Digital Library: No conditions. Results ordered -Date Deposited. 2024-03-29T14:23:11ZEPrintshttp://digilib.unila.ac.id/images/sitelogo.pnghttp://digilib.unila.ac.id/2024-03-28T04:49:55Z2024-03-28T04:49:55Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/79858This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/798582024-03-28T04:49:55ZANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN SANKSI PIDANA
TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM BERUPA PELATIHAN
KERJA PADA TINDAK PIDANA PENCURIAN
(Studi Putusan Nomor: 7/Pid.Sus-Anak/2022/PN Gdt)Anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) merupakan anak yang berkonflik dengan hukum,
yakni anak yang menjadi korban tindak pidana dan anak yang menjadi saksi tindak pidana.
Pelatihan kerja merupakan salah satu alternatif pemidanaan terhadap anak yang berhadapan
dengan hukum (ABH). Tujuan diterapkannya pelatihan kerja terhadap anak yang berhadapan
dengan hukum adalah sebagai bentuk pertanggungjawaban pidana dan sanksi hukum bagi pelaku
tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak berhadapan dengan hukum, serta penerapan
pelaksanaan sanksi pidana pelatihan kerja terhadap anak yang berhadapan dengan hukum (ABH).
Penelitian ini membahas secara komprehensif mengenai dasar pertimbangan hakim dalam
menjatuhkan sanksi pidana berupa pelatihan kerja terhadap anak yang berhadapan dengan hukum
(ABH) pada Putusan Nomor 7/Pid.Sus-Anak/2022/PN Gdt. Pada putusan tersebut terdapat
perbedaan antara tuntutan Jaksa Penuntut Umum dengan putusan Majelis Hakim. Selain itu juga
penelitian ini membahas terkait mekanisme pelaksanaan sanksi pidana pelatihan kerja terhadap
anak yang berhadapan hukum (ABH).
Adapun yang menjadi permasalahan dapat penelitian ini adalah apa yang menjadi dasar
pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap anak yang berhadapan dengan
hukum pada tindak pidana pencurian sehingga tidak sesuai dengan tuntutan Penuntut Umum pada
Putusan Nomor: 7/Pid.Sus-Anak/2022/PN Gdt dan bagaimana pelaksanaan sanksi pidana
pelatihan kerja terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Penelitian ini menggunakan
metode pendekatan normatif yuridis empiris yakni meneliti melalui tentang peraturan perundangundangan yang berlaku dan berdasar studi kepustakaan, serta mewawancara hakim untuk
menganalisis tentang bagaimana pertimbangan hakim dalam membuat putusan.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa dalam memutus suatu perkara khususnya
perkara anak, majelis hakim harus mempertimbangkan apa saja yang menjadi kepentingan terbaik
bagi anak. Hakim harus mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan serta meringankan
berdasarkan fakta-fakta di persidangan sehingga anak dijatuhi hukuman pidana pelatihan kerja.
dalam pelaksanaan pelatihan kerja terdakwa anak akan didampingi oleh Jaksa Penuntut Umum
selaku eksekutor dari putusan majelis hakim. Di lapangan Jaksa Penuntut Umum akan didampingi
oleh Balai Pemasyarakatan yang menyerahkan sekaligus mengawasi anak tersebut.
Kata Kunci: Anak yang Berhadapan Dengan Hukum (ABH), Sanksi Pidana, Dasar Pertimbangan
Hakim, Pidana Pelatihan Kerja
Children in conflict with the law (ABH) are children in conflict with the law, namely children who
are victims of criminal acts and children who are witnesses to criminal acts. Job training is one of
the alternatives to punishment for children dealing with the law (ABH). The purpose of applying
job training to children in conflict with the law is as a form of criminal responsibility and legal
sanctions for perpetrators of theft crimes committed by children in conflict with the law, as well
as the application of the implementation of criminal sanctions for job training for children in
conflict with the law (ABH). This study discusses comprehensively the basis for the judge's
consideration in imposing criminal sanctions in the form of job training for children dealing with
the law (ABH) in Decision Number 7/Pid.Sus-Anak/2022/PN Gdt. In this decision there is a
difference between the charges of the Public Prosecutor and the decision of the Panel of Judges.
In addition, this research also discusses the mechanism for implementing criminal sanctions for
job training for children in conflict with the law (ABH).
The problem of this research is what is the basis for the judge's consideration in imposing criminal
sanctions on children dealing with the law in the crime of theft so that it is not in accordance with
the demands of the Public Prosecutor in Decision Number: 7/Pid.Sus-Anak/2022/PN Gdt and how
the implementation of criminal sanctions for job training for children dealing with the law. This
research uses a normative juridical empirical approach method, namely researching through
applicable laws and regulations and based on literature studies, as well as interviewing judges to
analyze how the judge's consideration in making a decision.
The results of the research and discussion show that in deciding a case, especially a child case, the
panel of judges must consider what is in the best interest of the child. The judge must consider the
aggravating and mitigating circumstances based on the facts at trial so that the child is sentenced
to work training. In the implementation of work training, the child defendant will be accompanied
by the Public Prosecutor as the executor of the judge's decision. In the field, the Public Prosecutor
will be accompanied by the Correctional Center who will hand over and supervise the child.
Keywords: Children Against the Law (ABH), Criminal Sanctions, Judges' Considerations,
Criminal Job TrainingNOVRIANTI TIA 20120112122024-03-21T04:23:19Z2024-03-21T04:23:19Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/79734This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/797342024-03-21T04:23:19ZPELAKSANAAN PRINSIP KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN NEGERI METRO KELAS IB
Indonesia mengalami perjalanan panjang sampai menjadi negara demokrasi seperti saat ini. Terdapat syarat untuk menjadi negara demokrasi, yaitu dengan adanya pengakuan terhadap hak asasi manusia, adanya pemisahan kekuasaan, pemerintahan berdasarkan undang-undang atau pembatasan kekuasaan, asas legalitas atau hukum sebagai pusat tertinggi, dan adanya pengadilan administratif. Kebebasan dalam bentuk hak asasi manusia diselenggarakan di Indonesia yang terjamin dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebagai hukum tertinggi di Indonesia. Hak asasi manusia terdapat berbagai macam hal, salah satunya yang bersinggungan dengan penyelenggaraan negara adalah hak atas informasi publik dilindungi haknya dalam Pasal 28 F Undang-Undang Dasar 1945 sebagai salah satu perwujudan good governance. Permasalahan dalam laporan ini adalah bagaimana pelaksanaan prinsip keterbukaan informasi publik di Pengadilan Negeri Metro Kelas IB dan juga apa saja yang menjadi hambatan Pengadilan Negeri Metro dalam pelaksanaan prinsip keterbukaan informasi publik di Pengadilan Negeri Metro Kelas IB.
Pendekatan masalah yang digunakan adalah penelitian normatif-empiris, pendekatan normatif menggunakan norma atau aturan yang berlaku dan pendekatan empiris melakukan pengamatan atau pengambilan data di lapangan seperti wawancara atau observasi. Amanat Undang-Undang Dasar 1945 berkenaan dengan hak asasi manusia dalam hal informasi yang diatur kembali dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Pelaksanaannya dilakukan dengan adanya turunan peraturan terkhususnya di lingkup Mahkamah Agung dengan adanya Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 1-144/KMA/SK/I/2011 tentang Pedoman Pelayanan Informasi di Pengadilan yang sekarang terjadi perubahan regulasi dengan SK KMA 2-144/KMA/SK/VIII/2022 tentang Standar Pelayanan Informasi Publik di Pengadilan. Pengambilan data di lapangan dengan metode wawancara, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sumber data yang digunakan terdapat data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan secara studi kepustakaan dan pengambilan langsung di lapangan, selanjutnya dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif yang menjabarkan teori-teori umum, lalu dilakukan observasi pada objek.
Hasil penelitian dan pembahasan memperlihatkan bahwa Pengadilan Negeri Metro Kelas IB sudah menerapkan Keterbukaan Informasi Publik dengan baik dari hasil wawancara tidak langsung dan wawancara langsung di Pengadilan Negeri Metro Kelas IB. Prinsip-prinsip keterbukaan informasi publik seperti 1) informasi tersedia dan terbuka, 2) informasi yang dikecualikan ketat dan terbatas, 3) dilaksanakan dengan cepat, tepat waktu, murah, dan mudah, dan 4) kerahasiaan informasi didasarkan perundang-undangan, kepatutan, dan kepentingan umum, berdasarkan analisis yang dilakukan semuanya telah dilaksanakan dan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008, hanya saja dalam pelaksanaan teknisnya terdapat hal-hal yang perlu ditingkatkan seperti belum menggunakan aplikasi e-LID, borang pada website yang belum terbarukan, dan masih terdapat permohonan yang ditolak karena belum dikuasai atau didokumentasikan. Adapun saran dari penulis, hendaknya memberikan rancangan anggaran untuk beralih ke era digital atau jika belum bisa menggunakan e-LID yang digunakan dalam lingkup Mahkamah Agung, informasi, borang atau gform yang digunakan untuk layanan informasi diperbarui informasinya. Agar terus relevan dengan keadaan, dikarenakan hal-hal yang berkenaan dengan informasi sifatnya dinamis yang terus dapat berubah-ubah. Tentunya harus selalu diperhatikan untuk pelaksanaan Keterbukaan Informasi Publik yang lebih baik dalam mewujudkan good governance yang sesuai dengan aturan hukum yang ada.
Kata Kunci : Keterbukaan Informasi, Instansi Publik, Hak Asasi Manusia. DIAN INSANI ANIK20120113942024-03-05T03:29:21Z2024-03-05T03:29:21Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/79614This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/796142024-03-05T03:29:21ZPERAN ADVOKAT DALAM PEMBELAAN KLIEN PADA PERKARA
TINDAK PIDANA JAMINAN FIDUSIA
(Studi pada Kantor Hukum WFS dan Rekan di Kota Bandar Lampung)Advokat merupakan seseorang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam
maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan
undang-undang. Salah satu peran advokat adalah melakukan pembelaan terhadap
klien pada perkara tindak pidana fidusia, baik pada pemeriksaan penyidikan
maupun pada proses persidangan. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
bagaimanakah peran advokat Kantor Hukum WFS dan Rekan Kota Bandar
Lampung dalam pembelaan klien pada perkara tindak pidana jaminan fidusia dan
apakah faktor-faktor penghambat peran advokat Kantor Hukum WFS dan Rekan
Kota Bandar Lampung dalam pembelaan klien pada perkara tindak pidana jaminan
fidusia.
Pendekatan masalah yang digunakan yuridis normatif. Pengumpulan data
dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan. Narasumber penelitian
adalah advokat pada Kantor Hukum WFS dan Rekan Kota Bandar Lampung.
Pengolahan data dilakukan dengan seleksi data, klasifikasi data dan sistematisasi
data. Selanjutnya data dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Peran Advokat Kantor Hukum WFS dan
Rekan Kota Bandar Lampung dalam pembelaan klien pada perkara tindak pidana
jaminan fidusia dilaksanakan dengan melakukan pendampingan terhadap klien
dalam proses pemeriksaan penyidikan. Peran lainnya adalah melakukan pembelaan
terhadap klien dalam proses pemeriksaan persidangan dengan menyampaikan nota
pembelaan (pledoi) kepada Majelis Hakim sebagai bahan pertimbangan bagi
Majelis Hakim untuk memutus perkara dengan seadil-adilnya. Faktor yang
menghambat peran Advokat Kantor Hukum WFS dan Rekan Kota Bandar
Lampung dalam pembelaan klien pada perkara tindak pidana jaminan fidusia
adalah masih adanya penilaian atau pandangan dari masyarakat bahwa apabila
seseorang sudah diproses dan ditetapkan sebagai terangka penyidik maka sudah
pasti bersalah. Hal ini dapat berdampak pada timbulnya keputus asaan klien dalam
menghadapi proses hukum, sehingga dapat menghambat advokat dalam menggali
data dan informasi secara mendalam dari klien.
Saran dalam penelitian ini adalah kepada Majelis hakim yang menangani perkara
tindak pidana fidusia hendaknya dapat menjadikan nota pembelaan atau pledoi,
khususnya analisis terhadap surat dakwaan dan analisis terhadap unsur-unsur pasal
yang didakwakan sebagai pertimbangan untuk memutus perkara dengan seadiladilnya. Hendaknya masyarakat memahami bahwa pemeriksaan seseorang dalam
proses penyidikan dan penetapannya sebagai tersangka tidak serta merta
menjadikan seseorang tersebut menjadi bersalah dan atau pasti melakukan tindak
pidana sebagaimana disangkakan. Hal ini penting mengingat seseorang baru
dinyatakan bersalah setelah ada putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap.
Kata Kunci: Peran, Advokat, Pembelaan Klien, Fidusia
An advocate is someone whose profession is to provide legal services, both inside
and outside the court, who meet the requirements based on the provisions of the
law. One of the roles of an advocate is to defend clients in fiduciary criminal cases,
both during investigative examinations and during the trial process. The
formulation of the problem in this research is what is the role of advocates from the
WFS Law Office and Bandar Lampung City Partners in defending clients in
fiduciary crime cases and what are the factors inhibiting the role of WFS Law Office
and Bandar Lampung City Partners advocates in defending clients in collateral
crime cases? fiduciary.
The problem approach used by normative juridical. Data collection was carried
out using literature studies and field studies. The research sources were advocates
at the WFS Law Office and Bandar Lampung City Partners. Data processing is
carried out by data selection, data classification and data systematization. Next,
the data was analyzed qualitatively.
The results of this research indicate that the role of WFS Law Office Advocates and
Bandar Lampung City Partners in defending clients in fiduciary criminal cases is
carried out by assisting clients in the investigative examination process. Another
role is to defend clients in the trial examination process by submitting a defense
note (pledoi) to the Panel of Judges as material for consideration by the Panel of
Judges to decide the case as fairly as possible. The factor that hampers the role of
WFS Law Office Advocates and Bandar Lampung City Partners in defending clients
in fiduciary criminal cases is that there is still an assessment or view from the public
that if someone has been processed and determined to be a suspect by investigators
then they are definitely guilty. This can have an impact on the emergence of client
despair in facing the legal process, so that it can hinder advocates from exploring
in-depth data and information from clients.
The suggestion in this research is that the panel of judges handling fiduciary
criminal cases should be able to make a defense note or plea, especially an analysis
of the indictment and an analysis of the elements of the articles charged as
considerations for deciding the case as fairly as possible. The public should
understand that examining someone during the investigation process and
determining him as a suspect does not necessarily make that person guilty and/or
certain to have committed a criminal act as alleged. This is important considering
that a person is only declared guilty after a judge's decision has permanent legal
force.
Keywords: Role, Advocate, Client Defense, FiduciaryRAFIF ASSHIDQI MUHAMMAD 20120111092024-02-27T02:37:34Z2024-02-27T02:37:34Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/79554This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/795542024-02-27T02:37:34ZANALISIS PERAN BENEFICIAL OWNERSHIP YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PADA PERSEROAN TERBATASKepemilikan atas sebuah perseroan terbatas yakni dibuktikan dengan lembar saham
yang dimiliki pemegang saham yang tertera pada daftar pemegang saham. Semakin
berkembangnya dunia bisnis, saham mampu di miliki oleh perseorangan yakni
pemilik manfaat yang memiliki pengaruh penuh terhadap kebijakan atas sebuah
perseroan terbatas yang dimilikinya. Pemilik manfaat sendiri memang belum diatur
secara eksplisit dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas sebagai payung hukum dari perseroan terbatas itu sendiri.
Peran dari Pemilik Manfaat yang terbukti secara sah melakukan tindak pidana
pencucian uang dengan menggunakan perseroan terbatas sendiri dengan berusaha
untuk memanfaatkan dari struktur organisasi yang tersembunyi dan sangat sulit
dilacak keberadaanya, Pemilik manfaat yang melakukan upaya dalam pencucian
uang yang dihasilkan dari harta yang tidak sah. Yang kemudian dalam hal ini
Pemilik manfaat perlu dimintai pertanggungjawabannya atas apa yang telah
diperbuat sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencuci Uang dan juga Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana.Yuliansyah Wahyu20120111242024-02-23T07:05:45Z2024-02-23T07:05:45Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/79500This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/795002024-02-23T07:05:45ZPERTANGGUNGJAWABAN AHLI DALAM MEMBERIKAN KETERANGAN PADA KASUS PERCOBAAN PEMBUNUHANDalam setiap peradilan tindak pidana, tidak jarang kita menemukan Dokter Forensik sebagai ahli terutama dalam kasus kematian tidak wajar.Forensik merupakan cara untuk membuktikan atau mengungkap kasus agar mendapatkan kebenaran yang sesungguhnya. Banyak masyarakat yang belum paham terkait peran ahli dalam persidangan. Selain kasus pembunuhan, kasus percobaan pembunuhan adalah salah satu kasus yang menggunakan ahli seperti pada putusan Nomor 93/Pid.B/2022/PN Met. Maka, rumusan masalah pada penelitian ini yaitu: Pertama, Bagaimana peran ahli dalam persidangan kasus percobaan pembunuhan? Kedua, Bagaimana keabsahan Visum et Repertum yang dikeluarkan dan dampaknya apabila terdapat kesalahan?. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran ahli dalam persidangan dan keabsahan keterangan yang diberikan oleh ahli tersebut. Adapun metode yang digunakan pada penelitian ini adalah yuridis empiris, dimana penulis terjun langsung ke lapangan untuk melihat fakta yang terjadi dan mewawancarai langsung narasumber.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterangan ahli diteliti secara cermat karena sesuai dengan Pasal 184 ayat (1) KUHAP, dimana keterangan ahli menempati urutan kedua setelah keterangan. Selain dalam KUHAP, persoalan pengambilan keterangan ahli juga diatur dalam KUHAP. Dalam hal ini KUHP mengatur sanksi pidana bagi ahli yang menolak memberikan keterangan dalam penyidikan perkara pidana. Dalam KUHAP, keterangan ahli merupakan alat pembuktian untuk memperoleh kebenaran materil. Seperti yang dikatakan Andi Hamzah, yang terpenting dalam hukum acara pidana adalah membuktikan apakah terdakwa benar-benar melakukan perbuatan yang dituduhkan atau tidak, karena dengan demikian hak asasi manusia menjadi taruhannya. Untuk itu hukum acara pidana bertujuan untuk mencari kebenaran materiil yang diperoleh melalui alat bukti. Dalam hal validitas data yang dihasilkan oleh dokter, dokter dianggap benar-benar melakukan praktik kedokteran, dibandingkan dengan profesi medis. Profesi medis adalah struktur sosial dan profesional yang terdiri dari sekelompok orang yang dididik secara formal dan diberi wewenang untuk menerapkan ilmu kedokteran.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang dokter terikat dengan sumpah jabatannya, dan wajib menulis Visum et Repertum sesuai fakta yang ada. Maka meskipun di suatu daerah tersebut tidak ada dokter forensik, penyidik dapat meminta dokter manapun untuk memberikan keterangan. Dan apabila seorang dokter melakukan kesalahan dengan sengaja, maka akan dikenakan sanksi pidana, perdata ataupun sanksi administrasi.
Kata kunci : Visum et Repertum, keterangan ahli, percobaan pembunuhan.Ocha Indah Kesuma Gabriella20120113722024-02-23T03:05:51Z2024-02-23T03:05:51Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/79373This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/793732024-02-23T03:05:51ZEVALUASI TERHADAP PELAKSANAAN PENGELOLAAN LAPORAN ZAKAT BAZNAS KOTA BANDAR LAMPUNG BERDASARKAN PASAL 29 UU NOMOR 23 TAHUN 2011Penelitian ini secara khusus mengfokuskan pada evaluasi pelaksanaan pengelolaan laporan zakat oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kota Bandar Lampung, dengan merinci aspek kepatuhan, transparansi, serta mengidentifikasi kendala yang dihadapi. Tujuan utama penelitian adalah untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang sejauh mana BAZNAS Kota Bandar Lampung mematuhi ketentuan hukum yang diatur oleh Pasal 29 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011. Metodologi penelitian melibatkan analisis tingkat kepatuhan BAZNAS Kota Bandar Lampung dalam menyusun dan menyampaikan laporan tahunan berdasarkan PSAK No. 109. Pendekatan syariah mencakup observasi akad, penilaian kontrak, pendekatan dokumen, berbasis Maqashid Shariah, dan laporan keuangan. Tingkat transparansi diukur dengan menggunakan Indeks Transparansi Laporan Organisasi Pengelola Zakat (ITRANS OPZ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa BAZNAS Kota Bandar Lampung berhasil memperoleh nilai ITRANS OPZ sebesar 0.89, yang menunjukkan kategori transparan. Temuan lainnya mencakup tingkat kepatuhan terhadap PSAK No. 109, di mana BAZNAS Kota Bandar Lampung telah melaksanakan prosedur sesuai peraturan yang berlaku. Namun, temuan juga mencatat adanya distribusi laporan yang bersifat informal dan hambatan literasi teknologi sebagai kendala utama. Kesimpulan penelitian ini menekankan bahwa, BAZNAS Kota Bandar Lampung telah mengambil langkah-langkah positif dalam melaksanakan prosedur sesuai regulasi, tantangan distribusi informal laporan dan hambatan literasi teknologi perlu diatasi.
Kata Kunci: BASZNAS Kota Bandar Lampung, Laporan Zakat, Kepatuhan, Transparansi, PSAK 109, ITRANS OPZ, Hambatan Literasi Teknologi
This study specifically focuses on evaluating the implementation of zakat report management by the National Amil Zakat Agency (BAZNAS) of Bandar Lampung City, detailing aspects of compliance, transparency, and identifying encountered challenges. The main objective of the research is to gain a profound understanding of the extent to which BAZNAS of Bandar Lampung City complies with the legal provisions regulated by Article 29 of Law Number 23 of 2011. The research methodology involves analyzing the level of compliance of BAZNAS of Bandar Lampung City in preparing and presenting annual reports based on PSAK No. 109. The Sharia approach includes contract observation, contract assessment, document-based approach, Maqashid Shariah-based, and financial reports. The transparency level is measured using the Transparency Index of Zakat Organization Reports (ITRANS OPZ). The research findings indicate that BAZNAS of Bandar Lampung City has successfully obtained an ITRANS OPZ score of 0.89, indicating a transparent category. Other findings include compliance with PSAK No. 109, where BAZNAS of Bandar Lampung City has implemented procedures in accordance with applicable regulations. However, the findings also note the existence of informal distribution of reports and technological literacy barriers as the main obstacles. The conclusion of this research emphasizes that BAZNAS of Bandar Lampung City has taken positive steps in implementing procedures in accordance with regulations; however, challenges such as informal report distribution and technological literacy barriers need to be addressed.
Keywords: BAZNAS Bandar Lampung City, Zakat Report, Compliance, Transparency, PSAK 109, ITRANS OPZ, Technological Literacy Barriers
AINI BANUWA BEFIAROSA19520110642024-02-23T03:00:18Z2024-02-23T03:00:18Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/79370This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/793702024-02-23T03:00:18ZIMPLEMENTASI KETENTUAN PIDANA PASAL 39 UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT TERHADAP PEMBERIAN HAK AMILPENGELOLA ZAKAT TIDAK SAH DI KOTA BANDAR LAMPUNGPenelitian ini membahas peran penting Amil Zakat dalam pengelolaan zakat dan menyoroti masalah keberadaan Amil Zakat di Bandar Lampung yang tidak diangkat dan tidak sah oleh pemerintah (Imam) namun tetap mendapatkan hak amil. Penulis menerapkan pendekatan normatif-empiris dengan menggunakan data primer serta sekunder.
Penelitian ini difokuskan pada ketentuan pidana dalam Pasal 39 UU No 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat bagi pengelola yang tidak terdaftar yang diberikan hak istimewa amil. Sesuai dengan UU No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, penelitian ini juga berupaya untuk mengetahui legalitas pemberian hak amil kepada pengelola zakat yang tidak terdaftar di Kota Bandar Lampung, serta efektifitas sanksi pidana bagi pengelola zakat dalam menumbuhkan ketertiban dan kepastian zakat.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa pengurus masjid yang berperan sebagai amil zakat menjadi sasaran praktik pemberian keistimewaan amil kepada Pengelola Zakat di Bandar Lampung. Dana yang diperoleh dari zakat fitrah dan zakat mal merupakan satu-satunya sumber pendanaan hak amil. Dana zakat yang diperuntukkan bagi hak amil adalah sebesar 12,5% dari sisa dana setelah diberikan bagiannya kepada fakir miskin dan berkekurangan. Saat ini belum efektif menggunakan sanksi pidana bagi pengelola zakat yang tidak sah demi terciptanya ketertiban dan kepastian zakat sesuai dengan UU No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Sebab, peraturan perundang-undangan tersebut berdasarkan PP Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, sehingga tidak ada satu pun ketentuan yang boleh dikonstruksikan, legalitas pelaksanaan pemberian hak amil pada pengelola zakat dapat dikatakan sah atau legal apabila komunitas muslim di wilayah tersebut belum dapat dijangkau oleh BAZNAS serta LAZ.
Kata Kunci : Amil, Tidak Sah, Sanksi
This research discusses the important role of Zakat Amil in zakat management and highlights the issue of the presence of Zakat Amil in Bandar Lampung who are not appointed and not authorized by the government (Imam) but still receive the right to act as Amil. The author applies a normative-empirical approach using both primary and secondary data.
The study focuses on the penal provisions in Article 39 of Law No. 23 of 2011 concerning zakat management for unregistered managers who are given the special privilege of being Amil. In accordance with Law No. 23 of 2011 concerning Zakat Management, this research also seeks to determine the legality of granting the right to act as Amil to unregistered zakat managers in the city of Bandar Lampung, as well as the effectiveness of penal sanctions for zakat managers in fostering order and certainty in zakat.
The research findings indicate that mosque administrators who act as Zakat Amil are the target of the practice of granting the privilege of being Amil to Zakat Managers in Bandar Lampung. Funds obtained from zakat fitrah and zakat mal are the only sources of funding for the Amil's right. The zakat funds allocated for the Amil's right amount to 12.5% of the remaining funds after their allocation to the poor and needy. Currently, penal sanctions for unauthorized zakat managers are not effective in creating order and certainty in zakat in accordance with Law No. 23 of 2011 concerning Zakat Management. This is because the legislation is based on Government Regulation No. 14 of 2014 concerning the Implementation of Law No. 23 of 2011 concerning Zakat Management, so there are no provisions that can be construed. The legality of granting the right to act as Amil to zakat managers can be deemed legitimate or legal if the Muslim community in the area has not been reached by BAZNAS and LAZ.
Keywords: Amil, Unauthorized, Sanctions
REYNALDI NEDYA MOCH 19120113642024-02-23T02:40:11Z2024-02-23T02:40:11Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/79354This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/793542024-02-23T02:40:11ZPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DATA DAN INFORMASI PRIBADI DALAM SISTEM MANAJEMEN INFORMASI BAZNAS (SiMBA)Dalam perlindungan hukum terhadap data dan informasi pribadi dalam sistem manajemen informasi BAZNAS sangatlah penting. Sebagai pengguna kemanfaatan teknologi digital, perlu memahami bagaimana keamanan terhadap data dan informasi yang disimpan dalam media digital agar terhindar dari kebocoran data. Sebagai salah satu bagian dari teknologi, SiMBA perlu memperhatikan regulasi dan sistem keamanan agar data yang tersimpan tidak diretas oleh pihak ilegal. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normative. Penelitian ini menggunakan sumber data primer dan data sekunder. Narasumber dalam penelitian ini adalah Penanggung jawab SiMBA yang mengelola data dan informasi muzaki di Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kota Bandar Lampung. Penelitian ini menganalisis data secara kualitatif, yakni menganalisis data primer dan sekunder guna menarik hasil kesimpulan. Hasil dari penelitian ini yaitu dalam pelaksanaan perlindungan terhadap data dan informasi pribadi di Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kota Bandar Lampung, yang pertama penerapan di Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kota Bandar Lampung, telah menjalankan perlindungan keamanan data tersebut dengan hanya mengizinkan pihak internal untuk mengakses data tersebut. Yang kedua bahwa Baznas kota Bandar Lampung sebagai user mengikuti ketentuan Undang-undang dalam menjaga data dan informasi secara teknis.
Kata Kunci : Perlindungan, SiMBA
The legal protection of personal data and information in the BAZNAS information management system is very important. As a user of the benefits of digital technology, it is necessary to understand how the security of data and information stored in digital media in order to avoid data leakage. As one part of technology, SiMBA needs to pay attention to regulations and security systems so that the stored data is not hacked by illegal parties. This research uses a normative juridical approach method. This research uses primary data sources and secondary data. The resource person in this research is the person in charge of SiMBA who manages muzaki data and information at the National Amil Zakat Agency (BAZNAS) of Bandar Lampung City. This research analyzes data qualitatively, namely analyzing primary and secondary data to draw conclusions. The results of this study are in the implementation of protection of personal data and information at the National Amil Zakat Agency (BAZNAS) of Bandar Lampung City, the first implementation at the National Amil Zakat Agency (BAZNAS) of Bandar Lampung City, has implemented the protection of data security by only allowing internal parties to access the data. The second is that Baznas Bandar Lampung city as a user follows the provisions of the Law in maintaining data and information securely.
