudut Hak Asasi Manusia untuk meminta keterangan dalam
mencari kebenaran materil dan diharapkan pula perbedaan pengetahuan tentang
hukum antara penegak hukum (hakim dan jaksa) dan tersangka atau terdakwa
tidak dijadikan alat oleh penegak hukum tersebut untuk tidak mendapatkan
kejelasan informasi dari tersangka dalam mencari kebenaran materiiil.
Kemudian Hakim bersifat aktif mencari kebenaran yang menurut fakta yang
sebenarnya, bukan menurut apa yang dikemukakan oleh jaksa penuntut umum
maupun penasihat hukum terdakwa.
Kata kunci: Implementasi, Hak Tersangka/Terdakwa, Perkara Pidana,
Kebenaran Materiil1512011086 SONIA SEPTIANA GUSRI-2022-04-20T03:21:14Z2022-04-20T03:21:14Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58635This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/586352022-04-20T03:21:14ZKOORDINASI ANTARA KEPOLISIAN DENGAN DINAS KOMUNIKASI
DAN INFORMATIKA DALAM UPAYA PENANGGULANGAN KEJAHATAN
PENYEBARAN KONTEN ASUSILA BERMUATAN LESBIAN, GAY,
BISEKSUAL DAN TRANSGENDER MELALUI MEDIA SOSIALUpaya Kepolisian dalam penanggulangan kejahatan penyebaran konten asusila
bermuatan Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender Melalui Media Sosial (LGBT)
memerlukan koordinasi dengan instansi lain, sehingga upaya tersebut dapat
dilaksanakan secara optimal. Permasalahan penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah
koordinasi antara Kepolisian dengan Dinas Komunikasi dan Informatika dalam
penanggulangan kejahatan penyebaran konten asusila bermuatan Lesbian, Gay,
Biseksual dan Transgender melalui media sosial? (2) Apakah faktor-faktor
penghambat koordinasi antara Kepolisian dengan Dinas Komunikasi dan Informatika
dalam penanggulangan kejahatan penyebaran konten asusila bermuatan Lesbian, Gay,
Biseksual dan Transgender melalui media sosial?
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridis empiris,
dengan sumber data sekunder yang dikumpulkan melalui studi pustaka. Narasumber
terdiri dari Penyidik pada Polresta Bandar Lampung, Pegawai pada Dinas
Komunikasi dan Informatika Kota Bandar Lampung dan Dosen Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Koordinasi antara Kepolisian dengan Dinas
Komunikasi dan Informatika dalam penanggulangan kejahatan penyebaran konten
asusila bermuatan LGBT melalui media sosial dilaksanakan dalam bentuk pertukaran
informasi mengenai adanya konten yang melanggar hukum. Dinas Komunikasi dan
Informasi Kota Bandar Lampung menyampaikan kepada Kepolisian dalam hal
menemukan adanya konten tersebut. Pihak Kepolisian menyampaikan kepada Dinas
Komunikasi dan Informasi yang selanjutnya diajukan rekomendasi pemblokiran situs
atau akun yang menyebarkan konten asusila bermuatan LGBT oleh Kementerian
Komunikasi dan Informasi (2) Faktor-faktor yang menjadi penghambat koordinasi
antara Kepolisian dengan Dinas Komunikasi dan Informatika dalam penanggulangan
kejahatan penyebaran konten asusila bermuatan LGBT melalui media sosial terdiri
dari faktor hukum, faktor penegak hukum, faktor sarana dan fasilitas dalam
penegakan hukum, faktor masyarakat dan faktor budaya. Dari kelima faktor tersebut,
maka faktor yang paling dominan adalah faktor penegak hukum, yaitu tidak semua
penegak hukum (penyidik) memiliki penguasaan teknologi yang memadai dalam
menanggulangi penyebaran konten asusila bermuatan LGBT melalui media sosial.
Robiyan
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Diperlukan komitmen dalam penegakan hukum
terhadap kejahatan penyebaran konten asusila bermuatan LGBT melalui media sosial
(2) Diperlukan sinergi antara kesadaran hukum dan kesadaran moral dari masyarakat
dalam penanggulangan kejahatan penyebaran konten asusila bermuatan LGBT
melalui media sosial.
Kata Kunci: Penanggulangan, Konten Asusila, Media Sosial1512011008 ROBIYAN -2022-04-20T03:20:33Z2022-04-20T03:20:33Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58632This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/586322022-04-20T03:20:33ZPERAN KEPOLISIAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA
PEMALSUAN DOKUMEN TENAGA KERJA WANITA SEBAGAI
PERSYARATAN BEKERJA DI LUAR NEGERI
(Studi pada Kepolisian Daerah Lampung)Salah satu tindak pidana yang terjadi dalam kehidupan masyarakat adalah
pemalsuan dokumen Tenaga Kerja Wanita (TKW) sebagai persyaratan bekerja di
luar negeri. Penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) saat ini
terus menjadi sorotan. TKI sering dijadikan obyek perdagangan manusia, kerja
paksa, korban kekerasan, kesewenang-wenangan, kejahatan atas hak asasi
manusia. Permasalahan penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah peran Kepolisian
Daerah Lampung dalam penyidikan tindak pidana pemalsuan dokumen tenaga
kerja wanita sebagai persyaratan bekerja di luar negeri? (2) Apakah faktor-faktor
yang menghambat peran Kepolisian Daerah Lampung dalam penyidikan tindak
pidana pemalsuan dokumen tenaga kerja wanita sebagai persyaratan bekerja di
luar negeri?
Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis
normatif dan pendekatan yuridis empiris. Narasumber terdiri dari penyidik Polda
Lampung, Pegawai Dinas Tenaga Kerja Provinsi Lampung dan dosen hukum
pidana Fakultas Hukum Universita Lampung. Pengumpulan data dilakukan
dengan teknik studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dalam penelitian ini
adalah analisis kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan: (1) Peran Kepolisian dalam
penyidikan tindak pidana pemalsuan dokumen tenaga kerja wanita sebagai
persyaratan bekerja di luar negeri termasuk dalam peran normatif, ideal dan
faktual. Peran normatif dilaksanakan peraturan perundang-undangan, khususnya
Undang-Undang Kepolisian dan Hukum Acara Pidana. Peran ideal dilaksanakan
dalam rangka mencapai tujuan penyidikan dan pelaksanaan tugas pokok
kepolisian. Peran faktual dilaksanakan berdasarkan kenyataan adanya kasus
pemalsuan dokumen tenaga kerja wanita sebagai persyaratan bekerja di luar
negeri terhadap 53 TKW ilegal oleh Tersangka M. Yasin dan Siti Mariyah di
Condet Jakarta Selatan. Peran ini dilaksanakan melalui proses penyidikan, yaitu
M. Fadjeri Ramadhan
serangkaian tindakan yang tempuh oleh penyidik dalam hal dan menurut cara
yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti
tentang tindak pidana pemalsuan dokumen tenaga kerja wanita sebagai
persyaratan bekerja di luar negeri. (2) Faktor-faktor penghambat peran Kepolisian
dalam penyidikan tindak pidana pemalsuan dokumen tenaga kerja wanita sebagai
persyaratan bekerja di luar negeri adalah: a) Faktor aparat penegak hukum, yaitu
secara kuantitas masih terbatasnya jumlah penyidik dan secara kualitas sumber
daya manusia b) Faktor sarana, yaitu tidak adanya tidak adanya sarana
laboratorium forensik di Polda Lampung c) Faktor masyarakat, yaitu masih
adanya ketakutan atau keengganan masyarakat untuk menjadi saksi dalam proses
penegakan hukum d) Faktor budaya, yaitu masih adanya nilai-nilai toleransi yang
dianut masyarakat untuk menempuh jalur di luar hukum positif untuk
menyelesaikan suatu tindak pidana.
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Penyidik Kepolisian Daerah Lampung
mengembangkan jaringan kerja sama dengan berbagai pihak dalam upaya
penanggulangan tindak pidana pemalsuan dokumen tenaga kerja. (2) Aparat
penegak hukum dan instansi terkait hendaknya menyelenggarakan penyuluhan
ketenagakerjaan kepada masyarakat khususnya yang tinggal di daerah pedesaan.
Kata Kunci: Peran Kepolisian, Penyidikan, Pemalsuan Dokumen, TKW1542011076 M. FADJERI RAMADHAN-2022-04-20T03:20:11Z2022-04-20T03:20:11Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58631This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/586312022-04-20T03:20:11ZUPAYA KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA
PENCURIAN KABEL PT.TELKOM
(Studi Kasus di Polsek Teluk Betung Selatan) Bentuk kejahatan yang saat ini meningkat ialah kriminalitas dalam bidang
pencurian, Pencurian kabel telkom termasuk di dalam tindak pidana pencurian
dengan pemberatan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah
upaya kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencurian kabel PT.
Telkom (2) Apakah yang menjadi faktor penghambat pihak kepolisian dalam
menanggulangi tindak pidana pencurian kabel PT. Telkom.
Metode penelitian dilakukan menggunakan pendekatan yuridis normatif dan
pendekatan yuridis empiris. Narasumber penelitian ini terdiri dari Penyidik
Kepolisian Teluk Betung Selatan, Pegawai Telkom dan Dosen Bagian Hukum
Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Prosedur pengumpulan data dalam
penulisan penelitian ini dengan cara studi kepustakaan dan lapangan. Analisis data
menggunakan analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diketahui bahwa: upaya
kepolisian dalam penanggulangan tindak pidana pencurian kabel PT. Telkom
dilakukan melalui (1) Upaya Pre-emtif yaitu, dilakukan dengan sosialisasi secara
berkesinambungan terhadap masyarakat mengenai manfaat kabel Telkom dan
dampak negatif jika disalahgunakan, edukasi kepada masyarakat bagaimana
pentingnya menjaga fasilitas sarana umum, upaya Pre-emtif yang dilakukan Sat
Unit Binmas dengan cara himbauan kepada masyarakat, penyuluhan hukum untuk
mencapai kadar kesadaran hukum yang tinggi dalam masyarakat. (2) Upaya
Preventif yaitu, sebelum terjadi kejadian tersebut pihak kepolisian melaksanakan
patroli dan kegiatan hunting untuk mengantisipasi segala tindak kejahatan. Unit
patroli melaksanakan patroli rutin pada jam-jam rawan. (3) Upaya Represif
dilakukan oleh pihak kepolisian dengan cara penanggulangan berupa penanganan
kejahatan yang sudah terjadi. Tahapannya yaitu antara lain upaya penyelidikan
oleh kepolisian, melakukan penindakan terhadap pelaku kejahatan, melakukan
penyidikan terhadap pelaku dan membuat laporan hasil berkas perkara.
Siti Aisyah
Faktor-faktor penghambat Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian kabel
PT. Telkom adalah : Faktor Penegak Hukum, yaitu polisi tidak bisa melakukan
pengawasan atau patroli pada setiap lokasi atau tempat dalam waktu yang
bersamaan, dikarenakan keterbatasan personil kepolisian. Faktor sarana dan
prasarana, kurangnya kendaraan operasional yang dimilki oleh kepolisian Teluk
Betung Selatan sehingga menyulitkan pihak kepolisian dalam melakukan
kegiatan/operasi. Faktor Mayarakat, ketidakterbukaan masyarakat dalam
memberikan informasi serta belum adanya sistem hukum yang menjamin
perlindungan terhadap saksi
Saran yang dapat penulis berikan adalah (1) Agar pihak telkom mempunyai teknik
atau metode dengan meningkatkan keamanan dengan menggunakan alat
deteksi/CCTV. (2) Seluruh Stakeholder/badan pemerintah atau swasta harus
meningkatkan koordinasi antar lembaga terutama dari pihak Kepolisian sebagai
penegak hukum.
Kata Kunci : Upaya Penanggulangan, Kepolisian, Pencurian kabel1512011033 SITI AISYAH-2022-04-20T03:19:41Z2022-04-20T03:19:41Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58619This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/586192022-04-20T03:19:41ZPERAN UNIT IDENTIFIKASI DALAM MEMBANTU PROSES
PENYELIDIKAN TINDAK PIDANA PEMBOBOLAN ANJUNGAN TUNAI
MANDIRI (ATM)
(Studi Kasus di Polresta Bandar Lampung)Tindak pidana pencurian saat ini terjadi disetiap lingkungan masyarakat dengan
berbagai modus dan cara yang dilakukan oleh pelaku salah satunya melalui
pembobolan Anjungan Tunai Mandiri (ATM). Untuk mengungkap suatu tindak
pidana tersebut, terdapat satu unit khusus yang menjadi ujung tombak kepolisian
untuk mengumpulkan bukti guna membantu para penyidik dalam proses
penyelidikan, unit ini disebut unit identifikasi atau INAFIS (Indonesia Automatic
Fingerprint Identification System) yaitu satuan kerja dibawah kendali Satuan
Reserse Kriminal Polresta Bandar Lampung sebagai bantuan teknis penyidik
dalam rangka penyelidikan dan penyidikan tindak pidana yang memiliki
pengetahuan dan sarana yang memadai untuk dapat dilakukan pengungkapan
tindak pidana. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah peran
unit identifikasi dalam membantu proses penyelidikan tindak pidana pembobolan
Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dan apakah faktor penghambat unit identifikasi
dalam membantu proses penyelidikan tindak pidana pembobolan Anjungan Tunai
Mandiri (ATM).
Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridis empiris.
Narasumber penelitian terdiri dari anggota Unit Identifikasi Polresta Bandar
Lampung, Penyidik Polresta Bandar Lampung dan Akademisi Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pengumpulan data dilakukan dengan studi
pustaka dan studi lapangan, selanjutnya data dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan ini menunjukkan peran unit identifikasi dalam
membantu proses penyelidikan tindak pidana pembobolan Anjungan Tunai
Mandiri (ATM) termasuk dalam peran normatif dan faktual. Peran normatif
dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan, khususnya UndangUndang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Peran faktual dilaksanakan berdasarkan fakta yang terjadi lapangan, yaitu
dilakukan dengan langkah-langkah dimulai dengan menerima laporan,
mendatangi tempat kejadian perkara (TKP), mengadakan olah TKP, pemotretan
dan pengambilan sidik jari latent (jika ditemukan), melakukan pemeriksaan dan
perbandingan sidik jari serta membuat berita acara pemeriksaan untuk dikirim ke
penyidik yang berwenang. Faktor-faktor yang menghambat peran unit identifikasi
dalam membantu proses penyelidikan tindak pidana pembobolan ATM terdiri
dari: Faktor penegak hukum, yaitu kurangnya kualitas dan kuantitas petugas
identifikasi Polresta Bandar Lampung. Faktor sarana dan fasilitas, yaitu minimnya
peralatan yang mendukung identifikasi dan keterbatasan data masyarakat di
database kepolisian. Faktor masyarakat, yaitu minimnya pengetahuan masyarakat
tentang olah TKP sehingga merusak keaslian TKP. Faktor masyarakat merupakan
faktor yang paling dominan yang menjadi penghambat unit identifikasi dalam
membantu proses penyelidikan tindak pidana pembobolan ATM.
Saran dalam penelitian ini adalah: Aparat kepolisian khususnya unit identifikasi
diharapkan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas petugas identifikasi,
melengkapi sarana dan fasilitas pendukung identifikasi, serta meningkatkan
kerjasama dengan masyarakat sehingga dalam proses penyelidikan tindak pidana
dapat terlaksana dengan maksimal. Diharapkan kepada masyarakat agar segera
melakukan perekaman e-KTP (Kartu Tanda Penduduk) dikarenakan ketersediaan
data ini sangat penting sebagai data sidik jari pembanding dalam mencocokkan
hasil dari penyelidikan khususnya sidik jari yang ditemukan di TKP yang sangat
dimungkinkan adalah pelaku tindak pidana.
Kata Kunci: Peran Unit Identifikasi, Penyelidikan, Pembobolan ATM1512011221 SHINTA AMELIA-2022-04-20T03:19:13Z2022-04-20T03:19:13Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58615This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/586152022-04-20T03:19:13ZPENANGANAN PERKARASALVAGE (PEMOTONGAN BESI)
TANPA IJIN DIPERAIRAN LAUT LAMPUNG
(Studi Kasus Ditpolair Polda Lampung)Salvage adalah Pekerjaan untuk memberikan pertolongan terhadap kapal dan
muatan yang mengalami kecelakaan kapal atau dalam keadaan bahaya di perairan
termasuk mengangkut kerangka kapal atau rintangan di bawah air atau benda
lainnya yang ada di laut. ( Pasal 1 Angka 55 UU Nomor 17 Tahun 2008 Tentang
Pelayaran ) Karena setiap melakukan kegiatan itu harus ada izin dari pihak yang
berwenang, oleh karena itu sudah menjadi tanggung jawab Ditpolair, karena
ditpolair bertugas sebagaimana Peraturan kepolisian Negara Republik Inonesia
Nomor 22 Tahun 2010 tentang susunan Organisasi dan tata kerja pada tingkat
Kepolisian Daerah pada Pasal 202, Pasal 207, dan Pasal 208.
Kegiatan Salvage ini termasuk dalam jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib
Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan
Hidup (UKL-UPL) dan wajib izin lingkungan dalam rangka perlindungan dan
pengelolaan lingungan hidup. Permasalahan dalam skripsi ini adalah :
Bagaimanakah upaya kepolisian polda Lampung menangani perkara izin
(pemotongan besi) tanpa izin di perairan laut lampung ?, Apa sajakah faktorfaktor penghambat kepolisian Ditpolair polda lampung dalam penanganan perkara
Salvage (pemotongan besi) tanpa izin di perairan laut lampung ?
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan: Upaya
kepolisian perairan polda lampung dalam penanganan perkara
salvage(pemotongan besi) tanpa izin di perairan laut lampung yaitu dengan cara
upaya penyidikan oleh pihak kepolisian,melakukan cek tkp, (tempat kejadian
perkara), memeriksa saksi-saksi, memeriksa dan mengumpulkan data-data
perizinan, baik dri pt yang menggarap salvage,meningkaatkan pengawasan
perairan, upayaa patroli pencegahan. Dan faktor yang Menghambat Upaya
Kepolisian Perairan Polda Lampung Dalam Penanganan Perkara Slavage (
pemotongan besi ) Tanpa Izin Diperairan Laut Lampung adalah faktor sarana dan
prasarana, faktor tempat kejadian perkara (Tkp), faktor saksi-saksinya jaauh,
faktor masyarakat, faktor demografi dan geografis.
Saran penelitian ini adalah : Kepolisian perairan polda lampung (Ditpolair)
disarankan untuk melakukan penyidikan dengan sebaik-sebaiknya terhadap
pelaku tindak pidana Dalam Penanganan Perkara Salvage ( Pemotongan Besi )
Tanpa Izin Diperairan Laut Lampung dalam rangka mencapai efisiensi dan
efektifitas dalam sistem peradilan pidana, Kepolisian perairan polda lampung
mengembangkan jaringan atau pengawasan di perairan laut lampung supaya di
perairan laut lampung tidak terulang kembali, Hal ini diperlukan guna
mengantisipasi berkembangnya tindak pidana dalam penanganan kasus salvage,
izin lingkungan di perairan laut lampung. Dinas Lingkungan Hidup harus lebih
mengawasi / menyelidiki kasus yang masih mencangkup dengan Aturan UU yang
melangar atau masih ada hubungannya dengan dinas lingkungan hidup, apakah
dia melanggar tindak pidana dan kasus ini dalam dinas lingkungan menlanggar
aturan-aturan apa saja, supaya pihak kepolisiian dapat menyelesaikan kasus ini
dan dapat nyidiknya. Dan supaya tidak ada lagi perbuattan yang di lakukan seperti
ini supaya laut tidak tercemar lagi oleh kondisi kapal.
Kata Kunci: Penanganan, Perkara Salavage, Izin1542011082 Sherelyn Intan Permata Sari-2022-04-20T03:18:41Z2022-04-20T03:18:41Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58612This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/586122022-04-20T03:18:41ZANALISIS PENOLAKAN AUTOPSI MAYAT OLEH KELUARGA
DALAM PROSES PENYIDIKANKematian seseorang yang dianggap tidak wajar yang dapat dicurigai sebagai suatu
tindakan pidana diharuskan untuk dilakukan proses autopsi mayat. Autopsi adalah
suatu proses pemeriksaan medis pada tubuh jenazah guna mengetahui kebenaran
yang terjadi dalam kematian tersebut. Namun didalam prosesnya terdapat kendala
yang dapat menghambat jalannya proses autopsi yakni keluarga korban yang tidak
mengizinkan mayat keluarganya untuk dilakukan tindakan autopsi. Permasalahan
dalam penelitian skripsi ini yaitu mengenai alasan atau faktor-faktor yang menjadi
penolakan autopsi serta mengenai sanksi pidana bagi keluarga yang menolak
proses autopsi.
Penulis melakukan penelitian ini dengan menggunakan dua metode pendekatan
yaitu pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Metode pengumpulan data
dilakukan dengan menggunakan studi keperpustakaan dan hasil wawancara
sebagai data pendukung. Penulis melakukan wawancara di Polres Tanggamus dan
penulis mencoba melakukan wawancara ke keluarga korban. Data yang terkumpul
kemudian diolah dan dianalisa secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan yang didapat melalui wawancara, peneliti dapat
menyimpulkan bahwa keluarga adalah salah satu faktor penentu bisa atau
tidaknya proses autopsi ini dilakukan. Adapun faktor-faktor yang menjadi alasan
keluarga menolak proses autopsi adalah keluarga megganggap autopsi
bertentangan dengan agama, memakan banyak waktu dan biaya, takut akan
mutilasi, keluarga menolak karena beranggapan untuk menghargai tubuh mayat
dan kurangnya pengetahuan masyarakat dalam proses autopsi. Ditambah
minimnya pengetahuan masyarakat tentang autopsi, sehingga membuat keluarga
yang menolak proses autopsi tidak mengetahui bahwa tindakan tersebut
merupakan suatu tindak pidana dan dapat dijerat pasal 222 KUHP. Keluarga yang
menolak proses autopsi biasanya memberi surat pernyataan tertulis mengenai
penolakan autopsi tersebut. Pihak kepolisian pun telah menghimbau kepada
keluarga yang menolak agar tidak meminta pertanggung jawaban kepada pihak
kepolisian atau meminta pengusutan kasus tersebut.
Shabilla Ellestifani
Saran yang dapat penulis berikan antara lain adalah 1). Hendaknya pemerintah
dapat lebih mengenalkan kepada masyarakat mengenai prosedur autopsi dan
pentingnya proses autopsi guna membuat terang suatu perkara. Dengan diadakan
nya penyuluhan atau sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah bersama pihak
kepolisian, agar masyarakat mengetahui tentang pentingnya autopsi dan apabila
tidak memberikan izin untuk dilakukan nya suatu tindakan autopsi keluarga dapat
dikenakan pasal 222 KUHP. 2). Pihak kepolisian harus lebih tegas dalam
penerapan sanksi pidana dalam menangani kasus penolakan autopsi, agar tidak
adanya lagi kematian yang tidak diketahui apakah penyebabnya.
Kata kunci: Penolakan, Autopsi Mayat, Keluarga1542011075 Shabilla Ellestifani-2022-04-20T03:18:05Z2022-04-20T03:18:05Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58608This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/586082022-04-20T03:18:05ZANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN
PUTUSAN PIDANA SEUMUR HIDUP PADA PELAKU
TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH ANGGOTA TNI
(Studi Putusan Nomor 23-K/PMT-II/AD/VII/2016)Korupsi masih menjadi permasalahan yang serius di Indonesia karena korupsi
sudah menyebar di segala bidang dan sektor kehidupan masyarakat secara luas.
Korupsi sudah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak
ekonomi masyarakat. Tindak pidana korupsi dapat dilakukan oleh siapa saja,
sehingga tidak menutup kemungkinan tindak pidana korupsi dapat dilakukan oleh
oknum prajurit/militer yang selalu terlihat taat dan displin pada aturan yang
dibuat. Dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI
Pasal 7 Ayat (1), selanjutnya untuk setiap prajurit yang melakukan pelanggaran
hukum disiplin militer dapat dikenai sanksi displin berupa tindakan atau hukuman
disiplin. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian dengan
permasalahan: Bagaimanakah dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan
putusan pidana seumur hidup pada pelaku tindak pidana korupsi oleh anggota TNI
dan Apakah putusan hakim dalam penjatuhan pidana seumur hidup sudah sesuai
dengan keadilan substantif.
Pendekatan masalah dalam skripsi ini adalah pendekatan yuridis normatif dan
yuridis empiris. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah data primer dan
data sekunder. Penentuan narasumber dilakukan dengan wawancara dengan
responden. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi
lapangan. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif
Hal yang memberatkan terdakwa yaitu perbuatan terdakwa yang sudah merugikan
kepentingan militer dan dapat membahayakan sistem pertahanan negara. Majelis
hakim juga telah mempertimbangkan bahwa sanksi pidana yang dikenakan
terhadap terdakwa sudah memberikan efek jera, yaitu salah satunya penjara
seumur hidup Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana
seumur hidup pada pelaku tindak pidana korupsi oleh anggota TNI yakni
berdasarkan dasar pertimbangan yuridis dan non yuridis. Keadilan substantif
merupakan pandangan hakim dengan mempertimbangkan hal yang terjadi selama
proses persidangan dengan didukung dengan bukti-bukti yang meyakinkan hakim,
maka putusan dengan penjara seumur hidup sudah selayaknya dikenakan kepada
terdakwa kasus korupsi dalam hal ini adalah Teddy Hernayadi.
Saran dalam penelitian ini adalah: Kepada Hakim lain sebaiknya mengikuti jejak
Hakim Deddy Suryanto, yaitu hakim dapat bersikap tegas dalam menjatuhkan
sebuah putusan pidana khususnya tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh
anggota TNI. Sehingga diharapkan dengan adanya putusan ini dapat memberikan
efek jera dikemudian hari bagi terdakwa khususnya dan bagi masyarakat pada
umunya. Hakim yang menangani kasus tindak pidana korupsi yang diakukan oleh
anggota TNI, kedepannya harus berani melakukan diskresi untuk mencapai suatu
keadilan substantif.guna memenuhi rasa keadilan masyarakat.
Kata Kunci: Pertimbangan Hakim, Pidana Seumur Hidup, Korupsi, TNI1512011113 Septi Handayani-2022-04-20T03:17:31Z2022-04-20T03:17:31Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58605This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/586052022-04-20T03:17:31ZANALISIS PELAKSANAAN REHABILITASI TERHADAP ANAK
SEBAGAI KORBAN SODOMIRehabilitasi korban sodomi adalah suatu bentuk tindakan fisik dan psikologial
sebagai usaha untuk memperoleh fungsi dan penyesuaian diri secara maksimal
dan untuk mempersiapkan korban secara fisik, mental, dan sosial dalam
kehidupannya dimasa mendatang, tujuan rehabilitasi meliputi aspek medik,
psikologik, dan sosial. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah
pelaksanaan rehabilitasi terhadap anak sebagai korban sodomi? dan Apa saja
faktor penghambat pelaksanaan rehabilitasi terhadap anak sebagai korban
sodomi?
Pendekatan masalah dilakukan secara yuridis empiris yaitu dengan melakukan
penelitian langsung di lokasi penelitian dengan melihat, bertanya dan mendengar
dari pihak-pihak yang terkait. Sumber data yang di dapat dengan menggunakan
data primer dan data sekunder. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara
studi kepustakaan dan penelitian lapangan. Analisis data dalam penelitian ini
menggunakan analisis kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa pelaksanaan rehabilitasi
terhadap anak sebagai korban sodomi oleh Dinas Sosial Provinsi Lampung adalah
dengan membuat program yang diberi nama dengan Trauma Healling. Faktor
penghambat pelaksanaan rehabilitasi terhadap anak sebagai korban sodomi adalah
dari petugas yang belum profesional dalam melakukan rehabilitasi, baik
rehabilitasi psikologi maupun rehabilitasi vokasional dan rehabilitasi sosial.
Sarana dan prasarana yang kurang memadai di Dinas Provinsi Lampung dalam
melakukan rehabilitasi terhadap anak sebagai korban sodomi. Kurang siapnya
dana yang dianggarkan untuk kegiatan rehabilitasi anak sebagai korban sodomi.
Masyarakat yang cenderung mengucilkan anak sebagai korban sodomi.
Saran, bagi Dinas Sosial Provinsi Lampung hendaknya meningkatkan pelayanan
dan pemantauan khususnya dalam memerangi kasus kekerasan seksual terhadap
anak agar ketika ada kasus kekerasan yang terjadi dapat ditindak dengan cepat
serta meningkatkan upaya pencegahan kasus kekerasan seksual terhadap anak
baik melalui sosialisasi atau kegiatan-kegiatan pendukung lainnya.
Kata Kunci: Rehabilitasi, Anak, Korban Sodomi
Rehabilitation of victims of sodomy is a form of physical and psychological action
as an effort to obtain maximum function and adjustment and to prepare victims
physically, mentally and socially in their future lives, the purpose of rehabilitation
includes medical, psychological, and social aspects. The problem in this study is
how is the implementation of rehabilitation of children as victims of sodomy? and
What are the inhibiting factors for the rehabilitation of children as victims of
sodomy?
Approach to the problem is carried out in an empirical juridical way by
conducting research directly at the research location by looking, asking questions
and hearing from the parties concerned. Data sources obtained by using primary
data and secondary data. The procedure of data collection is done by means of
literature studies and field research. Data analysis in this study used qualitative
analysis.
The results of the research and discussion show that the implementation of
rehabilitation of children as victims of sodomy by the Lampung Provincial Social
Service is to create a program called Trauma Healing. The inhibiting factors for
the rehabilitation of children as victims of sodomy are those who have not been
professional in conducting rehabilitation, both psychological rehabilitation and
vocational rehabilitation and social rehabilitation. Inadequate facilities and
infrastructure at the Lampung Provincial Service in rehabilitating children as
victims of sodomy. The lack of funds allocated for the rehabilitation of children as
victims of sodomy. People who tend to exclude children as victims of sodomy.
Suggestions, for the Social Service of Lampung Province should improve services
and monitoring especially in combating cases of sexual violence against children
so that when cases of violence occur they can be dealt with quickly and increase
efforts to prevent cases of sexual violence against children either through
socialization or other supporting activities.
Keywords: Rehabilitation, Children, Victims of Sodomy1512011076 SEPTA ARIS MUNANDAR-2022-04-20T03:16:58Z2022-04-20T03:16:58Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58602This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/586022022-04-20T03:16:58ZPENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK
PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN
(Studi putusan No. 22/Pid.Sus-Anak/2018/PN Kot)Law enforcement for children as perpetrators of crime of theft with violence in
Indonesia is still weak. For example in the case of Noval aged 17 years with a
decision of 1 month and 15 days, the judge should also consider the principle of
justice for the community and victims. The problem in this study is how law
enforcement for children as perpetrators of criminal acts of theft with violence No.
22 / Pid.Sus-Son / 2018 / PN Kot? and what is the basis for judges' consideration
in alleviating the decisions of children as perpetrators of criminal acts of theft with
the violence of Case No. 22 / Pid.Sus-Son / 2018 / PN Kot? This study uses a
normative juridical approach and empirical jurisdiction. The type of data uses
secondary and primary data. Data analysis using qualitative analysis. The research
informants were the City Agung District Court Judge, Women's Empowerment
Office and Tanggamus Child Protection and Lecturer in Criminal Law Section at
the Law Faculty of the University of Lampung. Based on the results of the
research and discussion, the Supreme Court District Judge in ruling has been in
accordance with Law No. 35 of 2014 concerning Child Protection and Law No.11
of 2012 concerning the Child Criminal Justice System, and Article 71 Paragraph
(1) awarding a decision for 1 month and 15 days in prison, but according to the
author the judge should give criminal sanctions of more than 1 month 15 days, or
at least the same as the prosecutor's demands, because the perpetrator is 17 years
old at the age of the adult. The basis of the judge's consideration in alleviating the
verdict is that the child is young so that he is expected to correct his mistakes, and
the child is forthright in the trial so as to facilitate the trial. The suggestion in this
study is that judges in law enforcement should not be fixated on rules normatively
and can better understand the specific rules in the Child Criminal Justice System.
So that in law enforcement must be able to truly provide protection to children as
perpetrators as well as prioritizing justice for victims and the community
Keywords: Law Enforcement, Child Actor, Violence theft.1542011030 Sari Astuti-2022-04-20T03:15:04Z2022-04-20T03:15:04Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58597This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/585972022-04-20T03:15:04ZANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP PEREMPUAN YANG
MENJADI KORBAN KEKERASAN DALAM MASA PRA - NIKAHKekerasan adalah salah satu bentuk kejahatan sosial yang sangat sulit dihilangkan
didalam masyarakat.Salah satu persoalan yang sering muncul kepermukaan dalam
kehidupan masyarakat ialah tentang kekerasan terhadap perempuan dalam masa
pra nikah.Akibat dari terjadinya kekerasan terhadap perempuan dalam masa pra
nikah ini tentunya tidak lepas dari rasa cemburu, kurangnya komunikasi yang
akhirnya menimbulkan kesalah pahaman dan berakhir dengan melalukan
kekerasan. Dalam penulisan ini dibahas dua pokok permasalahan, pertama apakah
faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan dalam masa pra nikah?
Kedua, bagaimakah upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi terjadinya
kekerasan terhadap perempuan dalam masa pra nikah?
Pendekatan masalah dalam penelitian ini ialah menggunakan pendekatan yurudis
normatif dan pendekatan yuridis empiris, data yang digunakan adalah data primer
yang diperoleh dengan wawancara, serta data sekunder yang diperoleh dari studi
kepustakaan. Narasumber dalam penelitian skripsi ini ialah: Ketua Advokasi
Perempuan DAMAR, Psikologi di Biro Psikologi Terapan Psiko Mandiri, dan
Dosen Bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan yang
menunjukan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan
terhadap perempuan dalam masa pra nikah diantaranya ialah faktor internal yang
berasal dari dalam diri sang pelaku, faktor internal diantaranya berupa daya
emosional dan rendahnya mental. Faktor psikologis yang timbul karena adanya
suatu tekanan dan dorongan yang berasal dari suatu masalah yang dihadapi.
Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri sang pelaku yang
mempengeruhi seseorang melakukan kejahatan. Faktor Eksternal dalam skripsi ini
diantaranya faktor lingkungan yang menciptakan suatu keadaan, peluang atau
kesempatan untuk melakukan kejahatan.Upaya penanggulangan
iv
Rizki Marelia Hutami
kekerasan terhadap perempuan dalam masa pra nikah ialah melalui upaya penal
dan non penal. Upaya penal dapat dilakukan dengan memberikan sanksi pidana
kepada sang pelaku sedangkan upaya non penal dapat dilakukan dengan
memberikan edukasi, penyuluhan hukum terhadap masyarakat dan instansi terkait.
Saran yang diajukan sebagai hasil penelitian perempuan hendaknya lebih bisa dan
berani untuk mengkomunikasikan apa yang di inginkan, dirasakan, dan dipikirkan
kepada orang lain dengan baik tetapi tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta
perasaan orang lain dan Lembaga layanan hukum seperti LBH, Pos Bantuan
Hukum hendaknya dapat mengupayakan penyuluhan terkait tentang dampakdampak kekerasan terhadap perempuan di lingkungan masyarakat, sehingga
kekerasan terhadap perempuan dapat ditanggulangi dan diminimalkan.
Kata Kunci: Analisis Kriminologi, Perempuan Korban Kekerasan,
Masa Pra – Nikah.1542011086 RIZKI MARELIA HUTAMI-2022-04-20T03:14:23Z2022-04-20T03:14:23Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58595This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/585952022-04-20T03:14:23ZPENEGAKAN HUKUM OLEH KEPOLISIAN TERHADAP KELALAIAN
ORANGTUA YANG MENGAKIBATKAN HILANGNYA NYAWA ANAK
(Studi di Kepolisian Sektor Tanjung Karang Barat)Kelalaian orangtua yang mengakibatkan hilangnya nyawa anak bisa diajukan ke
pengadilan untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya jika perbuatannya
terdapat unsur kealpaan atau kelalaian atau tidak ada unsur kesengajaan atas
perbuatannya. Meskipun tidak ada kesengajaan dari pelakunya, tetap saja dapat
dikualifikasikan Pasal 359 jika perbuatan pelaku mengandung unsur kealpaan atau
kelalaian. Perlu adanya penegakan hukum yang jelas agar tidak terjadi lagi
kelalaian orangtua yang dapat mengakibatkan hilangnya nyawa anak. Kepolisian
mempunyai peran yang sangat besar di dalam penegakan hukum pidana.
Permasalahan penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah penegakan hukum oleh
kepolisian terhadap kelalaian orangtua yang mengakibatkan hilangnya nyawa
anak kandung? (2) Apakah yang menjadi dasar penghentian penyidikan oleh
kepolisian terhadap kelalaian orangtua yang mengakibatkan hilangnya nyawa
anak kandung?
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan hukum yuridis normatif
dan yuridis empiris. Jenis data terdiri dari data primer dan data sekunder. Prosedur
pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan studi lapangan. Pengolahan data
dilakukan dengan tahapan editing, klasifikasi data, dan sistematisasi data yang
selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan ini menunjukkan: : (1) Penegakan hukum oleh
Kepolisian Sektor Tanjung Karang Barat terhadap kelalaian orangtua yang
mengakibatkan hilangnya nyawa anak kandung sudah dilakukan sesuai dengan
prosedur yang berlaku, yaitu sesuai dengan tahap aplikasi (tahap kebijakan
yudikatif) dalam penegakan hukum pidana. Tahap aplikasi ini dilaksanakan oleh
penyidik Polsek Tanjung Karang Barat dengan melakukan penyidikan. Kelalaian
orangtua yang mengakibatkan hilangnya nyawa anak kandung ini sudah
memenuhi unsur-unsur pada Pasal 359 KUHP, dimana orangtua sebagai pelaku
tindak pidana dan dapat dijatuhi hukuman pidana penjara paling lama lima tahun
atau kurungan paling lama satu tahun. Tetapi pada kasus kelalaian orangtua yang
mengakibatkan hilanngnya nyawa anak kandung kepolisian memutuskan untuk
memberhentikan kasus ini pada tahap penyidikan. (2) Dasar penyidik Kepolisian
Sektor Tanjung Karang Barat melakukan pemberhentian penyidikan pada kasus
Ririk Marantika
kelalaian orang tua yang mengakibatkan hilangnya nyawa anak kandung adalah
diskresi kepolisian. Penyidik Kepolisian Sektor Tanjung Karang Barat
memberikan diskresi dengan alasan bahwa orang tua selain sebagai pelaku tetapi
juga disini orang tua kandungnya sebagai korban. Dan penyidik menganggap
bahwa tidak ada manfaatnya jika orangtua kandungnya ini dipidana.
Saran dalam penelitian ini adalah : (1) Penegak hukum khususnya kepolisian
hendaknya melakukan penegakan hukum terhadap kelalaian orangtua yang
mengakibatkan hilangnya nyawa anak kandung sesuai dengan proses hukum yang
berlaku. Yaitu sesuai dengan Pasal 359 KUHP, agar orang tua lebih berhati-hati
lagi dalam menjaga anak kandungnya dan sebagai upaya untuk meminimalisir
tindak pidana yang serupa di masa-masa yang akan datang. (2) Kepolisian
hendaknya tidak menghentikan penyidikan terhadap kelalaian orangtua yang
mengakibatkan hilangnya nyawa anak kandung dengan alasan diskresi kepolisian.
Karena jika kasus ini dihentikan pada tahap penyidikan tidak membuat jera pelaku
terutama orang tua kandungnya.
Kata Kunci: Penegakan Hukum, Kelalaian Orangtua, Hilangnya Nyawa
Anak Kandung1512011026 Ririk Marantika-2022-04-20T03:13:00Z2022-04-20T03:13:00Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58591This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/585912022-04-20T03:13:00ZANALISIS BANTUAN HUKUM TERKAIT PERKARA PIDANA BAGI
MASYARAKAT MISKIN OLEH ADVOKAT SEBAGAI OFFICIUM
NOBILE
(Studi Pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang)Pemberian bantuan hukum bagi masyarakat miskin adalah salah satu bentuk
tindakan dari profesi advokat yang sangat mulia dan merupakan gerakan moral
yang memperjuangkan Hak Asasi Manusia, faktanya, tidak semua advokat
menyadari secara moral kewajibannya tersebut. Masih banyak ditemukan
berbagai penyimpangan-penyimpangan dalam pemberian bantuan hukum bagi
masyarakat miskin. Kondisi ini tentu bertentangan dengan nilai-nilai luhur dari
profesi advokat itu sendiri, dengan adanya hal ini, yang menunjukkan masih
bisa ditemukan penyimpangan-penyimpangan dalam prakteknya. Masalah
yang diteliti dalam penelitian ini adalahmengapa advokat belum menerapkan
nilai keadilan dalam menangani perkara pidana yang melibatkan masyarakat
miskin, bagaimana dampak Advokat yang belum menerapkan nilai keadilan
dalam menangani perkara pidana yang dalam hal ini melibatkan masyarakat
miskin serta bagaimana pola/ model penanganan perkara pidana terhadap
masyarakat miskin oleh advokat yang berbasis nilai keadilan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan sociolegal research yang bersumber dari pengumpulan data yang diperoleh dari data
RIKA SARI
primer dan data sekunder, kemudian dianalisis dengan metode analisis
kualitatif.
Hasil penelitian ini pada akhirnya memberikan jawaban bahwa bantuan hukum
terkait perkara pidana bagi masyarakat miskin oleh Advokat sebagai officium
nobile adalah berupa peran advokat yang memberikan jasa hukum bagi
kepentingan klien dan diartikan bahwa advokat menjalankan profesinya sesuai
dengan tugas dan fungsinya serta kode etik dan sumpah advokat. Selain itu
Model penanganan perkara pidana terhadap masyarakat miskin oleh Advokat
sebagai officium nobile yang berbasis nilai keadilan dengan diterapkannya
strategi-stragei yang bersifat konstruktif, yaitu seperti: Perencanaan Legislasi,
Kebijakan dan Aktivitas.
Saran dari penelitian ini adalah Perlu adanya ketentuan untuk memberikan
bantuan hukum kepada tersangka dan terdakwa yang disangka dan didakwa
melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana di bawah 5 (lima) Tahun.
Pembatasan-pembatasan dalam pemberian bantuan hukum di LBH juga harus
ditinjau kembali demi menegakkan asas pemberian bantuan hukum seluasluasnya (access to legal counsel) dan asas equality before the law.
Kata Kunci: Bantuan Hukum, Perkara Pidana, Masyarakat Miskin dan
Officum Nobile.
The provision of legal aid to the poor is one of the actions of the noble
profession of advocates and the moral movement that advocates for human
rights, in fact, not all advocates are morally aware of their obligations. There
are still many deviations found in the provision of legal aid for the poor. This
condition is certainly contrary to the noble values of the advocate profession
itself, in the presence of this matter, which shows still can be found deviations
in practice. The problem studied in this research is why the advocate has not
applied the value of justice in handling criminal case involving the poor, how
the Advocate impact that has not yet applied the value of justice in handling
criminal case which in this case involving the poor and how pattern / model
of handling of criminal case against The poor by justice-based advocates.
The method used in this research is with socio-legal research approach that
comes from collecting data obtained from primary data and secondary data,
then analyzed by qualitative analysis method.
The results of this study finally provide the answer that legal assistance
related to criminal cases for the poor by the Advocate as officium nobile is
the role of advocates who provide legal services for the interests of clients
and interpreted that advocates carry out their profession in accordance with
RIKA SARI
their duties and functions and advocate's oath. In addition, Advocates as
officium nobile handling criminal cases against the poor are based on the
value of justice by implementing constructive strategies, namely: Planning for
Legislation, Policy and Activities.
Suggestions from this research are the need for provisions to provide legal
assistance to suspects and defendants who are suspected and charged with
committing a criminal offense with a criminal penalty under 5 (five) years.
The restrictions on the provision of legal assistance in LBH must also be
reviewed in order to uphold the principle of providing the widest range of
legal assistance (access to legal counsel) and principles of equality before the
law.
Keywords: Legal Aid, Criminal Cases, the Nobile Poor and Officum.1542011045 RIKA SARI-2022-04-20T03:12:11Z2022-04-20T03:12:11Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58586This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/585862022-04-20T03:12:11ZANALISIS YURIDIS DITERBITKANNYA SURAT PERINTAH
PENGHENTIAN PENYIDIKAN (SP3) MAL PRAKTEK YANG
DILAKUKAN OKNUM DOKTER KECANTIKAN
(Studi Kasus Polda Lampung)
Malpraktek medik adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat
keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim di pergunakan dalam mengobati
pasien atau orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama. Salah
satu kasus dugaan malpraktik ialah yang dilakukan oleh dokter Robot Setiadi dari
Klinik Skin Rachel. Kasus tersebut sempat ditangani oleh penyidik Dirkrimum
Polda Lampung, namun karena tidak cukup bukti, penyidik mengeluarkan Surat
Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap kasus tersebut. Berdasarkan
kasus tersebut dilakukan penelitian dengan permasalahan: Bagaimanakah dasar
pertimbangan penyidik direskrimum polda lampung dalam mengeluarkan surat
perintah penghentian penyidikan (SP3) terhadap perkara mal praktek yang
dilakukan oknum dokter kecantikan? (studi kasus polda lampung). Apa akibat
hukumnya penyidik direskrimum polda lampung dalam mengeluarkan surat
perintah penghentian penyidikan (SP3) terhadap perkara mal praktek yang
dilakukan oknum dokter kecantikan
Pendekatan masalah dalam skripsi ini adalah pendekatan yuridis normatif dan
yuridis empiris. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah data primer dan
data sekunder. Penentuan narasumber dilakukan dengan wawancara dengan
responden. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi
lapangan. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diketahui bahwa Penyidik
Diskrimum Polda Lampung mengeluarkan SP3 terhadap dugaan tindak pidana
malpraktik oleh dokter Robot Setiadi dari Klinik Skin Rachel yakni karena tidak
cukup bukti. Pihak Direktorat Reskrimsus Polda Lampung selaku institusi yang
melakukan penghentian penyidikan berpedoman pada Pasal 109 ayat (2) KUHAP:
“Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti
atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan
dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut
umum, tersangka atau keluarganya. Adapun akibat hukum penerbitan SP3
tersebut berupa diajukannya permohonan praperadilan oleh Elyana Subekti
Richad Gunawan Hutagaol
melalui kuasa hukumnya Henry Indraguna dan Rekan di Pengadilan Negeri Kelas
IA Tanjungkarang, terkait perkara dugaan tindak pidana praktek kedokteran yang
dilakukan oleh dokter Robot Setiadi dari Klinik Skin Rachel. Permohonan
praperadilan tersebut diajukan untuk menguji keabsahan dari SP3 tersebut.
Namun, hakim tunggal pada sidang praperadilan memutuskan bahwa SP3 yang
dikeluarkan penyidik Dirkrimum Polda Lampung tersebut sah secara hukum
sebagaimana diatur dalam Pasal 109 ayat (2) KUHAP. Putusan praperadilan ini
tentu berdampak pada dihentiannya proses penanganan perkara pidana dugaan
malpraktik tersebut pada tingkat penyidikan di Dirkrimum Polda Lampung.
Saran dalam penelitian ini adalah: Kepada Kepolisian Daerah Lampung,
Kepolisian sebagai bagian dari Sistem Peradilan Pidana, ketika menggunakan
kewenangan diskresionernya harus memperhatikan tujuan dari hukum pidana
untuk membantu mengimplementasi asas doelmatigheid dan rechtmatigheid
mengenai penghentian penyelidikan dan penyidikan. Kepada Kompolnas sebagai
pengawas eksternal Kepolisian disarankan menggunakan asas doelmatigheid dan
rechtmatigheid untuk menilai kinerja kepolisian ketika polisi menggunakan
kewenangan dalam membuat peraturan tertulis/tidak tertulis dan pelaksanaan
kewenangan diskresioner di lapangan berkaitan dengan kegiatan penyelidikan dan
penyidikan.
Kata Kunci: Analisis Yuridis, SP3, Mal Praktek1412011371 RICHAD GUNAWAN HUTAGAOL-2022-04-20T03:10:51Z2022-04-20T03:10:51Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58582This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/585822022-04-20T03:10:51ZANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TINDAK PIDANA PENIPUAN
OLEH BIRO PERJALANAN DENGAN MODUS MENGGUNAKAN
VISA DIYAFAH (KUNJUNGAN WISATA) UNTUK
MELAKSANAKAN IBADAH HAJIPenipuan terhadap calon jamaah haji oleh Biro Perjalanan merupakan jenis tindak
pidana yang sangat meresahkan masyarakat, khususnya masyarakat yang berniat
melaksanakan ibadah di tanah suci Makkah dan telah menyetorkan sejumlah uang
kepada perusahaan travel. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Apakah yang
menjadi faktor-faktor penyebab tindak pidana penipuan oleh biro perjalanan dengan
modus menggunakan visa diyafah (kunjungan wisata) untuk melaksanakan ibadah
haji? (2) Bagaimanakah upaya penanggulangan tindak pidana penipuan oleh biro
perjalanan dengan modus menggunakan visa diyafah (kunjungan wisata) untuk
melaksanakan ibadah haji?
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris.
Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan.
Narasumber penelitian adalah Penyidik Polresta Bogor, Pegawai Biro Perjalanan
Haji di Bandar Lampung dan Dosen Hukum Pidana Universitas Lampung. Data
dianalisis secara kualitatif guna memperoleh kesimpulan.
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Faktor penyebab tindak pidana penipuan
dengan modus menggunakan visa diyafah (kunjungan wisata) untuk melaksanakan
ibadah haji terdiri dari faktor internal dan eksteral. Faktor internal berasal dari dalam
diri pelaku tindak pidana yaitu adanya motivasi dari dalam diri pelaku untuk menipu
orang lain yaitu calon jamaah haji dengan modus menggunakan visa diyafah
(kunjungan wisata) untuk melaksanakan ibadah haji demi kepentingan atau
keuntungan pribadi tanpa mempertimbangkan kerugian yang diderita oleh pihak lain.
Faktor eksternal berasal dari luar pelaku tindak pidana yaitu adanya peluang
menyalahgunakan visa diyafah (kunjungan wisata) dan adanya permintaaan dari
masyarakat calon jamaah haji yang mudah percaya terhadap adanya peluang untuk
melaksanakan ibadah haji tanpa mengikuti peraturan yang telah ditentukan. (2) Upaya
penanggulangan tindak pidana penipuan dengan modus menggunakan visa diyafah
(kunjungan wisata) untuk melaksanakan ibadah haji dilakukan oleh Polresta Bogor
melalui sarana non penal dan penal. Upaya non penal dilaksanakan dengan
melakukan sosialisasi/himbauan terhadap calon jamaah haji agar mewaspadai tindak
Reza Fahlevi
pidana penipuan dengan modus menggunakan visa diyafah (kunjungan wisata) untuk
melaksanakan ibadah haji. Upaya penal dilaksanakan dengan penyelidikan dan
penyidikan terhadap pelaku tindak pidana penipuan yaitu upaya penyidik dalam hal
dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana
penipuan dengan modus menggunakan visa diyafah (kunjungan wisata) untuk
melaksanakan ibadah haji yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya dan
diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Kepolisian dan instansi terkait disarankan
untuk meningkatkan sosialisasi/himbauan dalam rangka mencegah terjadinya tindak
pidana penipuan dengan modus menggunakan visa diyafah (kunjungan wisata) untuk
melaksanakan ibadah haji di masa-masa yang akan datang. (2) Masyarakat yang
mengetahui adanya tindak pidana penipuan ibadah haji disarankan untuk segera
melaporkan kepada pihak kepolisian.
Kata Kunci: Faktor Penyebab, Penipuan, Visa Difayah, Ibadah Haji1412011364 REZA FAHLEVI-2022-04-20T02:51:51Z2022-04-20T02:51:51Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58663This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/586632022-04-20T02:51:51ZANALISIS YURIDIS TERHADAP PORNOAKSI YANG DILAKUKAN
PENARI EROTIS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 44
TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFIFenomena pornografi dan pornoaksi dewasa ini telah mencapai perkembangan
yang sangat pesat, sudah menyentuh setiap lapisan masyarakat tanpa terhalang
oleh sekat-sekat geografis lagi.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah ketentuan pornoaksi
yang dilakukan penari erotis berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008
tentang Pornografi, bagaimana penanggulangan pornoaksi yang dilakukan penari
erotis berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan
apakah faktor-faktor penghambat pengaturan hukum dalam penanggulangan
pornoaksi yang dilakukan penari erotis berdasarkan Undang-Undang Nomor 44
Tahun 2008 tentang Pornografi.
Pendekatan masalah dilakukan secara yuridis empiris dan normatif. Sumber data
yang didapat dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Prosedur
pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan penelitian
lapangan. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan tindak pidana pornografi dalam hal ini pornoaksi
diatur dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Penegakan hukum yang dilakukan oleh pihak kepolisian dalam menangani
pornografi melalui sosialisasi mengenai pornografi, Pihak kepolisian melakukan
upaya preventif berupa moralistik, sedangkan yang abolisionistik belum pernah
melakukannya, bentuk sosialisasi yang dilakukan belum menyeluruh. Pihak
kepolisian hanya melakukan upaya represif berupa penghukuman (punishment).
Hambatan yang didapatkan oleh pihak kepolisian yaitu kurangnya sosialisasi yang
merata, dan kesadaran hukum masyarakat yang rendah dikarenakan kesadaran
hukum itu terdapat 4 faktor dalam pemenuhannya dan masyarakat hanya
mengetahui 1 faktor saja yaitu pengetahuan hukum sedangakan yang 3 lainnya
yaitu pemahaman hukum, sikap hukum, dan pola perilaku hukum masyarakat
masih belum memilikinya. Saran, Terhadap aparat penegak hukum harus cepat
tanggap dan bertindak dalam menyikapi keberadaan media pornogarfi..
Kata Kunci: Pornoaksi, Penari Erotis, Pornografi
The phenomenon of pornography and porno-action today has reached a very
rapid development, has touched every layer of society without being blocked by
geographical barriers anymore.
The problem in this research is how is the provision of porno-action carried out
by erotic dancers based on Law Number 44 of 2008 concerning Pornography?
How is the pornographic response done by erotic dancers based on Law Number
44 of 2008 concerning Pornography? and what are the factors that inhibit legal
regulation in the pornographic response done by erotic dancers based on Law
Number 44 of 2008 concerning Pornography?
The problem approach is carried out in an empirical and normative juridical
manner. Sources of data obtained by using primary data and secondary data. The
procedure of data collection is done by means of library research and field
research. Data analysis in this study used qualitative analysis.
The results of the study show that pornography crime in this case porno-action is
regulated in Law Number 44 of 2008 concerning Pornography. Law enforcement
carried out by the police in dealing with pornography through socialization about
pornography, the Police made preventive measures in the form of moralistic,
while abolitionists had never done it, the form of socialization carried out was not
comprehensive. The police only carry out repressive measures in the form of
punishment. The obstacles obtained by the police are the lack of even
socialization, and low legal awareness of the community due to legal awareness
that there are 4 factors in its fulfillment and the community only knows one factor,
namely legal knowledge while the other are legal understanding, legal attitudes,
and patterns legal behavior of the community still does not have it.
Keywords: Pornoaction, Erotic Dancers, Pornography1442011044 ZAINUDDIN-2022-04-20T02:49:01Z2022-04-20T02:49:01Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58659This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/586592022-04-20T02:49:01ZANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM
MENJATUHKAN PUTUSAN TIDAK SAHNYA PENGHENTIAN
PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK POLRES WAY KANAN
(Studi Putusan Praperadilan Nomor: 1/Pid.Pra./2019/PN Bbu)Salah satu mekanisme yang disediakan KUHAP dalam menjamin perlindungan
akan hak asasi menusia, ketidakpastian hukum dan keadilan adalah melalui
Praperadilan. Salah satu putusan praperadilan adalah mengabulkan permohonan
penghentian penyidikan sebagai tersangka tindak pidana penyerobotan lahan dan
kerusakan adalah putusan Nomor : 1/Pid.Pra/2019/PN BBu. Permasalahan
penelitian ini adalah : Apakah dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan
putusan tidak sahnya penghentian penyidikan oleh penyidik dalam putusan
praperadilan Nomor : 1/Pid.Pra/2019/PN BBu dan Bagaimanakah proses hukum
terhadap tersangka setelah adanya putusan praperadilan Nomor :
1/Pid.Pra/2019/PN BBu.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris.
Narasumber terdiri dari Hakim Praperadilan pada Pengadilan Negeri Blambangan
Umpu Kelas II, Kasat Reskrim Polres Way Kanan, Penasehat Hukum dari Pihak
Pemohon dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. Pengumpulan
data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan
secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan ini menunjukan: (1) Dasar pertimbangan hakim
terhadap dikabulkannya permohonan praperadilan terhadap penghentian
penyidikan dalam putusan Nomor: 1/Pid.Pra/2019/PN BBu. Adalah penghentian
penyidikan yang dilakukan oleh penyidik Polres Way Kanan adalah tidak sah,
karena alasan penyidik melakukan penghentian penyidikan karena mengunakan
asas subsideritas dan dihentikan demi hukum namun didalam persidangan
penyidik tidak memberikan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada
jaksa/penuntut umum yang telah ditentukan oleh Pasal 109 Ayat (1) KUHAP
adalah salah satu dasar yang dilakukannya penyidikan, sebagaiman dimaksud
dalam Pasal 4 Perkap Nomor: 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan
Tindak Pidana yang kemudian lebih dipertegas lagi dalam Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor: 130/PUU-XIII/2015 . (2) Setelah adanya putusan praperadilan
Nomor: 1/Pid.Pra/2019/PN BBu hakim memerintah penyidik untuk melanjutkan1612011057 YULIANSYAH-2022-04-20T02:46:59Z2022-04-20T02:46:59Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58653This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/586532022-04-20T02:46:59ZUPAYA SATGAS SABER PUNGLI DALAM PENANGGULANGAN
TINDAK PIDANA PUNGUTAN LIAR PEMBUATAN
SERTIFIKAT TANAHTingginya tingkat ketidakpastian terhadap pelayanan pembuatan sertifikat tanah
akibat prosedur yang panjang dan melelahkan merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan masyarakat cenderung semakin toleran terhadap praktik pungutan
liar dalam penyelenggaraan pelayanan pembuatan sertifikat tanah. Adanya praktik
pungli pembuatan sertifikat tanah maka dibentuklah Satgas Saber Pungli
berdasarkan surat keputusan Gubernur Provinsi Lampung Nomor:
G.638/B.III/HK/2016 tentang pembentukan Tim Satuan Tugas Sapu Bersih
Pungutan Liar Provinsi Lampung. Permasalahan dalam penelitian ini adalah
bagaimanakah upaya Satgas Saber Pungli dalam penanggulangan tindak pidana
pungutan liar pembutan sertifikat tanah dan apakah yang menjadi faktor
penghambat Satgas Saber Pungli dalam penanggulangan tindak pidana pungutan
liar pembutan sertifikat tanah.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris dan pendekatan yuridis
normatif. Narasumber penelitian ini terdiri dari Anggota Tim Saber Pungli Polda
Lampung dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas
Lampung. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan,
selanjutnya data dianalisis secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, disimpulkan bahwa (1) Upaya
Satgas Saber Pungli dalam penanggulangan tindak pidana pungutan liar
pembuatan sertifikat tanah yaitu dengan upaya Pre-Emtif dimana Tim Satgas
Saber Pungli memberi himbauan berupa sosialisasi dan penyuluhan hukum agar
tidak melakukan pungli. Upaya Preventif Tim Satgas Saber Pungli adalah
mencegah terjadinya pungli dan masyarakat harus memberi informasi bila
terindikasi adanya pungli, serta melakukan penyelidikan terkait adanya laporan
dari masyarakat. Upaya Represif Tim Satgas Saber Pungli melakukan suatu
tindakan yang membuat pelaku menjadi jera. (2) Faktor penghambat dalam upaya
Satgas Saber Pungli dalam penanggulangan tindak pidana pungutan liar
pembuatan sertifikat tanah yaitu belum adanya peraturan yang mengatur tentang
pungli secara khusus. Masih lemahnya koordinasi antara penegak hukum
dengan instansi terkait yaitu BPN sebagai penyelenggara negara. Kurangnya
peran aktif dari masyarakat baik sebagai pelapor atau saksi terhadap pungli. Dan
masyarakat menganggap pungutan liar adalah hadiah atau tanda terima kasih,
yang kemudian pemikiran yang seperti itu telah menjadi budaya di dalam
kehidupan masyarakat di Indonesia.
Saran dalam penelitian ini adalah Tim Satgas Saber Pungli dan Instansi terkait
lainnya, hendaknya meningkatkan upaya pencegahan berupa sosialisasi dan
penyuluhan hukum kepada seluruh kalangan masyarakat mengenai pembuatan
sertifikat tanah, agar masyarakat mendapatkan informasi yang jelas dan akurat
mengenai prosedur pembuatan sertifikat tanah. Hendaknya Tim Satgas Saber
Pungli lebih pro-aktif dalam pemberantasan praktek pungli. Seperti perlu adanya
mata-mata seperti Intelijen khusus yang menangani di kantor BPN sehingga tidak
hanya menunggu laporan dari masyarakat. Satgas Saber Pungli juga diharapkan
membuka hotline selama 24 Jam, sehingga masyarakat lebih mudah untuk
menghubungi Tim Satgas Saber Pungli bila terindikasi adanya pungutan liar
sertifikat tanah.
Kata kunci: Upaya Tim Satgas Saber Pungli, Penanggulangan, Pungutan
Liar Sertifikat Tanah
1542011048 Widya Ade Septesha-2022-04-20T02:43:46Z2022-04-20T02:43:46Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58578This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/585782022-04-20T02:43:46ZPERAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM MELAKUKAN OPPERASI
TANGKAP TANGAN TERHADAP PEJABAT PUBLIK
(Studi Wilayah Lampung Tengah)Peningkatan tindak pidana korupsi di Indonesia terjadi karena korupsi telah
merasuki berbagai sendi-sendi pemerintahan di berbagai institusi Negara baik
eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Salah satu tipe korupsi yang
bersumbangsih besar dalam terjadinya peningkatan tindak pidana korupsi adalah
tindak pidana korupsi penyalahgunaan kewenangan. Dalam operasi tangkap
tangan, KPK mempergunakan teknik-teknik pengumpulan barang bukti untuk
dapat menandingi kecanggihan aktivitas korupsi yang dilakukan oleh koruptor.
Adapun teknik yang mengemuka adalah penyadapan dan penjebakan. melakukan
operasi tangkap tangan ini ada dua teknik yang digunakan KPK untuk mebuat
para koruptor tidak berkutik yaitu penyadapan dan penjebakan. Penyadapan hanya
diatur secara umum dalam UU No. 30 Tahun 2002, sedangkan penjebakan tidak
dikenal dalam berbagai aturan tentang korupsi.
Pendekatan masalah dalam skripsi ini adalah pendekatan yuridis normatif dan
yuridis empiris. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah data primer dan
data sekunder. Penentuan narasumber dilakukan dengan wawancara dengan
responden. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi
lapangan. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh kesimpulan bahwa peran
lembaga KPK kewenangannya di berikan oleh undang-undang KPK. Berdasarkan
pasal 6 undang-undang KPK, bertugas untuk melakukan penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.Pasal 11 undang-
undang KPK selanjutnya membatasi bahwa kewenangan KPK melakukan
penyidikan, penyelidikan dan penuntutan dibatasi pada tindak pidana korupsi
yang :a.) Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara Negara, dan orang
lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat
penegak hukum atau penyelenggara Negara. B.) Mendapatkan perhatian yang
meresahkan masyarakat, dan atau c.) Menyangkut kerugian Negara paling sedikit
Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Faktor penghambat Operasi Tangkap
Tangan yang dilakukan oleh KPK khususnya Operasi Tangkap Tangan yang
dilakukan oleh KPK terhadap beberapa pejabat di Kabupaten Lampung Tengah.
Putu Diah Trisna Pradana Suari
Hambatan-hambatan tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, diantara faktor
substansi hukum, masyarakat, dan budaya hukum.
Saran dalam penelitian ini adalah: Diperlukan peraturan perundang-undangan
yang mendukung kinerja KPK dalam penegakan hukum terhadap pelaku tindak
pidana korupsi. Sehingga perlu dirancang undang-undang tindak pidana korupsi
yang lebih relevan untuk saat inidan di masa-masa mendatang, agar dapat
mencegah terjadinya korupsi, menimbulkan efek jera, dan mengembalikan
kerugian Negara.Pejabat negara, KPK dan masyarakat harus mempunyai
komitmen yang kuat dalam pemberantasan korupsi.
Kata Kunci: KPK, Operasi Tangkap Tangan, Pejabat Publik1542011098 Putu Diah Tisna Pradana Suari-2022-04-20T02:43:44Z2022-04-20T02:43:44Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58576This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/585762022-04-20T02:43:44ZANALISIS PUTUSAN PRA PERADILAN TERHADAP PENYITAAN
KENDARAAN HASIL LELANG NEGARA
(Studi Putusan Nomor: 2/Pid.Pra/2017/PN Kla)One of the powers granted by law to pretrial is to examine and dispatch the
legitimacy of forced efforts. Expansion of the Object of Pre-Judicial Request after
Decision Number 21 / PUU-XII / 2014 there are special characteristics of pre-trial
submission, one of which is illegal seizure such as in a Pre-Judicial case examined
in the Kalianda District Court Decision Number: 2 / Pid.Pra / 2017 / PN Kla. The
problems in this study are: What is the basis of the Judge's consideration in
imposing a Pre-Judicial Decision on illegitimate seizure and how the legal
implications of the Pre-Judicial Decision on illegal seizure by the Pesawaran
Resort Police on State Auction Results in the Decision Number: 2
/Pid.Pra/2017/PN Kla.
The study was conducted with a normative and empirical juridical approach. The
data used in this study secondary data obtained from library materials, and field
research carried out by observation and interviews (interviews), the data obtained
were analyzed qualitatively juridically and deductively drawn conclusions.
The results of research and exposition show that the Judge's basic consideration in
imposing a Pre-Judicial Decision on illegal seizure by the Pesawaran Resort
Police on State Auction Results in Decision Number: 2 / Pid.Pra / 2017 / PN Kla
is with legal considerations that the Respondent's actions those who do not want
to issue evidence in the form of 1 (one) unit of Mitsubishi Strada with vehicle
identity: Nopol BE-64-UL is contrary to Article 215 of the Criminal Procedure
Code. In the case the matter must be distinguished regarding handling of regular
ticketing cases and cases where based on Article 211 of the Criminal Procedure
Code must be examined based on a quick inspection event and when it is decided
the return of confiscated objects is carried out unconditionally immediately after
the convict fulfills the contents of the verdict but in this case, Satlantas Police
Resort Pesawaran did not comply with the reason that the evidence was allegedly
related to a criminal act so that it was delegated to Sat Reskrim the Police of
Pesawaran Resort. In his consideration that the seizure of the Applicant's goods
was illegitimate, then the Respondent was ordered to immediately return to the
Applicant the vehicle goods of the Mitsubishi Nopol BE-64-UL Car No. Frame:
MMBJNK74061037000 No. The 4D56-CH8684 engine is appropriately like the
situation when the car was confiscated. The legal implication of the Pre-Judicial
Decision on illegal seizure by the Pesawaran Resort Police towards State Auction
Results in Decision Number: 2 / Pid.Pra / 2017 / PN Kla that is after the Judge has
sentenced the Petitioners to submit a Pre-Judicial petition in part and ordered the
Respondent ( Pesawaran Resort Police) to immediately return to the Applicant the
vehicle goods of the Mitsubishi Nopol BE-64-UL Car No. Frame:
MMBJNK74061037000 No. The 4D56-CH8684 engine is appropriately like the
situation when the car was confiscated according to its truth and belief. So the
seizure carried out by the investigator in the case analyzed was invalid because it
was not carried out in accordance with the procedures specified in the Criminal
Procedure Code.
The suggestion in this study is that the Pesawaran Resort Police should be more
digging and pro-active in looking for evidence related to problems in illegal
seizure of vehicles from State Auction Results in Decision Number:
2/Pid.Pra/2017/PN Kla.
Keywords: Analysis, Pre-trial, Foreclosure, State Auction Vehicle.
Salah satu wewenang yang diberikan undang-undang kepada Praperadilan adalah
memeriksa dan menutus sah atau tidaknya upaya paksa. Perluasan Objek
Permohonan Pra Peradilan pasca Putusan Nomor 21/PUU-XII/2014 terdapat
karakteristik khusus pengajuan pra peradilan salah satunya terhadap penyitaan
yang tidak sah seperti dalam kasus Pra Peradilan yang diperiksa di Pengadilan
Negeri Kalianda Putusan Nomor: 2/Pid.Pra/2017/PN Kla. Permasalahan yang ada
dalam penelitian ini adalah: Apa yang menjadi dasar pertimbangan Hakim dalam
menjatuhkan Putusan Pra Peradilan terhadap penyitaan yang tidak sah dan
bagaimana implikasi hukum Putusan Pra Peradilan terhadap penyitaan yang tidak
sah oleh Kepolisian Resor Pesawaran terhadap kendaraan Hasil Lelang Negara
dalam Putusan Nomor: 2/Pid.Pra/2017/PN Kla.
Penelitian dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif dan empiris. Data yang
digunakan dalam penelitian ini data sekunder yang diperoleh dari bahan pustaka,
dan penelitian lapangan dilakukan dengan observasi dan wawancara (interview),
data yang diperoleh dianalisis secara yuridis kualitatif dan ditarik kesimpulan
secara deduktif.
Hasil penelitian dan pemabahasan menunjukkan bahwa Dasar pertimbangan
Hakim dalam menjatuhkan Putusan Pra Peradilan terhadap penyitaan yang tidak
sah oleh Kepolisian Resor Pesawaran terhadap kendaraan Hasil Lelang Negara
dalam Putusan Nomor: 2/Pid.Pra/2017/PN Kla yakni dengan pertimbangan
hukum bahwa tindakan pihak Termohon yang tidak mau mengeluarkan barang
bukti berupa 1 (satu) unit mobil Mitsubishi Strada dengan identitas kendaraan:
Nopol BE-64-UL bertentangan dengan Pasal 215 KUHAP. Dalam pokok perkara
haruslah dibedakan mengenai penanganan perkara tilang dan perkara biasa
dimana berdasarkan Pasal 211 KUHAP harus diperiksa berdasarkan acara
pemeriksaan cepat dan ketika diputus maka pengembalian benda sitaan dilakukan
tanpa syarat segera setelah terpidana memenuhi isi amar putusan tetapi dalam
perkara ini, pihak Satlantas Kepolisian Resor Pesawaran tidak mematuhinya
dengan alasan barang bukti tersebut diduga terkait tindak pidana sehingga
dilimpahkan ke Sat Reskrim Kepolisian Resor Pesawaran. Dalam
pertimbangannya bahwa tindakan penyitaan atas barang Pemohon adalah tidak
sah secara hukum, maka kepada Termohon diperintahkan untuk segera
mengembalikan kepada Pemohon barang kendaraan Mobil Mitsubishi Nopol BE-
64-UL No. Rangka: MMBJNK74061037000 No. Mesin 4D56-CH8684 secara
patut seperti keadaan saat mobil disita. Implikasi hukum Putusan Pra Peradilan
terhadap penyitaan yang tidak sah oleh Kepolisian Resor Pesawaran terhadap
kendaraan Hasil Lelang Negara dalam Putusan Nomor: 2/Pid.Pra/2017/PN Kla
yakni pasca Majelis Hakim memvonis mengabulkan permohonan Pra Peradilan
Pemohon untuk sebagian dan memerintahkan kepada Termohon (Kepolisian
Resor Pesawaran) agar segera mengembalikan kepada Pemohon barang kendaraan
Mobil Mitsubishi Nopol BE-64-UL No. Rangka: MMBJNK74061037000 No.
Mesin 4D56-CH8684 secara patut seperti keadaan saat mobil disita menurut
kebenaran dan keyakinannya. Jadi penyitaan yang dilakukan oleh penyidik dalam
kasus yang dianalisa tidak sah karena tidak dilaksanakan sesuai dengan prosedur
yang ditentukan dalam KUHAP.
Saran dalam penelitian ini adalah Kepolisian Resor Pesawaran hendaknya lebih
menggali dan pro aktif mencari bukti-bukti terkait permasalahan dalam penyitaan
yang tidak sah terhadap kendaraan Hasil Lelang Negara dalam Putusan Nomor:
2/Pid.Pra/2017/PN Kla.
Kata Kunci: Analisis, Pra Peradilan, Penyitaan, Kendaraan Lelang Negara.1542011064 Puteri Dwi Natami-2022-04-20T02:43:42Z2022-04-20T02:43:42Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58562This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/585622022-04-20T02:43:42ZPERAN BALAI PEMASYARATAN KELAS II METRO DALAM
PENGAWASAN TERHADAP ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN
YANG MEMPEROLEH ASIMILASI
(Studi pada Balai Pemasyarakatan Kelas II Metro)Balai Pemasyarakatan Kelas II Metro melaksanakan pembinaan di luar Lembaga
Pemasyarakatan, sebagai rangkaian kegiatan pembinaan, bimbingan dan
pengawasan terhadap anak didik pemasyarakatan. Balai Pemasyarakatan
mempunyai Peran dalam pengawasan terhadap anak didik pemasyarakatan yang
memperoleh asimilasi. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah
peran Balai Pemasyaratan Kelas II Metro dalam pengawasan terhadap anak didik
pemasyarakatan yang memperoleh asimilasi? (2) Apakah faktor penghambat peran
Balai Pemasyaratan Kelas II Metro dalam pengawasan terhadap anak didik
pemasyarakatan yang memperoleh asimilasi?
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan pendekatan
empiris. Narasumber terdiri dari Balai Pemasyarakatan Kelas II Metro dan dan
Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. Pengumpulan data dilakukan dengan
studi pustaka dan studi lapangan, selanjutnya data dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Peran Balai Pemasyaratan Kelas II Metro
dalam pengawasan terhadap anak didik pemasyarakatan yang memperoleh asimilasi
termasuk dalam peran normatif dan peran faktual. Peran normatif dilaksanakan
berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak. Peran faktual dilaksanakan dengan pembimbingan dan penelitian
kemasyarakatan terhadap anak didik pemasyarakatan yang menjalani asimilasi.
Penelitian Kemasyarakatan dilakukan sebagai bentuk pengawasan terhadap anak
didik pemasyarakatan yang disusun dalam bentuk laporan sebagai salah satu syarat
administratif dan bahan pertimbangan dalam peningkatan pembinaan anak didik
pemasyarakatan dalam rangka program integrasi sosial ke dalam masyarakat.
Sedangkan peran ideal belum dapat dilaksanakan karena terdapat berbagai faktor
penghambat pengawasan terhadap anak didik pemasyarakatan yang memperoleh
asimilasi. (2) Faktor-faktor yang menghambat peran Balai Pemasyaratan Kelas II
Metro dalam pengawasan terhadap anak didik pemasyarakatan yang memperoleh
asimilasi terdiri dari faktor penegak hukum yaitu masih kurangnya kuantitas
Pembimbing Kemasyarakatan, Faktor sarana dan fasilitas yaitu tidak tersedianya
perangkat teknologi yang dapat mendeteksi perkembangan kepribadian dan di Kota
Oxfian Saputra
Metro tidak ada Rumah Sakit Jiwa yang dapat dijadikan sebagai mitra kerja Bapas
dalam memantau perkembangan kejiwaaan anak didik pemasyarakatan. Faktor
masyarakatyaitu adanya masyarakat yang menjauhi dan menjaga jarak dengan anak
didik pemasyarakatan. Faktor kebudayaan yaitu adanya pandangan masyarakat
yang memberikan stigma buruk terhadap mantan anak didik pemasyarakatan
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Pembimbing Kemasyarakatan pada Balai
Pemasyarakatan Kelas II Metro hendaknya ditingkatkan jumlahnya dalam rangka
mendukung pelaksanaan tugas-tugas pembimbingan dan pengawasan terhadap anak
didik pemasyarakatan guna memenuhi hak-hak mereka selama menjalani masa
pidana (2) Anak didik pemasyarakatan yang menjalani asimilasi Balai
Pemasyarakatan Kelas II Metro hendaknya melakukan berbagai kegiatan yang
diprogramkan dengan penuh kesadaran dan keseriusan, sebab hal upaya ini
ditempuh untuk memudahkan proses integrasi ke tengah-tengah masyarakat apabila
anak didik pemasyarakatan telah menyelesaikan masa pidana.
Kata Kunci: Peran, Balai Pemasyaratan, Pengawasan, dan Asimilasi1512011117 OXFIAN SAPUTRA-2022-04-20T02:43:40Z2022-04-20T02:43:40Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58571This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/585712022-04-20T02:43:40ZUPAYA KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA
VANDALISME
(Studi Kasus di Wilayah Kota Bandar Lampung)Vandalisme adalah suatu perbuatan membinasakan atau merusak benda pribadi
maupun umum yang dilakukan seseorang dengan cara coret-coret terhadap ruang
publik tanpa persetujuan dari pemiliknya. Tindak pidana vandalisme belakangan
ini marak terjadi tidak hanya di kota-kota besar saja seperti pulau Jawa tetapi
marak juga Terjadi di Kota Bandar Lampung. Permasalahan dalam penelitian ini
adalah Bagaimanakah upaya kepolisian dalam penanggulangan tindak pidana
vandalisme di wilayah Kota Bandar Lampung? Apa yang menjadi faktor
penghambat dalam penanggulangan tindak pidana vandalisme?
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif
dan yuridis empiris. Data: studi lapangan dan studi kepustakaan. Narasumber pada
penelitian ini terdiri dari penyidik Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung, Dinas
Sosial Kota Bandar Lampung dan Akademisi Hukum Pidana Fakultas Hukum
Universitas Lampung.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa Upaya Kepolisian Resor
Kota Bandar Lampung dalam Penanggulangan Tindak Pidana Vandalisme
dilakukan dengan menggunakan sarana penal dan nonpenal. Penanggulangan
sarana penal yaitu dengan menindak pelaku tindak pidana vandalisme sesuai
dengan perbuatan-perbuatan yang dilakukan sesuai dengan peraturan perundangundangan serta melihat dari kasusnya dalam hal ini apabila kasus tindak pidana
vandalisme sudah terjadi proses hukum dan masuk keranah pengadilan. Kemudian
penanggulangan dengan sarana nonpenal yaitu dengan tindakan pencegahan
dalam hal ini upaya preventif dalam menanggulangi tindak pidana vandalisme.
Tindakan tersebut berupa mengadakan penyuluhan kepada masyarakat dan
melakukan patroli ke seluruh wilayah Kota Bandar Lampung. Faktor yang
menjadi penghambat upaya pihak kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana
vandalisme adalah faktor undang-undang, faktor undang-undang menjadi yang
pertama karena Pemerintah belum mempunyai aturan khusus mengenai tindak
pidana vandalisme. Kemudian faktor masyarakat, kurangnya ikatan sosial dengan
masyarakat, kebanyakan masyarakat memiliki sifat apatis terhadap vandalisme
sehingga tidak tercipta kerjasama yang bersinergi. Faktor sarana dan prasarana,
Ojie Bagastova
kurang memadai sarana dan prasana merupakan salah satu faktor penghambat
dalam penanggulangan tindak pidana vandalisme.
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Pemerintah hendaknya lebih berkoordinasi
dan bekerja sama dengan aparat penegak hukum, masyarakat dan instansi lainnya
untuk meminimalisir terjadinya tindak pidana vandalisme serta pemerintah perlu
merumuskan aturan mengenai tindak pidana vandalisme supaya aparat penegak
hukum tidak melakukan tebang pilih dalam penanganan kasus tindak pidana
vandalisme. (2) Kepolisian hendaknya dapat mengoptimalkan upaya nonpenal
dalam penanggulangan tindak pidana vandalisme karena melakukan pencegahan
lebih baik daripada memberantas. (3) Masyarakat diharapkan dapat bekerjasama
dengan pihak kepolisian dalam mengatasi tindak pidana vandalisme, maka
masyarakat dituntut untuk berperan aktif dalam penanggulangan tindak pidana
vandalisme agar tindak pidana vandalisme yang ada di Indonesia dapat berkurang
karena tanpa peran masyarakat kepolisian akan sulit melakukan pemberantasan
tindak pidana vandalisme.
Kata Kunci : Upaya Kepolisian, Penanggulangan, Vandalisme1412011327 Ojie Bagastova-2022-04-20T02:43:38Z2022-04-20T02:43:38Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58567This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/585672022-04-20T02:43:38ZPERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK YANG DIIKUTSERTAKAN
DALAM KAMPANYE PARTAI POLITIKDi Indonesia sering kita jumpai anak-anak yang diikutsertakan dalam kampanye
partai politik.Larangan tersebut sudah jelas diatur dalam Pasal 15 UU
Perlindungan Anak. Dalam situasi riil politik dan perilaku politik saat ini, sangat
mungkin sekali terjadi penyalahgunaan dan pelanggaran hak anak dalam pelibatan
aktivitas kampanye. Penyalahgunaan dan pelanggaran tersebut dapat berdampak
pada kesehatan psikologis dan fisik anak. Maraknya pelibatan anak dalam
kampanye serta dampak buruk yang dapat ditimbulkan, menjadi alasan penulis
untuk membahas mengenai (1) Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap anak
yang diikutsertakan dalam kampanye partai politik? (2) Apakah yang menjadi
faktor penghambat dalam penegakan hukum terhadap pelaku yang
mengikutsertakan anak dalam kampanye partai politik?
Pendekatan masalah yaitu pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data
yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Sedangkan pengolahan
data yang diperbolehkan dengan cara seleksi data, klasifikasi data, dan
penyusunan data. Data hasil pengolahan tersebut dianalisis secara kualitatif dan
penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induktif.
Hasil penelitian dan pembahasan ini menunjukan : (1) Perlindungan hukum bagi
anak yang diikutsertakan dalam kampanye di Indonesia diatur dalam Pasal 15
Undang-Undang No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Pasal 280 ayat
(2) huruf k Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, dan Pasal 1 ayat (6) Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2014tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati, dan Walikota yang telah ditetapkan menjadi Undang-Undang
berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 2015 yang telah diperbaharui oleh
Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 (2) Faktor penghambat perlindungan anak
yang diikutsertakan dalam kampanye partai politik yaitu faktor penegakan hukum,
faktor masyarakat, faktor kebudayaan, faktor sarana dan fasilitas.
Saran dalam penelitian ini adalah : (1) Hendaknya orang tua lebih memperhatikan
dampak kepada anak saat mengajak anak dalam kegiatan kampanye partai politik
Octyarus Wianty
karena hal tersebut sering dilakukan secara sadar dan tidak sadar. Jika anak
diikutsertakan dalam kampanye parpol dan mendengar bahasa, tutur kata, atau
prilaku yang tidak baik akan berdampak pada psikologi mereka. (2) Hendaknya
Partai politik mempertimbangkan substansi serta pesan-pesan yang hendak
disampaikan dalam kampanye partai politik. Saat berkampanye harus memiliki
konsep kampanye ramah anak. Sehingga pelaksanaan kampanye tersebut
meminimalisir dampak negatif yang bisa berpengaruh secara psikologis atau
kekerasan emosional seperti meniru hal yang tidak pantas untuk dilihat oleh anak.
Kata Kunci : Perlindungan Anak, Kampanye, Partai Politik1512011300 OCTYARUS WIANTY-2022-04-20T02:43:37Z2022-04-20T02:43:37Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58501This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/585012022-04-20T02:43:37ZIMPLEMENTASI STANDARD MINIMUM RULES FOR THE TREATMENT
OF PRISONERS TERHADAP WARGA BINAAN DALAM
LEMBAGA PEMASYARAKATAN
(Studi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Bandar Lampung)Pelaksanaan Pembinaan Petugas Lembaga Pemasyarakatan dan sebagai aparat
pemerintah sekaligus sebagai pranata hukum, aparat pembina harus dapat menjaga
keseimbangan dan memberikan perlakuan yang sama atau adil terhadap sesama
warga binaan. Instansi atau Lembaga Pemasyarakatan dalam melaksanakan
tugasnya harus memperhatikan sisi kemanusiaan karena warga binaan merupakan
bagian dari masyarakat yang haruslah secara wajar diperhatikan hak–haknya
terutama bagi warga binaan yang telah selesai menjalani masa hukumannya dan
siap kembali kemasyarakat. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah
Bagaimanakah Implementasi Standard Minimum Rules For The Treatment Of
Prisoners Terhadap Warga Binaan Dalam Lembaga Pemasyarakatan kelas I
Bandar Lampung dan Apakah faktor penghambat dalam Mengimplementasikan
Standard Minimum Rules For The Treatment Of Prisoners Terhadap Warga
Binaan Dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Bandar Lampung.
Penulisan skripsi ini menggunakan dua pendekatan masalah yaitu pendekatan
secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Narasumber penelitian ini terdiri dari
Kepala Bagian Pembinaan, Kepala Bagian Kesehatan, Warga Binaan, dan
Akademis Hukum Pidana Universitas Lampung. Pengumpulan data dilakukan
dengan studi perpustakaan dan studi lapangan. Analisis data dilakukan dengan
cara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik suatu kesimpulan
bahwa, (1) Implementasi Standard Minimum Rules Of The Treatment For
Prisoners dilakukan dengan cara meratifikasikan ke dalam bentuk UndangUndang yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
agar sesuai dengan keadaan yang ada di Indonesia. Dalam
pengimplementasiannya sudah sesuai dengan undang-undang dan peraturanperaturan yang berlaku di Indonesia sehingga apa yang menjadi cita-cita dalam
pembinaan tersebut tercapai.
Nur setiawan
(2) Faktor Penghambatan yang dihadapi Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Bandar
Lampung adalah: Faktor perundang-undangannya atau hukumnya sendiri, yaitu
belum membedakan proses pembinaan antara warga binaan tindak pidana umum
dengan tindak pidana khusus. Faktor penegak hukum, yaitu kurangnya petugas
pembina pemasyarakatan baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Faktor sarana
dan prasarana, yaitu bangunan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan yang tidak
seimbang dengan jumlah penghuni. Faktor Masyarakat, yaitu masyarakat yang
sulit menerima kehadiran warga binaan ditengah lingkungan masyarakat serta
kurangnya dukungan dari orang-orang terdekat warga binaan. Faktor kebudayaan,
yaitu kurangnya kesadaran diri dari warga binaan untuk mengikuti proses
pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan,
Saran dalam penelitian ini adalah yang pertama Hendaknya Aparat Penegak
Hukum khususnya kepada Aparatur Lembaga Pemasyarakatan dalam melakukan
pembinaan terhadap warga binaan sungguh-sungguh menerapkan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan serta undang-undang lainnya
dalam pelaksanaannya, yang kedua Hendaknya Pemerintah memperhatikan apa
yang menjadi kebutuhan bagi warga binaan dan Lembaga Pemasyarakatan agar
warga binaan bisa mengikuti proses pembinaan yang ada di Lembaga
Pemasyarakatan dengan baik dan terhindar dari terjadinya residivis.
Kata kunci : Standard Minimum Rules For The Treatment Of Prisoners,
Warga Binaan, Lembaga Pemasyarakatan.
Implementation founding the correctional officer and as a government apparatus
as well as legal institutions, the guiding apparatus must be able to maintain
balance and give the same treatment or fair a fellow fostered citizens. Correctional
institutions institutions in carrying out their duties must pay attentions to the
human side because the fostered people are part of the community whose rights
should be properly considered especially for fostered citizens who have finished
serving their sentences and are ready to return to community. The problems
discussed in this thesis are how is the implementation of standard minimum rules
for the treatment of prisoners towards fostered residents in Bandar Lampung class
1 penitentiary and what are the inhibiting factors in implementing standard
minimum rules for the treatment of prisoners towards fostered residents in
correctional institutions class 1 Bandar Lampung.
Writing this thesis uses two problem approaches namely juridical normative and
empirical juridical approach. The resource person of this research consisted of the
headof the coaching section, head of health, fostered citizens, academic criminal
law university of lampung. Data collection is done by library study and field
study. Data analysis was carried out in a qualitative manner.
Based on the results of research on discussion a conclusion can be drawn that. (1)
implementation standard minimum rules for the treatment of prisoners done by
ratifying it into the form of the law namely law number 12 of 1995 concerning
correctionalservise to suite the conditions in Indonesia. The implementation is in
accordance with the law and regulations in force in Indonesia so that what is to be
achieved in the development is achieved. (2) inhibitory factor faced by the
correctional institution class 1 Bandar Lampung is the laws factor or the law it self
that is they have not differentiated the fostering process between those fostered by
generalcriminal acts from specific criminal acts from specific criminal acts I am
Nur Setiawan
enforcement factors namely the lack of correctional supervisors in terms of both
quantity and quality. Facilities and infrastructure factors namely buildings in
prison are not balanced with the number of occupants. Community factors,
namely the community that is difficult to accept the presence of fostered people in
the midst of the community and the lack of support form those closest to the
fostered people cultural factors namely the lack of self awareness of fostered
citizens to follow the quidance process in a penitentiary.
The suggestion in this study is that the first one should be law enforcement
officersin particular to the penitentiary. Apparatus in guiding the fostered citizens
really applying law number 12 of 1995 concerning correctional and other laws in
its implementation the second one is that the government should pay attention to
the needs of the fostered citizens and correctional institutions so that fostered
citizens can follow the guidance process in prison properly and avoid recidivist.
Keywords : Standard minimum rules for the treatment of prisoners, fostered
citizens, correctional institution.1412011321 NUR SETIAWAN-2022-04-20T02:43:35Z2022-04-20T02:43:35Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58555This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/585552022-04-20T02:43:35ZANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP KEPALA
DESA YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DANA
PROGRAM REHABILITASI RUMAH TIDAK LAYAK HUNI
(Studi Putusan Nomor: 3/Pid.Sus-TPK/2017/PT.TJK.)Program rehabilitasi rumah tidak layak huni seharusnya dilaksanakan sesuai dengan
peruntukannya yaitu perbaikan rumah masyarakat tidak mampu yang sangat
membutukan bantuan dari pemerintah, tetapi faktanya justru dana yang dianggarkan
untuk program tersebut dikorupsi oleh Kepala Desa. Pelaku tersebut harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum yang berlaku.
Permasalahan penelitian ini adalah: Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana
terhadap kepala desa yang melakukan tindak pidana korupsi dana program
rehabilitasi rumah tidak layak huni dalam Putusan Nomor: 3/Pid.Sus-
TPK/2017/PT.TJK. dan apakah dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan
pidana terhadap kepala desa yang melakukan tindak pidana korupsi dana program
rehabilitasi rumah tidak layak huni dalam Putusan Nomor: 3/Pid.Sus-
TPK/2017/PT.TJK.
Metode penelitian dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif dan yuridis
empiris. Jenis data menggunakan data sekunder dan data primer. Narasumber
penelitian terdiri dari Hakim Tipikor pada Pengadilan Tinggi Tanjung Karang dan
Dosen Bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data
menggunakan analisis kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa pertanggungjawaban pidana
terhadap pelaku tindak pidana korupsi dana program rehabilitasi rumah tidak layak
huni dilakukan dengan penjatuhan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan denda
sebesar Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) subsider (2) dua bulan kurungan
sebagaimana tertuang dalam Putusan Pengadilan Nomor: 3/Pid.Sus-
TPK/2017/PT.TJK, karena perbuatan tersebut telah memenuhi unsur-unsur
pertanggungjawaban pidana yaitu pelaku telah cakap atau dewasa untuk melakukan
perbuatan hukum, tidak ada alasan pembenar dan alasan pemaaf bagi terdakwa
dalam melakukan korupsi dana program rehabilitasi rumah tidak layak huni,
sehingga pelaku harus mempertanggungjawabkan tindak pidana korupsi karena
memenuhi unsur kesengajaan. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan
putusan pidana dalam perkara tindak pidana korupsi dana program rehabilitasi
rumah tidak layak huni pada Putusan Nomor: 3/Pid.Sus-TPK/2017/PT.TJK adalah
Nanda Novia Putri
terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana korupsi sebagaimana didakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum. Hakim juga
mempertimbangkan bahwa pemidanaan adalah untuk memberikan efek jera dan
sebagai pembinaan terhadap terdakwa.
Saran dalam penelitian ini adalah pemerintah hendaknya meningkatkan pengawasan
terhadap program pembangunan di desa melalui dana bantuan pemerintah untuk
pembangunan dan kelengkapan sarana prasarana dalam rangka mencegah terjadinya
tindak pidana korupsi. Majelis hakim yang menangani tindak pidana korupsi di
masa yang akan datang diharapkan untuk lebih konsisten mengemban amanat
pemberantasan tindak pidana korupsi.
Kata Kunci: Pertanggungjawaban Pidana, Kepala Desa, Korupsi1542011051 NANDA NOVIA PUTRI-2022-04-20T02:43:33Z2022-04-20T02:43:33Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58558This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/585582022-04-20T02:43:33ZANALISIS KRIMINOLOGIS PENIPUAN DAN PENGGELAPAN SEWA
KAMERA DENGAN MODUS PEMALSUAN
IDENTITAS DI WILAYAH
BANDAR LAMPUNGPenipuan kejahatan penggelapan dan penggelapan kamera dengan modus pemalsuan
identitas merupakan tindak pidana yang cukup meresahkan, karena niat pelaku yang
terencana dan tersusun rapi sehingga sulit untuk dilacak. Hal inilah yang membuat
pemalsuan identitas diatur dan termasuk suatu tindakan pidana. Tindak pidana
pemalsuan pada umumnya dilakukan oleh pelaku yang memiliki kewenangan dalam
suatu kumpulan masyarakat, lembaga atau instansi dan organisasi pemerintahan.
Pemalsuan terhadap tulisan atau surat terjadi apabila isinya atas surat itu yang tidak
benar digambarkan sebagai benar. Kejahatan pemalsuan identitas di atas tidak hanya
korban saja yang merasa dirugikan tetapi, nama yang dicatut oleh tersangka pun
mengalami kerugian yang sama, peran pihak berwenang salah satu syarat penting
dalam menanggulangi dan melakukan pencegahan terjadinya kejahatan penipuan
dengan modus pemalsuan identitas di wilayah Bandar Lampung.
Penulis skripsi ini mengunakan dua pendekatan masalah yaitu pendekatan secara
yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber dan jenis data yang digunakan dalam
penulisan proposal skripsi ini adalah data primer dan data skunder, Pengumpulan data
dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan. Responden penelitian ini
terdiri dari Polisi Sektor Kedaton Bandar Lampung, Narasumber, dan Dosen Bagian
Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Data penelitian dianalisis
secara kualitatif.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan penunulis maka ditarik kesimpulan
bahwa faktor-faktor yang menjadi penyebab pelaku melakukan kejahatan penipuan
dan penggelapan kamera dengan modus pemalsuan identitas yaitu faktor ekonomi
yaitu faktor paling utama faktor yang paling mendasari pelaku melakukan kejahatan
penipuan dengan modus pemalsuan identitas untuk memenuhi kebutuhan keluarga
yang dilanda kemiskinan. Faktor lingkungan, lingkungan yang merupakan faktor
yang membuat pelaku terdorong untuk melakukan kejahatan tersebut. Faktor
pendidikan faktor ini memperlihatkan bahwa kurang pemahaman mengenai dampak
hukum oleh pelaku dari apa yang dilakukannya. Faktor iseng dan coba-coba faktor ini
yang menjadi awal sebab-musabab nya pelaku melakukan kejahatan penipuan,
dengan berawal
Nur Rahma Lestari
sesekali mencoba dan berhasil ini yang menyebabkan pelaku ketagihan. Faktor
peranan korban, aktor ini menjadi sangat penting dalam kasus ini, karna kurang nya
kewaspadaan korban yang mudah tegiur oleh iming iming pelaku membuat pelaku
senang dan merasa berhasil sehingga mengulang kejahatan tersebut. Selanjutnya,
faktor terakhir yang menjadi faktor pelaku melakukan kejahatan ini yaitu factor
minimnya tertangkap oleh pihak berwajib, kurangnya kepedulian masyarakat akan
hal tesebut, sehingga pelaku kejahatan ini sulit untuk diungkap oleh aparat penegak
hukum. Upaya penangulangan yang dilakukan oleh pihak kepolisian tentang
kejahatan penipuan dan penggelapan kamera dengan modus pemalsuan identitas
berupa Mengadakan penyuluhan hukum kepada masyarakat Kota Bandar Lampung.
Menyebar informasi berupa tulisan. Memberikan ceramah-ceramah agama kepada
masyarakat. Berkerjasama dengan masyarakat.
Saran penulis Bagi pihak berwenang agar banyak memberikan himbauan bagi seluruh
warga masyarakat khususnya kota Bandar Lampung untuk selalu waspada akan
iming-iming kerabat atau orang yang baru anda kenal yang bertujuan untuk
mendapatkan keuntungan yang lebih, Selain mengadakan penyuluhan hukum
mengenai kewaspadaan terhadap kejahatan penipuan dengan modus pemalsuan
identitas di kota Bandar Lampung, hendaknya turut memfungsikan kementrian agama
sebagaimana mestinya dalam hal ini guna meningkatkan kegiatan bimbingan
keagamaan kepada masyarakat agar masyarakat dapat memiliki keimanan yang kuat
serta kesadaran yang tinggi sehinga tidak melakukan tindak pidana penipuan.
Kata Kunci : Kriminologis, Penipuan, Penggelapan, Pemalsuan Identitas.1512011267 NUR RAHMA LESTARI-2022-04-20T02:43:31Z2022-04-20T02:43:31Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58502This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/585022022-04-20T02:43:31ZPERAN GEGANA KORPS BRIMOB POLRI DALAM PENANGGULANGAN
TINDAK PIDANA TERORISME
(Studi pada Gegana Korps Brimob Polda Lampung)Aksi teror merupakan kejahatan luar biasa sehingga siapapun pelakunya dan apapun
motifnya, tindakan tersebut tidak bisa ditolerir. Aksi teror pada ruang publik sebagai
kejahatan yang bukan semata-mata pada tindakannya, namun juga pada dampak
kelanjutan yang diakibatkannya. Salah satu Korps Kepolisian yang memiliki peranan
dalam penanggulangan tindak pidana terorisme adalah Korps Brigade Mobile
(Brimob), khususnya Detasemen Gegana. Permasalahan dalam penelitian ini adalah:
(1) Bagaimanakah peran Gegana Korps Brimob Polri dalam penanggulangan tindak
pidana terorisme? (2) Bagaimanakah standar operasional prosedur penanggulangan
tindak pidana terorisme oleh Gegana Korps Brimob Polri?
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis
empiris. Narasumber terdiri dari pihak Detasemen Gegana Korps Brimbob Polda
Lampung dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. Pengumpulan
data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan
secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan: (1) Peran Gegana Korps Brimob
Polri dalam penanggulangan tindak pidana terorisme terdiri atas peran normatif dan
peran faktual. Peran normatif dilaksanakan beradasarkan Undang-Undang
Kepolisian, sedangkan peran faktua dilaksanakan oleh Unit Penjinak Bom dengan
cara menjinakkan benda yang diduga bom di Supermarket Transmart Bandar
Lampung. Penjinakannya adalah dengan menggunakan sinar X atau X- Ray sampai
dengan melakukan discrupter terhadap benda yang diduga berisi bom di TKP.
Setelah benda yang diduga bom tersebut dipastikan aman, selanjutnya benda tersebut
dibawa ke Mako Brimob Polda Lampung dan diserahterimakan kepada Polresta
Bandar Lampung. (2) Standar operasional prosedur penanggulangan tindak pidana
terorisme oleh Gegana Korps Brimob Polri mengacu kepada Peraturan Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penanganan
Penjinakan Bom. Adapun prosedurnya dilakukan melalui tahap persiapan,
pelaksanaan dan konsolidasi serta mengindahkan larangan dan keharusan bagi
petugas demi keselamatan diri, lingkungan dan masyarakat sekitar.
Muhammad Rizki Saputro
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Unit Penjinak Bom Detasemen Gegana Satuan
Brimob disarankan untuk mengadakan sosialisasi kepada Polisi Kewilayahan terkait
parameter pada saat penanganan TKP bom. (2) Masyarakat disarankan untuk
mendukung tugas Unit Penjinak Bom Detasemen Gegana Satuan Brimob dengan
cara mengikuti semua instruksi yang disampaikan petugas dalam penanganan bom,
agar tidak ada hal-hal yang dapat membahayakan masyarakat di sekitar lokasi
penanganan bom.
Kata Kunci: Peran, Gegana Korps Brimob, Terorisme1412011285 MUHAMMAD RIZKI SAPUTRO-2022-04-20T02:43:29Z2022-04-20T02:43:29Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58500This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/585002022-04-20T02:43:29ZANALISIS PERANAN INTELKAM DALAM PENYELIDIKAN
TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
(Studi pada Direktorat Narkoba Kepolisian Daerah Lampung)Tindak pidana narkotika merupakan kejahatan yang membahayakan masa depan
bangsa dan negara, sehingga Kepolisian melaksanakan penegakan hukum secara
optimal yang dimulai dari penyelidikan tindak pidana. Penyelidikan tindak pidana
penyalahgunaan narkotika memerlukan peranan Intelkam kepolisian. Permasalahan
dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah peranan intelkam dalam penyelidikan
tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh Direktorat Narkoba Kepolisian
Daerah Lampung dan apakah yang menjadi faktor penghambat peranan intelkam
dalam penyelidikan tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh Direktorat
Narkoba Kepolisian Daerah Lampung?
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis
empiris. Narasumber terdiri dari Penyidik Direktorat Narkoba Polda Lampung dan
akademisi Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. Pengumpulan data dilakukan
dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa peranan intelkam dalam
penyelidikan tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh Direktorat Narkoba
Kepolisian Daerah Lampung termasuk dalam peranan normatif dan faktual. Peranan
normatif didilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan khususnya
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia dan Surat Keputusan Kapolri Nomor: Skep/37/I/2005 tentang Intelijen
Polri. Peran faktual dilaksanakan dengan kegiatan pengumpulan bahan/data,
pembuatan hipotesa, pengumpulan data tambahan, analisis dan konklusi data
intelijen penyalahgunaan narkotika. Setelah didapatkan data intelijen selanjutnya
dilaksanakan penyelidikan melalui tindakan penyamaran dan penindakan
pemberantasan, kemudian dilaksanakan penyidikan terhadap pelaku sesuai dengan
ketentuan hukum acara yang berlaku dan setelah lengkap berkas dilimpahkan ke
Kejaksaan untuk proses hukum selanjutnya. Faktor-faktor penghambat peranan
intelkam dalam penyelidikan tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh
Direktorat Narkoba Kepolisian Daerah Lampung faktor penegak hukum yaitu
secara kuantitas masih kurangnya personil Intelkam dan secara kualitas masih
belum optimalnya pelaksanaan identifikasi ancaman kamtibmas, faktor sarana
prasana yaitu keterbatasan sarana dan prasarana untuk mengidentifikasi keberadaan
Muhammad Rifasani Riadi
bandar narkotika, faktor masyarakat yaitu masih adanya ketakutan atau keengganan
masyarakat untuk menjadi saksi dalam proses penegakan hukum terhadap pelaku
penyalahgunaan narkotika dan faktor budaya yaitu masih digunakannya hukum adat
oleh masyarakat dalam menyelesaikan perkara pidana.
Saran dalam penelitian ini adalah agar sistem deteksi dini intelkam Polri lebih
mendapat pemahaman dan perhatian yang lebih sehingga dapat melakukan
antisipasi yang tepat nantinya ketika melakukan tugas di lapangan. Penyidik
disarankan untuk melaksanakan teknik penyelidikan yang paling efektif dan efisien
dalam mengungkap tindak pidana narkotika.
Kata Kunci: Peranan Intelkam, Penyidikan, Narkotika 1412011284 MUHAMMAD RIFASANI RIADI-2022-04-20T02:43:28Z2022-04-20T02:43:28Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58497This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/584972022-04-20T02:43:28ZPERSPEKTIF PERAN MASYARAKAT DALAM UPAYA PENCEGAHAN
TINDAK PIDANA TERORISMETindak pidana terorisme merupakan kejahatan internasional yang membahayakan
keamanan dan perdamaian dunia serta merupakan pelanggaran berat terhadap hak
asasi manusia, terutama hak untuk hidup masyarakat. Upaya pencegahan
terorisme tidak dapat mengabaikan peran masyarakat luas dan lingkungan sosial,
mengingat terorisme hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat.
Pendekatan masalah dalam penelitian dan pembahasan ini adalah dengan
menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber data
dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data
dilakukan dengan studi lapangan dan studi kepustakaan. Setelah data terkumpul
kemudian dianalisis secara deskrptif kualitatif untuk mendapatkan suatu
kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan perspektif peran masyarakat dalam
upaya pencegahan tindak pidana terorisme terdiri dari peran normatif, peran ideal
dan peran faktual. Peran normatif terdapat dalam Pasal 30 Undang-Undang
Dasar 1945 “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut dalam usaha pertahanan
dan keamanan negara, usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan
melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat oleh Tentara Nasional Indonesia
dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai kekuatan utama dan rakyat
sebagai kekuatan pendukung dan Undang-Undang Kepolisian Negara Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Pasal 1 tentang Kamtibnas “keamanan dan
ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu
prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka
tercapainnya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan,
ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketentraman yang mengandung
kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat
dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran
hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat. Peran ideal disini seharusnya Kepolisian dan BNPT lebih melibatkan masyarakat
dalam upaya pencegahan terorisme melalui pemberdayaan dengan membangun
kemitraan (partnership building), membangun kepedulian masyarakat,
menciptakan kolaborasi antar organisasi masyarakat sipil, mensosialisasikan
teknik deteksi dini terhadap pencegahan terorisme. Sedangkan Peran faktual
dalam rangka pencegahan terorisme adalah seharusnya masyarakat dapat lebih
berperan aktif terkait pencegahan tindak pidana dengan peningkatan kemampuan
dan kepekaanmasyarakat dengan melaporkan hal-hal yang dianggap
mencurigakan di lingkungan sekitar dan lebih memperhatikan dan mengenali
tetangga di tempat tinggal masing-masing. Peran serta masyarakat dibutuhkan
dalam hal memutus ideologisasi yang menyimpang, mendeteksi keberadaan
teroris, deteksi dini. Faktor penghambat dari peran serta masyarakat dalam upaya
pencegahan tindak pidana terorisme ada 4 faktor yaitu faktor hukum, faktor
penegak hukum, .faktor sarana prasarana, faktor masyarakat. Saran dalam skripsi ini yaitu pemerintah khususnya legislatif hendaknya
menambahkan kata wajib dalam Undang-Undang Terorisme No 5 Tahun 2018. Masyarakat hendaknya berperan aktif dalam upaya pencegahan tindak pidana
terorisme. Penegak hukum hendaknya melibatkan masyarakat dalam deteksi dini
pencegahan tindak pidana terorisme.
Kata kunci: perspektif, peran masyarakat, pencegahan terorisme1412011281 M. REGA-2022-04-20T02:43:27Z2022-04-20T02:43:27Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58494This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/584942022-04-20T02:43:27ZANALISIS PENJATUHAN PIDANA TERHADAP SAKSI PELAKU YANG
BERPERAN SEBAGAI JUSTICE COLLABORATOR
(Studi pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang)Tahun 2011 Mahkamah Agung mengeluarkan Sema (Surat Edaran Mahkamah
Agung) tentang Justice Collaborator. Namun, walaupun peraturan perundang- undangan menyatakan keterangan Justice Colaborator menjadi pertimbangan
hakim meringankan hukuman, dalam praktek di Indonesia tidak selalu demikian.
Ini misalnya terjadi dalam beberapa kasus dengan terdakwa yang juga berstatus
sebagai Justice Collaborator Majelis hakim tetap memvonis terdakwa sesuai
besarnya hukuman yang dituntut jaksa. Permasalahan dalam skripsi ini adalah
Bagaimana Penjatuhan Pidana dan Perlindungan Hukum Terhadap Saksi Pelaku
yang Berperan Sebagai Justice Collaborator serta Apakah Faktor Yang
Mempengaruhi Dikabulkan atau Tidak Dikabulkannya Status Justice
Collaborator Terhadap Saksi Pelaku.
Pendekatan Masalah yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridis empiris.
Metode Pengumpulan Data yaitu studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data
yaitu analisis kualitatif. Narasumber yaitu Hakim pada Pengadilan Negeri
Tanjung Karang, Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Direktur
Lembaga Bantuan Hukum Bandar Lampung serta Akademisi Hukum Pidana pada
Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Hasil Penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa Penjatuhan Pidana
terhadap Saksi Pelaku yang Berperan Sebagai Justice Collaborator yaitu kepada
Justice Collaborator yang telah memberikan bantuan itu hakim dengan tetap
mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat dapat mempertimbangkan untuk:
Menjatuhkan pidana percobaan bersyarat khusus; dan/atau Menjatuhkan pidana
berupa pidana penjara yang paling ringan di antara terdakwa lainnya yang terbukti
bersalah dalam perkara yang dimaksud. Faktor Yang Mempengaruhi Dikabulkan
atau Tidak Dikabulkannya Status Justice Collaborator Terhadap Saksi Pelaku
antara lain Mengakui Tindak Pidana yang dilakukannya, Bukan pelaku utama
dalam tindak pidana yang diungkapkannya, Memberikan keterangan sebagai saksi
dalam persidangan, Mengungkap tindak pidana secara efektif atau mengungkap
pelaku lain yang mempunyai peran lebih besar, Jaksa Penuntut Umum dalam
tuntutannya mencantumkan peranan yang telah diberikan oleh pelaku.
Muhammad Raka Priatmaja
Saran dalam penelitian ini adalah Perlu adanya pemahaman yang benar dan lebih
menyeluruh mengenai konsep Justice Collaborator oleh Penutut Umum dan
Majelis Hakim agar perbedaaan pertimbangan yang terjadi antara penuntut umum
dan majelis hakim dapat diminimalisir sehingga dalam memberikan putusan
terhadap para saksi pelaku yang bekerjasama dapat berkeadilan bagi para saksi
pelaku yang bekerjasama. Setiap unsur aparat penegak hukum yang menangani
justice collaborator perlu memiliki pemahaman yang sama tentang aturan hukum, mekanisme serta hak-hak justice collaborator sehingga justice collaborator tidak
berakhir menjadi korban di kemudian hari. Kata Kunci : Penjatuhan Pidana, Saksi Pelaku, Justice Collaborator.1512011219 MUHAMMAD RAKA PRIATMAJA-2022-04-20T02:43:25Z2022-04-20T02:43:25Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58491This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/584912022-04-20T02:43:25ZUPAYA KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA
PRODUKSI OBAT KERAS TIPE BERBAHAYA (GEVAARLIJK)
TANPA IZIN
(Studi Kasus di Polresta Tangerang)Obat keras tipe berbahaya (gevaarlijk) adalah obat daftar G, obat yang untuk
memperolehnya harus dengan resep dokter dan obat tersebut ditandai dengan
lingkaran merah bergaris tepi hitam dengan tulisan huruf K di dalamnya. Obat ini
dinamakan obat keras tipe berbahaya karena jika digunakan secara sembarangan
dapat membahayakan, menurunkan fungsi otak, meracuni tubuh bahkan bisa
menyebabkan kematian. Dalam penelitian ini dibahas dua pokok permasalah, pertama
bagaimanakah upaya kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana produksi obat
keras daftar G (gevaarlijk) tanpa izin? Kedua, apakah faktor-faktor yang menjadi
penghambat kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana produksi obat keras
daftar G (gevaarlijk) tanpa izin?
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis
normatif dan pendekatan yuridis empiris dengan menggunakan data primer dan data
sekunder. Narasumber dalam penelitian ini adalah Kasat Reskrim Polsek Balaraja,
Kepada Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan Badan Pengawas Obat dan Makanan
Kabupaten Tangerang, Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas
Lampung, Mantan Pengguna Obat Keras Daftar G.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa upaya
kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana produksi obat keras tipe berbahaya
(gevaarlijk) tanpa izin melalui upaya represif dan preventif. Faktor-faktor
penghambat dalam menanggulangi tindak pidana produksi obat keras tipe berbahaya
(gevaarlijk) tanpa izin merupakan faktor hukumnya sendiri yaitu terjadi timpang
tindih kewenangan antara kepolisian dan BPOM, faktor penegak hukum yaitu masih
ada aparat kepolisian yang melakukan tindak pidana, faktor sarana atau fasilitas yaitu
belum sesuai dengan apa yang dibutuhkan, dan faktor masyarakat yaitu kurangnya
kesadaran masyarakat tentang Obat Keras tipe berbahaya.
Muhammad Iqbal Marino Kusumo
Saran dalam penelitian ini merupakan penegak hukum harus meningkatkan
kerjasamanya dalam pengawasan untuk meminimalisir tindak pidana produksi obat
keras tipe berbahaya (gevaarlijk) tanpa izin. Pemerintah lebih tegas dan konsisten
dalam menerapkan ketentuan hukum agar dapat memberikan efek jera terhadap
pelaku usaha obat keras tipe berbahaya (gevaarlijk) tanpa izin.
Kata kunci : Penanggulangan, Kepolisian, Produksi Obat Keras, Tanpa izin1542011091 MUHAMMAD IQBAL MARINO KUSUMO-2022-04-20T02:43:23Z2022-04-20T02:43:23Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58489This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/584892022-04-20T02:43:23ZKAJIAN PENERAPAN ASAS PRADUGA TIDAK BERSALAH
TERHADAP TINDAKAN TEMBAK DI TEMPAT OLEH BADAN
NARKOTIKA NASIONALAsas praduga tidak bersalah adalah salah satu ketentuan yang diatur dalam hukum
acara pidana yaiu pada Penjelasan Umum Angka 3 Huruf C Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) terkait dengan penerapan asas praduga tidak bersalah dalam
implementasinya seringkali dibenturkan dengan kebijakan tindakan tembak di
tempat sehingga terjadi penyimpangan dalam penerapan terhadap asas tersebut hal
ini dapat dilihat pada kasus penggunaan tindakan tembak di tempat oleh Badan
Narkotika Nasional kepada pelaku penyalahgunaan narkotika. Berdasarkan hal
tersebut permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan ini yaitu bagaimanakah
kajian penerapan asas praduga tidak bersalah terhadap tindakan tembak di tempat
oleh Badan Narkotika Nasional dan bagaimanakah tindakan tembak di tempat oleh
Badan Narkotika Nasional dalam perspektif hak asasi manusia.
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan
yuridis empiris. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah data primer dan data
sekunder. Narasumber pada penelitian ini terdiri dari Penyidik Badan Narkotika
Nasional Provinsi Lampung, Advokat Lembaga Bantuan Hukum 74 WA, dan
Akademisi Fakultas Hukum Universitas Lampung. pengumpulan data dilakukan
dengan studi pustaka dan studi lapangan, selanjutnya data dianalisis secara
kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penulis dapat diketahui bahwa (1)
Penerapan asas praduga tidak bersalah terhadap penggunaan tindakan tembak di
tempat kepada pelaku penyalahgunaan narkotika oleh penyidik Badan Narkotika
Nasional telah sesuai dengan kebijakan diskresi dalam melakukan tindakan tembak
di tempat sebagaimana yang diatur dalam KUHAP, dan Perkap BNN No. 22 tahun
2016 tentang Pengelolaan Senjata Api Di Lingkungan Badan Narkotika Nasional,
sehingga bukanlah penyimpangan terhadap asas tersebut hal ini dikarenakan
terdapat alasan pembenar yang melindungi tindakan penyidik dalam menjalankan
tugasnya sebagaimana yang diatur dalam Pasal 48 sampai dengan 51 KUHP. (2)
Tindakan tembak di tempat dalam perspektif HAM erat kaitannya dengan hak hidup
seseorang yang termasuk ke dalam hak yang tidak dapat ditangguhkan atau
dikurangi dalam pelaksanaannya (nonderogable rights). Akan
Muhammad Edy Priyono
tetapi di dalam UUD 1945 tidak menganut kemutlakan HAM sebagaimana yang
tertuang dalam Pasal 28 J Ayat 2 UUD 1945, sehingga pemberlakuan kebijakan
tindakan tembak di tempat sepanjang terdapat peraturan yang memberikan
kewenangan kepada aparat penegak hukum untuk menggunakan senjata api, dan
dijalankan sesuai dengan SOP yang berlaku maka bukanlah sebagai bentuk
pelanggaran HAM.
Saran dalam penelitian ini adalah hendaknya diadakan suatu aturan khusus untuk
membatasi pemberlakuan asas praduga tidak bersalah hal ini bertujuan supaya tidak
terjadinya multitafsir mengenai asas praduga tidak bersalah antara penegak hukum,
masyarakat, ataupun perorangan sehingga asas praduga tidak bersalah tidak
dijadikan sebagai pelindung para pelaku penyalahgunaan narkotika ataupun
kejahatan lainnya untuk menutupi perbuatannya akibat dari ketidaksepahaman
mengenai asas tersebut, serta hendaknya diadakan pengaturan yang tegas mengenai
akibat hukum atas pelanggaran tindakan aparat penegak hukum yang tidak sesuai
dengan SOP.
Kata Kunci: Penerapan, Asas Praduga Tidak Bersalah, Tembak Di Tempat,
Badan Narkotika Nasional.1512011358 MUHAMMAD EDY PRIYONO-2022-04-20T02:43:22Z2022-04-20T02:43:22Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58486This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/584862022-04-20T02:43:22ZPERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU ABORSI
AKIBAT PERKOSAAN
(KAJIAN TERHADAP PP NO. 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN
REPRODUKSI)Aborsi merupakan tindak pidana berdasarkan Pasal 346 KUHP (diancam 4 tahun
penjara), yang menjadi legal secara hukum dengan syarat daurat medis atau
kehamilan akibat perkosaan yang diatur didalam PP No. 61 Tahun 2014 (tentang
Kesehatan Reproduksi). Maka berlaku asas lex posteriori derogate legi priori
(peraturan baru dapat mengesampingkan peraturan lama). Permasalahan dalam
skripsi ini adalah Bagaimana pertanggungjawaban pidana pelaku aborsi akibat
perkosaan dan apakah faktor penghambat penerapan aborsi akibat perkosaan sesuai
dengan PP No. 61 Tahun 2014.
Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridis empiris.
Metode pengumpulan data yaitu studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data
yaitu analisis kualitatif. Narasumber yaitu Kanit Perlindungan Perempuan dan
Anak pada Kepolisian Resort Kota Metro serta Sekretaris Provinsi pada Komisi
Nasional Perlindungan Anak Provinsi Lampung.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa: Korban perkosaan tidak
dapat dikenakan ancaman pidana apabila melakukan aborsi dikarenakan alasan
pemaaf dari daya paksa (overmacht) perkosaan dan alasan pembenar didalam Pasal
31 Ayat (1) huruf (b) PP No. 61 Tahun 2014. Terdapat dua faktor penghambat
dalam penerapan legalisasi aborsi korban perkosaan yaitu masih kurangnya
sosialisasi dan kebudayaan yang menolak adanya aborsi.
Saran dalam penelitian ini adalah: Negara harus lebih memperhatikan dalam
memberikan cara menyelesaikan masalah, apabila cara tersebut melanggar ham
lebih baik digunakan cara lain, aborsi bukan satu-satunya cara dalam
menyelesaikan trauma psikologis korban perkosaan. Dalam penerapan legalisasi
aborsi korban perkosaan para Penegak Hukum dapat memberikan sosialisasi aturan
Muhammad Aziz Al Khairi
aborsi korban perkosaaan secara menyeluruh, kedepannya masyarakat paham dan
mengerti serta membuka pikiran bahwa aborsi tetap dapat dilakukan dengan syarat
tertentu.
Kata Kunci: Aborsi, Korban Perkosaan, Pertanggungjawaban Pidana1512011309 Muhammad Aziz Al Khairi-2022-04-20T02:43:17Z2022-04-20T02:43:17Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58480This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/584802022-04-20T02:43:17ZPERLINDUNGAN HUKUM PIDANA TERHADAP REKENING
NASABAH BANK KORBAN SKIMMING MELALUI MESIN
ANJUNGAN TUNAI MANDIRI (ATM)Banyaknya fasilitas ATM yang disediakan oleh bank sebagai bentuk kemudahan
kepada nasabahnya, disalahgunakan oleh pelaku tindak pidana untuk melakukan
tindak pidana. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah
perlindungan hukum pidana terhadap rekening nasabah bank korban skimming
melalui mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM)? dan apakah faktor yang
mempengaruhi perlindungan hukum pidana terhadap rekening nasabah bank
korban skimming melalui mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM)?
Pendekatan masalah dilakukan secara yuridis empiris dan normatif. Sumber data
yang didapat dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Prosedur
pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan penelitian
lapangan. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan perlindungan hukum pada korban
kejahatan skimming merupakan bentuk perlindungan terhadap hak asasi manusia
atau kepentingan hukum seseorang yang sudah seharusnya perlu mendapatkan
perhatian serius dan penting adanya perluasan bentuk perlindungannya, mengingat
dewasa ini bentuk kejahatan dan korbannya begitu kompleks seiring dengan
majunya peradaban. Faktor yang mempengaruhi perlindungan hukum pidana
terhadap rekening nasabah bank korban skimming melalui mesin Anjungan Tunai
Mandiri (ATM), antara lain yaitu faktor perbankan, dimana dalam
penyelenggaraan layanan internet banking yang menyediakan sarana fisik seperti
ATM, bank kurang melakukan pengendalian pengamanan fisik terhadap peralatan
dan ruangan yang digunakan terhadap bahaya pencurian, perusakan dan tindakan
kejahatan lainnya oleh pihak yang tidak berwenang.
Saran, diharapkan aparat penegak hukum yang memahami seluk beluk teknologi
informasi/internet, sehingga pada saat pelaku tindak pidana ditangkap, aparat
penegak hukum tidak akan mengalami kesulitan untuk menemukan alat bukti
yang dipakai menjerat pelaku terleih apabila kejahatan yang dilakukan memiliki
sistem pengoperasian sangat rumit.
Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Rekening, Nasabah, Bank, Skimming
The number of ATM facilities provided by banks as a form of convenience to their
customers, is misused by criminal offenders to commit criminal acts. The problem
in this study is how does criminal legal protection against bank accounts of
victims of skimming through an Automated Teller Machine (ATM)? and what are
the factors that influence criminal law protection against the bank account of the
victim's skimming through the Automated Teller Machine (ATM)?
The problem approach is carried out in an empirical and normative juridical
manner. Sources of data obtained by using primary data and secondary data. The
procedure of data collection is done by means of library research and field
research. Data analysis in this study used qualitative analysis.
The results and discussion of the study show that legal protection for victims of
skimming crime is a form of protection of human rights or legal interests of
someone who should need serious attention and it is important to expand the form
of protection, considering that today the form of crime and victims is so complex
as civilization advances. The most dominant factor influences criminal legal
protection against bank accounts of victims of skimming through the Automatic
Teller Machine (ATM), among others, namely banking factors, where in the
provision of internet banking services that provide physical facilities such as
ATMs, banks do not control physical security of equipment and the room used
against the danger of theft, destruction and other acts of crime by unauthorized
parties.
Siuggestion, it is expected that law enforcement officials who understand the ins
and outs of information technology/internet, so that when criminal offenders are
arrested, law enforcement officers will not have difficulty finding evidence that is
used to ensnare the most abused if the crime has an extremely complicated
operating system.
Keywords: Law Protection, Account, Customer, Bank, Skimming1342011118 MORIX ARNANDO ARSYAD-2022-04-20T02:43:11Z2022-04-20T02:43:11Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58479This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/584792022-04-20T02:43:11ZPERAN KEPOLISIAN DALAM PENYIDIKAN TERHADAP PELAKU
PENYALAHGUNAAN APLIKASI TWITTER SEBAGAI PENYALUR
PROSTITUSI ONLINEInternet media that are so big and easy if not used wisely will give birth to crime
in the virtual world or known as cyber crime. One example of Cyber Crime in
Indonesia today is online prostitution. Online prostitution is an activity that makes
humans in terms of sexuality as an object to be traded through electronic media,
the existence of online prostitution is more difficult to touch and in practice
almost invisible because it is done with social media and applications. The
problems in this thesis are: (1) What is the role of the Police in investigating
perpetrators of Twitter application abuse as online prostitution dealers? (2) What
is the obstacle factor for the Police in investigating the misuse of Twitter
applications as a distributor of prostitution? The informants in this study consisted
of Investigator Subdit V Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Lampung and
Criminal Law academics Faculty of Law, University of Lampung. The results of
the research and discussion show that: (1) the role of the Police in investigating
the misuse of twitter applications as a distributor of Online prostitution is
normatively referring to the Criminal Procedure Code and the Police Law and
factually based on the facts in the field. (2) The inhibiting factors of the Police in
investigating the abuse of Twitter applications as the most dominant prostitution
distributor are cultural factors and facilities and infrastructure factors. Suggestions
in this study were (1) Strengthening penalties for pimps and prostitutes to have a
deterrent effect. (2) To the public to be able to filter negative shows such as
pornography
Keywords: Investigation, Online Prostitution, Twitter
Media Internet yang begitu besar dan mudah jika tidak dipergunakan dengan bijak
maka akan melahirkan kejahatan di dunia maya atau dikenal dengan istilah cyber
crime, Salah satu contoh Cyber Crime yang sedang populer di Indonesia saat ini
adalah prostitusi online. Prostitusi online merupakan kegiatan prostitusi atau suatu
kegiatan yang menjadikan manusia khusunya dalam hal seksualitas sebagai objek
untuk diperdagangkan melalui media elektronik atau online. Media elektronik
adalah semua informasi atau data yang diciptakan, didistribusikan, serta diakses
memakai bentuk elektronik, salah satu media elektronik yang digunakan salah
satunya adalah twitter. Praktik prostitusi online ini menjadikan seseorang sebagai
objek untuk diperdagangkan melalui media elektronik atau online. Para mucikari
memasarkan anak asuhnya melalui aplikasi seperti twitter. berbeda dengan
prostitusi lainnya yang membutuhkan tempat tertentu atau lokalisasi untuk
„manjajakan‟ dirinya, keberadaan prostitusi online lebih sulit tersentuh dan dalam
prakteknya nyaris tidak terlihat karena dilakukan dengan media sosial dan
aplikasi. Permasalahan dalam skripsi ini adalah: (1) Bagaimanakah peran
Kepolisian dalam penyidikan terhadap pelaku penyalahgunaan aplikasi twitter
sebagai penyalur prostitusi online ? (2) Apakah yang menjadi faktor penghambat
Kepolisian dalam penyidikan penyalahgunaan aplikasi twitter sebagai penyalur
prostitusi ?
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
masalah secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Narasumber pada penelitian
ini terdiri dari penyidik, Penyidik Subdit V Cyber Crime Ditreskrimsus Polda
Lampung dan akademisi Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis
data dilakukan secara kualitatif.
Mohammad Wildan Kharisma
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa: (1) peran Kepolisian
dalam penyidikan terhadap penyalahgunaan aplikasi twitter sebagai penyalur
prostitusi Online secara normatif adalah mengacu kepada KUHAP dan UndangUndang Kepolisian dan secara faktual yang didasakan pada fakta yang ada di
lapangan, saat ini kepolisisan belum menggunakan peranan ideal karena masih
banyak hambatan-hambatan yang terjadi di lapangan. (2) Faktor penghambat
Kepolisian dalam penyidikan penyalahgunaan aplikasi twitter sebagai penyalur
prostitusi yang paling dominan adalah Faktor budaya dan faktor sarana dan
prasarana.
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Tindak pidana prostitusi dalam media
elektronik merupakan salah satu tindak pidana yang sangat meresahkan
masyarakat. Karena modus melalui media elektronik sangat mudah dilakukan dan
telah terjadi peningkatan dari tahun ketahun maka hukumannya diperberat untuk
memberikan efek jera pada pelakuknya (2) Menginat bahwa kejahatan prostitusi
telah berkembang dengan modus kejahatan yang lebih modern dan menjadi tindak
pidana yang mersahkan masyarakat. Oleh Karena itu, diharapkan kepada seluruh
aparat penegak hukum, agar melakukan penindakan secara tegas kepada setiap
pelaku, karena beratnya sanksi akan memberikan pengaruh besar terhadap
pemberian efek jera dan daya cegah sebagai upaya pencegahan tindak pidana
dalam masyarakat.
Kata kunci: Penyidikan, Prostitusi online, Twitter1512011242 MOHAMMAD WILDAN KHARISMA-2022-04-20T02:43:09Z2022-04-20T02:43:09Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58472This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/584722022-04-20T02:43:09ZANALISIS PRAPERADILAN TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN
YANG DILAKUKAN PADA TAHAP PRAPENUNTUTAN
(Studi Komparatif Antara Putusan Pengadilan Negeri Tanjungkarang No.
01/Pid.Pra/2016/PN.Tjk dengan No. 3/Pid.Prap/2018/PN.Tjk)
KUHAP mengatur ada 2 lembaga yang dapat menghentikan perkara yang sedang
berjalan yaitu Penyidik dengan mengeluarkan Surat Perintah pemberhentian
penyidikan (SP3) dan Penuntut Umum dengan mengeluarkan Surat Ketetepan
Penghentian Penututan (SK2P). Permasalahan mengenai siapa yang berwenang untuk
menghentikan perkara timbul ketika perkara yang sedang berjalan masuk ke tahap
prapenuntutan karena dalam tahap ini kedua lembaga tersebut bersama-sama
melakukan penilaian secara substantive atas perkara yang sedang berjalan. Ada dua
keputusan yang masuk dalam tahap prapenuntutan namun mempunyai keputusan yang
berbeda. Putusan 01/Prapid/2016/PN Tjk. Mengabulkan permohonan pemohon
sedangkan putusan no 03/Prapid/2017/PN Tjk menolak permohonan pemohon.
Permasalahan yang dirumuskan pertama bagaimanakah batas kewenangan antara
penyidikan dan penuntutan ketika perkara masuk dalam tahap prapenuntutan, dan
kedua siapakah yang berwenang menghentikan perkara ketika perkara masuk dalam
tahap prapenuntutan.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normative yaitu metode
pendekatan dengan menganalisis data-data sekunder berupa putusan pengadilan, teoriteori. Disamping itu juga menggunakan metode yuridis empiris yaitu dengan
melakukan wawancara untuk melihat pendapat narasumber berkaitan dengan
permasalahan yang telah dirumuskan,
Berdasarkan hasil penelitian batas antara penyidikan dan penuntutan berdasarkan
putusan no. 01/Prapid/2016/PN Tjk adalah sebelum ada intervensi dari penuntut umum
adalah merupakan wilayah penyidik, maka menurut putusan tersebut tahap
prapenuntutan sudah masuk wilayah yang dimiliki oleh penuntut umum. Sedangkan
dalam putusan no. 03/Prapid/2018/PN Tjk tidak menunjukkan kejelasan batas tersebut
karena fakta persidangan ternyata Penasihat Hukumnya tidak dapat membuktikan
bahwa perkaranya masuk dalam tahap prapenuntutan. Adapun pejabat yang
berwenanag untuk menghentikan dalam tahap prapenuntutan menurut putusan nomor
Mochammad Aditya Permana
01/Prapid/2016 adalah penuntut umum karena dalam tahap ini sudah ada intervensi
atau campur tangan penuntut umum dalam menilai perkara. Sedangkan untuk putusan
nomor 03/Prapid/2018/PN Tjk karena Penasihat Hukum tidak bisa membuktikan
bahwa telah terjadi prapenuntutan maka perkara tersebut belum ada intervensi atau
campurtangan penuntut umum dengan kata lain masih wewenang sepenuhnya dari
penyidik sehingga kewenangan untuk menghentikan perkara dalam putusan ini adalah
wewenang penyidik.
Berdasarkan hasil penelitian maka saran yang diberikan adalah perlu di formulasikan
lagi mengatur yang tegas tentang batas penyidikan dan penuntutan, serta pejabat yang
berwenang untuk menghentikan penyidikan ketika perkara masuk ke dalam tahap
prapenuntutan.
Kata Kunci : PraPeradilan, PraPenuntutan, Penghentian Penyidikan.1512011336 MOCHAMMAD ADITYA PERMANA-2022-04-20T02:43:03Z2022-04-20T02:43:03Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58471This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/584712022-04-20T02:43:03ZANALISIS KOORDINASI PENYIDIK KEPOLISIAN DAN DOKTER
FORENSIK DALAM MENGIDENTIFIKASI TULANG KORBAN
TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN YANG DIDAHULUI DENGAN
KEKERASAN Kasus penemuan tengkorak manusia pada 9 Mei 2018, dua pekerja perkebunan
tebu menemukan tengkorak manusia di kilometer 17, PT Sweet Indo Lampung.
Anggota Polsek Gedung Meneng mengecek ke lokasi setelah mendapat laporan.
Saat itu, identitas tengkorak belum diketahui. Mereka lalu membawa tengkorak
tersebut ke Rumah Sakit Menggala, Tulang Bawang.
Proses identifikasi terhadap penemuan mayat tanpa identitas dilakukan oleh
Penyidik Kepolisian dan Dokter yang ahli di bidang kedokteraan kehakiman agar
menjadi alat bukti yang sah di dalam kepentingan peradilan sehingga penyidik
dalam melakukan pencarian tersangka lebih mudah.
Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis
normatif dan yuridis empiris.Data yang digunakan berupa data primer dan data
sekunder.Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu menggunakan
penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan.Analisis data menggunakan
analisis data kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penulis maka koordinasi antara
penyidik kepolisian dan dokter forensik dalam mengidentifikasi tulang korban dan
pelaku agar tidak terjadi kesalahan ldentitas. Pelaku atau korban tidak dapat
dibuktikan hanya dengan pengakuan atau keterangan saksi saja tetapi juga dengan
pembuktian secara ilmiah, salah satunya adalah identifikasi oleh dokter ahli
forensik tulang sebagai sarana identifikasi yang lebih mudah, ekonomis dan
akurat. Sebagai alat bukti keterangan ahli menjadi petunjuk bagi hakim dalam
memutus suatu perkara.
2
Meldha Latiefah Azka
Penulis menyarankan hendaknya ahli identifikasi forensik/dokter ahli forensik
(dalam kepolisian) ada personilnya dan ditempatkan di setiap sektor kepolisian
untuk menangani setiap kasus yang memerlukan ahli identifikasi di wilayah atau
sektor kepolisian. Dan hendaknya ada perbaikan koordinasi dan administrasi
antara penyidik polri dengan dokter spesialis forensik, agar sesuai dengan
ketentuan dalam KUHAP dan SOP penyelenggaran pemeriksaan forensik
terhadap mayat tanpa identitas, seperti kasus korban dalam penelitian ini.
Kata kunci: Koordniasi, identifikasi korban, dokter ahli forensik. tindak
pidana pembunuhan dengan kekerasan.1512011261 Meldha Latiefah Azka-2022-04-20T02:43:00Z2022-04-20T02:43:00Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58469This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/584692022-04-20T02:43:00ZIMPLEMENTASI PERATURAN JAKSA AGUNG NO. 028/A/JA/10/2014
TENTANG PEDOMAN PENANGANAN PERKARA PIDANA
KORUPSI DENGAN SUBJEK HUKUM KORPORASI
(STUDI PADA KEJAKSAAN NEGERI BANDAR LAMPUNG)Peraturan Jaksa Agung No. 028/A/JA/10/2014 tentang Pedoman Penanganan
Perkara Pidana dengan Subjek Hukum Korporasi mengatur mengenai pedoman
bagi Kejaksaan dalam menangani perkara tindak pidana dengan subjek hukum
korporasi salah satunya tindak pidana korupsi. Mengingat Peraturan Jaksa Agung
tersebut masih tergolong baru, maka perlu dilakukan penelitian dengan
permasalahan: Bagaimanakah implementasi penanganan perkara pidana korupsi
dengan subjek hukum korporasi? Apakah faktor-faktor penghambat implementasi
Peraturan Jaksa Agung No. 028/A/JA/10/2014 tentang Pedoman Penanganan
Perkara Pidana dengan Subjek Hukum Korporasi.
Pendekatan masalah dalam skripsi ini adalah pendekatan yuridis normatif dan
yuridis empiris. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah data primer dan
data sekunder. Penentuan narasumber dilakukan dengan wawancara dengan
responden. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi
lapangan. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh kesimpulan bahwa
implementasi penanganan perkara pidana korupsi dengan subjek hukum korporasi
di Kejaksaan Negeri Bandar Lampung belum sepenuhnya berjalan sesuai dengan
Peraturan Jaksa Agung No. 028/A/JA/10/2014 tentang Pedoman Penanganan
Perkara Pidana dengan Subjek Hukum Korporasi. Hal ini dikarenakan kurangnya
jaksa penuntut umum dan kurangnya pemahaman Jaksa mengenai tindak pidana
korporasi. Sehingga dalam proses penanganan perkara pidana korupsi oleh
korporasi belum sesuai dengan ketentuan Peraturan Jaksa Agung No.
028/A/JA/10/2014 tentang Pedoman Penanganan Perkara Pidana dengan Subjek
Hukum Korporasi. Faktor penghambatnya adalah kurangnya pengaturan
mengenai tindak pidana korupsi oleh korporasi. Fasilitas yang tersedia masih
kurang, kesadaran hukum dan budaya hukum masyarakat masih rendah.
Mashuril Anwar
Faktor penghambat yang dominan dalam penanganan perkara pidana korupsi
dengan subjek hukum korporasi adalah petugas itu sendiri, dikarenakan
kurangnya kuantitas serta kurangnya pemahaman mengenai tindak pidana korupsi
dengan subjek hukum korporasi.
Saran dalam penelitian ini adalah: Kepada Kejaksaan Tinggi Provinsi Lampung,
perlu diadakan pelatihan/training bagi para jaksa yang menangani perkara pidana
korupsi oleh korporasi. Kepada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, dalam
tuntutan terhadap perkara pidana korupsi oleh korporasi yang berbadan hukum,
perlu dituntut pula pertanggungjawaban korporasi itu sendiri bukan hanya
pengurusnya, sebaiknya dalam penanganan perkara pidana korupsi dengan subjek
hukum korporasi kedapnnya lebih terbuka kepada publik. Kedepannya lebih
mengoptimalkan peran intelejen kejaksaan dan peran ahli dalam penanganan
perkara pidana korupsi dengan subjek hukum korporasi. Kemudian perlu menjalin
kerjasama yang lebih intensif dengan BPKP Provinsi Lampung dalam memantau
laporan keuangan korporasi sebagai upaya pencegahan terhadap tindak pidana
korupsi oleh korporasi.
Kata Kunci: Perkara, Korupsi, Korporas1512011016 MASHURIL ANWAR-2022-04-20T02:42:48Z2022-04-20T02:42:48Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58467This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/584672022-04-20T02:42:48ZPERAN APARATUR PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH (APIP)
DALAM UPAYA PENCEGAHAN TINDAK PIDANA KORUPSI
(Studi Pada Pemerintah Kota Bandar Lampung)Aparatur Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) adanya kekhawatiran akan
terjerat Tindak Pidana Korupsi dari Para Pejabat dan Aparatur Sipil Negara
(ASN) dalam Penggunaan Anggaran. Aparatur Pengawas Intern Pemerintah
(APIP) berperan dalam hal memerangi Tindak Pidana Korupsi dengan cara
pencegahan, pendeteksian, dan investigasi pada Anggaran melalui Audit, Review,
Evaluasi, dan Pemantauan. Permasalahan dalam skripsi ini adalah Bagaimanakah
Peran Aparatur Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dalam Upaya Pencegahan
Tindak Pidana Korupsi serta Apakah faktor penghambat dari Peran Aparatur
Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dalam Upaya Pencegahan Tindak Pidana
Korupsi.
Pendekatan Masalah yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan
yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber data: Studi kepustakaan dan studi
lapangan. Narasumber: Aparatur Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) pada
Pemerintah Kota Bandar Lampung, Kasubbag Penyuluhan Hukum dan Bantuan
Hukum Kota Bandar Lampung, dan Akademisi Hukum Pidana pada Fakultas
Hukum Universitas Lampung. Analisis data: kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa: Peran Aparatur
Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dalam Upaya Pencegahan Tindak Pidana
Korupsi dapat ditinjau dari segi peran secara Normatif, Ideal, dan Faktual. Peran
normatif adalah peran yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga yang
didasarkan pada seperangkat norma atau hukum yang berlaku dalam kehidupan
masyarakat. Peran ideal adalah peran yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga
yang didasarkan pada nilai-nilai ideel atau yang seharusnya dilakukan sesuai
dengan kedudukannya di dalam suatu sistem. Peran faktual adalah peran yang
dilakukan oleh seseorang atau lembaga yang didasarkan pada kenyataan secara
kongkrit di lapangan atau kehidupan sosial yang terjadi secara nyata. Faktor
penghambat yang paling dominan dalam Peran Aparatur Pengawasan Intern
Pemerintah (APIP) dalam Upaya Pencegahan Tindak Pidana Korupsi adalah
faktor kuantitas dari penegak hukum. .
Muhammad Yuda Dwi Saputra
khususnya Aparatur Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) harus memiliki
integrasi yang tinggi dan mampu untuk tidak terlibat dengan budaya korupsi serta
suap menyuap serta Aparatur Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) harus
memiliki kompetensi kinerja yang tinggi dan handal serta profesional dalam
melaksanakan pekerjaannya. dan di tinjau dari segi kuantitas penegak hukum
dalam hal ini Aparatur Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) masih Kurang jika
dibandingkan dengan banyaknya jumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) yang perlu
diawasi.
Saran dalam penelitian ini, Aparatur Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)
diharapkan harus bekerja secara profesional karena di tangan para penegak hukum
yang akan menentukan hukum akan hidup atau sebaliknya. Peran Aparatur
Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) harus memiliki integritas yang tinggi dan
mampu untuk tidak terlibat dengan budaya korupsi serta suap menyuap. Aparatur
Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) harus lebih memaksimalkan kinerja serta
memberikan keyakinan kepada masyarakat.
Kata Kunci : Peran, APIP, Pencegahan, Korupsi1542011084 Muhammad Yuda Dwi Saputra-2022-04-20T02:42:45Z2022-04-20T02:42:45Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58465This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/584652022-04-20T02:42:45ZANALISIS PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM TERHADAP TINDAK
PIDANA KELALAIAN DALAM BERLALU LINTAS YANG
MENYEBABKAN HILANGNYA NYAWA SESEORANG
(Studi Putusan Nomor 458/Pid.Sus/2018/PN.Gns)Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mengatur bahwa kecelakaan
yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang dapat dijatuhi hukuman penjara
selama enam tahun dengan denda sebesar dua belas juta rupiah. Namun dalam
putusan Nomor 458/Pid.Sus/2018/Pn.Gns hakim memutuskan terdakwa dijatuhi
hukuman selama satu tahun empat bulan penjara dan denda sebesar lima juta
rupiah. Permasalahan dalam skripsi ini adalah Bagaimanakah Pertimbangan
Hukum Hakim Terhadap Putusan Nomor 458/Pid.Sus/2018/Pn.Gns tentang
Tindak Pidana Kelalaian dalam Berlalu Lintas yang Menyebabkan Hilangnya
Nyawa Seseorang serta Apakah Akibat Hukum atas Putusan Nomor
458/Pid.Sus/2018/PN.Gns.
Pendekatan Masalah yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridis empiris.
Metode Pengumpulan Data yaitu studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data
yaitu analisis kualitatif. Narasumber yaitu Hakim pada Pengadilan Negeri Gunung
Sugih, serta Akademisi Hukum Pidana pada Fakultas Hukum Universitas
Lampung.
Hasil Penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa: Dasar pertimbangan
hukum hakim terhadap tindak pidana kelalaian dalam berlalu lintas yang
menyebabkan hilangnya nyawa seseorang dalam putusan nomor
458/Pid.Sus/2018/PN.Gns terdiri dari pertimbangan yuridis dimana semua unsur
telah terpenuhi, pertimbangan filosofis yaitu tindak pidana yang dilakukan
merupakan suatu jenis kelalaian atau alpa karena melakukan pengereman secara
mendadak ketika mengemudikan kendaraan sehingga menyebabkan orang lain
meninggal dunia serta pertimbangan sosiologis yaitu hal-hal yang memberatkan
dan meringankan atas diri terdakwa. Akibat hukum atas putusan nomor
458/Pid.Sus/2018/PN.Gns adalah berdasarkan fakta persidangan mmajelis hakim
memutus perkara tersebut dengan menjatuhi pidana yang lebih ringan terhadap
terdakwa dari ketentuan dalam Pasal yang dilanggar.
M. Soparid Maulana
Saran dalam penelitian ini adalah bagi para penegak hukum khususnya hakim
tidak serta merta berdasar pada surat tuntutan Jaksa Penuntut Umum dalam
menjatuhkan Pidana, melainkan pada dua alat bukti yang sah ditambah dengan
keyakinan hakim. Hakim harus lebih peka untuk melihat fakta-fakta apa yang
timbul pada saat persidangan, sehingga dari fakta yang timbul tersebut,
menimbulkan keyakinan hakim bahwa terdakwa dapat atau tidak dapat dipidana.
Kata Kunci : Pertimbangan Hukum Hakim, Tindak Pidana, Kelalaian Berlalu
Lintas.1512011096 M. SOPARID MAULANA-2022-04-20T02:42:40Z2022-04-20T02:42:40Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58460This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/584602022-04-20T02:42:40ZUPAYA KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)
YANG MENYEBABKAN KEMATIAN ISTRIPendekatan masalah dilakukan secara normatif dan didukung dengan
pendekatan empiris. Tempat penelitian dilakukan di Polsek Jati Agung Sumber
data yang di dapat dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Prosedur
pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan penelitian
lapangan. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa upaya kepolisian dalam
penanggulangan tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang
menyebabkan kematian istri, dilakukan melalui upaya pre-emtif, prefentif dan
refresif. Upaya pre-emtif dengan melakukan upaya sosialsiasi dengan masyarakat
serta melakukan penyuluhan tentang KDRT yang dalam materinya tentang
pencegahan KDRT dalam masyarakat. Upaya preventif dilakukan dengan
komunikasi yang baik dalam keluarga dan juga jika ada masalah diselsaikan
dengan dialog atau musyawarah serta jika terjadi pertengkaran serius salah satu
harus ada yang mengalah. Upaya refresif dilakukan dengan melakukan pidana
penjara pada pelaku KDRT. Faktor penghambat upaya kepolisian dalam
penanggulangan Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang
menyebabkan Kematian Istri adalah yakni: Faktor hukumnya sendiri, dalam hal
ini dibatasi pada undang-undang saja, faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak
yang membentuk maupun menerapkan hukum, faktor sarana atau fasilitas yang
mendukung penegakan hukum., faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana
hukum tersebut berlaku atau diterapkan dan faktor kebudayaan, yakni sebagai
hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam
pergaulan hidup.Saran, untuk Kepolisian Sektor Jati Agung dalam menanggulangi
kekerasan dalam rumah tangga yakni mendirikan Ruang dan Pelayanan Khusus
(RPK), sebagai tempat penanganan kasus KDRT dan pelanggaran anak.
Kepolisian Sektor Jati Agung diharapkan ke depannya memiliki penyidik khusus
Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA), hal ini sesuai dengan Peraturan Kapolri
Nomor 10 tahun 2007 mengenai Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan
Perempuan dan Anak (Unit PPA), dengan cara adanya penambahan jumlah polisi
wanita (Polwan) khususnya di bagian Unit PPA. Selain itu untuk mencegah
kekerasan dalam rumah tangga di rumah, harus dikembangkan cinta kasih dan
kasih sayang. Sejak dini, ibu bisa berperan besar dalam hal mengajarkan kepada
anak-anak di rumah untuk saling mencintai dan saling menyayangi.
Kata Kunci: Upaya Kepolisian, Penanggulangan, KDR1512011107 M. Dzaky Prasetyo-2022-04-20T02:41:04Z2022-04-20T02:41:04Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58645This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/586452022-04-20T02:41:04ZANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM MEMUTUS
BEBAS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN
(Studi Putusan No. 114.B/2013/PN.LW)Putusan bebas dalam perkara pidana tidak hanya menimbulkan persoalan baru dalam dunia
hukum, tetapi juga dalam penerimaan masyarakat yang acapkali dinilai legalitas hukum tidak
berpihak pada rasa keadilan masyarakat. Meskipun putusan bebas dibenarkan dalam hukum
formil Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (yang selanjutnya disingkat KUHAP),
tetapi fenomena tersebut seringkali menimbulkan kecurigaan masyarakat terhadap hakim
yang menjatuhkan putusan bebas. Terkait dengan putusan hakim yang memiliki pengaruh
besar terhadap hak asasi seseorang maka terdapat satu suatu contoh perkara pencurian uang
yang diputus bebas oleh pengadilan negeri Liwa yakni terdakwa bernama Budiyanto Bin
Kadiman.
Permasalahan yang akan dibahas yaitu dasar pertimbangan hukum hakim dalam memutus
bebas terdakwa dan pemulihan hak-hak terdakwa yang diputus bebas. Metode penelitian
dalam skripsi ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris.
Jenis data terdiri dari data primer dan sekunder. Narasumber terdiri dari Jakim Pengadilan
Negeri Liwa, Jaksa kejaksaan Negeri Liwa, dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas
Hukum Universitas Lampung, analisis data menggunakan metode yuridis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh jawaban bahwa putusan hakim merupakan puncak dari
perkara pidana, sehingga hakim harus mempertimbangkan aspek-aspek lainnya selain aspek
yuridis, sehingga putusan hakim tersebut lengkap mencerminkan nilai-nilai sosiologis,
filosofis dan yuridis. Hakim dalam menjatuhkan putusan harus mempertimbangkan banyak
hal, baik itu yang berkaitan dengan perkara yang sedang diperiksa, tingkat perbuatan dan
kesalahan yang dilakukan pelaku, kepentingan pihak korban, keluarganya, dan rasa keadilan
masyarakat.Sedangkan terdakwa yang telah diputus bebas terhadap pelaku tindak pidana
Pencurian yang diputus bebas dalam Putusan Nomor: 114/Pid.B/2013/PN.LW belum
memenuhi keadilan substantif, karena pidana yang dijatuhkan bebas murni vrisjpraak dan
masih belum optimal dibandingkan dengan sesuai dengan rumusan Pasal 363 ayat (1) ke-4
KUHP
Vannya Quinta Husin
Saran dari penulis seharusnya Hendaknya hakim dalam menjatuhkan putusan bebas
Vrisjpraak terhadap tindak pidana pencurian uang mengingat, mempertimbangkan dan
menggunakan suatu pedoman pemidanaan sebagai dasar pertimbangan hakim dalam
menjatuhkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Hendaknya Hakim juga
memperhatikan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pemidanaan
Agar Setimpal dengan Berat dan Sifat Kejahatannya. Surat Edaran tersebut menyatakan
bahwa kecenderungan meningkatnya kualitas dan kuantitas tindak pidana terutama di bidang
ekonomi memerlukan penanganan serta kebijakan pemidanaan secara khusus.
Kata kunci:
Pertimbangan Hukum Hakim, Memutus Bebas, Tindak Pidana Pencurian1512011031 Vannya Quinta Husin-2022-04-20T00:55:03Z2022-04-20T00:55:03Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58358This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/583582022-04-20T00:55:03ZPERAN PANGKALAN TNI ANGKATAN LAUT (LANAL) DAN
BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN) PROVINSI
LAMPUNG DALAM MENANGGULANGI
PENYELUNDUPAN NARKOTIKAUpaya penanggulangan tindak pidana narkotika dilaksanakan oleh berbagai
intitusi di antaranya adalah Pangkalan TNI Angkatan Laut (Lanal) yang
berkoordinasi dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Lampung.
Permasalahan Penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah peran Pangkalan TNI
Angkatan Laut Lampung dan BNN Provinsi Lampung dalam upaya
menanggulangi penyelundupan narkotika? (2) Apakah faktor-faktor penghambat
koordinasi Pangkalan TNI Angkatan LautLampung dan BNN Provinsi dalam
upaya menanggulangi penyelundupan narkotika?
Pendekatan penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis
empiris. Narasumber penelitian terdiri dari Komandan Denpom Pangkalan TNI
Angkatan Laut Lampung, Staf BNN Provinsi Lampung, Penyidik Ditpolair Polda
Lampung dan Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. Pengumpulan data
dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakuakan
secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan: (1) Peran Pangkalan TNI
Angkatan Laut Lampung dan BNN Provinsi Lampung dalam upaya
menanggulangi penyelundupan narkotika adalah dengan melaksanakan kegiatan
patrol di wilayah perairan laut dalam rangka pengamanan dan pencegahan
berbagai pelanggaran hukum dan tindak pidana laut. Pangkalan TNI Angkatan
Laut Lampung menjalin kerja sama dan berkoordinasi dengan BNN Provinsi
Lampung setelah melakukan penangkapan terhadap pelaku penyelundupan
narkotika, yaitu melimpahkan pelaku dan barang bukti narkotika kepadan BNN
Provinsi Lampung untuk dilakukan proses penyidikan terhadap pelaku
penyelundupan narkotika tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. (2) Faktor-faktor yang menghambat koordinasi Pangkalan TNI
Angkatan Laut Lampung dan BNN Provinsi Lampung dalam upaya
menanggulangi penyelundupan narkotika adalah faktor aparat penegak hukum,
faktor sarana dan prasarana, dan kurangnya partisipasi masyarakat dalam
penanggulangan tindak pidana penyelundupan narkotika. Faktor aparat penegak
hukum yaitu masih terbatasnya Penyidik BNN Provinsi Lampung, sedangkan
faktor sarana dan prasarana, yaitu belum adanya laboratorium forensik di Provinsi
Lampung.
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Peran Lintas Lembaga dalam upaya
penanggulangan tindak pidana narkotika hendaknya diperluas dan ditingkatkan
dangan cara menyusun kesepahaman bersama (memorandum of understanding)
dalam rangka mengoptimalkan penanggulangan tindak pidana Penyelundupan
narkotika (2) BNN Provinsi Lampung hendaknya meningkatkan kuantitas dan
kualitas penyidik dalam rangka penanggulangan tindak pidana penyelundupan
narkotika.
Kata Kunci : Peran, Pangkalan TNI Angkatan Laut Lampung, BNN Provinsi
Lampung, Penyeludupan Narkotika.
Narcotic criminal’s overcome carried out by various institutions include the
Navy’s Indonesian National Army which coordinates with the National Narcotics
Agency of Lampung Province. The problems of this study are: (1) What is the role
of Navy’s Indonesian National Army and National Narcotics Agency in an effort
to tackle narcotics smuggling? (2) What are the inhibiting factors of Navy’s
Indonesian National Army and National Narcotics Agency of Lampung Province
in coordinate to effort narcotics smuggling?
The research approach uses a normative and empiric yuridical approach. The
person who interviewed in this study are the Commender of Navy’s Indonesian
National Army in Lampung , Staff of National Narcotics Agency in Lampung ,
Investigator of Regional Police in Lampung and Lecturer of Criminal Law
Faculty of Lampung University. Data collection is from literature and field
studies. Data analysis is qualitative
.
The results and discussion of the research show that : (1) The role of the navy’s
Indonesian National Army and National Narcotics Agency in Lampung to
overcome narcotics smuggling is carried out by patrol activities in marine waters
in order security and prevention of various violations of law and sea crime. The
navy’s Indonesian National Army of Lampung collaborated and coordinated with
the National Narcotics Agency of Lampung after arresting the perpetrators of
narcotics smuggling. That is delegating the perpetrators and narcotics evidence
to the National Narcotics Agency of Lampung to conduct an investigation process
against the perpetrators of narcotics smuggling in accordance with the applicable
laws and regulations. (2) Factors that inhibit the coordination of the navy’s
Indonesian National Army and National Narcotics Agency of Lampung in an
effort to combat narcotics smuggling are factors of law enforcement officials,
factors of facilities and infrastructure and lack of participation community in the
handling of criminal acts of smuggling narcotics. Factors of law enforcement
officials are the limited
investigations of National Narcotics Agency of Lampung, and factors of facilities
and infrastructure are the absence of forensic laboratories in Lampung Province.
Suggestion of this study are: (1) The role of cross institutions in efforts to combat
narcotics crimes should be expanded and improved by compiling memorandum of
understanding in order to optimize the crime of narcotics smuggling (2) National
Narcotics Agency of Lampung should increase quantity and quality of
investigators in order to dealing with criminal acts of narcotics smuggling.
Keywords: Role, The navy’s Indonesian National Army of Lampung, National
Narcotics Agency of Lampung , Narcotics Smuggling.1442011006 DIO BUANA YUDHA-2022-04-20T00:46:26Z2022-04-20T00:46:26Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58355This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/583552022-04-20T00:46:26ZANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP
PERBUATAN MENGHALANG-HALANGI PROSES PERADILAN
(OBSTRUCTION OF JUSTICE)Obstruction of justice merupakan suatu tindakan seseorang yang menghalangi
proses hukum dan mengacaukan fungsi yang seharusnya dalam suatu proses
peradilan. Tindakan obstruction of justice merupakan perbuatan melawan hukum
yang menerabas dan menentang penegakan hukum. Secara normatif, tindakan
menghalang-halangi proses peradilan sudah diatur banyak dalam peraturan, baik
dalam KUHP maupun dalam hukum pidana khusus. Perbuatan obstruction of
justice kerap terjadi pada proses pra-adjudikasi; sebelum perkara dilimpahkan
kepengadilan, baik di tingkat penyidikan, maupun tingkat penuntutan dan pada
tahap adjudikasi yaitu tahap pemeriksaan di persidangan. Permasalahan dalam
skripsi ini adalah: Apasajakah bentuk perbuatan menghalang-halangi proses
peradilan (obstruction of justice) yang diatur dalam Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi? Bagaimanakah penegakan hukum pidana
terhadap perbuatan menghalang-halangi proses peradilan (obstruction of justice)?
Pendekatan Masalah yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan
yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber data: Studi kepustakaan dan studi
lapangan. Analisis data: kualitatif. Narasumber: Jaksa pada Komisi
Pemberantasan Korupsi, Advokat pada Kantor Hukum Zul Armain Aziz &
Associates dan Hakim Tipikor pada Pengadilan Negri Jakarta Pusat.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa: bentuk perbuatan
menghalang-halangi proses peradilan (obstruction of justice) dimuat dalam empat
pasal, yakni Pasal 21, 22, 23 dan Pasal 24 Undang-Undang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Perbuatan yang dapat dikatakan sebagai obstruction of justice
harus memenuhi unsur delik, yaitu tindakan dapat menyebabkan tertundanya
proses hukum, pelaku mengetahui tindakannya atau menyadari perbuatannya,
pelaku melakukan atau mencoba tindakan menyimpang dengan tujuan
mengganggu atau mengintervensi proses atau administrasi hukum serta pelaku
memiliki motif untuk melakukan tindakan menghalangi proses hukum. Penegakan
hukum terhadap norma ini dapat dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap
ii
Dhanty Novenda Sitepu
formulasi, tahap aplikasi, dan tahap eksekusi.
Saran dalam penelitian ini adalah diharapkan bentuk perbuatan menghalang-
halangi proses peradilan (obstruction of justice) lebih dirumuskan secara spesifik
dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Koruspsi sehingga
terciptanya kesepahaman bersama antara aparat penegak hukum baik Hakim,
Jaksa dan Advokat. Selain itu, diharapkan aparat penegak hukum dalam
penyelesaian perkara obstruction of justice dapat melaksanakan tugas secara baik,
bertanggungjawab dan professional melalui tahapan penegakan hukum yaitu tahap
formulasi, tahap aplikasi dan tahap eksekusi sehingga tujuan hukum untuk
memberikan kepastian, kemanfaatan serta keadilan kepada masyarakat dapat
tercapai.
Kata Kunci : Penegakan Hukum Pidana, Perbuatan Menghalang-Halangi
Proses Peradilan, Obstruction of Justice.
Obstruction of justice is an act of someone who obstructs the legal process and
disrupts the functions that should be in a judicial process. An obstruction of
justice is an act against the law which violates and opposes law enforcement.
Normatively, actions to obstruct the judicial process have been regulated in many
regulations, both in the Criminal Code and in special criminal law. Obstruction of
justice often occurs in the pre-adjudication process; before the case is handed over
to the court, both at the investigation level, and the level of prosecution and at the
stage of adjudication, namely the examination stage at the trial. The problems in
this thesis are: What are the forms of obstruction of justice that are regulated in
the Law on the Eradication of Corruption? How does criminal law enforcement
against conduct obstruct the trial process (obstruction of justice)?
Approach Problems used in this study are normative juridical and empirical
juridical approaches. Data sources: Literature studies and field studies. Data
analysis: qualitative. Speaker: Prosecutor at the Corruption Eradication
Commission, Advocate at the Law Office of Zul Armain Aziz & Associates and
Corruption Judge at the Central Jakarta District Court.
The results of the research and discussion show that: forms of conduct obstruct
the judicial process (obstruction of justice) contained in four articles, namely
Article 21, 22, 23 and Article 24 of the Law on the Eradication of Corruption
Crimes. Actions that can be regarded as obstruction of justice must fulfill the
element of offense, namely actions can cause delays in the legal process, the
perpetrator knows his actions or is aware of his actions, the perpetrator performs
or tries to deviate with the intention of interfering with or intervening in the legal
administration obstructing the legal process. Law enforcement against this norm
can be done through three stages, namely the formulation stage, the application
stage, and the execution phase.
iv
Dhanty Novemda Sitepu
The suggestion in this study is that it is expected that the form of action obstructs
the judicial process (obstruction of justice) is more specifically formulated in the
Law on the Eradication of Criminal Acts of Corruption so that the mutual
understanding between law enforcement officers, Judges and Advocates is
created. In addition, it is expected that law enforcement officials in resolving
cases of obstruction of justice can carry out their duties properly and
professionally through the stages of law enforcement, namely the formulation
stage, application stage and execution stage so that the legal objectives to provide
certainty, benefit and justice to the community can be achieved.
Keywords: Criminal Law Enforcement, Acts Obstruct Judicial Process,
Obstruction of Justice.1512011134 DHANTY NOVENDA SITEPU-2022-04-20T00:45:04Z2022-04-20T00:45:04Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58353This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/583532022-04-20T00:45:04ZPERAN KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA
PENCULIKAN ANAK
(Studi pada Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung)Penculikan merupakan salah satu tindak pidana yang menggangu keamanan dan
ketertiban masyarakat, dan menimbulkan kekawatiran orang tua terhadap anak-
anaknya. Oleh karena itu pihak Kepolisian melakukan melaksanakan peran
dalam upaya menangulangi tindak pidana penculikan. Permasalahan dalam
penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah upaya Kepolisian Resor Kota Bandar
Lampung dalam penanggulangan tindak pidana penculikan anak? (2) Apakah
faktor yang menghambat upaya Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung dalam
penanggulangan tindak pidana penculikan anak?
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan empiris. Data
dikumpulkan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan. Narasumber
penelitian terdiri dari Penyidik Polresta Bandar Lampung dan Dosen Hukum
Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data dilakukan secara
kualitatif untuk mendapatkan kesimpulan penelitian.
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Peran penyidik Kepolisian Resor Kota
Bandar Lampung dalam penanggulangan tindak pidana penculikan terhadap anak
termasuk dalam peran normatif, ideal dan faktual. Peran normatif dilaksanakan
peraturan perundang-undangan, khususnya Undang-Undang Kepolisian dan
KUHAP. Peran ideal dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan penyidikan dan
pelaksanaan tugas pokok kepolisian. Peran faktual dilaksanakan melalui sarana
non penal dan sarana penal. Penanggulangan melalui sarana non penal dengan
sosialisasi dan pencegahan terhadap kemungkinan adanya tindak pidana
penculikan terhadap anak. Penanggulangan melalui sarana penal dilaksanakan
melalui proses penyidikan, yaitu serangkaian tindakan yang tempuh oleh penyidik
dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari
serta mengumpulkan bukti tentang tindak pidana penculikan anak untuk
dilaksanakan proses penegakan hukum selanjutnya. (2) Faktor-faktor penghambat
upaya penyidik Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung dalam penanggulangan
tindak pidana penculikan terhadap anak adalah sebagai berikut: Faktor substansi
hukum, yaitu adanya ketentuan Pasal 183 KUHAP bahwa minimal alat bukti
Devi Lia Nindi Safitri
adalah dua alat bukti. Faktor aparat penegak hukum, yaitu secara kuantitas masih
terbatasnya jumlah penyidik dan secara kualitas sumber daya manusia, masih
belum optimalnya profesionalisme penyidik dalam taktik dan teknik penyidikan.
Faktor sarana, yaitu tidak adanya tidak adanya sarana laboratorium forensik di
Polda Lampung. Faktor masyarakat, yaitu masih adanya ketakutan atau
keengganan masyarakat untuk menjadi saksi dalam proses penyidikan. Faktor
budaya, yaitu masih adanya nilai-nilai toleransi yang dianut masyarakat untuk
menempuh jalur di luar hukum positif untuk menyelesaikan suatu tindak pidana.
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Penyidik Kepolisian Resor Kota Bandar
Lampung disarankan untuk meningkatkan upaya penanggulangan tindak pidana
penculikan anak dengan cara memproses secara hukum pelaku secara cepat dan
profesional, sehingga dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada
masyaakat. (2) Pihak sekolah dan orang tua disarankan untuk mengantisipasi
terjadinya tindak pidana penculikan terhadap anak dengan cara membuat
peraturan atau tata tertib mengenai kewajiban menjemput anak dari sekolah.
Kata Kunci: Peran Kepolisian, Penanggulangan, Penculikan Anak1512011224 DEVI LIA NINDI SAFITRI-2022-04-20T00:43:06Z2022-04-20T00:43:06Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58351This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/583512022-04-20T00:43:06ZPROSPEKTIF PENERAPAN RECHTERLIJK PARDON (PEMAAFAN
HAKIM) DALAM PUTUSAN PENGADILAN
(Studi Konsep RKUHP 2018)Gagasan mengenai rechterlijk pardon atau pemaafan hakim dalam konsep
RKUHP merupakan nilai hukum terbaru yang merupakan reformasi dari
kekakuan sistem pemidanaan dalam KUHP. Formulasi ide pemaafan hakim dalam
RKUHP 2018 tertuang pada Pedoman Pemidanaan dalam Ketentuan Umum Pasal
60 Ayat (2) RKUHP 2018. Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimanakah
konsep Rechterlijk Pardon ditinjau dari tujuan dan pedoman pemidanaan serta
Bagaimanakah prospektif penerapan Rechterlijk Pardon dalam putusan
pengadilan?.
Pendekatan Masalah yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridis empiris.
Metode Pengumpulan Data yaitu studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data
yaitu analisis kualitatif. Narasumber yaitu Hakim pada Pengadilan Negeri IA
Tanjung Karang, Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Kepala Urusan
BIN dan Ops Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung serta Akademisi Hukum
Pidana pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Hasil Penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa: Konsep Rechterlijk
Pardon ditinjau dari tujuan dan pedoman pemidanaan adalah Rechterlijk Pardon
tidak dapat berjalan bersamaan dengan tujuan pemidanaan yang bersifat absolut
dan relatif namun terdapat kemungkinan diterapkan bersamaan dengan teori
gabungan. Konsep ini akan sangat sesuai dengan tujuan dan pedoman pemidanaan
yang terdapat di dalam RKUHP 2018 yang nantinya dasar pembenaran atau
justifikasi adanya tindak pidana tidak hanya merujuk kepada tindak pidana
sebagai syarat objektif dan kesalahan sebagai syarat subjektif, tetapi juga pada
tujuan dan prinsip pemidanaan. Prospektif penerapan Rechterlijk Pardon
(pemaafan hakim) dalam putusan pengadilan apabila diterapkan nantinya akan
berperan sebagai katup pengaman terakhir dalam sistem peradilan pidana jika
suatu perkara tidak tersaring di tahap penuntutan dan hakim pemeriksa
pendahuluan. Hakim dalam memberikan putusan Rechterlijk Pardon harus
berdasarkan rambu-rambu sebagaimana tercantum dalam Pasal 60 Ayat (2)
RKUHP 2018.
Destria
Saran dalam penelitian ini adalah melihat keperluan hukum pidana saat ini dan
juga KUHP yang masih merupakan hasil kolonial dan dirasa kaku sudah tidak
sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia, kiranya lembaga pembentuk
undang-undang segera mengesahkan Rancangan KUHP demi tercapainya sistem
peradilan pidana yang lebih efektif di Indonesia. Perlu dilakukannya peningkatan
kemampuan para penegak hukum khususnya hakim agar nantinya konsepsi
Rechterlijk Pardon dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan pedoman dalam
penjatuhan putusan pemaaf yang telah diatur dalam RKUHP serta tidak
disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Kata Kunci : Rechterlijk Pardon, Putusan Pengadilan, Konsep RKUHP.1512011070 DESTRIA-2022-04-19T04:15:59Z2022-04-19T04:15:59Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58703This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/587032022-04-19T04:15:59ZTINJAUAN VIKTIMOLOGIS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN
TINDAK PIDANA PENCULIKAN
(Studi Kasus di Kota Bandar Lampung)Sistem peradilan pidana sebagai basis penyelesaian perkara pidana kurang
mengakui eksistensi korban tindak pidana selaku pencari keadilan. Kurangnya
perlindungan terhadap korban menjadi perhatian dalam suatu kasus tindak pidana.
Seharusnya perlindungan terhadap korban dapat diutamakan dengan
mengembangkan viktimologi dan penerapannya dalam sistem hukum pidana di
Indonesia. Seperti kasus penculikan yang terjadi pada anak yang bernama Tasya
pada 24 Agustus 2018 di Bukit Rindingan, Perum Wana Asri, Kelurahan Beringin
Jaya, Kemiling Bandar Lampung. Permasalahan dalam penelitian ini adalah
bagaimana perlindungan hukum terhadap anak yang menjadi korban penculikan,
bagaimana upaya penanggulangan yang dilakukan dalam mengatasi tindak pidana
penculikan anak di Kota Bandar Lampung dan apakah faktor yang menyebabkan
terjadinya kejahatan penculikan anak di Kota Bandar Lampung.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan secara yuridis normatif
dan pendekatan yuridis empiris. Adapun sumber dan jenis data dalam penelitian
ini adalah data primer yang diperoleh dari studi lapangan dan data sekunder
diperoleh dari studi pustaka, kemudian diolah, dan dianalisis secara kualitatif guna
mendapatkan suatu kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan bahwa Perlindungan hukum
terhadap anak yang menjadi korban tindak pidana penculikan merupakan upaya
yang harus dilakukan oleh seluruh elemen pemerintah maupun masyarakat dengan
wujud Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 dengan
mengutamakan kepentingan serta hak-hak anak. Perlindungan hukum dilakukan
oleh pihak kepolisian dan lembaga perlindungan perempuan dan anak damar.
Upaya penanggulangan yang dilakukan dalam mengatasi tindak pidana
penculikan anak dilakukan dengan upaya nonpenal dan penal. Faktor penyebab
kejahatan penculikan anak di Kota Bandar Lampung adalah faktor internal yang
berasal dari dalam diri pelaku berupa adanya niatan untuk melakukan kejahatan.
Selain dari sisi pelaku, korban juga merupakan salah satu faktor penyebab suatu
kejahatan. Ketidaktahuan dan kepolosan anak tersebutlah yang membuat pelaku
dengan sangat mudah untuk memperdaya si korban. Faktor eksternal yaitu
lingkungan dan ekonomi.
Ziah Ardiyanti
Saran dalam penelitian ini adalah pemerintah, masyarakat dan keluarga
hendaknya harus memberikan perhatian khusus terhadap anak yang menjadi
korban penculikan, karena penculikan kerap terjadi akhir-akhir ini dikalangan
anak-anak dibawah umur. Aparat kepolisian, masyarakat dan Lembaga swadaya
masyarakat (LSM) yang khusus menangani masalah anak hendaknya dapat
berperan aktif dalam melakukan upaya penanggulangan kejahatan. Masyarakat
dan orang tua diharapkan untuk lebih meningkatkan pengawasan terhadap anak
agar tidak menjadi korban kejahatan penculikan.
Kata kunci: Viktimologi, Anak, Penculikan.
1512011216 Ziah Ardiyanti-2022-04-19T04:14:10Z2022-04-19T04:14:10Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58698This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/586982022-04-19T04:14:10ZKAJIAN KRIMINOLOGIS KEJAHATAN PEMERKOSAAN TERHADAP
ANAK YANG DILAKUKAN OLEH AYAH TIRIPemerkosaan adalah tindakan yang dilakukan seseorang yang di dorong oleh
keinginan nafsu seksual untuk melakukan pemerkosaan sehingga menimbukan
kepuasan bagi dirinya sendiri. Kerena pemerkosaan terhadap anak ini dapat
merusak mental fisik, kecerdasan emosional, kehidupan sosial di masyarakat serta
serta tahap tumbung kembangnya, maka dari itu harus di berikan sanksi yang
berat bagi pelaku kejahatan pemerkosaan agar tindak mengulangi perbuatannya
lagi di samping itu dapat menimbulkan efek jera bagi bagi pelaku atau calon
pelaku kejahatan serta masyarakat harus berperan aktif dalam melakukan
pengamanan lingkungan tempat tinggalnya. Rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah (1) Bagaimanakah faktor terjadinya kejahatan pemerkosaan terhadap
anak oleh ayah tiri, (2) Bagimanakah upaya-upaya yang harus dilakukan untuk
menanggulangi kejahatan pemerkosaan oleh ayah tiri.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mengunakan pendekatan
yuridis normatif dilakukan dengan cara hal-hal yang bersifat teoritis, asas-asas
hukum serta teori-teori dan konsep-konsep dan pedekatan yuridis
empiris.dilakukan dengan cara menelaah huku atau berdasarkan fakta dilapangan
berupa pendapat narasumber. Adapun sumber dan jenis data dalam penelitian ini
adalah data primer yang yang diperoleh dari studi lapangan dengan wawancara
Sat Reskrim Polres Tanggamus, Dosen bagian Pidana pada Fakultas Hukum
Universitas Lampung, Pelaku kejahatan Permekosaan. Data sekunder di peroleh
dari studi kepustakaan data dan data tersier literature, media massa dan internet.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan : faktor
internal terjadinya kejahatan di bagi menjadi dua macam yaitu : 1. faktor
penyebab pelaku kejahatan pemerkosaan melakukan kejahatan yaitu faktor
biologis yaitu kerena nafsu seksual pelaku kejahatan sangat besar dan tidak di
dapat dari istrinya dari istrinya sehingga melampiaskan nafsu seksualnya kepada
anak tirinya. 2. Faktor psikologis yaitu penyimpangan kejiwaan seksual pelaku
kejahatan yang krang sehat sehingga mencari kepausan kepada anak tirinya. Maka
harus adanya tindakan preventif yang dilakukan oleh semua elemen, masyarakat,
individu, kepolisian, pemerintah. Sementara untuk tindakan refresif dilakukan
oleh aparat penegak hukum adalah kepolisian, kejaksaan, pengadilan, serta
lembaga pemasyarakatan.
zainuri
Berdasarkan kesimpulan di atas maka yang menjadi saran penulis adalah :
sebaiknya dalam mencegah kejahatan pemerkosaan para penegak perlu sosialisasi
hukum kepada masyarakat agar jika terjadi kejahatan pemerkosaan masyarakat
dapat mengambil tindakan serta melaporkan kepada kepolisian. Maka untuk
membuat jera pelaku kejahatan pemerkosaan harus diberikan sanksi berat serta
masyarakat harus berperan aktif dalam menanggulangi kejahatan di lingkungan
tempat tinggalnya.
Kata Kunci : Kajian Kriminologis, Pemerkosaan Anak, Ayah Tiri1542011002 ZAINURI-2022-04-18T09:30:25Z2022-04-18T09:30:25Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58390This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/583902022-04-18T09:30:25ZANALISIS KRIMINILISASI PERBUATAN PENGHINAAN TERHADAP
PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN KONSEP RKUHP 2015Pasal penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden kembali di masukan kedalam
Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP), hal ini menimbulkan
polemik dimasyarakat, disatu pihak ada yang setuju dimasukan kembali pasal tersebut
dalam RKUHP, mengatakan bahwa Presiden dan Wapres merupakan simbol negara oleh
karenanya perlu dilindungi. Dilain pihak, yang tidak setuju khawatir pencantuman pasal
tersebut dalam RKUHP dapat menyebabkan terjadinya pelanggaran HAM, khususnya
hak untuk berekspresi dan menyatakan pendapat apalagi pasal yang serupa dalam KUHP
telah dicabut oleh MK. Permasalahan yang diteliti penulis adalah Apakah perlu adanya
kriminalisasi perbuatan penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden ke dalam
RKUHP dan Bagaimanakah proses Kriminalisasi perbuatan penghinaan terhadap
Presiden dan Wakil Presiden RKUHP tahun 2015 dalam presfektif hukum pidana.
Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan
pendekatan yuridis komperatif. Data penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
analitis yang menggunakan sumber data sekunder, berupa bahan – bahan kepustakaan.
Data – data yang diperoleh akan dianalisis dengan kualitatif dengan penguraian secara
deskriptif analitis dan preskriptif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa: Pasal Penghinaan terhadap Presiden dan Wakil
Presiden masih sangat diperlukan, karena banyak terjadi kasus penghinaan Presiden,
akibat dari kekosongan hukum, hal sangat melukai martabat Presiden dan menimbulkan
keresahan dalam masyarakat. Presiden merupakan simbol dari kedaulatan, kelangsungan
dan keagungan/kebesaran dari seorang Kepala Negara sekaligus sebagai Kepala
Pemerintahan. dirasakan janggal kalau penghinaan terhadap orang biasa, orang yang
sudah mati, bendera/lagu kebangsaan, lambang kenegaraan, petugas/pejabat umum, dan
Kepala Negara sahabat saja dijadikan tindak pidana sedangkan penghinaan terhadap
Presiden tidak, terlebih status/posisi/kedudukan/fungsi/tugas Presiden berbeda dengan
orang biasa. Pemerintah mesti memperhatikan negara-negara lain yang secara tegas
melindungi martabat Presiden. Terlepas dari itu, Pemerintah mesti merumuskan pasal
martbat Presiden ini harus cermat dan teliti agar tidak terjadi lagi muncul pasal multi
tafsir dan tidak mencederai demokrasi. Proses Kriminalisasi tindak pidana melalui
beberapa tahapan yaitu harus memperhatikan kriteria-kriteria atau faktor-faktor
kriminaliasasi dan dalam proses pembentukan undang-undangnya mesti berdasar asas
kriminaliasasi yaitu, asas legalitas, asas subsidaritas dan asas persaman/kesamaan hukum.
Fitra Agustama
Disarankan hendaknya Aturan Pasal Penghinaan Presiden dan Wakil Presiden
dipertahankan di RKUHP, karena masih sangat diperlukan di Indonesia, untuk
melindungi martabat Presiden dan Wakil Presiden dan dalam penyusunannya aturan
Pasal Penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden mesti dibentuk dengan cermat
dan hati-hati tiap rumusan pasalnya dan mesti ada pengawasan dari para pihak penegak
hukum agar tidak terjadi lagi penyalahgunaan undang-undang seperti pasal sebelumnya
yang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Kata kunci: Kriminalisasi Perbuatan Penghinaan, Presiden dan Wakil Presiden,
RKUHP1412011156 FITRA AGUSTAMA-2022-04-18T09:30:20Z2022-04-18T09:30:20Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58348This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/583482022-04-18T09:30:20ZANALISIS KRIMINOLOGIS PENANGGULANGAN KEJAHATAN
PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI MEDIA SOSIALDefamation through social media is included in the category of cyber crime which is
regulated in Act Number 19 of 2016 concerning Information and Electronic Transactions.
One example of the case is the crime of defamation in the Police Report Number: LP / B-
216 / II / 2017 / LPG / SPKT and has been decided by the Class IA District Court
Tanjung Karang Case Number: 1281 / Pid.Sus / 2017 /PN.Tjk. The problems that exist in
this study are: whether the factors causing the perpetrators to commit defamation crimes
through social media and how to overcome the defamation crimes through social media.
The study was conducted with a normative and empirical juridical approach. The data
used in this study secondary data obtained from library materials, and field research
carried out by observation and interviews (interviews), the data obtained were analyzed
qualitatively juridically and deductively drawn conclusions.
The results of research and analysis show that the causes of perpetrators of crimes of
defamation through social media include intrinsic factors including: job environment,
psychology which is seen from evil talents, personality, emotion which is a problem from
the beginning of cases in the work environment and extrinsic factors include: social
environment factors, intention and opportunity. Countermeasures against defamation
crimes through social media are carried out using non-reasoning facilities and means of
reasoning. The penal approach is carried out by using criminal law (ultimum remidium),
which is carried out by means of legal remedies against criminal offenders through social
media being processed according to the provisions of laws and regulations to the level of
courts and executions to obtain criminal sanctions and guarantee legal certainty . The
perpetrators of criminal acts of defamation through social media are processed by law
based on the provisions of legislation up to the court level based on Case Verdict
5
Number: 1281 / Pid.Sus / 2017 / PN. Rp. 5,000,000 (Five Million Rupiah) provided that
the unpaid fine is replaced by imprisonment for 2 (two) months in order to guarantee
legal certainty The non-reasoning approach is carried out by counseling, socialization in
order to develop social responsibility of citizens aware of crime defamation through
social media, legal counseling and handling criminal objects.
The suggestion in this study is that law enforcement officials can maximize criminal
sanctions against perpetrators of criminal defamation through social media in order to be
able to provide a deterrent effect and to suppress the factors causing criminal acts of
defamation through social media.
Keywords: Criminological Analysis, Crime, Defamation, Social Media.1542011047 DESTI WIJAYA-2022-04-18T07:50:53Z2022-04-18T07:50:53Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58345This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/583452022-04-18T07:50:53ZPENGGUNAAN TAPPING BOX DALAM UPAYA PENANGGULANGAN
TINDAK PIDANA KORUPSI PAJAK DAERAH
(Studi Di Kota Bandar Lampung)Tapping Box merupakan mesin atau alat perekam transaksi yang mencatat atau
menangkap semua data transaksi yang terjadi dari mesin kasir ke printer point of
sales dan kemudian mengirimkannya melalui jaringan Global System for Mobile
(GSM) keserver Badan Pendapatan Daerah (BPD). Aplikasi pengelolaan data dan
pelaporan akan menampilkan laporan rekap transaksi dan pajak secara total
maupun masing-masing dari wajib pajak guna mendukung transparansi
pembayaran pajak. Permasalahan penelitian adalah bagaimanakah penggunaan
Tapping Box dalam upaya penanggulangan Tindak Pidana Korupsi Pajak Daerah
(di Kota Bandar Lampung) dan apakah faktor penghambat penggunaan Tapping
Box dalam upaya penanggulangan Tindak Pidana Korupsi Pajak Daerah (di Kota
Bandar Lampung).
Pendekatan masalah dilakukan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.Jenis
data terdiri dari data primer dan data sekunder.Sumber data yang didapat dengan
menggunakan studi kepustakaan dan studi lapangan. Narasumber terdiri dari
Pegawai Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandar Lampung, Ketua Satuan Polisi
Pamong Praja Kota Bandar Lampung, Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar
Lampung, dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data
dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan penggunaan Tapping Box dalam upaya
penanggulangan Tindak Pidana Korupsi Pajak Daerah (di Kota Bandar Lampung)
merupakan sistem pengawasan/monitoring pemungutan pajak daerah secara
elektronik (E-Billing) memanfaatkan teknologi modern yaitu Tapping boxdan
pemerintah lebih banyak menggunakan upaya non-penal kepada wajib pajak yang
melakukan tindak pidana korupsi pajak daerah. Faktor penghambat paling
dominan penggunaan Tapping box dalam upaya penanggulangan Tindak Pidana
Korupsi Pajak Daerah (di Kota Bandar Lampung) yaitu faktor sarana dan
prasarana yang masih kurang memadai, faktor kesadaran pengusaha (wajib pajak)
yang masih kurang akan pentingnya menjaga data dan perangkat Tapping box
yang telah terpasang, serta faktor penegakan hukum yang dilakukan oleh
Kepolisian, serta tim pengawas Tapping box, dan petugas pajak (fiskus) yang
Desta Riska Fauzi
masih kurang tegas dan professional dalam menjalankan tugasnya.
Saran, Pemerintah dalam menyelesaian kasus penggunaan Tapping box dalam
upaya penanggulangan Tindak Pidana Korupsi Pajak Daerah lebih
mengoptimalkan penggunaan upaya penal agar wajib pajak yang melakukan
Tindak Pidana Korupsi Pajak Daerah tidak mengulangi perbuatan tersebut.
Pemerintah harus menambah jumlah Tapping box yang ada, melengkapi sarana
dan prasarana yang dibutuhkan, memberikan pendidikan, pelatihan, dan
menambah jumlah petugas pajak (fiskus) dan tim pengawas Tapping Box di setiap
wilayah Kota Bandar Lampung agar lebih efektif dan fokus dalam menjalankan
tugasnya. Melakukan sosialisasi kepada wajib pajak agar sadar akan pentingnya
penggunaan Tapping box dalam upaya penanggulangan Tindak Pidana Korupsi
Pajak Daerah (di Kota Bandar Lampung).
Kata Kunci: Tapping Box, Penanggulangan, Tindak Pidana Korupsi Pajak1512011132 DESTA RISKA FAUZI-2022-04-18T07:50:50Z2022-04-18T07:50:50Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58344This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/583442022-04-18T07:50:50ZANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP BADAN
USAHA YANG MEMPEKERJAKAN ANAK
(Studi Pada PT Panca Buana Cahaya Sukses)Pada hakikatnya anak tidak boleh bekerja karena waktu mereka selayaknya
dimanfaatkan untuk belajar, bermain, berada dalam suasana damai, mendapatkan
kesempatan dan fasilitas untuk mencapai cita-citanya sesuai dengan
perkembangan fisik, psikologi, intelektual, dan sosialnya. Ketentuan tentang anak
diatur dalam Pasal 1 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang
menyatakan bahwa “seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang
masih dalam kandungan”. Sudah dijelaskan juga dalam Pasal 68 UU No. 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang menyatakan bahwa “Pengusaha
dilarang mempekerjakan anak”. Dapat dikatakan, masalah pekerja anak
merupakan masalah klasik dalam hal perlindungan anak. Upaya perlindungan
hukum bagi anak di berbagai daerah di Tanah Air masih lemah. Ini ditandai belum
efektifnya penerapan UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dalam
berbagai kasus kejahatan terhadap anak. Pihak penegak hukum pun cenderung
hanya memakai KUHP saja. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan
penelitian dengan permasalahan: Bagaimanakah penegakan hukum pidana
terhadap badan usaha yang mempekerjakan anak berdasarkan Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan? Apa saja faktor penghambat
penegakan hukum pidana terhadap badan usaha yang mempekerjakan anak?
Pendekatan masalah dalam skripsi ini adalah pendekatan yuridis normatif dan
yuridis empiris. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah data primer dan
data sekunder. Penentuan narasumber dilakukan dengan wawancara dengan
responden. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi
lapangan. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif.
Dea Prahesti Sari
Penegakan hukum pidana terhadap badan usaha yang mempekerjakan anak
berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jika
dikaitkan dengan kasus dalam penelitian ini, penegakan hukum pidana terhadap
badan usaha yang mempekerjakan anak yang dilakukan oleh Kepolisian Daerah
Metro Jaya belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Antara Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014
tentang Perlindungan Anak terdapat disharmonisasi mengenai anak seharusnya
dilindungi atau boleh bekerja.Dimana anak dilindungi oleh negara bukannya
dipekerjakan seperti pada kasus PT panca Buana Cahaya Sukses atau pabrik
mercon. Ketentuan Pasal 11 Ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung No.13 Tahun
2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana Oleh Korporasi yang
menentukan bahwa "Pemeriksaan terhadap korporasi sebagai tersangka pada
tingkat penyidikan diwakili oleh seorang pengurus." Tersangka yang telah
ditetapkan oleh Kepolisian Daerah Metro Jaya yakni, Indra Liyono, Andria
Hartanto, dan Suparna Ega
Saran dalam penelitian ini adalah: Kepada Kepolisian Daerah Metro Jaya,
kedepannya perlu dilakukan upaya preventif sesuai dengan ketentuan Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Selain itu tiga tahap
penegakan hukum pidana yakni tahap formulasi, aplikasi dan eksekusi perlu
dimaksimalkan kembali. Kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi
Banten, kedepannya perlu meningkatkan sinerginya dalam melakukan
pengawasan terhadap badan usaha yang mempekerjakan anak di Provinsi Banten
tanpa harus menunggu laporan terlebih dahulu. Selain itu kedepannya Pemerintah
Daerah Provinsi Banten melalui instansi terkait perlu melakukan koordinasi
dengan berbagai pihak untuk mengatasi berbagai hambatan dalam proses
penegakan hukum terhadap badan usaha yang mempekerjakan anak. Kepada
Pemerintah, kedepannya perlu memperhatikan kembali kasus anak yang
dipekerjakan. Dimana seharusnya anak dilindungi oleh negara bukan dipekerjakan
untuk mencukupi ekonomi keluarganya. Mengingat seharusnya anak
memanfaatkan waktu mereka untuk belajar, bermain, berada dalam suasana
damai, mendapatkan kesempatan dan fasilitas untuk mencapai cita-citanya.
Kata Kunci: Penegakan Hukum, Badan Usaha, Pekerja Anak.1512011100 Dea Prahesti Sari-2022-04-18T07:50:47Z2022-04-18T07:50:47Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58343This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/583432022-04-18T07:50:47ZUPAYA POLISI KHUSUS KEHUTANAN DALAM PENYIDIKAN
TINDAK PIDANA KEHUTANANPeran Polisi Kehutanan sangatlah besar dalam melindungi dan mengamankan
hutan, mengingat polisi kehutanan sebagai aparat keaamanan di bidang
kehutanan. Tindak pidana kehutanan di atur dalam peraturan pemerintah Nomor
45 Tahun 2014 tentang perlindungan hutan dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan. Permasalahan
yang di bahas dalam skripsi terdiri dari dua permasalahan yaitu : Bagaimanakah
upaya polisi kehutanan dalam penyidikan tindak pidana kehutanan? Apakah
faktor penghambat polisi khusus kehutanan dalam penyidikan tindak pidana
kehutanan?
Pendekatan masalah dalam skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis normatif
dan yuridis empiris. Sumber dan jenis data yang di gunakan adalah data primer
dan data sekunder. Penentuan narasumber di lakukan dengan wawancara dengan
respoden. Metode pengumpulan data di lakukan dengan studi pustaka dan studi
lapangan. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan bahwa upaya polisi kehutanan
dalam penyidikan tindak pidana kehutanan pada hakikat nya merupakan bagian
dari penegakan hukum yang terdiri dari upaya preemtif,preventif dan refresif.
Yaitu melakukan penanggulangan agar tidak terjadi lagi tindak pidana dan upaya
di lakukan pada saat telah terjadi tindakan berupa penegakan hukum dengan
menjatuhkan hukuman sesuai dengan perbuatan nya sehingga tidak mengulangi
nya dan orang lain juga tidak akan melakukan nya mengingat sanksi yang di
tanggung nya sangat berat. Faktor penghambat yang paling dominan dapat
mempengaruhi pelaksanaan upaya kepolisian dalam penyidikan tindak pidana
kehutanan yaitu penegakan hukum nya,faktor sarana dan fasilitas dan faktor
masyarakatnya.
Cici Afriyanti
Saran yang dapat diberikan dalam upaya polisi khusus kehutanan dalam
penyidikan tindak pidana kehutanan adalah perlunya meningkatkan sarana dan
prasarana yang kurang memadai sehingga dapat membantu melancarkan proses
penyidikan.dan lebih tegas akan sanksi hukum yang sudah di atur dalam undang-
undang yang berlaku sehingga setiap kasus tindak pidana kehutanan bisa
diselesaikan melalui pengadilan bukan melalui di balik layar,atau kasus berhenti
sebelum sampai ke pengadilan.1412011083 CICI AFRIYANTI-2022-04-18T07:50:44Z2022-04-18T07:50:44Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58342This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/583422022-04-18T07:50:44ZANALISIS PELAKSANAAN E-TILANG DALAM UPAYA PENCEGAHAN
PRAKTIK PUNGUTAN LIAR YANG DILAKUKAN OLEH POLISI LALU
LINTAS
(Studi Kasus Polres Metro Jakarta Selatan)E-tilang adalah proses penyelesaian perkara pelanggaran lalu lintas yang memakai
sistem teknologi dan komunikasi. Sistem E-tilang mempunyai tujuan untuk
mencegah praktik pungutan liar yang beberapa kali dilakukan oleh oknum polisi
lalu lintas yang meresahkan masyarakat maupun masyarakat sendiri yang
menawarkan suap kepada oknum polisi lalu lintas. Landasan hukum dari
dilaksanakannya sistem E-tilang yaitu Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 12
Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Pelanggaran Lalu Lintas.
Permasalahan dalam skripsi ini adalah : Bagaimanakah Pelaksanaan E-tilang
dalam Upaya Pencegahan Praktik Pungutan liar yang dilakukan Oleh Polisi Lalu
Lintas dan Apakah yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan E-tilang.
Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis
normatif dan pendekatan yuridis empiris. Responden penelitian ini terdiri dari dari
Kepolisian Resort Metro Jakarta Selatan dan Dosen bagian Hukum Pidana
Universitas Lampung. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi pustaka
dan studi Lapangan.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa pelaksanaan E-tilang di
Wilayah Jakarta Selatan terlaksana dengan baik karena sudah lebih dominan
digunakannya sistem E-tilang ini untuk penyelesaian perkara pelanggaran lalu
lintas. Kelebihan dari sistem ini adalah untuk memperkecil peluang oknum polisi
lalu lintas untuk melakukan praktik pungutan liar dan mempersingkat waktu
proses penyelesaian perkara pelanggaran lalu lintas. Tetapi masih banyak
kelemahan dari sistem ini diantaranya adalah Sarana dan Fasilitas yang kurang
maksimal untuk mendukung pelaksanaannya serta masih ada nya peluang untuk
melakukan praktik pungutan liar. Proses dari E-tilang juga terdiri dari beberapa
tahapan yaitu, penindakan kepada pelanggar lalu lintas, melakukan input data
yang dilakukan oleh petugas, pembayaran denda tilang, serta pengambilan barang
bukti yang disita oleh petugas.
Christoffer Sitepu
Saran dalam penelitian ini adalah perlu adanya kesadaran hukum yang baik dari
aparat kepolisian sebagai penegak hukum untuk mampu melaksanakan tugas nya
dengan baik dan profesional, masyarakat agar mematuhi peraturan lalu lintas
atupun aturan hukum yang berlaku, maupun dari pemerintahan untuk
memperbaiki sarana dan fasilitas untuk mendorong sistem hukum yang yang lebih
baik lagi.
Kata Kunci : E-Tilang, Pencegahan, Praktik Pungutan Liar.1412011082 Christoffer Sitepu-2022-04-18T07:50:42Z2022-04-18T07:50:42Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58340This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/583402022-04-18T07:50:42ZANALISIS TERHADAP BATAS MAKSIMAL WARGA BINAAN
LEMBAGA PEMASYARAKATAN DAN RUMAH TAHANAN
NEGARA DITINJAU DARI TUJUAN PEMIDANAAN ( STUDI
KASUS DI LAPAS DAN RUTAN KELAS I BANDAR LAMPUNG )Indonesia merupakan negara dengan populasi penduduk terbesar ke-4 di Dunia dan
tingkat kriminalitas yang tinggi. Kejahatan semakin hari semakin meningkat terkait
dengan bertumbuhnya jumlah penduduk. Kejahatan yang semakin meningkat tanpa
diimbangi dengan penambahan kapasitas Lapas maupun Rutan menyebabkan
Lapas dan Rutan mengalami masalah pada batas maksimal warga binaan yang
merujuk pada tercapai atau tidaknya suatu tujuan pemidanaan. Permasalahan dalam
penelitian ini adalah: Bagaimanakah ketentuan batas maksimal warga binaan
Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara ditinjau dari tujuan
pemidanaan dan bagaimanakah dampak dari batas maksimal warga binaan dalam
Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara terhadap pembinaan
narapidana.
Pendekatan masalah yang digunakan adalah: pendekatan yuridis normatif dan
pendekatan yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer dengan
melakukan wawancara dengan Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Bandar Lampung
dan Rumah Tahanan Negara Kelas I Bandar Lampung terkait bahasan dalam skripsi
ini dan data sekunder dengan menggunakan analisis kualitatif guna mendapatkan
suatu simpulan yang memaparkan kenyataan-kenyataan yang diperoleh dari
penelitian.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan: batas maksimal ketika ditinjau dari
tujuan pemidanaan bahwa Tujuan pemidanan dalam Lembaga Pemasyarakatan
Kelas I Bandar Lampung dan Rumah Tahanan Kelas I Bandar lampung Tujuan
pemidanan dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Bandar Lampung dan Rumah
Tahanan Kelas I Bandar lampung belum tercapai sepenuhnya. Dalam teori Relatif
( tujuan ), tujuan pemidanaan dalam keadaan Lapas atau Rutan yang mengalami
masalah pada batas maksimal menyebabkan tidak dapat terlaksana nya teori tujuan,
hal itu terbukti atas banyak nya warga binaan yang menjadi residivis atau
pengulangan tindak pidana dan masih banyak terjadi tindak pidana yang terjadi
dalam Lapas atau Rutan itu sendiri. Sehingga teori tujuan yang diharapkan tercapai
ketika warga binaan ditempatkan dalam Lapas atau Rutan tidak tercapai. Lapas
Kelas I Bandar Lampung memiliki warga binaan berjumlah 1.049 dan kapasitas
hanya 620 warga binaan dan Rutan Kelas I Bandar Lampung memiliki warga
binaan berjumlah 1.148 dan berkapasitas 285 warga binaan, sehingga berdampak
pada pembinaan kepribadian dan pembinaan keterampilan. Pembinaan dalam Lapas
Kelas I Bandar Lampung dan Rutan Kelas I tetap dapat berjalan, namun masih
belum optimal, dimana masih banyak warga binaan yang tidak mendapatkan
pembinaan yang sesuai dengan hak nya yang diakibatkan oleh masalah pada batas
maksimal itu sendiri.
Saran dalam penelitian ini adalah: Pemerintah diharapkan memiliki langkah konkrit
dalam penyelesaian masalah batas maksimal, berupa penambahan kapasitas juga
diharapkan petugas bekerja lebih professional serta Lapas dan Rutan lebih
meningkatkan aspek yang menunjang pembinaan terkait sarana-prasarana serta
petugas pembinaan.
Kata kunci: Batas Maksimal, Warga Binaan, Tujuan Pemidanaan.1512011245 Bima Sandra-2022-04-18T07:50:40Z2022-04-18T07:50:40Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58339This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/583392022-04-18T07:50:40ZUPAYA KEPOLISIAN DAERAH LAMPUNG DAN DINAS KOMUNIKASI INFORMATIKA
DAN STATISTIK LAMPUNG DALAM PENANGGULANGAN UJARAN
KEBENCIAN MELALUI MEDIA SOSIALUjaran Kebencian melalui media sosial adalah tindakan komunikasi yang
dilakukan oleh suatu individu atau kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan,
ataupun hinaan kepada individu atau kelompok dalam aspek SARA melalui media
sosial seperti Facebook, Twitter,dan Instagram yang berakibat dibencinya atau
didiskriminasi seseorang atau golongan tertentu. Ujaran kebencian melalui media
sosial telah diatur dalam Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik jo. Undang-Undang Nomor. 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian
ini yaitu bagaimanakah upaya Kepolisian Daerah Lampung dan Dinas
Komunikasi Informatika dan Statistik dalam penanggulangan ujaran kebencian
melalui media sosial ? dan apakah faktor penghambat dalam melakukan upaya
Kepolisian Daerah Lampung dan Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik
Lampung dalam penanggulangan ujaran kebencian melalui media sosial?
Pendekatan masalah dalam skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis normatif
dan pendekatan yuridis empiris. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah
data primer dan data sekunder. Penelitian dilakukan dengan wawancara terhadap
narasumber. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi
lapangan. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan bahwa upaya Polda Lampung dan
Diskominfotik Lampung dalam penanggulangan ujaran kebencian melalui media
sosial adalah dengan menggunakan upaya integratif. upaya integratif yaitu
melakukan upaya penanggulangan dengan pendekatan penal dan non penal secara
bersama-sama. Upaya non penal yang dilakukan meliputi sosialisasi dan patroli
siber terhadap ujaran kebencian serta, upaya penal yang dilakukan meliputi
penegakan hukum ujaran kebencian, penetapan dasar hukum UU ITE yang tepat
dalam penanganan perkara ujaran kebencian dan merekomendasikan ahli ITE
Bill Clinton
dalam proses penegakan hukum. Sedangkan, faktor penghambat dalam
melakukan Upaya Polda Lampung dan Diskominfotik Lampung dalam
penanggulangan ujaran kebencian melalui media sosial yaitu faktor hukumnya
dan faktor masyarakat sebagai faktor penghambat yang paling dominan.
Saran yang dapat diberikan dalam penanggulangan ujaran kebencian melalui
media sosial adalah Polda Lampung bersama Diskominfotik perlu membentuk,
membina dan meningkatkan extra-legal system atau informal system, melakukan
penegakan hukum dengan cepat tanpa menunda-nunda, selanjutnya formulasi
Undang-Undang Cyber Crime baru, penambahan kewenangan dan ahli ITE
Diskominfotik Lampung terhadap penanganan konten negatif, peningkatan jumlah
dan Iptek personil Polda Lampung serta pemerataan teknologi hingga ke satuan
wilayah terkecil Polda Lampung, membina dan meningkatkan pengetahuan
masyarakat terakhir, mempelajari dan memahami budaya masyarakat yang
berkembang.
Kata Kunci: Polda, Diskominfotik, ujaran kebencian1512011353 Bill Clinton-2022-04-18T07:47:06Z2022-04-18T07:47:06Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58237This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582372022-04-18T07:47:06ZANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP PENIPUAN OLEH
NARAPIDANA MELALUI FACEBOOK
(Studi Pada Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Rajabasa Bandar Lampung)Manfaat teknologi informasi dan komunikasi selain memberikan dampak positif juga disadari
memberi peluang untuk dijadikan sarana melakukan kejahatan baru (cyber crime). Kejahatan
bukan hanya terjadi pada kehidupan didunia nyata saja namun kejahatan saat ini sudah
menyebar ke jaringan intenet. Dengan adanya media sosial pelaku kejahatan memanfaatkan
kejahatan penipuan melalui media sosial facebook. Dengan adanya media sosial facebook
kejahatan didunia maya bukan hanya dilakukan oleh pelaku diluar Lembaga Pemasyarakatan
tetapi dapat juga dilakukan oleh Narapidana yang sedang menjalankan hukuman dibalik jeruji
besi sehingga dapat meraup keuntungan. Untuk mengetahui aspek kriminologi sari kejahatan
tersebut, maka penulis melakukan penelitian dengan permasalah: Apakah faktor penyebab
terjadinya penipuan yang dilakukan oleh narapidana melalui facebook? Bagaimanakah upaya
penanggulangan terhadap penipuan oleh narapidana melalui facebook?.
Pendekatan masalah dalam skripsi ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis
empiris. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.
Penentuan narasumber dilakukan dengan wawancara dengan responden.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, bahwa faktor penyebab terjadinya penipuan
yang dilakukan oleh narapidana melalui facebook ada dua, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Adapun upaya penanggulangan terhadap penipuan oleh narapidana melalui
facebook pada Lapas adalah dengan cara preventif.
Saran dalam penelitian ini adalah: Kepada Lembaga Pemasyarakatan yang ada di Indonesia
agar meningkatkan kualitas lapas dengan mengkontruksikan sarana dan prasarana yang ada
baik dari SDM maupun fasilitas lapasnya. Kepada Menteri Hukum dan Ham agar
meningkatkan anggaran kepada Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), yang khusus digunkan
untuk meningkatkan kualitas lapas baik dari sisi infrastruktur dan SDM nya.
Kata Kunci: Penipuan, Narapidana, Facebook.
1412011442 YOGI HANDIKA-2022-04-18T07:47:04Z2022-04-18T07:47:04Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58234This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582342022-04-18T07:47:04ZANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP WANITA SEBAGAI KURIR
NARKOTIKARizky Prima Arya, Gunawan Jatmiko, Emilia Susanti
E-mail: aryarizkyprima@gmail.com
Kejahatan narkotika mulai marak akhir-akhir ini, salah satunya adalah kejahatan
narkotika. Kejahatan narkotika adalah modus operandi, dilakukan secara
sistematis dan terorganisir. Dampak dari adanya kejahatan narkotika ini sangat
besar dan bisa merusak generasi bangsa indonesia, namun ternyata kejahatan
tersebut tak menutup kemungkinan dilakukan oleh seorang wanita, yang pada
permasalahan hukum ini adalah wanita sebagai pelaku nya yakni menjadi Kurir
Narkotika. Sebagai perantara atau yang disebut kurir membuat wanita yang
menjadi pelaku tersebut menimbulkan permasalahan hukum. Maka dari sisi
Hukum cukup menarik untuk dikaji dan menjadi bahan penelitian bagi penulis.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan pendekatan
normatif dan pendekatan Empiris. Adapun sumber dan jenis data dalam penelitian
ini adalah data primer yang diperoleh dari studi lapangan dengan wawancara
Direktorat Reserse Khusus Narkoba pada Polda Lampung dan Dosen bagian
Sosiologi dalam prodi ilmu kriminologi pada Fakultas Fisip Universitas Lampung. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan: Faktor- Faktor penyebab pelaku wanita melakukan kejahatan sebagai kurir narkotika
diantaranya : (1) Pergaulan atau Budaya yaitu cara memilih dalam berkawan tidak
sesuai, yang membuat terjerumusnya pelaku dalam perkawanan yang
menyimpang (2) Psikologis yaitu dari pelaku sangat bingung dalam menentukan
sikap dan mengambil tindakan yang mulai beranjak dewasa (3) Agama yaitu
pemahaman ilmu agama yang dangkal membuat tembok keimanan pelaku sangat
mudah untuk digoyah dan dipengaruhi, ekonomi yaitu keadaan terlilit hutang
yang dialami oleh pelaku dengan temannya yang tak lain adalah pemakai
narkotika pula, dan sosiologis yakni masyarakat lingkungan yang kurang
memperhatikan dan kurangnya berinteraksi antar masyarakat bertetangga menjadi
salah satu faktor pelaku melakukan kejahatan. Kemudian Upaya penanggulangan
dengan cara Penanggulangan penal yakni: (1) tindakan represif dari Kepolisian
Rizky Prima Arya
ketika adanya aduan atau terlihat langsung dan atau tertangkapa tangan oleh pihak
Kepolisian (2) Penanggulangan non penal: pendekatan preventif atau pendekatan
dengan masyarakat dengan diadakan sosialisasi melibatkan tokoh agama dan
masyarakat, seperti Seminar Bahayanya Narkotika bagi Masa depan dan
Kesehatan jangka Panjang.
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Mencegah terjadinya kejahatan narkotika
sebagai kurir sangat diperlukan peran aparat penegak hukum yakni Kepolisian, dan keterlibatan masyarakat dalam mengambil tindakan dan melaporkan kepada
pihak yang berwajib itu akan membantu pihak Kepolisian melakukan tindakan
penangkapan atas adanya laporan dari masyarakat. (2) upaya Preventif dengan
melakukan sosialisasi ataupun seminar yang diadakan oleh pihak kepolisian yang
melibatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat. (3) Aturan hukum yang telah
dibuat, harus betul-betul diterapkan sebaik mungkin sesuai dengan fungsinya.
Kata Kunci :Kriminologis, Wanita, Narkotika
Narcotics crime is starting to bloom lately, one of which is narcotics crime.
Narcotics crime is a modus operandi and is carried out systematically and in an
organized manner. The impact of this narcotics crime is very large and can
damage the generation of the Indonesian nation, but it turns out the crime did not
rule out the possibility of being committed by a woman, who in this legal problem
is the woman as the perpetrator, namely becoming a Narcotics Courier. As an
intermediary or so-called courier, the women who become the perpetrators cause
legal problems. So in terms of Law is quite interesting to be studied and become
research material for writers.
The method used in this research is to use a normative approach and an Empirical
approach. The sources and types of data in this study are primary data obtained
from field studies with interviews of the Directorate of Special Investigation of
Drugs in the Lampung Regional Police and Lecturers in the Department of
Sociology in criminology at the Faculty of Social Sciences, University of
Lampung.
Based on the results of research and discussion, it can be concluded: Factors that
cause female perpetrators to commit crimes as narcotics couriers include: (1)
Intercourse or Culture, namely how to choose friends is not appropriate, which
makes the offender in a deviant friendship (2) Psychological namely from the
perpetrators are very confused in determining attitudes and taking actions that
begin to grow up (3) Religion is a shallow understanding of religious knowledge
making the wall of the faith of the perpetrators very easy to be shaken and
influenced, the economy is a state of debt experienced by the offender with his
friend who is none other than drug users as well, and sociologists, namely the
environmental community which is less concerned and lack of interaction
between neighboring communities is one of the factors that perpetrators commit
crimes. Then the prevention efforts by way of overcoming the penalties namely:
(1) repressive actions from the Police when there is a complaint or is seen directly
and / or the hands of the police (2) Non-penal countermeasures: a preventive
approach or approach to the community with socialization involving religious and
Rizky Prima Arya
community leaders, such as Narcotics Danger Seminar for the Future and Long-
term Health.
Suggestions in this study are: (1) Preventing the occurrence of narcotics crimes as
a courier is very necessary the role of law enforcement officers, with the
community taking action and reporting to the authorities and repressive action
from the Police (2) Preventive efforts by conducting socialization by the police
together with religious leaders and community leaders (3) The legal rules that
have been made, must really be applied as best as possible in accordance with
their functions.
Keywords: Criminology, Women, Narcotics1512011338 Rizky Prima Arya-2022-04-18T07:47:02Z2022-04-18T07:47:02Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58228This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582282022-04-18T07:47:02ZIMPLEMENTASI CUTI BERSYARAT BAGI NARAPIDANA TINDAK
PIDANA KORUPSI
(STUDI DI LAPAS KELAS I BANDAR LAMPUNG)Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan hukum. Hal itu secara
tegas dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Salah satu ciri negara hukum adalah melindungi hak asasi manusia.. Setiap
warga negara berhak mendapat akses terhadap perlindungan hukum, termasuk
narapidana yang telah kehilangan hak kemerdekaannya. Cuti Bersyarat
marupakan salah satu bentuk hak narapidana berupa pengintegrasian narapidana
ke dalam kehidupan masyarakat. Maka permasalahan yang dirumuskan dalam
penelitian ini adalah bagaimanakah implementasi hak Cuti Bersyarat bagi
narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IA Bandar Lampung serta apakah
faktor-faktor penghambat Cuti Bersyarat di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IA
Bandar Lampung ?
Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridis empiris.
Metode pengumpulan data yaitu studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data
yaitu analisis kualitatif. Narasumber yaitu Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas
IA Bandar Lampung, serta Akademisi Hukum Pidana pada Fakultas Hukum
Universitas Lampung.
Hasil Penelitian dan Pembahasan menunjukkan bahwa Implementasi cuti
bersyarat bagi Narapidana yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas
IA Bandar Lampung telah sesuai dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 03 Tahun 2018 Tentang Syarat dan
Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga,
Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat. Namun tidak
semua narapidana bisa mengajukan usulan Cuti Bersyarat karena tidak bisa
memenuhi syarat syarat yang berlaku pembebasan bersyarat. yang membedakan
adalah pada syarat substantif yaitu telah menjalani 2/3 (dua pertiga) dari masa
pidananya dan jangka waktu cuti sama dengan remisi terakhir paling lama 6
(enam) bulan, untuk memperoleh cuti bersyarat, narapidana harus memenuhi
persyaratan yang sama, namun yang membedakan ada pada syarat substantif yaitu
berkelakuan baik dan tidak pernah mendapat hukuman disiplin dalam waktu 6
(enam) bulan terakhir dan jangka waktu cuti paling lama 3 (tiga) bulan. Dari
penelitian ini dapat disimpulkan
Marta wardana
bahwa Pelaksanaan pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas dan cuti
bersyarat di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IA Bandarlampung. Hambatan yang
dihadapai dalam pemenuhan hak Cuti Bersyarat di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas IA Bandar Lampung adalah Faktor hukumnya, Faktor aparat penegak
hukum, Faktor sarana dan fasilitas, Faktor masyarakat, Faktor kebudayaan serta
kurangnya dukungan keluarga narapidana, kurangnya sosialisasi dan kurangnya
komunikasi antar sub sistem peradilan pidana.
Saran dalam penelitian ini adalah: Kepada pembuat peraturan perundang-
undangan hendaknya membuat peraturan yang sesuai dengan perkembangan
zaman khususnya yang berkaitan dengan cuti bersyarat sehingga dalam proses
penegakan hukum dapat dilaksanakan dengan mudah dan berasaskan sederhana
dan biaya murah. Kepada Lembaga Pemasyarakatan khususnya perkara tindak
pidana korupsi kedepannya diharapkan untuk dapat melaksanakan proses cuti
bersyarat sesuai dengan pancasila sila kelima keadilan sosial bagi seluruh rakyat
indonesia sehingga terlaksana dengan baik.
Kata Kunci : Implementasi, Cuti Bersyarat, Narapidana Tindak Pidana
Korupsi.
151201053 Marta Wardana-2022-04-18T07:46:59Z2022-04-18T07:46:59Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58223This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582232022-04-18T07:46:59ZPERAN KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN TINDAK
PIDANA PENGGELAPAN SEPEDA MOTOR di PT.WOM (Wahana
Ottomitra Multiartha) FINANCE CABANG BANDAR LAMPUNG
Berkaitan dengan kebutuhan yang mendasar tersebut banyak perusahaan- perusahaan leasing yang bergerak di bidang pembiayaan seperti pada perusahaan
pembiayaan seperti pada perusahaan leasing PT.WOM Finance cabang Bandar
Lampung. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana Peran Kepolisian
dalam Penanggulangan Tindak Pidana Penggelapan Sepeda Motor di PT.Wom
Finance Cabang Bandar Lampung dan Bagaimanakah Upaya kepolisian dalam
Menanggulangi tindak pidana pengelapan sepeda motor di PT. Wom Finance
cabang Bandar Lampung.
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini secara yuridis normative dan
pendekatan yuridis empiris. Narasumber penelitian ini terdiri dari Kasat Reskrim
Polresta Bandar Lampung, Ketua HRD PT.Wom Finance cabang Bandar
Lampung dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas
Lampung.
Penggelapan Sepeda Motor di PT.Wom Finance cabang Bandar Lampung factor-
faktor yang menimbulkan terjadinya penggelapan sepeda motor yaitu factor
internal yang berasal dari dalam diri sang pelaku, factor internal diantaranya
adanya hawa nafsu ingin memiliki dan pemanfaatan kesempatan terjadinya
kejahatan pengelapan. Faktor eksternal yaitu factor yang berasal dari luar diri sang
pelaku yang mempengaruhi seseorang melakukan kejahatan, upaya
penanggulangan penggelapan sepeda motor ialah melalui upaya preventif dan
upaya represif. Upaya preventif dapat dilakukan dengan cara peranan pencegahan
agar tidak terjadi tindak pidana penggelapan sedangkan upaya represif dapat
dilalukan dengan cara melalui tugas-tugas penyelidikan, penyidikan dan upaya
dimaksutkan untuk menindak para pelaku kejahatan sesuai dengan perbuatannya
serta memperbaikinya kembali agar mereka sadar bahwa perbuatannya yang
dilakukannya merupakan perbuatan yang melanggar hukum.
Hendro Purnomo
Saran dalam penelitian ini adalah kepada Kasat Reskrim Polresta Bandar
Lampung melakukan penyeluhuan kepada pihak perusahaan terkait dengan
peningkatan keamanan dalam menajalankan proses pengambilan kendaraan
sepeda motor dengan memeriksa dengan detail sesuai prosedur yang tertera dari
perusahaan. Selanjutnya untuk pihak perusahaan PT. WOM Finance cabang
Bandar Lampung usahakan harus melakukan atau menjalankan prosedur
pengecekan kepada konsumen yang akan melakukan pembelian kendaraan di
perusahaan. Kata Kunci : Peran Kepolisian, Tindak Pidana Penggelapan, Sepeda Motor.
1542011028 HENDRO PURNOMO-2022-04-18T07:46:57Z2022-04-18T07:46:57Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58310This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/583102022-04-18T07:46:57ZIMPLEMENTASI ULTIMUM REMEDIUM DALAM TINDAK PIDANA
PENGHINAAN DAN/ATAU PENCEMARAN NAMA BAIK PASAL 27 UU
NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN
TRANSAKSI ELEKTRONIKKehadiran jejaring sosial di dalam masyarakat membawa perubahan dalam
berkomunikasi. Ketika berada didalamnya maka harus punya etika yang baik dan
benar dalam berinteraksi dengan orang lain, karena Negara telah menjamin melalui
undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). UU ITE adalah
ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum,
termasuk pencemaran nama baik, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia
yang memiliki akibat hukum bagi kepentingan pribadi maupun kepentingan
Negara. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah implementasi
Ultimum Remedium dalam perkara penghinaan dan/atau pencemaran nama baik
Pasal 27 Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE? dan apakah faktor yang menjadi
penghambat dalam pengimplementasian tersebut.
Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan hukum
normatif - empiris yang menggunakan data sekunder dan data primer yang berasal
dari buku-buku, atau literatur-literatur hukum, peraturan perundang-undangan,
wawancara serta bahan-bahan lainnya. Sedangkan analisis data menggunakan
analisis kualitatif.
Berdasakan hasil penelitian didapatkan bahwa implementasi ultimum remedium
dalam tindak pidana penghinaan dan/atau pencemaran nama dilakukan apabila
pelapor dan terduga mengambil langkah mediasi atau musyawarah bedasarkan asas
delik aduan murni dan apabila dilakukan pencabutan perkara oleh pelapor maka
otomatis pidana yang dilakukan akan gugur, dan karena ini delik aduan murni maka
sebagai penyidik (Polri dan Kejaksaan) hanya dapat menghentikan suatu perkara
jika pelapor mencabut perkara tersebut. Faktor yang menjadi penghambat salah
satunya adalah faktor hukum, dalam praktik penyelenggaraan penegakan hukum di
lapangan ada kalanya terjadi pertantangan antara kepastian hukum dan keadilan,
hal ini disebabkan oleh konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat
abstrak, sedangkan kepastian hukum merupakan suatu prosedur yang normatif.
Benny Rachmansyah
Kurangnya kesadaran masyarakat akan hukum tentang UU ITE membuat
masyarakat merasa enggan untuk mematuhinya terlebih sekarang media sosial
mudah diakses oleh semua kalangan.
Saran dalam penelitian ini adalah kesadaran masyarakat, pemerintah, aparat
penegak hukum dan produsen media massa elektronik dan non-elektronik untuk
mengklarifikasi, menyaring berita/informasi yang di dapat, agar tidak
mendistribusikan, berita/informasi hoax yang di dapat untuk mencegah kasus
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik terulang kembali, dan demi terciptanya
Indonesia bebas hoax.
Kata kunci: Implementasi, ultimum remedium, pencemaran nama baik.1412011070 Benny Rachmansyah-2022-04-18T07:46:56Z2022-04-18T07:46:56Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58308This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/583082022-04-18T07:46:56ZUPAYA PENANGGULANGAN TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN
DATA PRIBADI KARTU KREDIT (CARDING) PADA TRANSAKSI
ONLINEKejahatan carding merupakan salah satu kejahatan dunia maya atau cybercrime,
carding merupakan salah satu bentuk pencurian informasi kartu kredit milik orang
lain untuk kemudian dimanfaatkan pelaku dalam melakukan transaksi pembelian
barang atau jasa maupun pencairan nominal saldo yang terdapat pada kartu kredit
korban ke dalam rekening pelaku. Kejahatan carding diatur dalam Pasal 30 Ayat
3 Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik. Sehubungan dengan adanya kejahatan tersebut maka Pihak kepolisian
dan Bank melakukan penanggulangan melalui sarana Non penal dan Penal.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana upaya penanggulangan
kejahatan carding dan faktor-faktor apa sajakah yang menjadi penghambat aparat
penegak hukum dalam menanggulangi kejahatan carding.
Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif dan pendekatan
yuridis empiris. Narasumber penelitian terdiri dari anggota subdit IV reskrimsus
Kepolisian Polda Metro Jaya, Manager Bank Sentral Republik Indonesia Regional
Lampung dan akademisi Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan, selanjutnya
data dianalisis secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka
diperoleh kesimpulan mengenai upaya kepolisian terhadap penanggulangan
kejahatan carding yang dilakukan secara upaya penal yaitu dengan tindakan
represif yaitu penindakan dan pemberantasan pelaku carding melalui jalur hukum.
Selanjutnya dengan upaya non penal yaitu preventif, untuk mencegah timbulnya
kejahatan yang pertama kali. Upaya ini meliputi: Tindakan Patroli yaitu tindakan
melalui pendeteksian, penindakan atau represif, dialogis. Penyuluhan Hukum dan
Koordinasi antara instansi Kepolisian dan Bank dengan Masyarakat. Faktor-faktor
penghambat adalah Penegak hukum yang dinilai masih banyak yang belum
memahami teknologi sehingga proses penyidikan sedikit terkendala, faktor sarana
dan fasilitas yaitu belum adanya komputer forensik yang memadai, faktor
Bayu Septya Yuda
masyarakat yang kurang kesadaran dan kepedulian dalam penanggulangan
kejahatan Carding dan faktor budaya yang belum bisa mengikuti perkembangan
zaman.
Saran dalam penelitian ini adalah Perlunya peraturan pemerintah yang mengatur
mengenai teknis pelaksanaan dalam penindakan kejahatan cybercrime dan
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 semestinya dikaji ulang agar dapat
menjadi sebuah undang-undang cyber atau cyberlaw dan juga dikembangkan
secepat atau lebih cepat dari hacker agar dapat mengontrol cybercrime. Perlu
adanya fasilitas yang memadai dalam pencarian alat bukti seperti komputer
forensik untuk dapat mengungkap data-data digital serta merekam dan
menyimpan bukti digital. Disertai dengan peningkatan kualitas dari kepolisian
dengan cara diberikannya pemahaman yang mendalam tentang perkembangan
teknologi.
Kata Kunci : Upaya Penanggulangan, Carding, Transaksi Online.1512011248 BAYU SEPTYA YUDA-2022-04-18T07:46:53Z2022-04-18T07:46:53Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58307This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/583072022-04-18T07:46:53ZKEBIJAKAN REHABILITASI SEBAGAI TREATMENTTERHADAP
PENCANDU NARKOTIKA
(Studi pada Loka Rehabilitasi BNN Kalianda Lampung Selatan)Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika saat ini sudah sampai pada tingkat
yang memprihatinkan untuk itu pemerintah mengeluarkan sebuah kebijakan
khusus kepada para pecandu untuk dilakukan rehabilitasi sebagai treatment
dengan tujuan untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika.
Permasalahan dalam penelitian ini yaitu Apa dasar pertimbangan hukum hakim
dalam menjatuhkan putusan rehabilitasi sebagai treatment terhadap pencandu
narkotika serta bagaimanakah kebijakan rehabilitasi sebagai treatment terhadap
pencandu narkotika yang dilaksanakan oleh Loka Rehabilitasi BNN Kalianda
Lampung Selatan Provinsi Lampung.
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Narasumber
dalam penelitian ini adalah HakimPengadilan Negeri Tanjung Karang, Kepala
Loka RehabilitasiBNN Kalianda Lampung Selatan dan Akademisi Fakultas
Hukum Universitas Lampung.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa:(1) Dasar pertimbangan hukum hakim
dalam menjatuhkan putusan rehabilitasi sebagai treatment terhadap pencandu
narkotika sudah berdasarkan pertimbangan yuridis yaitu melihat dari peraturan
perundang-undangan, surat dakwaan, surat tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum,
keterangan saksi dan keterangan terdakwa di dalam persidangan dan dasar
pertimbangan non yuridis yaitu berdasarkan kebijaksanaan dan keyakinan hati
nurani seorang hakim, dalam melihat keadaan yang di golongkan antara lain latar
belakang perbuatan, kondisi diri, kondisi sosial ekonomi, sifat sopan dan santun
terdakwa dalam persidangan. (2) Kebijakan yang dilaksanakan oleh Loka
Rehabilitasi Kalianda Lampung Selatan Provinsi Lampung untuk
mengoptimalkan pelaksanaan rehabilitasi sebagai treatment bagi para pengguna
narkotika adalah sebagai berikut: (a) Kebijakan mengintensifkan wajib lapor
pecandu narkotika yang dilaksanakan sudah berhasil dijalankan hal tersebut
ditunjukkan dalam capaian yang sudah melampaui target yang tekah ditetapkan
sebelumnya. (b) Kebijakan pelayanan treatmentdan rehabilitasi baik medis serta
sosial telah berhasil dijalankan dengan baikhal ini dapat dilihat dalam pencapaian
Bahara Rizki
jumlah penyalahguna yang direhabilitasi terus meningkat. (c) Kebijakan
pembinaan lanjut kepada korban penyalahgunaan dan pecandu narkoba melalui
treatmentdan rehabilitisirelatif sudah baik dan efektif sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang ada yang dilihat dari semakin banyaknya residen yang
pulih setelah mengikuti treatmentdan rehabilitisi.
Saran dalam penelitian ini yaitu bagi aparat penegak hukum, dalam menjalankan
tugas diharapkan dapat bersikap obyektif untuk dapat memberikan kesempatan
pecandu narkotika untuk direhabilitasi, pemerintah daerah sebaiknya
memaksimalkan fungsi-fungsi lembaga-lembaga sosial berhubungan dengan
kebijakan rehabilitasi sebagai treatment terhadap pencandu narkotik, bagi pecandu
narkotika, sebaiknya untuk melaporkan diri untuk mendapatkan pengobatan
rehabilitasi secara sukarela dengan niatan untuk sembuh serta masyarakat
hendaknya selalu melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan khususnya
peradilan narkotika.
Kata Kunci: Kebijakan, Rehabilitasi, Treatment, Narkotika
Abuse and illegal circulation of narcotics is already up to a degree of concern for
the Government to issue a special policy to the addicts to do rehabilitation as a
treatment with the aim to liberate Addicts from narcotic dependence. The problem
in this research is the basis of the legal considerations of judges in dropping a
rehabilitation decision as a treatment of narcotics and how the policy of
rehabilitation as a treatment of narcotics prevention Implemented by the BNN
Kalianda in Lampung Selatan province.
The approach to the problem used in this study is to use normative and juridical
juridical approach to empirical. The resource in this study was the justice of the
Tanjung Karang District Court, the head of the BNN Rehabilitation Department
of South Lampung and the academic Faculty of Law of Lampung University.
The results showed that: (1) The basis of legal considerations in dropping a
rehabilitation decision as a treatment of narcotics is based on juridical
considerations that are looking at the legislation, letters Indictment, the
prosecution by the Prosecutor, the information of the witness and the information
of the defendant in the proceeding and the basis of non-juridical considerations is
based on the wisdom and conviction of a judge's conscience, in view of the
circumstances in which Among other background deeds, self-conditions, socio-
economic conditions, polite and courteous nature of the defendant in the trial. (2)
The policy carried out by Kalianda Rehabilitation workshop South Lampung
Province to optimize the implementation of rehabilitation as a treatment for the
users of narcotics is as follows: (a) mandatory intensifying policy The reported
narcotics addict conducted successfully executed it is shown in the achievement
that has exceeded the previously established target. (b) Both medical and social
treatment and rehabilitation service policies have been successfully executed this
can be seen in achieving the amount of abusers rehabilitated continues to
increase. (c) The policy of advanced coaching to victims of abuse and drug
addicts through treatment and rehabilitation of relatively well-being and effective
in accordance with existing laws and regulations seen from the growing number
of residents After following treatment and rehabilitisi.
Bahara Rizki
The advice in this study is for law enforcement officials, in carrying out the task is
expected to be objective to be able to provide a drug addict opportunity to be
rehabilitated, the local government should maximize the functions Social
institutions relate to rehabilitation policy as a treatment of narcotic addicts, for
drug addict, preferably to report for voluntary rehabilitation treatment with intent
to heal And the public should always supervise the course of the judiciary,
especially the narcotics.
Keywords: Policy, Rehabilitation, Treatment, Narcotics1512011097 BAHARA RIZKI-2022-04-18T07:46:00Z2022-04-18T07:46:00Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58306This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/583062022-04-18T07:46:00ZANALISIS FUNGSI DAN KEGUNAAN UJI LABOLATORIUM
FORENSIK AIR LIUR PADA TUBUH KORBAN TINDAK PIDANA
PEMBUNUHAN DAN PEMERKOSAAN
(Studi Putusan Nomor : 15/ PID/ 2017/ PT BTN)Memecahkan kasus tindak pidana penyidik kepolisian diberikan wewenang untuk
melakukan meyelidik dan penyidikan untuk mencari dan mengumpulkan barang
bukti. penyidik dalam melakukan penyelidikan dibantu oleh ahli terutama ahli
forensik agar dapat menyelesaikan kasus yang berhubungan dengan forensik
maka permasalahan yang diambil dalam skripsi ini adalah Bagaimanakah fungsi
uji labolatorium forensik air liur pada tubuh korban tindak pidana pembunuhan
dan pemerkosaan dan Faktor penghambat dalam uji labolatorium forensik air liur
pada tubuh korban tindak pidana pembunuhan dan pemerkosaan.
Metode penelitian yang digunakan adalah dengan pendekatan yuridis normatif
dan yuridis empiris. Sumber data yang digunakan yaitu data primer dan data
sekunder. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah wawancara dengan
narasumber. Hasil wawancara responden kemudian diolah dan dianalisis secara
kualitatif dengan mengambil kesimpulan deduktif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, disimpulkan bahwa ilmu
kedokteran forensik air liur berperan penting dalam proses penyidikan pada kasus
putusan no : 15/PID/2017/PT BTN barang bukti berupa uji labolatorium forensik
air liur yang digunakan sesuai dengan pasal 184 KUHAP yaitu keterangan ahli.
penghambatnya adalah faktor hukum dan penegak hukum yang masih kurang
paham pentingnya ilmu kedokteran forensik, kemudian faktor sarana dan
prasarana yang masih kurang memadai yaitu dikarenakan kurangnya fasilitas
labolatorium forensik yang ada .Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
penulis, maka perlu diberikan saran dalam skripsi ini, yaitu kepolisian dan dokter
selaku penyidik untuk saling berkolaborasi dengan baik menambah sumber daya
manusia dan sarana prasarana agar tercapainya suatu keadilan bagi masyarakat
Kata Kunci: Ilmu Kedokteran Forensik, Air liur, Pembunuhan,
Pemerkosaan1442011066 Bagas Dewantara-2022-04-18T07:45:57Z2022-04-18T07:45:57Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58305This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/583052022-04-18T07:45:57ZKEDUDUKAN HAKIM KOMISARIS (HAKIM PEMERIKSA
PENDAHULUAN) SEBAGAI PENGGANTI PRAPERADILAN DALAM
RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANADalam upaya pembaharuan hukum acara pidana nasional, pemerintah melalui
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) bermaksud
untuk mengatasi permasalahan yang terjadi dalam hal pengawasan penggunaan
upaya paksa serta memberikan keadilan dan kepastian hukum akan mengganti
lembaga Pra Peradilan dan digantikan dengan suatu sistem Hakim Komisaris yang
memiliki kewenangan lebih konkret dan luas dibanding dengan lembaga
praperadilan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah kedudukan
Hakim Komisaris (Hakim Pemeriksa Pendahuluan) sebagai pengganti PraPeradilan
dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Dan Apakah
keberadaan Hakim Komisaris (Hakim Pemeriksa Pendahuluan) dalam Rancangan
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dapat memberikan keadilan dan
kepastian hukum bagi tersangka
Pendekatan yang dilakukan dalam skripsi ini adalah pendekatan yuridis normatif
dan yuridis empiris. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah data primer dan
data sekunder. Penentuan narasumber dilakukan dengan wawacara responden.
Narasumber yaitu Hakim pada Pengadilan Negeri IA Tanjung Karang, Jaksa pada
Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Kepala Urusan BIN dan Ops Kepolisian
Resort Kota Bandar Lampung, Advokat di kantor Sopian Sitepu and Partners, serta
Akademisi Hukum Pidana pada Fakultas Hukum Universitas Lampung. Metode
pengumpulan data dilakukan dengan Studi Pustaka (Library Research) dan Studi
Lapangan (Field Research). Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif.
Hasil Penelitian dan pembahasan menunjukkan Kedudukan hakim komisaris
Hakim komisaris didalam konsep Rancangan KUHAP akan terletak terletak
diantara penyidik dan penuntut umum di satu pihak serta hakim di pihak lainnya.
Ayuza Adriani
Hakim komisaris dinilai sebagai alternatif pilihan terbaik sebagai pengganti
Praperadilan dengan kewenangan yang lebih luas dan lebih lengkap sehingga
memberikan harapan baru bagi para pencari keadilan terutama bagi seorang
tersangka.
Saran dalam penelitian ini yaitu dengan munculnya Hakim Komisaris atau Hakim
Pemeriksa Pendahuluan diharapkan dapat memperbaiki permasalahan yang muncul
dalam praperadilan terutama dengan kewenangan lebih luas yang dimilikinya.
Namun apabila melihat beberapa faktor pendukung, lembaga hakim komisaris akan
sulit untuk diterapkan dalam sistem peradilan Indonesia. Oleh karena itu, akan lebih
baik apabila lembaga praperadilan tetap dipertahankan tetapi dengan memperjelas
pengaturan dan rambu-rambu untuk menjaga agar proses praperadilan berjalan
dengan baik.
Kata Kunci : Praperadilan, Hakim Komisaris, RUU KUHAP1512011073 Ayuza Adriani-2022-04-18T07:45:55Z2022-04-18T07:45:55Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58304This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/583042022-04-18T07:45:55ZANALISIS KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PENYEBARAN
FILM BAJAKAN SECARA ONLINE
(Studi di Wilayah Bandar Lampung)Berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi menjadikan pembajakan di
bidang Hak Cipta sebagai lahan untuk mengambil keuntungan dari hal tersebut
dan menjadikan Indonesia sebagai surga bagi para pembajak sehingga pemegang
Hak Kekayaan Intelektual banyak yang dirugikan. Dengan melakukan
pembajakan terhadap film-film yang diputar di bioskop didukung dengan bantuan
alat-alat perekam yang sudah semakin banyak jenisnya, pembajakan film di
bioskop sering terjadi walaupun sudah dilakukan pengawasan dari pihak bioskop
untuk mengurangi pembajakan tersebut. Bagaimanakah Kebijakan Yang
Digunakan Untuk Menanggulangi Perbuatan Penyebaran Film Bajakan Secara
OnlinedanApa sajakah Faktor Penghambat Upaya Perlindungan Hak Cipta Dalam
Penyebaran Film Bajakan Secara Online Oleh Penegak Hukum Dan Pihak Yang
Terkait
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris.
Jenis data terdiri dari data primer dan sekunder. Narasumber terdiri dariHakim
Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Kejaksaan Negeri Bandar Lampung,
Kepolisian Daerah Lampung, Kanwil Hukum dan HAM, dan Dosen Bagian
Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data
menggunakan analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa
Kebijakan Yang Digunakan Untuk Menanggulangi Perbuatan Penyebaran Film
Bajakan Secara Online. Bahwa Penal Policy adalah suatu ilmu sekaligus seni yang
pada akhirnya mempunyai tujuan praktis untuk memungkinkan peraturan hukum
positif dirumuskan secara lebih baik dan untuk memberi pedoman tidak hanya
kepada pembuat undang-undang tetapi juga kepada pengadilan yang menerapkan
undang-undang dan juga para penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan.
Ada beberapa yang menjadi faktor penghambat upaya perlindungan Hak Cipta
dalam penyebaran film bajakan secara online seperti penegak hukum dibatasi
AYU KARTIKA PUTRI
pada kalangan pihak-pihak yang bertugas di Kepolisian maupun di Pengadilan
baik hakim maupun PPNS. Faktor hukum lebih menekankan pada peraturan
perundang-undangannya. Faktor budaya keadaan yang berlarut-larut tanpa ada
tindakan, akan semakin menimbulkan sikap bahwa pembajakan sudah merupakan
hal yang biasa dan tidak lagi merupakan tindakan yang melanggar undang-
undang. Faktor sarana dan fasilitas alasan yang dikirim hanya perwira Polisi
adalah karena masalah kurangnya dana dan sarana tempat pendidikan. Faktor
kesadaran masyarakat rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat, sejauh ini
harus diterima kenyataan bahwa pengetahuan masyarakat secara umum terhadap
perlindungan HAKI.
Adapun saran yang diberikan penulis perlunya untuk lebih memberikan
wewenang aparat penegak hukum yakni pihak Kepolisian kuhusnya penyidik
dalam perkara tindak pidana Hak Cipta perlu dilaksanakan oleh pejabat kepolisian
negara republik Indonesia dan pejabat pegawai negeri sipil. Wewenang penyidik
untuk melakukan pemeriksaan terhadap jenis-jenis perkara tindak pidana Hak
Cipta perlu ditingkatkan melalui kerjasama dengan instansi pemerintah yang
berkaitan dengan Hak Cipta termasuk menerima dan memeriksa laporan dan
pengaduan dari masyarakat mengenai terjadinya tindak pidana Hak Cipta.
Kata kunci: Analisis, Kebijakan Kriminal, Film Bajakan, Online1512011015 AYU KARTIKA PUTRI-2022-04-18T07:45:53Z2022-04-18T07:45:53Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58302This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/583022022-04-18T07:45:53ZPRAKTEK PEMIDANAAN PELAKU YANG MELAKUKAN BEBERAPA
TINDAK PIDANA (CONCURSUS) DALAM PERSPEKTIF
HUKUM PIDANAPerbarengan tindak pidana (concursus) ialah terjadinya dua atau lebih tindak pidana
oleh satu orang di mana tindak pidana yang dilakukan pertama kali belum dijatuhi
pidana, atau antara pidana yang awal dengan tindak pidana berikutnya belum dibatasi
oleh suatu putusan hakim. Dalam hukum pidana, tindak pidana perbarengan atau
Concursus terdiri dari tiga hal, yaitu perbarengan aturan (concursus idealis),
perbarengan perbuatan (concursus realis), dan perbuatan berlanjut (concursus
handelings). Ketiga bentuk perbarengan tersebut bertujuan untuk mempermudah
penjatuhan dan penghitungan sanksi pidana atas beberapa tindak pidana yang
dilakukan oleh satu orang. Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus
dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa
kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis, maka hanya dijatuhkan
satu pidana. Pendekatan masalah dalam skripsi ini adalah pendekatan yuridis normatif
dan yuridis empiris. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah data primer dan
data sekunder. Penentuan narasumber dilakukan dengan wawancara dengan
responden. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi
lapangan. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Berdasarkan hasil
penelitian dan pembahasan, diperoleh kesimpulan bahwa Praktek Pemidanaan Pelaku
Yang Melakukan Beberapa Perbuatan Tindak Pidana (concursus) Dalam Prespektif
Hukum Pidana dalam praktiknya dipergunakan untuk memberikan hukuman bagi
pelaku tindak pidana gabungan, yaitu sistem absorbsi, sistem kumulasi, sistem
absorbsi diperberat, dan sistem kumulasi terbatas. Bentuk-Bentuk Praktek
Pemidanaan Pelaku Yang Melakukan Beberapa Perbuatan Tindak Pidana (concursus)
Dalam Prespektif Hukum Pidana dalam Dalam Prespektif Hukum Pidana dalam
KUHP ada 3 (tiga) yakni Perbarengan berlanjut (vorgezette handeling), Perbarengan
peraturan (concursus idealis;) dan Perbarengan perbuatan (concursus realis).
Kata Kunci: Pemidanaan, Concursus, Hukum Pidana.1412011061 AULIA RAMADHAN-2022-04-18T07:45:46Z2022-04-18T07:45:46Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58301This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/583012022-04-18T07:45:46ZPEMBERIAN HAK REMISI TERHADAP JUSTICE COLLABORATOR
DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKARemisi merupakan hak narapidana untuk mendapat pengurangan masa pidana dengan
syarat-syarat yang ditentukan dan secara khusus terdapat pengeculian pemberian
remisi terhadap narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana narkotika,
yaitu menjadi justice collaborator atau bersedia untuk bekerjasama dengan aparat
penegak hukum. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah
pemberian hak remisi terhadap justice collaborator dalam tindak pidana narkotika?
(2) Bagaimanakah hambatan dalam pemberian hak remisi terhadap justice
collaborator dalam tindak pidana narkotika?
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan empiris, menggunakan
data primer dan sekunder. Narasumber penelitian terdiri dari Staf Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Way Hui, Balai Pemasyarakatan Kelas II Bandar Lampung
dan Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. Data dianalisis secara yuridis
kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Pemberian hak remisi terhadap justice
collaborator dalam tindak pidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika
Way Hui Bandar Lampung adalah masa hukuman ≥ 5 tahun, berkelakuan baik, telah
menjalani 6 bulan dari masa hukuman dan diwajibkan untuk menjadi Justice
Collabolator. Pelaksanaan justice collaborator adalah narapidana menyatakan
bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara
tindak pidana narkotika secara tertulis dan ditetapkan oleh instansi penegak hukum
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Setelah narapidana
memenuhi semua persyaratan maka prosedurnya adalah Kepala Lembaga
Pemasyarakatan mengusulkan remisi kepada Kepala Kantor Wilayah Hukum dan
HAM selanjutnya dilakukan penetapan pemberian remisi melalui Keputusan Direktur
Jenderal Pemasyarakatan atas nama Menteri. (2) Faktor-faktor penghambat pemberian
hak remisi terhadap justice collaborator dalam tindak pidana narkotika di Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Way Hui Bandar Lampung adalah secara internal yaitu
adanya narapidana yang melakukan tindakan indisipliner dan narapidana yang yang
masih menjalani masa pidana yang menjadi syarat ketentuan remisi, sedangkan
hambatan eksternal adalah tidak disetujuinya pengajuan Justice Collabolator bagi
narapidana yang menjalani masa hukuman di atas lima tahun.
Aulia Khoiron Nisa
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Agar diperjelas batasan mengenai lamanya
waktu seorang narapidana bersedia menjadi justice collabolator sebagai salah satu
persyaratan untuk mendapatkan remisi. (2) Agar pemberian remisi bagi narapidana
tindak pidana narkotika lebih diperketat lagi dan jika perlu seharusnya remisi tidak
diberikan bagi narapidana narkotika.
Kata Kunci: Remisi, Justice Collaborator, Narkotika1412011059 AULIA KHOIRON NISA-2022-04-18T07:45:44Z2022-04-18T07:45:44Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58300This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/583002022-04-18T07:45:44ZPENEGAKAN HUKUM OLEH KEPOLISIAN DALAM TINDAK PIDANA
PEMBUNUHAN ANAK OLEH IBU KANDUNG
(Studi di Polres Pesawaran)Penegakan hukum pada pembunuhan anak oleh orangtua kandung sudah dijalan
atau sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku yaitu penegakan pada tahap
aplikasi. Kasus ini hanya pada sampai tahap aplikasi karena kepolisian
menurunkan surat perintah pemberhentian penyidikan (SP3), berdasarkan hasil
bukti berupa hasilSurat Keterangan Ahli Kedokteran Jiwa (Visum Et Repertum
Psychiatricum) No: 441 / 3567 / VII.03/ 2018 yang menyatakan bahwa pelaku
mengalami gangguan jiwa, sebagaimana diatur dalam Pasal 44 KUHP dan Pasal
109 ayat (2) KUHAP Bahwa penyidik melakukan SP3 karena terbukti pelaku
mengalami gangguan jiwa yang artinya pengahpusan pidana dengan lasan tidak
dapat dipertanggungjawabkannya seseorang yang terletak pada diri orang itu
(inwending) yang tidak dapat diperpetanggung jawabkan. Permasalahan
penelitian: Bagaimanakah penegakan hukum oleh kepolisian terhadap tindak
pidana pembunuhan anak oleh ibu kandung? dan apakah faktor penghambat
penegakan hukum oleh kepolisian terhadap tindak pidana pembunuhan anak oleh
ibu kandung?
Penelitian inimenggunakan pendekatanyuridis normatif dan yuridis empiris,
narasumber terdiri darikepolisian Polres Pesawaran Lampung dan akademisi
fakultas hukum Universitas Lampungpengumpulan data dilakukan dengan teknik
studi kepustakaan dan studi lapangan. Analisis data yang dilakukan secara
kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan : Penegakan hukum terhadap tindak pidana
pembunuhan anak oleh ibu kandung dilaksanakan pada tahap aplikasi dan
kepolisian mengeluarkan surat perintah pemberhentian penyidikan (SP3). surat
perintah pemberhentian penyidikan dikeluarkan karena pada kasus ini pelaku
dinyatakan mengalami gangguan jiwa sehingga mendapatkan penghapusan pidana
sesuai dengan Pasal 44 KUHP, dimana suatu perbuatan yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau
terganggu karena cacat tidak dapat dipidana dan faktor-faktor yang menghambat
penegakan hukum terhadap pembunuhan anak yang dilakukan oleh orangtua
kandung yaitu: faktor penegak hukum, faktor sarana dan prasarana, faktor
masyarakat.
Asyiva Adietta
Saran dari penelitian ini adalah Kepolisian disarankan untuk memulai membuat
program –progam yang bersifat edukatif dan kepolisian diharapkan mampu
meningkatkan kesadaran hukum masyarakat serta masyarakat pun diharapkan
memberikan kerjasama yang baik saat terjadi tindakan kriminal seperti segera
melapor, kepada polisi dan bersedia menjadi saksi jika mengetahui atau
mengalami tindak pidana khususnya tindak pidana pembunuhan.
Kata Kunci : Penegakan Hukum, Kepolisian, Pembunuhan Anak1512011332 ASYIVA ADIETTA-2022-04-18T07:45:42Z2022-04-18T07:45:42Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58299This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582992022-04-18T07:45:42ZANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENIPUAN
DAN PENGGELAPAN DENGAN PELAKU MENGGUNAKAN
IDENTITAS PALSU MELALUI MEDIA SOSIAL
( Studi Kasus di Polres Salatiga Jawa Tengah )Kejahatan penipuan dan penggelapan dengan pelaku menggunakan identitas palsu
di polres Salatiga dari Tahun 2016-2018 terdapat 413 kasus. Berdasarkan hal
tersebut penulis membuat skripsi dengan judul Analisis Kriminologis Terhadap
Kejahatan Penipuan dan Penggelapan Dengan Pelaku Menggunakan Identitas
Palsu Melalui Media Sosial.. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah
faktor penyebab terjadinya kejahatan penipuan dan penggelapan dengan pelaku
menggunakan identitas palsu melalui media sosial, bagaimanakah upaya
penanggulangan kejahatan penipuan dan penggelapan terhadap pelaku
menggunakan identitas palsu melalui media sosial.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis
empiris. Narasumber penelitian ini terdiri dari Satreskrim Kepolisian Polres
Salatiga, Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung dan
Pelaku. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan,
selanjutnya data dianalisis secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan menunjukan ada beberapa faktor
penyebab terjadinya penipuan dan penggelapan dengan pelaku menggunakan
identitas palsu melalui media sosial diantaranya factor intern yaitu faktor
pendidikan dan coba-coba dari dalam diri pelaku dan faktor ekstern yaitu faktor
ekonomi, faktor lingkungan, faktor perkembangan global dan faktor penegakan
hukum. Ada beberapa cara penanggulangan yang dapat dilakukan dengan upaya
penanggulangan secara pre-emtif yaitu dengan menyediakan lapangan pekerjaan.
Upaya preventif atau tindakan yang diambil untuk mencegah terjadinya penipuan
dan penggelapan dengan mengadakan penyuluhan hukum, pencegahan,
pendekatan, program berteman, media sosial dan dor to dor system. Selain upaya
preventif ada pula upaya represif yang harus dilakukan aparat penegak hukum
yaitu dengan menjatuhkan hukuman yang setimpal terhadap pelaku pernipuan dan
penggelapan sesuai dengan Pasal 378 dan Pasal 372 KUHP yaitu maksimal 4
tahun penjara.
Saran dalam penelitian ini adalah masyarakat disarankan meningkatkan
kewaspadaan kepada siapa pun dengan tidak mudah percaya pada segala macam
bujuk rayu atau bentuk ajakan kerjasama atau apapun itu, mengingat kejahatan
penipuan dan penggelapan kerap kali terjadi, Pihak Kepolisian disarankan lebih
giat melakukan penyuluhan kepada masyarakat untuk meningkatkan
kewaspadaannya kepada orang-orang sekitar agar tidak mudah menjadi korban
penipuan dan penggelapan serta menindak tegas segala macam bentuk penipuan
dan penggelapan yang sering kali terjadi.
Kata kunci: Kriminologis, Penipuan dan Penggelapan, Pelaku Palsu.1542011117 ARIF MUNANDAR-2022-04-18T07:45:40Z2022-04-18T07:45:40Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58296This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582962022-04-18T07:45:40ZPENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN
SURAT TANDA BUKTI LAPORAN KEHILANGAN KENDARAAN
BERMOTOR OLEH PERUSAHAAN LEASING
(Studi Putusan No.197/Pid.B/2018/Pn.Mgl Tahun 2018)Tindak pidana pemalsuan surat (valschheid in geschrift) merupakan keajahatan
yang cukup sering terjadi di masyarakat. Pemalsuan surat dilakukan dalam
berbagai bentuk, mulai dari surat pada umumnya, pengakuan uang, akta, surat
keterangan dokter, surat perjalanan dinas dan sebagainya. adalah kejahatan yang
di dalamnya mengandung sistem ketidakbenaran atau palsu atas suatu hal (objek)
yang sesuatunya itu nampak dari luar seolah-olah benar adanya, padahal
sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya. Permasalahan dalam skripsi
ini adalah : Bagaimanakah penegakan Hukum terhadap tindak pidana pemalsuan
surat tanda bukti laporan kehilangan kendaraan bermotor oleh perusahaan leasing
dalam putusan NO.197/Pid.B/2018/Pn.Mgl Tahun 2018, Apa saja yang menjadi
pertimbangan hukum dari hakim dalam menjatuhkan putusan bagi Terdakwa
tindak pidana pemalsuan surat tanda bukti laporan kehilangan kendaraan bermotor
dalam putusan No.197/Pid.B/2018/Pn.Mgl Tahun 2018.
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan
studi kepustakaan dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa Penegakan
hukum terhadap perkara putusan No.197/Pid.B/2018/Pn.Mgl, telah sesuai
berdasarkan Undang-undang yang mengatur, yaitu dalam kasus ini ialah pasal 263
KUHP. Pertimbangan Hukum Hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap
perkara putusan No.197/Pid.B/2018/Pn.Mgl, menurut penulis sudah sesuai karena
Majelis Hakim dalam memeberikan sanksi pidana sudah melalui pertimbangan
yuridis berdasarkan fakta-fakta persidangan yang ada yaitu tuntutan jaksa
penuntut umum, penjabaran keterangan para saksi, keterangan terdakwa, barang
bukti, dan juga pertimbangan non yuridis yaitu, dapat dilihat dari segi jenis barang
yang digunakan dalam melakukan tindak pidana, latar belakang perbuatan, akibat
perbuatan terdakwa, kondisi diri terdakwa, kondisi sosial ekonomi terdakwa,
Arif Kurniawan
faktor agama terdakwa dan sifat sopan dan santun terdakwa dalam persidangan,
serta memperhatikan Undang-Undang yang berkaitan dan diperkuat dengan
keyakinan dan hati nurani hakim.
Saran dalam penelitian ini adalah sebaiknya bagi majelis hakim dalam
menjatuhkan pidana terhadap terdakwa harus memiliki keyakinan bahwa memang
terdakwa secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana tersebut
berdasarkan bukti-bukti ang ada selama proses peradilan. Penulis berhadap
majelis hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tindak pidana
pemaksuan surat diharapkan adil dan dapat menimbulkan efek jera sehingga untuk
yang akan dating tidak ada pengulangan terhadap tindak pidana dan tindak pidana
tersebut adapat diminimalisir.
Kata kunci : Penegakan Hukum, Tindak Pidana, Pemalsuan Surat1512011348 Arif Kurniawan-2022-04-18T07:45:37Z2022-04-18T07:45:37Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58295This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582952022-04-18T07:45:37ZPERAN TIM SABER PUNGLI POLDA LAMPUNG DALAM OPERASI
TANGKAP TANGAN TERHADAP PELAKU PUNGLI PROGRAM
PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS LENGKAP (PTSL)Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) diberlakukan oleh
pemerintah dengan tujuan agar masyarakat dapat memiliki sertifikat tanah dengan
biaya yang murah dan serentak. Pemberlakuan program ini ternyata dijadikan
kesempatan oleh pelaku tindak pidana pungutan liar (pungli). Permasalahan dalam
penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah peran Tim Saber Pungli Polda Lampung
dalam operasi tangkap tangan terhadap pelaku pungli program PTSL? (2) Apakah
faktor-faktor yang mengambat peran Tim Saber Pungli Polda Lampung dalam
operasi tangkap tangan terhadap pelaku pungli program PTSL?
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan empiris.
Narasumber terdiri dari Anggota Tim Saber Pungli Polda Lampung dan Dosen
Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. Pengumpulan data dilakukan dengan
studi pustaka dan studi lapangan, selanjutnya data dianalisis secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan: (1) Peran Tim
Saber Pungli Polda Lampung dalam operasi tangkap tangan terhadap pelaku pungli
program PTSL dilaksanakan secara faktual, yaitu melaksanakan operasi tangkap
terhadap pelaku dan melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait dengan
pemberantasan pungli dalam rangka pengumpulan bukti-bukti bahwa telah diduga
keras terjadi pungli yang merugikan masyarakat sebagai penerima layanan publik
dari pelaku pungli tersebut. (2) Faktor penghambat peran Tim Saber Pungli Polda
Lampung dalam operasi tangkap tangan terhadap pelaku pungli program PTSL
yang paling dominan adalah faktor penegak hukum yaitu masih kurangnya
koordinasi antar instansi atau lembaga pemerintahan dengan Tim Saber Pungli.
Selain itu, faktor sarana dan fasilitas adalah tidak adanya saling tukar informasi dari
semua pihak yang bekerjasama mengenai kegiatan dan hasilnya termasuk masalah-
masalah yang dihadapi masing-masing, faktor masyarakat yaitu masih adanya
keengganan berperan serta dalam penegakan hukum khususnya terhadap pungli,
baik dalam kapasitasnya sebagai pelapor dan saksi dalam tindak pidana pungutan
liar.
Arief Setiabudi
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Penanggulangan tindak pidana pungli agar
ditingkatkan lagi efektifitas penyidikan dan koordinasi antara Tim Saber Pungli
dengan pemerintah daerah, sehingga koordinasi tidak hanya dilakukan pada saat
terjadinya penemuan atau adanya laporan telah terjadi tindak pidana pungli, tetapi
lebih ditekankan pada upaya pengawasan atau penanggulangan. (2) Badan Pertanahan
disarankan untuk meningkatkan penyuluhan hukum atau sosialisasi mengenai
program PTSL kepada masyarakat sehingga tidak dimanfaatkan oleh oknum pejabat
untuk dijadikan sebagai sasaran pungutan liar.
Kata Kunci: Peran Tim Saber Pungli, Operasi Tangkap Tangan, Program PTSL1542011021 ARIEF SETIABUDI-2022-04-18T07:45:33Z2022-04-18T07:45:33Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58293This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582932022-04-18T07:45:33ZANALISIS VIKTIMOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PERDAGANGAN
KOSMETIK ILEGAL BERBAHAYA DI KOTA BANDAR LAMPUNGKejahatan perdagangan kosmetik ilegal merupakan suatu kejahatan yang tidak
hanya terjadi karena pihak pelaku saja namun juga ada peranan dari pihak korban
itu sendiri. Pengaturan tentang peredaran kosmetik diatur dalam Undang-undang
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Namun kejahatan peredaran kosmetik ilegal
masih saja terus terjadi. Permasalahannya adalah Bagaimanakah peranan korban
dalam terjadinya kejahatan konsumen pada produk kosmetik ilegal berbahaya di
Kota Bandar Lampung? Upaya apakah yang dapat dilakukan oleh BPOM dalam
menanggulangi terjadinya kejahatan perdagangan kosmetik ilegal berbahaya di
Kota Bandar Lampung?
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan pendekatan masalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Data
yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data
dalam penelitian ini yaitu menggunakan penelitian kepustakaan dan penelitian
lapangan. Analisis data menggunakan analisis data kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan ini menunjukan bahwa peranan korban dalam
terjadinya kejahatan perdagangan kosmetik ilegal yaitu (a) Ketidaktahuan korban
tentang kosmetik ilegal (b) Mudah percaya dengan kosmetik-kosmetik yang
beredar di Kota Bandar Lampung (c) Keadaan ekonomi yang lemah dan keinginan
untuk tampil beda (d) Terlalu mengikuti trend dan mode. Selanjutrnya upaya
Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan di Bandar Lampung dalam
menanggulangi peredaran kosmetik ilegal melalui upaya (a) Upaya Represif (b)
Upaya Preventif dan (c) Upaya Pre-emptif.
Aria Damara
Saran dari penelitian ini adalah bagi konsumen kosmetik harus memperbanyak
wawasan tentang perdagangan kosmetik ilegal serta berhati-hatilah dan teliti
dalam membeli dan menggunakan kosmetik yang beredar dan bagi pemerintah
harus saling berkordinasi, dan berkerjasama dalam memberantas peredaran
kosmetik ilegal agar tidak ada lagi konsumen yang menjadi korban dengan
menerapkan prinsip-prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi, khususnya
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dengan instansi lainnya.
Kata Kunci : Viktimologi, Kejahatan Perdagangan, Kosmetik Ilegal.1512011305 ARIA DAMARA-2022-04-18T07:45:26Z2022-04-18T07:45:26Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58292This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582922022-04-18T07:45:26ZPERAN POLISI DALAM MELAKUKAN OPERASI TANGKAP TANGAN
LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (LSM) TERHADAP TINDAK
PIDANA PEMERASAN DOKTER PUSKESMAS
(Studi : LP/884-A/VII/2018/POLDA Lampung/SPK RES LAMUT)Argumentasi yang muncul terkait Operasi Tangkap Tangan yang termasuk juga
dalam tugas, fungsi dan weweang dari aparat penegak hukum yakni Kepolisisan
dan apabila dikaitkan dengan definisi Tertangkap Tangan dalam KUHAP. Karena
itupenegak hukum haruslah siap dan cepat segala macam bentuk tindakan
kejahatan yang terjadi di Indonesia tidak bisa tebang pilih dalam
menanggulanginya seperti satu contoh kasus yang terjadi didaerah Kabupaten
Lampung Utarayaitu dua oknum anggota LSM dan wartawan mingguan di
Wilayah Lampung Utara terjaring oprasi tertangkap tangan (OTT) oleh petugas
karena diduga melakukan pemerasan terhadap seorang dokter menjabat kepala
Puskesmas. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian dengan
permasalahan: Bagaimanakah Peran Polisi Dalam Melakukan Operasi Tangkap
Tangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Terhadap Tindak Pidana
Pemerasan Dokter Puskesmas dan Apa sajakah faktor Penghambat Polisi Dalam
Melakukan Operasi Tangkap Tangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Terhadap Tindak Pidana Pemerasan Dokter Puskesmas
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris.
Jenis data terdiri dari data primer dan sekunder. Narasumber terdiri dari,
Kepolisian Resor Lampung Utara, Dokter puskesmas Lampung Utara dan Dosen
Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data
menggunakan analisis kualitatif.
Berdasarkan pembahasan terhadap hasil penelitian mengenai permasalahan yang
diajukan dalam skripsi ini, diperoleh kesimpulan bahwa peran Kepolisian Resor
Lampung Utara dalam melakukan Operasi Tangkap Tangan Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) Terhadap Tindak Pidana Pemerasan Dokter Puskesmas yakni
melakukan penyelidikan, penyidikan, penangkapan serta melakukan upaya
represif dan upaya prenventif terhadap tindak pidana pemerasan berdasarkan
ARI SETIA BEKTI
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku demi memelihara keamanan dan
ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya
keamanan dalam negeri. Operasi Tangkap Tangan yang dilakukan oleh Polres
Lampung Utara terhadap oknum LSM dan wartawan yang diduga melakukan
tindak pidana pemerasan, sejauh ini memang masih mengalami berbagai
hambatan. Hambatan-hambatan tersebut disebabkan oleh berbagai faktor baik
internal maupun eksternal, diantaranya faktor substansi hukum, penegak hukum,
sarana dan fasilitas pendukung, masyarakat dan budaya hukum.
Adapun saran yang diberikan penulis perlunya perlu diadakan pemantauan dan
penanganan yang lebih serius terhadap kejahatan harta benda, khususnya
kejahatan pemerasan. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya
pemerasan dan pihak kepolisian lebih mengintensifkan kerja mereka seperti
meningkatkan koordinasi dengan saling tukar informasi dari semua pihak yang
bekerjasama mengenai kegiatan dan hasilnya termasuk masalah-masalah yang
dihadapi masing-masing, serta membuat kesepakatan dan kesatuan pengertian
mengenai sasaran yang harus dicapai sebagai arah kegiatan bersama yaitu
penanggulangan tindak pidana pemerasan di lingkungan pemerintah daerah.
Kata Kunci: Operasi Tangkap Tangan, Lembaga Swadaya Masyarakat,
Pemerasan1412011049 ARI SETIA BEKTI-2022-04-18T07:45:22Z2022-04-18T07:45:22Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58291This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582912022-04-18T07:45:22ZANALISIS PENERAPAN ULTIMUM REMEDIUM TERHADAP ANAK
YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA TERORISMEPenerapan ultimum remediumterhadap anakpelaku tindak pidana terorisme
merupakan keseluruhan proses peradilanpidana anak sebagai jalan terakhir.
Asaspemidanaan yang dijatuhkan terhadap anak pelaku tindak pidana terorisme
mengacukepada asas kepentingan terbaik bagi anak (the best interest of the child).
Dalam semuatindakan yang menyangkut anak yang dilakukanoleh pemerintah,
masyarakat, badan legislatif, danbadan yudikatif maka kepentingan yang
terbaikbagi anak harus menjadi pertimbangan utama.Proses peradilan pidana
sejauh mungkindihindarkan dari anak apabila tidak ada cara lain(ultimum
remedium) dan penjatuhan pidananya punharus bersifat non-custodial,
sehinggameminimalisasi adanya dampak negatif daridijatuhkannya pidana
penjara.
Pendekatan masalah dalam skripsi ini adalah pendekatan yuridis normatif dan
yuridis empiris. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah data primer dan
data sekunder. Penentuan narasumber dilakukan dengan wawancara dengan
responden. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi
lapangan. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap analisis penerapan ultimum
remediumterhadap anak yang melakukan tindak pidana terorisme, diperoleh
kesimpulan bahwa dasar pertimbangan hukum hakim dalam penerapan Ultimum
remedium terhadap anak pelaku tindak pidana terorisme,Majelis hakim dalam
menjatuhkan pidana dalam putusan No:22/Pid/Sus.Anak/2016/PN.Jkt.Tim terkait
anak pelaku tindak pidana terorisme. Dengan kata lain, hakim tidak menerapkan
prinsip ultimum remedium. Dalam penjatuhan vonis dua tahun pidana penjara
terhadap anak pelaku tindak pidana terorisme, hakim mempertimbangan beberapa
hal-hal yang bersifat yuridis, nonyuridis, hal-hal yang memberatkan, serta hal-hal
yang meringankan kepada terdakwa. Adapun implikasi penerapan Ultimum
remedium terhadap Anak pelaku Tindak Pidana Terorisme terdapat dua macam,
yakni implikasi positif dan implikasi negatif. Implikasi positif dan negatif dapat
ditinjau dari segi pembuat delik dan pelaksanaan kekuasaan kehakiman.
Anyta Situmorang
Saran dalam penelitian ini adalah: Kepada hakim anak, kedepannya perlu untuk
benar-benar memahami asas-asas hukum pidana khususnya asas ultimum
remedium serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
penyelesaian perkara anak pelaku tindak pidana terorisme, sehingga menghasilkan
putusan pengadilan yang bijaksana bagi anak yang berkonflik dengan
hukum.Kepada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), kedepannya
perlu memaksimalkan perannya dalam melakukan langkah pencegahan tindak
pidana terorisme khususnya yang melibatkan anak. Hal ini diperlukan agar anak
tidak terjerat paham radikal mengingat anak merupakan generasi penerus bangsa.
Kata Kunci: Ultimum Remedium, Anak, Terorisme.1512011081 ANYTA SITUMORANG-2022-04-18T07:45:19Z2022-04-18T07:45:19Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58289This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582892022-04-18T07:45:19ZANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM TERHADAP
PELAKU PENGHILANG ALAT PERAGA KAMPANYE
DI KABUPATEN TANGGAMUS
(Studi Putusan Nomor 91/Pid.Sus/2018/PN Kot)Pemilihan umum selanjutnya disebut (pemilu) merupakan bentuk kehidupan
demokrasi yang menjadi hak bagi setiap warga Negara Republik Indonesia.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah dasar pertimbangan
hukum hakim terhadap pelaku penghilang Alat Peraga Kampanye di Kabupaten
Tanggamus berdasarkan Putusan Nomor 91/Pid.Sus/2018/PN Kot dan apakah
putusan hakim terhadap pelaku penghilang Alat Peraga Kampanye di Kabupaten
Tanggamus berdasarkan Putusan Nomor 91/Pid.Sus/2018/PN Kot telah memenuhi
rasa keadilan substantif?.
Pendekatan masalah dilakukan secara yuridis empiris yaitu dengan melakukan
penelitian langsung di lokasi penelitian dengan melihat, bertanya dan mendengar
dari pihak-pihak yang terkait. Sumber data yang di dapat dengan menggunakan
data primer dan data sekunder. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara
studi kepustakaan dan penelitian lapangan. Analisis data dalam penelitian ini
menggunakan analisis kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa dasar Pertimbangan Hakim
dalam Perkara Nomor 91/Pid.Sus/2018/PN Kot terdakwa secara sah dan
meyakinkan telah melakukan tindak pidana turut serta menghilangkan alat peraga
kampanye dan dijatuhi pidana penjara masing-masing selama 1 (satu) bulan.
Hakim tidak menjatuhkan pidana maksimal atau lebih dari 1 bulan 15 hari..
Kesesuaian Putusan Hakim dalam menjatuhkan Pidana terhadap Pelaku
Menghilangkan alat peraga Kampanye dengan Ketentuan Hukum Yang Berlaku
Kasus menghilangkan alat peraga kampanye termasuk ke dalam Pidana Khusus
dan dijatuhkan pidana penjara dua bulan yang merupakan tuntutan yang
lebih ringan dari pada tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum yaitu enam bulan
penjara dan telah memenuhi unsur-unsur dalam Pasal tersebut.
Saran, hakim harus mempertimbangkan unsur atau tujuan dari menghilangkan alat
peraga kampanye, Kesesuaian hakim dalam menjatuhkan putusan dapat
mempertimbangkan faktor-faktor dari terdakwa tersebut
Kata Kunci: Pertimbangan Hukum, Pelaku, Alat Peraga Kampanye
The next general election (election) is a form of democratic life that is the right of
every citizen of the Republic of Indonesia. The problem in this study is how is the
legal basis of judges judging the perpetrators of Campaign Props in Tanggamus
Regency based on Decision Number 91/Pid.Sus/2018/PN Kot and whether the
judge's decision against the perpetrators of Campaign Props in Tanggamus
Regency is based on Decision Number 91/Pid.Sus/2018/PN Kot has fulfilled a
sense of substantive justice?.
Approach to the problem is carried out in an empirical juridical way by
conducting research directly at the research location by looking, asking questions
and hearing from the parties concerned. Data sources obtained by using primary
data and secondary data. The procedure of data collection is done by means of
library research and field research. Data analysis in this study used qualitative
analysis.
The results of the research and discussion show that the basis of Judge
Considerations in Case Number 91 / Pid.Sus / 2018 / PN Kot defendants have
legally and convincingly committed criminal acts and eliminated campaign props
and were sentenced to prison for 1 (one) month each. . The judge does not impose
a maximum sentence of more than 1 month and 15 days. The suitability of the
Judge's decision to impose a criminal offense against the campaign props with the
applicable legal provisions. which is lighter than the claim by the Public
Prosecutor, which is six months in prison and has fulfilled the elements in the
Article.
Suggestion, the judge must consider the element or purpose of eliminating the
campaign props, the suitability of the judge in making decisions can consider the
factors of the defendant
Keywords: Legal Considerations, Actors, Campaign Props1542011116 ANNISA AMANDA PRATIWI-2022-04-18T07:45:14Z2022-04-18T07:45:14Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58287This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582872022-04-18T07:45:14ZTINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA PERSEKUSI YANG
DISEBARKAN MELALUI MEDIA SOSIALPersekusi atau tindakan main hakim sendiri (eigenrichting), sebenarnya bukan
merupakan suatu jenis tindak pidana yang diatur secara jelas dan tegas dalam
KUHP atau undang-undang diluar KUHP. Masalah pada penelitian ini adalah
bagaimana bentuk perbuatan oleh pelaku dalam kaitannya dengan persekusi dan
bagaimanakah pengaturan terhadap perbuatan persekusi yang disebarkan melalui
media sosial. Pendekatan masalah dilakukan secara yuridis empiris. Sumber data yang di dapat
dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Analisis data dalam
penelitian ini menggunakan analisis yuridis kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa bentuk perbuatan oleh
pelaku dalam kaitannya dengan persekusi adalah pengancaman, penganiayaan dan
pengeroyokan yang salah satunya dapat dilakukan melalui media sosial yaitu
dengan memposting ujaran berupa pengancaman, penganiayaan dan
pengeroyokan dalam akun media sosial. Pengaturan terhadap perbuatan persekusi
yang disebarkan melalui media sosial adalah dengan Pasal 368 KUHP tentang
pengancaman, Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan, Pasal 170 KUHP tentang
pengeroyokan dan Pasal 368 KUHP mengatur tentang pemerasan dan
pengancaman serta Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Saran, aparat penegak hukum
sebaiknya lebih profesional dalam menangani kasus persekusi, dalam arti aparat
hukum tidak hanya sekadar menunggu laporan, namun disamping itu harus segera
dipikirkan langkah atau strategi khusus dalam menangani kasus ini. Aparat hukum
sebaiknya dapat meningkatkan kinerjanya dalam penegakan hukum dengan
menjalin kemitraan dengan masyarakat secara langsung dan menjadi contoh atau
teladan bagi masyarakat untuk persoalan ketaatan terhadap hukum.
Kata Kunci: Tindak Pidana, Persekusi, Media Sosial
Persecution or vigilante actions (eigenrichting), is actually not a type of crime
that is clearly and explicitly regulated in the Criminal Code or laws outside the
Criminal Code. The problem in this study is how the form of action by the
perpetrator in relation to persecution and how the arrangement of acts of
persecution are disseminated through social media.
The approach to the problem is done in an empirical juridical manner. Data
sources obtained by using primary data and secondary data. Data analysis in this
study used juridical qualitative analysis.
The results of the research and discussion show that the form of actions by the
perpetrators in relation to persecution are threats, abuse and beating, one of
which can be done through social media, namely by posting speeches in the form
of threats, abuse and beatings in social media accounts. The arrangement of
persecution actions spread through social media is Article 368 of the Criminal
Code concerning threats, Article 351 of the Criminal Code concerning
maltreatment, Article 170 of the Criminal Code concerning beatings and Article
368 of the Criminal Code governing extortion and threats as well as Article 28
Paragraph (2) Law Number 11 Year 2008 concerning Information and Electronic
Transactions. Suggestions, law enforcement officials should be more professional
in handling cases of persecution, in the sense that the law apparatus is not just
waiting for reports, but besides that, special steps or strategies must be
considered in handling this case. Legal apparatuses should be able to improve
their performance in law enforcement by establishing partnerships with the
community directly and becoming an example or example for the community to
issue compliance with the law.
Keywords: Crime, Persecution, Social Media1412011044 ANJAS ASMARA-2022-04-18T07:45:12Z2022-04-18T07:45:12Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58285This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582852022-04-18T07:45:12ZANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PEREDARAN
SPARE PART SEPEDA MOTOR PALSU
(Studi pada Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Lampung)Spare part kendaraan bermotor merupakan komponen penting dalam penggantian
bagian-bagian kendaraan yang mengalami kerusakan, sehingga spare part yang
dijual harus benar-benar asli sehingga terjamin kualitas dan keamanannya. Pada
kenyataannya terdapat peredaran spare part palsu atau tidak sesuai dengan
spesifikasi dan kualitasnya dibandingkan dengan spare part asli. Permasalahan
penelitian: (1) Apakah faktor- faktor penyebab terjadinya kejahatan peredaran spare
part sepeda motor palsu (2) Upaya apakah yang dilakukan Polda Lampung dalam
rangka menanggulangi kejahatan peredaran spare part sepeda motor palsu
Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif dan pendekatan
yuridis empiris. Narasumber penelitian terdiri dari Penyidik Direktorat Reserse
Kriminal Khusus Polda Lampung, pelaku kejahatan pemalsuan spare part sepeda
motor dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. Pengumpulan data
dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan, selanjutnya data dianalisis
secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa: (1) Faktor penyebab
peredaran spare part sepeda motor palsu terdiri dari faktor ekonomi, yaitu pedagang
memperjual belikan spare part sepeda motor palsu untuk memperoleh keuntungan.
Pelaku menganggap menjual barang spare part sepeda motor bukan sebagai
kejahatan, karena hal tersebut sudah lumrah terjadi pada usaha jual beli spare part
sepeda motor. Selain itu adanya faktor adanya permintaan spare part palsu dari
konsumen karena harganya lebih murah dibandingkan dengan spare part asli. (2)
Upaya penanggulangan kejahatan peredaran spare part sepeda motor palsu
dilakukan oleh Direktorat Kriminal Khusus Polda Lampung melalui sarana non
penal dan penal. Upaya non penal dilaksanakan dengan melakukan razia terhadap
peredaran spare part sepeda motor palsu. Upaya penal dilaksanakan dengan
penyelidikan dan penyidikan terhadap para pelaku penjual spare part sepeda motor
palsu, yaitu upaya penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-
undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat
terang tentang kejahatan peredaran spare part sepeda motor palsu yang terjadi dan
guna menemukan tersangkanya.
Andrian Pranata D.Muhyi
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Kepolisian disarankan untuk meningkatkan
razia dalam rangka mencegah terjadinya kejahatan peredaran spare part sepeda
motor palsu. (2) Masyarakat yang mengetahui adanya kejahatan peredaran spare
part sepeda motor palsu disarankan untuk segera melaporkan kepada pihak
kepolisian, sehingga akan cepat untuk ditindak lanjuti oleh kepolisian.
Kata Kunci: Analisis Kriminologis, Peredaran, Spare Part Palsu1412011039 ANDRIAN PRANATA D. MUHYI-2022-04-18T07:45:09Z2022-04-18T07:45:09Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58283This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582832022-04-18T07:45:09ZANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN
PENCULIKAN OLEH TENAGA PENDIDIK
DI LAMPUNG SELATANTindak pidana penculikan terhadap anak merupakan perbuatan yang tidak
sewajarnya dilakukan oleh seorang pendidik. Apalagi sekolah merupakan institusi
pendidikan yang sangat diperlukan untuk tumbuh kembang anak di masa yang
akan datang, setiap anak yang menjadi korban penculikan biasanya akan
mengalami dampak buruk terhadap perkembangan kejiwaannya seperti kasus
yang terjadi di Lampung Selatan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah
bagaimanakah perlindungan hukum terhadap anak korban penculikan oleh tenaga
pendidik? Apakah faktor penghambat perlindungan hukum terhadap anak korban
penculikan oleh tenaga pendidik?
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber dan jenis data terdiri dari data
primer dan data sekunder. Prosedur pengumpulan data diperoleh dengan cara studi
kepustakaan dan studi lapangan yang dilakukan dengan wawancara secara
langsung dengan responden. Setelah data terkumpul kemudian dianalisis secara
kualitatif yang kemudian di ambil sebuah kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di peroleh kesimpulan bahwa
perlindungan hukum terhadap anak korban penculikan oleh tenaga pendidik di
Lampung Selatan yakni dengan cara menempatkan anak korban penculikan oleh
tenaga pendidik di rumah aman Polrest Lampung Selatan dan dilakukan
rehabilitasi lalu di kembalikan kepada orangtua nya. Perlindungan anak korban
penculikan juga dilakukan melalui Perlindungan Anak Terpadu Berbasis
Masyarakat (PATBM), mensosialisasikan hak anak, melalui Lembaga Advokasi
Anak, dan Kepolisian sebagai upaya penanggulangan dan pencegahan faktor-
faktor yang menjadi penyebab seseorang melakukan tindak pidana penculikan
terhadap anak adalah faktor adanya perilaku menyimpang (dendam), yang tepat
karena kurangnya ketaatan dalam menjalankan perintah agama, kurangnya
pemahaman tentang nilai-nilai akidah dari dalam diri pelaku, serta rendahnya
tingkat pendidikan dan pengetahuan dari dalam diri pelaku. Faktor penghambat
perlindungan hukum terhadap anak korban penculikan oleh tenaga pendidik yaitu
kurannya kesadaran hukum masyarakat dan buruknya budaya hukum dalam
masyarakat hal ini dapat dilihat dari tindakan masyarakat yang tidak koopratif
terhadap penyidik dan kurangnya ketaatan hukum.
Andi Setiawan
Perlindungan hukum yang bersifat represif (pemberantasan) dan preventif
(pencegahan) hal ini melibatkan para aparat penegak hukum yakni Kepolisian,
Lembaga Perlindungan Anak, Kejaksaan dan Pengadilan.
Saran penelitian ini adalah untuk Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak,
kedepannya perlu mengitensifkan bagi penyuluhan dan sosialisasi oleh aparat
penegak hukum maupun pemerintah kedesa-desa, supaya dapat menambah
pemahaman warga masyarakat akan dampak dari melakukan suatu tindak pidana.
Kepolisian Resort Lampung Selatan kedepannya perlu meningkatkan kualitas dan
kuantitas sumber daya manusianya agar terlaksananya program pencegahan dan
penanggulangan yang terarah dan terpadu untuk penanganan kasus-kasus pidana
khususnya kasus penculikan terhadap anak.
Kata kunci: Perlindungan Hukum, Anak, Korban Penculikan1512011002 Oleh Andi setiawan-2022-04-18T07:45:07Z2022-04-18T07:45:07Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58281This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582812022-04-18T07:45:07ZPENEGAKAN HUKUM OLEH KEPOLISIAN TERHADAP TINDAK
PIDANA PERDAGANGAN ANAK YANG DILAKUKAN
OLEH IBU KANDUNG
(Studi Kasus di Satreskrim Polresta Palembang)Tindak pidana perdagangan anak merupakan perbuatan yang mengingkari
kedudukan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan YME yang memiliki harkat
dan martabat yang mulia dan melanggar hak asasi manusia. Sehubungan dengan
adanya tindak pidana perdagangan anak yang dilakukan oleh ibu kandung maka
Kepolisian melaksanakan penegakan hukum sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah penegakan hukum
oleh kepolisian terhadap pelaku tindak pidana perdagangan anak yang dilakukan ibu
kandung? (2) Apakah faktor-faktor penghambat penegakan hukum oleh kepolisian
terhadap pelaku perdagangan anak yang dilakukan ibu kandung?
Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif
dan pendekatan yuridis empiris, dengan narasumber penelitian dari pihak
Satreskrim Polresta Palembang dan Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi pustaka dan studi lapangan. Data
selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Penegakan hukum terhadap tindak pidana
perdagangan anak oleh ibu kandung dilakukan oleh Satreskrim Polresta Palembang
dilaksanakan secara non penal dan penal. Penegakan hukum non penal dilaksanakan
dengan penyuluhan hukum dan pendampingan terhadap anak korban perdagangan
orang. Penegakan hukum penal dilaksanakan dengan penyelidikan dan penyidikan,
yaitu upaya penyidik Satreskrim Polresta Palembang dalam hal dan menurut cara
yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang
dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana perdagangan anak oleh ibu
kandung yang terjadi dan guna menemukan tersangka yaitu FM (48 Tahun)
seorang ibu yang menjual anak kandungnya AA (5 tahun) seharga Rp.20.000.000
(dua puluh juta rupiah) kepada orang lain. (2) Faktor paling dominan yang menjadi
penghambat penegakan hukum terhadap tindak pidana perdagangan anak yang
dilakukan oleh ibu kandung adalah faktor aparat penegak hukum, yaitu secara
Ananda Tri Alda
kuantitas masih terbatasnya jumlah penyidik dan secara kualitas sumber daya
manusia, masih belum optimalnya taktik dan teknik penyidikan guna
penanggulangan tindak pidana perdagangan anak yang dilakukan oleh ibu kandung.
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Aparat penegak hukum disarankan untuk
menyusun dan menjatuhkan pidana yang maskimal terhadap pelaku tindak pidana
perdagangan anak. (2) Agar sarana prasarana teknis yang menunjang kinerja aparat
penegak hukum dalam bidang penyuluhan dan pendampingan terhadap korban
dilengkapi secara memadai.
Kata Kunci: Penegakan Hukum, Perdagangan Anak, Ibu Kandung1412011037 ANANDA TRI ALDA-2022-04-18T07:45:03Z2022-04-18T07:45:03Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58279This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582792022-04-18T07:45:03ZPERANAN EKSAMINASI PUTUSAN PENGADILAN YANG
DIPANDANG BERTENTANGAN DENGAN RASA KEADILAN
(Studi Putusan Pengadilan Nomor 304/Pid.Sus/2011/PN.Tjk)Prinsip independensi peradilan merupakan salah satu prinsip penting dalam
negara demokrasi, pada hakikatnya hakim dalam memutus perkara didasari oleh
keadilan berdasarkan hukum dan hati nurani. Kenyataannya yang terjadi saat ini
dalam praktik peradilan di Indonesia tidak jarang bahkan sebagian besar dari
putusan pengadilan tidak mengedepankan rasa keadilan bagi masyarakat,
sehingga dalam banyak kasus putusan pengadilan sesungguhnya tidak lebih dari
sebuah akumulasi proses ketidakadilan. Terhadap putusan yang kontroversial
itulah perlu dilakukan eksaminasi atau sebuah penilaian terhadap putusan
pengadilan, terhadap pertimbangan-pertimbangan hukum yang diberikan hakim
dalam pengadilan, sehingga diketahui apakah putusan tersebut telah menyentuh
rasa keadilan masyarakat. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah dasar
pertimbangan hukum hakim dalam putusan pengadilan Nomor
304/Pid.Sus/2011/PN.Tjk sudah menyentuh rasa keadilan dan bagaimanakah
peran eksaminasi putusan pengadilan yang dipandang bertentang dengan rasa
keadilan.
Pendekatan masalah dalam skripsi ini adalah pendekatan yuridis normatif dan
yuridis empiris. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah data primer dan
data sekunder. Penentuan narasumber dilakukan dengan wawancara dengan
responden. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi
lapangan. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap peranan eksaminasi
putusan pengadilan yang dipandang bertentangan dengan rasa keadilan, diperoleh
kesimpulan bahwa dasar pertimbangan hukum hakim dalam memberikan putusan
bebas pada putusan No 304/Pid.Sus/2011/PN.Tjk, dilihat dari aspek yuridisnya
Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusan bebas berdasar pada pasal 27 Undang-
Undang No. 1 tahun 2004 Tentang Pebendaharaan Negara, sehingga hakim
menilai bahwa perbuatan terdakwa bukan perbuatan melawan hukum. Kemudian
Alvin Fritz Situmeang
dari aspek sosiologisnya atau kemanfaatan, dilihat dari segi kemanfaatan bagi
terdakwa, bahwa terdakwa mendapatkan kembali kedudukan, harkat dan
martabatnya sebagai kepala daerah, namun dilihat dari segi kemanfaatan bagi
masyarakat, terhadap putusan bebas tersebut tidak memberikan suatu manfaat
bagi masyarakat, begitupun dari aspek filosofisnya, putusan tersebut tidak
memberikan keadilan bagi masyarakat, karena masyarakat menilai bahwa
terhadap hilangnya dana APBD kabupaten Lampung timur tersebut merupakan
tanggung jawab terdakwa. Sehingga putusan pengadilan dirasakan tidak adil dan
tidak rasional. Hasil penelitian juga menunjukkan peran eksaminasi dalam
memberikan penilaian terhadap putusan pengadilan yang dipandang bertentangan
dengan rasa keadilan adalah peranan faktual, dimana esensi dari eksaminasi
adalah memberikan penilaian terhadap putusan pengadilan, terhadap
pertimbangan-pertimbangan hukumnya apakah telah sesuai dengan prinsip-prinsip
hukum dan apakah prosedur hukum acaranya telah diterapkan dengan benar.
Saran dalam penelitian ini adalah hakim dalam memberikan putusan harus lebih
mempertimbangkan segala aspek, yaitu yang besifat yuridis (kepastian hukum),
sosiologis (kemanfaatan), dan filosofis (keadilan) supaya menghasilkan putusan
yang berkualitas dan memenuhi rasa keadilan masyarakat dan eksaminasi yang
dilakukan oleh masyarakat perlu dikembangkan dalam sistem peradilan pidana
guna mendorong peradilan yang akuntabel, jujur, dan adil serta perlu untuk
dibentuk aturan yang mengatur secara khusus mengenai eksaminasi putusan.
Kata Kunci: Eksaminasi, Putusan Pengadilan, Keadilan1512011080 ALVIN FRITZ SITUMEANG-2022-04-18T07:45:01Z2022-04-18T07:45:01Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58277This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582772022-04-18T07:45:01ZEFEKTIVITAS PENERAPAN HUKUMAN CAMBUK DALAM RANGKA
MENURUNKAN TINGKAT PELECEHAN SEKSUAL DI NANGGROE
ACEH DARUSSAAMQonun dalam sistem hukum negara Indonesia didasarkan pada Undang-undang
Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Nanggroe Aceh Darussalam. Dalam
Pasal 1 angka 21 ditentukan bahwa “Qonun aceh adalah peraturan perundang-
undangan sejenis peraturan daerah provinsi yang mengatur penyelenggaraan
pemerintahan dan kehidupan masyarakat Aceh”. Berbagai macam Jarimah atau
Tindak Pidana diatur dalam Qonun Jinayah, salah satunya adalah pelecehan
seksual. Qonun Jinayah mengatur secara tegas mengenai setiap perbuatan dan
tidakan yang bertentangan dengan Syariat Islam. Kitab Undang-undang Hukum
Pidana tidak mengatur secara jelas mengenai istilah pelecehan seksual hanya secara
Implisit saja yakni dengan istilah perbuatan cabul.
Permasalahan dalam skripsi ini adalah : Bagaimanakah efektivitas penerapan
hukuman cambuk dalam rangka menurunkan tingkat pelecehan seksual di
Nanggroe Aceh Darussalam, Apakah faktor penghambat penerapan hukuman
cambuk di Nanggroe Aceh Darussalam. Pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan secara yuridis normative dan yuridis empiris. Narasumber dari
penelitian ini terdiri dari Anggota Kepolisian Republik Indonesia Polresta
Kabupaten Aceh Besar, Wilayatul Hisbah,, Tokoh Masyarakat atau Kepala Adat,
dan Akademisi Hukum Pidana dan Hukum Perdata Universitas Lampung.
Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan. Analisis
data dilakukan secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa penerapan hukuman cambuk dalam rangka
menurunkan tingkat pelecehan seksual di Nanggroe Aceh Darussalam dianggap
efektif dalam menurunkan angka kejahatan khususnya dalam jarimah pelecehan
seksual. Sedangkan faktor penghambat penerapan hukuman cambuk sendiri ialah,
faktor hukum,faktor penegak hukum, faktor sarana dan fasilitas, faktor budaya dan
masyarakatnya sendiri.
AJENG LUKITA RIZKI PANGESTU
Hukum lahir karna adanya kebutuhan masyarakat, hukum sebagai alat untuk
melindungi masyarakat. Efektif atau tidaknya suatu aturan atau hukum dapat dilihat
dari angka kriminalitas yang mulai menurun. Perkembangan hukum pidana yang
terjadi di Nanggroe Aceh Darussalam merupakan bentuk dari perlindungan
pemerintah terhadap masyarakat yang diharapkan dapat berjalan dengan baik.
Dalam menerapkan suatu aturan pastinya terdapat beberapa hambataan, antara lain,
seperti kurangnya pengetahuan serta kecakapan penegak hukum, faktor undang-
undang dimana hukum yang diterapkan belum sesuai dengan semestinya. Akan
tetapi pada dasarnya hukum Islam yang mengatur mengenai hukuman cambuk yang
ada di Nanggroe Aceh Darussalam dapat dikatakan efektif dalam menekan angka
kejahatan khususnya Jarimah pelecehan seksual.
Kata Kunci : Efektivitas, Hukuman Cambuk, Jarimah Pelecehan Seksual.1512011092 Ajeng Lukita Rizki Pangestu-2022-04-18T07:44:59Z2022-04-18T07:44:59Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58276This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582762022-04-18T07:44:59ZHUBUNGAN KOORDINASI ANTARA BHABINKAMTIBMAS
DENGAN APARATUR DESA DALAM PERKARA
TINDAK PIDANA PENCURIAN MELALUI
MEDIASI PENALKonsep dalam sistem peradilan pidana, tidak dikenal dengan mediasi, namun saat
ini berkembang mediasi penal dengan dikaji di tataran regulasi dibawah undang-
undang yang bersifat parsial dan terbatas sifatnya maka mediasi penal di atur
dalam Surat Kapolri No. Pol: B/3022/XII/2009/SDEOPS tanggal 14 Desember
2009 tentang Penanganan Kasus Melalui Alternative Dispute Resolution (ADR)
serta Peraturan Kepala Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7
Tahun 2008 Tentang Pedoman Dasar Strategi dan Implementasi Pemolisian
Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri. masyarakat yang terkena ruang
lingkup pengaturan Rembuk Pekon di Marga Tiga masih memiliki kepercayaan
dari pihak yang tingkatannya lebih tinggi dari masyarakat dan nilai-nilai yang
terkandung dari penyelesaian perkara tindak pidana yang dilakukan melalui
mediasi penal tersebut. Hal ini memberikan tempat untuk aparatur desan dan
Bhabinkamtibmas untuk terus melakukan pembinaan, arahan dan keamanan di
kalangan masyarakat Marga Tiga.
Pendekatan masalah dalam skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis normatif
dan yuridis empiris. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah data primer
dan data sekunder. Penentuan narasumber dilakukan dengan wawancara dengan
respoden. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi
lapangan. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan bahwa model mediasi penal melalui
Rembuk Pekon dalam penyelesaian kasus pencurian terdiri dari beberapa tahapan,
yakni persiapan tempat mediasi dan pembahasan dari pihak aparatur desan dan
Bhabinkamtibmas. Kedua, tahap mengumpulkan para pihak. Ketiga, tahap
penjelasan mengenai sanksi dan hukum. Keempat, tahap musyawarah antara
pelaku dan korban yang di dampingin dan di mediatori dengan aparatur desa dan
Bhabinkamtibmas. Kelima, tahap perdamaian dan pembuatan perjanjian di atas
Agnessia Kurnia Puspa Herwoko
materai. Sedangkan hubungan antara Bhabinkamtibmas sudah terjalin dengan
sangat baik sampai tingkat desa. Terlebih dalam perkara tindak pidana pencurian
dalam mediasi penal. Namun tidak semua tindak pidana dapat diselesaikan
melalui hubungan koordinasi antara Bhabinkamtibmas dan aparatur desa
setempat.
Saran dalam penelitian ini adalah kerjasama antara kepolisian dan aparatur dalam
penyidikan tindak pidana pencurian sebaiknya ditingkatkan lagi, agar dalam
menguak kasus-kasus lainnya dapat berjalan dengan baik dan sesuai prosedur
serta dapat ditingkatkan pembinaan terhadap masyarakat pentingnya mengetahui
hukum dan kepada Bhabinkamtibmas agar lebih melakukan penyidikan secara
intens kepada pelaku-pelaku tindak pidana. Perlunya kualitas penyidik polisi yang
berkaitan dengan penyidikan tindak pidana pencurian agar proses penyidikan
dapat berjalan lancar dan sesuai prosedur.
Kata Kunci: Koordinasi, Bhabinkamtibmas, Aparatur Desa, Pencurian,
Mediasi Penal.1512011058 Agnessia Kurnia Puspa Herwoko-2022-04-18T07:44:57Z2022-04-18T07:44:57Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58274This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582742022-04-18T07:44:57ZPENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENCURIAN DATA PRIBADI
PENGGUNA PROVIDERKeberadaan provider saat ini bermanfaat dan berpengaruh besar atas segala
aktivitas penggunaan media telekomunikasi dan informasi, yang dibuktikan
dengan semakin maraknya penggunaan telepon seluler atau smartphone lainnya
oleh masyarakat. Pelayanan jasa provider dalam penyediaan jaringan dalam
telekomunikasi telah dilengkapi dengan berbagai fasilitas dan tawaran yang
menarik serta menguntungkan bagi pihak konsumen. Dibalik kemudahan
penggunaan provider, terdapat resiko yang besar untuk memberikan peluang bagi
pelaku kejahatan cyber untuk melakukan pencurian data pribadi pengguna
provider, seperti kasus pencurian data Nomor Induk Kependudukan dan Nomor
Kartu Keluarga pada registrasi kartu prabayar. Berdasarkan latar belakang
masalah yang telah dijelaskan maka dapat dirumuskan permasalahan hukum
mengenai bagaimanakah penegakan hukum terhadap pencurian data pribadi
pengguna provider dan apa sajakah faktor-faktor penghambat penegakan hukum
terhadap pencurian data pribadi pengguna provider.
Pendekatan masalah yang digunakan yaitu pendekatan masalah yuridis normatif
adalah pendekatan yang dilakukan melalui studi pustaka dengan menelaah data
skunder yang berupa peraturan perundang-undangan, dan yuridis empiris dengan
melakukan wawancara dengan beberapa narasumber yaitu; (1) Penyidik Subdit IV
Cyber Crime Reskrimsus Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya, (2)
Kasubdit Penyidikan dan Penindakan Kementerian Komunikasi dan Informatika,
(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kementerian Komunikasi dan Informatika, (4)
Akademisi Fakultas Hukum Bagian Pidana Universitas Lampung.. Data yang
digunakan adalah data primer, dan data sekunder. Data-data tersebut lalu
dilakukan pengolahan melalui tahap pengumpulan data, pengeditan data,
interpretasi data, dan sistematisasi data. Data yang sudah diolah tersebut
kemudian disajikan dalam bentuk uraian, dan dianalisis secara kualitatif dengan
metode induktif.
Berdasarkan hasil penerlitian dan pembahasan yang dilakukan bahwa dalam
penegakan hukum terhadap pencurian data pribadi pengguna provider dilakukan
dengan upaya penal dan non penal oleh pihak Kepolisian Daera Metropolitan
Jakarta Raya dan Kementerian Komunikasi dan Informatika, dengan berpedoman
pada Kitab
ii
Agnes Putri Arzita
Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undanga Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan Peraturan Menteri Komunikasi
dan Informatika Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan
Data Pribadi dalam Sistem Elektronika. Faktor penghambat dari penegakan
hukum terhadap pencurian data pribadi pengguna provider yaitu; (1) faktor
perundang-undang yang dimana di Indonesia belum adanya peraturan perundang-
udangan secara khusus mengatur mengenai perlindungan data pribadi di cyber
space, (2) faktor dari penegak hukum yang terbatas pada kualitas dan kuantitas
pihak penyidik yang ahli dalam bidang informasi dan teknologi, (3) faktor dari
masyarakat yang dimana masih kurang kesadaran akan bahaya yang timbul dari
ketidakhati-hatian penggunaan sarana telekomunikasi, (4) faktor sarana yang
masih terbatas untuk menunjang segala bentun operasional penegakan hukum
tersebut, (5) faktor budaya yang semakin terpengaruhi pada modernisasi dan
globasasi sehingga membentuk sikap masyarakat yang semakin pragmatis.
Saran terhadap penegakan hukum terhadap pencurian data pribadi pengguna
provider yaitu, diharapkan segera membentuk Rancangan Undang-Undang
Perlindungan Data Pribadi untuk mendapat kepastian hukum, serta meningkatan
kemampuan sumber daya manusia dalam kualitas dan kuantitas serta sarana dan
prasarana aparat penegak hukum di bidang informasi dan teknologi.