Keywords: Protection, SiMBA
AISYAH SITI 19120111232024-02-21T04:30:01Z2024-02-21T04:30:01Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/79202This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/792022024-02-21T04:30:01ZANALISIS IMPLEMENTASI PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA ASPERINDO PROVINSI LAMPUNG DENGAN BNN PROVINSI LAMPUNG TENTANG PENCEGAHAN, PEMBERANTASAN, PENYALAHGUNAAN, DAN PEREDARAN GELAP
NARKOTIKA DI LINGKUNGAN ASPERINDO
PROVINSI LAMPUNG Perjanjian merupakan suatu kesepakatan antara dua pihak atau lebih yang saling
menyanggupi untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan suatu perbuatan
tertentu. Dalam konteks hukum, perjanjian merupakan suatu bentuk kontrak yang
mengikat para pihak yang terlibat. Perjanjian biasanya diatur oleh aturan hukum
dan dapat mencakup berbagai bidang seperti Kerja sama, bisnis, properti,
pekerjaan, atau hal-hal lainnya.
Peredaran gelap Narkotika merujuk pada kegiatan ilegal yang melibatkan produksi,
distribusi, penyalahgunaan, dan perdagangan narkotika tanpa izin resmi dari
otoritas yang berwenang. Peredaran gelap narkotika sering kali melibatkan jalur
penyelundupan, distribusi ilegal, dan pengedaran di pasar gelap, bahkan sebagai
jalan alternatif menggunakan jasa pengiriman barang yang legal seperti perusahaan
yang tergabung dalam ASPERINDO untuk melaksanakan penyelundupannya.
Dalam Pasal 74 Ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009, dijelaskan bahwa Perkara
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, termasuk
perkara yang didahulukan dari perkara lain untuk diajukan ke pengadilan guna
penyelesaian secepatnya, dan menjadi tugas BNN dalam pencegahannya. Maka untuk membantu percepatan penurunan perkara peredaran gelap narkotika,
sebuah perjanjian kerjasama oleh BNN sebagai badan yang berwenang, diperlukan
di sektor-sektor yang sekiranya menjadi lahan strategis untuk melakukan peredaran
gelap narkotika, seperti perusahaan jasa pengiriman barang yang tergabung dalam
ASPERINDO.
Kata kunci: Perjanjian Kerjasama, BNN, ASPERINDO.
An agreement is an agreement between two or more parties who mutually
undertake to carry out or not carry out a certain act. In a legal context, an
agreement is a form of contract that binds the parties involved. Agreements are
usually governed by legal rules and can cover various areas such as Cooperation,
business, property, employment, or other matters.
Narcotics trafficking refers to illegal activities involving the production,
distribution, abuse and trade of narcotics without official permission from the
competent authorities. Illegal narcotics trafficking often involves smuggling routes,
illegal distribution and distribution on the black market, even as an alternative way
of using legal goods delivery services such as companies that are members of
ASPERINDO to carry out the smuggling.
In Article 74 Paragraph (1) of Law no. 35 of 2009, it is explained that cases of
abuse and illicit trafficking of Narcotics and Narcotics Precursors, including cases
that take priority over other cases to be submitted to court for immediate resolution,
and it is the BNN's duty to prevent them.So, to help accelerate the reduction in cases of illicit narcotics trafficking, a
cooperation agreement by BNN as the authorized body is needed in sectors that are
considered strategic areas for illicit narcotics trafficking, such as goods delivery
service companies that are members of ASPERINDO.
Keywords: Cooperation Agreement, BNN, ASPERINDO.JUAN JONATHAN 20520110022024-02-21T04:11:09Z2024-02-21T04:11:09Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/79198This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/791982024-02-21T04:11:09ZANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TENTANG PUTUSAN DIBAWAH
MINIMUM KHUSUS DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA
(Studi Putusan Nomor 119/PID.SUS/2022/PT TJK)
Tujuan UU No. 35 Tahun 2009 menunjukkan bahwa narkotika tidak boleh
digunakan di luar kepentingan tersebut dan hanya dapat digunakan oleh dokter
atau pakar kesehatan yang telah resmi dengan dosis yang tepat. Hal tersebut juga
diperjelas dengan Pasal 7 UU No. 35 Tahun 2009 bahwa, “Narkotika hanya dapat
digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi”. Ketentuan pidana dalam penyalahgunaan narkotika,
diatur mengenai pidana minimum khusus dan pidana maksimum khusus. Dapat
dilihat dalam Pasal 112 Ayat (1) Undang-undang Narkotika 2009 yang
rumusannya sebagai berikut : Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum
memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan
tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan
paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit “paling Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.
8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).” Adanya redaksi kalimat “paling
singkat 4 (empat) tahun” untuk pidana minimum khusus dan “paling lama 12 (dua
belas) tahun” untuk pidana maksimum khusus merupakan penanda bahwa dalam
pasal tersebut terkandung ketentuan minimum dan maksimum pemidanaan.
Namun dalam penerapannya ada perkara yang diputus dibawah minimum khusus,
sehingga dalam hal ini penulis mengkaji masalah yang pertama bagaimana
pertimbangan hukum hakim dalam memutuskan perkara nomor
119/PID.SUS/2022/PT TJK dan masalah kedua bagaimana pengaruh SEMA No. 3
Tahun 2015 terhadap putusan hakim dalam menjatuhkan pidana dibawah
minimum khusus tindak pidana narkotika.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dalam metode
penulisannya dan jenis data yang digunakan adalah data sekunder dengan
pengumpulan data melalui kepustakaan.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan ini didasarkan pada telaah studi
kepustakaan dan analisis kasus terkait putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang
yang memberikan pertimbangan positif terhadap Putusan Pengadilan Negeri
Menggala dalam perkara narkotika. Peneliti menyoroti tiga aspek pertimbangan
hakim, yakni yuridis, sosiologis, dan filosofis, dalam menjatuhkan putusan di
bawah minimum khusus. Peradilan Indonesia mengadopsi sistem pembuktian
Negatief Wettelijk Bewijstheorie, di mana kesalahan terdakwa ditentukan oleh
keyakinan hakim berdasarkan bukti yang sah. Penelitian ini menunjukkan bahwa
pedoman hakim dalam memutuskan perkara narkotika di bawah minimum khusus
dipengaruhi oleh Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2015 dan
SEMA Nomor 2 Tahun 2010, yang mengatur terdakwa hanya sebagai pemakai
atau penyalahguna narkotika dengan barang bukti relatif kecil. Dari hasil
penelitian ini, penulis memberikan saran kepada para hakim untuk selalu
mempertimbangkan aspek yuridis, sosiologis, dan filosofis dalam memutuskan
suatu perkara guna menciptakan kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan
bagi semua pihak. Penulis juga menyarankan pembaruan terhadap ketentuan alam
SEMA agar sejajar dengan undang-undang atau keputusan Mahkamah Konstitusi
ketika diperlukan, sehingga penegakan hukum dapat tetap konsisten.
Penulis mengkaji apa yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam
memutuskan perkara narkotika dengan putusan dibawah minimum khusus dengan
melihat 3 (tiga) aspek pertimbangan putusan hakim. Menurut penulis majelis
hakim Pengadilan Negeri Menggala dalam menjatuhkan putusan sudah
mempertimbangkan pertimbangan yuridis, sosiologis dan filosofis. Yang menjadi
pedoman pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dibawah minimum
khusus berdasarkan peraturan yang berlaku ialah adanya Surat Edaran Mahkamah
Agung (SEMA) Nomor 3 Tahun 2015 pada pembuktian di persidangan dengan
ketentuan terdakwa hanya sebagai pemakai atau penyalahgunaan narkotika dan
berat barang bukti relatif kecil yang diatur dalam SEMA Nomor 2 Tahun 2010.
Kata kunci : Narkotika, Pidana Minimum Khusus, Pertimbangan Hakim.
The purpose of Law no. 35 of 2009 indicates that narcotics should not be used
outside of these purposes and can only be used by doctors or authorized health
experts in the correct dosage. This is also clarified in Article 7 of Law no. 35 of
2009 that, "Narcotics can only be used for the purposes of health services and/or
the development of science and technology". Criminal provisions in narcotics
protection regulate special minimum penalties and special maximum penalties. It
can be seen in Article 112 Paragraph (1) of ithe 2009 Narcotics Law, the
formulation of which is as follows: Every person who, without right or againstithe
law, possesses, keeps, controls, or provides Class I non-plant Narcotics, shall be
punished with imprisonment for a minimum of 4 (four) years and a maximum of
12 (twelve) years and a fine of at least Rp. 800,000,000.00 (eight hundred million
rupiah) and a maximum of Rp. 8,000,000,000.00 (eight billion rupiah).”
Theredaction of the sentence "a minimum of 4 (four) years" for a special
minimum sentence and "a maximum of 12 (twelve) years" for a special maximum
sentence is a sign that the article contains provisions for minimum and maximum
sentences. However, in its application there are cases that are decided below the
special minimum, so in this case the author examines the first problem, how the
judge's legal considerations are in deciding case number 119/PID.SUS/2022/PT
TJK and the second problem, how the influence of SEMA No. 3 of 2015
regarding the judge's sentencing for crimes below the minimum specifically for
narcotics crimes.
This research uses a normative juridical approach in its writing method and the
type of data used is secondary data with data collection through the literature.
Based on the results of this research and discussion, it is based on a literature
review and case analysis related to the decision of the Tanjung Karang High Court
which gave positive consideration to the decision of the Menggala District Court
in a narcotics case. The researcher highlights three aspects of the judge's
consideration, namely juridical, sociological, and philosophical, in imposing a
verdict below the special minimum. The Indonesian judiciary adopts the Negatief
Wettelijk Bewijstheorie evidentiary system, in which the guilt of the defendant is
determined by the judge's belief based on valid evidence. This research shows that
judges' guidelines in deciding narcotics cases under the special minimum are
influenced by Supreme Court Circular Letter Number 3 of 2015 and SEMA
Number 2 of 2010, which regulates defendants only as users or abusers of
narcotics with relatively small evidence. From the results of this study, the author
provides advice to judges to always consider juridical, sociological, and
philosophical aspects in deciding a case in order to create legal certainty, justice,
and benefits for all parties. The author also suggests updating the natural
provisions of the SEMA to be in line with the law or decisions of the
Constitutional Court when necessary, so that law enforcement can remain
consistent.
The author examines what is the basis for the judge's consideration in deciding
narcotics cases with verdicts below the special minimum by looking at 3 (three)
aspects of consideration of the judge's decision. According to the author, the
judges of the Menggala District Court in handing down the verdict have
considered juridical, sociological and philosophical considerations. What guides
the judge's consideration in imposing a verdict below the special minimum based
on applicable regulations is the existence of Supreme Court Circular Letter
(SEMA) Number 3 of 2015 on evidence at trial provided that the defendant is
only a user or abuser of narcotics and the weight of evidence is relatively small as
regulated in SEMA Number 2 of 2010.
Keywords: Narcotics, Special Minimum Sentence, Judge's Consideration. HONEY DEBORA RIEKE 2052011128 2024-02-21T02:42:30Z2024-02-21T02:42:30Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/79173This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/791732024-02-21T02:42:30Z
TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN PERJANJIAN HIBAH TANAH
KAS DESA UNTUK PEMBANGUNAN PUSKESMAS RAWAT INAP DI
PEKON REJOSARI KEC. PRINGSEWU PROVINSI LAMPUNGPenelitian ini bertujuan untuk membahas dan mengkaji mengenai pengelolaan
tanah yang dimiliki pemerintah desa sesuai dengan amanat Peraturan Dalam
Negeri Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa. Selain itu, penelitian
ini akan mengkaji bagaimana mekanisme dan bentuk perjanjian yang digunakan
daalam proses hibah yang melibatkan obyek tanah kas desa, khususnya di daerah
Pekon Rejosari, Kecamatan Pringsewu, Provinsi Lampung. Perjanjian hibah yang
dikaji dibuat antara Pemerintah Desa Pekon Rejosari dengan Dinas Kesehatan
Provinsi Lampung untuk pembangunan Pusat Kesehatan Masyarakat
(PUSKESMAS).
Dengan demikian penelitian dapat berfungsi untuk mengetahui bagaimana
pelaksanaan hibah tanah kas desa dan bentuk perjanjian yang dibuat. Penelitian ini
mekanisme hibah tanah kas desa dan bentuk perjanjian yang dibuat. Penelitian ini
berjenis normatif empiris dengan mengkaji langsung data dari lapangan dan
pengambilan keterangan dari wawancara langsung pihak yang berkaitan. Untuk
mendapatkan hasil penelitian ini digunakan analisis data deskriptif untuk untuk
memecahkan masalah dalam penelitian. Hasil penelitian menyatakan bahwa
perjanjian diantara pemerintah desa di Pekon Rejosari sebagai pemilik tanah kas
desa dengan Dinas Kesehatan dianggap sah karena dibuat dalam bentuk tertulis
meskipun perjanjian yang terjadi pada tahun 2018 telah menyimpang dari aturan
yang berlaku.
Kata Kunci : Hukum Perjanjian, hibah, tanah kas desa, pengelolaan aset desa.
This research aims to discuss and examine the management of land owned by the
village government in accordance with the mandate of Domestic Regulation
Number 1 of 2016 concerning Village Asset Management. Apart from that, this
research will examine the mechanisms and forms of agreements used in the grant
process involving village treasury land objects, especially in the Pekon Rejosari
area, Pringsewu District, Lampung Province. The grant agreement studied was
made between the Pekon Rejosari Village Government and the Lampung
Provincial Health Service for the construction of a Community Health Center
(PUSKESMAS).
In this way, research can function to find out how village treasury land grants are
implemented and the form of agreement made. This research examines the
mechanism the village treasury land grant mechanism and the form of agreement
made. This research is an empirical normative type by directly examining data
from the field and taking information from direct interviews with related parties.
To obtain the results of this research, descriptive data analysis was used to solve
problems in the research. The research results stated that the agreement between
the village government in Pekon Rejosari as the owner of the village treasury land
and the Health Service was considered valid because it was made in written form
even though the agreement that occurred in 2018 had deviated from the applicable
regulations.
Key Word : Agreement Law, grants, village treasury land, village asset
management.
AKHWAN PUTRI RAKHMA MEILIA19120113312024-02-20T07:50:58Z2024-02-20T07:50:58Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/79129This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/791292024-02-20T07:50:58ZPENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PELAKU
PERJUDIAN ONLINE
(Studi Putusan Nomor 2/Pid.B/2022/PN. Met)Perjudian jenis Togel (toto gelap) merupakan permainan judi yang cukup
banyak dijumpai dikalangan masyarakat, perjudian jenis ini dilakukan dengan
cara menebak dua angka atau lebih. Bila tebakannya tepat maka pembeli
mendapatkan hadiah beberapa kali lipat dari jumlah yang dipertaruhkan, seiring
pesatnya perkembangan zaman permainan ini dapat dengan mudah dimainkan
baik secara konvensional maupun online. Pelaku perjudian online memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi sebagai sarana perjudian modern, dengan
adanya komputer dalam jaringan skala yang luas tentunya akan menjadikan
keuntungan besar daripada judi konvensional. Selain mudah juga aman dari
jangkauan pihak yang berwenang (kepolisian) dari pada judi yang dilakukan secara
konvensional. Inilah yang menjadikan judi togel online belum begitu efektif
penanggulangannya serta dalam proses penindakan dan jeratan hukumnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan yang diangkat dari penelitian ini yaitu:
1). Bagaimana penegakan hukum terhadap tindak pidana perjudian online jika
ditinjau dari Peraturan Perundang-undangan? 2). Bagaimana perspektif Hakim
dalam Memutus perkara terhadap pelaku tindak pidana perjudian online pada
Putusan Nomor 2/Pid.B/PN.Met? Metode penelitian dalam penelitian hukum ini
adalah metode normatif empiris dengan pendekatan deskriptif. Teknik
pengumpulan data dengan kajian pustaka, observasi, wawancara dan
dokumentasi. Aspek hukum tindak pidana perjudian togel dalam Kitab UndangUndang Hukum Pidana diatur dalam Pasal 303 dan Pasal 303bis, bahwa dalam
mempertimbangkan sebuah putusan, seorang hakim tidak hanya berdasarkan
rasa keadilan atau legal formil saja akan tetapi harus juga mempertimbangkan
latar belakang Pendidikan dan keadaan sosialnya yang disebut sebagai aspek
sosiologis, yuridis dan filosofis dalam mempertimbangkan suatu putusan.
Kata Kunci: Perjudian Online, Penegakan Hukum, Pertimbangan HakimPUTRI BULAN NOVITA20120110982024-02-20T07:40:01Z2024-02-20T07:40:01Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/79122This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/791222024-02-20T07:40:01ZKEWENANGAN JAKSA PENGACARA NEGARA SELAKU MEDIATOR
TERHADAP PT PLN UNIT INDUK PEMBANGUNAN SUMATERA
BAGIAN SELATAN TERKAIT RETRIBUSI PERSETUJUAN
BANGUNAN GEDUNG (PBG)
(Studi Kasus di Kejaksaan Tinggi Lampung berdasarkan Surat Perintah
Nomor: PRIN-4979/L.8.1/Gph.2/10/2022)Jaksa Pengacara Negara merupakan Jaksa yang memiliki kuasa khusus dalam
menangani perkara Perdata dan Tata Usaha Negara. Permasalahan dalam
penelitian ini untuk mengetahui bagaimana syarat dan prosedur yang harus
dipenuhi oleh Jaksa Pengacara Negara sebagai Mediator dalam penyelesaian
sengketa perkara perdata berdasarkan Surat Perintah Nomor Prin-
4979/L.8.1/Gph.2/10/2022 serta penyelesaian dari sengketa perdata tersebut.
Dalam pernyelesaian perkara ini menggunakan jalur non litigasi yakni mediasi.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum
normatif dan empiris. Adapun bahan hukum yang penulis gunakan dalam
penelitian ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder serta bahan
hukum lainnya yang diperoleh melalui teknik argumentasi, teknik deskripsi, dan
teknik evaluasi yang dapat menunjang untuk penulisan karya ilmiah ini, kemudian
teknik pengolahan datanya menggunakan teknik pengolahan analisis kualitatif
normatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa sudah
terlaksananya syarat dan prosedur yang harus dipenuhi oleh Jaksa Pengacara
Negara yang terdiri dari Pemberian Surat Kuasa dari PT PLN, memiliki sikap
Objektif Profesional, menjaga kerahasiaan, berkualitas, dan berintegritas dalam
melaksanakan mediasi terkait Retribusi Persetujuan Bangunan Gedung. Setelah
dilakukan mediasi antara PT PT PLN UIP Sumatera Bagian Selatan dengan
Kepala Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP)
serta Kepala Dinas Perumahan Dan Permukiman Kota Bandar Lampung. Serta
berdasarkan nota kesepahaman diantara kedua belah pihak, maka permasalah ini
berhasil dilakukan dengan jalur mediasi. Sehingga dicapai dicapai kesepakatan
dimana PT PLN tidak dikenakan biaya Retribusi Persetujuan Bangunan (PBG)
Gardu Induk 150 kV Langkapura.
Kata Kunci : Jaksa Pengacara Negara, Mediator, BUMNGABRIELLA SIMAMORA ANGELLISA20120113872024-02-20T01:53:48Z2024-02-20T01:53:48Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/79067This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/790672024-02-20T01:53:48ZANALISIS PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) DALAM UPAYA PENCEGAHAN TINDAK PIDANA KORUPSI
(Studi pada BUMD PT. Lampung Jasa Utama)
Tindak pidana korupsi kerap terjadi pada lingkungan perusahaan, sehingga
penting bagi perusahaan untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi.
Berdasarkan Putusan Nomor 8/Pid.Sus/TPK/2022/PN.TJK bahwa telah terjadi
tindak pidana korupsi pada PT Lampung Jasa Utama yang mengakibatkan
kerugian negara. Setelah terjadinya tindak pidana tersebut, PT Lampung Jasa
Utama melakukan restrukturisasi, pembaharuan peraturan perusahaan serta
melakukan penguatan prinsip-prinsip Good Corporate Governance(GCG). GCG
merupakan aturan atau kebijakan untuk menciptakan tata kelola yang baik ketika
menjalankan perusahaan. Tata kelola ini digunakan untuk menetapkan tujuan,
integritas bisnis, membangun kepercayaan investor dan masyarakat serta
mendorong kelangsungan finansial. Penerapan GCG dilakukan sebagai salah satu
upaya untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi dikemudian hari.
Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan penelitian dengan metode
yuridis normatif dan yuridis empiris. Dengan mengacu kepada beberapa
pemikiran pada sistem wawancara terhadap pimpinan dan kepala divisi legal pada
PT. Lampung Jasa Utama. Adapun data yang didapatkan oleh penulis berdasarkan
pada sumber primer dan uga sumber sekunder yang tersusun atas keduanya yang
kemudian dilengkapi dengan sumber tersier. Kemudian data yang telah terhimpun
diolah dengan proses pendataan yang selanjutnya dilakukan metode apllikasi
menggunakan analisis data kualitatif.
Wujud pada ini menunjukan dalam penerapan Good Corporate Governance dapat
mencegah terjadinya tindak pidana korupsi karena terdapat beberapa prinsip yang
mendukung yaitu (1) Prinsip transparansi, Prinsip ini dalam kegiatan pengelolaan
perseroan atau corporate goveernance sangat penting guna kepentingan
perusahaan beroperasi secara etis, akuntabel dan menentukan poin tambahan pada
seluruh pegawai dalam konteks perusahaan milik daerah.
(2) Prinsip akuntabilitas adalah salah satu pilar utama dalam GCG. Dalam
penerapan gcg faktor yang memengaruhi dalam penerapan Good Corporate
Governance pada PT Lampung Jasa Utama yaitu faktor internal seperti
pemahaman mengenai unsur-unsur GCG kejelasan aturan dalam mengatur
mengenai GCG, serta peran dari seluruh bagian dari PT. Lampung Jasa Utama
Baik pimpinan maupun karyawan dapat bekerjasama dengan baik, sehingga akan
menciptakan lingkungan kerja yang sehat serta memepermudah dalam proses
penerapan prinsi-prinsip GCG pada lingkungan perusahaan.
Kata Kunci : penerapan Good Corporate Governance, tindak pidana, tindak
pidana korupsi AYU MAE VANESA NIWAYAN2012011115 2024-02-16T02:14:50Z2024-02-16T02:14:50Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78944This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/789442024-02-16T02:14:50ZANALISIS YURIDIS KEDUDUKAN HUKUM LEMBAGA PERLINDUNGAN
KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT DALAM MENGAJUKAN
GUGATAN DI PENGADILAN
(Studi Putusan Pengadilan Negeri Tanjungkarang No 14/Pdt.G/2023/PN.Tjk) Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat adalah sebuah lembaga
yang didirikan dengan tujuan untuk memperjuangkan hak-hak konsumen yang
dilanggar oleh pelaku usaha dan dapat mengajukan gugatan ke pengadilan apabila
terjadi pelanggaran hak merujuk pada Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen, menjelaskan Lembaga Perlindungan Konsumen
Swadaya Masyarakat memiliki Legal Standing dalam mengajukan gugatan.
Namun, dalam Putusan Nomor 14/Pdt.G/2023/PN.Tjk, majelis hakim memiliki
bahwa Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat tidak memiliki
Legal Standing dalam mengajukan gugatan ke pengadilan. Sehingga muncul
permasalahan dalam penelitian ini, yaitu (1) Bagaimana pertimbangan hakim
terhadap Legal Standing Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Perjuangan
Anak Negeri (YLPK PERARI) berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen? (2) Bagaimana konsep kepentingan hukum
dalam Putusan Pengadilan Negeri Tanjungkarang Nomor 14/Pdt.G/2023/PN.Tjk?
Jenis penelitian dalam skripsi ini menggunakan penelitian hukum yuridis-normatif
dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah menggunakan pendekatan
kualitatif. Data dan sumber data menggunakan data primer dan data sekunder
yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Metode pengumpulan
data dengan studi pustaka dan studi lapangan. Metode pengolahan data melalui
seleksi data, klasifikasi data, dan sistematika data.
Hasil penelitian dan pembahasan antara lain: (1) gugatan yang diajukan oleh
LPKSM tidak dapat diterima atau Niet Ontvankelijke verklaard (NO) karena
gugatan cacat formil dan LPKSM tidak memiliki Legal Standing untuk
mengajukan gugatan ke pengadilan, (2) gugatan yang diajukan atas nama dan oleh
LPKSM harus berangkat dari kepentingan umum konsumen.
Kata kunci: Gugatan, Legal Standing, Lembaga Perlindungan Konsumen
Swadaya Masyarakat (LPKSM). The Non-Governmental Consumer Protection Agency is an institution established
with the aim of fighting for consumer rights violated by business actors and can
file a lawsuit in court in the event of a violation of rights referring to Law No. 8 of
1999 concerning consumer protection, explaining that the Non-Governmental
Consumer Protection Agency has legal standing in filing a lawsuit. However, in
Decision No. 14/Pdt.G/2023/PN.Tjk, the panel of judges held that the NonGovernmental
Consumer
Protection
Agency
did
not
have
legal
standing
to
file
a
lawsuit
in court. So that problems arise in this study, namely (1) How is the
judge's consideration of the legal standing of the Non-Governmental Consumer
Protection Agency Perjuangan Anak Negeri (YLPK PERARI) based on Law
Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection? (2) How is the concept of
legal interest in the Tanjungkarang District Court Decision Number
14/Pdt.G/2023/PN.Tjk?
The type of research in this thesis uses normative-empirical legal research with
descriptive research type. The problem approach uses a qualitative approach.
Data and data sources use primary data and secondary data consisting of
primary, secondary and tertiary legal materials. Data collection methods using
literature study and field study. Data processing methods through data selection,
data classification, and data systematization.
The results of research and discussion include: (1) the lawsuit filed by LPKSM
cannot be accepted or Niet Onvankelijke verklard (NO) because the lawsuit is
formally defective and LPKSM does not have Legal Standing to file a lawsuit in
court, (2) a lawsuit filed on behalf of and by LPKSM must depart from the general
interests of consumers.
Keywords: Lawsuit, Legal Standing, Non-Governmental Consumer Protection
Organization (LPKSM). MARGARETHA SIJABAT MONICA2012011330 2024-02-16T01:34:32Z2024-02-16T01:34:32Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78916This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/789162024-02-16T01:34:32ZANALISIS PENERAPAN BEBAN PEMBUKTIAN OLEH PENUNTUT
UMUM DALAM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA
(Studi Penerapan Pasal 137)Pasal ini bertujuan untuk mengkaji tentang pelaksanaan pembuktian terbalik tindak pidana
pencucian uang dalam perkara narkoba yang harta bendanya merupakan harta hasil tindak
pidana untuk dirampas oleh negara atas nama negara sesuai dengan ketentuan UndangUndang Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
pencucian uang. menghilangkan pencucian uang. Undang-Undang Tindak Pidana dan
Narkoba Nomor 35 Tahun 2009 tentang hukum acara pidana sistem peradilan pidana
Indonesia. Artikel ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif dan
bentuk penelitian yang digunakan adalah perspektif. Pendekatan hukum dengan sumber
data sekunder berupa dokumen hukum primer, sekunder dan tersier. Teknik pengumpulan
data dilakukan dengan mempelajari dokumen atau bahan pustaka dan menganalisisnya
menggunakan metode penalaran deduktif. Pembuktian di persidangan pada hakikatnya
memuat kewajiban penuntut umum untuk meyakinkan hakim akan kesalahan terdakwa,
yang akan memberikan dasar yang cukup bagi hakim mengenai kebenaran fakta-fakta yang
dikemukakan dalam surat dakwaan. Hal ini sesuai dengan Pasal 66 KUHAP yang mengatur
mengenai pemusnahan barang bukti penyitaan aset dalam kasus pencucian uang. Terdakwa
tidak mempunyai kewajiban untuk membuktikan apa yang dituduhkan kepadanya di
persidangan. Keterangan terdakwa tidak cukup menjadi dasar pembuktian bahwa terdakwa
bersalah atas perbuatan yang didakwakan, melainkan harus disertai dengan alat bukti lain,
yaitu Kementerian Kehakiman. tidak mengakui proses pembuktian terhadap terdakwa.
Konsep pembuktian kebalikan dari tindak pidana pencucian uang dalam penyelesaian
kasus narkoba dimana harta benda adalah harta benda yang diperoleh dari tindak pidana
dalam perspektif KUHAP, khusus sidang pertama adalah sidang permohonan
pelepasan harta kekayaan dalam tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh
penyidik. berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 01 Tahun
2013 tentang tata cara pengurusan permohonan pembuangan uang hasil kegiatan pencucian
uang atau tindak pidana lainnya. Konsep pertentangan pembuktian yang kedua terhadap
tindak pidana pencucian uang dalam penyelesaian perkara narkoba yang harta bendanya
adalah uang hasil dilakukannya tindak pidana dilihat dari sudut hukum acara pidana
didasarkan pada Pasal 77 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 terkait untuk Pencegahan
dan penghapusan kegiatan pencucian uang. tindak pidana dan Pasal 98 UU Narkoba
Nomor 35 Tahun 2009 digabung dengan PP Nomor 40 Tahun 2013 tentang Penerapan UU
Narkoba pada Pasal 44 tentang Pengelolaan Hasil Tindak Pidana Narkoba.
Kata Kunci: Pembuktian terbalik, Hukum Acara Pidana, Tindak pidana
Pencucian uang (UU No.8 Tahun 2010), Tindak Pidana Narkotika
(UU No.35 Tahun 2009), Perampasan Aset
Hasil Tindak Pidana.AKRAM RAMADHANSYAH FILLAH20120111962024-02-16T01:32:12Z2024-02-16T01:32:12Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78912This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/789122024-02-16T01:32:12ZANALISIS FUNGSI ALAT BUKTI ELEKTRONIK DALAM PENYIDIKAN
PERKARA TINDAK PIDANA NARKOTIKA
Kemajuan teknologi saat ini, membuat para pelaku kejahatan dapat memanfaatkan
perangkat elektronik seperti smartphone untuk melakukan tindakan kriminal,
terutama dalam hal peredaran narkotika. Penggunaan smartphone oleh pelaku
terkait dengan proses transaksi antara pembeli dan pengedar narkotika. Bukti yang
umumnya ditemukan dalam kasus ini adalah smartphone atau alat bukti elektronik
lainnya, yang digunakan oleh pelaku untuk mengatur pembelian dan pengedaran
narkotika, dan alat bukti elektronik ini menjadi bahan utama dalam persidangan.
Sebagaimana yang telah diketahui, bahwa dalam Pasal 184 KUHAP telah mengatur
alat-alat bukti yang sah, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk,
dan keterangan terdakwa. Selain dari yang telah disebutkan dalam Pasal 184
KUHAP tersebut, terdapat alat bukti lain yang tidak dijelaskan dalam KUHAP,
yaitu alat bukti elektronik. Penelitian ini mengangkat permasalahan apakah alat
bukti elektronik dapat dijadikan alat bukti dalam pembuktian kasus tindak pidana
narkotika dan fungsi dari alat bukti elektronik dalam penyidikan perkara Tindak
pidana Narkotika.
Penelitian ini termasuk dalam penelitian yuridis normatif yang berfokus pada
pendekatan normatif perundang-undangan dan yuridis empiris dengan pendekatan
terhadap indentifikasi hukum dan efektivitas hukum dengan cara observasi terhadap
permasalahan yang dibahas. Penelitian ini dilakukan di instansi Badan Narkotika
Nasional Provinsi Lampung, dengan memperoleh data-data dari hasil wawancara
dan kajian Pustaka. Langkah selanjutnya melakukan pengumpulan dan pengolah
data, yang kemudian data-data tersebut akan melalui tahapan editing, penyeleksian,
pengkalisifikasian, dan penyusunan, kemudian dianalisa dengan metode deskriptif.
Sumber dan jenis data dalam penelitian ini ialah data primer dan sekunder.
Narasumber dalam penelitin ini yaitu Anggota Bidang Pemberantasan Badan
Narkotika Nasional Provinsi Lampung.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa, peran alat bukti elektronik dalam
penyidikan tindak pidana narkotika tidak hanya terbatas pada menentukan
kesalahan atau ketidakbersalahan terdakwa. Alat bukti elektronik juga memiliki
fungsi penting dalam mengidentifikasi jaringan peredaran narkotika, sehingga
upaya pemberantasan tindak pidana narkotika dapat mencapai akar-akarnya. Alat
bukti elektronik telah diatur dalam Pasal 44 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
jo Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik dan Pasal 86 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Penulis menarik kesimpulan bahwa alat bukti elektronik merupakan suatu alat bukti
yang dapat dianggap sebagai alat bukti yang diatur dalam KUHAP yaitu berupa
keterangan ahli, dokumen, dan petunjuk. Alat bukti elektronik ini selain berfungsi
untuk membuktikan kesalahan tersangka, juga berfungsi untuk menemukan
pengedar dari barang haram tersebut. Penulis memberi saran bahwa, perlu adanya
sosialisasi serta pelatihan dari bidang yang ahli tentang alat bukti elektronik ini
kepada para penyidik maupun Masyarakat luas terkait alat bukti elektronik dan
tidak hanya bagi para penegak hukum saja, namun Masyarakat luas pun perlu lebih
memahami lagi terakit dengan ilmu teknologi, agar pemanfaatan teknologi dapat
lebih kearah yang positif.
Kata Kunci : Alat Bukti Elektronik, Penyidikan, Tindak Pidana Narkotika.
The current technological advancements enable criminals to exploit electronic
devices such as smartphones for criminal activities, particularly in the circulation
of narcotics. The use of smartphones by offenders is related to the transaction
process between buyers and drug dealers. Evidence commonly found in such cases
includes smartphones or other electronic devices used by perpetrators to arrange
the purchase and distribution of narcotics. These electronic evidence items become
crucial in legal proceedings. As known, Article 184 of the Criminal Procedure Code
(KUHAP) regulates valid evidence, such as witness statements, expert testimony,
documents, instructions, and defendant statements. In addition to those mentioned
in Article 184 of the KUHAP, there is another type of evidence not explicitly
explained in the KUHAP, namely electronic evidence. This research addresses
whether electronic evidence can be used in proving narcotics cases and the function
of electronic evidence in the investigation of narcotics offenses.
This research falls within the normative juridical category, focusing on normative
legislative approaches and juridical-empirical approaches to legal identification
and effectiveness. The research was conducted at the National Narcotics Agency in
the Lampung Province, obtaining data from interviews and literature reviews. The
next steps involved data collection and processing, followed by editing, selection,
classification, and organization of the data, which were then analyzed using
descriptive methods. The sources and types of data in this research are primary and
secondary data. The interviewee in this research is a member of the Anti-Narcotics
Division of the National Narcotics Agency in the Lampung Province.
The results of this research indicate that the role of electronic evidence in
investigating narcotics offenses is not limited to determining the guilt or innocence
of the defendant. Electronic evidence also plays a crucial role in identifying
narcotics distribution networks, allowing efforts to combat narcotics offenses to
address their root causes. Electronic evidence is regulated in Article 44 of Law
Number 11 of 2008 concerning Electronic Information and Transactions, as well as
Article 86 of Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics.
The conclusion drawn is that electronic evidence is a type of evidence that can be
considered as evidence regulated by the KUHAP, such as expert testimony,
iii
documents, and instructions. In addition to proving the suspect's guilt,
electronic evidence also functions in identifying the distributors of illicit
substances. The author suggests the need for socialization and training by
experts in the field on electronic evidence for investigators and the general
public. It is not only for law enforcement but also for the broader community
to better understand technology to ensure its positive utilization.
Keywords: Electronic Evidence, Investigation, Narcotics Crimes AULIA RAMADHANI MUHAMMAD20120111402024-02-16T01:18:49Z2024-02-16T01:18:49Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78905This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/789052024-02-16T01:18:49ZPERTIMBANGAN HUKUM HAKIM TINGKAT BANDING DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA YANG DILAKUKAN SECARA BERSAMA-SAMA OLEH ANAK (STUDI PUTUSAN NOMOR 11/PID.SUS-ANAK/2022/PT TJK) Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis dasar pertimbangan hukum hakim dalam kasus tindak pidana pembunuhan berencana yang dilakukan secara bersama-sama oleh anak sebagaimana putusan No. 11/PID.SUS- ANAK/2022/PT TJK. Penelitian ini dilatarbelakangi dengan ringannya putusan yang diberikan pada pengadilan tingkat pertama lalu dalam pengadilan tinggi oleh hakim tingkat banding, amar putusannya diubah sekedar mengenai lamanya pidana kepada para pelaku anak yang dalam hal ini pidananya diperberat. Permasalahan dalam penelitian ini adalah 1) Apakah dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap anak pelaku tindak pidana pembunuhan berencana yang dilakukan secara bersama-sama oleh anak, dan 2) Apakah putusan pada Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi yang dijatuhkan oleh hakim sudah sesuai dengan rasa keadilan substantif.
Penelitian ini menggunakan pendekatan hukum yuridis empiris dan yuridis normatif dengan cara meneliti dan mengumpulkan data primer yang diperoleh secara langsung melalui penelitian dengan cara observasi yang mendalam terhadap permasalahan yang dibahas. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Studi yang dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan. Analisis data yang digunakan adalah kualitatif. Narasumber dalam penelitian ini yaitu Hakim Anak Pengadilan Tinggi Tanjung Karang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pada putusan Nomor 11/Pid.Sus-Anak/2022/PT. TJK terhadap anak pelaku tindak pidana pembunuhan berencana yang dilakukan oleh anak berdasarkan atas pertimbangan aspek yuridis, filosofis dan sosilogis. Aspek yuridis yaitu terpenuhinya unsur Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Aspek filosofis ialah mempertimbangkan pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa merupakan upaya untuk memperbaiki diri melalui proses pemidanaan, sedangkan aspek sosiologis terdiri dari hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan. Hal yang memberatkan adalah para pelaku anak dengan korban adalah teman sekolah sedangkan hal-hal yang meringankan adalah pelaku anak belum pernah dihukum dan pelaku anak juga menyesali perbuatan yang dia lakukan. Selain itu, dari hasil analisa telah sesuai dengan rasa keadilan substantif dan telah memenuhi Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman karena hakim telah mempertimbangkan dari beberapa aspek dan fakta saat persidangan. Keadilan substantif merupakan keadilan yang terkait dengan isi putusan hakim dalam memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang harus dibuat berdasarkan pertimbangan rasionalitas, kejujuran, objektivitas, tidak memihak (imparsiality), tanpa diskriminasi dan berdasarkan hati nurani (keyakinan hakim).
Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka dapat diberikan saran antara lain (1). Majelis hakim perlu mempertimbangkan unsur-unsur kesalahan, kemampuan bertanggung jawab, dan peranan para pelaku anak dalam melakukan perbuatan agar memberikan efek jera. (2). Pemerintah, aparat penegak hukum, orang tua, dan masyarakat bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya tindak pidana pembunuhan berencana yang dilakukan oleh anak. Orang tua merupakan elemen utama dalam melakukan pengawasan mencegah terjadinya perbuatan pidana pembunuhan berencana yang dilakukan oleh anak.
Kata kunci: Pertimbangan Hakim Anak, Pembunuhan Berencana, Bersama- sama
This research was conducted to determine and analyze the basis of the judge's legal considerations in cases of criminal acts of premeditated murder committed jointly by children as stated in decision no. 11/PID.SUS-ANAK/2022/PT TJK. This research was motivated by the lightness of the decisions given at the first instance court and then at the high court by the appellate level judge, the decision was changed simply regarding the length of sentence for child perpetrators, in which case the sentence was made more severe. The problems in this research are 1) What is the basis of the judge's consideration in imposing a sentence on a child who is the perpetrator of the crime of premeditated murder committed jointly by the child, and
2) Are the decisions handed down by the judge in the District Court and High Court in accordance with the sense of justice? substantive.
This research uses an empirical juridical and normative juridical approach by researching and collecting primary data obtained directly through research by means of in-depth observation of the problems discussed. The sources and types of data used are primary data and secondary data. The study was carried out using literature study and field study. The data analysis used is qualitative. The resource person in this research is the Children's Judge at the Tanjung Karang High Court.
The research results show that the judge's basic considerations in handing down decisions in decision Number 11/Pid.Sus-Anak/2022/PT. TJK against children who are perpetrators of premeditated murder committed by children is based on considerations of juridical, philosophical and sociological aspects. The juridical aspect is the fulfillment of the elements of Article 340 of the Criminal Code. The philosophical aspect is considering that the sentence imposed on the defendant is an effort to improve oneself through the punishment process, while the sociological aspect consists of aggravating and mitigating factors. The aggravating thing is that the child perpetrators and the victims are school friends, while the mitigating things are that the child perpetrators have never been punished and the child perpetrators also regret the actions they committed. Apart from that, the results of the analysis are in accordance with a sense of substantive justice and have fulfilled Law Number
48 of 2009 concerning Judicial Power because the judge has considered several aspects and facts during the trial. Substantive justice is justice related to the content of a judge's decision in examining, adjudicating and deciding a case which must be made based on considerations of rationality, honesty, objectivity, impartiality, without discrimination and based on conscience (the judge's beliefs).
Based on the research results above, suggestions can be given, including (1). The panel of judges needs to consider the elements of guilt, ability to take responsibility, and the role of the child perpetrators in committing the act in order to provide a deterrent effect. (2). The government, law enforcement officials, parents and society are responsible for preventing criminal acts of premeditated murder committed by children. Parents are the main element in carrying out supervision to prevent criminal acts of premeditated murder committed by children.
Keywords: Juvenile Judge's Consideration, Premeditated Murder, Together
MEYLIANA SALSABILA SASKIA 2012011361 2024-02-16T01:01:15Z2024-02-16T01:01:15Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78896This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/788962024-02-16T01:01:15ZANALISIS PENERAPAN ASAS HUKUM IN ABSENTIA DALAM
PERSIDANGAN KASUS HUKUM PERDATA (STUDI DI PENGADILAN
NEGERI MENGGALA)
Proposal Laporan Akhir (Ekuivalensi Skripsi) Magang MBKM
Pengadilan Negeri Menggala
Di dalam konteks hukum, in absentia merujuk pada proses peradilan yang
dilakukan tanpa kehadiran pihak yang diadili atau pihak yang tergugat. Di
Indonesia, sistem peradilan juga menghadapi situasi di mana pihak yang
bersangkutan tidak hadir dalam persidangan. Ketidakhadiran salah satu pihak di
dalam persidagan perdata tentunya memiliki suatu akibat.
Untuk mengetahui akibat dari ketidakhadiran salah satu pihak di dalam
persidangan perdata, perlu diketahui bagaimana penerapan asas hukum in
absentia pada persidangan perdata, kemudian dapat diketahui apa saja
konsekuensi yang di hadapi pihak yang tidak hadir di dalam persidangan perdata.
Untuk membahas permasalahan yang terdapat dalam skripsi ini, pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan yuridis empiris. pendekatan yuridis empiris yatu
cara prosedur yang dipergunakan untuk memecahkan masalah penelitian dengan
meneliti data sekunder terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan dengan
mengadakan penelitian terhadap data primer di lapangan.
Konsekuensi penggugat jika tidak menghadiri sidang adalah gugatannya gugur.
Konsekuensinya untuk tergugat jika tidak menghadiri sidang adalah tergugat
dianggap telah melepaskan haknya untuk melakukan pembelaan.
Kata Kunci : In absentia, Verstek, Verzet
In a legal context, in absentia refers to a judicial process that is carried out
without the presence of the party being tried or the defendant. In Indonesia, the
justice system also faces situations where the parties concerned do not appear at
the trial. The absence of one of the parties in a civil trial certainly has
consequences.
To find out the consequences of the absence of one of the parties in a civil trial, it
is necessary to know how the legal principles of in absentia are applied in civil
trials. Then you can find out what consequences the party who is not present in
the civil trial faces.
To discuss the problems contained in this thesis, the approach is to use an
empirical juridical approach. The empirical juridical approach is a procedural
method used to solve research problems by examining secondary data first and
then continuing with conducting research on primary data in the field.
The consequence for the plaintiff if he does not attend the trial is that his lawsuit
will be dismissed. The consequence for the defendant if he does not attend the
trial is that the defendant is deemed to have waived his right to defend himself.
Keywords : In absentia, Verstek, Verzet
Roki Falih Marsel 20120113472024-02-16T00:55:31Z2024-02-16T00:55:31Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78894This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/788942024-02-16T00:55:31ZTINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELANGGARAN HAK CIPTA
PT.VIZTA PRATAMA INUL VIZTA MANADO
(Studi Putusan MA NO. 392K/PDT.SUS.HKI/2013)
Perlindungan Hak Cipta pada suatu karya cipta sangantlah penting, karena
terdapat hak-hak pencipta yang di lindungi di dalam nya, seperti kasus pada
Putusan Makamah Agung No. 392K/Pdt.Sus.HKI/2013. pada lagu harus
dilindungi oleh hukum dan diawasi oleh pemerintah. Tetapi sampai saat ini masih
sering terjadi kasus penyalahgunaan Hak Cipta dari lagu-lagu yang dibawakan
oleh penyanyi. Sudah diatur dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang
Hak Cipta, Seperti pelanggaran yang dilakukan oleh PT. Inul Vizta dengan pihak
YKCI yang didalamnya pihak PT. Inul Vista tidak membayar royalti terhadap
YKCI, Putusan Makamah Agung No. 392K/Pdt.Sus.HKI/2013., menganalisa
perlindungan hukum bagi penerima lisensi dalam melakukan pembayaran royalti
dengan pemberi lisensi, serta menganalisa tanggung jawab YKCI pelanggaran
perjanjian lisensi dalam pembayaran royalti.
Metode penelitian ini merupakan penelitian yuridis nomatif dengan tipe penelitian
deskriptif, mengunakan pendekatan PerUndang-Undangan dan pendekatan kasus.
Data penelitian yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder sebagai
informasi berupa bahan hukum yang meliputi, bahan hukum primer, sekunder,
dan tersier. Teknik pengumpulan data yang digunakan dengan studi kepustakaan.
Pengolahan data dilakukan dengan cara pemeriksaaan data, klasifikasi data, dan
sistematis data yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa dalam perkara Putusan
Makamah Agung No. 392K/Pdt.Sus.HKI/2013. perlindungan hukum bagi
penerima lisensi dibagi menjadi 2 yaitu perlindungan preventif dan perlindungan
represif, perlindungan preventif adalah perlindungan untuk mencegah sebelum
terjadinya suatu masalah melalui mediasi kedua belah pihak, sedangkan
perlindungan represif adalah perlindungan yang di berikan setelah terjadinya
masalah berupa pembayaran denda berdasarkan pasal 83 ayat 4 tentang Hak
Cipta, tanggung jawab yang diberikan oleh YKCI terhadap Inul Vizta menurut
Putusan Makamah Agung No. 392K/Pdt.Sus.HKI/2013. YKCI membayar denda
sebesar Rp. 5.000.000,00 terhadap semua perkara.
Kata Kunci : Tinjaun Yuridis, Pelanggaran Hak Cipta, Royalti
Copyright protection for songs must be protected by law and supervised by the
government. But until now there are still frequent cases of copyright abuse of
songs performed by singers. What has been regulated in Law no. 28 of 2014
concerning Copyright, such as violations committed by PT. Inul Vizta with YKCI,
including PT. Inul Vista did not pay royalties to YKCI, so YKCI filed a lawsuit
against PT. Inul Vista at the Supreme Court with a decision on the applicant's side,
namely YKCI is accepted or granted.
This research method is a normative juridical research with descriptive research
type, using statutory and case approaches. The research data used is secondary
data. Secondary data as information in the form of legal materials which include
primary, secondary and tertiary legal materials. Data collection techniques used
with literature study. Data processing was carried out by checking data,
classifying data, and systematically analyzing data which was then analyzed
qualitatively.
The results of the research and discussion show that in the case of Supreme Court
Decision No. 392K/Pdt.Sus.HKI/2013. Legal protection for licensees is divided
into 2, namely preventive protection and repressive protection, preventive
protection is protection to prevent a problem before a problem occurs through
mediation between both parties, while repressive protection is protection given
after a problem occurs in the form of payment of a fine based on Article 83
paragraph 4 regarding Copyright, the responsibility given by YKCI to Inul Vizta
according to Supreme Court Decision No. 392K/Pdt.Sus.HKI/2013. YKCI paid a
fine of Rp. 5,000,000.00 for all cases.
Keyword : Juridical Review, Copyright Infringement, Royalties.
RAHMAT RIZKI SAPUTRA19520110532024-02-15T07:36:02Z2024-02-15T07:36:02Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78883This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/788832024-02-15T07:36:02ZTINJAUAN YURIDIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP
TINDAK PIDANA PERIKANAN PADA STUDI KASUS PUTUSAN
NOMOR 41/Pid.Sus/2023/PN Liw DIKAITKAN DENGAN UNDANGUNDANG
NOMOR
45
TAHUN
2009
TENTANG
PERUBAHAN
ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004
TENTANG PERIKANAN
Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan luas wilayah laut yang mencapai
hampir 3 juta km², memiliki potensi sumber daya alam laut yang besar. Sektor
perikanan memiliki peran strategis dalam perekonomian nasional, menyumbang
pada lapangan pekerjaan, pemerataan pendapatan, dan peningkatan taraf hidup
nelayan. Sumber daya alam laut, khususnya perikanan, menjadi sumber daya yang
penting dan dapat diperbarui.
Bidang perikanan, termasuk hasil seperti ikan, udang, kepiting, kerang, ubur-ubur,
dan lobster, menjadi fokus pemanfaatan sumber daya alam laut. Namun, isu-isu
seperti penangkapan ikan berlebih, pencurian ikan, dan illegal fishing menuntut
perhatian serius untuk menjaga keberlanjutan sektor perikanan. Regulasi, seperti
Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-undang
Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, dan penerapan hukuman pidana,
menjadi instrumen penting dalam menjaga ketertiban dan keberlanjutan.
Selain itu, pengelolaan budidaya lobster diatur oleh Peraturan Menteri Kelautan
dan Perikanan, menandakan upaya pemerintah dalam mengelola sumber daya ini
secara berkelanjutan. Penegakan hukum, terutama melalui pengadilan perikanan
di lingkungan peradilan umum, menjadi langkah penting untuk mengatasi tindak
pidana perikanan yang merugikan segi ekonomi dan lingkungan. Dengan adanya
kerangka hukum yang kuat, Indonesia berkomitmen untuk memastikan
pemanfaatan sumber daya alam laut yang bijaksana demi kelestarian lingkungan
dan kesejahteraan masyarakat.
Dalam penelitian ini penulis menitikberatkan fokus penelitian Untuk mengetahui
apakah hakim Pengadilan Negeri Liwa berwenang menjatuhkan putusan terhadap
tindak pidana perikanan serta analisis terkait bagaimana dasar pertimbangan
hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana perikanan apakah
sudah sesuai dengan Undang-Undang Perikanan.
Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam menyusun skripsi ini adalah jenis
penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian deskriptif. Jenis penelitian
hukum normatif yaitu penelitian dengan cara menganalisa hukum yang tertulis
berdasarkan bahan pustaka, undang-undang, atau bahan bacaan yang berkaitan
dengan masalah yang diteliti. Dalam hal ini mengenai bahan pustaka dan
peraturan terkait kompetensi hakim pengadilan negeri dalam memutus perkara
perikanan. Sedangkan tipe penelitian deskriptif adalah tipe penelitian yang
bersifat pemaparan untuk dapat memperoleh gambaran (deskripsi) lengkap, rinci,
jelas, dan sistematis tentang beberapa aspek yang diteliti pada undang-undang,
peraturan pemerintah, atau objek kajian lainnya. Sehingga hasil penelitian skripsi
ini dapat diharapkan bisa memberikan informasi secara lengkap dan juga jelas
dalam memberikan pemaparan dan gambaran mengenai penegakan hukum
perikanan oleh formasi hakim pengadilan negeri.
Dalam Putusan Nomor 41/Pid.Sus/2023/Pn Liw kompetensi hakim Pengadilan
Negeri dalam memutus perkara perikanan di Indonesia, yang diatur dalam Pasal
106 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan. Meskipun Pengadilan
Perikanan belum terbentuk di semua wilayah, hakim Pengadilan Negeri tetap
berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara perikanan di luar
wilayah Pengadilan Perikanan yang telah dibentuk. Dalam konteks Pengadilan
Negeri Liwa, yang belum memiliki Pengadilan Perikanan, hakim Pengadilan
Negeri dianggap berwenang untuk memutus perkara perikanan.
Putusan Nomor 41/Pid.Sus/2023/Pn Liw menjadi contoh konkret, di mana hakim
mempertimbangkan unsur-unsur tindak pidana perikanan sesuai dengan UndangUndang
Perikanan. Pertimbangan melibatkan unsur kesalahan, keadilan, dan
keadaan yang memberatkan atau meringankan. Tindak pidana perikanan dianggap
sebagai kejahatan luar biasa yang diatur secara terpisah, dan penyebaran
pengadilan perikanan di berbagai provinsi diharapkan dapat lebih efektif
menangani kasus-kasus perikanan.
Dalam konteks perkara di Pengadilan Negeri Liwa, tindak pidana perikanan
mencakup masalah penangkapan dan pengiriman benih lobster yang merugikan
masyarakat, pembudidaya ikan, dan sumber daya lobster. Putusan hakim juga
mempertimbangkan faktor-faktor yang merugikan perekonomian negara dan
melibatkan program pemerintah dalam menjaga sumber daya lobster di wilayah
pengelolaan perikanan Republik Indonesia. Penulis berharap agar masyarakat
mematuhi aturan terkait larangan menangkap benur untuk mencegah dampak
yang merugikan, termasuk dampak ekologis, ekonomis, dan sosial.
Kata Kunci : Perikanan, Kompetensi Hakim, Dasar Pertimbangan Hakim
Indonesia, as an archipelagic country with a sea area of almost 3 million km², has
huge marine natural resource potential. The fisheries sector has a strategic role
in the national economy, contributing to employment opportunities, income
distribution and improving the standard of living of fishermen. Marine natural
resources, especially fisheries, are important and renewable resources.
The fisheries sector, including products such as fish, shrimp, crabs, shellfish,
jellyfish and lobsters, is the focus of utilizing marine natural resources. However,
issues such as overfishing, fish theft and illegal fishing require serious attention to
maintain the sustainability of the fisheries sector. Regulations, such as Law
Number 45 of 2009 concerning Amendments to Law Number 31 of 2004
concerning Fisheries, and the application of criminal penalties, are important
instruments in maintaining order and sustainability.
In addition, the management of lobster cultivation is regulated by a Minister of
Maritime Affairs and Fisheries Regulation, indicating the government's efforts to
manage this resource sustainably. Law enforcement, especially through fisheries
courts within the general judiciary, is an important step to overcome fisheries
crimes that are detrimental to the economy and the environment. With a strong
legal framework, Indonesia is committed to ensuring the wise use of marine
natural resources for the sake of environmental sustainability and community
welfare.
In this research, the author focuses on the focus of the research to find out
whether the Liwa District Court judge has the authority to make decisions
regarding fisheries crimes as well as analysis regarding the basis of the judge's
considerations in making decisions on fisheries crimes, whether they are in
accordance with the Fisheries Law.
The type of research used by the author in compiling this thesis is normative legal
research with a descriptive research type. This type of normative legal research is
research by analyzing written law based on library materials, laws, or reading
materials related to the problem being studied. In this case, it concerns library
materials and regulations related to the competence of district court judges in
deciding fisheries cases. Meanwhile, the descriptive research type is a type of
research that is explanatory in nature to obtain a complete, detailed, clear and
systematic picture (description) of several aspects studied in laws, government
regulations or other objects of study. So it is hoped that the results of this thesis
research will provide complete and clear information in providing an explanation
and description of fisheries law enforcement by the formation of district court
judges.
In Decision Number 41/Pid.Sus/2023/Pn Liw the competence of District Court
judges in deciding fisheries cases in Indonesia, which is regulated in Article 106
of Law Number 45 of 2009 concerning Amendments to Law Number 31 of 2004
concerning Fisheries. Even though Fisheries Courts have not been established in
all regions, District Court judges still have the authority to examine, try and
decide fisheries cases outside the established Fisheries Court area. In the context
of the Liwa District Court, which does not yet have a Fisheries Court, District
Court judges are considered to have the authority to decide fisheries cases.
Court ruling Number 41/Pid.Sus/2023/Pn Liw is a concrete example, where the
judge considered the elements of a fisheries crime in accordance with the
Fisheries Law. Considerations involve elements of fault, justice, and aggravating
or mitigating circumstances. Fisheries crimes are considered extraordinary
crimes that are regulated separately, and it is hoped that the distribution of
fisheries courts in various provinces will be able to more effectively handle
fisheries cases.
In the context of the case at the Liwa District Court, fisheries crimes include the
issue of catching and sending lobster seeds which is detrimental to the
community, fish farmers and lobster resources. The judge's decision also
considers factors that are detrimental to the country's economy and involves
government programs in protecting lobster resources in the fisheries management
area of the Republic of Indonesia. The author hopes that the public will comply
with the rules regarding the prohibition on catching fry to prevent detrimental
impacts, including ecological, economic and social impacts.
Keywords: Fisheries, Judge Competence, Basic Judge ConsiderationsJonah Beto Bartolomeus20120111572024-02-15T03:44:31Z2024-02-15T03:44:31Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78858This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/788582024-02-15T03:44:31ZEFEKTIVITAS PENGGUNAAN E-COURT DALAM BERPERKARA DI
PENGADILAN AGAMA TANJUNG KARANGMahkamah Agung menciptakan pembaharuan sistem yang digunakan untuk
mendukung pelaksanaan penegakan hukum. Perkembangan teknologi ini
merupakan proses mewujudkan asas peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan
Sistem ini dikenal dengan istilah layanan E-Court. Transformasi digital ini
memiliki dampak yang luas untuk mewujudkan peradilan yang modern dengan
memanfaatkan perkembangan teknologi informasi secara maksimal. Sistem ini
sudah diberlakukan di Pengadilan Agama Tanjung Karang sejak Desember 2018.
Skripsi juga didasarkan adanya pembaharuan peraturan yaitu Peraturan
Mahkamah Agung No. 7 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan
Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan
Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah jenis
penelitian normatif empiris dengan tipe penelitian deskriptif. Dengan pendekatan
perundang-undangan, menggunakan sumber data primer dan data sekunder, yang
dianalisis secara deskriptif kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, pembaharuan Peraturan Mahkamah
Agung No. 7 Tahun 2022 telah terimplementasi dengan efektif di Pengadilan
Agama Tanjung Karang, sejak Desember 2018 hingga Desember 2023
Pengadilan Agama Tanjung Karang telah menangani perkara E-Court sejumlah
2024 perkara gugatan dan 233 perkara permohonan. Dengan implementasi
Peraturan Mahkamah Agung No. 7 Tahun 2023 Pengadilan Agama Tanjung
karang telah berkontribusi pada terwujudnya asas peradilan yang cepat, sederhana,
dan biaya ringan. Hambatan terkait terlaksananya E-Court adalah masih banyak
masyarakat yang belum memiliki smartphone dan email untuk berperkara secara
E-Court.
Kata Kunci: E-Court, EfektivitasMUHAMMAD RAFI 19120112682024-02-15T02:23:01Z2024-02-15T02:23:01Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78850This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/788502024-02-15T02:23:01ZANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM PADA PUTUSAN MENGENAI
TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK YANG
DILAKUKAN OLEH ANGGOTA POLRI
(Studi Putusan Nomor 347/Pid.Sus/2021/PN Mgl)Anak harus menjadi objek dan subjek yang harus dijaga perkembangannya, agar
tercipta kualitas penerus bangsa yang mampu melanjutkan dan melaksanakan misi
bangsa.