Kata Kunci : Penegakan Hukum. Pencurian, Data Pribadi, Provider1512011179 AGNES PUTRI ARZITA-2022-04-18T07:44:55Z2022-04-18T07:44:55Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58273This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582732022-04-18T07:44:55ZPERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DALAM
KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MENIMBULKAN KORBANAsas Vicarious Liability atau asas pertanggungjawaban pengganti merupakan
pertanggungjawaban pidana yang dibebankan kepada seseorang atas perbuatan dan
kesalahan orang lain. Di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 315 Ayat (1) yang menyatakan dalam hal tindak
pidana yang dilakukan oleh perusahaan angkutan umum, pertanggungjawaban pidana
dikenakan terhadap perusahaan dan/atau pengurusnya. Namun, walaupun
pertanggungjawaban pidana perusahaan angkutan umum sudah diatur dalam
ketentuan pidana, dalam kasus kecelakaan lalu lintas yang melibatkan angkutan
umum, para penegak hukum masih saja menempatkan pengemudi kendaraan sebagai
subyek tidak pidana yang harus bertanggungjawab secara pidana. Maka perlu
dilakukan penelitian dengan permasalahan: Bagaimanakah pertanggungjawaban
korporasi dalam kecelakaan lalu lintas yang menimbulkan korban berdasarkan asas
vicarious liability. Apa faktor penghambat penerapan asas vicarious liability
terhadap korporasi dalam kecelakaan lalu lintas yang menimbulkan korban.
Pendekatan masalah dalam skripsi ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis
empiris. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah data primer dan data
sekunder. Penentuan narasumber dilakukan dengan wawancara dengan responden.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan.
Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penulis menyimpulkan bahwa
Korporasi dapat diminta pertanggunggjawaban pidananya berdasarkan asas
vicarious liability dalam tindak pidana umum, apabila terlebih dahulu dapat
dibuktikan adanya hubungan subordinasi antara pemberi kerja atau pemberi kuasa
dengan individu yang melakukan tindak pidana. Tindak pidana yang dimaksud
dalam hal ini adalah tidak termasuk tindak pidana terhadap kesusilaan seperti
perzinahan, dan tindak pidana tersebut dilakukan dalam ruang lingkup
perkerjaannya. Selain itu, tindak pidana tersebut dilakukan dengan niat (bukan satu-
satunya niat) untuk memberikan keuntungan bagi korporasi baik dalam bentuk
berupa keuntungan finansial ataupun bukan misalnya pemulihan nama baik
korporasi.
Agil Ratna Dila
Faktor penghambat penerapan asas vicarious liability terhadap korporasi dalam
kecelakaan lalu lintas yang menimbulkan korban adalah undang-undang yang belum
secara jelas dan tidak membatasi secara ketat dalam hal apa dan perbuatan yang
bagaimana pertanggungjawaban pidananya. Dan belum pernah ada perusahaan
angkutan umum yang dijadikan sebagai subjek hukum yang dapat dipidana.
Saran dalam penelitian ini adalah Perlu dilakukannya penyempurnaan dan perbaikan
terhadap Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan mengenai ketentuan-ketentuan yang tidak jelas, berkaitan dengan
pertanggungjawaban pidana perusahaan angkutan umum atau korporasi Perlu
perumusan pasal yang lebih jelas dan terperinci kapan dan perbuatan yang
bagaimanakah yang dapat dipertanggungjawabkan kepada Perusahaan angkutan
umum ataupun korporasi. Dan diperlukan adanya pengetahuan lebih mengenai asas
pertanggungjawaban korporasi khususnya asas vicarious liability.
Kata Kunci: Korporasi, Kecelakaan Lalu Lintas, Asas Vicarious Liability1512011197 AGIL RATNA DILA-2022-04-18T07:44:52Z2022-04-18T07:44:52Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58271This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582712022-04-18T07:44:52ZPERAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (LPSK)
DALAM PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP
WANITA KORBAN TRAFFICKINGLembaga Perlindungan Saksi dan Korban adalah lembaga mandiri yang didirikan
dan bertangggung jawab untuk menangani pemberian perlindungan dan bantuan
pada Saksi dan Korban berdasarkan tugas dan kewenangan sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang. LPSK dibentuk berdasarkan UU No 13 Tahun 2006
tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Permasalahan dalam skripsi ini adalah
Bagaimanakah Peran Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dalam
Perlindungan Hukum Terhadap Wanita Korban Trafficking serta Apakah faktor
penghambat Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dalam Mengupayakan dan
Menerapkan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Trafficking.
Pendekatan Masalah yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan
yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber data: Studi kepustakaan dan Studi
Lapangan. Analisis data: kualitatif. Narasumber: Kepala Sub Bagian Pelayanan
Perlindungan pada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Penyidik Reskrim
Polresta Bandar Lampung, dan Dosen Magister Ilmu Hukum Universitas
Lampung.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa: Peran Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban dalam Perlindungan Hukum Terhadap Wanita
Korban Trafficking dapat ditinjau dari segi peran secara Normatif, Ideal, dan
Faktual. Faktor penghambat yang paling dominan dalam Peran Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban adalah berkembangnya jaringan perdagangan
manusia internasional yang makin kuat dan canggih. Globallisasi dan percepatan
teknologi informasi kemudahan mengakses di berbagai dunia bagi oprasionalisasi
organisasi kriminal khususnya perdagan perempuan.
Saran dalam penelitian ini, diharapkan adanya penguatan peran mengenai
kewenangan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dalam memberikan
perlindungan hukum terhadap kejahatan perdagangan orang sebab keduanya akan
memudahkan membongkar suatu tindak pidana karena dilihat dari posisi mereka
Ade Elendris
sebagai alat bukti saksi. Serta Perlu ditingkatkannya koordinasi yang baik antara
LPSK dengan aparat penegak hukum dari Kepolisian, Kejaksaan hingga sampai
proses Peradilan demi efektifnya pengungkapan kasus-kasus yang berkaitan
dengan perdagangan orang.
Kata Kunci : Peran, LPSK, Traficcking1512011354 ADE ELENDRIS-2022-04-18T07:44:51Z2022-04-18T07:44:51Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58265This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582652022-04-18T07:44:51ZANALISIS PENYALAHGUNAAN APLIKASI BIGO LIVE SEBAGAI
BENTUK PELANGGARAN HAK CIPTABigo Live sebagai salah satu aplikasi broadcast dalam bentuk video live streaming
bagi pengguna smartphone android dapat disalahgunakan dan menjadi pelanggaran
atas hak cipta di bidang hak cipta film (sinematografi). Pelaku merekam film yang
sedang ditayangkan di bioskop dan rekaman film tersebut disiarkan secara langsung
menggunakan aplikasi Bigo Live. Permasalahan penelitian: (1) Bagaimanakah
akibat hukum penyalahgunaan aplikasi Bigo Live dalam bioskop sebagai bentuk
pelanggaran terhadap perlindungan hak cipta sebuah film (sinematografi)? (2)
Bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku yang melakukan
pelanggaran terhadap perlindungan hak cipta sebuah film (sinematografi)?
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris,
dengan narasumber dari Polresta Bandar Lampung dan Dosen Hukum Pidana pada
Fakultas Hukum. Pengumpulan data melalui studi pustaka dan studi lapangan.
Analisis data dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Akibat hukum penyalahgunaan aplikasi Bigo
Live dalam bioskop sebagai bentuk pelanggaran terhadap perlindungan hak cipta
sebuah film (sinematografi) meliputi akibat hukum bagi pelaku dan akibat hukum
bagi pemegang hak cipta. Akibat hukum bagi pelaku adalah pelaku dapat dikenakan
sanksi pidana baik pidana penjara atau denda atas pelanggaran yang dilakukannya
tanpa hak menyiarkan film melalui aplikasi Bigo Live. Sementara itu akibat hukum
bagi pemilik hak cipta adalah mendapatkan perlindungan hukum atas terjadinya
pelanggaran hak ciptanya yang disalahgunakan orang lain. (2) Pertanggungjawaban
pidana terhadap pelaku yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan hak
cipta sebuah film (sinematografi) didasarkan pada unsur kesalahan dan kesengajaan
dalam melakukan perbuatan pidana, kemampuan terdakwa untuk bertanggung
jawab, tidak ada alasan pembenar dan pemaaf bagi terdakwa dalam melakukan
pelanggaran terhadap perlindungan hak cipta sebuah film (sinematografi).
Saran penelitian adalah: (1) Masyarakat pengguna aplikasi media berbasis internet
agar lebih bijak dan bertanggung jawab dalam menggunakan media (2)
Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana agar mengedankan
upaya pembinaan terhadap agar tidak mengulangi kesalahannya di kemudian hari.
Kata Kunci: Penyalahgunaan, Aplikasi Bigo Live, Pelanggaran Hak Cipta1342011005 ACTA YOGA PRATAMA-2022-04-18T07:44:48Z2022-04-18T07:44:48Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58263This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582632022-04-18T07:44:48ZANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP ANGGOTA
KEPOLISIAN YANG TIDAK NETRAL DALAM
PEMILIHAN UMUM (PEMILU)Kepolisian sebagai salah satu instansi penegakan hukum diharuskan untuk netral
dalam penyelenggaraan Pemilu. Hal ini berkaitan dengan tugas pokok Kepolisian
menurut Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia, yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
menegakkan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan
kepada masyarakat serta terbinanya ketentraman masyarakat. Permasalahan dalam
penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap anggota
Kepolisian yang tidak netral dalam Pemilihan Umum (Pemilu)? (2) Apakah faktor
penghambat penegakan hukum pidana terhadap anggota Kepolisian yang tidak
netral dalam Pemilihan Umum (Pemilu)?
Pendekatan penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis
empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan.
Narasumber penelitian terdiri dari Staf Seksi Profesi dan Pengamanan Polda
Lampung, Staf Hukum Bawaslu Provinsi Lampung dan Dosen Fakultas Hukum
Universitas Lampung. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan selanjutnya
diambil simpulan. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan: (1) Penegakan hukum pidana
terhadap anggota Kepolisian yang tidak netral dalam Pemilihan Umum (Pemilu)
belum dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Pasal 280 Ayat (2) huruf (g) Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dengan sanksi pidana
sebagaimana diatur dalam Pasal 494 yaitu pidana kurungan paling lama 1 (satu)
tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). Selama ini
apabila terdapat dugaan anggota Kepolisian tidak netral dalam Pemilu, hanya
diselesaikan secara internal oleh Kepolisian dan sanksi yang diberikan kepada
pelaku hanya bersifat administratif. (2) Faktor-faktor penghambat penegakan
hukum pidana terhadap anggota Kepolisian yang tidak netral dalam Pemilihan
Umum (Pemilu), terdiri dari: a) Faktor substansi hukum, yaitu adanya ketentuan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang memberikan
waktu terbatas kepada aparat penegak hukum untuk menyelesaikan penanganan
Fajar Hadid Prastyo
terhadap tindak pidana Pemilu, sementara proses penegakan hukumnya
membutuhkan waktu yang lebih lama mengingat kompleksitas tindak pidana
Pemilu b) Faktor aparat penegak hukum, yaitu adanya Jaksa Penuntut Umum yang
mengalami kesulitan dalam menghadirkan terdakwa atau saksi ke depan
persidangan maupun melakukan eksekusi putusan hakim dan kurangnya koordinasi
antara subsistem peradilan pidana dengan institusi terkait seperti KPU dan Bawaslu.
c) Faktor Sarana dan Prasarana, yaitu tidak adanya alokasi dana khusus dalam
penanganan perkara pidana Pemilu dan keterbatasan waktu penganganan perkara,
sementara Jaksa Penuntut Umum juga memprioritaskan penyelesaian perkara lain.
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Pejabat Kepolisian (Kapolda dan Kapolres)
hendaknya meningkatkan mekanisme pengawasan kepada para anggota Polri dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya, memantau dan mencatat perkembangan
kepribadian dan perilaku anggota secara berkala dengan tetap mempedomani
berbagai kebijakan Polri yang berkaitan dengan upaya pencegahan terjadinya
pelanggaran disiplin oleh anggota kepolisian pada masa-masa yang akan datang. (2)
Pejabat Kepolisian (Kapolda dan Kapolres) hendaknya memberikan tindakan dan
hukuman yang tegas kepada anggota polri yang terbukti melakukan pelanggaran
disiplin, hal ini akan memberikan efek jera dan sebagai pelajaran bagi anggota polri
lainnya agar tidak melakukan pelanggaran disiplin maupun tindak pidana.1412011141 FAJAR HADID PRASTYO-2022-04-18T07:44:46Z2022-04-18T07:44:46Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58262This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582622022-04-18T07:44:46ZIMPLIKASI TAX AMNESTY TERHADAP
PENEGAKAN HUKUM PIDANAKebijakan Tax Amnesty merupakan penghapusan pajak yang seharusnya terutang,
tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang
perpajakan, dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan. Pengampunan Pajak seyogianya diikuti dengan kebijakan lain seperti penegakan
hukum yang lebih tegas dan penyempurnaan Undang-Undang tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan. Permasalahan penelitian ini adalah: (1) Apakah
yang menjadi hambatan dalam penerapan Tax Amnesty? (2) Bagaimanakah
kepastian hukum bagi wajib pajak yang tidak taat pajak?
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris.
Narasumber terdiri dari Pegawai Dirjen Pajak KPP PRATAMA Teluk Betung dan
akademisi hukum pidana Fakultas Hukum Unila. Pengumpulan data dilakukan
dengan studi pustaka dan studi lapangan.Analisis data dilakukan secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan: (1) Jaminan
kepastian hukum dan Keamanan menjadi hambatan serius penerapan program tax
amnesty atau pengampunan pajak. Sepanjang keamanan tidak terjamin, para
pelaku usaha tidak bakal secara terbuka melakukan deklarasi dan repatriasi modal.
Serta kurangnya sosialisasi. (2)Kepastian hukum bagi wajib pajak diatur
UndangUndang No.19 Tahun 2000 tentang penagihan pajak dengan surat
paksa.memberi wewenang kepada pejabat pajak untuk menerbitkan Surat Paksa
dengan ancaman penyitaan dan lelah terhadap harta wajib pajak. Sita dan lelang
dalam pajak dapat dilakukan langsung tanpa melalui pengadilan karena Undang- Undang No.19 Tahun 2000 memberikan titel executorial kepada Surat Paksa dan
kekuatan hukum yang sama dengan putusan hakim yang sudah tetap (inkracht van
gewijsde).
Saran dalam penelitian ini adalah: (1).Memberikan sosialisasi dari kota hingga
pelosok desa dan memberikan himbauan (tertulis) kepada wajib pajak untuk
memanfaatkan Program Pengampunan Pajak. Hal ini dapat berupa selebaran-
selebaran, Short Message Service (SMS), maupun baliho-baliho yang
menjelaskan programPengampunan Pajak,untuk memberi informasi kepada
masyarakat. (2) implementasi berdasarkan asas keadilan, kepastian hukum, dan
kemanfaatan dalam penerapan uu tax amnesty diperlukan untuk kebaikan
bersama.
Kata kunci: Tax amnesty, Penegakan Hukum1342011164 SONAL SIDABUTAR-2022-04-18T07:44:44Z2022-04-18T07:44:44Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58259This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582592022-04-18T07:44:44ZPERLINDUNGAN HUKUM TERADAP PENGEMUDI TAKSI ONLINE
DARI ASPEK HUKUM PIDANAKeberadaan taksi online pada sekarang ini memberi kemudahan bagi setiap
pengguna jasa transportasi umum, namun keberadaan taksi online menimbulkan
berbagai persoalan diantara berkaitan dengan kejahatan Tindak kejahatan yang
sering terjadi pada pengemudi taksi online diantaranya pencurian dengan
kekerasan, dan pembunuhan berencana yang mana dapat menimbulkan kerugian
sampai hilangnya nyawa seseorang. Permasalahan yang diteliti oleh penulis
adalah Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap pengemudi taksi online
dalam tindak pidana pembunuhan berencana dari aspek hukum pidana dan
Apakah yang menjadi faktor penghambat suatu perlindungan hukum terhadap
pengemudi taksi online.
Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis
empiris. Data yang digunakan berupa data primer dan bahan sekunder. Metode
pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu menggunakan penelitian kepustakaan
dan penelitian lapangan. Prosedur pengolahan dan pengumpulan data dilakukan
dengan seleksi data, klasifikasi data, penyusunan data dan analisis data.
Hasil penelitian dan pembahasan yaitu mengenai bentuk perlindungan hukum
terhadap pengemudi taksi online untuk saat ini belum ada aturan khususnya,
dimana jika dilihat dari sisi aspek hukum pidannya bahwa masih bergantung pada
Undang-Undang yang ada. Dimana UU tersebutlah yang mengatasi jika terjadi
suatu tindak kejahatan yang terjadi pada pengemudi taksi online. Tujuan
diberikannya suatu perlindungan hukum khususnya untuk pengemudi taksi online
yang menjadi korban tindak kejahatan yang dilakukan oleh setiap penumpang
taksi online yaitu adalah untuk menghormati hak asasi korban agar nasibnya tidak
terkatung-katung, adanya kepastian hukum bagi korban tindak kejahatan
khususnya pada kasus ini yang menimpah pengemudi taksi online dan
menghindari perlakuan sewenang-wenang bahkan perlakuan yang tidak wajar.
Saran dan upaya perlindungan hukum terhadap pengemudi taksi online yaitu
Pihak perusahaan hendaknya harus lebih teliti dan tegas dalam melihat dan
Mutiara Agung Vanessa Gumay
menyesuaikan data yang di isi oleh para driver dan penumpang, Kepastian hukum
perlu diusahakan demi berlangsungan kegiatan perlindungan bagi pengemudi
taksi online dan Adanya kerjasama yang dilakukan oleh pihak taksi prusahaan
online sendiri kepada pihak penegak hukum yaitu misalnya pihak kepolisian,
pengadilan, kejaksaan, Pemerintah maupun pihak-pihak yang dapat membantu
pihak perusahaan.
Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Taksi Online, Aspek Pidana1512011075 Mutiara Agung Vanessa Gumay-2022-04-18T07:44:42Z2022-04-18T07:44:42Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58252This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582522022-04-18T07:44:42ZPERAN KEJAKSAAN SEBAGAI TIM PENGAWAL PENGAMANAN PEMERINTAH
DAN PEMBANGUNAN DAERAH (TP4D) DALAM UPAYA PENCEGAHAN TINDAK PIDANA KORUPSI
(Studi Pada Pemerintah Kota Bandar Lampung)Tim Pengawal, Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan (TP4) dibentuk berdasarkan
Surat Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : KEP-152/A/JA/10/2015
tanggal 01 Oktober 2015 tentang Pembentukan Tim Pengawal, Pengamanan Pemerintah
dan Pembangunan (TP4). Pembentukan TP4 memiliki tujuan untuk memberikan
pengawalan dan penerangan hukum kepada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dalam
upaya pencegahan Tindak Pidana Korupsi. Permasalahan dalam skripsi ini adalah
Bagaimanakah Peran Kejaksaan sebagai Tim Pengawal, Pengamanan Pemerintah dan
Pembangunan Daerah (TP4D) dalam Upaya Pencegahan Tindak Pidana Korupsi serta
Apakah faktor penghambat dari Peran Kejaksaan sebagai Tim Pengawal, Pengamanan
Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) dalam Upaya Pencegahan Tindak Pidana
Korupsi.
Pendekatan Masalah yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan yuridis
normatif dan yuridis empiris. Sumber data: Studi kepustakaan dan studi lapangan. Analisis
data: kualitatif. Narasumber: Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Kepala
Bidang Pembangunan Manusia dan Masyarakat Badan Pembangunan Daerah Kota Bandar
Lampung (BAPPEDA), Kepala Bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (PUPR) Bandar Lampung, Kasubbag Penyuluhan Hukum dan Bantuan
Hukum Kota Bandar Lampung, dan Akademisi Hukum Pidana pada Fakultas Hukum
Universitas Lampung.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa: Peran Kejaksaan sebagai Tim
Pengawal, Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) dalam Upaya
Pencegahan Tindak Pidana Korupsi dapat ditinjau dari segi peran secara Normatif, Ideal,
dan Faktual. Faktor penghambat yang paling dominan dalam Peran Kejaksaan sebagai
Tim Pengawal, Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) adalah faktor
kualitas dan kuantitas dari penegak hukum khususnya jaksa yang terlibat dalam Tim
Pengawal, Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) harus memiliki
integritas yang tinggi dan mampu untuk tidak terlibat dengan budaya korupsi serta suap
menyuap dan ditinjau dari segi kuantitas penegak hukum dalam hal ini jaksa yang terlibat
dalam Tim Pengawal, Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) masih
Yuris Oktaviyani Warganegara
Kurang jika dibandingkan dengan banyaknya proyek pembangunan yang harus ditangani.
Saran dalam penelitian ini, diharapkan Kejaksaan Republik Indonesia membentuk seksi
khusus Tim Pengawal, Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D)
sehingga penegakan hukum dan pelaksanaan dari Tim Pengawal, Pengamanan Pemerintah
dan Pembangunan Daerah (TP4D) lebih efektif dan fokus. Serta menambah jumlah jaksa
yang terlibat dalam Tim Pengawal, Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah
(TP4D) sehingga seimbang dengan proyek pembangunan yang ditangani. Diharapkan
kepada Tim Pengawal, Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D)
Kejaksaan Negeri Bandar Lampung dapat melaksanakan program sosialisasi lebih
mendalam mengenai Tim Pengawal, Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah
(TP4D) kepada instansi pemerintahan Kota Bandar Lampung serta Tim Pengawal,
Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) Kejaksaan Negeri Bandar
Lampung lebih Pro Aktif dalam menawarkan bantuan kepada Organisasi Perangkat
Daerah (OPD) atau Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
Kota Bandar Lampung.
Kata Kunci : Peran, TP4D, Pencegahan, Korupsi1512011103 Yuris Oktaviyani Warganegara-2022-04-18T02:55:14Z2022-04-18T02:55:14Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58253This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582532022-04-18T02:55:14ZKEBIJAKAN KEPOLISIAN DALAM PENERAPAN DISKRESI PADA
TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
(Studi Kasus di Polresta Bandar Lampung)Domestic violence is actually nothing new. Moreover, the issue of domestic
violence (domestic violence) also concerns human rights issues. The existence
of domestic violence (domestic violence) can be caused by the lack of
appreciation in fulfilling basic human rights, including the same rights and
obligations in the law. Acts of domestic violence committed by a husband
against his wife or vice versa are often considered as common things in a
family. The focus of the study in this scientific paper is related to police policy
in applying discretion to criminal acts of violence in households in Bandar
Lampung as well as inhibiting factors in the application of discretion by the
police to criminal acts of domestic violence in Bandar Lampung.
The research method in scientific writing is a normative juridical approach,
namely the approach taken by examining the rules or norms, the rules relating
to the problem to be discussed.
The results of this study provide an answer that the police policy in law
enforcement against discretion in domestic violence at Bandar Lampung Police
is because it is based on situations and conditions that are felt as a need to
make a policy that is morally and legally responsible, while the obstacles that
arise in police policy in enforcement the law on discretion on domestic
violence in Bandar Lampung police is a factor regarding investigator
knowledge due to lack of education to prospective investigators so that
investigators have not been maximized in carrying out discretion against
criminal acts, legal factors that show how law enforcement in Indonesia seems
to lose its ability to achieve balance Among the three legal objectives that
attract each other, namely legal certainty, justice, and benefits, in addition to
the obstacles that arise in the police policy in law enforcement against
discretion in domestic violence in the Polrest a Bandar Lampung is a factor
regarding investigator's knowledge due to lack of maximum education for
prospective investigators so that investigators have not been maximized in
carrying out discretion against criminal acts, legal factors that show how
conditions in law enforcement in Indonesia seem to lose their ability to achieve
a balance between three interrelated legal objectives attraction is legal
certainty, justice, and benefit, as a result of only being guided by formal
legality, and the lack of participation of the parties in assisting the police to
process cases.
The suggestion from this research is for the police who are authorized to use
discretionary policies on domestic violence, should implement different
treatments by taking other actions based on law to be alternatives that can be
used by investigator, because the legal problems faced by investigators in the
community are different and varied in style and model, besides the substance
of the Invitation is now not explicitly and in detail regulating it, therefore the
government should give a serious response in making a good basis for
regulation. and firmly for discretionary actions which include the validity of
investigative duties, qualification of case forms that can be carried out
discretion as well as the consequences of discretionary investigative actions so
that legal umbrella is more legal and does not conflict with the law. Special
regulatory arrangements for investigator discretionary actions to be used as a
basis and consideration in taking subjective policies from investigators as
public officials of the country concerned for the smooth functioning of their
duties, so that the investigator's discretionary actions can be legitimate and
legally strong. And the community is expected to understand that the
discretionary authority is indeed given by the law to the police within the scope
of its duties, but within the boundaries determined by law, so that does not
mean that the police who do discretion are police who do not enforce the law
and are against the law
Keywords: Police, Discretion, Domestic Violence.
Kekerasan dalam rumah tangga sebenarnya bukan hal yang baru. Terlebih lagi
persoalan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) menyangkut juga persoalan
hak asasi manusia. Adanya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dapat
disebabkan tidak adanya penghargaan dalam memenuhi hak-hak dasar
manusia, diantaranya hak dan kewajiban yang sama di dalam hukum. Tindak
kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh seorang suami terhadap
istrinya atau sebaliknya sering dianggap sebagai hal yang biasa terjadi dalam
sebuah keluarga. Fokus kajian dalam tulisan ilmiah ini terkait kebijakan
kepolisian dalam penerapan diskresi pada tindak pidana kekerasan dalam
rumah tangga di Bandar Lampung serta faktor penghambat dalam penerapan
diskresi oleh kepolisian terhadap tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga
di Bandar Lampung. Metode penelitian dalam tulisan ilmiah ini dengan pendekatan yuridis normatif
yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah kaidah-kaidah atau
norma-norma, aturan-aturan yang berhubungan dengan masalah yang akan
dibahas. Hasil penelitian ini memberikan jawaban bahwa kebijakan kepolisian dalam
penegakan hukum terhadap diskresi pada KDRT di Polresta Bandar Lampung
adalah karena berdasarkan situasi dan kondisi yang dirasakan sebagai sesuatu
kebutuhan untuk membuat suatu kebijakan yang bertanggungjawab secara
moral dan hukum, sedangkan hambatan yang timbul pada kebijakan kepolisian
dalam penegakan hukum terhadap diskresi pada KDRT di Polresta Bandar
Lampung adalah faktor mengenai pengetahuan penyidik yang disebabkan
kurang maksimalnya pendidikan terhadap calon penyidik sehingga penyidik
belum maksimal dalam melaksanakan diskresi terhadap tindak pidana, faktor
Hukum yang menunjukkan bagaimana kondisi penegakan hukum di Indonesia
yang seakan kehilangan kemampuannya untuk mencapai keseimbangan antara
tiga tujuan hukum yang saling tarik menarik yaitu kepastian hukum, keadilan,
dan kemanfaatan, selain itu hambatan yang timbul pada kebijakan kepolisian
dalam penegakan hukum terhadap diskresi pada KDRT di Polresta Bandar
Lampung adalah faktor mengenai pengetahuan penyidik yang disebabkan
kurang maksimalnya pendidikan terhadap calon penyidik sehingga penyidik
belum maksimal dalam melaksanakan diskresi terhadap tindak pidana, faktor
Hukum yang menunjukkan bagaimana kondisi penegakan hukum di Indonesia
yang seakan kehilangan kemampuannya untuk mencapai keseimbangan antara
tiga tujuan hukum yang saling tarik menarik yaitu kepastian hukum, keadilan,
dan kemanfaatan, akibat hanya berpedoman kepada sisi legalitas formal
semata, dan kurangnya partisipasi para pihak dalam membantu aparat
kepolisian untuk memproses suatu perkara.
Saran dari penelitian ini adalah kepada pihak kepolisian yang berwenang
menggunakan kebijakan diskresi terhadap KDRT, hendaknya untuk
mengimplementasikan penanganan yang berbeda-beda dengan melakukan
tindakan lain berdasarkan hukum menjadi alternatif yang dapat digunakan oleh
penyidik, karena permasalahan hukum yang dihadapi penyidik di masyarakat
berbeda-beda dan beraneka ragam corak dan modelnya, selain itu subtansi
perUndang-Undangan sekarang belum secara tegas dan detail mengaturnya,
maka dari itu hendaknya pemerintah memberikan suatu tanggapan yang serius
dalam membuat dasar peraturan yang baik serta tegas bagi tindakan diskresi
yang meliputi ruang berlaku tugas penyidikan, kualifikasi bentuk perkara yang
dapat dilakukan diskresi serta bentuk konsekuensi dari tindakan diskresi
penyidik supaya lebih dapat payung hukum yang sah dan tidak bertentangan
dengan hukum. Kepengaturan peraturan yang khusus bagi tindakan diskresi
penyidik untuk dijadikan landasan serta pertimbangan dalam mengambil
kebijakan subyektif dari penyidik selaku pejabat publik Negara bersangkutan
demi kelancaran tugas-tugasnya, supaya tindakan diskresi penyidik tersebut
dapat sah dan kuat secara hukum. Dan kepada masyarakat diharapkan untuk
memahami bahwa kewenangan diskresi memang diberikan oleh hukum kepada
polisi didalam lingkuptugasnya,tetapi dalam batas-batas yang ditentukan
hukum, jadi bukan berarti polisiyang melakukan diskresi adalah polisi yang
tidak menegakkan hukum danmalah melawan hukum.
Kata Kunci: Kepolisian, Diskresi, Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT)1442011021 MUHAMMAD IMAN HERBARI HNT-2022-04-17T07:28:32Z2022-04-17T07:28:32Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58250This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582502022-04-17T07:28:32ZPERLINDUNGAN DATA PRIBADI ANAK DI DUNIA DIGITAl
BERDASARKAN KETENTUAN INTERNASIONAL DAN NASIONALAnak merupakan pengguna teknologi yang sangat rentan menjadi korban
kejahatan data pribadi di dunia digital seperti kejahatan bullying, penipuan,
pencurian, eksploitasi hingga penculikan yang berujung pada perdagangan orang.
Ruang lingkup dan rumusan masalah penelitian ini menitikberatkan pada
bagaimanakah perlindungan data pribadi anak di dunia digital berdasarkan
ketentuan internasional dan nasional yang ada saat ini. Metode yang digunakan
dalam penulisan ini adalah metode yuridis-normatif-komparatif (juridicial-
normative-comparative legal research).
Penelitian menunjukkan Convention on The Rights of Child 1989 tidak mengatur
tentang data pribadi anak di dunia digital secara komprehensif. Pengaturan terkait
perlindungan data pribadi anak di dunia digital dibahas lebih rinci dalam
international guidelines yang diterbitkan oleh beberapa organisasi internasional
seperti Organisation For Economic Co-operation And Development, Asia Pacific
Economic Cooperation, dan International Telecommunication Union yang
merekomendasikan Negara untuk membuat sistem manajemen dan peraturan
khusus perlindungan data pribadi anak.
Indonesia sudah memiliki seperangkat aturan sebagai dasar hukum dalam
melindungi hak anak di dunia digital, diantaranya Undang-undang Nomor 35
Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan
atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, Peraturan Menteri Kominfo Nomor 20 Tahun 2016 tentang
Perlindungan Data Pribadi, dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017
tentang Pelaksanaan Restitusi bagi Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana.
Berdasarkan peraturan tersebut, Pemerintah bersifat pasif dalam melindungi data
pribadi anak di dunia digital. Selanjutnya, aturan nasional yang berlaku saat ini
juga belum mengatur data pribadi anak di dunia digital secara komprehensif.
Kata kunci: Perlindungan, Anak, Data pribadi, Ketentuan, Internasional, Nasional.
Children are technology users who are very vulnerable to becoming victims of
crime in the digital world such as bullying, fraud, theft, exploitation and abduction
which leads to the trafficking of people. The scope and formulation of the
problems in this research is restricted only on how the current international and
national provisions protect children’s personal data in digital world. The method
used in this paper is a juridicial-normative comparative legal research method.
Research shows that the Convention on the Rights of Child Convention 1989 does
not regulate the children’s personal data in the digital world comprehensively. The
regulation of children’s personal data is regulated more detail in international
guidelines issued by several international organizations such as the Organization
for Economic Co-operation and Development, Asia Pacific Economic
Cooperation, and the International Telecommunication Union which recommend
the State to make managament system and spesific rule for children’s personal
data protection.
Indonesia has a set of legal rules that are used as a basis in protecting children's
rights in the digital world, including Law Number 35 of 2014 concerning
Amendment to Law No. 23 of 2002 concerning Protection Children, Law Number
19 Year 2016 concerning Amendments to Law Number 11 Year 2008 concerning
Electronic Information and Transactions, Minister of Communication and
Information Regulation Number 20 Year 2016 concerning Protection Personal
Data, and Government Regulation Number 43 of 2017 concerning the
Implementation of Restitution for Children Who Become Victims of Crime.
Based on these rules, the protection of children's personal data in the digital
world, the Government act passively in protecting children’s personal data in
digital world. The current national law shows that children’s personal data is still
not comprehensively regulated.
Keywords: Protection, Children, Personal Data, Provision, International,
National.1512011314 BISMO JIWO AGUNG-2022-04-16T02:07:15Z2022-04-16T02:07:15Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58216This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582162022-04-16T02:07:15ZANALISIS IMPLEMENTASI GADAI SYARIAH (RAHN) PADA
PT PEGADAIAN (PERSERO) KANTOR CABANG
PELAYANAN SYARIAH RADIN INTAN
BANDAR LAMPUNGPegadaian (Persero) dalam rangka merespon tuntutan konsumen muslim terhadap
praktik gadai sesuai dengan syariah Islam telah membuka unit pelayanan syariah
yaitu dengan akad rahn yaitu menahan harta kepunyaan rahin sebagai suatu
jaminan dari pinjaman yang ia terima, pihak yang menahan atau murtahin
mendapatkan jaminan untuk melakukan pengambilan kembali sebagian atau
seluruh piutangnya. Permasalahan penelitian ini adalah bagaimanakah
implementasi gadai syariah (rahn) pada PT Pegadaian (Persero) Kantor Cabang
Pelayanan Syariah Radin Intan Bandar Lampung, bagaimanakah hubungan hukum
gadai syariah (rahn) pada PT Pegadaian (Persero) Kantor Cabang Pelayanan
Syariah Radin Intan Bandar Lampung, dan bagaimanakah penyelesaian
perselisihan apabila terjadi sengketa gadai syariah (rahn) pada PT Pegadaian
(Persero) Kantor Cabang Pelayanan Syariah Radin Intan Bandar Lampung. Jenis penelitian ini adalah normatif empiris dengan pendekatan normatif terapan
yang bertipe deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka, studi
dokumen dan wawancara. Analisis data dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi gadai syariah (rahn) pada
PT Pegadaian (Persero) Kantor Cabang Pelayanan Syariah Radin Intan Bandar
Lampung dilaksanakan dengan perjanjian atau akad gadai secara tertulis Surat
Bukti Rahn (SBR) yang berisi bahwa nasabah (rahin) menggadaikan barang
jaminan (marhun) kepada PT Pegadaian (Persero) Kantor Cabang Pelayanan
Syariah Radin Intan (murtahin) dengan menerima pinjaman (marhun bih) dalam
jangka waktu pengembalian maksimal 4 bulan atau 120 hari. Akad rahn tersebut
disertai dengan akad jasa sewa tempat penitipan dan penyimpanan barang jaminan
(ijarah) dengan penetapan periode (jumlah hari) penitipan per 10 hari. Hubungan
hukum dalam gadai syariah (rahn) adalah adanya keterikatan hak dan kewajiban
yang saling timbal balik antara PT Pegadaian (Persero) Kantor Cabang Pelayanan
Syariah Radin Intan Bandar Lampung (murtahin) dengan nasabah (rahin).
Kewajiban murtahin adalah memberikan ganti rugi apabila marhun mengalami
kerusakan atau kehilangan yang tidak disebabkan oleh suatu bencana alam
ii
Ahmad Ridho Syihab
(force majure). Hak murtahin adalah melaksanakan gadai ulang kepada rahin
yang sudah masuk jatuh tempo tetapi tidak melakukan pelunasan dan
melaksanakan penjualan marhun melalui lelang apabila rahin melakukan
pelunasan setelah jatuh tempo dan setelah dilakukan gadai ulang. Kewajiban
Rahin adalah tunduk pada ketentuan SBR, menyerahkan marhun, membayar
pelunasan uang pinjaman ditambah biaya jasa penitipan, membayar kekurangan
penjualan atau pelelangan marhun. Hak Rahin adalah menerima ganti rugi apabila
marhun yang berada dalam penguasaan murtahin mengalami kerusakan atau
kehilangan, melakukan perpanjangan akad, gadai ulang, mengangsur uang
pinjaman dan mengambil kelebihan atas penjualan atau pelelangan marhun. Penyelesaian perselisihan apabila terjadi sengketa gadai syariah (rahn) pada PT
Pegadaian (Persero) Kantor Cabang Pelayanan Syariah Radin Intan Bandar
Lampung dalam hal terjadi kerusakan atau kehilangan marhun adalah melakukan
penggantian atau perbaikan atas marhun yang rusak atau hilang. Penyelesaian
perselisihan oleh murtahin dalam hal rahin tidak dapat melunasi hutang pada saat
jatuh tempo adalah dengan cara memberitahukan kepada rahin dan melakukan
lelang/eksekusi marhun sebagaimana diatur dalam Fatwa DSN 25/DSN- MUI/III/2002 tentang Rahn.
Kata Kunci: Implementasi, Gadai Syariah (Rahn), PT Pegadaian1412011022 AHMAD RIDHO SYIHAB-2022-04-16T02:07:13Z2022-04-16T02:07:13Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58210This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582102022-04-16T02:07:13ZPELAKSANAAN BEDAH PLASTIK ESTETIKA MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG
KESEHATANBedah plastik salah satu ilmu pengetahuan yang sedang berkembang pesat dalam
ilmu kedokteran. Bedah plastik dibagi menjadi dua jenis yaitu rekonstruksi dan
estetika. Perkembangan bedah plastik estetika di Indonesia semakin marak,
terutama di kalangan wanita. Undang-undang yang ada saat ini belum mengatur
secara khusus mengenai bedah plastik estetika. Skripsi ini bertujuan untuk
mengetahui dasar pengaturan dalam melakukan bedah plastik estetika, syarat dan
ketentuan bedah plastik estetika, dan tanggung jawab serta bentuk ganti kerugian
dari dokter apabila terjadi kegagalan pada bedah plastik estetika.
Jenis penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif empiris. Tipe
penelitian deskriptif analitis. Penelitian dilakukan dengan menggunakan
pendekatan normatif dan pendekatan empiris. Metode pengumpulan data dilakukan
dengan menggunakan studi kepustakaan dan studi lapangan. Data yang terkumpul
kemudian diolah dan dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa dasar pengaturan yang
digunakan saat ini dalam melaksanakan bedah plastik estetika adalah kesepakatan
tindakan kedokteran yang menghasilkan suatu perjanjian penyembuhan atau
transaksi terapeutik. Syarat dan ketentuan dalam melaksanakan bedah plastik
estetika antara lain yaitu tenaga medis yang melakukan wajib seorang dokter
spesialis bedah plastik estetika dan pasien harus melakukan konsultasi sebelum
melaksanakan bedah plastik estetika. Bentuk tanggung jawab dan ganti kerugian
yang diberikan dokter pada pasien apabila terjadi kegagalan dalam bedah plastik
estetika adalah sesuai dengan bagaimana yang sudah disepakati dalam informed
consent yang telah dilakukan sebelum tindakan medis. Umumnya berupa tindakan
medis perbaikan dan penyembuhan bagian tubuh atau wajah yang dibedah
Kata Kunci: Estetika, Kesehatan, Pelaksanaan.
Plastic surgery is one of the rapidly developing sciences in medicine. Plastic surgery
is divided into two types namely reconstruction and aesthetics. The development of
aesthetic plastic surgery in Indonesia is increasingly prevalent, especially among
women. The current law does not specifically regulate aesthetic plastic surgery.
This thesis aims to determine the basic settings in performing aesthetic plastic
surgery, the terms and conditions of aesthetic plastic surgery, and the
responsibilities and forms of compensation from doctors in the event of a failure in
aesthetic plastic surgery.
This type of research uses empirical normative legal research. Type of analytical
descriptive research. The study was conducted using a normative approach and an
empirical approach. The method of data collection is done by using library studies
and field studies. The collected data is then processed and analyzed qualitatively.
The results of the study and discussion show that the basis of the arrangements used
today in carrying out aesthetic plastic surgery is an agreement that results in a
healing agreement or therapeutic transaction which is then written down in
informed consent. The terms and conditions in carrying out aesthetic plastic surgery
include among others medical staff who perform mandatory aesthetic plastic
surgery specialist doctors and patients must consult before carrying out aesthetic
plastic surgery. The responsibility and compensation provided by the doctor in the
event of a failure in aesthetic plastic surgery is a medical procedure that has been
agreed together in informed consent.
Keywords: Aesthetics, Health, Implementation.
ii1512011114 Manawa Salwa Fadilla-2022-04-16T02:07:11Z2022-04-16T02:07:11Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58207This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582072022-04-16T02:07:11ZPENYELESAIAN SENGKETA HAK ATAS TANAH MELALUI MEDIASI
DI KANTOR BADAN PERTANAHAN NASIONAL
KOTA BANDAR LAMPUNGTanah merupakan bagian penting bagi kehidupan masyarakat. Kebutuhan lahan
untuk pembangunan yang terus meningkat permintaanya dan semakin
berkurangnya ketersediaan lahan membuat banyak terjadinya permasalahan
pertanahan yang muncul. Dalam penyelesaian sengketa pertanahan biasanya
hanya ada proses litigasi. Kini dengan adanya Peraturan Menteri Agraria Nomor
11 tahun 2016 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan, maka penyelesaian
sengketa dapat dilakukan dengan cara non litigasi (mediasi). Berdasarkan uraian
tersebut di atas, maka penulis ingin meneliti lebih lanjut mengenai permasalahan
prosedur penyelesaian sengketa hak atas tanah melalui mediasi di Kantor Badan
Pertanahan Nasional kota Bandar Lampung dan tingkat keberhasilan
penyelesaian sengketa hak atas tanah melalui mediasi di kantor Badan Pertanahan
Nasional kota Bandar lampung.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah hukum normatif
empiris. meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar untuk
diteliti dengan cara mengadakan penelusuran terhadap peraturan-peraturan dan
literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang di teliti pada
penelitian ini.
Hasil prosedur penyelesaian sengketa hak atas tanah yang dilakukan di Kantor
Pertanahan Kota Bandar Lampung dilakukan sesuai dengan Juknis
Nomor.05/Juknis/D.V/2007 tentang Mekanisme Pelaksanaan Mediasi dan
Peraturan Menteri Agraria Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Kasus
Pertanahan. Tingkat keberhasilan mediasi di Kantor Pertanahan Kota Bandar
Lampung dikatakan tidak berhasil hal ini berdasarkan data dari kantor yang
menunjukkan tahun 2016 – 2018 ada 14 kasus tidak ada yang terselesaikan.
Mediator harus meningkatkan kemampuannya dalam berkomunikasi kepada para
pihak, karena dengan kemampuan berbicara sangat menentukan keberhasilan pada
saat proses negosiasi antar pihak.
Kata Kunci: Sengketa, Mediasi, Kantor Badan Pertanahan Nasional.
1542011015 TOMMY IS YUDISTIRO-2022-04-16T02:07:10Z2022-04-16T02:07:10Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58201This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582012022-04-16T02:07:10ZTANGGUNG JAWAB MAKELAR DALAM TRANSAKSI JUAL BELI
SEPEDA MOTOR
(Studi pada Pedagang Sepeda Motor Bekas di Bandar Lampung)Salah satu bentuk efisiensi yang umum dilakukan oleh pelaku usaha adalah
dengan menekan atau bahkan menghapus biaya pemasaran. Dalam mengakomodir
kebutuhan efisiensi ini, maka pihak manajemen perusahaan yang bergerak di
bidang jual beli motor menggunakan jasa pihak ketiga yang sering disebut sebagai
makelar. Namun demikian, realita yang terjadi di lapangan, khususnya pernah
terjadi di kota Bandar Lampung sering ditemui permasalahan yang berkaitan
dengan pihak ketiga yang disebut dengan makelar dalam melakukan transaksi
jual beli sepda motor. Kasus yang pernah terjadi yaitu pembeli meminta
pertanggungjawaban kepada makelar dan menuntut untuk membatalkan
pembelian atas sepeda motor yang ternyata memiliki cacat tersembunyi.
Selanjutnya makelar melaporkan hal tersebut kepada pedagang, namun pedagang
tidak mau membatalkan transaksi tersebut dan melimpahkan semua komplain
pembeli kepada makelar dengan alasan transaksi tersebut dilakukan oleh makelar
atas kuasa yang diberikan kepadanya.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif-empiris dengan
tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan
normatif-terapan. Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari
bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Pengumpulan data dilakukan dengan
studi pustaka dan studi dokumen. Pengolahan data dilakukan dengan cara seleksi
data, klasifikasi data dan sistematisasi data. Analisis data menggunakan analisis
kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa makelar mempunyai hubungan yang tidak
tetap dengan penjual atau pembeli dalam melakukan perbuatannya. Makelar tidak
hanya bertanggung jawab atas segala perbuatan yang dilakukan dengan sengaja
akan tetapi juga bertanggung jawab atas kelalaian yang dilakukan dalam
menjalankan kuasanya. Tanggung jawab makelar sebagai penerima kuasa adalah
tanggung jawab atas kesengajaan dan kelalaian dalam menjalankan kuasanya.
Bentuk penyelesaian apabila terjadi perselisihan antar para pihak dalam
prakteknya lebih kepada cara-cara kekeluargaan melalui pendekatan musyawarah
untuk mencari suatu kesepakatan.
Kata Kunci : Makelar, Jual Beli Sepeda Motor, Kuasa Jual.
One form of efficiency that is commonly done by business actors is by pressing or
even removing marketing costs. In accommodating these efficiency requirements,
the management of a company engaged in buying and selling motorbikes uses
third party services, often referred to as brokers. However, the reality that has
occurred in the field, especially in the city of Bandar Lampung, has often
encountered problems related to third parties called brokers in buying and selling
transactions on motorcycles. The case that happened was that the buyer
demanded accountability from the broker and demanded to cancel the purchase of
a motorcycle which turned out to have a hidden defect. The broker then reports
the matter to the trader, but the trader does not want to cancel the transaction and
delegates all buyer complaints to the broker on the grounds that the transaction
was carried out by the broker for the power granted to him.
The type of research used is normative-empirical legal research with descriptive
research type. The problem approach used is the normative-applied approach.
The data used is secondary data consisting of primary, secondary and tertiary
legal materials. Data collection is done by literature study and document study.
Data processing is done by means of data selection, data classification and
systematization of data. Data analysis using qualitative analysis.
The results of the study show that brokers have an irregular relationship with the
seller or buyer in carrying out their actions. The broker is not only responsible for
any actions done intentionally but is also responsible for negligence committed in
exercising his power. The responsibility of the broker as the recipient of the power
of attorney is the responsibility for deliberation and negligence in exercising his
power. The form of settlement in the event of a dispute between the parties in
practice is more of a family manner through a deliberation approach to seek an
agreement.
Keywords: Broker, Motorcycle Sale and Purchase, Selling Power.1542011126 Deni Kurniawan-2022-04-16T02:07:04Z2022-04-16T02:07:04Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58198This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/581982022-04-16T02:07:04ZPELAKSANAAN PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA UNIVERSITAS
BANDAR LAMPUNG (UBL) DAN PT.PLN (PERSERO) DISTRIBUSI
LAMPUNG
(Studi Pada Program Pengelolaan Rumah Kreatif BUMN (RKB) Bandar
Lampung No. 1009/U/UBL/XI/2017)Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bersama perusahaan milik
negara membangun Rumah Kreatif BUMN sebagai rumah bersama untuk
membina para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi
UMKM Indonesia yang berkualitas. Untuk Kota Bandar Lampung kementerian
BUMN menunjuk PT. PLN (Persero) Distribusi Lampung sebagai pengelola
program Rumah Kreatif BUMN (RKB) yang kemudian diberi nama Rumah
Kreatif BUMN (RKB) Bandar Lampung. Selanjutnya PT. PLN (Persero)
Distribusi Lampung bekerjasama dengan Universitas Bandar Lampung (UBL)
untuk membantu pengelolaan program Rumah Kreatif BUMN (RKB) Bandar
Lampung, berdasarkan surat perjanjian kerjasama dengan nomor perjanjian pihak
pertama 0993.PJ/STH.02.03/Dist-Lampung/2017, dan nomor perjanjian pihak
kedua 1009/U/UBL/XI/2017. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu tentang
pelaksanaan perjanjian kerjasama antara Universitas Bandar Lampung (UBL) dan
PT.PLN (Persero) Distribusi Lampung, kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan
perjanjian kerjasama antara Universitas Bandar Lampung (UBL) dan PT. PLN
(Persero) Distribusi Lampung, dan penyelesaian sengketa jika terjadi wanprestasi
dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama antara Universitas Bandar Lampung
(UBL) dan PT. PLN (Persero) Distribusi Lampung.
Jenis penelitian yang digunakan adalah hukum normatif terapan, dengan tipe
penelitian deskriptif dan pendekatan normatif terapan. Pengumpulan data
dilakukan melalui studi kepustakaan, studi dokumen, dan wawancara.
Pengelolaan data dilakukan dengan tahapan pemeriksaan data, seleksi data,
klasifikasi data dan sistematika data yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan: pada perjanjian kerjasama antara Universitas
Bandar Lampung (UBL) dan PT. PLN (Persero) Distribusi Lampung, telah
terpenuhinya syarat-syarat sah perjanjian baik syarat subjektif maupun syarat
objektif nya, sesuai dengan Pasal 1320 KUH Perdata, dan terpenuhinya hak dan
kewajiban para pihak, sesuai dengan Pasal 3 dokumen perjanjian kerjasama antara
ii
Rezka Maya Putri
Universitas Bandar Lampung (UBL) dan PT. PLN (Persero) Distribusi Lampung
tentang hak dan kewajiban para pihak. Kendala yang dihadapi di dalam
pelaksanaan perjanjian kerjasama yaitu kurang berminatnya para pelaku UMKM
di Bandar Lampung untuk mengikuti berbagai kegiatan yang diadakan oleh
pengelola RKB Bandar Lampung. Jika selanjutnya terjadi pelanggaran yang
menyebabkan wanprestasi akibat perjanjian tersebut, maka dapat diselesaikan
dengan cara musyawarah, namun jika hal tersebut tidak berhasil, maka
selanjutnya akan diadili melalui Pengadilan Negeri Tanjung Karang.
Kata Kunci: Perjanjian Kerjasama, Pelaksanaan Perjanjian, Pengelolaan
Rumah Kreatif BUMN (RKB).1512011324 Rezka Maya Putri-2022-04-16T02:06:54Z2022-04-16T02:06:54Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58246This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582462022-04-16T02:06:54ZANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN
PENCULIKAN OLEH TENAGA PENDIDIK
DI LAMPUNG SELATANTindak pidana penculikan terhadap anak merupakan perbuatan yang tidak
sewajarnya dilakukan oleh seorang pendidik. Apalagi sekolah merupakan institusi
pendidikan yang sangat diperlukan untuk tumbuh kembang anak di masa yang
akan datang, setiap anak yang menjadi korban penculikan biasanya akan
mengalami dampak buruk terhadap perkembangan kejiwaannya seperti kasus
yang terjadi di Lampung Selatan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah
bagaimanakah perlindungan hukum terhadap anak korban penculikan oleh tenaga
pendidik? Apakah faktor penghambat perlindungan hukum terhadap anak korban
penculikan oleh tenaga pendidik?
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber dan jenis data terdiri dari data
primer dan data sekunder. Prosedur pengumpulan data diperoleh dengan cara studi
kepustakaan dan studi lapangan yang dilakukan dengan wawancara secara
langsung dengan responden. Setelah data terkumpul kemudian dianalisis secara
kualitatif yang kemudian di ambil sebuah kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di peroleh kesimpulan bahwa
perlindungan hukum terhadap anak korban penculikan oleh tenaga pendidik di
Lampung Selatan yakni dengan cara menempatkan anak korban penculikan oleh
tenaga pendidik di rumah aman Polrest Lampung Selatan dan dilakukan
rehabilitasi lalu di kembalikan kepada orangtua nya. Perlindungan anak korban
penculikan juga dilakukan melalui Perlindungan Anak Terpadu Berbasis
Masyarakat (PATBM), mensosialisasikan hak anak, melalui Lembaga Advokasi
Anak, dan Kepolisian sebagai upaya penanggulangan dan pencegahan faktor�faktor yang menjadi penyebab seseorang melakukan tindak pidana penculikan
terhadap anak adalah faktor adanya perilaku menyimpang (dendam), yang tepat
karena kurangnya ketaatan dalam menjalankan perintah agama, kurangnya
pemahaman tentang nilai-nilai akidah dari dalam diri pelaku, serta rendahnya
tingkat pendidikan dan pengetahuan dari dalam diri pelaku. Faktor penghambat
perlindungan hukum terhadap anak korban penculikan oleh tenaga pendidik yaitu
kurannya kesadaran hukum masyarakat dan buruknya budaya hukum dalam
masyarakat hal ini dapat dilihat dari tindakan masyarakat yang tidak koopratif
terhadap penyidik dan kurangnya ketaatan hukum.
Andi Setiawan
Perlindungan hukum yang bersifat represif (pemberantasan) dan preventif
(pencegahan) hal ini melibatkan para aparat penegak hukum yakni Kepolisian,
Lembaga Perlindungan Anak, Kejaksaan dan Pengadilan.
Saran penelitian ini adalah untuk Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak,
kedepannya perlu mengitensifkan bagi penyuluhan dan sosialisasi oleh aparat
penegak hukum maupun pemerintah kedesa-desa, supaya dapat menambah
pemahaman warga masyarakat akan dampak dari melakukan suatu tindak pidana.
Kepolisian Resort Lampung Selatan kedepannya perlu meningkatkan kualitas dan
kuantitas sumber daya manusianya agar terlaksananya program pencegahan dan
penanggulangan yang terarah dan terpadu untuk penanganan kasus-kasus pidana
khususnya kasus penculikan terhadap anak.
Kata kunci: Perlindungan Hukum, Anak, Korban Penculikan
1512011002 ANDI SETIAWAN-2022-04-16T02:06:51Z2022-04-16T02:06:51Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58243This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582432022-04-16T02:06:51ZPERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DALAM
KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MENIMBULKAN KORBAN Asas Vicarious Liability atau asas pertanggungjawaban pengganti merupakan
pertanggungjawaban pidana yang dibebankan kepada seseorang atas perbuatan dan
kesalahan orang lain. Di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 315 Ayat (1) yang menyatakan dalam hal tindak
pidana yang dilakukan oleh perusahaan angkutan umum, pertanggungjawaban pidana
dikenakan terhadap perusahaan dan/atau pengurusnya. Namun, walaupun
pertanggungjawaban pidana perusahaan angkutan umum sudah diatur dalam
ketentuan pidana, dalam kasus kecelakaan lalu lintas yang melibatkan angkutan
umum, para penegak hukum masih saja menempatkan pengemudi kendaraan sebagai
subyek tidak pidana yang harus bertanggungjawab secara pidana. Maka perlu
dilakukan penelitian dengan permasalahan: Bagaimanakah pertanggungjawaban
korporasi dalam kecelakaan lalu lintas yang menimbulkan korban berdasarkan asas
vicarious liability. Apa faktor penghambat penerapan asas vicarious liability
terhadap korporasi dalam kecelakaan lalu lintas yang menimbulkan korban.
Pendekatan masalah dalam skripsi ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis
empiris. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah data primer dan data
sekunder. Penentuan narasumber dilakukan dengan wawancara dengan responden.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan.
Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penulis menyimpulkan bahwa
Korporasi dapat diminta pertanggunggjawaban pidananya berdasarkan asas
vicarious liability dalam tindak pidana umum, apabila terlebih dahulu dapat
dibuktikan adanya hubungan subordinasi antara pemberi kerja atau pemberi kuasa
dengan individu yang melakukan tindak pidana. Tindak pidana yang dimaksud
dalam hal ini adalah tidak termasuk tindak pidana terhadap kesusilaan seperti
perzinahan, dan tindak pidana tersebut dilakukan dalam ruang lingkup
perkerjaannya. Selain itu, tindak pidana tersebut dilakukan dengan niat (bukan satu�satunya niat) untuk memberikan keuntungan bagi korporasi baik dalam bentuk
berupa keuntungan finansial ataupun bukan misalnya pemulihan nama baik
korporasi.
Agil Ratna Dila
Faktor penghambat penerapan asas vicarious liability terhadap korporasi dalam
kecelakaan lalu lintas yang menimbulkan korban adalah undang-undang yang belum
secara jelas dan tidak membatasi secara ketat dalam hal apa dan perbuatan yang
bagaimana pertanggungjawaban pidananya. Dan belum pernah ada perusahaan
angkutan umum yang dijadikan sebagai subjek hukum yang dapat dipidana.
Saran dalam penelitian ini adalah Perlu dilakukannya penyempurnaan dan perbaikan
terhadap Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan mengenai ketentuan-ketentuan yang tidak jelas, berkaitan dengan
pertanggungjawaban pidana perusahaan angkutan umum atau korporasi Perlu
perumusan pasal yang lebih jelas dan terperinci kapan dan perbuatan yang
bagaimanakah yang dapat dipertanggungjawabkan kepada Perusahaan angkutan
umum ataupun korporasi. Dan diperlukan adanya pengetahuan lebih mengenai asas
pertanggungjawaban korporasi khususnya asas vicarious liability.
Kata Kunci: Korporasi, Kecelakaan Lalu Lintas, Asas Vicarious Liability
1512011197 Agil Ratna Dila-2022-04-16T02:06:12Z2022-04-16T02:06:12Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58244This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582442022-04-16T02:06:12ZHUBUNGAN KOORDINASI ANTARA BHABINKAMTIBMAS
DENGAN APARATUR DESA DALAM PERKARA
TINDAK PIDANA PENCURIAN MELALUI
MEDIASI PENALKonsep dalam sistem peradilan pidana, tidak dikenal dengan mediasi, namun saat
ini berkembang mediasi penal dengan dikaji di tataran regulasi dibawah undang�undang yang bersifat parsial dan terbatas sifatnya maka mediasi penal di atur
dalam Surat Kapolri No. Pol: B/3022/XII/2009/SDEOPS tanggal 14 Desember
2009 tentang Penanganan Kasus Melalui Alternative Dispute Resolution (ADR)
serta Peraturan Kepala Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7
Tahun 2008 Tentang Pedoman Dasar Strategi dan Implementasi Pemolisian
Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri. masyarakat yang terkena ruang
lingkup pengaturan Rembuk Pekon di Marga Tiga masih memiliki kepercayaan
dari pihak yang tingkatannya lebih tinggi dari masyarakat dan nilai-nilai yang
terkandung dari penyelesaian perkara tindak pidana yang dilakukan melalui
mediasi penal tersebut. Hal ini memberikan tempat untuk aparatur desan dan
Bhabinkamtibmas untuk terus melakukan pembinaan, arahan dan keamanan di
kalangan masyarakat Marga Tiga.
Pendekatan masalah dalam skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis normatif
dan yuridis empiris. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah data primer
dan data sekunder. Penentuan narasumber dilakukan dengan wawancara dengan
respoden. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi
lapangan. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan bahwa model mediasi penal melalui
Rembuk Pekon dalam penyelesaian kasus pencurian terdiri dari beberapa tahapan,
yakni persiapan tempat mediasi dan pembahasan dari pihak aparatur desan dan
Bhabinkamtibmas. Kedua, tahap mengumpulkan para pihak. Ketiga, tahap
penjelasan mengenai sanksi dan hukum. Keempat, tahap musyawarah antara
pelaku dan korban yang di dampingin dan di mediatori dengan aparatur desa dan
Bhabinkamtibmas. Kelima, tahap perdamaian dan pembuatan perjanjian di atas
Agnessia Kurnia Puspa Herwoko
materai. Sedangkan hubungan antara Bhabinkamtibmas sudah terjalin dengan
sangat baik sampai tingkat desa. Terlebih dalam perkara tindak pidana pencurian
dalam mediasi penal. Namun tidak semua tindak pidana dapat diselesaikan
melalui hubungan koordinasi antara Bhabinkamtibmas dan aparatur desa
setempat.
Saran dalam penelitian ini adalah kerjasama antara kepolisian dan aparatur dalam
penyidikan tindak pidana pencurian sebaiknya ditingkatkan lagi, agar dalam
menguak kasus-kasus lainnya dapat berjalan dengan baik dan sesuai prosedur
serta dapat ditingkatkan pembinaan terhadap masyarakat pentingnya mengetahui
hukum dan kepada Bhabinkamtibmas agar lebih melakukan penyidikan secara
intens kepada pelaku-pelaku tindak pidana. Perlunya kualitas penyidik polisi yang
berkaitan dengan penyidikan tindak pidana pencurian agar proses penyidikan
dapat berjalan lancar dan sesuai prosedur.
Kata Kunci: Koordinasi, Bhabinkamtibmas, Aparatur Desa, Pencurian,
Mediasi Penal.
1512011058 Agnessia Kurnia Puspa Herwoko-2022-04-16T02:06:10Z2022-04-16T02:06:10Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58241This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582412022-04-16T02:06:10ZANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP PENIPUAN OLEH
NARAPIDANA MELALUI FACEBOOK
(Studi Pada Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Rajabasa Bandar Lampung)
Manfaat teknologi informasi dan komunikasi selain memberikan dampak positif juga disadari
memberi peluang untuk dijadikan sarana melakukan kejahatan baru (cyber crime). Kejahatan
bukan hanya terjadi pada kehidupan didunia nyata saja namun kejahatan saat ini sudah
menyebar ke jaringan intenet. Dengan adanya media sosial pelaku kejahatan memanfaatkan
kejahatan penipuan melalui media sosial facebook. Dengan adanya media sosial facebook
kejahatan didunia maya bukan hanya dilakukan oleh pelaku diluar Lembaga Pemasyarakatan
tetapi dapat juga dilakukan oleh Narapidana yang sedang menjalankan hukuman dibalik jeruji
besi sehingga dapat meraup keuntungan. Untuk mengetahui aspek kriminologi sari kejahatan
tersebut, maka penulis melakukan penelitian dengan permasalah: Apakah faktor penyebab
terjadinya penipuan yang dilakukan oleh narapidana melalui facebook? Bagaimanakah upaya
penanggulangan terhadap penipuan oleh narapidana melalui facebook?.
Pendekatan masalah dalam skripsi ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis
empiris. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.
Penentuan narasumber dilakukan dengan wawancara dengan responden.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, bahwa faktor penyebab terjadinya penipuan
yang dilakukan oleh narapidana melalui facebook ada dua, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Adapun upaya penanggulangan terhadap penipuan oleh narapidana melalui
facebook pada Lapas adalah dengan cara preventif.
Saran dalam penelitian ini adalah: Kepada Lembaga Pemasyarakatan yang ada di Indonesia
agar meningkatkan kualitas lapas dengan mengkontruksikan sarana dan prasarana yang ada
baik dari SDM maupun fasilitas lapasnya. Kepada Menteri Hukum dan Ham agar
meningkatkan anggaran kepada Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), yang khusus digunkan
untuk meningkatkan kualitas lapas baik dari sisi infrastruktur dan SDM nya.
Kata Kunci: Penipuan, Narapidana, Facebook.
1412011442 YOGI HANDIKA-2022-04-16T02:06:08Z2022-04-16T02:06:08Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58240This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582402022-04-16T02:06:08ZKEBIJAKAN KEPOLISIAN DALAM PENERAPAN DISKRESI PADA
TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
(Studi Kasus di Polresta Bandar Lampung)Domestic violence is actually nothing new. Moreover, the issue of domestic
violence (domestic violence) also concerns human rights issues. The existence
of domestic violence (domestic violence) can be caused by the lack of
appreciation in fulfilling basic human rights, including the same rights and
obligations in the law. Acts of domestic violence committed by a husband
against his wife or vice versa are often considered as common things in a
family. The focus of the study in this scientific paper is related to police policy
in applying discretion to criminal acts of violence in households in Bandar
Lampung as well as inhibiting factors in the application of discretion by the
police to criminal acts of domestic violence in Bandar Lampung.
The research method in scientific writing is a normative juridical approach,
namely the approach taken by examining the rules or norms, the rules relating
to the problem to be discussed.
The results of this study provide an answer that the police policy in law
enforcement against discretion in domestic violence at Bandar Lampung Police
is because it is based on situations and conditions that are felt as a need to
make a policy that is morally and legally responsible, while the obstacles that
arise in police policy in enforcement the law on discretion on domestic
violence in Bandar Lampung police is a factor regarding investigator
knowledge due to lack of education to prospective investigators so that
investigators have not been maximized in carrying out discretion against
criminal acts, legal factors that show how law enforcement in Indonesia seems
to lose its ability to achieve balance Among the three legal objectives that
attract each other, namely legal certainty, justice, and benefits, in addition to
the obstacles that arise in the police policy in law enforcement against
discretion in domestic violence in the Polrest a Bandar Lampung is a factor
regarding investigator's knowledge due to lack of maximum education for
prospective investigators so that investigators have not been maximized in
carrying out discretion against criminal acts, legal factors that show how
conditions in law enforcement in Indonesia seem to lose their ability to achieve
a balance between three interrelated legal objectives attraction is legal
certainty, justice, and benefit, as a result of only being guided by formal
legality, and the lack of participation of the parties in assisting the police to
process cases.
The suggestion from this research is for the police who are authorized to use
discretionary policies on domestic violence, should implement different
treatments by taking other actions based on law to be alternatives that can be
used by investigator, because the legal problems faced by investigators in the
community are different and varied in style and model, besides the substance
of the Invitation is now not explicitly and in detail regulating it, therefore the
government should give a serious response in making a good basis for
regulation. and firmly for discretionary actions which include the validity of
investigative duties, qualification of case forms that can be carried out
discretion as well as the consequences of discretionary investigative actions so
that legal umbrella is more legal and does not conflict with the law. Special
regulatory arrangements for investigator discretionary actions to be used as a
basis and consideration in taking subjective policies from investigators as
public officials of the country concerned for the smooth functioning of their
duties, so that the investigator's discretionary actions can be legitimate and
legally strong. And the community is expected to understand that the
discretionary authority is indeed given by the law to the police within the scope
of its duties, but within the boundaries determined by law, so that does not
mean that the police who do discretion are police who do not enforce the law
and are against the law
Keywords: Police, Discretion, Domestic Violence.
Kekerasan dalam rumah tangga sebenarnya bukan hal yang baru. Terlebih lagi
persoalan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) menyangkut juga persoalan
hak asasi manusia. Adanya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dapat
disebabkan tidak adanya penghargaan dalam memenuhi hak-hak dasar
manusia, diantaranya hak dan kewajiban yang sama di dalam hukum. Tindak
kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh seorang suami terhadap
istrinya atau sebaliknya sering dianggap sebagai hal yang biasa terjadi dalam
sebuah keluarga. Fokus kajian dalam tulisan ilmiah ini terkait kebijakan
kepolisian dalam penerapan diskresi pada tindak pidana kekerasan dalam
rumah tangga di Bandar Lampung serta faktor penghambat dalam penerapan
diskresi oleh kepolisian terhadap tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga
di Bandar Lampung. Metode penelitian dalam tulisan ilmiah ini dengan pendekatan yuridis normatif
yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah kaidah-kaidah atau
norma-norma, aturan-aturan yang berhubungan dengan masalah yang akan
dibahas. Hasil penelitian ini memberikan jawaban bahwa kebijakan kepolisian dalam
penegakan hukum terhadap diskresi pada KDRT di Polresta Bandar Lampung
adalah karena berdasarkan situasi dan kondisi yang dirasakan sebagai sesuatu
kebutuhan untuk membuat suatu kebijakan yang bertanggungjawab secara
moral dan hukum, sedangkan hambatan yang timbul pada kebijakan kepolisian
dalam penegakan hukum terhadap diskresi pada KDRT di Polresta Bandar
Lampung adalah faktor mengenai pengetahuan penyidik yang disebabkan
kurang maksimalnya pendidikan terhadap calon penyidik sehingga penyidik
belum maksimal dalam melaksanakan diskresi terhadap tindak pidana, faktor
Hukum yang menunjukkan bagaimana kondisi penegakan hukum di Indonesia
yang seakan kehilangan kemampuannya untuk mencapai keseimbangan antara
tiga tujuan hukum yang saling tarik menarik yaitu kepastian hukum, keadilan,
dan kemanfaatan, selain itu hambatan yang timbul pada kebijakan kepolisian
dalam penegakan hukum terhadap diskresi pada KDRT di Polresta Bandar
Lampung adalah faktor mengenai pengetahuan penyidik yang disebabkan
kurang maksimalnya pendidikan terhadap calon penyidik sehingga penyidik
belum maksimal dalam melaksanakan diskresi terhadap tindak pidana, faktor
Hukum yang menunjukkan bagaimana kondisi penegakan hukum di Indonesia
yang seakan kehilangan kemampuannya untuk mencapai keseimbangan antara
tiga tujuan hukum yang saling tarik menarik yaitu kepastian hukum, keadilan,
dan kemanfaatan, akibat hanya berpedoman kepada sisi legalitas formal
semata, dan kurangnya partisipasi para pihak dalam membantu aparat
kepolisian untuk memproses suatu perkara.
Saran dari penelitian ini adalah kepada pihak kepolisian yang berwenang
menggunakan kebijakan diskresi terhadap KDRT, hendaknya untuk
mengimplementasikan penanganan yang berbeda-beda dengan melakukan
tindakan lain berdasarkan hukum menjadi alternatif yang dapat digunakan oleh
penyidik, karena permasalahan hukum yang dihadapi penyidik di masyarakat
berbeda-beda dan beraneka ragam corak dan modelnya, selain itu subtansi
perUndang-Undangan sekarang belum secara tegas dan detail mengaturnya,
maka dari itu hendaknya pemerintah memberikan suatu tanggapan yang serius
dalam membuat dasar peraturan yang baik serta tegas bagi tindakan diskresi
yang meliputi ruang berlaku tugas penyidikan, kualifikasi bentuk perkara yang
dapat dilakukan diskresi serta bentuk konsekuensi dari tindakan diskresi
penyidik supaya lebih dapat payung hukum yang sah dan tidak bertentangan
dengan hukum. Kepengaturan peraturan yang khusus bagi tindakan diskresi
penyidik untuk dijadikan landasan serta pertimbangan dalam mengambil
kebijakan subyektif dari penyidik selaku pejabat publik Negara bersangkutan
demi kelancaran tugas-tugasnya, supaya tindakan diskresi penyidik tersebut
dapat sah dan kuat secara hukum. Dan kepada masyarakat diharapkan untuk
memahami bahwa kewenangan diskresi memang diberikan oleh hukum kepada
polisi didalam lingkuptugasnya,tetapi dalam batas-batas yang ditentukan
hukum, jadi bukan berarti polisiyang melakukan diskresi adalah polisi yang
tidak menegakkan hukum danmalah melawan hukum.
Kata Kunci: Kepolisian, Diskresi, Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT)1442011021 MUHAMMAD IMAN HERBARI HNT-2022-04-16T02:06:05Z2022-04-16T02:06:05Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58238This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582382022-04-16T02:06:05ZANALISIS KEBIJAKAN FORMULASI PENERAPAN PIDANA MATI PASCA
PUTUSAN HAKIMSanksi pidana sebagaimana diatur dalam pasal 10 menyebutkan jenis-jenis pidana
salah satunya adalah pidana mati. Pidana mati merupakan sanksi terberat yang masih
dilakukan di Indonesia. Pelaksanaan hukuman mati di Indonesia sudah dijelaskan
dalam UU nomor 2/PNPS/1964 akan tetapi Undang-Undang ini tidak menjelaskan
secara rinci berapa lama jarak waktu antara vonis yang dijatuhkan oleh hakim sampai
pelaksanaan pidana mati. Hal ini menjadi alasan penulis untuk membahas mengenai,
Bagaimanakah kebijakan formulasi penerapan hukuman pidana mati pasca putusan
hakim? Apakah faktor penghambat dalam kebijakan formulasi penerapan hukuman
pidana mati pasca putusan hakim?
Pendekatan masalah yaitu pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data yang
digunakan adalah data primer dan data sekunder. Sedangkan pengolahan data yang
diperbolehkan dengan cara identifikasi data, klasifikasi data, dan sistematisasi data.
Data hasil pengolahan tersebut dianalisis secara kualitatif dan penarikan kesimpulan
dilakukan dengan metode induktif.
Hasil Penelitian ini menunjukan : Kebijakan formulasi penerapan hukuman pidana
mati pasca putusan hakim memungkinkan terpidana mati untuk melakukan upaya
hukum setelah vonis dijatuhkan oleh hakim karena putusan hakim di Pengadilan
Negeri belum memiliki kekuatan hukum tetap. Faktor penghambat dalam
melaksanakan pidana mati yaitu faktor perundang-undangan ini tidak menjelaskan
kapan eksekusi mati dilaksanakan setelah putusan hakim berkekuatan hukum tetap,
faktor penegak hukum kesiapan mental eksekutor, faktor sarana dan fasilitas tentang
kesiapan tempat dimana eksekusi pidana mati akan dilaksanakan.
Muhammad Fakhrie Syah Syamsir
Saran dalam penelitian ini adalah para aparat penegak hukum dan aparat pembuat
hukum segera membuat Undang-Undang yang mengatur tentang adanya batasan
waktu eksekusi setelah putusan berkekuatan hukum tetap (In Kracht), membuat
Undang-undang yang mengatur tentang adanya batasan waktu dalam mengajukan
PK, membuat Undang-undang yang mengatur tentang adanya batasan waktu Presiden
dalam Menerima Permohonan Grasi guna memperlancar eksekusi pidana mati pada
pelaku tindak pidana narkotika sehingga memperoleh kepastian hukum yang jelas.
Dibutuhkannya pendekatan psikologis, dimana merupakan pendekatan yang sangat
penting bagi eksekutor pidana mati, agar membuat eksekutor lebih percaya diri
sehingga setelah melakukan eksekusi mati tidak merasa bersalah. Hendaknya Negara
menambah tempat eksekusi mati selain di Lembaga Pemasyarakatan Nusa
Kambangan yang sesuai dengan standar tempat pelaksanaan pidana mati. Perlunya
sosialiasi terhadap masyarakat terkait pelaksanaan eksekusi pidana mati agar
masyarakat dapat mengetahui bahwa pidana mati diperlukan.
Kata kunci : Analisis, Kebijakan Formulasi, Pidana Mati.1412011461 MUHAMMAD FAKHRIE SYAH SYAMSIR-2022-04-16T02:06:02Z2022-04-16T02:06:02Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58235This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582352022-04-16T02:06:02ZPERAN UNIT PELAYANAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM UPAYA
PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN
PERDAGANGAN ORANG
(Studi Kasus di Polresta Bandar Lampung)Tingginya kasus perdagangan manusia di Indonesia, menimbulkan keprihatinan
tersendiri. Berbagai kasus perdagangan manusia yang terjadi saat ini
menunjukkan bahwa kasus perdagangan manusia khususnya pada anak
membutuhkan perhatian yang khusus. Oleh karena itu diperlukannya suatu
perlindungan hukum kepada anak sebagai korban perdagangan orang yang dalam
skripsi ini adalah peran Unit Pelayanan Perempuan dan Anak. Permasalahan
dalam penelitian ini adalah bagaimanakah Peran Unit Pelayanan Perempuan dan
Anak dalam upaya melakukan perlindungan terhadap anak sebagai korban
perdagangan orang dan apakah yang menjadi faktor penghambat Unit Pelayanan
Perempuan dan Anak dalam upaya melakukan perlindungan terhadap anak
sebagai korban perdagangan orang?
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah secara pendekatan yuridis
normatif dan pendekatan yuridis empiris. Narasumber penelitian ini terdiri dari
Penyidik Unit PPA Kepolisian Polresta Bandar Lampung dan Dosen Bagian
Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pengumpulan data di
lakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Selanjutnya data di analisis
secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat di simpulkan bahwa Peran
Unit Pelayanan Perempuan dan Anak dalam melakukan upaya perlindungan
terhadap anak sebagai korban perdagangan orang dilakukan dengan upaya
preventif dengan cara pemetaan tindak pidana perdagangan orang, peningkatan
pendidikan masyarakat, peningkatan pengetahuan masyarakat, memberikan
jaminan aksesbilitas untuk memperoleh pendidikan, pelatihan, peningkatan
pendapatan, dan pelayanan sosial, razia atau pendataan dokumen identitas di
setiap perbatasan wilayah dan upaya represif melalui tugas-tugas penyelidikan,
penyidikan, melimpahkan berita acara pemeriksaan kepada kejaksaan untuk
selanjutnya oleh kejaksaan diajukan ke pengadilan untuk diproses melalui sidang
pidana dan memberikan perlindungan terhadap saksi dan korban. Faktor-faktor
yang menghambat Unit Pelayanan Perempuan dan Anak dalam melakukan
perlindungan terhadap anak sebagai korban perdagangan orang antara lain faktor
hukumnya sendiri, faktor penegak hukum, faktor sarana atau fasilitas, faktor
masyarakat dan faktor kebudayaan.
Saran dalam penelitian ini adalah kepada UPPA hendaknya lebih meningkatkan
perlindungan terhadap korban pedagangan orang , lebih sigap, dan lebih responsif, pemerintah untuk kedepannya dapat merevisi atau mebentuk regulasi terkait
perdagangan anak dengan lebih spesifik dan lebih terinci dengan sanksi yang
lebih tegas dan berat pula dan masyarakat hendaknya dapat meningkatkan
kesadarannya akan dampak negatif dari tindak pidana perdagangan orang dan
lebih berperan aktif dalam memberantas tindak pidana perdagangan orang
contohnya dengan melaporkan kepada Kepolisan Republik Indonesia apabila
melihat atau mengetahui adanya tindak pidana perdagangan orang.
Kata kunci : Peran, Unit Pelayanan Perempuan dan Anak, Perdagangan
Orang.1542011038 M. Dimas Abdillah-2022-04-16T02:06:01Z2022-04-16T02:06:01Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58233This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582332022-04-16T02:06:01ZANALISIS KRIMINOLOGIS KEJAHATAN PENCURIAN DENGAN
MODUS HIPNOTIS DI KOTA BANDAR LAMPUNGThe crime of theft with a hypnotic mode in the city of Bandar Lampung in the
development of science and technology has an effect on people's lives that have
positive and negative impacts. Crime is a human act that has evil nature as if
people kill, rob, steal and so forth. The problem in this thesis is What are the
causes of theft crimes committed by hypnotic mode? What efforts are made in the
context of overcoming the crime of theft with hypnotic mode?
The problem approach used in this research is to use normative and empirical
juridical problem approaches. Data collection was carried out with literature
study and field study. Data analysis was carried out qualitatively. The speakers in
this study consisted of Bandar Lampung City Police Department Investigators,
Psychologist Specialists, Criminal Law Academics, Faculty of Law, University of
Lampung.
The results of the research and discussion that the efforts of the Bandar Lampung
City Police Department in the Theft of Crimes with the Hypnotic Mode are
carried out in two ways, namely: Non-penal efforts by conducting socialization
conducted by the police and prioritizing information before a crime occurs so that
the public can know the appeal so that they can be more careful careful and
increase his vigilance against the crime of theft with a hypnotic mode, the efforts
of the penalties by optimizing the efforts of the action of crime by providing
criminal sanctions against perpetrators of theft are regulated in the Criminal
Code Act contained in Article 362 through Article 367. In the case of the
perpetrator has fulfilled all elements of criminal liability and is considered
capable of taking responsibility for his actions by looking at the elements of theft
and deterrent effect as well as gathering evidence to act legally. The causal factor
in overcoming theft crime with hypnosis mode in Bandar Lampung City is
personal factor and situational factor in uncovering the crime of theft with
hypnosis mode.
Suggestion in this research is that the Police should be able to optimize the non�penal efforts in overcoming the crime of theft with hypnosis because prevention is
better than eradication. the government is expected to be able to improve facilities
and provide police support facilities in overcoming theft crime by using hypnosis
mode by adding security equipment in the form of CCTV and the community is
expected to be able to work closely with the police so as not to impede the
investigation process
Keywords: Criminology, Theft, Hypnosis
Kejahatan pencurian dengan modus hipnotis di Kota Bandar Lampung dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan pengaruh terhadap
kehidupan masyarakat yang memberikan dampak positif dan negatif. Kejahatan
merupakan suatu perbuatan manusia yang mempunyai sifat jahat sebagaimana
bila orang membunuh, merampok, mencuri dan lain sebagainya. Permasalahan
dalam skripsi ini adalah Apakah faktor penyebab kejahatan pencurian yang
dilakukan dengan modus hipnotis? Upaya apa yang dilakukan dalam rangka
penanggulangan kejahatan pencurian dengan modus hipnotis?
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan pendekatan masalah yuridis normatif dan yuridis empiris.
Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan.
Analisis data dilakukan secara kualitatif. Narasumber pada penelitian ini terdiri
dari Penyidik Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung, Pakar Psikolog,
Akademisi Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Hasil penelitian dan pembahasan bahwa Upaya Kepolisian Resor Kota Bandar
Lampung dalam Kejahatan Pencurian Dengan Modus Hipnotis dilakukan dengan
dua cara yaitu: Upaya non penal dengan cara mengadakan sosialisasi yang
dilakukan kepolisian dan lebih mengedepankan informasi sebelum terjadi
kejahatan sehingga masyarakat dapat mengetahui himbauan tersebut agar lebih
dapat berhati-hati serta meningkatkan kewaspadaannya terhadap tindak kejahatan
pencurian dengan modus hipnotis, Upaya penal dengan mengoptimalkan upaya
penindakan kejahatan tersebut dengan pemberian sanksi pidana terhadap pelaku
tindak pidana pencurian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang
dimuat dalam Pasal 362 sampai dengan Pasal 367. Dalam kasus pelaku sudah
memenuhi semua unsur-unsur pertanggungjawaban pidana dan dianggap mampu
mempertanggung jawabkan perbuatannya dengan melihat unsur-unsur pencurian
dan berefek jera serta menghimpun bukti-bukti guna menindak secara hukum.
Faktor penyebab dalam penanggulangan kejahatan pencurian dengan modus
hipnotis di Kota Bandar Lampung adalah faktor personal dan faktor situasional
dalam mengungkap kasus kejahatan pencurian dengan modus hipnotis.
Saran dalam penelitian ini adalah Kepolisian hendaknya lebih bisa
mengoptimalkan upaya non penal dalam penanggulangan kejahatan pencurian
dengan modus hipnotis karena pencegahan lebih baik daripada pemberantasan.
pemerintah diharapkan dapat memperbaiki sarana dan memberikan fasilitas
penunjang kepolisian dalam penanggulangan kejahatan pencurian dengan modus
hipnotis dengan menambah alat pengamanan berupa CCTV serta masyarakat
diharapkan bisa bekerja sama dengan pihak kepolisian agar tidak menghambat
proses penyidikan.
Kata Kunci : Kriminologis, Pencurian, Hipnotis1512011183 Livia Sepany Megalenawati Sibatuara-2022-04-16T02:05:58Z2022-04-16T02:05:58Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58232This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582322022-04-16T02:05:58ZANALISIS YURIDIS HAK IMUNITAS PROFESI ADVOKAT DALAM
PERLINDUNGAN HAK KONASTITUSIONAL KLIENPandangan berbeda tentang arti hak imunitas dapat memicu adanya suatu
permasalahan dalam penegakan hukum. Hak imunitas merupakan hak kekebalan
seseorang dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya, bahwa ia
tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan
profesinya. Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah bagaimanakah
batas-batas hak imunitas profesi advokat dalam perlindungan hak konstitusional
klien? Dan bagaimanakah perlindungan hukum hak imunitas profesi advokat
dalam perlindungan hak konstitusional klien?.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis
empiris. Sifat, bentuk dan tujuannya merupakan penelitian deskriptif dan problem
identification, yaitu mengidentifikasi masalah yang muncul kemudian dijelaskan
berdasarkan peraturan-peraturan atau perundang-undangan yang berlaku serta
ditunjang dengan landasan teori yang berhubungan dengan penelitian. Metode
analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini secara kualitatif, dan
prosedur pengumpulan data dalam penulisan penelitian ini dengan cara studi
kepustakaan dan lapangan.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, diketahui bahwa
profesi advokat memiliki hak imunitas yang dilindungi undang-undang ketika
menjalankan tugas profesinya, namun hak imunitas tersebut tetap dibatasi oleh
kode etik serta undang-undang. Batasan yang dimaksud adalah hak imunitas akan
tetap melekat sepanjang dalam menjalankan profesinya untuk kepentingan
pembelaan klien dilaksanakan dengan itikad baik. Pengertian itikad baik sendiri
tetap merujuk penjelasan Pasal 16 UU Advokat yaitu menjalankan tugas profesi
demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk membela kepentingan
kliennya. Dengan begitu, hak imunitas advokat berlaku ketika menjalankan tugas
profesi di dalam maupun luar sidang pengadilan selama dilakukan dengan itikad
baik, tidak melanggar Kode Etik Advokat Indonesia dan tidak melanggar
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Saran yang disampaikan dalam penelitian ini adalah agar hak imunitas ini
diperjelas kembali tentang batasan-batasan apa yang dimaksud dengan itikad baik
tersebut, karena setiap aparat penegak hukum mempunyai satu persepsi atau
pandangan yang berbeda tentang arti dari itikad baik tersebut.
Kata Kunci: Hak imunitas profesi advokat, Perlindungan hak konstitusional,
Klien1542011040 KARTIKA ROSELLINI-2022-04-16T02:05:56Z2022-04-16T02:05:56Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58230This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582302022-04-16T02:05:56ZANALISIS PENYELESAIAN TINDAK PIDANA PERZINAHAN
MENURUT HUKUM ADAT BALI DI DESA WIRATA AGUNG
KECAMATAN SEPUTIH MATARAM KABUPATEN LAMPUNG
TENGAHKeberadaan Hukum Pidana Adat pada masyarakat merupakan pencerminan
kehidupan masyarakat tersebut. Permasalahan dalam penelitian ini adalah
bagaimana penyelesaian tindak pidana perzinahan menurut hukum adat Bali di
Desa Wirata Agung Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah
dan bagaimanakah kedudukan keputusan lembaga adat Bali terhadap tindak
pidana perzinahan dalam hukum positif Indonesia. Penelitian dilakukan secara yuridis empirisSumber data yang di dapat dengan
menggunakan data primer dan data sekunder. Prosedur pengumpulan data
dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan penelitian lapangan. Analisis data
dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa penyelesaian tindak pidana
perzinahan menurut hukum adat Bali di Desa Wirata Agung Kecamatan Seputih
Mataram Kabupaten Lampung Tengah adalah dengan denda emas sebesar 10
gram, denda uang dan membersihkan pura agung suci (pura desa), membersihkan
diri (melukat), mengadakan upacara pembersihan desa dan penutup malu atau
meminta maaf. Kedudukan keputusan lembaga adat Bali terhadap tindak pidana
perzinahan dalam Hukum Positif Indonesia adalah sebagai Hukum adat
merupakan salah satu sumber yang penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi
Pembangunan Hukum Nasional, yang menuju kepada unifikasi pembuatan
peraturan perundangan dengan tidak mengabaikan timbul/tumbuhnya dan
berkembangnya hukum kebiasaan dan pengadilan dalam pembinaan hukum.
Saran dalam skripsi ini yaitu kepada Lembaga Adat Desa Wirata Agung
hendaknya sanksi adat yang diberikan lebih berat lagi terhadap pelaku tindak
pidana perzinahan Agar menimbulkan efek jera bagi mereka. Kepada Lembaga
Adat kedepannya harus tegas terhadap anggotanya, agar Kepala Lembaga Adat di
Desa setempat berlaku adil kepada masyarakat.
Kata Kunci: Tindak Pidana, Perzinahan, Hukum Adat Bali1512011042 KADEK AYU GANDI-2022-04-16T02:05:54Z2022-04-16T02:05:54Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58227This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582272022-04-16T02:05:54ZUPAYA PENYIDIK KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN
PROSTITUSI BERKEDOK PANTI PIJAT TRADISIONAL
(Studi Pada Kepolisian Resor Prabumulih)Prostitusi merupakan salah satu jenis tindak pidana konvensional yang terjadi dalam
kehidupan masyarakat dan terus berkembang menjadi sebuah bisnis berpotensi
mendatangkan keuntungan bagi pelakunya. Salah satu modus yang digunakan
adalah menyalahgunakan panti pijat tradisional menjadi tempat prostitusi.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah upaya penyidik Kepolisian
Resor Prabumulih dalam penanggulangan prostitusi berkedok panti pijat tradisional
dan apakah faktor penghambat upaya penyidik Kepolisian Resor Prabumulih dalam
penanggulangan prostitusi berkedok panti pijat tradisional?
Pendekatan penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan
yuridis empiris. Narasumber penelitian ini adalah Penyidik Satreskrim Polres
Prabumulih dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data
dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa upaya penyidik dalam penanggulangan
prostitusi berkedok panti pijat tradisional dilakukan oleh Kepolisian Resor
Prabumulih melalui sarana non penal dan penal. Upaya non penal dilaksanakan
dengan melakukan patroli dan inspeksi terhadap praktik usaha panti pijat tradisional
di wilayah hukum Prabumulih. Upaya penal dilaksanakan dengan penyelidikan dan
penyidikan terhadap pemilik panti pijat tradisional yang menggunakan tempat
usahanya sebagai tempat prostitusi, yaitu upaya penyidik dalam hal dan menurut
cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti
yang dengan bukti itu membuat terang tentang prostitusi berkedok panti pijat
tradisional yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Faktor paling dominan
yang menjadi penghambat upaya penyidik Kepolisian Resor Prabumulih dalam
penanggulangan prostitusi berkedok panti pijat tradisional di Prabumulih adalah
faktor aparat penegak hukum, yaitu secara kuantitas masih terbatasnya jumlah
penyidik dan secara kualitas sumber daya manusia, masih belum optimalnya taktik
dan teknik penyidikan guna penanggulangan prostitusi berkedok panti pijat
tradisional.
Ilham Akbar
Saran dalam penelitian ini adalah aparat kepolisian disarankan untuk meningkatkan
kerja sama dengan instansi terkait dalam rangka pelaksanaan patroli dan inspeksi
terhadap berbagai lokasi panti pijat tradisional yang diduga menjadi tempat
dilakukannya prostitusi. Masyarakat yang mengetahui adanya prostitusi berkedok
panti pijat tradisional disarankan untuk segera melaporkan kepada pihak kepolisian, sehingga akan cepat untuk ditindak lanjuti oleh kepolisian.
Kata Kunci: Upaya Penyidik, Penanggulangan, Prostitusi, Panti Pijat1512011006 ILHAM AKBAR-2022-04-16T02:05:52Z2022-04-16T02:05:52Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58226This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582262022-04-16T02:05:52ZANALISIS KRIMINOLOGIS PEMALSUAN IDENTITAS DALAM
KEJAHATAN PENCABULAN ANAKPemalsuan identitas dalam kejahatan pencabulan kini bukan hanya terjadi pada
lawan jenis tetapi juga pada sesama jenis sehingga melabui korban dengan cara
memalsukan identitas tersangka sehingga dalam pemalsuan identitas tersangka
dapat berkenalan dengan korban, terjadinya pemalsuan identitas dalam kejahatan
pencabulan adalah terkait peranannya dipengaruhi oleh faktor kepribadian,
kepercayaan/iman, hubungan korban dengan pelaku, pendidikan, krisis moral di
masyarakat, teknologi dan media massa, perhatian dan pengawasan orang tua /
keluarga, perhatian masyarakat/lingkungan. Perbuatan pidana adalah perbuatan
yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi)
yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. Tindak kejahatan bisa dilakukan secara sadar yaitu difikirkan, direncanakan, dan
diarahkan pada maksud tertentu secara sadar benar. Kejahatan suatu konsepsi
yang bersifat abstrak, dimana kejahatan tidak dapat diraba dan dilihat kecuali
akibatnya saja. Dalam penulisan ini dibahas dua pokok permasalahan yaitu,
apakah faktor penyebab terjadinya pemalsuan identitas dalam kejahatan
pencabulan, dan bagaimanakah upaya penanggulangan pemalsuan identitas dalam
kejahatan pencabulan.
Pendekatan Masalah dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan yuridis
normatif dan yuridis empiris, data yang digunakan adalah data primer yang
diperoleh dengan cara wawancara kepada responden, serta data skunder melalui
studi kepustakaan. Analisis data dilakukan secara kualitatif. . Responden dalam
penelitian ini ialah orang-orang yang dapat memberikan keterangan serta pendapat
sesuai dengan fakta yang ada yaitu, Penyidik Polresta Bandar Lampung, Dosen
Bagian Pidana Fakultas Hukum Unila. Pelaku tindak pidana pemalsuan identitas
dalam kejahatan pencabulan. Analisis terhadap data yang diperoleh dilakukan
dengan cara analisis deskriptif kualitatif.
Febri Tri Santi
Hasil penelitian ini memberikan jawaban bahwa faktor penyebab terjadinya
pemalsuan identitas dalam kejahatan pencabulan adalah terkait peranannya
dipengaruhi oleh faktor kepribadian, kepercayaan/iman, hubungan korban dengan
pelaku, pendidikan, krisis moral di masyarakat, teknologi dan media massa,
perhatian dan pengawasan orang tua / keluarga, perhatian masyarakat/lingkungan.
Selain itu upaya penanggulangan pemalsuan identitas dalam kejahatan pencabulan
adalah dilakukan oleh orang tua yakni menanamkan nilai-nilai agama yang kuat
kepada anak, menanamkan nilai moral yang berlaku dalam masyarakat kepada
anak, upaya preventif yang telah dilakukan oleh pihak kepolisian yakni
mengadakan sosialisasi disekolah-sekolah seperti sekolah SMP dan SMU dan
juga melakukan penertiban di tempat-tempat yang dianggap rawan terjadi tindak
pidana melanggar norma kesusilaan, dan penjatuhan hukuman sanksi pidana yang
tepat oleh hakim sebagai upaya represif.
Saran dari penelitian ini adalah pemerintah lebih memperhatikan masalah
kesejahteraan sosial, sarana dan prasana umum bagi masyarakatnya sehingga
dapat mengurangi angka kejahatan di tengah-tengah masyarakat, lebih tegas
dalam membuat rambu-rambu hukum dan perlindungan terhadap anak maupun
korban kejahatan, mengevaluasi kinerja para penegak hukum. Penyuluhan atau
sosialisasi yang diberikan oleh para penegak hukum sebaiknya dilakukan secara
berkala dan tepat sasaran sehingga mencapai hasil yang diharapkan, memberi
pelayanan kepada masyarakat dengan lebih meningkatkan ketertiban dan
keamanan sehingga tidak terjadi kejahatan di tengah-tengah masyarakat.
Kata Kunci: Analisis Kriminologis, Pemalsuan Identitas, Pencabulan.
Falsification of identity in sexual abuse is not only happening to the opposite sex
but also to the same sex so that it misses the victim by falsifying the identity of
the suspect so that the falsification of the identity of the suspect can be identified
with the role of personality factors, trust / faith, the relationship of victims with
perpetrators, education, moral crisis in society, technology and mass media,
attention and supervision of parents / family, community / environmental
concerns. Criminal acts are acts that are prohibited by a legal rule which is
accompanied by threats (sanctions) in the form of certain crimes, for those who
violate the prohibition. Crime can be carried out consciously, that is, thought,
planned, and directed at certain intentions, which is truly right. Crime is an
abstract conception, where evil cannot be touched and seen except the
consequences. In this paper, two main issues are discussed, namely, what are the
factors that cause identity fraud in sexual abuse, and how to overcome identity
forgery in the crime of sexual abuse.
Approach Problems in this research are using normative juridical and empirical
juridical approaches, the data used are primary data obtained by means of
interviews with respondents, as well as secondary data through library studies.
Data analysis was carried out qualitatively. . Respondents in this study were
people who could provide information and opinions according to the facts,
namely, Bandar Lampung Police Investigator, Unila Law Faculty Criminal
Lecturer. The perpetrators of criminal acts of counterfeiting in crimes of sexual
abuse. Analysis of the data obtained was carried out by means of qualitative
descriptive analysis.
Febri Tri Santi
The results of this study provide answers that the factors that cause identity fraud
in sexual abuse are related to their role influenced by personality factors, trust /
faith, the relationship of victims with perpetrators, education, moral crisis in
society, technology and mass media, attention and supervision of parents /
families , community / environmental attention. In addition, efforts to counterfeit
identity in crimes of sexual abuse are carried out by parents by instilling strong
religious values on children, instilling moral values that apply in society to
children, preventive efforts that have been made by the police to conduct
socialization in schools such as Middle and high school and also controlling in
places that are considered prone to criminal acts violate the norms of decency, and
the imposition of penalties for appropriate criminal sanctions by judges as
repressive efforts.
Suggestions from this study are that the government pays more attention to social
welfare issues, public facilities and infrastructures for its people so that it can
reduce crime rates among the people, be more assertive in making legal signs and
protection for children and victims of crime, evaluating the performance of law
enforcement . Counseling or socialization provided by law enforcers should be
carried out periodically and on target so as to achieve the expected results, provide
services to the community by further improving order and security so that there is
no crime in the midst of society.
Keywords: Criminological analysis, Identity forgery, sexual abuse.1412011147 FEBRI TRI SANTI-2022-04-16T02:05:49Z2022-04-16T02:05:49Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58225This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582252022-04-16T02:05:49ZKAJIAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN GENG MOTOR
(KLITIH) DI TENGAH MALAM
(Studi di Wilayah Hukum Polresta Yogyakarta)Remaja yang sedang dalam masa pencarian identitas pada umumnya bersosialisasi
atau bergaul dengan teman-teman sebaya yang dianggap memiliki kesamaan
identitas dengan dirinya, tetapi yang disayangkan adalah adanya kenyataan para
remaja terjebak dalam lingkungan pergaulan yang salah, di antaranya menjadi
anggota geng motor (klitih) dan melakukan kejahatan. Permasalahan dalam
penelitian ini adalah: apakah faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan geng
motor (klitih) di tengah malam dan bagaimanakah upaya penanggulangan kejahatan
geng motor (klitih) di tengah malam?
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris.
Narasumber penelitian ini adalah Penyidik Polresta Yogyakarta, anggota Geng
Motor (Klitih), masyarakat di Yogyakarta dan Dosen Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Unila. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi
lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa faktor penyebab terjadinya
kejahatan geng motor (klitih) di tengah malam terdiri dari faktor internal dan
eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri pelaku,
terdiri dari adanya hubungan di dalam keluarga yang tidak harmonis dan minimnya
tingkat pendidikan remaja. Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri
pelaku, yaitu pergaulan remaja yang salah dan perkembangan media massa atau
media sosial. Upaya penanggulangan kejahatan geng motor (klitih) di tengah malam
dilakukan oleh Polresta Yogyakarta melalui sarana non penal dan penal. Upaya non
penal dilaksanakan dengan melaksanakan sosialisasi tentang keselamatan berlalu
lintas dan pelaksanaan patroli. Upaya penal dilaksanakan dengan penyelidikan dan
penyidikan, yaitu upaya penyidik Polresta Yogyakarta dalam hal dan menurut cara
yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang
dengan bukti itu membuat terang tentang kejahatan geng motor (klitih) di tengah
malam yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Saran dalam penelitian ini adalah aparat penegak hukum agar meningkatkan
sosialisasi mengenai pentingnya upaya pencegahan terjadinya kejahatan geng motor
(klitih) dan meningkatkan patroli dan masyarakat agar melaksanakan kegiatan ronda
malam dalam rangka mendukung tugas kepolisian.
Kata Kunci: Kajian Kriminologis, Kejahatan, Geng Motor (Klitih)1512011091 CINDY ARUM SEKARJATI-2022-04-16T02:05:46Z2022-04-16T02:05:46Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58224This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582242022-04-16T02:05:46ZPERSEFEKTIF PENERAPAN SANKSI PIDANA DAN SANSKI
TINDAKAN (DOUBLE TRACK SYSTEM) TERHADAP
PERNIKAHAN SEJENIS MENURUT RUU KUHPPelanggaran terhadap perkawinan sejenis dengan perkembangan zaman dan
teknologi mulai menyebar luas di daerah Indonesia yang pada saat ini sudah
menyebar dibeberapa situs internet.pernikahan sejenis awalnya tidak dicurigai
oleh para petugas pencatat akta nikah dikarenakan kedua mempelai dengan
sengaja mempalsukan salah satu identitas agas tidak terditeksi oleh petugas
pencacat akta nikah. Tindak pidana pemalsuan akta autentik dan lain-lainnya
dengan kesengajaan menggunakan akta autentik dan lain-lain yang palsu atau
dipalsukan oleh pembentuk Undang-Undang telah diatur dalam Pasal 454 ayat (1)
juncto pasal 495 ayat (1)(2) RKUHP. Sistem dua jalur (double track system) yaitu
model pemberian sanksi pidana dengan menggunakan dua macam sanksi pidana
yang terdiri dari pidana dan tindakan yang penerapannya dapat di alternatifkan
atau dikumulatifkan. namun pada kenyataannya hakim jarang menerapkan
putusan berupa double track system, karena hakim cendrung menggunakan single
track system.permasalahan dalam skripsi ini adalah: 1. Bagaimana persepektif
penerapan sanksi pidana dan sanksi tindakan (double track system) terhadap
pernikahan sejenis menurut RUU KUHP ? 2. Faktor apakah yang menjadi
penghambat dalam penerapan sanksi pidana dan sanksi tindakan (Double Track
System) terhadap pernikahan sejenis ?
Pendekatan masalah dalam skripsi ini adalah pendekatan yuridis normative dan
yuridis empiris. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah data
skunder.penentuan wawancara dengan responden. Metode pengumpulan data
dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan. Analisis data yang
digunakan adalah analisis kuantitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh kesimpulan bahwa
penerapan sanksi pidana dan sanksi tindakan (double track system). Penerapan
sanksi pidana dan sanksi tindakan (double track system) menggunakan teori
penegakan hukum yang teridiri dari tiga tahapan yaitu :1. Tahap formulasi 2.
Tahap aplikasi 3. Tahap eksekusi. Terhadap pernikahan sejenis menurut RUU
KUHP sesuai dengan Pasal 454 ayat (1) juncto Pasal 495 ayat (1)(2) RKUHP
dengan mendapatkan ancaman hukuman 9 (Sembilan) tahun penjara. Faktor
penghambat dalam penerapan sanksi pidana dan sanksi tindakan (double track
system) yang lebih dominan Faktor tersebut adalah faktor hukum (Undang-
Undang) dan faktor masyarakat karena dalam hal ini undang-undang itu sendiri
belum memiliki ketegasan terkait tindak pidana pernikahan sejenis dan
pengawasan akan kesadaran hukum dari masyarakat kurang karena ketidakpaham
masyarakat tentang pentingnya suatu identitas asli.
Saran dalam penelitian ini adalah Terhadap perkara penikahan sejenis yang terjadi
pada daerah jember jawa timur penulis harapkan agar petugas dalam penerbitan
surat lebih teliti dalam pemeriksaan surat sebelum diterbitkan dan disesuaikan
dengan fakta-fakta yang ada seperti ijazah, kartu keluarga, akte kelahiran, kartu
tanda penduduk bahkan paspor, serta data otentik lainnya, untuk disamakan semua
data nya sesuai dengan keaslian data otentik tersebut. Terhadap perkara tindak
pidana pernikahan sejenis ini penulis harapkan agar mempertegas rancangan kitab
undang-undang hukum pidana terkait pasal perbuatan cabul, perbuatan cabul yang
dilakukan terhadap tindak pidana pernikahan sejenis ini tidak hanya dijatuhkan
pidana apabila ada nya pemaksaan atau delik aduan tetapi juga dipertegas untuk
perbuatan cabul yang dilakukan atas dasar suka sama suka, karena pada dasarnya
perbuatan cabul yang dilakukan dengan sesama jenis melanggar ideologi
pancasila.
Kata kunci : RUU KUHP, Pernikahan sejenis, Double Track System.1512011012 BETI EKA WAHYUNI-2022-04-16T02:05:43Z2022-04-16T02:05:43Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58219This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/582192022-04-16T02:05:43ZDASAR PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM TERHADAP TINDAK
PIDANA PENGGELAPAN ASAL USUL PERKAWINAN
DALAM PUTUSAN NOMOR 562/PID.SUS/2017/PN.TJKPerkawinan siri dilakukan di luar ketentuan hukum yang menimbulkan
konsekwensi hukum yang berupa sanksi pidana seperti dalam Perkara Nomor
562/Pid.Sus/2017/PN.Tjk. Perbuatan Terdakwa RA sesuai dengan ketentuan
Pidana Pasal 279 Ayat (1) KUHP. Permasalahan yang ada dalam penelitian ini
adalah: Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hukum Hakim dalam
menjatuhkan putusan terhadap perkawinan siri dan bagaimanakah
pertanggungjawaban pidana pelaku perkawinan siri. Penelitian ini menggunakan pendekatan secara yuridis normatif dan empiris. Jenis
data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data yang diperoleh
dianalisis secara kualitatif dan ditarik kesimpulan secara deduktif. Responden
dalam penelitian ini adalah Hakim Pengadilan Negeri Kelas I A Tanjungkarang
dan Akademisi Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Hasil penelitian dan pemabahasan menunjukkan bahwa pertanggungjawaban
pidana pelaku pemalsuan dokumen otentik dalam kredit dasar pertimbangan
hukum Hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap perkawinan siri dalam
Putusan Nomor: 562/Pid.Sus/2017/PN.Tjk yakni dakwaan Jaksa, hal-hal yang
meringankan dan memberatkan, pertimbangan Pasal 182 Ayat (6) KUHAP serta
menerapkan beberapa teori tujuan hukum yakni kepastian hukum, kemanfaatan
dan keadilan hukum. Pertanggungjawaban pidana pelaku perkawinan siri dalam
Putusan Nomor: 562/Pid.Sus/2017/PN.Tjk ditinjau dari keadilan subtantif yakni
didasarkan pada kesalahan yang memenuhi unsur melawan hukum dan tidak
adanya alasan pemaaf/penghapusaan sifat melawan hukum atas perbuatan
dilakukan. Pertanggungjawaban pidana tersebut didasarkan pada adanya unsur
kesengajaan oleh pelaku (dolus), sehingga ada alasan pembenar maupun pemaaf
baginya untuk terhindar dari pemidanaan. Saran dalam penelitian ini adalah Hakim dalam menjatuhkan Putusan lebih
mengedepankan nilai-nilai keadilan berdasarkan hati nuraninya agar putusan yang
dijatuhkan tidak menimbulkan kedzoliman bagi pihak-pihak yang berperkara baik
dengan logika penalaran hukum maupun lebih menggali dan pro aktif mencari
Afadya Faisal Dhio Auli
bukti-bukti terkait permasalahan dalam delik yang di dakwakan serta melihat
akibat lain dari perbuatan pelaku tindak pidana perkawinan siri. Kata Kunci: Pertimbangan Hukum, Hakim, Perkawinan Siri.1412011015 AFADYA FAISAL DHIO AULI-2022-04-14T02:50:34Z2022-04-14T02:50:34Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58181This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/581812022-04-14T02:50:34ZTINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA
PUSKESMAS DAN BIDAN PRAKTIK MANDIRI TENTANG
PEMBERIAN PELAYANAN KEBIDANAN PESERTA JAMINAN
KESEHATAN NASIONAL (JKN)Penting bagi Bidan Praktik Mandiri (BPM) untuk turut serta dalam program
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) agar dapat mempermudah peserta JKN untuk
mengakses pelayanan kebidanan. Perjanjian kerjasama antara Puskesmas dan
Bidan Praktik Mandiri tentang pemberian pelayanan kebidanan peserta JKN
menjadi langkah untuk mewujudkan hal tersebut dan juga memberikan
perlindungan bagi hak dan kewajiban kedua belah pihak. Permasalahan yang
dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pelaksanaan perjanjian
kerjasama tersebut? dan bagaimanakah penyelesaian perselisihan apabila terjadi
wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama tersebut?
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian hukum
deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah normatif. Data yang
digunakan adalah data primer dan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum
primer, sekunder, dan tersier. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka,
studi dokumen, dan wawancara. Pengolahan data dilakukan dengan cara
pemeriksaan, penandaan, dan penyusunan data kemudian dilakukan analisis
secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan perjanjian kerjasama antara
Puskesmas dan BPM telah terlaksana dengan baik, kedua belah pihak telah
melaksanakan kewajiban dan memperoleh hak dengan baik sesuai dengan yang
tercantum dalam perjanjian meskipun terdapat keterlambatan pembayaran atas
pelayanan kebidanan yang diberikan oleh BPM kepada peserta JKN. Jika
selanjutnya terjadi perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian tersebut, maka dapat
diselesaikan melalui musyawarah. Namun jika musyawarah tidak mencapai
mufakat, maka selanjutnya akan diselesaikan melalui Pengadilan Negeri Gunung
Sugih Kabupaten Lampung Tengah.
Kata kunci: Perjanjian, BPM, Puskesmas, JKN
It is important for independent midwives to participate in the National Health
Insurance (JKN) program in order to facilitate JKN participants to access
midwifery services. Cooperation agreement between Puskesmas and Independent
Midwife about the provision of midwifery services for JKN participants is an
action to actualize it and also to provide protection of the rights and obligations
of both parties. The problems discussed in this research are how is the
implementation of this cooperation agreement? And how is the dispute settlement
in the event of default in the implementation of the cooperation agreement?
This research is normative legal research with descriptive legal research type.
The approach of the problem used is normative. The data used are primary data
and secondary data with primary, secondary, and tertiary legal materials. Data
collection is done by using literature studies, document studies, and interviews.
Data processing is conducted by checking, tagging, and systematizing data which
further analyzed qualitatively.
The results of the research indicate that the implementation of the cooperation
agreement between Puskesmas and Independent Midwife has been well
implemented. Both parties have carried out their obligations and obtained their
rights properly in accordance with those stated in the agreement despite the late
payment for midwifery services provided by independent midwives to JKN
participants. If further disputes occur in the implementation of the agreement, it
can be resolved through mediation. But if the mediation does not reach consensus,
then it will be resolved through the Gunung Sugih District Court in Central
Lampung.
Keywords: Agreement, Independent Midwife, Puskesmas, JKN.1512011129 CANIA SHABILLA PUTRI-2022-04-14T02:49:00Z2022-04-14T02:49:00Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58189This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/581892022-04-14T02:49:00ZANALISIS PROSES PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN BIAYA
PEMBUATAN AKTA MENURUT PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA
PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN BIAYA
PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIAPendaftaran jaminan fidusia mengalami perubahan dari sistem manual menjadi
sistem online, diatur dalam Peraturan Pemerintah No 21 Tahun 2015 Tentang Tata
Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan
Fidusia.Pelaksanaan pendaftaran fidusia secara elektronik ini hanya menekankan
pada efektivitas waktu semata tanpa memerhatikan aspek-aspek lain yang tidak
kalah penting. Pendaftaran fidusia secara elektronik justru menimbulkan masalah
hukum yang berkaitan dengan asas publisitas dan kepastian hukum di
dalamnya.Yang menjadi permasalahan dalam penelitian adalah:apakah proses
pendaftaran dan pembuatan akta pada jaminan fidusia sudah sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2015,apa yang menjadi hambatan dalam
pendaftaran Jaminan Fidusia, dan bagaimana akibat hukum Jaminan Fidusia yang
tidak di daftarkan.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan tipe
deskriptif. Sumber data berupa bahan hukum primer dan sekunder. Pengumpulan
data dilakukan dengan cara yaitu studi kepustakaan dan wawancara. Setelah data
terkumpul kemudian dianalisis secara kualitatif.
Proses pendaftaran dan biaya pembuatan akta pada jaminan fidusia sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran
Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia, merupakan
penyempurnaan dari sistem yang telah dijalankan selama ini diharapkan dapat
mempermudah dan efisiensi waktu, pendaftaran jaminan fidusia harus didaftarkan
oleh notaris secara online dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak ditanda
tangganinya akta jaminan fidusia guna memperoleh kekuatan hukum atas akta
jaminan fidusia tersebut. Hambatan dalam Pelaksanana Kredit dengan Jaminan
Fidusia yaitu sering error dan gangguan jaringan, sistem proteksi yang kurang,
rawan pendaftaran berulang. Solusinya adalah Notaris diminta agar lebih teliti
dalam mengisi form pendaftaran jaminan fidusia secara online agar tidak terjadi
pendaftaran ulang. Akibat hukum Jaminan Fidusia yang tidak di daftarkan, yaitu
bahwa Jaminan Fidusia yang tidak didaftarkan setelah berlakunya Peraturan
Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 ini menjadi gugur dengan sendirinya sehingga
tidak berlaku serta jaminan fidusia tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum.
Kata Kunci: proses pendaftaran, biaya pembuatan akta dan jaminan fidusia
1312011070 CHAIRUNNISA FAZHARA-2022-04-14T02:47:47Z2022-04-14T02:47:47Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58193This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/581932022-04-14T02:47:47ZTINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERAN OJK DALAM
PENANGGULANGAN PERUSAHAAN FINANCIAL
TECHNOLOGY ILEGAL
(Studi Pada Kantor OJK Provinsi Lampung).OJK merupakan lembaga yang dibentuk dengan salah satu tujuannya yaitu untuk
mengawasi lembaga keuangan dan memiliki peran yang sangat penting dalam
penanggulangan perusahaan Financial Technology ilegal yang terjadi di
masyarakat. Penanggulangan perusahaan fintech yang ilegal dilakukan agar
perusahaan fintech ilegal tidak semakin berkembang. Permasalahan penelitian ini
yaitu: Bagaimanakah kewenangan OJK dalam mengatur penyelenggaraan
perusahaan fintech. Bagamaina peran OJK dalam penanggulangan perusahaan
fintech ilegal. Apa saja kendala–kendala yang dihadapi oleh OJK dalam
penanggulangan perusahaan fintech ilegal.
Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridis empiris.
Narasumber penelitian yaitu Kasubbag Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK
Provinsi Lampung. Sumber dan Jenis Bahan Hukum adalah bahan hukum primer
berupa peraturan perundang-undangan (UU No. 21 Th 2011 Tentang OJK, POJK
No. 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis
Teknologi Informasi, peraturan terkait) dan bahan hukum sekunder berupa buku-
buku dan jurnal yang berkaitan dengan fintech Ilegal dan OJK, selanjutnya data
dianalisis secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan OJK mempunyai kewenangan
dalam memberi izin, mengatur, mengawasi, memberi sanksi sesuai dengan
ketentuan Pasal 9 UU No.21 Tahun 2011. Peran OJK yaitu mengawasi
penyelenggaraan fintech dilakukan dengan cara aktif dan pasif, mengatur dalam
pembuatan ketentuan-ketentuan yang terkait fintech, serta memberikan
perlindungan bagi masyarakat. Adapun kendala-kendala yang dihadapi OJK
dalam menanggulangi perusahaan fintech ilegal adalah: Korban tidak melapor,
Kurangnya pemahaman masyarakat terkait produk keuangan, Ketidakpastian
status perusahaan yang diketahui masyarakat (Legal/Ilegal), Kurangnya sosialisasi
ke masyarakat.
Kata Kunci: OJK, Penanggulangan, Perusahaan Financial Technology,
Ilegal.
OJK is an institution formed with one of its objectives, namely to oversee
financial institutions and have a very important role in the handling of illegal
Financial Technology companies that occur in the community. The illegal
handling of fintech companies is done so that illegal fintech companies do not
develop further. The problem of this research is: What is the authority of the FSA
in regulating the implementation of fintech companies. Bagamaina OJK's role in
overcoming illegal fintech companies. What are the obstacles faced by the OJK in
dealing with illegal fintech companies. The type of research used is normative
juridical and empirical juridical.
Research resource persons were the OJK Consumer Education and Education
Sub-Division Head of Bandar Lampung. Sources and Types of Legal Materials
are primary legal materials in the form of laws and regulations (Law No. 21 of
2011 concerning OJK, POJK No. 77 / POJK.01 / 2016 concerning Information
Technology-Based Money Lending and Borrowing Services, related regulations)
and secondary legal materials in the form of books and journals relating to Illegal
fintech and OJK, then the data is analyzed qualitatively.
Based on the results of the research and discussion OJK has the authority to give
permission, regulate, supervise, sanction in accordance with the provisions of
Article 9 of Law No.21 of 2011. The role of the OJK is to supervise the
implementation of fintech in an active and passive manner, regulating the
provisions that related to fintech, as well as providing protection for the
community. The obstacles faced by the OJK in dealing with illegal fintech
companies are: Victims do not report, Lack of public understanding regarding
financial products, Uncertainty of the status of companies known to the public
(Legal / Illegal), Lack of socialization to the community.
Keywords: OJK, Countermeasures, Financial Technology Company, Illegal.
1542011052 LUTHPIYAH FATIN-2022-04-14T02:45:15Z2022-04-14T02:45:15Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58162This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/581622022-04-14T02:45:15ZTINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJASAMA PEMASANGAN
REKLAME ANTARA PT TIGA MEDIA CIPTA INDONESIA DAN PT
TOKOPEDIA
KOTA BANDUNGOne of the benefits of billboard installation for the community is to persuade or
encourage prospective customers to become interested in using the product or
service offered, which is in the form of interesting messages about a product or
service aimed at the public. The billboard installation agreement made by the
owner and lessee of PT Tiga Media Cipta Indonesia and PT Tokopedia based on
the existing agreement letter is a step taken to carry out a series of business
transaction activities in the form of a billboard installation cooperation agreement.
terms and procedures for installing billboards? How is the legal relationship and
responsibility between the parties in implementing an advertising cooperation
agreement? and how is the legal settlement if one party defaults on the
cooperation in the installation of billboards?
The type of research used is normative law with descriptive research type. The
approach to the problem used is normative law. The data used are secondary data
obtained from primary and secondary legal materials. Data collection is done
through library studies, document studies and interviews as supporting data. Data
processing is done by stages of data selection, data classification and data
compilation which are then analyzed qualitatively.
Results of research and discussion: The main requirement in the installation of
billboards, namely PT Tiga Media Cipta, must have sufficient experience with all
of its competence to carry out installation work and be willing to work on and
install billboards from technology company products, including PT Tokopedia.
The procedure for billboard installation is through the bidding, negotiation, and
approval stages for collaborating on billboards. The legal relationship and
responsibility of the parties can give rise to rights and obligations for the first and
second parties, in the installation of this billboard the first party hands over
responsibility for all risks to the second party. If there is a violation that causes a
default due to the agreement, it can be resolved by means of deliberation, but if
this does not succeed, then it will then be resolved through the court.
Keywords: Agreement, Collaboration, Advertisement
Salah satu manfaat pemasangan reklame bagi masyarakat adalah untuk membujuk
atau mendorong calon konsumen sehingga menjadi tertarik menggunakan produk
atau jasa yang ditawarkan, yang isinya berupa pesan menarik tentang sebuah
produk atau jasa yang ditujukan kepada khalayak. Perjanjian pemasangan reklame
yang dibuat oleh pihak pemilik dan penyewa PT Tiga Media Cipta Indonesia dan
PT Tokopedia berdasarkan surat perjanjian yang ada merupakan langkah yang
dilakukan untuk melaksanakan rangkaian kegiatan transaksi bisnis dalam bentuk
perjanjian kerjasama pemasangan reklame.Permasalahan yang dibahas dalam
penelitian ini, yaitu: Bagaimanakah syarat dan prosedur pemasangan reklame?
Bagaimanakan hubungan hukum dan tanggung jawab antara para pihak dalam
pelaksanaan perjanjian kerjasama reklame? dan Bagaimankah penyelesaian
hukum apabila salah satu pihak wanprestasi terhadap kerjasama pemasangan
reklame?
Jenis penelitian yang digunakan adalah hukum normatif dengan tipe penelitian
deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah hukum normatif. Data
yang digunakan adalah data sekunder yang didapat dari bahan hukum primer, dan
sekunder. Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan, studi dokumen
dan wawancara sebagai data pendukung. Pengolahan data dilakukan dengan
tahapan seleksi data, klasifikasi data dan penyusunan data yang selanjutnya
dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan: Syarat utama dalam pemasangan reklame yaitu
PT Tiga Media Cipta harus memiliki pengalaman yang cukup dengan segala
kompetensinya untuk melaksanakan pekerjaan pemasangan dan bersedia untuk
mengerjakan dan memasang reklame dari produk perusahaan teknologi antara lain
dengan PT Tokopedia. Prosedur dalam pemasangan reklame yaitu melalui tahap
penawaran,negoisasi,dan persetujuan untuk melakukan kerjasama pemasangan
reklame. Hubungan hukum dan tanggung jawab para pihak dapat menimbulkan
hak dan kewajiban untuk pihak pertama dan kedua, dalam pemasangan reklame
ini pihak pertama menyerahkan tanggung jawab atas segala resiko kepada pihak
kedua. Jika terjadi pelanggaran yang menyebabkan wanprestasi akibat perjanjian
tersebut maka dapat diselesaikan dengan cara musyawarah, namun jika hal
tersebut tidak berhasil, maka selanjutnya akan diselesaikan melalui pengadilan.
Kata kunci: Perjanjian, Kerjasama, Reklame1542011122 MARAYA HARTANTI-2022-04-14T02:42:37Z2022-04-14T02:42:37Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58176This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/581762022-04-14T02:42:37ZPELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN DI RUMAH SAKIT ALIMUDDIN
UMAR KABUPATEN LAMPUNG BARAT BERDASARKAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN NO 4 TAHUN 2018
TENTANG KEWAJIBAN RUMAH SAKIT DAN
KEWAJIBAN PASIENSistem rujukan merupakan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas
dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal
maupun horizontal. Tingginya angka rujukan menjadi indikasi bahwa sistem
rujukan di Puskesmas ke rumah sakit atau rumah sakit kabupaten dengan rumah
sakit provinsi yang lebih memadai belum terimplementasi dengan baik sehingga
penting untuk melakukan kajian pelaksanaan sistem rujukan dengan
membandingkan dengan pedoman sistem rujukan. Permasalahan yang dibahas
dalam penelitian ini yaitu apakah pertimbangan Rumah Sakit Alimuddin Umar
dalam melakukan tindak rujukan dan apakah Sistem Rujukan di Rumah Sakit
Alimuddin Umar menurut Peraturan Menteri kesehatan Nomor 04 Tahun 2018?
Jenis penelitian yang digunakan adalah hukum normatif terapan dengan tipe
penelitian deskriptif. Data yang digunakan adalah data sekunder yang didapat dari
bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Pengumpulan data dilakukan melalui
studi kepustakaan dan wawancara sebagai data pendukung. Pengolahan data
dilakukan dengan tahapan seleksi data, klasifikasi data dan penyusunan data yang
selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan, menunjukkan bahwa pertimbangan Rumah
Sakit Alimuddin Umar dalam melakukan tindakan rujukan kepada pasien
dikarenakan tidak ada tenaga medis (spesialis) yang dibutuhkan sesuai dengan
jenis penyakit pasien, tidak lengkapnya fasilitas (alat penunjang), masih terbatas
yang mengakibatkan pelayanan di Rumah Sakit Alimuddin Umar Kabupaten
Lampung Barat tidak maksimal. Prosedur yang harus dipenuhi Rumah Sakit
Alimuddin Umar Kabupaten Lampung Barat selaku pemberi rujukan yaitu
melakukan pertolongan pertama terhadap pasien, komunikasi dengan penerima
rujukan, membuat surat pengantar rujukan, dan menyediakan alat transfortasi
(ambulans) yang sesuai dengan kondisi pasien. Selanjutnya bagi penerima rujukan
wajib memberikan informasi kepada perujuk mengenai perkembangan keadaan
pasien setelah selesai memeberikan pelayanan.
Kata kunci: pelaksanaan, sistem rujukan, kewajiban
1212011019 AHMAD DEMPO PALINDO-2022-04-12T07:47:08Z2022-04-12T07:47:08Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58079This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/580792022-04-12T07:47:08ZPEMUNGUTAN PAJAK RESTORAN DALAM MENINGKATKAN
PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA METROPerkembangan jumlah restoran yang ada di Kota Metro dapat dijadikan sebagai
upaya bagi Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi dalam meningkatkan
Pendapatan Pajak Restoran, pada tahun 2014 belum mencapai target kemudian
terjadi perubahan yang sangat signifikan pada tahun 2015 hingga mencapai
pertumbuhan sebesar 34,56% dari target yang telah anggarkan, tetapi pada tahun
2016 hanya mengalami pertumbuhan sebesar 8,59%, hal ini menunjukan kurang
optimalnya pelaksanaan pemungutan pajak restoran di Kota Metro, dalam
pemungutan Pajak Restoran diatur dalam Peraturan Daerah Kota Metro No. 2
Tahun 2012 tentang Pajak Daerah. Permasalahan Penelitian: (1) Bagaimanakah
pemungutan pajak restoran dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di Kota
Metro? (2) Apa sajakah yang menjadi faktor pendukung dan faktor penghambat
dalam pemungutan pajak restoran di Kota Metro?
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan
pendekatan yuridis empiris. Pendekatan tersebut dilakukan dengan cara
mendeskripsikan dan menggambarkan dari hasil yang didapatkan, baik dari hasil
data kepustakaan maupun dari hasil data dilapangan.
Hasil Penelitian ini menunjukan: (1) Pemungutan pajak restoran menurut Badan
Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah menggunakan sistem Self Assesment
yang memiliki rangkaian kegiatan di mulai dari pendataan objek dan wajib pajak,
kemudian menyusun daftar wajib pajak tersebut, lalu menetapkan dan
mengukuhkan wajib pajak daerah kemudian wajib pajak daerah tersebut diberikan
Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD) selanjutnya Wajib Pajak tersebut
mengisi borang SPTPD, hasil dari SPTPD tersebut dilakukan pengecekan untuk
selanjutnya diverifikasi oleh BPPRD yang kemudian mendapatkan Surat Tanda
Setoran (STS) untuk di bayarkan melalui bank atau petugas yang telah disediakan
oleh BPPRD. (2) Faktor yang menjadi pendukung pemungutan pajak restoran
yaitu untuk meningkatkan pajak restoran pemerintah melakukan sosialisasi rutin
setiap tahun, dan melakukan pengawasan kepada wajib pajak, kemudian Faktor
yang menjadi penghambat pemungutan pajak restoran adalah wajib pajak masih
belum mengerti tentang aturan pajak restoran.
Kata Kunci : Pemungutan Pajak, Pendapatan Asli Daerah, Pajak Restoran
The development of the number of restaurants in Metro City can be used as an effort for
the Tax and Retribution Management Agency to increase Restaurant Tax Revenues, in
2014 it has not yet reached the target, and there was a very significant change in 2015 to
reach 34.56% of the target budgeted, but in 2016 only grew by 8.59%, this shows the lack
of optimal implementation of restaurant tax collection in Metro City, in the Restaurant
Tax collection regulated in Metro City Regional Regulation No. 2 of 2012 concerning
Regional Taxes. Research Problems: (1) How is restaurant tax collection in increasing
Regional Original Revenue in Metro City? (2) What are the supporting factors and
inhibiting factors in collecting restaurant taxes in Metro City?
The problem approach used is a normative juridical approach and an empirical juridical
approach. This approach is carried out by describing and describing the results obtained,
both from the results of the library data and from the results of the data in the field.
The results of this study indicate: (1) Collection of restaurant tax according to the
Regional Tax and Retribution Management Agency uses a Self Assessment system that
has a series of activities ranging from data collection of objects and taxpayers, then
compiling the list of taxpayers, then establishing and confirming local taxpayers the local
taxpayer is given a Regional Taxpayer Identification Number (NPWPD), then the
Taxpayer fills in the SPTPD form, the results of the SPTPD are checked and then verified
by the BPPRD who then get a Deposit Certificate (STS) to be paid through the bank or
officer who has provided by BPPRD. (2) The factor that supports restaurant tax collection
is to increase restaurant tax. The government conducts routine socialization every year,
and supervises taxpayers, then the factor that becomes a barrier to restaurant tax
collection is that taxpayers still do not understand the restaurant tax rules.
Keywords: Tax Collection, Regional Original Income, Restaurant Tax1412011459 Andri Sambas Surya Jaya-2022-04-06T07:03:34Z2022-04-06T07:03:34Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58550This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/585502022-04-06T07:03:34ZPENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELANGGARAN
PENEREBOS PALANG PINTU KERETA APIPerkembangan moda transportasi di Indonesia setiap tahunnya semakin
meningkat, salah satunya adalah moda transportasi kereta api. Hal tersebut
membuat sarana transportasi jalan raya sering sekali membentuk pertemuan
dengan sarana transportasi jalan rel. Pertemuan tersebut dinamakan perlintasan
sebidang. Beberapa kecelakaan di perlintasan sebidang adalah murni kecelakaan
lalu lintas akibat pelanggaran pengendara kendaraan bermotor, roda empat, dan
pengendara lainnya menerobos palang pintu kereta api di perlintasan sebidang,
untuk itu permasalahan penulis buat : (1) Bagaimanakah penegakan hukum pidana
terhadap pelanggaran penerobos palang pintu kereta api ? (2) Apakah faktor
penghambat penegakan hukum pidana terhadap pelanggaran penerobos palang
pintu kereta api ?
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan pendekatan masaalah yuridis normatif adalah pendekatan dalam
bentuk usaha mencari kebenaran berdasarkan norma-norma atau peraturan
perundang-undangan yang mengikat serta mempunyai konsekuensi hukum yang
jelas sebagaimana yang tertera di dalam literatur-literatur hukum berupa buku
referensi dan sumber hukum lainnya. Pendekatan yuridis empiris adalah
pendekatan yang digunakan dengan metode wawancara langsung kepada 1 orang
Penyidik Sub Direktorat Pembinaan dan Penegakan Hukum Polda Metro Jaya, 1
orang Petugas Perlintasan kereta api Senen Jakarta, dan 1 orang Akademisi
Bagian Hukum Pidana FH Unila. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik
studi kepustakaan dan studi lapangan. Data yang telah di olah kemudian di
analisis dengan menggunakan analisis kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan ini menunjukkan penegakan hukum pidana
terhadap pelanggaran penerobos palang pintu kereta api dilakukan proses
pemeriksaan Tilang sebagaimana yang tertera dalam Peraturan Pemerintah Nomor
80 Tahun 2016 yang merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2009 dilakukan dengan sistem pemeriksaan acara cepat. Beberapa faktor
Nadia Mayang Sari
penghambat dalam penelitian ini yaitu dari Faktor Hukumnya (undang-undang),
Faktor Penegak Hukum, Faktor Sarana atau Fasilitas dan Faktor Masyarakat dan
Kebudayaan.
Saran yang dapat penulis berikan adalah perlu adanya kesadaran hukum baik dari
sisi pelanggar, aparat penehakan hukum maupun dari sisi pemerintah serta pula di
tingkatkannya kerja sama antar jaringan lembaga penegak hukum dalam
menyelesaikan perkara pelanggaran lalu lintas khususnya pelanggaran menerobos
palang pintu kereta api.
Kata Kunci : Penegakan Hukum, Pelanggaran Lalu Lintas, Penerobosan
Palang Pintu Kereta Api
1512011041 Nadia Mayang Sari-2022-04-06T06:58:45Z2022-04-06T06:58:45Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58546This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/585462022-04-06T06:58:45ZANALISIS AKIBAT HUKUM SAKSI VERBALISAN
(Studi kasus Tindak Pidana Narkotika di Pengadilan Negeri Kalianda)Alat bukti berupa keterangan saksi sangatlah lazim dipergunakan dalam
penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi
dimaksudkan untuk mengetahui apakah memang telah terjadi suatu perbuatan
pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa. Tujuan penelitian adalah untuk
memahami kekuatan hukum keterangan saksi penyidik (Verbalisan) dari pihak
kepolisian dalam proses penegakan hukum dan faktor penghambat atas upaya
dalam menghadirkan saksi penyidik (Verbalisan) dari pihak kepolisian dalam
proses penegakan hukum. Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah
kekuatan hukum keterangan saksi penyidik (Verbalisan) dari pihak kepolisian
dalam proses penegakan hukum? dan apakah faktor yang menjadi penghambat
dalam menghadirkan saksi penyidik (Verbalisan) dari pihak kepolisian dalam
proses penegakan hukum?.
Pendekatan masalah dilakukan secara yuridis empiris yaitu dengan melakukan
penelitian langsung di lokasi penelitian dengan melihat, bertanya dan mendengar
dari pihak-pihak yang terkait. Sumber data yang di dapat dengan menggunakan
data primer dan data sekunder. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara
studi kepustakaan dan penelitian lapangan. Analisis data dalam penelitian ini
menggunakan analisis kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa Kekuatan hukum
keterangan saksi penyidik (verbalisan) dari pihak kepolisian dalam proses
penegakan hukum diperlukan apabila dalam pemeriksaan sidang pengadilan saksi
dan atau terdakwa memungkiri keterangan yang ada berita acara penyidikan
karena adanya unsur paksaan atau tekanan baik itu berupa tekanan mental
maupun fisik dari pihak penyidik pada waktu pembuatan berita acara penyidikan,
sehingga menyebabkan fakta-fakta hukum yang di dapat dalam pemeriksaan
pengadilan menjadi kurang jelas. Faktor yang menjadi penghambat dalam
menghadirkan saksi penyidik (verbalisan) dari pihak kepolisian dalam proses
penegakan hukum adalah Kekuatan pembuktian saksi verbalisan sebagai alat
bukti dalam persidangan adalah bersifat bebas, tidak mengikat dan tidak
menentukan bagi hakim. Hakim tidak terikat pada nilai kekuatan yang terdapat
pada keterangan saksi verbalisan ini.
Saran, Jaksa Penuntut Umum sebaiknya setelah proses penyidikan dimulai
akan menerima surat pemanggilan untuk mengawasi proses pemeriksaan
ditingkat penyidikan agar kelak didalam persidangan penyangkalan atau
pencabutan keterangan oleh terdakwa maupun saksi dapat dihindari sehingga
kelak saksi verbalisan tidak perlu dihadirkan dalam proses persidangan. Hakim
tidak lantas langsung percaya dengan keterangan yang diberikan, melainkan
menimbang secara seksama serta mencari kesesuaian antara keterangan saksi
verbalisan dengan alat-alat bukti yang lain.
Kata Kunci: Analisis, Akibat Hukum, Saksi Verbalisan1412011291 MUKTI KY JANGKUNG-2022-04-06T06:54:16Z2022-04-06T06:54:16Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/58505This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/585052022-04-06T06:54:16ZANALISIS KRIMONOLOGIS TINDAKAN MELARIKAN DIRI DARI
RAZIA KEPOLISIAN YANG MENYEBABKAN PETUGAS KEPOLISIAN
MENJADI KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS
(Studi Pada Polres Pesawaran)
The Hit-and-Run accident which has caused one police officer to become victim
is a traffic accident where the perpetrator was not responsible, abandoned the
victim and not stopping his vehicles. This accident indicated that there are still
many drivers who are less cooperative when dealing with vehicle raids and traffic
discipline. The problems in this thesis are formulated as follows: What are factors
causing a hit-and-run that has caused a police officer to become a victim and how
is the effort to deal with a hit-and-run accident that has caused a police officer to
become a victim?
This study applied normative and empirical approaches. Data: literature study and
field study. Data analysis: qualitative. The informants in this study consisted of
Pesawaran Police Investigator, Pesawaran Police Traffic Unit and a Criminal
Law Academics at the Faculty of Law, University of Lampung.
The results of research and discussion showed that: The factors that cause a hit-
and-run consisted of two factors namely; personal factor, in this case the
negligence of the driver and the society assumption that a hit-and-run was just an
ordinary accident; situational factor, in which the perpetrator of the hit-and-run
accident tried to escape from his legal liability. Among the hit-and-run prevention
efforts, the Police Traffic Unit of Pesawaran applied pre-emptive efforts in form
of counseling and environmental development; while the preventive efforts were
carried out by conducting socialization, ticketing the perpetrators of traffic
violations, increasing police vehicle operations (raids) periodically, and installing
traffic signs along the road. While the repressive effort was to impose a
punishment against hit-and-run perpetrators.
The suggestion for this study is the need for public awareness to obey the rules of
the law and the applicable rules so that it can decrease the level of traffic
violations; and further to improve legal awareness in form of spreading
knowledge how to do an appropriate and correct traffic activity. Then the Police
Traffic Unit of Pesawaran should continue improving socialization and outreach
services to all levels of society regarding the appropriate and correct traffic
procedures and conduct the regular motor vehicle police operations (raids) that do
not meet the standards according to the applicable procedures or rules as well as
to provide education to every member of the police force not to carry out extortion
practices against traffic violations so the vehicle drivers will be more relax to face
the raid operation.
Keywords: Analysis, Criminology, Hit-and-Run.1542011026 MUHAMMAD YUSUF-2022-04-02T22:56:35Z2022-04-02T22:56:35Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/57472This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/574722022-04-02T22:56:35ZPENGATURAN ALIH FUNGSI LAHAN RUANG TERBUKA
HIJAU MENJADI KAWASAN PERDAGANGAN DI KOTA
BANDAR LAMPUNGKebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung tentang dialihfungsikannya Taman
Hutan Kota Way Halim berdampak berkurangnya Ruang Terbuka Hijau di Kota
Bandar Lampung. Melalui SK Walikota Bandar Lampung Nomor
172/1.01/HK/2017 Tentang Pemberian Izin untuk keperluan Transmart, jadi
Pemerintah Kota Bandar Lampung dapat mengubah fungsi Taman Hutan Kota
Way Halim yang awalnya berfungsi sebagai Ruang Terbuka Hijau kini menjadi
kawasan pengembangan bisnis.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Bagaimanakah Pengaturan Alih
Fungsi Lahan Ruang Terbuka Hijau Menjadi Kawasan Perdagangan di Kota
Bandar Lampung, (2) Bagaimanakah Implikasi Hukum Alih Fungsi Lahan Ruang
Terbuka Hijau Taman Hutan Kota Way Halim yang ada di Kota Bandar
Lampung. Metode yang digunakan metode yuridis normatif dan empiris, data
yang digunakan primer dan sekunder, diperoleh dari studi kepustakaan dan
lapangan, kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif, terkait rumusan
masalah.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa pengaturan alih fungsi ruang terbuka hijau
itu sebenarnya tidak diperkenankan baik berdasarkan Perda Kota Bandar
Lampung Nomor 4 Tahun 2004 maupun Perda Kota Bandar Lampung Nomor 10
Tahun 2011 Tentang RTRW. Implikasi hukumnya alih fungsi lahan tersebut
melanggar aturan tentang RTRW Kota Bandar Lampung, namun saat ini perda
tersebut saat ini masih dalam revisi dan Pemerintah Kota Bandar Lampung masih
mencari lahan yang sesuai untuk dijadikan taman hutan kota .
Kata Kunci: Alih Fungsi, Ruang Terbuka Hijau, Taman Hutan Kota
1412011406 Sondika Ragani.-2022-04-02T22:46:29Z2022-04-02T22:47:29Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/57476This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/574762022-04-02T22:46:29ZPENYELESAIAN SENGKETA TANAH DENGAN
CARA MEDIASI PADA KANTOR PERTANAHAN
KABUPATEN LAMPUNG TENGAHPeraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 11
Tahun 2016 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan mengatur bahwa penyelesaian
sengketa tanah dapat dilakukan secara litigasi dan non litigasi. Penyelesaian secara litigasi
dilakukan di pengadilan, sedangkan non litigasi diselesaikan di luar pengadilan. Pada
Tahun 2017-2018 Kantor Pertanahan Kabupaten Lampung Tengah menangani 17 Kasus
sengketa tanah. Salah satu nya adalah kasus sengketa antara PT.GGP dan Masyarakat
Kampung Lempuyang Bandar, yang dapat diselesaikan dengan cara Mediasi.
Permasalahan nya adalah(1) bagaimanakah penyelesaian sengketa tanah dengan cara
mediasi dan (2) apasajakah faktor-faktor penghambat dalam penyelesaian sengketa tanah
dengan cara mediasi pada Kantor Pertanahan Kabupaten Lampung Tengah.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara yuridis normatif dan
yuridis empiris. Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.
Pengumpulan data melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Data
dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) pelaksanaan penyelesaian sengketa tanah dengan
cara mediasi pada Kantor Pertanahan Kabupaten Lampung Tengah melalui tahap
pengaduan masyarakat, pencatatan/pengadministrasian, pelaksanaan pengumpulan data
dan analisis, pelaksanaan mediasi, hasil mediasi sudah dengan Peraturan yang berlaku
dalam kasus sengketa antara PT.GGP dan masyarakat Kampung Lempuyang Bandar. (2)
faktor penghambat dalam proses mediasi antara lain (a) salah satu pihak tidak hadir, (b)
sikap egois dari para pihak, (c) pihak yang tidak beritikad baik memanfaatkan proses
mediasi sebagai cara untuk mengulur-ulur waktu atau ketidakjujuran dalam penyelesaian
sengketa, (d) adanya pihak yang setuju/tidak setuju dengan keputusan mediator, (e) data
kurang lengkap.
Kata Kunci: Mediasi, Penyelesaian Sengketa Tanah
Regulation of the Minister of Agrarian Affairs and Spatial Planning / Head of National Land
Agency Number 11 of 2016 concerning Settlement of Land Cases stipulates that the
settlement of land disputes can be carried out by litigation and non-litigation. Litigation is
done in court, while non litigation is settled outside the court. In 2017-2018 the Central
Lampung District Land Office handled 17 cases of land disputes. One of them is a dispute
case between PT.GGP and the Kampung Lempuyang Bandar community, which can be
resolved by Mediation. The problem is (1) how to settle land disputes by mediation and (2)
what are the inhibiting factors in land dispute settlement by mediation at the Central
Lampung District Land Office.
The research method used in this study is juridically normative and empirical juridical. The
data sources used are primary data and secondary data. Data collection through library
research and field research, data is analyzed qualitatively.
The results showed that (1) the implementation of the settlement of land disputes by
mediation at the Central Lampung District Land Office through the stages of public
complaints, recording / administration, the implementation of data collection and analysis, the
implementation of mediation, the results of mediation are already with the regulations in
force in the case of disputes between PT .GGP and Kampung Lempuyang Bandar
community. (2) the inhibiting factors in the mediation process include (a) one of the parties
not present, (b) the selfish attitude of the parties, (c) the party with no intention of utilizing
the mediation process as a way to stall for time or dishonesty in resolution dispute, (d) there
are parties who agree / disagree with the mediator's decision, (e) incomplete data.
Keywords: Mediation, Settlement of Land Disputes1512011098 Wella Ayu Hilari-2022-04-02T22:46:27Z2022-04-02T22:47:01Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/57475This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/574752022-04-02T22:46:27ZPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERAWAT SELAKU TENAGA MEDIS
DI LIWA KABUPATEN LAMPUNG BARATPerlindungan hukum terhadap perawat selaku tenaga medis telah diatur dalam
Undang-undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang keperawatan dimana perlindungan
hukum merupkan hak yang harus didapatkan oleh perawat sebagai pihak yang
memberikan sebuah layanan kesehatan.
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menganalisis perlindungan hukum
terhadap perawat selaku tenaga medis di RSUD Alimuddin Umar Liwa
Kabupaten Lampung Barat, serta menganalisis faktor apa saja yang menjadi
kendala dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap perawat, karena dalam
sektor kesehatan tenaga keperawatan merupakan jenis tenaga kesehatan terbesar
yang dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan selalu berhubungan langsung
dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya, sudah semestinya yang menjadi
perhatian adalah di dalam menjalankan tugasnya tak jarang perawat
bersinggungan dengan masalah hukum.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan normatif dan empiris dengan data
primer dan data sekunder di mana data penelitian diperoleh dari hasil observasi
lapangan dan wawancara mendalam terhadap informan dan responden yang di
pilih secara purposive (bertujuan).
Perlindungan hukum terhadap perawat selaku tenaga medis di RSUD Alimuddin
Umar Liwa Kabupaten Lampung Barat dilihat dari aspek regulasi telah terlindungi
hak-haknya sebagai tenaga medis, sebagai perawat selaku tenaga medis sudah
diatur dalam Undang-Undang Keperawatan. Namun dilihat dari data responden
masih ada perawat sebagai tenaga medis yang tidak terlindungi dalam segi
pelayanan kesehatan karena terdapat faktor yang sangat besar bagi terlindungnya
hak-hak atas perawat dalam menjalankan tugasnya yakni pemahaman dan
kesadaran akan hukum yang berlaku. Jumlah perawat yang hak nya tidak
terlidungi 20% dari jumlah perawat yang ada di RSUD Alimuddin Umar, ada
beberapa faktor yang menjadi penghambat terhadap perlindungan hukum yakni
tingkat kesadaran hukum masyarakat yang masih rendah serta kurangnya
komunikasi terhadap tenaga medis yang ada. Sedangkan faktor yang mendukung
ialah perawat memegang teguh hak-hak dan kewajibannya selaku tenaga medis
dengan melaksanakan tugasnya sesuai dengan Standar Oprasional Prosedur yang
dimiliki. Kata kunci : Perlindungan Hukum, Perawat selaku Tenaga Medis, Rumah
Sakit
Legal protection for nurses as medical personnel has been regulated in Law
Number 38 of 2014 concerning nursing where legal protection is a right that must
be obtained by nurses as parties who provide a health service.
The main purpose of this study was to analyze the legal protection of nurses as
medical personnel at Alimuddin Umar Liwa Hospital in West Lampung Regency,
and analyze what factors were obstacles in implementing legal protection for
nurses, because in the health sector the nursing staff was the largest type of health
worker in the implementation of nursing services, it is always directly related to
patients and other health workers, it should be a concern that in carrying out their
duties not infrequently nurses intersect with legal issues
This research was conducted with a normative and empirical approach with
primary data and secondary data where the research data was obtained from the
results of field observations and in-depth interviews with informants and
respondents who were selected purposively.
Legal protection for nurses as medical personnel at Alimuddin Umar Liwa
General Hospital in West Lampung Regency viewed from the aspect of regulation
has protected their rights as medical personnel, as nurses as medical personnel are
regulated in the Nursing Act. However, from the respondent's data there are still
nurses as medical personnel who are not protected in terms of health services
because there are very large factors for protecting the rights of nurses in carrying
out their duties, namely understanding and awareness of applicable laws. The
number of nurses whose rights are not covered by 20% of the number of nurses in
Alimuddin Umar Hospital, there are several factors that become obstacles to legal
protection, namely the level of public legal awareness that is still low and the lack
of communication with existing medical personnel. While the supporting factors
are nurses holding fast to their rights and obligations as medical personnel by
carrying out their duties in accordance with the Standard Operational Procedure
they have. Keywords: Legal Protection, Nurses as Medical Personnel, Hospitals1412011428 Trinita Wulan Sari-2022-04-02T22:46:25Z2022-04-02T22:48:46Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/57463This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/574632022-04-02T22:46:25ZKINERJA APARAT DESA DALAM PELAKSANAAN ADMINISTRASI
PEMERINTAHAN DESA DI DESA BAKUNG UDIK KECAMATAN
GEDUNG MENENG KABUPATEN TULANG BAWANGSeiring dengan perubahan kelembagaan di desa serta berdasarkan amanat
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mendorong aparat desa untuk
bekerja sesuai dengan target yang hendak dicapai. Namun kondisi rill kemampuan
Aparat Desa Bakung Udik Kecamatan Gedung Meneng Kabupaten Tulang
Bawang dalam pelaksanaan tugas masih sangat minim. Pendekatan Masalah yang
digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan yuridis empiris.
Metode Pengumpulan Data yaitu studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data
yaitu analisis kualitatif. Hasil Penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa:
Kinerja Aparat Desa dalam Pelaksanaan Administrasi Pemerintahan Desa di Desa
Bakung Udik masih kurang maksimal. Penilaian tersebut dinilai dari tiga kepala
urusan, baik pemerintahan, pembangunan, dan umum mengakui bahwa peran dan
tugas diberikan belum dilaksanakan secara efektif dan maksimal. Faktor
Penghambat Peningkatan Kinerja Aparat Desa Bakung Udik antara lain adalah
kurangnya sarana dan prasarana, kurangnya disiplin kerja aparat desa serta
kurangnya pendidikan dan pelatihan bagi aparatur desa. Saran dalam penelitian ini
adalah Pemerintah daerah hendaknya mengoptimalkan program pendidikan dan
pelatihan guna meningkatkan kapasitas aparat pemerintah desa, serta pemerintah
daerah perlu melakukan peningkatan kesejahteraan aparat desa dengan baik
sehingga ada keseimbangan antara beban kerja dengan tugas dan fungsi yang
dilaksanakan aparat desa di Kabupaten Tulang Bawang.
Kata Kunci : Kinerja, Aparat Desa, Pelaksanaan Administrasi, Pemerintahan
Desa
Along with the institutional changes in the village and based on the mandate of
Law Number 6 of 2014 concerning Villages, village apparatus are encouraged to
work in accordance with the targets to be achieved. However, the real condition of
the capability of the Bakung Udik Village Apparatus in Gedung Meneng sub-
district, Tulang Bawang Regency in carrying out their tasks is still very minimal.
The problem approach in this study uses normative and empirical approaches. The
data sources used are primary data and secondary data which are carried out by
literature studies and field studies. Based on the results of this study indicate: the
village apparatus performance in the implementation of village government
administration in bakung udik village is still not maximal. The assessment was
assessed from three heads of affairs, both government, development, and the
general acknowledged that the roles and tasks assigned had not been implemented
effectively and maximally. Inhibiting factors include lack of facilities and
infrastructure, lack of work discipline of village officials and lack of education
and training for village apparatus. The suggestions in this study are: that local
governments should optimize education and training programs to increase the
capacity of village government officials, and local governments need to improve
the welfare of village officials so that there is a balance between workload and
duties and functions carried out by village officials in Tulang Bawang Regency.
Keywords : Performance, Village Apparatus, Administration, Village
Government.1512011190 SAPTORI-2022-04-01T06:06:58Z2022-04-01T06:06:58Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/57433This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/574332022-04-01T06:06:58ZPELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG
NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM
(Studi Tentang Pelayanan Persampahan/Kebersihan
di Kawasan Pemukiman/Perumahan)
ABSTRACT
IMPLEMENTATION OF THE REG IONAL REGULATION OF THE CITY OF
BANDAR LAMPUNG NUMBER 13 OF 2017 CONCERNING
GENERAL SERVICE RETRIBUTION
(Study of Waste / Hygiene Services
in Settlement / Housing Areas)
By
TRISNA FEBRIANSYAH
Garbage problems in Bandar Lampung City have long been a prolonged polemic that
is difficult to solve. The enactment of Regional Regulation Number 13 of 2017
concerning Public Service Retribution, which also regulates the collection of garbage
/ cleaning services, is expected to improve waste management. but there are still only
a few areas where the trash collection is often too late which results in garbage
accumulating and decaying in residential areas.
The problems in this thesis are: (1) How the Implementation of Regional Regulation
Number 13 of 2017 concerning Public Service Retribution Regarding Solid Waste
Services in residential / residential areas. (2) What are the inhibiting factors for
implementi ng the Regional Regulation. Research approaches are normative and
empirical. Data sources are primary data and secondary data. Primary data is taken
based on field studies, while secondary data is taken digitally.
Based on the results of the study: (1) Th e implementation of solid waste services is
not yet running in accordance with the provisions of the applicable law because there
are still frequent delays in collecting garbage in residential / residential areas every
day, while the waste retribution serv ice is also not effective due to lack of official
staff who charge every the month. (2) Inhibitors of the implementation of the
Regional Regulation include a lack of resources such as cleaning staff who carry out
the task of taking garbage in each house ev ery day which results in delays in inter governmental retrieval and communication with communities that have not been
established. In addition, the absence of garbage collection sites while in residential /
residential areas in the kelurahan area also hamp ers the task of transporting garbage
to the garbage disposal site by the janitor from the district every day.
Keywords: Public Service Retribution, Waste / Hygiene Services.
Masalah persampahan di Kota Bandar Lampung memang sudah lama menjadi
polemik berkepanjangan yang sulit untuk dipecahkan. Diberlakukannya Perda
Nomor 13 Tahun 2017 Tentang Retribusi Jasa Umum yang didalamnya juga
mengatur retribusi pelayanan persampahan/ kebersihan, diharapka n dapat
memperbaiki menejemen persampahan. namun masih ada saja di beberapa daerah
yang pengambilan sampahnya sering terlambat yang mengakibatkan sampah
menumpuk dan membusuk di kawasan pemukiman.
Permasalahan dalam skripsi ini yaitu: (1)Bagaimana Pelaksa naan Perda Nomor 13
Tahun 2017 tentang Retribusi jasa Umum Terkait Pelayanan Persampahan di
wilayah pemukiman/perumahan. (2) Apakah faktor penghambat pelaksanaan Perda
tersebut. Pendekatan penelitian adalah normatif dan empiris. Sumber data adalah
data primer dan data sekunder. data primer diambil berdasarkan studi lapangan,
sedangkan data sekunder diambil secara kulitatif.
Berdasarkan hasil penelitian: (1) Pelaksanaan Pelayanan persampahan memang
belum berjalan sesuai dengan ketentuan Perda yang berlaku k arena masih sering
terjadi ketelambatan pengambilan sampah di kawasan pemukiman/perumahan setiap
harinya, Sedangkan pelayanan retribusi persampahnya juga belum efektif karena
kurangnya tenaga petugas resmi yang menarik biaya setiap bulannya. (2)
Penghambat pelaksanaan Perda tersebut antara lain kurangnya sumberdaya seperti
tenaga kebersihan yang melaksanakan tugas pengambilan sampah di tiap rumah
warga setiap harinya yang berdampak pada keterlambatan pengambilan dan
komunikasi antar pemerintah dengan masyar akat yang belum terjalin. Selain itu,
tidak terdapatnya tempat penampungan sampah sementara di wilayah -wilayah
pemukiman/perumahan di kawasan kelurahan juga menghambat tugas pengangkutan
sampah ke Tempat pembuangan akhir sampah oleh petugas kebersihan dar i
kecamatan setiap harinya.
Kata kunci :Retribusi Jasa Umum, Pelayanan Persampahan/ Kebersihan . 1512011036 Trisna Febriansyah-2022-04-01T06:06:56Z2022-04-01T06:06:56Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/57432This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/574322022-04-01T06:06:56ZKINERJA APARAT DESA DALAM PELAKSANAAN ADMINISTRASI
PEMERINTAHAN DESA DI DESA BAKUNG UDIK KECAMATAN
GEDUNG MENENG KABUPATEN TULANG BAWANG
Seiring dengan perubahan kelembagaan di desa serta berdasarkan amanat
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mendorong aparat desa untuk
bekerja sesuai dengan target yang hendak dicapai. Namun kondisi rill kemampuan
Aparat Desa Bakung Udik Kecamatan Gedung Meneng Kabupaten Tulang
Bawang dalam pelaksanaan tugas masih sangat minim. Pendekatan Masalah yang
digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan yuridis empiris.
Metode Pengumpulan Data yaitu studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data
yaitu analisis kualitatif. Hasil Penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa:
Kinerja Aparat Desa dalam Pelaksanaan Administrasi Pemerintahan Desa di Desa
Bakung Udik masih kurang maksimal. Penilaian tersebut dinilai dari tiga kepala
urusan, baik pemerintahan, pembangunan, dan umum mengakui bahwa peran dan
tugas diberikan belum dilaksanakan secara efektif dan maksimal. Faktor
Penghambat Peningkatan Kinerja Aparat Desa Bakung Udik antara lain adalah
kurangnya sarana dan prasarana, kurangnya disiplin kerja aparat desa serta
kurangnya pendidikan dan pelatihan bagi aparatur desa. Saran dalam penelitian ini
adalah Pemerintah daerah hendaknya mengoptimalkan program pendidikan dan
pelatihan guna meningkatkan kapasitas aparat pemerintah desa, serta pemerintah
daerah perlu melakukan peningkatan kesejahteraan aparat desa dengan baik
sehingga ada keseimbangan antara beban kerja dengan tugas dan fungsi yang
dilaksanakan aparat desa di Kabupaten Tulang Bawang.
Kata Kunci : Kinerja, Aparat Desa, Pelaksanaan Administrasi, Pemerintahan
Desa
Along with the institutional changes in the village and based on the mandate of
Law Number 6 of 2014 concerning Villages, village apparatus are encouraged to
work in accordance with the targets to be achieved. However, the real condition of
the capability of the Bakung Udik Village Apparatus in Gedung Meneng subdistrict, Tulang Bawang Regency in carrying out their tasks is still very minimal.
The problem approach in this study uses normative and empirical approaches. The
data sources used are primary data and secondary data which are carried out by
literature studies and field studies. Based on the results of this study indicate: the
village apparatus performance in the implementation of village government
administration in bakung udik village is still not maximal. The assessment was
assessed from three heads of affairs, both government, development, and the
general acknowledged that the roles and tasks assigned had not been implemented
effectively and maximally. Inhibiting factors include lack of facilities and
infrastructure, lack of work discipline of village officials and lack of education
and training for village apparatus. The suggestions in this study are: that local
governments should optimize education and training programs to increase the
capacity of village government officials, and local governments need to improve
the welfare of village officials so that there is a balance between workload and
duties and functions carried out by village officials in Tulang Bawang Regency.
Keywords : Performance, Village Apparatus, Administration, Village
Government. 1512011190 SAPTORI-2022-04-01T06:06:54Z2022-04-01T06:06:54Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/57430This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/574302022-04-01T06:06:54ZPRINSIP MONEY FOLLOWS PROGRAM DALAM PERENCANAAN
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
BERBASIS KINERJA DI PROVINSI LAMPUNG
Prinsip money follows program merupakan prinsip yang digunakan dalam
perencanaan dan penganggaran APBD dengan mengalokasikan anggaran pada
program prioritas daerah. Menurut Pasal 3 huruf (a) Peraturan Pemerintah Nomor
17 tahun 2017 dan Permendagri Nomor 33 Tahun 2017 tentang Pedoman
Penyusunan APBD Tahun 2018, penyusunan perencanaan dan penganggaran
pembangunan nasional dilakukan dengan pendekatan penganggaran berbasis
program (money follows program) melalui penganggaran berbasis kinerja. Dalam
konteks hukum administrasi negara, prinsip money follows program ini
merupakan strategi yang digunakan untuk mewujudkan perencanaan dan
penganggaran keuangan negara maupun daerah yang baik.
Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana penerapan prinsip money
follows program dalam perencanaan APBD serta faktor pendukung dan
penghambat dalam penerapan prinsip money follows program dalam APBD di
Provinsi Lampung. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan normatif dan
empiris, data yang digunakan adalah data primer, data sekunder dan data tersier
kemudian dianalisis dengan dekriptif kualitatif yaitu dengan memberikan ulasan
atau interpretasi terhadap data yang diperoleh.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa: 1) Dalam perencanaan dan penganggaran
APBD Provinsi Lampung telah menerapkan prinsip money follows program
dengan pendekatan anggaran berbasis kinerja yang tercantum dalam Permendagri
nomor 33 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyusunan APBD tahun 2018 yang
diawali dari penyusunan RPJMD, RKPD, KUA-PPAS, RKA-SKPD, RAPBD dan
Perda APBD yang telah ditetapkan dengan Perda Nomor 27 Tahun 2017 tentang
APBD Tahun Anggaran 2018. 2) Terdapat faktor pendukungnya yaitu komitmen
pemerintah pusat yang ditindak lanjuti oleh pemerintah daerah dalam RKPD,
sementara faktor penghambatnya kurangnya SDM dan terbatasn ya kapasitas
keuangan daerah.
Kata kunci: Keuangan Daerah, Prinsip Money Follow Program, Perencanaan
APBD.1512011299 SEPTY NADIYA SAPUTRI-2022-04-01T06:06:52Z2022-04-01T06:06:52Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/57428This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/574282022-04-01T06:06:52ZPENGATURAN ALIH FUNGSI LAHAN RUANG TERBUKA HIJAU
MENJADI KAWASAN PERDAGANGAN DI KOTA BANDAR LAMPUNG
Kebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung tentang dialihfungsikannya Taman
Hutan Kota Way Halim berdampak berkurangnya Ruang Terbuka Hijau di Kota
Bandar Lampung. Melalui SK Walikota Bandar Lampung Nomor
172/1.01/HK/2017 Tentang Pemberian Izin untuk keperluan Transmart, jadi
Pemerintah Kota Bandar Lampung dapat mengubah fungsi Taman Hutan Kota
Way Halim yang awalnya berfungsi sebagai Ruang Terbuka Hijau kini menjadi
kawasan pengembangan bisnis.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Bagaimanakah Pengaturan Alih
Fungsi Lahan Ruang Terbuka Hijau Menjadi Kawasan Perdagangan di Kota
Bandar Lampung, (2) Bagaimanakah Implikasi Hukum Alih Fungsi Lahan Ruang
Terbuka Hijau Taman Hutan Kota Way Halim yang ada di Kota Bandar
Lampung. Metode yang digunakan metode yuridis normatif dan empiris, data
yang digunakan primer dan sekunder, diperoleh dari studi kepustakaan dan
lapangan, kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif, terkait rumusan
masalah.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa pengaturan alih fungsi ruang terbuka hijau
itu sebenarnya tidak diperkenankan baik berdasarkan Perda Kota Bandar
Lampung Nomor 4 Tahun 2004 maupun Perda Kota Bandar Lampung Nomor 10
Tahun 2011 Tentang RTRW. Implikasi hukumnya alih fungsi lahan tersebut
melanggar aturan tentang RTRW Kota Bandar Lampung, namun saat ini perda
tersebut saat ini masih dalam revisi dan Pemerintah Kota Bandar Lampung masih
mencari lahan yang sesuai untuk dijadikan taman hutan kota .
Kata Kunci: Alih Fungsi, Ruang Terbuka Hijau, Taman Hutan Kota 1412011406 Sondika Ragani.-2022-04-01T06:06:50Z2022-04-01T06:06:50Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/57424This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/574242022-04-01T06:06:50ZKEWENANGAN PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM
PENATAAN PASAR SMEP UNTUK PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO
KECIL DAN MENENGAHPemerintah Kota Bandar Lampung melalui Dinas Perdagangan memiliki
kewenangan untuk menata pasar tradisional di Kota Bandar Lampung berdasarkan
ketentuan Peraturan Walikota Nomor 60 Tahun 2016 tentang Tugas, Fungsi, dan
Tata Kerja Dinas Perdagangan Kota Bandar Lampung, salah satunya Pasar Smep.
Kondisi penataan pasar smep belum ideal, sehingga Dinas Perdagangan Kota
Bandar lampung perlu menyusun peratutan tentang penataan pasar. Permasalahan
dalam penelitian ini ialah: Bagaimana kewenangan Pemerintah Kota Bandar
Lampung dalam Penataan Pasar Smep untuk Pemberdayaan UMKM? Bagaimana
Pelaksanaan Penataan Pasar Smep untuk pemberdayaan UMKM? Bagaimana
penataan yang ideal terhadap UMKM di Pasar Smep. Penelitian ini menggunakan
pendekatan hukum normatif dan empiris. Jenis data yaitu data Primer yang
dilakukan dengan analisis terhadap peraturan dan buku, dan data Sekunder yang
dikumpulkan dengan wawancara dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan
yaitu Analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunujukan bahwa:
Kewenangan Dinas Perdagangan Kota Bandar Lampung ialah perumus kebijakan
sesuai dengan lingkup tugasnya, pelaksana kebijakan, pelaksana evaluasi dan
pelaporan, pelaksana administrasi dinas, dan pelaksana fungsi lain. Penataan Pasar
Smep sangat jauh dari kata ideal, sehingga Pemerintah Kota Bandar Lampung
perlu meningkatkan kinerjanya. Penataan pasar berdasarkan Peraturan Daerah
Kota yang berlaku seperti tersedia tempat parkir yang layak, gedung pasar smep
segera dibangun kembali sesuai standar yang baik, serta pasar yang bersih dan
nyaman.
Kata Kunci : Kewenangan,Penataan, Pasar Smep, UMKM
The Bandar Lampung City Government through the Trade Office has the
authority to organize traditional markets in Bandar Lampung City based on the
provisions of the Mayor's Regulation Number 60 of 2016 concerning the Tasks,
Functions and Work Procedures of the Lampung City Trade Office, one of which
is Smep Market. Smep market structuring conditions have not been ideal, so the
Trade Office of Bandar Lampung City needs to prepare a regulation on market
arrangement. The problem in this research is: How is the authority of the Bandar
Lampung City Government in Smep Market Arrangement for SME
Empowerment? How do you implement Smep Market Management to empower
MSMEs? How is the ideal arrangement for SMEs in the Smep Market? This study
uses normative and empirical legal approaches. Data types are Primary and
Secondary data collected by interviews and documentation. The data analysis
used was qualitative descriptive analysis. The results of the study showed that:
The authority of the Bandar Lampung City Trade Office based on the provisions
of Article 4 of the Bandar Lampung Mayor Regulation No. 60 of 2018 was the
formulator of policies in accordance with the scope of their duties, policy
implementers, implementers of evaluation and reporting, administration service,
and implementing other functions. The ideal market arrangement is set clearly in
the Bandar Lampung City Regional Regulation Number 10 of 2011 concerning
the 2011-2030 Regional Spatial Plan. The ideal arrangement is the availability of
a decent parking space, the smep market building will soon be rebuilt according to
the 2013 plan. and the creation of a clean and comfortable market.
Keywords: Authority, Structuring, Smep Market, UMKM 1512011280 Steven Chen-2022-04-01T06:06:48Z2022-04-01T06:06:48Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/57421This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/574212022-04-01T06:06:48ZPERAN KEPALA DESA DALAM PROSES PENDAFTARAN TANAH
UNTUK PERTAMA KALI DI DESA GEDUNG BATIN
KECAMATAN SUNGKAI UTARA KABUPATEN
LAMPUNG UTARA
Lack of awareness about the importance of land registration is still evident in the village of
Batin Village Village, North Sungkai Subdistrict, North Lampung District. Every resident of
his village still has not registered a lot of land or obtained a certificate of land. One of the
efforts to increase the process of land registration refers to Government Regulation No. 24 of
1997 on Land Registration, as well as other government programs on land registration, such
as Complete Systematic Land Registration.
The problems in this research are: (1) What is the role of the headman in the land registration
process for the first time in the Gedung Batin Village, North Sungkai Sub-District, North
Lampung Regency? (2) what factors are the obstacles to the role of the village head in the
land registration process for the first time? This study uses a normative juridical approach and
empirical jurisdiction with primary data and secondary data, where each data is obtained from
library and field research. Data analysis is done qualitatively.
The results of this research indicate: the role of the headman in the land registration process
for the first time, is to socialize the importance of land registration, check, provide legal
ownership of land owned by residents such as SKT, Waris, sporadic and provide documents
needed in the land registration process such as proof of PBB payments, minutes of village
elders and PTSL minutes.
Keyword : Headman, North Lampung
Kurangnya kesadaran mengenai pentingnya pendaftaran tanah masih jelas terlihat
pada masyarakat Desa Gedung Batin Kecamatan Sungkai Utara Kabupaten
Lampung Utara. Dimana setiap warga desanya masih belum banyak yang
mendaftarkan tanahnya atau memperoleh sertifikat tanah. Salah satu upaya untuk
peningkatan dalam proses pendaftaran tanah mengacu pada Peraturan Pemerintah
No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, serta program-program pemerintah
yang lain mengenai pendaftaran tanah, seperti Pendaftaran Tanah Sistematik
Lengkap.
Permasalahan dalam skripsi ini adalah: (1) Bagaimanakah peran kepala desa
dalam proses pendaftaran tanah untuk pertama kali di Desa Gedung Batin
Kecamatan Sungkai Utara kabupaten Lampung Utara ? (2) faktor-faktor apakah
yang menjadi penghambat terhadap peran kepala desa dalam proses pendaftaran
tanah untuk pertama kali ?. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis
normatif dan yuridis empiris dengan data primer dan data skunder, dimana
masing-masing data diperoleh dari penelitian kepustakaan dan lapangan. Analisis
data dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukan: peran kepala desa dalam prosese pendaftaran
tanah untuk pertama kali, adalah mensosialisasikan pentingnya pendaftaran tanah,
memeriksa, memberikan legalitas kepemilikan tanah yang dimiliki warga seperti
SKT, Surat Waris, surat Pernyataan Penguasaan fisik (sporadik) dan memberikan
surat-surat yang diperlukan dalam proses pendaftaran tanah seperti bukti
Pembayaran PBB, risalah tua-tua kampung dan risalah PTSL.
Kata Kunci : Kepala Desa, Lampung Utara 1512011204 TAUHID TURUNAN SYAH-2022-04-01T06:06:46Z2022-04-01T06:06:46Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/57419This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/574192022-04-01T06:06:46ZKEBIJAKAN PENGHAPUSAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
TERHADAP BIAYA PENGESAHAN SURAT TANDA NOMOR
KENDARAAN BERMOTOR DI PROVINSI LAMPUNG
OPenerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Polri sebagaimana
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 pada kenyataannya
memberatkan wajib pajak, sehingga pemberlakuan Putusan Mahkamah Agung
Nomor 12P/HUM/2017 membebaskan dari biaya pengesahan Surat Tanda Nomor
Kendaraan Bermotor (STNK). Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1)
Apakah kebijakan penghapusan PNBP pada biaya pengesahan STNK berpengaruh
pada pelayanan pembayaran pajak di Samsat Bandar Lampung? (2) Faktor-faktor
apakah yang menjadi pendukung dalam kebijakan penghapusan PNBP terhadap
biaya pengesahan STNK pada Samsat Bandar Lampung?
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan empiris.
Informan penelitian berasal dari pihak Samsat Bandar Lampung dan wajib pajak.
Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan, selanjutnya
data dianalisis secara deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Kebijakan penghapusan PNBP pada biaya
pengesahan STNK melalui Putusan Mahkamah Agung Nomor 12P/HUM/2017
telah dilaksanakan oleh Samsat Bandar Lampung dengan cara membebaskan
masyarakat dari pungutan biaya pengesahan STNK pada saat membayar pajak
kendaraan bermotor setiap tahunnya. Penghapusan PNBP tidak berdampak pada
penurunan kualitas pelayanan kepada masyarakat ketika memenuhi kewajiban
membayar pajak kendaraan bermotor di Samsat Bandar Lampung. (2) Faktorfaktor pendukung dalam kebijakan penghapusan PNBP terhadap biaya
pengesahan STNK pada Samsat Bandar Lampung adalah adanya dasar hukum
dalam melaksanakan Penghapusan PNBP biaya pengesahan STNK Kendaraan
Bermotor dan adanya prosedur Pembayarakan Pajak Kendaraan Bermotor melalui
kelompok kerja yang menggantikan sistem loket yang diberlakukan sebelumnya.
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Petugas pelayanan pajak kendaraan
bermotor di Samsat Bandar Lampung, untuk selalu bekerja secara optimal dan
professional. (2) Masyarakat sebagai wajib pajak untuk membayar pajak
kendaraan bermotor secara langsung dan tidak menggunakan jasa calo atau biro
jasa.
Kata Kunci: Kebijakan, Penghapuan PNBP, Pengesahan STNK
The Non-Tax State Revenue (PNBP) applicable to the National Police as
stipulated in Government Regulation Number 60 Year 2016 in fact burdens
taxpayers, so that the enactment of the Supreme Court Decision Number 12P /
HUM / 2017 exempts the cost of ratifying Motor Vehicle Registration Numbers
(STNK). The problems in this study are: (1) Does the policy of eliminating PNBP
on the cost of ratifying STNK affect the tax payment service in Bandar Lampung
Samsat? (2) What factors are the supporters in the policy of abolishing PNBP on
the cost of ratifying STNK in Bandar Lampung Samsat?
This study uses a normative juridical approach and empirical approach. The
research informants came from Bandar Lampung Samsat and taxpayers. Data
collection is done by literature study and field studies, then the data is analyzed
qualitatively.
The results of this study indicate: (1) The policy of abolishing PNBP on the cost of
ratifying STNK through Supreme Court Decision Number 12P / HUM / 2017 has
been carried out by Bandar Lampung Samsat by freeing the public from the
registration fee of the STNK when paying motor vehicle tax annually. The
elimination of PNBP does not have an impact on decreasing the quality of
services to the community when fulfilling the obligation to pay motor vehicle tax
in Bandar Lampung Samsat. (2) Supporting factors in the abolition of PNBP
policy towards the cost of authorizing STNK in Bandar Lampung Samsat is the
legal basis in implementing the elimination of PNBP fees for motor vehicle
registration and the existence of Motor Vehicle Tax Payment procedures through
working groups that replace the previously applied ticket window system.
Suggestions in this study are: (1) Motor vehicle tax service officers in Samsat
Bandar Lampung, to always work optimally and professionally. (2) The
community as taxpayers to pay motor vehicle tax directly and not use the services
of brokers or service bureaus.
Keywords: Policy, Eliminating of PNBP, ratifying of STNK1512011270 TRIANI KUSUMA PUTRI-2022-04-01T06:06:44Z2022-04-01T06:06:44Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/57417This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/574172022-04-01T06:06:44ZPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERAWAT SELAKU TENAGA
MEDIS DI LIWA KABUPATEN LAMPUNG BARAT
Perlindungan hukum terhadap perawat selaku tenaga medis telah diatur dalam
Undang-undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang keperawatan dimana perlindungan
hukum merupkan hak yang harus didapatkan oleh perawat sebagai pihak yang
memberikan sebuah layanan kesehatan.
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menganalisis perlindungan hukum
terhadap perawat selaku tenaga medis di RSUD Alimuddin Umar Liwa
Kabupaten Lampung Barat, serta menganalisis faktor apa saja yang menjadi
kendala dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap perawat, karena dalam
sektor kesehatan tenaga keperawatan merupakan jenis tenaga kesehatan terbesar
yang dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan selalu berhubungan langsung
dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya, sudah semestinya yang menjadi
perhatian adalah di dalam menjalankan tugasnya tak jarang perawat
bersinggungan dengan masalah hukum.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan normatif dan empiris dengan data
primer dan data sekunder di mana data penelitian diperoleh dari hasil observasi
lapangan dan wawancara mendalam terhadap informan dan responden yang di
pilih secara purposive (bertujuan).
Perlindungan hukum terhadap perawat selaku tenaga medis di RSUD Alimuddin
Umar Liwa Kabupaten Lampung Barat dilihat dari aspek regulasi telah terlindungi
hak-haknya sebagai tenaga medis, sebagai perawat selaku tenaga medis sudah
diatur dalam Undang-Undang Keperawatan. Namun dilihat dari data responden
masih ada perawat sebagai tenaga medis yang tidak terlindungi dalam segi
pelayanan kesehatan karena terdapat faktor yang sangat besar bagi terlindungnya
hak-hak atas perawat dalam menjalankan tugasnya yakni pemahaman dan
kesadaran akan hukum yang berlaku. Jumlah perawat yang hak nya tidak
terlidungi 20% dari jumlah perawat yang ada di RSUD Alimuddin Umar, ada
beberapa faktor yang menjadi penghambat terhadap perlindungan hukum yakni
tingkat kesadaran hukum masyarakat yang masih rendah serta kurangnya
komunikasi terhadap tenaga medis yang ada. Sedangkan faktor yang mendukung
ialah perawat memegang teguh hak-hak dan kewajibannya selaku tenaga medis
dengan melaksanakan tugasnya sesuai dengan Standar Oprasional Prosedur yang
dimiliki.
Kata kunci : Perlindungan Hukum, Perawat selaku Tenaga Medis, Rumah
Sakit
Legal protection for nurses as medical personnel has been regulated in Law
Number 38 of 2014 concerning nursing where legal protection is a right that must
be obtained by nurses as parties who provide a health service.
The main purpose of this study was to analyze the legal protection of nurses as
medical personnel at Alimuddin Umar Liwa Hospital in West Lampung Regency,
and analyze what factors were obstacles in implementing legal protection for
nurses, because in the health sector the nursing staff was the largest type of health
worker in the implementation of nursing services, it is always directly related to
patients and other health workers, it should be a concern that in carrying out their
duties not infrequently nurses intersect with legal issues
This research was conducted with a normative and empirical approach with
primary data and secondary data where the research data was obtained from the
results of field observations and in-depth interviews with informants and
respondents who were selected purposively.
Legal protection for nurses as medical personnel at Alimuddin Umar Liwa
General Hospital in West Lampung Regency viewed from the aspect of regulation
has protected their rights as medical personnel, as nurses as medical personnel are
regulated in the Nursing Act. However, from the respondent's data there are still
nurses as medical personnel who are not protected in terms of health services
because there are very large factors for protecting the rights of nurses in carrying
out their duties, namely understanding and awareness of applicable laws. The
number of nurses whose rights are not covered by 20% of the number of nurses in
Alimuddin Umar Hospital, there are several factors that become obstacles to legal
protection, namely the level of public legal awareness that is still low and the lack
of communication with existing medical personnel. While the supporting factors
are nurses holding fast to their rights and obligations as medical personnel by
carrying out their duties in accordance with the Standard Operational Procedure
they have.
Keywords: Legal Protection, Nurses as Medical Personnel, Hospitals1412011428 Trinita Wulan Sari-2022-04-01T06:06:43Z2022-04-01T06:06:43Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/57413This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/574132022-04-01T06:06:43ZPENGAWASAN KESELAMATAN PENERBANGAN OLEH UNIT
PENYELENGGARA BANDAR UDARA RADIN II LAMPUNG SELATAN
Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 Tentang Penerbangan, keamanan dan
keselamatan penerbangan memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam
operasi penerbangan, sehingga penyelenggaraan dan pembinaannya dikuasai oleh
negara yang pelaksanaannya dilakukan oleh pemerintah dalam satu kesatuan
sistem pelayanan keamanan dan keselamatan penerbangan sipil. Keselamatan
penerbangan bergantung pada berbagai faktor, baik kondisi pesawat, kondisi awak
pesawat, infrastruktur, maupun faktor alam, dipandang sebagai gabungan dari
berbagai aspek seperti kualitas, kehandalan, ketersediaan, kestabilan dan
keamanan.
Permasalahan penelitian ini adalah : (1) Bagaimanakah pengawasan keselamatan
penerbangan oleh unit penyelenggara bandar udara (UPBU) bandar udara radin
inten II? (2) Apakah yang menjadi faktor penghambat dalam pengawasan
keselamtan penerbangan?
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif empiris,
dengan data primer dan data sekunder prosedur pengumpulan data dilakukan
dengan melakukan studi pustaka dan studi lapangan.
Hasil penelitian menunjukkan, pengawasan keselamatan penerbangan oleh kantor
unit penyelenggara Bandar Udara Radin Inten II Lampung Selatan dilakukan
dengan dua pengawasan yang dilakukan oleh Kantor Unit Penyelenggara Bandar
Udara Radin Inten II yaitu pengawasan secara preventif dan pengawasan secara
represif. Pengawasan juga dilakukan secara eksternal oleh Inspektorat
Penerbangan dan pengawasan secara internal dilakukan langsung oleh Bandar
Udara Radin Inten II pengawasan dilakukan secara mandiri oleh pihak maskapai.
Adapun faktor penghambat pengawasan keselamatan penerbangan, menjadi
kendala yang dapat mengganngu keselamatan penerbangan baik yang berkaitan
dengan operasional pesawat udara, personil, jadwal penerbangan maupun keadaan
cuaca yang tidak mendukung.
Kata kunci : Pengawasan, Keselamatan Penerbangan, Faktor Penghambat
Law No. 1 of 2009 concerning aviation, aviation security and safety has a very
important and strategic role in aviation operations, so that the management and
guidance is controlled by the state whose implementation is carried out by the
government in a single civil aviation security and safety service system. Aviation
safety depends on various factors, both the condition of the aircraft, the condition
of various aspects such as quality, reliability, availability, stability and security.
The problems of this study are : (1) What is the flight safety supervision by the
airport organizing unit (UPBU) of the internal radar II? (2) What are the inhibiting
factors for monitoring flight safety?
The research method used in this study is empirical normative, with primary
dataand secondary data procedures for collecting data carried out by conducting
literature studies and field studies.
The results showed that flight safety supervision by the office of the organizer unit
of Radin Inten II Airport in south Lampung was carried out with two supervision
carried out by the office of the Radin Inten II Airport organizing unit namely
preventive supervision and repressiv supervision.
Supervision was also carried out externally by the aviation inspectorate and
internal supervision was carried out directly by Radin Inten II Airport, the
supervision was carried out indepedently by the airline. The inhibiting factors for
aviaion safety supervision are an obstacle that can interfere with aviation safety
both related to aircraft operations, personel, flight schedules and unfavorable
weather conditions.
Keywords : Supervision, Flight Safety, Inhibiting Factors 1512011175 VERA MONICA-2022-04-01T06:06:41Z2022-04-01T06:06:41Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/57409This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/574092022-04-01T06:06:41ZPENYELESAIAN SENGKETA TANAH DENGAN
CARA MEDIASI PADA KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN
LAMPUNG TENGAH
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 11
Tahun 2016 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan mengatur bahwa penyelesaian
sengketa tanah dapat dilakukan secara litigasi dan non litigasi. Penyelesaian secara litigasi
dilakukan di pengadilan, sedangkan non litigasi diselesaikan di luar pengadilan. Pada
Tahun 2017-2018 Kantor Pertanahan Kabupaten Lampung Tengah menangani 17 Kasus
sengketa tanah. Salah satu nya adalah kasus sengketa antara PT.GGP dan Masyarakat
Kampung Lempuyang Bandar, yang dapat diselesaikan dengan cara Mediasi.
Permasalahan nya adalah(1) bagaimanakah penyelesaian sengketa tanah dengan cara
mediasi dan (2) apasajakah faktor-faktor penghambat dalam penyelesaian sengketa tanah
dengan cara mediasi pada Kantor Pertanahan Kabupaten Lampung Tengah.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara yuridis normatif dan
yuridis empiris. Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.
Pengumpulan data melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Data
dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) pelaksanaan penyelesaian sengketa tanah dengan
cara mediasi pada Kantor Pertanahan Kabupaten Lampung Tengah melalui tahap
pengaduan masyarakat, pencatatan/pengadministrasian, pelaksanaan pengumpulan data
dan analisis, pelaksanaan mediasi, hasil mediasi sudah dengan Peraturan yang berlaku
dalam kasus sengketa antara PT.GGP dan masyarakat Kampung Lempuyang Bandar. (2)
faktor penghambat dalam proses mediasi antara lain (a) salah satu pihak tidak hadir, (b)
sikap egois dari para pihak, (c) pihak yang tidak beritikad baik memanfaatkan proses
mediasi sebagai cara untuk mengulur-ulur waktu atau ketidakjujuran dalam penyelesaian
sengketa, (d) adanya pihak yang setuju/tidak setuju dengan keputusan mediator, (e) data
kurang lengkap.
Kata Kunci: Mediasi, Penyelesaian Sengketa Tanah
Regulation of the Minister of Agrarian Affairs and Spatial Planning / Head of National Land
Agency Number 11 of 2016 concerning Settlement of Land Cases stipulates that the
settlement of land disputes can be carried out by litigation and non-litigation. Litigation is
done in court, while non litigation is settled outside the court. In 2017-2018 the Central
Lampung District Land Office handled 17 cases of land disputes. One of them is a dispute
case between PT.GGP and the Kampung Lempuyang Bandar community, which can be
resolved by Mediation. The problem is (1) how to settle land disputes by mediation and (2)
what are the inhibiting factors in land dispute settlement by mediation at the Central
Lampung District Land Office.
The research method used in this study is juridically normative and empirical juridical. The
data sources used are primary data and secondary data. Data collection through library
research and field research, data is analyzed qualitatively.
The results showed that (1) the implementation of the settlement of land disputes by
mediation at the Central Lampung District Land Office through the stages of public
complaints, recording / administration, the implementation of data collection and analysis, the
implementation of mediation, the results of mediation are already with the regulations in
force in the case of disputes between PT .GGP and Kampung Lempuyang Bandar
community. (2) the inhibiting factors in the mediation process include (a) one of the parties
not present, (b) the selfish attitude of the parties, (c) the party with no intention of utilizing
the mediation process as a way to stall for time or dishonesty in resolution dispute, (d) there
are parties who agree / disagree with the mediator's decision, (e) incomplete data.
Keywords: Mediation, Settlement of Land Disputes1512011098 Wella Ayu Hilari-2022-04-01T06:06:39Z2022-04-01T06:06:39Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/57404This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/574042022-04-01T06:06:39ZPENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN
DI PROVINSI LAMPUNG YANG PENDANAANNYA BERSUMBER DARI
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
Penyelenggaraan bantuan hukum bagi masyarakat miskin oleh Pemerintah Daerah
Provinsi Lampung merupakan amanat Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum. Semenjak diundangkannya Peraturan
Daerah Provinsi Lampung Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Bantuan Hukum Untuk
Masyarakat Miskin implementasinya belum terlaksana. Adapun yang menjadi
permasalahan dalam penulisan ini adalah: Bagaimana penyelenggaraan bantuan hukum
bagi masyarakat miskin di Provinsi Lampung? Apakah yang menjadi faktor penghambat
penyelenggaraan bantuan hukum untuk masyarakat miskin di Provinsi Lampung?
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan empiris. Penelitian normatif
dilakukan terhadap hal-hal yang bersifat teoritis asas-asas hukum, sedangkan pendekatan
empiris yaitu dilakukan untuk mempelajari hukum dalam kenyataannya.
Penyelenggaraan bantuan hukum bagi masyarakat miskin di Provinsi Lampung tidak
berjalan karena, baik litigasi maupun non litigasi masih tetap menjadi kewenangan
Kementerian Hukum dan HAM. Penganggaran dan pelaporan bantuan hukum bagi
masyarakat secara teknisnya tidak menggunakan dana APBD hal tersebut secara tidak
langsung memberikan otoritas kepada Pemerintah Pusat melalui Kementerian Hukum dan
HAM yang menyelenggarakan bantuan hukum. Sebaiknya Pemerintah Provinsi Lampung
segera menerbitkan Peraturan pelaksana Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 18
Tahun 2017 dan melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang adanya bantuan hukum
untuk masyarakat miskin dari Kementerian Hukum dan HAM.
Kata Kunci : Penyelenggaraan Bantuan Hukum, Masyarakat Miskin, Provinsi
Lampung
The implementation of legal aid for poor people by the Regional Government ofLampung
Province is mandated by Article 19 paragraph (1) and paragraph (2) of Law Number 16
of 2011 concerning Legal Aid. However, the enactment of the Regional Regulation of
Lampung Province Number 18 of 2017 concerning Legal Aid for poor communities has
not been implemented appropriately. The problems in this research are formulated as
follows: How is the implementation of legal aid for poor people in Lampung Province?
What are the inhibiting factors in the implementation of legal aid for poor people in
Lampung Province?
This research applied normative and empirical approaches. The normative approach was
done to deal with theoretical principles of the law, while the empirical approach was done
to research the law in reality.
The implementation of legal aid for poor people in Lampung Province not running
because litigation and non-litigation Process and remains under the authority of the
Ministry of Law and Human Rights, the budgeting and reporting of legal aid for poor was
not technically funded by APBD (Regional Government Budget). therefore, the Central
Government through the Ministry of Law and Human Rights has the provide legal
assistance.It is recommended that the Government of Lampung Province immediately
issuing the Governor Regulation/ Regulation Procedur Regional Regulation of Lampung
Province No. 18 of 2017 and disseminate to the public about the existence of legal
assistance for the poor from the Ministry of Law and Human Rights.
Keywords: Implementation of Legal Aid, Poor People, Lampung Province 1412011439 Yesi Riantika-2022-04-01T06:02:26Z2022-04-01T06:02:26Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/57440This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/574402022-04-01T06:02:26ZPEMUNGUTAN PAJAK RESTORAN DALAM MENINGKATKAN
PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA METRO
ABSTRACT
INVESTMENT OF RESTAURANT TAX IN INCREASING
REGIONAL ORIGINAL INCOME IN METRO CITY
By
Andri Sambas Surya Jaya
The development of the number of restaurants in Metro City can be used as an effort for
the Tax and Retribution Management Agency to increase Restaurant Tax Revenues, in
2014 it has not yet reached the target, and there was a very significant change in 2015 to
reach 34.56% of the target budgeted, but in 2016 only grew by 8.59%, this shows the lack
of optimal implementation of restaurant tax collection in Metro City, in the Restaurant
Tax collection regulated in Metro City Regional Regulation No. 2 of 2012 concerning
Regional Taxes. Research Problems: (1) How is restaurant tax collection in increasing
Regional Original Revenue in Metro City? (2) What are the supporting factors and
inhibiting factors in collecting restaurant taxes in Metro City?
The problem approach used is a normative juridical approach and an empirical juridical
approach. This approach is carried out by describing and describing the results obtained,
both from the results of the library data and from the results of the data in the field.
The results of this study indicate: (1) Collection of restaurant tax according to the
Regional Tax and Retribution Management Agency uses a Self Assessment system that
has a series of activities ranging from data collection of objects and taxpayers, then
compiling the list of taxpayers, then establishing and confirming local taxpayers the local
taxpayer is given a Regional Taxpayer Identification Number (NPWPD), then the
Taxpayer fills in the SPTPD form, the results of the SPTPD are checked and then verified
by the BPPRD who then get a Deposit Certificate (STS) to be paid through the bank or
officer who has provided by BPPRD. (2) The factor that supports restaurant tax collection
is to increase restaurant tax. The government conducts routine socialization every year,
and supervises taxpayers, then the factor that becomes a barrier to restaurant tax
collection is that taxpayers still do not understand the restaurant tax rules.
Keywords: Tax Collection, Regional Original Income, Restaurant Tax
Perkembangan jumlah restoran yang ada di Kota Metro dapat dijadikan sebagai
upaya bagi Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi dalam meningkatkan
Pendapatan Pajak Restoran, pada tahun 2014 belum mencapai target kemudian
terjadi perubahan yang sangat signifikan pada tahun 2015 hingga mencapai
pertumbuhan sebesar 34,56% dari target yang telah anggarkan, tetapi pada tahun
2016 hanya mengalami pertumbuhan sebesar 8,59%, hal ini menunjukan kurang
optimalnya pelaksanaan pemungutan pajak restoran di Kota Metro, dalam
pemungutan Pajak Restoran diatur dalam Peraturan Daerah Kota Metro No. 2
Tahun 2012 tentang Pajak Daerah. Permasalahan Penelitian: (1) Bagaimanakah
pemungutan pajak restoran dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di Kota
Metro? (2) Apa sajakah yang menjadi faktor pendukung dan faktor penghambat
dalam pemungutan pajak restoran di Kota Metro?
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan
pendekatan yuridis empiris. Pendekatan tersebut dilakukan dengan cara
mendeskripsikan dan menggambarkan dari hasil yang didapatkan, baik dari hasil
data kepustakaan maupun dari hasil data dilapangan.
Hasil Penelitian ini menunjukan: (1) Pemungutan pajak restoran menurut Badan
Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah menggunakan sistem Self Assesment
yang memiliki rangkaian kegiatan di mulai dari pendataan objek dan wajib pajak,
kemudian menyusun daftar wajib pajak tersebut, lalu menetapkan dan
mengukuhkan wajib pajak daerah kemudian wajib pajak daerah tersebut diberikan
Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD) selanjutnya Wajib Pajak tersebut
mengisi borang SPTPD, hasil dari SPTPD tersebut dilakukan pengecekan untuk
selanjutnya diverifikasi oleh BPPRD yang kemudian mendapatkan Surat Tanda
Setoran (STS) untuk di bayarkan melalui bank atau petugas yang telah disediakan
oleh BPPRD. (2) Faktor yang menjadi pendukung pemungutan pajak restoran
yaitu untuk meningkatkan pajak restoran pemerintah melakukan sosialisasi rutin
setiap tahun, dan melakukan pengawasan kepada wajib pajak, kemudian Faktor
yang menjadi penghambat pemungutan pajak restoran adalah wajib pajak masih
belum mengerti tentang aturan pajak restoran.
Kata Kunci : Pemungutan Pajak, Pendapatan Asli Daerah, Pajak Restoran1412011459 Andri Sambas Surya Jaya-2022-04-01T06:02:22Z2022-04-01T06:02:22Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/57438This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/574382022-04-01T06:02:22ZPENYELENGGARAAN PEMBERIAN SANTUNAN KECELAKAAN
LALU LINTAS OLEH PT JASA RAHARJA (PERSERO)
CABANG LAMPUNG
Kecelakaan lalu lintas sebagai suatu kejadian yang tidak diharapkan menimbulkan
kerugian bagi manusia, baik itu kerugian dari segi fisik berupa luka-luka, cacat dan
meninggal dunia, maupun kerugian yang bersifat materil. Sehubungan dengan hal
tersebut maka masyarakat membutuhkan asuransi sosial Jasa Raharja.Permasalahan
dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah penyelenggaraan pemberian santunan
kecelakaan lalu lintas oleh PT Jasa Rahaja (Persero) Cabang Lampung? (2) Apakah
yang menjadi faktor-faktor penghambat penyelenggaraan pemberian santunan
kecelakaan lalu lintas oleh PT Jasa Rahaja (Persero) Cabang Lampung?
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan empiris. Jenis data
terdiri dari data sekunder dan data primer yang dikumpulkan dengan wawancara dan
dokumentasi. Analisis data menggunakan analisis kualitatif dan analisis SWOT.
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Penyelenggaraan pemberian santunan
kecelakaan lalu lintas oleh PT Jasa Rahaja (Persero) Cabang Lampung klaim
diajukan oleh korban atau ahli waris korban dengan mengisi formulir pengajuan
santunan yang berisi data identitas diri dari korban dan ahli waris korban secara
lengkap dan keterangan tentang kecelakaan, identitas dan sifat cidera korban akibat
kecelakaan, kesimpulan kecelakaan, formulir permohonan santunan sebagai
dokumen dasar permintaan santunan asuransi diserahkan kepada PT. Jasa Raharja
terdekat untuk pembayaran penyelesaian santunan asuransi korban yang akan
diterimakan langsung kepada korban atau ahli waris korban yang sah. (2) Faktorfaktor penghambat penyelenggaraan pemberian santunan kecelakaan lalu lintas oleh
PT Jasa Rahaja (Persero) Cabang Lampung adalah: pembayaran premi tidak sesuai
dengan ketentuan dalam melaporkan klaim, tertanggung melakukan keterlambatan,
keluarga pasien tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan, pengobatan akibat
kecelakaan lalu lintas dilakukan ditempat tradisional dan pihak korban ataupun ahli
waris masih banyak yang belum mengetahui apa keewajibannya dalam pemenuhan
surat persyaratan pengajuan dana santunan kecelakaan lalu lintas tersebut.
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Pihak PT. Jasa Raharja agar lebih
meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat luas tentang dana santunan kecelakaan
lalu lintas. (2) Pihak PT. Jasa Raharja harus lebih efektif dalam mendampingi korban
atau ahli waris korban dalam melakukan proses pencairan dana santunan.
Kata Kunci: Pemberian Santunan, Kecelakaan Lalu Lintas, Jasa Raharja
ABSTRACT
IMPLEMENTATION OF THE PROVISION OF TRAFFIC ACCIDENT
COMPENSATION BY PT JASA RAHAJA (PERSERO)
LAMPUNG BRANCH
By
Traffic accidents as an event that is not expected to cause harm to humans, both
physical losses in the form of injuries, disability and death, as well as material
losses. In connection with this, the community needs Jasa Raharja social insurance.
The problems in this study are: (1) How is the implementation of the provision of
traffic accident compensation by PT Jasa Rahaja (Persero) Lampung Branch? (2)
What are the inhibiting factors for the administration of traffic accident
compensation by PT Jasa Rahaja (Persero) Lampung Branch?
This study uses a normative and empirical juridical approach. The type of data
consists of secondary data and primary data collected by interviews and
documentation. Data analysis using qualitative analysis dan SWOT analysis.
The results of this study indicate: (1) Implementation of the provision of traffic
accident compensation by PT Jasa Rahaja (Persero) Lampung Branch claim
submitted by the victim or the heirs of the victim by filling out a compensation
application form containing identity data from the victim and the complete heirs of
the victim information about accidents, identity and nature of injuries caused by
accidents, conclusions of accidents, compensation forms as basic documents for
insurance compensation requests submitted to PT. The closest Raharja service for
payment of settlement of victims' insurance benefits will be directly given to the
victim or the legal heirs of the victim. (2) The inhibiting factors for the provision of
traffic accident compensation by PT Jasa Rahaja (Persero) Lampung Branch are:
premium payments not in accordance with the provisions in reporting claims, the
insured makes a delay, the patient's family does not meet the specified requirements,
treatment due to an accident traffic is carried out in traditional places and there are
still many victims or heirs who do not yet know what their obligations are in fulfilling
the requirements for submitting the traffic accident compensation fund.
Suggestions in this study are: (1) PT. Jasa Raharja to further improve socialization
to the general public about traffic accident compensation funds. (2) PT. Jasa
Raharja must be more effective in assisting victims or the heirs of victims in the
process of disbursing compensation funds.
Keywords: Provision of Compensation, Traffic Accidents, Jasa Raharja1542011096 FEBRIANSYAH PUTRA-2022-04-01T06:02:20Z2022-04-01T06:02:20Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/57436This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/574362022-04-01T06:02:20ZKEBIJAKAN HUKUM PEMBANGUNAN UNDERPASS DI JALAN
ZAINAL ABIDIN PAGARALAM SEBAGAI UPAYA
MENCIPTAKAN KELANCARAN LALU LINTAS
DI KOTA BANDAR LAMPUNG
Kebijakan mengatasi kemacetan lalu lintas oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung
diarahkan pada terciptanya kelancaran dan ketertiban lalu lintas baik untuk saat ini
maupun untuk masa yang akan datang sesuai dengan kewenangan yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan. Permasalahan penelitian: (1) Bagaimana pengaturan hukum dalam kaitannya
dengan pembangunan underpass di Jalan Zainal Abidin Kota Bandar Lampung? (2)
Bagaimana kebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam pembangunan
underpass di Jalan Zainal Abidin Pagar Alam sebagai upaya menciptakan
kelancaran lalu lintas?
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris.
Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Data
dianalisis secara kualitatif untuk memperoleh kesimpulan.
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Pengaturan hukum dalam kaitannya dengan
pembangunan underpass di jalan Zainal Abidin Kota Bandar Lampung di antaranya
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Jalan dan Peraturan Pemerintah
Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan. Mengingat status jalan Z.A Pagaralam
merupakan jalan nasional sehingga berdasarkan Pasal 5 Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2010 tentang Pedoman Pemanfaatan dan
Penggunaan Bagian-Bagian Jalan, yang mengatur mengenai prosedur izin
pembangunan underpass di jalan Z.A Pagaralam. (2) Kebijakan Dinas Perhubungan
dalam rangka mendukung kelancaran lalu lintas di Kota Bandar Lampung
dilaksanakan dengan pembangunan underpass di Jalan Zainal Abidin Pagaralam
yang bertujuan untuk mengurai kendaraan yang melalui Jalan Z.A Paragalam dan
Jalan Soemantri Brojonegoro, karena dengan adanya underpass kendaraan yang
akan menuju ke jalan-jalan tersebut tidak akan bertemu pada suatu titik pertemuan
ruas yang menghubungkan kedua jalan, sehingga tidak terjadi penumpukan
kendaraan dan tidak berdampak pada kemacetan lalu lintas.
Saran dalam penelitian ini sebagai berikut: (1) Sebaiknya kebijakan dalam
mengatasi kemacetan lalu lintas direncanakan melalui pengkajian manajemen lalu
lintas secara matang (2) Sebaiknya kebijakan dalam mengatasi kemacetan lalu lintas
dilakukan secara berkesinambungan dan komprehensif, sehingga tetap aplikatif
meskipun telah terjadi pergantian kepemimpinan Kota Bandar Lampung.
Kata Kunci: Kebijakan Hukum, Pembangunan Underpass, Lalu Lintas1412011286 MUHAMMAD SENDY M-2022-03-30T06:24:22Z2022-03-30T06:24:23Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56869This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/568692022-03-30T06:24:22ZREGULASI HUKUM TRANSPORTASI BERBASIS APLIKASI ONLINE DI
INDONESIAPada era teknologi yang semakin berkembang saat ini memberi pengaruh besar
pada inovasi di bidang transportasi dengan munculnya trasportasi berbasis aplikasi
online. Moda transportasi online ini berbasis aplikasi yang dikembangkan untuk
memudahkan pemakai memperoleh akses kepada layanan transportasi. Keberadaan
jasa transportasi online ini sempat menjadi polemik hukum di kalangan penegak
hukum, dimana dalam aturan hukum kendaraan roda dua (Aplikasi Online)
bukanlah termasuk dalam moda pengangkutan berdasarkan Undang-Undang Nomor
22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pada dasarnya sepeda
motor hanya digunakan untuk angkutan lingkungan, bukan angkutan perkotaan di
jalan-jalan utama, di negara-negara maju. Permasalahan penelitian ini adalah:
Bagaimana pengaturan hukum terhadap transportasi umum berbasis aplikasi online
dan bagaimana perlindungan dan hubungan hukum terhadap pengemudi transportasi
umum berbasis aplikasi online.
Metode penelitian dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif dan yuridis
empiris. Jenis data menggunakan data sekunder dan data primer. Narasumber
penelitian terdiri dari Dinas perhubungan provinsi Lampung dan pengemudi
transportasi online. Analisis data menggunakan analisis kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa regulasi transportasi berbasis
aplikasi online di Indonesia merupakan bentuk diskresi hukum atau keputusan yang
ditetapkan oleh pejabat pemerintah untuk mengatasi persoalan kongkret yang
dihadapi pemerintah dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan
pilihan sesuai dengan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014
tentang Administrasi Pemerintahan untuk mengisi kekosongan hukum dalam
persoalan transportasi berbasis aplikasi online agar kegiatan tersebut mempunyai
payung hukum. Perlindungan hukum terhadap pengemudi Go-Jek sebagai mitra dari
PT Go-Jek Indonesia masih kurang optimal, karena dalam perjanjian antara PT Go-
Jek Indonesia dan pengemudi Go-Jek hanya memuat hak-hak yang dimiliki oleh PT
Go-Jek Indonesia dan belum mengatur mengenai kewajiban-kewajiban pihak
perusahaan PT Go-Jek.
Kata Kunci: Regulasi, trasnportasi online, pengemudi, perlindungan hukum.
In the era of technology that is increasingly developing at this time gives a big
influence on innovation in the field of transportation with the emergence of online
application based transportation. This online mode of transportation is application
based developed to make it easier for users to gain access to transportation services.
The existence of this online transportation service had become a legal polemic in
law enforcement circles, where the legal rules of two-wheeled vehicles (Online
Application) were not included in the mode of transportation based on Law
Number 22 Year 2009 concerning Road Traffic and Transportation. Basically
motorbikes are only used for environmental transportation, not urban transportation
on major roads, in developed countries. The problem of this study is: How is the
legal regulation of online applications based on online transportation and how is the
protection and legal relations of drivers of online application-based online
transportation.
The research method is carried out with a normative juridical approach and
empirical juridical. The type of data uses secondary data and primary data. Research
sources included the Lampung provincial transportation office and online
transportation drivers. Data analysis using qualitative analysis.
The results of the research and discussion show that the regulation of online
application-based transportation in Indonesia is a form of legal discretion or a
decision determined by government officials to address the concrete problems faced
by the government in terms of legislation that provides choices in accordance with
article 1 number 9 30 of 2014 concerning Government Administration to fill the
legal vacuum in the issue of online application-based transportation so that these
activities have a legal umbrella. Legal protection against the Go-Jek driver as a
partner of PT Go-Jek Indonesia is still not optimal, because the agreement between
PT Go-Jek Indonesia and the Go-Jek driver only contains the rights owned by PT
Go-Jek Indonesia and has not regulated obligations of the company PT Go-Jek.
Keywords: Regulation, online transportation, driver, legal protection.1542011078 RIO FAHNI-2022-03-30T06:23:00Z2022-03-30T06:23:00Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56865This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/568652022-03-30T06:23:00ZPERIZINAN RUMAH TOKO DAN KAITANNYA DENGAN RENCANA
TATA RUANG WILAYAH KOTA BANDAR LAMPUNGKebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung tentang perizinan rumah toko yang
ada di Kota Bandar Lampung yaitu agar dapat mengatasi permasalahan setiap
pembangunan rumah toko yang tidak terkendali, melalui kebijakan Pemerintah
Kota Bandar Lampung dapat mengubah pembangunan rumah toko (ruko) yang
ada di Kota Bandar Lampung menjadi tertata, nyaman, dan sesuai dengan
aturannya.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah Perizinan Ruko di
Kota Bandar Lampung, (2) Bagaimanakah Kaitannya antara Izin Rumah Toko
dengan Tata Ruang Kota Bandar Lampung. Metode yang digunakan yaitu
pendekatan norma hukum, data yang digunakan primer dan sekunder, diperoleh
dari studi kepustakaan dan lapangan, kemudian dianalisis secara deskriptif
kualitatif, terkait rumusan masalah.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa perizinan ruko yang ada di Kota Bandar
Lampung wajib melengkapi syarat, kewenangan, dan juga prosedur dalam
pembangunan ruko yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan termasuk
Keterangan Rencana Kota, Izin Pendahuluan Membangun, dan Izin Mendirikan
Bangunan. Pembangunan ruko di Kota Bandar Lampung mengacu pada rencana
tata ruang wilayah Kota Bandar Lampung. Setiap pemohon izin pembangunan
ruko harus mendapatkan rekomendasi dari dinas tata ruang guna mendukung
upaya pemerintah dalam menata kota. Untuk itu perlu wajib pengawasan dan
pembinaan yang ketat terhadap pembangunan ruko khususnya Kota Bandar
Lampung agar tidak ada lagi bangunan liar ataupun pemberian izin mendirikan
bangunan yang tidak sesuai dengan RTRW Kota Bandar Lampung berdasarkan
Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 tentang RTRW.
Kata Kunci: Perizinan; Rumah Toko; Koordinasi; Tata Ruang
The policy of Bandar Lampung Goverment concerning of Shophouse licensing is
to solve the problems of spatial disarranged. Through this policy, the development
of Shophouse in the City of Bandar Lampung will being arranged, comfortable
and swit to the rules.
The problems in this research are (1) How is the Shophouse licensing in Bandar
Lampung, (2) How is the relation about Shophouse licensing and the spatial plans
of Bandar Lampung City. This research uses normative approach, uses primary
and secondary data which was from the literature and empiricaly, and then it is
analyzed descriptively, qualitatively, and related to the aims.
The research result showed that the shophouse licensing in Bandar Lampung must
complete the requirements, authority, and procedures in the construction of the
shophouse in accordance with the legislation, include the city plan, building
preliminary licence, and building licence. The construction of shophouses in
Bandar Lampung refers to the spatial plan of the Bandar Lampung city area.
Every applicant for a shophouse building permit must obtain a recommendation
from the spatial planning department to support the government's efforts to
organize the city. For this reason, there is a need for strict supervision and
guidance on the construction of shophouses, especially in Bandar Lampung City
so that there are no more illegal buildings or building construction license that are
not in accordance with the Bandar Lampung City Spatial Plan, based on the 2011
regional regulation number 10 about spatial plans.
Keywords: Licensing; Shop House; Coordination; Layout1512011143 Rika Dianita Rosari-2022-03-30T06:22:26Z2022-03-30T06:22:26Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56862This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/568622022-03-30T06:22:26ZPELAKSANAAN PELAYANAN DAN PEMENUHAN HAK-HAK
PENYANDANG DISABILITAS DALAM BIDANG PENDIDIKAN
DI KOTA BANDAR LAMPUNGMenurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang penyandang Disabilitas,
untuk mewujudkan penhormatan, pemajuan dan pemenuhan hak asasi manusia
serta kebebasan penyandang disabilitas, harus dilakukannya upaya-upaya dalam
rangka pemenuhan hak bagi mereka khusunya dalam bidang pendidikan. Tetapi,
dalam kenyataannya masih banyak penyandang disabilitas yang kurang
mendapatkan pelayanan terkait dengan pemenuhan hak memperoleh pendidikan.
Padahal sudah tertera jelas dalam Pasal 9 Peraturan Daerah Provinsi lampung
Nomor 10 Tahun 2013, bahwa setiap penyandang disabilitas memiliki
kesempatan dan perlakuan yang sama untuk memperoleh pendidikan pada
satuan, jalur, jenis dan jenjang pendidikan sesuai dengan jenis dan derajat
kedisabilitasannya.Permasalahan penetilian ini adalah bagaimanakah upaya
pelayanan dan pemenuhan hak bagi penyandang disabilitas dalam bidang
pendidikan di Kota Bandar Lampung, serta apa sajakah faktor-faktor yang
mempengaruhi pemenuhan hak mendapatkan pendidikan bagi penyandang
disabilitas.
Metode penelitian ini menggunakan penelitian normatif dan empiris berdasarkan
fakta-fakta hukum yang bersumber dari substansi peraturan perundang-
undangan, serta penelitian hukum empiris dengan berdasarkan hasil riset pada
dinas pendidikan, sekolah luar biasa, dan organisasi penyandang disabilitas.
Penelitian normatif mengkaji peraturan perundang-undangan, dan penelitian
empiris mengkaji data lapangan yang diperoleh dari dinas pendidikan, sekolah
luar biasa, dan organisasi penyandang disabilitas.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa upaya pemenuhan hak bagi penyandang
disabilitas dilakukan dengan memberikan fasilitas pendidikan mulai dari jenjang
pendidikan terendah Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Sekolah Menengah Atas
(SMA). Hambatan-hambatan yang dijumpai dalam upaya pemenuhan hak bagi
penyandang disabilitas adalah tidak adanya balai rehabilitasi pemerintah,
terbatasnya anggaran, kurangnya sumber daya manusia yang profesional,
kurangnya kesadaran orang tua yang memiliki anak penyandang disabilitas,
minimnya infrastruktur di sekolah untuk penyandang disabilitas. Impelementasi
undang-undang tentang Convention on the Rights of Persons with Disabilities
(CPRD) dilaksanakan melalui dinas sosial dan sekolah luar biasa dengan usaha
memenuhi hak penyandang disabilitas khususnya dalam bidang pendidikan.
Kata Kunci : Disabilitas, Hak, Pemenuhan, Pendidikan
1412011377 Ridho Arya Pratama -2022-03-30T06:21:35Z2022-03-30T06:21:35Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56861This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/568612022-03-30T06:21:35ZKEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM
PEMBUATAN KARTU TANDA PENDUDUK ELEKTRONIK
(e-KTP) DI BANDAR LAMPUNGPemerintah Kota Bandar Lampung telah mengeluarkan kebijakan dalam
perekaman data diri dalam pembuatan e-KTP bisa dilakukan di seluruh kecamatan
tanpa terkecuali, asalkan benar warga Bandar Lampung cukup membawa kartu
keluarga dan tidak dipungut biaya. Kebijakan tersebut diperkuat dengan addanya
Keputusan WaliKota Bandar Lampung Nomor 881/IV/2013 Tentang Pelayanan
KTP, KK, Akta kelahiran, akta perkawinan, akta kematian, akta perceraian dan
akta pengakuan anak secara Gratis bagi masyarakat di wilayah Kota Bandar
Lampung.
Permasalahan dalam penelitian ini: 1) Bagaimana kebijakan pemerintah Kota
Bandar Lampung dalam upaya peningkatan pembuatan e-KTP di seluruh
Kecamatan di Bandar Lampung? (2) Apakah yang menjadi faktor penghambat
dinas kependudukan pencatatan sipil dalam melakukan pelaksanaan dan
sosialisasi terhadap kebijakan pemerintah Kota Bandar Lampung dalam upaya
kemudahan pembuatan e-KTP?
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan hukum normatif dan
empiris. Jenis data terdiri dari data sekunder dan data primer yang dikumpulkan
dengan wawancara dan dokumentasi Analisis data menggunakan analisis
kualitatif.
Hasil penelitian ini menujukan: (1) Kebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung
dalam usahanya menambah pengetahuan masyarakat akan pentingnya
keterpaduan pembuatan e-KTP yang sesuai dengan Rencana di Kota Bandar
Lampung yaitu untuk mempermudah masyarakat mendapatkan hak-haknya
dengan mudah dan membantu Pemerintah Kota Bandar Lampung untuk mendata
masyarakat dan mendukung program pembangunan (2) Hambatan dalam
melaksanakan kebijakan ini adalah, Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap
adanya Kebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam pembuatan e-KTP di
seluruh Kota Bandar Lampung.
Kata kunci: Kebijakan, Upaya Peningkatan, Pembuatan e-KTP
1212011254 R. Harry Mulia-2022-03-30T06:21:04Z2022-03-30T06:21:04Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56859This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/568592022-03-30T06:21:04ZPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA OUTSOURCING
OLEH DINAS TENAGA KERJA KOTA BANDAR LAMPUNGPertumbuhan dunia usaha membuat kebutuhan tenaga kerja semakin meningkat.
Perusahaan gemar melaksanakan praktik outsourcing, demi menekan jumlah
pekerja dan mendapatkan keuntungan yang besar dengan menyerahkan tanggung
jawab pekerjaan penunjang pada perusahaan lain. Pekerja outsourcing merupakan
bagian dari tenaga kerja yang diatur dan dilindungi melaluiUndang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Permasalahan yang sering terjadi
dalam sistem outsourcingadalah pemutusan hubungan kerja sepihak, tidak
terjaminnya hak-hak pekerja outsourcing, dan tidak ada jaminan kelangsungan
bekerja yang diberikan oleh perusahaan.Berdasarkan kenyataan tersebut penulis
merumusakan permasalahan yaitu (1)Bagaimanakah Perlindungan Hukum
Terhadap Pekerja Outsourcing oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung
dan (2) Apa Sajakah Faktor Penghambat Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja
Outsourcing oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung.
Dalam menjawab permasalahan digunakan dua metode penelitian yaitu yuridis
normatif dan yuridisempiris. Sumber data berasal dari data primer dan data
sekunder yang dikumpulkan melalui penelitian kepustakaan dan penelitian
lapangan di Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung. Analisis data
menggunakan metode deskriptif kualitatif.
Dari hasil penelitian dan pembahasan, diketahui bahwa (1) perlindungan hukum
pekerja outsourcing oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung dilakukan
secara repsesif yaitu pengendalian setelah terjadi sengketa dengan membantu
proses penyelesaian perselisihan dan mengupayakan pengembalian hak-hak
pekerja outsourcing yang tidak diberikan sebelum atau sesudah terjadi
perselisihan, seperti upah, THR, uang lembur serta iuran jaminan kesehatan kerja.
(2) Faktor penghambat perlindungan hukum tersebut karena (a) tidak ada kantor
perwakilan perusahaan outsourcing, (b) sulit mencapai kesepakatan karena
kerasnya keinginan para pihak, (c) isi perjanjian kerja terdapat hal-hal yang dapat
memutus hubungan kerja secara sepihak tanpa adanya jaminan terpenuhinya hak-
hak pekerja outsourcingserta (d)tidak ada jaminan kelangsungan bekerja pekerja
outsourcing.
Saran dalam penelitian ini berdasarkan hasil penelitian adalah perlu adanya
kordinasi yang baik antara Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung dengan
Dinas Tenaga Kerja Provinsi Lampung yang memiliki fungsi pengawasan terkait
masalah-masalah sistem outsourcing yang terjadi sehingga dapat mencegah
terjadinya perselisihan secara dini dan menimalisir adanya banyaknya pengaduan
perselisihan pekerja outsourcing.
Kata kunci: Perlindungan Hukum, Tenaga Kerja,Outsourcing.
The growth of business realm makes worker demands get increased. A company
revels doing outsourcing to work the workers up and get high profits by handing
the responsibility of the support workers over other companies. Outsourcing
workers are regulated and protected by Number 13 of Year 2003 Concerning
Manpower Affairs. The matters that often occur in outsourcing system are the
entrepreuner unilaterally terminates the employment, the rights of outsourcing
workers are not guaranteed, there are not any guarantees of continuity of workers
from the company. Found on the statements, the writer made the formulation of
the problems as following (1) how is legal patronage against outsourcing workers
under Bandar Lampung Department of Manpower (2) what are resistor factors in
legal patronage against outsourcing workers under Bandar Lampung Department
of Manpower.
To answer the problems, the writer used two research methods, they were
normative juridical and empirical juridical. The data sources were from primary
and secondary data which were collected through literature research and field
research In Bandar Lampung Department Of Manpower. The analysis of the data
used descriptive qualitative method.
Based on the results of the research and discussion, those were known that (1)
legal patronage against outsourcing workers under Bandar Lampung Department
of Manpower is carried out repsessively, which is the control after coming off a
dispute by assisting the conflict completion process and striving to return the
rights of outsourcing workers not given before or after coming off a conflict, as
though wages, a mandatory allowance, overtime pay and occupational health
insurance contributions. (2) the legal patronage resistor factors as follow (a) there
are no representative offices of an outsourcing company, (b) it is difficult to get a
deal because of the hard will of the parties, (c) there are things that can
unilaterally terminate the employment without guaranteeing the fulfillment of the
rights of outsourcing workers in the contents of the work agreement and (d) there
are not any guarantees of continuity of work for outsourcing workers.
The suggestion in this research based on the result of the research is there needs to
be good coordination between Bandar Lampung Department of Manpower and
Department of Manpower of Lampung Province which has a supervisory function
related to outsourcing system problems that occur, so that it can prevent the
occurrence of disputes early on and minimize the number of complaints from
outsourcing workers.
Keywords : Legal Patronage, Manpower, Outsourcing1512011051 Putri Rachma Sholeha-2022-03-30T06:20:17Z2022-03-30T06:20:31Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56858This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/568582022-03-30T06:20:17ZTINJAUAN NORMATIF TERHADAP POTENSI PENGENAAN
PAJAK TRANSAKSI ELEKTRONIKTransaksi elektronik merupakan salah satu potensi di bidang perpajakan sehingga
Direktorat Jenderal Pajak memberlakukan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
Nomor SE-62/PJ/2013 tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan Atas Transaksi E-
Commerce sebagai kebijakan untuk mengoptimalkan penerimaan negara atas Pajak
Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) terhadap transaksi e-
commerce. Permasalahan penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah pengaturan
mengenai potensi pengenaan pajak transaksi elektronik? (2) Apakah faktor-faktor
yang menjadi penghambat pelaksanaan pengenaan pajak transaksi elektronik?
Penelitian ini menggunakan pendekatan hukum normatif dan empiris. Jenis data
terdiri dari data sekunder dan data primer yang dikumpulkan dengan wawancara dan
dokumentasi Analisis data menggunakan analisis deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Pengaturan mengenai potensi
pengenaan pajak transaksi elektronik meliputi Pajak Penghasilan dan Pajak
Pertambahan Nilai terdapat di dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-62/PJ/2013 tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan Atas Transaksi E-
Commerce dan SE-06/PJ/2015 tentang Pemotongan dan atau Pemungutan Pajak
Penghasilan atas Transaksi E-Commerce, dengan mengacu kepada Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dan Peraturan Pemerintah Nomor
1 Tahun 2012 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah, terdiri dari pajak penghasilan dan pajak
pertambahan nilai atas transaksi E-Commerce, yang meliputi pajak atas proses bisnis
jasa penyediaan tempat dan/atau waktu, pajak atas proses bisnis penjualan barang
dan/atau jasa, pajak atas proses bisnis penyetoran hasil penjualan kepada online
marketplace merchant oleh penyelenggara online marketplace dan pajak atas online
retail. (2) Faktor-faktor yang menjadi penghambat pelaksanaan pengenaan pajak
transaksi elektronik adalah rendahnya kesadaran pelaku usaha online selaku wajib
pajak, belum optimalnya database pelaku usaha online dan lemahnya penegakan
hukum terhadap wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya membayar pajak
atas transaksi E-Commerce dan pelaku usaha online yang belum memiliki Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai sarana dalam administrasi perpajakan dan
identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan.Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Sosialisasi kepada pelaku usaha online tentang
pentingnya membayar pajak atas transaksi E-Commerce perlu dioptimalkan dengan
cara lebih giat dalam penyuluhan, kegiatan seminar, maupun penataran baik
menggunakan media massa dan media elektronik. (2) Upaya pendataan terhadap
pelaku usaha online perlu ditingkatkan sehingga potensi pajak penghasilan dan pajak
pertambahan nilai dari transaksi E-Commerce akan dapat dioptimalkan dan
dialokasikan untuk kepentingan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat.
Kata Kunci: Potensi Pengenaan Pajak, Transaksi Elektronik
Elektronic transaction is one of potention on tax activity than Directorate General
of Taxation issued Circular of the Director General of Tax No. SE-62 / PJ / 2013 on
the Affirmation of Conditions of Taxation On Transactions E-Commerce as a policy
to optimize income tax and value added tax on e-commerce transactions. The
research problem: (1) How is the regulation of potention of depositing on elektronic
transaction tax. (2) What are the factors inhibiting the potention of depositing on
elektronic transaction tax?
The approach used is a matter of law normative. This type of data consists of
secondary data and primary data collected through interviews and documentation
analysis of data using descriptive qualitative analysis.
The results showed: (1) The regulation of potention of depositing on elektronic
transaction tax is set in the Circular of the Director General of Tax No. SE-62 / PJ /
2013 on the Affirmation of Conditions of Taxation On Transactions E-Commerce
and and Mail Circular SE-06 / PJ / 2015 about cuts and or Withholding Income Tax
on Transactions E-Commerce by referring to Law No. 36 Year 2008 on Income Tax
and Government Regulation No. 1 Year 2012 on Value Added Tax on Goods and
Services and Sales Tax on luxury goods, consisting of income tax and value added
tax on transactions E-Commerce, which includes taxes on business process services
providing a space and / or time, tax on business process of selling goods and / or
services, the tax on business process of depositing the proceeds to the online
marketplace by the organizers merchant online marketplace and taxes on online
retail. (2) inhibiting factor of potention of depositing on elektronic transaction tax is
the low awareness collection of online businesses as the taxpayer, not optimal
database online businesses, weak enforcement of laws against the taxpayer as well
as online businesses that do not have a Tax Identification Number in fullfilling the
rights and duties of taxation.
Nanda Aji Nugraha
Suggestions in this research are: (1) Socialization to online businesses about the
importance of paying taxes on E-Commerce transactions needs to be optimized by
more active ways in counseling, seminar activities, and upgrading using both mass
media and electronic media. (2) Efforts to collect data on online businesses need to
be increased so that the potential for income tax and value added tax from E-
Commerce transactions will be optimized and allocated for the benefit of
development and services to the community.
Keywords; Regulation of Depositing Potention, Elektronic Transaction
1412011304 NANDA AJI NUGRAHA-2022-03-30T06:19:25Z2022-03-30T06:19:25Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56850This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/568502022-03-30T06:19:25ZPENGAWASAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA TANJUNG
INTEN KECAMATAN PURBOLINGGO KABUPATEN LAMPUNG
TIMUR DALAM PENGGUNAAN DANA DESABerlakunya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, menjadikan desa
lebih mandiri terutama dalam bidang pengelolaan keuangan desa. Salah satu
perangkat desa adalah Badan Permusyawaratan Desa. Salah satu tugas BPD
adalah melakukan pengawasan . Bergulirnya dana desa yang sangat besar
membuat BPD lebih berkewajiban untuk melakukan pengawasan . Dalam
pelaksanaannya dana desa tersebut kurang optimal digunakan untuk pembangunan
dan pemberdayaan masyarakat. Berdasarkan fakta di lapangan terdapat
pembangunan yang belum terlaksana seperti pembangunan jalan desa, pembuatan
pos ronda dan lain-lain. Permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian ini
adalah (1) bagaimanakah pengawasan BPD Tanjung Inten Kecamatan
Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur dalam Penggunaan Dana Desa dan (2)
apakah faktor-faktor penghambat BPD dalam melaksanakan pengawasan
penggunaan dana desa. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian normatif
dan empiris. Sumber data yang digunakan data primer dan sekunder.
Pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan penelitian lapangan, kemudian
dianalisis secara deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, (1) Pengawasan yang dilakukan oleh BPD
yaitu pengawasan preventif dengan cara BPD mengadakan rapat dan turun
langsung ke desa setelah terbentuknya RPDes , BPD Tanjung Inten juga
melakukan pengawasan represif dengan rapat evaluasi per enam bulan sekali. (2)
faktor penghambatnya terdapat 2 (dua) faktor Internal yaitu kurangnya faktor
pendukung dari sesama anggota BPD dan Eksternal yaitu pola hubungan kerja
sama antara BPD dengan Pemerintah Desa yang berbeda.
Kata Kunci: Pengawasan, Badan Permusyawaratan Desa, Dana Desa
1512011017 NADYA AYU SHANDRA SASQIA PUTRI-2022-03-30T06:19:23Z2022-03-30T06:19:23Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56848This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/568482022-03-30T06:19:23ZPELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK PROGRESIF KENDARAAN
BERMOTOR DI KANTOR BERSAMA SAMSAT BANDAR LAMPUNG
TERHADAP KEPEMILIKAN KENDARAANRODA EMPAT YANG
BERBEDA FUNGSIPemerintah Provinsi Lampung dalam mengoptimalkan penerimaan pajak daerah
memberlakukan Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 2 Tahun 2011
Tentang Pajak dan Retribusi Daerah, salah satu komponen dalam peraturan
daerah tersebut adalah tarif progresif untuk Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
yang diatur dalam Pasal 9. Pajak progresif kendaaraan bermotor merupakan
peningkatan persentase pajak terhadap kepemilikan kendaraan bermotor yang
kedua dan seterusnya, apabila kepemilikan kendaraan roda empat yang berbeda
fungsi, maka akan berpotensi menimbulkan permasalahan jika pelaksanaan
pemungutan pajak progresif dilakukan dengan tidak tepat. Permasalahan
penelitian ini yaitu bagaimana pelaksanaan dan apa yang menjadi faktor
penghambat pelaksanaan pemungutan pajak progresif kendaraan bermotor di
kantor bersama samsat bandar lampung terhadap kepemilikan kendaraan roda
empat yang berbeda fungsi.
Metode penelitian dalam skripsi ini menggunakan metode pendekatan yuridis
normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif adalah penelitian yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data skunder belaka.
Pendekatan yuridis empiris adalah upaya untuk memperoleh kejelasan dan
pemahaman dari permasalahan berdasarkan realitas yang ada.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh jawaban bahwa pajak progresif kendaraan
bermotor berdasarkan fungsi kendaraan bermotor. Fungsi kendaraan bermotor
perseorangan akan dikenakan Pajak Kendaraan Bermotor dengan tarif progresif,
meskipun untuk kendaraan angkutan barang yaitu sebesar 2% untuk kepemilikan
kedua, 2,5% untuk kepemilikan ketiga, dan 3% untuk kepemilikan keempat dan
seterusnya sedangkan fungsi kendaraan bermotor umum tidak dikenakan Pajak
Kendaraan Bermotor dengan tarif progresif. Faktor penghambat dalam
pelaksanaan pemungutan pajak progresif kendaraan bermotor yaitu terdapat dari
pihak SAMSAT berupa masalah pendataan kepemilikan kendaraan bermotor dan
masyarakat tidak taat pajak sedangkan faktor penghambat dalam pelaksanaan
pemungutan pajak progresif dari pihak wajib pajak berupa jam pelayanan dan
kurangnya sosilalisasi tentang pajak progresif kendaraan bermotor.
Kata kunci: Pajak, Pajak Progresif, PKB, Kendaraan
The Lampung Provincial Government in optimizing the regional tax revenue
enacts the Lampung Province Regional Regulation Number 2 of 2011 concerning
Regional Taxes and Levies, one component of the regional regulation is the
progressive tariffs for Motorized Vehicle Tax (PKB) regulated in Article 9.
Progressive motor vehicle tax is an increase in the percentage of taxes on motor
vehicle ownership second and so on, if the ownership of four-wheeled vehicles
that have different functions it will potentially make problems if the
implementation of progressive tax collection is done improperly. The problem of
this research is how the implementation and what are the factors inhibiting the
implementation of the progressive tax collection of motor vehicles in offices
together with the city of Lampung on the ownership of four-wheeled vehicles that
have different functions.
The research method in this thesis uses the normative and empirical juridical
approaches. A normative juridical approach is research conducted by examining
mere library materials or secondary data. An empirical juridical approach is an
attempt to obtain clarity and understanding of the problem based on existing
realities.
Based on the results of the study obtained an answer that the progressive tax of
motor vehicles based on the function of motor vehicles. The function of
individual motorized vehicles will be subject to Motorized Vehicle Tax with
progressive tariffs, although for freight vehicles that is 2% for second ownership,
2.5% for third ownership, and 3% for fourth ownership and so on, while general
motor vehicle functions are not subject to tax Motorized Vehicles with
progressive rates. Inhibiting factors in the implementation of progressive tax
collection on motor vehicles is that there is SAMSAT in the form of data
collection on motorized vehicle ownership and the community does not obey
taxes while inhibiting factors in the implementation of progressive tax collection
from taxpayers in the form of service hours and the lack of socialization of the
progressive tax on motorized vehicles.
Keywords: Tax, Progressive Tax, PKB, Vehicle1212011208 Mohammad Reza S-2022-03-30T06:19:21Z2022-03-30T06:19:21Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56843This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/568432022-03-30T06:19:21ZPENGAWASAN PELAKSANAAN UPAH MINIMUM PROVINSI OLEH
DINAS TENAGA KERJA PROVINSI LAMPUNGBerdasar Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, Pasal
45 menyatakan Upah minimum Provinsi dihitung berdasarkan formula
perhitungan upah minimum. Gubernur rmenetapkan Upah Minimum Provinsi
sebesar Rp. 2.074.673.37 dengan memperhatikan rekomendasi Dewan
Pengupahan Provinsi pada hasil peninjauan kebutuhan hidup layak yang
ditetapkan oleh Menteri.Wilayah Provinsi Lampung memiliki 14 kabupaten yang
dimana pelaksanaan UMP sudah diterapkan di lima kabupaten pada tahun 2018.
Kabupaten yang melaksanakan UMP yaitu, Kabupaten Pesawaran, Pesisir Barat,
Pringsewu, Tanggamus, dan Lampung Timur. Rumusan masalah dalam skripsi ini
adalah (1) BagaimanakahPengawasan Pelasakanaan UMP oleh Disnakertrans
Provinsi Lampung?, dan (2) Apa saja kendala-kendala yang di hadapi
Pengawasan Pelasakanaan UMP oleh Disnakertrans Provinsi Lampung?. Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
Pendekatan YuridisEmpiris dan Normatif. Data yang diperlukan dalam penelitian
ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh
langsung dari lokasi penelitian berupa informasi yang berkaitan dengan
permasalahan. Data sekunder adalah data yang bersumber dari studi kepustakaan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan oleh penulis,(1)
Pengawasan Pelaksanaan Upah Minimum Provinsi oleh Disnaker Provinsi
Lampungdilakukan dengan cara:Pembinaan, Pemeriksaan(Pemeriksaan Pertama,
berkala, khusus, dan ulang),Pengujian (meliputi: Norma Kerja dan Norma K3),
Penyidikan tindak pidana ketenagakerjaan.(2) Kendala faktor penghambat dalam
Pengawasan Pelaksanaan Upah Minimum Provinsi Oleh Dinas Tenaga Kerja
Provinsi Lampung yaitu: Jumlah Pegawai Pengawas Tidak Seimbang, Anggaran
Yang Diberikan Terbatas, Sarana Prasarana Yang Diberikan Terbatas,Jarak
Tempat Masing-Masing Perusahaan Jauh.
Kata Kunci: Pengawasan, Upah Minimum Provinsi, Dinas Tenaga Kerja
Provinsi Lampung.
Based on Government Regulation Number 78 of 2015 concerning Wages, Article
45 states that the Provincial Minimum Wage is calculated based on the formula
for calculating minimum wages. The Governor sets the Provincial Minimum
Wage of Rp. 2,074,673.37 by taking into account the recommendations of the
Provincial Wages Council on the results of a review of decent living needs set by
the Minister. The Lampung Province has 14 districts where UMP implementation
has been implemented in five districts in 2018. Districts that implement UMP are
Pesawaran Regency, West Coast , Pringsewu, Tanggamus, and East Lampung.
The formulation of the problem in this thesis is (1) What is the UMP
Implementation Monitoring by the Lampung Province Disnakertrans ?, and (2)
What are the constraints faced by the UMP Implementation Monitoring by the
Lampung Provincial Disnakertrans ?.
The research method used by the author in this study is Juridical Empirical and
Normative Approach. The data needed in this study are primary data and
secondary data. Primary data is data obtained directly from the location of the
study in the form of information relating to the problem. Secondary data is data
sourced from library studies.
Based on the results of research and discussion conducted by the author, (1)
Supervision of Provincial Minimum Wage Implementation by Lampung
Provincial Manpower Office is carried out by: Guidance, Examination (First,
periodic, special, and re-examination), Testing (including: Work Norm and K3
Norm) , Investigation of labor crimes. (2) Obstacles in the Provincial Minimum
Wage Supervision by the Lampung Provincial Manpower Office, namely:
Number of Unbalanced Supervisory Officers, Limited Grants, Limited
Infrastructures Provided, Distances of Places of Distant Companies .
Keywords: Supervision, Provincial Minimum Wages, Lampung Province
Manpower Office.1512011093 Mesyithatul Umamah-2022-03-30T06:19:19Z2022-03-30T06:19:19Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56837This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/568372022-03-30T06:19:19ZANALISIS PERATURAN PERUSAHAAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH
KONSTITUSI NOMOR 13/PUU-XV/2017 TENTANG PENGHAPUSAN
LARANGAN PEKERJA MEMILIKI IKATAN PERKAWINAN DENGAN
PEKERJA LAINNYA DI DALAM SATU PERUSAHAANPutusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XV/2017 telah menghapuskan
larangan pekerja memiliki ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya di dalam satu
perusahaan.
Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah apasajakah Implikasi
dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XV/2017 Terhadap Perjanjian
Kerja Bersama? dan bagaimanakah Perjanjian Kerja Bersama PT Biofarma (Persero)
Tahun 2018 – 2020 Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XV/2017?
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif
yaitu pendekatan studi kepustakaan.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 13/PUU-XV/2017 di bagi menjadi dua yaitu implikasi hukum dan implikasi
sosial dimana implikasi sosial di bagi menjadi dua yaitu dampak bagi pemberi
pekerjaan, dan dampak terhadap pekerja. PT. Biofarma membuat perjanjian kerja
bersama yang di dalamnya tidak terdapat ketentuan pemutusan hubungan kerja
apabila terjadi pernikahan yang dilakukan sesame pekerja di dalam satu perusahaan.
Saran dalam penelitian ini adalah setiap perusahaan baik Badan Usaha Milik Negara
maupun perusahan milik swasta di dalam membuat suatu peraturan yang berkaitan
dengan pernikahan, harus berdasarkan ketentuan yang berlaku pada saat ini,
pengawasan dan sanksi tegas yang diberikan Dinas Tenaga Kerja apabila terdapat
perusahaan yang membuat aturan tentang larangan menikah yang dilakukan antar
pegawai di dalam satu perusahaan.
Kata Kunci : Pejanjian Kerja Bersama, Putusan Mahkamah Konstitusi, Ikatan
Perkawinan, Perusahaan.
Decision of the Constitutional Court Number 13/PUU-XV/2017 has abolished the
ban on workers having marital ties with other workers in one company.
The problems that will be discussed in this study is : what is the Implications of the
Constitutional Court Decision Number 13 / PUU-XV / 2017 to the common
employment agreement ? and how is the common employment agreement of PT
Biofarma (Persero) for 2018 – 2020 after the decision the constitutional court number
13/PUU-XV/2017 ?
The problem approach used in this study is normative juridical, namely the library
study approach
Based on the results of this study indicate :Implications of the Constitutional Court
Decision Number 13 / PUU-XV / 2017 are divided into two, legal implications and
social implications. social implications are divided into two, namely the impact on the
employer, and the impact on workers. PT. Biofarma has made a work agreement with
which there is no provision for termination of employment if a marriage is carried out
by fellow workers in one company.
Suggestions in this study are : State owned enterprises and private companies in
making regulations relating to marriage must be based on applicable regulations. The
Manpower Office must provide strict supervision and sanctions to companies that
violate.
Keywords :Common Employment Agreement , Decision of the Constitutional
Court,Marriage Association, Company1512011087 MERZA YUPINDA-2022-03-30T06:19:17Z2022-03-30T06:19:17Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56833This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/568332022-03-30T06:19:17ZPENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN
BADAN KEUANGAN DAERAH PROVINSI LAMPUNGImplementasi Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Peraturan
Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah peraturan pemerintah yang mengatur tentang
kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil yang memuat tentang kewajiban, larangan, dan
hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil serta mengenai tata cara pelaksanaan
pemanggilan, pemeriksaan, penjatuhan, dan penyampaian keputusan hukuman
disiplin. Pada Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010
tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah kesanggupan Pegawai Negeri Sipil
untuk mentaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati
atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin. Permasalahan dalam penelitian ini
adalah bagaimanakah penegakan disiplin Pegawai Negeri Sipil di lingkungan
Badan Keuangan Daerah Provinsi Lampung? Dan bagaimanakah tindak lanjut
dari penegakan disiplin Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Badan Keuangan
Daerah Provinsi Lampung?
Pendekatan masalah dilakukan secara yuridis empiris yaitu dengan melakukan
penelitian langsung di lokasi penelitian dengan melihat, bertanya dan mendengar
dari pihak-pihak yang terkait. Sumber data yang di dapat dengan menggunakan
data primer dan data sekunder. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara
studi kepustakaan dan penelitian lapangan. Analisis data dalam penelitian ini
menggunakan analisis kualitatif.
Penegakan disiplin Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Badan Keuangan Daerah
Provinsi Lampung didasarkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun
2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil pada Pasal 23 sampai dengan Pasal
31 yang berisi tentang Tata Cara Pemanggilan, Pemeriksaan, Penjatuhan dan
Penyampaian Keputusan Hukuman Disiplin serta Peraturan Kepala Badan
Kepegawaian Negara Nomor 21 Tahun 2010 tentang Ketentuan Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri
Sipil. Tindak lanjut dari penegakan disiplin Pegawai Negeri Sipil di lingkungan
Badan Keuangan Daerah Provinsi Lampung, sebagai berikut: PNS yang dijatuhi
sanksi hukuman disiplin menjadi jera dan sadar dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya sebagai PNS. Sanksi hukuman disiplin dapat dijadikan cerminan
bagi PNS lain yang tidak melanggar disiplin dan dapat berhati-hati dalam
melaksanakan tugas-tugasnya agar tidak menyimpang dari peraturan yang telah
ditetapkan.
Kata Kunci: Penegakan Disiplin, Pegawai Negeri Sipil
Implementation of Government Regulation No. 53 of 2010 concerning Discipline
Regulations for Civil Servants is a government regulation governing Discipline of
Civil Servants, which contains obligations, prohibitions, and disciplinary
disciplines of Civil Servants as well as regarding the procedures for carrying out
summons, examinations, imposing, and delivering decisions. disciplinary
punishment. In Article 1 paragraph (1) of Government Regulation Number 53 of
2010 concerning Discipline of Civil Servants is the ability of Civil Servants to
obey obligations and avoid the prohibitions specified in statutory regulations or
official regulations which if not obeyed or violated are disciplined. The problem
in this research is how is the enforcement of the discipline of Civil Servants in the
Lampung Province Regional Finance Agency? And how is the follow-up of the
discipline of Civil Servants in the Lampung Province Regional Finance Agency?
The approach to the problem is done in an empirical juridical manner by
conducting research directly at the research location by seeing, asking and hearing
from relevant parties. Source of data obtained using primary data and secondary
data. Data collection procedures are carried out by means of literature study and
field research. Data analysis in this study uses qualitative analysis.
Disciplinary enforcement of Civil Servants in the Lampung Province Regional
Financial Board is based on Government Regulation Number 53 of 2010
concerning Discipline of Civil Servants in Article 23 through Article 31 which
contains the Procedures for Summoning, Examining, Enacting and Submitting
Disciplinary Punishment Decrees and Head Regulation State Employment
Agency Number 21 of 2010 concerning Provisions for Implementing Government
Regulation Number 53 of 2010 concerning Discipline of Civil Servants. The
follow up of the enforcement of the discipline of Civil Servants in the Lampung
Province Regional Financial Agency, as follows: Civil Servants who were
disciplined were disciplined and became aware of their duties and obligations as
PNS. Disciplinary punishment sanctions can be used as a reflection for other civil
servants who do not violate discipline and can be careful in carrying out their
duties so as not to deviate from established regulations.
Keywords: Discipline Enforcement, Civil Servants1202011197 Mario Praja-2022-03-30T05:00:38Z2022-03-30T05:00:38Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56535This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/565352022-03-30T05:00:38ZKEWENANGAN DINAS PEKERJAAN UMUM KOTA BANDAR
LAMPUNG DALAM PEMELIHARAAN JALAN
DAN JEMBATANPeningkatan sistem transportasi memerlukan penanganan yang menyeluruh,
mengingat bahwa transportasi timbul karena adanya perpindahan manusia dan
barang. Meningkatnya perpindahan tersebut dituntut penyediaan fasilitas
penunjang laju perpindahan manusia dan barang yang memenuhi ketentuan
keselamatan bagi pejalan kaki dimana pejalan kaki merupakan salah satu
komponen lalu lintas yang sangat penting terutama di perkotaan. Keberadaan
pejalan kaki ini biasanya terkonsentrasi pada fasilitas umum seperti terminal,
pusat pertokoan, pusat pendidikan serta tempat-tempat fasilitas umum lainnya.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisis kewenangan Dinas
Pekerjaan Umum Kota Bandar Lampung dalam pemeliharaan jalan dan jembatan
dan untuk mengetahui dan menganalisis faktor penghambat kewenangan Dinas
Pekerjaan Umum Kota Bandar Lampung dalam pemeliharaan jalan dan jembatan.
Pendekatan masalah dilakukan secara yuridis empiris yaitu dengan melakukan
penelitian langsung di lokasi penelitian dengan melihat, bertanya dan mendengar
dari pihak-pihak yang terkait. Sumber data yang di dapat dengan menggunakan
data primer dan data sekunder. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara
studi kepustakaan dan penelitian lapangan. Analisis data dalam penelitian ini
menggunakan analisis kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa permasalahan paling
mendasar terhadap kebijakan pembiayaan pemeliharaan jalan di kota Bandar
Lampung adalah mengenai penentuan prioritas pemeliharaan ruas jalan yang
diusulkan. Dalam penentuan prioritas pemeliharaan ruas jalan teridentifikasi
adanya campur tangan yang kuat dari pihak legislatif dalam penentuan hasil
akhir program penanganan. Faktor penghambat kewenangan Dinas Pekerjaan
Umum Kota Bandar Lampung dalam pemeliharaan jalan dan jembatan adalah
kurangnya jumlah SDM yang bertanggungjawab dalam dalam pemeliharaan jalan
dan jembatan yang ada di Kota Bandar Lampung serta terbatasnya anggran yang
disediakan dalam pemeliharaan jalan dan jembatan serta kurang koordinasinya
antar bidang yang ada di Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandar Lampung dalam
upaya pemeliharaan jalan dan jembatan.
Kata Kunci: Kewenangan, Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandar Lampung,
Pemeliharaan Jalan dan Jembatan
Improving the transportation system requires comprehensive handling, bearing
remind that transportation arises because of the movement of people and goods.
The increased movement is demanded to provide facilities to support the rate of
movement of people and goods that meet the safety requirements for pedestrians,
where pedestrians are one of the most important components of traffic, especially
in urban areas. The existence of pedestrians is usually concentrated in public
facilities such as terminals, shopping centers, education centers and other public
facilities. The purpose of this study was to determine and analyze the authority of
the Bandar Lampung City Public Works Department in road and bridge
maintenance and to identify and analyze the inhibiting factors of the Bandar
Lampung City Public Works Department authority in road and bridge
maintenance.
The juridical empirical approach to the problem is to conduct research directly at
the research location by seeing, asking and hearing from the parties concerned,
source of data obtained by using primary data and secondary data. Data
collection procedures are carried out by means of literature study and field
research. Data analysis in this study uses qualitative analysis.
The results of research and discussion show that the most fundamental problem
with road maintenance financing policies in the city of Bandar Lampung is
regarding the determination of priority for the maintenance of the proposed road
section. In determining the priority of maintaining road sections, it was identified
that there was a strong interference from the legislature in determining the final
results of the handling program. The inhibiting factor of the authority of the
Bandar Lampung City Public Works Office in the maintenance of roads and
bridges is the lack of human resources responsible for maintaining roads and
bridges in Bandar Lampung City and the limited budget provided for road and
bridge maintenance as well as the lack of coordination between the fields in
Bandar Lampung City Public Works Office in the effort to maintain roads and
bridges.
Keywords: Authority, Bandar Lampung City Public Works Office, Road and
Bridge Maintenance1212011175 M. BOBBY PRATAMA-2022-03-30T04:58:15Z2022-03-30T04:58:15Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56551This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/565512022-03-30T04:58:15ZPEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN LEMBAGA PENDIDIKAN ANAK
USIA DINI DI KOTA BANDAR LAMPUNGPendidikan Non Formal PAUD, merupakan pendidikan yang paling mendasar
menempati posisi yang sangat strategis, diselenggarakan sebelum pendidikan
dasar. Hal tersebut, mengubah sistem pemberian izin dengan memberikan
kewenangan kepada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu,
yang beleumnya kewenangan tersebut dipegang oleh Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kota Bandar Lampung. Berubahnya sistem pemberian izin tersebut
memberikan dampak pada para pembuat izin dan pemilik izin sebelumnya,
dikarenakan berubahnya syarat-syarat yang perlu dipenuhi untuk dikeluarkannya
izin.
Berdasarakan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk mengangkat judul ini
dengan tujuan untuk mengetahui cara pembuatan izin dan faktor penghambat dari
pengeluaran izi PAUD dan dalam penelitiannya ini metode yang digunakan
adalah pendekatan normative empiris
Kewenangan pemberian izin mendirikan PAUD di kota Bandar Lampung saat ini
tidak secara langsung melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bandar
Lampung namun melalui DPMPTSP. Pembuat izin tersebut tidak dapat langsung
diberikan oleh DPMPTSP, tetapi sebelumnya memerlukan surat rekomendasi oleh
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bandarlampung yang sebelumnya telah
melakukan survey pada PAUD terkait yang akan menilai apakah PAUD tersebut
layak untuk beroperasi.
Terdapat faktor penghambat dalam pemberian izin mendirikan PAUD di kota
Bandar Lampung yaitu: 1) dilihat dari sarana dan prasarana yang ada dalam
PAUD tidak memenuhi standar Permendikbud nomor 137 tahun 2014, 2) survey
yang dilakukan oleh dinas pendidikan apabila tidak sesuai, izin tidak didapatkan
dan PAUD tersebut tidak dapat mengeluarkan ijazah bagi murid PAUD tersebut.
3)perpanjangan dalam pemberian izin yang dilakukan oleh DPMPTSP dinilai
terlalu lama, berbeda saat pemegang pemberian izin dilakukan oleh dinas
pendidikan lebih cepat penerbitan izin tersebut. Kata kunci :Pembangunan PAUD, Persyaratan Izin ,Faktor Penghambat,
Standar PAUD
PAUD Non Formal Education, is the most basic education placed in a very
strategic position, held before basic education. This changed the system of
granting permits by providing the Investment and Integrated One-Stop Service,
which had been held by the Bandar Lampung City Education and Culture Office.
Changing the licensing system gives permission to the licensing maker and
before, changes in requirements that need to be issued for licenses issued.
Based on this background the authors are interested in raising this title with the
aim of knowing how to make permits and the inhibiting factors of spending
PAUD permits and in this research the method used is an empirical normative
approach.
The authority to grant permission to establish PAUD in the city of Bandar
Lampung is currently not directly through the Bandar Lampung City Education
and Culture Office but through DPMPTSP. The permit maker could not be
directly given by DPMPTSP, but beforehand needed a recommendation letter
from the Bandarlampung City Education and Culture Office which had previously
conducted a survey on the PAUD that would assess whether the PAUD was
feasible to operate.
There are inhibiting factors in granting permission to establish PAUD in Bandar
Lampung, namely: 1) seen from the facilities and infrastructure in PAUD not
meeting the standards of Permendikbud number 137 of 2014, 2) surveys
conducted by the education office if not appropriate, permission not obtained and
The PAUD cannot issue a diploma for these PAUD students. 3) the extension of
the permit granted by DPMPTSP is considered too long, different from when the
permit holder is carried out by the education office faster issuing the permit.
Keywords: Development of ECD, Permit Requirements, Inhibiting Factors, ECD
Standards1512011177 Madinar-2022-03-30T02:18:06Z2022-03-30T02:18:06Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56528This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/565282022-03-30T02:18:06ZPENGAWASAN KENDARAAN ANGKUTAN BARANG
OLEH DINAS PERHUBUNGAN
PROVINSI LAMPUNGProvinsi Lampung merupakan perlintasan bagi kendaraan pribadi maupun umum untuk
angkutan orang dan angkutan barang yang akan menuju ke Pulau Jawa atau masuk ke
Pulau Sumatera melalui Pelabuhan Bakauheni. Jalan yang dilintasi yaitu Tol dan Jalan
Soekarno Hatta yang merupakan jalan lintas trans Sumatera. Setiap hari kendaraan-
kendaraan besar yang mengangkut barang dan komoditas perekonomian lainnya
melintasi wilayah Provinsi Lampung. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu
bagaimanakah pengawasan kendaraan angkutan barang oleh Dinas Perhubungan
Provinsi Lampung dan apa sajakah faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan
pengawasan terhadap angkutan barang oleh Dinas Perhubungan Provinsi Lampung.
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif.
Pendekatan secara normatif, yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara
mengumpulkan dan mempelajari peraturan-peraturan hukum yang berlaku dan erat
kaitannya dengan permasalahan penelitian yang meliputi peraturan perundang-
undangan, dokumen-dokumen resmi, dan sumber lainnya yang meliputi pendekatan
yang dilakukan dengan cara melihat pada kenyataan langsung atau sesungguhnya,
terhadap pihak yang berkompeten di lokasi penelitian dan mengumpulkan informasi
yang berhubungan dengan Pengawasan Angkutan Barang
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa fungsi
pengawasan angkutan barang oleh Dinas Perhubungan Provinsi Lampung melalui
pengawasan secara langsung dan pengawasan secara tidak langsung masih kurang
efektif karena pada pelaksanaannya masih ada praktik pungutan liar, baik secara
langsung maupun dengan menggunakan koin terhadap pengemudi angkutan barang
yang mengalami kelebihan muatan.
Kata Kunci : Pengawasan, Angkutan Barang, Provinsi Lampung
Lampung Province is a crossing for private and public vehicles for people and goods
transportation that will go to Java or enter Sumatra through Bakauheni Port. Roads that
are traversed are the Toll and Jalan Soekarno Hatta which are trans Sumatra trans-roads.
Every day large vehicles carrying goods and other economic commodities cross the
Lampung Province area. The problem in this research is how is the supervision of goods
transport vehicles by the Lampung Province Transportation Agency and what are the
factors that hinder the implementation of supervision of goods transportation by the
Lampung Province Transportation Agency.
The problem in this research is normative and empirical approaches. The normative
approach, namely the approach taken by collecting and studying the applicable legal
regulations and closely related to the research problems which include legislation,
official documents, and other sources which include the approach taken by looking at
reality directly or truthfully, to competent parties at the research location and to collect
information relating to Goods Transport Monitoring
Based on the results of the research and discussion, it can be concluded that the function
of supervision of goods transportation by the Lampung Province Transportation Agency
through direct supervision and indirect supervision is still not effective because in its
implementation there are still practices of illegal levies, both directly and by using coins
against goods transport drivers which is overloaded.
Keywords: Supervision, Goods Transport, Lampung Province1542011043 M ALRIFCO AGMI PURBA PANJI PRATAMA-2022-03-30T02:10:30Z2022-03-30T02:10:30Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56505This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/565052022-03-30T02:10:30ZSANKSI ADMINISTRASI BAGI PELAKU PENCEMARAN AIR
DI KOTA BANDAR LAMPUNGMasalah pencemaran air sudah sering terjadi, terutama di daerah yang banyak
didirikan perusahaan. Dalam mengatasi pencemaran air sangat diperlukan
penerapan sanksi administrasi bagi pelaku pencemaran. Permasalahan dalam
penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah penerapan sanksi administrasi bagi pelaku
pencemaran air di Kota Bandar Lampung dan (2) apakah faktor penghambat
dalam penerapan sanksi administrasi tersebut.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
masalah secara normatif dan empiris. Sumber data yang digunakan yaitu data
primer dan sekunder. Pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan penelitian
lapangan, kemudian dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, (1) penerapan sanksi administrasi bagi
pelaku pencemaran air di Kota Bandar Lampung dinilai masih lemah. Selama ini
sanksi administrasi yang pernah diberikan hanya berupa teguran tertulis saja,
padahal masih banyak sanksi administrasi lain yang lebih tegas dan berat yang
bisa diterapkan berdasarkan UUPPLH seperti paksaan pemerintah, pembekuan
izin lingkungan, dan pencabutan izin lingkungan. (2) faktor penghambatnya
adalah kurangnyasumber daya manusia yang memiliki keahlian dibeberapa bidang
misalnya di bidang hukum, kurangnya sarana atau fasilitas yang menunjang
seperti peralatan laboraturium, kurangnya kesadaran akan pengelolaan lingkungan
hidup dan fungsi lingkungan dari pihak perusahaan, serta dalam hal pemantauan
dan pengelolaan perusahaan tidak melakukannya dengan
The problem of water pollution has often happened, especially in areas where
many companies have been established. For dealing with water polution, it is
necessary to apply administrative sanctions for the polluter. The problems of this
research are (1) How is the implementation of administrative sanctions for the
polluter in Bandar Lampung City (2) what are the inhibiting factors in the
implementation of administrative sanctions.
The research method used in this study is a problem approach that is normative
and empirical. Data sources used are primary and secondary data. Data collection
through library studies and field research, then analyzed qualitatively.
The results of the study show that (1) the implementation of administrative
sanctions for perpetrators of water pollution in the city of Bandar Lampung is
considered weak. All this time the administrative sanctions that have been given
are only in the form of written warnings, even though there are still many more
strict and severe administrative sanctions that can be applied based on UUPPLH
such as government coercion, freezing of environmental permits, and revocation
of environmental permits. (2) the inhibiting factors are the lack of human
resources who have expertise in several fields, for example in the field of law,
lack of facilities or amenities which support such as laboratory equipment, lack of
awareness of environmental management and environmental functions of the
company, along with the lack of monitoring and management of the company.
Keywords: Administrative Sanction, Water Pollution1512011078 Lela Setianingsih-2022-03-29T03:08:29Z2022-03-29T03:08:29Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56390This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/563902022-03-29T03:08:29ZPROSES PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA
PEKON (APBPEKON) UNTUK MENUNJANG PEMBANGUNAN PEKON
(Studi Pekon Paku Negara Kecamatan Pesisir Selatan Kabupaten Pesisir Barat)Diterbitkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (di
Kabupaten Pesisir Barat disebut Pekon), posisi pemerintahan desa menjadi
semakin kuat. Permasalahan yang timbul dalam proses penyusunan APBPekon di
Pekon Paku Negara adalah Aparat Pekon tidak mengikut sertakan masayarakat
dalam menentukan APBPekon untuk satu tahun anggaran berikutnya.
Permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah (1) bagaimanakah
proses penyusunan APBPekon untuk menunjang pembangunan desa di Pekon
Paku Negara dan (2) apakah faktor-faktor penghambat dalam proses penyusunan
APBPekon. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
masalah secara normatif dan empiris. Sumber data yang digunakan data primer
dan skunder. Pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan penelitian
lapangan, kemudian dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, (1) proses penyusunan APBPekon di Pekon
Paku Negara sebagai implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014
tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
telah dilaksanakan berdasarkan Pasal 24 Peraturan Bupati Pesisir Barat Nomor 6
Tahun 2015 tentang Pengelolaan Keuangan Pekon di Kabupaten Pesisir Barat
melalui 3 (tiga) tahap, yaitu tahap persiapan, evaluasi dan penetapan. Namun pada
tahap persiapan proses penyusunan APBPekon tersebut tidak melibatkan
masyarakat secara langsung sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 113
Tahun 2014 tentang Keuangan Desa. (2) faktor penghambatnya perangkat pekon
dan Lembaga Himpunan Pekon kurang memahami Undang Undang Desa dan
peraturan pelaksananya, lemahnya kemampuan perencanaan.
Kata Kunci: Anggaran Pekon, Belanja Pekon, Proses Penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Pekon.
The publication of Law Number 6 of 2014 concerning Village (in the coastal
district called Pekon), the position of the village government became stronger.
The problems that arise in the process of preparing a Pekon Budget in Paku
Negara Village are Village Officials that do not involve the community in
determining the Pekon Budget for the next fiscal year. The problems raised in this
study are (1) how is the process of drafting the Pekon Budget to support the
development of Pekon in Paku Negara Pekon and (2) what are the inhibiting
factors in the village budget development process.
The research method used in this study is a problem approach that is normative
and empirical. Data sources used primary and secondary data. Data collection
through library studies and field research, then analyzed qualitatively.
The results showed that, (1) the process of preparing a Pekon Budget in Paku
Negara Pekon as the implementation of Government Regulation Number 43 of
2014 concerning Implementing Regulation of Law Number 6 Year 2014
concerning Villages was carried out based on Article 24 of West Coast Regent
Regulation Number 6 of 2015 concerning Management Pekon Finance in Pesisir
Barat District through 3 (three) stages, namely the preparation, evaluation and
determination stages. However, at the preparation stage, the Paku Negara Pekon
Secretary held a meeting with pekon officials not to involve the community. (2)
the inhibiting factors of the pekon apparatus and the Pekon Consultative Body
lack understanding of the Village Law and implementing regulations, weak
planning capabilities.
Keywords: Pekon Budget, Pekon Expenditures, Process of Preparing Pekon
Revenue and Expenditure Budget.1512011028 DAURI-2022-03-29T03:07:30Z2022-03-29T03:07:30Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56396This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/563962022-03-29T03:07:30ZPENGATURAN PEMANFAATAN KAWASAN HUTAN LINDUNG
UNTUK BUDIDAYA MELALUI HUTAN KEMASYARAKATAN
(Studi Hutan Lindung Register 43B Pekon Sidodadi
Kabupaten Lampung Barat)Hutan kemasyarakatan merupakan hutan negara yang pemanfaatan utamanya
diajukan untuk memberdayakan masyarakat. Berdasarkan surat keterangan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.SK.5957/MENLHK-
PSKL/PSL.0/9/2018 Pekon Sidodadi mendapat Izin Usaha Pemanfaatan Hutan
Kemasyarakatan (IUPHKm) seluas 2.057 Ha. izin diberikan kepada kelompok
tani Wana Sidodadi Lestari..
Penelitian bertujuan untuk mengetahui (1) Bagaimana Pengaturan Pemanfaatan
Kawasan Hutan Lindung Untuk Budidaya melalui Hutan Kemasyarkatan di Pekon
Sidodadi Register 43B Kabupaten Lampung Barat, (2) Bagaimana Dampak
Pemanfaatan Kawasan Hutan Lindung Untuk Budidaya Melalui Hutan
Kemasyarakatan di Pekon Sidodadi Register 43B Kabupaten Lampung Barat.
Metode penelitian yang digunakan metode yuridis normatif dan empiris, data
yang digunakan primer dan sekunder, diperoleh dari studi kepustakaan dan
lapangan, kemudian di analisis secara kualitatif, terkait rumusan masalah.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Pengaturan Pemanfaatan Hutan kawasan
hutan lindung untuk budidaya melalui hutan kemasyarakatan (Studi Hutan
Lindung Register 43B Pekon Sidodadi Kabupaten Lampung Barat) meliputi 3
aspek, pertama, kewenangan Pemanfaatan Hutan kawasan hutan lindung untuk
budidaya melalui hutan kemasyarakatan berada pada Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan. kedua, Prosedur IUPHKm di Pekon Sidodadi meliputi;
Permohonan yang diajukan oleh kelompok tani Wana Sidodadi Lestari, pengajuan
permohonan diajukan secara langsung, kemudian dilakukan Verifikasi
Administrasi dan Verifikasi Teknis, Setelah itu barulah diterbitkan IUPHKm.
ketiga, dalam IUPHKm kelompok tani wana Sidodadi lestari dibebani hak dan
kewajiban. Dampak IUPHKm meliputi: Kesejahteraan, Ekologi, SDM,
Partisipatif, Kepastian Hukum.
_______
Kata Kunci : Hutan Lindung, Hutan Kemasyarakatn, Izin, Pemanfaatan.
Community forestry is a state forest whose the main use is proposed to empower
the community. Based on a statement from the Minister of Environment and
Forestry No.SK.5957 / MENLHK-PSKL / PSL.0 / 9/2018 Pekon Sidodadi
received a Business License for Utilization of Community Forestry (IUPHKm)
covering an area of 2,057 hectares. The permission was given to the Wana
Sidodadi Lestari farmer group.
This study is to find out (1) How the regulation of Utilization of Protected Forest
Areas for Cultivation through Community Forests in Pekon Sidodadi Register
43B West Lampung Regency, (2) How the Impact of Utilization of Protected
Forest Areas for Cultivation through Community Forestry in Pekon Sidodadi
Register 43B West Lampung Regency. This research method used is normative
juridical method and empirical, data used primary and secondary, obtained from
literature studies and the field, then analyzed qualitatively, related to the
formulation of the problem.
The results of the study show that the regulation of the use of forest in protected
forest for cultivation through community forestry (Study of Protected Forest
Register 43B Pekon Sidodadi West Lampung Regency) includes 3 aspects, first,
the authority of Utilization Forests for protected forest areas for cultivation
through community forests are at Ministry of Environment and Forestry. second,
the IUPHKm Procedure in Pekon Sidodadi includes; Application submitted by
Wana Sidodadi Lestari farmer group, submission of application submitted
directly, then carried out verification Administration and Technical Verification,
After that IUPHKm is issued. third, inside IUPHKm Wana Sidodadi farmer
groups are endowed with rights and obligations. Impact IUPHKm includes:
Welfare, Ecology, HR, Participatory, Legal Certainty.
______
Keywords: Protection Forest, Community Forest, Permit, Utilization.1512011140 Desman Diri Satriawan-2022-03-29T03:03:05Z2022-03-29T03:03:05Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56332This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/563322022-03-29T03:03:05ZPERAN DINAS PERHUBUNGAN KOTA BANDAR LAMPUNG
DALAM MENINGKATKAN RETRIBUSI PARKIRRetribusi parkir merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah sehingga
harus dioptimalkan penerimaannya oleh Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung
sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sebagaimana diatur dalam Peraturan
Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 07 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan
Susunan Perangkat Daerah Kota Bandar Lampung. Permasalahan dalam penelitian
ini adalah: (1) Bagaimanakah peran Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung
dalam meningkatkan pendapatan retribusi parkir? (2) Faktor-faktor apakah yang
menjadi penghambat peran Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung dalam
meningkatkan pendapatan retribusi parkir?
Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif dan empiris. Jenis data
yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan
dengan studi pustaka dan studi lapangan dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Peran Dinas Perhubungan Kota Bandar
Lampung dalam meningkatkan pendapatan retribusi parkir dilaksanakan dengan
membentuk tim khusus yaitu Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perparkiran
yang melaksanakan kegiatan: penyusunan perencanaan untuk merancang strategi
perparkiran, meningkatkan efisiensi administrasi dan kapasitas penerimaan melalui
perencanaan yang lebih baik; penerapkan sarana atau perangkat pekerjaan yang
mempermudah pelaksanaan pemungutan retribusi parkir secara efektif dan efesien;
pengaturan mekanisme pemungutan retribusi parkir secara jelas dan penerapan
sistem evaluasi, yang dilaksanakan dalam berbagai bentuk pertemuan dan atau rapat
secara berkala (2) Faktor-faktor penghambat peran Dinas Perhubungan Kota Bandar
Lampung dalam meningkatkan pendapatan retribusi parkir adalah masih adanya
praktik parkir ilegal yang mengakibatkan tidak dilakukannya penyetoran uang
retribusi parkir dan sistem pengelolaan perparkiran masih dilakukan secara manual
yang berkaitan dengan masih rendahnya kualitas SDM pelaksana perparkiran.
Saran dalam penelitian ini adalah Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung agar:
(1) Meningkatkan pengawasan terhadap penyelenggaraan parkir. (2) Membentuk
Tim Khusus guna melakukan penertiban terhadap berbagai tempat parkir liar yang
sama sekali tidak memberikan kontribusi terhadap PAD Kota Bandar Lampung.
Kata Kunci: Peran, Dinas Perhubungan, Retribusi Parkir
Parking retribution is one of the sources of Regional Original Revenue so it must be
optimized by the Department of Transportation of Bandar Lampung City in
accordance with its main duties and functions as stipulated in the Regional
Regulation of Bandar Lampung City Number 07 of 2016 concerning the Formation
and Composition of Regional Devices Bandar Lampung City. The problems in this
study are: (1) What is the role of the Bandar Lampung City Transportation Service
in increasing parking retribution revenue? (2) What factors are the obstacles to the
role of the Bandar Lampung City Transportation Service in increasing parking
retribution revenue?
The approach to the problem used is normative and empirical juridical. The types of
data used are primary data and secondary data. Data collection is done by literature
study and field studies and then analyzed qualitatively.
The results of this study indicate: (1) The role of the Bandar Lampung City
Transportation Service in increasing parking retribution revenues are: a) Planning
to design parking strategies, improve administrative efficiency and acceptance
capacity through better planning. b) Implementing facilities or work tools that
facilitate the implementation of collection of parking fees effectively and efficiently.
c) Clear arrangement of parking retribution collection mechanisms) Implementation
of evaluation systems, which are carried out in various forms of meetings and / or
meetings periodically (2) The factors that inhibit the role of Bandar Lampung City
Transportation Service in increasing parking retribution are the existence of illegal
parking practices resulting in the non-deposit of parking fees and parking
management systems are still done manually related to the low quality of parking
personnel.
Suggestions in this study are the Bandar Lampung City Transportation Agency in
order to: (1) Improve supervision of parking operations. (2) Form a Special Team to
control various illegal parking lots which do not contribute to the Bandar Lampung
City revenue.
Keywords: Role, Department of Transportation, Parking Retribution15420111011 ANIS MARETA HANIFA-2022-03-29T03:02:05Z2022-03-29T03:02:05Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56359This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/563592022-03-29T03:02:05ZMEKANISME PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK
BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR
DI PROVINSI LAMPUNGPemerintah Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang
selalu berusaha untuk mengoptimalkan pembangunan daerahnya, salah satu sektor
pendapatan daerah untuk membangun daerah sendiri yaitu pemungutan terhadap
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB). Permasalahan yang akan
dibahas dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah mekanisme pelaksanaan
pemungutan pajak bahan bakar kendaraan bermotor di provinsi Lampung serta
Apa sajakah faktor pendukung dan penghambat dalam melaksanakan mekanisme
pemungutan pajak bahan bakar kendaraan bermotor di provinsi Lampung?
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif
dan yuridis empiris. Metode pengumpulan data adalah studi kepustakaan dan studi
lapangan. Analisis data yaitu deskriptif dan kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa mekanisme pelaksanaan
pemungutan pajak bahan bakar kendaraan bermotor yang dimulai dengan wajib
pungut mengisi SPTPD lalu melakukan pembayaran menggunakan SSPD yang
dipersamakan ke kantor kas daerah melalui Bank Lampung. Faktor pendukung
utama dalam hal pemungutan pajak bahan bakar kendaraan bermotor di provinsi
Lampung adalah kebijakan prosedur pemungutan dan penerapan aplikasi online.
Faktor penghambat dalam pelaksanaan pemungutan pajak bahan bakar kendaraan
bermotor yaitu kurangnya sumber daya manusia dalam melakukan pengawasan,
kurangnya keterbukaan terhadap pelaksanaan pemungutan PBBKB dan
kurangnya kesadaran wajib pungut dalam melakukan pembayaran pajak bahan
bakar kendaraan bermotor.
Saran dalam penelitian ini adalah Pemerintah Provinsi Lampung hendaknya lebih
terbuka dalam hal pelaksanaan pemungutan PBBKB serta memberikan himbauan
dan sosialisasi kepada wajib pajak yang dimaksudkan agar wajib pajak mengerti
hak dan kewjibannya sebagai wajib pajak dengan mengumpulkan wajib pajak
untuk keperluan sosialisasi melalu penyiaran radio maupun media sosial lainnya.
Kata Kunci : Pemungutan, Pajak Bahan Bakar, Kendaraan Bermotor
The Lampung Provincial Government is one of the provinces in Indonesia that
always tries to optimize its regional development, one of the regional revenue
sectors to develop their own area, namely collection of Motor Fuel Tax (PBBKB).
it is necessary to conduct research with problems: How is the implementation
mechanism of motor fuels tax collection in lampung province and what is the
inhibiting and supporting factors of the implementation mechanism of motor fuels
tax collection in lampung province.
The problem approach in this study uses normative and empirical approaches. The
data sources used are primary data and secondary data which are carried out by
literature studies and field studies.
Based on the results of this study indicate: mechanism of motor fuels tax
collection starts with an individual fills the Regional Tax Notice (SPTPD) then
make a payment using the Regional Tax Payment Slip (SSPD) which is equated to
the regional cash office through Bank Lampung. The main supporting factor of
motor fuels tax collection in lampung province is collecting procedure policy and
and the implementation of online applications. The inhibiting factor of motor fuels
tax collection in lampung province is lack of human resources in conducting
supervision, lack of openness to the implementation of Motor Fuel Tax collection
and lack of individual awareness in making Motor Fuel Tax payments.
The suggestions in this study are: The Lampung Provincial Government should be
more open in terms of implementing the Motor Fuel Tax collection and make a
socialization to taxpayers intended for taxpayers to understand their rights and
obligations as taxpayers by collecting taxpayers for the purposes of socialization
through radio broadcasting and other social media.
Keywords: Motor Fuels, Tax Collection.1512011099 DITA ANNISA RAMADHANTI-2022-03-29T03:01:29Z2022-03-29T03:01:29Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56369This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/563692022-03-29T03:01:29ZMEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN KEPENTINGAN
ANTARA PEKERJA DAN PENGUSAHA MELALUI MEDIASI
OLEH DINAS TENAGA KERJA KOTA BANDAR LAMPUNGUndang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial, menjelaskan bahwa penyelesaian perselisihan hubungan industrial dapat
dilaksanakan secara litigasi dan non litigasi. Penyelesaian secara litigasi dilakukan di
Pengadilan Hubungan Industrial, sedangkan non litigasi dapat diselesaikan salah
satunya melalui mediasi pada perselisihan kepentingan yang dilakukan oleh mediator
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Bandar Lampung. Permasalahan dalam
penelitian ini adalah (1) bagaimana mekanisme penyelesaian perselisihan kepentingan
antara pekerja dan pengusaha melalui mediasi oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar
Lampung? dan (2) apa sajakah faktor penghambat mediator dalam menyelesaikan
perselisihan kepentingan melalui mediasi?
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan masalah
secara normatif dan empiris. Sumber data yang digunakan data primer dan sekunder.
Pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan penelitian lapangan, kemudian
dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) mekanisme penyelesaian perselisihan
kepentingan antara pekerja dan pengusaha melalui mediasi oleh Dinas Tenaga Kerja
Kota Bandar Lampung yaitu apabila dalam proses mediasi terjadi kesepakatan oleh para
pihak maka dibuatlah perjanjian bersama, namun jika tidak terjadi kesepakatan maka
mediator membuat anjuran tertulis untuk diselesaikan melalui Pengadilan Hubungan
Industrial.. (2) faktor-faktor penghambat mediator dalam menyelesaikan perselisihan
kepentingan antara pekerja dan pengusaha adalah (a) pengusaha sering menghilangkan
azas itikad baik, (b) sikap egois dari para pihak, (c) terbatasnya ruang sidang, (d)
kurangnya sarana dan prasarana, e) jumlah mediator tidak sesuai dengan jumlah
perselisihan.
Kata Kunci: Mediasi, Penyelesaian perselisihan kepentingan
Law Number 2 of 2004 concerning the Settlement of Industrial Relations Disputes,
explains that industrial relations dispute resolution can be carried out through litigation
and non-litigation. Litigation settlement is carried out in the Industrial Relations Court,
while non-litigation can be resolved, one of which is through mediation in a conflict of
interest carried out by the mediator of the Manpower and Transmigration Department,
Bandar Lampung City. The problem in this study are (1) How is the mechanism for
resolving dispute of interest between labour and industrialist through mediation by the
Bandar Lampung City Manpower Department? And (2) What are the factors that
obstruct the mediator from resolving dispute of interest through mediation?
The research method used in this study is a problem approach which is normative and
empirical. Data sources used primary and secondary data. Data collection through
library studies and field research, then analyzed qualitatively.
The results of the study show that (1) mechanism for resolving dispute of interest
between labour and industrialist through mediation by the Bandar Lampung City
Manpower Department, if in the mediation process an agreement is reached by the
parties, a joint agreement is made, but if there is no agreement, the mediator makes
written recommendations to be resolved through the Industrial Relations Court. (2) The
factors that obstruct the mediator from resolving disputes of interest between workers
and employers are (a) Industrialist often eliminate the principle of good faith, (b) selfish
attitude from the parties, (c) The limits of the room court, (d) Lack of facilities and
infrastructure, (e) The number of mediators is not in accordance with the number of
disputes.
Keywords: Mediation, Settlement of Dispute Interest151201029 ARDESTIAN SULISTIANI-2022-03-29T03:00:52Z2022-03-29T03:00:52Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56373This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/563732022-03-29T03:00:52ZPELAYANAN PENERBITAN SERTIFIKAT TANAH
DI KANTOR PERTANAHAN KOTA BANDAR LAMPUNGPendaftaran tanah dan penerbitan sertifikat bertujuan untuk memberikan kepastian
hukum atas hak milik atas tanah dan untuk menciptakan tertib administrasi
pertanahan. Salah satu program Pemerintah dalam mencapai tujuan tersebut
adalah melaksanakan Pendaftaran Tanah secara Sporadik berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 24 Tahun 1997. Permasalahan penelitian ini adalah: (1)
Bagaimana Pelayanan Penerbitan sertifikat tanah di Kantor Pertanahan Kota
Bandar Lampung? (2) Apakah hambatan yang dihadapi Kantor Pertanahan Kota
Bandar Lampung dalam memberikan layanan penerbitan sertifikat tanah?
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan hukum normatif dan
empiris. Jenis data terdiri dari data primer dan data sekunder yang dikumpulkan
dengan wawancara dan dokumentasi. Analisis data menggunakan analisis
kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Pelayanan Penerbitan Sertifikat Tanah
dalam kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali secara sporadik di Kantor
Pertanahan Kota Bandar Lampung perlu meningkatkan mutu pelayanan agar
memenuhi Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan meskipun sudah
dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang berlaku meliputi: Tahap pengajuan
permohonan oleh pemohon, Tahap proses layanan berupa pengukuran dan
pemetaan bidang tanah, pengumuman data fisik dan data yuridis bidang tanah ,
pembuktian dan pembukuan hak, penerbitan sertifikat, pengarsipan daftar umum
dan dokumen , serta penyerahan sertifikat hak atas tanah kepada pemohon. (2)
Hambatan- hambatan Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung dalam pelayanan
penerbitan sertifikat tanah adalah kurangnya sumber daya manusia, kurangnya
komunikasi antara pemohon dengan petugas dari Kantor Pertanahan Kota Bandar
Lampung dalam melaksanakan pengukuran dan penetapan batas-batas bidang
tanah, serta pemohon sulit dalam melengkapi persyaratan sehingga memperlambat
dalam proses penerbitan sertifikat tanah.
Kata Kunci: Pelayanan Penerbitan Sertifikat Tanah, Kota Bandar Lampung
1512011296 ASTRI LINDA WOU MULEI-2022-03-29T03:00:15Z2022-03-29T03:00:15Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56378This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/563782022-03-29T03:00:15ZKEWENANGAN BAGIAN LAYANAN PENGADAAN BARANG DAN
JASA DI PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNGPengadaan barang/jasa dapat didefinisikan sebagai proses untuk mendapatkan
barang/jasa mulai dari kegiatan perencanaan sampai pelaksanaan kegiatan.
Kewenangan dalam pengadaan barang/jasa diselenggarakan oleh Bagian Layanan
Pengadaan Barang dan Jasa (BLPBJ) Kota Bandar Lampung. Permasalahan dari
penelitian ini adalah Bagaimana kewenangan BLPBJ Kota Bandar Lampung? Apa
sajakah faktor penghambat dan pendukung dalam melaksanakan kewenangannya
di bidang pengadaan barang/jasa? Pendekatan penelitian ini menggunakan
pendekatan yuridis normatif yang didukung dengan pendekatan yuridis empiris.
Data pada penelitian ini diperoleh melalui kepustakaan dan hasil wawancara.
Hasil Penelitian bahwa (1) Pemerintah Kota Bandar Lampung telah memiliki Unit
Kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ) dengan nomenklatur “Bagian Layanan
Pengadaan Barang/Jasa Kota Bandar Lampung” memiliki kewenangan berupa
merumuskan personil yang akan menduduki posisi di BLPBJ, menyeleksi
pegawai PNS di Pemerintah Kota Bandar Lampung untuk diposisikan dalam
organisasi BLPBJ sebagai Kelompok Kerja pengadaan barang/jasa, juga
merumuskan posisi organisasi, struktur organisasi, penganggaran BLPBJ. (2)
BLPBJ Kota Bandar Lampung dalam melaksanakan kewenangannya dibidang
pengadaan barang/jasa memiliki tugas melaksanakan persiapan sampai
pelaksanaan pemilihan penyedia pengadaan barang/jasa di lingkungan Pemerintah
Kota Bandar Lampung yang dilaksanakan oleh PPK dan Pokja. (3) Faktor
penghambat yang menjadi kendala UKPBJ BLPBJ Kota Bandar Lampung dalam
melaksanakan kewenangan adalah belum membuat Standar Operasional Prosedur
(SOP) Perencanaan, Pemilihan, sampai dengan Pengelolaan Kontrak.
Kata Kunci : Kewenangan, Pengadaan, Barang/Jasa, Lelang.
Procurement of goods/services can be defined as the process of obtaining
goods/services ranging from planning to implementing activities. The authority in
the procurement of goods/services is carried out by the Goods and Services
Procurement Service Section (BLPBJ) of Bandar Lampung City. The question
that’s being asked in this research is to understand the setting and implementation
from BLPBJ in the city of Bandar Lampung. What are the inhibiting and
supporting factors in carrying out their authority in the procurement of
goods/service? This research uses a normative juridical approach that is
supported by an empirical juridical approach. Data in this study were obtained
through literature reviews and interviews. The results shows that (1) Government
of Bandar Lampung City already has a Goods/Services Procurement Work Unit
(UKPBJ) with the nomenclature "Bandar Lampung City Goods/Services
Procurement Service" has the authority in the form of formulating personnel who
will occupy positions in BLPBJ, selecting PNS employees in the Bandar Lampung
City Government to be positioned in the BLPBJ organization as a Working Group
for procurement of goods / services, also formulating organizational positions,
organizational structure and budgeting for BLPBJ (2) In carrying out its
authority in the field of procurement of goods/services BLPBJ of Bandar
Lampung City has the task of carrying out preparations until the selection of
providers of goods / services procurement within the Bandar Lampung City
Government environment carried out by the Commitment Making Officials and
Working Groups. (3) The inhibiting factor of the Bandar Lampung City BLPBJ in
implementing their authority is because of inexistent Standard Operating
Procedure (SOP ) for Planning, Selection, and Contract Management.
Keywords: Authority, Procurement, Goods/Services, Auction.1512011009 BELLA SABRINA HADI-2022-03-29T02:59:47Z2022-03-29T02:59:47Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56382This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/563822022-03-29T02:59:47ZPELAKSANAAN KEWENANGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL
DINAS PERHUBUNGAN DALAM PEMERIKSAAN KENDARAAN
BERMOTOR DI KABUPATEN LAMPUNG BARATPenyelenggaraan LLAJ didasarkan pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan-Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5025 (selanjutnya disebut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009). PPNS
merupakan pegawai yang ditunjuk dan diberi kewenangan untuk melakukan
penyidikan dalam tindak pidana tertentu yang menjadi lingkup peraturan undang-
undang yang menjadi dasar hukumnya. Permasalahan yang diangkat dalam
penulisan skripsi ini adalah bagaimanakah pelaksanaan wewenang Penyidik
Pegawai Negeri Sipil dalam pemeriksaan kendaraan bermotor di Kabupaten
Lampung Barat dan Faktor-faktor apa sajakah yang menjadi pendukung dan
pengahambat dalam pelaksanaan pemeriksaan kendaraan bermotor oleh Penyidik
Pegawai Negri Sipil di Kabupaten Lampung Barat.
Pendekatan masalah dilakukan secara yuridis empiris yaitu dengan melakukan
penelitian langsung di lokasi penelitian dengan melakukan wawancara pihak-
pihak yang terkait. Sumber data yang di dapat dengan menggunakan data primer
dan data sekunder. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis
kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan peran PPNS
Dinas Perhubungan dalam Pemeriksaan KIR, dan uji muatan Kendaraan
Bermotor di Kabupaten Lampung Barat adalah melakukan pemeriksaan surat-
surat usaha KIR didalam surat tanda uji kendaraan. PPNS berwenang memberikan
himbauan dan surat tilang kepada pemilik kendaraan jika terdapat pelanggaran
yang di lakukan oleh pemilik kendaraan. Faktor penghambat PPNS Dinas
Perhubungan dalam pemeriksaan kendaraan bermotor di Kabupaten Lampung
Barat adalah kurangnya tenaga penguji kendaraan bermotor, kurangnya
kesempatan tenaga kerja teknis untuk mengikuti pendidikan, kurangnya kesadaran
penyidik kendaraan bermotor melakukan uji berkala kendaraan bermotornya, dan
kurang tegasnya sanksi dari petugas untuk memberikan sanksi terhadap pemilik
kendaraan.
Kata Kunci: Wewenang, Penyidik Pegawai Negeri Sipil, Kendaraan
Bermotor
The implementation of LLAJ is based on Law Number 22 of 2009 concerning
Road Traffic and Transportation-State Gazette of the Republic of Indonesia of
2009 Number 96, Supplement to the State Gazette of the Republic of Indonesia
Number 5025 (hereinafter referred to as Law Number 22 Year 2009). PPNS is an
employee who is appointed and authorized to carry out investigations in certain
criminal acts which are the scope of law regulations which are the legal basis.
The problem raised in writing this essay is how the implementation of the
authority of Civil Servant Investigators in the inspection of motorized vehicles in
West Lampung Regency and what are the factors that become supporters and
inhibitors in the implementation of motor vehicle inspection by Civil Servants
Investigators in West Lampung Regency.
Approach to the problem is carried out in an empirical juridical manner by
conducting research directly at the research site by interviewing the parties
concerned. Data sources obtained by using primary data and secondary data.
Data analysis in this study used qualitative analysis.
Based on the results of the research and discussion, it can be concluded that the
role of the PPNS of the Department of Transportation in the KIR Inspection, and
Motor Vehicle cargo test in West Lampung Regency is to conduct inspection of
KIR business documents in vehicle test letters. PPNS has the authority to give
appeals and ticketing letters to vehicle owners if there are violations committed by
vehicle owners. PPNS inhibiting factors of the Transportation Agency in
inspecting motor vehicles in West Lampung Regency are the lack of examiners of
motorized vehicles, the lack of opportunities for technical workers to attend
education, lack of awareness of motor vehicle investigators to periodically test
their motorized vehicles, and less strict sanctions from officers to sanction vehicle
owner.
Keywords: Authority, Investigator of Civil Servants, Motor Vehicles1342011039 BEMBI GEMPANTARA-2022-03-29T02:46:29Z2022-03-29T02:46:29Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56289This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/562892022-03-29T02:46:29ZPENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN DAN NON
PERIZINAN DI DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN
TERPADU SATU PINTU PROVINSI LAMPUNGTujuan Penelitian Ini adalah untuk mengetahui penyelenggara pelayanan
perizinan dan non perizinan di DPMPTSP Provinsi Lampung.; dan untuk
mengetahui langkah DPMPTSP Provinsi Lampung dalam meningkatkan
pelayanan Perizinan dan Non Perizinan. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian yuridis normatif dan yuridis empiris. Data diperoleh melalui
kepustakaan dan hasil wawancara dengan informan di DPMPTSP Pemerintah
Provinsi Lampung. Hasil penelitian menunjukan bahwa keorganisasian
Penyelenggara Perizinan di DPMPTSP Provinsi Lampung diatur berdasarkan
Peraturan Gubernur Lampung Nomor 77 Tahun 2016 yaitu (1) Kepala Dinas;(2)
Bidang Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan A; (3) Bidang Pelayanan
Perizinan dan Non Perizinan B: dan (4) Bidang Pengaduan Kebijakan dan
Pelaporan Layanan. Sedangkan Penyelenggaraan Pelayanan diatur dalam
Peraturan Gubernur Nomor 27 Tahun 2017 Tentang SOP DPMPTSP Provinsi
Lampung yang memuat 156 jenis izin. Dalam meningkatkan Pelayanan
DPMPTSP Provinsi Lampung menyusun Program Kerja yang telah disusun
dalam rencana kerja DPMPTSP 2019 yang memuat (1) Penyelenggaraan
Informasi Pelayanan Perizinan;(2) Pengelolaan Manajemen Pelayanan
Perizinan;(3) Inovasi Sektor Perizinan dan Non Perizinan; (4)Penguatan
pelayanan penerbitan pada bidang A;(5) Pembinaan,verifikasi dan validasi izin
bidang penyelenggaraan perizinan dan non perizinan B;(6) Peningkatan Standar
Pelayanan; (7) Pemantauan dan pelaksanaan pelaporan PTSP di bidang
penanaman modal; (8) Pembinaan dan sinkronisasi pelayanan perizinan
penanaman modal;(9) Pelayanan perizinan secara elektronik;(10) Forum
Komunikasi lintas sektoral di bidang perizinan dan non perizinan; dan
(11)workshop pelayanan perizinan dan non perizinan PTSP.Kesimpulan dan saran
menyarankan Perlunya peningkatan Informasi Pelayanan Perizinan dan Non
Perizinan berupa Standar Operasional Prosedur, Kemudahan Pelayanan,
Maklumat pelayanan guna menunjang peningkatan pelayanan yang cepat, mudah
dan murah.
Kata Kunci : Penyelenggaraan; Perizinan; Non Perizinan.
The Purpose Of These Research are to find out the organizer of licensing and non
licensing services; and to find out the steps are taken by DPMPTSP Lampung
Province to Improving licensing and non licensing services.The research method
used by the researcher is juridic normative and juridic empirical approach, the
data obtained from library research and interview results from Informans in
DPMPTSP lampung Province.From the results of the research, it can be
concluded that, (1) Organizational structure, task, functions and organization are
regulated in Lampung governor regulations number 77 of 2017 contain (1) Head
of department;(2) Sector A Licensing and Non-Licensing Services Division;(3)
Sector B Licensing and Non-Licensing Services Division;(4) Policy Complaints
and Reporting Services Division, meanwhile the service organizer are regulated in
Lampung Governor Regulations Number 27 of 2017 about Standard Operational
Procedure DPMPTSP Lampung Province those are contain 152 types of Licence.
To increase the perfomance, DPMPTSP develops annual work programs that have
been prepared in working plan 2019 Those are contain (1) Providing Licensing
Service Information;(2) Management of Licensing Services;(3) inovation in
Licensing and non licensing sectors;(4) Strengthening publishing services in
Sector A;(5) Guidience, verification, and validation in licensing and non licensing
at sector B;(6) Improve Standard Services;(7) Implementation and monitoring
investment report at one stop service system;(8) Guidience and Synchronizaation
Of investment Licensing;(9) Online Service Licencing;(10) Cross Sectoral
Communication Forum for licensing and non licensing sectors;(11) Workshop
about licensing and non licensing services. for the conclusion, it is suggested that
Needed to increase for Informtion in licensing and non licensing those are
containts Standard Operational Procedure, ease of services,and notice of service to
support fast, easy and cheap services
Keywords : Implementation; Licensing; Non Licensing1512011064 Abraham Josiah Epenetus-2022-03-29T02:45:53Z2022-03-29T02:45:53Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56298This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/562982022-03-29T02:45:53ZKEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM
MENGADILI SENGKETA PENGGANTIAN ANTARWAKTU
ANGGOTA DPRD KABUPATEN PESISIR BARAT
Partai politik memiliki hak penuh terhadap setiap anggota DPRD terpilih yang
telah dicalonkannya dalam pemilihan umum, salah satu diantaranya adalah
mengusulkan pergantian antarwaktu serta mengusulkan pemberhentian
antarwaktu anggotanya di DPRD yang akan diakhiri dengan penerbitan surat
keputusan Gubernur. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah
bagaimanakah kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam mengadili
sengketa penggantian antarwaktu anggota DPRD Kabupaten Pesisir Barat ? dan
bagaimanakah pelaksanaan pembuktian pada Pengadilan Tata Usaaha Negara
dalam sengketa pergantian antarwaktu anggota DPRD Kabupaten Pesisir Barat ?.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris yang
menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui studi
lapangan, dan data sekunder diperoleh melalui studi pustaka. Data diperoleh
dengan cara wawancara menggunakan pedoman tertulis terhadap narasumber
yang telah ditentukan. Penelitian dilakukan pada tahun 2018.
Hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan bahwa kewenangan Pengadilan
Tata Usaha Negara dalam mengadili sengketa penggantian antarwaktu anggota
DPRD Kabupaten Pesisir Barat didasarkan pada ketentuan Pasal 47 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1986, dalam hal ini hanya terbatas pada terbitnya objek
sengketa berupa Keputusan Gubernur Lampung Nomor : G/196/B.01/HK/2018
tanggal 13 Februari 2018 tentang Peresmian Pemberhentian Anggota DPRD
Kabupaten Pesisir Barat Masa Jabatan Tahun 2014-2019 atas nama Heri Gunawan
dan Keputusan Gubernur Lampung Nomor : G/197/B.01/HK/2018 tanggal 13
Februari 2018 tetang Peresmian Pengangkatan Pengganti Antarwaktu Anggota
DPRD Kabupaten Pesisir Barat Masa Jabatan Tahun 2014-2019 atas nama
Supardi Rudianto.
Pelaksanaan pembuktian pada Pengadilan Tata Usaaha Negara dalam sengketa
pergantian antarwaktu anggota DPRD Kabupaten Pesisir Barat diatur dalam Pasal
100 sampai dengan Pasal 107 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Pembuktian
dilakukan dengan mengacu pada alat-alat bukti yang diajukan oleh para pihak di
pengadilan guna mencari dan menemukan fakta persidangan yang dapat
memberikan keyakinan bagi hakim untuk menjatuhkan putusan atas gugatan yang
diajukan oleh penggugat.
Kata Kunci : Kewenangan, Pengadilan Tata Usaha Negara, Sengketa Penggantian
Antarwaktu
Political parties have full rights to all elected DPRD members who have been
nominated in general elections, one of which is to propose intertemporal changes
and propose termination of their members' time in the DPRD which will end with
the issuance of a Governor's decree. The problem in this study is how is the
authority to try the State Administrative Court in the interim replacement dispute
of members of the West Coast Regency DPRD? and how is the implementation of
proof at the State Administrative Court in the dispute over the interim replacement
of members of the West Coast Regency DPRD?
This study uses a normative juridical approach and empirical jurisdiction that uses
primary data and secondary data. Primary data is obtained through field studies,
and secondary data is obtained through literature. Data is obtained by means of
interviews using written guidelines for specified sources. The study was
conducted in 2018.
The results of the research and discussion concluded that the authority to try the
State Administrative Court in the interim replacement dispute of the members of
the West Coast Regency DPRD was based on the provisions of Article 47 of Law
Number 5 Year 1986, in this case only limited to the issuance of dispute objects in
the Lampung Governor's Decree Number: G /196/B.01/HK/2018 dated February
13, 2018 concerning the Inauguration of the Dismissal of West Coast Regency
DPRD Members in the Year 2014-2019 on behalf of Heri Gunawan and Lampung
Governor's Decree Number: G / 197 / B.01 / HK / 2018 dated February 13, 2018
regarding the Inauguration of the Appointment of Interim Replacement Members
of the West Coast Regency DPRD Membership Period 2014-2019 on behalf of
Supardi Rudianto.
The verification of the State Administrative Court in the dispute over the interim
replacement of members of the West Coast Regency DPRD is stipulated in Article
100 up to Article 107 of Law Number 5 of 1986 Proof of this is done by referring
to evidence presented by parties in the court to seek and find the facts of the trial
that can provide confidence for the judge to decide on the lawsuit filed by the
plaintiff.
Keywords: Authority, State Administrative Court, Intertemporal
Replacement Disputes1412011016 AFIFAH SYAKIRA-2022-03-29T02:45:30Z2022-03-29T02:45:30Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56304This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/563042022-03-29T02:45:30ZPENYELENGGARAAN TERTIB ADMINISTRASI PAJAK BUMI DAN
BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DALAM PERALIHAN
HAK ATAS TANAH MELALUI JUAL BELI DI KOTA BANDAR
LAMPUNGPeralihan hak atas tanah melalui jual-beli tidak serta merta mengalihkan Surat
Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan (PBB-P2) dari penjual ke pembeli. Dalam hal ini, menjadi kesulitan
tersendiri bagi Pemerintah Kota Bandar Lampung untuk melakukan penagihan
atau pemungutan pajak. Permasalahannya adalah bagaimana penyelenggaraan
tertib admistrasi PBB-P2 dalam peralihan hak atas tanah melalui jual-beli dan
bagaimana koordinasi antara Kantor Pertanahan dengan Badan Pengelola Pajak
dan Retribusi Daerah (BPPRD) Kota Bandar Lampung. Jenis penelitian ini adalah
penelitian yuridis empiris. Data yang diperlukan adalah data primer dan data
sekunder, data dianalisis dengan metode yuridis kualitatif
Hasil penelitian bahwa penyelenggaraan tertib administrasi PBB-P2 dalam
peralihan hak atas tanah oleh BPPRD Kota Bandar Lampung dilakukan dengan
memanfaatkan data Wajib Pajak yang berupa bukti pembayaran Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB) melalui Sistem Manajemen
Informasi Objek Pajak (SISMIOP), sehingga berdasarkan data pembayaran
BPHTB tersebut mutasi subjek/objek pajak PBB-P2 dapat beralih secara otomatis,
kecuali yang peralihan hak atas tanah dilakukan sebelum tahun 2017. Penyerahan
SPPT PBB-P2 baru akan diserahkan pada tahun berikutnya kepada Wajib Pajak.
Koordinasi antara Kantor Pertanahan dengan BPPRD Kota Bandar Lampung
terhadap peralihan hak atas tanah melalui jual-beli dilakukan dalam bentuk
pertukaran data melalui web service berbasis respresentaional state transfer
javascript objek notation (REST JSON) berdasarkan Perjanjian Kerjasama
(MoU).
Saran penelitian ini adalah BPPRD Kota Bandar Lampung perlu melakukan
optimalisasi pendataan subjek/objek pajak PBB-P2. BPPRD pelru memberi
himbauan kepada masyarakat, bagi Wajib Pajak yang belum melakukan mutasi
subjek/objek pajak PBB-P2.
Kata Kunci : Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2),
Peralihan Hak atas Tanah, Jual-Beli
The transfer of land rights through land trading does not necessarily divert the
Land and Building Tax (SPPT) on Rural and Urban Taxes (PBB-P2) from the
seller to the buyer. In this case, it is difficult for the city Government of Bandar
Lampung to bill or collect taxes. The problems are formulated as how is the
implementation of the orderly administration of PBB-P2 in the transfer of land
rights through land trading and how is the coordination between the Land Office
and the Regional Tax and Retribution Management Agency (BPPRD) of Bandar
Lampung City. This research applied empirical juridical approach. The data
sources were collected from primary and secondary data, the data were then
analyzed using qualitative juridical method.