Penulisan tulisan ini bertujuan untuk mengetahui peraturan tentang perlindungan
anak, serta apa yang akan menjadi pertimbangan hakim dalam memutus perkara
yang menyangkut kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh anggota
kepolisian. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Data
diperoleh melalui studi kepustakaan dan melalui wawancara menggunakan
pedoman tertulis terhadap narasumber yang telah ditentukan. Narasumber pada
penelitian ini terdiri dari Hakim Pengadilan Negeri Menggala.
Hasil penelitian dan pembahasan dapat dikemukakan bahwa pengaturannya
tertulis dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Hal-hal yang harus dipertimbangkan adalah fakta-fakta
hukum yang terjadi sebenarnya dan yang terbukti selama proses persidangan
seperti, keterangan saksi, keterangan terdakwa, bukti surat, petunjuk, serta unsurunsur
pasal
yang
di
dakwakan
terhadap
terdakwa
melalui
pasal
yang
di
dakwakan
terhadap
terdakwa. Hakim juga mempertimbangkan profesi terdakwa, yang
dimana dalam undang-undang telah diatur bahwa akan ditambah 1/3 (sepertiga)
dari ancaman pidana.
Kata Kunci : perlindungan anak, pertimbangan hakim, peraturan perlindungan
anak
Children must be objects and subjects whose development must be maintained in
order to create the quality of the nation's successors who are able to continue and
carry out the nation's mission. In safeguarding children's welfare, the government
has regulated and formed laws that guarantee children's safety, namely Law 23 of
2002 and Law Number 35 of 2014 concerning child protection.The aim of writing
this article is to find out the regulations regarding child protection as well as
what judges will consider when deciding cases involving violence against children
committed by members of the police.
This research uses normative juridical research methods. Data was obtained
through a literature study and through interviews using written guidelines with
predetermined sources. The resource person for this research consisted of the
Menggala District Court Judge. The results of the research and discussion
indicate that the regulations are written in Law of the Republic of Indonesia
Number 17 of 2016 concerning the Stipulation of Government Regulations in Lieu
of Law Number 1 of 2016 concerning the Second Amendment to Law Number 23
of 2002 concerning Child Protection.
The things that must be considered are the legal facts that actually occurred and
were proven during the trial process, such as witness statements, defendant
statements, documentary evidence, instructions, as well as elements of the articles
indicted against the defendant through the articles indicted against the defendant.
The judge also took into account the defendant's profession, where the law
stipulates that 1/3 (one third) of the criminal threat.
Keywords: child protection, judge's considerations, child protection regulations.
Saragih Monika20120110672024-02-13T08:11:20Z2024-02-13T08:11:20Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78823This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/788232024-02-13T08:11:20ZPUTUSAN HAKIM MENGENAI GUGATAN KURANG PIHAK (PRULIUM LITIS CONSORTIUM) DALAM PERKARA PENYEROBOTAN TANAH DI SUKARAME BANDAR LAMPUNG (STUDI PUTUSAN NO. 59/PDT/2021/PT TJK) Penelitian ini dilatarbelakangi oleh meningkatnya putusan terhadap gugatan yang tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard) di Pengadilan Negeri Tanjungkarang. Hal yang demikian dapat diakibatkan oleh gugatan yang cacat formil, sehingga gugatan tersebut tidak dapat ditindaklanjuti oleh hakim untuk diperiksa. Dalam upaya menggali pemahaman secara mendalam, penelitian ini membahas kasus konkret yang terjadi di sukarame, dimana kasus ini tidak dapat dilanjutkan kepada pemeriksaan pokok perkara karena putusan hakim menyatakan gugatan tidak dapat diterima karena kurang pihak (Plurium Litis Consortium).
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah pendekatan kualitatif dengan mengumpulkan data dari sumber-sumber primer berupa Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 21 Tahun 2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dan Kitab Undang – Undang Hukum Perdata. Penelitian ini berbasis case studies dan berfokus pada pengamatan secara induktif
Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan didasarkan pada dua hal yakni syarat formil dan materill. Pada putusan pengadilan negeri tanjung karang nomor 151/PDT.G/2021/PN Tjk dan Putusan Pengadilan Tinggi Tanjunkarang Nomor 59/PDT/2021/PT Tjk, gugatan penggugat dinyatakan tidak dapat diterima karena mengandung cacat formil. Hal yang menjadi pertimbangan majelis hakim pada tingkat perta dan kedua adalah mengenai gugatan kurang pihak (Plurium Litis Consortium) dan gugatan obscure libel. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana posisi kasus dan pembuktian kepemilikan
hak atas tanah serta pertimbangan majelis hakim dalam menjatuhkan putusan perkara nomor 59/PDT/2021/PT Tjk.
Kesimpulannya, kualitas gugatan yang diajukan oleh penggugat tidak memenuhi syarat formil dalam membuat suatu gugatan yang baik dan benar atau lazim disebut dengan cacat formil. Hal tersebut sebagaimana dinyatakan dalam putusan Pengadilan Negeri Tanjungkarang No 151/Pdt.G/2021/PN Tjk dan Putusan Pengadilan Tinggi Tanjunkarang Nomor 59/PDT/2021/PT Tjk, Bahwasanya gugatan penggugat kurang dalam menarik pihak-pihak yang berkaitan dengan perkara (Prulium litis consortium). Sehingga gugatan dinyatakan tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard) dan tidak dapat dilanjutkan pada pemeriksaan pokok perkara.
Kata Kunci : Gugatan, Niet Ontvankelijke Verklaard, Plurium Litis Consortium
This research is motivated by the increasing number of decisions on inadmissible lawsuits (Niet Ontvankelijke Verklaard) in the Tanjungkarang District Court. This may be caused by formal defects in the lawsuit, rendering it unable to be pursued for examination by the judge. In an effort to gain a deep understanding, this study discusses a specific case that occurred in Sukarame, where the case could not proceed to the main hearing because the judge's decision stated that the lawsuit was inadmissible due to a lack of parties (Plurium Litis Consortium).
The approach used in this research is a qualitative approach, collecting data from primary sources such as the Minister of Agrarian Affairs and Spatial Planning/Head of the National Land Agency Regulation Number 21 of 2020 concerning the Handling and Settlement of Land Cases, Law Number 48 of 2009 concerning Judicial Authority, and the Civil Code. This research is based on case studies and focuses on inductive observation.
The judge's considerations in rendering a verdict are based on two aspects, namely formal and material requirements. In the judgments of the Tanjung Karang District Court Number 151/PDT.G/2021/PN Tjk and the Tanjung Karang High Court Number 59/PDT/2021/PT Tjk, the plaintiff's lawsuit was deemed inadmissible due to formal defects. The considerations of the panel of judges at both the first and second levels revolved around the issues of insufficient parties (Plurium Litis Consortium) and obscure libel claims. Based on these aspects, the author is interested in understanding the current status of the case,
the proof of ownership of land rights, and the considerations of the panel of judges in delivering the verdict for case number 59/PDT/2021/PT Tjk.
In conclusion, the quality of the plaintiff's lawsuit did not meet the formal requirements for filing a proper and correct lawsuit, commonly referred to as formal defects. This is evident as stated in the judgments of the Tanjungkarang District Court No. 151/Pdt.G/2021/PN Tjk and the Tanjungkarang High Court No. 59/PDT/2021/PT Tjk. The judgments emphasized that the plaintiff's lawsuit lacked the involvement of relevant parties in the case (Plurium Litis Consortium). Consequently, the lawsuit was deemed inadmissible (Niet Ontvankelijke Verklaard) and could not proceed to the main hearing.
Keyword : legal action, Niet Ontvankelijke Verklaard, Plurium Litis Consortium
Fatonah Siti 2012011267 2024-02-13T08:05:20Z2024-02-13T08:05:20Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78817This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/788172024-02-13T08:05:20ZTINJAUAN YURIDIS DIVERSI TERHADAP PERKARA TINDAK
PIDANA PENCURIAN OLEH ANAK
(STUDI DI PENGADILAN NEGERI MENGGALA) Penyelesaian perkara-perkara tindak pidana anak, khususnya pencurian di Menggala, tentu
saja tidak dapat disamakan dengan orang dewasa yang menggunakan penyelesaian litigasi
yang kaku. Maka dari itu diciptakanlah suatu penyelesaian bagi perkara pencurian anak
yang menghindari penyelesaian secara litigasi dengan menggunakan pendekatan Keadilan
Restoratif yang lebih cocok terhadap anak, yaitu Diversi. Penelitian ini mengkaji tinjauan
yuridis terhadap Diversi didalam penyelesaian perkara tindak pidana pencurian anak,
bersamaan dengan faktor-faktornya, baik yang mendukung maupun yang menghambat.
Studi ini dibuat memakai konsep penelitian Normatif, yang memakai kepustakaan secara
luas mengenai pengaturan, perundang-undangan, buku-buku serta jurnal-jurnal terkait
yang sesuai dengan Diversi didalam menyelesaikan perkara tindakan pidana yang
diperbuat Anak, khususnya Pencurian di Pengadilan Negeri Menggala.
Studi ini menghasilkan tinjauan yuridis terhadap Diversi secara umum dan khususnya
terhadap implementasi Diversi didalam menyelesaikan perkara tindakan pidana pencurian
yang diperbuat Anak di wilayah Menggala. Data-data seperti pengaturan yang digunakan
didalam penyelesaian perkara pencurian secara Diversi serta wawancara atas
pelaksanaannya, beserta pertimbangan-pertimbangan Hakim Anak di Pengadilan Negeri
Menggala, menciptakan suatu kesimpulan bahwasanya, pelaksanaan Diversi di Pengadilan
Negeri Menggala sudah menciptakan inovasi baru yang lebih berdampak positif didalam
penyelesaian Tindak Pidana Pencurian oleh Anak serta bisa digunakan sebagai alternatif
yang lebih utama kepada anak-anak dan masyarakat Menggala yang belum sepenuhnya
sadar hukum, khususnya di daerah hukum Pengadilan Negeri Menggala.
Kata Kunci : Tindak Pidana Pencurian, Diversi, Keadilan Restoratif, Anak,
Menggala, Pengadilan Negeri Menggala.
The resolution of criminal cases involving children, especially theft in Menggala, cannot
be equated with adults who use rigid litigation methods. Therefore, a resolution has been
created specifically for cases of child theft that avoids litigation by utilizing a Restorative
Justice approach more suitable for children, known as Diversion.
This research examines the juridical aspects of Diversion in resolving criminal cases of
child theft, along with its supporting and hindering factors. The research employs the
Normative research method, extensively utilizing literature on regulations, laws, books,
and relevant journals related to Diversion in resolving criminal cases committed by
children, especially theft cases in the Menggala District Court. The study provides a
juridical overview of Diversion in general and, specifically, its implementation in resolving
criminal cases of child theft in the Menggala region.
Data such as the regulations used in resolving theft cases through Diversion, along with
interviews on its implementation and considerations of the Children's Judge at the
Menggala District Court, lead to the conclusion that the implementation of Diversion at
the Menggala District Court has introduced new innovations that have a more positive
impact on resolving criminal theft cases involving children. It can be considered a
preferred alternative for children and the Menggala community, particularly for those who
are not fully aware of the law, within the jurisdiction of the Menggala District Court.
Keywords: Criminal Theft, Diversion, Restorative Justice, Children, Menggala,
Menggala District Court. Yazid Juan Elnatarisi2012011296 2024-02-13T07:02:15Z2024-02-13T07:02:15Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78803This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/788032024-02-13T07:02:15ZANALISIS YURIDIS PENYELESAIAN PERKARA TINDAK PIDANA
PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA MELALUI REHABILITASI
DENGAN PENDEKATAN KEADILAN RESTORATIF
(Studi Kasus di Kejaksaan Tinggi Lampung) Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mekanisme dan peran pihak Kejaksaan dalam penanganan penyelesaian perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi dengan pendekatan keadilan restoratif yang berdasarkan pada
pedoman jaksa agung nomor 18 tahun 2021. Jenis Penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian normatif empiris dengan metode pengumpulan data dengan cara menggunakan studi kepustakaan praktek kerja, dan studi lapangan dengan cara wawancara pada Jaksa Kejaksaan Tinggi Lampung serta dengan Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung Adupun Hasil penelitian yaitu: Proses pelaksanaan Keadilan restoratif mengenai narkotika bahwa Keadilan restoratif mengenai narkotika ini dapat dilaksanakan apabila pelaku merupakan penyalahguna narkotika yang melanggar Pasal 127 ayat (1) Undang - undang Narkotika, dan tidak melebihi pemakaian satu hari, merupakan pengguna terakhir serta terdapat hasil laboratorium Metamfetamina. Peranan pihak Kejaksaan Tinggi Lampung dalam proses pelaksanaan Keadilan Restoratif berperan sebagai fasilitator dalam pelaksanaan Keadilan Restoratif, dalam pelaksanaan ini Kejaksaan Tinggi Lampung melengkapi persyaratan yang ada di Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 yang mana selanjutnya diilakukan ekspose ke pihak Jaksa Agung. Hambatan bagi Kejaksaan Tinggi Lampung dalam penegakan hukum terhadap penayalahgunaan narkotika
pada dasarnya terletak pada faktor hukum, dan faktor penegak hukum
Kata Kunci: Keadilan Restoratif, Penyalahguna Narkotika, Kejaksaan ANISA JENNY20120110542024-02-13T03:27:07Z2024-02-13T03:27:07Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78788This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/787882024-02-13T03:27:07ZEFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN
SYARIAH DI PENGADILAN AGAMA TANJUNG KARANG Perbankan Syariah tumbuh pesat dalam sektor keuangan, investasi, dan
bisnis. Meskipun memberikan kontribusi positif, pertumbuhan ini juga
memunculkan sengketa kompleks antara pihak-pihak terlibat. Mediasi dianggap
sebagai solusi cepat, tetapi efektivitasnya masih terbatas karena kurangnya itikad
baik para pihak, keterbatasan mediator, dan faktor sarana dan prasarana. Oleh
karena itu, penelitian ini bertujuan mengeksplorasi faktor-faktor tersebut dan
merumuskan strategi untuk meningkatkan efektivitas mediasi dalam
menyelesaikan sengketa perbankan syariah. Jenis penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah normatif-empiris dengan tipe penelitian deskriptif.
Tipe pendekatan dalam penelitian ini adalah normatif terapan. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang didapat dari lokasi
penelitian dan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan
tersier yang kemudian data yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa efektivitas mediasi dalam penyelesaian Sengketa
Perbankan syariah di Pengadilan Agama Tanjungkarang dinilai masih kurang
optimal. Kurangnya efektivitas mediasi disebabkan oleh beberapa faktor
penghambat, antara lain: pertama, rendahnya itikad baik dari para pihak yang
menjadi faktor dominan; kedua, keterbatasan sarana dan fasilitas yang tidak ideal;
ketiga, sumber daya mediator khusus perkara perbankan syariah.
Kata kunci: Efektivitas Mediasi, Perbankan Syariah, Pengadilan Agama
Islamic Banking has experienced rapid growth in the financial, investment,
and business sectors. Despite providing positive contributions, this growth has
also led to complex disputes among involved parties. Mediation is considered a
quick solution, but its effectiveness is still limited due to the lack of good faith
among the parties, limitations of the mediator, and infrastructure factors.
Therefore, this research aims to explore these factors and formulate strategies to
enhance the effectiveness of mediation in resolving Islamic Banking disputes. The
research methodology used is normative-empirical with a descriptive research
type. The approach employed is applied normative. Primary data from the
research location and secondary data consisting of primary, secondary, and
tertiary legal materials are utilized and then analyzed qualitatively. The research
findings indicate that the effectiveness of mediation in resolving Islamic Banking
Disputes in the Religious Court of Tanjung Karang is deemed suboptimal. The
lack of effectiveness in mediation is attributed to several inhibiting factors,
including: first, the low good faith of the parties involved; second, inadequate and
non-ideal facilities; third, the limited resources of mediators specializing in
Islamic Banking disputes.
Keywords: Effectiveness of Mediation, Islamic Banking, Religious CourtMohammad Farid Alfairuzi2012011194 2024-02-13T01:54:22Z2024-02-13T01:54:22Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78763This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/787632024-02-13T01:54:22ZFUNGSI SURAT PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB MUTLAK
DALAM KEPENGURUSAN AKTA KELAHIRAN ANAK SEBAGAI
PENGGANTI AKTA NIKAH DI KABUPATEN PRINGSEWUPencatatan perkawinan dimaksudkan sebagai tertib administrasi yang memberikan
kejelasan status hukum kepada pihak-pihak seperti anak, istri, dan suami.
Faktanya, perkawinan belum tercatat masih banyak terjadi di masyarakat dan
berimbas pada rendahnya tingkat kepemilikan akta kelahiran anak karena
kurangnya buku nikah yang diperlukan untuk penerbitan akta kelahiran. Dalam
peraturan perundang-undangan menjelaskan akta kelahiran atau surat keterangan
kelahiran penting untuk syarat-syarat administasi yang perlu dilengkapi. Namun,
masih terdapat masyarakat yang belum memiliki akta kelahiran. Berdasarkan
kenyataan tersebut, pemerintah menerbitkan Surat Pernyataan Tanggung Jawab
Mutlak (SPTJM) sesuai dengan ketentuan Permendagri No.108 Tahun 2019.
Berdasarkan konteks penelitian di atas, maka fokus penelitian ini adalah (1)
Bagaimana Kedudukan Dan Fungsi Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak
Dalam Kepengurusan Akta Kelahiran Anak Sebagai Pengganti Akta Nikah di
Kabupaten Pringsewu? (2) Apakah Faktor Yang Mempengaruhi Bagi Penggunaan
Surat Penyataan Tanggung Jawab Mutlak dalam Peningkatan Cakupan
Kepemilikan Akta Kelahiran?
Penelitian ini merupakan jenis penelitian yuridis empiris. Pengumpulan bahan
hukum dalam penelitian ini menggunakan metode studi pustaka dengan cara
mencari sumber bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum
tersier.
Hasil dari penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa SPTJM berfungsi dalam
percepatan peningkatan cakupan kepemilikan akta kelahiran sebagaimana yang
telah diatur dalam Permendagri. SPTJM ini sebagai upaya untuk mencegah
praktik-praktik yang berpotensi merugikan melalui upaya preventif berupa
penggunaan SPTJM untuk mewujudkan pemenuhan hak-hak administrasi
kependudukan.
Penerapan SPTJM dalam penerbitan akta kelahiran dipengaruhi oleh beberapa
faktor pendukung penggunaan SPTJM sehingga SPTJM menunjukkan peranan
dalam kepemilikan akta kelahiran.
Kata Kunci: Fungsi SPTJM, Akta Kelahiran.
Marriage registration is intended as an administrative order that provides clarity
on the legal status of parties such as children, wives and husbands. In fact,
unregistered marriages are still common in society and have an impact on the low
level of ownership of children's birth certificates due to the lack of marriage
books required for issuing birth certificates. The statutory regulations explain that
a birth certificate or birth certificate is important for the administrative
requirements that need to be completed. However, there are still people who do
not have a birth certificate. Based on this reality, the government issued a
Statement of Absolute Responsibility (SPTJM) in accordance with the provisions
of Permendagri No.108 of 2019.
Based on the research context above, the focus of this research is (1) What is the
Position and Function of the Statement of Absolute Responsibility in Managing
Children's Birth Certificates as a Substitute for Marriage Certificates in
Pringsewu Regency? (2) What are the Factors that Influence the Use of a
Statement of Absolute Responsibility in Increasing the Coverage of Birth
Certificate Ownership?
This research is a type of empirical juridical research. The collection of legal
materials in this research uses the library study method by searching for sources
of primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials.
The results of the research and discussion show that SPTJM functions to
accelerate the increase in coverage of birth certificate ownership as regulated in
the Minister of Home Affairs Regulation. This SPTJM is an effort to prevent
potentially detrimental practices through preventive efforts in the form of using
SPTJM to
realize the fulfillment of population administration rights. The application of
SPTJM in issuing birth certificates is influenced by several factors supporting the
use of SPTJM so that SPTJM shows a role in birth certificate ownership.
Keywords: SPTJM function, birth certificate.Anjelika Rensi19120113532024-02-13T01:52:58Z2024-02-13T01:52:58Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78762This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/787622024-02-13T01:52:58ZPERAN BADAN KERJASAMA ANTAR DESA KECAMATAN GADINGREJO
DALAM MELAKSANAKAN KERJASAMA ANTAR DESA DI BIDANG
PEMERINTAHAN DESA
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran Kerjasama antar desa kecamatan
Gadingrejo dalam melaksanakan kerjasama antar desa di bidang pemerintahan desa.
Dimana peran badan Kerjasama antar desa mengacu pada PERMENDAGRI No. 96
Tahun 2017 Tentang Tata Cara Kerjasama Antar Desa Di Bidang Pemerintahan Desa.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah peran badan kerjasama
antar desa kecamatan Gadingrejo dalam melaksanakan kerjasama antar desa di
bidang Pemerintahan Desa? (2) Apa sajakah faktor penghambat dalam melaksanakan
peran badan kerjasama antar desa kecamatan Gadingrejo dalam melaksanakan
kerjasama antar desa di bidang pemerintahan desa?. Jenis penelitian ini adalah
penelitian yuridis empiris, yaitu pendekatan permasalahan mengenai hal-hal yang
bersifat yuridis dan kenyataan yang ada mengenai hal-hal yang bersifat yuridis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran badan kerjasama antar desa Gadingrejo
dalam melaksanakan kerjasama antar desa di bidang Pemerintahan Desa adalah
meningkatkan kapasitas pelaku-pelaku yang ada di desa dan kecamatan dalam kaitan
pengelolaan pembangunan partisipatif, melakukan pengelolaan hasil-hasil
musyawarah desa dan antar desa dalam kaitan pembangunan partisipatif, melakukan
supervisi, monitoring, evaluasi dan pelaporan setiap perkembangan kegiatan sudah
dilakukan melalui program-program pengembangan masyarakat yang berasal dari
dana bergulir dalam bentuk Simpan Pinjam khusus Perempuan (SPP), aset (jalan,
sumur bor, gedung paud, posyandu) namun sifatnya berupa prioritas unggulan yang
sesuai dengan ketentuan dalam PERMENDAGRI No. 96 Tahun 2017 Tentang Tata
Cara Kerjasama Antar Desa Di Bidang Pemerintahan Desa.
Kata kunci: Peran, Badan Kerjasama, Antar Desa, Pemerintahan Desa
This research aims to determine the role of inter-village collaboration in Gadingrejo
sub-district in implementing inter-village collaboration in the field of village
governance. Where the role of inter-village cooperation bodies refers to
PERMENDAGRI No. 96 of 2017 concerning Procedures for Inter-Village
Cooperation in the Field of Village Government.
The problems in this research are: (1) What is the role of the Gadingrejo sub-district
inter-village cooperation agency in implementing inter-village cooperation in the field
of Village Government? (2) What are the inhibiting factors in carrying out the role of
the Gadingrejo sub-district inter-village cooperation agency in implementing intervillage cooperation in the field of village governance? This type of research is
empirical juridical research, namely approaching problems regarding matters of a
juridical nature and existing realities regarding matters of a juridical nature.
The results of the research show that the role of the Gadingrejo inter-village
cooperation body in implementing inter-village cooperation in the field of Village
Government is to increase the capacity of actors in villages and sub-districts in
relation to participatory development management, managing the results of village
and inter-village deliberations in relation to development. participative, supervising,
monitoring, evaluating and reporting every activity development has been carried out
through community development programs originating from revolving funds in the
form of Special Savings and Loans for Women (SPP), assets (roads, drilled wells,
early childhood education buildings, posyandu) but in nature in the form of superior
priorities in accordance with the provisions in PERMENDAGRI No. 96 of 2017
concerning Procedures for Inter-Village Cooperation in the Field of Village
Government.
Keywords: Role, Cooperation Agency, Inter-Village, Village GovernmentSTEPHANI ANUMPITAN JOANNE20120112742024-02-13T01:50:20Z2024-02-13T01:50:20Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78761This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/787612024-02-13T01:50:20ZPERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK KEKAYAAN
INTELEKTUAL (HAK MEREK) TERHADAP PRODUK
OLAHAN UMKM
DI KOTA BANDAR LAMPUNGPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan hukum atas kekayaan
intelektual (hak merek) terhadap produk olahan umkm di kota Bandar Lampung.
Dimana para pihak UMKM masih belum banyak yang mendaftarkan hak kekayaan
intelektual atau hak merek. Salah satu upaya agar para pihak UMKM mendaftarkanhak
kekayaan intelektual atau hak mereknya adalah mengacu pada Undang-UndangNo. 20
Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana perlindungan hukum atashak
kekayaan intelektual (hak merek) terhadap produk olahan umkm di kota Bandar
Lampung? (2) Apakah faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam penerapan
perlindungan hak kekayaan intelektual (hak merek) terhadap pendaftaran produk
olahan umkm di kota Bandar Lampung?. Jenis penelitian ini adalah penelitian
normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahanpustaka
atau data sekunder.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya dalam memberikan perlindungan merek
terhadap industri UMKM adalah dengan cara mendaftarkan merek UMKM ke
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Kemudian terdapat cara-cara yang lain,
yaitu biaya registrasi merek UMKM yang lebih murah dibandingkan merek nonUMKM, kerjasama antara Ditjen KI Kementerian Hukum dan Ham dengan
Kementerian Koperasi dan UMKM, pemberian insentif pembiayaan pendaftaran
merek UMKM, dan pendaftaran merek kolektif industri UMKM.
Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Hak Kekayaan Intelektual, UMKM
This research aims to determine the legal protection of intellectual property (brand
rights) for processed products from MSMEs in Bandar Lampung City. Where MSME
parties still do not register intellectual property rights or trademark rights. One
attempt o get MSMEs to register their intellectual property rights or brand rights isto
refer to Law of the Republic of Indonesia No. 20 of 2016 on Trademarks and
Geographical Indications.
The problems in this research are: (1) How is the legal protection for intellectual
property rights (brand rights) for processed products from MSMEs in the city of
Bandar Lampung? (2) What are the factors that become obstacles in implementing
the protection of intellectual property rights (brand rights) for the registration of
MSME processed products in the city of Bandar Lampung?. This type of research is
normative research, namely legal research carried out by examining library
materials or secondary data.
The research results show that efforts to provide brand protection to the MSME
industry are by registering MSME brands with the Directorate General of
Intellectual Property Rights. Then there are other methods, namely MSME brand
registration costs which are cheaper than non-MSME brands, collaboration between
the Directorate General of Intellectual Property of the Ministry of Law and Human
Rights and the Ministry of Cooperatives and MSME, providing financing incentives
for MSME brand registration, and collective brand registration of the MSME
industry.
Keywords : Legal Protection, Intellectual Property Rights, MSMEEVELYN NATALY RIANTO THERESIA20120110902024-02-13T01:40:59Z2024-02-13T01:40:59Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78749This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/787492024-02-13T01:40:59ZPERLINDUNGAN HUKUM BAGI INVESTOR DALAM BURSA ASET
KRIPTO OLEH BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN
BERJANGKA KOMODITI DI INDONESIABitcoin merupakan mata uang kripto dengan teknologi blockchain pertama yang
diluncurkan. Mata uang kripto atau cryptocurrency, merupakan aset digital yang
dirancang untuk media pertukaran menggunakan kriptografi. Kripto alias
cryptocurrency merupakan salah satu bentuk inovasi keuangan yang muncul di era
perkembangan dan kemajuan teknologi. Di Indonesia, mata uang kripto tidak diakui
sebagai alat transaksi yang sah selayaknya rupiah, dan dikategorikan sebagai
sebuah komoditas, sehingga pengaturannya menjadi ranah Badan Pengawas
Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Penelitian ini mengkaji mengenai
hubungan hukum antara investor dan perusahaan pedagang aset kripto dalam bursa
aset kripto di Indonesia serta perlindungan hukum dalam bursa aset kripto di
Indonesia jika terjadi kerugian. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini menggunakan metode pendekatan Yuridis Normatif. Data yang digunakan
adalah data sekunder dan metode pengumpulan data yang penulis gunakan adalah
Studi Pustaka (bibliography study).
Hasil penelitian yang dilakukan berdasarkan rumusan masalah yang pertama yaitu
hubungan hukum antara investor dan perusahaan pedagang aset kripto dalam bursa
aset kripto. Pihak perusahaan pedagang aset kripto melakukan hubungan hukum
untuk menjual dan pihak yang lain melakukan perbuatan hukum untuk membeli
sebagai investor. Dalam Pasal 1 Ayat (8) dan (9) Peraturan Badan Pengawas
Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 5 Tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis
Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Aset), menjelaskan bahwa ada
dua belah pihak dalam transaksi perdagangan aset kripto yaitu pedagang aset kripto
dan pelanggan aset kripto. Pada rumusan masalah yang kedua, perlindungan hukum
dalam bursa aset kripto di Indonesia dapat dilakukan dalam bentuk preventif, yang
dapat diberikan pemerintah dengan tujuan untuk mencegah terjadinya pelanggaran
hukum terhadap penggunaan aset ktipto perlindungan hukum ini dapat ditemukan
dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk dapat mencegah suatu
pelanggaran serta memberikan suatu batasan-batasan dalam melakukan suatu
kewajiban.