The results of the research showed that the orderly administration of PBB-P2 in
the transfer of land rights by BPPRD of Bandar Lampung was carried out by
utilizing taxpayer database in the form of proof of payment for land and or
building acquisition fees (BPHTB) through the Tax Object Information
Management System (SISMIOP). Therefore, based on the BPHTB payment data,
the transfer of the PBB-P2 subject/object of tax can be switched automatically,
except for the transfer of land rights before the year of 2017. The submission of
the PBB-P2 SPPT will only be submitted to the taxpayers in the following year.
The coordination between the Land Office and the BPPRD of Bandar Lampung
on the transfer of land rights through land trading was carried out in the form of
data exchange through the web-based service called Representational State
Transfer Javascript Object Notation (REST JSON) and the Cooperation
Agreement (MoU).
It is suggested that BPPRD of Bandar Lampung needs to optimize the data
collection on the subject/object of PBB-P2 tax. BPPRD needs to appeal the
public, for those taxpayers who have not yet transferred the subject/object of
PBB-P2 tax.
Keywords: Rural and Urban Land and Building Tax (PBB-P2), Transfer of
Land Rights, Sale and Purchase1542011061 AFRIALDI-2022-03-29T02:44:45Z2022-03-29T02:44:45Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56317This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/563172022-03-29T02:44:45ZPERAN DEWAN LALU LINTAS KOTA BANDAR LAMPUNG
DALAM PENYELENGGARAAN TRANSPORTASI
DI KOTA BANDAR LAMPUNGDewan Lalu Lintas adalah lembaga yang dibentuk dan dipilih oleh
Pemerintah yang berdomisili di tingkat Provinsi dan kota yang mencakup
kepolisian, dinas Perhubungan, Satuan biro hukum, dan instansi-instansi lain yang
diberi untuk mewujudkan dan juga mengawal tahapan realisasi angkutan umum
dan mengawasi kebijakan yang melanggar dari Prosedur hukum. istilah Dewan
Lalu Lintas tidak dapat disejajarkan dengan Forum Lalu lintas di Kota Bandar
Lampung. Pemerintah Kota Bandar Lampung telah mengeluarkan Surat
Keputusan Walikota Bandar Lampung Nomor 40/12/HK/2011 Tentang
Pembentukan Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bandar Lampung.
Surat Keputusan Walikota tersebut di bentuk agar Dewan Lalu Lintas bertujuan
mendapatkan legitimasi hukum bagi penyelenggaraan transportasi. Dasar Hukum
yang mengatur tentang Dewan Lalu Lintas adalah Undang – Undang RI No. 22
Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 13 ayat (3) tentang
penyelenggaraan transportasi dan Surat Keputusan Walikota Bandar Lampung
Nomor 40/12/HK/2011 Tentang Pembentukan Forum Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan Kota Bandar Lampung.
Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan dalam penelitian ini adalah (1)
Bagaimanakah peran Dewan Lalu Lintas Kota Bandar Lampung dalam
penyelenggaraan Transportasi di Kota Bandar Lampung serta (2) Faktor-faktor
apa saja yang menjadi penghambat terhadap peran Dewan Lalu Lintas Kota
Bandar Lampung dalam Penyelenggaraan Transportasi di Kota Bandar Lampung.
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan pendekatan yuridis normatif dan empiris.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Dewan Lalu Lintas Kota Bandar
Lampung dalam penyelenggaraan transportasi di Kota Bandar Lampung belum
sepenuhnya dilakukan (1) koordinasi mengenai kebijaksanaan yang ditetapkan
dalam bidang lalu lintas dan angkutan jalan sesuai dengan kewenangan yang
dimiliki Pemerintah Kota. (2) Evaluasi terhadap kebijaksanaan yang diterapkan
dalam bidang lalu lintas dan angkutan jalan belum secara optimal. (3) Melaporkan
setiap karena adanya faktor yang menjadi penghambat dewan lalu lintas Kota
Bandar Lampung dalam penyelenggaraan transportasi di Kota Bandar Lampung
memiliki kendala yaitu terkait dengan pengadaan sarana dan prasarana serta
memiliki keterbatasan anggaran dan pengadaan angkutan umum sepenuhnya
belum beroperasi.
Saran penulis sebagai berikut Pemerintah Kota Bandar Lampung sebaiknya perlu
mengeluarkan peraturan daerah yang mengatur tentang pembentukan Dewan Lalu
Lintas Kota Bandar Lampung dalam penyelenggaraan transportasi di Kota Bandar
Lampung dan Dewan lalu lintas Kota Bandar Lampung perlu meningkatkan
perannya di dalam melaksanakan agar terwujudnya penyelenggaraan transportasi
yang terstruktur dan sesuai dengan tujuannya.
Kata Kunci: Peran, DewanLalu Lintas, Penyelenggaraan, Transportasi
Bandar Lampung city traffic council has a role in the organization of
transportation in the city of Bandar Lampung. The Bandar Lampung City
Government has issued a Decree of the Bandar Lampung Mayor No. 40/12 / HK /
2011 Regarding the Establishment of the Bandar Lampung City Road Traffic and
Transportation Forum. The Mayor Decree was formulated so that the Traffic
Council aims to obtain legal legitimacy for the administration of transportation.
The legal basis governing the Traffic Board is RI Law No. 22 of 2009 concerning
Traffic and Road Transportation Article 13 paragraph (3) concerning the
administration of transportation and the Decree of the Mayor of Bandar Lampung
Number 40/12 / HK / 2011 concerning the Establishment of the Bandar Lampung
City Road Traffic and Transport Forum.
Based on this, the problems in this study are to (1) How is the role of the Bandar
Lampung City Traffic Council in the implementation of Transportation in the City
of Bandar Lampung and (2) What factors are obstacles to the role of the Bandar
Lampung City Traffic Board in the Implementation of Transportation in the city of
Bandar Lampung. The problem approach used in this research is to use a
normative and empirical juridical approach.
The results of this study indicate that the Bandar Lampung City Traffic Council in
organizing transportation in the Bandar Lampung City has not been fully carried
out (1) coordination regarding policies stipulated in the field of traffic and road
transportation in accordance with the authority of the City Government. (2)
Evaluation of policies applied in the field of traffic and road transportation has
not been optimally. (3) Reporting everytime due to factors which hinder the traffic
board of the Bandar Lampung City in the implementation of transportation in the
Bandar Lampung City has constraints which are related to the procurement of
facilities and infrastructure as well as having budget constraints and the
procurement of public transportation is not yet fully operational.
The following suggestions from the author The Bandar Lampung City
Government should issue a regional regulation governing the formation of the
Bandar Lampung City Traffic Council in the administration of transportation in
Bandar Lampung City and the Bandar Lampung City Traffic Council need to
increase its role in carrying out in order to realize a structured and organized
transportation organization. in accordance with its purpose.
Keywords: Role, TrafficBoard, Organization, Transportation1512011222 Andhika Hidayattullah-2022-03-29T02:44:26Z2022-03-29T02:44:26Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56325This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/563252022-03-29T02:44:26ZFUNGSI SERIKAT PEKERJA SEBAGAI PIHAK DALAM PEMBUATAN
PERJANJIAN KERJA BERSAMA (PKB) DI PT GREAT GIANT
PINEAPPLE
Serikat Pekerja adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja guna
memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja serta
meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya. Serikat Pekerja dalam
pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) harus berjalan sesuai yang diharapkan.
Hal ini dikarenakan Serikat Pekerja berkontribusi dalam pembuatan PKB
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat
Pekerja, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan
Permenaker Nomor 28 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan
Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan dan Pendaftaran PKB. Permasalahan
penelitian ini yaitu 1) Bagaimanakah fungsi Serikat Pekerja sebagai pihak dalam
pembuatan PKB di PT Great Giant Pineapple? dan 2) Faktor-faktor apa sajakah
yang menjadi penghambat Serikat Pekerja sebagai pihak dalam pembuatan PKB di
PT Great Giant Pineapple?
Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dan empiris. Sumber data
yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Metode
pengumpulan data dilakukan dengan studi lapangan dan studi kepustakaan. Analisis
data dalam penelitian menggunakan analisis deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Fungsi Serikat Pekerja sebagai pihak dalam
pembuatan PKB di PT GGP yaitu menampung dan menyalurkan aspirasi pekerja,
serta merumuskan dan merundingkan pembuatan PKB. Fungsi merumuskan dan
merundingkan dalam pembuatan PKB di PT GGP terlaksana dengan baik sesuai
dengan peraturan yang berlaku. Fungsi menampung dan menyalurkan aspirasi
pekerja di PT GGP belum terlaksana dengan baik dikarenakan Serikat Pekerja di
PT GGP belum optimal dalam melaksanakan dan menyalurkan aspirasi pekerja
berdasarkan peraturan yang berlaku. 2) Faktor-faktor yang menjadi penghambat
adalah kurangnya pemahaman pengurus Serikat Pekerja dalam pembuatan PKB,
sulitnya menyesuaikan masing-masing pendapat anggota dalam perundingan
pembuatan PKB, ketidaksepahaman antara Serikat Pekerja dengan Manajemen
Pengusaha terkait dari isi pasal-pasal dalam PKB yang akan dibuat, dan sulitnya
menentukan jadwal maupun menyesuaikan waktu dalam pembuatan PKB dengan
tim perunding dari pihak Pengusaha.
Saran penelitian ini adalah diperlukan peningkatan kompetensi sumber daya
manusia terhadap Serikat Pekerja agar menjalankan fungsinya dengan maksimal.
Diperlukan bantuan dan fasilitas dari pemerintah dalam membentuk PKB seperti
mengadakan kegiatan training, materi, sosialisasi, ataupun lokakarya mengenai
PKB dalam upaya untuk memberikan pemahaman bagi pengurus Serikat Pekerja
untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang berhubungan dengan PKB.
Kata Kunci: Serikat Pekerja, Perjanjian Kerja Bersama (PKB), PT GGP
Labor Union is an organization that formed from, by, and for workers to fight for,
defend and protect the rights and interests of workers and to improve the welfare
of workers and their families. Labor Union in the making of Collective Labor
Agreement (PKB) must run as expected. This is because Labor Union contribute to
the creation of a PKB as regulated in Law Number 21 of 2000 concerning Labor
Union, Law Number 13 of 2003 concerning Employment, and Regulation of the
Minister of Employment Number 28 of 2014 concerning Procedures for Making
and Ratifying Company Regulations and the Making and Registration of Collective
Labor Agreements. In the study took the formulation of the problem are: 1) How
the function of Labor Union as a party in making Collective Labor Agreements
(PKB) in PT Great Giant Pineapple? And 1) What are the factors that hamper the
Labor Union as a party in making a Collective Labor Agreements (PKB) in PT
Great Giant Pineapple?
This type of research is normative and empirical juridical research. Data sources
used in this study are primer data and secondary data. The method of data
collection is done by field studies and literature studies. Data analysis in the study
used descriptive qualitative analysis.
The results showed that 1) The function of the Labor Union as a party in making
PKB in PT GGP is to accommodate and channel the aspirations of workers, as well
as to formulate and negotiate the making of PKB. The function of formulating and
negotiating in the making of PKB in PT GGP is carried out properly in accordance
with applicable regulations. The function of accommodating and channeling the
aspirations of workers at PT GGP has not been implemented properly because the
Labor Union at PT GGP have not been optimal in implementing and channeling
the aspirations of workers based on applicable regulation. 2) Factors that become
obstacles are: misunderstanding of Labor Union officials in making PKB, the
difficulty of adjusting each member's opinion in the negotiation of the PKB making,
negotiations on the making of a PKB there is a disagreement between the Labor
Union and the Management in relation to the contents of the articles in the PKB to
be made, and the difficulty of determining the schedule and adjusting the time in
making the PKB with the negotiating team from the Management.
The suggestion of this research is that it is necessary to improve the competence of
human resources for Labor Union to carry out their functions to the fullest,
assistance and facilities from the government are needed in forming PKB such as
conducting training activities, materials, socialization or workshops on PKB in an
effort to provide understanding for Labor Union officials to complete a problem
related to PKB.
Keywords: Labor Union, Collective Labor Agreement (PKB), PT GGP1512011360 ANGGORO HERLAMBANG-2022-03-29T02:44:17Z2022-03-29T02:44:17Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56326This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/563262022-03-29T02:44:17ZPEMUNGUTAN PAJAK RESTORAN DAN KONTRIBUSINYA
TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)
DI KOTA BANDAR LAMPUNGMeningkatnya jumlah restoran setiap tahun diharapkan akan meningkatkan realisasi
pajak restoran. Wajib pajak dituntut untuk lebih taat dalam pengelolaan penghitungan
dan pelaporan perpajakannya kepada BPPRD yang memberi kepercayaan penuh pada
wajib pajak untuk melaksanakan hak dan kewajiban pajaknya sesuai Peraturan
Daerah Kota Bandar Lampung No. 01 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah dan
Peraturan Walikota Bandar Lampung No. 116 Tahun 2011 Tentang Tata Cara
Pemungutan Pajak Restoran. Kurangnya kesadaran wajib pajak dalam membayarkan
pajak atas pelayanan restoran menyebabkan tidak maksimalnya penerimaan pajak
restoran. Permasalahan dalam penelitian: 1) Bagaimanakah pemungutan pajak
restoran di Kota Bandar Lampung dan kontribusinya terhadap PAD? 2) Apa saja
yang menjadi faktor pendukung dan penghambat dalam pemungutan pajak restoran di
Kota Bandar Lampung?
Penulisan skripsi ini menggunakan dua macam pendekatan masalah, yaitu pendekatan
yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Anakisis dilakukan dengan cara
mendeskripsikan dan menggambarkan dari hasil yang didapatkan, baik dari hasil data
kepustakaan maupun dari hasil data dilapangan.
Pelaksanaan pemungutan pajak restoran di Kota Bandar Lampung melalui BPPRD
Kota Bandar Lampung pada dasarnya ditempuh melalui upaya intensifikasi dan
ekstensifikasi. Kontribusi pajak restoran pada tahun 2018 terhadap PAD sebesar
0,098%. Faktor pendukung yang sering dihadapi BPPRD Kota Bandar Lampung
dalam melaksanakan pemungutan pajak, yaitu: 1) Adanya kebijakan pemerintah
mengenai pajak restoran tentang pengenaan tarif pajak 2) Pengembangan wilayah
Kota Bandar Lampung melalui pemekaran kecamatan 3) Pemanfaatan teknologi IT
berupa tapping box. Faktor penghambatnya adalah 1) Kurangnya kesadaran wajib
pajak untuk membayarkan pajak sebagaimana mestinya 2) Kurangnya pengawasan
terhadap restoran yang belum terpasang tapping box. Kata Kunci: Pemungutan Pajak, Pajak Restoran, PAD
The increasing number of restaurants every year is expected to increase the
realization of restaurant taxes. Taxpayers are required to be more obedient in the
management of tax calculation and reporting to BPPRD which gives full trust to
taxpayers to carry out their tax rights and obligations in accordance with Bandar
Lampung Regional Regulation No. 01 of 2011 concerning Regional Taxes and
Regulations of Mayor of Bandar Lampung No. 116 of 2011 concerning Procedures
for Collection of Restaurant Taxes. The lack of awareness of taxpayers in paying
taxes on restaurant services causes a maximum restaurant tax receipt. Problems in the
study: 1) What is the restaurant tax collection in Bandar Lampung City and its
contribution to PAD? 2) What are the supporting and inhibiting factors in restaurant
tax collection in Bandar Lampung City?
The writing of this thesis uses two kinds of problem approaches, namely the
normative juridical approach and the empirical juridical approach. Analysis by
describing and illustrate the results obtained, both from the results of the library data
and from the results of the data in the field.
The restaurant tax collection in Bandar Lampung City through the BPPRD Bandar
Lampung City was basically taken through efforts to intensify and extend it.
Restaurant tax contribution in 2018 to PAD is 0.098%. Supporting factors that are
often faced by BPPRD Bandar Lampung City in carrying out tax collection, namely:
1) Government policy regarding restaurant tax regarding the imposition of tax rates 2)
Development of the Bandar Lampung City area trough the expantion of sub-districts
3) The use of technology is in the form of tapping box. The inhibiting factor is 1)
Lack of awareness of taxpayers to pay taxes properly 2) Lack of supervision of
restaurants that do not use tapping box. Keywords: Restaurant Tax, Collection, PAD1512011037 Anis Kurnia-2022-03-29T02:41:00Z2022-03-29T02:41:00Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56277This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/562772022-03-29T02:41:00ZPERUBAHAN KASTA PADA MASYARAKAT BALI
AKIBAT PERKAWINAN
(Studi pada Kecamatan Seputih Raman
Kabupaten Lampung TengahPerkawinan (pawiwahan) adat Bali merupakan ikatan lahir batin antara seorang
laki-laki (pati) dengan seorang wanita (patni) sebagai suami istri untuk
melahirkan keturunan yang dapat memberikan kesempatan kepada keturunannya
untuk melebur dosa-dosa leluhurnya. Perkawinan beda kasta menyebabkan
perubahan kasta seseorang menjadi lebih tinggi atau menjadi lebih rendah bagi
seorang laki-laki maupun seorang wanita. Permasalahan dalam penelitian ini
adalah bagaimana syarat dan prosedur perubahan kasta masyarakat Bali akibat
perkawinan dan bagaimana akibat hukum terhadap kedudukan dalam hukum
kekerabatan kasta masyarakat Bali di Kecamatan Seputih Raman Kabupaten
Lampung Tengah.
Jenis penelitian yang digunakan adalah empiris dengan tipe penelitian bersifat
deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis
sosiologis. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari studi
lapangan dengan cara wawancara kepada Tokoh Adat dan Parisadha Hindu
Dharma Indonesia,data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan. Analisis data
yang digunakan dengan cara analisis kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa syarat dan prosedur
mengenai perubahan kasta pada masyarakat Bali akibat perkawinan di Kecamatan
Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah menunjukan bahwa pelaksanaan
perkawinan beda kasta terdapat perbedaan dari perkawinan biasa yaitu upacara
patiwangi (turun kasta) dan masepuh (naik kasta). Perubahan kasta karena
perkawinan menyebakan akibat hukum yaitu status laki-laki dan perempuan
dalam hukum adatnya berubah dari brahmacari menjadi grhasta, pihak
perempuan mengikuti kasta dan kawitan suaminya. Namun perubahan kasta laki�laki terjadi karena perkawinan nyentana yang mengakibatkan istri memiliki
kedudukan yang lebih penting, sehingga status laki-laki mengikuti kasta dan
kawitan istrinya.
Kata Kunci: Perkawinan Adat, Perubahan Kasta, Masyarakat Seputih
Raman
1512011193 NI LUH MADE PUTRI PARAMITA-2022-03-29T00:14:41Z2022-03-29T00:14:41Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56936This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/569362022-03-29T00:14:41ZPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WAJIB PAJAK DALAM
SENGKETA PAJAK DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA
KOTABUMIDalam melaksanakan pembangunan nasional diperlukan biaya yang besar, salah
satu pendapatan negara yang diperlukan untuk membiayai pembangunan adalah
pajak. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007
Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang
Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Pajak adalah kontribusi wajib
kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Dalam hal perpajakan tentu saja tidak terlepas dari suatu
perselisihan dan perbedaan antara wajib pajak dengan pejabat pajak, hal ini lah
yang dinamakan dengan sengketa pajak.
Permasalahan dalam penelitian : 1) Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap
wajib pajak dalam sengketa pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kotabumi?
2) Apa sajakah yang menjadi faktor terjadinya sengketa pajak di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Kotabumi?
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris dan normatif. Dalam
melengkapi data sekunder dilakukan dengan membaca, mengutip, serta
menganalisis peraturan perundang undangan yang berhubungan dengan
permasalahan penelitian, sedangkan untuk data primer dilakukan dengan
wawancara kepada beberapa narasumber.
Hasil penelitian menunjukkan 1) Perlindungan hukum terhadap wajib pajak di
KPP Pratama Kotabumi di upayakan melalui keberatan dan banding. 2) Faktor
terjadinya sengketa pajak yaitu adanya perbedaan metode perhitungan wajib pajak
mengenai jumlah jumlah yang disetor pada Negara.
Saran dalam penelitian ini adalah sebaiknya KPP Pratama Kotabumi mengadakan
sosialisasi dibidang perpajakan agar WP lebih mengerti dan menyadari betapa
pentingnya membayar pajak.
Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Wajib Pajak , Sengketa Pajak
In carrying out national development a large amount of cost is needed, one of the
state revenues needed to finance development is tax. Based on the Law of the
Republic of Indonesia Number 28 of 2007 concerning the Third Amendment to
Law Number 6 of 1983 concerning General Provisions and Tax Procedures. Taxes
are mandatory contributions to the State owed by individuals or entities that are
coercive based on the Law, with no direct compensation and are used for the
State's purposes for the greatest prosperity of the people. In the case of taxation, of
course, can not be separated from a dispute and the difference between taxpayers
and tax officials, this is what is called a tax dispute.
Problems in research: 1) What is the legal protection of taxpayers in tax disputes
at the Kotabumi Primary Tax Service Office? 2) What are the factors causing tax
disputes in the Kotabumi Primary Tax Service Office?
This research uses an empirical and normative juridical approach. In completing
secondary data, it is done by reading, quoting, and analyzing laws and regulations
relating to research problems, while primary data is done by interviewing several
sources.
The results showed 1) Legal protection of taxpayers in Kotabumi KPP was
attempted through objections and appeals. 2) Factors for the occurrence of tax
disputes are differences in the method of calculating taxpayers regarding the
amount deposited in the State.
The suggestion in this research is that the KPP Pratama Kotabumi should hold a
taxation socialization so that WPs understand and realize how important it is to
pay taxes.
Keywords: Legal Protection, Taxpayers, Tax Disputes1512011115 RIZKA DEVINA-2022-03-29T00:13:46Z2022-03-29T00:13:46Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56931This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/569312022-03-29T00:13:46ZKEBIJAKAN DINAS KOPERASI DAN USAHA KECIL MENENGAH
KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM PEMBINAAN
PELAKU USAHA KECILKeberadaan pelaku usaha kecil sebagaimana dimaksud Pasal 1 Angka (2) Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
merupakan sektor usaha yang membantu pemerintah dalam penyediaan lapangan
pekerjaan, meningkatkan pendapatan dan mengurangi pengangguran. Permasalahan
penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah kebijakan Dinas Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah Kota Bandar Lampung dalam pembinaan pelaku usaha kecil? (2) Apakah
faktor-faktor penghambat kebijakan Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
Kota Bandar Lampung dalam pembinaan pelaku usaha kecil?
Penelitian ini menggunkan pendekatan yuridis normatif dan empiris. Pengumpulan
data dengan studi lapangan dan studi pustaka. Pengolahan data meliputi seleksi,
klasifikasi dan penyusunan data. Analisis data dilakukan secara yuridis kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Kebijakan Dinas Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah Kota Bandar Lampung dalam pembinaan pelaku usaha kecil dilaksanakan
sebagai berikut: a) Mempermudah perizinan pelaku usaha kecil, yaitu tidak
mewajibkan adanya Izin Usaha Industri (IUI) agar para pelaku usaha kecil semakin
mudah dalam mengembangkan usaha mereka tanpa harus terbebani dengan biaya
perizinan usaha yang justru akan membebani mereka dalam melaksanakan usaha. b
Peningkatan akses kepada sumber daya produktif, yaitu dengan pendidikan dan
pelatihan wirausaha kepada sumber daya manusia pelaku usaha kecil. c)
Pengembangan kewirausahaan dan usaha kecil berkeunggulan kompetitif melalui
pemberian bantuan berupa modal usaha bergulir bagi para pelaku usaha kecil. (2)
Faktor-faktor penghambat kebijakan Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
Kota Bandar Lampung dalam pembinaan pelaku usaha kecil adalah sebagai berikut:
a) Pelaku Usaha Kecil Tidak Mau Mendaftarkan Usahanya walaupun telah diberikan
kemudahan dalam pendaftaran dan perizininanya. b) Keterbatasan anggaran dalam
program bantuan dana bergulir kepada pelaku usaha kecil sehingga pemberian
bantuan modal bergulir kepada pelaku usaha kecil tidak maksimal.
Disarankan kepada Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kota Bandar
Lampung untuk: (1) Secara lebih aktif mensosialisasikan pentingnya pendaftaran
usaha kecil kepada masyarakat (2) Meningkatkan intensitas pendidikan dan pelatihan
kewirausahaan bagi pelaku usaha kecil
Kata Kunci: Kebijakan, Pembinaan, Pelaku Usaha Kecil
The existence of small-scale business actors as referred to in Article 1 Number (2) of
Law Number 20 of 2008 concerning Micro, Small Medium Enterprises Department
is a business sector that assists the government in providing employment, increasing
income and reducing unemployment. The problems of this study are: (1) What is the
Policy of Cooperation and Small Medium Enterprises Department of Bandar
Lampung City in developing small business actors? (2) What are the inhibiting
factors of Policy of Cooperation and Small Medium Enterprises Department of
Bandar Lampung City in developing small business actors?
This study uses a normative and empirical juridical approach. Data collection with
field studies and literature studies. Data processing includes selection, classification
and compilation of data. Data analysis was conducted in a qualitative juridical
manner.
The results of this study indicate: (1) The Policy of Cooperation and Small Medium
Enterprises Department of Bandar Lampung City in developing small business
actors is carried out as follows: a) Facilitating the licensing of small business actors,
ie not requiring an Industrial Business License (IUI) so that small business actors
the easier it is to develop their business without having to be burdened with business
licensing costs which will burden them in carrying out their business. b Increased
access to productive resources, namely by entrepreneurship education and training
to the human resources of small businesses. c) The development of entrepreneurship
and small businesses with competitive advantages through the provision of
assistance in the form of revolving business capital for small business actors. (2) The
inhibiting factors of Policy of Cooperation and Small Medium Enterprises
Department of Bandar Lampung City in developing small business actors are: a)
Small Business Actors Do Not Want to Register Their Businesses even though they
have been given easy registration and permits. b) Budget limitations in the revolving
fund assistance program to small business actors so that the provision of revolving
capital assistance to small businesses is not optimal.
It is recommended to the Bandar Lampung City Cooperation and Small Medium
Enterprises Department Office to: (1) More actively socialize the importance of
small business registration to the community (2) Increase the intensity of
entrepreneurship education and training for small businesses
Keywords: Policy, Developing, Small Business Actors1312011185 M. SYARIF HIDAYATULLOH-2022-03-28T23:50:26Z2022-03-28T23:50:26Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56926This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/569262022-03-28T23:50:26ZPROSEDUR PELAYANAN BAGI PESERTA BADAN PENYELENGGARA
JAMINAN SOSIAL(BPJS) KETENAGAKERJAAN
DI KOTA BANDAR LAMPUNGPenyelenggaraan program jamian sosial merupakan salah satu tanggung jawab
dan kewajiban negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada
seluruh rakyat Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan
tentang bagaimanakah prosedur pelayanan bagi peserta badan penyelenggara
jaminan sosial (BPJS) ketenagakerjaan dan faktor penghambat dalam melakukan
pelayanan bagi peserta jaminan sosial ketenagakerjaan di kota Bandar Lampung.
Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris
dengan data primer, data sekundar dan data tersier, dimana masing-masing data
diperoleh dari penelitian kepustakaan dan studi lapangan.Analisis data dilakukan
secara kualitatif
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prosedur pelayanan bagi peserta jaminan
sosial meliputi pelayanan pendaftaran bagi peserta jamian sosial dan pelayanan
klaim bagi peserta jaminan sosial. Pelayanan pendaftaran dan klaim jaminan
peserta badan penyelenggara jaminan sosial bisa dilakukan dengan dua cara yaitu
secara online dan secara offline. Jumlah peserta aktif BPJS ketenagkerjaan kota
Bandar Lampung sebanyak 364.075 peserta dan peserta tidak aktif sebanyak 106.
683 peserta Faktor penghambat dalam memberikan pelayanan bagi peserta
jaminan sosial meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor intenal yaitu kurang
terampilnya sumber daya manusia, proses administrasi yang terlalu panjang, serta
fasilitas yang kurang memadai,sedangkan faktor eksternal yaitu kurangnya
pemahaman pengusaha, dana perusahaan yang terbatas, kurangnya kepercayaan
perusahaan terhadap BPJS ketenagakerjaan dan masih banyak perusahaan yang
masih mendaftarkan sebagian pekerjanya saja.
Kata Kunci : Prosedur; Pelayanan; Jaminan Sosial
The implementation of the social security program is one of the responsibilities
and obligations of the state to provide socio-economic protection to all
Indonesian. This study aims to address the problem of how the service procedures
for participants of employment social security and inhibiting factors in providing
services for labor social security participants in Bandar Lampung.
This research was conducted through a normative and empirical juridical
approach with primary data, secondary data and tertiary data, where each data
was obtained from library research and field studies. Data analysis was carried
out qualitatively
The results showed that service procedures for social security participants include
registration services for social security participants and claim services for social
security participants. Registration services and claim guarantees of social
security organizers can be done in two ways, online and offline. The number of
active BPJS labor participants in the city of Bandar Lampung were 364,075 and
inactive participants were 106. 683 participants Inhibiting factors in providing
services for social security participants included internal and external factors.
Internal factors are lack of skilled human resources, administrative processes that
are too long, and inadequate facilities, while external factors are lack of
understanding of employers, limited company funds, lack of company confidence
in BPJS employment and there are still many companies that register only a
portion of their workers .
Keywords: Procedure; Service; Social Security1412011386 Riyadi-2022-03-28T11:56:03Z2022-03-28T11:56:03Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56938This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/569382022-03-28T11:56:03ZPEMBERIAN PERIZINAN KEGIATAN PUSAT PERBELANJAAN
TRANSMART CARREFOUR KOTA
BANDAR LAMPUNGPemberian Perizinan kegiatan Pusat Perbelanjaan Transmart Carrefour Kota
Bandar Lampung, serta tugas dan fungsi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu Kota Bandar Lampung. Pelaksanaan proses Perizinan Pusat
Perbelanjaan Transmart Carrefour Bandar Lampung pada Peraturan Daerah
Nomor 1 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintah Kota Bandar Lampung dan
Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandar Lampung Tahun 2011 - 2030.
Permasalahan dalam Penelitian : 1). Bagaimana Permasalahan Perizinan
Pembangunan Kegiatan Pusat Perbelanjaan Transmart Carrefour Bandar
Lampung?. 2).Bagaimana Prosedur Pembangunan kegiatan Pusat Perbelanjaan
Transmart Carrefour Kota Bandar Lampung?. 3).Bagaimana Pelaksanaan
Pembangunan Kegiatan Pusat Perbelanjaan Transmart Carrefour Bandar
Lampung?. Penulisan skripsi ini menggunakan dua macam pendekatan masalah,
yaitu pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan
tersebut dilakukan dengan cara mendeskripsikan dan menggambarkan dari hasil
yang didapatkan, baik dari hasil kepustakaan maupun dari hasil data lapangan.
Dalam Kegiatan Pembangunan Pusat Perbelanjaan Transmart Carrefour Kota
Bandar Lampung. PT Trans Ritel Property bahwa berdasarkan Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandar Lampung Tahun 2011-2030, lokasi
tersebut termasuk dalam Fungsi utama BWK C sebagai Distributor dan koleksi
barang jasa pendukung pusat Pemerintahan Provinsi, pendidikan tinggi,
perdaganngan jasa, permukiman/perumahan, Industri rumah tangga dan konversi
hutan. Dengan peruntukkan lahan perdagangan dan jasa serta cadangan
pengembangan.
Faktor penghambat yang dihadapi Dinas Penanaman Modal dan Pelayananan
Terpadu Satu Pintu Kota Bandar Lampung dalam memberikan Perizinan Pusat
Perbelanjaan Transmart Carrefour yaitu Kurangnya sosialisasi dari pihak Dinas
ii
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dengan Transmart
Carrefour Bandar Lampung dalam hal kegiatan pembangunan tersebut.
Dikarenakan dalam pembangunannya, pada bagian Pintu Keluar sebelah kanan
Transmart seharusnya dijadikan lahan parkir namun ditengahnya proses
pembangunannya Pihak Transmart mengajukan kembali proses perizinan
pembangunan Ruko/rukan sehingga berkurangnya lahan parkir dan tidak ditinjau
kembali kondisi di lapangan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu dalam memberikan perizinan ruko tersebut. Serta adapula
tanggapan dari masyarakat yang belum mengerti tentang status lahan tersebut,
dikarenakan lahan tersebut bukan lahan Ruang Terbuka Hijau tetapi pada lahan
daerah sekitar Pusat Perbelanjaan Transmart Carrefour merupakan Lahan
Cadangan Pengembangan yang disiapkan untuk Pusat Perbelanjaan, sekolah,
bengkel, perumahan dan sebagainya.
Kata Kunci : Pemberian Perizinan, Prosedur, Pelaksanaan, Faktor
Penghambat
1412011395 Samuel Gomgom Parulian Pardede-2022-03-26T12:39:13Z2022-03-26T12:39:13Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56402This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/564022022-03-26T12:39:13ZIMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM ZONASI TERHADAP
PROSES PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU
KABUPATEN LAMPUNG TENGAHKetimpangan kualitas pendidikan masih terjadi di beberapa daerah di Indonesia
salah satunya terjadi di kabupaten Lampung Tengah dimana masih jelas adanya
kesenjangan mutu pendidikan. Salah satu upaya untuk peningkatan dan
pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia yaitu dengan diaplikasikannya sistem
zonasi terhadap proses penerimaan peserta didik baru. Ketentuan sistem zonasi
dimuat dalam Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah implementasi
kebijakan pemerintah terhadap proses penerimaan peserta didik baru sistem
zonasi di Kabupaten Lampung Tengah ? (2) Faktor – Faktor apakah yg menjadi
penghambat dalam implementasi kebijakan pemerintah terhadap proses
penerimaan peserta didik baru sistem zonasi di Kabupaten Lampung Tengah ?
Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif dan empiris. Jenis data terdiri
dari data primer dan sekunder. Analisis data menggunakan analisis deskriptif
kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan (1) Pelaksanaan penerimaan peserta didik baru
kabupaten Lampung Tengah mengacu pada Petunjuk Teknis Keputusan Kepala
Dinas tentang Pelaksanaan PPDB tahun 2018. (2) Faktor Penghambat Dalam
Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru di Kabupaten Lampung Tengah yaitu
belum dibentuknya Peraturan daerah tentang sistem zonasi, belum adanya
sosialisasi, belum adanya pemerataan sarana dan pra sarana ,belum adanya
penegakan kebijakan sebagai tindak lanjut dari penerapan sistem zonasi serta
lemahnya pengawasan dalam penerapan sistem zonasi.
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Perlu dibentuknya Peraturan Daerah
ataupun Peraturan Bupati Lampung Tengah tentang sistem zonasi, (2) perlu
adanya Sosialisasi tentang sistem zonasi, (3) perlu adanya pemerataan sarana dan
pra sarana, (4) perlu adanya penegakan kebijakan dan penegakan hukum sebagai
tindak lanjut dari penerapan sistem zonasi.
Kata Kunci : Pendidikan, Sistem Zonasi
1542011003 EKA REZA KHADOWMI-2022-03-26T12:39:00Z2022-03-26T12:39:00Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56411This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/564112022-03-26T12:39:00ZFUNGSI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA KEDATON DALAM
PENYULUHAN PERPAJAKAN TERHADAP PENINGKATAN
KEPATUHAN WAJIB PAJAKUpaya Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama dalam meningkatkan kepatuhan wajib
pajak adalah dengan penyuluhan perpajakan dengan dasar hukum yaitu Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 206.2/PMK.01/ 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak. Permasalahan penelitian: (1)
Bagaimanakah fungsi KPP Pratama Kedaton dalam penyuluhan perpajakan terhadap
peningkatan kepatuhan wajib pajak? (2) Apakah faktor-faktor yang menjadi
penghambat fungsi KPP Pratama Kedaton dalam penyuluhan perpajakan terhadap
peningkatan kepatuhan wajib pajak?
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan hukum normatif dan
empiris. Jenis data terdiri dari data sekunder dan data primer yang dikumpulkan
dengan wawancara dan dokumentasi. Informan penelitian adalah dari KPP Pratama
Kedaton. Analisis data menggunakan analisis kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Fungsi KPP Pratama Kedaton dalam
penyuluhan perpajakan terhadap peningkatan kepatuhan wajib pajak dilaksanakan
dengan berbagai kegiatan penyuluhan perpajakan baik kepada calon wajib pajak
maupun kepada wajib pajak yang sudah terdata pada KPP Pratama Kedaton dalam
rangka meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan wajib pajak terhadap kewajiban
perpajakannya. Penyuluhan perpajakan tersebut dilaksanakan oleh Seksi
Ekstensifikasi dan Penyuluhan Perpajakan pada KPP Pratama Kedaton dengan
menyampaikan materi tentang dasar-dasar perpajakan bagi calon wajib pajak dan
perkembangan mengenai perpajakan bagi wajib pajak. (2) Faktor-faktor yang
menjadi penghambat fungsi KPP Pratama Kedaton dalam penyuluhan perpajakan
terhadap peningkatan kepatuhan wajib pajak adalah masih rendahnya kesadaran
wajib pajak atas utang pajaknya atau dalam membayar pajak dan belum optimalnya
pelaksanaan penyuluhan perpajakan.
Saran dalam penelitian ini adalah KPP Pratama Kedaton agar meningkatkan motivasi
pegawai dan lebih aktif dalam melakukan penyuluhan sampai ke kelurahan- kelurahan di Kota Bandar Lampung agar hasilnya lebih mengena pada masyarakat.
Kata Kunci: Fungsi, KPP Pratama, Penyuluhan Perpajakan, Kepatuhan
The efforts of the Primary Tax Service in improving taxpayer compliance are with
taxation Extention on a legal basis, namely the Minister of Finance Regulation
Number 206.2/PMK.01/2014 concerning the Organization and Work Procedures of
the Directorate General of Tax Vertical Agencies. Research problems: (1) What is
the function of Primary Tax Office of Kedaton in tax Extention on increasing tax
compliance? (2) What are the factors that impede the function of Primary Tax Office
of Kedaton in tax Extention on increasing tax compliance?
The problem approach used is normative and empirical legal approaches. The type
of data consists of secondary data and primary data collected by interviews and
documentation. The research informants were from Primary Tax Office of Kedaton. Data analysis using qualitative analysis.
The results of this study indicate: (1) The function of Primary Tax Office of Kedaton
in tax Extention on increasing taxpayer compliance is carried out with various tax
extension activities both to prospective taxpayers and to taxpayers who have been
recorded at the Kedaton Primary Tax Office in order to increase knowledge and tax
compliance taxation obligations. Tax extension is carried out by the Tax
Extensification and Extension Section at Primary Tax Office of Kedaton by
delivering material on the basics of taxation for prospective taxpayers and
developments regarding taxation for taxpayers. (2) The factors that inhibit the
function of Primary Tax Office of Kedaton in tax Extention on increasing taxpayer
compliance are the low awareness of taxpayers on their tax debt or in paying taxes
and the implementation of tax Extention is not optimal.
Suggestions in this study are Primary Tax Office of Kedaton in order to increase
employee motivation and be more active in conducting Extention to the villages in
Bandar Lampung City so that the results are more striking to the community.
Keywords: Functions, Primary Tax Office, Tax Extention, Compliance1542011072 ERYSHA AULIA YULISTAMA-2022-03-26T12:38:52Z2022-03-26T12:38:52Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56417This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/564172022-03-26T12:38:52ZANALISIS UPAYA PERLAWANAN TERHADAP PUTUSAN DISMISSAL
DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA BANDAR LAMPUNGRapat Permusyawaratan merupakan proses pemeriksaan lebih lanjut terhadap pokok
gugatan yang dilakukan oleh Ketua Pengadilan untuk memutuskan Penetapan yang
dilengkapi dengan pertimbangan-pertimbangan bahwa gugatan yang diajukan itu
dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar, sebagaimana telah diatur dalam Pasal
62 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Permasalahan dalam penulisan skripsi ini yaitu bagaimanakahprosedur pemeriksaan
pada rapat permusyawaratan di Pengadilan Tata Usaha Negara Bandar Lampung dan
bagaimanakah upaya perlawanan terhadap putusan dismissal di Pengadilan Tata
Usaha Negara Bandar Lampung.
Metode penelitian dalam penelitian ini mengunakan pendekatan yuridis empiris dan
yuridis normative.Sumber data berasal dari data primer dan data sekunder yang
dikumpulkan melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan di Pengadilan
Tata Usaha Negara Bandar Lampung.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap permasalahan yang ada maka dapat
disimpulkan bahwa ; 1) Rapat permusyawaratan dilakukan di Pengadilan Tata Usaha
Negara Bandar Lampung berpedoman pada pasal 62 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan proses hukum acara yang
dilakukan berpedoman pada Mahkamah Agung dalam SEMA No.2 Tahun 1991
Tentang Petunjuk Pelaksanaan Beberapa Ketentuan di Dalam Undang-Undang
Nomor 5 tahun 1986. 2) Upaya perlawanan terhadap putusan dismissal dilakukan
dengan berdasarkan pada Pasal 62 ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1986 ditentukan bahwa perlawanan yang dimaksud
diperiksa dan diputus dengan Acara Singkat.
Saran dalam penelitian ini adalah sebaiknya peraturan perundang-undangan tersebut
harus diperbarui atau direvisi kembali sesuai dengan saat ini, agar untuk diatur secara
terperinci dan jelas terhadap ketentuan hukum, sehinga dapat mengoptimalkan peran
dari Pengadilan Tata Usaha Negara Bandar Lampung sebagai lembaga kontrol
iv
yudisial (judicial control) terhadap Keputusan Pejabat atau Badan TUN dalam
menjalankan pemerintahan demi terwujudnya kepastian dan keadilan bagi
masyarakat.
Kata Kunci : Pengadilan Tata Usaha Negara, Sengketa Tata Usaha Negara
Rapat Permusyawaratan, Penetapan Dismissal, Upaya
Perlawanan
The Consultative Meetings is a process of further examination of the subject matter of
the lawsuit made by the Chairman of the Bandar Lampung State Administrative
Court to decide the Determination which is completed with considerations that the
claim filed is declared not accepted or baseless, as be regulated in Article 62 of
Regulation Number 5 of 1986 concerning State Administrative Court. The problem in
writing this thesis is how is the inspection procedure at the deliberation meeting at the
Bandar Lampung State Administrative Court and how is the effort to resist the
dismissal decision at the Bandar Lampung State Administrative Court.
The research method in this study uses two kinds of approaches, namely normative
juridical and empirical juridicial. The data source were from primary dan secondary
data which were collected through literature research and field research in Bandar
Lampung Department of Manpower. The analysis of the data used descriptive
qualitative method.
Based on the results of research on existing problems, it can be concluded that;1)
Consultative meetings are held at the Bandar Lampung State Administrative Court
based on article 62 of Regulation Number 5 of 1986 concerning State Administrative
Courts and the procedural law carried out is guided by the Supreme Court in SEMA
No.2 of 1991 concerning Implementation Guidelines for Several Provisions in
Regulations Number 5 of 1986. 2) The effort to resist the dismissal decision are
carried out based on Article 62 paragraph (3), paragraph (4), paragraph (5), and
paragraph (6) of Regulation Number 5 Year 1986 which stipulates that the resistance
referred to is examined and decided with the Event Short.
The suggestion in this study is that the legislation should be renewed or revised
according to the present, so that it can be regulated in detail and clearly against the
legal provisions, so that it can optimize the role of the Bandar Lampung State
Administrative Court (judicial control) towards Decisions of Officials or State
ii
Administration in carrying out government for the realization of certainty and justice
for the community.
Keywords: State Administrative Court, State Administrative Disputes,
Consultative Meeting, Dismissal Decision, Resistance Efforts1512011061 Florensia Visca Giofando-2022-03-26T12:38:45Z2022-03-26T12:38:45Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56424This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/564242022-03-26T12:38:45ZPENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAKAN VANDALISME OLEH
SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DI KOTA BANDAR LAMPUNGSatuan Polisi Pamong Praja selaku aparat penegak perda berkewajiban
menertibkan tindakan vandalisme yang tercantum dalam Peraturan Daerah Kota
Bandar Lampung Nomor 01 Tahun 2018 tentang Ketentraman Masyarakat dan
Ketertiban Umum, di wilayah Kota Bandar Lampung banyak ditemui pelanggaran
berupa coret-coretan maupun tempelan iklan yang memenuhi tempat-tempat
seperti flyover, tembok, dan fasilitas umum lainnya. Permasalahan dalam
penelitian ini adalah: (1) bagaimana penegakan hukum terhadap tindakan
vandalisme oleh Satpol PP di Bandar Lampung? (2) bagaimana upaya pencegahan
terhadap tindakan vandalisme oleh Satpol PP di Bandar Lampung?
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris.
Jenis data terdiri dari data primer dan data sekunder. Prosedur pengumpulan data
menggunakan studi kepustakaan dan studi lapangan. Prosedur pengolahan data
yaitu editing, sistematisasi, dan klasifikasi data. Analisis data menggunakan
analisis deskriptif kualitatif.
Hasil penilitian ini menunjukkan: (1) Penegakan hukum tindakan vandalisme oleh
Satuan Polisi Pamong Praja sebagai yang berwenang dalam penegakan Peraturan
Daerah di Bandar Lampung dilakukan dengan cara non yustisial dan cara
administratif, namun dalam penerapannya Satuan Polisi Pamong Praja menemui
banyak kendala sehingga penegakan terhadap pelaku pelanggaran tindakan
vandalisme belum maksimal (2) Upaya pencegahan terhadap tindakan vandalisme
oleh Satuan Polisi Pamong Praja di Kota Bandar Lampung berupa upaya preventif
dan upaya represif, antara lain seperti bekerja sama dengan dinas sosial dan Polri
dalam melakukan penjangkauan, pembinaan dan pemberdayaan; kemudian rutin
melaksanakan pemantauan dan patroli dibeberapa titik; melakukan penjagaan
siaga ditempat fasilitas umum dan persimpangan jalan.
Kata Kunci: Penegakan Hukum, Vandalisme, Satuan Polisi Pamong Praja
The Civil Service Police Unit as the enforcer of the regional regulation is obliged
to curb the acts of vandalism listed in the Regional Regulation of Bandar
Lampung City Number 01 of 2018 concerning Peace of Society and Public Order,
in the city of Bandar Lampung, many violations were found in the form of
scribbling or advertising patches that filled places such as flyovers, walls, etc. The
problem in this research is: (1) how to enforce the law against acts of vandalism
by the Satpol PP in Bandar Lampung City? (2) how to prevent the vandalism by
Satpol PP in Bandar Lampung City?
This research uses a normative juridical approach and juridical empirical. The
type of data consists of primary data and secondary data. The procedure for
collecting data uses library studies and field studies. Data processing procedures
are editing, systematization, and data classification. Data analysis using
qualitative descriptive analysis.
The results of this research show: (1) Law enforcement of vandalism by the Civil
Service Police Unit as the authority in the enforcement of Regional Regulations in
Bandar Lampung is carried out in a non-judicial and administrative manner, but in
its implementation the Civil Service Police Unit encountered many obstacles so
that enforcement of violators of vandalism was not maximal. (2) Preventive
measures against vandalism by the Civil Service Police Unit in Bandar Lampung
City are in the form of preventive measures and repressive efforts. Among other
things, such as working with the social service and Police in conducting outreach,
coaching and empowerment; then routinely carry out monitoring and patrol at
several points; guard standby at public facilities and crossroads.
Keywords: Law Enforcement, Vandalism, Civil Service Police Unit1412011169 GIAN APRILIANSYAH-2022-03-26T12:38:37Z2022-03-26T12:38:37Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56432This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/564322022-03-26T12:38:37ZPENGAWASAN TERHADAP PEREDARAN ROKOK ILEGAL DAN PITA
CUKAI PALSU DI KOTA BANDAR LAMPUNGPengawasan terhadap peredaran rokok ilegal adalah sebuah proses di dalam
menetapkan ukuran dari kinerja yang dapat mendukung dalam pencapaian hasil
yang sudah di harapkan. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39
Tahun 2007 jo. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai Rokok
ilegal adalah rokok yang beredar diwilayah Indonesia yang dalam pembuatan dan
peredarannya tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan (1) Bagaimanakah pengawasan
terhadap peredaran rokok ilegal dan pita cukai palsu di Kota Bandar lampung ?
(2) Faktor-faktor apakah yang menjadi hambatan dalam pengawasan peredaran
rokok ilegal dan pita cukai palsu di Kota Bandar Lampung ?
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan normatif dan empiris.
Sumber data terdiri dari data sekunder dan data primer.Pengumpulan data
dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan
dengan cara deskriptif kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : (1) Peredaran rokok ilegal
khususnya di Kota Bandar Lampung perlu diawasi dengan tegas disertai
kerjasama antara pemerintah daerah dan instansi lainnya. (2) Faktor penghambat
dalam pengawasan rokok ilegal adalah keterbatasan sumber daya manusia,
luasnya cakupan wilayah, cara yang dipakai oleh oknum pengusaha ilegal
semakin canggih.
Saran dalam penelitian ini adalah: 1) Perlunya hubungan pemerintah daerah
dalam hal pengawasan peredaran rokok ilegal dan pita cukai palsu di Kota Bandar
Lampung agar rokok ilegal peredarannya tidak semakin marak. (2) Diperlukan
sinergi yang baik antara Direktorat Jendral Bea Cukai dan instansi lainnya,
Instansi yang terkait dengan pemerintah daerah setempat dan dapat diajak bekerja
sama menekan peredaran rokok ilegal untuk meningkatkan efektivitas upaya
pengawasan dan pengamanan cukai, dibutuhkan juga dukungan dari masyarakat.
Kata kunci : Pengawasan Rokok ilegal dan pita cukai palsu
1512011237 JULI ANGLAINA=2022-03-26T12:37:38Z2022-03-26T12:37:38Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56440This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/564402022-03-26T12:37:38ZIMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG
NOMOR 1 TAHUN 2012 TERHADAP SISTEM PENERIMAAN
PESERTA DIDIK BARU MELALUI JALUR
BINA LINGKUNGANTujuan Pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki pengetahuan, ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
berkepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan. Permasaalahan pada penelitian ini adalah Bagaimanakah Implementasi Peraturan
Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan
Terhadap Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Melalui Jalur Bina Lingkungan dan
Faktor-Faktor apakah yang menjadi penghambat dalam Mengimplementasikan Peraturan Daerah
Kota Bandar Lampung N0. 1 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Terhadap Sistem
Penerimaan Peserta Didik Baru Melalui Jalur Bina Lingkungan.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Pendekatan masalah menggunakan
pendekatan peraturan perundang-undangan. Pengkajian masalah dilakukan dengan menelaah
bahan hukum yang berkaitan dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 3, dan Undang- Undang No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta Peraturan Daerah No.1
Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan.
Hasil penelitian menunjukan Implementasikan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 Tentang
Penyelenggaraan Pendidikan melalui Penerimaan Peserta Didik Baru melalui jalur Bina
Lingkungan yang dicanangkan oleh pemerintah ini serta sebagai realisasi amanat Undang-Undang
seperti tersebut diatas adalah merupakan program yang sangat berpihak kepada segenap lapisan
masyarakat, khususnya masyarakat yang berpenghasilan ekonomi rendah. Faktor-faktor
penghambat yang ada Perlu disempurnakan dan dilakukan koordinasi yang lebih baik lagi antara
pihak-pihak yang terlibat didalamnya serta perlunya informasi kepada masyarakat yang lebih
intesif lagi terhadap prosedur pelaksanaan Penerimaan pendaftaran peserta didik baru melalui
program jalur Bina Lingkungan ini.
Kata Kunci : Masyarakat, informasi, Pendidikan Gratis.
The objective of education is to educate the national life and to develop the whole people of
Indonesia, especially those have faithfuliness and devotion to The Almighty God and those who
have good characters, suficienthy educated and skilled, good health phisically and mentally,
independent, and good responsibilty to their emvirontment and nationaly. The problem of the
research is how does The Implementation of Regional Rules of Bandar Lampung City No 1 year of
2012 about The Educational Implementation Toward The System of New Student Recruitment
Through Pre-prosperous Development Program.
This research is a normative law research. The approach of the problem uses the law rules
approach. The research of the problem is by observing the law material in realated with the UUD
1945 item 31 verse 3, and the rules No 20/2003 about The Education System, and also The
Regional Rules No 1/20123 about The Iplementation of Education.
The result of the research shows that the Implementation Regional Rules No.1/2012 about the
implementation of education through the new student recruitment system through The Pre- prosperous Development Program that has been programent by the goverment and also done as
the realitation of the rules as it is shown above is the program which is trully devoted to the whole
part of society, especially the low rate in come people. The obsernation appeared need to be
peofeetized and be coordineted in such a better way that all the stakeholders involved and also the
neesary of the information to the society intensivelly toward the procedure of new student
reevuitment system through The Pre-prosperous Development Program.
Keywords: society, information, free education.1512011168 KARMILA FEBBIAZKA-2022-03-26T12:37:28Z2022-03-26T12:37:28Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56451This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/564512022-03-26T12:37:28ZKEWENANGAN DAN PROSEDUR PEMBUATAN KARTU TANDA
PENDUDUK ELEKTRONIK BERBASIS NOMOR INDUK
KEPENDUDUKAN SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN TERTIB
ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI KABUPATEN PRINGSEWUData administrasi kependudukan yang akurat sangat diperlukan baik guna
melaksanakan rencana program pembangunan maupun demi tertibnya
administrasi hukum di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab
permasalahan tentang, Bagaimanakah kewenangan dan prosedur pembuatan Kartu
Tanda Penduduk Elektronik berbasis Nomor Induk Kependudukan di Kabupaten
Pringsewu dan faktor penghambat pembuatan KTP Elektronik berbasis Nomor
Induk Kependudukan di Kabupaten Pringsewu.
Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris
dengan data primer, data sekunder dan data tersier, dimana masing-masing data
diperoleh dari penelitian kepustakaan dan lapangan. Analisis data dilakukan
secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Kewenangan dan Prosedur Pembuatan KTP- el di Kabupaten Pringsewu dalam hal kewenangan pembuatan KTP-el yaitu
Direktorat Jenderal Administrasi Kependukan, kemudian wewenang
didelegasikan kepada Pemeritah Kabupaten berwenang untuk mencetak KTP-el, Kecamatan berwenang untuk membuat/merekam dan Desa berwenang membuat
surat pengantar. Dalam hal Prosedur Menurut Surat Keputusan Kepala
Disdukcapil Kabupaten Pringsewu No 800/010/KPTS/D.09/2018 Tentang
Penetapan Standar Oprasional Prosedur (SOP), meliputi prosedur dari bawah ke
atas yaitu Desa, Kecamatan dan Disdukcpapil. Faktor internal meliputi dari
sumber daya manusia, sistem online, sarana dan prasarana yang kurang
mendukung. Faktor eksternal meliputi kekurangan blangko, data duplicate record
(data ganda), Proses sinkronisasi data sering bermasalah, kesadaran masyarakat
yang kurang mengerti pentingnya KTP-el, masyarakat enggan melapor kepada
Disdukcapil pristiwa perpindahan penduduk, kematian dan kelahiran.
Kata Kunci : Kewenangan, Prosedur, Kartu Tanda Penduduk Elektronik
(KTP-el), Berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK), Tertib Administrasi
Accurate population administration data is very much needed both to carry out
development programs and for the sake of orderly legal administration in
Indonesian, This study aims to answer the problem of, What are the authorities
and procedures for making Electronic Population Identity Cards based on the
Population Identification Number in Pringsewu Regency and the inhibiting factors
for the establishment of Population Number Based Electronic KTP in Pringsewu
Regency.
This research was conducted through a normative juridical approach and
empirical juridical with primary data, secondary data and tertiary data, where each
data was obtained from library and field research. Data analysis was carried out
qualitatively.
The results of the research and discussion, the Authority and Procedure for
Making KTP-el in Pringsewu Regency in terms of the authority to make KTP-el,
namely the Directorate General of Adminduk, then the authority was delegated to
the District, District and Village Governments. In terms of Procedure According
to the Decree of the Head of the Pringsewu District Disdukcapil No. 800/010 /
KPTS / D.09 / 2018 concerning the Establishment of the Standard Operational
Procedure (SOP), the procedur in Village, Country and Disdukcapil . Internal
inhibiting factors include from human resources, online systems, facilities and
infrastructure that are less supportive. External factors include awareness of
people who do not understand the importance of KTP-el, the public is reluctant to
report to Disdukcapil the events of population displacement, death and birth.
Keywords: Authority, Procedure, Electronic Identity Card (KTP-el), Based
on Population Number (NIK), Administrative Order1512011181 KHALIMATUS SA’DIAH-2022-03-25T07:56:15Z2022-03-25T07:56:15Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56235This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/562352022-03-25T07:56:15ZMEDIASI PENAL MELALUI LEMBAGA ADAT DALAM
PENYELESAIAN KASUS PERZINAANMediasi penal bukanlah hal yang baru dalam masyarakat. Pada dasarnya mediasi
penal biasa digunakan dalam penyelesaian sengketa perdata, namun dalam praktik
kini banyak perkara-perkara pidana yang diselesaikan melalui peradilan adat.
namun dalam praktik sering juga kasus pidana diselesaikan diluar pengadilan
melalui berbagai diskresi aparat penegak hukum atau melalui mekanisme
musyawarah/perdamaian atau lembaga permaafan yang ada di dalam masyarakat
(musyawarah keluarga, musyawarah desa, musyawarah adat). Salah satu
penyelesaian perkara pidana melalui lembaga adat yang menjadi kajian dalam
skripsi ini yakni kasus perzinaan yang terjadi di Desa Dayamurni diselesaikan
melalui lembaga adat Megou Pak Tegamo’an. Mengingat penyelesaian perkara
perzinaan melalui lembaga adat Megou Pak Tegamo’an mempunyai karaktersitik
dan mekanisme yang berbeda dengan lembaga adat lainnya, maka perlu dilakukan
penelitian dengan permasalahan: Bagaimanakah proses mediasi penal melalui
lembaga adat dalam penyelesaian kasus perzinaan? Apakah faktor penghambat
mediasi penal melalui lembaga adat dalam penyelesaian kasus perzinaan?
Pendekatan masalah dalam skripsi ini adalah pendekatan yuridis normatif dan
yuridis empiris. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah data primer dan
data sekunder. Penentuan narasumber dilakukan dengan wawancara dengan
responden. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi
lapangan. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan bahwa proses mediasi penal melalui
lembaga adat Megou Pak Tegamo’an dalam penyelesaian kasus perzinaan terdiri
dari beberapa tahapan. Pertama, tahap persiapan, yakni persiapan tempat mediasi
dan pembebasan dari urusan pihak kepolisian. Kedua, tahap musyawarah antara
Kepala Tiyuh dan tokoh adat. Ketiga, tahap penentuan waktu dan tempat.
Keempat, tahap mengundang para pihak dan keluarganya. Kelima, tahap
penjelasan mengenai hukum adat Megou Pak Tegamo’an. Keenam, tahap
berdamai dan penetapan sanksi. Faktor penghambatnya ialah mediasi penal
melalui lembaga adat belum mempunyai kekuatan hukum yang final dan
mengikat. Penilaian kepolisian belum tentu sama dengan penilaian tokoh adat.
Kurangnya fasilitas di Lembaga adat. Sedangkan faktor masyarakat dan
Selvia Berlian
budaya hukum tidak menjadi hambatan karena masyarakat adat Megou Pak
Tegamo’an masih homogen dan menghormati hukum adatnya.
Saran dalam penelitian ini adalah Kepada Pemerintah dan Dewan Perwakilan
Rakyat, agar kedepannya keputusan dalam mediasi penal dapat menghilangkan
hak untuk melakukan penuntutan, sehingga keputusan mediasi penal memperoleh
kekuatan hukum yang final dan mengikat. Kepada Pemerintah Daerah Provinsi
Lampung, kedepannya perlu berperan lebih aktif dalam menjaga dan melestarikan
eksistensi hukum adat yang ada pada masyarakat adat di Provinsi Lampung. Peran
pemerintah diperlukan agar hukum adat tidak punah dari peradaban masyarakat.
Kata Kunci: Mediasi Penal, Lembaga Adat, Perzinaan. 1512011071 SELVIA BERLIAN-2022-03-25T07:56:09Z2022-03-25T07:56:09Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56226This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/562262022-03-25T07:56:09ZTINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMUTUSAN PERJANJIAN
KERJASAMA ANTARA PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG
DAN PT PRABU ARTHA DEVELOPER TENTANG PEMBANGUNAN
DAN PENATAAN ULANG PASAR SMEP KOTA BANDAR LAMPUNGPemutusan perjanjian adalah perbuatan yang timbul dari pelanggaran terhadap hak
dan kewajiban para pihak yang saling mengikatkan diri di dalam suatu perjanjian.
Penulisan sekripsi ini bertujuan untuk mengetahui alasan dan akibat hukum
pemutusan perjanjian kerjasama antara Pemerintah Kota Bandar Lampung dan PT
Prabu Artha Developer Tentang pembangunan dan penataan ulang Pasar Smep
Kota Bandar Lampung.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan jenis penelitian hukum normatif
dengan didukung data empiris. Penelitian ini menggunakan pendekatan hukum
normatif dan analisis data secara kualitatif. Metode pengumpulan data dilakukan
dengan menggunakan studi kepustakaan dan wawancara sebagai data pendukung.
Data yang terkumpul kemudian disajikan dalam bentuk teks dan disusun secara
sistematis.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa berdasarkan perjanjian kerjasama Bangun
Guna Serah atau BOT (Build Operate Transfer) Nomor :20/PK/HK/2013, Nomor
:888/PAD/VII/2013 antara pemerintah Kota Bandar Lampung dengan PT Prabu
Artha Developer tentang pembangunan dan penataan ulang Pasar Smep, dan telah
dilakukan Addendum perjanjian kerjasama pada tanggal 7 September 2015
Nomor :23/PK/KH/2015, Nomor :018/IX/PAD/2015 yang telah dibuat dan
ditandatangani para pihak adalah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
Undangan mengenai Pengadaan Barang dan Jasa, Undang Undang Nomor 2
Tahun 2017 tentang Jasa Kontruksi dan Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor
19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah yang secara
khusus mengatur mengenai perjanjian BOT (Build Operate Transfer). Dimana
para pihak yang telah mengikatkan dirinya untuk melaksanakan hak dan
kewajiban para pihak. tetapi sampai dengan berakhirnya waktu yang diperjanjikan
PT Prabu Artha Developer tidak dapat melenyelesaikan pekerjaan pembangunan
dan penataan ulang Pasar Smep Kota Bandar Lampung sehingga Pemerintah Kota
Bandar Lampung mengambil keputusan untuk memutus perjanjian kerjasama
dengan PT Prabu Artha Developer dikarenakan lalai dalam melaksanakan
tugasnya hal ini telah sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana
diatur dalam pasal 10 ayat (1) addenndum perjanjian yang secara khusus diatur
dalam Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman
Pengelolaan Barang Milik Daerah yang secara khusus mengatur mengenai
perjanjian BOT (Build Operate Transfer).
Akibat hukum pemutusan perjanjian pembangunan dan penataan ulang Pasar
Smep Kota Bandar Lampung adalah Pemerintah Kota Bandar Lampung berhak
menerima Bank Garansi dari PT Prabu Artha Developer sebagaimana tertuang
dalam Pasal 5 dan Pasal 6 addendum perjanjian senilai 5% dari nilai yaitu sebesar
Rp. 14.341.518.375,- (empat belas miliyar tiga ratus empat puluh satu juta lima
ratus delapan belas ribu tiga ratus tujuh puluh lima rupiah). tidak hanya itu
pemutusan perjanjian pembangunan dan penataan ulang pasar smep juga
berdampak kepada pihak lain yakni pedagang Pasar Smep yang terkena dampak
berupa uang muka untuk ruko di lokasi yang akan dibangun yang besaran uang
muka senilai Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) s/d Rp.5.000.000,- (lima juta
rupiah) dengan jumlah keseluruhan uang muka kios sebesar Rp. 5.800.000.000,-
(lima miliyar delapan ratus juta rupiah) yang hingga saat ini belum dikembalikan.
Kata Kunci: Tinjauan Yuridis, Pemutusan Perjanjian, Pembangunan,
Penataan Ulang Termination of the agreement is an act that arises from a violation of the rights
and obligations of the parties that mutually tie themselves into an agreement. The
writing of this description aims to find out the reasons and consequences of the
legal termination of the cooperation agreement between Bandar Lampung City
Government and PT Prabu Artha Developer concerning the development and
rearrangement of Bandar Lampung Smep Market.
This research was conducted using a type of normative legal research supported
by empirical data. This study uses a normative legal approach and qualitative
data analysis. The method of data collection is done by using literature studies
and interviews as supporting data. The collected data is then presented in text
form and arranged systematically.
The results of this study indicate that based on the cooperation agreement for
Build Operate Transfer Number: 20 / PK / HK / 2013, Number: 888 / PAD / VII /
2013 between Bandar Lampung City Government and PT Prabu Artha Developer
regarding development and the rearrangement of Smep Market, and the
Addendum of the cooperation agreement on September 7, 2015 Number: 23 / PK /
KH / 2015, Number: 018 / IX / PAD / 2015 which has been signed and signed by
the parties is in accordance with the provisions of the Legislation regarding
Procurement of Goods and Services, Law Number 2 of 2017 concerning
Construction Services and Minister of Home Affairs Regulation Number 19 of
2016 concerning Guidelines for Regional Property Management which
specifically regulates BOT (Build Operate Transfer) agreements. Where the
parties who have bound themselves to carry out the rights and obligations of the
parties. but until the end of the promised time PT Prabu Artha Developer was
unable to complete the construction work and rearrangement of the Bandar
Lampung Smep Market so that the Bandar Lampung City Government made a
decision to decide on a cooperation agreement with PT Prabu Artha Developer
due to negligence in carrying out its duties. Legislation as stipulated in article 10
paragraph (1) of the agreement which is specifically regulated in the Minister of
Home Affairs Regulation Number 19 of 2016 concerning Guidelines for Regional
Property Management which specifically regulates the BOT (Build Operate
Transfer) agreement
The legal consequences of terminating the development agreement and
rearrangement of the City of Bandar Lampung Smep Market are the Bandar
Lampung City Government entitled to receive a Bank Guarantee from PT Prabu
Artha Developer as stated in Article 5 and Article 6 of the addendum agreement
worth 5% of the value of Rp. 14,341,518,375, - (fourteen billion three hundred
forty one million five hundred eighteen thousand three hundred seventy five
rupiahs). not only that the termination of the construction agreement and the
rearrangement of the smep market also had an impact on other parties, namely
the Smep Market traders who were affected in the form of advances for
shophouses in the location to be built, the amount of advance payments of Rp.
2,000,000 (two million rupiahs) up to Rp.5,000,000 (five million rupiahs) with the
total amount of the kiosk down payment of Rp. 5,800,000,000 (five billion eight
hundred million rupiah) which until now has not been returned.
Keywords: Juridical Review, Termination of Agreement, Development,
Rearrangement1512011133 SALESTINA-2022-03-25T07:56:09Z2022-03-25T07:56:09Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56228This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/562282022-03-25T07:56:09ZANALISIS KEBIJAKAN FORMULASI DALAM PERLUASAN
DEFINISI TERORISME
(STUDI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2018)Untuk mengoptimalkan pemberantasan Tindak Pidana Terorisme perlu
penguatan landasan hukum yang menjamin pelindungan dan kepastian hukum
dalam pencegahan serta untuk memenuhi kebutuhan dan perkembangan hukum
masyarakat, dengan tetap menjaga keseimbangan antara kebutuhan penegakan
hukum, pelindungan hak asasi manusia, dan kondisi sosial politik di Indonesia.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah urgensi yang
mengakibatkan perlu disahkan secara cepat perluasan definisi terorisme pada
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 dan bagaimanakah kebijakan formulasi
dalam perluasan definisi terorisme dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2018.
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan
pendekatan yuridis empiris. Narasumber penelitian terdiri dari Anggota Tim
Ahli DPR Rancangan Undang-Undang nomor 5 Tahun 2018 dan Dosen
Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pengumpulan data dilakukan dengan
studi pustaka dan studi lapangan, selanjutnya data dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan ini menunjukkan urgensi perlu disahkan
dengan segera perluasan definisi terorisme pada Undang-Undang
Antiterorisme didukung dengan Landasan Sosiologis yakni Terorisme di
Indonesia telah berkembang masif sepanjang tahun 2018 dan
menimbulkan ketakutan masyarakat yang berdampak pada kehidupan
politik, ekonomi, sosial budaya, keamanan dan ketertiban masyarakat
yang mengakibatkan perlu adanya perubahan dalam Undang-Undang
Antiterorisme serta perluasan dalam definisi terorisme agar dapat
memberikan ruang lebih luas kepada aparat penegak hukum serta
penanganan secara khusus dalam menangani terorisme. Dalam Perluasan
definisi terorisme adanya kebijakan formulasi ditandai dengan adanya
perubahan serta penambahan dalam Rumusan Tindak Pidana, Rumusan
Kesalahan/Pertanggung Jawaban Pidana serta Rumusan Pidana dan
Pemidanaan berupa perluasan definisi terorisme, perluasan dan
penambahan klasifikasi tindak pidana yang dapat dikatakan tindak pidana
terorisme serta pemberatan dalam hal pemidanaan.
Saran dalam penelitian ini Dengan diadakannya kebijakan formulasi dalam
definisi terorisme diharapkan dapat mengkibatkan aspek pencegahan
menjadi lebih simultan, terencana dan terpadu demi meminimalisasir
Saphira Amelinda Shalun
terjadinya Tindak Pidana Terorisme serta mengedepankan supremasi
hukum dan hak asasi manusia. Perluasan definisi yang mencakup
permasalahan yang lebih luas dan kongkrit sebaiknya menjadikan para
aparat penegak hukum mampu mencegah sejak dini perkembangan
radikalisme dan aksi terorisme secara lebih komprehensif, sehingga
masyarakat terhindar dari pelbagai bentuk teror dan tindakan-tindakan
yang mencemaskan dan merusak
Kata Kunci: Kebijakan formulasi, perluasan definisi, terorisme. 1512011196 SAPHIRA AMELINDA SHALUN-2022-03-25T07:55:45Z2022-03-25T07:55:45Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56206This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/562062022-03-25T07:55:45ZTinjauan Hukum Ekonomi Islam Terhadap Transaksi Financial Technology (FinTech)
Pada Layanan Peer To Peer Lending Syariah
(Studi Pada Layanan Pinjaman Online PT Investree Radhika Jaya).Platform Peer To Peer Lending Syariah (P2PL) merupakan suatu sarana yang memudahkan
orang-orang yang membutuhkan dana untuk membuka atau mengembangkan usahanya
secara online tanpa harus bertatap muka. Pada praktek muamalah terdapat 2 (dua) pandangan
mengenai pinjam meminjam secara online pada platform berbasis P2PL yaitu pandangan
yang memperbolehkan dan pandangan yang tidak memperbolehkan. Hal tersebut
menimbulkan adanya keragu-raguan yang dirasakan oleh masyarakat untuk melakukan
transaksi pinjam meminjam secara online ini menimbulkan adanya unsur riba’ atau tidak.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis syarat dan prosedur layanan Financial
Technology (Fintech) berbasis Peer To Peer Lending Syariah pada PT Investree Radhika
Jaya dan pandangan Hukum Islam terhadap Layanan Fintech berbasis Peer To Peer Lending
Syariah. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian yuridis-normatif
dengan tipe deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan normatif. Data yang digunakan dalam tulisan ini bersumber dari data sekunder yang terdiri dari bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Data tersebut kemudian
dianalisis secara kualitatif.
Hasil Penelitian ini adalah bahwa ada perbedaan pandangan dalam hukum islam terhadap
layanan Financial Technology (Fintech) berbasis Peer To Peer Lending (P2PL). Pandangan
yang memperbolehkan menyatakan bahwa akad pinjam meminjam dalam layanan Financial
Technology (Fintech) berbasis Peer To Peer Lending (P2PL) adalah akad al-qard dan akad
Wakalah bil ujrah. Sebaliknya dalam Al-Quran dan Al Hadist, implementasi dari Peer To
Peer Lending (P2PL) ini tidak diperbolehkan karena masih mengandung adanya riba’.
Kata Kunci: Financial Technology, Peer To Peer Lending Syariah (P2PL), Hukum
Ekonomi Islam. Peer To Peer Lending Sharia (P2PL) platform is a facility that makes it easy for
people who need funds to open or develop their business without having to meet
face to face. In muamalah practice there are two opinions about lending and
borrowing online on a P2PL-based platform namely opinions that allow and
opinions that do not allow. This raises the doubts felt by the public to conduct
transactions online lending and borrowing that allows the element of riba 'or not.
This study aims to analyze the terms and procedures of Peer To Peer Lending
Sharia-based Financial Technology (Fintech) services at PT Investree Radhika
Jaya and Islamic Legal opinions on Peer To Peer Lending Sharia-based Fintech
Services.
This type of research used in this study is juridical-normative research with
descriptive type. The problem approach used is the normative approach. The data
used in this paper comes from secondary data consisting of primary legal
materials, secondary legal materials and tertiary legal materials. The data is then
analyzed qualitatively.
The results of this study are that there are differing views in Islamic law on
Financial Technology (Fintech) services based on Peer To Peer Lending Sharia
(P2PL). The view that allows states that the loan and loan agreement in the
Financial Technology (Fintech) service based on Peer To Peer Lending Sharia
(P2PL) is an al-qard contract and Wakalah bil ujrah contract. On the contrary in
Al-Quran and Al Hadist, this implementation of Peer To Peer Lending (P2PL) is
not permitted because it still contains riba’.
Keyword: Financial Technology, Peer To Peer Lending Sharia (P2PL), Islamic Law.1512011032 SITI KHOLIFAH-2022-03-25T07:55:40Z2022-03-25T07:55:40Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56201This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/562012022-03-25T07:55:40ZPELAKSANAAN KONSEP CREATING SHARED VALUE (CSV) DALAM
PROGRAM TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN ANTARA
PT GREAT GIANT PINEAPPLE (GGP) DAN PETANI PISANG
DI TANGGAMUSPasal 74 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas bahwa
perusahaan wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan/Corporate
Social Responsibility (CSR). PT Great Giant Pineapple (GGP) sebagai
perusahaan juga telah melaksanakan CSR dengan konsep Creating Shared Value
(CSV). Pelaksanaan CSV dilakukan dalam bentuk kerjasama antara PT GGP,
Koperasi, Koordinator Petani dan Petani Pisang. Permasalahan dalam skripsi ini
yaitu tentang hak dan kewajiban para pihak, tanggung jawab para pihak dan
kendala dalam pelaksanaan CSV.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif empiris
dengan tipe deskriptif. Tipe pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah
yuridis normatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer
yang didapat dari lokasi penelitian dan data sekunder yang terdiri dari bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier yang kemudian
dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa hak dan kewajiban para
pihak antara lain PT GGP memberikan bibit pisang kepada petani dan
pengawasan, petani pisang harus menjual seluruh hasil panennya kepada
perusahaan melalui koordinator petani yang kemudian dilakukan pengemasan di
packing house lalu dikirim oleh koperasi. Tanggung jawab perusahaan apabila
terdapat keterlambatan dalam penyediaan bibit maka petani dapat mengambil bibit
dari lahan milik petani lain dan perusahaan akan mengganti seluruh biayanya.
Kendala dalam pelaksanaan konsep CSV ini adalah dalam hal penyediaan pupuk,
faktor cuaca, kurangnya pengetahuan terhadap tanaman pisang, SDM,
penggunaan E-Grower, manajemen koperasi dan waktu pembayaran.
Kata Kunci: PT GGP, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, Creating Shared
Value (CSV). 1512011243 ZAHRIA HUMAIROH-2022-03-25T07:54:40Z2022-03-25T07:54:40Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56200This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/562002022-03-25T07:54:40ZPENERAPAN AKAD TABARRU’ DALAM ASURANSI SYARIAH
MENURUT PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR
69/POJK.05/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUSAHAAN
ASURANSI SYARIAH PADA KANTOR PEMASARAN SAMARA
TAKAFUL LAMPUNGPasal 56 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 69/POJK.05/2016 Tentang
Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi Syariah mengatur mengenai
ketentuan penerapan akad tabarru’ dalam penyelenggaraan Perusahaan Asuransi
Jiwa Syariah. Kantor Pemasaran Samara Takaful Lampung sebagai Perusahaan
Asuransi Syariah yang menerapkan akad tabarru’ dalam penyelenggaraan
Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu
tentang penerapan akad tabarru’ di Kantor Pemasaran Samara Takaful Lampung
dan kesesuaian penerapan akad Tabarru’ menurut Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 69/POJK.05/2016 Tentang Penyelenggaraan Perusahaan
Asuransi Syariah di Kantor Pemasaran Samara Takaful Lampung. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif terapan
dengan tipe deskriptif. Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah
pendekatan yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer yang
diperoleh dari lokasi penelitian dan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Data tersebut kemudian
dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa penerapan akad tabarru’ di
Kantor Pemasaran Samara Takaful Lampung sudah terselenggara dengan baik.
Kesesuaian penerapan akad tabarru’ di Kantor Pemasaran Samara Takaful
Lampung kurang sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
69/POJK.05/2016 Tentang Penyelenggaraan Perusahaan Asuransi Syariah. Terdapat ketidaksesuain dalam perubahan akad tabarru’ ke akad tijarah Kantor
Pemasaran Samara Takaful Lampung memperbolehkannya sedangkan dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 69/POJK.05/2016 Tentang
Penyelenggaraan Perusahaan Asuransi Syariah tidak memperbolehkannya.
Kata Kunci: Akad Tabarru’, Asuransi Syariah, Kantor Pemasaran Takaful
Lampung Article 56 Financial Services Authority Regulation Number 69 / POJK.05 / 2016
Concerning the Implementation of Business Sharia Insurance Companies
regulates the provisions for applying the Tabarru Akad in the operation of the
Sharia Life Insurance Company. Samara Takaful Marketing Office Lampung as a
Sharia Insurance Company that applies the tabarru akad in the implementation of
the Sharia Life Insurance Company. The problems in this research are about the
application of Tabarru 'contract in Samara Takaful Lampung Marketing Office
and the suitability of the application of Tabarru contract' according to Financial
Services Authority Regulation Number 69 / POJK.05 / 2016 concerning the
Implementation of Sharia Insurance Companies in Samara Takaful Marketing
Office Lampung.
The type of research used in this study is applied normative with descriptive type.
The approach to the problem in this study is an empirical juridical approach. The
data used are primary data obtained from the research location and secondary
data consisting of primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary
legal materials. The data is then analyzed qualitatively.
The results of the research and discussion show that the application of the
Tabarru akad in the Samara Takaful Marketing Office in Lampung has been well
organized. According to the Financial Services Authority Regulation Number 69 /
POJK.05 / 2016, the conformity of the application of the Tabarru contract
regarding the Implementation of Sharia Insurance Companies in Samara Takaful
Marketing Office Lampung is quite appropriate. However, there is a mismatch in
the changes in the Tabarru contract to the contract of agreement Samara Takaful
Lampung Marketing Office allows it, while in the Financial Services Authority
Regulation Number 69 / POJK.05 / 2016 concerning the Implementation of Sharia
Insurance Companies it does not allow it.
Keywords: Contract tabarru’, Islamic insurance, Samara Marketing office
Takaful Lampung.1512011244 YUNDA EKAMARTA-2022-03-25T07:54:37Z2022-03-25T07:54:37Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56198This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/561982022-03-25T07:54:37ZTINJAUAN HUKUM ISLAM MENGENAI MURTAD SEBAGAI ALASAN
PERCERAIAN
(Studi Putusan Nomor 15/Pdt.G/2017/PA.Karangasem)Perkawinan merupakan suatu ikatan untuk menyatukan antara laki-laki
dan perempuan dengan tujuan untuk membentuk suatu keluarga. Sebelum
melakukan perkawinan seringkali kedua calon pasangan menganut agama
berbeda, namun akhirnya salah satu pihak yang beragama non Islam memutuskan
untuk memeluk agama Islam. Selama menjalani perkawinan seringkali terjadi
kesalahpahaman dalam rumah tangga terutama mengenai agama, sehingga yang
beragama non Islam memutuskan untuk kembali keagamanya semula, seperti
halnya perkara perceraian Nomor: 15/Pdt.G/2017/PA.Karangasem yang
disebabkan karena pihak suami telah murtad. Berdasarkan Pasal 116 huruf (h)
Kompilasi Hukum Islam perkawinan tersebut harus diceraikan. Hal itulah yang
menjadi dasar ketertarikan penulis dalam menulis skripsi ini, permasalahan yang
diangkat apakah dasar hukum hakim dalam memutus perkara, bagaimanakah
akibat hukum perceraian bagi salah satu pasangan yang murtad.
Tipe penelitian yang digunakan adalah normatip. Jenis penelitian yang
digunakan adalah deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan yaitu yuridis
normatif. Metode pengumpulan data menggunakan studi pustaka.
Hasil penelitian mengenai penyebab perceraian karena salah satu pasangan
murtad adalah berdasarkan Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam yang menyebutkan
peralihan agama (murtad) yang mengakibatkan terjadinya ketidakrukunan dalam
rumah tangga. Syarat pengajuan perceraian adalah melengkapi semua data yang
akan dijadikan bukti yang mempunyai kekuatan tetap. Proses persidangan terbagi
menjadi dua yaitu prosedur perlengkapan alat bukti dan prosedur penyelesaian
perkara perceraian dipersidangan. Akibat hukum perceraian karena salah satu
pasangan murtad adalah perkawinan kedua pasangan diputus oleh majelis hakim
secara fasakh. Putusan perceraian tersebut menimbulkan akibat terhadap status
perkawinan dan anak.
Kata kunci: Hukum Islam, Alasan perceraian, Murtad 1312011350 YONI HARTATI-2022-03-25T07:54:33Z2022-03-25T07:54:33Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56193This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/561932022-03-25T07:54:33ZTINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENGGUNAAN MEDIA
SOSIAL SEBAGAI PENYEBAB PERCERAIANTujuan perkawinan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan YME dan mewujudkan kehidupan yang sakinah, mawaddah, dan
rahmah. Seiring berjalannya perkawinan terdapat pasangan suami isteri yang
tidak harmonis yang menyebabkan perceraian. Penyebab perceraian seiring
dengan perkembangan teknologi dan pengaruh global modernisasi salah satunya
disebabkan oleh media sosial. Penggunaan media sosial yang tidak sesuai dengan
kegunaannya dapat membuat pertengkaran antara suami isteri yang menyebabkan
perceraian. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana analisis
penggunaan media sosial yang menyebabkan terjadinya perceraian? dan
bagaimana tinjauan Hukum Islam terhadap penggunaan media sosial sebagai
penyebab terjadinya perceraian ?
Penelitian ini menggunakan metode penelitin normatif-empiris. Pengumpulan data
dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan, selanjutnya data dianalisis
secara kualitatif. Kajian pustaka terhadap metode ijtihad sadd adz-dzari’ah
diterapkan pada kasus yang terdapat dalam Putusan Pengadilan Agama Nomor:
0472/Pdt.G/2018/PA.Tnk kemudian diberlakukan untuk kasus-kasus serupa yang
dapat dianalogikan.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, bahwa media sosial yang sejatinya
adalah alat komunikasi justru disalahgunakan untuk perselingkuhan hingga
dampak negatif yang ditimbulkan seperti tidak harmonisnya hubungan suami
isteri. Media sosial banyak disalahgunakan yang akhirnya menjadi sumber
masalah dalam pasangan yang memicu melakukan alasan-alasan perceraian yang
sudah di atur dalam peraturan. Dalam metode sadd adz-dzari’ah apabila terdapat
suatu perbuatan yang mana motif pelakunya adalah untuk kejelekkan, perbuatan
itu dapat berdampak terjadinya kerusakan maka perbuatan itu dilarang untuk
dilakukan. Hal ini untuk menghindari adanya kerusakan tersebut (perceraian).
Dengan demikian, ketika sadd adz-dzari’ah diterapkan pada penggunaan media
sosial yang digunakan untuk perselingkuhan maka penggunaan media sosial yang
seperti itu perlu dicegah dan sebisa mungkin diminimalisir.
Kata kunci: Perkawinan, Perceraian, dan Media Sosial Aim marriage forming a happy family and eternal Air ity Godhead YME and
manifest life that sakinah , mawaddah , and rahmah . Along with running
marriage there is partner husband and wife that not harmonized lead divorce .
Cause divorce together with development technology and global influence of
modernization wrong the other caused by social media . The use of social media
that is not in accordance with its uses can make it quarrel between husband and
wife which causes divorce . Problem in research this is How analysis social media
usage that causes occurrence divorce ? and How review Islamic law against use
of social media as cause occurrence divorce ?
Research this use method researcher normative empiris . Data collection is done
with studies library and studies field, then da ta analyzed in a manner qualitative .
Study library to method ijtihad sadd adz- dzari'ah applied on cases are in
Decision Religious Court Number : 0472 / Pdt.G / 2018 / PA.Tnk then enforced
for cases Similar to analogous .
Based on the results researchers an and discussion , that social media is true is
tool communication precisely misused for infidelity to impact the negative as not
ha rmonis relationship husband wife . Social media many who finally misused it to
be source problem in the pair that triggers do reasons divorce has been set in
regulations . In method sadd adz- dzari'ah if there is something acts which the
perpetrator motives is for ugliness , deed that could impact occurrence damage
then deed that banned for done . this for avoid existence damage The (divorce).
With so , when sadd adz- dzari'ah applied on the use of social media used for
infidelity then the use of social media such as that need prevented and as much as
possible maybe minimized .
Keywords: Marriage, Divorce, and Social Media1542011037 Winda Oktavia-2022-03-25T07:54:31Z2022-03-25T07:54:31Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56192This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/561922022-03-25T07:54:31ZTANGGUNG JAWAB DOKTER TERHADAP KESALAHAN DIAGNOSIS
DALAM LAYANAN KLINIK KESEHATAN BERBASIS WEBSITE
(KLINIK ONLINE)Kemajuan dibidang teknologi dan informasi membawa dampak dalam bidang
kesehatan yaitu adanya telemedicine, yang berimplikasi adanya layanan klinik
kesehatan berbasis website (klinik online). Berbeda dengan layanan klinik
kesehatan konvensional, klinik online dilakukan antara dokter dan pasien melalui
media internet dengan mengesampingkan tahapan-tahapan yang seharusnya
dilakukan dalam praktik kedokteran sebelum ditegakannya diagnosis.
Permasalahan dalam penelitian ini yaitu mengenai kedudukan hukum
penyelenggaraan klinik online, tanggung jawab dokter terhadap kesalahan
diagnosis serta perlindungan hukum bagi pasien pengguna layanan klinik online.
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian hukum
deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif. Data yang
digunakan adalah data sekunder dengan bahan hukum sekunder, primer dan tersier.
Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka. Pengolahan data dilakukan
dengan cara pemeriksaan, penandaan, rekontruksi, dan sistematisasi data yang
selanjutnya dilakukan analisis secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedudukan klinik online tidak dapat
disamakan dengan klinik kesehatan pada umumnya, karena penyelenggaraan klinik
online tidak memenuhi kualifikasi minimum penyelenggaraan sebuah klinik,
namun klinik online dapat diartikan sebagai penyelenggaraan sistem elektronik
yang diselenggarakan oleh dokter. Tanggung jawab dokter terhadap kesalahan
diagnosis dalam klinik online berupa penegakan disiplin kedokteran oleh MKDKI.
Perlindungan hukum bagi pasien pengguna klinik online adalah dibentuknya KKI
sebagai lembaga yang bertugas melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan
praktik kedokteran, serta perlindungan data dan informasi elektronik yang didapat
selama proses penggunaan sistem elektronik.
Kata Kunci: Telemedicine, Klinik Online, Sistem Elektronik, dan Praktik
Kedokteran 1512011022 Widya Saputri-2022-03-25T07:54:30Z2022-03-25T07:54:30Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56189This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/561892022-03-25T07:54:30ZPELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT PINJAMAN AMAN TERBATAS
(PANTAS) UNTUK PEGAWAI AKTIF DI PT. BANK LAMPUNG
KANTOR CABANG UTAMA BANDAR LAMPUNGPerjanjian kredit merupakan perjanjian antara debitur dengan kreditur (dalam hal
ini Bank) yang melahirkan hubungan hutang piutang, dimana debitur
berkewajiban membayar kembali pinjaman yang diberikan oleh kreditur, dengan
berdasarkan syarat dan kondisi yang telah disepakati oleh para pihak. Perjanjian
kredit PANTAS yang dibuat antara PT Bank Lampung dan nasabah debitur
merupakan langkah yang dilakukan untuk melaksanakan rangkaian kegiatan
transaksi kredit. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu:
bagaimana syarat dan prosedur pengajuan kredit PANTAS, bagaimana hak dan
kewajiban para pihak dalam pelaksanaan perjanjian kredit tersebut dan bagaimana
penyelesaian sengketa apabila terjadi wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian
kredit tersebut.
Jenis penelitian yang digunakan adalah hukum normatif terapan dengan tipe
penelitian deskriptif. Data yang digunakan adalah data sekunder yang didapat dari
bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Pengumpulan data dilakukan melalui
studi kepustakaan, dokumen dan wawancara sebagai data pendukung. Pengolahan
data dilakukan dengan tahapan seleksi data, klasifikasi data dan penyusunan data
yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan, menunjukkan syarat dan prosedur pengajuan
kredit PANTAS yang berdasarkan atas asas 5C, dilanjutkan dengan proses
pelaksanaan perjanjian yang mencakup hak dan kewajiban para pihak yang telah
disepakati dalam pelaksanaan perjanjian kredit seperti yang tercantum dalam surat
perjanjian kredit PANTAS, jangka waktu pembayaran kredit, plafond kredit, dan
asuransi. Pemberian asuransi kredit dalam perjanjian kredit PANTAS merupakan
upaya pengurangan risiko wanprestasi yang diikuti dengan adanya negosiasi yang
diberikan oleh pihak bank agar debitur dapat memenuhi kewajibannya jika debitur
melakukan pelanggaran dalam penyelenggaraan kredit.
Kata kunci: Perjanjian, Kredit, Pegawai Aktif, Bank 1512011263 Widita Febby Cahyani-2022-03-25T07:54:29Z2022-03-25T07:54:29Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56188This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/561882022-03-25T07:54:29ZPELAKSANAAN PROGRAM PELAYANAN
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) KESEHATAN
DI RUMAH SAKIT IMANUEL BANDAR LAMPUNGPada dasarnya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan dibentuk
untuk memberikan jaminan kesehatan kepada masyarakat. Terbentuknya BPJS
akan memunculkan hubungan hukum antara peserta BPJS, pihak BPJS kesehatan,
dan rumah sakit mitra BPJS. Setiap hubungan hukum, akan mengikatkan masing-
masing pihak kepada rantai ikatan hak dan kewajiban. Ikatan itu mutlak dilakukan
oleh semua pihak, termasuk dalam hal ini adalah pihak BPJS Kesehatan, pihak
Rumah Sakit Imanuel selaku rumah sakit mitra BPJS kesehatan, danpeserta BPJS
Kesehatan. Hal tersebut yang menjadi alasan penulis untuk menulis dengan tema
Pelaksanaan Program Pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Kesehatan di Rumah Sakit Imanuel Bandar Lampung.
Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian hokum
normatif empiris dengan tipe penelitian deskriptif. Jenis pendekatan masalah dalam
penelitian ini adalah normatif empiris. Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data primer dan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder dan bahan hukum tersier yang kemudian dianalisis secara
kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa hubungan hukum yang
terjalin diantara para pihak belum dapat berjalan dengan baik. Hal ini dikarenakan
semua pihak, masih sering lalai dalam memenuhi isi dari perjanjian. Seperti dalam
hal pelunasan pembayaran premi dan klaim yang tidak tepat waktu.
Pertanggungjawaban yang diambil oleh pihak BPJS adalah memberikan pelaporan
secara langsung kepada presiden, menjamin layanan kesehatan, serta pembayaran
klaim. Pihak rumah sakit memiliki tangung jawab, pemutusan kerjasama jika gagal
dalam memenuhi kewajibannya, untuk pihak peserta BPJS memiliki tanggung
jawab dalam hal membayarkan denda keterlambatan jika terlambat membayarkan
premi. Kendala yang ditemui, adalah dalam hal keterbatasan. Baik itu keterbatasan
biaya, keterbatasan fasilitas, juga minimnya pemahaman akan program BPJS
kesehatan. Kendala ini dapat teratasi dengan peran aktif dari semua pihak.
Kata Kunci: Pelaksanaan, Program BPJS Kesehatan, Hubungan Hukum 1412011434 VERENA LESTARI-2022-03-25T07:54:27Z2022-03-25T07:54:27Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56186This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/561862022-03-25T07:54:27ZSAHAM PERSEROAN TERBATAS GO PUBLIC
SEBAGAI OBJEK JAMINAN FIDUSIAPerseroan membagi kekayaan yang dimilikinya menjadi saham-saham. Saham- saham ini ternyata dapat dijadikan sebagai objek jaminan utang. Hal ini sesuai
dengan Pasal 60 ayat (2) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, yang menyebutkan “Saham dapat diagunkan dengan gadai atau jaminan
fidusia sepanjang tidak ditentukan lain dalam anggaran dasar”. Permasalahan
dalam penelitian ini adalah alasan saham perseroan terbatas go public dapat
dijadikan objek jaminan fidusia, proses terjadinya pengikatan saham perseroan
terbatas go public sebagai objek jaminan fidusia, dan preses eksekusi saham
perseroan terbatas go public yang dijadikan objek jaminan fidusia apabila terjadi
cidera janji pada perjanjian pokoknya oleh pihak debitor.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah hukum normatif
dengan tipe penelitian deskriptif dan pendekatan masalah dilakukan secara yuridis
normatif. Data yang digunakan adalah data sekunder. Metode pengumpulan data
yang digunakan adalah studi pustaka. Semua data yang dikumpulkan dianalisis
secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, menunjukan bahwa saham
perseroan terbatas go public termasuk sebagai benda bergerak sehingga saham
tersebut dapat dijadikan sebagai objek penjaminan utang dengan menggunakan
lembaga jaminan fidusia. Proses terjadinya pengikatan saham perseroan terbatas
go public sebagai objek jaminan fidusia dimulai saat pemegang rekening efek
mengajukan permohonan agunan efek secara tertulis kepada PT Kustodian Sentral
Efek Indonesia. Akibat hukum dari debitor yang melakukan cidera janji akan
menimbulkan kegiatan eksekusi jaminan fidusia. Eksekusi jaminan fidusia
merupakan penyitaan dan penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
Kata Kunci: Saham, Perseroan Terbatas Go Public, Jaminan Fidusia 1412011426 Tio Riyanaji-2022-03-25T07:49:57Z2022-03-25T07:49:57Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56085This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/560852022-03-25T07:49:57ZPELAKSANAAN PENCANTUMAN SERTIFIKASI HALAL PADA
PRODUK KOSMETIK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33
TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL
(STUDI DI KOTA BANDAR LAMPUNG)Industri kosmetik di Indonesia telah meningkat sangat pesat, hal ini ditandai
dengan banyaknya berbagai macam produk kosmetik buatan luar negeri. Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduknya beragama muslim.
Negara berkewajiban memberikan perlindungan dan jaminan tentang kehalalan
produk yang dikonsumsi dan digunakan masyarakat Indonesia yaitu dengan
adanya sertifikasi halal pada produk. Penelitian ini mengkaji tentang syarat dan
prosedur pencantuman sertifikasi halal pada produk kosmetik, efektivitas Undang
-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk halal di Kota Bandar
Lampung dan faktor penghambat pencantuman sertifikasi halal.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif empiris
dengan tipe deskriptif. Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah
pendekatan normatif terapan. Data yang digunakan adalah data primer yang
diperoleh dari lokasi penelitian dan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Data tersebut kemudian
dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa syarat dan prosedur
pencantuman sertifikasi halal dapat dilakukan via online dengan melengkapi
syarat-syarat administratif dan dilakukan sesuai prosedur yang telah ditentukan.
Lembaga yang berwenang membuat pencantuman sertifikasi halal adalah Badan
Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dibantu oleh Lembaga Pemeriksa
Halal (LPH) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). UUJPH dinilai tidak berjalan
efektif karena faktor pendukung efektivitas yang diantaranya yaitu faktor hukum,
faktor penegak hukum, faktor sarana/fasilitas pendukung, faktor masyarakat dan
faktor kebudayaan tidak terpenuhi karena belum adanya Peraturan Pemerintah
sebagai peraturan petunjuk teknis dan petunjuk pelaksana dalam UUJPH. Faktor
penghambat dalam penerapan UUJPH yaitu belum disahkannya peraturan
pemerintah, belum dibentuknya BPJPH di tingkat provinsi, proses pelaksanaan
sertifikasi halal yang terlampau lama, dan biaya pendaftaran yang belum jelas.
Kata Kunci: Efektivitas Undang-Undang, Kosmetik, Sertifikasi Halal.1512011206 NURUL SAFITRI-2022-03-25T07:36:09Z2022-03-25T07:36:09Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56088This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/560882022-03-25T07:36:09ZTINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJASAMA PEKERJAAN JASA
KONSTRUKSI PERLUASAN SAWAH DI KABUPATEN MESUJI
ANTARA DINAS PERTANIAN KABUPATEN MESUJI DENGAN
DIREKTORAT ZENI TNI ANGKATAN DARATPemerintah dalam pelaksanakan pembangunan tidak mampu melakukannya
sendiri, segala aspek para pihak termasukpihak lembaga negara dilibatkan secara
menyeluruh untuk mendukung kebijakannya. Pengadaan barang/ jasa pemerintah
(selanjutnya disebut sebagai pengadaan barang/ jasa) merupakan aktivitas yang
sangat penting dalam mewujudkan pembangunan. Pengadaan barang dan jasa
dibuat untuk memenuhi kebutuhan perusahaan atau instansi pemerintah akan
barang dan/atau jasa yang dapat menunjang kinerja dan performance mereka.
Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa milik daerah merupakan salah satu
kegiatan pemerintah yang rawan terjadinya penyimpangan-penyimpangan,
makaunsur aparatur keamanan negara, dalam hal iniTentara Nasional Indonesia
(selanjutnya disebut sebagai TNI) turut dilibatkan.
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini 1) Bagaimana tahapan
kesepakatan pegadaan penyedia jasa konstruksi antara pihak dalam perjanjian, 2)
Bagaimana prosedur pelaksanaan perluasan lahan sawah yang diatur dalam
perjanjian, 3) Bagaimana proses penyelesaian perjanjian perluasan lahan sawah
yang dilakukan para pihak.
Pada penelitian yang digunakan dalam skripsi ini menggunakan jenis
penelitian hukum normatif empiris (applied law research). Pada penelitian ini,
penulis akan memberikan pemaparan tentang syarat dan prosedur, serta akibat
hukum dari pelaksanaan perjanjian swakelola pada proyek jasa konstruksi
perluasan sawah menurut pengaturannya dalam Hukum Nasional. Pemaparan dan
penjelasan tersebut diharapkan mampu menggambarkan serta memberikan
informasi dan pengetahuan secara lengkap tentang mekanisme dilaksanakannya
perjanjian tersebut terkait kesesuaiannya dengan ketentuan regulasi nasional yang
berlaku. (Undang-Undang TNI, Undang-Undang Jasa Konstruksi, dan Peraturan
Pengadaan Barang dan Jasa).
Hasil penelitian ini yaitu 1) Prosedur kesepakatan (pra-contractual) yang
dilaksanakan berupa perencanaan, penyusunan Kerangka Acuan Kerja,
Pengkajian Ulang Rencana Umum Pengadaan, Rapat Koordinasi biaya dan
kewajiban-kewajiban yang harus dikerjakan para pihak. 2) Proses pelaksanaan
(contractual) perluasan lahan sawah terdiri dari survei dan investigasi, menyusun
tahapan pemanfaatan, memverifikasi data, memetakan serta melaksanakan
kegiatan pemanfaatan, pengawasan, penyelesaian dan laporan. 3) Hasil dari
pelaksanaan perjanjian (post-contractual) adalah kegiatan dilaksanakan sesuai
perjanjian mulai dari persiapan, pemafaatan, pembayaran hingga administrasi
yang dipenuhi, serta hasil kegiatan dirasa postif menunjang produksi pertaninan
setempat, adapun kendala yang akan dihadapi kedepannya adalah pembangunan
yang terus dilaksanakan menyebabkan banyak lahan pertanian yang harus beralih
fungsi menjadi non-pertanian.
Peran Pemerintah yang bekerjasama dengan TNI untuk menciptakan
kesejahteraan masyarakat dapat diwujudkan dengan contoh pelaksaan perjanjian
kerjasama pekerjaan ini.
Kata Kunci : Jasa Konstruksi, Perjanjian, Perluasan Sawah The government in implementing development is not able to do it alone, all
aspects of the parties including the parties of state institutions are involved
thoroughly to support their policies. Procurement of government goods / services
(hereinafter referred to as procurement of goods / services) is a very important
activity in realizing development. Procurement of goods and services is made to
meet the needs of companies or government agencies for goods and / or services
that can support their performance and performance. The procurement of goods
and services belonging to the region is one of the government activities that are
prone to irregularities, the elements of the state security apparatus, in this case the
Indonesian National Army (hereinafter referred to as the TNI) are also involved.
Issues raised in this study 1) What are the stages of agreement between the
providers of construction services between the parties in the agreement, 2) What
are the procedures for the expansion of fields that are regulated in the agreement,
3) What is the process of completing the land expansion agreement made by the
parties.
The research used in this paper uses the type of empirical normative law
research (applied law research). In this study, the author will provide an
explanation of the terms and procedures, as well as the legal consequences of the
implementation of a self-managed agreement on the expansion of rice field
construction services according to its arrangement in National Law. The
explanation and explanation are expected to be able to describe and provide
complete information and knowledge about the mechanism for implementing the
agreement regarding its compliance with applicable national regulations. (TNI
Law, Construction Services Act, and Goods and Services Procurement
Regulations).
The results of this study are 1) Agreement procedures (pre-contractual)
carried out in the form of planning, preparation of Terms of Reference, Review of
General Procurement Plans, Coordination Meetings of costs and obligations that
must be done by the parties. 2) The process of implementing (contractual) land
expansion consists of surveys and investigations, arranging stages of utilization,
verifying data, mapping and carrying out activities of utilization, supervision,
completion and reporting. 3) The results of the implementation of the agreement
(post-contractual) are activities carried out in accordance with the agreement
ranging from preparation, payment, payment to administration that is fulfilled,
and the results of activities felt positive to support local agricultural production,
while the obstacles that will be faced in the future a lot of agricultural land has to
be turned into non-agricultural functions.
The role of the Government in cooperating with the TNI to create
community welfare can be realized through the example of implementing this
work cooperation agreement.
Keywords: Construction Services, Agreements, Rice Field Expansion1312011252 Putri Wulandari-2022-03-25T07:36:04Z2022-03-25T07:36:04Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56106This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/561062022-03-25T07:36:04ZANALISIS YURIDIS TINDAKAN TEGAS KEPOLISIAN TERHADAP
PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN
(Studi Pada Polda Lampung)Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat).
Penegasan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 adalah sebagai negara hukum dimana
negara menjamin setiap warga negara Indonesia berkedudukan yang sama
didalam hukum. Akhir-akhir ini berbagai macam bentuk kejahatan sudah
demikian merebak dan meresahkan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Salah satu nya yaitu pencurian dan perampokan. Kejahatan pencurian dengan
kekerasan seharusnya dapat ditekan, salah satunya dengan cara preventif yaitu
dengan meningkatkan sistem keamanan lingkungan, serta adanya kesadaran dari
setiap individu dalam masyarakat agar lebih waspada dalam menjaga harta benda
miliknya, maupun dengan cara penerapan sanksi terhadap pelaku pencurian
dengan kekerasan. Sedangkan usaha yang menunjukkan upaya pemberantasan
terhadap tindakan kejahatan yang sedang terjadi merupakan tindakan represif
yang dilakukan oleh pihak kepolisian selaku aparat penegak hukum. Berdasarkan
hal-hal tersebut maka dirumuskan permasalahan hukum mengenai prosedur
tindakan tegas kepolisian terhadap pelaku tindak pidana pencurian dengan
kekerasan yang dapat dibenarkan secara hukum dan pengaturan tindakan tegas
kepolisian terhadap pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan dalam
peraturan perundang-undangan.
Pada penelitian ini penulis melakukan dua pendekatan yaitu pendekatan yuridis
normatif dan pendekatan yuridis empiris. Prosedur pengumpulan data dalam
penulisan penelitian ini dengan cara studi kepustakaan dan lapangan. Data yang
diperoleh dikelola dengan menggunakan metode induktif.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa: (1) Prosedur tindakan tegas
kepolisian terhadap pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang dapat
dibenarkan secara hukum yaitu apabila petugas menerapkan prinsip penegakan
hukum berdasarkan asas legalitas, nesesitas, dan proporsionalitas. Kemudian
sebelum menggunakan senjata api petugas harus memberikan peringatan yang
jelas dengan urutan menyebutkan dirinya sebagai petugas atau anggota polri yang
sedang bertugas, memberikan peringatan dengan ucapan secara jelas dan tegas
kepada sasaran untuk berhenti, angkat tangan, atau meletakkan senjatanya dan
memberikan waktu yang cukup agar peringatan dipatuhi serta dalam keadaan
yang sangat mendesak di mana penundaan waktu diperkirakan dapat
mengakibatkan kematian atau luka berat bagi petugas atau orang lain disekitarnya,
tindakan peringatan tidak perlu dilakukan. (2) Pengaturan tindakan tegas
kepolisian terhadap pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan dalam
peraturan perundang-undangan antara lain didasarkan atas Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Resolusi PBB Nomor 34/168
tentang Prinsip Penggunaan Senjata Bagi Aparat Penegak Hukum, kemudian
Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam
Tindakan Kepolisian serta Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang
Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan
Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Saran yang dapat penulis berikan adalah (1) Seharusnya masyarakat dapat
berperan menjadi “penegak hukum” di tengah lingkungannya sendiri dengan
secara aktif berpartisipasi dalam menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman
sehingga potensi terjadinya tindak pidana di lingkungannya dapat ditekan sedini
mungkin; (2) Penggunaan tindakan tegas yang dilakukan oleh kepolisian pada
dasarnya adalah melalui pertimbangan hati nurani petugas di lapangan maupun
pertimbangan institusi kepolisian itu sendiri atau diskresi.
Kata Kunci: Tindakan Tegas Kepolisian, Pelaku Tindak Pidana, Pencurian
dengan Kekerasan. 1442011031 REGINA FREDERICA-2022-03-25T07:35:51Z2022-03-25T07:35:51Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56119This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/561192022-03-25T07:35:51ZANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP SAKSI
YANG MEMBERIKAN KETERANGAN PALSU DI BAWAH SUMPAH
(Studi Putusan Nomor 663 K/PID/2018).Keterangan saksi adalah salah satu dari lima alat bukti yang sah dan terpenting.
Salah satu kasus keterangan Palsu adalah Putusan Nomor 663 K/PID/2018.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pertanggungjawaban
pidana saksi yang memberikan keterangan palsu di bawah sumpah di dalam
persidangan berdasarkan Putusan Nomor 663 K/PID/2018 dan apakah
pertimbangan pertimbangan hukum hakim di dalam menjatuhkan pidana terhadap
pelaku saksi yang memberikan keterangan palsu di bawah sumpah berdasarkan
Putusan Nomor 663 K/PID/2018.
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan
pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Prosedur pengumpulan data
dilakukan dengan studi pustaka (library research) dan studi lapangan (field
research). Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis
kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan antara lain adalah (1)
pertanggungjawaban pidana pelaku saksi yang memberikan keterangan palsu di
bawah sumpah, Pelaku pemberi keterangan palsu dalam hal ini Mad Suni Bin
Unus memenuhi unsur unsur di dalam pertanggungjawaban pidana dan pelaku
dijatuhi hukuman pidana penjara selama tiga bulan. (2) Pertimbangan Hukum
Hakim di dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku Mad Suni Bin Unus
berdasarkan Putusan Nomor 663 K/PID/2018 dengan mempertimbangkan aspek
yuridis, filosofis dan sosiologis. Bahwa pelakuterbukti memenuhi unsur Pasal 242
Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang Keterangan Palsu dan terpenuhinya
dua alat bukti yaitu satu bundel keputusan PTUN nomor
Ryan Fadillah Santoso
25G/2012/PTUN-BL dan satu bundel keputusan Pengadilan Negeri Nomor
27/PDT.G/2014/PNTK.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka penulis mencoba memberikan
saran agar hendaknya Hakim dan komponen lain di dalam persidangan lebih
memperhatikan keterangan saksi. Selain itu pada proses persidangan setelah saksi
di sumpah hendaknya hakim memperingatkan saksi agar saksi memberikan
keterangan yang benar di karenakan apabila saksi memberikan keterangan palsu
diancam pidana penjara maksimal 7(tujuh) tahun sesuai dengan Pasal 242 Kitab
Undang-undang Hukum Pidana.
Kata kunci : Pertanggungjawaban Pidana, Saksi, Keterangan Palsu Witness testimony is one of the five legal and most important tools of evidence.
One case of false testimony was in Verdict Number 663 K / PID / 2018. The
problem in this research is formulated as how is the criminal liability of witnesses
who testify with false statements under oath in a trial based on Verdict Number
663 K / PID / 2018 and what are the legal consideration in imposing a punishment
against witnesses who testify with false statements under oath based on the
Decision Number 663 K / PID / 2018.
This research applied normative and empirical approaches. The data collection
techniques were carried out through library research and field research. The data
analysis was conducted using qualitative analysis.
Based on the results and the discussion of the research, it can be concluded that:
(1) Regarding the criminal liability of witnesses who testify with false testimony
under oath, the offender who gave false statements, in this case Mad Suni Bin
Unus has met the elements in criminal liability and the offender was sentenced to
3 months' imprisonment. (2) The judge's legal considerations in imposing
punishment against the offender, Mad Suni Bin Unus as mentioned in Verdict
Number 663 K / PID / 2018 has been done by considering juridical, philosophical
and sociological aspects. The offender was proven to have fulfilled the elements
of Article 242 of the Criminal Law Code concerning False Testimony and the
fulfillment of two tools of evidences, namely one bundle of PTUN verdict number
25G / 2012 / PTUN-BL and one bundle of District Court Decree Number 27 /
PDT.G / 2014 / PNTK.
Ryan Fadillah Santoso
Based on the results of research, the author suggests that judges and other
components of the court trial should pay more attention to witness statements. It
is expected that after the witness is sworn, the judges must warn the witness so
that the witness provides correct statements because if the witness testify with
false statement, he is threatened with imprisonment for a maximum of 7 (seven)
years in accordance with Article 242 of the Criminal Code.
Keywords: Criminal Liability, Witness, False Testimony1542011056 RYAN FADILLAH SANTOSO-2022-03-25T07:07:58Z2022-03-25T07:07:58Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56166This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/561662022-03-25T07:07:58ZPENERAPAN PRINSIP EKSTRATERITORIALITAS TERHADAP
AKUISISI PERUSAHAAN INDONESIA OLEH PERUSAHAAN ASING
BERDASARKAN HUKUM PERSAINGAN USAHAHukum persaingan usaha mengatur mengenai akuisisi perusahaan agar tidak
menciptakan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat melalui kewajiban
notifikasi. Notifikasi pelaku usaha yang melakukan akuisisi wajib dilaporkan
kepada KPPU. Kegiatan Akuisisi memungkinkan melibatkan suatu kelompok
usaha yang tidak hanya berada dalam suatu wilayah negara (teritorial), tetapi juga
di luar wilayah suatu negara (ekstrateritorial). UU No. 5 Tahun 1999 pada
dasarnya menganut prinsip teritorial dalam hal kegiatan akuisisi, tetapi pada
prakteknya KPPU telah menerapkan prinsip ekstrateritorialitas yang dibuktikan
dengan beberapa perkara akuisisi yaitu Putusan KPPU No. 07/KPPU-M/2007,
Putusan KPPU No. 16/KPPU-M/2015 serta Putusan KPPU No. 17/KPPU-
M/2015. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana prinsip
ekstrateritorialitas terhadap akuisisi perusahaan Indonesia oleh perusahaan asing
berdasarkan hukum persaingan usaha dan bagaimana penerapan prinsip
ekstrateritorialitas dalam perkara akuisisi perusahaan berdasarkan hukum
persaingan usaha.
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
normatif-terapan (applied law research). Jenis data yang digunakan adalah data
sekunder. Analisis data dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa UU No.5 Tahun 1999 pada
dasarnya menganut prinsip teritorial dalam hal kegiatan akuisisi. Undang-undang
ini hanya berlaku untuk pelaku usaha yang berkedudukan atau yang melakukan
kegiatan usahanya di wilayah hukum Indonesia. Prinsip ekstrateritorialitas dapat
diberlakukan apabila perusahaan asing tersebut memiliki anak perusahaan di
Indonesia dan berkedudukan atau melakukan kegiatan di wilayah yurisdiksi
Indonesia, untuk itu kegiatan akuisisi perusahaan Indonesia oleh perusahaan asing
yang memiliki anak perusahaan dan melakukan kegiatan di wilyah Indonesia akan
tetap berlaku hukum wilayah Indonesia. KPPU telah menerapkan prinsip
ekstrateritorialitas terhadap 3 ( tiga ) kasus akuisisi perusahaan asing terhadap
perusahaan Indonesia, yaitu akuisisi perusahaan Telekomunikasi Selular oleh
Temasek Holding Pte. Ltd., akuisisi perusahaaan PT Binsar Natorang Energi oleh
LG International Corp., dan akuisisi perusahaan Woongjin Chemical Co. oleh
Toray Advance Materials Korea Inc. Prinsip ekstrateritorialitas dapat diterapkan
pada ketiga kasus tersebut dikarenakan dalam kasus tersebut pelaku usaha yang
melakukan pelanggaran berada di luar wilayah yuridiksi Indonesia, dan memiliki
anak perusahaan di wilayah Indonesia. Kemudian KPPU memutuskan bahwa
perusahaan Temasek Holding, LG International dan Toray Advance telah terbukti
melanggar pasal 29 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mengenai keterlambatan pemberitahuan
pengambilalihan saham.
Kata Kunci: Prinsip Ekstrateritorialitas, Akuisisi, dan Hukum Persaingan
Usaha.141201142 TIARA RATU PUSPITA HAKIM-2022-03-25T07:07:40Z2022-03-25T07:07:40Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56150This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/561502022-03-25T07:07:40ZTinjauan Yuridis Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance
(GCG)
(Studi pada PT Perkebunan Nusantara VII Lampung)Good Corporate Governance (GCG) diartikan sebagai prinsip-prinsip yang
mendasari terbentuknya mekanisme yang mengatur mengenai pengelolaan
perusahaan secara baik dan benar demi terpenuhinya hak-hak para pihak
berkepentingan (stakeholders), mengantisipasi risiko terjadinya kecurangan- kecurangan dalam pelaksanaan kegiatan usaha perusahaan serta guna
mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan tersebut. Permasalahan dalam
penelitian skripsi ini yaitu mengenai pelaksanaan prinsip-prinsip GCG yang
dilaksanakan oleh PTPN VII Lampung, dan mengenai hambatan serta upaya yang
dilakukan guna mengatasi hambatan yang terjadi dalam pelaksanaannya.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif dan
yuridis empiris. Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan studi
kepustakaan dan wawancara sebagai data pendukung. Data yang terkumpul
kemudian diolah dan dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa PTPN VII telah
melaksanakan GCG sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dengan cukup baik, hal ini terbukti dari skor hasil penilaian GCG yang diperoleh
PTPN VII di tahun 2017 mencapai 84,00 di mana sudah masuk dalam kategori
baik. Adanya hambatan utama terkait kondisi keuangan PTPN VII yang sedang
tidak stabil kemudian berdampak pada aspek-aspek lain dalam proses pengelolaan
perusahaan, sehingga saat ini PTPN VII sedang gencar melakukan berbagai upaya
perbaikan kualitas pelaksanaan GCG.
Kata kunci: GCG, Pelaksanaan, PTPN VII. Good Corporate Governance (GCG) is defined as the principles underlying the
formation of a mechanism that regulates the management of the company
properly for the fulfillment of the rights of stakeholders, anticipating the risk of
fraud in the conduct of the company's business activities as well as to maintaining
the viability of the company. The problem in this thesis research is about the
implementation of the principles of GCG carried out by PTPN VII Lampung, and
regarding the obstacles and efforts made to overcome the obstacles that occur in
their implementation.
This research was conducted using normative juridical and empirical juridical. The method of data collection is done by using literature studies and interviews as
supporting data. The collected data is then processed and analyzed qualitatively.
The results of the research and discussion show that PTPN VII has implemented
GCG in accordance with the laws and regulations that apply quite well, this is
evident from the score of the GCG assessment results obtained by PTPN VII in
2017 reaching 84.00 which is already in the good category. The main obstacle
related to the financial condition of PTPN VII which is currently unstable then
have an impact on other aspects of the company's management process, so that
currently PTPN VII is actively conducting various efforts to improve the quality
of GCG implementation.
Keywords: GCG, Implementation, PTPN VII.1512011079 Sri Sukmayanti-2022-03-25T07:07:33Z2022-03-25T07:07:33Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56144This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/561442022-03-25T07:07:33ZDAMPAK PEMBERITAAN DI MEDIA MASSA YANG TIDAK
PROPORSIONAL TERHADAP TERJADINYA KEJAHATANPeran media massa sangatlah penting karena mampu menambah pengetahuan
masyarakat mengenai isu-isu yang terjadi. Namun penyajian informasi melalui
media massa dapat berakibat negatif apabila dalam penyajiannya tidak
dipertimbangkan, dievaluasi, dan dikemas sesuai dengan norma jurnalistik dan
nilai-nilai kemasyarakatan. Pemberitaan yang tidak proporsional dapat
mempengaruhi penonton untuk mengikuti apa yang mereka lihat. Kebebasan
media massa yang tak terkendali telah memberikan dampak lain di luar fungsinya,
yaitu dampak yang dapat mempengaruhi prilaku seseorang dalam hal melakukan
kejahatan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah dampak yang
ditimbulkan dari pemberitaan di media massa yang tidak proporsional terhadap
terjadinya kejahatan? Dan bagaimana upaya penanggulangan terjadinya kejahatan
sebagai dampak dari pemberitaan di media massa yang tidak proporsional?
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan deskriptif kualitatif.
Jenis data menggunakan data primer dan sekunder. Analisis data menggunakan
analisis kualitatif. Narasumber penelitian yaitu Wakil Ketua PWI Lampung,
Direskrimum Polda Lampung, dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum
Universitas Lampung.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dampak yang ditimbulkan dari
pemberitaan yang tidak proporsional di media massa antara lain timbulnya rasa
takut terhadap kejahatan dan adanya potensi terjadinya imitasi kejahatan karena
pemberitaan yang tidak proporsional di media massa dapat menjadi faktor
kriminogen. Media massa dapat mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku
kekerasan dengan cara persetujuannya. Upaya penanggulangan pemberitaan yang
tidak proporsional di media massa terhadap terjadinya kejahatan yaitu dapat
dilakukan dengan upaya penal yang dilakukan oleh dewan pers dan non-penal
yang tidak hanya sebatas pada kontrol sosial terhadap penegakan hukum saja,
namun juga harus diiringi pada bagaimana media massa dapat berjalan pada
fungsi preventif untuk mencegah hubungan-hubungan yang dapat memicu
iii
tindakan kriminalitas, sehingga informasi yang sampai kepada masyarakat tidak
memicu perilaku kekerasan, juga tidak menimbulkan opini publik yang salah.
Saran dari penelitian ini adalah pihak media massa seharusnya membatasi ruang
berita kejahatan secara proporsional dan tidak menganggap masyarakat sebagai
khalayak yang pasif. Media massa harus lebih cermat lagi dalam menyiapkan
materi berita kriminalitas agar sesuai dengan etika yang berlaku dan bisa menjadi
alat pembelajaran agar pemberitaan tentang kejahatan tersebut bisa dicegah,
bukan menjerumuskan masyarakat untuk meniru tindak kejahatan tersebut.
Kata kunci: Dampak Pemberitaan, Media Massa, Kejahatan. 15420110092 SOFIA HIDAYANTI-2022-03-25T07:02:42Z2022-03-25T07:02:42Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55809This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/558092022-03-25T07:02:42ZAnalisis Yuridis Implementasi Pasal 53 Kompilasi Hukum Islam Tentang
Kawin Hamil (Studi Di Kecamatan Kasui Kabupaten Way Kanan).Pasal 53 Kompilasi Hukum Islam mengatur tentang perkawinan dengan wanita
yang telah hamil terlebih dahulu. Penerapan Pasal 53 Kompilasi Hukum Islam di
masyarakat banyak yang tidak sesuai dengan aturan yang sesungguhnya.
Implementasi Pasal 53 Kompilasi Hukum Islam tentang kawin hamil ini diteliti
pada Kecamatan Kasui Kabupaten Way Kanan yang. Permasalahan dalam skripsi
ini yaitu tentang pengetahuan masyarakat Kecamatan Kasui Kabupaten Way
Kanan tentang Pasal 53, faktor dilangsungkannya kawin hamil di Kecamatan
Kasui Kabupaten Way Kanan dan akibat hukum kawin hamil.
Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah normatif empiris dengan
tipe deskriptif. Tipe pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah yuridis
empiris. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang
didapat dari lokasi penelitian dan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier yang kemudian
dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat
Kecamatan Kasui Kabupaten Way Kanan mengenai Pasal 53 Kompilasi Hukum
Islam tentang kawin hamil masih sangat rendah. Faktor dilangsungkannya kawin
hamil di Kecamatan Kasui Kabupaten Way Kanan yaitu faktor internal (bermakna
ganda atau ambigu dan sosialisasi terhadap masyarakat) dan faktor eksternal
(keluarga dan budaya, pengetahuan agama dan pendidikan masyarakat). Akibat
hukum kawin hamil terhadap status perkawinan dan status anak adalah sah
meskipun anak tersebut tidak dapat dinasabkan kepada bapaknya.
Kata Kunci: Implementasi, Pasal 53 Kompilasi Hukum Islam, Kawin Hamil 1512011146 Annissa Rizkia Putri-2022-03-25T07:02:35Z2022-03-25T07:02:35Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55792This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/557922022-03-25T07:02:35ZPELAKSANAAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR : 38/POJK.03/2016
TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PENGGUNAAN
TEKNOLOGI INFORMASI OLEH BANK UMUM
(STUDI PADA BANK BNI SYARIAH KANTOR CABANG
TELUK BETUNG)Layanan perbankan digital adalah layanan atau kegiatan perbankan dengan menggunakan
sarana elektronik atau digital milik bank melalui media digital milik calon nasabah atau
nasabah bank yang dilakukan secara mandiri. Manajemen risiko memiliki 4 proses penting
yang harus dilaksanakan dengan baik. 4 proses tersebut adalah identifikasi, pengukuran,
pemantauan dan pengendalian. Berdasarkan latar belakang diatas, maka pokok permasalahan
yaitu bagaimanakah penerapan manajemen risiko dalam teknologi informasi terhadap
nasabah yang menggunakan transaksi digital banking oleh Bank BNI Syariah KC Teluk
Betung, bagaimana hambatan dalam transaksi digital banking, serta bagaimana penerapan
sanksi hukum terhadap pelaku penyalahgunaan transaksi digital banking.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan jenis penelitian normatif-empiris. Tipe
penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian hukum deskriptif. Metode pengumpulan
data dilakukan dengan menggunakan studi pustaka dan wawancara. Data yang terkumpul
kemudian diolah dan dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa penerapan manajemen risiko
Berdasarkan POJK No 38/POJK.03/2016 bahwa Penerapan manajemen risiko di bank BNI
Syariah KC Teluk Betung telah diterapkan, dengan proses identifikasi, pemantauan,
pengukuran, dan pengendalian risiko. bahkan penerapan digital banking yang dilakukan oleh
bank BNI Syariah KC Teluk Betung dengan meluncurkan beberapa produk seperti produk
seperti ATM, internet banking, phone banking dan m-banking. Hambatan pada Bank BNI
Syariah KC Teluk Betung adalah belum ada organ yang mengisi posisi Dewan Komisaris
Independen, kepala bagian audit intern, sehingga menyebabkan organ lain yang menjalankan
pekerjaan dan bertanggung jawab atas organ yang masih kosong tersebut. Serta hambatan
lain seperti website perusahaan yang diakses oleh masyarakat masih sering terdapat gangguan
jaringan internet. Sanksi berdasarkan POJK No 38/POJK.03/2016, dapat dikenakan sanksi
administratif berupa: Teguran Tertulis, pembekuan kegiatan usaha tertentu, larangan untuk
menerbitkan produk atau melaksanakan aktivitas baru.
Kata Kunci: Digital Banking, POJK, Bank BNI Syariah KC Teluk Betung Digital banking services are banking services or activities using electronic or digital facilities
owned by banks through digital media owned by prospective customers or bank customers that
are carried out independently. Risk management has 4 important processes that must be
implemented properly. The 4 processes are identification, measurement, monitoring and control.
Based on the above background, the main problem is how to apply risk management in
information technology to customers who use digital banking transactions by BNI Syariah KC
Teluk Betung, how are the obstacles in digital banking transactions, and how to apply legal
sanctions against the misuse of digital banking transactions .
This research type used in this study is empirical-normative with descriptive type. The approach
method used in this study are library research and interviews. The data analyzed qualitatively.
The results of research and discussion indicate that the application of risk management based on
POJK No. 38 / POJK.03 / 2016 that the application of risk management in BNI Syariah KC
Teluk Betung has been applied, with the process of identification, monitoring, measurement and
risk control. Even the implementation of digital banking is done by BNI Syariah KC Teluk
Betung by launching several products such as ATM products, internet banking, phone banking
and m-banking. The obstacle in Bank BNI Syariah KC Teluk Betung is that there are no organs
that fill the position of the Independent Board of Commissioners, head of internal audit, causing
other organs to carry out work and take responsibility for the empty organs. As well as other
obstacles such as company websites that are accessed by the public there are still frequent
internet network interruptions. Sanctions based on POJK No. 38 / POJK.03 / 2016, may be
subject to administrative sanctions in the form of: Written Reprimands, freezing of certain
business activities, prohibitions on publishing products or carrying out new activities.
Keywords: Digital Banking, POJK, BNI Syariah Branch Office TelukBetung.1512011200 Akbar Radinal-2022-03-25T07:02:35Z2022-03-25T07:02:35Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55796This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/557962022-03-25T07:02:35ZPELAKSANAAN PERJANJIAN ASURANSI JIWA PRODUK UNIT LINK
DI PT. ALLIANZ LIFE CABANG LAMPUNGPT. Allianz Life Cabang Lampung merupakan perusahaan asuransi yang
memasarkan asuransi jiwa produk unit link. Asuransi jiwa produk unit link adalah
asuransi jiwa yang memberikan manfaat proteksi jiwa dan berpartisipasi langsung
dalam pengelolaan investasi, yang nilai investasi bervariasi sesuai dengan
besarnya premi. Permasalahan dalam penelitian ini mengenai syarat dan prosedur
menjadi tertanggung asuransi jiwa produk unit link dan pelaksanaan perjanjian
asuransi jiwa produk unit link.
Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah normatif empiris dengan tipe
deskriptif. Tipe pendekatan masalah adalah normatif terapan. Data yang
digunakan berupa data primer yang didapat dari lokasi penelitian dan data
sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang
kemudian dianalisis secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian, PT. Allianz Life Cabang Lampung sebagai
penanggung, dan masyarakat sebagai tertanggung yang disebut dengan para pihak.
Penanggung memberikan syarat dan prosedur yang harus dipenuhi oleh calon
tertanggung untuk menjadi tertanggung. Syaratnya harus sehat, harus mengerti,
harus memiliki pendapatan, bersedia membayar premi dan bersedia memenuhi
ketentuan yang berlaku di dalam polis, serta memenuhi persryaratan administrasi
yang telah ditetapkan dan melalui prosedur yang ditetapkan oleh penanggung
antara lain tahap pengajuan, tahap seleksi, dan tahap terbitnya polis. Para pihak
memiliki hak dan kewajiban yang tertuang dalam polis.Polis dimulai sejak
pembayaran premi pertama oleh tertanggung. Sedangkan untuk memperoleh
maslahat, tertanggung harus mengajukan klaim yang disertai formulir pengajuan
klaim dan dokumen pendukung yang diberikan kepada penanggung melalui agen.
Kata Kunci: Asuransi Jiwa Produk Unit Link, PT. Allianz Life Cabang
Lampung PT. Allianz Life Lampung Branch is an insurance company that markets unit link
life insurance. Unit link product life insurance is life insurance that provides life
protection benefits and is given directly in investment management, which is
worth the investment in accordance with the premium. The problem in this study
is the requirements and procedures for becoming a unit link insured life insurance
and implementing unit link life insurance agreements.
The type of research in this study is normative empirical with descriptive type.
The type of question is applied normatively. The data used consisted of primary
data obtained from the research location and secondary data consisting of primary,
secondary, and tertiary legal materials which were then analyzed qualitatively.
Based on the results of the research, PT. Allianz Life Lampung Branch as the
guarantor, and the community as the insured is called the party. Insurers provide
requirements and procedures that must be approved by the prospective insured to
become the insured. Requirements must be healthy, it must be understood, must
have a budget, can be paid premiums and agreed conditions applicable in the
policy, as well as fulfilling the administrative requirements that have been
determined and through procedures established by the insurer among the
supervisors, supervisors and administrators issued policies. The parties have the
rights and obligations contained in the policy. Starting from the first premium
payment by the insured. While to accept the problem, the insured must request the
claim submitted. Submission of claims and supporting documents provided to the
insurer through the agent.
Keywords: Unit Link Product Life Insurance, PT. Allianz Life Lampung
Branch1512011115 ALFA IMMANUEL WIJAYA-2022-03-25T07:02:31Z2022-03-25T07:02:31Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55799This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/557992022-03-25T07:02:31ZSTUDI KOMPARATIF PEMBIAYAAN PADA BANK KONVENSIONAL
DAN MUDHARABAH PADA BANK SYARIAHKeberadaan Bank merupakan sebagai lembaga keuangan memiliki tujuan salah
satunya untuk memberikan kredit, pinjaman dan jasa keuangan lain. Dalam
konteks ini bank melaksanakan fungsi melayani kebutuhan pembiayaan dan
melancarkan sistem pembayaran bagi sektor perekonomian.Pada prakteknya bank
sebagai lembaga keuangan telah terbagi atas dua macam yaitu bank konvensional
dan bank syariah.Permasalahan dalam penelitian ini: (1) Bagaimanakah syarat dan
prosedur pembiayaan pada bank konvensional dan mudharabah pada bank
syariah? (2) Bagaimanakah hubungan hukum para pihak dalam pembiayaan pada
bank konvensional dan mudharabah pada bank syariah?
Pendekatan masalah yang digunakan adalah normatif terapan, dengan jenis
penelitian deskriptif dan tipe normatif.Pengumpulan data dilakukan dengan studi
pustaka dan studi dokumen. Analisis data dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Syarat dan prosedur pembiayaan pada bank
konvensional dan mudharabah pada bank syariah adalah: a) Pada bank
konvensional adalah menjadi nasabah bank, mengisi formulir aplikasi kredit,
melaksanakan wawancara terhadap calon debitur, melaksanakan survey dan
verifikasi usaha calon debitur. Analisis terhadap prospek usaha calon debitur yang
mengajukan permohonan, terdiri dari aspek produksi, aspek pemasaran, aspek
manajemen, aspek keuangan, besarnya permohonan pembiayaan dan kemampuan
membayar kembali dan pemeriksaan atau penilaian kelayakan usaha untuk
diberikan keputusan mengenai kredit dan dituangkan ke dalam perjanjian kredit.
b) Pada bank syariah syaratnya adalah menjadi nasabah, mengisi formulir
permohonan, mempunyai usaha, berdomisili di wilayah operasional bank syariah,
menyerahkan persyaratan administrasi, bersedia disurvey dan menyerahkan
jaminan. Prosedurnya adalah pengisian formulir permohonan oleh nasabah,
pemeriksaaan kelengkapan berkas oleh bank syariah, penilaian kelayakan usaha
nasabah, keputusan dan realisasi pembiayaan. Perbedanannya adalah bank
konvensional menerapkan sistem bunga dalam pelaksanaan pembiayaan,
sedangkan syariah menerapkan bagi hasil dalam pelaksanaan mudharabah. (2)
Hubungan hukum para pihak dalam pembiayaan pada bank konvensional dan
mudharabah pada bank syariah adalah hubungan hak dan kewajiban antara kedua
belah pihak yang bersifat timbal balik, yaitu hak nasabah menjadi kewajiban bank
dan hak bank menjadi kewajiban nasabah, yang harus dilaksanakan sesuai dengan
perjanjian kredit atau akad mudharabahyang disepakati.
Kata Kunci: Pembiayaan, Bank Konvensional, Mudharabah, Bank Syariah 1412011030 ALMIRA TALITHA D-2022-03-25T07:02:19Z2022-03-25T07:02:19Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55790This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/557902022-03-25T07:02:19ZKAJIAN YURIDIS NORMATIF PELIMPAHAN WEWENANG UNTUK
MELAKUKAN TINDAKAN MEDIS YANG DIBERIKAN
OLEH DOKTER KEPADA PERAWATProfesi keperawatan semakin menunjukkan perannya. Hampir dua dekade perawat
Indonesia mengkampanyekan perubahan paradigma. Pekerjaan perawat yang
semula vokasional hendak digeser menjadi pekerjaan profesional yaitu perawat
yang dulu berfungsi sebagai perpanjangan tangan dokter, kini berupaya menjadi
mitra sejajar dokter sebagaimana para perawat di negara maju. Secara hukum
sebaiknya, tindakan medis adalah wewenang dan harus dilakukan dokter tetapi,
kenyataan yang terjadi di rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan banyak
tindakan medis bersifat diagnostik dan terapi yang dilakukan oleh perawat.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah peraturan hukum manakah yang
menjadi landasan pelimpahan yang dilakukan oleh dokter kepada perawat serta
jenis atau macam tindakan medis apa saja yang dapat dilimpahkan kepada perawat
di rumah sakit.
Penelitian ini adalah penelitian empiris dengan tipe penelitian eksplanatori.
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan normatif. Data yang
digunakan adalah data primer. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka,
kuisioner, dan wawancara. Pengolahan data melalui tahap pemeriksaan,
penandaan serta sistematisasi data. Data yang diperoleh ditafsirkan secara
kuantitatif.
Hasil penelitian ini memberikan jawaban bahwa jenis tindakan medis yang
dilimpahkan oleh dokter kepada perawat adalah injeksi, pemasangan infus,
pemasangan kateter, pemasangan NGT (Nastro Gastrictube), kumbah lambung
dan pemasangan skin traksi serta pemberian obat. Landasar hukum pelimpahan
tindakan medis oleh perawat adalah UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran UU No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, UU No. 36 Tahun 2014
tentang Tenaga Kesehatan. Selain itu akibat hukum apabila terjadi kelalaian atau
kesalahan dalam pelayanan kesehatan yang ditimbulkan dari pendelegasian
wewenang oleh dokter kepada perawat di RSAM yaitu tanggung jawab yang
harus dipikul bersama oleh perawat, dokter dan rumah sakit yaitu menurut Pasal
ii
Ahmad Reynie
46 Undang-Undang Rumah Sakit bahwa Rumah Sakit bertanggung jawab secara
hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan
oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit, kemudian Pasal 1366 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata bahwa seseorang harus bertanggungjawab tidak hanya
karena kerugian yang dilakukan dengan sengaja, tetapi juga karena kelalaian atau
kurang hati-hati. Terakhir hukum pidana sebagai alternatif terakhir.
Kata Kunci: Pelimpahan Wewenang, Tindakan Medis, Dokter, Perawat .1412011021 Ahmad Reynie-2022-03-24T15:31:06Z2022-03-24T15:31:38Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56141This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/561412022-03-24T15:31:06ZSTUDI KOMPARATIF TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM
PEMBAYARAN PREMI DAN KLAIM DALAM ASURANSI
KONVENSIONAL DAN ASURANSI SYARIAH
(Studi Pada PT Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera Bandar Lampung)Tertanggung yang mengikuti perjanjian asuransi memiliki kewajiban untuk
membayar premi dan memiliki hak untuk mendapatkan pertanggungan atas risiko
yang dialaminya kepada penanggung yang dinamakan dengan klaim. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan, faktor pendorong dan
faktor penghambat sistem pembayaran premi dan klaim dalam asuransi jiwa
konvensional dan syariah pada PT Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera Bandar
Lampung.
Jenis penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif-empiris. Metode
pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan studi kepustakaan dan
wawancara sebagai data pendukung. Data yang terkumpul kemudian diolah dan
dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa pelaksanaan sistem
pembayaran premi dan klaim dalam asuransi konvensional dan syariah pada PT
Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera Bandar Lampung dapat dilihat dari unsur
premi, sumber pembayaran klaim, asuransi konvensional mengenal adanya bunga
sedangkan syariah tidak mengenal bunga, dan polis asuransi konvensioal terdapat
hak reversionary bonus sedangkan syariah prinsip bagi hasil. Faktor pendorong
dalam asuransi konvensional yaitu diberikannya bunga dan masa leluasa
pembayaran premi dan juga adanya hak reversionary bonus sedangkan asuransi
syariah yaitu tertanggung harus rutin membayar kontribusi dan diberikan masa
leluasa pembayaran premi dan juga adanya prinsip bagi hasil. Faktor penghambat
dalam asuransi konvensional yaitu apabila tertanggung tidak tepat waktu
membayar premi sedangkan asuransi syariah yaitu apabila tertanggung menunda
dalam melakukan pembayaran kontribusi.
Kata kunci: Studi Komparatif, Premi, Klaim
The insured who folllows the insurance agreement have an obligation to pay the
premiums and have the right to get coverage for the risks it experiences to the
insurer is called a claim. This research to purpose how the implemantation,
supporting factors and obstacle factors of premium and claim payments system in
life conventional insurance and syariah at PT Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera
Bandar Lampung.
Type of this research by using normative-empirical legal research. The method of
collecting data by using literature study and interview as supporting data. The
collected data is processed and analyzed qualitatively.
The result of this research and discussion to represent that implementation of
premium and claim payments system in life conventional and syariah insurance at
PT Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera Bandar Lampung can be seen from the
element of premium, source of claim payments, conventional insurance
recognizes interest while syariah insurance is nothing, and conventional insurance
using reversionary bonus rights while syariah insurance using profit sharing
principles. Supporting factor in conventional insurance is giving of interest, free
premium payments period, and reversionary bonus rights while syariah insurance
is customers must pay contribution regularly, free premium payments period and
profit sharing principles. Obstacle factor in conventional insurance is if the
customer late paying premiums while syariah insurance is if the customer delay
premium payments.
Keyword: Comparative Study, Premium, Claim
1512011102 RATNA KUSUMAWATI-2022-03-24T15:31:03Z2022-03-24T15:31:03Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56138This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/561382022-03-24T15:31:03ZANALISIS YURIDIS HAK MILIK ATAS TANAH YANG DIPEROLEH
MELALUI PROSES LELANGLelang merupakan salah satu cara untuk memperoleh hak milik atas suatu benda,
salah satunya adalah tanah. Diawali dengan kredit macet, maka pihak kreditur
mengajukan proses lelang eksekusi hak tanggungan untuk mendapatkan pelunasan
hutangnya, sekaligus timbul proses perolehan hak milik atas tanah yang beralih
dari debitur kepada pemenang lelang melalui proses lelang. Permasalahan
penelitian ini, yaitu: Bagaimana perolehan hak milik atas tanah yang diperoleh
melalui proses lelang. Bagaimanakah keabsahan akta risalah lelang terhadap hak
milik atas tanah. Apa akibat hukum bagi pemenang lelang yang tidak dapat
menguasai obyek lelang.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif yang didukung dengan
data empiris. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara terhadap Informan,
serta data sekunder yang terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder,
dan bahan hukum tersier, selanjutnya data dianalisis secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, pelaksanaan lelang dilaksanakan
dalam 3 tahap yaitu tahap pra lelang, tahap pelaksanaan lelang, dan tahap pasca
lelang, setelah pemenang lelang menyelesaikan kewajibannya maka ia akan
mendapat akta/kutipan risalah lelang. Akta risalah lelang merupakan akta otentik
yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna sehingga dapat dipersamakan
dengan Akta Jual Beli (AJB). Akibat hukum dari pemenang lelang yang tidak
dapat menguasai obyek lelang adalah menderita kerugian karena hak-haknya tidak
terpenuhi. Maka, pemenang lelang dapat melakukan permohonan eksekusi riil,
gugatan ganti rugi dan pengembalian uang lelang untuk mendapatkan hak-haknya
sebagai pemenang lelang.
Kata Kunci: Lelang, Hak Tanggungan, Hak Milik Atas Tanah
Auction is one effort to obtain ownership of an object, one of which is land
auction. This auction was started when the debtor of the bank had a bad debt, the
creditor then submitted the auction process for the execution of the mortgage to
get the repayment of the debt, as well as the process of obtaining the right of
ownership over the land that is transferred from the debtor to the winner of the
auction. The problems of this research are formulated as follows: How is the
acquisition of ownership over the land obtained through the auction process?
What is the validity of the auction treatise deed against the rights of land? What
are the legal consequences for the auction winner who cannot control the object of
the auction?
This research applied normative research supported by empirical data. The data
sources consisted of primary and secondary data. The primary data were obtained
from interviews with informants, while the secondary data consisting of primary
legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials, then the
data were analyzed qualitatively.
Based on the results and discussion of the research, the auction process was
carried out in 3 stages: the pre-auction, the auction, and the post-auction. After the
winner of the auction completed his obligations, he would receive the auction
treatise deed. The auction treatise deed is an authentic deed which has the strength
of proof that is similar to the Sale and Purchase Deed (AJB). The legal
consequences of the auction winner who cannot control the object of the auction is
to suffer losses because his rights are not fulfilled. Thus, the auction winner can
make a request for real execution, claim for compensation and request fore
imbursement to get his rights back as the winner of the auction.
Keywords: Auction, Mortgage Rights, Land Ownership Rights.
1542011013 PEAPY HIZKIA RIWU-2022-03-24T15:31:00Z2022-03-24T15:31:00Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56121This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/561212022-03-24T15:31:00ZTANGGUNG JAWAB DOKTER ANESTESI TERHADAP TINDAKAN
OPERASI DI RUMAH SAKITTindakan operasi (pembedahan) dapat menyebabkan kecemasan dan rasa sakit
pada pasien akibat proses yang dilaksanakan. Tindakan pembiusan (anestesi)
diperlukan oleh pasien untuk mengurangi, menghilangkan rasa sakit yang diderita.
Tindakan anestesi pada pasien dilakukan oleh dokter anestesi. Tindakan anestesi
pada pasien dapat dilakukan oleh penata anestesi selain dokter anestesi di rumah
sakit. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu tentang hubungan
hukum dan pertanggungjawaban dokter anestesi terhadap tindakan operasi di
rumah sakit dan akibat hukum dokter anestesi terhadap pelimpahan wewenang
kepada dokter lain atau penata anestesi.
Jenis penelitian yang digunakan adalah hukum normatif dengan tipe penelitian
deskriptif. Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan
primer, sekunder dan tersier. Pengumpulan data dilakukan melalui studi
kepustakaan. Pengolahan data dilakukan dengan pemeriksaan data, rekonstruksi
data, sistematis data dan penyusunan data yang selanjutnya dianalisis secara
kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan, bahwa dokter anestesi sebagai
tenaga medis profesional bertanggung jawab dalam setiap tindakan medis yang
membutuhkan tindakan anestesi pada pasien. Bentuk pertanggungjawaban hukum
dokter anestesi dapat dilihat dari segi hukum keperdataan, hukum pidana, dan
hukum administrasi. Selanjutnya, dokter lain (dokter atau dokter spesialis)
bertanggung jawab atas pelimpahan wewenang secara delegatif yang diberikan
oleh dokter anestesi. Dokter anestesi bertanggung jawab atas pelimpahan
wewenang yang diberikan kepada penata anestesi secara mandat apabila penata
anestesi melaksanakan tindakan anestesi sesuai dengan instruksi yang diberikan
dokter anestesi.
Kata kunci: tanggung jawab, dokter, penata anestesi, anestesi.
Surgery can cause anxiety and pain in patients due to the process carried out.
Anesthesia is needed by patients to reduce, eliminate the pain suffered. Anesthesia
in patients performed by anesthetists. Anesthesia in patients can be done by
another doctor or anesthetist in addition to the anesthetist at the hospital. The
problems discussed in this study are about the relationship between the law and
the anesthesiologist’s responsibility for the operation in the hospital and the legal
consequences of the anesthesiologist for delegating authority to another doctor or
anesthetist.
This research is normative legal study with research type is descriptive legal
research, the approach of problems used is the empirical juridical approach, the
data used is primary data and secondary data, data collection is done with library
study, data processing done by data inspection, data reconstruction, data
preparation and data analysis qualitatively.
The results of the study and discussion showed that anesthetist as professional
medical personnel are responsible for every medical action that requires
anesthesia in patients. The form of anesthesiologist’s legal liability can be seen in
terms of civil law, criminal law, and administrative law. Furthermore, other
doctors (doctor or specialist doctors) are responsible for the anesthetic action
carried out on delegative delegation of authority given by the anesthetist. The
anesthetist is responsible for delegating authority given to the anesthetist by
mandate if the anesthetist performs the anesthesia in accordance with the
instructions given by the anesthetist.
Keyword’s: responsibility, doctor, anesthesiologist, anesthesia
1212011242 OKA ULISTYA WALGIARYO2022-03-24T15:30:58Z2022-03-24T15:30:58Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56114This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/561142022-03-24T15:30:58ZANALISISKASUS PEMBATALAN MEREK SOERABI ENHAII DITINJAU
DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG
MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS
(Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 615 K/Pdt.Sus-HKI/2018)
Pengusaha resto asal Sumatra Barat, Andri Anis & Yasmar mengajukan gugatan
mengenai pembatalan merek Soerabi Enhaii milik Pengusaha asal Bandung,
Cecep Sumarno. Pengadilan Niaga mengeluarkan Putusan Nomor 42/Pdt.Sus�HKI/Merek/2017/PN.Jkt.Pst yang isinya adalah menolak gugatan penggugat
untuk seluruhnya. Kemudian, penggugat mengajukan permohonan Kasasi ke
Mahkamah Agung dan Putusan Nomor 615 K/Pdt.Sus-HKI/2018 yang
menyatakan menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi, Andri Anis &
Yasmar. Dengan demikian, putusan Mahkamah Agung menguatkan Putusan
Pengadilan Niaga Nomor 42/Pdt.Sus-HKI/Merek/2017/PN.Jkt.Pst. Permasalahan
penelitian ini mengenai bagaimana prosedur pembatalan merek yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis,
bagaimana pertimbangan majelis hakim dalam putusan Mahkamah Agung Nomor
615 K/Pdt.Sus-HKI/2018, apa akibat hukum dari putusan Mahkamah Agung
Nomor 615 K/Pdt.Sus-HKI/2018.
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian deskriptif.
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan masalah normatif terapan
dengan tipe judicial case study. Data yang digunakan adalah data sekunder yang
terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Pengumpulan data
dilakukan dengan studi pustaka dan studi dokumen. Pengolahan data dilakukan
dengan cara seleksi data, klasifikasi data dan sistematisasi data. Analisis data
menggunakan analisis kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan adalah pertama, pembatalan merek diatur dalam
Pasal 76 sampai Pasal 79 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2016 tentang Merek
dan Indikasi Geografis. Pembatalan merek dilakukan oleh Dirjen HKI dengan
mencoret merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek dengan
memberikan alasan dan tanggal pembatalannya. Dengan dasar alasan-alasan
pembatalan merek yang tercantum dalam Pasal 20 dan 21 Undang-Undang Merek
dan Indikasi Geografis yang mengatur mengenai merek yang tidak dapat didaftarkan dan yang ditolak. Pertimbangan Majelis Hakim dalam putuan MA
Nomor 615 K/Pdt.Sus-HKI/2018 sudah tepat karena tidak termasuk kedalam
kategori itikad tidak baik. Akibat hukum bagi penggugat atas putusan Mahkamah
Agung Nomor 615 K/Pdt.Sus-HKI/2018, Andri Anis & Yasmar tidak dapat
menggunakan merek Soerabi Enhaii Nomor: IDM 000147196 untuk kelas 30
walaupun sudah dilakukan pengalihan merek dihadapan notaris, tergugat Cecep
Sumarno tetap dapat menggunakan merek Soerabi Enhaii Nomor: IDM
000147196 untuk kelas 30 karena gugatan oleh penggugat telah ditolak oleh
majelis hakim. Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual sebagai tergugat II juga
tidak berhak untuk membatalkan merek Soerabi Enhaii Nomor: IDM 000147196
kelas 30.