Kata Kunci: Cryptocurrency, Bursa Aset Kripto, Perlindungan HukumTRI PAMUNGKAS YUSIA 17120112812024-02-13T01:21:44Z2024-02-13T01:21:44Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78750This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/787502024-02-13T01:21:44ZPENERAPAN PIDANA TAMBAHAN RESTITUSI DALAM
PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA
PERDAGANGAN ORANG
(Studi Kasus di Kejaksaan Tinggi Lampung)Perdagangan manusia, juga dikenal sebagai TPPO, adalah kejahatan yang sangat serius
yang melanggar hak-hak masyarakat. Setiap tahunnya, kasus kejahatan ini semakin banyak
terjadi di Indonesia dan di seluruh dunia. Meskipun hak-hak korban sudah diatur, namun
belum bisa diimplementasikan dengan baik. Penyitaan barang-barang pribadi terpidana
tidak diatur oleh ketentuan hukum. Akibatnya, Jaksa Penuntut Umum merasa sulit untuk
melaksanakan putusan Restitusi. Selain itu, apabila terpidana menolak membayar Restitusi,
maka pidana kurungan sebagai pengganti restitusi paling lama adalah satu tahun.
Pendekatan masalah adalah suatu pendekatan ilmiah yang menggunakan metode,
sistematika dan pemikiran tertentu untuk mempelajari gejala hukum tertentu dengan sistem
analisis. Metode yuridis normatif dan yuridis empiris yang digunakan dalam penelitian ini.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa berbagai peraturan telah dibuat untuk mengatur
penerapan pidana tambahan Restitusi. Di antaranya Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 35 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 7
Tahun 2018 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan kepada Saksi dan
Korban; Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang; dan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
2022 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan serta Pemberian Restitusi dan Ganti
Kerugian kepada Korban Tindak Pidana. Namun implementasi peraturan tersebut belum
maksimal. Selain itu, Kejaksaan hingga saat ini belum ada pedoman mengenai perampasan
aset untuk pembayaran restitusi. Namun, penyelesaiannya dapat mulai dari tahap
penyidikan. Jaksa berinisiatif memberikan petunjuk kepada penyidik untuk melacak aset
dari terdakwa/tersangka, kemudian aset tersebut disita oleh penyidik untuk kemudian
dimasukkan dalam tuntutan oleh jaksanya dalam surat tuntutan. Bahwa restitusi dibayarkan
dari hasil aset-aset berupa aset yang disita dari tahap penyidikan. Seperti itulah yang bisa
ditawarkan untuk menjembatani kekosongan pedoman perampasan aset pembayaran
Restitusi.
Diperlukan nya informasi yang masif mengenai Pidana Tambahan Restitusi agar
masyarakat awam dapat mengenal lebih jauh mengenai Restitusi dan mekanisme
pengajuan Restitusi, selain itu ketersediaan informasi mengenai upaya-upaya pemulihan
hak korban dapat disebarluaskan melalui peran serta aparat penegak hukum. Selain itu,
Terhadap pedoman yang mengatur mengenai perampasan aset untuk pembayaran restitusi,
terutama terhadap eksekutor, jaksa seharusnya memiliki panduan, sehingga dalam
eksekusinya dapat bergerak dengan cepat dan tertib.
Kata Kunci : Restitusi, Tindak Pidana Perdagangan Orang, Kejaksaan Tinggi LampungAprilia Putri Ade 20120112322024-02-13T01:15:26Z2024-02-13T01:15:26Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78743This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/787432024-02-13T01:15:26ZPENETAPAN ASAL USUL ANAK DARI PERKAWINAN YANG TIDAK
SAH DI PENGADILAN AGAMA TANJUNG KARANG
(Studi Putusan No. 186/Pdt.P/2023/PA.Tnk)Berdasarkan data dari Mahkamah Agung Republik Indonesia, jumlah permohonan
asal usul anak yang didaftarkan di pengadilan agama pada tahun 2022 meningkat
menjadi 1.960 perkara dari 1.845 perkara pada tahun 2021. Peningkatan ini
kemungkinan disebabkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUUVIII/2010 yang menyatakan bahwa anak yang lahir di luar perkawinan memiliki
kedudukan yang sama dengan anak yang lahir dari perkawinan sah.
Kasus penelitian ini merupakan perkara penetapan asal usul anak yang lahir dari
perkawinan yang tidak memenuhi rukun dan syarat islam. Perkara itu ditetapkan
oleh Pengadilan Agama Tanjung Karang dengan nomor 186/Pdt.P/2019/PA.Tnk.
Permohonan ini diajukan untuk mendapatkan identitas anak berupa akta kelahiran.
Fokus permasalahan kasus ini yaitu untuk menganalisis pertimbangan hakim dalam
memutus perkara asal-usul anak dan menganalisis akibat hukum terhadap putusan
tersebut.
Penelitian ini menggunakan pendekatan masalah hukum normatif. Sumber data
yang digunakan berupa data sekunder. Selanjutnya data yang diperoleh secara
deskriptif kualitatif ditarik kesimpulan.
Hasil penelitian menjelaskan bahwa pertimbangan hakim dalam menetapkan anak
tersebut sebagai anak biologis yang lahir di luar perkawinan yang sah yaitu
dikarenakan Pemohon I masih berstatus memiliki istri saat melangsungkan
perkawinan dengan Pemohon II, dan juga wali nikah mereka bukan wali nasab yang
masih dimiliki dari Pemohon II. Akibat hukum yang ditimbulkan dari penetapan,
yaitu anak tersebut memiliki status sebagai anak biologis yang lahir di luar
perkawinan yang sah. Pemohon I hanya mempunyai hubungan keperdataan yang
terbatas dengan anak, meliputi kewajiban mencukupi kebutuhan hidup anak sampai
anak tersebut dewasa atau mandiri, dan memberikan harta setelah Pemohon I
meninggal dunia melalui wasiat wajibah. Oleh karena itu peneliti menyarankan
masyarakat agar menikah secara resmi sesuai dengan peraturan yang telah dibuat
negara.
Kata Kunci: Perkawinan, Asal usul anak, Pertimbangan hakim, Akibat
hukumABSTRACWIBOWO KRISNA 19120112512024-02-13T01:12:45Z2024-02-13T01:12:45Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78742This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/787422024-02-13T01:12:45Z
PENYUSUNAN TATA TERTIB BADAN HIPPUN PEMEKONAN (BHP) DI
PEKON PODOSARI KABUPATEN PRINGSEWU BERDASARKAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TENTANG DESA
Badan Hippun Pemekonan (BHP) merupakan lembaga pemerintahan yang
berperan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di tingkat desa.
Adanya perbedaan dalam penyebutan Desa di beberapa tempat, yang membuat
penyebutan instansi ini berbeda. Namun, secara harfiah tidak memiliki perbedaan
antara BPD dan BHP. BHP dalam menjalankan tugas dan fungsinya harus
memiliki peraturan tata tertib, yang mana terkait pembuatan peraturan tata tertib
ini merupakan wewenang BHP sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 110 Tahun 2016 Tentang Badan Permusyawaratan Desa.
Penyusunan Tata Tertib BHP menjadi elemen penting dan wajib disusun karena
hal tersebut menjadi wewenang BHP. Dalam kenyataannya, masih terdapat
beberapa permasalahan terkait penyusunan Peraturan Tata Tertib BHP. BHP pada
Pekon Podosari Kabupaten Pringsewu saat ini masih dalam tahapan penyusunan
dan belum disahkan. Dalam proses penyusunan tersebut terdapat hambatan
sehingga Peraturan Tata Tertib BHP belum dapat disahkan.
Permasalahan dalam skripsi ini adalah: (1) Bagaimana penyusunan Peraturan Tata
Tertib Badan Hippun Pemekonan (BHP) di Pekon Podosari Kabupaten
Pringsewu? Dan; (2) Bagaimana faktor penghambat dalam penyusunan Peraturan
Tata Tertib Badan Hippun Pemekonan (BHP) di Pekon Podosari Kabupaten
Pringsewu? Penelitian ini akan menggunakan pendekatan Yuridis Normatif dan
Yuridis Empiris. Sumber data yaitu bahan primer dan bahan sekunder. Analisis
Data berupa kualitatif yuridis.
Hasil Penelitian menunjukan di Pekon Podosari dalam penyusunan Peraturan Tata
Tertib BHP masih proses penyusunan dan belum disahkan, dikarenakan adanya
hambatan, seperti: Pihak jajaran BHP masih kurang dalam pemahaman hukum
dan pemahaman terhadap sistematika penyusunan peraturan BHP, serta kurangnya
komunikasi antar anggota BHP yang memicu terkendala dalam penyusunan
Peraturan Tata Tertib BHP.
Kata Kunci: Penyusunan, Badan Hippun Pemekonan (BHP), Badan
Permusyawaratan Desa (BPD), tata tertib BHP.
Badan Hippun Pemekonan (BHP) is a local government institution at the village
level responsible for governance and development. The variations in referencing
"Desa" across locations result in different mentions of this institution. However,
there is no literal difference between BPD (Badan Permusyawaratan Desa) and
BHP. BHP is mandated to have internal regulations according to the Minister of
Home Affairs Regulation Number 110 of 2016 on the Badan Permusyawaratan
Desa. Drafting these regulations is obligatory and falls within the BHP's authority.
However, challenges persist in formulating these internal regulations. In Pekon
Podosari, Pringsewu Regency, the BHP is currently in the drafting phase, facing
obstacles that hinder the ratification of its internal regulations.
The thesis examines: (1) The process of preparing BHP's internal regulations in
Pekon Podosari, Pringsewu Regency. (2) Inhibiting factors in the preparation of
BHP's internal regulations in Pekon Podosari, Pringsewu Regency. This research
will utilize a Normative Juridical and Empirical Juridical approach. Primary and
secondary data sources will be used. The data analysis will consist of a qualitative
juridical approach.
The research findings indicate that in Pekon Podosari, the drafting of the internal
regulations of BHP is still in progress and has not been ratified due to certain
obstacles. These obstacles include: the insufficient legal understanding and
comprehension of the procedural system for drafting BHP regulations within the
BHP members, as well as a lack of communication among the BHP members,
which has resulted in hindrances in the formulation of BHP's internal regulations.
Key Words: Formulation, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Badan
Hippun Pemekonan (BHP)¸ BPD’s rules and regulations
RIDHO SATRIA MUHAMMAD20120112882024-02-13T01:10:09Z2024-02-13T01:10:09Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78741This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/787412024-02-13T01:10:09ZUPAYA PENCEGAHAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM HAL
PENGADAAN BARANG DAN JASA DI DESA
(Studi Pada Desa Rejosari Kabupaten Pringsewu)Tindak pidana korupsi ini telah menyebar disetiap lapisan masyarakat, salah satu
pelaku yang berpotensi melakukan tindak pidana korupsi adalah Kepala Desa.
Modus korupsi paling banyak terjadi dalam pengelolaan keuangan desa adalah
pengadaan barang dan jasa. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana
kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa di desa berdasarkan Permendagri 20 tahun
2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa dan Peraturan Kepala Lembaga
Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) No 12 Tahun 2019 tentang
Pengadaan Barang dan Jasa di Desa dan Apa saja Upaya Hukum dalam mencegah
terjadinya tindak pidana korupsi dalam Pengadaan Barang dan Jasa di Desa.
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
yuridis normatif dan yuridis empiris, dengan menekankan pada kajian kaidah
hukumnya, dan data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer.
Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa Pengadaan Barang dan Jasa
di Desa berada pada bagian belanja desa berdasarkan kegiatan. Sesuai Peraturan
LKPP No 12 tahun 2019 tentang Pengadaan Barang dan Jasa di Desa yang
menyatakan bahwa Pengadaan adalah kegiatan untuk memperoleh barang dan jasa
oleh Pemerintah Desa, baik dilakukan melalui swakelola dan/atau penyedia
barang/jasa. Belanja tersebut dibelanjakan sesuai dengan kebutuhan desa yang
telah dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes), Pengadaan
Barang dan Jasa di Pemerintahan Desa berbeda dengan pengadaan barang dan jasa
di kementerian, lembaga dan perangkat daerah. Terdapat beberapa perbedaan
yang sangat luas dan dalam jumlah yang tidak sedikit. Hanya saja, karena
keterbatasan yang ada, kajian di atas hanya mengupas sedikit perbedaan yang
muncul. Perbedaan tersebut dari aspek subyek pengadaan dan model pengadaan.
Dan Mekanisme yang dapat diterapkan dalam mencegah korupsi pengadaan
barang dan jasa di Desa dapat dilakukan dengan upaya pengawasan peran serta
masyarakat dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi khususnya pengadaan
barang dan jasa di Desa sangat penting peran dari masyarakat itu sendiri untuk
melakukan kontrol sosial. Serta peran masyarakat ikut berpartisipasi dalam
mengawasi secara eksternal terkait penggunaan anggaran desa dalam pengadaan
barang dan jasa.
Saran dari penelitian ini kepada pemerintah dan seluruh elemen mayarakat untuk
lebih meningkatkan sosialisasi tentang pencegahan korupsi, khususnya korupsi
dana desa dalam pengadaan barang dan jasa. Dengan demikian dana yang
digelontorkan untuk desa dapat tepat sasaran dan tidak ada pihak yang
menyalahgunakan. Efek akhir dari pencegahan korupsi adalah kepercayaan
masyarakat yang meningkat terhadap pemerintah, khsusunya pemerintah desa.
Kata Kunci : Korupsi, Pengadaan Barang dan Jasa, Desa.
This criminal act of corruption has spread to every level of society, one of the
perpetrators who has the potential to commit a criminal act of corruption is the
Village Head. The most common mode of corruption in village financial
management is the procurement of goods and services. The problem in this
research is what is the policy for Procurement of Goods and Services in villages
based on Permendagri 20 of 2018 concerning Village Financial Management and
LKPP Regulation No. 12 of 2019 concerning Procurement of Goods and Services
in Villages and What are the Legal Efforts to prevent criminal acts of corruption
in Procurement of Goods and Services in the Village.
The approach method used in this research is a normative juridical and empirical
juridical approach, emphasizing the study of legal rules, and the data used is
secondary data and primary data. Data collection was carried out using literature
studies and field studies.
The results of the research and discussion show that the procurement of goods and
services in the village is in the village expenditure section based on activities. In
accordance with LKPP Regulation No. 12 of 2019 concerning Procurement of
Goods and Services in Villages which states that Procurement is an activity to
obtain goods and services by the Village Government, whether carried out
through self-management and/or providers of goods/services. This expenditure is
spent in accordance with village needs which have been outlined in the Village
Government Work Plan (RKPDes). Procurement of Goods and Services in
Village Government is different from procurement of goods and services in
ministries, institutions and regional apparatus. There are several very wide
differences and the numbers are not small. However, due to existing limitations,
the study above only examines a few of the differences that emerge. These
differences come from aspects of procurement subjects and procurement models.
And the mechanism that can be implemented to prevent corruption in the
procurement of goods and services in the Village can be carried out by monitoring
the role of the community in efforts to prevent criminal acts of corruption,
especially in the procurement of goods and services in the Village. The role of the
community itself is very important in carrying out social control. As well as the
role of the community in participating in external supervision regarding the use of
the village budget in procuring goods and services.
Suggestions from this research are for the government and all elements of society
to further increase socialization regarding the prevention of corruption, especially
corruption of village funds in the procurement of goods and services. In this way,
the funds disbursed to villages can be right on target and no party misuses them.
The final effect of preventing corruption is increased public trust in the
government, especially village governments.
Keywords: Corruption, Procurement of Goods and Services, Village.
Chandra Yoga I Gede18420110342024-02-13T01:07:55Z2024-02-13T01:07:55Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78740This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/787402024-02-13T01:07:55ZANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PEMBELAAN TERPAKSA MELAMPAUI BATAS (NOODWEER
EXCESS) PADA PERKARA PEMBUNUHAN YANG DILAKUKAN
OLEH ANAK SEBAGAI PELAKU
(Studi Putusan Nomor 1/Pid.Sus-Anak/2023/PN Gdt)
Dalam acara hukum pidana terdapat sebuah perkara yang dilakukan oleh seseorang yang dalam keadaan mendesak (bahaya) melakukan pembelaan atas dirinya sendiri terhadap kejadian yang telah melibatkannya untuk melakukan sebuah tindakan pidana (kejadian melawan hukum), tetapi dalam persidangan, ia bisa membuktikan bahwa hal tersebut merupakan pembelaan atas dirinya karena telah terjadi peristiwa yang bisa mengancam keselamatan atas nyawanya. Seperti aturan mengenai noodweer (pembelaan terpaksa) serta noodweer excess (pembelaan terpaksa melampaui batas). Hakim mempertimbangkan dalam memutus perkara noodweer yang termuat pada Pasal 49 ayat (1) KUHPidana serta noodweer excess termuat dalam Pasal 49 ayat (2) KUHPidana. Permasalahan yang pdiambil adalah menganalisis apa yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan tindak pidana pembelaan terpaksa melampaui batas (noodweer excess) yang dilakukan oleh anak sebagai pelaku serta apa saja hal-hal yang mempengaruhi pertimbangan hakim terhadap pembelaan terpaksa melampaui batas (noodweer excess).
Metode yang dipakai pada skripsi ini ialah yuridis normatif yang diteliti dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta berdasar studi kepustakaan serta yuridis empiris yang diteliti melalui wawancara dari narasumber.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa majelis hakim tidak bisa mengkategorikan noodweer excess (pembelaan terpaksa melampaui batas) karena menurut pertimbangan majelis, alat bukti, seperti keterangan saksi, keterangan terdakwa yang digunakan ketika persidangan kurang kuat dan tidak konsisten, serta kepemilikan senjata tajam berupa pisau tidak diketahui.
Saran yang bisa disampaikan, yaitu majelis hakim dalam mempertimbangkan dan menjatuhkan putusannya harus memperhatikan alasan dari ABH melakukan hal tersebut, mencari kepemilikan alat bukti yang jelas, serta memperhatikan keterangan ABH dan saksi agar keterangan tersebut sah di mata hukum dan bisa dijadikan sebagai keterangan yang meringankan bagi ABH.
Kata Kunci: Pembelaan Terpaksa Melampaui Batas, Acara Hukum Pidana, Pembunuhan
In criminal law, there is a case where a person who is in an urgent situation (danger) defends himself against an incident that has involved him in committing a criminal act (unlawful event), but in the trial, he can prove that this is a defence for himself because an event has occurred that could threaten the safety of his life. Such as the rules on forced defence (noodweer) and forced defence in excess (noodweer excess). Judges consider in deciding cases of forced defence (noodweer) which is regulated in Article 49 paragraph (1) of the Criminal Code and forced defence beyond the limit (noodweer excess) regulated in Article 49 paragraph (2) of the Criminal Code. The problem taken is to analyse what is the basis of the judge's consideration in sentencing the criminal act of forced defence beyond the limit (noodweer excess) committed by children as perpetrators and what are the things that affect the judge's consideration of forced defence beyond the limait (noodweer excess).
The method used in this research is normative juridical which is researched through applicable laws and regulations and based on literature studies and empirical juridical which is researched through interviews from sources.
Based on the results of the study, the panel of judges could not categorise the defence of forced excess (noodweer excess) because according to the consideration of the panel of judges, the evidence, such as witness testimony, the defendant's testimony used during the trial was not strong and inconsistent, and the ownership of sharp weapons in the form of knives was unknown.
Suggestions that can be conveyed, namely the panel of judges in considering and imposing their decisions must pay attention to the reasons for ABH to do this, look for clear ownership of evidence, and pay attention to the testimony of ABH and witnesses so that the testimony is valid in the eyes of the law and can be used as mitigating information for ABH.
Keywords: Forced Defence Beyond Limits, Criminal Procedure, Murder.
Farah Rizani Nizrina 20120112052024-02-12T08:05:57Z2024-02-12T08:05:57Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78734This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/787342024-02-12T08:05:57ZPERTIMBANGAN HAKIM TINGKAT BANDING DALAM
MENENTUKAN PEMENUHAN PROSEDUR GUGATAN PERWAKILAN
KELOMPOK
(Studi Putusan Pengadilan Tinggi Nomor 89/PDT/2021/PT TJK)Gugatan perwakilan kelompok (class action) seringkali menimbulkan
permasalahan terkait legitima persona in judicio bahwa apakah para pihak yang
menjadi penggugat memiliki kewenangan atau tidak untuk bertindak di depan
pengadilan. Tujuan diberlangsungkannya gugatan perwakilan kelompok adalah
untuk menyelenggarakan asas peradilan sederhana, cepat, biaya ringan, dan
transparan. Keberadaan PERMA No. 1/2002 menjadi payung hukum bagi para
hakim sebagai penegak hukum dalam mempertimbangkan dan menyelesaikan
persoalan-persoalan gugatan perwakilan kelompok, serta mempunyai pemahaman
atau persepsi yang sama mengenai teknis dan praktik dalam menerapkan gugatan
perwakilan kelompok di Indonesia. Penelitian ini mengkaji dan membahas secara
mendalam mengenai pertimbangan hakim tingkat banding dalam menentukan
pemenuhan prosedur gugatan perwakilan kelompok dan kedudukan putusan
Pengadilan Negeri yang dibatalkan oleh putusan Pengadilan Tinggi Nomor
89/PDT/2021/PT TJK.
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif-empiris dengan tipe
penelitian deskriptif-analitis. Pendekatan masalah yang digunakan adalah
pendekatan kasus (case approach) dengan tipe judicial case study. Data yang
digunakan adalah data primer dan sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Pengumpulan data dilakukan
melalui studi pustaka, studi dokumen, dan studi lapangan. Pengolahan data
dilakukan dengan cara seleksi data, klarifikasi data, dan sistematisasi data yang
selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa Majelis Hakim
Pengadilan Tinggi menyatakan putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri
adalah cacat formil atau cacat prosedur karena tidak memenuhi tahap proses
sertifikasi sebagai tahap awal gugatan perwakilan kelompok sesuai dengan PERMA
No. 1/2002. Sehingga, kedudukan Putusan Pengadilan Negeri yang dibatalkan oleh
Putusan Pengadilan Tinggi menjadi tidak berlaku karena dinyatakan batal dan tidak
dapat diterima (Niet Ontvankelijk Verklaard).
Kata Kunci: Gugatan Perwakilan Kelompok, Prosedur, Pertimbangan Hakim.
Class action lawsuits often pose issues related to the legitima persona in
judicio, questioning whether the parties acting as plaintiffs have the authority to
represent the group in court. The purpose of conducting class action lawsuits is to
uphold the principles of simple, fast, cost-effective, and transparent justice. The
existence of Supreme Court Regulation No. 1/2002 serves as the legal framework
for judges as law enforcers in considering and resolving issues related to class
action lawsuits, ensuring a shared understanding of the technical and practical
aspects of implementing class action lawsuits in Indonesia. This research examines
and discusses in depth the considerations of appellate judges in determining the
fulfillment of procedural requirements for class action lawsuits and the status of the
District Court's decision annulled by the decision of the High Court Number
89/PDT/2021/PT TJK.
This research is a normative-empirical legal study with a descriptiveanalytical
research type. The problem approach used is a case approach, specifically
a judicial case study. The data utilized consists of primary and secondary sources,
including primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal
materials. Data collection is conducted through literature review, document
analysis, and field studies. Data processing involves data selection, clarification,
and systematic organization, followed by qualitative analysis.
The research findings and discussions indicate that the Panel of Judges from
the High Court declared the decision issued by the District Court as formally
defective or procedurally flawed for not meeting the certification process as the
initial stage of a class action lawsuit under Supreme Court Regulation No. 1/2002.
Consequently, the status of the District Court's decision annulled by the High
Court's decision becomes null and void, declared invalid and unacceptable (Niet
Ontvankelijk Verklaard).
Keywords: Class Action Lawsuit, Procedure, Judicial Consideration.NURFADILAH MITA 20120111302024-02-12T07:25:12Z2024-02-12T07:25:12Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78724This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/787242024-02-12T07:25:12ZANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP SANKSI
KEBIRI KIMIA PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN
SEKSUAL PADA ANAK
(STUDI PUTUSAN NOMOR 42/PID/2021/PT TJK)Tingginya angka kejahatan seksual yang terjadi di Indonesia dinilai cukup
menghawatirkan. Kejahatan seksual yang terjadi dalam hal ini meliputi berbagai
bentuk seperti halnya pemerkosaaan, perbudakan seks, ekploitasi seksual dan lain
sebagainya. Hal yang menarik dan cukup memprihatinkan adalah ketika korban
dari kejahatan seksual tersebut adalah anak di bawah umur yang pelakunya
berasal dari lingkungan terdekat dari anak. Sanksi kebiri kimia termasuk sebagai
hukuman tambahan dalam hukum pidana yang diterapkan bagi pelaku kekerasan
seksual terhadap anak. Seperti halnya dalam Putusan Nomor
287/Pid.Sus/2020/PN Sdn yang menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan
melakukan tindak pidana dengan sengaja melakukan ancaman kekerasan
memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya dan salah satunya
menjatuhkan hukuman kebiri kimia bagi pelaku kekerasan seksual pada anak yang
kemudian dibatalkan dalam Putusan Nomor 42/PID/2021/PTTJK.
Adapun pokok permasalahan dalam penelitian ini ialah bagaimana pertimbangan
hakim pada Putusan Nomor 42/PID/2021/PTTJK dan apakah putusan yang
membatalkan penjatuhan sanksi kebiri kimia telah memenuhi keadilan subtantif.
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini yaitu mengetahui
pertimbangan hakim dalam membatalkan putusan pengadilan tingkat pertama
serta memahami indikator yang menjadi tolak ukur suatu putusan dikatakan
sebagai putusan yang mencerminkan keadilan subtantif. Metode penelitian dalam
penulisan ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, dengan sumber data
kepustakaann dan jenis data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer,
sekunder dan tersier. Analisa data dilakukan secara kualitatif dengan pemilihan
teori, asas, norma dan doktrin serta ketentuan yang termuat dalam perundangundangan yang kemudian seluruh data yang diperoleh dijelasakan secara
deskriptif. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa dalam menjatuhkan
putusan terhadap terdakwa, hakim harus memperhatikan bahwa sesorang tidak
boleh dinyatakan bersalah kecuali terbukti dengan adanya sekurang-kurangnya
dua alat bukti yang sah untuk menjadi dasar keyakinan hakim bahwa terdakwalah
yang benar-benar melakukan tindak pidana. Dalam perkara ini berdasarkan fakta
dan keadaan yang secara limitatif ditentukan dalam Pasal 81 ayat (5) UndangUndang Nomor 17 Tahun 2016, perbuatan terdakwa tidak terbukti telah
menyebabkan korban lebih dari 1 (satu) orang maupun terpenuhi kreteria dan
persyaratan-persyaratan lainnya serta alat bukti yang dihadirkan dalam
persidangan menunjukkan bahwa terdakwa secara sah dan meyakinkan
melakukan tindak pidana dengan sengaja melakukan ancaman kekerasan
memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya. Maka dengan tidak hanya
memperhatikan aspek yuridis, melainkan mempertimbangkan pula aspek filosofis
dan sosiologis sanksi kebiri kimia bagi pelaku kekerasan seksual pada anak tidak
dapat dilaksanakan. Selain itu pembatalan penjatuhan hukuman tambahan berupa
kebiri kimia terhadap pelaku kekerasan seksual pada anak dalam perkara ini telah
memenuhi keadilan subtantif karena indikator atau muatan yang harus terkadung
dalam putusan hakim yang memuat keadilan subtantif telah terpenuhi. Indikator
tersebut diantaranya keadilan substantif yaitu objektif, jujur dan imparsial serta
rasional.
Oleh karena itu, dalam Putusan Nomor 42/PID/2021/PT TJK yang membatalkan
sanki kebiri kimia Majelis Hakim tingkat banding telah memberikan putusan yang
didasarkan pada pertimbangan sebagaimana mestinya. Hal ini dikarenakan
terhadap penjatuhan pidana kebiri kimia pada pengadilan tingkat pertama dinilai
tidak dipertimbangan secara konprehensip berdasarkan fakta dan keadaan yang
secara limitatif yang telah ditentukan, dengan demikian cukup berlasan apabila
Hakim tingkat banding berpendapat bahwa penjatuhan kebiri kimia pada putusan
tingkat pertama merupakan penerapan hukum yang tidak sebagaimana mestinya,
sehingga Pengadilan Tinggi memperbaiki putusan tersebut sepanjang mengenai
penjatuhan hukuman tambahan kebiri kimia. Putusan Hakim mengenai sanksi
kebiri kimia terhadap pelaku kekerasan seksual anak pada Putusan Nomor
42/PID/2021/PT TJK juga telah memenuhi rasa keadilan substantif bagi pelaku
maupun korban yang didasari atas 4 (empat) parameter suatu putusan yang
mengandung keadilan substantive. Penghapusan sanksi kebiri kimia terhadap
pelaku merupakan penerapan hukum yang mengedepankan hak asasi pelaku dan
korban anak atas dasar ketentuan dan fakta persidangan yang terungkap karena
penegakan hukum harus memperhatikan keadilan bagi pelaku dan korban serta
tidak boleh menimbulkan keresahan dalam masyarakat, maka putusan hakim
selain harus memenuhi unsur keadilan harus pula memenuhi unsur kemanfaatan
bagi setiap pihak.
Kata Kunci: Perlindungan Anak, Kekerasan Seksual, Kebiri Kimia, dan
Pertimbangan Hakim.
The high incidence of sexual crimes in Indonesia is considered quite alarming.
Sexual offenses in this context encompass various forms such as rape, sexual
slavery, sexual exploitation, and so on. What is interesting and quite concerning is
when the victims of these sexual crimes are minors, and the perpetrators come
from the immediate environment of the child. Chemical castration is considered
an additional punishment in criminal law applied to those who commit sexual
violence against children. As seen in Decision Number 287/Pid.Sus/2020/PN Sdn,
which affirmed that the defendant legitimately and convincingly committed the
crime by intentionally threatening violence to force a child to engage in sexual
intercourse, one of the imposed penalties was chemical castration for the
perpetrator of sexual violence against a child. However, this decision was
subsequently overturned in Decision Number 42/PID/2021/PT TJK.
The main issue in this research is how the judge's considerations in Decision
Number 42/PID/2021/PT TJK and whether the decision to annul the imposition of
chemical castration has met substantive justice. Based on this problem statement,
the research aims to understand the judge's considerations in overturning the
first-instance court's decision and to comprehend the indicators that serve as
benchmarks for a decision to be considered reflective of substantive justice. The
research methodology employed in this writing utilizes a normative juridical
approach, drawing on literature as the primary source of data and secondary data
types consisting of primary, secondary, and tertiary legal materials. Data analysis
is conducted qualitatively, incorporating the selection of theories, principles,
norms, doctrines, and provisions outlined in legislation. Subsequently, all
obtained data is elucidated descriptively.
The results of the research and discussion indicate that in delivering a verdict
against the defendant, the judge must consider that an individual should not be
declared guilty unless proven by at least two valid pieces of evidence to serve as
the basis for the judge's conviction that the defendant truly committed the criminal
act. In this case, based on the facts and circumstances specifically outlined in
Article 81 paragraph (5) of Law Number 17 of 2016, the defendant's actions are not proven to have caused harm to more than 1 (one) person, and other criteria
and requirements are not met. Additionally, the evidence presented in the trial
convincingly demonstrates that the defendant deliberately threatened violence to
force a child into sexual intercourse. Therefore, by not only considering the
juridical aspects but also taking into account philosophical and sociological
aspects, the imposition of chemical castration sanctions for perpetrators of sexual
violence against children cannot be carried out. Furthermore, the annulment of
the additional punishment of chemical castration for the perpetrator of sexual
violence against a child in this case has fulfilled substantive justice because the
indicators or contents required in a judge's decision that embodies substantive
justice have been met. These indicators include substantive justice elements such
as objectivity, honesty, impartiality, and rationality.
Therefore, in Decision Number 42/PID/2021/PT TJK, which annulled the
chemical castration sanction, the appellate panel of judges has issued a decision
based on appropriate considerations. This is because the imposition of chemical
castration in the first-instance court was deemed not comprehensively considered
based on the specific facts and circumstances outlined in a limited manner. Thus,
it is reasonable for the appellate judges to believe that the imposition of chemical
castration in the first-instance decision was an application of the law that was not
as it should be. Consequently, the High Court corrected the decision concerning
the imposition of the additional punishment of chemical castration. The judge's
decision regarding the chemical castration sanction for perpetrators of child
sexual violence in Decision Number 42/PID/2021/PT TJK has also fulfilled the
sense of substantive justice for both the perpetrator and the victim. This is based
on four parameters of a decision containing substantive justice. The removal of
the chemical castration sanction for the perpetrator is a legal application that
prioritizes the human rights of both the perpetrator and the child victim, grounded
in the provisions and facts revealed during the trial. Law enforcement must
consider justice for both the perpetrator and the victim, ensuring it does not cause
unrest in society. Therefore, a judge's decision, in addition to meeting justice
requirements, must also fulfill the element of utility for all parties involved.
Keywords: Child Protection, Sexual Violence, Chemical Castration, and Judge
Considerations. ERVIANA20120111212024-02-12T07:13:57Z2024-02-12T07:13:57Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78754This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/787542024-02-12T07:13:57ZPERAN PENUNTUT UMUM DALAM PENUNTUTAN KASUS PENCABULAN ANAK MENGENAI KESEIMBANGAN KEPENTINGAN KORBAN DAN MASYARAKAT
(Studi Putusan Nomor 1421/Pid.Sus/2020/PN Tjk)
Dalam konteks kehidupan bersama sebagai sebuah bangsa dan negara, anak-anak dianggap sebagai pilar utama masa depan bangsa juga generasi yang akan mewarisi cita-cita bangsa. Oleh karena itu, setiap anak memiliki hak guna melanjutkan hidup, tumbuh, berkembang, berpartisipasi, juga mendapatkan perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi, selain hak-hak sipil dan kebebasan yang mereka miliki. Dengan maraknya kasus pencabulan anak yang terjadi, Jaksa Penuntut Umum memiliki peran penting dalam upaya menciptakan keadilan dan mempertimbangkan kepentingan korban serta masyarakat. Mereka merupakan pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang guna bertindak selaku penuntut umum serta menjalankan putusan pengadilan yang sudah mendapat kekuatan hukum tetap. Selain menggunakan dasar pertimbangan yang objektif beserta subjektif, Jaksa Penuntut Umum juga melihat dampak akibat dari tindak pidana tersebut, faktor psikologi korban, serta mempertimbangkan kepentingan korban dan masyarakat.
Penelitian ini menggunakan metode gabungan antara penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Sumber hukum yang dipergunakan melibatkan bahan hukum primer juga sekunder, bersama dengan bahan hukum lainnya yang didapat melewati teknik argumentasi, deskripsi, juga evaluasi guna mendukung penyusunan karya ilmiah ini. Proses pengolahan data dilakukan dengan menerapkan teknik analisis kualitatif normatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwasanya selain melalui penggunaan dasar pertimbangan objektif dan subjektif, Jaksa penuntut umum juga melihat dampak akibat dari tindak pidana tersebut, faktor psikologi korban, serta mempertimbangkan kepentingan korban dan Masyarakat. Pada dasarnya demi mencapai keseimbangan masyarakat, penuntut umum harus melihat kasus ini secara umum, memperhatikan dampak terhadap masyarakat dan bukan lagi pada korban.
Penuntutan kasus pencabulan anak mengenai keseimbangan kepentingan korban dan masyarakat dapat lebih difokuskan pada analisis peran jaksa penuntut umum dalam menyeimbangkan kepentingan korban dan masyarakat dalam kasus-kasus pencabulan anak. Tulisan ini diharapkan dapat mencakup tinjauan terhadap proses penuntutan, kewenangan jaksa penuntut umum, serta implementasi prinsip-prinsip hukum dan keadilan dalam menangani kasus-kasus sensitif seperti pencabulan anak. Selain itu, tulisan ini juga diharapkan dapat mempertimbangkan perspektif peran Jaksa dalam konteks penuntutan terhadap anak yang menjadi korban tindak pidana khususnya pencabulan.
Kata Kunci : Penuntut Umum, Anak, Pencabulan Anak, Kepentingan korban dan masyarakat
From the perspective of nation-building and governance, children are the future of the nation and the next generation to carry on the nation's aspirations, so every child has the right to survival, growth, and development, to participate, and to be protected from violence and discrimination as well as civil rights and freedoms. With the increasing cases of child molestation, the Public Prosecutor plays a significant role in creating justice and considering the interests of the victim and the community. The Public Prosecutor is an official authorized by law to act as a public prosecutor and to enforce court decisions that have obtained permanent legal force. In addition to using objective and subjective considerations, the public prosecutor also considers the impact of the crime, the victim's psychological factors, and the interests of the victim and the community.
The method used in this study is normative and empirical legal research methods. The study utilizes primary legal materials, secondary legal materials, and additional legal materials acquired through the application of argumentation, description, and evaluation techniques, all of which contribute to the development of this scholarly work. Subsequently, the data processing involves the use of normative qualitative analysis processing techniques.
Based on the results of the research and discussion, it can be concluded that in addition to using objective and subjective considerations, the public prosecutor also considers the impact of the crime, the victim's psychological factors, and the interests of the victim and the community. Basically, to achieve a balance in society, the public prosecutor must look at this case in general, pay attention to the impact on society and not just on the victim.
The prosecution of child abuse cases regarding the balance of interests between the victim and society can be more focused on analyzing the role of the public prosecutor in balancing the interests of the victim and society in cases of child abuse. This article is expected to include a review of the prosecution process, the authority of the public prosecutor, and the implementation of legal principles and justice in handling sensitive cases such as child abuse. Additionally, this article is also expected to consider the perspective of the role of the prosecutor in the context of prosecuting children who become victim of criminal acts especially on child abuse.
Keywords: Public Prosecutor, Child, Child Molestation, Victim and Community Interests
ADITYA M. NUR 19120112522024-02-12T02:18:50Z2024-02-12T02:18:50Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78679This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/786792024-02-12T02:18:50Z
IMPLEMENTASI PERSIDANGAN ELEKTRONIK (E-LITIGASI)
DALAM PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI METRO
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya pembaharuan ketentuan tentang administrasi perkara dan persidangan di Pengadilan secara elektronik (E-Litigasi) yang sebelumnya telah diatur pada Peraturan Mahkamah Agung yang selanjutnya disebut PERMA Nomor 1 Tahun 2019, yang kini telah diperbaharui di dalam PERMA Nomor 7 Tahun 2022 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian Normatif-Empiris, yaitu mengenai penelitian yang mengkaji pelaksanaan ketentuan hukum positif dan dokumen tertulis secara faktual pada setiap peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat dan dilakukan penelitian lapangan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana tata cara Persidangan Elektronik Dalam Perkara Perdata menurut PERMA No 7 Tahun 2022 dan juga untuk mengetahui apa saja yang menjadi faktor penghambat pada Persidangan Elektronik dalam perkara perdata di Pengadilan Negeri Metro.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis diperoleh dalam penerapan PERMA No 7 Tahun 2022 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik di Pengadilan Negeri Metro telah diterapkan baik sebagaimana dimulai sejak mediasi dinyatakan gagal. Pengadilan Negeri Metro juga telah menyediakan sarana untuk melakukan E-Litigasi yaitu melakukan kerjasama dengan Kantor Pos untuk mengenai pemanggilan para pihak melalui surat tercatat. Penerapan E-Litigasi ini dapat berjalan efektif apabila ketentuan dalam PERMA tersebut bisa diterapkan secara keseluruhan dengan terus mengembangkan sistem serta pengetahuan para pihak mengenai Persidangan elektronik guna mengatasi hambatan dalam proses penyelenggaraan peradilan.
Kata Kunci: Persidangan Elektronik, Administrasi Elektronik, Perkara Perdata.
This research was motivated by the renewal of provisions regarding electronic administration of cases and trials in court (E-Litigation) which had previously been regulated in Supreme Court Regulations, hereinafter referred to as PERMA No 1 of 2019, which has now been updated in PERMA No 7 of 2022 concerning Administration Electronic Cases and Trials in Court. This research is included in the Normative-Empirical type of research, namely research that examines the implementation of positive legal provisions and factual written documents on every legal event that occurs in society and field research is carried out. The purpose of this research is to find out how electronic trials are implemented in civil cases according to PERMA No. 7 of 2022 and also to find out what are the inhibiting factors in electronic trials in civil cases at the Metro District Court.
Based on the results of research conducted by the author, it was found that the implementation of PERMA No. 7 of 2022 concerning Electronic Administration of Cases and Trials in Court at the Metro District Court has been implemented well as it started when mediation was declared failed. This District Court has provided the means to carry out E-Litigation, namely collaborating with the Post Office to summon the parties via registered mail. The implementation of E-Litigation can be effective if the provisions in the PERMA can be implemented in their entirety by continuing to develop the system and knowledge of the parties regarding electronic trials in order to overcome obstacles in the process of administering justice.
Keywords: E-Litigation, Electronic Administration, Civil Case
JENIFER ALFIONITA BR MANULLANG RUTH 20120110372024-02-12T02:06:29Z2024-02-12T02:06:29Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78677This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/786772024-02-12T02:06:29ZPENYELESAIAN PERKARA PERCERAIAN DENGAN ALASAN PERSELISIHAN TERUS MENERUS YANG DISEBABKAN KARENA PERSELINGKUHAN
(Studi Kasus di Pengadilan Agama Tanjung Karang)
Belakangan ini kasus perselingkuhan hingga menyebabkan perceraian sedang marak terjadi. Di Pengadilan Agama Tanjung Karang selama tahun 2023 terdapat 1241 kasus perceraian dengan faktor penyebab perselisihan terus menerus, 348 diantaranya terjadi karena perselingkuhan. Perselingkuhan tersebut dilakukan oleh pihak istri maupun suami, tetapi lebih dominan perselingkuhan yang dilakukan oleh pihak suami. Permasalahan yang diambil adalah menganalisis apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam memutus perkara perceraian dengan alasan perselingkuhan.
Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah normatif empiris dengan pendekatan kasus (case approach). Sumber data terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer berupa hasil wawancara dengan 3 hakim dan Staff Posbakum di Pengadilan Agama Tanjung Karang. Data sekunder berupa Undang-Undang, Kompilasi Hukum Islam, Buku, dan dokumen yang relevan dengan tema.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa hakim mempertimbangkan beberapa hal yaitu bukti surat, keterangan saksi, dan fakta hukum yang timbul dalam persidangan. Dalam memutus perkara ini untuk memudahkan dalam hal pembuktian hakim melihat perselingkuhan sebagai sebab timbulnya perselisihan terus menerus. Sehingga hakim menggunakan huruf (f) Pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975 jo. huruf (f) Pasal 116 KHI untuk memutus perkara perceraian dengan alasan perselingkuhan
Saran yang dapat disampaikan yaitu kepada Majelis Hakim Pengadilan Agama dalam memutus perkara perceraian untuk lebih bijaksana dan memperhatikan alasan-alasan yang sesuai dengan apa yang diajukan oleh para pihak dan kepada Pemerintah untuk memperhatikan hal-hal yang timbul dalam masyarakat sebagai penyebab terjadinya perceraian sehingga dapat menciptakan peraturan yang sesuai dengan realita yang ada.
Kata Kunci: Pertimbangan Hakim, Perceraian, Perselingkuhan.
Lately, cases of infidelity to cause divorce are rife. In the Tanjung Karang Religious Court in 2023, there were 1241 divorce cases with factors causing continuous disputes, 348 of which occurred due to infidelity. The affair is carried out by the wife and husband, but more dominant infidelity is carried out by the husband. The problem taken is to analyze what the judge considers in deciding divorce cases on the grounds of infidelity.
The method that the author uses in this study is empirical normative with a case approach. A data source consists of primary data and secondary data. The primary data is in the form of interviews with 3 judges and Posbakum Staff at the Tanjung Karang Religious Court. Secondary data in the form of Laws, Compilations of Islamic Law, Books, and documents relevant to the theme.
Based on the results of the study, the judge considered several things, namely letter evidence, witness statements, and legal facts arising in the trial. In deciding this case to facilitate in terms of evidence, the judge sees infidelity as a cause for continuous disputes. So the judge used letter (f) Article 19 PP No. 9 of 1975 jo. letter (f) Article 116 KHI to decide divorce cases on the grounds of infidelity
The suggestion that can be conveyed is to the Panel of Judges of the Religious Court in deciding divorce cases to be wiser and pay attention to the reasons that are by what is proposed by the parties and to the Government to pay attention to matters that arise in society as the cause of divorce to create regulations that are following existing reality.
Keywords: judge's deliberations, divorce, infidelity.
Dewi Mahardika Citra 20120110432024-02-07T08:14:36Z2024-02-07T08:14:36Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78666This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/786662024-02-07T08:14:36ZAnalisis Pertimbangan Hakim dalam Perkara Tindak Pidana Narkotika pada Penerapan Pasal 112 Ayat (1) dan 127 Ayat (1) Huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Nomor 123/Pid.Sus/2021/PN Met) Peredaran dan penyalahgunaan Narkotika merupakan salah satu permasalahan nasional yang dipandang serius oleh pemerintah, karena dapat menyebabkan rusaknya moral bangsa. Terlebih saat ini kasus Narkotika semakin luas menjalar ke semua kalangan yaitu tua, muda, bahkan sampai kepada anak-anak. Kondisi seperti ini tentunya mengancam keberlangsungan bangsa Indonesia karena terganggunya perkembangan generasi muda oleh pengaruh buruk Narkotika. Pemerintah terus berusaha mengupayakan berbagai cara untuk menanggulangi kasus Narkotika yang semakin meluas. Salah satu upaya Pemerintah dalam hal ini ialah dengan membentuk Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pada kasus-kasus Narkotika, terdapat beberapa Pasal yang sering digunakan untuk menjerat pelaku yaitu Pasal 114, Pasal 112, dan Pasal 127 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika. Ketiga Pasal tersebut, terdapat dua Pasal yang multitafsir dan tidak jelas rumusannya yaitu pada Pasal 112 dan Pasal 127 Undang-undang Nomor
35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Hal seperti ini menimbulkan ketidakpastian hukum. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah kepastian hukum penerapan Pasal 112 Ayat (1) dan 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika terhadap Penyalahguna Narkotika dan bagaimanakah pertimbangan Hakim dalam menerapkan Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang Nomor
35 Tahun 2009 tentang Narkotika dalam Putusan Pengadilan Negeri Metro Nomor
123/Pid.Sus/2021/PN Met.
Metode pendekatan yang penulis gunakan ialah hukum normatif empiris, dengan menekankan pada kaidah hukum dan ditunjang dengan pendekatan lapangan berupa perolehan tambahan informasi serta opini penegak hukum terhadap studi putusan terkait. Narasumber dalam penelitian ini terdiri dari beberapa Hakim Pengadilan Negeri Metro Kelas IB. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa selama Pasal
112 Ayat (1) masih berlaku, maka sah-sah saja diterapkan sekalipun terhadap Penyalah Guna Narkotika dengan syarat perbuatan pelaku memang memenuhi unsur- unsur Pasal tersebut. Namun, karena unsur dari Pasal 112 masih bersifat multitafsir, sebagai penegak hukum khususnya profesi Hakim, harus lebih teliti dan cermat dalam melihat fakta-fakta persidangan sebelum menerapkan Pasal tersebut.
Kata Kunci : Pertimbangan Hakim, Penyalah Guna Narkotika, Narkotika.
The distribution and protection of narcotics is a national problem that is considered serious by the government, because it can cause damage to the nation's morals. Moreover, currently narcotics cases are increasingly spreading to all groups, namely young and old, even to children. Conditions like this certainly threaten the sustainability of the Indonesian nation because the development of the younger generation is disrupted by the bad influence of narcotics. The government continues to try various ways to tackle the increasingly widespread narcotics cases. One of the Government's efforts in this regard is to establish Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics. In narcotics cases, there are several articles that are often used to ensnare perpetrators, namely Article 114, Article 112 and Article 127 of Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics. In the third article, there are two articles that have multiple interpretations and unclear formulation, namely Article 112 and Article 127 of Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics. Things like this cause legal pollution. The problem in this research is how legal certainty the implementation of Article 112 Paragraph (1) and 127 Paragraph (1) letter a of Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics is regarding Narcotics Abuse and how the Judge considers it in applying Article 112 Paragraph (1) of the Law Number 35 of
2009 concerning Narcotics in the Metro District Court Decision Number
123/Pid.Sus/2021/PN Met.
The approach method that the author uses is empirical normative law, with emphasis on legal rules and supported by a field approach in the form of obtaining additional information and opinions from law enforcers regarding the study of related decisions. The resource persons in this research consisted of several Class IB Metro District
Court Judges. Data collection was carried out using literature studies and field studies. Data analysis was carried out qualitatively.
Based on the results of the research and discussion, it can be concluded that as long as Article 112 Paragraph (1) is still in effect, it is legal to apply it even to Narcotics Abusers provided that the perpetrator's actions fulfill the elements of that Article. However, because the elements of Article 112 still have multiple interpretations, as a law enforcer, especially Prof. Hakim, you must be more thorough and thorough in looking at the facts of the conference before applying this article.
Keywords: Judge's Considerations, Narcotics Abusers, Narcotics.
ELIAN DELINDA TALITHA 1912011379 2024-02-07T07:59:50Z2024-02-07T07:59:50Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78664This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/786642024-02-07T07:59:50ZANALISIS HUKUM TERHADAP PEMBUKTIAN KASUS PERCERAIAN DENGAN ALASAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
(Studi Putusan Nomor 1136/Pdt.G/2023/PA.Tnk)
Maraknya fenomena masalah krusial kekerasan bahkan terjadi di lingkup rumah tangga hingga menyebabkan perceraian. Kekerasan juga dapat menjadi salah satu faktor alasan mengajukan gugatan perceraian di Pengadilan Agama yang dalam hal ini merupakan lingkup hukum perdata. Di Pengadilan Agama Tanjungkarang tercatat dalam waktu 3 tahun terakhir terdapat 53 kasus perceraian dengan faktor KDRT Permasalahan yang diambil adalah faktor-faktor apa yang menjadi pendorong munculnya kekerasan dalam rumah tangga dan bagaimana penanganan pembuktian mengenai penyelesaian kasus perceraian tersebut.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah metode normatif dengan pendekatan deskriptif. Teknik pengumpulan data dengan kajian pustaka, wawancara dan dokumentasi, dengan meneliti salah satu putusan perceraian yakni putusan perkara nomor 1136/Pdt.G/2023/PA.Tnk.
Hasil penelitian dan pembahasan penulisan ini adalah yang menjadi bentuk pembuktian dari penyelesaian perkara perceraian karena Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Pengadilan Agama Tanjungkarang dengan nomor perkara 1136/Pdt.G/2023/PA Tnk adalah berupa Alat Bukti Surat berupa putusan Pengadilan Negeri terkait kasus KDRT dan Keterangan Saksi yang melihat dan mendengar secara langsung kekerasan tersebut. Dalam hal ini kedua bukti tersebut telah cukup meyakinkan hakim untuk memutus perkawinan tersebut dikarenakan perkawinan tersebut sudah tidak dapat dipertahankan lagi dan hanya membahayakan apabila dipertahankan.
Saran dari penelitian ini adalah diharapkan adanya peran aktif dari pemerintah dan masyarakat dalam upaya perlindungan, penanganan tindak pidana KDRT. Selain itu diperlukan juga adanya sinergitas antar lembaga penegak hukum dalam menangani perkara kekerasan dalam rumah tangga. Dalam hal ini seperti badan Peradilan Agama dan Peradilan Umum lebih mengeksplorasi terkait pertimbangan hukumnya agar kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga tidak terjadi lagi.
Kata kunci : Kekerasan, Perceraian, Pembuktian.
The rise of the crucial problem of violence is even occurring in the domestic sphere, causing divorce. Violence can also be one of the reasons for filing a divorce suit at the Religious Court, which in this case is within the scope of civil law. In the Tanjungkarang Religious Court, it was recorded that in the last 3 years there were 53 divorce cases with domestic violence as a factor. The problem taken was what factors were the drivers of domestic violence and how to handle evidence regarding the resolution of these divorce cases.
The research method in legal writing is an empirical normative method with a descriptive approach. Data collection techniques with literature review, interviews, and documentation, by examining one of the decisions, namely case decision number 1136/Pdt.G/2023/PA.Tnk.
The result and discussion of this study are that the reason for divorce is if the marriage can no longer be maintained due to mudharat. The form of evidence for the resolution of a divorce case due to domestic violence at the Tanjungkarang Religious Court with case number 1136/Pdt.G/2023/PA Tnk is in the form of documentary evidence in the form of a District Court decision regarding a domestic violence case and testimony from witnesses who saw and heard directly. the violence. In this case, these two pieces of evidence were enough to convince the judge to terminate the marriage because the marriage could no longer be maintained and would only be dangerous if it was maintained.
The suggestion from this research is that it is hoped that there will be an active role from the government and society in efforts to protect and handle domestic violence crimes. Apart from that, there is also a need for synergy between law enforcement agencies in handling cases of domestic violence. In this case, the Religious Courts and General Courts will further explore legal considerations so that cases of domestic violence do not happen again
Keywords:, Divorce, Violence, Proof.
Susanto Azzahrra 20120111172024-02-07T07:50:13Z2024-02-07T07:50:13Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78662This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/786622024-02-07T07:50:13ZANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PEMBELAAN TERPAKSA MELAMPAUI BATAS (NOODWEER
EXCESS) PADA PERKARA PEMBUNUHAN YANG DILAKUKAN
OLEH ANAK SEBAGAI PELAKU
(Studi Putusan Nomor 1/Pid.Sus-Anak/2023/PN Gdt)
Dalam acara hukum pidana terdapat sebuah perkara yang dilakukan oleh seseorang yang dalam keadaan mendesak (bahaya) melakukan pembelaan atas dirinya sendiri terhadap kejadian yang telah melibatkannya untuk melakukan sebuah tindakan pidana (kejadian melawan hukum), tetapi dalam persidangan, ia bisa membuktikan bahwa hal tersebut merupakan pembelaan atas dirinya karena telah terjadi peristiwa yang bisa mengancam keselamatan atas nyawanya. Seperti aturan mengenai noodweer (pembelaan terpaksa) serta noodweer excess (pembelaan terpaksa melampaui batas). Hakim mempertimbangkan dalam memutus perkara noodweer yang termuat pada Pasal 49 ayat (1) KUHPidana serta noodweer excess termuat dalam Pasal 49 ayat (2) KUHPidana. Permasalahan yang pdiambil adalah menganalisis apa yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan tindak pidana pembelaan terpaksa melampaui batas (noodweer excess) yang dilakukan oleh anak sebagai pelaku serta apa saja hal-hal yang mempengaruhi pertimbangan hakim terhadap pembelaan terpaksa melampaui batas (noodweer excess).
Metode yang dipakai pada skripsi ini ialah yuridis normatif yang diteliti dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta berdasar studi kepustakaan serta yuridis empiris yang diteliti melalui wawancara dari narasumber.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa majelis hakim tidak bisa mengkategorikan noodweer excess (pembelaan terpaksa melampaui batas) karena menurut pertimbangan majelis, alat bukti, seperti keterangan saksi, keterangan terdakwa yang digunakan ketika persidangan kurang kuat dan tidak konsisten, serta kepemilikan senjata tajam berupa pisau tidak diketahui.
Saran yang bisa disampaikan, yaitu majelis hakim dalam mempertimbangkan dan menjatuhkan putusannya harus memperhatikan alasan dari ABH melakukan hal tersebut, mencari kepemilikan alat bukti yang jelas, serta memperhatikan keterangan ABH dan saksi agar keterangan tersebut sah di mata hukum dan bisa dijadikan sebagai keterangan yang meringankan bagi ABH.
Kata Kunci: Pembelaan Terpaksa Melampaui Batas, Acara Hukum Pidana, Pembunuhan
In criminal law, there is a case where a person who is in an urgent situation (danger) defends himself against an incident that has involved him in committing a criminal act (unlawful event), but in the trial, he can prove that this is a defence for himself because an event has occurred that could threaten the safety of his life. Such as the rules on forced defence (noodweer) and forced defence in excess (noodweer excess). Judges consider in deciding cases of forced defence (noodweer) which is regulated in Article 49 paragraph (1) of the Criminal Code and forced defence beyond the limit (noodweer excess) regulated in Article 49 paragraph (2) of the Criminal Code. The problem taken is to analyse what is the basis of the judge's consideration in sentencing the criminal act of forced defence beyond the limit (noodweer excess) committed by children as perpetrators and what are the things that affect the judge's consideration of forced defence beyond the limait (noodweer excess).
The method used in this research is normative juridical which is researched through applicable laws and regulations and based on literature studies and empirical juridical which is researched through interviews from sources.
Based on the results of the study, the panel of judges could not categorise the defence of forced excess (noodweer excess) because according to the consideration of the panel of judges, the evidence, such as witness testimony, the defendant's testimony used during the trial was not strong and inconsistent, and the ownership of sharp weapons in the form of knives was unknown.
Suggestions that can be conveyed, namely the panel of judges in considering and imposing their decisions must pay attention to the reasons for ABH to do this, look for clear ownership of evidence, and pay attention to the testimony of ABH and witnesses so that the testimony is valid in the eyes of the law and can be used as mitigating information for ABH.
Keywords: Forced Defence Beyond Limits, Criminal Procedure, Murder.
Farah Rizani Nizrina 20120112052024-02-07T07:35:08Z2024-02-07T07:35:08Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78661This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/786612024-02-07T07:35:08ZANALISIS KEBIJAKAN FORMULASI PEMBUKTIAN TERBALIK
TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM RANCANGAN UNDANGUNDANG PERAMPASAN ASET
(Prespektif Komparatif)Pengembalian kerugian negara dapat dilakukan dengan merampas dan menjual
aset-aset terpidana untuk mengembalikan keuangan negara. Namun dalam proses
perampasan aset terkadang terpidana sudah tidak mempunyai aset yang dimiliki
karena terpidana sudah mengalihkan asetnya kepada pihak lain. Karena dalam
proses perampasan aset tersebut hanya dapat dirampas setelah ada putusan hakim
yang bersifat inkracht. Waktu proses peradilan sampai putusan inkracht inilah yang
dapat digunakan oleh terdakwa mengalihkan asetnya. Maka Rancangan UndangUndang Perampasan memberikan model yang berbeda dalam perampasan aset yang
dalam prosesnya tidak memerlukan putusan hakim untuk merampas aset yang
diduga berkaitan dengan tindak pidana. Selain itu, dalam proses perampasan aset
diperlukan pembuktian terbalik untuk memastikan aset tersebut merupakan hasil
atau berasal dari tindak pidana korupsi. Permasalahan dalam penelitian ini adalah
Bagaimana Pembuktian Terbalik Tindak Pidana Korupsi dalam Rancangan
Undang-Undang Perampasan Aset, bagaimana sistem pembuktian terbalik tindak
pidana korupsi di negara Singapura, dan Amerika Serikat.
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini yaitu melalui penelitian
yang bersifat pendekatan perbandingan (comparative approach). Pendekatan
perbandingan merupakan salah satu cara yang digunakan dalam penelitian normatif
untuk membandingkan salah satu aturan hukum dengan aturan hukum yang lain
(kurang lebih sama). Adapun data diperoleh melalui studi kepustakaan dan melalui
wawancara menggunakan pedoman tertulis terhadap narasumber yang telah
ditentukan. Narasumber pada penelitian ini terdiri dari Akademisi Hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Lampung, Jaksa pada Kejaksaan Tinggi Lampung.