Kata Kunci: Pembatalan Merek, Soerabi Enhaii, Merek Dagang
1412011326 Nyi Ayu Ryanti F.R-2022-03-24T15:30:24Z2022-03-24T15:30:24Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56108This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/561082022-03-24T15:30:24ZPELAKSANAAN PENCANTUMAN SERTIFIKASI HALAL PADA
PRODUK KOSMETIK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33
TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL
(STUDI DI KOTA BANDAR LAMPUNG)Industri kosmetik di Indonesia telah meningkat sangat pesat, hal ini ditandai
dengan banyaknya berbagai macam produk kosmetik buatan luar negeri. Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduknya beragama muslim.
Negara berkewajiban memberikan perlindungan dan jaminan tentang kehalalan
produk yang dikonsumsi dan digunakan masyarakat Indonesia yaitu dengan
adanya sertifikasi halal pada produk. Penelitian ini mengkaji tentang syarat dan
prosedur pencantuman sertifikasi halal pada produk kosmetik, efektivitas Undang
-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk halal di Kota Bandar
Lampung dan faktor penghambat pencantuman sertifikasi halal.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif empiris
dengan tipe deskriptif. Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah
pendekatan normatif terapan. Data yang digunakan adalah data primer yang
diperoleh dari lokasi penelitian dan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Data tersebut kemudian
dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa syarat dan prosedur
pencantuman sertifikasi halal dapat dilakukan via online dengan melengkapi
syarat-syarat administratif dan dilakukan sesuai prosedur yang telah ditentukan.
Lembaga yang berwenang membuat pencantuman sertifikasi halal adalah Badan
Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dibantu oleh Lembaga Pemeriksa
Halal (LPH) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). UUJPH dinilai tidak berjalan
efektif karena faktor pendukung efektivitas yang diantaranya yaitu faktor hukum,
faktor penegak hukum, faktor sarana/fasilitas pendukung, faktor masyarakat dan
faktor kebudayaan tidak terpenuhi karena belum adanya Peraturan Pemerintah
sebagai peraturan petunjuk teknis dan petunjuk pelaksana dalam UUJPH. Faktor
penghambat dalam penerapan UUJPH yaitu belum disahkannya peraturan
pemerintah, belum dibentuknya BPJPH di tingkat provinsi, proses pelaksanaan
sertifikasi halal yang terlampau lama, dan biaya pendaftaran yang belum jelas.
Kata Kunci: Efektivitas Undang-Undang, Kosmetik, Sertifikasi Halal1512011206 NURUL SAFITRI-2022-03-24T15:30:20Z2022-03-24T15:30:20Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56093This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/560932022-03-24T15:30:20ZPELAKSANAAN PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN SUSU
UHT BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 27 TAHUN 2017 Pendaftaran produk pangan di Indonesia berlaku bagi pangan hasil produksi
dalam negeri dan pangan luar negeri, mengenai pendaftaran pangan olahan masih
banyak produsen di luar sana yang tidak mengetahui bagaimana mereka
mendaftarkan pangan olahan yang mereka produksi serta menilai sangat rumit dan
banyak syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mendaftarkan produk pangan
olahan. Sehingga pemerintah mengatur Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun
2017 tentang Pendaftaran Pangan Olahan, yang memberikan tata cara pendaftaran
pangan olahan. Tata cara yang harus dilakukan produsen untuk mendaftarkan
produknya adalah dengan mendatangi langsung Balai Besar Badan Pengawas
Obat dan Makanan. Adapun permasalahan penelitian ini adalah menganalisi
syarat dan prosedur pelaksanaan pendaftaran pangan olahan susu Ultra High
Temperature, faktor penghambat dalam pelaksanaan pendaftaran pangan olahan
susu Utra High Temperature, dan akibat hukum terhadap pelaksanaan pendaftaran
pangan olahan susu Ultra High Temperature.
Jenis penelitian ini adalah normatif terapan dengan tipe penelitian deskritif, yang
menggunakan pendekatan normatif. Data yang digunakan adalah data sekunder
berupa data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan dengan studi dokumentasi
dan literature dalam mempelajari hal-hal yang bersifat teoritis asas-asas, konsep
perundang-undangan dan doktrin-doktrin hukum serta isi kaidah hukum yang
menyangkut tentang pelaksanaan pendaftaran pangan olahan. Pengumpulan data
dilakukan dengan studi pustaka, yang dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa syarat dan prosedur pendaftaran pangan
olahan susu UHT dimulai dengan produsen untuk melengkapi syarat, mengikuti
alur jalannya pendaftaran pangan olahan. Faktor penghambat dalam pelaksanaan
pendaftaran Pangan Olahan Susu UHT antara lain syarat yang rumit,
ketidaksiapan antara produsen dan petugas dalam audit tempat produksi. Akibat
hukum terhadap pendaftaran Pangan Olahan Susu UHT antara lain pendaftar
bertanggung jawab dari segala dokumen, pendaftar segera mendaftarkan kembali
sebelum masa berlaku pendaftaran habis, BBPOM bertanggung jawab melaksanakan sistem POSt market terkait masa setelah produk memiliki izin edar
dan telah diedarkan dimasyarakat.
Kata Kunci : Pelaksanaan, Pendaftaran, Pangan Olahan, BPOM
1212011223 Muslim Hidayatullah-2022-03-24T15:30:17Z2022-03-24T15:30:17Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56091This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/560912022-03-24T15:30:17ZANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN JASA PENGIRIMAN
PT.INDAH CARGO LOGISTICS TERHADAP KERUGIAN
YANG DIALAMI PENGIRIM
(Studi pada Jasa Pengiriman PT.Indah Cargo Logistics Kota Bandar Lampung)PT. Indah Cargo Logistics merupakan perusahaanjasaswasta yang bergerak dalam
pengiriman barang. Usaha bidang jasa pengiriman barang merupakan salah satu
bidang usaha yang memegang peranan penting sistem perekonomian, karena
bidang jasa bertujuan untuk melayani kebutuhan dan keinginan seluruh
masyarakat yang memerlukannya. Pertumbuhan sektor jasa yang semakin pesat
menuntut perusahaan untuk selalu meningkatkan kualitas pelayanannya. Selama
proses pengiriman barang kadang tidak selalu berjalan dengan lancar, misalnya
kemungkinan terjadi bencana, baik yang berasal dari alam, perbuatan manusia
maupun sifat barang itu sendiri. Penelitian ini bertujuan untukmendeskripsikan
syarat dan ketentuan perjanjian pengiriman barang, hak dan kewajiban para pihak
dan tanggung jawab PT Indah Cargo Logistics dalam perjanjian pengiriman
barang apabila terjadi kerusakan/kehilangan barang serta upaya hukum yang dapat
ditempuh oleh pengirim/pengguna jasa.
Penelitian ini adalah penelitian normatif terapan dengan tipe penelitian deskriptif.
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan normatif terapan. Data
yang digunakan adalah data primer dan sekunder yang terdiri dari bahan hukum
primer, sekunder, tersier, kemudian analisis data dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwasyarat dan ketentuan pengiriman barang
dengan menggunakan resi pengiriman barang yang nantinya akan menjadi bukti
pengiriman barang.Resi sendiri berisi namadan alamat yang jelas, benar dan
terbaca agar barang dapat dikirim bisa sampai ketempat yang dituju. Setelah itu
pihak PT Indah Cargo Logistics akan memproses pengiriman barang, kewajiban
perusahaan PT Indah Cargo Logistics adalah menyiapkan barang yang akan
dikirim dengan rapi, mengantarkan barang samapai ketempat yang dituju, dan melindungi barang agar tidak rusak dan hilang. Hak perusahaan adalah berhak
mendapat keterangan mengenai sifat barang yang akan dikirim, menolak
permintaan pengiriman barang yang terlarang atau tidak sah dan menerima biaya
yang diperlukan dalam pengiriman.Tanggung jawab PT. Indah Cargo Logistics
terhadap kehilangan atau kerusakan barang yaitu dengan cara menganti10 kali
biaya pengiriman.Upaya hukum yang dapat ditempuh oleh pengirim yang telah
dirugikan atas kehilangan atau kerusakan barang adalah dengan mengajukan
klaim melalui ketentuan yang telah ditetapkan oleh PT.Indah Cargo Logistics.
Kata Kunci : Pengiriman Barang,Upaya Hukum
PT. Indah Cargo Logistics is a private service company engaged in shipping
goods. The business of freight forwarding is one of the business sectors that play
an important role in the economic system, because the service sector aims to serve
the needs and desires of all the people who need it. The rapid growth of the
service sector requires companies to always improve the quality of their services.
During the process of shipping goods sometimes it does not always run smoothly,
for example the possibility of a disaster, both from nature, human actions and the
nature of the goods themselves. This study aims to describe the terms and
conditions of the goods delivery agreement, the rights and obligations of the
parties and PT Indah Cargo Logistics's responsibility in the goods delivery
agreement in the event of damage / loss of goods and legal remedies that can be
taken by the sender / service user.
This research is applied normative research with descriptive research type. The
approach to the problem used is a normative research approach. The data used are
primary and secondary data consisting of primary, secondary, tertiary legal
materials, then the data analysis is done qualitatively.
The results of the study indicate that the terms and coditions for shipping goods
using a receipt of goods delivery will later become proof of the delivery of goods.
The receipt itself contains a clear, correct and legible name and address so that the
goods can be sent to the destination. After that PT Indah Cargo Logistics will
process the shipping of goods, the obligation of PT Indah Cargo Logistics
company is to prepare goods to be sent neatly, deliver the goods to the destination,
and protect the goods from being damaged and lost. The right of the company is
entitled to obtain information about the nature of the goods to be sent, reject the
request for the delivery of prohibited or illegal goods and accept the fees required for shipping. The responsibility of PT. Indah Cargo Logistics for loss or damage
to goods by replacing 10 times the shipping cost. Legal remedies that can be taken
by the sender who has been harmed for the loss or damage of the goods is to
submit a claim through the conditions set by the PT. Beautiful Cargo Logistics.
Keywords: Goods Delivery, Legal Efforts
1442011023 Muhammad Zikrie Somad-2022-03-24T15:30:15Z2022-03-24T15:30:15Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56087This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/560872022-03-24T15:30:15ZANALISIS KEKUATAN HUKUM PEMERIKSAAN ALAT BUKTI SAKSI
DENGAN CARA TELEKONFERENSI DALAM PERSIDANGAN
TINDAK PIDANA KORUPSIPenerapan pemeriksaan saksi dengan cara telekonferensi merupakan terobosan
baru dalam proses beracara perkara tindak pidana khususnya penyelesaian perkara
tindak pidana korupsi. Praktik pemeriksaan saksi dengan cara telekonferensi telah
lumrah dilakukan namun regulasi mengenai hal tersebut belum diatur secara
eksplisit dalam suatu peraturan perundang-undangan. Permasalahan dalam skripsi
ini adalah Apakah dasar bagi hakim untuk memilih cara telekonferensi dalam
pemeriksaan alat bukti saksi dalam persidangan tindak pidana korupsi serta
Bagaimanakah kekuatan hukum dari pemeriksaan alat bukti saksi dengan cara
telekonferensi dalam persidangan tindak pidana korupsi ?
Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridis empiris.
Metode pengumpulan data yaitu studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data
yaitu analisis kualitatif. Narasumber yaitu Hakim pada Pengadilan Negeri
Tanjung Karang Kelas I A, Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung serta
Akademisi Hukum Pidana pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa: Penyelenggaraan
pemeriksaan saksi dengan cara telekonferensi berdasarkan regulasinya belum
secara detil diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan sehingga belum ada
yang dapat dijadikan dasar hukum pelaksanaan pemeriksaan saksi dengan cara
telekonferensi, namun hal tersebut dapat dilakukan oleh hakim dengan melihat
urgensi keterangan saksi yang akan memberikan keterangan serta situasi dan
kondisi yang memungkinkan dilakukannya telekonferensi. Hakim merupakan
penentu pemberlakuan telekonferensi dalam persidangan tindak pidana korupsi
dengan tidak menyalahi aturan beracara sebagaimana diatur dalam Kitab Undang�Undang Hukum Acara Pidana sehingga pengeluaran penetapan pemberlakukan
pemeriksaan saksi dengan cara telekonferensi dalam persidangan tindak pidana
korupsi oleh hakim, sementara menjadi dasar pemberlakuannya. Kekuatan hukum
pemeriksaan saksi dengan cara telekonferensi berkaitan dengan keabsahan
penggunaannya didasarkan dengan adanya pengeluaran penetapan pemberlakukan
pemeriksaan saksi dengan cara telekonferensi dalam persidangan tindak pidana
korupsi oleh hakim maka hal tersebut menjadi sah untuk dilakukan guna
kepentingan efektivitas dan efisiensi proses beracara perkara tindak pidana
korupsi.
Saran dalam penelitian ini adalah: Kepada pembuat peraturan perundang�undangan hendaknya membuat peraturan yang sesuai dengan perkembangan
zaman khususnya yang berkaitan dengan teknologi sehingga dalam proses
penegakan hukum dapat dilaksanakan dengan mudah dan berasaskan sederhana
dan biaya murah. Kepada hakim pemeriksa perkara pidana khususnya perkara
tindak pidana korupsi kedepannya diharapkan untuk dapat melaksanakan proses
persidangan dengan mengadopsi perkembangan teknologi sehingga peradilan
kedepannya lebih mengarah ke era digital dan didukung pula dengan anggaran
pelaksanaan yang memadai.
Kata Kunci: Kekuatan Hukum, Alat Bukti Saksi Telekonferensi, Tindak
Pidana Korupsi1512011050 Muhammad Ridho Wijaya-2022-03-24T15:30:12Z2022-03-24T15:30:12Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56082This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/560822022-03-24T15:30:12ZPERMASALAHAN KEBERLAKUAN HUKUM DAN ALTERNATIF HUKUM
PENERAPAN PUTUSAN PERNYATAAN PAILIT PERUSAHAAN ASING
DI INDONESIAPengadilan Niaga Indonesia memutus pailit perusahaan asing di Indonesia akibat
berakhirnya PKPU. Putusan pernyataan pailit ini dapat melahirkan permasalahan
hukum dalam pengurusan dan pemberesan jika harta debitor pailit yang berada di
Indonesia tidak mecukupi sehingga membutuhkan harta debitor yang berada di luar
wilayah yuridiksi Indonesia sehingga dapat berakibat adanya kepailitan lintas batas.
Penelitian ini akan mengkaji dan membahas permasalahan keberlakuan hukum dan
alternatif hukum penerapan putusan pernyataan pailit perusahaan asing di Indonesia.
Jenis penelitian ini adalah penelitian normatif dengan tipe penelitian deskriptif.
Pendekatan masalah yang digunakan adalah normatif terapan dengan tipe studi kasus
pada Putusan Pengadilan Niaga No: 64/PKPU/2012/PN.NIAGA.JKT.PST,jo. Putusan
MA No: 214 K/Pdt.Sus-Pailit/2013, jo. Putusan MA No: 44 PK/Pdt.Sus-Pailit/2016.
Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka, studi dokumen dan wawancara
dengan narasumber. Pengolahan data dilakukan analisis secara kualitatif.
Hasil pembahasan dan penelitian ini adalah perusahaan asing yang menjalankan
usahanya di Indonesia dapat dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga jika memenuhi
unsur pada Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Ayat (4) UU Kepailitan. Permasalahan
keberlakuan terhadap putusan pernyataan pailit perusahaan asing di Indonesia yaitu
pada penerapan hukum yang hanya memiliki kekuatan eksekutorial di dalam Negara
Indonesia dan tidak bisa menjangkau luar batas Negara Indonesia karena adanya
perbedaan sistem hukum dan kedaulatan suatu negara yang berlaku sehingga
pengaturan pada Pasal 212 tentang ketentuan internasional pada UU Kepailitan
tentang ketentuan internasional tidak aplikatif. Selanjutnya, dalam hal pelaksanaan
penerapan putusan pernyataan pailit perusahaan asing di Indonesia yang terbukti
memiliki harta kekayaan di luar Indonesia yang dapat menimbulkan kepailitan lintas
batas tidak dapat dilaksanakan selama Indonesia belum melakukan perjanjian
Internasional dan perjanjian timbal balik dengan negara lain. Untuk itu, diperlukan langkah altenatif hukum bila terjadi permasalahan kepailitan lintas batas. Alternatif
hukum yang dapat dilakukan yaitu dengan mengadakan perjanjian internasional
seperti mengadopsi atau meratifikasi peraturan internasional salah satunya Uncitral
Model Law on Cross-Border with Guide to Enactment yang dibuat oleh PBB yang
dapat berlaku bagi sesama negara yang mengadopsi peraturan tersebut. Alternatif
hukum lainnya dengan mengadakan perjanjian timbal balik seperti perjanjian bilateral
atau multilateral sehingga putusan pernyataan pailit Indonesia dapat diberlakukan
secara langsung atau bisa melalui upaya hukum dengan cara penyelesaian secara
Relitigasi atau persidangan ulang sesuai keberadaan harta pailit karena telah
mendapatkan pengakuan dari negara yang bekerjasama.
Kata Kunci : Permasalahan Keberlakuan Hukum, Putusan Pernyataan Pailit,
Alternatif Hukum.
The Indonesian Commercial Court decides the bankruptcy of foreign companies
in Indonesia due to the end of PKPU. The verdict of this bankruptcy statement can
give rise to legal problems in the administration and settlement if the assets of
bankrupt debtors in Indonesia are inadequate and thus require debtor assets
outside the jurisdiction of Indonesia so as to result in cross-border bankruptcy.
This research will review and discuss the issue of the legality and alternative legal
implementation of the decision of the bankruptcy statement of foreign companies
in Indonesia.
This type of research is a normative research with descriptive research type. The
problem approach used is applied normative with the type of case study in
Commercial Court Decision No: 64 / PKPU / 2012 / PN.NIAGA.JKT.PST, jo.
MA Decision No: 214 K / Pdt.Sus-Bankrupt / 2013, jo. MA Decision No: 44 PK /
Pdt.Sus-Bankrupt / 2016. Data collection is done by library research, document
studies and interviews with informants. Data processing was analyzed
qualitatively.
The results of this discussion and research are that foreign companies conducting
business in Indonesia can be declared bankrupt by the Commercial Court if they
meet the elements of Article 2 Paragraph (1) and Article 3 Paragraph (4) of the
Bankruptcy Law. The issue of enforceability of the decision of bankruptcy
statements of foreign companies in Indonesia, namely the application of law
which only has an executive power within the State of Indonesia and cannot reach
beyond the borders of the State of Indonesia due to differences in the legal system
and sovereignty of a country that applies so that the provisions in Article 212
concerning international provisions the Bankruptcy Law on international provisions is not applicable. Furthermore, in the case of implementing the
application of the declaration of bankruptcy of foreign companies in Indonesia
which are proven to have assets outside Indonesia that can cause bankruptcy
across borders cannot be implemented as long as Indonesia has not entered into
international agreements and reciprocal agreements with other countries.
For this, it is needed legal alternative steps if there is a cross-border bankruptcy
problem. Alternative law that can be done is by entering into international treaties
such as adopting or ratifying international regulations, one of which is the Uncitral
Model Law on Cross-Border with Guide to Enactment made by the United
Nations that can apply to fellow countries that adopt these regulations. Other legal
alternatives are by entering into reciprocal agreements such as bilateral or
multilateral agreements so that the verdict of the bankruptcy statement of
Indonesia can be applied directly or can be through legal efforts by way of
resolution by Relitigation or retrial according to the existence of bankruptcy assets
because it has received recognition from the cooperating countries.
Keywords: Legal Issues, Bankruptcy Decisions, Alternative Laws
1512011359 MUHAMMAD RENDY RIFKI PUTRA-2022-03-24T15:30:08Z2022-03-24T15:30:08Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56079This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/560792022-03-24T15:30:08ZPELAKSANAAN PERJANJIAN KERJASAMA DALAM
PENYELENGGARAAN TEKNOLOGI INFORMASI PADA
BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH
(Studi pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Bandar Lampung)Kegiatan usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) secara oprasional tidak
dapat dilepaskan dari peranan teknologi informasi, Khususnya dalam melayani
masyarakat pengguna jasa perbankan, Dalam menyelenggarakan teknologi
informasi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) bekerjasama dengan CV
Mitrasoft Global. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
menganalisis tentang: Kesesuaian perjanjian dengan ketentuan Peraturan OJK
Nomor 75/POJK.03/2016, hubungan hukum para pihak dalam perjanjian
kerjasama dan pelaksanaan dalam perjanjian kerjasama.
Jenis penelitian yang digunakan adalah normatif terapan, dengan tipe penelitian
deskriptif. Data yang digunakan adalah data sekunder dan data empiris.
Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis
data dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Perjanjian kerjasama penyelenggaraan
teknologi informasi pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Bandar Lampung
belum sepenuhnya sesuai dengan Peraturan OJK Nomor 75/POJK.03/2016,
karena hanya memenuhi dua dari tiga syarat yang ditentukan dalam
penyelenggaraan teknologi informasi, yaitu aplikasi inti perbankan dan pusat data,
sedangkan pusat pemulihan bencana belum diaplikasikan dalam Aplikasi IBA. (2)
Hubungan hukum para pihak dalam perjanjian kerjasama teknologi informasi
adalah adanya ikatan hak dan kewajiban kepada para pihak (3) Pelaksanaan
perjanjian kerjasama penyelenggaraan teknologi informasi telah dilaksanakan
dengan baik oleh para pihak.
Kata Kunci: Perjanjian Kerjasama, Teknologi Informasi, BPRS
1512011283 MUHAMMAD RADITYA NUGRAHA-2022-03-24T15:30:04Z2022-03-24T15:30:04Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56073This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/560732022-03-24T15:30:04ZUPAYA KEPOLISIAN DALAM PENYIDIKAN TERHADAP TINDAK
PIDANA PENIPUAN OLEH PENGURUS KOPERASI
(Studi pada Kepolisian Resor Metro)Pendirian suatu koperasi secara ideal bertujuan untuk memajukan kesejahteraan
anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun
tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju,
adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pada
kenyataan terjadi tindak pidana penipuan oleh pengurus koperasi yang tidak mampu
mengembalikan dana nasabah. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1)
Bagaimanakah upaya Kepolisian Resor Metro dalam penyidikan terhadap tindak
pidana penipuan oleh pengurus koperasi yang tidak mampu mengembalikan dana
nasabah? (2) Apakah faktor penghambat upaya Kepolisian Resor Metro dalam
penyidikan terhadap tindak pidana penipuan oleh pengurus koperasi yang tidak
mampu mengembalikan dana nasabah?
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis
empiris. Narasumber penelitian ini adalah penyidik Kepolisian Resor Metro dan
Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. Pengumpulan data dilakukan
dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif
untuk mendapatkan simpulan penelitian.
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Upaya kepolisian dalam penyidikan tindak
pidana penipuan oleh pengurus koperasi yang tidak mampu mengembalikan dana
nasabah dilakukan melalui serangkaian tindakan yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu
membuat terang tentang tindak pidana penipuan oleh pengurus koperasi yang tidak
mampu mengembalikan dana nasabah yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya. Penyidik setelah menyelesaikan tindakan segera menyerahkan hasil
penyidikan dalam bentuk Berita Acara Pemeriksaan (BAP) berikut tersangka dan
barang bukti kepada Kejaksaan untuk proses hukum selanjutnya. (2) Faktor-faktor
yang menghambat penyidikan tindak pidana penipuan oleh pengurus koperasi yang
tidak mampu mengembalikan dana nasabah adalah masih terbatasnya penyidik yang
secara khusus menangani tindak pidana khusus dan faktor masyarat khususnya
korban penipuan yang tidak melaporkan kepada pihak kepolisian terkait penipuan
yang dialaminya tetapi justru menempuh upaya sendiri yang tidak dibenarkan oleh
hukum seperti melakukan penyitaan dan perusakan terhadap aset koperasi.
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Penyidik Polres Metro disarankan untuk
melaksanakan penyidikan dengan sebaik-baiknya serta meningkatkan pengetahuan
tentang koperasi dan aktivitas usaha perkoperasian secara optimal. (2) Masyarakat
disarankan untuk lebih selektif dalam memilih atau menjadi anggota suatu koperasi
dan menyimpan uang dalam jumlah yang cukup besar pada koperasi.
Kata Kunci: Upaya Kepolisian, Penyidikan, Penipuan, Pengurus Koperasi1512011286 MUHAMMAD PANJI PANGESTU-2022-03-24T15:30:01Z2022-03-24T15:30:01Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56071This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/560712022-03-24T15:30:01ZPERLINDUNGAN HUKUM KEPADA KONSUMEN DALAM JUAL BELI
ONLINE DENGAN SISTEM DROPSHIPPING
(Studi Pada Usaha Dropshipping Askomsel Bandar Lampung)Dropshipping adalah sistem penjualan produk milik supplier dengan bermodalkan
sampel foto barang. Salah satu bentuk kegiatan ini dilakukan oleh Askomsel
Bandar Lampung dengan tidak menggunakan perjanjian kerjasama antara
dropshipper dengan suppliernya sehingga tak jarang menimbulkan permasalahan
mengenai kewajiban dan tanggung jawab pelaku usaha terhadap kerugian yang
dialami oleh konsumen. Penelitian ini membahas mengenai perlindungan hukum
kepada konsumen dalam pelaksanaan jual beli dropshipping.
Jenis penelitian ini adalah penelitian normatif terapan dengan tipe penelitian
deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka, studi dokumen, dan
wawancara. Pengolahan data dilakukan dengan analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa perjanjian jual
beli dropshipping di Askomsel melibatkan tiga pihak yaitu Askomsel, supplier, dan konsumen yang dibuat dengan memenuhi syarat sah perjanjian dalam bentuk
kontrak elektronik sesuai ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata dan Pasal 48 Ayat
(3) PP PSTE. Pelaksanaan perjanjian dimulai setelah dikirimnya bukti
pembayaran oleh konsumen. Askomsel berkewajiban mengirimkan barang sesuai
pesanan, menanggung dan menjamin terhadap cacat tersembunyi sesuai dengan
ketentuan Pasal 1491 KUH Perdata.
Perlindungan hukum kepada konsumen dilakukan secara preventif dan represif
dengan pemenuhan hak-hak konsumen yang dibuktikan dengan adanya tim
customer service dan programing yang bertugas mencari supplier terpercaya dan
memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai barang yang dijual
sesuai dengan ketentuan Pasal 4 UUPK. Tanggung jawab sebagai bentuk
penyelesaian sengketa di Askomsel dengan cara ganti rugi menggunakan layanan
return, repair, atau pengembalian uang konsumen sesuai dengan ketentuan Pasal
19 UUPK dan Pasal 9 UU ITE. Kata Kunci: Jual Beli Online, Dropshipping, Perlindungan Hukum kepada
Konsumen
15120112665 MUHAMMAD LATIEF-2022-03-24T15:29:57Z2022-03-24T15:29:57Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56067This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/560672022-03-24T15:29:57ZPELAKSANAAN WARIS PADA MASYARAKAT SUKU BADUY
MUSLIM DI DESA KANEKES KECAMATAN LEUWIDAMAR
KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTENPelaksanaan waris pada masyarakat suku Baduy muslim di Desa Kanekes
Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak Provinsi Banten pada umumnya sama
dengan pembagian waris masyarakat adat suku Baduy yang tidak memeluk agama
Islam. Masyarakat Baduy muslim pada dasarnya masih memegang kebiasan adat
istiadat yang mereka anut dari para leluhurnya. Sistem pewarisan yang digunakan
dalam waris adat Baduy menggunakan sistem Bilateral yaitu dari ayah ibu sama�sama kuat kedudukannya, dalam hal pembagian waris pada masyarakat adat
Baduy itu samarata. Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah
Bagaimana pelaksanaan pembagian waris menurut hukum Islam dan pelaksanaan
waris masyarakat suku Baduy Muslim.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum
normatif empiris, tipe penelitian ini adalah penelitian hukum deskriptif,
pendekatan masalah adalah pendekatan normatif dan empiris. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder yang terdiri
dari atas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier,
yang kemudian dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dalam pembahasan ini adalah bahwa hak ahli waris menurut
hukum waris Islam diatur di dalam Al-Quran, hadits dan ijtihad. Al-Quran telah
menetapkan bagian ahli waris di dalam surah An-Nisa ayat 7, 8, 11, 12, 14, 33 dan
176. Dan ditambah pengaturan harta waris anak angkat dalam KHI. Sedangkan
dalam suku Baduy muslim pembagiannya samarata, baik suami atau istri, anak
laki-laki dan perempuan, serta anak angkat memperoleh bagian warisnya samarata
dasar hukum yang digunakan masyarakat Baduy adalah aturan adat yang tidak
tertulis dalam Pikukuh akan tetapi dilaksanakan secara turun temurun sejak zaman
dahulu. Adapun perbedaan mendasar antara hukum kewarisan masyarakat Baduy
dan hukum kewarisan Islam itu terletak pada Pikukuh yang menjadi dasar aturan
aturan pembagian warisan yang tidak tertulis yang mana dalam hukum kewarisan
Islam sudah jelas berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah. Dan disamping itu juga
ada kesamaan antara hukum kewarisan masyarakat Baduy dan juga hukum
kewarisan Islam bahwa yang menjadi ahli waris ialah keturunan dari orang yang
meninggal dan warisan hanya dapat dibagikan setelah meninggalnya pewaris.
Akan tetapi masyarakat Baduy tidak membagikan harta warisan ke garis
keturunan ke atas.
Kata Kunci : Waris, Ahli Waris, Hukum Waris Islam, Hukum Waris Adat
Baduy.
The inheritance of the Muslim Baduy tribe in Kanekes Village, Leuwidamar
Subdistrict, Lebak Regency, Banten Province in general is the same as the
distribution of inheritance of the Baduy tribe indigenous people who do not
embrace Islam. Muslim Baduy people basically still hold the customs of the
customs they embrace from their ancestors. The inheritance system used in the
traditional Baduy inheritance uses the Bilateral system, namely from the father of
the mother, both of whom are in a strong position, in terms of the distribution of
inheritance to the indigenous Baduy community, it is vague. The problems that
will be discussed in this study are how the implementation of inheritance
distribution according to Islamic law and the implementation of inheritance of
Muslim Baduy tribes.
The type of research used in this study is empirical normative legal research, the
type of this research is descriptive legal research, the problem approach is
normative and empirical approaches. The data used in this study are primary data
and secondary data consisting of primary legal materials, secondary legal
materials, and tertiary legal materials, which are then analyzed qualitatively.
The results of the study in this discussion are that the rights of heirs according to
Islamic inheritance law are regulated in the Koran, hadith and ijtihad. Al-Quran
has assigned the inheritance section in the Surah An-Nisa verses 7, 8, 11, 12, 14,
33 and 176. And added the inheritance arrangement of adopted children in KHI.
Whereas in the Muslim Baduy tribe the distribution of equally, both husband or
wife, boys and girls, and adopted children obtain their inheritance part of the legal
basis used by the Baduy community is the customary rules which are not written
in Pikukuh but have been carried out for generations since ancient times . The
fundamental difference between the laws of Baduy community inheritance and
Islamic inheritance law lies in Pikukuh which is the basis of the rules of the rules
for the distribution of unwritten inheritances which are clearly based on the
Islamic inheritance law based on the Qur'an and Sunnah. And besides that there
are also similarities between the laws of Baduy community inheritance and also
Islamic inheritance law that those who become heirs are descendants of people
who die and inheritance can only be distributed after the death of the heir.
However, the Baduy people do not share inheritance to the descendants.
Keywords: Inheritance, Heirs, Islamic Inheritance Law, Baduy Inheritance
Law.
1512011035 MUHAMAD BAHRUDIN-2022-03-24T15:29:54Z2022-03-24T15:29:54Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56064This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/560642022-03-24T15:29:54ZPELAKSANAAN PENGALIHAN HUTANG (TAKE OVER) PADA BANK
KONVENSIONAL OLEH PT BANK SYARIAH MANDIRI CABANG
PEMBANTU KALIANDAPengalihan hutang (Take over) adalah pengambilalihan pembiayaan dalam hal
pihak ketiga memberikan kredit kepada pihak debitur yang bertujuan untuk
melunasi hutang kepada kreditur awal dan memberikan kredit baru kepada debitur
sehingga kedudukan pihak ketiga menggantikan kreditur awal. Penelitian ini
mengkaji tentang syarat dan prosedur pengalihan hutang (take over), pelaksanaan
pengalihan hutang (take over) dan akibat hukum dari adanya pelaksanaan
pengalihan hutang (take over).
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum
normatif empiris dengan tipe deskriptif. Pendekatan masalah dalam penelitian ini
adalah pendekatan yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer yang
diperoleh dari lokasi penelitian dan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Data tersebut kemudian
dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa syarat dan prosedur
pengalihan hutang (take over) dilakukan berdasarkan prinsip syariah dan sesuai
dengan akad yang disediakan oleh pihak bank dengan melengkapi syarat
administratif dan dilakukan sesuai prosedur yang telah ditentukan. Pelaksanaan
pengalihan hutang (take over) di PT Bank Syariah Mandiri Cabang Pembantu
Kalianda mengacu pada Fatwa DSN-MUI Nomor 31 Tahun 2002 tentang
Pengalihan Hutang dan SEBI Nomor 10 Tahun 2008 perihal Pelaksanaan Prinsip
Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta
Pelayanan Jasa Bank Syariah. Akibat hukum dari pelaksanan pengalihan hutang
(take over) yaitu setelah hutang debitur lunas maka berakhir pula hak dan
kewajiban debitur terhadap kreditur awal. Selanjutnya setelah terjadinya
kesepakatan antara debitur dengan Bank Syariah Mandiri selaku kreditur baru
maka akan timbul hak dan kewajiban baru dengan pihak PT Bank Syariah
Mandiri.
Kata Kunci: Pengalihan Hutang (Take Over), Bank Konvensional, Bank
Syariah
Takeover is the taking over of loan payment in which the third party gives credit to the
debtor to pay off debts to the initial creditor and gives new credit to the debtor so that
the position of the third party replaces the initial creditor. This study examines the terms
and procedures of the takeover, the implementation of the transfer of debt (take over)
and the legal consequences of the implementation of debt transfer (take over).
This study is an empirical normative research with descriptive type. This study used
empirical approach. The data source used the primary data which was obtained from the
field and the secondary data consisting of primary legal materials, secondary legal
materials, and tertiary legal materials. The data were analyzed qualitatively.
The results and discussion of the study determined that the terms and procedures for
taking over debts has been carried out based on sharia principles and in accordance with
the agreement provided by the bank by completing administrative requirements and it is
carried out according to the predetermined procedures. In addition to the sharia
principle, the implementation of the takeover in Kalianda Branch of PT Bank Syariah
Mandiri also based on the fatwa (legal pronouncement) of DSN-MUI Number 31 Year
2002 concerning the Transfer of Debt and SEBI Number 10 Year 2008 concerning the
Implementation of Sharia Principles in Activities of Fundraising and Sharia Bank Services.
The legal consequences of taking over is the absence of transfer of rights and obligationa
in terms of that, will but reappear in PT Bank Syariah Mandiri-Kalianda Branch as the
new lender that took over position of creditors of lam to pay the remaining debt.
Keywords: Transfer of Debt (Take Over), Conventional Bank, Islamic Bank.
1512011213 Mia Aprilianita-2022-03-24T15:29:51Z2022-03-24T15:29:51Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56059This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/560592022-03-24T15:29:51ZPENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENYELUNDUPAN
PAKAIAN BEKAS IMPOR DI BANDARLAMPUNGTindak pidana penyelundupan adalah mengimpor, memasukkan barang dengan
tidak memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku, atau tidak
memenuhi formalitas pabean yang ditetapkan oleh Peraturan Perundang�undangan. Tindak pidana penyelundupan pakaian bekas mempunyai dampak yang
sangat besar dan dapat merugikan keuangan negara maupun perekonomian
negara serta kesehatan bagi konsumen pakaian bekas. Oleh karena itu tindak
pidana penyelundupan memerlukan penanganan yang khusus untuk menindak
para pelakunya. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bea dan Cukai diberikan
kewenangan khusus untuk menyidik baik tindak pidana maupun pelanggaran
kepabeanan termasuk tindak pidana penyelundupan. Permasalahan yang ingin
diangkat penulis dalam penulisan ini adalah bagaimanakah penegakan hukum
pidana terhadap tindak pidana penyelundupan pakaian bekas di Bandarlampung
dan juga apa sajakah hambatan dalam menanggulangin tindak pidana
penyelundupan pakaian bekas di Bandarlampung.
Penelitian skripsi ini menggunakan metode pendekatan normatif dan pendekatan
empiris. Adapun sumber dan jenis data terdiri dari data primer dan data sekunder
dengan metode pengumpulan data studi kepustakaan dan juga studi lapangan
dengan narasumber Kepolisian Daerah Lampung, PPNS Bea dan Cukai, Yayasan
Lembaga Indonesia, dan Akademisi Fakultas Hukum Bagian Pidana Universitas
Lampung.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik simpulan bahwa tidak
ditemukannya penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana penyelundupan
melalui pendekatan hukum secara preventif (pencegahan) dan represif
(penindakan) yang berdasarkan dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51
Tahun 2015 turunan dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2014. Sebagaian aparat
penegak hukum seperti Kepolisian dan PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) Bea dan Cukai Lampung belum menemukenali cara melalui teori dan tahapan
penegakan hukum berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Asas fiksi
Hukum menjadi suatu kelemahan di kehidupan bermasyarakat Indonesia yang
dimana masyarakat sekaligus masyarakat yang menjadi penjual pakaian bekas
impor tidak mengetahui adanya aturan dan dasar hukum terkait larangan impor
pakaian bekas tersebut.
Saran yang perlu disampaikan agar legislatif selaku pembuat UU Perdagangan
dapat mempertimbangkan dan membuat Undang-Undang Perdagangan lebih
spesifik secara tegas dan adil agar tidak menimbulkan kebingungan ditengah
masyarakat dan penegak hukum dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya.
Sosialisasi tentang adanya larangan Impor Pakaian bekas serta bahayanya
penggunaan pakaian bekas impor yang dilakukan secara gencar menjadi alternatif
untuk menghentikan peminat pakaian bekas impor sehingga Indonesia menjadi
negara yang minim peminat dalam jenis barang impor yaitu pakaian bekas.
Kata Kunci: Penegakan Hukum Pidana, Penyelundupan, Pakaian Bekas
Impor
1412011253 MELKY JANI MARCIUS-2022-03-24T15:29:49Z2022-03-24T15:29:49Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56052This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/560522022-03-24T15:29:49ZIMPLEMENTASI SANKSI PIDANA TERHADAP PIHAK
PENYELENGGARA JALAN KEPADA KORBAN KECELAKAAN YANG
DI SEBABKAN OLEH JALAN RUSAKKecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak
disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang
mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda. Pihak
penyelenggara jalan memiliki peran penting dalam mempertanggungjawabkan
kecelakaan yang di akibatkan oleh jalan rusak dimana pihak penyelenggara jalan
tidak memperbaiki jalan rusak tersebut dalam jangka waktu secepat mungkin dan
tidak diberikan rambu saat jalan tersebut mengalami kerusakan. Permasalahan
dalam skripsi ini adalah: (1) Bagaimana implementasi sanksi pidana terhadap
pihak penyelenggara jalan raya kepada korban kecelakaan lalu lintas yang
disebabkan oleh jalan rusak jika dihubungkan dengan Pasal 273 Undang-Undang
Nomor 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Bandar
Lampung (2) Apakah faktor penghambat dari penerapan pasal 273 Undang�Undang Nomor 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Bandar
Lampung
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
masalah secara yuridis normatif dan pendekatan masalah secara yuridis empiris.
Narasumber pada penelitian ini terdiri dari penyidik lakalantas polresta Bandar
Lampung, pejabat dinas perhubungan Bandar Lampung, pejabat dinas Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang Provinsi Lampung, dan akademisi Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pengumpulan data dilakukan dengan studi
pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa: (1) Pasal 273 Undang�undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terhadap
korban kecelakaan yang dikarenakan jalan rusak di Bandar Lampung sampai saat
ini belum pernah diimplementasikan oleh pihak kepolisian, hal itu dikarenakan
pencarian alat bukti yang kuat untuk pasal 273 Undang-Undang LLAJ tersebut
sulit untuk didapatkan, dikarenakan banyaknya pihak-pihak yang terlibat di dalam
proses penyelenggaraan jalan di Bandar Lampung. Didalam Undang-Undang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan itu sendiri pun masih kurang jelas bahwa sebenarnya
siapakah atau dinas manakah yang menjadi pihak penyelenggara jalan yang bisa
dimintakan pertanggungjawabannya mengenai kecelakaan yang diakibatkan oleh
faktor jalan yang rusak. (2) Faktor-faktor penghambat penerapan pasal 273
Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Bandar Lampung terdiri dari faktor aparat penegak hukum, yaitu kurangnya
pengetahuan penyidik untuk menjadikan pasal 273 sebagai dasar penuntutan
perkara dan juga kurangnya upaya sosialisasi kepada masyarakat khususnya
pengendara pengguna jalan raya.
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Perlu adanya pengkajian lebih lanjut
terhadap Pasal 273 Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan atau pemerintah dapat mengeluarkan peraturan pemerintah terkait
untuk mempertegas siapa sebenarnya pihak penyelenggara jalan yang dapat
dimintakan pertanggungjawabannya (2) Perlu adanya sosialisasi Undang-undang
Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kepada masyarakat
(3) Aparat penegak hukum agar tetap dapat menerapkan pasal 273 Undang�Undang 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, agar terciptanya
kepastian hukum didalam Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (4) Seluruh masyarakat
pengguna jalan raya khususnya dikota Bandar Lampung harus lebih aktif lagi
untuk mencari tahu tentang peraturan-peraturan yang telah dikeluarka oleh
pemerintah.
Kata Kunci : Implementasi, Kecelakaan, LLAJ
1512011207 MAYOLA PUTRI KUSMALIA-2022-03-24T15:29:46Z2022-03-24T15:29:46Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56050This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/560502022-03-24T15:29:46ZPENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN HAK CIPTA
BERKENAAN DENGAN FOTOCOPY BUKU-BUKU ILMIAH DI
LINGKUNGAN KAMPUS UNILAHak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan
prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa
mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Buku pada konteks nya masuk kedalam ranah perlindungan hak cipta, karena
buku sebagai salah satu hasil karya cipta manusia. Buku sebagai ciptaan yang
dilindungi dalam undang-undang diatur pada Pasal 40 Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2014 tentang Hak Cipta, oleh karena itu orang lain diwajibkan
menghormatinya dan hal ini merupakan sebuah kebutuhan yang tidak boleh
dilalaikan begitu saja. Bentuk-bentuk pelanggaran terhadap buku salah satunya
adalah pembajakan buku yang dilakukan dengan cara memfotokopi. Adapun yang
menjadi permasalahan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis
faktor-faktor penyebab terjadinya pelanggaran hak cipta berkenaan dengan
fotokopi buku-buku ilmiah di Universitas Lampung dan upaya penegakan hukum
terhadap pelanggaran hak cipta berkenaan dengan fotokopi buku-buku ilmiah
Universitas Lampung.
Penelitian ini adalah penelitian normatif terapan dengan tipe penelitian deskriptif.
Pendekatan yang digunakan adalah normatif empiris. Pengumpulan data
dilakukan dengan studi pustaka, studi dokumen, dan wawancara. Data yang
digunakan adalah data primer, dan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Data yang terkumpul
kemudian dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa faktor penyebab terjadinya
pelanggaran hak cipta berkenaan dengan fotokopi buku-buku ilmiah di
Universitas Lampung adalah faktor harga, buku yang difotokopi merupakan buku
lama dan tidak terbit lagi, kurangnya kesadaran menghargai buku sebagai karya
cipta, lemahnya penegakkan Undang-Undang No. 28 tahun 2014 tentang Hak
Cipta, kebiasaan mahasiswa, adanya keuntungan yang didapat oleh penyedia jasa
fotokopi. Pada kenyataannya penegakkan hukum hak cipta di Universitas Lampung belum ditegakkan secara tegas atau belum maksimal, mahasiswa juga
cenderung menginginkan buku yang lebih murah harganya, sejauh ini baik
pengguna atau penjual belum pernah ada yang diproses hingga jalur hukum
menggunakan undang-undang yang berlaku.
Kata Kunci: Penegakan Hukum, Pelanggaran Hak Cipta, Fotokopi Buku
Ilmiah.
1312011188 MARIESSA DWI LESTARI-2022-03-24T15:29:42Z2022-03-24T15:29:42Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56047This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/560472022-03-24T15:29:42ZPERAN TUNGGU TUBANG DALAM SISTEM KEKERABATAN ADAT
MASYARAKAT SEMENDE
(Studi pada Masyarakat adat Semende di Desa Sindang Marga
Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus)
Tunggu tubang merupakan pewarisan dalam masyarakat Semende yang menganut
sistem pewarisan mayorat perempuan, dimana anak tertua perempuan sebagai
penunggu harta orang tua, yang berperan sebagai pemimpin keluarga
menggantikan kedudukan ayah atau ibu. Permasalahan penelitian ini adalah
Bagaimana sistem kekerabatan adat masyarakat semende di Desa Sindang Marga
Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus. Bagaimana peran Tunggu
Tubang dalam sistem kekerabatan adat masyarakat semende di Desa Sindang
Marga Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus.
Jenis penelitian ini adalah normatif empiris. Tipe penetlitian menggunakan
metode deskriptif dan pendekatan masalah empiris. Pengumpulan data dilakukan
dengan studi pustaka, studi dokumen dan wawancara. Analisis data dilakukan
secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa sistem kekerabatan adat
masyarakat Semende di Desa Sindang Marga Kecamatan Pulau Panggung
Kabupaten Tanggamus dalam praktik Tunggu Tubang, memiliki kekhususan yaitu
tidak memakai sistem matrilineal (garis ibu) dan tidak pula memakai sistem
patrilineal (garis bapak), melainkan suatu sistem khusus yang bernama Lembaga
Meraje Anak Belai. Melalui sistem kekerabatan adat ini maka sehingga seorang
anak bukan hanya anak ibu saja atau anak bapak saja, tetapi anak ibu sekaligus
anak bapak juga dan menitik beratkan adanya pengawasan dan bimbingan dari
Lembaga Meraje Anak Belai. Peran Tunggu Tubang dalam sistem kekerabatan
adat masyarakat semende di Desa Sindang Marga Kecamatan Pulau Panggung
Kabupaten Tanggamus adalah sebagai penunggu harta orang tua, pemimpin
keluarga menggantikan kedudukan ayah atau ibu dalam membimbing adik-adik
atau anggota keluarga lainnya. Tunggu Tubang sebagai anak perempuan tertua
diserahi suatu jabatan dan dibekali dengan harta keluarga yang berupa kebun atau
sawah sebagai sumber mata pencarian dan sebuah rumah sebagai tempat tinggal.
Saran dalam penelitian ini adalah masyarakat Adat Semende agar tetap
memelihara dan melestarikan adat Tunggu Tubang di tengah-tengah era
globalisasi yang berkembang secara pesat pada saat ini, Tunggu Tubang agar
melaksanakan peran dengan sebaik-baiknya dan menjadi panutan bagi adik-adik
maupun anggota keluarga lainnya.
Kata Kunci: Tunggu Tubang, Kekekerabatan, Masyarakat Semende1512011352 M. RAKA ADJIE PANGESTU-2022-03-24T15:29:37Z2022-03-24T15:29:37Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56040This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/560402022-03-24T15:29:37ZPERKAWINAN WANITA HAMIL DALAM
PERSPEKTIF HUKUM ISLAMPerkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita
sebagai suami isteri dengan tujuan mebentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Peraktek
kesehariannya, masih ditemukan sebuah perkawinan yang dilaksanakan oleh
calon pasangan suami-isteri nyatanya tidak sesuai dengan ketentuan Hukum
Islam. Permasalahan penelitian ini, yaitu: Bagaimana perspektif hukum Islam
mengenai perkawinan bagi wanita hamil, Bagaimana akibat Hukum Bagi
Perkawinan Wanita Hamil
Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah normatif, dengan tipe pendekatan
pendekatan normatif analitis substansi hukum dengan tipe analisis hukum.
Menggunakan data sekunder dengan bahan hukum primer, bahan hukum skunder,
dan bahan hukum tersier.. Menganalisis data dengan cara analisis kualitatif.
Menurut substansi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 74 tentang Perkawinan dan
Kompilasi Hukum Islam. Hukum positif di Indonesia memperbolehkan adanya
perkawinan wanita hamil dan menganggap sah perkawinannya. Sebaliknya
pendapat Imam Maliki dan Hambali menganggap bahwa tidak sahnya suatu
Perkawinan Wanita Hamil walaupun di nikahkan dengan lawan zinanya, karna
menurut mereka wanita hamil masuk kedalam kategori masa iddah, boleh
dinikahkan asal menunggu calon istri yang hamil tersebut melahirkan bayi yang
ada di kandungannya. Pada Perkawinan Wanita Hamil, terdapat tiga akibat
hukum, yaitu bagi pasangan suami-isteri, bagi anak, dan bagi harta di dalam
perkawinan. Dalam Hukum Islam, anak yang ada di kandungan sebelum di
lakukannya akad nikah tidak dapat di nasabkan kepada bapak kandungnya. Hal
ini yang menyebabkan terputusnya hubungan perdata antara anak dan bapaknya.
Kata Kunci: Hukum Islam, Hukum Perkawinan, Wanita Hamil.
Marriage is a spiritual bond between a man and a woman as husband and wife
which aims to create a happy and eternal family life (household) based on the
principle of God Oneness. Unfortunately in fact, there are marriage practices
carried out by prospective married couples which are not in accordance with the
provisions of Islamic Law. The problem of this research were formulated as
follows: What is the Islamic law perspective regarding marriage for pregnant
women? And what are the legal consequences regarding the marriage of pregnant
women?
This is a normative research type, it applied normative analytical approach of
legal substance with the legal analysis type. The data sources were collected
using secondary data with primary legal materials, secondary legal materials, and
tertiary legal materials. The data were analyzed by means of qualitative analysis.
According to the substance of Law Number 1 Year 74 concerning Marriage and
Compilation of Islamic Law, the Positive law in Indonesia allows the marriage
for pregnant women and considers their marriage as legal. On the contrary, the
opinion of Imam Maliki and Hambali considers it as illegal even if the marriage is
done with her adultery opponent because according to them such pregnant
women fall into the category of iddah period, which means she can be married as
long as the expectant woman waits until she gives birth to a baby in her womb.
In the practice of marriage for Pregnant women, there are three legal
consequences, namely for married couples, for the children, and for the property
in marriage. In Islamic Law, a child who is in the womb before the mother is
married, cannot be advised to his biological father. This has led to the
termination of civil relations between the child and his fathers.
Keywords: Islamic Law, Marriage Law, Pregnant Women.
1542011041 M. Faris Rafsanjani-2022-03-24T15:29:33Z2022-03-24T15:29:33Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56038This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/560382022-03-24T15:29:33ZANALISIS YURIDIS TENTANG PERWALIAN ANAK
BERDASARKAN KUHPERDATA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1
TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN KOMPILASI HUKUM
ISLAMPerwalian merupakan hal penting bagi kelangsungan hidup seorang anak yang
belum dewasa atau anak yang belum bisa mengurus diri sendiri, baik dalam
mengurus harta kekayaan maupun dalam mengurus keperluan hidupnya sendiri atau
dengan istilah hukumnya anak yang belum cakap dalam bertindak. Perwalian
merupakan suatu keadaan dimana ada peristiwa penggantian kekuasaan orang tua
terhadap anak yang belum dewasa. Permasalahan yang dibahas dalam analisis ini,
yaitu: Bagaimanakah konsep perwalian anak, syarat penunjukan perwalian, hak dan
kewajiban para pihak dan kapankah berakhirnya perwalian menurut KUHPerdata,
Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum
Islam.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif dengan tipe
penelitian deskriptif. Tipe pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah yuridis
normatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.
Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan sebagai data pendukung.
Pengolahan data dilakukan dengan tahapan seleksi data, klasifikasi data dan
penyusunan data yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa dalam
konsep pelaksanaan perwalian anak adanya dualisme ketentuan mengenai umur-(usia) anak yang berada di bawah perwalian. Menurut ketentuan KUHPerdata dan
Kompilasi Hukum Islam yaitu anak yang belum berumur 21 tahun, sedangkan
menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu anak yang
belum berumur 18 tahun. Anak yang berada di bawah perwalian sebab-sebanya
berbeda antara ketiga aturan tersebut. Syarat penunjukan seorang wali menurut
ketiga aturan di atas wali harus seorang yang sehat pikirannya, sudah dewasa, tidak
berada di bawah pengampuan dan berkelakuan baik. Hak anak berupa bimbingan
agama, pendidikan dan keterampilan merupakan salah satu hak anak dalam
Kompilasi Hukum Islam. Hak tersebut tidak dikenal dalam KUHPerdata dan
Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Menghormati wali
merupakan kewajiban anak menurut ketiga aturan di atas dan merupakan hak wali.
Perwalian berakhir menurut KUHPerdata dan Kompilasi Hukum Islam jika anak
telah berumur 21 tahun, sedangkan menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974
tentang Perkawinan jika anak telah berumur 18 tahun atau karena anak telah kawin
menurut ketiga aturan tersebut. Perwalian juga berakhir menurut ketiga aturan di
atas, karena anak meninggal dunia, wali meninggal dunia, atau perwalian dicabut
oleh pengadilan.
Kata Kunci: Perwalian, Anak, Hukum Perdata, Kompilasi Hukum Islam,
Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
1512011306 M SEPTIAN ADHINATA-2022-03-24T15:29:29Z2022-03-24T15:29:29Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56036This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/560362022-03-24T15:29:29ZPENERAPAN PRINSIP PENGAWASAN KHUSUS PADA KREDIT
BERMASALAH BERDASARKAN PERATURAN OTORITAS JASA
KEUANGAN NO. 42/POJK.03/2017 TENTANG KEWAJIBAN
PENYUSUNAN DAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN PERKREDITAN
BAGI BANK UMUM
(Studi Pada PT. Bank Bukopin, Tbk Kantor Cabang Bandar Lampung)
Prinsip pengawasan khusus pada kredit wajib dilakukan Bank Bukopin Cabang
Pusat Bandar Lampung untuk meningkatkan pemantauan secara dini terhadap
kredit yang berpotensi akan merugikan bank. Langkah-langkah yang dilakukan
bank dalam pengawasan khusus harus sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan (POJK) No. 42/POJK.03/2017 Tentang Kewajiban Penyusunan dan
Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Bagi Bank Umum. Pengawasan khusus
bertujuan untuk menghindarkan bank dari kemungkinan kerugian yang berpotensi
timbul lebih besar. Penelitian ini mengkaji tentang penerapan prinsip pengawasan
khusus pada Bank Bukopin Cabang Pusat Bandar Lampung dan menganalisis
hambatan-hambatan yang timbul dalam penerapannya.
Jenis penelitian adalah penelitian hukum normatif empiris dengan tipe penelitian
deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan melalui pendekatan normatif�terapan. Data yang digunakan data primer dan sekunder yang terdiri dari bahan
hukum primer, dan bahan hukum tersier. Pengumpulan data diperoleh dari studi
pustaka, dokumen dan wawancara. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis
secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa Pengawasan khusus pada
kredit bermasalah dalam kewajiban penyusunan dan pelaksanaan kebijakan
perkreditan bagi bank umum pada Bank Bukopin Cabang Pusat Bandar Lampung
telah sesuai dengan POJK No. 42 Tahun 2017. Dalam menerapkan prinsip
pengawasan khusus, Bank Bukopin Cabang Pusat Bandar Lampung melakukan
beberapa hal seperti melakukan inventarisir kredit, melakukan penagihan
langsung, memberikan surat peringatan dan restrukturisasi kredit. Dalam
penerapannya terdapat hambatan-hambatan yaitu karakter debitur yang buruk,
somasi yang dilakukan debitur kepada bank dan restrukturisasi kredit yang gagal.
Kata Kunci:Otoritas Jasa Keuangan, Bank, Kredit, Pengawasan Khusus
The principle of special supervision of credit must be carried out by Bank
Bukopin in the Bandar Lampung Central Branch to increase early monitoring of
loans that could potentially harm banks. The steps taken by banks under special
supervision must be in accordance with Financial Services Authority Regulation
(POJK) No. 42 / POJK.03 / 2017 Regarding Obligations for the Compilation and
Implementation of Credit Policies for Commercial Banks. Special supervision
aims to prevent banks from the possibility of losses that could potentially arise
greater. This study examines the application of the principle of special supervision
at the Bukopin Bank Bandar Lampung Central Branch and analyzes the obstacles
that arise in its application.
This type of research is normative-applied legal research with descriptive research
methods. The problem approach is used through a normative-applied approach.
The data used secondary data consisting of primary legal materials, and tertiary
legal materials. Data collection is obtained from library studies, documents and
interviews. The data obtained are then analyzed qualitatively.
The results of research and discussion show that special supervision of problem
loans in the compilation and implementation of credit policy for commercial
banks at Bank Bukopin, Bandar Lampung Central Branch is in accordance with
POJK No. 42 of 2017. In implementing the principle of special supervision, Bank
Bukopin Bandar Lampung Central Branch does several things such as conducting
credit inventory, conducting direct billing, providing warning letters and credit
restructuring. In its implementation there are obstacles, namely the bad character
of the debtor, the subpoena made by the debtor to the bank and failed credit
restructuring.
Keywords: Financial Services Authority, Bank, Creedit, Special Supervision1512011209 M. IRFAN MAHDIALLA-2022-03-24T15:26:20Z2022-03-24T15:26:20Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56034This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/560342022-03-24T15:26:20ZTINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA LEMBAGA
PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA (LPP RRI)
DENGAN FURNITURE RADIN SALEH JATI UKIR JEPARA
BANDAR LAMPUNGIklan merupakan suatu bentuk komunikasi nonpersonal yang menyampaikan
informasi berbayar sesuai keinginan dari institusi atau sponsor tertentu melalui
media massa yang bertujuan mempengaruhi khalayak agar membeli suatu produk
atau jasa. Furniture Radin Saleh Jati Ukir Jepara merupakan usaha dibidang
penjualan pelengkap rumah tangga yang memasarkan produknya melalui
Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI) sebagai media
radio yang menawarkan jasa penyiaran iklan. Penelitian ini akan membahas
Bagaimana Perjanjian Kerjasama Antara Lembaga Penyiaran Publik Radio
Republik Indonesia (LPP RRI) Dengan Furniture Radin Saleh Jati Ukir Jepara
Bandar Lampung.
Penelitian ini menggunakan metode peneltian hukum normatif terapan. Tipe
penelitian deskriptif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
yuridis teoritis. Data yang digunakan adalah data sekunder, primer, dan tersier.
Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan, studi dokumen, dan
metode wawancara. Pengolahan data dengan cara identifikasi data, seleksi data,
klasifikasi data, dan sistematisi data yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan bahwa syarat dan prosedur yang harus dipenuhi
dalam pemasangan iklan di LPP RRI Bandar Lampung antara lain pihak
perusahaan barang dan jasa mengajukan media order yaitu sebagai dasar
pelaksanaan penyiaran iklan dan sebagai bagian dari perjanjian kerjasama
penyiaran iklan. Hak dan kewajiban para pihak adalah pembayaran penyiaran
iklan, yaitu dengan memberikan satu set kursi jenis Hongkong kepada pihak LPP
RRI. Wanprestasi Jika ada kelalaian dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama ini
maka kedua belah pihak sepakat untuk mengadakan musyawarah dan mufakat.
Perjanjian ini berakhir karna habis nya masa waktu dalam perjanjian.
Kata Kunci : Radio, Iklan, Perjanjian
1412011210 LULUN SORAYA-2022-03-24T15:26:16Z2022-03-24T15:26:16Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56031This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/560312022-03-24T15:26:16ZTINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BAGI HASIL
USAHA PENGGEMUKAN SAPI ANTARA PEMODAL DAN
PETERNAK DI DESA WAY HUWI KECAMATAN JATI
AGUNG KABUPATEN LAMPUNG SELATANIndonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat permintaan konsumsi
daging sapi tertinggi setiap tahunnya. Pemerintah berupaya mendorong, serta
mendukung para pengusaha dan peternak sapi dalam kegiatan usaha
penggemukan sapi untuk memenuhi permintaan daging sapi yang meningkat
setiap tahunnya. Sistem bagi hasil penggemukan sapi telah ada di tengah
masyarakat sejak zaman dahulu namun hanya sebatas perjanjian secara lisan yang
dikenal dengan sebutan gaduh pada masyarakat Jawa yang bertumpu hanya
berdasarkan kepercayaan dan kekerabatan, yaitu seseorang yang menitipkan
hewan ternaknya kepada seorang peternak lalu apabila hewan ternak sapi tersebut
melahirkan, si penggaduh akan mendapatkan bagian salah satu dari anak sapi
tersebut atau apabila hewan ternak sapi tersebut terjual maka si penggaduh akan
mendapatkan bagian dari hasil penjualan sapi yang telah mereka sepakati
sebelumnya. Dewasa ini sistem bagi hasil usaha penggemukan sapi telah
mengalami pergeseran tidak lagi hanya bersifat secara lisan melainkan dibuat
secara tertulis bahkan mengarah pada profesionalisme, komersial dan investasi
bisnis yang sah serta memilki kekuatan hukum, dimana sistem bagi hasil usaha
penggemukan sapi telah dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis yang memuat
klausula-klausula mengenai hak dan kewajiban para pihak serta kepastian hukum
para pihak yang membuatnya. Salah satu bentuk perjanjian usaha berupa kerja
sama penggemukan sapi antar masyarakat seperti yang dilakukan di Desa Way
Hui yang mayoritas penduduknya menjalankan usaha penggemukan sapi, dibuat
dengan perjanjian tertulis sistem bagi hasil usaha penggemukan sapi.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah 1) Bagaimana proses terjadinya
perjanjian, 2) Bagaimana hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian,
3)Bagaimana berakhirnya perjanjian tersebut.
Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris dengan tipe penelitian
deskriptif. Data yang diperoleh berupa data primer dan data sekunder yang terdiri
dari peraturan perundang-undangan, perjanjian, dan bahan hukum pendukung
lainnya. Pengolahan data dengan tahapan pemeriksaan data, klasifikasi pendataan,
dan penyusunan sesuai dengan permasalahan yang dibahas serta dianalisa secara
kualitatif.
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini berupa pertama, proses terjadinya
perjanjian adalah bermula pada saat para pihak bertemu untuk mengutaraan kehendak maksud dan tujuan kemudian disepakati dan dituangkan dalam bentuk
perjanjian tertulis bagi hasil usaha penggemukan sapi yang memuat klausula�klausula yang didasarkan pada Pasal 1320 dan 1338 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, kedua hak dan kewajiban para pihak dalam klausula perjanjian
bagi hasil usaha penggemukan sapi antara lain pihak pertama menyediakan
modal, menangangi administrasi dan keuangan usaha, menerima 50% (lima puluh
persen) laba keuntungan dan ganti kerugian sedangkan pihak kedua menerima
modal, menyiapkan sarana dan prasarana kandang sapi, merawat dan
menggemukan sapi, mencegah menjaga dan mengantisipasi bila usaha yang
dilakukan terjadi kegagalan, dan menerima 50% (lima puluh persen) laba
keuntungan, ketiga berakhirnya perjanjian ini dapat berupa prestasi berhasil
tercapainya pertambahan bobot sapi, tercapainya batas waktu 3(tiga) bulan usaha
penggemukan sapi dan terjualnya hewan ternak sapi, terjadinya wanprestasi
apabila tidak tercapainya pertambahan berat bobot sapi setelah tercapainya
rentang batas waktu, sapi mati atau sapi hilang.
.
Kata Kunci : Perjanjian, Penggemukan Sapi, Hak dan Kewajiban
Indonesia is one of the countries with the highest demand consumption rate of
beef annually. The government seeks to encourage, and support entrepreneurs and
cattle farmers in cattle fattening business activities to meet the growing demand
for beef annually. The system for the result of cattle feedlot has existed in the
community since ancient times but only a verbal agreement known as gaduh in
Javanese society that rests solely on the basis of trust and kinship, namely a
person who entrust his animal to a breeder and then when the cattle are giving
birth, the complainant will get a part of the calf or if the cattle are sold then the
complainant will be The results of the cattle sales they have agreed before. Today
the system for the result of cattle fattening efforts has been shifting is no longer
only orally but rather made in writing even lead to the professionalism,
commercial and investment legitimate business and has the power of the law,
Where the system for the result of cattle fattening business has been poured in the
form of a written agreement containing the clauses concerning the rights and
obligations of the parties and the legal certainty of the parties that make it. One
form of business agreement in the form of fattening cattle among the community,
such as those done in Way Hui village, the majority of people running cattle
feedlot, made with a written agreement for feedlot business results Cow. The
problem in this study is 1) how does the agreement occur, 2) How are the rights
and obligations of the parties to the Agreement, 3) How to end the agreement.
The type of research used is the juridical empirical with the type of descriptive
research. Data obtained in the form of primary data and secondary data consisting
of laws and regulations, agreements, and other supporting legal materials. Data
processing with the stages of data inspection, logging classification, and drafting
according to the problems discussed and analyzed qualitatively.
The results obtained in this research in the form of the first, the process of
agreement is commenced at the time the parties meet to obtain the will of intent
and purpose then agreed and poured in the form of written agreement for the
results The cattle fattening business which contains the clauses based on article
1320 and 1338 of the Civil Code, both the rights and obligations of the parties in
the agreement to the results of cattle fattening efforts among the first party
Provide capital, Wile administration and finance of business, receiving 50% (fifty
percent) profit profit and indemnity while the second party receives capital,
prepares the facility and infrastructure of the cow cage, treating and grasing the
cow, preventing Maintaining and anticipating the effort of failure, and receiving
50% (fifty percent) profit profit, the third end of this agreement can be
achievement of successful increase in cow weight, achieving a deadline of 3 (three
) The business month of fattening cattle and the sale of cow cattle, the occurrence of tort when there is no increase in the weight of cattle after the deadline of time
span, death cow or cattle lost.
Keywords: Agreements, feedlot cattle, rights and obligations
1412011209 Lorenzo Bornelisto -2022-03-24T15:26:14Z2022-03-24T15:26:14Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56029This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/560292022-03-24T15:26:14ZPELAKSANAAN PEMBINAAN NARAPIDANA YANG DIJATUHI
PIDANA MATI(Studi Kasus Lembaga Pemasyarakatan
Kelas 1 A Raja Basa Bandar Lampung)Pembinaan sejatinya akan kembali ke masyarakat tetapi pada kenyataannya
narapidana pidana mati tidak kembali ke masyarakat didalam suatu Lembaga
Pemasyarakatan narapidana dibina untuk kembali ke masyarakat. Permasalahan
yang dikaji oleh penulis adalah bagaimanakah pembinaan terhadap narapidana
hukum mati,mengapa narapidana pidana mati tetap dilakukan pembinaan dan
apakah yang menjadi faktor penghambat terjadinya pemidaan terhadap narapidana
pidana mati.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis
empiris. Sedangkan berdasarkan sifat, bentuk dan tujuannya adalah penelitian
deskriptif dan problem identification, yaitu mengidentifikasi masalah yang
muncul kemudian dijelaskan berdasarkan peraturan-peraturan atau perundang�undangan yang berlaku serta ditunjang dengan landasan teori yang berhubungan
dengan penelitian. Metode analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini
adalah kualitatif, dan prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini dengan cara
studi kepustakaan dan lapangan.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka
diperoleh kesimpulan mengenai pembinaan terhadap narapidana pidana mati di
Lembaga Permasyarakatan Kelas 1A Raja Basa Bandar Lampung. Pembinaan
bagi terpidana mati dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan karena terpidana mati
memerlukan pendampingan. Pendampingan baik secara rohani maupun jasmani
bermanfaat untuk memberikan kegiatan bagi terpidana mati bagi terpidana mati
agar tidak merasa semakin tertekan , stres dan dapat memanfaatkan sisa hidupnya
secara positif dalam proses masa tunggu ekseskusi. Pendampingan rohani untuk
menyiapkan mental dari para terpidana mati sebelum dilakukannya eksekusi bagi
terpidana mati. Tidak adanya peraturan perundang-undangan yang secara jelas
mengatur proses masa tunggu eksekusi terpidana mati mengakibatkan pembinaan
yang dilaksanakan terhadap terpidana mati. Pembinaan terhadap terpidana mati di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IA Raja Basa Bandar Lampung dilaksanakan
sesuai dengan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun
1995 tentang Pemasyarakatan dan Keputusan Menteri Kehakiman Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan. Terpidana mati mengikuti
pembinaan selayaknya narapidana lainnya agar tidak merasa tertekan dan stres,
berupa pembinaan kepribadian yang meliputi pembinaan kesadaran beragama,
pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara, pembinaan kemampuan
intelektual , pembinaan kesadaran hukum. Pembinaan yang dilakukan bukan
pembinaan untuk mengingatkan diri kembali bersosialisasi di masyarakat
melaikan pembinaan untuk mengingatkan diri dalam menghadapi eksekusi. Pada
terpidana mati ditempatkan terpisah dengan terpidana yang lain dengan jangka
waktu tertentu.
Saran yang disampaikan dalam penelitian ini adalah perlunya dibuatkan peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai pembinaan bagi terpidana mati.
Selain itu perlu adanya penegasan dan peraturan yang mengatur batasan masa
tunggu eksekusi agar terpidana mati tidak menjalani dua pidana yaitu pidana
penjara dan pidana mati. Penegasan masa tunggu eksekusi juga memberikan
arahan bagi petugas Lembaga Pemasyarakatan agar memahami dalam
memberikan kegiatan pembinaan bagi terpidana mati.
Kata Kunci: Pembinaan, Pidana mati, Lembaga Pemasyarakatan
1412011206 Leny Oktavia-2022-03-24T15:26:10Z2022-03-24T15:26:11Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56027This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/560272022-03-24T15:26:10ZSTUDI KOMPARATIF ANTARA JUSTICE COLLABORATOR DENGAN
WHISTLEBLOWER DALAM TINDAK PIDANA KORUPSIKeberhasilan suatu proses peradilan pidana sangat tergantung pada alat bukti yang
berhasil diungkap atau dibuktikan dalam proses peradilan terutama yang
berkenaan dengan saksi. Salah satu hal yang menarik perhatian adalah munculnya
istilah whistleblower dan justice collaborator. Istilah ini meskipun telah dikenal
lama dan digunakan di beberapa negara, namun Indonesia masih relative baru
dalam referensi hukum pidana. Peran keduanya sangat penting dan diperlukan
dalam proses pemberantasan tindak pidana korupsi. Whistleblower dan Justice
Collaborator berperan untuk memudahkan pengungkapan tindak pidana korupsi,
karena tidak lain adalah orang yang berkecimpung dalam institusi atau organisasi
yang ditengarai adanya praktik korupsi dan juga memiliki akses informasi yang
memadai atas terjadinya indikasi tindak pidana korupsi tersebut dengan kata lain
keterangan saksi tersebut menjadi kunci bagi pengungkapan suatu kasus tindak
pidana korupsi. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah persamaan dan
perbedaan antara justice collaborator dan whistleblower dalam tindak pidana
korupsi, dan bagaimanakah perlindungan hukum antara justice collaborator dan
whistleblower dalam tindak pidana korupsi.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan yuridis
empiris dengan analisis data kualtitatif. Sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.
Hasil penelitian menunjukan bahwa persamaan whistleblower dan justice
collaborator terdapat pada 3 (tiga) kategori yaitu (i) visi dan misi dalam
mengungkap tindak pidana korupsi, (ii) jaminan perlindungan baik berupa
perlindungan fisik, psikis, dan hukum, dan (iii) penghargaan dimana
whistleblower dan justice collaborator tidak dapat dituntut pidana dan perdata
serta diberikan keringanan hukuman. Selain persamaan tersebut, terdapat juga
perbedaan antara whistleblower dan justice collaborator terbagi dalam 4 (empat)
kategori, yaitu subjek, motivasi, jaminan perlindungan, dan hukum acara. Adapun
perlindungan antara justice collaborator dan whistleblower dalam tindak pidana
korupsi yaitu perlindungan hukum berupa merahasiakan identitas dari saksi
dengan cara tidak menyebutkan dari mana sumber-sumber data yang didapat
apabila data tersebut didapat dari saksi yang melapor kemudian memberikan
pengamanan terhadap saksi dalam proses persidangan dengan memberikan
perlindungan fisik, psikis, dan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.
Kata Kunci: Whistleblower, Justice Collaborator, Tindak Pidana Korupsi
The success of a criminal justice process is very dependent on the evidence that
was successfully revealed or proven in the judicial process, especially with regard
to witnesses. One of the things that attracts attention is the emergence of the term
whistleblower and justice collaborator. This term even though it has been known
for a long time and used in several countries, but Indonesia is still relatively new
in reference to criminal law. The role of both is very important and needed in the
process of eradicating criminal acts of corruption. The Whistleblower and Justice
Collaborator play a role in facilitating the disclosure of criminal acts of
corruption, because none other than people involved in institutions or
organizations suspected of corrupt practices and also having adequate access to
information on indications of corruption in other words the witness's information
is key for disclosure of a case of corruption. The problem in this study is whether
the similarities and differences between justice collaborator and whistleblowers in
corruption, and how is the legal protection between justice collaborator and
whistleblower in criminal acts of corruption.
This research uses normative juridical and juridical empirical research methods
with qualitative data analysis. The data sources used in this study are primary,
secondary, and tertiary legal materials.
The results showed that whistleblower equations and justice collaborator were in 3
(three) categories, namely (i) vision and mission in uncovering criminal acts of
corruption, (ii) guarantee of protection in the form of physical, psychological and
legal protection, and (iii) awards where whistleblowers and justice collaborators
cannot be prosecuted criminal and civil and given sentence relief. In addition to
these equations, there are also differences between whistleblowers and justice
collaborator divided into 4 (four) categories, namely subject, motivation,
guarantee of protection, and procedural law. The protection between justice
collaborator and whistleblower in corruption namely legal protection in the form
of keeping the identity of the witness confidential by not mentioning where the
data sources are obtained if the data is obtained from the witness who reports then
provides security for witnesses in the trial process by providing physical,
psychological, and legal protection as stipulated in the Law. Invite.
Keywords: Whistleblower, Justice Collaborator, Corruption Crime
1542011101 LAURA NAOMI ROTUA GULTOM-2022-03-24T15:26:08Z2022-03-24T15:26:08Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56023This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/560232022-03-24T15:26:08ZPEMBERIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) DAN
PELAKSANAAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN PADA
PROGRAM KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) PT. BANK
RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK. CABANG
PRINGSEWUPembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunannasional, merupakan
salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraanrakyat yang adil dan makmur.
Dengan meningkatnya kegiatanpembangunan, meningkat juga keperluan akan
tersedianya dana yangtidak sedikit. Untuk memperoleh dana tersebut, salah satu
cara yaitudengan kegiatan perkreditan perbankan. Dalam praktek perjanjian
kredit,bank mensyaratkan adanya jaminan yang berfungsi untuk menjaminhutang
jika debitor wanprestasi.
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanapemberian Kredit
Pemilikan Rumah (KPR) pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero)Tbk. Cabang
Pringsewu dan bagaimana pelaksanaan eksekusihak tanggungan pada PT Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Pringsewu.
Jenis penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridisempiris yaitu
memadukan bahan-bahan hukum (yang merupakan data sekunder) dengan data
primer yang diperoleh di lapangan dengan tipe penelitian deskriptif.
Metodepengumpulan data yang dipakai adalah studi kepustakaan yang
ditunjangdengan studi lapangan berupa wawancara dengan pihak terkait dan
kemudiandianalisis secara deskriptif kualitatif.
Dalam penelitian di lapangan diperoleh hasil bahwa mekanisme pemberian kredit
pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk nasabah harus memenuhi semua
syarat yang telah disediakan oleh bank, karena pihak bank harus mengetahui latar
belakang kreditur agar tidak terjadi wanprestasi dikemudian hari. Jika nasabah
tidak dapat memenuhi syarat, maka pihak bank akan meminta kembali atau bisa
langsung ditolak.
Pelaksanaaneksekusi hak tanggungan pada PT. Bank Rakyat Indonesia dilakukan
dengan parateeksekusi, dengan alasan debitor wanprestasidapat dilaksanakan
melalui Lembaga Lelang Negara ( KPKNL )berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 33 Tahun 2006 tentang TataCara Penghapusan Piutang Negara atau
Daerah. Pelaksanaan eksekusihak tanggungan dengan parate eksekusi
dimaksudkan untuk memperolehpelunasan piutangnya secara cepat dan efisien.
Kata Kunci: Eksekusi, Hak Tanggungan
Economic development, as part of national development, is one of the efforts to
realize a just and prosperous people's welfare. With the increase in development
activities, the need for less funds is also increasing. To obtain these funds, one
way is by banking credit activities. In the practice of credit agreements, banks
require guarantees that function to guarantee debt if debtor dilatory to pay back.
The formulation of the problem in this study is what is the mechanism of giving
home loan on PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Branch Pringsewu and
how to execute mortgage on PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Branch
Pringsewu
The type of research used is an empirical juridical approach that combines legal
materials (which are secondary data) with primary data obtained in the field with
descriptive research types. The data collection method used is library research
supported by field studies in the form of interviews with related parties and then
analyzed qualitatively.
In the field research, the results of the crediting mechanism were obtained on PT.
Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk is the creditor’s must fulfill all the
conditions provided by the bank, because the bank must know the creditor's
background so that there is no default in the future. If the customer cannot fulfill
the requirements, the bank will ask for it again or it can be immediately rejected.
Execution mortgage on home loan program PT. Bank Rakyat Indonesia
performed with parate execution, for reason the default debtor can be carried out
through KPKNL. Based on Government Regulation Number 33 of 2006
concerning Procedures for the Elimination of State or Regional Receivables. The
execution of mortgages with parate execution to obtain repayment of receivables
quickly and efficiently.
Keywords: Execution, Mortgage
1412011204 Ksatria Dirgantara-2022-03-24T15:26:05Z2022-03-24T15:26:05Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56020This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/560202022-03-24T15:26:05ZANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1876/K/PDT/2018
TENTANG PENCEMARAN NAMA BAIK SEBAGAI PERBUATAN
MELAWAN HUKUMPerbuatan melawan hukum mengenal dua konsep ganti rugi, yaitu ganti rugi
materiil dan ganti rugi immateriil. Ganti rugi immateriil dapat dikenakan pada
perkara yang berhubungan dengan tekanan mental, sehingga tidak dapat dihitung
secara matematis tetapi dapat dinilai dengan sejumlah uang. Pada Putusan
Mahkamah Agung Nomor 1876/K/Pdt/2018, Majelis Hakim mengabulkan tuntutan
ganti rugi immateriil sejumlah Rp. 30.000.000.000 (tiga puluh milyar rupiah) yang
didasarkan tercemarnya nama baik Penggugat sebagai akibat dari PMH yang
dilakukan oleh para Tergugat. Penelitian ini akan mengkaji alasan Penggugat
mengajukan gugatan PMH dan menuntut ganti rugi immateriil, dasar pertimbangan
Majelis Hakim dalam mengabulkan tuntutan ganti rugi immateriil pada Putusan
Mahkamah Agung Nomor 1876/K/Pdt/2018, dan akibat hukum yang timbul dari
putusan tersebut.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif dengan tipe penelitan
deskriptif. Pendekatan masalah menggunakan pendekatan normatif analitis
substansi hukum. Data dan sumber data diperoleh dari data sekunder. Metode
pengumpulan data melalui studi pustaka dan studi dokumen. Metode pengolahan
data melalui beberapa tahapan, yaitu pemeriksaan data, rekonstruksi data, dan
sistematisasi data, yang selanjutnya di analisis secara kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa alasan Penggugat mengajukan gugatan
PMH dikarenakan Penggugat diberhentikan keanggotaannya dari PKS secara
melawan hukum, serta dituduh dengan tuduhan yang buruk dan tidak berdasar oleh
para Tergugat. Alasan Penggugat mengajukan tuntutan ganti rugi immateriil
dikarenakan telah tercemarnya nama baik Penggugat dengan tersebarnya
permasalahan tersebut di media-media nasional. Pertimbangan Majelis Hakim
dalam mengabulkan tuntutan ganti rugi immateriil berdasarkan berat ringannya
pencemaran nama baik, serta pangkat, kedudukan dan kemampuan kedua belah
pihak, selebihnya ditentukan oleh hak subyektif seorang Hakim. Akibat hukumnya
Penggugat mendapatkan ganti rugi immateriil sejumlah Rp. 30.000.000.000,- (tiga
puluh milyar rupiah) dari para Tergugat, sedangkan para Tergugat dihukum secara
bersama-sama untuk membayar kerugian immateriil tersebut kepada Penggugat.
Kata Kunci: Perbuatan Melawan Hukum, Pencemaran Nama Baik, Ganti
Rugi Immateriil
Onrechtmatigedaad recognize two concept of damages, that are material damages
and immaterial damages. Immaterial damages can be used in cases that related to
mental stress, so it cannot be calculated mathematically but can be valued with a
certain amount of money. In The Supreme Court’s Decision Number
1876/K/Pdt/2018, The Panel of Judges granted the claim for immaterial damages
of Rp. 30.000.000.000 (thirty billion rupiah) based on the reputation of the Plaintiff
as a result of the Onrechtmatigedaad by the Defendants. This study will examine
the reasons for the Plaintiff to file a Onrechtmatigedaad’s lawsuit and claim
immaterial damages, the basis for consideration of the judge’s decicion in granting
immaterial damages claims to the Supreme Court Decision Number 1876 / K / Pdt
/ 2018, and legal consequences arising from the decision.
This research uses normative legal research with descriptive research type. The
problem approach uses the normative analytical approach of legal substance. The
data sources were obtained from secondary data. Methods of data collection
through literature study and document study. Data processing methods go through
several stages, that are data checking, data reconstruction, and systematization of
data, followed by a qualitative analysis.
The results of this study indicate that the Plaintiff's reason for filing a
Onrechtmatigedaad’s lawsuit is because the Plaintiff dismissed his membership of
the PKS in an unlawfully, and was defamed of being a bad and baseless accusation
by the Defendants. The Plaintiff's reason for filing a immaterial damages claims is
because the Plaintiff's reputation has been damaged by the spread of this problem
in national media. The consideration of the Panel of Judges in granting immaterial
damages claims based on the severity of defamation, as well as the rank, position
and ability of both parties, the rest is determined by the subjective rights of a Judge.
Due to the law, the Plaintiff received immaterial compensation of Rp.
30.000.000.000 (thirty billion rupiah) from the Defendants, while the Defendants
were jointly sentenced to pay the immaterial losses to the Plaintiff.
Keywords: Onrechtmatigedaad, Defamation, Immaterial Damages
1512011254 KIAN TEGUH-2022-03-24T15:26:03Z2022-03-24T15:26:03Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56015This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/560152022-03-24T15:26:03ZPENGAWASAN TERHADAP PENERBITAN EFEK SYARIAH BERUPA
SAHAM DI PASAR MODAL SYARIAH INDONESIAPasar modal syariah merupakan media investasi yang sejalan dengan konsep
ajaran agama Islam. Hal itu dikarenakan prinsip-prinsip syariah yang diterapkan
di pasar modal oleh DSN-MUI dan OJK. Produk pasar modal syariah dimulai
dengan diterbitkannya reksadana syariah pada 25 Juni 1997, setelah itu diikuti
dengan diluncurkannya indeks saham berdasarkan prinsip syariah pada akhir
2002. Dengan hadirnya indeks tersebut, para investor telah disediakan saham- saham yang sesuai dengan penerapan prinsip syariah di pasar modal.
Permasalahan dalam skripsi ini yaitu bagaimana penerbitan efek syariah berupa
saham dalam rangka penawaran umum di pasar modal syariah Indonesia, dan
pengawasan dalam hal penerbitan efek syariah berupa saham, serta bagaimana
mekanisme pemeriksaan dan sanksi terhadap penerbitan efek syariah berupa
saham tersebut. Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian hukum normatif dengan tipe
penelitian deskriptif. Tipe pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah yuridis
normatif. Data yang digunakan berupa data sekunder yang terdiri dari bahan
hukum primer, sekunder, dan tersier yang kemudian dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa mekanisme penerbitan efek syariah
berupa saham dalam rangka penawaran umum dilaksanakan oleh emiten atau
perusahaan publik yang jenis usaha dan kegiatan usaha serta cara pengelolaan
perusahaan tidak bertentangan dengan prinsip syariah di pasar modal. Pengawasan
terhadap penerbitan efek syariah tersebut dilakukan oleh DPS dan OJK dengan
menentukan kriteria-kriteria yang harus dipenuhi oleh emiten atau perusahaan
publik yang akan menerbitkan efek syariah berupa saham. DPS memiliki
kewajiban untuk menyampaikan opini dari hasil pemeriksaannya dalam bentuk
laporan. Apabila dikemudian hari terdapat efek syariah berupa saham yang sudah
tidak memenuhi prinsip syariah di pasar modal, OJK berhak melakukan tindakan
penghapusan (delisting) efek syariah berupa saham tersebut dari pasar modal
syariah Indonesia
Kata Kunci : Pengawasan, Penerbitan, Efek Syariah
The Islamic capital market is a medium of investment that is in line with Islamic
religious concepts. The Islamic capital market in Indonesia refers to the Islamic
principles as implemented by DSN-MUI and OJK. Capital market products began
with the publication of Islamic mutual funds on June 25, 1997, and then the stock
index was launched based on Islamic sharia principles at the end of 2002. With
the presence of the index, investors have been provided with stocks that can be
invested with the application of sharia principles. The problem with this research
is that how to publish the sharia product of stock in order public offering in the
Islamic capital market, and control in the issue of sharia product of stock
publishing, and how to identify and sanctions mechanism for publishing the
sharia product of stock.
The type of research used is normative law method with a type of descriptive. The
type of approach problems is uses a normative judicial. The data used in a
secondary data consisting of primary, secondary, and tertiary legal material that
was later qualitatively analyzed.
The results of this research can be explained that the mechanism of publishing
sharia product of stock in order public offering is done by emiten or public
companies that are the type of business, activites, and how business management
are not at issue with sharia principles in the capital market. Controlling in the
issue of sharia product of stock publishing is carried out by DPS and OJK by
determining criteria that be fulfilled by emiten or public companies that will
produce sharia product of stock. DPS has an obligation to present the opinion of
the examination results in the form of a report. If later Islamic products hade
failed to meet the sharia’s principles in the capital market, OJK would have the
right to delisting the sharia product of stock on the Islamic capital market in
Indonesia. Key Words : Surveillance, Publication, Sharia Products1412011195 JOKO SANTOSO-2022-03-24T15:26:00Z2022-03-24T15:26:00Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56013This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/560132022-03-24T15:26:00ZPENGAWASAN IZIN LINGKUNGAN PADA KAWASAN INDUSTRI
OLEH DINAS LINGKUNGAN HIDUP
KOTA BANDAR LAMPUNGDalam rangka efektifitas penegakan perizinan lingkungan, maka diperlukan
instrument penegakan hukum lingkungan yaitu berupa pengawasan dan sanksi
administrasi. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) pengawasan izin
lingkungan yang diberikan Pemerintah Daerah Kota Bandar Lampung menjadi
kewenangan Walikota Bandar Lampung yang dalam pelaksanaannya
didelegasikan kepada Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandar Lampung.
Pengawasan izin lingkungan bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah
pengawasan izin lingkungan pada PT. Solid Mix serta bagaimanakah tindak lanjut
dari pengawasan izin lingkungan yang dilakukan oleh DLH pada PT. Solid mix?
Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridis empiris.
Sumber data adalah data primer dan data sekunder. Data primer diambil
berdasarkan studi lapangan, sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi
pustaka dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku,naskah
akademik serta jurnal-jurnal yang berhubungan dengan permasalahan yang
dibahas. Hasil Penelitian: (1) Pengawasan dilakukan secara langsung minimal 6
bulan sekali pertahun, yang dilaksanakan oleh Pejabat Pengawas Lingkungan
Hidup (PPLH) dan juga melalui pelaporan data-data yang diberikan pihak
perusahaan kepada DLH, (2) Tindak lanjut setelah proses pengawasan bahwa
perusahaan agar dapat melengkapi dan memperbaiki dokumen dan perizinan yang
terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan, DLH Kota Bandar
Lampung berhak menindak lanjut perusahaan dengan melakukan pemberian
sanksi berupa teguran, ataupun sanksi administratif.
Kata Kunci: Pengawasan; Izin Lingkungan; Kawasan Industri
In order to achieve an effective enforcement on environmental permits, it is
important to have some instruments of environmental law enforcement in form of
supervision and administrative sanctions. In accordance with Law Number 32
Year 2009 Concerning Environmental Protection and Management (UUPPLH),
the supervision of environmental permits granted by the Regional Government of
the City of Bandar Lampung has become the authority of the Mayor of Bandar
Lampung, which in its implementation is delegated to the Environmental
Department of the City of Bandar Lampung. In this study, the supervision of
environmental permits aims to determine the supervision of environmental
permits at PT. Solid Mix and to determine the follow up of the environmental
permit monitoring conducted by Environmental Department at PT. Solid mix.
This study applied normative and empirical approaches. The data sources
consisted of primary and secondary data. The primary data were obtained through
field studies, while the secondary data were obtained through literature study by
studying the laws and regulations, books, academic texts and journals related to
the issues being discussed. The research results: (1) The supervision was carried
out directly at least once every 6 months by the Environmental Supervisory
Officer (PPLH) and also through reporting of data provided by the company to the
Environmental Department (DLH) (2) Regarding the follow-up of the monitoring
process, that the company must be able to complete and revise the documents and
permits related to environmental protection and management, the DLH of Bandar
Lampung also has the right to convict the companies by giving sanctions in form
of reprimands or administrative sanctions.
Keywords: Supervision; Environmental Permit; Industrial Area
1512011233 ISNAINI APRIANI-2022-03-24T15:25:57Z2022-03-24T15:25:57Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56010This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/560102022-03-24T15:25:57ZMULTI LEVEL MARKETING (MLM) DITINJAU DARI PERSPEKTIF
HUKUM EKONOMI ISLAMHukum ekonomi Islam sangat menyadari dan memahami akan karakteristik
muamalah dan berbagai perkembangan sistem serta budaya bisnis yang akan
selalu berubah secara dinamis sesuai dengan perkembangan zaman. Berdasarkan
kaedah fiqh tersebut, maka terlihat bahwa Islam memberikan jalan bagi manusia
untuk melakukan berbagai macam inovasi melalui sistem dan teknik dalam
melakukan perdagangan. Beberapa macam inovasi baru tersebut telah
bermunculan salah satunya Multi Level Marketing (MLM). Penelitian ini akan
menganalisis mengenai pengaturan MLM di Indonesia serta pandangan hukum
ekonomi Islam terhadap MLM.
Penelitian ini adalah penelitian normatif dengan tipe penelitian deskriptif.
Pendekatan masalah yang digunakan adalah normatif yuridis. Pengumpulan data
dilakukan dengan studi pustaka dan studi dokumen. Pengolahan data dilakukan
analisis secara kualitatif. Hasil penelitian dan pembahasan adalah : (1) Pengaturan MLM di Indonesia telah
di atur di dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan serta
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 32/M- DAG/PER/8/2008 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan
dengan Sistem Penjualan Langsung. Dari kedua peraturan perundang-undangan
tersebut terlihat bahwa MLM diperbolehkan dengan catatan harus terhindar dari
skema piramida dan money game akan tetapi pengaturannya belum diatur secara
khusus dalam Undang-undang tersendiri dan pembedaan antara MLM
konvensional dan MLM syariah juga belum diatur secara jelas dalam peraturan
perundang-undangan di Indonesia. (2) Pandangan hukum ekonomi Islam terhadap
bisnis Multi Level Marketing adalah boleh dilakukan karena termasuk dalam kategori muamalah yang hukum asalnya mubah (boleh) sampai ada dalil yang
melarangnya. Sehingga apabila kita ingin mengembangkan bisnis melalui model
MLM, maka tidak boleh mengandung money game dan harus terbebas dari unsur
maysir, gharar dan riba. Kata Kunci: Multi Level Marketing, Hukum Ekonomi Islam
Islamic economic law is very aware of and understands the characteristics of
rulings and various developments of the system and business culture that will
always change dynamically by the development of the era. Based on the Fiqh
method, it is seen that Islam provides a way for people to do various kinds of
innovations through the systems and techniques of trading. Some innovations
have emerged in one of the Multilevel Marketing (MLM). This research will
analyze the MLM arrangement in Indonesia as well as the view of Islamic
economic law on MLM.
This research is normative research with the type of descriptive research. The
approach to the problem used is normative juridical. Data collection is done with
the study of libraries and document studies. Data processing conducted
qualitative analysis.
The results of the research and discussion are: (1) The MLM arrangement in
Indonesia has been set in the law number 7 the year 2014 about the trade and
regulation of the Minister of Trade of the Republic of Indonesia number: 32/M- DAG/PER/8/2008 concerning the implementation of trading business activities
with direct selling system. From this two legislation, it appears that MLM is
allowed with notes should be spared from pyramid schemes and money games but
the arrangement has not been set specifically in the independent law and the
distinction between conventional MLM and MLM Sharia also has not been
regulated clearly in the laws and regulations in Indonesia. (2) The view of Islamic
economic law on the Multilevel Marketing business is can be done because it
belongs to the category that the law originally was permissible (permissible) until
there was a proposition against it. So if we want to develop business through the
MLM model, then it should not contain money games and must be freed from the
element of Maysir, Gharar, and Riba.
Keywords: Multilevel Marketing, Islamic economics law
1512011279 IRFANURIS KURNIAWAN-2022-03-24T15:25:54Z2022-03-24T15:25:54Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56007This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/560072022-03-24T15:25:54ZASPEK HUKUM DAN PENERAPAN ALAT BUKTI SUMPAHDALAM
PERKARA PERDATA
(Studi Pada Pengadilan Negeri Kelas I A Tanjung Karang )
Hukum Acara Perdata mengenal bermacam-macam alat bukti. Sedangkan
menurutHukum Acara Perdata Hakim terikat pada alat-alat bukti yang sah, yang
berarti bahwa Hakim hanya boleh mengambil keputusan berdasarkan alat-alat
bukti yang ditentukan oleh Undang-Undang saja. Alat-alat bukti dalam Hukum
Acara Perdata diatur dalam pasal 164 HIR dan Pasal 1866 KUH Perdata. Yang
menjadi permasalahan yaitu:Bagaimana penerapan alat bukti Sumpah pada
perkara perdata di pengadilan,Bagaimana efektifitas pengnaan alat bukti Sumpah
dalam perkara perdata di pengadilan
Jenis penelitian yang digunakan adalah normatif dengan menggunakan
dataempiris. Narasumber penelitian yaituHakim Pengadilan Negeri Kelas I A
Tanjung karang. Sumber dan Jenis Bahan Hukum adalah bahan hukum primer
berupa peraturan perundang-undangan KUH Perdata HIR dan RBG. Informasi,
peraturan terkait) dan bahan hukum sekunder berupa buku-buku dan jurnal yang
berkaitan dengan Hukum Acara Perdata dan Hukum Pembuktian, selanjutnya data
dianalisis secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan Penerapan alat bukti Sumpah dalam
penyelesaian perkara perdata dipengadilan merupakan hal yang dibenarkan oleh
KUH Perdata terdapat pada Pasal HIR pada Pasal 1929-1945. HIR pada Pasal
155-158 dan Rbg pada Pasal 314. penerapan alat bukti Sumpah bisa dilakukan
dalam pembuktian pada perkara perdata dan bisa menjadi alat bukti tunggal oleh
para pihak dikarenkan tidak ada alat bukti lain untuk membuktikan dalam
penyelesaian perkara perdata.Efektifitas pengunaan alat bukti SumpahDalam
pengunaan alat bukti Sumpahpada perkara perdata bahwa masih efektif
pengunaan alat bukti Sumpah untuk penyelesain perkara perdata karena Sumpah
merupakan alat bukti yang terakhir dan mempunyai nilai efektifitas yang sama
dengan alat bukti yang lain.
Kata Kunci: AspekHukum, Penerapan, Alat Bukti Sumpah, Perkara Perdata
Civil Procedure Law recognizes various kinds of evidence. Whereas according to
the Civil Procedure Code the Judge is bound to the legal evidence, which means
that the Judge may only make decisions based on the evidence determined by the
law alone. Evidence in civil procedural law is regulated in article 164 HIR and
Article 1866 of the Civil Code. The problem is: How is the application of oath
evidence in civil cases in court, How effective is the use of oath evidence in civil
cases in court
This type of research is normative using empirical data. The resource person of
the research is the District Court A Tanjung Karang District Judge. Sources and
Types of Legal Materials are primary legal materials in the form of HIR Civil
Code and RBG laws and regulations. Information, related regulations) and
secondary legal materials in the form of books and journals relating to Civil
Procedure Law and Proof Law, then the data are analyzed qualitatively.
Based on the results of research and discussion The application of oath evidence
in the settlement of civil cases in court is justified by the Civil Code contained in
Article 1929-1945. HIR in Articles 155-158 and Rgg in Article 314. The
application of oath evidence can be carried out in evidence in a civil case and can
be a single evidence by the parties because there is no other evidence to prove the
settlement of a civil case. Effectiveness of the use of oath evidence In the use of
oath evidence in a civil case that is still effective the use of oath evidence for the
settlement of a civil case because oath is the last evidence and has the same
effectiveness value as other evidence.
Keywords: Legal Aspects, Implementation, Proof of Oath, Civil Case
1542011069 IRFAN ADI SAPUTRA-2022-03-24T15:25:51Z2022-03-24T15:25:51Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56003This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/560032022-03-24T15:25:51ZANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN LEASING
DENGAN SISTEM OPERATING LEASE
(Studi kasus pada PT. Tri Citra Perdana)Implementation of leasing agreements at PT. Tri Citra Perdana uses an operating
lease system that has been agreed upon by both parties as stipulated in the Letters
of Lease Agreement for Heavy Equipment and Vehicles, thus creating a legal
relationship between the two parties who made it. This study aims to analyze the
terms and mechanisms of leasing agreements, the rights and obligations of the
parties and efforts when a problem occurs.
The type of research used in this study is normative-empirical legal research with
descriptive research type. The data used in this study are primary data, namely
data obtained directly from the data source through interviews and secondary data
consisting of primary, secondary and tertiary legal materials which are analyzed
qualitatively.
The results of the research and discussion show that the conditions in submitting a
leasing agreement at PT. Tri Citra Perdana is not fulfilled, because the close
relationship between the parties is a weakness in this agreement, so the lessee is
not asked to fulfill the conditions set by the lessor. The rights and obligations of
the parties are not achieved, because the lessor has fulfilled its obligations but
does not accept its rights, namely receiving payments from the lessee for the
capital goods that have been leased. The lessee accepts his rights but does not
carry out his obligations, namely not paying rent for capital goods that have been
used, so that defaults arise due to the lessee. In an effort to resolve disputes
between the parties, the lessor has conducted deliberations to reach consensus,
namely by giving a bill, a letter of mutual agreement and coming directly to the
place of the lessee. If the deliberation cannot resolve the dispute, the parties will
proceed to the court. In this case the parties are still working to resolve disputes
by means of deliberation. Suggestions submitted are for PT. Tri Citra Perdana (lessor) before providing
financing in the form of a lease agreement, the lessor should further tighten the
lease process to the lessee who will get a lease. For the lessee, it is expected that
the lessee must have good financial planning so that it is clearer where the income
and expenditure is going before getting leasing financing.
Keywords: Agreement, Capital goods, Leasing.
Pelaksanaan perjanjian leasing pada PT. Tri Citra Perdana menggunakan sistem
operating lease yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yang diatur dalam
Surat Perjanjian Sewa-menyewa Alat Berat dan Kendaraan, sehingga
menimbulkan hubungan hukum antara kedua belah pihak yang membuatnya.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis syarat dan mekanisme perjanjian
leasing, hak dan kewajiban para pihak serta upaya apabila terjadi suatu
permasalahan.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum
normatif-empiris dengan tipe penelitian deskriptif. Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari
sumber datanya melalui wawancara dan data sekunder yang terdiri dari bahan
hukum primer, sekunder dan tersier yang dianalisis secara deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa syarat dalam mengajukan
perjanjian leasing pada PT. Tri Citra Perdana tidak terpenuhi, karena adanya
hubungan teman dekat antara para pihak merupakan kelemahan dalam perjanjian
ini, sehingga lessee tidak diminta untuk memenuhi syarat yang telah ditentukan
oleh lessor. Hak dan kewajiban para pihak tidak tercapai, karena pihak lessor
telah memenuhi kewajibannya tetapi tidak menerima haknya, yaitu menerima
pembayaran dari lessee atas barang modal yang telah disewa. Pihak lessee
menerima haknya tetapi tidak melaksanakan kewajibannya yaitu tidak
membayarkan biaya sewa atas barang modal yang telah digunakan, sehingga
timbul wanprestasi yang disebabkan oleh pihak lessee. Dalam upaya penyelesaian
perselisihan antara para pihak, pihak lessor telah melakukan musyawarah untuk
mencapai mufakat, yaitu dengan cara memberikan surat tagihan, surat
kesepakatan bersama dan datang langsung ke tempat lessee. Apabila musyawarah
tidak dapat menyelesaikan perselisihan maka para pihak akan melanjutkan ke
pengadilan. Dalam hal ini para pihak masih berupaya untuk menyelesaikan
perselisihan dengan cara musyawarah. Saran yang disampaikan bagi PT. Tri Citra perdana (lessor) sebelum memberikan
pembiayaan dalam bentuk perjanjian sewa guna usaha, hendaknya lessor lebih
memperketat lagi proses pencairan sewa terhadap pihak lessee yang akan
mendapatkan sewa guna usaha. Bagi pihak lessee, diharapkan bagi pihak lessee
harus memiliki perencanaan keuangan yang baik sehingga lebih jelas kemana arah
pemasukan dan pengeluaran sebelum mendapatkan pembiayaan sewa guna usaha.
Kata Kunci: Perjanjian, Barang modal, Sewa guna usaha
1412011188 INGGA PALESA-2022-03-24T15:25:49Z2022-03-24T15:25:49Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/56000This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/560002022-03-24T15:25:49ZPERSPEKTIF KEADILAN ISLAM TERHADAP PEMBAGIAN HARTA
BERSAMA AKIBAT PERCERAIANPasal 97 KHI menentukan bahwa janda atau duda cerai masing-masing berhak
seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian
perkawinan. Fakta membuktikan bahwa terdapat Hakim Agama yang memutus
perkara pembagian harta bersama akibat perceraian dengan mengesampingkan
ketentuan Pasal 97 KHI, sebagaimana Putusan Nomor 546/Pdt.G/2013/PA.Gtlo
dan Putusan Nomor 22/Pdt.G/2012/PTA.Bjm. Permasalahan dalam penelitian ini
adalah perspektif keadilan Islam terhadap pembagian harta bersama akibat
perceraian, pertimbangan Majelis Hakim dalam pembagian harta bersama akibat
perceraian pada Putusan Nomor 546/Pdt.G/2013/PA.Gtlo dan Putusan Nomor
22/Pdt.G/2012/PTA.Bjm, dan alasan Majelis Hakim memutus perkara tersebut
dengan mengesampingkan ketentuan Pasal 97 KHI. Jenis penelitian yang
digunakan adalah penelitian hukum normatif-yuridis dengan tipe penelitian
deskriptif. Pendekatan masalah menggunakan pendekatan yuridis-normatif.
Data dan sumber data diperoleh dari data sekunder. Pengumpulan data
menggunakan studi pustaka dan studi dokumen. Metode pengolahan data
dilakukan dengan pemeriksaan data, rekonstruksi data, dan sistematisasi data,
yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan dapat dinyatakan bahwa perspektif keadilan Islam terhadap
pembagian harta bersama akibat perceraian adalah dengan menerapkan keadilan
Islam yang proporsional, yaitu dengan membagi sesuai kontribusi para pihak
dalam memperoleh harta tersebut. Pertimbangan Majelis Hakim pada Putusan
Nomor 546/Pdt.G/2013/PA.Gtlo dan Putusan Nomor 22/Pdt.G/2012/PTA.Bjm
adalah berdasarkan kontribusi para pihak terhadap keberadaan harta bersama, dan
dari sisi pemenuhan hak dan kewajiban para pihak. Oleh karena itu, Majelis
Hakim berpendapat ketentuan Pasal 97 KHI dapat dikesampingkan, karena selama
perkawinan berlangsung, istri yang memiliki kontribusi terhadap keberadaan harta
tersebut, sedangkan suami melalaikan kewajibannya untuk memberi nafkah dan
tempat tinggal. Hal tersebut menjadi alasan bagi Majelis Hakim untuk
menetapkan porsi yang lebih besar dalam pembagian harta bersama kepada istri.
Hal ini sesuai dengan keadilan Islam yang proporsional.
Kata Kunci: Harta Bersama, Perceraian, Keadilan Islam, Putusan Hakim
Article 97 KHI determines that the widow or widower divorce each has the right
to one-two of the marital property as long as it is not determined otherwise in the
marriage agreement. Facts prove that there is a Religious Judge who decides the
case for the marital property distribution due to divorce by ruling out the
provisions of Article 97 KHI, as Decision Number 546/Pdt.G/2013/PA.Gtlo and
Decision Number 22/Pdt.G/2012/PTA.Bjm. The problems in this study are the
perspective of Islamic justice on marital property distribution due to divorce, the
Judge's consideration on marital property distribution due to divorce in Decision
Number 546/Pdt.G/2013/PA.Gtlo and Decision Number 22/Pdt.G/2012/PTA.Bjm,
and the reason for the Judges to decide the case by ruling out the provisions of
Article 97 KHI. The kind of research used is normative-juridical legal research
with descriptive research type. The problem approach uses a juridical-normative
approach. Data and data sources are obtained from secondary data. Data collection
uses literature studies and document studies. Data processing methods are carried
out by checking data, reconstructing data, and systematizing data, which are then
analyzed qualitatively. Based on the results of the research and discussion it can
be stated that the Islamic justice perspective on marital property distribution due
to divorce is to apply proportional Islamic justice, namely by dividing according
to the contributions of the parties in obtaining the properties. The Judge's
consideration on Decision Number 546/Pdt.G/2013/PA.Gtlo and Decision
Number 22/Pdt.G/2012/PTA.Bjm is based on the contributions of the parties to
the existence of marital property, and in terms of fulfilling the rights and
obligations of the parties. Therefore, the Judges argued that the provisions of
Article 97 KHI could be ruled out, because during the marriage took place, the
wife had a contribution to the existence of the property, while the husband
neglected his obligation to provide living and place. This is the reason for the
Judges to determine a bigger portion in the distribution of marital property to the
wife. It is in accordance with proportional Islamic justice.
Keywords: Marital Property, Divorce, Islamic Justice, Judge Decision
1512011083 Harvinaz-2022-03-24T15:25:46Z2022-03-24T15:25:46Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55997This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/559972022-03-24T15:25:46ZTINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN
PERJANJIAN JUAL BELI KARET
(Studi Pada Petani Karet Desa Waygalih
Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan)Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya
untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang
dijanjikan. Perjanjian jual beli bertujuan untuk melindungi pihak-pihak dari kerugian
dan akibat hukum bagi pihak yang melanggarnya. Perjanjian jual beli karet di Desa
Waygalih merupakan perjanjian yang dilakukan secara tidak tertulis. Perjanjian tidak
tertulis ini apabila terjadi wanprestasi dapat mengakibatkan kesulitan bagi petani dan
agen untuk menyelesaikannya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian yuridis normatif dan
yuridis empiris dengan menggunakan data sekunder dan data primer. Data sekunder
diperoleh melalui studi pustaka, kemudian data primer diperoleh melalui studi
lapangan dengan cara observasi dan wawancara.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa Pelaksanaan perjanjian jual
beli karet di Desa Way Galih Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung
Selatan umumnya dilakukan secara tidak tertulis. Penyelesaian wanprestasi dalam
perjanjian jual beli karet di Desa Way Galih Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten
Lampung Selatan terjadi karena keterlambatan sisa pembayaran uang muka (panjar)
dari pembelian karet dan penyelesaiannya cukup diselesaikan langsung oleh petani
dengan agen yang bersangkutan. Berakhirnya perjanjian jual beli karet antara petani
dengan agen di Desa Way Galih Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung
Selatan terjadi tujuan perjanjian itu telah tercapai, yaitu diserahkannya hasil karet
oleh petani kepada agen dan diterimanya seluruh pembayaran atas sejumlah karet
yang dibeli oleh agen dari petani.
Saran dalam penelitian ini adalah petani dan agen dalam pelaksanaan perjanjian jual
beli karet secara lisan harus tetap saling menjaga kepercayaan sehingga jalinan kerja
sama dan bisnis yang berjalan dapat terus berlangsung. Guna menghindari terjadinya
sengketa dalam pelaksanaan jual beli karet, hendaknya petani dan agen perlu untuk
membuat surat perjanjian jual beli secara tertulis.
Kata Kunci : tinjauan yuridis, perjanjian, jual beli, karet.
1542011074 HAIDAR ALI-2022-03-24T15:25:43Z2022-03-24T15:25:43Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55994This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/559942022-03-24T15:25:43ZPERANAN PENYELIDIK DALAM PELAKSANAAN OBSERVASI DAN
INTERVIEW DALAM MENGUNGKAP TINDAK PIDANA MENJUAL
BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) SECARA ILEGALDewasa ini telah ada aturan mengenai penjualan BBM. Meskipun telah ada
pengaturan mengenai BBM, tetapi pada kenyataannya masih ada pelaku usaha
BBM yang memperniagakan BBM tanpa izin.Salah satu kasus penjualan BBM
ilegal yakni penangkapan dua kapal tanker bermuatan 800 ton BBM ilegal. BBM
jenis solar masing-masing 600 ton dan 200 ton tidak dilengkapi dokumen resmi.
Penangkapan dilakukan oleh Satrol Lantamal III Jakarta Koarmada I pada Kamis
24 April 2018 di Pulau Sebesi Lanal Lampung.Langkah yang ditempuh
penyelidik Kepolisian dalam penyelidikan tindak pidana menjual BBM secara
ilegal diantaranya dengan Observasi dan interview dalam mengungkap pelaku
tindak pidana menjual BBM secara ilegal. Mengingat peranan penyelidik dalam
melakukan observasi dan interview sangat penting dalam mengungkap tindak
pidana menjual BBM ilegal, maka perlu dilakukan penelitian dengan
permasalahan: bagaimanakah peranan penyelidik dalam pelaksanaan observasi
dan interview dalam mengungkap tindak pidana menjual BBM secara ilegal
Apakah efektifitas pelaksanaan observasi dan interview dalam mengungkap
tindak pidana menjual BBM secara ilegal
Pendekatan masalah dalam skripsi ini adalah pendekatan yuridis normatif dan
yuridis empiris. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah data primer dan
data sekunder. Penentuan narasumber dilakukan dengan wawancara dengan
responden. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi
lapangan. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh kesimpulan bahwa,
dalam melakukan observasi, penyelidik berperan dalam pengawasan terhadap
objek, tempat, dan lingkungan tertentu untuk mendapatkan informasi-informasi
yang dibutuhkan serta mendapatkan kejelasan atau melengkapi informasi yang
sudah ada berdasarkan pengetahuan dan gagasan yang diketahui sebelumnya.
Sedangkan dalam melakukan interview, Mendapatkan keterangan dari pihak�pihak tertentu melaui teknik wawancara secara tertutup maupun terbuka serta
mendapatkan kejelasan tindak pidana yang terjadi. Observasi dan interview efektif dalam mengungkap tindak pidana menjual BBM secara ilegal. Hal ini dapat
dilihat dari proses pengungkapan tindak pidana menjual BBM ilegal yang lebih
cepat, tepat, murah dan tuntas.
Saran dalam penelitian ini adalahKepada Kepolisian Republik Indonesia, agar
mengadakan pelatihan-pelatihan untuk membentuk sumber daya manusia
penyelidik agar penyelidik mempunyai keahlian di bidang penyelidikan baik
teknik investigatif, pemahaman hukum nasional, serta memahami dan mengetahui
modus-modus operasi kejahatan termasuk penjualan BBM ilegal.Kepada
pemerintah dalam hal ini Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral dan
instansi terkait lainnya harus melakukan penyuluhan kepada masyarakat terkait
regulasi serta perundang-undangan mengenai penjualan Bahan Bakar Minyak
(BBM) dan gas bumi.
Kata Kunci: Penyelidik, Observasi dan Interview, BBM Ilegal
1442011010 HAFIZH ADJIE PENGESTU-2022-03-24T15:25:41Z2022-03-24T15:25:41Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55989This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/559892022-03-24T15:25:41ZANALISIS YURIDIS SISTEM SYARIAH PADA TRANSAKSI
IMBAL HASIL DI PASAR PERDANA PADA SUKUK RITELSukuk ritel sebagai produk dari obligasi syariah juga menerapkan imbalan bagi
hasil sesuai dengan akad yang digunakan. Hal ini menjadi daya tarik tinggi bagi
masyarakat muslim indonesia karna tidak menggunakan sistem bunga dengan
dalih bahwa sistem bunga merupakan riba yang dilarang dalam ajaran agama
islam. Berdasarkan hal tersebut, pemberian imbal hasil pada sukuk ritel yang
menggunakan sistem syariah dapat dijadikan dasar pertimbangan bagi para
investor untuk berinvestasi pada produk investasi sukuk ritel. Oleh karena itu,
penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mengenai syarat dan prosedur
pembelian sukuk ritel, transaksi imbal hasil pada sukuk ritel, serta akibat hukum
dari transaksi imbal hasil pada sukuk ritel.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, pendekatan
masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, dengan
tipe penelitian deskriptif. Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri
dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.
Pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan dan studi dokumen.
Pengolahan data dilakukan dengan cara identifikasi data, seleksi data, klasifikasi
data, dan sistematika data.
Hasil dari penelitian ini bahwa syarat dan prosedur pembelian sukuk ritel seri SR�10 dapat diketahui oleh calon investor melalui brosur sukuk ritel dan
memorandum informasi sukuk ritel seri SR-10. Pemberian imbalan pada sukuk
ritel seri SR-10 telah sesuai dengan ketentuan syariah dan tidak melanggar
prinsip-prinsip syariah. Hal ini di buktikan dengan dikeluarkannya opini syariah
dan pernyataan kesesuaian syariah oleh DSN-MUI. Selain itu, diperkuat pula
dengan adanya Fatwa Dewan Syariah Nasional-MUI No. 112/DSN-MUI/IX/2017
tentang akad Ijarah. Berdasarkan kegiatan transaksi yang berlangsung pada sukuk
ritel seri SR-10 ini menimbulkan akibat hukum bagi para pihak yaitu pemerintah
dan investor. Akibat hukum ini berupa hak dan kewajiban yang dimiliki kedua
belah pihak.
Kata Kunci : Sukuk Ritel, Imbal Hasil, Investasi, Pasar Modal, Syariah
1512011203 FRISILIA SRIIS DEVITA SARI-2022-03-24T15:25:38Z2022-03-24T15:25:38Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55980This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/559802022-03-24T15:25:38ZSTATUS HUKUM DAN TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT YANG
BUKAN BERBENTUK BADAN HUKUM DALAM PENGANGKUTAN
DARAT DENGAN KENDARAAN UMUM / ANGKOT
(Studi Di Wilayah Bandar Lampung)Pengangkutan di jalan raya diatur oleh Undang-Undang No. 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan. UULLAJ yang mengatur mengenai
penyelenggaraan pengangkutan, aturan lalu lintas, serta syarat-syarat pengadaan
pengangkutan baik kendaraan pribadi maupun angkutan umum. Akan tetapi,
walaupun di dalam undang-undang telah diatur mengenai hal tersebut, masih ada
saja permasalahan yang timbul akibat syarat-syarat yang tidak terpenuhi dalam
pengadaan pengangkutan tersebut. Salah satunya yaitu masalah angkutan umum
penumpang yang bukan berbadan hukum atau dimiliki oleh usaha perseorangan.
Biasanya angkutan umum seperti bus dijalankan oleh sebuah perusahaan yang
berbentuk PT, perum, perseroan maupun perusahaan lain yang berbadan hukum.
Sedangkan angkutan umum yang berbentuk angkutan kota (angkot) itu sendiri
masih banyak yang dimiliki oleh perseorangan yang tidak berbadan hukum.
Penelitian ini mengkaji mengenai status dan tanggung jawab pengangkut yang
bukan berbadan hukum khususnya usaha perseorangan. Adapun yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai status hukum bagi sebuah
angkot/mikrolet yang dimiliki oleh perseorangan, serta tanggung jawabnya
terhadap penumpang.
Penelitian ini adalah penelitian normatif-empiris, dengan tipe penelitian
deskripstif. Data yang digunakan adalah data primer, yaitu data yang diperoleh
dari wawancara kepada Kepala Seksi Angkutan Orang Bidang Lalu Lintas
Angkutan Jalan dan Perhubungan Laut Di Dinas Perhubungan Kota Bandar
Lampung, serta data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder,
dan tersier. Kemudian analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa setelah berlakunya Undang�Undang No. 22 Tahun 2009, pengangkut atau penyedia angkutan harus berbentuk
badan hukum. Hal ini berbeda dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 1992. Dalam ketentuan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung, setiap
pengangkut perseorangan atau badan usaha yang belum berbadan hukum wajib
beralih menjadi perusahaan berbadan hukum. Namun terdapat kebijakan tersendiri
bagi angkutan kota/mikrolet, yakni masih diberikan izin trayek dan izin usaha
angkutan umum oleh Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung. Maka status
hukum dari pengangkut perusahaan perorangan di Kota Bandar Lampung masih
dianggap sebagai pengangkut yang sah dikarenakan telah mempunyai legalitas
operasional sekalipun legalitas institusionalnya belum terpenuhi. Saat terjadi
kecelakaan lalu lintas, pengangkutan umum wajib bertanggung jawab atas
kerugian yang diderita oleh penumpang, pengirim atau pihak ketiga karena
kelalaiannya dalam melaksanakan pelayanan pengangkutan. Selama pelaksanaan
pengangkutan, keselamatan penumpang atau barang yang diangkut pada dasarnya
berada dalam tanggung jawab pengangkut.
Kata Kunci: Status Hukum, Pengangkut, Tanggung Jawab.
1212011123 FIFIN KHOMARUL JANNAH-2022-03-24T15:25:36Z2022-03-24T15:25:36Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55977This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/559772022-03-24T15:25:36ZDESKRIPSI HUKUM FASAKH NIKAH MENURUT HUKUM ISLAMIstilah Fasakh secara bahasa berarti rusak atau putus jadi yang dimaksud dengan
memfasakh nikah adalah memutuskan atau membatalkan ikatan hubungan suami
istri. Fasakh bisa terjadi karena tidak terpenuhinya syarat-syarat ketika akad nikah
maupun karena hal-hal yang membatalkan kelangsungan perkawinan yang
disebabkan oleh hal-hal tertentu. Menurut syara’ pula bahwasannya pisahnya
suami istri akibat fasakh berbeda dengan pisahnya karena talak. Adapun fasakh
mengakhiri ikatan suami istri seketika itu juga. Penelitian ini mengkaji tentang
apa saja yang dapat dijadikan alasan fasakh nikah, bagaimana akibat hukum
setelah terjadinya fasakh terhadap status perkawinan, hadhanah dan pembagian
harta.
Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif. Tipe
penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan
adalah pendekatan masalah normatif. Data yang digunakan adalah data sekunder
yang terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum
tersier yang kemudian dianalisis secara kualitatif. Metode pengumpulan data
menggunakan studi pustaka.
Berdasarkan hasil penelitian dalam pembahasan ini adalah bahwa Kompilasi
Hukum Islam tidak meyebutkan definisi dan pengertian yang jelas dan rinci
mengenai apa yang di maksud pembatakan nikah atau fasakh nikah namun
didalam Al-Quran dan Hadits menjelaskan beberapa alasan-alasan yang berkaitan
dengan fasakh nikah serta dalam kitab fiqh menjelaskan pengertian dan apa saja
alasan yang dapat dijadikan alasan fasakh nikah. Istri yang pisah dengan suaminya
lewat fasakh tidak perlu menjalani masa iddah, sebab masa iddah yang wajib
dijalani itu hanya berlaku bila terjadi talak. Pada dasarnya semua perpisahan lewat
jalan fasakh masih memungkinkan kembali akan tetapi harus melakukan akad
nikah yang baru.
Kata Kunci: Fasakh, Pernikahan, Hukum Islam
The term Fasakh literally means broken or break so what is meant by fasakh a
marriage is to break or cancel the marriage ties of husband and wife. Fasakh can
occur because of the non-fulfillment of conditions of the marriage contract or
because of things that cancel the continuation of the marriage caused by certain
things. According to Syara' Law, that the separation of husband and wife due to
fasakh is different from separation due to divorce. The fasakh ended the bond of
husband and wife immediately. This study examines what reasonable arguments
can be used in a marriage fasakh, how is the legal consequences on marital status
after fasakh, hadhanah and property distribution after the fasakh.
This is a normative research with descriptive type. The approach used is the
normative problem approach. The data sources were taken from the secondary
data consisting of primary legal materials, secondary legal materials and tertiary
legal materials which are then analyzed qualitatively. The data collection method
was done through literature study.
Based on the results of the research in this discussion, that the Compilation of
Islamic Law did not mention the clear definition and detailed information of what
is meant by the marriage cancelation or marriage fasakh but in the Quran and
Hadith there are some explanations on the reasons related to marriage fasakh and
in the book of Fiqh, there are also explanations on the definition and the
arguments that can be used in fasakh a marriage. A wife who is separated from
her husband through the fasakh does not need to go through the iddah period,
because the obligatory iddah period is only valid if divorce occurs. Basically, all
the marriage separation through the way of Fasakh have the possibility to get back
but they will have to make a new marriage contract.
Keywords: Fasakh, Marriage, Islamic Law
1542011001 FARIS RAYAGUNA-2022-03-24T15:24:57Z2022-03-24T15:24:57Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55972This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/559722022-03-24T15:24:57ZPELAKSANAAN PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN
(PKBL) DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN USAHA KECIL
DI LAMPUNG
(Studi pada PT Jasa Raharja (Persero) Cabang Lampung)
Pasal 88 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) menyatakan bahwa BUMN dapat menyisihkan sebagian
laba bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha kecil/koperasi serta pembinaan
masyarakat yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor PER�02/MBU/7/2017 tentang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). PT
Jasa Raharja (Persero) Cabang Lampung sebagai BUMN telah melaksanakan
PKBL dalam upaya pemberdayaan usaha kecil dan kondisi sosial masyarakat di
Lampung. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu tentang pelaksanaan PKBL,
kesesuaian pelaksanaan tersebut dengan Peraturan Menteri BUMN Nomor PER�02/MBU/7/2017, dan hambatan dalam pelaksanaan PKBL.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif empiris
dengan tipe deskriptif. Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah
pendekatan yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer yang
diperoleh dari lokasi penelitian dan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Data tersebut kemudian
dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa pelaksanaan Program
Kemitraan pada PT Jasa Raharja (Persero) Cabang Lampung yaitu dana
disalurkan dalam bentuk pinjaman dan pembinaan kepada 73 mitra binaan yang
prosesnya dilakukan dengan 3 (tiga) tahap antara lain penentuan sasaran,
penyaluran dana, serta pemantauan dan pembinaan. Pelaksanaan Program Bina
Lingkungan disalurkan secara hibah dalam bentuk pendidikan dan pelatihan,
bantuan sosial masyarakat, dan sarana ibadah. Pelaksanaan PKBL tersebut telah
sesuai dengan Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-02/MBU/7/2017. Hambatan
dalam pelaksanaan Program Kemitraan adalah dalam hal pengembalian dana,
kurang patuhnya mitra binaan, dan sumber daya manusia. Sedangkan hambatan
dalam pelaksanaan Program Bina Lingkungan adalah jarak tempat atau lokasi
program yang jauh dari kantor.
Kata Kunci: Program Kemitraan, Bina Lingkungan, PT Jasa Raharja
(Persero) Cabang Lampung
Article 88 Paragraph (1) Law Number 19 of 2003 concerning State-Owned
Enterprises (SOE) states that SOEs can set aside a portion of their net income for
the purposes of fostering small businesses/cooperatives, as well as community
development, which is further in the SOE Minister Regulation Number PER�02/MBU/7/2017 about the Partnership and Community Development Program
(PKBL). PT Jasa Raharja (Persero) Cabang Lampung as a SOE has conducted
PKBL in an effort to empower small businesses and the social conditions in
Lampung. The problem in this research is about the implementation of PKBL, the
suitability of this implementation with the Regulation of the SOE Minister
Regulation Number PER-02/MBU/7/2017, and the obstacles in the
implementation of PKBL.
The type of research used in this study is empirical normative with descriptive
type. The question in this study is empirical juridical. The data used are primary
data obtained from the research location and secondary data consisting of
primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials.
The data is then analyzed qualitatively.
The results of research and discussion show that the implementation of
Partnership Program at PT Jasa Raharja (Persero) Cabang Lampung were funds
channeled in the form of loans and guidance to 73 trained partners whose
processes were carried out in 3 stages including targeting, channeling of funds,
and monitoring and guidance. The Community Development Program
implementation is channeled in grants in the form of education and training,
community social assistance, and worship facilities. The implementation of the
PKBL is in accordance with SOE Minister Regulation Number PER-02/
MBU/7/2017. Obstacles in the implementation of the Partnership Program are in
terms of refunds, lack of compliance with fostered partners, and human resources.
Whereas the obstacle in implementing the Community Development Program is
the distance of the place or location of the program far from the office.
Keywords: Partnership Program, Community Development, PT Jasa Raharja
(Persero) Cabang Lampung.
1512011246 ENDAH DWI LUCIANA-2022-03-24T15:24:55Z2022-03-24T15:24:55Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55969This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/559692022-03-24T15:24:55ZPERAN KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DALAM
MELINDUNGI PEMILIK HAK CIPTA LAGU DI MEDIA INTERNETMaraknya pelanggaran hak ciptadi Indonesia disebabkankarena kurang
memasyarakatnya peraturan hukum terutama mengenai hak cipta lagu di media
internet.Undang-Undang Hak Cipta memberikan kewenangan kepada
Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam melindungi hak cipta salah
satunya lagu yang terdapat di media internet.Permasalahan dalam penelitian ini
adalahperan Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam melindungi pemilik
hak cipta lagu di media internet, apa bentuk perlindungan hukum terhadap pemilik
hak cipta lagu di media internet, serta apa hambatan Kementerian Komunikasi dan
Informatika dalam melindungi pemilik hak cipta lagu di media internet.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum
normatif empiris dengan tipe penelitian deskriptif. Jenis pendekatan masalah
dalam penelitian ini adalah normatif terapan yang bertujuan untuk memperoleh
gambaran atau deskripsi tentang keadaan hukum yang diberikan Kementerian
Komunikasi dan Informatikakepada pemilik hak cipta di media internet dengan
harapan penelitian ini dapat memberikan informasi secara jelas yang memaparkan
mengenai peran, perlindungan hukum dan hambatan dalam penegakkan hukum
hak cipta lagu oleh pihak Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Hasil penelitian dan pembahasan merujuk pada peran Kementerian Komunikasi
dan Informatikadalam melindungi hak-hak pemilik hak cipta lagu di media
internet. Perlindungan hukum bertujuan untuk memberikan pengayomanagar
masyarakat dapat menikmati hak dan melaksanakan kewajiban sesuai dengan
peraturan hukum. Bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh pihak
Kemkominfo berupa pemblokiran. Hambatan yang dihadapi Kemkominfo dalam
melindungi hasil karya cipta di media internet berasal dari masyarakat.
Kata Kunci: Perlindungan, Hak Cipta, Internet
1412011131 ELSADAY ABIGAIL SINAGA-2022-03-24T15:24:51Z2022-03-24T15:24:51Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55965This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/559652022-03-24T15:24:51ZPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA MEDIS
DALAM MENANGANI PASIEN YANG MENGALAMI
DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs)Ketidakpuasan pasien dengan upaya penyembuhan yang dilakukan oleh dokter
dan ketidaktahuan pasien tentang Drug Related Problems (DRPs) membuat
dokter sering sekali merasa tidak nyaman oleh karena pasien selalu menyalahkan
dokter. Dengan demikian, disinilah perlindungan hukum tenaga medis diperlukan.
Penelitian ini membahas tentang perlindungan hukum terhadap tenaga medis di
rumah sakit dalam menangani pasien yang mengalami Drug Related Problems
(DRPs), risiko yang kemungkinan timbul dalam pelayanan kesehatan di rumah
sakit sehingga pasien mengalami DRPs, dan akibat hukum terhadap pelayanan
kedokteran yang tidak sesuai dengan standar profesi sehingga pasien mengalami
DRPs.
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian hukum
deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan hukum yuridis
normatif. Data yang digunakan adalah data sekunder yang meliputi bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Pengumpulan data
melalui studi pustaka, serta didukung dengan hasil wawancara. Pengolahan data
dilakukan dengan cara pemeriksaan data, penandaan data, rekonstruksi data, dan
sistematisasi data. Setelah itu, data dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa dokter sebagai tenaga
medis di rumah sakit dalam menangani pasien yang mengalami DRPs
memerlukan perlindungan hukum. Perlindungan hukum tersebut sama seperti
perlindungan hukum dokter pada umumnya yang sudah diatur dalam UU Praktik
Kedokteran dan Pasal 46 UU Rumah Sakit. Risiko yang kemungkinan timbul
terhadap pasien yang mengalami DRPs adalah risiko medis, karena setiap upaya
penyembuhan memiliki potensi terjadinya risiko medis, Akibat hukum yang
terjadi terhadap dokter yang tidak sesuai dengan standar profesi tidak akan lepas
dari sanksi hukum perdata, hukum pidana, dan hukum administrasi. Apabila saat
diperiksa oleh MKDKI ditemukan pelanggaran etika, maka dokter akan diberikan
sanksi disiplin sesuai dengan Pasal 69 ayat (3) UU Praktik Kedokteran.
Kata kunci: Perlindungan hukum, Drug Related Promblems (DRPs), dokter, dan
pasien
Patients dissatisfaction with the effort of healing by doctor and ignorance patients
about Drug Related Problems (DRPs) make doctors so often feel uncomfortable
because patients always blame.Thus, here the protection of health workers are
required. This research comes to legal protection of medical personnel in the
hospital to those patients that experience in dealing with Drug Related Problems
(DRPs), risks that may arise in health services in hospital so that the patients
experience DRPs, and the law effect the medicine that does not conform to
standards of a profession so that the patients experience DRPs.
This research is normative law research as well as descriptive law type. Yuridical
normative law approach is used. The data were secondary data are covering for
primary law aspect, primary law aspect and tertiary law. Data collection through a
recent study and supported by interviews result. Data processing done by means
of inspection, signification, reconstruction and systematization data. Then, data
are analyzed qualitatively.
The results of research and discussion shows that doctor as a medical personel in
the hospital who deal with DRPs patients need legal protection. Legal protection
doctor protection in dealing with patients who developed DRPs at the hospital as
general doctor which has been regulated in the Doctor Practices Law and Article
46 of the Hospital Law. The risk that may arise for patients who experience DRPs
is medical risk, because every healing effort has the potential for medical risk, the
legal consequences that occur to doctor who didn’t in accordance with
professional standards wouldn’t be separated from the sanctions of civil law,
criminal law, and administrative law. If when examined by MKDKI violations of
ethics are found, the doctor will be given disciplinary sanctions in accordance
with Article 69 paragraph (3) of the Doctor Practices Law.
Keywords: Legal protection, Drug Related Promblems (DRPs), doctor, and
patient
1512011085 ELIZABETH NANE-2022-03-24T15:24:48Z2022-03-24T15:24:48Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55960This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/559602022-03-24T15:24:48ZDASAR PERTIMBANGAN JAKSA PENUNTUT UMUM
DALAM TINDAK PIDANA PENIPUAN KONSUMEN
TANPA MENGGUNAKAN UNDANG-UNDANG KHUSUS
(Studi Putusan Nomor: 44/Pid/2018/PT.TJK.)
Jaksa Penuntut Umum memiliki peran penting dan strategis dalam pemeriksaan
perkara tindak pidana di pengadilan karena berkaitan dengan dakwaan dan tuntutan
terhadap seorang terdakwa. Terkait dengan tindak pidana penipuan terhadap
konsumen terdapat aturan khusus yang mengaturnya yaitu Undang-Undang No 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Berdasarkan ketentuan Pasal 63 Ayat
(2) KUHP apabila ada aturan hukum yang khusus maka aturan hukum yang umum
dikesampingkan, namun dalam perkara tindak pidana penipuan konsumen yaitu
terdakwa Wantoro Ari Prastiawan, Jaksa Penuntut Umum tetap menggunakan Pasal
378 KUHP tentang tindak pidana penipuan sebagai dasar pertimbangan dakwaan
dan tuntutan. Permasalahan penelitian ini adalah: Apakah dasar pertimbangan Jaksa
Penuntut Umum dalam merumuskan dakwaan dan menuntut tindak pidana
penipuan konsumen tanpa menggunakan undang-undang khusus dan Apakah
dakwaan dan tuntutan yang diajukan jaksa terhadap tindak pidana penipuan
konsumen tanpa menggunakan undang-undang khusus dalam Putusan Nomor
44/Pid/2018/PT.TJK telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Metode penelitian dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif dan yuridis
empiris. Jenis data menggunakan data sekunder dan data primer. Narasumber
penelitian terdiri dari Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Bandar
Lampung, Jaksa Penunut Umum pada Kejaksaan Tingggi Lampung dan Dosen
Bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data menggunakan
analisis kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa dasar pertimbangan Jaksa
Penuntut Umum dalam tindak pidana penipuan konsumen tanpa merujuk pada
undang-undang khusus dalam putusan No 44/Pid/2018/PT.TJK. karena: Jaksa
Penuntut Umum yakin bahwa perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur-unsur
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 378 KUHP, dan ancaman pidana sebagaimana
diatur dalam Pasal 378 KUHP yaitu maksimal 4 (empat) tahun penjara dianggap
dapat memberikan efek jera kepada terdakwa jika di bandingkan dengan ancaman
pidana dalam Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
yaitu maksimal 2 (dua) tahun penjara. Surat dakwaan dan tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut
Umum dengan menggunakan Pasal 378 KUHP sebenarnya merupakan hal yang
keliru dan tidak sesuai karena sudah ada peraturan yang khusus mengatur
perlindungan konsumen. Seharusnya Jaksa Penuntut Umum menerapkan Undang�undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang merupakan
undang-undang khusus sebagaimana disebutkan dalam Pasal 63 Ayat (2) KUHP.
Saran dalam penelitian ini ditujukan kepada Jaksa Penuntut Umum hendaknya
dalam merumuskan surat dakwaan tetap mempertahankan sikap profesional karena
surat dakwaan memiliki sifat yang strategis dalam proses persidangan sehingga bisa
dihindari surat dakwaan dapat dibatalkan atau batal demi hukum. Kemudian
menggunakan undang-undang khusus terhadap perkara tindak pidana yang sudah
ada undang-undang khususnya seperti undang-undang tentang perlindungan
konsumen. Yang kedua seharusnya Jaksa Penuntut Umum dalam merumuskan
dakwaannya lebih memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku
agar tercipta keadilan bagi terdakwa dan korban.
Kata Kunci: Dasar pertimbangan Jaksa Penuntut Umum, Penipuan Konsumen,
Pembelian Rumah
1542011050 DZAKY AGUSTHOMI-2022-03-24T15:24:44Z2022-03-24T15:24:44Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55958This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/559582022-03-24T15:24:44ZKAJIAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP PENYADAPAN DALAM
UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISMETerorisme merupakan suatu tindak pidana atau kejahatan luar biasa yang
menjadi perhatian dunia sekarang ini terutama di Indonesia. Terorisme yang
terjadi di Indonesia akhir-akhir ini memiliki keterkaitan ideologis, sejarah
dan politis serta merupakan bagian dari dinamika lingkungan strategis pada
tataran global dan regional. Upaya pemerintah untuk mengatasi aksi teror yang
beredar di Indonesia salah satunya adalah merevisi Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2002 yang pada tanggal
4 April 2003 disahkan sebagai Undang-Undang RI dengan Nomor 15 Tahun
2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Beberapa Pasal mengalami perubahan, termasuk didalamnya penyadapan.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai kajian hak asasi manusia
terhadap penyadapan dalam undang-undang nomor 5 tahun 2018 tentang
pemberantasan tindak pidana terorisme dan batasan-batasan dalam penyadapan
terkait pemberantasan tindak pidana terorisme dalam perspektif Hak Asasi
Manusia. Penelitian ini bertujuan untuk kajian Hak Asasi Manusia terhadap
penyadapan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan nntuk mengetahui sistem
penyadapan yang ideal terkait pemberantasan tindak pidana terorisme dalam
perspektif Hak Asasi Manusia.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui pendekatan
masalah secara yuridis normatif dan yuridis empiris sebagai pendukung. Sumber
dan jenis data didapat dari data primer berupa wawancara dengan narasumber
terkait, dalam hal ini adalah Ketua Pengadilan Negeri Tanjung Karang, pihak
Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan HAM Provinsi Lampung dan Dosen
Bagian Hukum Pidana. Data sekunder berupa peraturan perundang-undangan
terkait, buku-buku hukum, dan dokumen yang berhubungan dengan permasalahan
yang dibahas. Kemudian, data dianalisis kualitatif, yaitu menguraikan data dalam
bentuk kalimat yang disusun secara sistematik.
Kajian Hak Asasi Manusia terhadap Penyadapan dalam Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme adalah bahwa
suatu hak itu harus berasal dari sumber yang jelas. seperti halnya peraturan
perundang-undangan. Hadirnya Undang-Undang tersebut merupakan hal legal
yang memang seharusnya dilakukan dalam upaya melindungi kepentingan orang
banyak. Hak pelaku tindak pidana terorisme dalam Undang-undang Nomor 5
Tahun 2018 tentang Pemberantasasan Tindak Pidana Terorisme adalah hak yang
dapat dikesampingkan (derogable right). Batasan-batasan dalam penyadapan
terkait pemberantasan tindak pidana terorisme dalam perspektif Hak Asasi
Manusia adalah operasi penyadapan yang tidak menyimpang dari peraturan
perundang-undangan terkait dengan penyadapan, yaitu dalam pasal 31 Undang�Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
yang sejalan dengan Peraturan Kapolri Nomor 5 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Penyadapan.
Saran dari penelitian ini terkait waktu tindakan penyadapan yang sebaiknya lebih
diperpanjang lagi, hal ini dikarenakan terorisme merupakan kejahatan
extraordinary dan memiliki jaringan internasional, serta memakan korban.
Selanjutnya, penyadapan dalam keadaan mendesak sekalipun tetap harus memiliki
izin dari Ketua Pengadilan Negeri mengingat hak privasi seseorang yang berada
dalam proses penyadapan tersebut.
Kata kunci: Hak Asasi Manusia, Penyadapan, Terorisme
1512011044 DWI ARASSY APRILLIA. RS-2022-03-24T15:24:40Z2022-03-24T15:24:40Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55952This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/559522022-03-24T15:24:40ZSTUDI KOMPARATIF TERHADAP PENCATATAN PERKAWINAN
MENURUT UNDANG-UNDANG PENCATATAN PERKAWINAN DI
INDONESIA DAN MALAYSIAPencatatan perkawinan merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh negara untuk
mengatur administrasi yang bersangkutan dengan warga negaranya. Administrasi
pencatatan perkawinan berfungsi untuk data kependudukan, seperti perkawinan
itu sendiri, perceraian, serta hubungan dengan status anak atas hak kewarisan.
Pencatatan perkawinan diberlakukannya hampir disetiap negara muslim di dunia,
sama halnya hukum perkawinan di Malaysia juga mengharuskan adanya
pendaftaran atau pencatatan perkawinan, meskipun terdapat perbedaaan dan
persamaan. Berdasarkan uraian fakta diatas permasalahan dalam skripsi ini adalah
tujuan pencatatan perkawinan yang diamanat kan oleh undang-undang Indonesia
dan Malaysia serta perbedaan dan persamaan pencatatan perkawinan dari
ketentuan pencatatan perkawinan negara Indonesia dan Malaysia.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum
normatif dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan
yaitu yuridis normatif. Data dan sumber data diperoleh dari data primer dan data
sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan
tersier. Pengumpulan data menggunakan studi pustaka, studi dokumen. Medote
pengolahan data dilakukan dengan cara identifikasi data, edit data, dan
penyusunan data, yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Pandangan mengenai perbedaan eksistensi pencatatan perkawinan berdasarkan
realita yang ada dalam penelitian ini, bahwa Indonesia dan Malaysia menetapkan
undang-undang khusus mengenai Perkawinan dan perceraian di Indonesia dan
Malaysia serta bersumber dari Al-Qur’an dan Hadist, sedangkan perbedaan yang
ditemukan dalam penelitian ini, bahwa Indonesia dan Malaysia menganut sistem
hukum yang berbeda dimana itu berpengaruh terhadap pemberlakuan peraturan
perundang-undangannya.
Kata Kunci: Perkawinan, Pencatatan Perkawinan, Undang-Undang
Pencatatan Perkawinan
Marriage registration is an attempt made by the state to regulate the
administration concerned with its citizens. Administration of marriage
registration functions for population data, such as marriage itself, divorce, and
relationship with the child's status of inheritance rights. Marriage registration is
practiced in almost every Muslim country in the world, just as marriage law in
Malaysia also requires marriage registration or registration, despite differences
and equality. Based on the description of the facts above, the problem in this
thesis is the purpose of registering marriages mandated by the laws of Indonesia
and Malaysia as well as the differences and similarities in the registration of
marriages from the provisions of marital registration in Indonesia and Malaysia.
This type of research used in this study is normative legal research with
descriptive research type. The problem approach used is normative juridical.
Data and data sources obtained from primary data and secondary data consisting
of primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary. Data
collection uses literature study, document study. Data processing was done by
identifying data, editing data, and compiling data, which were then analyzed
qualitatively.
The view of differences in the existence of marriage registration based on the
reality in this study, that Indonesia and Malaysia stipulated special laws
regarding marriage and divorce in Indonesia and Malaysia and originated from
the Qur'an and Hadith, while the differences found in this study, that Indonesia
and Malaysia adhere to a different legal system which influences the enforcement
of the laws and regulations.
Keywords: Marriage, Marriage Registration, Marriage Registration Law
1412011120 Dwi Anisah Pratiwi-2022-03-24T15:24:37Z2022-03-24T15:24:37Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55950This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/559502022-03-24T15:24:37ZPERTANGGUNGJAWABAN PENJAMIN PIHAK KETIGA TERHADAP
PELUNASAN UTANG DEBITUR
(Studi Kasus Putusan Nomor 482/Pdt.G/2016/PN.Bdg jo Putusan Nomor
582/Pdt/2017/PT.Bdg)Perjanjian kredit merupakan perjanjian yang melibatkan debitur dan kreditur, dan
terkadang melibatkan pihak ketiga sebagai penjamin kredit. Selain sebagai pihak
ketiga penjamin kredit, pihak ketiga dapat memberikan jaminan untuk pelunasan
utang debitur. Apabila debitur wanprestasi, pihak ketiga bertanggungjawab atas
utang debitur baik sebagai pihak ketiga pemberi jaminan maupun penjamin
perorangan, seperti pada kasus Putusan Nomor 482/Pdt.G/2016/PN.Bdg jo
Putusan Nomor 582/Pdt/2017/PT.Bdg. Penelitian ini membahas tentang apakah
kasus posisi dari Putusan Nomor 482/Pdt.G/2016/PN.Bdg jo Putusan Nomor
582/Pdt/2017/PT.Bdg dan bagaimanakah pertimbangan Hakim dalam
menjatuhkan Putusan tersebut serta bagaimanakah pertanggungjawaban penjamin
pihak ketiga terhadap pelunasan utang debitur.
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian deskriptif.
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan normatif dengan tipe
pendekatan studi kasus. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan
studi dokumen. Pengolahan data dilakukan secara analisis kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan adalah kasus posisi berawal ketika Wiharja
Setiawan sebagai penjamin dari PT. Mimi Kids Garmindo meminta kepada PT.
Bank Nusantara Parahyangan, Tbk untuk mengangkat Hak Tanggungan (Roya)
dan mengembalikan Sertipikat Hak Milik (SHM) milik Wiharja Setiawan dengan
alasan telah melunasi seluruh utang PT. Mimi Kids Garmindo. Dasar
pertimbangan Hakim dalam putusan Nomor 582/PDT/2017/PT.BDG adalah
menolak gugatan Wiharja Setiawan seluruhnya karena belum adanya pelunasan
utang PT. Mimi Kids Garmindo kepada PT. Bank Nusantara Parahyangan, Tbk.
Pertanggungjawaban penjamin pihak ketiga terhadap pelunasan utang debitur
dalam perkara ini menjadikan penjamin memiliki 2 (dua) tanggung jawab yaitu:
1) tanggung jawab sebagai pihak ketiga pemberi jaminan yang berkewajiban untuk melunasi hak atas jaminan kebendaan yang telah diserahkan kepada
kreditur untuk pelunasan utang debitur; dan 2) tanggung jawab sebagai pihak
penjamin perorangan yang berkewajiban untuk melunasi seluruh utang debitur
baik utang pokok, bunga, dan biaya-biaya lainnya.
Kata Kunci: Pertanggungjawaban, Penjamin, Pihak Ketiga, Debitur
Credit agreements are agreements involving debtors and creditors, and
sometimes involve third parties as credit guarantors. Aside from being a third
party credit guarantor, third parties can provide collateral for repayment of
debtor debts. If the debtor defaults, the third party is responsible for debtor debts
either as the third party providing guarantees or individual guarantor, as in the
case of Decision Number 482 / Pdt.G / 2016 / PN.Bdg jo Decision Number 582 /
Pdt / 2017 / PT.Bdg. This study discusses whether the case position of Decision
Number 482 / Pdt.G / 2016 / PN.Bdg jo Decision Number 582 / Pdt / 2017 /
PT.Bdg and how is the Judge's consideration in dropping the Decision and how is
the accountability of the third party guarantor for debt repayment debtor.
This research is normative legal research with descriptive research type. The
problem approach used is a normative approach with the type of case study
approach. Data collection is done by literature study and document study. Data
processing is done in qualitative analysis.
The results of the research and discussion were cases of positions starting when
Wiharja Setiawan as guarantor of PT. Mimi Kids Garmindo asks PT. Bank
Nusantara Parahyangan, Tbk to uphold Mortgage Rights (Roya) and return the
Wiharja Setiawan Property Rights Certificate (SHM) on the grounds that it has
paid off all debts of PT. Mimi Kids Garmindo. The consideration of the Judge in
the decision Number 582 / PDT / 2017 / PT.BDG is to reject the lawsuit of
Wiharja Setiawan entirely because there is no debt repayment of PT. Mimi Kids
Garmindo to PT. Bank Nusantara Parahyangan, Tbk. The responsibility of the
third party guarantor for the repayment of debtor debt in this case makes the
guarantor have 2 (two) responsibilities, namely: 1) responsibility as a third party
providing guarantees that are obliged to pay the rights to the material guarantee
that has been given to the creditor for repayment of debtor debt; and 2)
responsibility as an individual guarantor who is obliged to repay all debtor debts,
both principal, interest and other costs.
Keywords: Responsibilities, Guarantor, Third Party, Debtor
1512011057 DINA DANATA-2022-03-24T15:24:34Z2022-03-24T15:24:34Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55947This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/559472022-03-24T15:24:34ZPELANGGARAN KARYA CIPTA ANIMASI PADA PERMAINAN
DALAM JARINGAN (ONLINE GAMES) MENURUT UNDANG-UNDANG
NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTAPada era moderen ini tekhnologi informasi telah berkembang dengan pesat.