Untuk menganalisis data dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan metode
Deskriptif Kualitatif. Melalui metode ini pertama-tama data diatur dan disusun
secara sistematis agar menjadi kesatuan peristiwa yang utuh sehingga dapat
dipelajari secara mendalam.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa kebijakan formulasi
pembuktian terbalik tindak pidana korupsi pada perampasan aset diatur dalam BAB
III Hukum Acara Perampasan Aset. Pembuktian terbalik ini berlaku bagi seseorang
yang menguasai aset yang diblokir atau disita oleh penyidik atau orang merasa
dirugikan atas kepemilikan aset dengan mengajukan keberatan kepada penyidik
yang melakukan pemblokiran atau penyitaan permohonan tersebut diajukan secara
tertulis, pada saat persidangan orang yang mengajukan keberatan atau perlawanan
wajib membuktikan bahwa harta tersebut tidak terkait atau berasal dari tindak
pidana. Selanjutnya Perampasan aset di Singapura menitik beratkan pada
perampasan manfaat hasil tindak pidana korupsi dan diajukan setelah terdakwa di
putus bersalah. Manfaat hasil korupsi tersebut di rampas berdasarkan permohonan
jaksa penuntut umum setelah ada putusan pengadilan. Perampasan aset di Amerika
Serikat terkait dengan perampasan aset atau properti yang terlibat atau hasil dari
suatu tindak pidana termasuk tindak pidana korupsi. Perampasan aset ini tidak
mensyaratkan proses pidana atau pemidanaan terlebih dahulu.
Pemerintah dan DPR seharusnya sudah dapat mengesahkan RUU Perampasan Aset
menjadi undang-undang untuk memaksimalkan pengembalian keuangan negara
akibat tindak pidana khususnya tindak pidana korupsi. Ketentuan terkait
perampasan manfaat hasil tindak pidana seharusnya dirumuskan lebih detail
sebagai aset yang dapat dirampas menggunakan RUU Perampasan Aset ini. Metode
perampasan aset yang digunakan di Singapura dan Amerika Serikat sebagaimana
yang sudah termuat dalam RUU Perampasan Aset, seharusnya dapat menjadi
perhatian penting oleh Aparat Penegak Hukum dalam hal membuat pembaharuan
hukum.
Kata kunci: Perampasan Aset, Pembuktian Terbalik, Korupsi.Haykal Fikri 20120112702024-02-06T04:00:24Z2024-02-06T04:00:24Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78594This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/785942024-02-06T04:00:24ZPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMENANG LELANG TANAH
DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN
(Studi Kasus Perkara Eksekusi Hak Tanggungan
Nomor 2/Pdt.Eks/2023/PN.Liw)Peralihan hak guna tanah sering terjadi dalam masyarakat sehari-hari, peralihan hak
tersebut merupakan akibat dari peristiwa hukum dan perbuatan hukum. Salah satu
perbuatan hukum yang dapat mengalihkan kepemilikan tanah adalah melalui lelang.
Terlaksananya pelaksanaan hak gadai disebabkan karena tidak dilaksanakannya
kewajiban debitur terhadap kreditur, dengan ketentuan debitur tidak melaksanakan
prestasinya, karena alasan bersalah dan ditegur maka eksekusi dapat dilakukan.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis penelitian
hukum yuridis normatif. Penelitian hukum yuridis normatif yaitu penelitian dengan
cara menganalisa hukum yang tertulis berdasarkan bahan pustaka, undang-undang,
atau bahan bacaan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Penelitian yang
dilakukan langsung ke Pengadilan Negeri Liwa. Perlindungan hukum terhadap
pembeli tanah melalui lelang yang tidak dapat menguasai tanahnya diatur secara
preventif dan represif. Perlindungan secara represif yaitu upaya untuk mendapatkan
perlindungan hukum melalui badan peradilan. Terdapat dalam KUH Perdata yang
mengatur mengenai gugatan ganti rugi yang dapat dilakukan oleh pembeli lelang,
Pasal 200 ayat (11) HIR yang mengatur mengenai eksekusi pengosongan, pemberian
perlindungan hukum bagi pembeli beritikad baik diatur dalam SEMA Nomor 4
Tahun 2016 tentang Perlindungan atas Pihak yang Beritikad Baik. Upaya
penyelesaian yang dapat dilakukan oleh pembeli tanah melalui lelang yang tidak
dapat menguasai tanahnya dapat melalui dua jalur yaitu jalur Non Litigasi (jalur
diluar peradilan) dan jalur Litigasi (jalur pengadilan). Jalur non Litigasi yaitu melalui
mediasi, negosiasi, arbitrase dan konsiliasi, sedangkan Jalur Litigasi dapat ditempuh
dengan mengajukan gugatan perdata pada umumnya yaitu melalui Pengadilan Negeri
setempat sesuai domisili.
Kata Kunci : Wanprestasi, Hak Tanggungan, Lelang
Transfers of land use rights often occur in everyday society, these transfers of rights
are the result of legal events and legal actions. One legal act that can transfer land
ownership is through auction. The implementation of the right of lien is due to the
debtor not carrying out his obligations towards the creditor, provided that the debtor
does not carry out his achievements, for reasons of guilt and being reprimanded,
execution can be carried out. The research method used in writing this thesis is
normative juridical legal research. Normative juridical legal research is research by
analyzing written law based on library materials, laws, or reading materials related
to the problem being studied. Research carried out directly at the Liwa District
Court. Legal protection for land buyers through auctions who cannot control their
land is regulated in a preventive and repressive manner.Repressive protection is an
attempt to obtain legal protection through the judiciary. There is in the Civil Code
which regulates claims for compensation that can be made by auction buyers, Article
200 paragraph (11) HIR which regulates the execution of vacancies, providing legal
protection for buyers with good intentions is regulated in SEMA Number 4 of 2016
concerning Protection of Parties with Good Intentions Good. Settlement efforts that
can be made by land buyers through auctions who cannot control their land can take
two routes, namely the Non-Litigation route (outside of court) and the Litigation
route (court route). The non-litigation route is through mediation, negotiation,
arbitration and conciliation, while the litigation route can be taken by filing a civil
lawsuit in general, namely through the local District Court according to domicile.
Keywords: Land, Mortgage, Auction NUR ANNISA AJENG20120111282024-02-06T03:57:47Z2024-02-06T03:57:47Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78593This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/785932024-02-06T03:57:47ZTINJAUAN YURIDIS PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN OLEH
HAKIM TANPA SERTIFIKASI HAKIM LINGKUNGAN HIDUP
(Studi Putusan Nomor : 79/Pid.B/LH/2022/PN Liw)
Penebangan liar masuk kedalam tindak pidana lingkungan hidup, penegakan
hukum lingkungan masih sangat lemah hal ini disebabkan oleh struktur dan budaya
hukum yang lemah. Maka Mahkamah Agung mengeluarkan SKKMA Nomor
134/KMA/SK/IX/2011 yang menyatakan bahwa segala perkara lingkungan harus
diadili oleh hakim yang memiliki sertifikat hakim lingkungan hidup. Ini dilakukan
untuk meningkatkan efisiensi penanganan perkara lingkungan hidup di pengadilan
Negeri. Keharusan perkara lingkungan hidup untuk diadili oleh hakim yang
memiliki sertifikasi hakim lingkungan hidup mengalami kendala terutama di
daerah. Banyak daerah masih belum memiliki hakim yang bersertifikasi
lingkungan, sedangkan perkara lingkungan hidup banyak ditemukan di daerah.
Contohnya yang terjadi di wilayah hukum Pengadilan Negeri Liwa pada perkara
nomor 79/Pid.B/LH/2022/PN Liw. Pada penelitian ini penulis merumuskan dan
menjadikan fokus penelitian untuk memahami bagaimana pengaturan sertifikasi
hakim lingkungan hidup dan penerapannya pada Pengadilan Negeri Liwa serta apa
yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dalam
putusan nomor 79/Pid.B/LH/2022/PN Liw
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif.
Penelitian hukum normatif menganalisis hukum yang tertulis berdasarkan literatur,
undang-undang, atau bahan bacaan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
Dalam hal ini, dokumen dan peraturan yang berkaitan dengan sertifikasi hakim
lingkungan hidup.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan kompetensi mengadili suatu perkara
di pengadilan yang tidak memiliki hakim dengan sertifikasi maka ketua atau wakil
ketua pengadilan memiliki wewenang untuk mengadili atau menunjuk hakim senior
untuk mengadili perkara lingkungan hidup. Pengadilan Negeri Liwa saat mengadili
perkara lingkungan menggunakan Majelis Hakim yang diketuai oleh hakim dengan
sertifikasi dan Majelis Hakim yang diketuai oleh hakim yang menjabat sebagai
Wakil Ketua meski tidak memiliki sertifikasi hakim lingkungan hidup. Dalam
perkara nomor 79/Pid.B/LH/2022 tindakan terdakwa telah terbukti melanggar
dakwaan alternatif kesatu dan penjatuhan pidana selama 1 (satu) dan 2 (dua) bulan penjara telah memenuhi aspek keadilan. Penulis sependapat dengan putusan hakim
bahwa terdakwa terbukti memenuhi dakwaan kesatu dan hukuman terhadap
terdakwa telah sesuai berdasarkan pertimbangan hal memberatkan dan
meringankan.
Pada penelitian ini penulis menyarankan terkait pihak terkait dapat meninjau
kembali persyaratan administrasi hakim lingkungan hidup karena dapat
menghambat penegakan hukum lingkungan di daerah terutama di Pengadilan
Negeri Kelas II. Serta masyarakat dapat mematuhi peraturan perundang-undangan
yang berlaku terutama perihal penebangan liar dan masyarakat harus turut serta
bersama pemerintah ikut menjaga dan melestarikan lingkungan.
Kata Kunci : Penebangan Liar, Sertifikasi Hakim, Pertimbangan Hakim
Illegal logging is an environmental crime, environmental law enforcement is still
very weak, this is due to a weak legal structure and culture. So the Supreme Court
issued SKKMA Number 134/KMA/SK/IX/2011 which states that all
environmental cases must be tried by a judge who has an environmental judge
certificate. This is done to increase the efficiency of handling environmental cases
in District Courts. The requirement for environmental cases to be tried by judges
who have environmental judge certification has experienced problems, especially
in the regions. Many regions still do not have environmentally certified judges,
while environmental cases are often found in the regions. For example, what
happened in the jurisdiction of the Liwa District Court in case
number79/Pid.B/LH/2022/PN Liw. In this research, the author formulated and
made the focus of the research to understand how environmental judge certification
is regulated and its application at the Liwa District Court as well as what is the basis
for the judge's considerations in handing down decisions in decision
number79/Pid.B/LH/2022/PN Liw
In this research the author uses normative legal research methods. Normative legal
research analyzes written law based on literature, laws, or reading materials related
to the problem being studied. In this case, documents and regulations relating to the
certification of environmental judges.
Based on the results of the research and discussion of competency to try a case in a
court that does not have a certified judge, the chairman or deputy chairman of the
court has the authority to hear or appoint a senior judge to try environmental cases.
When adjudicating environmental cases, the Liwa District Court uses a Panel of
Judges chaired by a certified judge and a Panel of Judges chaired by a judge who
serves as Deputy Chair even though he does not have environmental judge
certification. In case number 79/Pid.B/LH/2022 the defendant's actions have been
proven to violate the first alternative charge and the sentence of 1 (one) and 2 (two)
months in prison has fulfilled the aspects of justice. The author agrees with the
judge's decision that the defendant was proven to have fulfilled the first charge and
the sentence against the defendant was appropriate based on considerations of
aggravating and mitigating factors.
In this research, the author suggests that related parties can review the
administrative requirements for environmental judges because they can be
obstructiveenvironmental law enforcement in the regions, especially in Class II
District Courts. And the community can comply with applicable laws and
regulations, especially regarding illegal logging and the community must
participate together with the government in protecting and preserving the
environment.
Keywords: Illegal Logging, Judge Certification, Judge Consideratio
ANDIKA FALAH BINTANG 20120111392024-02-06T03:55:04Z2024-02-06T03:55:04Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78590This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/785902024-02-06T03:55:04ZTINJAUAN YURIDIS PERBUATAN WANPRESTASI DALAM PERKARA GUGATAN SEDERHANA
(STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 9/Pdt.G.S/2022/PN LIW)Pada dasarnya, setiap orang di dunia tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa bantuan orang lain. Salah satu interaksi manusia dalam bentuk kerjasama melalui perjanjian tertulis dan lisan. Para pihak yang membuat perjanjian akan memiliki hak dan kewajiban yang diatur oleh hukum, sehingga perjanjian merupakan undang-undang bagi yang membuatnya. Dengan demikian, ketika terjadi konflik di dalamnya terdapat konsekuensi hukum dan dapat diselesaikan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Perkara wanprestasi dapat diajukan ke Pengadilan Negeri dalam bentuk gugatan sederhana ataupun gugatan biasa. Oleh karena itu, penelitian ini berjudul “Analisis Yuridis Perbuatan Wanprestasi Dalam Perkara Gugatan Sederhana (Studi Kasus Putusan Nomor 9/Pdt.G.S/2022/PN Liw)” yang bertujuan untuk mempelajari bagaimana Hakim membuat keputusan dalam perkara wanprestasi Nomor 9/Pdt.G.S/2022/PN Liw, kriteria perbuatan wanprestasi dalam perkara gugatan sederhana, dan bagaimana proses penyelesaian sengketa wanprestasi dalam gugatan sederhana agar memberikan perlindungan bagi para pihak.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dan tipe penelitian deskriptif. Sumber data berasal dari studi kepustakaan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk memecahkan masalahnya. Studi bahas pustaka, wawancara dan observasi langsung di Pengadilan Negeri Liwa serta dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data. Selanjutnya, data yang digunakan dalam penelitian ini diproses melalui tahapan pemeriksaan data, klasifikasi data, dan analisis data.
Hasil penelitian menunjukkan, suatu Putusan Nomor 9/Pdt.G.S/2022/PN Liw yang menjadi pokok permasalahannya adalah karena Para Tergugat ingkar janji atau wanprestasi terhadap isi SPH Nomor : PK1909P9LK/73/76/09/2019 yang telah diperjanjikan dengan Penggugat sehingga, pihak Penggugat dirugikan atas perbuatan Para Tergugat. Karena perkara tersebut telah memenuhi kriteria dalam Gugatan Sederhana maka Hakim harus memeriksa, memutus dan mengadili dengan berpedoman pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana. Hakim tidak hanya harus memiliki kemampuan intelektual untuk membuat keputusan dalam suatu perkara, tetapi Hakim juga harus memiliki moral dan integritas yang tinggi untuk mencerminkan keadilan, menjamin kepastian hukum, dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Berdasarkan jenis sifatnya putusan hakim terdiri dari putusan declaratoir, konstitutif dan condemnatoir yang mengandung aspek kepastian hukum, aspek keadilan dan aspek kemanfaatan.
Kata Kunci : Perjanjian, Wanprestasi, Gugatan Sederhana
Basically, every person in the world cannot meet their own living needs without the help of others. One form of human interaction is cooperation through written and verbal agreements. The parties who make an agreement will have rights and obligations regulated by law, so that the agreement is the law for those who make it. Thus, when a conflict occurs, there are legal consequences and it can be resolved in a manner that complies with applicable legal provisions. Default cases can be filed with the District Court in the form of a simple lawsuit or an ordinary lawsuit. Therefore, this research is entitled "Judicial Analysis of Default Acts in Simple Lawsuit Cases (Case Study of Decision Number 9/Pdt.G.S/2022/PN Liw)" which aims to study how Judges make decisions in default cases Number 9/Pdt.G.S /2022/PN Liw, criteria for acts of tort in small claims cases, and what is the process for resolving breaches of contract disputes in small claims to provide protection for the parties.
This research uses normative legal research methods and descriptive research types. The data source comes from library research. This research uses a qualitative approach to solve the problem. Literature study, interviews and direct observation at the Liwa District Court as well as documentation were used to collect data. Next, the data used in this research was processed through the stages of data inspection, data classification, and data analysis.
The results of the research show that Decision Number 9/Pdt.G.S/2022/PN Liw which is the main problem is because the Defendants broke their promises or defaulted on the contents of SPH Number: PK1909P9LK/73/76/09/2019 which had been agreed with the Plaintiff so that, The Plaintiff was harmed by the actions of the Defendants. Because the case has met the criteria in a Simple Lawsuit, the Judge must examine, decide and adjudicate based on Supreme Court Regulation Number 4 of 2019 concerning Amendments to Supreme Court Regulation Number 2 of 2015 concerning Procedures for Settlement of Simple Claims. Judges must not only have the intellectual ability to make decisions in a case, but judges must also have high morals and integrity to reflect justice, guarantee legal certainty, and provide benefits to society. Based on the nature of the judge's decision, it consists of declaratory, constitutive and condemnatory decisions which contain aspects of legal certainty, aspects of justice and aspects of benefit.
Keywords: Agreement, Default, Simple LawsuitMAHARANI ULFHA20120110282024-02-02T06:26:20Z2024-02-02T06:26:20Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78494This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/784942024-02-02T06:26:20ZKEKUATAN HUKUM SURAT EIGENDOM VERPONDING SEBAGAI ALAS HAK PENGURUSAN HAK ATAS TANAH DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA Sengketa terkait tanah bukan suatu hal yang asing lagi bagi Masyarakat Indonesia, salah satu faktor perkara yang terjadi atas tanah ialah karena Indonesia memiliki Sejarah yang cukup panjang, dengan Indonesia yang telah melalui pejajahan tentu beberapa hal yang berhubungan dengan Negara penjajah masih menjadi kenangan bagi Indonesia termasuk salah satunya ialah Hukum Barat yang masih kita gunakan, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, juga surat/akta yang berlaku pada saat zaman penjajahan yang peninggalannya masih ada pada Masyarakat Indonesia, ialah Akta Eigendom Verponding yang dimiliki oleh Masyarakat Indonesia setelah adanya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dimana diatur bahwa masyarakat yang memiliki Akta Eigendom Verponding perlu melakukan konversi untuk menjadi Surat/Akta yang berlaku pada system Hukum Indonesia.sekarang.
Pokok permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini adalah legalitas pengakuan surat/akta eigendom verponding dan bagaimana kekuatan hukum atas Surat Verponding yang belum di konversi pada saat ini agar sesuai dengan Praktek dan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan sumber data yang berasal dari ketentuan perundang-undangan dan dokumen hukum serta wawancara. Adapun bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan sekunder yang teknik pengolahannya menggunakan analisis kualitatif normatif.
Hasil penelitian ini bahwa masih ada Masyarakat yang terjebak dalam perkara tanah dengan alas hak eigendom verponding yang tidak bisa mendapatkan keadilan dan melanjutkan ke jalur hukum dikarenakan keterbatasan biaya dan lainnya. Padahal sudah jelas bahwa Akta Eigendom Verponding yang sudah diuji keabsahannya dianggap sah dan valid sebagai alas hak atas suatu tanah.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah perlunya melakukan konversi Akta Eigendom Verponding menjadi hak milik yang berlaku saat ini dalam sistem hukum pertanahan di Indonesia, dengan itu maka perlu dilaksanakannya prinsip dari PP NO 24 Tahun 1997 yang memiliki maksud dan tujuan dari pendaftaran tanah yaitu “Pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan azas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka.” Dengan begitu maka perkara terhadap Akta Eigendom Verponding dapat berkurang dan mengurangi penggarap liar pula.
Kata Kunci : Alas hak, Akta Eigendom Verponding, Hak Milik Tanah
Disputes related to land are not something foreign to the Indonesian people, one of the factors that occurs over land is because Indonesia has quite a long history, with Indonesia having gone through colonization, of course several things related to the colonial country are still memories for Indonesia, including one of which is Western Law which we still use, such as the Civil Code, as well as letters/deeds that were in effect during the colonial era whose legacy still exists in Indonesian society, one of which is the Deed Eigendom Verponding which are owned by the Indonesian people after Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) was established which stipulates that the people who have the Deed Eigendom Verpondingit is necessary to convert it to become a Letter/Deed that applies to the current Indonesian legal system.
The main issue that will be discussed in this research is the legality of acknowledgment of letters/deeds Eigendom Verponding and what is the legal force of the Eigendom Verponding which have not been converted at this time to comply with applicable Practices and Legislation.
The research method used by the author in this research is normative legal research using data sources originating from statutory provisions and legal documents as well as interviews. The legal materials used are primary and secondary legal materials whose processing techniques use normative qualitative analysis.
The results of this research show that there are still people who are trapped in land cases based on rights Eigendom Verponding who cannot get justice and proceed with legal action due to financial and other limitations.
The conclusion of this research is the need to convert the Deed Eigendom Verponding become property rights currently in force in the land law system in Indonesia, with that it is necessary to implement the principles of PP NO 24 of
1997 which have the aims and objectives of land registration, namely "Land registration is carried out based on the principles of simple, safe, affordable, up- to-date and open .” In this way, cases regarding the Eigendom Verponding Deed can be reduced and illegal cultivators will also be reduced.
Keywords: Base of rights, Verponding Eigendom Deed, Land Ownership
Right
Christine Malau Irene 2012011354 2024-02-01T04:36:19Z2024-02-01T04:36:19Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78450This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/784502024-02-01T04:36:19ZPERAN LBH DPN INDONESIA DALAM MELINDUNGI HAK ASASI
PEREMPUAN KORBAN TINDAK PIDANA KDRTBantuan hukum merupakan salah satu aspek yang mendorong atas kebutuhan terhadap keadilan dan kesamaan di hadapan hukum. Tidak adanya bantuan hukum dapat menjadi sebuah ancaman bagi keadilan yang menjadi tujuan hukum itu sendiri. Pemberian bantuan hukum dilakukan melalui sebuah lembaga atau organisasi yang disebut dengan Lembaga Bantuan Hukum. Tugas dan fungsi dari bantuan hukum adalah memberikan layanan berupa bantuan hukum secara gratis atau cuma-cuma kepada masyarakat terutama masyarakat yang tidak mampu untuk membayar jasa para pemberi bantuan hukum konvensional sehingga dapat menciptakan keadilan sebagai kenyataan kepada seluruh lapisan masyarakat. Salah satu lembaga bantuan hukum yang telah memberikan layanan bantuan hukum adalah LBH DPN Indonesia yang telah aktif giat memberikan bantuan hukum kepada masyarakat sejak didirikannya pada tahun 2021. LBH DPN Indonesia sebagai pemberi bantuan hukum secara cuma-cuma telah menangani perkara-perkara hukum, baik perkara hukum perdata sampai perkara hukum pidana. Berkaitan dengan itu, perkara hukum pidana yang pernah ditangani oleh LBH DPN Indonesia adalah Tindak Pidana KDRT. Pokok permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini adalah mengenai peran LBH DPN Indonesia dalam memberikan pendampingan hukum dan perlindungan terhadap korban Tindak Pidana KDRT serta hambatan yang dialami LBH DPN Indonesia ketika menangani kasus Tindak Pidana KDRT.
Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan sumber data yang berasal dari ketentuan perundang-undangan dan dokumen hukum serta wawancara. Adapun bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan sekunder yang teknik pengolahannya menggunakan analisis kualitatif normatif.
Hasil penelitian ini bahwa dalam menjalankan perannya sebagai lembaga bantuan hukum, LBH DPN Indonesia sudah berdasarkan dengan ketentuan yang berada pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum. Maka berdasarkan undang-undang tersebut, pendampingan hukum yang diberikan kepada korban Tindak Pidana KDRT dilakukan melalui jalur litigasi dan nonlitigasi, baik dalam perkara hukum perdata dan juga hukum pidana.
Saran dari penelitian ini adalah seharusnya dalam pemberian pendampingan hukum dan perlindungan terhadap korban Tindak Pidana KDRT juga memperhatikan aspek-aspek lainnya selain dari aspek hukum, sepertik aspek psikis dan ekonomi. Dengan demikian, LBH DPN Indonesia dapat menjalankan perannya sebagai pemberi bantuan hukum secara maksimal sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum.
Kata Kunci: Bantuan Hukum, Korban Perempuan, Tindak Pidana KDRT
Legal aid is one aspect that supports the need for justice and equality before the law. The absence of legal assistance can be a threat to justice which is the aim of the law itself. The provision of legal aid is carried out through an institution or organization called the Legal Aid Institute. The task and function of legal aid is to provide services in the form of free legal aid to the community, especially people who cannot afford the services of conventional legal aid providers so that justice can be created as a reality for all levels of society. One of the legal aid institutions that has provided legal aid services is LBH DPN Indonesia which has been actively providing legal aid to the community since its founding in 2021. LBH DPN Indonesia as a provider of free legal aid has handled legal cases, both cases civil law to criminal law cases. In this regard, the criminal law case that was handled by LBH DPN Indonesia was the crime of domestic violence. The main issues that will be discussed in this research are the role of LBH DPN Indonesia in providing legal assistance and protection to victims of domestic violence crimes as well as the obstacles experienced by LBH DPN Indonesia when handling cases of domestic violence crimes.
The research method used by the author in this research is normative legal research using data sources originating from statutory provisions and legal documents as well as interviews. The legal materials used are primary and secondary legal materials whose processing techniques use normative qualitative analysis.
The results of this research are that in carrying out its role as a legal aid institution, LBH DPN Indonesia is based on the provisions in Law Number 16 of 2011 concerning Legal Aid. So based on this law, legal assistance provided to victims of domestic violence crimes is carried out through litigation and non-litigation, both in civil law cases and also criminal law cases.
The suggestion from this research is that when providing legal assistance and protection to victims of domestic violence crimes, they should also pay attention to other aspects apart from the legal aspect, such as psychological and economic aspects. In this way, LBH DPN Indonesia can carry out its role as a provider of legal assistance optimally in accordance with Law Number 16 of 2011 concerning Legal Aid.
Keywords: Legal Aid, Female Victims, Domestic Violence Crimes
NATASHA DANYA NUSCHA 20120113162024-01-31T07:01:03Z2024-01-31T07:01:03Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78433This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/784332024-01-31T07:01:03ZPERSPEKTIF HUKUM PIDANA TERHADAP PERBUATAN MERENDAHKAN KEHORMATAN DAN KELUHURAN MARTABAT HAKIM (PMKH)Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Keluhuran Martabat Hakim (PMKH) merupakan perbuatan yang dianggap merendahkan martabat hakim dan pengadilan ini seringkali mengancam keamanan hakim tidak hanya di dalam persidangan tetapi juga diluar persidangan. Berdasarkan latar belakang tersebut permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah pengaturan terkait perbuatan merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim? Dan Bagaimanakah perspektif hukum pidana terhadap perbuatan merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim?
Pendekatan masalah penelitian ini menggunakan pendekatan normatif-empiris. Data yang digunakan dalam penelitian ini ialah data primer dan data sekunder. Penelitian ini dilakukan di Kantor Komisi Yudisial RI Penghubung Wilayah Lampung. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif.
Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Keluhuran Martabat Hakim PMKH telah diatur dalam beberapa pengaturan mulai dari UUD 1945 sampai dengan Peraturan Komisi Yudisial. Dalam Perspektif Hukum Pidana Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Keluhuran Martabat Hakim merupakan tindak pidana yang diancam pidana karena memenuhi unsur-unsur tindak pidana. Dalam hal pidana sebagai upaya terakhir, maka penanganan peristiwa PMKH dapat ditangani dengan langkah lain berupa koordinasi, mediasi, konsiliasi dan somasi.
Br Nainggolan Yolandasari19120111802024-01-31T03:38:03Z2024-01-31T03:38:03Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78421This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/784212024-01-31T03:38:03ZPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP
BAZNAS KOTA BANDAR LAMPUNG PADA PROGRAM
BANTUAN MODAL USAHA BERGULIR YANG MENGUGUNAKAN AKAD
QARDH AL-HASAN TANPA ADANYA JAMINANPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi
BAZNAS Kota Bandar Lampung pada program bantuan modal usaha bergulir.
Penelitian ini dilatar belakangi oleh adanya program bantuan modal usaha bergulir
yang dilakukan oleh BAZNAS Kota Bandar Lampung dengan pelaksanaan
programnya menggunakan akad Qardh al-hasan tanpa adanya jaminan.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif empiris dengan tipe
penelitian deskriptif dan menggunakan pendekatan nonjudicial case study. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum
primer, sekunder. Ruang linkup penelitian ini adalah adalah program BAZNAS Kota
Bandar Lampung.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa BAZNAS Kota Bandar Lampung
belum mendapatkan perlindungan hukum preventif yang kuat, hal ini dikarenakan pada
bantuan modal usaha bergulir bergulir tanpa adanya jaminan tidak terdapat sebuah
perjanjian, sehingga ketika terjadi suatu wanpretasi BAZNAS Kota Bandar Lampung
tidak dapat mengajukan gugatan atas dasar wanprestasi ke Pengadilan Agama dan
meminta sita jaminan.
Kata Kunci : Qardh Al-Hasan, Perlindungan Hukum, Perjanjian
This study aims to determine how the form of legal protection for BAZNAS Bandar
Lampung City in the revolving business capital assistance program. This research is
motivated by the existence of a revolving business capital assistance program carried
out by BAZNAS Bandar Lampung City with the implementation of the program using
the Qardh al-hasan contract without any guarantee.
This research uses empirical normative legal research with descriptive research type
and uses nonjudicial case study approach. The data used in this research is secondary
data consisting of primary and secondary legal materials. The scope of this research
is the BAZNAS program of Bandar Lampung City.