Perkembangan tekhnologi ini mempengaruhi perkembangan animasi pada
permainan secara daring. Dengan banyaknya pencipta dan penerbit permainan
secara daring semakin luas, sehingga muncul pelanggaran hak cipta pada
permainan secara daring. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana
hubungan hukum pengembang dan penerbit permainan secara daring, bentuk�bentuk pelanggaran dan upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap pelanggaran
karya cipta pada permainan secara daring di Indonesia berdasarkan Undang�Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan tipe
penelitian bersifat deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah
pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Data yang digunakan
adalah bahan-bahan hukum yang diperoleh dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2014 tentang Hak Cipta, studi kepustakaan. Analisis data yang digunakan dengan
cara analisis kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan hubungan hukum pengembang
sebagai pemegang hak cipta dan hak ekonomi, penerbit sebagai pemegang hak
ekonomi yang diatur dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta. Bentuk-bentuk pelanggaran karya cipta pada permainan secara
daring yaitu melakukan penggandaan hak cipta dan/atau hak terkait. Penyelesaian
sengketa permainan secara daring dapat dilakukan melalui alternatif penyelesaian
sengketa, arbitrase, atau pengadilan niaga.
Kata Kunci: Hak Cipta, Permainan Secara Daring, Pengembang dan
Penerbit.
1512011212 DIKKI VALDA PRATAMA-2022-03-24T15:24:30Z2022-03-24T15:24:30Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55945This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/559452022-03-24T15:24:30ZANALISIS KRIMINOLOGIS KEJAHATAN PEMBEGALAN YANG
DILAKUKAN OLEH ANAKSetiap anak seharusnya tumbuh dan berkembang secara wajar sesuai dengan
usianya pada kenyataannya anak menjadi pelaku kejahatan, salah satunya menjadi
pelaku kejahatan pembegalan. Anak yang melakukan kejahatan pembegalan
disebabkan oleh berbagai faktor balk yang berasal dari dalam diri maupun dari
luar diri anak. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: apakah faktor penyebab
anak melakukan kejahatan pembegalan dan bagaimanakah upaya penanggulangan
kejahatan pembegalan yang dilakukan oleh anak?
Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif dan pendekatan
yuridis empiris. Narasumber penelitian terdiri dari Penyidik Unit PPA Polresta
Bandar Lampung, anak pelaku kejahatan pembegalan dan Dosen Bagian Hukum
Pidana Fakultas Hukum Unila. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka
dan studi lapangan, selanjutnya data dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa faktor penyebab anak
melakukan kejahatan pembegalan terdiri atas faktor ekonomi, yaitu kondisi
perekonomian yang sulit menjadi alasan bagi seseorang untuk melakukan
kejahatan pembegalan. Faktor Pendidikan, yaitu anak yang menjadi pelaku
pembegalan pada nmumnya berlatar belakang pendidikan yang rendah atau putus
sekolah. Faktor Keluarga, yaitu keluarga yang tidak utuh dan tidak harmonis
menyebabkan anak terbiasa dengan kekerasan dan mencari suasana di luar rumah.
Faktor Lingkungan, yaitu lingkungan yang pergaulan dengan teman sebaya,
kontrol dari lingkungan yang kurang dan pergaulan dengan seseorang yang
terbiasa melakukan kejahetan pembegalan. Upaya penanggulangan kejahatan
pembegalan yang dilakukan oleh anak di Kota Bandar Lampung dilakukan oleh
Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung melalui sarana non penal dan penal.
Upaya non penal dilaksanakan dengan sosialisasi dan pengamanan pada titik-titik
rawan pembegalan. Upaya penal dikakukan dengan melaksanakan penyidikan
kejahatan pembegalan yang dilakukan oleh anak dengan mengacu kepada
Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, sebagai upaya Penyidik Unit
PPA Polresta Bandar Lampung dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu
membuat terang tentang kejahatan pembegalan yang dilakukan oleh anak yang
terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Saran dalam penelitian ini adalah hendaknya upaya penyidik dalam penyidikan
tindak pidana yang dilakukan oleh anak dioptimalkan dengan meningkatkan
profesionalisme dan kapasitas penyidik anak dalam sistem peradilan pidana Selain
itu sosialisasi mengenai mengenai pencegahan atas kejahatan pembegalan agar
semakin ditingkatkan, selain itu patroli dan pengamanan pada titik-titik rawan
pembegalan hendaknya semakin diperketat oleh Kepolisian.
Kata Kunci: Analisis Kriminologis, Kejahatan Pembegalan, Anak1412011108 DIKHA PRATAMA-2022-03-24T15:24:27Z2022-03-24T15:24:27Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55942This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/559422022-03-24T15:24:27ZREVITALISASI PERAN DAN FUNGSI IKATAN NOTARIS INDONESIA
DALAM MENEGAKAN KODE ETIK NOTARIS DI
PROVINSI LAMPUNGRevitalisasi merupakan suatu cara untuk mengefektifkan kembali suatu hal yang
sebelumnya kurang efektif. Ikatan Notaris Indonesia selama ini dinilai belum
efektif, oleh sebab itu perlu adanya revitalisasi. Permasalahan dalam penelitian ini
yaitu mengenai penyebab perlu diadakannya revitalisasi peran dan fungsi Ikatan
Notaris Indonesia, serta untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tidak
maksimalnya Ikatan Notaris Indonesia, dan upaya yang dilakukan terhadap
revitalisasi peran dan fungsi Ikatan Notaris Indonesia di Provinsi Lampung.
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif terapan dengan tipe penelitian
hukum deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis empiris.
Data yang digunakan adalah data primer, dan data sekunder dengan bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Pengumpulan data
dengan studi pustaka, dan wawancara. Pengolahan data dilakukan dengan cara
pemeriksaan, penandaan, sistematisasi data yang selanjutnya dilakukan analisis
secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa peran dan fungsi Ikatan Notaris Indonesia
dalam pelaksanaannya belum berperan dan berfungsi secara optimal, itu
dibuktikan dengan adanya pejabat notaris yang melakukan pelanggaran�pelanggaran kode etik dan jabatan notaris, jadi diperlukan revitalisasi dalam hal
ini. Berdasarkan penelitian terdapat faktor-faktor yang membuat tidak optimalnya
peran dan fungsi Ikatan Notaris Indonesia, ditinjau dari faktor internal yaitu
banyaknya notaris-notaris baru yang membuat Ikatan Notaris Indonesia kesulitan
dalam membina para pejabat notaris. Ditinjau dari faktor eksternal banyaknya
notaris yang kurang paham dengan ilmu-ilmu baru dan peraturan di dalam kode
etik dan Undang-Undang Jabatan Notaris. Adapun upaya-upaya untuk
meminimalisir terjadinya pelanggaran-pelanggaran pejabat notaris dalam
menjalankan profesinya adalah dengan cara diadakannya sosialisasi secara rutin
oleh Ikatan Notaris Indonesia mengenai peningkatan profesionalitas para Pejabat
Notaris di Provinsi Lampung.
Kata Kunci : Revitalisasi, Ikatan Notaris Indonesia, Kode Etik Notaris
1512011048 Dharma Qhulbi Rahma-2022-03-24T15:24:23Z2022-03-24T15:24:23Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55939This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/559392022-03-24T15:24:23ZPENGANGKATAN ANAK DAN AKIBAT HUKUMNYA
(STUDI PENETAPAN PENGADILAN NEGERI GUNUNG SUGIH
NOMOR 11/Pdt/P/2015/PN.GS)Pengangkatan anak atau adopsi adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan
seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang lain
yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak
tersebut kedalam lingkungan keluarga orang tua angkat. Adopsi tersebut pada
akhirnya akan mempunyai akibat-akibat yang mungkin terjadi di kemudian hari, oleh karena itu harus dilakukan melalui lembaga pengadilan untuk memperoleh
legalitas hukum dan dokumen hukum seperti contohnya Penetapan Pengadilan
Negeri Gunung Sugih Nomor 11/Pdt/P/2015/PN.GS. Permasalahan dalam
penelitian ini adalah “Bagaimanakah syarat dan prosedur pengangkatan anak”
serta “Bagaimanakah akibat hukum dari penetapan Pengadilan Negeri Gunung
Sugih Nomor 11/Pdt/P/2015/PN.GS”.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif dengan tipe
penelitian deskriptif. Pendekatan masalah menggunakan pendekatan yuridis
normatif. Data dan sumber data diperoleh dari data sekunder. Pengumpulan data
menggunakan studi pustaka dan studi dokumen. Metode pengolahan data
dilakukan dengan pemeriksaan data, rekonstruksi data, dan sistematisasi data,
yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam proses dan prosedur pelaksanaan
pengangkatan anak pada Penetapan Pengadilan Negeri Gunung Sugih Nomor
11/Pdt/P/2015/PN.GS terdapat beberapa persyaratan yang tidak terpenuhi yaitu
umur pemohon yang tidak sesuai dengan undang-undang dan tidak adanya SKCK.
Menurut penulis, Hakim tetap mengabulkan permohonan tersebut karena Hakim
lebih melihat aspek kemanusiaannya yaitu melihat dari kepentingan untuk anak
angkat tersebut. Akibat hukum yang timbul dalam Penetapan Pengadilan Negeri
Gunung Sugih Nomor 11/Pdt/P/2015/PN.GS yaitu, pengangkatan anak sama
sekali tidak merubah hubungan hukum, nasab dan mahram antara anak angkat
dengan orang tua dan keluarga asalnya, anak angkat boleh mendapat harta dari
orang tua angkatnya melalui wasiat yang besarnya tidak boleh melebihi 1/3 harta,
dalam hal perwalian, anak angkat dalam Penetapan Pengadilan Negeri Gunung
Sugih Nomor 11/Pdt/P/2015/PN.GS bila dia akan menikah maka yang bisa
menjadi wali nikahnya hanyalah orangtua kandungnya atau saudara sedarahnya. Kata Kunci: Pengangkatan Anak, Syarat, Prosedur, Akibat Hukum
The adoption of a child is a legal act that diverts a child from the authority of the
parents, legal guardians, or other persons in charge of the child's care, education
and growth into the new environment of the adoptive parents. The adoption will
eventually bear consequences, the consequences that may occur in the future,
therefore it must be done through a court to obtain legal legality and legal
documents such as in the verdict of Gunung Sugih District Court Number
11/Pdt/P/ 2015/PN.GS. The problems in this research are formulated as follows:
how is the criteria and the procedure of adopting a child? and what are the legal
consequences of the verdict of Gunung Sugih District Court Number
11/Pdt/P/2015/PN.GS?
This research applied normative legal research with descriptive research type. The
research used normative approach. The data sources were obtained from
secondary data. The data collecting techniques were done through library and
document studies. The data processing methods were carried out by checking,
reconstructing, and systematizing the data, which were then analyzed
qualitatively.
The results of this research indicated that the process and procedure of adopting a
child based on the verdict of Gunung Sugih District Court Number
11/Pdt/P/2015/PN.GS there were several requirements that failed to meet, like the
age of the applicant who is not in accordance with the regulations and the absence
of SKCK . However, the author think that the judge still granted the request due to
the humanity reason, that is, from the interests of the adopted children. The legal
consequences followed the verdict of Gunung Sugih District Court Number
11/Pdt/P/2015/PN.GS namely: the adoption of a child does not change the legal,
nasab (lineage from father's line) and mahram (those who can be married)
relationship between adopted children and their biological parents and family, the
adopted children may receive assets of the adoptive parents through a testament
that may not exceed 1/3 of the estate, in the case of guardianship, when the
adopted children are going to married, then based on the verdict of Gunung Sugih
District Court Number 11/Pdt/P/2015/PN.GS those who can be the marriage
guardians only from their biological parents or from those who have blood
relatives.
Keywords: Adoption of Children, Criteria, Procedure, Legal Consequence
1512011065 Dewi Nurhalimah-2022-03-24T15:24:20Z2022-03-24T15:24:20Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55935This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/559352022-03-24T15:24:20ZTINJAUAN HUKUM EKONOMI ISLAM TERHADAP JAMINAN DALAM
AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI INDONESIA
Akad Mudharabah telah diatur dalam FATWA DEWAN SYARI’AH
NASIONAL Nomor 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Mudharabah
(Qiradh). Didalamnya dijelaskan bahwa dalam rangka mengembangkan dan
meningkatkan dana lembaga keuangan syariah (LKS), pihak LKS dapat
menyalurkan dananya kepada pihak lain dengan cara mudharabah dan di dalam
akad tersebut terdapat jaminan. Adapun yang menjadi permasalahan dalam
penulisan ini adalah: Apa sajakah bentuk-bentuk jaminan pada akad pembiayaan
mudharabah? Dan Bagaimanakah pandangan hukum Ekonomi Islam terhadap
jaminan dalam akad pembiayaan mudharabah?
Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan tipe deskriptif.
Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum
primer,sekunder dan tersier. Pengumpulan data dengan studi pustaka dan studi
dokumen. Pengolahan data dilakukan dengan cara seleksi data, pemeriksaan data,
klasifikasi data dan penyusunan data. Data yang telah diolah kemudian dianalisis
dengan menggunakan cara analisis deskriptif kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diketahui bahwa :
Mudharabah merupakan salah satu bentuk transaksi, di dalam transaksi tersebut
dijelaskan ketentuan ketentuan mengenai jaminan dalam akad mudharabah,
Islam memberikan kebebasan dalam mendisain transaksi (jaminan) itu, bias
dengan barang, saham, harta benda/ surat berharga, dan lain lain. Namun
demikian kebebasan tersebut tidaklah mutlak. Islam memberikan batasan bagi
manusia dalam bertransaksi yakni tetap dalam koridor Tauhid. Artinya, segala
macam usaha manusia harus mengedepankan nilai-nilai syariat yang telah
ditentukan Kebolehan adanya jaminan yang kemudian dalam praktik Mudharabah
menjadi kewajiban sebagai dasar pemberian fasilitas dalam akad Mudharabah ini
menurut pandangan penulis bukan dikarenakan Islam mengadopsi prinsip
kedudukan kreditur-debitur sebagaimana dimaknai dalam hukum perikatan.
Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi saran penulis adalah: Prinsip utama
dalam setiap transaksi tentunya harus tetap menjaga asas-asas dalam bermuamalat
seperti keadilan, keseimbangan, menghindari mudharat dan mengedepankan
maslahat serta menghindari memakan harta sesamanya dengan cara yang bathil
dan cara- cara mencari keuntungan yang tidak sah dan melanggar syari’at seperti
riba, perjudian dan yang serupa dengan itu. Dalam hal jaminan pada transaksi
mudharabah kiranya lebih dilihat pada terjaganya asas-asas dalam bermuamalat. Kata Kunci : Pembiayaan, Mudharabah, Jaminan141201110 DEVI SAHID S TRIENDY-2022-03-24T15:24:16Z2022-03-24T15:24:16Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55933This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/559332022-03-24T15:24:16ZIDENTIFIKASI HUKUM TERHADAP KONSEP
CREATING SHARED VALUE (CSV) DALAM PELAKSANAAN
KERJA SAMA ANTARA PT GREAT GIANT PINEAPPLEDAN
PETANI JAMBU BANGKOK DI KABUPATEN TANGGAMUSPerusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya berkaitan dengan sumber daya
alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan/Corporate
Social Responsibility (CSR) sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Pasal 74
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. PT Great Giant
Pineapple (PT GGP) merupakan perusahaan yang telah menerapkan CSR dengan
konsep baru yaitu konsep Creating Shared Value (CSV). Penerapan konsep CSV
oleh PT GGP dilakukan dalam bentuk kerja sama dengan Vendor dan Petani
Jambu Bangkok yang terdapat di Kabupaten Tanggamus. Permasalahan dalam
skripsi ini yaitu tentang syarat dan prosedur menjadi mitra, hak dan kewajiban
para pihak, serta penyelesaian sengketa yang timbul dalam penerapan CSV.
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian normatif empiris dengan
tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yaitu yuridis empiris. Data dan
sumber data bersumber dari data primer yang didapat dari lokasi penelitian dan
data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan
bahan hukum tersier yang kemudian dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa syarat untuk bermitra yaitu Vendor harus
memiliki lahan pertanian pribadi minimal 15 hektar, fotokopi KK dan KTP,
NPWP, serta bank yang ditunjuk oleh perusahaan. Prosedur dalam bermitra yaitu
perusahaan akan melakukan pengecekan ke lahan pertanian kemudian dibuatlah
perjanjian kerja sama dalam bentuk tertulis. Apabila Vendor mampu memenuhi
persyaratan luas lahan tersebut maka Vendor dapat melakukan kemitraan secara
langsung dengan perusahaan, namun jika Vendor tidak mampu maka
diperbolehkan untuk melakukan kerja sama dengan petani lain. Vendor mengajak
para petani untuk bekerja sama dengan syarat harus memiliki lahan pertanian dan
fotokopi KK dan KTP. Prosedur selanjutnya yaitu dibuatlah perjanjian kerja sama
secara lisan. Hak dan kewajiban masing-masing pihak yaitu PT GGP memberikan
bibit jambu kepada petani maka petani harus menjual hasil panennya ke
perusahaan melalui Vendor. Apabila timbul sengketa dalam pelaksanaan CSV ini,
maka para pihak akan menyelesaikan dengan cara musyawarah kekeluargaan.
Kata Kunci: PT GGP, Kerja Sama, Creating Shared Value (CSV).
Companies that carry out their business activities related to natural resources
must carry out Corporate Social Responsibility (CSR) issued has been mandated
in Article 74 of Law No. 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies. PT
Great Giant Pineapple (PT GGP) is a company that has implemented CSR with a
new concept, the concept is Creating Shared Value (CSV). The implementation of
the CSV concept was carried out by PT GGP in the form of partnerships with
vendors and the collaboration between Vendors and Guava Bangkok Farmers
was carried out in Tanggamus District. The problem in this research are about
the requirements and procedures of being partners, the rights and obligations of
the parties, and resolving disputes that arise in applying CSV.
The type of research used a type of empirical normative research with a type of
descriptive research type. Approach to the problem is empirical juridical. The
data used in this study are primary data obtained from research and secondary
data consisting of primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary
legal materials which are then analyzed qualitatively.
The results of the research show the requirement, namely vendors must have a
minimum of 15 hectares of private agricultural land, photocopies of family card
and identity card, taxpayer registration number, and banks appointed by the
company. Procedures is namely the company will check the agricultural land and
then make a cooperation agreement in the requested form. If the vendor is able to
meet broad requirements, the vendor can make a direct partnership with the
company, but if the vendor is not able, the vendor allows to cooperate with other
farmers. Vendors invite farmers to work together with the requirement to have
agriculture and a photocopy of family card and identity card. The next procedures
is a cooperation agreement is made orally. The rights and obligations of each
party, namely PT GGP to provide guava seeds to vendors and then received by
vendors to farmers, the farmers must sell their crops to the company through
vendors. If an agreement arises in CSV for a good partnership between PT GGP
and vendors or vendors with guava farmers, then the parties will settle by means
of family consultations.
Keywords: PT GGP, Cooperation, Creating Shared Value (CSV).
1512011090 DELIA PUSPITASARI-2022-03-24T15:24:13Z2022-03-24T15:24:13Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55930This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/559302022-03-24T15:24:13ZTINJAUAN KRIMINOLOGIS KEJAHATAN PENCABULAN YANG
DILAKUKAN OLEH DOSEN TERHADAP MAHASISWITindak pidana pencabulan di Bandar Lampung terhadap mahasiswi dilakukan
dosen. Perbuatan pencabulan dilakukan pada tanggal 13 November 2017 kejadian
terjadi hingga tiga kali pelaku melakukan perbuatannya dengan cara meraba
tangan dan meraba dada korban, korban merasa tidak terima dengan perlakuan
dosen tersebut, maka korban melaporkan perbuatan pelaku. Atas laporan tersebut
pihak kepolisian melakukan penangkapan terhadap pelaku pencabulan, SH.
Berdasarkan perbuatanya, pelaku terjerat Pasal 29 Ayat 1 Jo 66 tentang
Pencabulan dengan ancaman penjara selama 2 tahun. Permasalahan: Apakah
faktor penyebab terjadinya kejahatan pencabulan yang dilakukan oleh Dosen
terhadap mahasiswi?, Bagaimanakah upaya penangulangan terhadap kejahatan
pencabulan yang dilakukan oleh Dosen terhadap mahasiswi?.
Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe
penelitian studi kasus, dimana pengumpulan data melalui wawancara mendalam,
observasi, dan dokumentasi.
Hasil Penelitian: a) Faktor-faktor yang menjadi penyebab pelaku melakukan
tindak pidana pencabulan terhadap mahasiswi disebabkan faktor interen yaitu:
Adanya dorongan seksual yang tinggi dari pelaku sehingga timbul niat untuk
melakukan perbuatan cabul. Adanya superioritas atau perasaan sebagai sosok
yang memiliki dominasi yang dimiliki oleh dosen. Faktor eksteren yaitu Faktor
teknologi, dimana kebiasaan tersangka sering menonton video porno. Faktor
korban, dimana keadaan tubuh serta paras korban membuat pelaku melakukan
tindak pencabulanFaktor situasi/keadaan tempat, dimana keadaan/situasi tempat
yang sepi tanpa adanya orang lain. b) Upaya penanggulangan yang dilakukan
dalam menanggulangi tindak pidana pencabulan terhadap mahasiswi yaitu:
Melalui upaya non penal yang harus dilakukan oleh setiap elemen, diantaranya
pencegahan yang dilakukan oleh individu, masyarakat, pemerintah. Melalui upaya
penal yang dilakukan oleh aparat penegak hukum yaitu kepolisian, kejaksaan,
pengadilan dan lembaga pemasyarakatan. Saran: a) Untuk mencegah terjadinya tindak pidana pencabulan sangat diperlukan
peranaparat penegak hukum, agar jika terjadi suatu tindak pidana tersebut
masyarakat harus tanggap dan berusaha mengambil tindakan dan melaporkan
kepada pihak yang berwajib serta diperlukan profesional dalam menangani
tindakan pidana yang terjadi ditengah masyarakat. b) Agar dilakukan upaya secara
psikologis untuk menumbuhkan kesadaran hukum positif dalam masyarakat
dengan cara melakukan penyuluhan hukum dan perbaikan pola pikir masyarakat
terhadap edukasi seks. c) Selain upaya represif, aparat kepolisian juga harus lebih
mengintensifkan upaya tindakan preventif agar dapat menekan jumlah kejahatan.
d) Kepada mahasiswi untuk berpenampilan dan berbusana yang sopan agar tidak
menimbulkan perlakuan pelecehan seksual yang dilakukan oleh orang-orang yang
menghendakinya. e) Perlunya perhatian pihak universitas terhadap ruangan�ruangan yang dianggap dapat terjadinya pencabulan baik yang dilakukan dosen
atau mahasiswa sehingga tidak terjadi upaya tindak pencabulan.
Kata Kunci : Kriminologis, Pencabulan Dosen, Mahasiswi
The crime of molestation in Bandar Lampung against female college students was
conducted by a lecturer. The act of molestation was carried out on November 13,
2017, the incident occurred up to three times the perpetrators committed their
actions by touching the hands and palms of the victim's chest, the victim felt
unaccepted by the lecturer's treatment, then the victim reported the perpetrator's
actions. Based on the report, the police arrested the perpetrators of molestation,
SH. Based on his actions, the perpetrators were ensnared by Article 29
Paragraph 1 Jo 66 concerning Sexual Abuse with the threat of imprisonment for 2
years. Problems: What are the factors that cause the occurrence of obscene
crimes committed by Lecturers against female students? What is the effort to
overcome the acts of sexual abuse committed by Lecturers against female college
students?.
The approach in this study uses a qualitative approach to the type of case study
research, where data is collected through in-depth interviews, observation, and
documentation.
Research Results: a) The factors that cause sexual abuse committed by lecturers
on female students are caused by internal factors, namely the presence of high
sexual urges from the perpetrators. External factors are technological factors,
where the habit of suspects often watching porn videos. The victim factor, where
the condition of the body and the victim's body make the perpetrator commit acts
of sexual abuse. b) Mitigation efforts carried out through non-penal actions and
through acts of punishment.
Saran: a) To prevent the occurrence of criminal acts of obscenity, it is very
necessary the role of law enforcement officials, so that if a crime occurs the
community must be responsive and try to take action and report to the authorities
and professional is required in handling criminal acts that occur in the
community. b) Psychological efforts should be made to foster positive legal
awareness in the community by conducting legal counseling and improving
people's mindset towards sex education. c) In addition to repressive measures, the
police must also intensify preventive measures so that they can reduce the number of crimes. d) To female students to look and dress modestly so as not to cause
sexual harassment by those who want it. e) The need for the university's attention
to the rooms that are considered to be the occurrence of obscenity both conducted
by lecturers or students so that no acts of molestation occur.
Keywords: Criminologist, Lecturers' Sexual Abuse, Students
1412011091 DEA OLIVIA WIJAYA-2022-03-24T15:24:10Z2022-03-24T15:24:10Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55927This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/559272022-03-24T15:24:10ZPELAKSANAAN PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA
BANK PERKREDITAN RAKYAT BERDASARKAN POJK NOMOR
04/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK
PERKREDITAN RAKYAT
(Studi Pada PT BPR Waway Lampung)Good Corporate Governance (GCG) merupakan sekumpulan prinsip-prinsip yang
mengatur mengenai pengelolaan perusahaan yang baik demi terpenuhinya hak�hak yang berkepentingan (stakeholders), menghindari risiko terjadinya
kecurangan dalam pelaksanaan kegiatan usaha perusahaan serta guna
mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan tersebut. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan prinsip-prinsip GCG yang dilaksanakan
oleh PT. BPR Waway Lampung, serta untuk mengetahui faktor pendukung dan
faktor penghambat yang terjadi dalam pelaksanaannya.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan jenis penelitian normatif-empiris.
Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian hukum deskriptif. Metode
pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan studi pustaka dan wawancara.
Data yang terkumpul kemudian diolah dan dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa PT. BPR Waway Lampung
telah melaksanakan GCG sesuai dengan Praturan Otoritas Jasa Keuangan, hal ini
terbukti PT. BPR Waway Lampung telah mendapatkan awards dengan predikat
kondisi keuangan sangat baik dan belum pernah mendapatkan teguran dari pihak
OJK sebagai dewan pengawas audit ekstern. Faktor pendukung antara lain telah
diterapakan program CSR dan transparansi keuangan ke OJK. Faktor penghambat
yang dihadapi adalah belum adanya website perusahaan yang dapat diakses oleh
stakeholders dan kondisi kepengurusan organ yang masih kosong, menjadikan
tanggungjawab pimpinan organ pengurus dilimpahkan ke anggotanya.
Kata kunci: GCG, Pelaksanaan, PT. BPR Waway Lampung.
Good Corporate Governance (GCG) is a set of principles which regulate about
how to manage company in a good way in order to fulfill the parties rights
(stakeholders), to avoid fraudulent risks in company business activities and to
maintain company’s viability. This research intends to find out how is the
implementation of GCG principles in PT. BPR Waway Lampung, and to find out
what are the supporting and obstacle factors occur in the implementation.
This research type used in this study is empirical-normative with descriptive type.
The approach method used in this study are library research and interviews. The
data analyzed qualitatively.
The results of the research show that PT. BPR Waway Lampung has implemented
GCG principles accordance with financial services authority regulations, which
proved by awards with excellent financial condition title and has never received
any reprimand from the Financial Services Authority as an external audit
supervisory board. The supporting factors are PT. BPR Waway Lampung has
been applied the CSR program and inform financial transparency to Financial
Service Authority. The obstacles factor faced by rural banks are there is still no
company’s website which can be accessed by stakeholders and empty leadership
position in company makes the responsibility delegates to staff.
Keywords: GCG, Implementation, PT. BPR Waway Lampung.
1512011185 Danang Pratama-2022-03-24T15:24:07Z2022-03-24T15:24:07Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55922This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/559222022-03-24T15:24:07ZANALISIS YURIDIS PENANGGUHAN HUBUNGAN KERJA (SUSPEND)
BERDASARKAN PERJANJIAN KEMITRAAN ANTARA PT GO-JEK
DENGAN DRIVER GO-JEK SEPEDA MOTOR
(Studi pada PT Go-Jek Bandar Lampung)
PT Go-Jek adalah sebuah perusahaan yang melakukan kegiatan usaha sebagai
pengelola penyedia jasa pihak ketiga, yang bekerjasama dengan AKAB sebagai
pemilik aplikasi Go-Jek yang menyalurkan jasa/layanan di bidang transportasi
online di Indonesia. Dasar kerjasamanya adalah perjanjian kemitraan antara PT
Go-Jek dengan driver Go-Jek sepeda motor menjelaskan ketentuan kerjasama
dengan mitra terkait dengan kode etik, kewajiban bagi para pihak dan sebagainya.
Sebagaimana telah diamanatkan dalam pasal 15 ayat (1) tentang Perlindungan
Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang digunakan untuk Kepentingan
Masyarakat. Hubungan hukum antara perusahan aplikasi dengan pengemudi
merupakan hubungan kemitraan. Apabila driver Go-Jek sepeda motor melanggar
kode etik yang telah disepakati dari awal maka, driver Go-Jek sepeda motor akan
mengalami penangguhan hubungan kerja (suspend) .Sehingga menyebabkan
driver Go-Jek sepeda motor tidak dapat bekerja untuk sementara waktu.
Permasalahan yang akan dibahas adalah mengenai faktor-faktor timbulnya
suspend, dasar pemberian suspend, dan upaya apabila terjadinya suspend.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian normatif
empiris dengan tipe penelitian deskriptif. Tipe pendekatan masalah dalam
penelitian ini adalah normatif terapan. Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data primer yang didapat dari lokasi penelitian dan data sekunder yang
terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier
yang kemudian dianalisis secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan bahwa, suspend terjadi karena 3
(tiga) faktor yakni, faktor karena adanya ancaman keamanan, tindakan
kecurangan, dan juga pelayanan yang buruk. Dasar pemberian suspend kepada
driver Go-Jek sepeda motor adalah karena adanya pelanggaran kode etik yang
tercantum di dalam perjanjian kemitraan tersebut. Selanjutnya apabila driver Go-Jek sepeda motor mengalami suspend, driver Go-Jek sepeda motor dapat memilih
salah 1 (satu) dari 2 (dua) cara yang disediakan oleh PT Go-Jek yakni: dengan
cara mengirimkan laporan yang menyatakan bahwa driver Go-Jek sepeda motor
telah mengalami suspend via telephone ataupun melalui e-mail kepada PT Go-Jek
Indonesia. Kemudian cara yang ke-2 yakni dengan cara mendatangkan langsung
ke kantor operasional PT Go-Jek untuk melakukan upaya banding terkait
timbulnya suspend.
Kata Kunci: PT Go-Jek, Driver Go-Jek Sepeda Motor, Suspend,
Pelanggaran.
1512011187 Christian Tarihoran-2022-03-24T15:24:04Z2022-03-24T15:24:04Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55917This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/559172022-03-24T15:24:04ZANALISIS PERAN INFORMAN DALAM MEMBANTU KEPOLISIAN
MEMBERANTAS TINDAK PIDANA PEREDARAN GELAP
NARKOTIKA
(Studi pada Kepolisian Daerah Lampung)Tindak pidana narkotika pada umumnya dilakukan oleh para sindikat yang
terorganisir secara rapih dengan menggunakan modus operandi yang tinggi,
teknologi canggih, sehingga dalam proses pemberantasannya Kepolisian
memerlukan peran informanyang memberikan berbagai informasi dan data yang
penting bagi polisi. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah
peran informan dalam membantu kepolisian memberantas tindak pidana peredaran
gelap narkotika pada Kepolisian Daerah Lampung? (2) Apakah faktor penghambat
peran informan dalam membantu kepolisian memberantas tindak pidana peredaran
gelap narkotika pada Kepolisian Daerah Lampung?
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis
empiris. Narasumber terdiri dari penyidik Direktorat Narkoba Polda Lampung, informan dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. Pengumpulan
data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan
secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan: (1) Peran informan dalam
membantu kepolisian memberantas tindak pidana peredaran gelap narkotika pada
Kepolisian Daerah Lampung termasuk dalam peran normatif dan faktual. Peran
normatif dilaksanakan berdasarkan Pasal 106 Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika, yang menyatakan bahwa hak masyarakat dalam upaya
pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan
prekursor narkotika diwujudkan dalam bentuk mencari, memperoleh, dan
memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana narkotika dan
prekursor narkotika. Peran faktual ini dilaksanakan informan dengan cara
memberikan informasi kepada penyidik dengan dasar informan mengetahui sendiri,
ikut langsung dalam semua kegiatan pelaku atau mengetahui/ melihat sendiri
terjadinya tindak pidana peredaran gelap narkotika serta menginformasikannya
kepada penyidik untuk dilaksakan penyelidikan dan penyidikan terhadap pelaku
tindak pidana peredaran gelap narkotika. (2) Faktor-faktor penghambat informan dalam membantu kepolisian memberantas tindak pidana peredaran gelap narkotika
pada Kepolisian Daerah Lampung secara substansi hukum adalah belum adanya
pengaturan secara definitif dalam peraturan perundang-undangan mengenai peran
informan dalam membantu kepolisian memberantas tindak pidana peredaran gelap
narkotika. Faktor penegak hukum yaitu masih kurangnya personil penyidik,
sedangkan tindak pidana ini terus terjadi. Faktor sarana dan fasilitas yaitu tidak
tersedianya laboratorium forensik untuk melakukan penelitian terhadap jenis
narkotika. Faktor masyarakat yaitu masih belum optimalnya peran serta masyarakat
dalam pemberantasan tindak pidana peredaran gelap narkotika. Faktor kebudayaan
yaitu adanya sikap individualisme masyarakat perkotaan, sehingga bersikap tidak
memperdulikan apabila menjumpai atau mengetahui tindak pidana narkotika. Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Penyidik disarankan mengubah pola
rekrutmen seorang informan dengan cara menggalang para tersangka yang sudah
pernah ditangkap untuk kasus narkoba. (2) Pihak kepolisian disarankan untuk
memberlakukan peraturan baku dan definitif mengenai peran informan dalam
membantu kepolisian memberantas tindak pidana peredaran gelap narkotika. Kata Kunci: Peran Informan, Kepolisian, Peredaran Gelap Narkotik
1542011057 BILLY GESTA PRASETYA-2022-03-24T15:23:13Z2022-03-24T15:23:13Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55914This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/559142022-03-24T15:23:13ZUPAYA PENANGGULANGAN KEKERASAN TERHADAP ANAK
MELALUI SISTEM PERLINDUNGAN TERPADU DIWILAYAH
HUKUM KOTA BANDAR LAMPUNGCatatan dari P2TP2A-LIP Provinsi Lampung terlihat bahwa pada tahun 2015
P2TP2A-LIP telah menangani sebanyak 95 kasus, tercatat 6 korban pemerkosaan,
16 korban pelecehan seksual, 2 anak berhadapan dengan hukum, 3 korban
perdagangan, 63 korban KDRT dan 5 korban masalah kesehatan produksi. Pada
tahun 2016 tercatat 163 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Provinsi
Lampung. Data time series 2017 per 29 September yang kita peroleh dari Pusat
Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) ada 104 yang
terdiri dari 67 kekerasan terhadap anak dan 37 kekerasan terhadap perempuan
dewasa.maka penuis ingin mengajukan bgaimana upaya penanggulangan
dkekerasan terhadap anak melalui sistem perlindungan terpadu di Wilayah Hukum
Kota Bandar Lapung dan apasaja faktor penghambat dalam upaya penangulangan
kekerasan terhadap anak melalui sistem perlindungan terpadu.
Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan yurisid normative dan
yuridis empiris. Data yang digunakanadalah data sekunderdan data premier.
Metode pegumpulan data dalam penelitian ini adalah kepustakaan dan penelitian
lapangan.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka Upaya penanggulangan
kekerasan anak yang diakukan oleh Lembaga P2TP2A, PATBM dan Dinas
Pemberdaya Perempuan dan Perlindungan Anak Koata Bandar Lampung dengan
cara penyuluhan-penyuluhan, penegakan hukum lebih maksimal, dan seriusnya
aparat penegak hukum dalam menanggapi terjadinya kekerasan pada anak. Faktor
yang dialami dalam upaya penanggulangan adalah kurangnya pemahaman
masyarakat dalam memahami faktor dan dampak kekerasan anak, kurangnya
masyarakat dalam mencegah kekerasan anak dan kurang tanggapnya aparat
penegak hukum dalam menangani terjadinya kekerasan pada anak, menghukum
pelaku kekerasan anak dengan seberat-beratnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku sebagai efek jera. Berdasarkan kesimpulan di atas maka penulis menyatakan: perlu dilakukan
dengan semaksimal mungkin pencegahan kekerasan anak melalui masysrakat,
orang tua dan aparat hukum agar tidak terjadinya kekerasan terhadap anak. Dan
penanganan yang dilakukan dengan maksimal agar tidak berakibat falal untuk
perkembangan korban. Memaksimalkan potensi dan aspek masyarakat yang ada,
dan upaya penanggulangan kekerasan terhadap anak daalam mencegah dan
menangani terjadinya kekerasan anak.
Kata kunci : Penanggulangan, Kekerasan Anak, Sistem Perlindungan
Terpadu
1412011073 Bibit Widyantoro-2022-03-24T15:23:11Z2022-03-24T15:23:11Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55909This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/559092022-03-24T15:23:11ZANALISIS PEMBATALAN HAK CIPTA TERDAFTAR TERHADAP
SENI GAMBAR LOGO SERIKAT BURUH SEJAHTERA INDONESIA (SBSI)
( STUDI PUTUSAN : PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 75 PK/Pdt.Sus-HKI/2016)Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta sehingga patut untuk dilindungi.
Pelanggaran hak cipta menimbulkan kerugian kepada pencipta baik moril dan juga
materiil. Dugaan kerugian atas pelanggaran hak cipta harus dibuktikan di Pengadilan
Niaga melalui proses persidangan. Upaya hukum dapat diteruskan di Mahkmah
Agung melalui pengajuan kasasi, bahkan bisa dilakukan upaya hukum luar biasa
seperti mengajukan peninjaun kembali. Salah satu sengketa mengenai hak cipta
yaitu sengketa proses pembatalan hak cipta terdaftar terhadap seni gambar logo
Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI), Dewan Eksekutif Nasional Konfederasi
Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (DEN KSBSI) sebagai pemohon peninjauan
kembali dan Dr. Muchtar Pakpahan, S.H., M.A sebagai termohon peninjauan
kembali dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 75 PK/Pdt.Sus-HKI/2014.
Permaslahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah proses pembatalan hak cipta
seni gambar logo SBSI, pertimbangan hakim dalam putusan Mahkamah Agung
Nomor 75 PK/Pdt.Sus-HKI/2016, dan apa akibat hukum pembatalan terhadap hak
cipta seni gambar logo SBSI.
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian deskriptif.
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan normatif-terapan judicial
case study. Penelitian ini menggunakan sumber data kepustakaan dan data yang
digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan
tersier. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi dokumen.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa proses pembatalan hukum hak
cipta seni gambar logo terdaftar Serikat Buruh Sejahtera Indonesia berawal ketika
Dr. Muchtar Pakpahan, S.H., M.A melakukan gugatan ke Pengadilan Niaga dengan
nomor perkara 01/Pdt-Sus/HakCipta/PN Niaga Jkt. Pst, Rekson Silaban mengajukan
kasasi dengan Nomor perkara 444/K/Pdt-Sus-HKI/2013. Dr. Muchtar Pakpahan,
S.H., M.A melakukan gugatan kembali dengan nomor perkara 69/PDT.SUS�HAKCIPTA/2014/PN.NIAGA.JKT.PST berlanjut ke kasasi dengan perkara nomor
378 K/Pdt.Sus-HKI/2016, DEN KSBSI mengajukan permohonan peninjauan
kembali dengan nomor perkara 75 PK/Pdt.Sus-Ha3KI/2016. Bukti-bukti yang
diajukan dalam permohonan peninjauan kembali tidak memenuhi kualitas sebagi
novum yang dapat membatalkan putusan Judex Juris. Akibat hukum nya berupa
legitimasi terhadap termohon peninjauan kembali Dr. Muchtar Pakpahan, S.H., M.A sebagai pencipta seni gambar logo SBSI, KSBSI dan 10 (sepuluh) Federasi Buruh
yang tergabung di dalamnya tidak lagi dapat menggunakan seni gambar logo SBSI
tersebut dalam aktivitas organisasinya tanpa mendapatkan izin lisensi dari pencipta
logo tersebut.
Kata Kunci : Putusan Mahkamah Agung, Hak Cipta, Seni Gambar Logo
SBSI dan Peninjauan Kembali.1412011069 Benny Agung Prabowo-2022-03-24T15:23:09Z2022-03-24T15:23:09Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55907This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/559072022-03-24T15:23:09ZPELAKSANAAN PEMULIHAN ASET DALAM PENYELESAIAN
TINDAK PIDANA KORUPSI MELALUI PENDEKATAN
RESTORATIVE JUSTICETindak pidana korupsi merupakan suatu kejahatan yang dikategorikan sebagai
kejahatan luar biasa (Extra Ordinary Crimes) sehingga dalam proses
penyelesaiannya perlu menggunakan cara pemulihan aset. Penyelesaian kasus
korupsi dengan cara tersebut adalah sejalan dengan teori tujuan pemidanaan yaitu
untuk mewujudkan Restorative Justice berdasarkan Surat Edaran Jaksa Agung
Nomor: B-1113/F/Fd.1/05/2010 tentang Prioritas dan Pencapaian Dalam
Penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi dengan mempertimbangkan untuk
tidak ditindaklanjuti dan diselesaikan diluar pengadilan. Permasalahan dalam
penulisan ini adalah sebagai berikut: (1) Bagaimanakah pelaksanaan pemulihan
aset dalam penyelesaian tindak pidana korupsi melalui pendekatan restorative
justice? (2) Apakah hambatan pelaksanaan pemulihan aset dalam penyelesaian
tindak pidana korupsi melalui pendekatan restorative justice?
Penelitian ini menggunakan pendekatan masalah yuridis normatif dan pendekatan
yuridis empiris. Sumber data yang digunakan berupa data primer dan data
sekunder. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari kepustakaan, sedangkan
data primer adalah data yang diperoleh langsung dari penelitian di lapangan
dengan cara melakukan wawancara dengan narasumber. Analisis data yang
digunakan adalah analisis kuantitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka disimpulkan: pelaksanaan
pemulihan aset dalam penyelesaian tindak pidana korupsi melalui pendekatan
restorative justice adalah berupa mediasi berdasarkan Surat Edaran Jaksa Agung
Nomor: B-1113/F/Fd.1/05/2010 dengan menggunakan metode Alternative
Dispute Resolution (ADR) yang penyelesaiannya mempertimbangkan setiap kasus
korupsi dengan kerugian dibawah Rp. 50 juta, adanya rasa kesadaran dengan
mengembalikan kerugian negara, tidak bersifat still going on, dan tidak
mengganggu hajat hidup dari masyarakat dinilai efektif guna mengedepankan
penyelematan kerugian negara karena tidak sebandingnya pengembalian dengan
pengeluaran dana dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi. Namun dalam
pelaksanaan restorative justice masih mengalami hambatan diantaranya: Surat
Edaran Jaksa Agung Nomor: B-1113/F/Fd.1/05/2010 yang dinilai bertentangan
dengan undang-undang yang berlaku dan tidak memiliki kekuatan atau dasar
hukum yang mengikat. kinerja penegak hukum terkesan lamban dalam mengatasi
kasus tindak pidana korupsi. Kejaksaan belum memiliki sarana teknologi yang
cukup lengkap guna penelusuran aset. Kurangnya kesadaran hukum masyarakat
dan budaya hukum masyarakat masih rendah dalam penegakan hukum terhadap
tindak pidana korupsi dan pelaksanaan restorative justice dalam upaya pemulihan
aset negara.
Saran yang diberikan penulis berkaitan dengan pelaksanaan pemulihan aset dalam
penyelesaian tindak pidana korupsi melalui pendekatan restorative justice adalah
sebagai berikut: diharapkan pemerintah dapat menggunakan pendekatan
restorative justice sebagai alternatif dengan mengedepankan pemulihan aset untuk
mengembalikan pada keadaan semula dan merevisi Surat Edaran tersebut agar
dijadikan sebagai peraturan perundang-undangan guna memberikan kepastian
hukum dan memiliki dasar hukum agar dapat digunakan secara efektif.
Kata Kunci: Pemulihan Aset, Tindak Pidana Korupsi, Restorative Justice.
1512011072 BELLA ALBERTA-2022-03-24T15:23:07Z2022-03-24T15:23:07Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55903This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/559032022-03-24T15:23:07ZPERAN PENYIDIK KEPOLISIAN RESORT LAMPUNG TIMUR DALAM
PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PELECEHAN SEKSUALSodomi merupakan salah satu bentuk pelecehan seksual terhadap anak yaitu
hubungan seksual yang tidak wajar dengan memasukkan alat kelamin laki-laki ke
anus seperti homosex, yang bertentangan dengan moral, norma susila dan agama
serta hukum. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: bagaimanakah peran
Penyidik Kepolisian Resort Lampung Timur dalam penyidikan tindak pidana
pelecehan seksual dan faktor-faktor apakah yang menghambat peran Penyidik
Kepolisian Resort Lampung Timur dalam penyidikan tindak pidana pelecehan
seksual
Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis
normatif dan pendekatan yuridis empiris. Narasumber terdiri dari Penyidik
Kepolisian Resort Lampung Timur dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas
Hukum Universitas Lampung.. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi
pustaka dan studi lapangan. Analisis data dalam penelitian ini adalah analisis
kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa peran penyidik Kepolisian
Resort Lampung Timur dalam penyidikan tindak pidana pelecehan seksual
termasuk dalam peran normatif dan faktual. Peran normatif dilaksanakan
berdasarkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan tugas pokok, fungsi
dan wewenang yang dimilikinya, yaitu Undang-Undang Kepolisian dan Undang�Undang Perlindungan Anak. Peran faktual dilaksanakan dengan berdasarkan
kenyataan adanya tindak pidana pelecehan seksual berupa sodomi yang dilakukan
oleh pelaku berinisial IM warga Sukadana Kabupaten Lampung Timur. Peran
faktual dilaksanakan dengan proses penyelidikan dan penyidikan, yaitu
serangkaian tindakan yang tempuh oleh penyidik dalam hal dan menurut cara
yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti
tentang tindak pidana pelecehan seksual dalam rangka pembuktian tindak pidana.
Faktor-faktor penghambat peran penyidik Kepolisian Resort Lampung Timur
dalam penyidikan tindak pidana pelecehan seksual adalah faktor aparat penegak
hukum, yaitu secara kuantitas masih terbatasnya jumlah penyidik yaitu hanya
terdapat 4 orang penyidik sedangkan idealnya adalah 6 orang penyidik dan belum
optimalnya profesionalisme penyidik dalam taktik dan teknik penyidikan guna
mengungkap tindak pidana pelecehan seksual. Faktor sarana, yaitu tidak adanya sarana laboratorium forensik di Kepolisian Resort Lampung Timur, sehingga
penyidikan terkadang mengalami hambatan. Sehingga apabila diperlukan uji
laboratorium forensik seperti sidik jari dalam tahapan penyidikan, maka penyidik
harus mengirimkannya ke Puslabfor Mabes Polri. Faktor masyarakat, yaitu masih
adanya ketakutan atau keengganan masyarakat
Saran dalam penelitian ini adalah penyidik Kepolisian Resort Lampung Timur
hendaknya melaksanakan penyidikan dengan sebaik-baiknya secara jujur dan
bertanggung jawab serta bertujuan untuk mencapai efisiensi dan efektifitas dalam
sistem peradilan pidana. Penyidik Kepolisian Resort Lampung Timur disarankan
untuk meningkatkan kemampuan di bidang teknik dan taktik penyidikan sehingga
upaya penanggulangan tindak pidana dapat optimalkan dan mengantisipasi
meningkatnya tindak pidana pelecehan seksual di wilayah hukum Kepolisian
Resort Lampung Timur.
Kata Kunci: Peran Penyidik, Penyidikan, Pelecehan Seksual
1512011210 BAMBANG RIDHO PRATAMA-2022-03-24T15:23:05Z2022-03-24T15:23:05Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55901This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/559012022-03-24T15:23:05ZPERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK
PIDANA PENYERTAAN PENYALAHGUNAAN USAHA
PERKOPERASIAN DENGAN MODUS
MENAIKKAN SUKU BUNGA
(Studi Putusan Nomor: 235/Pid.sus/2014/PN.Lmj)Mempertanggungjawabkan secara pidana perbuatan yang dilakukan oleh seseorang
pelaku tindak pidana harus memenuhi unsur-unsur pertanggungjawaban pidana,
yaitu perbuatan yang dilakukan adalah perbuatan pidana, memiliki kemampuan
bertanggung jawab perbuatannya dilakukan dengan sengaja atau kealpaan, serta
tidak ditemukan alasan pemaaf terhadap perbuatan yang dilakukannya. Rumusan
masalah yang diangkat dalam penulisan ini adalah bagaimana pertanggungjawaban
pidana terhadap pelaku tindak pidana penyertaan penyalahgunaan usaha
perkoperasian dengan modus menaikkan suku bunga (Studi Putusan Nomor:
235/Pid.Sus/2014/PN.Lmj) dan apakah yang menjadi dasar Pertimbangan Hakim
menjatuhkan putusan tersebut.
Dalam putusan tersebut, Terdakwa Hery Santoso Al. Henfa yang menjabat sebagai
Manajer Koperasi Simpan Pinjam Anugerah Sejahtera oleh Penuntut Umum
didakwa dan dituntut melakukan tindak pidana Perbankan sebagaimana diatur dan
diancam pidana dalam pasal 16 ayat (1) Jo pasal 46 ayat (1) UURI Nomor 10 Tahun
1998 tentang perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan serta
melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan 372 KUHP tentang
Penggelapan. Selanjutnya oleh Majelis Hakim Terdakwa dinyatakan bersalah dan
dijatuhi pidana berdasarkan Pasal 16 ayat (1) Jo pasal 46 ayat (1) UURI Nomor 10
Tahun 1998 tentang perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Hal demikian menimbulkan suatu isu hukum yang kemudian oleh penulis dikaji
dari 2 (dua) perspektif yaitu, pertanggungjawaban pidana, dan Dasar pertimbangan
Hakim.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif dan
yuridis empiris. Data yang digunakan meliputi data primer yaitu dengan melakukan
melakukan wawancara dengan responden yang terkait dengan permasalahan pada skripsi ini. Data sekunder yang berasal dari penelitian kepustakaan. Penentuan
sample menggunakan metode purposive sampling, setelah data terkumpul, maka
diolah dengan cara seleksi data kemudian dilakukan klasifikasi data dan
sistematisasi data. Analisis data dilakukan dengan cara kualitatif dan berdasarkan
hasil analisis kemudian ditarik kesimpulan melalui metode induktif. Oleh
karenanya, dalam mengkaji isu hukum dalam skripsi ini mengacu pada peraturan
perundang-undangan, asas-asas hukum, beserta doktrin-doktrin para ahli hukum
yang relevan guna menguraikan, menjabarkan, serta menjelaskan konsep sehingga
menjadi landasan dalam pembahasannya. Selanjutnya, dalam penelitian hukum ini
penulis menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan (1) bahwa
berdasarkan Putusan Nomor: 235/Pid.Sus/2014/PN.Lmj terdakwa harus
mempertanggungjawabkan perbuatan pidana yang dilakukannya, pada dasarnya
tidaklah sesuai dan menyimpangi ketentuan pidana yang diatur dalam Undang�Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan. selama persidangan terbukti melakukan kesalahan
melanggar pasal 16 ayat (1) Jo pasal 46 ayat (1) UURI No. 10 Tahun 1998 tentang
perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan dan perbuatan terdakwa
telah memenuhi unsur-unsur penggelapan dan penipuan pasal 372 KUHP tentang
Penggelapan dan pasal 378 KUHP tentang Penipuan, serta tidak ditemukannya
alasan pemaaf terhadap perbuatan terdakwa. (2) Dasar pertimbangan hakim,
menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berdasarkan penilaian fakta-fakta serta
bukti yang sah selama persidangan hakim, dengan mempertimbangkan hal-hal yang
meringankan dan memberatkan perbuatan terdakwa. Mengenai saran (1)
Masyarakat dalam hal ini harus memperhatikan dan tidak mudah terpengaruh
dengan ajakan berbagai oknum yang menawarkan untuk berinvestasi atau
menyimpan sebagaian uangnya dengan ketetapan suku bunga tinggi terhadap segala
bentuk kegiatan usaha seperti koperasi yang dalam menjalankan usahanya tidak
sesuai dengan Undang-undang Perbankan. (2) Hakim dalam memutus suatu perkara
yang ditanganinya agar tidak keliru dan bersungguh-sungguh dalam memutus
perkara, karena dikhawatirkan merugikan salah satu pihak yang sedang berpekara
dipengadilan.
Kata Kunci: Pertanggungjawaban Pidana, Pelaku, Penyertaan1512011350 BAGUS KURNIAWAN -2022-03-24T15:23:03Z2022-03-24T15:23:03Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55898This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/558982022-03-24T15:23:03ZKESADARAN HUKUM PARA PELAKU USAHA
TENTANG PENDAFTARAN MEREK
(Studi Pada Sentra Industri Keripik Di Jalan Pagar Alam Bandar Lampung)Merek memiliki beragam peran penting bagi pelaku usaha baik dalam
perdagangan maupun jasa. Semua pelaku usaha dapat menggunakan merek
apapun bagi produknya, namun perlindungan hak atas merek tidak akan ada jika
tidak dilakukan upaya pendaftaran merek. Pelaku usaha yang terdapat di Kawasan
Sentra Industri Keripik Jalan Pagar Alam Bandar Lampung telah menggunakan
merek untuk produk dagangnya, tetapi sebagian besar pelaku usaha keripik di
Sentra Industri Keripik Jalan Pagar Alam belum mendaftarkan merek dagangnya.
Permasalahan hukum dalam penelitian ini adalah pertama, bagaimana kesadaran
hukum para pelaku usaha keripik tentang kewajiban pendaftaran merek, dan
kedua apa faktor-faktor penghambat terhadap pendaftaran merek di kalangan
pelaku usaha keripik.
Penelitian Hukum yang digunakan adalah penelitian hukum normatif-terapan
dengan tipe penelitian deskriptif. Data yang digunakan adalah data primer yang
diperoleh langsung melalui wawancara dan data sekunder yang terdiri dari bahan
primer, sekunder, dan tersier. Pengolahan data dianalisis secara deskriptif
kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa pertama,tingkat kesadaran
hukum tentang pendaftaran merek pada pelaku usaha keripik di Sentra Industri
Keripik Jalan Pagar Alam Bandar Lampung masih tergolong rendah, karena
parapelaku usaha tersebut belum memahami arti penting pendaftaran merek bagi
usahanya. Pada kenyataannya dilapangan, rendahnya kesadaran mengenai arti
penting pendaftaran merek sebesar 80% (delapan puluh persen)pelaku usaha
belum menyadari pentingnya pendaftaran merek dan sebesar 20% (dua puluh
persen) yang telah menyadari akan arti penting pendaftaran merek, diukur
berdasarkan jumlah pelaku usaha yang telah mendaftarkan mereknya. Kedua,
faktor-faktor penghambat terhadap pendaftaran merek bagi pelaku usaha keripik
di Sentra Industri Keripik Jalan Pagar Alam Bandar Lampung adalah adanya
faktor anggapan bahwa merek tidak penting untuk didaftarkan.
Para pelaku usaha keripik masih beranggapan bahwa produknya ditandai dengan
penggunaan merek yang turun temurun sehingga apabila ada kesamaan dengan
merek lain ketika didaftarkan, maka para pelaku usaha keripik tidak mau
mengganti dengan merek alternatif lain.
Kata Kunci: Pendaftaran Merek, Kesadaran Hukum, Pelaku Usaha
1412011065 AZKA GILANG RIFARDI2022-03-24T15:22:59Z2022-03-24T15:22:59Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55893This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/558932022-03-24T15:22:59ZPROSES PENANGANAN ORANG DENGAN MASALAH KEJIWAAN
(ODMK) SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN
TERHADAP IBU KANDUNG
(Studi Kasus di Polresta Bandar Lampung)Orang dengan masalah kejiwaan (ODMK) sebagai pelaku tindak pidana
pembunuhan merupakan suatu tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang
di latarbelakangi dengan terganggu kejiwaannya. Mereka tidak memilki rasa
bersalah dan bertanggungjawab atas segala tindakan yang dia lakukan termasuk
apabila perbuatanya tersebut merugikan orang lain, sebaab mereka ini kurang
memilki pertimbangan akal. Sementara itu suatu tindak pidana bisa dilakukan
oleh siapapun tanpa memandang pelakunya termasuk orang dengan masalah
kejiwaan.Berdasarkan Pasal 44 KUHP tidak dipidana pelaku pidana/kejahatan
yang mempunyai gangguan kejiwaan, yaitu karena jiwanya sakit/cacat atau
terganggu jiwanya. Hal ini menimbulkan permasalahan dalam skripsi ini yaitu
bagaimanakah proses penanganan orang dengan masalah kejiwaan (ODMK)
sebagai pelaku tindak pidana pembunuhan terhadap ibu kandung dan apakah
faktor yang menghambat dalam melakukan proses penanganan orang dengan
masalah kejiwaan (ODMK) sebagai pelaku tindak pidana pembunuhan terhadap
ibu kandung. Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Hasil penelitian dan
pembahasan menunjukan bahwa: Proses penanganan orang dengan masalah
kejiwaan sebagai pelaku tindak pidana pembunuhan yaitu melalui proses
penyidikan seperti wawancara dan observasi pada si pelaku, selain itu juga
penyidik menghadirkan Saksi ahli agar benar adanya bahwa pelaku tersebut orang
dengan masalah kejiwaan. Pelaku yang mengalami masakah jiwaan setelah di
proses penanganannya, jika ia terbukti orang dengan masalah kejiwaan proses
selanjutnya dilakukan pengobatan selama 1 Tahun seperti yang tertera pada Pasal
44 KUHP. Dalan proses penyidikan para tersangka terlebih dahulu akan melalui
beberapa proses penanganan atau pemeriksaan dan keterangan-keterangan ahli,
keluarga dan hasil observasi yang terbukti memilkik gangguan atau kelainan jiwa.
Kata Kunci: Orang, Kejiwaan, Pembunuhan
1512011060 ASHIFA YONA-2022-03-24T15:22:57Z2022-03-24T15:22:57Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55891This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/558912022-03-24T15:22:57ZUPAYA KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA
SPESIALIS PENGGELAPAN MOBIL RENTAL
(Studi pada Polresta Bandar Lampung)
Penggelapan mobil rental merupakan kejahatan yang sangat meresahkan pelaku
usaha mobil rental, karena mobil yang seharusnya menjadi sumber mata
pencaharian justru digelapkan oleh pelaku. Pada tahun 2018 terjadi tindak pidana
penggelapan mobil rental di wilayah hukum Polresta Bandar Lampung sebanyak 7
kasus. Sehubungan dengan hal tersebut maka pihak Kepolisian melakukan upaya
penanggulangan tindak pidana. Permasalahan penelitian ini adalah: (1)
Bagaimanakah upaya kepolisian dalam penanggulangan tindak pidana spesialis
penggelapan mobil rental? (2) Apakah faktor penghambat upaya kepolisian dalam
penanggulangan tindak pidana spesialis penggelapan mobil rental?
Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif
dan pendekatan yuridis empiris, dengan narasumber yaitu penyidik Kepolisian
Resor Kota Bandar Lampung dan dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum
Unila. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi pustaka dan studi lapangan
dan dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Upaya Polresta Bandar Lampung dalam
penanggulangan tindak pidana spesialis penggelapan mobil rental secara non penal
dilakukan sosialisasi kepada pemilik mobil rental untuk menerapkan kehati-hatian
dalam melaksanakan usahanya, yaitu dengan memperketat persyaratan bagi calon
konsumen dan memasang alat pelacak kendaraan atau GPS pada mobil. Upaya
secara penal dilaksanakan dengan penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak
pidana spesialis penggelapan mobil rental dalam rangka mencari dan
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana spesialis
penggelapan mobil rental yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya
penggelapan spesialis mobil rental. (2) Faktor-faktor penghambat upaya Polresta
Bandar Lampung dalam penanggulangan tindak pidana penggelapan spesialis rental
yaitu: a) substansi hukum yaitu relatif rendahnya ancaman pidana terhadap pelaku
tindak pidana penggelapan, yaitu maksimal hanya 4 (tahun) penjara. b) penegak
hukum, yaitu masih kurangnya koordinasi antara aparat penegak hukum lintas
daerah dan lintas provinsi. c) Faktor sarana dan fasilitas, yaitu barang bukti
kejahatan berupa mobil rental yang digelapkan biasanya telah berpindah tangan ke
orang lain, yaitu penadah atau pembeli lain, sehingga menyulitkan petugas dalam
mengumpulkan barang bukti. d) faktor masyarakat yaitu masyarakat yang tidak
bersedia membantu Kepolisian dalam melaksanakan penegakan hukum e) Faktor
kebudayaan, yaitu masih diterapkannya nilai-nilai kompromi atau kekeluargaan
dalam penyelesaian tindak pidana melalui perdamaian. Dalam hal ini penyidik
menerapkan diskresi Kepolisian, yaitu dalam hal terjadinya perdamaian antara
pelaku tindak pidana penggelapan dengan pemilik mobil rental secara kekeluargaan.
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Aparat penegak hukum hendaknya
meningkatkan kinerja dalam penanganan tindak pidana penggelapan mobil rental
(2) Pemilik mobil rental hendaknya meningkatkan kewaspadaan dan kehati-hatian
dalam menjalankan usaha dengan jalan mengenali calon konsumen secara detail,
meminta jaminan atas mobil yang disewa dan membuat perjanjian tertulis.
Kata Kunci: Upaya Kepolisian, Penanggulangan, Penggelapan Mobil Rental1442011003 ARMAN FELLANY LAMNUNYAI-2022-03-24T15:22:52Z2022-03-24T15:22:52Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55879This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/558792022-03-24T15:22:52ZPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER PRAKTIK MANDIRI
YANG MELAKUKAN SELF DISPENSING DI KABUPATEN
LAMPUNG SELATANIndonesia merupakan negara yang sangat menjunjung tinggi tingkat kesehatan
setiap warga negaranya sesuai dengan cita-cita bangsa yang termuat di dalam
pembukaan UUD RI 1945. Dokter sebagai pemberi pelayanan kesehatan sangat di
percaya oleh masyarakat untuk memberikan kesembuhan, dengan itu dokter yang
sudah memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) di
perbolehkan mendirikan tempat praktik dan melakukan pelayanan kesehatan,
namun dalam batas-batas tertentu misalnya melakukan pemberian obat secara
langsung kepada pasien (Self Dispensing). Lampung Selatan merupakan
kabupaten yang masih terdapat banyak praktik dokter mandiri yang melakukan
Self Dispensing. Permasalahan dalam skripsi ini yaitu tentang alasan dokter
praktik mandiri melakukan Self Dispensing, dasar hukum yang menjadi landasan
bagi dokter praktik mandiri dalam melakukan Self Dispensing, perlindungan
hukum terhadap dokter praktik mandiri yang melakukan Self Dispensing di
Kabupaten Lampung Selatan.
Jenis penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian normatif
empiris, dengan tipe penelitian deskriptif, tipe pendekatan masalah dalam
penelitian ini adalah yuridis empiris. Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data primer yang di dapat dari lokasi penelitian, dan data sekunder yang
terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum
tertier, yang kemudian dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa alasan dokter praktik mandiri melakukan
Self Dispensing yaitu yang pertama karena dokter praktik mandiri sudah memiliki
tempat praktik sendiri, kemudian yang kedua yaitu karena lokasi praktik dokter
yang jauh dari apotek, selanjutnya dikarenakan dokter merasa dengan
memberikan obat secara langsung proses penyembuhan akan lebih cepat, terlebih
jika dalam keadaan darurat, dan yang terakhir atas dasar perikemanusiaan
(keselamatan pasien yang utama). Dasar hukum yang melandasi praktik Self
Dispensing ini sendiri yaitu Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. Dalam hal perlindungan hukum, dokter praktik mandiri akan
dilindungi apabila melaksanakan kewajiban sudah sesuai dengan Standar
Operasional Prosedur (SOP) dan tidak menyalahi peraturan perundang-undangan.
Kata Kunci : Self Dispensing, Dokter Praktik Mandiri, Perlindungan Hukum
Indonesia is a country that upholds the level of health of every citizen in
accordance with the ideals of the nation contained in the opening of the 1945
Constitution of the Republic of Indonesia. Doctors as health care providers are
trusted by the public to provide healing, with that doctors who already have a
Registration Certificate (STR) and Practice License (SIP) are allowed to establish
a place of practice and conduct health services, but within certain limits such as
administering drugs directly to patients (Self Dispensing). South Lampung is a
district where there are still many independent doctor practices that do Self
Dispensing. The problem in this thesis is about the reasons for independent
practice physicians to do Self Dispensing, the legal basis that is the basis for
independent practice physicians in conducting Self Dispensing, legal protection
for independent practice physicians who do Self Dispensing in South Lampung
Regency.
This type of research used in this study is empirical normative research, with
descriptive research type, the type of problem approach in this study is juridical
empirical. The data used in this study are primary data obtained from the
research location, and secondary data consisting of primary legal materials,
secondary legal materials, and tertiary legal materials, which are then analyzed
qualitatively.
The results of this study indicate that the reason that independent practice
physicians perform Self Dispensing is first because the independent practice
doctors have their own place of practice, then the second is because the location
of the doctor's practice is far from the pharmacy, then because the doctor feels by
giving medicine directly the healing process will more quickly, especially if in an
emergency, and finally on the basis of humanity (primary patient safety).
The legal basis that underlies the practice of Self Dispensing itself is Law Number
29 of 2004 Concerning Medical Practices. In the case of legal protection, an
independent practice physician will be protected if carrying out obligations in
accordance with Standard Operating Procedures (SOP) and does not violate the
laws and regulations.
Keywords: Self Dispensing, Independent Practitioner Doctor, Legal Protection
1512011111 ARFITA BELLA PRATIWI-2022-03-24T03:44:00Z2022-03-24T03:44:00Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55682This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/556822022-03-24T03:44:00ZPERAN LEMBAGA PENGADUAN KONSUMEN NUSANTARA INDONESIA
DALAM MELINDUNGI KONSUMEN DARI TINDAK PIDANA
PERAMPASAN KENDARAAN OLEH DEBT COLLECTOR
(Studi pada Lembaga Pengaduan Konsumen Nusantara Indonesia
(LPKNI) Lampung)Debt collector merupakan sebutan pegawai perusahaan pembiayaan yang secara
khusus melakukan penagihan atas keterlambatan konsumen membayar angsuran
kendaraan. Perilaku para debt collector ini sering kali meresahkan para konsumen
sebab mereka melakukan perampasan terhadap kendaraan konsumen. Permasalahan
dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah peran Lembaga Pengaduan Konsumen
Nusantara Indonesia (LPKNI) Lampung dalam melindungi konsumen dari tindak
pidana perampasan kendaraan oleh debt collector? (2) Apakah faktor-faktor
penghambat pelaksanaan peran LPKNI Lampung dalam melindungi konsumen dari
tindak pidana perampasan kendaraan oleh debt collector?
Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif dan pendekatan yuridis
empiris. Narasumber penelitian terdiri dari ketua LPKNI Lampung, Debitur
Perusahaan Pembiayaan Kendaran Bermotor, Penyidik Satreskrim Polresta Bandar
Lampung dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. Pengumpulan
data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan, selanjutnya data dianalisis
secara kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Peran LPKNI Lampung dalam melindungi
konsumen dari tindak pidana perampasan kendaraan oleh debt collector secara
normatif dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Peran secara faktual dilaksanakan dengan melaksanakan
advokasi perlindungan konsumen yaitu membantu meningkatkan kesadaran
konsumen hak-hak dan kewajiban dan mendampingi konsumen yang dirugikan
perusahaan pembiayaan. Selain itu melaksanakan koordinasi dengan Pihak Kepolisia
dengan cara menghubungi pihak Kepolisian setelah LPKNI Lampung menerima
aduan atau menemukan adanya tindak pidana perampasan kendaraan oleh debt
collector dalam rangka pelaksaaan penyelidikan dan penyidikan terhadap debt
collector yang merampas kendaraan. (2) Faktor-faktor penghambat pelaksanaan peran
LPKNI Lampung dalam melindungi konsumen dari tindak pidana perampasan
kendaraan oleh debt collector terdiri dari faktor substansi hukum yaitu masih belum
kuatnya posisi legal standing LPKNI dalam Undang-Undang Perlindungan
Konsumen untuk mengajukan gugatan pada perusahaan yang merugikan konsumen,
Achmad Gama Haris
faktor sumber daya manusia yaitu terbatasnya petugas LPKNI Lampung. Faktor
masyarakat yaitu keengganan masyarakat menjadi saksi dalam proses penegakan
hukum. Faktor budaya, yaitu adanya masyarakat yang lebih memilih menyelesaikan
perkara pidana perampasan kendaraan oleh debt collector melalui cara kekeluargaan.
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Peran LPKNI Lampung dalam perlindungan
konsumen hendaknya semakin ditingkatkan dengan cara mengoptimalkan sosialisasi
dan advokasi terhadap konsumen, sehingga konsumen benar-benar merasakan adanya
peran organisasi LPKNI. Selain itu agar sarana prasarana teknis yang menunjang
kinerja LPKNI Lampung dalam sosialisasi dan advokasi dilengkapi secara memadai.
(2) Hendaknya diberlakukan peraturan khusus mengenai legal standing LPKNI dalam
proses perlindungan terhadap konsumen khususnya LPKNI dapat berperan sebagai
penggugat atau mendampingi konsumen selama proses persidangan berjalan,
sehingga upaya perlidungan konsumen menjadi lebih konsumen.
Kata Kunci: Peran LPKNI, Perampasan Kendaraan, Debt Collector 14120111005 ACHMAD GAMA HARIS-2022-03-24T03:43:50Z2022-03-24T03:43:50Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55747This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/557472022-03-24T03:43:50ZPELAKSANAAN PEMBIAYAAN IJARAH MUNTAHIYA BITTAMLIK
(Studi Pada Bank Syariah Mandiri KCP Bandar Lampung Kedaton)Bank syariah mempunyai berbagai bentuk pembiayaan yang ditawarkan, salah
satunya adalah pembiayaan Ijarah muntahiya Bittamlik (IMBT). Pembiayaan
Ijarah Muntahiya Bittamlik merupakan sebuah transaksi ijarah yang diikuti dengan
proses pemindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri atau sesuai dengan
kesepakatan kedua belah pihak pada awal akad. Keberadaan bentuk pembiayaan ini
sudah sangat lama bahkan sejak munculnya bank syariah di Indonesia. Pokok
bahasan dalam penelitian ini mengenai syarat dan prosedur pembiayaan IMBT,
akibat hukum yang timbul dalam pembiayaan IMBT, serta pelaksanaan akad
pembiayaan IMBT pada Bank Syariah Mandiri KCP Bandar Lampung Kedaton.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif-empiris dengan
tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah menggunakan pendekatan
normatif-terapan. Data dan sumber data diperoleh dari data primer dan data
sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan
hukum tersier. Pengumpulan data menggunakan studi pustaka, studi dokumen dan
wawancara. Metode pengolahan data dilakukan dengan cara identifikasi data dan
penyusunan data, yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat dinyatakan bahwa dalam
pelaksanaan pembiayaan IMBT syarat dan prosedur yang harus dipenuhi memiliki
kesamaan dengan pembiayaan syariah yang lainnya. Apabila ada salah satu syarat
maupun prosedur yang tidak terpenuhi atau dilaksanakan, maka proses pelaksanaan
pembiayaan ijarah muntahiya bittamlik tidak dapat dilanjutkan atau batal demi
hukum. Pelaksanaan pembiayaan IMBT pada Bank Syariah Mandiri KCP Bandar
Lampung Kedaton telah sesuai serta dilaksanakan dengan merujuk kepada
peraturan perundang-undangan yang terkait, dalam hal ini adalah Fatwa Dewan
Syari’ah Nasional Nomor: 09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Ijarah dan
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor: 27/DSN-MUI/III/2002 Tentang Al-Ijarah
Al-Muntahiyah Bi Al-Tamlik. Akibat hukum yang timbul dalam pembiayaan IMBT
adalah pemenuhan hak dan kewajiban oleh kedua belah pihak yang terikat.
Berdasarkan atas akibat hukum yang timbul berupa pemenuhan hak dan kewajiban
para pihak, maka penulis berpendapat bahwa pembiayaan ijarah muntahiya
bittamlik tersebut seimbang dan telah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang
mengaturnya, dalam hal ini adalah UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah, Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor: 09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang
Pembiayaan Ijarah, serta Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor: 27/DSN-
MUI/III/2002 Tentang Al-Ijarah Al-Muntahiyah Bi Al-Tamlik.
Kata Kunci: Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik, Mua’jir, Musta’jir, Bank
Syariah Islamic banks have various forms of financing offered, one of the forms of financing
is financing the Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT). Ijarah Muntahiya Bittamlik is
an ijarah transaction followed by a process of ownership rights to the goods
themselves or in accordance with the agreement of the two parties at the beginning
of the contract. The existence of this form of financing has been very long even
since the emergence of Islamic banks in Indonesia. The subject of this research is
the terms and procedures of Ijarah Muntahiya Bittamlik financing, legal
consequences arising in the financing of Ijarah Muntahiya Bittamlik, and the
implementation of the Ijarah Muntahiya Bittamlik financing contract at Bank
Syariah Mandiri KCP Bandar Lampung Kedaton.
The type of research used is normative-applied legal research with descriptive
research type. The problem approach uses a normative-applied approach. Data and
sources of data obtained from primary data and secondary data consisting of
primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. Data
collection uses library studies, document studies and interviews. Data processing
methods are done by identifying data and compiling data, which are then analyzed
qualitatively.
Based on the results of research and discussion, it can be stated that in the
implementation of IMBT financing, the requirements and procedures that must be
met have similarities with other sharia financing. If there are any conditions or
procedures that are not fulfilled or implemented, the process of implementing ijarah
muntahiya bittamlik financing cannot be continued or null and void by law. The
implementation of IMBT financing at Bank Syariah Mandiri KCP Bandar Lampung
Kedaton has been appropriate and carried out by referring to the relevant laws and
regulations, in this case the National Sharia Council Fatwa Number: 09 / DSN-MUI
/ IV / 2000 Concerning Ijarah Financing and National Sharia Council Fatwa
Number: 27 / DSN-MUI / III / 2002 concerning Al-Ijarah Al-Muntahiyah Bi Al-
Tamlik. The legal consequences arising from IMBT financing are the fulfillment of
rights and obligations by both bound parties. Based on the legal consequences
arising in the form of fulfilling the rights and obligations of the parties, the authors
argue that the financing of ijarah muntahiya bittamlik is balanced and in accordance
with the provisions that govern it, in this case Law No. 21 of 2008 concerning
Sharia Banking, National Sharia Council Fatwa Number: 09 / DSN-MUI / IV / 2000
Concerning Ijarah Financing, and National Shari'ah Council Fatwa Number: 27 /
DSN-MUI / III / 2002 About Al-Ijarah Al-Muntahiyah Bi Al-Tamlik.
Keywords: Financing Agreement of Ijarah Muntahiya Bittamlik, Mua'jir,
Musta'jir, Islamic Bank.1512011001 ADI KURNIAWAN-2022-03-24T03:42:06Z2022-03-24T03:42:06Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55670This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/556702022-03-24T03:42:06ZDISPARITAS PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI KLAUSULA BAKU
YANG DILARANG DALAM PERJANJIAN KONSUMENPerjanjian konsumen pada dasarnya dibuat guna memenuhi kebutuhan konsumen
dengan jumlah yang tinggi, maka untuk mempermudah pelaku usaha perjanjian
konsumen dicetak secara masal dengan klausula baku yang ditetapkan sepihak.
Namun kewenangan sepihak ini berpotens disalahgunakan pelaku usaha dengan
mencantumkan klausula baku yang dilarang. Klausula baku yang dilarang menurut
UUPK adalah klausula yang berisikan pembebasan tanggung jawab pelaku usaha
kepada konsumen. Indikasi kerugian yang diderita konsumen atas pencantuman
klausula baku yang dilarang terbukti dari beberapa putusan yakni putusan nomor:
65/Pdt.G/2011/PN.SMG, putusan nomor: 08/Pdt/2011/PN.TGL dan putusan
nomor: 2078 K/Pdt/2009. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah mengenai
pengaturan klausula baku yang dilarang dalam perjanjian, pertimbangan majelis
hakim tentang perjanjian yang mencantumkan klausula baku yang dilarang dan
disparitas putusan pengadilan mengenai klausula baku yang dilarang dalam
perjanjian konsumen
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian normatif
dengan tipe penelitian deskriptif. Tipe pendekatan masalah dalam penelitian ini
adalah tipe Case Approach. Data yang digunakan sebagai bahan penelitian ini
terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier,
yang kemudian dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ketentuan pencantuman
klausula baku yang dilarang UUPK ternyata tidak dapat diterapkan secara
keseluruhan. Fakta dalam putusan majelis hakim membuktikan bahwa tidak semua
dugaan atas pencantuman klausula baku yang dilarang UUPK dapat dibatalkan, hal
ini didasarkan pada hal-hal tertentu yang membuktikan bahwa tidak adanya
konsumen yang menderita kerugian akibat pencantuman klausula baku yang
dilarang. Disparitas pertimbangan majelis hakim menunjukan bahwa terdapat
berbagai hal yang menentukan kualifikasi klausula baku dapat dikategorikan
sebagai klausula baku yang melanggar, yakni harus ditinjau dari ada atau tidaknya
aspek kerugian yang diderita konsumen.
Kata kunci: Perjanjian baku, Perlindungan Konsumen, Klausula Baku yang
Dilarang1512011135 HANIFAH NURAINI-2022-03-24T03:42:04Z2022-03-24T03:42:04Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55674This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/556742022-03-24T03:42:04ZANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NOMOR 236/Pdt.G/2014/PN.Mnd
TENTANG PERBUATAN MELAWAN HUKUM YANG DIAKIBATKAN
OLEH BINATANG PELIHARAAN Gugatan perbuatan melawan hukum yang diajukan Engelin Sumendap
(penggugat) kepada Haryanto Christian (tergugat) selaku pemilik Toko Central
Aquarium dan Petshop dilakukan untuk mendapatkan ganti kerugian akibat
insiden penyerangan anjing berjenis Alaskan Husky milik tergugat kepada
penggugat di dalam toko/Petshop tersebut. Analisis pada Putusan Pengadilan
Nomor 236/Pdt.G/2014/PN.Mnd ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kasus
posisi dalam Putusan Pengadilan Nomor 236/Pdt.G/2014/PN.Mnd, apa yang
menjadi dasar hukum pertimbangan Hakim dalam memutus Putusan Pengadilan
Nomor 236/Pdt.G/2014/PN.Mnd, dan akibat hukum yang timbul dari Putusan
Pengadilan Nomor 236/Pdt.G/2014/PN.Mnd.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum
normatif dengan tipe penelitian deskriptif. Tipe pendekatan masalah dalam
penelitian ini adalah judicial case study. Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder, kemudian dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian yang telah dilakukan pada Putusan Pengadilan Nomor
236/Pdt.G/2014/PN.Mnd ini menunjukkan bahwa gugatan yang diajukan
penggugat kepada tergugat adalah benar merupakan perbuatan melawan hukum.
Berdasarkan analisis Putusan Pengadilan Nomor 236/Pdt.G/2014/PN.Mnd,
terbuktinya perbuatan melawan hukum yang dilakukan tergugat kepada penggugat
adalah karena terpenuhinya unsur kelalaian dalam memelihara binatang yang
telah disebutkan ketentuannya dalam Pasal 1365 KUH Perdata sampai dengan
Pasal 1368 KUH Perdata. Akibat hukum dari Putusan Pengadilan Nomor
236/Pdt.G/2014/PN.Mnd ini adalah timbulnya kewajiban bagi pihak tergugat
untuk membayar kerugian secara materiil dan imateriil kepada penggugat.
Kata Kunci: Penggugat, Tergugat, Perbuatan Melawan Hukum.
The lawsuit filed by Engeline Sumendap (plaintiff) to Haryanto Christian (the
defendant) as the owner of the Central Aquarium and Petshop Shop was
conducted to obtain compensation for the insident of the defendant’s Alaskan
Husky dog attack on the plaintiff at the pet store. This analysis aims to find out
how cases in Court Decision Number 236/Pdt.G/2014/PN.Mnd. What is the legal
basis for judges’ considerations in deciding Court Decision Number
236/Pdt.G/2014/PN.Mnd, and legal consequences arising from Court Decision
Number 236/Pdt.G/2014/PN.Mnd.
The type of research used in this study is normative legal research with
descriptive research type. The type of problem approach in this study is a judicial
case study. The data used in this study are secondary data consisting of primary
legal materials and secondary legal materials, then analyzed qualitatively.
The results of the research conducted on Court Decision Number 236 / Pdt.G /
2014 / PN.Mnd indicate that the claim submitted by the plaintiff to the defendant
was indeed an illegal act. Based on the analysis of Court Decision Number 236 /
Pdt.G / 2014 / PN.Mnd, evidence of the accused's illegal behavior is due to the
fulfillment of negligence in raising animals mentioned in Article 1365 of the Civil
Code to Article 1368 of the Civil Code. The legal consequences of this Court
Decision Number 236 / Pdt.G / 2014 / PN.Mnd is the emergence of an obligation
for the defendant to pay material and immaterial damage to the plaintiff.
Keywords: Plaintiff, Defendant, Unlawful Acts.
1312011149 IDA AYU MADE WIDHASANI2022-03-24T03:41:59Z2022-03-24T03:41:59Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55676This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/556762022-03-24T03:41:59ZPELAKSANAAN PEWARISAN PADA MASYARAKAT ADAT
PARENTAL
(Studi Kasus Masyarakat Adat Jawa Kecamatan Bandar Sribhawono)
Pewarisan pada masyarakat adat Jawa di Kecamatan Bandar Sribhawono merupakan
pewarisan yang menganut sistem kekerabatan individual, dimana setiap ahli waris
memperoleh bagian harta warisan untuk secara bebas dimiliki, dikuasai dan
dinikmati sendiri. Proses pembagian harta peninggalan kepada para ahli waris
dilakukan dengan cara musyawarah sesuai dengan kesepakatan yang berlaku
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pelaksanaan proses
pewarisan masyarakat adat Jawa kekerabatan parental di Kecamatan Bandar
Sribhawono dan bagaimana penyelesaian sengketa jika terjadi sengketa waris dalam
masyarakat adat dengan sistem kekerabatan parental di Kecamatan Bandar
Sribhawono.
Jenis Penelitian yang digunakan adalah empiris, dengan tipe penelitian bersifat
deskriptif dan menggunakan pendekatan yuridis sosiologis. Data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan
data dilakukan dengan cara wawancara dan studi kepustakaan. Analisis data
dilakukan dengan cara kualitatif.
Hasil penelitian mengenai pembagian waris adat Jawa dan penyelesaianya pada
masyarakat adat Jawa di Kecamatan Bandar Sribhawono yang menunjukan
masyarakat parental menganut sistem pewarisan individual dimana semua ahli waris
mendapatkan hak yang sama dalam pembagian harta warisan sesuai dengan
kehendak pewaris yang mempunyai kekuasaan dalam proses pembagian waris.
Subyek dalam pembagian waris ini adalah pewaris dan ahli waris, sedangkan obyek
dalam pembagian waris ini adalah harta peninggalan. Hak mewaris dalam sistem ini
adalah antara anak laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang sama, mereka
tidak dibedakan besaran harta warisan dalam pembagian harta peninggalan.
Persengketaan yang terjadi di dalam pembagian harta warisan biasanya terjadi
karena ketidak adanya kesepakatan antara ahli waris selama melakukan musyawarah
dalam pembagian waris. Hal ini menujukan bahwa sengketa sering sekali terjadi
karena faktor internal dari pihak keluarga si pewaris. Sedangkan antar ahli waris bisa
diselesaikan bilamana ada kesepakatan antar ahli waris, kesepakatana ini biasanya
dilakukan dengan cara musyawarah mufakat dan di hadiri oleh pihak ketiga baik itu
tokoh adat, orang yang dipercaya oleh kedua ahli waris dan biasanya juga kepala
desa
Kata Kunci : Penyelesaian, Pembagian Waris, Masyarakat Adat Jawa
1412011187 Indri Komalasari2022-03-24T03:41:14Z2022-03-24T03:41:14Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55701This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/557012022-03-24T03:41:14ZPENOLAKAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE
INTERNASIONAL DI INDONESIA BERDASARKAN ASAS
KETERTIBAN UMUMPelaksanaan putusan arbitrase internasional di Indonesia tidaklah semudah
sebagaimana yang tertuang dalam undang-undang. Pada faktanya banyak dijumpai
putusan arbitrase internasional yang mendapat penolakan eksekusi dari pengadilan
karena dianggap bertentangan dengan Asas Ketertiban Umum, seperti halnya kasus
E.D & F. MAN SUGAR Ltd melawan Yani Haryanto dalam Putusan No. 1
Pen.Ex’r/Arb.Int/Pdt/1991, dan kasus Astro Group melawan PT Ayunda Prima
Mitra dalam Putusan No. 01/K/Pdt.Sus/2010 dan No. 877/K/Pdt.Sus/2010.
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian deskriptif.
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan normatif dengan tipe
pendekatan studi kasus. Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi dokumen. Pengolahan
data dilakukan dengan cara pemeriksaan data, rekonstruksi data dan sistematisasi
data yang selanjutnya dilakukan analisis secara kualitatif.
Hasil Penelitian dan Pembahasan menjelaskan bahwa prosedur pelaksanaan
putusan arbitrase internasional ada beberapa tahap yakni: Tahap penyerahan dan
pendaftaran putusan, tahap permohonan pelaksanaan putusan, tahap perintah
pelaksanaan, tahap pelaksanaan putusan. Selain itu, penggunaan asas ketertiban
umum dalam penolakan pelaksanaan oleh Hakim ditafsirkan sebagaimana yang
tertuang dalam Penetapan Mahkamah Agung No. 1 Pen.Ex’r/Arb.Int/Pdt/1991,
yaitu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan (keputusan presiden),
dan Putusan Mahkamah Agung No. 01 K/Pdt.Sus/2010 jo Putusan Mahkamah
Agung No. 877 K/Pdt.Sus/2012, yaitu bertentangan dengan undang-undang dan
asas sovereignity (kedaulatan) terhadap tata tertib hukum beracara di Indonesia.
Kata Kunci: Pelaksanaan Eksekusi, Penolakan Eksekusi, Ketertiban Umum
The enforcement of international arbitration awards in Indonesia is not as easy as
stated in the law. In fact, oftentimes on international arbitration award have received
rejection of execution from the court, because they were considered contrary to the
Public Order Principle, like the case with E.D & F. MAN SUGAR Ltd against Yani
Haryanto in Decision No. 1 Pen. Ex / Arb.Int / Pdt / 1991, and the Astro Group case
against PT Ayunda Prima Mitra in decision No. 01 / K / Pdt.Sus / 2010 and No. 877
/ K / Pdt.Sus / 2010.
The type of researched in this study is normative legal research with descriptive
type. The type of problem approach is normative approach of case study. The data
used secondary data consisting of primary legal materials, secondary legal materials
and tertiary legal materials. The data collection was done by literature study and
document resarch. The data processing was done by data checking, data
reconstructing and data systematizing. Furthermore, the data analyzed were using
a qualitative data analysis.
The results of research and discussion that have been explained the procedures of
the enforcement of international arbitration award. There were several stages,
namely: The stage of submission and registration of the decision, the stage of the
application for the decision, the order stage of enforcement, the stage of the
decision. In addition, the use of the principle of public order in the refusal of
implementation by the Judge was interpreted as stated in the Decision of the
Supreme Court No. 1 Pen. Ex / Arb. Int / Pdt / 1991, which is contrary to the laws
(presidential decree), and The Decision of the Supreme Court No. 01 K / Pdt.Sus /
2010 jo The Decision of the Supreme Court No. 877 K / Pdt.Sus / 2012, which is
contrary to the law and the principle of sovereignity of legal procedures in
Indonesia.
Keywords: Execution, Rejection of Execution, Public Order1512011126 Sofiatun Tasliyah2022-03-24T03:41:12Z2022-03-24T03:41:12Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55703This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/557032022-03-24T03:41:12ZIMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2013
TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO TERHADAP PEMBINAAN
DAN PENGAWASAN BAITUL MAAL WAT TAMWIL OLEH OTORITAS
JASA KEUANGANBerdasarkan Pasal 39 Ayat (1) UU LKM, menjelaskan bahwa pada saat Undang�Undang ini mulai berlaku, Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank
Pegawai, Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit
Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank
Karya Produksi Desa (BKPD), Badan Usaha Kredit Pedesaan (BUKP), Baitul
Maal wa Tamwil (BMT), Baitul Tamwil Muhammadiyah (BTM), dan/atau
lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu tetap dapat beroperasi
sampai dengan 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini berlaku.
Kemudian Pasal 9 Ayat (1) menjelaskan bahwa sebelum menjalankan kegiatan
usaha, LKM harus memiliki izin usaha dari OJK. Permasalahan dalam penelitian
ini adalah Bagaimana Implementasi UU LKM Terhadap Pembinaan dan
Pengawasan BMT oleh OJK. Apakah faktor penghambat Implementasi UU LKM
Terhadap Pembinaan dan Pengawasan BMT oleh OJK.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif-empiris. Tipe
Penelitian adalah tipe deskriptif. Pendekatan Masalah menggunakan pendekatan
empiris yang dilakukan dengan meneliti secara langsung kelapangan. Data dan
sumber data diperoleh dari data primer dan sekunder. Pengumpulan data
menggunakan studi kepustakaan dan Studi lapangan. Metode Pengolahan data
dilakukan dengan, Pemeriksaan data, Rekontruksi data, sistematika data. Analisis
data dilakukan dalam bentuk analisis kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan Implementasi UU LKM Terhadap Pembinaan
Dan Pengawasan BMT Oleh OJK, yaitu jika BMT berbadan hukum koperasi
terkait pembinaan dan pengawasan BMT dilakukan oleh Dinas Koperasi dan
UMKM serta tunduk pada UU Perkoperasian, namun jika BMT tersebut berbadan
hukum PT atau Koperasi serta telah mendaftarkan izin usahanya kepada OJK
maka BMT tersebut akan berubah menjadi LKM dan kegiatan pembinaan dan
pengawasan BMT dilaksanakan oleh OJK serta tunduk pada UU LKM. Kemudian
Menurut hasil wawancara dengan pihak OJK jumlah BMT koperasi LKM Syariah pada OJK provinsi lampung berjumlah 2 BMT, yang mana merubah namanya
menjadi LKM syariah, namun jika Menurut data Dinas koperasi dan UMKM
Provinsi Lampung, BMT berbadan hukum koperasi yang diawasi oleh Dinas
Koperasi berjumlah 46 BMT. Faktor penghambat pelaksanaan fungsi pengaturan
dan pengawasan terhadap BMT oleh OJK berupa masih banyak BMT yang tidak
mendaftarkan izin usaha dan mengubah bentuk usahanya menjadi LKM syariah
kepada OJK, sehingga OJK tidak memberikan pengawasan dan pembinaan
terhadap BMT.
Kata Kunci :Pengawasan, Pembinaan, Baitul Maal Wat Tamwil
1512011004 Sukma Ari Sanjaya-2022-03-24T03:41:08Z2022-03-24T03:41:08Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55708This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/557082022-03-24T03:41:08ZKESADARAN HUKUM PELAKU USAHA DALAM
LABELISASI PRODUK PANGAN OLAHAN
(Studi pada Pelaku Usaha Keripik Pisang di Bandar Lampung)
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan harus
senantiasa tersedia, dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Pelaku usaha
pangan dalam melakukan produksi pangan harus memenuhi berbagai ketentuan
mengenai kegiatan atau proses produksi pangan. Masyarakat juga perlu
mendapatkan informasi yang jelas terkait dengan asal, keamanan, mutu,
kandungan gizi, dan keterangan lain dalam kemasan terhadap setiap produk yang
akan di beli ataupun di konsumsi. Penelitian ini akan membahas tentang
kesadaran hukum pelaku usaha keripik pisang dalam labelisasi produk pangan
olahan, kendala yang dihadapi pelaku usaha keripik pisang dalam labelisasi
produk pangan olahan, dan upaya Badan POM dalam meningkatkan kesadaran
pelaku usaha keripik pisang dalam labelisasi produk pangan olahan.
Penelitian ini adalah penelitian normatif empiris. Data yang digunakan adalah data
primer dan sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.
Pengumpulan data dalam penulisan penelitian ini dilakukan dengan cara studi
kepustakaan dan studi dokumen. Data yang diperoleh dikelola menggunakan
analisis kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa kesadaran hukum pelaku
usaha keripik pisang dalam labelisasi produk pangan olahan sudah ada, namun
masih harus ditingkatkan, sebab kesadaran pelaku usaha tersebut baru sebatas
pengertian bahwa mereka memandang penting labelisasi sebagai upaya
memberikan nama maupun logo usaha,.Kendala yang dihadapi pelaku usaha
dalam labelisasi produk pangan olahan antara lain berasal dari kendala internal
(pelaku usaha) yaitu kesadaran hukum yang cukup rendah dan kurangnya
keinginan untuk meluangkan waktu secara aktif mengikuti penyuluhan hukum
mengenai usaha kecil dan menengah, kemudian kendala eksternal (luar pelaku
usaha) antara lain pihak BBPOM terkendala juga dengan kurangnya jumlah
petugas lapangan yang memberikan penyuluhan dan sosialisasi. Upaya
meningkatkan kesadaran pelaku usaha keripik pisang dilakukan oleh BBPOM
Kota Bandar Lampung yang diantaranya melalui upaya preventif yang dilakukan
dengan sosialisasi dan penyuluhan peraturan labelisasi produk pangan olahan dan
upaya pengawasan agar produsen/ pelaku usaha benar-benar memenuhi
kewajibannya sesuai ketentuan labelisasi produk pangan olahan. Kemudian upaya
represif merupakan tindakan memberikan punishment (sanksi) bagi pengusaha
yang melanggarnya.
Kata kunci : Kesadaran Hukum, Pelaku Usaha, Labelisasi Produk
1442011040 Tiara Indah Safitri-2022-03-24T03:41:05Z2022-03-24T03:41:05Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55711This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/557112022-03-24T03:41:05ZPENGATURAN KEAMANAN MARITIM BERKAITAN DENGAN
STANDAR KEAMANAN KAPAL DAN FASILITAS PELABUHAN
BERDASARKAN INTERNATIONAL SHIP AND PORT FACILITY
SECURITY CODE 2002 DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIAIndonesia sebagai negara kepulauan dengan jumlah pulau yang terdiri atas 17.504
pulau, menyebabkan peran perhubungan laut sebagai sarana transportasi yang
semakin dominan. Indonesia memiliki tidak kurang dari 560 pelabuhan yang
tersebar di seluruh nusantara, 110 diantaranya merupakan pelabuhan-pelabuhan
relatif besar yang bersifat komersial, dan dikelola oleh empat PT. (Persero)
Pelabuhan Indonesia. Tujuan utama terbentuknya International Ship and Port
Facility Security Code 2002 yang kemudian diratifikasi melalui Peraturan Menteri
Nomor 134 Tahun 2016 adalah sebagai penentu standar kerangka kerja yang
konsisten dalam mengevaluasi risiko, memungkinkan Pemerintah untuk
mengimbangi apabila terjadi perubahan ancaman melalui langkah-langkah
keamanan yang sesuai. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum
normatif yang bersumber dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang
pengumpulan datanya dilakukan dengan studi pustaka.
Hasil dari penelitian menunjukkan dua hal: (1) Pengaturan keamanan maritim
berkaitan dengan standar keamanan kapal dan fasilitas pelabuhan dalam ISPS
Code 2002 terbagi atas dua bagian, yakni bagian A (Part A) berisikan sistematik
pengaturan dan penerapan ISPS Code bagi Negara penandatangan mencakup :
Istilah dan Pengertian, Tujuan, Ruang Lingkup Standar Keamanan Kapal dan
fasilitas Pelabuhan dan Prosedur Pemenuhan ISPS Code. Dan bagian B (Part B)
berisikan penjelasan lebih lanjut tentang bagian A meliputi : Penetapan Tingkat
Keamanan, Pelaksanaan Keamanan Kapal, Pelaksanaan Keamanan Fasilitas
Pelabuhan dan Informasi dan komunikasi. (2) Implementasi pengaturan keamanan
maritim berkaitan dengan standar keamanan kapal dan fasilitas pelabuhan dalam
ISPS Code 2002 di Indonesia tertuang dalam : Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2008 tentang Pelayaran, Peraturan Menteri Nomor 134 Tahun 2016 tentang
Manajemen Keamanan Kapal dan Fasilitas Pelabuhan.
Kata Kunci : Keamanan Maritim, International Ship and Port Facility Security
Code (ISPS Code) 2002, Keamanan kapal dan Fasilitas Pelabuhan
The Indonesian archipelago with a number of islands consists of 17,504 islands,
led to the role of sea transport as a means of transportation that is increasingly
dominant. Indonesia has no less than 560 large and small ports scattered around
the country, 110 of them are relatively large ports for commercial purposes, and is
managed by four PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia. The main purpose of the
establishment of the International Ship and Port Facility Security Code, 2002,
which later ratified by Ministerial Decree No. 134 2016 is a standard setter
consistent framework for evaluating risk, allows the government to offset the
event of changes in the threat by changing the value of the vulnerability of the
ships and port facilities through determination of appropriate levels of security
and safety measures as appropriate. This type of research is a normative legal
research sourced from primary legal materials, secondary and tarsier that the data
collection is to literature.
The results show two things: (1) Setting maritime safety relating to the safety
standards of ships and port facilities in the ISPS Code in 2002 is divided into two
parts, namely the A (Part A) contains a systematic arrangement and
implementation of the ISPS Code for States parties include: Term and Definition,
Purpose, Scope Security Standard Ship and Port facility and ISPS Code
Compliance Procedures. And part B (Part B) provides an explanation Leih A
section about include: Determination Level Security, Security Implementation
Ship and Port Facility Security Implementation of Information and
Communication. (2) The implementation of the maritime security settings related
to security standards ships and port facilities in the ISPS Code in 2002 in
Indonesia contained in via: Law No. 17 Year 2008 on the voyage, Ministerial
Regulation Number 134 Year 2016 concerning Management of Ship Safety and
Port Facilities.
Keywords: Maritime Security, the International Ship and Port Facility
Security Code (ISPS Code) of 2002, ship and Port Facility Security1512011055 Ayu Kusuma Wardani-2022-03-24T03:40:59Z2022-03-24T03:41:00Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55728This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/557282022-03-24T03:40:59ZDESKRIPSI PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN
ANTARA REPUBLIK FILIPINA DAN REPUBLIK RAKYAT CINA
MELALUI PERMANENT COURT OF ARBITRATION (MAHKAMAH
TETAP ARBITRASE INTERNASIONAL)Sengketa Laut Cina Selatan (LCS) merupakan sengketa yang melibatkan enam
negara, yaitu Cina, Taiwan, Vietnam, Filipina, Brunei, dan Malaysia. Negara�negara tersebut menolak wilayah laut negara masing-masing yang diklaim secara
keseluruhan oleh Republik Rakyat Cina (RRC). Pada 22 Januari 2013, Republik
Filipina mengajukan gugatan terhadap RRC melalui the Permanent Court of
Arbitration (PCA) atau Mahkamah Tetap Arbitrase Internasional atas klaim
sepihak RRC di seluruh kawasan LCS yang termasuk wilayah perairan maritim
Republik Filipina di dalamnya yaitu, Kepulauan Paracel, Spratly, dan Pratas,
Macclesfield Bank, dan Scarborough Shoal. Penelitian skripsi ini bertujuan untuk
mendeskripsikan penyelesaian sengketa LCS antara Republik Filipina dan
Republik Rakyat Cina melalui PCA. Jenis penelitian yang digunakan dalam
penulisan skripsi ini menggunakan penelitian hukum normatif, dengan sumber
data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Penelitian skripsi ini menghasilkan dua temuan utama, pertama menjelaskan
kompetensi PCA dalam menyelesaikan sengketa LCS, di mana PCA
berkompetensi dalam menyelesaikan Sengketa LCS berdasarkan Pasal 287 ayat
(1) Choice of Procedure dan Annex VII Arbitration, United Nations Convention
on the Law of the Sea (UNCLOS). Kedua, menguraikan argumentasi hukum
mengenai putusan PCA atas sengketa LCS dari pihak RRC dan Republik Filipina.
Kata Kunci: Sengketa Internasional, Penyelesaian Sengketa Internasional,
Sengketa Laut Cina Selatan, Permanent Court of Arbitration (PCA).
The South China Sea (SCS) Dispute involves six countries which are Taiwan,
Vietnam, Brunei, Malaysia, Philippines, and China. These countries are fighting
over each of their sea territorial area which is claimed as a wholesome by the
People’s Republic of China (PRC). On January 22, 2013 the Republic of
Philippines filed a lawsuit against PRC for unilateral claims by China throughout
the South China Sea region which are Paracel, Spratly, and Pratas Island,
Macclesfield Bank, and Scarborough Shoal. The lawsuit filed by the Philippines
was submitted through the Permanent Court of Arbitration (PCA). Therefore this
paper aims to describe the competence of the Permanent Court of Arbitration in
the South China Sea dispute settlement between the Republic of the Philippines
and the PRC, and to figure out the legal arguments of the PCA in the South China
Sea dispute between the Republic of the Philippines and the PRC. The research is used normative legal research with secondary data sources and consists of
primary, secondary, tertiary legal materials.
This research has 2 main study outcome, firstly explains that PCA has
competence in SCS disputes settlement according to the Article 287 (1) Choice of
Procedure and Annex VII Arbitration, United Nations Convention on the Law of
the Sea (UNCLOS). The second results was closed with legal arguments from the
parties involved in the dispute.
Keywords: International Disputes, International Dispute Settlement, South China
Sea Dispute, Permanent Court of Arbitration (PCA)
1412011068 BANGKIT PARULIAN2022-03-24T03:40:58Z2022-03-24T03:40:58Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55730This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/557302022-03-24T03:40:58ZPERLINDUNGAN HAK ANAK DALAM KERANGKA
SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGS) DI WILAYAH
KONFLIK BERSENJATA INTERNASIONALPasal 6 Convention on Rights of the Child 1989 menyatakan bahwa negara harus
menjamin semaksimal mungkin kelangsungan dan perkembangan anak.
Selanjutnya pasal 38 menjelaskan bahwa negara harus mengambil langkah yang
mungkin dilakukan untuk menjamin perlindungan dan pemeliharaan anak-anak
yang terkena dampak suatu konflik bersenjata. Menurut laporan PBB yang
tertuang dalam resolusi a/res/70/1, negara yang sedang berkonflik setidaknya
memenuhi lima hak dasar anak yakni pendidikan, hidup sehat, larangan
perekrutan dan penggunaan tentara anak, serta mengakhiri segala bentuk
kekerasan terhadap anak. Hal ini searah dengan ketentuan SDGs, terutama goals
2; mengakhiri kelaparan anak, goals 3; hidup sehat dan kesejahteraan anak, goals
4; pendidikan anak yang berkualitas, goals 8; pelarangan kerja paksa dan
perekrutan tentara anak, dan goals 16; institusi yang damai, adil dan baik bagi
anak. SDGs (Sustainable Development Goals) adalah cetak biru yang diadopsi
oleh semua negara anggota PBB untuk perdamaian dan kemakmuran bagi
manusia dan bumi, sekarang dan di masa depan, dengan upaya saling bahu
membahu sehingga saat negara tidak dapat sepenuhnya memenuhi hak pada anak,
negara lain dapat membantu memenuhi hak minimum bagi anak-anak yang berada
di wilayah konflik. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini membahas
relevansi antara instrumen hukum internasional dan kerangka SDGs sebagai
upaya pencapaian tujuan SDG untuk memenuhi hak anak di wilayah konflik
bersenjata internasional. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif.
Sumber data diambil dari data sekunder, bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder, dan bahan hukum tersier, sedangkan pengumpulan data menggunakan
metode studi pustaka yang dianalisis menggunakan metode analisis kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa SDGs mengakomodir ketentuan
perlindungan hak-hak anak di wilayah konflik bersenjata berdasarkan peraturan�peraturan internasional dan upaya pemenuhan hak anak melalui SDGs dilakukan
dibawah kerjasama organisasi internasional dan negara netral.
Kata Kunci: Hak Anak, Konflik Bersenjata Internasional, Sustainable
Development Goals (SDGs)
Article 6 of the 1989 Convention on Rights of the Child states that the state must
ensure the maximum possible survival and development of children, further article
38 states that the state must take all possible steps to ensure the protection and
care of children affected by armed conflict. However, according to the UN report
set out in a/res/70/1 resolution, the conflicting country fulfills at least five basic
rights of children namely education, healthy living, prohibitions on recruiting and
using child soldiers and ending all forms of violence against children. This is in
line with the provisions of the SDGs (Sustainable Development Goals), especially
goals 2; ending child hunger, goals 3; healthy life and child welfare, goals 4;
quality children's education, goals 8; prohibition of forced labor and recruitment
of child soldiers, and goals 16; institutions that are peaceful, fair and good for
children. The SDGs are the blueprint adopted by all UN member states for peace
and prosperity for people and the earth, now and in the future, by working hand in
hand so when the state cannot fully fulfill the rights of children, other countries
can help fulfill the minimum rights for children in conflict areas. Based on this
description, this study discusses the relevance between international law
instruments with SDGs framework through achieving SDGs goals fulfilling
children's rights in international armed conflict areas. This research uses the
normative juridical method based on secondary data, primary legal materials,
secondary legal materials, and tertiary legal materials. Data were collected via
literature study then analyzed using qualitative analysis methods. The results of
the study indicate that the SDG has accommodated the provisions that protect
children's rights in areas of armed conflict in accordance with international law
instruments and efforts on it were executed under the partnership of international
organizations and neutral states.
Keywords: Children's Rights, International Armed Conflict, Sustainable
Development Goals (SDGs)1512011278 HANNA AQIDATUL IZZAH2022-03-24T03:40:55Z2022-03-24T03:40:55Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55735This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/557352022-03-24T03:40:55ZSTATUS HUKUM TENTARA BAYARAN (MERCENARY) DALAM
HUKUM INTERNASIONALMercenary are often interpreted as soldiers who fight in an armed conflict with
the main motivation in the form of material gain. Blackwater Executive Outcomes,
in security operations in Iraq, Pakistan and Afghanistan as well as Sandline
International, mercenaries who helped Sierra Leone against the Revolutionary
United Front are one example of the existence of mercenaries. To date, there is no
consensus on the legal definition of who qualifies as a mercenary. Every
regulation regarding mercenaries has a difference in defining mercenaries, so the
interpretation and position in the law is different.
The study found that the legal status of mercenaries categorized as non�combatant and has no right to the status of war prisonersif caught by the state
authorities where the mercenaries do their activities based on the provisions of
Article 47 paragraph (1) of Additional Protocol I 1977, Article 3 of the OAU
Convention for the Elimination of Mercenarism in Africa 1977, and Article 16 of
the International Convention against the Recruitment, Use, Financing, and
Trining of Mercenaries 1989. The determination of the status of mercenaries
(combatants or war prisoners) can only be carried out by competent courts of
judicial power if there are provisions that designate mercenarism as a distinct
crime.Determination of the legal status of mercenaries has an impact on whether
mercenarism can be said to be a criminal offense or not.
Based on OAU Convention 1977andUN Convention 1989, activities related to
mercenaries are declared as criminal acts because of the negative impact caused
can disrupt the stability of a country in carrying out its functions and violate
human rights. Therefore, every person (both a natural and legal person)who
commits a crime of mercenarism is considered to have violated the applicable
convention and must be subject to sanctions.
Keywords: Legal Status, Mercenary, International Law.
Tentara bayaran (mercenary) sering diartikan sebagai tentara yang bertempur
dalam sebuah konflik bersenjata dengan motivasi utama berupa keuntungan
materi.BlackwaterExecutive Outcomes, yang terlibat dalam operasi-operasi
keamanan di Irak, Pakistan, dan Afganistan serta Sandline International yang
membantu Sierra Leone melawan Revolutionary United Front, merupakan salah
satu contoh dari eksistensi tentara bayaran. Hingga saat ini, belum ada konsensus
tentang definisi hukum mengenai siapa yang memenuhi syarat sebagai tentara
bayaran.Setiap regulasi yang mengatur mengenai tentara bayaran memiliki
perbedaan dalam mendefinisikan tentara bayaran, sehingga penafsiran dan
kedudukannya dalam hukum pun berbeda.
Penelitian menemukan bahwa status hukum dari tentara bayaran dikategorikan
sebagainon-kombatan dan tidak berhak atas status tawanan perang apabila
tertangkap oleh otoritas negara dimana tentara bayaran tersebut melakukan
aktivitasnya berdasarkan ketentuan Pasal 47 ayat (1) Protokol Tambahan I 1977,
Pasal 3 OAU Convention for the Elimination of Mercenarism in Africa 1977, dan
Pasal 16 International Convention against the Recruitment, Use, Financing, and
Trining of Mercenaries 1989. Adapun penentuan status tentara bayaran
(kombatan atau tawanan perang) hanya dapat dilakukan oleh pengadilan yang
kompeten dari kekuasaan kehakiman jika memang terdapat ketentuan yang
menunjuk mercenarism sebagai distinct crime.Penentuan status hukum tentara
bayaran berdampak pada apakah mercenarism dapat dikatakan sebagai tindak
pidana atau tidak.
Berdasarkan OAU Convention 1977 dan Konvensi PBB 1989, kegiatan terkait
tentara bayaran dinyatakan sebagai tindak kriminal karena dampak negatif yang
ditimbulkan dapat mengganggu stabilitas suatu negara dalam menjalankan
fungsinya dan melanggar hak asasi manusia.Sehingga, setiap orang (baik manusia
pribadi maupun badan hukum) yang melakukan kejahatan mercenarism dianggap
telah melakukan pelanggaran terhadap konvensi yang berlaku dan wajib
dikenakan sanksi.
Kata Kunci: Status Hukum, Tentara Bayaran, Hukum InternasionaL1512011180 HIMMAH A’LA RUFAIDA-2022-03-24T03:40:02Z2022-03-24T03:40:02Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55680This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/556802022-03-24T03:40:02ZTINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KEAGENAN DALAM TRANSAKSI
MITRA MINI ATM BRILINKPT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk realizes a non-office financial service
program created by the Financial Services Authority, BRILink, where the
program is a collaborative program between banks and agents made in writing,
namely agency agreements. The future BRILink service program has prospects
for growth in Indonesia, and also aims to achieve inclusive finance. So that this
study aims to analyze the terms and procedures of agency agreements and the
rights and obligations of the parties in the agency agreement Mitra Mini ATM
BRILink.
The type of research used is normative legal research with descriptive research
type. The data used are secondary data consisting of primary legal materials,
secondary legal materials and tertiary legal materials which are then analyzed
qualitatively.
The results of research and discussion show that the agency agreement terms are
individual agents, have sources of income from permanent business activities, and
have a business legality letter. The procedure stage is filling out the form,
submitting the document, checking the document, deciding the cooperation
agreement and submitting the agent certificate. POJK and BRI Bank do not
include skill requirements for prospective BRILink agents, where skills are a
subjective condition in the validity of an agreement and the conditions that require
prospective agents to have a business remain a weakness in this agreement. The
bank's rights and obligations are the bank's right to determine the operational
work area of the agent. Banks must provide education and delegate sharing fees to
agents. The rights and obligations of agents are agents entitled to education,
promotional materials and service fees in the form of sharing fees. Agents must do
all transactions using EDC or web/mobile machines. Rights and obligations
appear unbalanced because they are made unilaterally, namely the bank that
makes it and the agent can only choose to accept or reject the agreement, it can be
said that this agreement includes a standard or standard agreement.
Keywords: Agency Agreement, terms and procedures of agency agreement,
rights and obligations of the parties
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk merealisasikan program layanan
keuangan tanpa kantor yang dibuat oleh Otoritas Jasa Keuangan yaitu BRILink, dimana program ini merupakan program kerjasama antara bank dengan agen yang
dibuat secara tertulis yaitu perjanjian keagenan. Program layanan BRILink
kedepannya memiliki prospek untuk berkembang di Indonesia, dan juga bertujuan
untuk tercapainya keuangan inklusif. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis syarat dan prosedur perjanjian keagenan serta hak dan kewajiban
para pihak dalam perjanjian keagenan Mitra Mini ATM BRILink.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan tipe
penelitian deskriptif. Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier yang
kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa syarat perjanjian keagenan
terdiri dari agen perorangan, memiliki sumber penghasilan kegiatan usaha tetap,
dan memiliki surat legalitas usaha. Tahap prosedur dengan pengisian formulir,
penyerahan dokumen, pemeriksaan dokumen, keputusan persetujuan kerjasama
dan penyerahan sertifikat agen. POJK dan Bank BRI tidak memasukan syarat
kecakapan untuk calon agen BRILink, kecakapan merupakan syarat subjektif
dalam sahnya suatu perjanjian dan adanya syarat yang mengharuskan calon agen
memiliki usaha tetap menjadi kelemahan dalam perjanjian ini. Hak dan kewajiban
bank adalah bank berhak menentukan wilayah kerja operasional agen. Bank wajib
memberikan edukasi dan melimpahkan sharing fee kepada agen. Hak dan
kewajiban agen adalah agen berhak mendapatkan edukasi, materi promosi dan
imbalan jasa berupa sharing fee. Agen wajib melakukan seluruh transaksi dengan
menggunakan mesin EDC atau web/mobile. Hak dan kewajiban terlihat tidak
seimbang karena dibuat secara sepihak yaitu pihak bank yang membuatnya dan
agen hanya dapat memilih menerima atau menolak perjanjian tersebut, maka
dapat dikatakan bahwa perjanjian ini termasuk perjanjian standar atau baku.
Kata Kunci: Perjanjian Keagenan, syarat dan prosedur perjanjian
keagenan, hak dan kewajiban para pihak.
1412011290 MUHHAMAD AGUNG PRABOWO-2022-03-24T03:39:49Z2022-03-24T03:39:49Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55687This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/556872022-03-24T03:39:49ZPERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN TERHADAP
PEMBERIAN LABEL GIZI YANG TIDAK SESUAI DENGAN MUTU
PADA PRODUK PANGAN OLAHAN MENURUT UNDANG–UNDANG
NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMENPemberian informasi nilai gizi pada label produk pangan mempunyai peranan
penting dalam terwujudnya keamanan pangan bagi konsumen dan jaminan atas
informasi yang benar. Pencantuman informasi tersebut merupakan hak yang
dimiliki oleh konsumen yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha sebagaimana
diatur didalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini Pertama, bagaimana
tata cara pemberian label gizi pada kemasan produk pangan olahan. Kedua,
bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen terhadap pemberian label gizi
yang tidak sesuai dengan mutu pada kemasan pangan olahan menurut Undang–
Undang nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Ketiga,
bagaimana tanggungjawab Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam
melakukan pengawasan terhadap pemberian label gizi pada kemasan pangan
olahan
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian
deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan normatif. Data
yang digunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Pengumpulan data melalui studi
pustaka, studi dokumen dan wawancara. Pengelolahan data dilakukan dengan cara
pemeriksaan data, klasifikasi data, penyusunan data, penarikan kesimpulan.
Selanjutnya, dianalisis secara kualitatif.
Berdasarkan penelitian dan pembahasan maka dapat diketahui bahwa Pertama,
tata cara pencantuman informasi gizi pada label dilakukan berdasarkan Peraturan
Kepala BPOM HK.03.1.23.11.11 Tahun 2011 tentang Tata Laksana Pendaftaran Pangan Olahan dan Peraturan Kepala BPOM HK.00.06.51.0475 Tahun 2005
tentang Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan. Kedua,
Perlindungan hukum bagi konsumen terhadap pemberian label informasi nilai
gizi dilakukan melalui 3 upaya yakni: perlindungan hukum, tanggung jawab
hukum, upaya hukum yang dapat ditempuh konsumen. Ketiga, bentuk
pertanggung jawaban BPOM dalam menjamin kebanaran informasi yang terdapat
dalam produk dilakukan dengan adanya pengawasan pre-market dan post market
Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Pangan olahan, Label Gizi
1412011374 RICO EVANDI HARSANDI-2022-03-24T03:39:46Z2022-03-24T03:39:46Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55690This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/556902022-03-24T03:39:46ZPELAKSANAAN PERJANJIAN KEAGENAN DALAM PENYALURAN
DAN PEMASARAN LPG (LIQUEFIED PETROLEUM GAS) ANTARA PT
PERTAMINA DAN PT PELITA KEMALAManfaat gas LPG bagi kehidupan selain sebagai bahan bakar dapat juga
digunakan sebagai sumber mata pencaharian yaitu, menjadi Agen LPG yang
selanjutnya diberi kuasa oleh PT Pertamina untuk melakukan transaksi bisnis
dengan pihak lain. Perjanjian keagenan yang dibuat oleh PT Pertamina dan PT
Pelita Kemala berdasarkan surat perjanjian Nomor SPJ-332/F12400/2016-S3
merupakan langkah yang dilakukan untuk melaksanakan rangkaian kegiatan
transaksi bisnis dalam bentuk penyaluran dan pemasaran gas LPG. Permasalahan
yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu: bagaimanakah hak dan kewajiban para
pihak dalam pelaksanaan perjanjian keagenan tersebut? dan bagaimanakah
penyelesaian sengketa apabila terjadi wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian
keagenan tersebut?
Jenis penelitian yang digunakan adalah hukum normatif dengan tipe penelitian
deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah hukum normatif. Data
yang digunakan adalah data sekunder yang didapat dari bahan hukum primer,
sekunder dan tersier. Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan,
studi dokumen dan wawancara sebagai data pendukung. Pengolahan data
dilakukan dengan tahapan seleksi data, klasifikasi data dan penyusunan data yang
selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan: Di dalam perjanjian keagenan, terdapat hak dan
kewajiban para pihak yang telah disepakati dalam pelaksanaan perjanjian
keagenan seperti yang tercantum dalam surat perjanjian Nomor SPJ�332/F12400/2016-S3, seperti hak atas komisi dan kewajiban untuk melaksanakan
kegiatan LPG bagi Agen serta PT Pertamina berhak untuk memonitor kegiatan
Agen dan berkewajiban untuk memberi komisi kepada Agen. Jika selanjutnya
terjadi pelanggaran yang menyebabkan wanprestasi akibat perjanjian tersebut,
maka dapat diselesaikan dengan cara musyawarah. Namun jika hal tersebut tidak
berhasil, maka selanjutnya akan diadili secara arbitrase melalui Badan Arbitrase
Nasional Indonesia (BANI).
Kata kunci: Perjanjian, Agen, LPG
1512011275 RIZHA CLAUDILLA PUTRI-2022-03-24T03:39:39Z2022-03-24T03:39:39Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55693This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/556932022-03-24T03:39:39ZPELAKSANAAN PEWARISAN PADA MASYARAKAT
HUKUM ADAT BESEMAH KOTA PAGARALAM PROPINSI
SUMATERA SELATANPewarisan pada masyarakat adat Besemah Kota Pagaralam Propinsi Sumatra
Selatan merupakan pewarisan yang menganut sistem kekerabatan patrilineal
sehingga berlakunya pewarisan mayorat laki-laki yang mana harta peninggalan
akan diteruskan dan dialihkan kepemilikannya dari pewaris kepada anak tertua
laki-laki. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan
pewarisan pada masyarakat adat Besemah Kota Pagaralam Sumatera Selatan dan
bagaimana penyelesaian pewarisan bagi anak perempuan apabila tidak memiliki
anak laki-laki atau saudara laki-laki pada masyarakat adat Besemah Kota
Pagaralam Sumatera Selatan.
Jenis penelitian yang digunakan adalah normatif empiris, dengan tipe penelitian
bersifat deskriptif dan menggunakan pendekatan yuridis sosiologis serta
mencantumkan populasi dan sample penelitian. Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan dan
pengolahan data dilakukan dengan cara stadi pustaka, stadi lapangan, pemeriksaan
data, klarsifikasi data dan penyusunan data. Analisis data dilakukan dengan cara
kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa masyarakat adat Besemah
Kota Pagaralam Sumatera Selatan adalah masyarakat patrilineal yaitu menganut
sistem keturunan dari garis bapak atau laki-laki. Sistem pewarisan mayorat laki�laki yang dianut menyebabkan anak tertua laki-laki yang berhak mendapat
warisan. Subjek dalam pewarisan ini adalah pewaris dan ahli waris, sedangkan
objeknya adalah harta peninggalan dari pewaris. Hak pewarisan anak perempuan
dalam pewarisan ini yaitu anak perempuan khususnya anak perempuan tertua
berhak menjadi ahli waris yang mewarisi segenap harta peninggalan pewaris atau
harta Ambek Anak apabila tidak mempunyai anak laki-laki dalam keluarga.
Kata Kunci: Pelaksanaan, Penyelesaian, Pewarisan Adat Besemah
1412011387 Rizka Dilia-2022-03-24T03:39:36Z2022-03-24T03:39:36Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55698This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/556982022-03-24T03:39:36ZHAK DAN KEWAJIBAN ISTRI YANG BERPERAN SEBAGAI PEKERJA
MIGRAN INDONESIA DITINJAU DARI HUKUM KELUARGA ISLAMPeristiwa perkawinan menimbulkan akibat yang diatur oleh hukum, dimana dalam
peristiwa ini timbul hak dan kewajiban bagi suami dan istri. Keduanya wajib
memenuhi hak dan kewajibannya sesuai ketentuan yang diamanatkan dalam
Hukum Keluarga Islam. Istri yang berperan sebagai Pekerja Migran Indonesia
(PMI) tetaplah istri dan mutlak baginya melaksanakan hak dan kewajiban sesuai
ketentuan. Permasalahan dalam skripsi ini yaitu mengenai hak dan kewajiban istri
menurut ketentuan Hukum Keluarga Islam dan pelaksanaannya bagi istri yang
berperan sebagai PMI.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian normatif
empiris dengan tipe penelitian deskriptif. Tipe pendekatan masalah dalam
penelitian ini adalah yuridis normatif. Data yang digunakan adalah data primer
dan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier.
Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan wawancara. Pengolahan
data dilakukan dengan cara pemeriksaan data, penandaan data dan penyusunan
data yang selanjutnya dilakukan analisis kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kewajiban istri menurut Hukum Keluarga
Islam yang utama ialah taat dan patuh pada suaminya selama tidak melanggar
ketentuan agama. Kewajiban lain mengikuti seperti wajib mendampingi
suaminya, izin pada suami, wajib mengurus rumah tangga, dan selalu bersyukur.
Hak istri terbagi menjadi dua yaitu hak materiel yang bersifat kebendaan seperti
mahar, nafkah, dan tempat tinggal. Kemudian hak imateriel atau non kebendaan
berupa keadilan, tidak disakiti dan mendapat bimbingan serta perlindungan dari
suami. Antara suami istri memiliki kewajiban bersama yaitu saling mencintai,
saling bergaul, dan bersama-sama dalam mendidik anak. Pelaksanaan hak dan
kewajiban bagi istri yang berperan sebagai PMI sudah jelas tidak terlaksana
karena adanya sekat yang menjadi pemisah antar keduanya yang menyebabkan
gugurnya hak karena tidak terlaksananya kewajiban. Sedangkan terkait status
pengiriman PMI yang dilakukan pemerintah Indonesia mengacu pada ketetapan
Hukum Islam dan fatwa MUI maka statusnya adalah haram. Keharaman ini
didasarkan pada tidak disertainya mahram serta tidak terjaminnya perlindungan
atas keamanan dan kehormatan wanita ketika menjadi PMI yang menyebabkan
banyaknya kasus kejahatan yang dialami oleh PMI di negara penempatan.
Kata Kunci : Hak dan Kewajiban, Istri, PMI, Hukum Keluarga Islam
Marriage events cause consequences that are regulated by law, where in this
event rights and obligations arise for husband and wife. Both are required to
fulfill their rights and obligations in accordance with the provisions mandated in
Islamic Family Law. The wife who acts as an Indonesian Migrant Worker (PMI)
remains the wife and absolutely for her to exercise her rights and obligations in
accordance with the provisions. The problem in this thesis is about the rights and
obligations of the wife according to the provisions of Islamic Family Law and
their implementation for the wife who acts as PMI.. The type of research used in this study is empirical normative research with
descriptive research type. The type of problem approach in this study is normative
juridical. The data used in this study are primary data obtained from interviews
and secondary data consisting of primary legal materials, secondary legal
materials, and tertiary legal materials which are then analyzed qualitatively.
The results of the study show that the wife's obligation according to Islamic
Family Law is the main one is obeying and obeying her husband as long as it does
not violate religious provisions. Other obligations follow such as the obligation to
obliged to accompany her husband, permission from the husband, the obligation
to take care of the household, and always be grateful. Wife's rights are divided
into two, namely material rights that are material such as dowry, income, and
residence. Then the immaterial or non-material rights in the form of justice are
not hurt and receive guidance and protection from the husband. Between husband
and wife have a common obligation that is mutual love, mutual socialization, and
together in educating children. The implementation of the rights and obligations
of the wife who plays the role of IMW is clearly not implemented because there is
a barrier that separates the two which causes the death of the right because there
is no obligation. Whereas related to the status of the IMW delivery carried out by
the Indonesian government in reference to the provisions of Islamic Law and the
fatwa of the MUI, the status is haram. This security is based on the lack of
mahram and the protection of women's safety and honor when it becomes IMW, which causes many crimes experienced by IMW in the country of placement. Keywords: Rights and Obligations, Wife, IMW, Islamic Family Law1512011343 Rosyana Dwi Yunita -2022-03-24T03:38:42Z2022-03-24T03:38:42Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55650This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/556502022-03-24T03:38:42ZPEMBATALAN MEREK TERDAFTAR YANG MEMILIKI PERSAMAAN
PADA POKOKNYA DENGAN MEREK ASING YANG TELAH
TERLEBIH DAHULU TERDAFTAR DI LUAR NEGERIGugatan pembatalan merek yang diajukan oleh Penggugat (Wahl Clipper
Corporation) melawan Tergugat yaitu Wahl Indonesia atas nama Harry Sudjono
mengeluarkan Putusan Pengadilan Niaga nomor 57/Pid.Sus�Merek/2015/PN.Jkt.Pst. yang hasilnya menolak permohonan penggugat, tidak
puas dengan putusan tersebut penggugat mengajukan Permohonan Kasasi dengan
nomor 444 K/Pdt.Sus-HKI/2016 hasil putusannya tetap menolak Permohonan
Kasasi. Kemudian Penggugat melakukan upaya hukum Peninjauan Kembali
dengan nomor 1 PK/Pdt.Sus-HKI/2018 yang hasilnya mengabulkan gugatan
Penggugat untuk seluruhnya.
Jenis penelitian ini adalah penelitian normatif dengan tipe penelitian deskriptif.
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis teoritis. Data yang
digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder
dan tersier. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi dokumen.
Pengolahan data dilakukan dengan cara seleksi data, klasifikasi data dan
sistematisasi data. Kemudian analisis data dilakukan secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat dinyatakan bahwa merek di
Indonesia mewajibkan pendaftaran merek sebagai keharusan apabila ingin
mendapat perlindungan merek. Hak atas merek diperoleh setelah merek tersebut
terdaftar. Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Selanjutnya merek yang
terdaftar di Indonesia dan memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek
asing yang telah terlebih dahulu terdaftar di luar negeri dapat dibatalkan. Hal ini
sebagaimana ditegaskan pada Pasal 21 ayat (1) huruf (a) dan Pasal 21 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis
serta Artikel 16 TRIPs. Dan dalam hal Putusan majelis hakim pada tingkat
Pengadilan Niaga dan Kasasi kurang tepat, sementara dalam putusan di tingkat
Peninjauan Kembali telah sesuai dengan pengaturan hukum yang ada yaitu.
Terdapat pada Pasal 21 ayat (1) huruf (b) dan Pasal 21 ayat (2) huruf (a) Undang�Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.
Kata Kunci: Pembatalan Merek, Wahl , Merek Terdaftar
The brand cancellation lawsuit filed by the Plaintiff (Wahl Clipper Corporation)
against the Defendant namely Wahl Indonesia in the name of Harry Sudjono
issued the Commercial Court Decision number 57 / Pid.Sus-Merek / 2015 /
PN.Jkt.Pst. the result of which rejected the plaintiff's request, was not satisfied
with the verdict, the plaintiff submitted a Cassation Application with number 444
K / Pdt.Sus-HKI / 2016 as a result of his decision to refuse the Cassation
Application. Then the Plaintiff makes a legal reconsideration with number 1 PK /
Pdt.Sus-HKI / 2018, which results in the claim of the Plaintiff in its entirety.
This type of research is normative research with descriptive research type. The
approach to the problem used is a theoretical juridical approach. The data used is
secondary data consisting of primary, secondary and tertiary legal materials. Data
collection is done by literature study and document study. Data processing is done
by means of data selection, data classification and systematization of data. Then
the data analysis is done qualitatively.
Based on the results of research and discussion, it can be stated that brands in
Indonesia require brand registration as a requirement if they want to get brand
protection. Rights to the brand are obtained after the mark is registered. As
confirmed in Article 3 of Law Number 20 of 2016 concerning Trademarks and
Geographical Indications. Furthermore, brands that are registered in Indonesia and
have similarities in principle with foreign brands that have already been registered
abroad can be canceled. This is as stated in Article 21 paragraph (1) letter (a) and
Article 21 paragraph (3) of Law Number 20 Year 2016 concerning Trademarks
and Geographical Indications and Article 16 TRIPs. And in the event that the
decision of the panel of judges at the level of the Commercial and Cassation
Courts is not appropriate, while in the decision at the level of Judicial Review it is
in accordance with the existing legal arrangements, namely. Found in Article 21
paragraph (1) letter (b) and Article 21 paragraph (2) letter (a) of Law Number 20
of 2016 concerning Trademarks and Geographical Indications.
Keywords: Brand Cancellation, Wahl, Registered Brands1542011118 ARON FIERO SIREGAR-2022-03-24T03:38:39Z2022-03-24T03:38:39Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55653This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/556532022-03-24T03:38:39ZANALISIS YURIDIS PENERAPAN ASAS IKTIKAD BAIK DALAM
PRINSIP FIRST TO FILE PADA PENYELESAIAN SENGKETA
MEREK CRYSTAL-X DI INDONESIA
(Studi Putusan Pengadilan Niaga Nomor 7/Pdt.Sus�HKI/2018/PN.NIAGA.SmgPT Natural Nusantara mengajukan gugatan mengenai pembatalan merek milik
Sudirman, dimana Sudirman mendaftarkan merek yang sama dengan merek milik
PT Natural Nusantara yang lebih dulu telah didaftarkan. Pengadilan Niaga
mengeluarkan Putusan Nomor 7/Pdt.Sus-HKI/2018/PN.NIAGA.Smg yang isinya
adalah mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian. Permasalahan penelitian
ini mengenai: bagaimana penerapan asas iktikad baik dalam prinsip first to file pada
penyelesaian sengketa Merek CRYSTAL-X dalam Putusan Pengadilan Niaga
Nomor: 7/Pdt.Sus-HKI/2018/PN.NIAGA.Smg; berdasarkan permasalahan tersebut
terdapat 2 (dua) pokok bahasan: pertimbangan hakim dalam menerapkan asas
iktikad baik pada prinsip first to file dalam Putusan Pengadilan Niaga Nomor:
7/Pdt.Sus-HKI/2018/PN.NIAGA.Smg; akibat hukum yang ditimbulkan dari
Putusan Pengadilan Niaga Nomor: 7/Pdt.Sus-HKI/2018/PN.NIAGA.Smg bagi para
pihak yang bersengketa.
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian deskriptif.
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan masalah normatif terapan
dengan tipe judicial case study. Data yang digunakan adalah data sekunder yang
terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Pengumpulan data dilakukan
dengan studi pustaka dan studi dokumen. Pengolahan data dilakukan dengan cara
seleksi data, klasifikasi data dan sistematisasi data. Analisis data menggunakan
analisis kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan adalah: pada sengketa merek CRYSTAL-X antara
PT Natural Nusantara dengan Sudirman, asas iktikad baik sebagai penilaian penting
dalam penyelesaian sengketa ini telah diterapkan oleh Majelis Hakim.
Pertimbangan Majelis Hakim dalam Putusan Pengadilan Niaga Nomor: 7/Pdt.Sus�HKI/2018/PN.NIAGA.Smg adalah Majelis Hakim menetapkan Sudirman dalam
mendaftarkan mereknya telah dilandasi dengan iktikad yang tidak baik, karena telah
menggunakan merek yang sama dengan merek milik PT Natural Nusantara yang telah terdaftar lebih dahulu, serta akibat hukum yang ditimbulkan bagi para pihak
yang bersengketa adalah merek CRYSTAL-X milik Sudirman yang telah
didaftarkan dinyatakan batal demi hukum dengan segala konsekuensinya, sehingga
Majelis Hakim memerintahkan Dirjen HKI untuk mencoret merek tersebut dari
Daftar Umum Merek.
Kata Kunci: Asas Iktikad Baik, Prinsip First To File, Crystal-X.
PT Natural Nusantara has filed a lawsuit for the cancellation of the trademark
registered by Sudirman because it has the same name with the trademark owned by
PT Natural Nusantara which was previously registered. The Commercial Court
issued Decision Number 7/Pdt.Sus-HKI/2018 /PN.NIAGA.Smg to grant the
Plaintiff's claim in partial. The problem of this research was formulated as how to
apply the principle of goodwill of the first to file principle in the settlement of
CRYSTAL-X Brand disputes in the Decision of the Commercial Court Number:
7/Pdt.Sus-HKI/2018/PN.NIAGA.Smg; based on the problem above, there are 2
(two) topics to be elaborated: the consideration of judges in applying goodwill
principle of the first to file principle in the Verdict of the Commercial Court
Number: 7/Pdt.Sus-HKI/2018/PN.NIAGA.Smg; the legal consequences from the
Verdict of the Commercial Court Number: 7/Pdt.Sus-HKI/2018/PN.NIAGA.Smg
for the parties of dispute.
This research is a normative legal research with descriptive type. This research
applied normative approach with a type of judicial case study. The data sources
were taken from secondary data consisting of primary, secondary and tertiary legal
materials. The data collection techniques were carried out through literature study
and document study. The data processings werea done through data selection, data
classification and data systematization. The data analysis was done using
qualitative data analysis.
The results and discussion of the research showed that: in the dispute of the
CRYSTAL-X brand between PT Natural Nusantara and Sudirman, the principle of
goodwill as an important assessment in resolving this dispute has been applied by
the Panel of Judges. Judge's verdict in the decision of the Commercial Court
Number: 7/Pdt.Sus-HKI/2018/PN.NIAGA.Smg showed that the Panel of Judges has
determined that in registering his trademark, Sudirman had been proven wrong
based on the principle of badwill; in this case he registered a brand's name similar
to the trademark previously registered by PT Natural Nusantara and so the legal
consequences has applied that Sudirman's registered CRYSTAL-X brand to be
declared null and void with all its consequences, therefore the Panel of Judges instructed the Director General of Intellectual Property Rights to cross out the
brand from the Global Brands Databases.
Keywords: Principles of Goodwill, First To File Principle, Crystal-X1512011214 Bella Septi Lestari-2022-03-24T03:38:36Z2022-03-24T03:38:36Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55655This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/556552022-03-24T03:38:36ZPELAKSANAAN PEWARISAN KEPADA TUNGGU TUBANG PADA
MASYARAKAT ADAT SEMENDO
(Studi Kecamatan Way Tenong Lampung Barat)Tunggu Tubang merupakan sistem adat yang terdapat pada suku Semendo, yaitu
mengenai pembagian harta warisan yang jatuh kepada anak perempuan tertua secara
turun temurun. serta mengenai sistem kekerabatan. Permasalahan dalam penelitian ini
yaitu tentang pelaksanaan pewarisan kepada tunggu tubang dengan pokok bahasan
yaitu struktur kemasyarakat adat semendo, sistem kewarisan, pewaris, ahli waris dan
harta warisan, proses pelaksanaan pewarisan.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum empiris
dengan tipe penelltian deskriftif. Pendekatan masalah dalam penelilian ini adalah
pendekatan yuridis sosiologis. Data yang digunakan adalah data primer yang
diperoleh dari lokasi penelitian dan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum
primer. bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Data tersebut kemudian
dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa struktur masyarakat adat
Semendo adalah matrilineal yaitu menganut sistem keturunan dari garis keibuan
atau perempuan. Sistem pewarisan pada masyarakat adat Semendo masih memakai
hukum waris adat, pada masyarakat adat Semendo berlaku sistem kewarisan mayorat
perempuan yaitu sistem kewarisan dimana yang berhak mendapatkan warisan adalah
anak tertua perempuan yang di sebut tunggu tubang. Pewaris dalam pewarisan
masyarakat adat Semendo adalah perempuan (ibu atau keluarga ibu), sedangkan yang
menjadi ahli waris adalah adalah anak tertua perempuan, dan harta warisan yang
berupa harta peninggalan dari keluarga garis ibu berupa rumah, sawah, kolam dan
kebun. Proses pewarisan dapat dilaksanakan sebelum pewaris meninggal dunia dan
setelah pewaris meninggal dunia.
Kata Kunci : Pewarisan, Tunggu Tubang, Semendo1412011077 Budi Anggriawan Saputra-2022-03-24T03:38:34Z2022-03-24T03:38:34Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55660This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/556602022-03-24T03:38:34ZANALISIS YURIDIS HAK PEKERJA SEBAGAI KREDITOR PREFEREN
TERHADAP HARTA DEBITOR DALAM KEPAILITAN
(Studi Komparatif Sebelum dan Sesudah Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 67/PUU-XI/2013)Kepailitan perusahaan adalah sita umum terhadap seluruh harta debitor pailit
untuk membayar piutang para kreditor yang pengurusannya beralih kepada
kurator berdasarkan putusan Pernyataan Pailit oleh Pengadilan Niaga. Pekerja
adalah kreditor preferen pada perusahaan pailit yang dilindungi haknya
berdasarkan UU Kepailitan dan UU Ketenagakerjaan. Namun, dalam praktik
penerapan pembagian harta pailit, hak pekerja dikesampingkan dari kreditor
separatis selaku pemegang hak jaminan yang dijamin haknya oleh UU Kepailitan.
Apabila seluruh harta pailit merupakan jaminan milik kreditor separatis maka,
pekerja tidak mendapat haknya dalam pembagian harta pailit. Permasalahan
pembagaian harta pailit tersebut menjadi alasan bagi pekerja untuk mengajukan
permohonan judicial review UU Kepailitan dan UU Ketenagakerjaan. Pekerja
ingin memperoleh kepastian hukum atas haknya yang telah diatur dengan jelas
sebagai kreditor preferen untuk didahulukan pembayarannya. Judicial Review atas
hak pekerja telah diputus oleh Mahkamah Konstitusi dalam putusan Nomor
67/PUU-XI/2013. Penelitian ini menganalisis secara rinci mengenai hak pekerja
sebagai kreditor preferen dalam pembagian harta debitor pailit yang ditetapkan
oleh kurator dengan studi kasus secara komparatif sebelum dan sesudah Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XI/2013.
Jenis penelitian ini adalah penelitian normatif dengan tipe penelitian deskriptif.
Pendekatan masalah yang digunakan adalah normatif terapan dengan tipe studi
kasus. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi dokumen.
Pengolahan data dilakukan secara analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat dinyatakan bahwa sebelum
adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XI/2013 kedudukan
pekerja berada di bawah kreditor separatis. Kedudukan kreditor separatis tersebut
dikuatkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-VI/2008
sebagai hasil judicial review terhadap UU Kepailitan untuk didahulukan
pembayarannya dalam pembagian harta pailit karena memiliki hak eksekusi
jaminan. Penerapan atas hak kreditor separatis telah dilakukan terhadap kepailitan
PT Fit U Garment Industry. Untuk itu, para pekerjanya merasa keberatan sehingga
mengajukan renvoi prosedur sampai tingkat Peninjauan Kembali atas pembagian harta pailit. Majelis Hakim Agung dalam Putusan Nomor 049PK/Pdt.Sus/2011
menolak seluruh permohonan pekerja.
Adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XI/2013 sebagai hasil
judicial review UU Ketenagakerjaan yang dimohonkan para pekerja untuk
meminta kepastian haknya sebagai kreditor preferen karena haknya
dikesampingkan oleh kreditor separatis. Penerapan Putusan Mahkamah Konstitusi
tersebut telah terjadi dalam kepailitan PT Jaba Garmindo. Kurator dalam hal ini
telah membagi harta pailit terhadap pekerja dengan mengurangi hak kreditor
separatis atas benda jaminannya. Untuk itu, kreditor separatis keberatan dan
mengajukan renvoi prosedur atas pembagian harta pailit yang dilakukan oleh
kurator bahkan melakukan upaya hukum kasasi sebagaimana diputus dalam
Putusan Nomor 895K/Pdt.Sus-Pailit/2016. Majelis Hakim Agung menolak
permohonan kreditor separatis dengan pertimbangan berdasarkan keseimbangan
dan keadilan yaitu harta pailit harus dapat membayar seluruh utang debitor pailit
sebagaimana diatur berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU�XI/2013.
Kata Kunci: Hak Pekerja, Kreditor Preferen, Kreditor Separatis, Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XI/2013
The Bankruptcy of the Company is a general confiscation of all bankrupt debtor's
assets to pay the creditors' receivables whose management is transferred to the
curator based on the decision of the Bankruptcy Statement by the Commercial
Court. Workers are preference creditor to companies that are protected by rights
under the Labor Law and Bankruptcy Law. However, in the practice of
implementing the distribution of bankrupt assets, worker’s rights are excluded
from separatist creditors as holders of collateral rights guaranteed by the
Bankruptcy Law. If all bankrupt assets are collateral belonging to a separatist
creditor, the worker does not get his rights in the distribution of bankrupt assets.
The problem of dividing the property assets is a reason for workers to submit
applications for judicial review of the Bankruptcy Law and Labor Law. Workers
want to obtain legal certainty over their rights that have been clearly stipulated as
preference creditors for prioritization of payments. Judicial review of workers'
rights has been decided by the Constitutional Court in its decision Number
67/PUU-XI/2013. This study analyzes in detail the rights of workers as preference
creditors in the distribution of bankrupt debtor assets determined by the curator
with comparative case studies before and after the Constitutional Court Decision
Number 67/PUU-XI/2013.
This research is normative with descriptive research type. The approach to the
problem used applied normatively with the type of case study. The data collection
is from literature study and document study. Data processing is qualitatively.
Based on the results of research and discussion it can be stated that before the
Constitutional Court Decision Number 67/PUU-XI/2013 the position of workers
were under separatist creditors. This position has been strengthened by the
Decision of the Constitutional Court Number 18/PUU-VI/2008 as a result of a
judicial review of the Bankruptcy Act that payments for separatist creditors take
precedence because they have the right to carry out collateral. The application of
separatist creditor rights has been carried out against the bankruptcy of PT Fit U Garement Industry. For this reason, the workers object and submit a procedure for
the renvoi until the review of the distribution of bankrupt assets. The Panel of
Supreme Court Justices in Decision Number 049PK/Pdt.Sus/2011 rejected all
workers' requests.
The decision of the Constitutional Court Number 67/PUU-VI/2013 as a result of a
judicial review of the Labour Law that was requested by workers to ask for
certainty of their rights as preference creditors because their rights were ruled out
by separatist creditors. The application of workers' rights after the Constitutional
Court ruling has occurred in the bankruptcy of PT Jaba Garmindo. The curator in
this case has divided the bankruptcy assets against workers by reducing the rights
of separatist creditors to their collateral. For this reason, separatist creditors object
and submit procedures for the distribution of the distribution carried out by the
curator and even make an appeal as decided in Decision Number 895K/Pdt.Sus�Pailit/2016. The Panel of Supreme Court Justices rejected the request of separatist
creditors with consideration of balance and justice as regulated based on the
Decision of the Constitutional Court Number 67/PUU-VI/2013.
Keywords: Worker Rights, Preference Creditor, Separatist Creditor,
Decisions Constitutional Court Number 67/PUU-XI/20131512011153 Desma Cahya Selvya2022-03-24T03:38:33Z2022-03-24T03:38:33Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55662This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/556622022-03-24T03:38:33ZTANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA DALAM JUAL BELI
KOMPUTER RAKITAN KEPADA KONSUMEN
DI KOTA BANDAR LAMPUNG
(Studi Pada Beberapa Toko Komputer di Kota Bandar Lampung)Pada praktiknya sering ditemukan pelaku usaha komputer yang sengaja merakit
komputer yang akan dijualnya, hal ini disebabkan semata-mata karena
keuntungan yang diraih lebih besar dibandingkan dengan menjual komputer
secara paketan (per paket) sehingga menyebabkan para konsumen tidak dapat
memperbaiki komputernya secara gratis dikarenakan komponen yang ada didalam
komputer tersebut sudah berlainan merk antara satu dengan yang lainnya.
Adanya fakta yang demikian maka dibutuhkan perlindungan hukum terhadap
konsumen komputer rakitan dan tanggungjawab ganti kerugian pelaku usaha
komputer rakitan, jika terjadi sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen
berkaitan dengan produk komputer rakitan. Adanya klaim ditujukan kepada pihak
toko sebagai perakit komputer yang telah dibeli konsumen.
Penelitian dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif mengenai tanggung
jawab pelaku usaha dalam jual beli komputer rakitan kepada konsumen di Kota
Bandar Lampung. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diketahui bahwa tanggungjawab
pelaku usaha yaitu mengganti kerugian baik ganti barang atau ganti uang kepada
konsumen apabila terbukti pelaku usaha dengan atau tidak sengaja menjual
produk komputer rakitan cacat kepada konsumen, upaya penyelesaian sengketa
yang dilakukan yaitu dengan cara damai tanpa melalui jalur pengadilan
dikarenakan mahalnya biaya perkara sehingga pihak yang bersengketa memilih
untuk menempuh jalan damai, dan untuk faktor penghambat dalam penyelesaian
sengketa yaitu kurang tegasnya aturan yang diberlakukan dan kurangnya
kesadaran hukum baik dari pelaku usaha maupun konsumen.
Saran, kepada konsumen yang akan membeli produk komputer rakitan sebaiknya
lebih teliti sebelum menjual komputer rakitan, sebaiknya di cek terlebih dahulu
sebelum menjualnya, karena dapat merugikan konsumen dan juga pelaku usaha
itu sendiri karena dapat mencemarkan nama baik pelaku usaha sehingga
konsumen akan berpaling ke toko/distributor yang lain.
Kata kunci : Tanggung jawab, pelaku usaha, jual beli, komputer rakitan
,konsumen1342011067 Fajar Iqbal-2022-03-24T03:38:29Z2022-03-24T03:38:29Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55664This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/556642022-03-24T03:38:29ZIMPLEMENTASI TERHADAP PERJANJIAN PENGADAAN LANGSUNG
BELANJA BARANG DAERAH PADA BAGIAN UMUM SEKRETARIAT
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN TULANG BAWANG
Perjanjian pengadaan barang dan jasa adalah suatu persetujuan dengan mana
pihak yang menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak lain dengan menerima
suatu harga tertentu. Praktek perjanjian pengadaan barang pada Bagian Umum
Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tulang Bawang terdapat
permasalahan yaitu, adanya perusahaan rekanan sebagai penyedia barang dalam
penyelesaian pekerjaan tidak tepat pada waktunya dan pekerjaan yang tidak sesuai
dengan perencanaan.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah empiris dengan tipe
deskriptif. Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah pendekatan empiris.
Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari lokasi penelitian dan
data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan
bahan hukum tersier. Data tersebut kemudian dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa peran dari perjanjian
pengadaan langsung adalah apabila terbukti pelaksanaan pekerjaan penyedia
barang tidak sesuai dengan perencanaan atau mengalami keterlambatan dalam
penyelesaiannya, maka penyedia barang akan dikenakan berupa sanksi yaitu
antara lain berupa denda, penggantian barang, memasukkan nama perusahaan
penyedia barang ke dalam Daftar Hitam Rekanan, dijatuhkan sanksi larangan
untuk mengikuti pengadaan berikutnya dan pemutusan kontrak. Serta dalam suatu
praktek penyelesian perselisihan perjanjian pengadaan barang adalah dengan cara
musyawarah untuk mufakat.
Kata Kunci: Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Pengadaan Langsung,
Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tulang Bawang1512011043 GARIN RAMADAN NUGROHO-2022-03-24T03:38:23Z2022-03-24T03:38:23Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55669This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/556692022-03-24T03:38:23ZANALISIS HUKUM KREDIT TANPA AGUNAN (KTA) MANDIRI
PAYROLL DAN NON PAYROLL
(Studi Pada Bank Mandiri KCP Malahayati Teluk Betung Kota Bandar Lampung) Bank Mandiri menawarkan pemberian Kredit Tanpa Agunan, Kredit Tanpa
Agunan adalah sebuah produk perbankan yang memberikan fasilitas pinjaman
kepada peminjam tanpa adanya sebuah agunan yang dijadikan jaminan atas
pinjaman tersebut yang kemudian disebut dengan Kredit Tanpa Agunan Mandiri.
Permasalahan dalam penelitian ini menganalisis syarat dan prosedur pemberian
Kredit Tanpa Agunan, akibat hukum dan upaya penyelesaian sengketa apabila
terjadi wanprestasi dalam pemberian Kredit Tanpa Agunan (KTA) Bank Mandiri
Payroll maupun Non Payroll.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian normatif
dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah adalah normatif terapan.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder
yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum
tersier. Pengolahan data dilakukan dengan cara pemeriksaan data, klasifikasi data,
dan penyusunan data yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan Kredit Tanpa Agunan ini
dapat dikatakan berjalan dengan baik apabila nasabah melengkapi syarat-syarat
yang ditujukan untuk memperoleh verifikasi yang benar dalam tahap prosedurnya
dan mempunyai hubungan hukum berupa hak dan kewajiban. Akibat hukum
perjanjian Kredit Tanpa Agunan jika terjadi hal wanprestasi ini adalah perusahaan
tempat bekerja nama nasabah tersebutakan di Blacklist dari Bank Indonesia
(BI),ditambah tekanan terhadap keluarga sebagai ahli warisnya,tekanan dari
perusahaan,sanksi pemecatan, serta adanya debt collector.Upaya Penyelesaian
Kredit Tanpa Agunan Mandirijikawanprestasi dapat diselesaikan dengan
kesepakatan mediasi antara bank dan debitur dengan HRD Perusahaan dan
penyelamatan kredit berupa 3R yaitu (Rescheduling) Penjadwalan Kembali
(Reconditioning) Persyaratan Kembali, dan (Restructing) Penataan Kembali.Bank
Mandiri dalampilihan alternatif upaya penyelesaian dapat melalui dengan di luar
pengadilan (non litigasi) dan litigasi yaitu Pengadilan negeri,penyitaan piutang�piutang yang diistimewakan itu sebagai agunan (jaminan) diserahkan oleh pihak
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).
Kata Kunci : Kredit Tanpa Agunan, Payroll, Non Payroll
Bank Mandiri offers the provision of Unsecured Loans, Unsecured Loans is a
banking product that provides loan facilities to borrowers without the collateral
being pledged as collateral for the loan, which is then called Mandiri Unsecured
Credit. The problem in this study analyzes the terms and procedures for granting
Unsecured Loans, legal consequences and efforts to resolve disputes in the event
of default in the granting of Bank Mandiri Payroll and Non-Payroll Loans.
The type of research used in this study is normative research with descriptive
research type. The problem approach is applied normatively. The data used in this
study are primary data and secondary data consisting of primary legal materials,
secondary legal materials, and tertiary legal materials. Data processing is done by
checking data, classifying data, and compiling data which is then analyzed
qualitatively.
The results of the research and discussion that have been carried out by Unsecured
Loans can be said to run well if the customer completes the conditions intended to
obtain correct verification in the stage of the procedure and has a legal
relationship in the form of rights and obligations. The legal consequences of the
Collateral Credit agreement in the event of default this is the company where the
client's name will work on the Blacklist from Bank Indonesia (BI), plus pressure
on the family as his heir, pressure from the company, sanctions for dismissal, and
the existence of debt collectors. Without Mandiri Collateral performance can be
resolved by mediation agreements between banks and debtors with Company
HRD and rescue loans in the form of 3R namely (Rescheduling) Reconditioning
Requirements, and Restructuring Resetting. Bank Mandiri in alternative options
settlement efforts can be through outside court (non litigation) and litigation,
namely the District Court, confiscation of the privileged accounts as collateral
(collateral) submitted by the State Wealth and Auction Service Office (KPKNL).
.
Key Words: Unsecured Loans, Payroll, Non Payroll
1412011166 Gendis Grasela Indriyati2022-03-24T03:37:48Z2022-03-24T03:37:48Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55640This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/556402022-03-24T03:37:48ZPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS
PERBEDAAN HARGA DISPLAY DAN KASIR DI INDOMARET DAN
ALFAMART KOTA BANDAR LAMPUNGIndomaret dan Alfamart adalah dua perusahaan mengembangkan bisnis gerai
waralaba pertama di Indonesia, bisnis waralaba harus bersifat transparan dan
konsepnya saling menguntungkan serta saling percaya di antara pewaralaba,
terwaralaba serta kepada konsumen sebagai pengonsumsi barang. Sebelum
konsumen membeli barang, konsumen akan memperhatikan harga terlebih dahulu.
Harga yang ditetapkan harus sesuai dengan kualitas produk yang diberikan.
Namun Indomaret dan Alfamart juga tidak terlepas dari pelayanan yang dinilai
kurang memuaskan disebabkan oleh faktor kelalaian dari pihak Indomaret dan
Alfamart itu sendiri. Terjadinya selisih pada harga yang tertera di label display
dengan harga yang harus dibayar dikasir. Permasalahan yang dibahas dalam
skripsi ini adalah bagaimana perlindungan hukum konsumen Indomaret dan
Alfamart terhadap perbedaan harga pada label display dengan dikasir, dan
bagaimana pertanggung jawaban Indomaret dan Alfamart terhadap perbedaan
harga pada label display dengan dikasir.
Metode yang digunakan adalah penelitian ini normatif empiris dengan tipe
penelitian deskriptif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan normatif
terapan. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder yang terdiri
dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier
Kemudian data yang dikumpulkan dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan pentingnya perlindungan hukum
bagi konsumen terhadap perbedaan harga display dengan harga dikasir Indomaret
dan Alfamart yang merugikan konsumen, diperlukan tanggung jawab pelaku
usaha terhadap perbedaan harga display dan harga dikasir dalam mengantisipasi
kecurangan yang dilakukan oleh pengusaha sehingga konsumen terhindar dari
kerugian yang diderita akibat perbedaan harga display dan kasir pada Indomaret
dan Alfamart. Perbuatan pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap
perbedaan harga display dan kasir akan diselesaikan secara negoisasi yaitu seperti
pengembalian uang sebesar harga yang seharusnya dibayar didalam display.
Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Konsumen, Perbedaan Harga1412011013 ADITYA PRATAMA-2022-03-24T03:37:45Z2022-03-24T03:37:45Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55642This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/556422022-03-24T03:37:45ZEKSISTENSI SISTEM PEWARISAN TUNGGU TUBANG
PADA MASYARAKAT ADAT SEMENDE DI PERANTAUAN
(STUDI PADA MASYARAKAT ADAT SEMENDE
KECAMATAN PULAU PANGGUNG KABUPATEN TANGGAMUS)Tunggu tubang merupakan sistem adat yang terdapat pada suku Semende, yaitu
mengenai pembagian harta warisan yang jatuh kepada anak perempuan tertua
secara turun temurun, serta mengenai sistem kekerabatan. Permasalahan dalam
penelitian ini yaitu tentang eksistensi sistem pewarisan tunggu tubang pada
masyarakat adat Semende di perantauan dengan sub pokok bahasan yaitu subyek
dan obyek dalam adat tunggu tubang, serta penerapan sistem tunggu tubang
tersebut terhadap masyarakat Semende yang berada di perantauan.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum
empiris dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah dalam penelitian ini
adalah pendekatan yuridis sosiologis. Data yang digunakan adalah data primer
yang diperoleh dari lokasi penelitian dan data sekunder yang terdiri dari bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Data tersebut
kemudian dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa subyek dari tunggu tubang
adalah lebih mengutamakan anak perempuan tertua, namun jika tidak memiliki
anak perempuan maka anak lelaki tertua bisa dijadikan sebagai tunggu tubang, sedangkan yang menjadi obyek dari tunggu tubang adalah harta pusaka yang
merupakan warisan turun temurun yang terdiri dari rumah, sawah, dan kebun.
Penerapan sistem tunggu tubang di perantauan pada umumnya masih sama seperti
didaerah asalnya, setiap keluarga keturunan Semende akan memberikan harta
warisan yang mereka punya kepada anak tunggu tubang, yang mana proses
pewarisan tunggu tubang tersebut dilakukan dengan dua cara yaitu, sebelum
pewaris meninggal dunia atau setelah pewaris meninggal dunia
Kata Kunci: Masyarakat Semende, Perantauan, Tunggu Tubang1512011239 ANANDA CARERINA KAHFI-2022-03-24T03:37:09Z2022-03-24T03:37:09Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55769This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/557692022-03-24T03:37:09ZPENGATURAN TENTANG PELAUT DALAM MARITIME LABOUR
CONVENTION, 2006 DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIALuas wilayah negara Indonesia adalah 7,81 juta km2 di mana dua per tiga
wilayahnya lautan, dengan jumlah pelaut salah satu yang terbesar di dunia. Pada
tahun 2016, pemerintah Indonesia mengundangkan Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2016 tentang Pengesahan Maritime Labour Convention, 2006 (Konvensi
Ketenagakerjaan Maritim). Konvensi ini menitikberatkan pada upaya negara
anggota ILO dalam memberikan perlindungan bagi pelaut serta industri
pelayaran. Hal ini kemudian menarik penulis untuk melakukan penelitian terkait
pengaturan mengenai pelaut yang terdapat di dalam konvensi MLC, serta
bagaimana implementasi MLC di Indonesia. Pendekatan masalah pada penelitian
ini adalah perundang-undangan dengan menganalisis data sekunder secara
kualitatif. Penelitian menemukan pengaturan pelaut dalam MLC, terbagi ke dalam enam
bagian, yaitu: hak-hak dasar dan sosial pelaut; persyaratan minimum bagi pelaut
untuk bekerja di atas kapal; kondisi kerja; akomodasi, fasilitas rekreasi, makanan
dan katering; perlindungan kesehatan, perawatan medis, kesejahteraan dan
jaminan sosial; dan kepatuhan dan penegakan. Implementasi MLC sebagai
refleksi nilai sebagian besar telah tercermin dalam peraturan perundang-undangan
di Indonesia yang tersebar ke dalam UUD NRI 1945, UU No. 39 Tahun 1999
tentang HAM, UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No. 17
Tahun 2008 tentang Pelayaran, dan PP No. 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan.
Aktualisasi praksis MLC di Indonesia diawali dengan diratifikasinya MLC
dengan diundangkannya UU Nomor 15 Tahun 2016 tentang Pengesahan MLC di
mana wewenang pelaksanaannya berada di bawah kementrian perhubungan. Upaya melaksanakan ketentuan-ketentuan MLC terus dilakukan, salah satunya
dengan diterbitkan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor HK.
103/3/13/DJPL-18 tentang Tata Cara Penerbitan Sertifikat Ketenagakerjaan
Maritim.
Kata Kunci: Pelaut, Maritime Labour Convention 2006, Pengaturan.
The total area of Indonesia is 7.81 million km2 where two-thirds of its territory is
ocean, with the number of seafarers one of the largest in the world. In 2016, the
Indonesian government enacted Law Number 15 of 2016 concerning Ratification
of the Maritime Labour Convention, 2006. This convention focuses on the efforts
of ILO member countries in providing protection for seafarers and the shipping
industry. This, then attracted the author to conduct research related to the
regulation of seafarer contained in the MLC convention, as well as how the MLC
was implemented in Indonesia. The problem approach in this study is statute
approach by analyzing secondary data qualitatively.
The study found that seafarer regulations in MLC, divided into six parts, namely:
seafarers' rights; minimum requirements to work for seafarers; working
conditions; accommodation, recreational facilities, food and catering; health
protection, medical care, welfare and social security; compliance and
enforcement. The implementation of the MLC as a reflection of value has been
largely reflected in the laws and regulations in Indonesia that are spread into the
1945 Constitution of the Republic of Indonesia, Law No. 39 of 1999 concerning
Human Rights, Law No. 13 of 2003 concerning Manpower, Law No. 17 of 2008
concerning Shipping, and Government Regulation No. 7 of 2000 concerning
Maritime Affairs. The actualization of the MLC practice in Indonesia began with
the ratification of the MLC with the enactment of Law No. 15 of 2016 concerning
Ratification of the MLC, where the authority for its implementation was under the
ministry of transportation. Efforts to implement the provisions of the MLC
continue to be carried out, one of which is the issuance of the Director General of
Sea Transportation Regulation Number HK. 103/3/13/DJPL-18 concerning
Procedures for Issuance of Maritime Employment Certificates.
Key Words: Seafarer, Maritime Labour Convention 2006, Regulation1512011013 THIO HAIKAL ANUGERAH2022-03-24T03:37:06Z2022-03-24T03:37:06Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55767This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/557672022-03-24T03:37:06ZPERLINDUNGAN HUKUM DATA PRIVASI MELALUI
PENGGUNAAN TEKNOLOGI ENKRIPSIEnkripsi, sistem pengkodean untuk mengacak data dengan menggunakan algoritma,
berfungsi untuk menyembunyikan data privasi dari pihak ketiga. Pada mulanya,
enkripsi dipakai sebagai pelindung data privasi, akan tetapi pada perkembangannya
enkripsi melahirkan permasalahan di bidang hukum. Pelaku kejahatan menggunakan
enkripsi sebagai perisai. Oleh karena itu, muncul permasalahan hukum apakah dengan
alasan keamanan pemerintah atau negara dapat memiliki akses membuka (dekripsi)
data privasi. Bagaimakah hukum internasional dan hukum Indonesia mengatur
persoalan penggunaan dekripsi terhadap teknologi enkripsi.
Penulisan skripsi ini menggunakan metode yuridis normatif. Sumber data yang dipakai
diambil dari data sekunder, bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan
hukum tersier, sedangkan pengumpulan data menggunakan metode studi pustaka. Data
dianalisis dengan metode analisis kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan mengenai penggunaan teknologi
enkripsi dalam level internasional ada dalam guidelines seperti The OECD Guidelines
for The Protection of Privacy and Transborder Flows of Private Data dan Amnesty
International Policy on Encryption, namun guidelines tersebut belum diterapkan secara
global. The OECD Guidelines for The Protection of Privacy and Transborder Flows
of Private Data dan Amnesty International Policy on Encryption memperbolehkan
negara untuk mendekripsi data privasi individu atas dasar kedaulatan, keamanan
nasional dan kebijakan publik. Penelitian ini juga menemukan peraturan dalam UN
Guiding Principle on Business and Human Rights yang menegaskan bahwa perusahaan
(perusahaan penyedia jasa dan layanan enkripsi) memiliki tanggung jawab untuk
menghormati hak asasi manusia secara independen dan terlepas dari kemampuan dan
kemauan negara. Dalam hukum Indonesia belum ada pengaturan secara khusus
mengenai enkripsi. Aturan mengenai penggunaan enkripsi tersebar dalam berbagai
peraturan perundang-undangan. Pengaturan dalam sistem hukum Indonesia pun
menyatakan bahwa tindakan dekripsi pemerintah dinyatakan legal dengan dalih
sebagai upaya penegakan hukum.
Kata Kunci: enkripsi, data privasi, keamanan nasional.
Encryption, a coding system for scrambling data using an algorithm, serves to hide
privacy data from third parties. Initially, encryption was used as a privacy data
protector, but in its development encryption gave birth to problems in the legal field.
Perpetrators use encryption as a shield. Therefore, legal issues arise whether for reasons
of government or state security can have access to open (decrypt) privacy data. How
does international law and Indonesian law regulate the issue of using decryption of
encryption technology.
The writing of this thesis uses a normative juridical method. Sources of data used are
taken from secondary data, primary legal materials, secondary legal materials, and
tertiary legal materials, while data collection uses literature study methods. Data were
analyzed by qualitative analysis methods.
The results of the study indicate that the regulation regarding the use of encryption
technology in international level is in guidelines such as the OECD Guidelines for the
Protection of Privacy and Transborder Flows of Private Data and Amnesty
International Policy on Encryption, but these guidelines have not been applied globally.
The OECD Guidelines for the Protection of Privacy and Transborder Flows of Private
Data and Amnesty International Policy on Encryption allow states to decrypt private
data on the basis of sovereignty, national security and public policy. This study also
found that in the UN the Guiding Principle on Business and Human Rights affirms that
companies have a responsibility to respect human rights independently and regardless
of the ability and willingness of the state. In Indonesian law there is no specific
regulation regarding encryption. Rules regarding the use of encryption are spread in
various laws and regulations. The Indonesian regulation also stated that the decryption
action of the government was declared legal with the pretext of being a law
enforcement effort.
Keywords: encryption, data privacy, national security.
1512011318 THANIA CHRISTY CORNE-2022-03-24T03:37:02Z2022-03-24T03:37:02Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55765This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/557652022-03-24T03:37:02ZPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN PERSEKUSIPersekusi merupakan perampasan secara sengaja dan kejam terhadap hak-hak
dasar yang bertentangan dengan hukum. Terlebih lagi yang menjadi korban dari
kejahatan ini adalah anak. Maka daripada itu perlu dilakukannya penelitian
dengan permasalahan: Bagaimanakah bentuk-bentuk persekusi terhadap anak?
Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap anak korban persekusi?
Pendekatan masalah dalam skripsi ini adalah pendekatan yuridis normatif dan
pendekatan yuridis empiris. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah data
primer dan data sekunder. Penentuan narasumber dilakukan dengan wawancara
dengan responden. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi
kepustakaan dan studi lapangan.
Berdasarkan hasil penelitian, bentuk bentuk persekusi terhadap anak yaitu dalam
bentuk: penganiayaan, intimidasi, dan pengeroyokan. Upaya perlindungan hukum
terhadap anak korban persekusi berdasarkan Pasal 69 Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak, yaitu melalui upaya: penyebarluasan dan sosialisasi
ketentuan peraturan perundang-undangan yang melindungi Anak korban tindak
kekerasan, pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi.
Saran dalam penelitian ini adalah: Kepada masyarakat apabila menangkap pelaku
kejahatan hendaknya di bawa ke pihak yang berwajib seperti kepolisian untuk
segera di proses secara hukum, bukan dengan mengambil langkah di luar hukum
seperti main hakim sendiri ataupun persekusi terhadap pelaku kejahatan. Kepada
orang tua ataupun pihak keluarga hendaknya lebih meningkatkan pengawasan
terhadap anak dan menanamkan nilai-nilai moral yang baik terhadap anak. Hal ini
dimaksudkan agar anak dapat berperilaku dengan baik dalam berbaur dengan
masyarakat.
Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Anak, Korban, Persekusi.
1512011194 TANGKAS RAMADHAN AKBAR-2022-03-24T03:36:55Z2022-03-24T03:36:55Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55760This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/557602022-03-24T03:36:55ZPERLINDUNGAN ROHANIWAN DALAM KONFLIK BERSENJATA
INTERNASIONAL BERDASARKAN KONVENSI JENEWA 1949Penempatan rohaniwan di wilayah konflik bersenjata internasional memiliki peran
penting karena rohaniwan merupakan petugas yang memiliki tanggung jawab
untuk mengajarkan dan membimbing umatnya dalam beribadah yang merupakan
kebutuhan mendasar dari setiap manusia. Rohaniwan yang ditempatkan di
wilayah konflik bersenjata internasional, meskipun berstatus sebagai non- kombatan terancam berbagai macam bahaya, oleh karena itu diperlukan adanya
perlindungan terhadap rohaniwan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
perlindungan rohaniwan dalam konflik bersenjata internasional berdasarkan
Konvensi Jenewa 1949. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif untuk menganalisis secara
kualitatif Konvensi Jenewa 1949 tentang perlindungan rohaniwan dalam konflik
bersenjata internasional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan rohaniwan dalam konflik
bersenjata internasional diatur dalam Konvensi Jenewa 1949, di antaranya, yaitu
perlindungan hak ekonomi dan perlindungan lambang identitas. Perlindungan
tersebut dapat berakhir apabila rohaniwan tidak melaksanakan kewajibannya
sebagaimana yang telah diatur dalam Konvensi Jenewa 1949. _____ Kata kunci: rohaniwan, konflik bersenjata internasional, konvensi jenewa 1949
Placement of chaplain in the area of international armed conflict has an important
role because chaplain are officers who have the responsibility to teach and guide
their people in worship which is a basic need of every human being. Chaplain
who are placed in the area of international armed conflict, even though their status
as non-combatants are threatened by a variety of dangers, therefore protection is
needed for chaplain. This study aims to analyze the protection of chaplain in
international armed conflicts based on the Geneva Conventions of 1949. This study uses a juridical-normative method to qualitatively analyze the Geneva
Conventions of 1949 concerning the protection of chaplain in international armed
conflicts. The results show that the protection of chaplain in international armed conflicts is
regulated in the Geneva Conventions of 1949, which include the protection of
economic rights and the protection of identity symbols. Such protection can end if
the chaplain do not carry out their obligations as stipulated in the Geneva
Conventions of 1949. _____ Key words: chaplain, international armed conflict, geneva convention of 19491312011245 PRATAMA2022-03-24T03:36:52Z2022-03-24T03:36:52Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55744This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/557442022-03-24T03:36:52ZPENGATURAN DAN ELEMENTS OF CRIME KEJAHATAN
GENOSIDA MENURUT HUKUM INTERNASIONALGenosida merupakan pembunuhan besar-besaran secara berencana yang ditujukan
terhadap suatu bangsa atau ras dan dianggap sebagai kejahatan dengan tujuan untuk
menghancurkan, seluruhnya atau untuk sebagian, suatu kelompok nasional, etnis,
ras atau keagamaan. Sebagai reaksi dan upaya pencegahan kejahatan tersebut,
masyarakat internasional mengatasi persoalan ini dengan upaya untuk mengadili
mereka yang melakukan kejahatan internasional. Hal ini dapat dilihat dari
terbentuknya beberapa pengadilan internasional untuk menyelesaikan kasus
genosida yaitu International Military Tribunal Nurnberg (IMT Nurnberg),
International Military Tribunal for the Far East (IMTFE), International Criminal
Tribunal for Former Yugoslavia (ICTY), International Criminal for Rwanda
(ICTR), dan International Criminal Court (ICC). Permasalahan yang diangkat oleh
penulis ialah mengidentifikasi peraturan dan element of crime kejahatan genosida
berdasarkan hukum internasional.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif.
Sumber data yang dipakai diambil dari data sekunder, bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, sedangkan pengumpulan data
menggunakan metode studi pustaka. Data dianalisis dengan metode analisis
kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan mengenai kejahatan genosida
dalam hukum internasional diatur dalam Konvensi Genosida 1948, Statuta ICTY,
Statuta ICTR, dan Statuta Roma. Namun, substansi pengaturan genosida sudah ada
di Piagam Nurnberg dan Piagam Tokyo tepatnya terintegrasi dalam deskripsi
Piagam tentang “kejahatan terhadap kemanusiaan”. Pada penelitian ini didapati
bahwa Statuta Roma lebih dapat mengakomodir kejahatan genosida karena Statuta Roma merupakan instrumen hukum yang melandasi pendirian ICC yang
merupakan pengadilan tetap dan independen pertama yang mampu melakukan
penyelidikan dan mengadili setiap orang yang melakukan pelanggaran terberat
terhadap kejahatan genosida. Konvensi Genosida 1948 memiliki peran yang
penting, berbagai instrumen hukum yang melandasi pendirian pengadilan pidana
internasional (ICTY, ICTR, dan ICC) pada masa berikutnya. Piagam Nurnberg dan
Piagam Tokyo belum memenuhi elements of crime kejahatan genosida karena
hanya memuat satu unsur materil. Elements of crime kejahatan genosida dalam
Statuta ICTY, Statuta ICTR, dan Statuta Roma diadopsi dari substansi pengaturan
tentang genosida dari Konvensi Genosida 1948, yaitu memuat unsur mental dan
unsur materil.
Kata Kunci: kejahatan genosida, elements of crime, pengadilan internasional
Genocide is a planned mass murder directed against a nation or race and is
considered a crime with the aim of destroying, in whole or in part, a national, ethnic,
racial or religious group. As a reaction and effort to prevent these crimes, the
international community overcomes this problem by trying to prosecute those who
commit international crimes. This can be seen from the formation of several
international courts to resolve genocide cases, namely the International Military
Tribunal Nurnberg (IMT Nurnberg), the International Military Tribunal for the Far
East (IMTFE), the International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia
(ICTY), International Criminal for Rwanda (ICTR), and International Criminal
Court (ICC). The problem raised by the author is to identify the rules and elements
of crime of genocidal crime based on international law.
The method used in this research is normative juridical method. Sources of data
used are taken from secondary data, primary legal materials, secondary legal
materials, and tertiary legal materials, while data collection uses literature study
methods. Data were analyzed by qualitative analysis methods.
The results showed that the regulation of genocide in international law was
regulated in the 1948 Genocide Convention, the ICTY Statute, the ICTR Statute,
and the Rome Statute. However, the substance of the regulation of genocide already
exists in the Nurnberg Charter and the Tokyo Charter precisely integrated into the
description of the Charter on “crimes against humanity”. In this study, it was found
that the Rome Statute is more able to accommodate genocide because the Rome
Statute is the legal instrument that underlies the establishment of the ICC which is
the first permanent and independent court capable of conducting investigations and
prosecuting anyone who commits the heaviest violations of genocide. The 1948
Genocide Convention has an important role, various legal instruments that underlie the establishment of international criminal courts (ICTY, ICTR, and ICC) in the
next period. The Nurnberg Charter and the Tokyo Charter do not meet the elements
of crime of genocide because they only contain one material element. The elements
of crime of genocide in the ICTY Statute, the ICTR Statute, and the Rome Statute
were adopted from the substance of the regulation on genocide from the 1948
Genocide Convention, which contains mental and material elements.
Keywords: genocide, elements of crime, international court.1512011045 STEFANY MINDORIA-2022-03-24T03:36:40Z2022-03-24T03:36:40Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55740This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/557402022-03-24T03:36:40ZPERLINDUNGAN HAK KESEHATAN REPRODUKSI PEREMPUAN
BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL DAN PERATURAN PERUNDANG�UNDANGAN DI INDONESIAKesehatan perempuan menjadi salah satu dari 12 masalah kritis yang ditetapkan
dalam Deklarasi dan Rencana Aksi Konferensi Dunia IV tentang Wanita di
Beijing pada tahun 1995, hingga sekarang masalah kesehatan reproduksi
perempuan masih menjadi kajian utama mengingat tingginya angka kematian
perempuan yang disebabkan oleh gangguan pada organ reproduksi. Penelitian ini
berfokus pada Perlindungan Hak Kesehatan Reproduksi Perempuan Berdasarkan
Hukum Internasional dan Perundang-Undangan di Indonesia. Jenis penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang
bersumber pada bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang pengumpulan
datanya dilakukan dengan teknik studi pustaka.
Hasil penelitian menunjukkan 2 hal: (1) Perlindungan hak kesehatan reproduksi
perempuan dalam hukum internasional ditemukan dalam: Kovenan Internasional
tentang Hak-hak Sipil dan Politik , Pasal 23 ayat (1,2,3, dan 4); Kovenan
Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Pasal 7, Pasal 10
ayat 2, Pasal 11 ayat 1, Pasal 12 ayat 1 dan 2; Pasal 14 ayat 2, Pasal 16 ayat 1
Konvensi Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan dan
Konvensi International Labour Organization (ILO) Nomor 183 tahun 2000
tentang Perlindungan Kehamilan. Rencana aksi hak kesehatan reproduksi
perempuan meliputi : Fourt World Conference on Women Beijing; International
Conference Population and Development Cairo; Suistainable Development Goals
atau SDGs. (2) Perlindungan hak kesehatan reproduksi perempuan dalam
perundang-undangan di Indonesia diatur dalam; Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 71 -78 ; Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 45 dan Pasal 49 ; Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Pasal 76, Pasal 81-83; Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014
tentang Perlindungan Anak Pasal 4 dan Pasal 8. Kebijakan Nasional terkait hak
reproduksi meliputi Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang
Kesehatan Reproduksi; Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
43 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan.
Kebijakan Daerah terkait Kesehatan Reproduksi meliputi Peraturan Daerah
Provinsi Lampung Nomor 17 tahun 2014 tentang Pemberian Air Susu Ibu
Eksklusif.
Kata Kunci : Perlindungan, Hak Reproduksi Perempuan, Kesehatan
Women's health was one of the 12 critical issues set out in the declaration and
action plan of world conference iv on women in Beijing in 1995 to date the female
reproductive health problem remains a major review in view of the high mortality
rate of women caused by organ reproduction. The goal of protecting the rights of
female reproduction under international law and legislation in Indonesia is a
study of knowing and analyzing how to protect female reproductive rights under
international law and legislation in Indonesia. The study focused on protecting
women's reproductive health rights under international law and legislation in
Indonesia. The type of research used in this study is normative legal research
sourced from primary, secondary, and tertiary legal materials which data
collection is done by literature study techniques.
The result of a study on the preservation shows 2 things: (1) International
Covenant on Civil and Political Rights, Article 23 paragraph (1,2,3, and 4);
International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights, Article 7,
Article 10 paragraph 2, Article 11 paragraph 1, Article 12 paragraph 1 and 2;
Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women
Article 14 paragraph 2, Article 16 paragraph 1 and the International Labor
Organization (ILO) Convention Number 183 of 2000 concerning Protection of
Pregnancy. Action plans for women's reproductive health rights include: the
Fourt World Conference on Women Beijing; Cairo International Conference on
Population and Development; Suistainable Development Goals or SDGs. (2)
Protection of women's reproductive health rights in legislation in Indonesia is
regulated in; The 1945 Constitution of the Republic of Indonesia; Republic of
Indonesia Law Number 36 Year 2009 concerning Health Article 71 -78; Law
Number 39 Year 1999 concerning Human Rights, Article 45 and Article 49;
Republic of Indonesia Law No. 13/2003 concerning Manpower, Article 76,
Articles 81-83; Law of the Republic of Indonesia Number 35 of 2014 concerning
Child Protection, Article 4 and Article 8. National policies related to reproductive
rights include Government Regulation Number 61 of 2014 concerning
Reproductive Health; Regulation of the Minister of Health of the Republic of
Indonesia Number 43 of 2016 concerning Minimum Service Standards in the
Field of Health. Regional policies related to Reproductive Health include
Lampung Province Regional Regulation Number 17 of 2014 concerning the
Provision of Exclusive Breast Milk.
Keywords: Protection, Women's Reproductive Rights, Health
1512011046 Laila Nurlatifah-2022-03-24T03:36:06Z2022-03-24T03:36:06Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55737This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/557372022-03-24T03:36:06ZPENERAPAN SANITARY AND PHTOSANITARY AGREEMENT
DALAM PUTUSAN WTO TENTANG LARANGAN IMPOR
PRODUK PERIKANAN
(KASUS JEPANG VS KOREA SELATAN)Perjanjian Sanitari dan phytosanitary (SPS) atau SPS Agreement adalah bagian
dari kesepakatan WTO yang berkaitan dengan masalah pengaturan perdagangan
dengan kesehatan manusia, hewan dan tanaman. Korea Selatan dan Jepang terlibat
sengketa perdagangan internasional. Panel telah mengeluarkan keputusan untuk
memenangkan Jepang atas tindakan inkonsistensi Korea Selatan dan berpendapat
bahwa tindakan tersebut merupakan tindakan diskriminasi perdagangan. Akan
tetapi, ketika dilakukan banding oleh Korea Selatan, hasil keputusan dari badan
banding justru berubah. Badan banding memenangkan Korea Selatan dengan
berpendapat bahwa panel keliru dalam menerapkan pasal-pasal yang digugat oleh
pihak tergugat. Penulis ingin mengetahui bagaimanakah pengaturan perjanjian
SPS dalam WTO dan apakah putusan panel WTO terhadap kasus larangan impor
produk perikanan Jepang oleh Korea Selatan telah sesuai dengan perjanjian SPS.
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode normatif-analitis yang
pendekatannya menggunakan penelitian hukum deskriptif, yang bersifat
pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran lengkap tentang keadaan
hukum yang berlaku. Sumber data yang dipakai diambil dari bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, sedangkan
pengumpulan data menggunakan studi pustaka. Data di analisis dengan metode
analisis kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa SPS Agreement merupakan bagian dari
kesepakatan WTO, yang memberikan hak kepada negara anggota untuk dapat
melakukan perlindungan atas masuknya produk ke dalam wilayahnya dari negara
anggota lain yang dapat membahayakan kesehatan dari warga negaranya. Putusan
Panel WTO terhadap kasus larangan impor produk perikanan Jepang oleh Korea
Selatan tidak sesuai dengan perjanjian SPS karena melanggar pasal 2.3, pasal 5.7,
pasal 5.6, dan lampiran B (3) SPS Agreement. Sementara itu, Keputusan Appellate
Body sudah sesuai dengan Perjanjian SPS karena sesuai dengan pasal 2.3, pasal
5.7, pasal 5.6, pasal 7 dan lampiran B (1) dan (3), serta pasal 8 dan lampiran C (1)
(a) dari Perjanjian SPS.
Kata Kunci : SPS Agreement, WTO, Putusan
The Sanitary and Phytosanitary Agreement (SPS) or SPS Agreement is part of the
WTO agreement relating to issues of trade regulation with human, animal and
plant health. South Korea and Japan are involved in international trade disputes.
The Panel has issued a decision to win Japan over South Korea's inconsistency
and believes that this act constitutes an act of trade discrimination. However,
when an appeal was made by South Korea, the outcome of the decision of the
appeals body changed. The appeals body won South Korea by arguing that the
panel was wrong in applying the articles sued by the defendant. The author would
like to know how the SPS agreement is arranged in the WTO and whether the
WTO panel's decision on the case of a ban on the import of Japanese fishery
products by South Korea is by the SPS agreement.
The method used in this paper is the normative-analytical method, the approach of
which uses descriptive legal research, which is exposure and aims to obtain a
complete picture of the state of the applicable law. Sources of data used are taken
from primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal
materials, while data collection uses literature studies. Data were analyzed by
qualitative analysis methods.
The results showed that the SPS Agreement is part of the WTO agreement, which
gives the right to member countries to be able to protect the entry of products into
its territory from other member countries that can endanger the health of its
citizens. The WTO Panel's decision on the case of a ban on imports of Japanese
fishery products by South Korea is not by the SPS agreement because it violates
article 2.3, article 5.7, article 5.6, and attachment B (3) of the SPS Agreement.
Meanwhile, the Appellate Body Decision is by the SPS Agreement because it is
following article 2.3, article 5.7, article 5.6, article 7 and attachments B (1) and
(3), as well as article 8 and attachment C (1) (a) of the Agreement SPS.
Keywords: SPS Agreement, WTO, Decision1512011316 ILHAM AKBAR2022-03-24T03:35:21Z2022-03-24T03:35:21Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55768This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/557682022-03-24T03:35:21ZANALISIS PEMBERIAN REMISI TERHADAP
NARAPIDANA TERORISME
(Studi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kalianda)Remisi atau pengurangan masa pidana yang merupakan hak bagi seorang
narapidana atau warga binaan pemasyarakatan diatur didalam Peraturan
Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Syarat-syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Hak Warga Binaan yang kemudian disempurnakan di dalam
Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia No. 03 Tahun 2018 Tentang
Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga,
Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat. Secara jelas
mengatur tata cara dan pelaksanaan pemberian remisi terhadap narapidana
terorisme, namun tidak semua narapidana terorisme mendapatkan hak tersebut
dikarenakan ada syarat-syarat yang mengharuskan seorang narapidana terorisme
melaksanakan suatu hal yang dilaksanakan di dalam Lembaga Pemasyarakatan.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan adalah
Bagaimanakah Pelaksanaan Pemberian Remisi Bagi Narapidana Terorisme dan
Apakah yang menjadi faktor penghambat Pelaksanaan Pemberian Remisi Bagi
Narapidana Terorisme.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris.
Jenis data terdiri dari data primer dan sekunder. Narasumber terdiri dari Kepala
Seksi Registrasi Pemasyarakatan Kelas II A Kalianda, Kepala Bagian
Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Kantor Wilayah Lampung,
Pengacara/Advokat, dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum
Universitas Lampung. Analisis data dalam penelitian ini adalah dianalisis dengan
menggunakan analisis kualitatif.
Aditya Sufyansah
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa
Pelaksanaan PP Nomor 99 Tahun 2012 dalam pelaksanaan pemberian remisi bagi
narapidana terorisme harus memenuhi syarat-syarat pemberian remisi yang ada di
Pasal 34 karena dalam prakteknya syarat-syarat ini masih belum sepenuhnya
berhasil, Perlu adanya kerjasama yang lebih tinggi dari pihak-pihak terkait seperti
BNPT, Lapas, dan TPP Ditjen Pemasyarakatan. Terutama adalah proses
deradikalisasi. Apabila seorang narapidana terorisme telah mengikuti program
deradikalisasi dengan baik dan benar baik substantif maupun administratif sesuai
peraturan yang berlaku maka seorang narapidana terorisme dapat diberikan
remisi, baik remisi umum maupun remisi khusus.
Adapun saran yang diberikan penulis adalah sebagai berikut pemberian remisi
merupakan hak semua narapidana yang ada di lembaga pemasyarakatan sebab
remisi itu pantas diberikan kepada siapa saja baik narapidana tindak pidana umum
maupun narapidana tindak pidana khusus dan apapun kejahatannya karena semua
sama dimata hukum yang membedakan hanya bobot dan sanksi pidananya saja.
Maka dari itu selagi tidak merugikan semua pihak dan bermanfaat bagi seorang
narapidana remisi bisa diberikan berdasarkan syarat-syarat dan tata cara yang
sudah jelas diatur di dalam PP Nomor 99 Tahun 2012.
Kata Kunci: Remisi, Narapidana, Terorisme 1512011258 ADITYA SUFYANSAH-2022-03-24T03:34:03Z2022-03-24T03:34:03Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55773This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/557732022-03-24T03:34:03ZPERJANJIAN DAMAI SEBAGAI DASAR PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM
TERHADAP TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN OLEH ANAKDasar pertimbangan hakim terdiri dari hal-hal yang bersifat yuridis dan non yuridis. Perjanjian damai merupakan bahan pertimbangan hakim terhadap tindak pidana
persetubuhan anak. Anak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Terkadang anak bukan hanya menjadi sasaran dari pelaku tindak pidana dan semata
menjadi korban, tetapi anak juga menjadi pelaku tindak pidana persetubuhan. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, kurangnya perhatian orang tua, pendidikan
budi pekerti yang minim dalam kurikulum di sekolah, mudahnya mengakses blue film
yang tidak layak ditonton anak via handphone, internet dan televisi, merebaknya
pergaulan bebas serta lingkungan masyarakat yang buruk. Permasalahan penelitian ini
adalah : Apakah perjanjian damai dapat dijadikan sebagai pertimbangan hukum hakim
dalam proses peradilan pidana anak (Studi putusan Nomor
35/Pid.Sus-Anak/2017/PN.Blb)? dan apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim
dalam menjatuhkan putusan (Studi putusan Nomor 35/Pid.Sus-Anak/2017/PN.Blb)
terhadap pelaku persetubuhan anak?
Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah
bahan hukum utama hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas-asas hukum, konsepsi, pandangan, doktrin doktrin hukum, peraturan hukum dan sistem hukum yang
berkenaan dengan permasalahan penelitian ini. Sedangkan pendekatan secara yuridis
empiris dilakukan untuk mempelajari hukum dalam kenyataan atau berdasarkan fakta
yang didapat secara objektif di lapangan, baik berupa pendapat, sikap dan perilaku
aparat penegak hukum yang didasarkan pada identifikasi hukum dan efektifitas hukum. Hasil penelitian dan pembahasan ini menunjukkan bahwa dalam memberikan putusan
pengadilan, hakim memiliki kebebasan tersendiri berdasarkan Pasal 50 Undang-undang
Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Putusan ini telah memenuhi teori
ratio decidendi yaitu dengan mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan perkara persetubuhan anak, yaitu hakim memutus perkara atas dasar Pasal 81 Ayat (2)
jo Pasal 76D Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Pemerintah
Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak, hakim juga menggunakan teori pendekatan pengalaman, dimana hakim dapat
mengetahui bagaimana dampak putusan bagi pelaku, korban maupun masyarakat dari
putusan yang dijatuhkannya dalam suatu perkara pidana serta telah sesuai juga dengan
teori kebijakan yang mana hakim mempertimbangkan bahwa pemerintah, masyarakat, keluarga serta orang tua ikut bertanggungjawab untuk membimbing, membina, mendidik dan melindungi pelaku anak agar kelak menjadi manusia yang lebih baik dan
berguna bagi keluarga dan masyarakat. Saran dalam penelitian ini adalah hakim sudah cukup baik dalam menegakkan keadilan
dan menjatuhkan putusan kepada pelaku anak sesuai dengan segala pertimbangan
yuridis dan nonyuridis serta hakim telah mempertimbangkan surat perjanjian damai
yang terlampir sebagai hal-hal yang meringankan putusan hakim. Hendaknya putusan
ini dijadikan sebagai suri tauladan bagi hakim lainnya dan hendaknya hakim lainnya
memperhatikan masa depan anak dibandingkan dengan kepentingan undang-undang. Kata Kunci : Putusan Damai, Persetubuhan, Anak
The basic consideration of judge consists that are juridical and non-juridical matters. The peace agreement is a matter of consideration by the judge to criminal intercourse by
children. Child is a part which cannot be separated from the living of human being and
the living of nation and country. Sometimes child is not only the object of the the
criminal offender and be the victim, but also child becomes the criminal intercourse
offender. This thing is caused by several factors such as lack of parental attention, lack
of character education in the school curriculum, easy access of blue film which is
inappropriate to be watched by cellphones, internet and television, the widespread of
promiscuity and bad community environment. The issues in this research are : Whether
the agreement of peace can be the basis of the judge’s verdict consideration in juvenile
court process (study in decision number 35/Pid.Sus-Anak/2017/PN.Blb)? and what is
the basis of the judge’s consideration in granting the verdict (study in decision number
35/Pid.Sus-Anak/2017/PN.Blb) against the criminal intercourse child offender. The problem approach in this study is normative juridical and empirical juridical. The
normative juridical approach is the approach taken by examining the main legal material
of theoretical matters concerning legal principles, conceptions, views, legal doctrines, legal regulations and legal systems relating to the problem of this research. While the
empirical juridical approach is carried out to study the law in reality or based on facts
obtained objectively in the field, both in the form of opinions, attitudes and behaviors of
law enforcement officers based on the identification of law and the effectiveness of the
law. The results of this study and discussion indicate that in giving court decisions, judges
have their own freedom based on Article 50 of Law Number 48 of 2009 concerning
Judicial Power. This decision has met the ratio decidendi theory, namely by considering all aspects related to child criminal intercourse cases, namely the judge decides the case
on the basis of Article 81 Paragraph (2) jo Article 76D Law Number 17 Year 2016
concerning Government Amendment Number 1 of 2016 concerning Amendments of
Law Number 35 of 2014 concerning Amendments to Law Number 23 of 2002
concerning Child Protection, the judge also uses the theory of experience approach, where judges may know how the impact of decisions for perpetrators, victims and the
public of decisions made in a criminal case and in accordance with the policy theory in
which the judge considers that the government, society, family and parents are also
responsible for guiding, fostering, educating and protecting child offenders so that they
become better and more useful human beings for their families and communities. The suggestions in this study are the judges are good enough in upholding justice and
making decisions on child offenders in accordance with all judicial and non-judicial
considerations and the judges have considered the peace agreement letter attached as
things that alleviate the judge's decision.This decision should be used as a model for
other judges and other judges should pay more attention to the future of the child
compared to the interests of the law. Keywords : Peaceful Decision, Intercourse, Children1512011023 NOVALINDA NADYA PUTR2022-03-24T03:34:00Z2022-03-24T03:34:00Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55775This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/557752022-03-24T03:34:00ZIMPLEMENTASI STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SURVEILLANCE
DALAM PENYELIDIKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA
OLEH SATUAN RESERSE NARKOBA POLRESTA
BANDAR LAMPUNGTindak pidana narkotika pada umumnya dilakukan oleh para pelaku/sindikat yang
profesional dan terorganisir sehingga penyidik menggunakan teknik khusus dalam
mengungkap tindak pidana narkotika. salah satu teknik yang digunakan adalah teknik
surveilance (pembuntutan secara sistematis). Permasalahan dalam penelitian ini
adalah(1) Bagaimanakah implementasi standar operasional prosedur surveillance
dalam penyelidikan tindak pidana narkotika oleh Satuan Reserse Narkoba Polresta
Bandar Lampung? (2) Bagaimanakah efektivitas surveillance dalam penyelidikan
tindak pidana narkotika oleh Satuan Reserse Narkoba Polresta Bandar Lampung?
Metode penelitian dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris.
Jenis data menggunakan data sekunder dan data primer. Narasumber penelitian terdiri
dari Penyidik Satuan Reserse Narkoba Polresta Bandar Lampung dan dosen Bagian
Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data menggunakan
analisis kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Implementasi standar operasional prosedur
surveillance dalam penyelidikan tindak pidana narkotika oleh Satuan Reserse Narkoba
Polresta Bandar Lampung sesuai dengan teori penegakan hukum pada tahap aplikasi,
yang dilaksanakan berdasarkan kententuan Badan Reserse Kriminal Mabes Polri
tentang Standar Operasional Prosedur Penyelidikan. Tindakan ini diterapkan dengan
membuntuti atau membayangi, dengan cara berjalan kaki (satu orang, dua orang dan
tiga orang), berkendaraan (terhadap kendaraan subyek dapat dipasang alat penyadap)
dengan menggunakan satu kendaraan dan dua kendaraan atau lebih atau gabungan
antara jalan kaki dan berkendaraan. (2) Efektivitas surveillance dalam penyelidikan
tindak pidana narkotika oleh Satuan Reserse Narkoba Polresta Bandar Lampung
sesuai dengan teori efektivitas hukum, di mana surveillance berhubungan dengan
berbagai tindakan penyidik dalam mengungkap tindak pidana narkotika yaitu setelah
dilaksanakan surveillance (pembuntutan) dilakukan pembelian terselubung dan
penyamaran. Setelah diduga kuat terjadi tindak pidana narkotika maka dilaksanakan
penindakan pemberantasan (raid planning execution) dan dilaksanakan penyidikan
terhadap pelaku sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku dan setelah
lengkap berkas dilimpahkan kepada Kejaksaan untuk proses hukum selanjutnya.
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Penyidik disarankan untuk melaksanakan teknik
penyelidikan yang paling efektif dan efisien dalam mengungkap tindak pidana
narkotika. (2) Pihak kepolisian disarankan untuk secara konsisten menerapkan
berbagai strategi penyelidikan sebagaimana diatur dalam Standar Operasional
Prosedur Penyelidikan Badan Reserse Kriminal Mabes Polri.
Kata Kunci: Implementasi, Surveillance, Penyelidikan Narkotika1412011001 A.M. PRABU C.B.-2022-03-24T03:33:56Z2022-03-24T03:33:56Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55777This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/557772022-03-24T03:33:56ZPERMASLAHAN BARANG MILIK NEGARA SEBAGAI OBJEK
EKSEKUSI RIIL PUTUSAN PERDATA
(STUDI KASUS PUTUSAN NO. 349 PK/Pdt/2017)Barang milik negara (BMN) yang merupakan bagian tak terpisahkan dari kekayaan negara
sering kali menghadapi sengketa keperdataan di pengadilan. Sedangkan, penyitaan tehadap
BMN sendiri merupakan hal yang dilarang (Pasal 50 Undang-Undang Perbendaharaan
Negara). Secara yuridis formal, pada dasarnya hakim bisa memerintahkan penyitaan terhadap
barang-barang milik pemerintah dalam rangka memenuhi tuntutan penggugat. Selanjutnya,
Praktik eksekusi putusan perdata terhadap BMN telah diperkenalkan Pengadilan Negeri
Pekan Baru melalui putusan nomor 349 PK/PDT/2017. Oleh karena itu penelitian ini akan
mengkaji dan membahas Pelaksanaan eksekusi putusan perdata terhadap BMN dengan pokok
bahasan yaitu: pengaturan larangan sita barang milik negara dan pelaksanaan eksekusi
putusan perdata terhadap barang milik negara.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian
deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan yaitu pendekatan normatif analitis substansi
hukum dengan tipe analisis hukum yang bersumber dari data primer dan sekunder.
Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi dokumen. Analisis data
dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan sita revindikasi (revindicatoir beslag), sita
jaminan (conservatoir beslag) dan sita eksekusi (excecutorial beslag) tidak dapat dilakukan
terhadap BMN sehingga, apabila Penggugat menyadari Pemerintah/Pemerintah Daerah
menguasai Hak miliknya secara melawan hukum maka, hal yang dapat dilakukan adalah
menuntut pembayaran ganti rugi secara materil. Pelaksanaan putusan perdata menggunakan
eksekusi riil terhadap barang milik negara tidak dapat dilakukan hal ini berdasarkan
pertimbangan, eksekusi riil terhadap barang-barang milik negara (pemerintah) yang sudah
menjadi milik umum (publik domein) akan sangat mengganggu kepentingan yang lebih
umum. Kata Kunci : Barang Milik Negara, Eksekusi Putusan Perdata, Eksekusi Pembayaran
Sejumlah Uang.1512011331 ABDUL AZIZ RAHMAT2022-03-24T03:33:52Z2022-03-24T03:33:52Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55778This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/557782022-03-24T03:33:52ZANALISIS YURIDIS PENGHIMPUNAN DANA OLEH BANK SYARIAH
DENGAN AKAD WADIAH YAD ADH-DHAMANAHNegara Indonesia adalah negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam
terbesar di dunia, menjadikan Indonesia sebagai pasar yang potensial dalam
pengembangan keuangan syariah. Pada saat ini mulai banyak berkembang dengan
pesat yaitu perbankan yang kegiatan oprasional berdasarkan prinsip syariat Islam.
Kegiatan perbankan syariah ini mulai merata dan menampakan jati dirinya di tengah�tengah banyaknya bank konvensional yang ada. Perbankan syariah di Indonesia
diproyeksikan akan meningkat pesat seiring dengan meningkatnya laju ekspansi
kelembagaan dan akselerasi pertumbuhan aset perbankan syariah yang sangat tinggi.
Bank menghimpun dana dari nasabah dengan menggunakan Akad Wadiah Yad Adh�Dhamanah. Disini pihak bank menggunakan dana nasabah untuk di oprasionalkan
kembali dengan menggunakan akad yang sudah di tentukan sebelumnya yaitu dengan
menggunakan prosedur.
Syarat dan prosedur terjadinya akad wadiah yad ad-dhamanah yaitu adanya dua
orang cakap yang sepakat melaksanakan akad, adanya wadiah (objek halal sesuai
prinsip syariah yang dititipkan), adanya ijab dan qobul. Selama pengelolaan dana
dengan akad ini, dalam kapasitasnya sebagai mudharib, Bank Syariah dapat
melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah
serta mengembangkannya. Dengan demikian, Bank Syariah dalam kapasitasnya
sebagai mudharib memiliki sifat sebagai wali amanah (trustee), yakni harus bertindak
hati-hati atau bijaksana serta beritikad baik dan bertanggung jawab atas segala
sesuatu yang timbul akibat kesalahan atau kelalaiannya.
Kata Kunci : Bank Syariah, Penghimpunan Dana, Wadiah Yad Adh-Dhamanah1342011008 Adi Setia Budi-2022-03-24T03:33:49Z2022-03-24T03:33:49Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55779This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/557792022-03-24T03:33:49ZPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN MUSLIM ATAS
SUPLEMEN YANG BEREDAR TANPA LABELISASI HALALPerlindungan hukum terhadap pengguna suplemen harus lebih diperhatikan
mengingat sudah beberapa tahun ini BPOM (Badan Pengawas Obat dan
Makanan) melakukan perhitungan dan pengendalian produk terhadap temuan
suplemen mengandung bahan berbahaya, telah dilakukan pembatalan izin edar. Permasalahan dalam penulisan adalah Bagaimana perlindungan hukum bagi
konsumen muslim terhadap suplemen yang tidak memiliki labelisasi halal dan
apakah semua produk yang tidak memiliki labelisasi halal diharamkan untuk
muslim. Bagaimana Pertanggungjawaban pelaku usaha atas suplemen yang tidak
memiliki labelisasi halal. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan pendekatan normatif-terapan. Metode Pengumpulan data yang
digunakan adalah studi pustaka dan studi lapangan. Hasil penelitian dan
pembahasan ini adalah Pencantuman pada label suatu produk baru merupakan
kewajiban apabila setiap memproduksi produk dan atau memasukkan produk
kedalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan, menyatakan bahwa produk
yang bersangkutan adalah halal bagi umat Islam. Adapun keterangan yang
dimaksud agar masyarakat terhindar dari mengonsumsi produk yang tidak halal
(haram). Pasal 4 UU JPH “Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan
diwilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.” Dan setiap pelaku usaha yang tidak
mengikuti ketentuan-ketentuan dalam UU PK dapat diminta ganti kerugian sesuai
harga dari produk tersebut atau penggantian produk tersebut dengan produk
sebenarnya atau jika seseorang mengalami hal-hal yang tidak semestinya maka
pelaku usaha harus mebiayai segala hal pengobatan yang dilakukan oleh
konsumen selama itu masih dalam efek samping produk yang digunakan. Saran
dalam penelitian ini adalah diperlukan perlindungan hak yang ideal dalam
pelembagaan sertifikasi halal yang dilakukan secara kolektif baik oleh
pemerintah maupun masyarakat. Perlu adanya koordinasi lintas kementerian dan
lembaga. Namun setidaknya, pelaksanaan perlindungan dan penegakan hukum
perlu dilakukan upaya pengawasan oleh pemerintah dapat melalui 3 (tiga) sistem
pengawasan, yakni; Sistem pengawasan preventif, Sistem pengawasan khusus,
Sistem pengawasan incidental. Kata Kunci : Perlindungan Konsumen, Konsumen Muslim, Labelisasi Halal1412011018 AHMAD DEDI SUWARDI-2022-03-24T03:32:55Z2022-03-24T03:32:55Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55628This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/556282022-03-24T03:32:55ZTANGGUNG JAWAB PERAWAT PRAKTIK MANDIRI DALAM
PEMBERIAN PENGOBATAN KEPADA PASIENTenaga keperawatan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus
berdasarkan ketentuan UU Keperawatan. UU Keperawatan selain menetapkan
tugas juga memberikan kewenangan pada tenaga keperawatan untuk melakukan
praktik secara mandiri, serta menetapkan batasan kewenangan dalam memberikan
pelayanan agar dalam pelaksanaannya perawat praktik mandiri memberikan
pelayanan sesuai dengan kompetensinya. Namun pada praktiknya, banyak ditemui
di Kecamatan Adiluwih beberapa perawat praktik mandiri melakukan tindakan di
luar kewenangannya. Terkait hal tersebut, kajian pada penelitian ini membahas
mengenai hubungan hukum antara perawat praktik mandiri dan pasien, batasan
kewenangan perawat praktik mandiri dalam pemberian pengobatan kepada pasien
dan bagaimana tanggung jawab perawat praktik mandiri apabila terjadi kelalaian
atau kesalahan dalam pemberian pengobatan.
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif-empiris dengan tipe
penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan
normatif-empiris yang dibantu dengan proses wawancara. Data yang digunakan
adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder dan bahan hukum tersier. Pengumpulan data dilakukan dengan studi
pustaka dan studi lapangan. Data yang terkumpul kemudian dianalisis secara
kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan hukum dalam pemberian
pengobatan kepada pasien harus berdasarkan standar praktik keperawatan.
Batasan kewenangan perawat praktik mandiri adalah melakukan perawatan
terhadap pasien berdasarkan fungsi dan kompetensi seorang perawat. Pada
faktanya, beberapa perawat praktik mandiri di Kecamatan Adiluwih bertindak di
luar kewenangannya, yaitu melakukan tindakan medis. Dimana tindakan tersebut
dilakukan tanpa adanya pelimpahan wewenang dari dokter, tidak dalam keadaan
gawat darurat dan sudah tersedia atau terjangkaunya fasilitas pelayanan kesehatan
dan klinik dokter di wilayah tersebut. Tanggung jawab perawat praktik mandiri
tidak diatur secara spesifik di dalam UU Keperawatan. Akan tetapi pada
praktiknya, bentuk tanggung jawab disesuaikan dengan akibat dari pada kelalaian
atau kesalahan yang dilakukan. Apabila akibat tersebut sifatnya ringan hanya
permintaanmaaf, namun apabila berdampak fatal bagi kesehatan pasien maka
bentuk tanggung jawab yang dilakukan adalah mendiagnosa ulang dan
memberikan pengobatan kepada pasien, atau mengantarkan pasien ke fasilitas
pelayanan kesehatan dan membayar biaya pengobatan pasien.
Kata Kunci: Tanggung Jawab, Perawat Praktik Mandiri, Pengobatan.
1412011002 Abdul Fatah-2022-03-24T03:32:17Z2022-03-24T03:32:17Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55638This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/556382022-03-24T03:32:17ZANALISIS HUKUM TERHADAP PERJANJIAN JASA KONSTRUKSI
PEMBORONGAN JEMBATAN SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)
NEGERI 6 KOTA METRO ANTARA PT KARYA JAYA PERDANA
DAN DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYATPelaksanaan kerjasama pembangunan jembatan Sekolah Menengah Atas (SMA)
Negeri 6 Kota Metro antara PT Karya Jaya Perdana dan Dinas Pekerjaan Umum
Dan Perumahan dituangkan ke dalam Studi Surat Perjanjian Nomor: 02.24-
LU/KTR/PPK-KPJ/PU-BM/D.1/2016.Dengan Rumusan masalah apakah
perjanjian jasa konstruksi antara PT Karya Jaya Perdana dan Dinas Pekerjaan
Umum dan Perumahan Kota Metro telah memenuhi syarat dan ketentuan yang
berlaku. Tipe penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan
normatif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara dan studi
pustaka. Analisis data dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa Perjanjian jasa konstruksi pembangunan Jembatan SMA Negeri 6 Kota
Metro antara Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan dan PT Karya Jaya Perdana
dalam Perjanjian Kerjasama Pembangunan telah memenuhi syarat dan ketentuan
yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang meliputi KUHPerdata,
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, Peraturan
Pemerintah Nomor 54 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi dan
Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah yang mencakup subjek hukum, objek hukum dan hubungan hukum
antara para pihak. Perjanjian jasa konstruksi pembangunan jembatan Sekolah
Menengah Atas (SMA) Negeri 6 Kota Metro antara PT Karya Jaya Perdana dan
Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Kota Metro secara operasional mengacu
kepada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi yang
mengatur tentang segala aspek tentang jasa konstruksi, mulai dari penentuan
Penyedia Jasa sampai dengan pengaturan hubungan kerja antara Pengguna Jasa
dan Penyedia Jasa yang dituangkan dalam Kontrak Kerja Konstruksi.
Kata Kunci: Perjanjian, Jasa Konstruksi, Pemborongan Jembatan1412011288 Muhammad Yandi Erlangga-2022-03-24T03:32:05Z2022-03-24T03:32:05Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55636This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/556362022-03-24T03:32:05ZTANGGUNG JAWAB BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL
(BPJS) KESEHATAN TERHADAP PEMUNGUTAN PREMI
DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMBadan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan merupakan badan hukum
publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi
seluruh rakyat Indonesia, namun pada perkembangannya terdapat pertentangan
ketika dihadapkan pada hukum Islam, di dalamnya terdapat unsur-unsur yang
diharamkan oleh syariat Islam. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
Bagaimanakah status premi (iuran bulanan) yang disetorkan oleh peserta BPJS
Kesehatan dalam perspektif hukum Islam dan bagaimanakah tanggung jawab
BPJS Kesehatan terhadap pembayaran premi dalam perspektif hukum Islam?
Jenis penelitian ini adalah normatif dengan pendekatan masalah yuridis normatif
dan tipe penelitian desktiptif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik
wawancara dan studi pustaka. Analisis data dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Status premi (iuran bulanan) yang
disetorkan oleh peserta BPJS Kesehatan tidak sesuai dengan perspektif hukum
Islam, karena iuran bulanan dalam BPJS Kesehatan tidak dapat ditarik atau
diambil lagi oleh peserta, baik yang menggunakan manfaat jaminan kesehatan
maupun yang tidak. Tanggung jawab BPJS Kesehatan terhadap pembayaran
premi tidak sesuai dengan perspektif hukum Islam, khususnya hukum asuransi
syariah, karena di dalam tanggung jawab BPJS Kesehatan tersebut terdapat unsur�unsur yang dilarang dalam muamalah Islam, yaitu adanya unsur gharar
(ketidakjelasan) dalam besaran dan pengelolaan premi, unsur maysir (untung�untungan/ judi) yaitu tidak disebutkan berapa besarnya jaminan yang akan
didapatkan oleh peserta apabila meneriman manfaat BPJS Kesehatan dan unsur
riba, yaitu pada saat peserta memperoleh manfaat dengan jaminan yang lebih
besar dari pada premi yang dibayarkan (riba fadhli) dan denda atas keterlambatan
dalam membayar premi (riba nasi’ah).
Saran dalam penelitian ini adalah agar dibentuk unit syariah dalam pengelolaan
BPJS Kesehatan sebagai alternatif pilihan bagi peserta muslim dan agar
pengelolaan premi terbagi tiga alokasi dana, yaitu dana tabarru’, tabungan
(investasi) dan upah (ujrah) bagi pengelola BPJS Kesehatan.
Kata Kunci: Tanggung Jawab, BPJS Kesehatan, Hukum Islam1412011270 MUHAMMAD FADEL HAFIZT-2022-03-24T03:31:44Z2022-03-24T03:31:44Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55634This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/556342022-03-24T03:31:44ZANALYSIS OF FAIR USE DOCTRINE APPLICATION ON
YOUTUBE COPYRIGHT POLICY AS A
LEGAL PROTECTIONFair use is a legal doctrine that permits limited use of copyrighted material
without acquiring permission from the rights holders whichdo not harm the moral
and economic rights of creators. Problems in this research are application of the
fair use doctrine in YouTube’s copyright policy as video sharing website that has
a lot of fair use content, as well as YouTube's effort to protect the fair use content
of deletion request and the resistance for it.
This is a normative legal research and a descriptive one. The approach of
problem is juridical normative approach. Use secondary data with primary,
secondary, and tertiary legal materials. Data collection with the study of
literature and document. Processing of data is carried out by checking, labelling,
systematization of data which subsequently conducted qualitative analysis.
The results showed the application of the fair use doctrine on YouTube’s
copyright policy is based on four determinants that have certain limitations that
are attempted to not injure the moral and economic rights of creators. However,
there are still many deletion requests that targets the fair use content and for now
YouTube is only able to offer protection to very small amounts of fair use videos,
the videos that illustrating fair use the most.
Thus, the effort of protection from YouTube is asking the copyright holder to do
an analysis of the four determinants first before reporting, and in some special
cases YouTube will provide indemnification to a fair use video maker up to
deletion notifications amounted to $1 million for legal fees if deletion causes the
incidence of a lawsuit for infringement of copyright.
Keywords: Fair Use Doctrine, YouTube’s Copyright Policy, Legal Protection
Doktrin penggunaan wajar adalah prinsip hukum yang memperbolehkan pihak
lain untuk menggunakan materi dari karya cipta untuk kepentingan atau tujuan
yang tidak mencederai hak moral dan hak ekonomi dari pencipta. Permasalahan
dalam penelitian ini yaitu mengenai penerapan doktrin penggunaan wajar pada
kebijakan hak cipta YouTube sebagai situs website berbagi video yang terdapat
banyak konten penggunaan wajar, serta langkah-langkah YouTube untuk
melindungi konten penggunaan wajar dari permintaan penghapusan dan
hambatannya.
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian
hukum deskriptif.Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis
normatif.Data yang digunakan adalah data sekunder dengan bahan hukum primer,
sekunder, dan tersier.Pengumpulan data dengan studi pustaka dan studi dokumen. Pengolahan data dilakukan dengan cara pemeriksaan, penandaan, sistematisasi
data yang selanjutnya dilakukan analisis secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan penerapan doktrin penggunaan wajar pada kebijakan
hak cipta YouTube berdasarkan pada empat faktor penentu yang memiliki batasan
tertentu yang diupayakan agar tidak mencederai hak moral dan hak ekonomi
pencipta.Akan tetapi, masih banyak permintaan penghapusan yang menargetkan
konten-konten penggunaan wajar tersebut dan untuk saat ini YouTube hanya
mampu menawarkan perlindungan penggunaan wajar untuk sejumlah kecil video
setiap tahunnya, video yang paling menggambarkan penggunaan wajar.
Dengan demikian, langkah perlindungan dari YouTube adalah meminta para
pemegang hak cipta untuk terlebih dahulu melakukan analisis empat faktor
penentu sebelum melaporkan permintaan penghapusan, dan dalam beberapa kasus
khusus pihak YouTube akan memberikan ganti rugi kepada pembuat konten yang
penggunaan videonya secara wajar telah dikenakan pemberitahuan penghapusan
hingga sebesar $1 juta untuk biaya hukum jika penghapusan tersebut
menyebabkan timbulnya gugatan atas pelanggaran hak cipta.
Kata Kunci : Doktrin Penggunaan Wajar, Kebijakan Hak CiptaYouTube, Perlindungan Hukum1512011313 Mentari Sabilla Ervizar-2022-03-24T03:31:39Z2022-03-24T03:31:39Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55632This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/556322022-03-24T03:31:39ZTANGGUNG JAWAB PT ASDP INDONESIA FERRY (PERSERO)
TERHADAP PENUMPANG PENGGUNA LAYANAN JASA
ANGKUTAN PENYEBERANGAN JALUR AIR
(Studi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) cabangBakauheni)
Perusahaan transportasi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) cabang Bakauheni,
dalam menjalankan operasionalnya sebagai pengangkut, ada kemungkinan terjadi
kecelakaan yang mengakibatkan penumpang menjadi korban. Oleh karena itu,
akan diteliti hal-hal yang berkaitan dengan tanggung jawab PT ASDP Indonesia
Ferry (Persero). Permasalahan dalam penelitian ini adalah tanggungj awab PT
ASDP Indonesia Ferry (Persero) terhadap penumpang pengguna jasa
penyeberangan jalur air yang mengalami kecelakaan kapal di Bakauheni dan
upaya penyelesaian PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) terhadap penumpang
pengguna jasa angkutan penyeberangan jalur air yang mengalami kecelakaan
kapal laut.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
normatif-terapan dengan pendekatan masalah yuridis empiris dan tipe penelitian
deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan studi
dokumentasi. Setelah data terkumpul kemudian di analisis secara kualitatif untuk
mendapatkan suatu kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanggung jawab PT ASDP Indonesia Ferry
(Persero) terhadap penumpang pengguna jasa angkutan penyeberangan yang
mengalami kecelakaan kapal laut adalah dengan memberikan pertolongan pertama
dan segera membawa korban ke Rumah Sakit terdekat. PT ASDP juga
bertanggung jawab terhadap penumpang yang menjadi korban dengan cara
memberikan atau membayarkan ganti kerugian yang diderita oleh para
penumpang. Ganti kerugian yang dimaksud adalah ganti kerugian terhadap
barang-barang bawaan penumpang baik itu kendaraan maupun barang berharga
lainnya. Upaya yang dilakukan pihak pengangkut yaitu PT ASDP Indonesia
Ferry (Persero) adalah bekerja sama dengan pihak asuransi yaitu PT Jasa Raharja
Putera untuk memberikan santunan bagi penumpang yang menjadi korban dalam
kecelakaan alat angkutan kapal penyeberangan sebagai bentuk upaya penyelesaian
terhadap kecelakaan.
1342011036 BANGKIT CHAISARIO WIJANARKO-2022-03-24T03:31:23Z2022-03-24T03:31:23Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55630This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/556302022-03-24T03:31:23ZPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PENGGUNA
KOSMETIK YANG MEMILIKI KODE IZIN EDAR PALSU (FIKTIF)
DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999
TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMENKosmetik yang tidak memiliki nomor izin edar dari BPOM ataupun memiliki
kode izin edar palsu (fiktif) menunjukan bahwa kosmetik tersebut tidak aman
untuk digunakan karena tidak melalui tahap uji laboratorium sebagai salah satu
tahap untuk memperoleh nomor izin edar menurut Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1175/Menkes/Per/XII/2010 tentang Notifikasi Kosmetika.
Akibat dari kurangnya penerapan dan pengawasan terhadap standar mutu dan
kualitas dari produk kosmetik, posisi konsumen tidak terlindungi, sehingga
terjadi kasus dimana produk kosmetik yang di beli masyarakat dengan tujuan
untuk kecantikan malah merugikan kesehatan. Permasalahan dalam penulisan
adalah bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna kosmetik
fiktif, bagaimana pertanggungjawaban pelaku usaha terhadap konsumen yang
mengalami kerugian akibat kosmetik fiktif. Jenis penelitian yang digunakan adalah normatif yang dilengkapi oleh data
primer. Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis
normatif. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah jenis data primer, jenis
data sekunder, dan jenis data tersier. Hasil penelitian dan pembahasan ini adalah perlindungan hukum yang
digunakan adalah perlindungan hukum normatif dengan dilekapi data primer
dimana didalam undang-undang diterapkan tentang standar mutu suatu
kosmetik melalui cara pembuatan kosmetika yang baik (CPKB), CPKB adalah
seluruh aspek kegiatan pembuatan kosmetik yang bertujuan untuk menjamin
agar produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan
sesuai dengan tujuan penggunaannya dan penerapan peraturan ini dilakukan
oleh BPOM dengan cara melakukan pengawasan, yaitu dengan pengawasan
pre market dan pengawasan post parket. Pertanggungjawaban pelaku usaha
dapat melalui proses mediasi atau non-litigasi dan proses litigasi atau
pengadilan, proses non-litigasi sendiri dapat dengan cara mediasi dimana kedua
belah pihak duduk bersama dengan pihak ketiga sebagai mediator melalui
badan perlindungan konsumen swadaya masyarakat. Ada juga dalam perkara
perlindungan konsumen diselesaikan menurut hukum pidana dan dalam
perkara pidana pelaku usaha tetap dapat dimintai ganti kerugian pada saat
pemerosesan di pengadilan melalui penggabungan perkara sesuai dengan Pasal
98 Ayat (1) KUHAP.
Kata Kunci: Perlindungan Konsumen, Kosmetik, Kode Izin Edar Fiktif.1412011051 ARLIWAMAN-2022-03-23T07:51:50Z2022-03-23T07:51:50Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55589This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/555892022-03-23T07:51:50ZDINAMIKA PENGATURAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DI INDONESIA
Dinamika pengaturan organisasi kemasyarakatan di Indonesia sejatinya tidak hanya dipengaruhi oleh perubahan konstitusi, melainkan pada perbedaan politik hukum pembentukan undang-undang, tujuan pembentukan organisasi kemasyarakatan hingga proses pembubaran organisasi kemasyarakatan yang berbeda pada tiap masanya. Sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia tidak luput dari peran organisasi kemasyarakatan dalam pergerakan kemerdekaan, seperti Boedi Oetomo, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, serta organisasi kemasyarakatan lain yang didirikan sebelum kemerdekaan. Pada masa pemerintahan orde baru pengaturan organisasi masyarakat mulai dibentuk berdasarkan undang-undang, dimana seluruh organisasi kemasyarakatan yang didirikan warga negara harus tunduk pada penerapan asas tunggal pancasila, dalam pengaturannya pula pembubaran organisasi kemasyarakatan tidak menggunakan otoritas pengadilan mencabut hak pendirian organisasi kemasyarakatan. Pasca reformasi, jaminan hak asasi manusia lebih dikedepankan dalam pengaturannya dimana aspek pemaknaan pancasila tidak sepihak oleh pemerintah dan proses pembubaran melalui mekanisme peradilan sebagai pemutus pencabutan status badan hukum pendirian organisasi kemasyarakatan. Namun, kewenangan pencabutan status badan hukum organisasi kemasyarakatan mulai kembali pada masa pemerintah orde baru dimana mekanisme peradilan tidak lagi diterapkan dengan menggunakan asas “contrarius actus”. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan menggambarkan dinamika pengaturan organisasi kemasyarakatan yang ada di Indonesia dimulai pada masa pemerintahan orde baru hingga reformasi. Penelitian ini menggunakan mteode normatif dengan pendekatan politik hukum. Hasil penelitian ini menunjukan adanya pasang surut kewenangan pemerintah bersama legislatif dalam membentuk undang-undang organisasi kemasyarakatan berkenaan dengan perbedaan pengaturan pendirian, alasan pembubaran hingga proses pembubaran organisasi kemasyarakatan.
Kata kunci : Dinamika, Organisasi Kemasyarakatan, Pengaturan dan Pembubaran.
The dynamics of the social organization in Indonesia are actually not only influenced by changes in the constitution, but on differences in the legal politics of the formation of laws, the purpose of the formation of social organizations to the process of dissolution of different social organizations in each era. The history of Indonesia's independence struggle has not escaped the role of social organizations in the independence movement, such as the Boedi Oetomo, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, and other social organizations that were established before independence. During the new order goverenment, the organization of community organizations began to be formed based on the law, whereby all community organizations established by citizens must comply with the application of the Pancasila single principle, in its regulation the dissolution of social organizations did not use the authority of the court to revoke the right to establish social organizations. After the reformation, guarantee of human rights is more prioritized in the regulation where the aspect of the interpretation of Pancasila is not one-sided by the government and the dissolution process through the judicial mechanism as a breaker of the revocation of the legal status of the establishment a social organization. However, the authority to revoke the legal status a social organization began again during the New Order government where the judicial mechanism was no longer applied using the principle of "contrarius actus". Based on this, this study aims to describe the dynamics of existing social organization arrangements in Indonesia, starting from the reign of the New Order to reform. This study uses a normative method with a political approach to law. The results of this study indicate the existence of ups and downs of the authority of the government together with the legislature in shaping the laws of social organization regarding the differences in the establishment regulations, reasons for dissolution to the process dissolution of social organizations.
Keywords: Dynamics, Social Organization, Regulation and Dissolution1512011281 MUHAMMAD HABIBI-2022-03-23T07:41:29Z2022-03-23T07:41:29Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55555This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/555552022-03-23T07:41:29ZKEDUDUKAN DINAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH NOMOR 05 TAHUN 2015Dalam Pasal 18 ayat (6) UUD 1945 disebutkan bahwa pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Berdasarkan Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, diketahui bahwa urusan pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar ialah tentang lingkungan hidup. Terkait dengan kelembagaan, organisasi perangkat daerah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2016 menyebutkan bahwa pembentukan peraturan perangkat daerah yang berdasarkan pada asas efisiensi, efektivitas, pembagian habis tugas, rentang kendali, tata kerja yang jelas, fleksibilitas, urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, dan intensitas urusan pemerintahan daerah. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dan pendekatan empiris. Adapun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedudukan Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandar lampung dalam pengelolaan sampah berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 05 Tahun 2015 adalah sebagai perangkat daerah yang berwenang melaksanakan manajemen pengelolaan sampah. Faktor penghambat dalam pengelolaan sampah di Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandar Lampung adalah masih belum maksimalnya sumber daya manusia yang ada, kurangnya sarana dan prasarana pengangkutan sampah, serta kurangnya partisipasi masyarakat dalam mengelola sampah.
Kata Kunci: Kewenangan, Pengelolaan Sampah, Peraturan Daerah
1412011446 YUDHI ANDYAS PRATAMA -2022-03-23T07:41:14Z2022-03-23T07:41:14Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55557This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/555572022-03-23T07:41:14ZPENERAPAN ASAS ITIKAD BAIK DALAM SENGKETA KLAIM
ASURANSI KENDARAAN BERMOTOR
(Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2959/K/PDT/2015)Kecelakaan lalu lintas merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat diduga kapan
terjadinya, serta akibat dari peristiwa itu ada pihak yang dirugikan baik pemilik
kendaraan maupun orang lain yang menjadi korban dalam kecelakaan itu.
Kerugian akibat kecelakaan lalu lintas dapat diminimalisir dengan cara, seseorang
dalam hal ini ialah tertanggung (PT Bhinneka Sangkuriang Transport) melakukan
pengalihan risiko kepada suatu perusahan asuransi (PT MNC Asuransi Indonesia)
terhadap kendaraan yang diasuransikan melalui pengajuan klaim. Permasalahan
dalam penelitian ini ialah bagaimana pertimbangan para hakim dalam menerapkan
asas itikad baik pada perkara sengketa klaim dalam Putusan Nomor
2959/K/PDT/2015 tersebut serta apa akibat hukum yang ditimbulkan dari Putusan
Nomor 2959/K/PDT/2015 bagi para pihak yang bersengketa.
Penelitian ini adalah penelitian normatif dengan tipe penelitian deskriptif.
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan normatif terapan dengan
tipe pendekatan studi kasus. Data yang digunakan adalah data sekunder yang
terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Pengumpulan data
dilakukan dengan studi pustaka dan studi dokumen. Pengolahan data dilakukan
dengan cara pemeriksaan data, penandaan data, dan sistematisasi data yang
selanjutnya dilakukan analisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan merujuk pada bagaimana penerapan asas itikad
baik dari syarat dan prosedur yang harus dilakukan dalam pengajuan klaim
asuransi kendaraan bermotor dalam kasus kecelakaan lalu lintas tersebut dan
akibat hukum bagi para pihak setelah pengajuan klaim terlaksana. Dimana syarat
pengajuan klaim meliputi kronologi kecelakaan, tuntutan dari pihak ketiga dan
laporan dari kepolisian Sektor setempat serta beberapa dokumen lain yang
diperlukan, lalu prosedur yang harus ditempuh diawali dengan pemberitahuan
tertanggung kepada penanggung terhadap terjadinya evenemen disertakan dengan
pengisian formulir klaim dan menyerahkan beberapa dokumen tertentu yang ada
kaitannya dengan tertanggung dan pihak ketiga yang mengalami kerugian dari
kecelakaan lalu lintas. Akibat hukum bagi tertanggung, pihak ketiga serta
penanggung setelah terjadinya pengajuan klaim asuransi kendaraan bermotor
yaitu: a) Tertanggung setelah membayar ganti kerugian kepada pihak ketiga
kemudian membuat surat permohonan penggantian pembayaran klaim atas
kerugian yang dialaminya kepada PT MNC Asuransi Indonesia, setelah
tertanggung menerima pembayaran ganti rugi dari penanggung maka tertanggung
ii
meminta pemulihan harga pertanggungan untuk melanjutkan pembayaran premi
untuk sisa jangka waktu yang masih belum dijalani. b) Pihak ketiga setelah
pembayaran ganti kerugian dari tertanggung membuat surat pernyataan damai
yang isinya para pihak telah sepakat untuk menganggap kasus telah selesai karena
telah ada tindakan pertanggungjawaban sehingga pihak ketiga tidak dapat
menuntut lagi dikemudian hari. c) Penanggung setelah menerima laporan
pengajuan klaim dan surat permohonan penggantian pembayaran klaim atas
kerugian yang dialami tertanggung berkewajiban membayar kerugian yang
dialami oleh tertanggung sesuai dengan ketentuan dalam polis.
Kata Kunci: Itikad Baik, Asuransi Kerugian, Klaim Asuransi.PT MNC Asuransi Indonesia refused to submit motor vehicle insurance claims
belonging to PT Bhinneka Sangkuriang Transport. Furthermore Iwan Setiawan as
the General Manager filed a lawsuit to the Bandung District Court. By the
Bandung District Court the claim was granted by issuing a Decision Number 232/
Pdt.G/2014/ PN.Bdg. Because he felt objected, the Insurer then submitted an
appeal to the Bandung High Court. In the appeal level, the District Court Decision
was upheld by the Bandung High Court with the issuance of Decision Number
90/PDT/2015/PT.BDG. Then the PT. MNC Asuransi Indonesia submitted a
cassation request to the Supreme Court and the Supreme Court issued Decision
Number 2959/K /PDT / 2015. With the amar reject the cassation request from the
Cassation Appellant.
This research is normative research with descriptive research type. The problem
approach used is the applied normative approach with the type of case study
approach. The data used is secondary data consisting of primary legal material
and secondary legal material. Data collection is done by literature study and
document study. Data processing is done by checking data, tagging data, and
systematizing data which is then analyzed qualitatively.
The results of this study and discussion show that the reason the defendant /
comparator submitted an appeal was because Judex Facti was wrong in applying
Article 11 paragraph (1) number 1.1 in conjunction with Article 25 paragraph (1)
number 1.3 Insurance Policy: Article 25 paragraph (1) number 1.3 clearly
regulating the insured's right to compensation is lost by itself if the Insured does
not fulfill the obligations under the insurance policy. The consideration of the
Supreme Court Judges in this decision is that according to the Supreme Court
Judge, judex facti (High Court) has been right and not wrong in applying the law.
Keywords: Principle of Goodwill, Loss Insurance, Insurance Claim. 1412011384 RINDU SAFIRA ARDIANDINI-2022-03-23T07:38:47Z2022-03-23T07:38:47Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55560This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/555602022-03-23T07:38:47ZKEWENANGAN LEGISLASI PASCA AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945Kewenangan legislasi pasca amandemen UUD 1945, menggambarkan adanya suatu pergeseran kekuasaan legislasi dari Presiden ke DPR. Kewenangan legislasi pasca amandemen UUD 1945 secara dominan berada di DPR, namun demikian Presiden dan DPD juga diberikan kewenangan dalam hal pembentukan undangundang. Kewenangan yang ada di DPR tidak serta merta menjadikan DPR lebih unggul dibandingkan Presiden dan DPD dalam hal legislasi. Menguatnya kewenangan legislasi yang ada pada DPR sebagai lembaga legislatif ternyata tidak dapat membuktikan bahwa regulasi yang dihasilkan menjadi sepadan dengan meningkatnya kewenangan yang didapatkan pasca amandemen. Kenyataannya, regulasi yang berasal dari Presiden dan DPD sebagai lembaga eksekutif terlihat lebih aktif dibandingkan dengan regulasi yang berasal dari DPR. Berdasarkan hal tersebut, Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan memetakan secara menyeluruh kewenangan legislasi yang ada di Indonesia. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian normatif dengan pendekatan Normatif-Analistis yang menggunakan sumber data sekunder dengan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.
Kata kunci: Kewenangan, Legislasi, Pasca Amandemen UUD 1945.
The legislative authority after the amendment to the 1945 Constitution, describes the existence of a shift in the power of legislation from the president to the DPR. the legislative authority after the 1945 amendment was predominantly in the DPR, however, the president and the DPD were also given the authority to form laws. the authority in the DPR immediately makes the DPR superior to the president and DPD in terms of legislation. the strengthening of the legislative authority in the DPR as a legislative body turned out to be unable to prove that the regulation produced was commensurate with the increased authority obtained after the amendment. in fact, regulations originating from the president and the DPD as executive institutions appear to be more active than regulations originating from the DPR. Based on this, the aim of this study is to analyze and map thoroughly the legislative authority in Indonesia. the type of research used is a type of normative research with a normative-analytical approach that uses secondary data sources with primary, secondary, and tertiary legal materials.
Key words: authority, legislation, post amandment to the 1945 contitution.1442011047 ANIS MUSANA-2022-03-23T07:38:20Z2022-03-23T07:38:20Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55561This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/555612022-03-23T07:38:20ZKOMPARASI KEGIATAN USAHA BANK KONVENSIONAL
DAN BANK SYARIAH
(Studi pada Bank BRI Kantor Cabang Kota Metro dan Bank BRI Syariah
Kantor Cabang Pembantu Tulang Bawang Barat)system), yang membolehkan bank untuk melakukan kegiatan usaha secara
konvensional maupun berdasarkan prinsip syariah. Permasalahan dalam penelitian
adalah: (1) Bagaimanakah perbedaan antara bank konvensional dan bank syariah
dalam hal menghimpun dana nasabah? (2) Bagaimanakah perbedaan antara bank
konvensional dan bank syariah dalam hal menyalurkan dana nasabah? (3)
Bagaimanakah pandangan aspek hukum dalam menyikapi sebuah bank yang
memiliki dua kegiatan usaha (konvensional dan syariah)?
Jenis penelitian yang digunakan adalah normatif, dengan pendekatan masalah
normatif terapan dan tipe penelitian deskriptif. Pengumpulan data dilakukan
dengan teknik wawancara dan studi pustaka. Analisis data dilakukan secara
kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Perbedaan antara bank konvensional
dan bank syariah dalam hal menghimpun dana nasabah adalah bank konvensional
menerapkan bunga (interest) yang persentasenya bersifat tetap sesuai dengan jenis
produk simpanan baik berupa deposito dan giro yang akan dipilih nasabah. Bank
syariah dalam menghimpun dana nasabah tidak menerapkan bunga, tetapi dengan
sistem bagi hasil yang besarannya ditetapkan antara bank dan nasabah dalam akad
musyarakah dan mudharabah. (2) Perbedaan antara bank konvensional dan bank
syariah dalam hal menyalurkan dana nasabah adalah bank konvensional
menyalurkan dana dalam bentuk kredit dan menerapkan bunga (interest) kepada
para nasabah, sedangkan bank syariah menyalurkan dana dalam bentuk
pembiayaan atas kegiatan usaha nasabah dan menerapkan sistem bagi hasil dalam
akad musyarakah dan mudharabah atas usaha yang dijalankan nasabah tersebut.
(3) Pandangan aspek hukum nasional dalam menyikapi sebuah bank yang
memiliki dua kegiatan usaha (konvensional dan syariah) adalah sesuai dengan
sistem perbankan nasional yang menganut sistem perbankan ganda (dual banking
system), yang membolehkan bank untuk melakukan kegiatan usaha secara
konvensional maupun berdasarkan prinsip syariah. Sementara itu pandangan
aspek hukum Islam, adanya dual banking system bertentangan dengan hukum
ii
Rissa Putri Haidir
Islam secara normatif yaitu prinsip muamalah yang harus bebas dari adanya unsur
gharar (keraguan), karena tidak diketahui dalam hal pemisahan atau tidak
keuangan perusahaan bank syariah dan bank konvensional, serta persoalan
mengenai perundang-undangan yang diatur atau diberlakukan berbeda dalam satu
perusahaan bank yang harus berjalan paralel.
Saran dalam penelitian ini adalah bank syariah disarankan untuk secara lebih
optimal mensosialisasikan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana kepada
nasabah. Hendaknya dilakukan pemisahan dana oleh bank yang memiliki dua
kegiatan usaha (konvensional dan syariah) dalam rangka memberikan kepastian
kepada para nasabah bahwa bank syariah benar-benar menerapkan hukum Islam
Kata Kunci: Komparasi Kegiatan Usaha, Bank Konvensional, Bank Syariah 1542011121 RISSA PUTRI HAIDIR-2022-03-23T07:34:32Z2022-03-23T07:34:32Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55564This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/555642022-03-23T07:34:32ZANALISIS RESTRUKTURISASI ORGANISASI DINAS PENGELOLAAN PASAR KE DALAM DINAS PERDAGANGAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 07 TAHUN 2016 Pelaksanaan restrukturisasi Organisasi Dinas Pengelolaan Pasar ke dalam Dinas Perdagangan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 07 Tahun 2016 adalah Dinas Pengelolaan Pasar yang semula berdiri sendiri menjadi salah satu bidang dalam Dinas Perdagangan, yaitu Bidang Bina Pasar. Bidang Bina Pasar memiliki tiga seksi yaitu seksi bina usaha dan permodalan, seksi sarana dan logistik, serta seksi bina pasar dan informasi. Pembentukan Bidang Bina Pasar ini bertujuan untuk melaksanakan sebagian urusan Pemerintah Kota Bandar Lampung di bidang burusan pengelolaan dan pembinaan pasar. Hambatan dalam pelaksanaan restrukturisasi organisasi Dinas Pengelolaan Pasar ke dalam Dinas Perdagangan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 07 Tahun 2016 adalah di bidang sumber daya manusia yang masih terbatas dan restrukturisasi organisasi yang masih relatif baru sehingga para pegawai masih melakukan penyesuai pelaksanaan kinerja sesuai dengan struktur organisasi yang ada tersebut.
Kata Kunci: Restrukturisasi Organisasi, Pengelolaan Pasar, Perdagangan1412011189 IQBAL RUSDI AZMI -2022-03-23T07:34:12Z2022-03-23T07:34:12Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55565This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/555652022-03-23T07:34:12ZTRADISI SINAMOT SEBAGAI BENTUK PENGHARGAAN TERHADAP
PIHAK PEREMPUAN DI DALAM HUKUM PERKAWINAN ADAT
BATAK TOBA ANTARA MASYARAKAT MODERN DENGAN
MASYARAKAT TRADISIONALMakna Tradisi SINAMOT bagi masyarakat batak toba khususnya bagi pihak
perempuan akan terkesan berharga dan sangat terhormat apabila pihak laki-laki
memberikan sinamot dalam jumlah yang besar kepada pihak perempuan yang
akan dinikahinya. Tetapi, seiring perkembangan jaman yang muncul sebagai
fenomena globalisasi membuat banyak tradisi di dalam suatu kebudayaan mulai
mengalami kelonggaran-kelonggaran makna secara perlahan termasuk sinamot.
Permasalahan yang timbul adalah terjadinya pergeseran sistem dan juga makna
sinamot yang terjadi pada masyarakat.
Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat empiris dengan tipe penelitian
deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan secara historis
(Historical Approach). Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan
wawancara. Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber pada data
primer dan data sekunder. Data yang terkumpul kemudian dianalisis secara
kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan ini menunjukkan bahwa sistem adat dan
makna dari sinamot terhadap perkawinan masyarakat batak toba yang tinggal
di pedesaan masih sangat menjaga dan menjunjung tinggi adanya adat-istiadat
yang ada didalam melaksanakan sebuah perkawinan karena bagi mereka itu akan
menjadi sebuah kebanggaan tersendiri, sedangkan sistem adat dan makna dari
sinamot terhadap perkawinan masyarakat batak toba yang tinggal di daerah modern
(perkotaan) mengalami degradasi makna yang membuat masyarakat batak toba
yang tingal di daerah modern tidak lagi menganggap adat-istiadat di dalam
melaksanakan perkawinan adalah hal yang sangat penting.
Kata kunci: Perkawinan, Sinamot, Adat-istiadat, Masyarakat Batak Toba. 1412011425 Timothy E S P-2022-03-23T07:31:17Z2022-03-23T07:31:17Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55570This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/555702022-03-23T07:31:17ZPERLINDUNGAN TENAGA KERJA WANITA KORBAN TRAFFICKING DI PROVINSI LAMPUNGPenelitian ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan Hak Asasi Manusia bagi Tenaga Kerja Wanita korban Trafficking di Provinsi Lampung beserta problematika yang dihadapi dalam pemenuhan hak-hak tenaga Kerja Wanita tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif-empiris. Data yang digunakan adalah data primer yang didapat dari hasil wawancara serta data skunder berupa bahan hukum yakni peraturan perundang-undangan serta data tersier.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa Tenaga Kerja Wanita telah melakukan upaya pemenuhan hak-hak kewajibannya sebagai calon Tenaga Kerja Wanita namun tidak mendapatkan hak-hak imbalanya sebagai Tenaga Kerja Wanita. Adapun perlindungan oleh pemerintah hingga saat ini masih bersifat sektoral karena belum ada undang-undang yang secara khusus mengatur mengenai pelanggaran Tenaga Kerja Wanita bagi Korban Trafficking.
Kata Kunci: Perlindungan, Hak Asasi Manusia, Trafficking, Tenaga Kerja Wanita.
This study aims to analyze human rights protection labor trafficking activities in
women victims Lampung provincial and problems it was faced in labor the
woman was to fulfil their rights .Law was used in the study normative-empirise
research methods. The data used was primary data obtained from the results of
interviews as well as data skunder law of the legislation as well as data tertiary.
The result of this research showed that labor women have attempted to achieve
the rights of their obligations as a candidate labor women but do not get the rights
of women. Ipact as workers As for protection by the government up to now is still
is sectoral in nature because there was no legislation specifically regulating about
violations labor. women to the victims of trafficking.
Keywords: protection , human rights, trafficking, labor women1512011252 KUSMANTO-2022-03-23T07:25:56Z2022-03-23T07:25:56Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55580This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/555802022-03-23T07:25:56ZPELAKSANAAN PERJANJIAN KERJASAMA DALAM
PENYELENGGARAAN KONSER MUSIK ANTARA CV. MUSIK TULUS
DAN ELMOUNT SEBAGAI EVENT ORGANIZERPerjanjian kerjasama penyelenggaraan konser musik antara CV. Musik Tulus dan
Elmount merupakan suatu bentuk perjanjian pada bidang jasa hiburan antara klien
dan manajemen artis yang dimana artis sebagai objek yang diperjanjikan guna
tercapainya prestasi. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu mengenai regulasi
dan legalitas penyelenggaraan konser musik di Indonesia, pelaksanaan perjanjian
konser musik Tulus antara CV. Musik Tulus dan Elmount, serta penyelesaiannya
sengketa apabila terjadi wanprestasi pada perjanjian kerjasama konser musik
antara CV. Musik Tulus dan Elmount.
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian hukum
deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah hukum normatif. Data
yang digunakan adalah data sekunder dengan bahan hukum primer, sekunder, dan
tersier. Pengumpulan data dengan studi pustaka, studi dokumen, dan wawancara.
Pengolahan data dilakukan dengan cara seleksi data, klasifikasi data, dan
penyusunan data.
Hasil penelitian menunjukan bahwa penyelenggaraan konser musik di Indonesia
tidak ada aturan secara khusus mengenainya, regulasi terkait penyelenggaraan
acara musik hanya berlandaskan dari permohonan izin keramaian yang di atur
dalam UU Kepolisian Negara dan perpajakan yang diatur pada peraturan daerah
tempat acara di selenggarakan. Pelaksanaan perjanjian konser musik Tulus
terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaannya. Terlepas dari beberapa kendala
tersebut, konser tetap berjalan dan terlaksana. Penyelesaian sengketa apabila salah
satu pihak melakukan wanprestasi adalah dengan cara musyawarah, jika hal
tersebut tidak berhasil maka akan diselesaikan secara arbitrase melalui Badan
Arbitrase Nasional Indonesia di Jakarta. Kata Kunci: Perjanjian Kerjasama, Manajemen Artis, Event Organizer.1512011189 Muhammad Al Ridho Natamenggala-2022-03-23T07:19:30Z2022-03-23T07:19:30Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55535This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/555352022-03-23T07:19:30ZANALISIS PERBANDINGAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN TERKAIT BATAS MINIMAL USIA PERKAWINAN Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ketentuan UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur batas minimal usia Perkawinan yaitu, Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. Kemudian sebagian kalangan masyarakat yang menganggap hak konstitusionalnya dirugikan dengan berlakunya ketentuan tersebut mengajukan Judicial Review di Mahkamah Konstitusi yang teregister dalam Perkara Nomor 30-74/PUU-XII/2014 dan Nomor 22/PUU-XV/2017 terkait usia perkawinan. Namun dalam amar Putusannya berbeda meskipun ketentuan yang diuji sama. Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan cara melakukan pengkajian literatur dan sumber hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat dengan pendekatan comparative approach. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan dasar konstitusional atau batu uji yang digunakan, sehingga berimplikasi pada amar putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak permohonan untuk seluruhnya dalam Putusan Nomor 30-74/PUUXII/2014 dan mengabulkan permohonan untuk sebagian dalam Putusan Nomor 22/PUU-XV/2017. Namun mengenai batas minimal usia perkawinan Mahkamah tetap menganggap sebagai kebijakan hukum terbuka (open legal policy). Dalam amar Putusan Nomor 22/PUU-XV/2017, Mahkamah Konstitusi memberikan waktu 3 (tiga) tahun kepada pembuat Undang-Undang untuk menentukan batas minimal usia perkawinan, sehingga disarankan agar pembuat Undang-Undang segera melaksanakan Putusan tersebut demi pengakuan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak, khususnya anak perempuan Indonesia, serta memberikan kepastian hukum yang adil bagi warga negara baik laki-laki maupun perempuan sebagaimana amanatkan oleh UUD 1945.
Kata Kunci: Perkawinan, Perbandingan Putusan Mahkamah Konstitusi
Marriage is an inner and outer bond between a man and a woman as a husband and wife with the aim of forming a happy and eternal family or household based on the One Godhead. The provisions of Law No. 1 of 1974 concerning Marriage regulate the minimum age of marriage, that is, marriage is only permitted if the male has reached the age of 19 (nineteen) years and the woman has reached the age of 16 (sixteen) years. Then some people who consider their constitutional rights to be harmed by the enactment of these provisions propose a Judicial Review in the Constitutional Court registered in Case Number 30-74/PUUXII/2014 and Number 22/PUU-XV/2017 regarding the age of marriage. But in the case the decision is different even though the conditions tested are the same. This type of research is normative juridical research by conducting a literature review and legal sources related to the problems raised by the comparative approach. The results of this study indicate that there are basic constitutional or test stone differences that are used, so that the implications of the Constitutional Court ruling are rejecting the application in its entirety in Decision Number 30-74/ PUU-XII/2014 and granting the petition partially in Decision Number 22/PUUXV/2017. But regarding the minimum age for marriage, the Court still considers open legal policy. In the Decision Number 22/PUU-XV/2017, the Constitutional Court gives the legislators 3 (three) years to determine the minimum age for marriage, so it is recommended that the legislators immediately implement the Decision for the sake of recognition, protection and fulfillment children's rights, especially Indonesian daughters, and provide legal certainty that is fair to citizens both men and women as mandated by the 1945 Constitution.
Keywords: Marriage, Comparison of Constitutional Court Decisions1512011192 ERWIN GUMARA -2022-03-23T07:18:08Z2022-03-23T07:18:08Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55539This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/555392022-03-23T07:18:08ZKOORDINASI ANTARA PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL
KEHUTANAN DENGAN KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN
TINDAK PIDANA PENEBANGAN POHON DI HUTAN
SECARA ILEGAL (ILLEGAL LOGGING)
(Studi di Kawasan Hutan Lindung Register 28 Pematang Neba
Kabupaten Tanggamus)Penebangan pohon di hutan secara ilegal (illegal logging) merupakan salah satu
jenis tindak pidana bidang kehutanan, sehingga diperlukan koordinasi antara
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kehutanan dengan Kepolisian dalam
penanggulangan tindak pidana tersebut. Permasalahan penelitian ini adalah:
“Bagaimanakah koordinasi antara PPNS Kehutanan dengan Kepolisian dalam
penanggulangan tindak pidana penebangan pohon di hutan secara ilegal (illegal
logging) di kawasan hutan lindung Register 28 Pematang Neba Kabupaten
Tanggamus (2) Apakah faktor-faktor penghambat koordinasi antara PPNS
Kehutanan dengan Kepolisian dalam penanggulangan tindak pidana penebangan
pohon di hutan secara ilegal (illegal logging) di kawasan hutan lindung Register
28 Pematang Neba Kabupaten Tanggamus
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan empiris. Data
dikumpulkan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan. Narasumber
penelitian terdiri dari Penyidik Polres Tanggamus, PPNS Dinas Kehutanan
Provinsi Lampung dan Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas
Lampung. Analisis data dilakukan secara kualitatif untuk mendapatkan
kesimpulan penelitian.
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Koordinasi antara PPNS Kehutanan dengan
Kepolisian dalam penanggulangan tindak pidana penebangan pohon di hutan
secara ilegal (illegal logging) di kawasan hutan lindung Register 28 Pematang
Neba Kabupaten Tanggamus dilaksanakan dalam bentuk penyelidikan,
penangkapan dan penahanan terhadap pelaku. PPNS mengumpulkan bukti-bukti
permulaan terkait adanya tindak pidana tersebut dan kemudian langsung
menghubungi atau melaporkan peristiwa tersebut kepada penyidik Kepolisian
untuk melaksanakan penyidikan terhadap pelaku. PPNS Kehutanan menyerahkan
pelaku berikut barang bukti yang berhasil disita kepada penyidik Kepolisian untuk
dilaksanakan proses penegakan hukum selanjutnya yaitu proses Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terhadap pelaku tindak pidana penebangan
pohon di hutan secara ilegal (illegal logging) (2) Faktor-faktor yang menghambat
koordinasi PPNS Kehutanan dengan Kepolisian dalam penanggulangan tindak
pidana penebangan pohon di hutan secara ilegal (illegal logging) di kawasan
hutan lindung Register 28 Pematang Neba Kabupaten Tanggamus adalah faktor
aparat penegak hukum, yaitu masih terbatasnya jumlah PPNS Kehutanan, faktor
sarana dan prasarana, yaitu masih terbatasnya sarana mobil patroli kehutanan dan
jauhnya jarak antara Register 28 Pematang Neba Kabupaten Tanggamus dan
Dinas Kehutanan Provinsi Lampung dan faktor masyarakat, yaitu masih
kurangnya partisipasi masyarakat dalam penanggulangan tindak pidana
penebangan pohon di hutan secara ilegal
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Koordinasi antara PPNS Kehutanan dengan
Kepolisian dalam penanggulangan tindak pidana penebangan pohon di hutan
secara ilegal hendaknya ditingkatkan melalui kegiatan tukar menukar informasi
dan penyidikan tindak pidana. (2) PPNS Kehutanan yang khusus melakukan
penyidikan terhadap penanggulangan penebangan pohon di hutan secara ilegal
perlu ditambah agar penyidik tidak dihadapkan pada beban pekerjaan yang
menumpuk.
Kata Kunci: Koordinasi, PPNS Kehutanan, Kepolisian, Illegal Logging 1512011019 RAHMAT HIDAYAT-2022-03-23T07:16:38Z2022-03-23T07:16:38Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55541This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/555412022-03-23T07:16:38ZPERLINDUNGAN HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PEMILIHAN UMUMPenulisan skripsi ini bertujuan untuk menguraikan bagaimana perlindungan dari hak politik warga negara yang ada di Indonesia pada saat ini. Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab pertanyaan tersebut adalah dengan menggunakan pendekatan normatif. Data yang digunakan bersumber dari data primer dan sekunder, data primer adalah peraturan perundang-undangan dan data sekunder adalah data yang diperoleh dengan mempelajari buku-buku ilmu hukum, hasil karya kalangan hukum, beberapa putusan Mahkamah Konstitusi, dan dokumen yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas. Hasil penelitian menunjukkan penegakan hak politik warga negara di Indonesia mengalami perubahan selama satu dekade terakhir. Salah satu bentuk konkret perubahan tersebut adalah dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Sebagai negara yang demokratis Indonesia menjunjung tinggi Hak politik karena hak tersebut harus dilindungi karena merupakan bagian dari HAM. Tetapi, disamping perlindungan hak politik tersebut terdapat pula aturan mengenai pembatasan hak politik yang mana telah diatur baik dalam UUD NRI 1945 maupun Undang-undang lainnya. Pada dasarnya hak politik merupakan bagian dari HAM yang masuk kategori derogable (bagian dari HAM yang dapat dikurangi) dimana dengan adanya perlindungan serta pembatasan hak politik tersebut dimaksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan seluruh Rakyat Indonesia dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Kata Kunci: Hak Politik, Pemilihan Umum, Warga Negara.
The purpose of this thesis is to describe the protection of the political rights of citizens in Indonesia at this time. The research method used to answer these questions is to use a normative approach. The data used are sourced from primary and secondary data, primary data is legislation and secondary data is data obtained by studying legal science books, the work of legal circles, several decisions of the Constitutional Court, and documents relating to the issues discussed . The results showed that the enforcement of the political rights of citizens in Indonesia has changed over the past decade. One concrete form of these changes is the enactment of Law Number 7 of 2017 concerning General Elections. As a democratic country, Indonesia upholds political rights because these rights must be protected because they are part of human rights. However, besides protecting the political rights there are also rules regarding restrictions on political rights which have been regulated both in the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia and other laws. Basically political rights are part of human rights which are categorized as derogable (part of human rights that can be reduced) where with the protection and limitation of political rights is intended solely to guarantee the recognition and respect for the rights and freedoms of all Indonesian people and to fulfill the demands fair in accordance with moral considerations, religious values, security, and public order in a democratic society.
Keywords: Political Rights, General Elections, Citizens.151211171 M. MUJIB -2022-03-23T07:11:42Z2022-03-23T07:11:43Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55546This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/555462022-03-23T07:11:42ZVALIDITAS PERATURAN PELAKSANA DARI UNDANG-UNDANG PASCA
PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
(Studi Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 85/PUU-XI/2013 Tentang Pembatalan Terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air)Penulisan skripsi ini bertujuan mengetahui bagaimana kekuatan hukum norma peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang setelah peraturan rujukannya dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab pertanyaan tersebut adalah dengan menggunakan pendekatan normatif. Data yang digunakan bersumber dari data primer dan sekunder, data primer adalah peraturan perundang-undangan dan data sekunder adalah data yang diperoleh dengan mempelajari buku-buku ilmu hukum, hasil karya kalangan hukum serta dokumen yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas. Hasil penelitian menunjukan bahwa Kekuatan hukum norma peraturan pelaksana dari Undangundang No. 7 Tahun 2004 tentang sumber daya air dapat ditentukan validitasnya melalui norma hukum yang lebih tinggi di atasnya, norma yang lebih tinggi akan berujung pada norma dasar yang menjadi sumber bagi norma-norma hukum dibawahnya. Begitupun dengan peraturan pelaksana dari sebuah Undang-undang, peraturan pelaksana di bawah Undangundang validitasnya ditentukan oleh norma hukum diatasnya, baik secara keseluruhan maupun perpasal, karena norma hukum keatas bersumber dan kebawah sebagai sumber. Sasuai dengan teori yang dikemukakan Adolf merkel dalam teori pertingkatan hukum, yang menyatakan bahwa suatu norma hukum memiliki dua wajah das Doppelte Rechtsanlitz. Adolf mengungkapkan bahwa suatu norma itu ke atas sebagai sumber dan dasar bagi norma hukum dibawahnya. Oleh karena itu, Peraturan pelaksana dari Undang-undang No. 7 Tahun 2004 tentang sumber daya air akan otomatis hilang validitasnya di saat norma sumbernya sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Kata Kunci: Validitas, Peraturan Pelaksana, Putusan MK
The writing of this script aims to find out how the legal force of statutory norms is under the law after the referral rules have been canceled by the Constitutional Court. The research method used to answer these questions is using a normative approach. The data used is sourced from primary and secondary data, primary data is legislation and secondary data is data obtained by studying legal books, work of legal circles and documents relating to the issues discussed. The results of the study show that the legal force of the implementation of regulatory norms of Law No. 7 of 2004 concerning water resources can be determined the validity through legal norms that are higher on it where higher norms will lead to basic norms which become the source of legal norms below. Likewise with the implementation of regulations of a law, the implementation of regulations under the Act of validity are determined by the legal norms above, both overall and regionally, because the legal norms sourced upward and as sources downward. According to the theory stated by Adolf Merkel in the theory of law enhancement, it is stated that a legal norm has two faces das Doppelte Rechtsanlitz. Adolf revealed that a norm was upward as a source and a basis for the legal norms below it. Therefore, the implementation of regulation of Law No. 7 of 2004 concerning water resources will automatically lose its validity when the source norm has been canceled by the Constitutional Court. Keyword: Validity, Implementation of Regulations, Constitutional Court Decisions1412011274 MUHAMMAD FAUZUL ADZIM-2022-03-23T07:07:36Z2022-03-23T07:07:36Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55550This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/555502022-03-23T07:07:36ZPENYELESAIAN KLAIM JAMINAN KECELAKAAN KERJA BAGI
TENAGA KERJA PADA PERUSAHAAN YANG BERMASALAH
(Study Di BPJS Ketenagakerjaan Cabang Bandar Lampung)Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) merupakan satu program yang dimiliki BPJS
Ketenagakerjaan untuk memberikan perlindungan atas risiko kecelakaan kerja
kepada para peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dan
menjamin berlangsungnya hubungan kerja yang diatur secara khusus dalam
Peraturan Pemerintah No.44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Jaminan
Kecelakaan Kerja Dan Jaminan Kematian. Banyaknya perusahaan yang
mempunyai tenaga kerja terkadang belum mendaftarkan pekerjanya kedalam
program-program yang terdapat pada BPJS Ketenagakerjaan. Hal ini membuat
para tenaga kerja tidak tercover hak jaminan sosialnya dan hak klaim santunan
dan biaya yang mereka terima apabila terjadi kecelakaan kerja yang
mengakibatkan kematian. Masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana
penyelesaian klaim Jaminan Kecelakaan Kerja bagi tenaga kerja pada perusahaan
yang bermasalah. Apakah faktor penghambat dan pendukung dalam penyelesaian
klaim Jaminan Kecelakaan kerja bagi tenaga kerja peserta BPJS.
Jenis penelitian adalah penelitian hukum normatif-terapan dengan metode
penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan melalui pendekatan
normatif-terapan. Data yang digunakan data sekunder yang terdiri dari bahan
hukum primer, dan bahan hukum tersier. Pengumpulan data diperoleh dari studi
pustaka, dokumen dan wawancara. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis
secara kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penyelesaian klaim JKK di perusahaan
yang bermasalah terdapat 5 (lima) kategori perusahaan bermasalah dan cara
penyelesaian klaimnya. Faktor penghambat dan pendukung dalam penyelesaian
klaim JKK terdapat 2 (dua) faktor penghambat yaitu internal dan eksternal dan
faktor pendukung yaitu faktor Peraturan Perundang-undangan, Serikat kerja,
Perusahaan, BPJS Ketenagakerjaan, dan Pembayaran iuran.
Kata Kunci: Penyelesaian Klaim, Jaminan Kecelakaan Kerja, BPJS, Perusahaan
yang bermasalah Work Accident Insurance (JKK) is a program owned by BPJS Employment to
provide protection for the risk of workplace accidents to participants of the Labor
Social Security Administering Agency and guarantee the ongoing work relations
specifically regulated in Government Regulation No.44 of 2015 concerning the
Implementation of Work Accident Guarantees And Guaranteed Death. The
number of companies that have workers sometimes have not registered their
workers into the programs contained in the BPJS Employment. This makes
workers not covered by their social security rights and compensation claims and
fees they receive in the event of a work accident that results in death. The problem
in this study is how to settle work accident insurance claims for workers in
companies that have problems. Are the inhibiting and supporting factors in
resolving work accident insurance claims for BPJS participant workers.
This type of research is normative-applied legal research with descriptive research
methods. Approach problems used through a normative-applied approach. The
data used secondary data consisting of primary legal materials, and tertiary legal
materials. Data collection is obtained from library studies, documents and
interviews. The data obtained are then analyzed qualitatively.
The results of this study indicate that the settlement of JKK claims in troubled
companies has 5 (five) categories of problematic companies and how to settle
claims. The inhibiting and supporting factors in solving JKK claims are 2 (two)
inhibiting factors, namely internal and external factors and supporting factors,
namely factors of legislation, trade unions, companies, employment BPJS, and
payment of contributions.
Keywords: Claim Settlement, Work Accident Guarantee, BPJS, Company that has
problems1512011169 RIDWAN SAPUTRA-2022-03-23T07:04:38Z2022-03-23T07:04:38Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55516This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/555162022-03-23T07:04:38ZPERLINDUNGAN HAK-HAK KONSUMEN DALAM USAHA KEDAI
KOPI DI BANDAR LAMPUNGPerlindungan konsumen merupakan bentuk perlindungan terhadap pemenuhan
hak-hak konsumen secara keseluruhan dari pemberian jasa atau pelaku usaha,
sehingga tidak timbul permasalahan hukum setelah adanya proses kerjasama
antara konsumen dan pelaku usaha. Permasalahan dalam penelitian ini adalah:
Bagaimanakah hak-hak perlindungan konsumen pada Kedai Kopi Flambojan
Bean Leaf Sugar dan upaya-upaya apasajakah yang dilakukan oleh pelaku usaha
apabila terjadi kerugian terhadap konsumen.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, dengan tipe
penelitian normatif terapan. Penelitian hukum pada dasarnya merupakan
penggabungan antara pendekatan hukum normatif dengan adanya penambahan
berbagai unsur terapan. Penelitian normatif terapan mengenai implementasi
ketentuan hukum normatif (undang-undang) dalam aksinya pada setiap peristiwa
hukum tertentu yang terjadi dalam suatu masyarakat yang berhubungan dengan
objek kajiannya meliputi ketentuan-ketentuan perundang-undangan serta
penerapannya pada peristiwa hukum.
Hasil penelitian dan pembahasan, pemenuhan hak-hak perlindungan konsumen
pada Kedai Kopi Flambojan Bean Leaf Sugar yaitu, pemenuhan janji atau
pemenuhan permintaan konsumen dalam waktu secepat mungkin, pelayanan
dilakukan dengan kesopanan, secara akurat dicatat, dan diklarifikasi ulang dengan
konsumen, pelayanan pesanan dilakukan secara benar saat ditangani ke pembuat
kopi (barista), permintaan akan status pelayanan akan dipenuhi dalam waktu
secepat mungkin, diantarkannya pesanan setelah proses diselesaikannya pesanan
pada waktu yang telah dijanjikan, pemberian informasi yang lengkap pada
konsumen mengenai pekerjaan yang telah diselesaikan, cakupan pekerjaan dan
biaya yang dikenakan. Upaya-upaya yang dilakukan pelaku usaha apabila terjadi
kerugian terhadap konsumen yaitu, kedai sudah mengantisipasi dengan cara
tanggung jawab hukum yang telah ditentukan dan bertujuan tidak memperpanjang
permasalahan yang merugikan pihak kedai dan konsumen.
Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Konsumen, Kedai Kopi Consumer protection is a form of protection against the fulfillment of overall
consumer rights from the provision of services or business actors, so that legal
problems do not arise after the process of cooperation between consumers and
business actors. The problems in this study are: What are the consumer protection
rights at the Flambojan Bean Leaf Sugar Coffee Shop and what efforts are made
by business actors if there is a loss to consumers. Consumer protection is a form
of protection against the fulfillment of overall consumer rights from the provision
of services or business actors, so that legal problems do not arise after the process
of cooperation between consumers and business actors. The problems in this study
are: What are the consumer protection rights at the Flambojan Bean Leaf Sugar
Coffee Shop and what efforts are made by business actors if there is a loss to
consumers.
The type of research used is normative legal research, with the type of applied
normative research. Legal research is basically a combination of normative legal
approaches with the addition of various applied elements. Applied normative
research concerning the implementation of normative legal provisions (laws) in its
action on any particular legal event that occurs in a society related to the object of
its study includes the provisions of legislation and its application to legal events.
The results of research and discussion, fulfillment of consumer protection rights at
the Flambojan Bean Leaf Sugar Coffee Shop, namely, fulfillment of promises or
fulfillment of consumer demand in the shortest possible time, service is carried
out in courtesy, accurately recorded, and re-clarified with consumers, order
service is carried out right when handled to a coffee maker (barista), requests for
service status will be fulfilled as soon as possible, delivered orders after the
process of completing the order at the promised time, providing complete
information to the consumer regarding work completed, the scope of work and
costs worn. Efforts made by business actors if there is a loss to consumers,
namely, the store has anticipated by means of legal responsibilities that have been
determined and aims not to extend the problems that harm the store and
consumers.
.
Keywords: Law Protection, Consumer, Coffee Shop1312011119 Faishal Baqir-2022-03-23T07:03:56Z2022-03-23T07:03:56Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55522This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/555222022-03-23T07:03:56ZFAKTOR PENYEBAB ANAK MELAKUKAN PERBUATAN
CABUL DAN PEMERASAN DENGAN KEKERASAN
(Dalam Perkara Nomor 18/Pid.Sus-Anak/2017/PN Gns)Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup dalam hal berbangsa dan bernegara,
anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa sehingga
berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi, serta
berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil
dan kebebasan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah yang menjadi
faktor penyebab anak melakukan perbarengan perbuatan cabul dan pemerasan
dengan kekerasan dan bagaimanakah upaya penanggulangan terhadap anak yang
melakukan perbarengan perbuatan cabul dan pemerasan dengan kekerasan. Pendekatan masalah dilakukan secara yuridis empiris dan normatif. Sumber data
yang didapat dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Prosedur
pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan penelitian
lapangan. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan faktor-faktor yang menjadi penyebab anak
melakukan perbarengan perbuatan cabul dan pemerasan dengan kekerasan di
Lampung Tengah, yaitu: faktor rendahnya pendidikan dan ekonomi, faktor
lingkungan atau tempat tinggal, faktor minuman (berakohol), faktor teknologi dan
faktor peranan korban dalam ranah etiologi kriminologi dapat di dikategorikan
pada teori yang tidak berorientasi pada kelas sosial. Upaya penanggulangan
terhadap anak yang melakukan perbarengan perbuatan cabul dan pemerasan
dengan kekerasan Polres Lampung Tengah telah menegakan hukum dengan
baik. Cara mengatasinya adalah melakukan patrol/razia secara rutin dan
penyuluhan hukum terhadap masyarakat di bantu oleh lembaga terkait, yaitu:
Bapas, BKBPP dan Pemda Kabupaten Lampung Tengah yang berlaku. Kata Kunci: Perbarengan, Perbuatan Cabul, Pemerasan dan Kekerasan Every child has the right to survival in terms of nation and state, children are the
future of the nation and future generations of the nation's aspirations so that they
have the right to survival, growth and development, participation, and are entitled
to protection from acts of violence and discrimination and civil rights and
freedom. The problem in this study is whether the factors that cause children to do
obscene acts and extortion by violence and what are the efforts to prevent
children from doing abuse and extortion by violence.
The problem approach is carried out in an empirical and normative juridical
manner. Sources of data obtained by using primary data and secondary data. The
procedure of data collection is done by means of library research and field
research. Data analysis in this study used qualitative analysis.
The results showed that the factors that cause children to do obscene acts and
extortion with violence in Central Lampung, namely: factors of low education and
economy, environmental or residential factors, drink factors (alcoholic),
technological factors and role factors of victims in the realm the etiology of
criminology can be categorized into theories that are not social class oriented.
Countermeasures against children who perpetrated illegal acts and extortion with
violent Central Lampung District Police have enforced the law well. The way to
overcome this is to carry out routine patrol / raids and legal counseling for the
community to be assisted by related institutions, namely: Bapas, BKBPP and
Kabupaten Lampung Tengah District Government in force.
Keywords: Comparison, Obscene Acts, Extortion and Violence1342011112 Muhammad Husen-2022-03-23T07:03:01Z2022-03-23T07:03:01Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55525This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/555252022-03-23T07:03:01ZPELAKSANAAN PERJANJIAN KEMITRAAN ANTARA PT APLIKASI
KARYA ANAK BANGSA SEBAGAI PERUSAHAAN PENYEDIA
APLIKASI JASA TRANSPORTASI BERBASIS TEKNOLOGI DENGAN
PENYEDIA JASA TRANSPORTASIPT Aplikasi Karya Anak Bangsa atau GO-JEK merupakan salah satu perusahaan
teknologi yang bergerak di bidang penyediaan aplikasi jasa transportasi yang ada
di Indonesia. GO-JEK menghubungkan antara penyedia jasa transportasi dengan
pengguna jasa yang diatur dalam suatu perjanjian kemitraan. Fokus permasalahan
yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana proses terjadinya
hubungan hukum antara para pihak, dan pemenuhan hak dan kewajiban dalam
pelaksanaan perjanjian kemitraan penyediaan layanan jasa transportasi Go-Ride
serta akibat hukum apabila hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian
kemitraan tidak terpenuhi.
Jenis penelitian yang digunakan adalah normatif-terapan. Tipe penelitian
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Data penelitian terdiri dari data primer
dan data sekunder. Sumber data terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan
tertier yang dikumpulkan melalui metode studi kepustakaan, wawancara dan studi
dokumen. Kemudian diolah dan dianalisis secara kualitatif, komprehensif, dan
lengkap.
Hasil penelitian dalam pembahasan ini menjelaskan bahwa untuk bergabung
menjadi bagian dari usaha jasa transportasi GO-JEK, Mitra dihadapkan pada
perjanjian dalam bentuk kontrak elektronik yang telah dibuat PT AKAB, Mitra
harus memberikan persetujuannya dengan cara melakukan tindakan mengklik
persetujuan secara elektronik dan secara otomatis kedua pihak terikat dalam suatu
hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi.
PT AKAB berkewajiban memberikan kuasa kepada Mitra untuk menggunakan
aplikasi GO-JEK sehubungan dengan penyediaan layanan Go-Ride. Mitra
berkewajiban untuk memenuhi prestasi yaitu menyediakan layanan Go-Ride
dengan menggunakan sepeda motor milik Mitra yang telah terdaftar pada aplikasi
GO-JEK, kepada konsumen yang telah memesan terlebih dahulu melalui aplikasi
GO-JEK. Setelah melaksanakan order, Mitra akan menerima pembayaran dari
konsumen dalam bentuk uang elektronik (Go-Pay) maupun tunai. Konsumen akan PT Aplikasi Karya Anak Bangsa or known as GO-JEK is one of the technology
companies engaged in providing transportation service applications in Indonesia.
GO-JEK connects transportation service providers with service users regulated in a
partnership agreement. The focus of the issues to be discussed in this study are how
the process of legal relations between parties, and the fulfillment of rights and
obligations in implementing partnership agreements to provide Go-Ride
transportation services and legal consequences if the rights and obligations of the
parties in the partnership agreement are not fulfilled.
The type of research used is normative-applied. Type of descriptive research with a
qualitative approach. The research data consisted of primary data and secondary
data. Data sources consist of primary, secondary and tertiary legal materials
collected through library study methods, interviews and document studies. Then it is
processed and analyzed qualitatively, comprehensively, and completely.
The results of this study explain that to join as part of the GO-JEK transportation
service business, Driver is faced with an agreement in the form of an electronic
contract that has been made by PT AKAB, Driver must give his consent by clicking on
the agreement electronically and automatically both parties bound in a legal
relationship that gives rise to rights and obligations that must be fulfilled. PT AKAB
is obliged to authorize Driver to use the GO-JEK application in connection with the
provision of Go-Ride services. Driver is obliged to fulfill the achievement of
providing Go-Ride services using a Driver's motorcycle that has been registered with
the GO-JEK application, to consumers who have booked in advance through the
GO-JEK application. After executing the order, the Partner will receive payments
from consumers in the form of electronic money (Go-Pay) or cash. Consumers will
provide a rating of services in the form of stars through the application GO-JEK. The
accumulation of consumer ratings is called a rating, which affects the performance of1412011303 Naillah Noor Indrasara-2022-03-23T07:01:55Z2022-03-23T07:01:55Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55531This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/555312022-03-23T07:01:55ZUPAYA KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN PEREDARAN
PERMEN YANG MENGANDUNG NARKOBA
DI KALANGAN PELAJAR
(Studi Kasus di Wilayah Polresta Bandar Lampung)Masalah penyalahgunaan narkotika ini bukan saja merupakan masalah yang perlu
mendapat perhatian bagi negara Indonesia, melainkan juga bagi dunia
Internasional. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah upaya
kepolisian dalam penanggulangan peredaran permen yang mengandung narkoba?
dan apakah faktor yang menghambat upaya kepolisian dalam penanggulangan
peredaran permen yang mengandung narkoba di kalangan pelajar di Wilayah
Polresta Bandar Lampung?.
Pendekatan masalah dilakukan secara yuridis normatif dan empiris. Sumber data
yang di dapat dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Prosedur
pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan penelitian
lapangan. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa upaya kepolisian dalam
penanggulangan peredaran permen yang mengandung narkoba di kalangan pelajar
di Wilayah Polresta Bandar Lampung, baik melalui upaya penal yaitu dengan
memberikan sanksi pidaan kepada penggunaa dan pengedar narkotika, sedangkan
upaya non penal yaitu: identifikasi dan kerjasama dengan tokoh masyarakat dan
melakukan pendekatan atau interaksi sosial untuk membangun kepercayaan,
mengadakan survey untuk mempelajari dan menganalisa masalah narkoba di
tempat tertentu khususnya tentang tingkat kesadaran/pengetahuan masyarakat
tentang masalah narkoba, keadaan dan jangkauan masalah narkoba, jenis-jenis
narkoba yang disalahgunakan, mengembangkan kapasitas dan keterampilan
masyarakat melaluipelatihan untuk menghasilkan tenaga masyarakat yang
terampil dan profesional melaksanakan program dan Penyusunan rencana kerja
dan monev, penyusunan rencana pencegahan penyalahgunaan narkoba yang
dilakukan secara partisipatif untuk membangun rasa memiliki sense of
ownership sehingga berkomitmen kuat untuk menjalankan dan mewujudkan
program-program yang direncanakan. . Faktor penghambat upaya kepolisian
dalam penanggulangan peredaran permen yang mengandung narkoba di kalangan
pelajar di Wilayah Polresta Bandar Lampung, kelima faktor penghambat
penghambat upaya kepolisian dalam penanggulangan peredaran permen yang
mengandung narkoba di kalangan pelajar di atas dari segi Undang-Undang
Narkotika tidak dapat menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku jenis 1412011318 NOVIS RAMADHAN-2022-03-23T06:57:38Z2022-03-23T06:57:38Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55495This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/554952022-03-23T06:57:38ZIMPLEMENTASI SANKSI PIDANA BAGI PELANGGAR
PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 8
TAHUN 2017 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOKPemerintah Daerah Provinsi Lampung telah menetapkan Peraturan Daerah
Provinsi Lampung Nomor 8 Tahun 2017 tentang Kawasan Tanpa Rokok sejak
tanggal 31 Juli 2017. Peraturan Daerah ini dimaksudkan untuk mendorong
pembatasan ruang tempat pembatasan untuk tidak boleh merokok dan sebagai
bentuk komitmen dalam mendorong terbangunnya budaya disiplin bagi perokok
atas bahaya dan dampaknya bagi kesehatan, dapat dikatakan bahwa dalam hal
penerapan sanksi pidana bagi pelanggar peraturan daerah tersebut belum
diterapkan dengan baik, permasalahan dalam penulisan ini adalah bagaimana
implementasi sanksi pidana bagi pelanggar Peraturan Daerah Provinsi Lampung
Nomor 8 Tahun 2017 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan apakah faktor-faktor
penghambat implementasi sanksi pidana bagi pelanggar Peraturan Daerah
Provinsi Lampung Nomor 8 Tahun 2017 tentang Kawasan Tanpa Rokok.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis dan pendekatan empiris,
pendekatan yuridis dilakukan dengan mengkaji peraturan-peraturan yang berlaku
dan literatur yang terkait, sedangkan pendekatan empiris dilakukan melalui
pengumpulan inspirasi tentang kejadian yang terjadi pada praktiknya terhadap
pihak yang mengetahui masalah yang berhubungan dengan penelitian ini.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: (1)
implementasi sanksi pidana bagi pelanggar Peraturan Daerah Provinsi Lampung
Nomor 8 Tahun 2017 tentang Kawasan Tanpa Rokok belum dilaksanakan
berdasarkan ketentuan yang berlaku, sejak peraturan daerah tersebut ditetapkan
sampai saat ini masyarakat masih belum banyak mengetahui jika ada kawasan
tanpa rokok dan belum ada tindakan tegas dari aparat yang berwenang dalam
menegakkan peraturan daerah ini, dan (2) yang menjadi faktor-faktor penghambat
implementasi sanksi pidana tersebut adalah faktor hukumnya sendiri, faktor
penegak hukum dan faktor sarana dan fasilitas. 15120110667 ENGKI WIBOWO-2022-03-22T07:25:53Z2022-03-22T07:25:53Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55420This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/554202022-03-22T07:25:53ZKewenangan DPR RI dalam Pelaksanaan Hak Angket Terhadap KPK dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Penelitian ini tentang “Kewenangan DPR RI dalam Pelaksanaan Hak Angket Terhadap KPK dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia” dan rumusan masalahnya adalah bagaimanakah kewenangan DPR RI dalam pelaksanaan hak angket terhadap KPK dalam sistem ketatanegaraan Indonesia?. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang menggunakan dua model pendekatan yang terdiri atas pendekatan undangundang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Hasil penelitian ini, yaitu: Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia tidak memiliki kewenangan melakukan hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebab hak angket adalah instrumen pengawasan legislatif kepada eksekutif saja dalam hal ini presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi, sedangkan lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukan bagian dari kekuasaan eksekutif tetapi cabang kekuasaan tersendiri, yakni komisi negara independen. Saran yang dapat diajukan, yaitu: agar pejabat lembaga yang berwenang membuat undang-undang, yaitu: Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah Republik Indonesia segera melakukan perubahan terhadap Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3) khususnya pada pasal 79 ayat (3) yang menjelaskan terkait pengertian hak angket agar sesuai dengan makna otentik dari Pasal 20A ayat (2) UUD 1945 yaitu hak angket adalah instrumen untuk mengawasi pemegang kekuasaan eksekutif, dalam hal ini presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi dalam sistem pemerintahan presidensial.
Kata Kunci: Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Hak Angket, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
This research is about the "Authority of the People's Legislative Assembly of the Republic of Indonesia in the Implementation of the Questionnaire Right to the Corruption Eradication Commission in the Indonesian State Administration System" and the problem statement is how is the authority of the People's Representative Council of the Republic of Indonesia in implementing the inquiry right against the Corruption Eradication Commission in Indonesia? This study uses a normative legal research method that uses two models of approaches consisting of a statute approach and a conceptual approach. The results of this study, namely: the House of Representatives of the Republic of Indonesia does not have the authority to exercise inquiry rights against the Corruption Eradication Commission because inquiry rights are the instrument of legislative oversight of the executive in this case the president is the highest executive authority, while the Corruption Eradication Commission is not part of the power executive but a separate branch of power, namely an independent state commission. Suggestions that can be put forward, namely: that the official of the institution authorized to make laws, namely: Members of the House of Representatives and the Government of the Republic of Indonesia immediately make changes to Law No. 17 of 2014 concerning the People's Consultative Assembly, the House of Representatives, the Regional Representative Council and the Regional People's Representative Council specifically in article 79 paragraph (3) which explains the meaning of inquiry rights so that they are in accordance with the authentic meaning of Article 20A paragraph (2) of the 1945 Constitution Questionnaire rights are instruments to oversee executive power holders, in this case the president as the highest holder of executive power in the presidential government system.
Keywords: House of Representatives, Questionnaire Rights, Corruption Eradication Commission.
1312011112 EDIUS PRATAMA -2022-03-22T07:16:11Z2022-03-22T07:16:11Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55417This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/554172022-03-22T07:16:11ZKONSTRUKSI HUKUM ACARA BAWASLU DALAM PENYELESAIAN PELANGGARAN ADMINISTRASI TERSTRUKTUR, SISTEMATIS, DAN MASIF Rezim hukum pemilu dan pilkada selalu berkembang seiring dengan kebutuhan
dalam masyarakat. Salah satunya ialah penambahan materi muatan mengenai
pelanggaran administrasi terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) sebagai bentuk
baru dalam pelanggaran pemilu dan pilkada serta penyelesaiannya yang
dilekatkan sebagai kewenangan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
Menggunakan penelitian hukum normatif berbasis pendekatan konseptual, hasil
penelitian menunjukan bahwa berdasarkan konsep dan praktik atas penyelesaian
pelanggaran administrasi TSM saat ini, masih mengalami kekeliruan dalam
konsep dan ketidakharmonisan antara hukum materil dan formil. Sehingga
membutuhkan sumber hukum acara yang baru dalam bentuk Peraturan Bawaslu.
Kata Kunci: Bawaslu, Hukum, Acara, Pelanggaran, TSM.
Election law regimes has always evolved along with the needs in society. One of
them is the addition of structured, systematic, and massive administrative
violations (SSM Violation) as a new form in violations of elections and regional
elections and their resolution which is attached as the authority of the General
Election Supervisory Board (Bawaslu). Using normative legal research with using
conceptual approach, the results of the study show that based on the concepts and
practices of resolving administrative violations is currently experiencing errors in
concepts and disharmony between material and formal law. So it requires a new
source of procedural law in the form of the Bawaslu Regulation.
Keywords: Bawaslu, Proceeding, Law, SSM Violation.
1512011297 CHAIDIR ALI -2022-03-22T06:48:30Z2022-03-22T06:48:30Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55413This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/554132022-03-22T06:48:30ZKONSTITUSIONALITAS PRESIDENTIAL THRESHOLD DALAM MENGHADAPI PEMILU SERENTAK TAHUN 2019
Ketentuan hukum presidential threshold sebagaimana diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menjadi kajian secara mendalam terkait konstitusionalitas presidential threshold dalam menghadapi pemilu serentak 2019. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: bagaimana konstitusionalitas ketentuan presidential threshold dalam menghadapi pemilu serentak 2019 dan bagaimana akibat hukum yang terjadi terhadap penerapan ketentuan presidential threshold. Penelitian ini menggunakan pendekatan secara yuridis normatif. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dan ditarik kesimpulan secara deduktif.Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa partai politik atau gabungan partai politik yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai peserta pemilihan umum memiliki hak konstitusional untuk mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden. Konstitusi hanya memberikan ruang kepada pembentuk Undang-Undang untuk mengatur lebih lanjut mengenai; syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden dan tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Akibat hukum yang terjadi terhadap penerapan ketentuan presidential threshold antara lain: terjadinya multitafsir (ambiguity) ketentuan Pasal 222 Undang-Undang Pemilihan Umum mengusung norma dispensasi (vrijstelling) dan norma perintah (gebod). Terjadinya kontradiksi asas fundamental rights dalam Undang-Undang Dasar 1945. Terjadinya sistem multi partai dan munculnya partai-partai baru. Diharapkan persentase syarat dukungan kursi DPR dalam pencalonan Presiden dan Wakil Presiden (presidential threshold) tidak boleh dihitung berdasarkan pertimbangan politik jangka pendek akan tetapi harus diukur secara proporsional dengan memperhatikan keseimbangan politik hukum penyederhanaan partai dan perlindungan terhadap hak warga negara.
Kata Kunci: Konstitusionalitas, Presidential Threshold, Pemilu Serentak
The legal provisions presidential threshold as stipulated in Article 222 of Law No. 7 of 2017 on the General Election to be studied in depth related to the constitutionality of the presidential threshold in the elections simultaneously, 2019. The problem in this research are: how the constitutionality of the provisions of the presidential threshold in the elections simultaneously in 2019 and how the legal consequences that occur towards the implementation of the provisions of the presidential threshold. This study uses normative juridical approach. The data used are primary data and secondary data. Data were analyzed qualitatively and conclusions drawn deductively.Results of research and discussion shows that the political party or coalition of political parties that have been established by the General Election Commission as participants of the elections have the constitutional right to nominate the President and Vice President. The Constitution only gives space to the shaper Act to regulate further on; requirements to become President and Vice President and procedures for the election of President and Vice President. The legal consequences that occur towards the implementation of the presidential threshold provisions, among others: the occurrence of multi-interpretation (ambiguity) the provisions of Article 222 Election Law brings norm dispensation (vrijstelling) and norm command (Gebod). Rights fundamental principle contradiction in the Act of 1945. It is expected that the percentage of parliamentary seats in the requisite support the candidacy of the President and Vice-President (presidential threshold) may not be calculated based on short-term political considerations but must be measured in proportion to the attention of law simplification of the party political balance and protection of the rights of citizens.
Keywords: The Constitutionality, Presidential Threshold, Election Simultaneously
1212011379 RIDWAN SYALEH-2022-03-22T06:47:22Z2022-03-22T06:47:22Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55407This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/554072022-03-22T06:47:22ZKEDUDUKAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA ((PERKONSIL) DALAM SISTEM PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara tegas menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Untuk mewujudkan negara hukum tersebut diperlukan tatanan yang tertib antara lain di bidang peraturan perundang-undangan.Norma hukum yang berlaku di Indonesia berada dalam sistem yang berlapis dan berjenjang sekaligus berkelompok-kelompok dimana suatu norma berlaku, bersumber pada norma yang lebih tinggi, dan norma yang lebih tinggi bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi demikian seterusnya sampai pada suatu norma dasar negara. Hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia diatur dalam Undang-undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang merupakan pedoman pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Pembentukan hukum, dalam hal ini merupakan hukum tertulis atau undang-undang, pada dasarnya merupakan suatu kebijakan politik negara yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden.Akan tetapi, Konsil Kedokteran Indonesia sebagai badan otonom membentuk Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia (Perkonsil), yang merupakan pedoman dalam profesi dokter dan dokter gigi dalam menjalankan pelayanan kesehatan.Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia (Perkonsil) dalam sistem peraturan perundang-undangan.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif, yaitu meneliti berbagai peraturan perundang-undangan yang digunakan sebagai dasar ketentuan hukum yang menganalisis tentang kedudukan Peraturan Konsil Kedokteran Indoneisa (Perkonsil), serta penelitian yuridis yakni penelitian yang mengkaji dari undang-undang, teori hukum, dan pendapat para sarjana.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia (Perkonsil) tidak mempunyai kedudukan yang setingkat dengan Peraturan Pemerintah (PP) namun termasuk dalam kategori peraturan perundang-undangan yang terdapat pada Pasal 8 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 dan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia (Perkonsil) mempunyai kekuatan hukum yang mengikat profesi (dokter dan dokter gigi) dan masyarakat umum.
Kata kunci: Konsil Kedokteran Indonesia, Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia (Perkonsil), Peraturan Perundang-Undangan.
Article 1 paragraph (3) of the 1945 Constitution of the Republik of Indonesia expressly states that the Indonesian state is a state of law. To realize the rule of law, order is needed, including in the field of laws and regulations. Legal norms apply in Inonesia are in a multilevel and tiered system as well as in groups where a norm applies, is based on higher norms, and higher norms are sourced and based on higher norms and so on to a basic norm country. The hierarchy of statutory regulations in Indonesia is regulated in Law No. 12 of 2011 concering the Formation of Regulations and regulations which are guidelines for the formation of legislation in Indonesia. Legal formation, in this case a written law or law, is basically a state political policy formed by the House of Representatives and the President. However, the Indonesian Medical Council as an autonomous body established the Indonesian Medical Council Regulation (Perkonsil). Which is a guideline in the profession of doctors and dentists in carrying out health services. The purpose of this thesis writing is to find out the position of the Indonesian Medical Council Regulation (Perkonsil) in the legislation system.
The research method used is normative research, which examines various laws and regulations that are used as a basic for legal provisions that analyze the position of Indonesian Medical Council (Perkonsil), as well as juridical research, namely research that examines from laws, legal theories, and opinions the scholars.
Based on the research that has been done, the results of this study indicate that the Indonesian Medical Council Regulation (Perkonsil) does not have the same level as Government Regulation (PP) but belongs to the category of legislation contained in Article 8 paragraph (1) of Law No. 12 of 2011 and the Indonesian Medical Council Regulation (Perkonsil) has the force of laww that binds the profession (doctors and dentists) and the general public.
Keywords: Indonesian Medical Council, Indonesian Medical Council Regulation (Perkonsil), Laws and Regulations.1312011306 SARINAH -2022-03-22T06:47:05Z2022-03-22T06:47:06Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55402This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/554022022-03-22T06:47:05ZDINAMIKA PENGATURAN PARLIAMENTARY THRESHOLD DALAM SISTEM KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA Parliamentary Threshold merupakan besaran perolehan angka suara sah partai politik agar bisa mengirimkan wakilnya di parlemen. Threshold merupakan persyaratan minimal dukungan yang harus diperoleh partai politik. Keberadaan partai politik merupakan salah satu cerminan dari implementasi nilai-nilai demokrasi yang saat ini sudah banyak dianut di berbagai Negara. Terjadinya kenaikan ambang batas parlemen yang sudah tiga kali dirubah oleh legislatif merupakan dinamika pengaturan dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia. Dinamika pengaturan ambang batas parlemen tersebut juga muncul sebagai akibat adanya partisipasi dari masyarakat untuk bisa menyalurkan aspirasi atau suaranya dalam setiap pemilu. Permasalahan lain yang lebih kompleks adalah apa yang menjadi alasan munculnya ambang batas parlemen sehingga sampai tiga kali dirubah oleh pembentuk undang-undang. Penelitian ini menggunakan tipe dan jenis penelitian hukum yuridis normatif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dan menjelaskan terkait dinamika pengaturan parliamentary threshold dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem multipartai yang dianut oleh Indonesia menjadi konsekuensi munculnya banyak partai-partai politik di Indonesia dikarenakan hal tersebut sudah diatur dalam konstitusi. Kemudian adanya partisipasi dari masyarakat jugalah yang berdampak pada perubahan ambang batas parlemen, sehingga menjadikan para anggota legislatif dapat membuat aturan yang lebih baik.
Kata Kunci: Dinamika, Parliamentary Threshold, Partai Politik
Parliamentary Threshold is the amount of the number of legitimate votes for political parties in order to send their representatives in parliament. Threshold is a minimum requirement of support that political parties must obtain. The existence of political parties is one reflection of the implementation of democratic values that are now widely adopted in various countries. The increase in the parliamentary threshold which has been changed three times by the legislature is a dynamic regulation in the constitutional system in Indonesia. The dynamics of parliamentary threshold arrangements also emerge as a result of community participation in channeling their aspirations or voices in each election. Another problem that is more complex is the reason for the emergence of parliamentary thresholds so that it has been changed three times by the legislators. This study uses the type and type of normative juridical legal research. This study aims to analyze and explain the dynamics of the regulation of the parliamentary threshold in the constitutional system of the Republic of Indonesia. The results of the study indicate that the multiparty system adopted by Indonesia is a consequence of the emergence of many political parties in Indonesia because it has been regulated in the constitution. Then the participation of the community also has an impact on changes in parliamentary thresholds, so that legislators can make better rules.
Keyword: Dynamics, Parliamentary Threshold, Political Parties. 1412011419 Teta Anisah AR -2022-03-22T06:42:01Z2022-03-22T06:42:01Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/55364This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/553642022-03-22T06:42:01ZLESBIAN, GAY, BISEKSUAL, DAN TRANSGENDER MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR 1945Penulisan skripsi ini bertujuan mengetahui kedudukan LGBT menurut UndangUndang Dasar 1945. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan studi pustaka. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa UUD 1945 tidak memberikan ruang terhadap kelompok LGBT di Indonesia, karena tidak dijaminnya pemenuhan hak bagi kelompok LGBT meskipun UUD 1945 secara komprehensif telah mengatur hak-hak seluruh warga negara yang dianggap telah mencukupi seluruh aspek kehidupan dalam bidang sipil dan politik serta hak atas kesejahteraan. Perilaku LGBT dianggap telah melampaui batasan dalam melaksanakan hak asasi manusia yang ditetapkan Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945, yang mana pada prinsipnya dalam melaksanakan hak asasi manusia bukan berarti sebebas-bebasnya melainkan harus menghormati hak orang lain serta tidak boleh bertentangan dengan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Kata Kunci : kedudukan, LGBT, dan UUD 1945.
The aims of the researched is to know how LGBT according to the 1945 Constitution of Indonesia. This research is a normative legal research using a doctrinal approach. The results of the study can be concluded that the 1945 Constitution of Indonesia does not provide space for LGBT groups in Indonesia, because it does not guarantee the fulfillment of rights for LGBT groups even though the 1945 Constitution of Indonesia comprehensively regulates the rights of all citizens who are considered to have fulfilled all aspects of life in the civil and political fields and the right to welfare. LGBT behavior is deemed to have exceeded the limits in implementing human rights as stipulated in Article 28 J paragraph (2) of the 1945 Constitution of Indonesia, which in principle in implementing human rights does not mean free but must respect the rights of others and must not be in conflict with morals, religious values, security and public order in a democratic society.
Keywords: position, LGBT, and 1945 Constitution of Indonesia.1512011024 Lismarini Dewi -2022-03-17T06:24:15Z2022-03-17T06:24:15Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/54885This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/548852022-03-17T06:24:15ZPENCABUTAN TANDA DAFTAR USAHA PARIWISATA OLEH
PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA BERDASARKAN
PERATURAN GUBERNUR NOMOR 18 TAHUN 2018
TENTANG PENYELENGGARAN USAHA PARIWISATAPerizinan merupakan suatu tindakan administrasi negara untuk memberikan atau
memperkenankan suatu tindakan kepada pihak lain atau pemohon berdasarkan
peraturan perundang-undangan, yang sebenarnya merupakan tindakan yang
terlarang, akan tetapi apabila perbuatan tersebut tidak dilarang, maka harus
dilakukan dengan prosedur dan syarat-syarat yang telah ditentukan, dengan tujuan
untuk melakukan pembinaan, pengaturan, pengawasan, dan pengendalia serta
pemberian fasilitas tertentu kepada pihak pemohon izin. Kenyataan dilapangan
masih terdapat pengusaha yang sudah tidak menjalankan usaha sesuai dengan
ketentuan, contohnya Hotel Alexis melakukan pelanggaran Pergub DKI Jakarta
Nomor 18 Tahun 2018. Permasalahan yang akan dijawab yaitu bagaimanakah
kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam melakukan pencabutan izin
usaha pengusaha pariwisata yang melanggar peraturan dan upaya hukum terhadap
pencabutan izin usaha pariwisata yang dapat dilakukan oleh pengusaha pariwisata. Metode penelitian dalam skripsi ini adalah pendekatan secara yuridis normatif dan
pendekatan secara yuridis empiris. Dengan membaca, mengutip serta
menganalisis teori-teori hukum dan peraturan perudang-undangan yang
berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian, sedangkan untuk
melengkapi data primer dilakukan wawancara kepada beberapa narasumber.
Hasil penelitian dan pembahasan ini adalah 1) Pelaksanaan pencabutan Tanda
Daftar Usaha Pariwisata (TDUP) dilakukan jika pengusaha pariwisata terbukti
tidak memenuhi ketentuan yang diatur. Dengan tahapan sanksi administratif
berupa: a. Teguran tertulis pertama, b. Teguran tertulis kedua, c.Tergutan tertulis
ketiga, d. Penghentian sementara kegiatan usaha pariwisata; dan e. Pencabutan
TDUP disertai dengan penutupan usaha pariwisata. Pencabutan langsung
dilakukan terhadap pelanggaran Narkotika, Prostitusi dan perjudian. 2) Upaya
hukum atas pencabutan izin atau Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP) dapat
dilakukan jika pengusaha dirugikan. Pertama, melakukan keberatan dan/atau
banding administratif kepada pejabat yang mengeluarkan surat keputusan
pencabutan. Kedua, Pengusaha mengajukan gugatan kepada Pengadilan Tata
Usaha Negara (PTUN). Kata Kunci : Perizinan, TDUP, DPMPTSP, DKI Jakarta
Licensing is an act of the state administration to give or allow an action to another
party or the applicant based on legislation, which is actually a prohibited action,
but if the act is not prohibited, then it must be done with the procedures and
conditions that have been determined, with the aim of conducting guidance,
regulation, supervision and control and the provision of certain facilities to the
requesting party. Based on the reality in the field there are still entrepreneurs who
have not run a business in accordance with the regulations, For example, Hotel
Alexis has violated laws and regulations. The problem that will be answered is
how is the policy of the DKI Jakarta Provincial Government in revoking business
permits of tourism entrepreneurs who violate regulations and legal efforts towards
the revocation of tourism business licenses that can be carried out by tourism
entrepreneurs.
The research method in this paper is a normative juridical approach and an
empirical juridical approach. By reading, quoting and analyzing legal theories and
legislation related to problems in research, while to complete the primary data,
interviews were conducted with several speakers.
The results of this research and discussion are 1) The revocation of the Tourism
Business Registration (TDUP) is carried out if the tourism entrepreneur is proven
not to meet the provisions that regulate. By setting administrative sanctions in the
form of: a. First written warning, b. Second written warning, c. The third written
statement, d. Temporary Termination of Tourism Business Activities; and e.
Revocation of immediate revocation is carried out against violating Narcotics,
Prostitution and gambling. 2) Legal remedies for Revocation of Permits or
Tourism Business Registration (TDUP) can be done if the entrepreneur is harmed.
First, do an agreement and / or administrative appeal to those who issue
revocation decrees. Secondly, the Entrepreneur submits a lawsuit to the State
Administrative Court (PTUN).
Keywords: Licencing, TDUP, DPMPTSP, DKI Jakarta
1412011058 AULIA IMANULLAH-