The results of the research and discussion show that BAZNAS Bandar Lampung City
has not received strong preventive legal protection, this is because in the revolving
business capital assistance without collateral there is no agreement, so that when a
default occurs BAZNAS Bandar Lampung City cannot file a lawsuit on the basis of
default to the Religious Court and ask for collateral confiscation.
Keywords : Qardh Al-Hasan, Legal Protection, Agreement.
Winarti Ayu20120113082024-01-31T02:17:42Z2024-01-31T02:17:42Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78378This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/783782024-01-31T02:17:42ZANALISIS PEMBERIAN KERINGANAN HUKUMAN TERHADAP
JUSTICE COLLABORATOR DALAM PERKARA TINDAK PIDANA
KORUPSI BERUPA PENERIMAAN GRATIFIKASI
DI LAMPUNG UTARA
(Studi Putusan Nomor: 51/Pid.Sus/TPK/2021/PN.Tjk)Saksi pelaku yang bekerjasama atau yang juga dikenal dengan istilah “Justice
Collaborator” merupakan sebutan bagi seorang pelaku tindak pidana, akan tetapi
bukan pelaku utama yang mengakui perbuatan dan memberikan kesaksiannya
yang bekerjasama dengan aparat penegak hukum untuk membantu mengungkap
suatu tindak pidana. Pemberian keringanan hukuman bagi Justice Collaborator
adalah suatu reward atau penghargaan yang bisa diperoleh apabila pelaku karena
kesaksiannya dapat membantu untuk mengungkap suatu alur tindak pidana,
pelaku lain yang terlibat, serta memulihkan kerugian keuangan negara yang
ditimbulkan. Disamping itu, tidak semua pengajuan permohonan Justice
Collaborator dapat disetujui ataupun berhasil diberikan sesuai dengan aturan yang
terdapat didalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011 tentang
Perlakuan Bagi Pelapor (Whistleblower) Saksi Pelaku Yang Bekerjasama (Juctice
Collaborator) di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu. Permasalahan penelitian
ini adalah Bagaimana mekanisme pemberian status terhadap saksi pelaku yang
bekerjasama (Justice Collaborator), Urgensi dihadirkannya seorang Justice
Collaborator, serta Keuntungan (benefit) seperti apa yang dapat diperoleh seorang
Justice Collaborator.
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini yaitu melalui penelitian
yang bersifat lapangan (field research) yang mana peneliti berupaya untuk
mengumpulkan informasi dan data yang diperoleh secara langsung di lapangan
atau yang dikenal dengan penelitian yang bersifat empiris (sosio-legal research).
Metode penelitian dengan mengunakan sosio-legal ini ditujukan untuk
mengetahui bagaimana hukum bekerja dan beroperasi dalam masyarakat. Adapun
data diperoleh melalui studi kepustakaan dan melalui wawancara menggunakan
pedoman tertulis terhadap narasumber yang telah ditentukan. Narasumber pada
penelitian ini terdiri dari Akademisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Lampung, Advokat Kantor Hukum Sopian Sitepu And Partners, Jaksa pada
Kejaksaan Tinggi Lampung.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa Justice Collaborator dalam
perkara Akbar dapat disetujui dikarenakan pada proses penyidikan sampai di
persidangan Akbar bersikap koorperatif, jujur dan memberikan keterangan secara
menyeluruh untuk membuat terang perkara korupsi gratifikasi tersebut. Yang
mana aparat penegak hukum dalam menentukannya tetap berdasarkan pada
peraturan di dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011.
Keuntungan yang diperoleh salah satunya mengenai pemberian keringanan
hukuman Akbar adalah hukuman penjara selama 4 tahun penjara dan pidana
denda sebesar Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Penjatuhan pidana
tersebut merupakan pidana yang paling ringan sebagaimana yang terdapat di
dalam aturan Pasal 12 B Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Bahwa dalam pertimbangan Hakim dapat disimpulkan
faktor-faktor yang mendukung dalam pemberian keringanan hukumannya yaitu
dirinya mampu untuk mengakui semua perbuatannya, mengungkap alur tindak
pidana dan pelaku lain yang ikut terlibat, serta mengembalikan hasil yang didapat
dari korupsi tersebut.
Saran yang dapat penulis sampaikan dalam penelitian ini adalah pemberian
keringanan hukuman bagi Justice Collaborator sangat penting untuk dilakukan
sebagai bentuk penghargaan atau reward, karena Justice Collaborator cukup
membantu aparat penegak hukum dalam mengungkap suatu perkara tindak pidana
dan memulihkan kerugian keuangan negara. Penulis memberikan saran
bahwasannya dalam pemberian keringanan hukuman terhadap Justice
Collaborator, Hakim perlu untuk melihat secara menyeluruh segala aspek-aspek
yang dapat berpengaruh dalam penjatuhan pidananya sehingga pemberian
keringanan tersebut dapat berhasil dan berjalan dengan efektif. Selain itu,
dikarenakan pedoman mekanisme penetapan Justice Collaborator seseorang
hanya terdapat di SEMA, maka perlu adanya pembaharuan hukum dalam suatu
peraturan perundang-undangan agar pedoman mekanisme penetapan Justice
Collaborator dapat diatur lebih tegas dan jelas.
Kata Kunci: Keringanan hukuman , Justice Collaborator, Gratifikasi.NAYRA SALSABILA KIRANA PERMATA20120112902024-01-31T01:49:06Z2024-01-31T01:49:06Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78372This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/783722024-01-31T01:49:06ZANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENJATUHAN PIDANA BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN DENGAN KEKERASAN TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN (Studi Putusan Nomor: Nomor 17/Pid.Sus/2023/PN Gdt)Perlindungan terhadap anak pada hakikatnya merupakan upaya untuk menjaga hak- hak asasi mereka. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa anak-anak, sejak awal kehidupan mereka dalam kandungan, saat lahir, serta dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya menuju dewasa, berada dalam kondisi yang belum sepenuhnya mandiri dan oleh karena itu memerlukan perlindungan khusus di berbagai aspek kehidupan mereka. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara mendalam mengenai apa saja yang menjadi dasar pertimbangan hakim serta mengetahui apakah putusan hakim sudah memenuhi keadilan substantif.
Penelitian ini memakai metode yuridis-normatif yang berfokus pada analisis peraturan perundang-undangan, dan teori hukum yang digunakan pada kajian ini, serta metode yuridis-empiris yang diperoleh dari hasil wawancara narasumber. jika pelaku dari tindak pidana ini merupakan orang tua dari anak korban.
Berdasarkan hasil penelitian, majelis hakim memvonis kasus ini dengan mempertimbangan aspek yuridis, filosofis, dan sosiologis, serta aspek lainnya yang berkaitan dengan terdakwa, korban, dan masyarakat.
Saran yang bisa disampaikan atas penelitian ini yaitu diharapkan ada pemahaman mengenai pengajuan restitusi kepada korban untuk menunjang kondisi Kesehatan priskologi dan fisik dari anak korban serta ada kemajuan penegakan hukum dan perlindungan terhadap anak korban kekerasan seksual.
Kata kunci: Persetubuhan, Pertimbangan hakim, keadilan, anak, korban.
Protection for children fundamentally constitutes an effort to safeguard their fundamental rights. This is due to the fact that children, from the early stages of their lives in the womb, at birth, and throughout their growth and development towards adulthood, are in a condition that is not fully independent. Therefore, they require special protection in various aspects of their lives. This research aims to thoroughly examine the grounds considered by judges and determine whether the court decisions have fulfilled substantive justice.
This research employs a juridical-normative method, focusing on the analysis of legal regulations and legal theories. Additionally, it utilizes a juridical-empirical method derived from interviews with informants if the perpetrator of the crime is the parent of the child victim.
Based on the research findings, the panel of judges decided the case by considering juridical, philosophical, and sociological aspects, as well as other factors related to the defendant, victim, and society.
Suggestions arising from this research include the need for an understanding of restitution claims for victims to support the psychological and physical health of child victims. Furthermore, there is a call for progress in law enforcement and protection for child victims of sexual violence.
Keywords: Sexual Assault, Judges' Considerations, Justice, Children, Victims.
IMANUELLA ARCEFRIDA 20120110712024-01-31T01:45:46Z2024-01-31T01:45:46Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78371This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/783712024-01-31T01:45:46ZPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN OLEH PEMBELI BERITIKAD BAIK (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1165K/PDT/2022)
Penelitian Hukum ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap jual beli yang dilakukan oleh pembeli beritikad baik. Pengetahuan mengenai perlindungan hukum terhadap pembeli tanah beritikad baik sangatlah penting mengingat banyak sengketa yang timbul setelah jual beli dilakukan antara penjual dan pembeli. Sengketa timbul diakibatkan oleh pihak-pihak diluar jual beli tanah yang merasa bahwa kepentingannya dirugikan. Seperti pada kasus jual beli tanah dalam penelitian ini dimana penjual dan pembeli digugat oleh pihak-pihak yang mengaku sebagai pemilik sah atas tanah yang menjadi objek jual beli yang berdasarkan warisan. Pokok permasalahan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Bagaimana seorang pembeli dapat diklasifikasikan sebagai pembeli yang beritikad baik dalam jual beli tanah. 2) Bagaimana perlindungan hukum terhadap pembeli yang beritikad baik.
Jenis Penelitian adalah penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian deskriptif. Penulis menggunakan pendekatan masalah dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Penulis memperoleh data kemudian dilakukan melalui studi kepustakaan dan dokumen. Data yang didapatkan selanjutnya diolah melalui pemeriksaan data, klasifikasi, dan sistematika data, serta dianalisis secara deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: 1) Seseorang dapat diklasifikasikan sebagai pembeli beritikad baik berdasarkan upaya-upaya yang telah dirumuskan berdasarkan SEMA Nomor 4 Tahun 2014, yaitu: pertama, pembeli telah melakukan pengecekan atas kepemilikan sah atas tanah yang menjadi objek jual beli di Badan Petanahan Nasional. Kedua, jual beli harus dilakukan di hadapan Notaris/PPAT. Ketiga, tanah yang menjadi objek jual beli tersebut tidak berada dalam status sengketa, disita, dan sedang menjadi objek Hak Tanggungan. 2) Terdapat beberapa peraturan yang mendasari transaksi yang dilakukan oleh pembeli beritikad baik tersebut dilindungi oleh hukum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata, Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria, dan rumusannya dapat dilihat dari SEMA No 7 Tahun 2012 serta SEMA No. 4 Tahun 2016. Terhadap Pembeli wajib untuk dianggap sebagai Pembeli beritikad baik menurut Peraturan Perundang-Undangan sehingga bagi pihak-pihak yang dirugikan harus dapat membuktikan itikad buruk seorang pembeli.
Kata Kunci: Jual Beli Tanah, Pembeli Beritikad Baik, Tanah
Owen Roy 20120113882024-01-31T01:30:16Z2024-01-31T01:30:16Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78366This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/783662024-01-31T01:30:16ZANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP PERBUATAN
MELAWAN HUKUM DALAM SENGKETA TANAH UNTUK
KEPENTINGAN UMUM
(Studi Putusan Nomor: 46/Pdt.G/2018/PN Mgl)Penggunaan tanah yang ditujukan untuk kepentingan umum merupakan prioritas
utama yang harus segera dilaksanakan demi terselenggara dan terjaminnya
kebutuhan masyarakat pada umumnya. Namun, pada praktiknya ditemukan
ketidaksesuain atas hak dan kewajiban yang diterima. Seperti halnya dalam perkara
yang dibahas dalam penulisan skripsi ini. Pemerintah dalam hal ini memiliki
kepentingan akan penggunaan tanah tidak melaksanakan kewajibannya untuk
memberikan ganti kerugian kepada Pemilik tanah yang tanahnya digunakan untuk
kepentingan umum. Sehingga, Pemilik tanah yang seharusnya mendapatkan hak
atas penggunaan tanah dalam perkara ini merasa dirugikan. Oleh karenanya,
perbuatan yang dilakukan Pemerintah adalah bentuk Perbuatan Melawan Hukum.
Atas dasar Perbuatan Melawan Hukum, Pemilik Tanah mengajukan Gugatan
Perbuatan Melawan Hukum di Pengadilan Negeri Menggala. Atas gugatan tersebut,
Majelis Hakim memutuskan mengabulkan gugatan Penggugat sebagian dengan
verstek. Untuk itu, penulisan skripsi ini diajukan untuk mengetahui dasar
diputusnya putusan majelis hakim tersebut.
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe judicial case
study yaitu pendekatan studi kasus hukum karena suatu konflik yang tidak dapat
diselesaikan oleh para pihak yang berkepentingan sehingga diselesaikan melalui
putusan pengadilan. Selain itu, sumber data yang digunakan berupa bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertimbangan hukum majelis hakim dalam
memutus perkara ditinjau dari kesesuaian alat bukti yang dihadirkan dipersidangan
berupa keterangan surat dan saksi. Selain itu, ditinjau pula dari aspek keadilan,
kepastian hukum dan kemanfaatan yang dirasa dapat diterima oleh para pihak yang
berperkara.
Kata Kunci: Pertimbangan Hakim, Asas Keadilan, Kepastian Hukum dan
Kemanfaatan
The use of land for purposes is a top priority that must be implemented immediately
in order to meet and guarantee the needs of society in general. However, in
practice, inconsistencies are found in the rights and obligations received. As is the
case in the matters discussed in writing this thesis. In this case, the government has
an interest in land use and does not carry out its obligation to provide compensation
to land owners whose land is used for public purposes. Therefore, the land owner
who should have the right to use the land in this case feels disadvantaged.
Therefore, the actions carried out by the Government are a form of Unlawful
Action. On the basis of Unlawful Actions, the Land Owner filed a Lawsuit for
Unlawful Actions at the Menggala District Court. Based on this lawsuit, the Panel
of Judges decided to partially grant the Plaintiff's lawsuit with verstek. For this
reason, this thesis is written to find out the basis for the decision of the panel of
judges.
The approach method used in this research is the judicial case study type, namely
a legal case study approach because a conflict cannot be resolved by the interested
parties so it is resolved through a court decision. Apart from that, the data sources
used are primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal
materials.
The results of this research show that the legal considerations of the panel of judges
in deciding cases are reviewed from the suitability of the evidence presented at trial
in the form of letters and witness statements. Apart from that, it is also reviewed
from the aspects of justice, legal certainty and benefits that are felt to be acceptable
to the parties involved in the case.
Keywords: Judge's Consideration, Principles of Justice, Legal Certainty and
BenefitsAPRIA NINGRUM WAHYU 20120110412024-01-25T08:15:35Z2024-01-25T08:15:35Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78293This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/782932024-01-25T08:15:35ZPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PRODUK
MAKANAN YANG MENGGUNAKAN KEMASAN BERBAHAN
DASAR PLASTIK POLYETHYELENE
TEREPHTHALATE (PET)PET masuk kedalam jenis plastik dengan kode 1 yaitu dikenal dengan sebutan
Polyethyelene Terephthalate(PETE). Tidak untuk air hangat apalagi panas, untuk
jenis ini, disarankan hanya untuk satu kali penggunaan dan tidak untuk mewadahi
pangan dengan suhu > 60°C. Penelitian ini mengkaji mengenai perlindungan
hukum bagi konsumen produk makanan yang menggunakan kemasan berbahan
dasar plastik Polyethyelene Terephthalate (PET) serta peran Pemerintah dalam
penanggulangan penggunaan kemasan berbahan dasar plastik yang mengandung
Polyethyelene Terephthalate (PET) sebagai wadah makanan.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris
dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yang dilakukan dengan
pendekatan normatif empiris, data yang digunakan adalah data primer yang
diperoleh langsung dari lapangan dan data sekunder, yang terdiri dari bahan
hukum primer, sekunder dan tersier. Metode pengumpulan data dengan studi
kepustakaan, studi dokumen dan wawancara. Metode pengolahan data melalui
pemeriksaan data, rekonstruksi data, dan sistematisasi data. Analisis data
menggunakan analisis kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa perlindungan hukum bagi
konsumen produk bahan makanan yang menggunakan kemasan berbahan dasar
plastik Polyethyelene Terephthalate (PET) adalah berdasarkan Undang-Undang
No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang meliputi perlindungan
terhadap barang dan/atau jasa. Adanya jaminan perangkat hukum negara yang
dapat melndungi hak serta kewajiban masyarakat, serta adanya hukuman bagi
orang yang tidak mengikuti peraturan yang ada. Peran Pemerintah dalam
penanggulangan penggunaan kemasan berbahan dasar plastik yang mengandung
Polyethyelene Terephthalate (PET) adalah dengan dilakukannya pengawasan
secara berkala dalam bentuk razia. Tindak lanjut yang diambil dapat berupa
teguran, penyitaan hingga pemusnahan bahkan sampai pencabutan izin usaha.
Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Konsumen, Plastik Polyethyelene
Terephthalate (PET).
PET is a type of plastic with code 1 which is known as Polyethylene Terephthalate
(PET). PET is not for warm water or hot water, it is recommended for one-time
use only and not for storing food with temperatures > 60°C. This research aims to
examine legal protection for consumers of food products that use packaging made
from Polyethylene Terephthalate (PET) plastic as well as the role of the
Government in tackling the use of packaging made from plastic containing
Polyethylene Terephthalate (PET) as food containers.
The method used in this research is empirical juridical with a descriptive research
design. The problem approach taken is an empirical normative approach, the data
used is primary data obtained directly from the field and secondary data
consisting of primary, secondary and tertiary legal materials. The data were
taken from a literature study, document study and interviews. The data
processing method used in this research is through data examination, data
reconstruction, and data systematization using qualitative data analysis.
The research and discussion showed that legal protection for consumers of food
products that use packaging made from Polyethylene Terephthalate (PET) plastic
is based on Law No. 8 of 1999 on Consumer Protection which includes protection
of goods and/or services. There is a guarantee of state legal instruments that can
protect the rights and obligations of the community, as well as penalties for
people who do not follow existing regulations. The Government's role in tackling
the use of plastic-based packaging containing Polyethylene Terephthalate (PET)
is to carry out regular supervision in the form of raids. Besides, the follow-up
action taken can be in the form of a warning, confiscation to destruction and even
revocation of the business license.
Keywords: Legal Protection, Consumers, Polyethylene Terephthalate (PET)
Plastic.BONI FASIUS SITINDAON RENALDI 17120112802024-01-25T07:38:27Z2024-01-25T07:38:27Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78289This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/782892024-01-25T07:38:27ZANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM MENJATUHKAN PUTUSAN NIET ONTVANKELIJKE VERKLAARD (NO) TERHADAP PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI MELALUI GUGATAN SEDERHANA (Studi Putusan Nomor: 1/Pdt.G.S/2022/PN Gdt) Gugatan sederhana merupakan gugatan pada perkara perdata yang memakai mekanisme peradilan sederhana dengan waktu persidangan selama maksimal 25 hari. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 yang sudah diubah oleh Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2019 perihal Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana, membatasi penyelesaian gugatan sederhana hanya untuk perkara wanprestasi dan perbuatan melawan hukum. Sebuah kasus wanprestasi di Pengadilan Negeri Gedong Tataan diselesaikan melalui proses gugatan sederhana, di mana putusan yang dikeluarkan adalah Niet Ontvankelijke Verklaard (NO), meskipun kasus itu sebelumnya sudah mengalami tahap proses pengajuan penolakan (dismisal process). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dasar pertimbangan hakim dalam menetapkan Putusan NO pada kasus Nomor
1/Pdt.G.S/2022/PN Gdt yang diselesaikan melalui gugatan sederhana, sekaligus mengevaluasi apakah kasus itu bisa diklasifikasikan sebagai wanprestasi. Pendekatan masalah yang dipakai melibatkan analisis normatif hukum dan analisis empiris hukum. Penelitian ini memakai teori pembuktian yang dipakai hakim dalam merampungkan suatu perkara. Hasil penelitian ini memaparkan bahwa kendati perkara ini sudah melawati dismisal process yang mana hakim sudah menilai gugatan itu bisa diselesaikan melalui gugatan sederhana, akan tetapi dalam pembuktian ditemukan bahwa perkara ini bukan merupakan wanprestasi melainkan perkara sengketa tanah yang mana harus dilakukan pembuktian yang tidak sederhana. Sehubungan dengan hal itu hakim menjatuhkan Putusan NO. Kemudian pada perkara itu, perjanjian yang dilampirkan belum bisa dikatakan sah sebab tidak memenuhi syarat sah perjanjian sebagaimana yang diatur dalam Pasal
1320 KUHPerdata. Saran yang penulis sampaikan adalah dalam membuat surat gugatan dan menentukan cara penyelsaian perkara perdata, sebaiknya penggugat meneliti, dan memahami dengan baik terkait perkara yang dipersengketakan dengan peraturan yang berlaku.
Kata Kunci: Gugatan Sederhana, Putusan Niet Ontvankelijke Verklaard
(NO), Wanprestasi
Small Claim Court is a lawsuit in a civil case that uses a simple court mechanism with a maximum trial time of 25 days. Perma Number 2 of 2015 as amended by Perma Number 4 of 2019 concerning Procedures for Settling Small Claim Court. Cases that can be resolved through simple lawsuits are only cases of default and tort. There was a default case resolved through a Small Claim Court at the Gedong Tataan District Court and the verdict was Niet Ontvankelijke Verklaard (NO), even though the case had gone through the dismissal process stage. This study examines the basis for the judge's consideration in giving a NO verdict in case number 1/Pdt.G.S/2022/PN Gdt which was settled through a Small Claim Court and examines whether the case can be categorized as a default. The problem approaches used in this research are normative juridical and empirical juridical approaches. This research uses the theory of evidence used by judges in resolving a case. The results of this study explain that although this case has gone through the dismissal process in which the judge has assessed that the lawsuit can be resolved through a Small Claim Court, but in the proof it was found that this case was not a default but a land dispute case which required proof that was not simple. Therefore, the judge handed down a NO verdict. Then in this case, the attached agreement cannot be said to be valid because it does not fulfill the valid requirements of the agreement as stipulated in Article 1320 of the Civil Code. The author's suggestion is that in making a lawsuit and determining how to settle a civil case, the plaintiff should research and understand well the case in dispute with the applicable regulations.
Keywords: Small Claim Court, Niet Ontvankelijke Verklaard (NO) Decision, Default
Yuwilda Avilliani 2012011269 2024-01-24T08:38:01Z2024-01-24T08:38:01Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78279This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/782792024-01-24T08:38:01ZANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN REHABILITASI TERHADAP PECANDU DAN PENYALAHGUNA NARKOTIKA BAGI DIRI SENDIRI BERDASARKAN SURAT REKOMENDASI TIM ASESMEN TERPADU
(Studi Putusan Nomor 156/Pid.Sus/2021/PN Gdt)
Pengadilan Negeri Gedong Tataan merupakan pengadilan yang sebagian besar kasus yang ditangani ialah Perkara Narkotika, namun dalam fakta yang ditemukan banyak sekali kasus serupa yang diberikan hukuman yang berbeda dengan putusan ini. Selain itu penulis menyadari bahwa dari sekian banyak Tindak Pidana Narkotika hanya 2 perkara yang diberikan putusan rehabilitasi. Melihat pokok permasalahan tersebut, penulis memaparkan Analisis Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Rehabilitasi Terhadap Pecandu Dan Penyalahguna Narkotika Bagi Diri Sendiri Berdasarkan Surat Rekomendasi Tim Asesmen Terpadu (Studi Putusan Nomor 156/Pid.Sus/2021/Pn Gdt). Dan membahas apakah putusan ini mengedepankan asas kemanfaatan dalam penjatuhan putusannya.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan Yuridis normatif dilakukan melalui pendekatan dengan peraturan Perundang-undangan yang berlaku dan berkaitan dengan permasalahan yang diambil dalam penelitian meliputi Perundang-undangan, buku, jurnal, dan bahan hukum lainnya. Sedangkan yuridis empiris adalah penelitian dilakukan dengan cara meneliti dan mengumpulkan data primer yang didapatkan langsung dari observasi mengenai permasalahan dan wawancara secara langsung dengan narasumber yang menangani perkara tersebut.
Dapat disimpulkan bahwa Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Rehabilitasi Terhadap Pecandu Dan Penyalahguna Narkotika Bagi Diri Sendiri Berdasarkan Surat Rekomendasi (TAT) Putusan Nomor 156/Pid.Sus/2021/PN Gdt didasarkan pada UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, SEMA nomor 4 Tahun 2010 dan berdasarkan fakta persidangan, Serta putusan ini telah sesuai dengan asas kemanfaatan dimana setelah melihat fakta persidangan maka rehabilitasi ialah hukuman yang paling dibutuhkan para terdakwa. Saran penulis Setiap pelaku yang dianggap pecandu dan penyalahguna narkotika bagi diri sendiri
sebaiknya dilakukan asesmen terpadu terlebih dahulu agar tepat dalam pemberian hukuman terhadap pelaku.
Kata Kunci : Pertimbangan Hakim, Rehabilitasi, Narkotika, Tim Asesmen Terpadu,
The Gedong Tataan District Court is a court where most of the cases handled are cases of Narcotics Crimes, but in fact there are many similar cases that are given different sentences from this decision. In addition, the author realizes that of the many Narcotics Crimes, only 2 cases were given rehabilitation decisions.Seeing the main problem, the author presents an analysis of the Judges' considerations in imposing rehabilitation on addicts and drug abusers for themselves based on the recommendation letter of the Integrated Assessment Team (Study of Decision Number 156/Pid.Sus/2021/Pn Gdt). And discuss whether this decision prioritizes the principle of expediency in the imposition of its verdict.
This research uses normative juridical and empirical juridical legal research methods. The normative juridical approach is carried out through an approach with the applicable laws and regulations and related to the problems taken in the study including legislation, books, journals, and other legal materials. While empirical juridical is research conducted by examining and collecting primary data obtained directly from observations regarding the issues discussed and interviews directly with sources who handle the case.
It can be concluded that the Judges' Consideration in Imposing Rehabilitation Decisions Against Addicts and Narcotics Abusers for Themselves Based on a Recommendation Letter (TAT) Decision Number 156/Pid.Sus/2021/PN Gdt is based on Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics, SEMA number 4 of 2010 and based on the facts of the trial, and this decision is in accordance with the principle of expediency where after looking at the facts of the trial, rehabilitation is the punishment most needed by the defendants. The author's suggestion Every perpetrator who is considered an addict and abuser of narcotics for themselves should first conduct an integrated assessment so that it is appropriate in giving punishment to the perpetrator.
Keywords: Judge's Consideration, Rehabilitation, Narcotics, Integrated Assessment Team,
APRILIA TESSA 20120110532024-01-24T08:32:52Z2024-01-24T08:32:52Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78278This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/782782024-01-24T08:32:52ZANALISIS PENJATUHAN PUTUSAN ULTRA PETITA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNA NARKOTIKA
(Studi Putusan Nomor: 86/Pid.Sus/2022/PN Gdt)
Perspektif pemidanaan yang berbeda antara aparat penegak hukum ketika menjatuhkan sanksi kepada penyalahgunaan narkotika golongan I untuk diri sendiri mengundang polemik yang mengarah ke integrated criminal justice system serta keefektifan penjatuhan sanksi dalam meminimalisir dan memberantas tindak pidana narkotika. Perbedaan perspektif aparat penegak hukum dalam bentuk pemidanaan, terutama hakim melalui putusannya yang menghasilkan suatu putusan hakim ultra petita, menjadi alasan penulis untuk memberikan contoh kasus penjatuhan putusan ultra petita oleh hakim terhadap pelaku tindak pidana penyalahguna narkotika studi putusan nomor: 86/Pid.Sus/2022/PN Gdt
Penelitian ini berfokus kepada permasalahan mengenai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan ultra petita pada putusan nomor: 86/Pid.Sus/2022/PN Gdt serta penegakan hukum kepasa pelaku tindak pidana narkotika sebagai penyalahguna narkotika golongan I untuk diri sendiri. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim ketika penjatuhan putusan ultra petita terhadap penyalahguna narkotika (Studi Putusan Nomor: 86/Pid.Sus/2022/PN Gdt) serta mengetahui penegakan hukum yang dikedepankan oleh majelis hakim dalam menjatukan putusan ultra petita pada perkara Nomor: 86/Pid.Sus/2022/PN Gdt. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif serta yuridis empiris dengan jenis data terdiri dari data primer serta sekunder. Narasumber merupakan Hakim Pengadilan Negeri Gedong Tataan. Analisis data menggunakan analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan penjatuhan putusan ultra petita nomor: 86/Pid.Sus/2022/PN merupakan putusan ultra petita yang diperbolehkan oleh undang-undang. Landasan utama hakim dalam penjatuhan pidana penjara terletak pada Pasal 103 Ayat (1) Undang-Undang Narkotika, lalu memperhatikan SEMA No. 4/2010, dimana hakim berpendapat bahwa terdakwa tidak memenuhi unsur krusial dalam SEMA tersebut. Secara filosofis terdakwa juga tidak memiliki urgensi mendesak untuk mendapatkan rehabiltasi dengan memperhatikan asas non disaparitas dalam pemidanannya. In casu hakim lebih mengedepankan keadilan distributif dan asas kemanfaatan ketika menjatuhkan pidana kepada pelaku penyalahguna narkotika golongan I untuk di sendiri serta penjatuhan putusan ultra petita ini tidak mencemari integrated criminal justice system. Penulis menyarankan adanya pembaharuan pengaturan pemidanaan dan penafsiran yang jelas terhadap penyalahguna narkotika golongan I bagi diri sendiri pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan dalam penegakannya harus selalu mengedepankan asas proporsionalitas dan keadilan distributif sehingga mampu mencapai sistem peradilan pidana terpadu yang efektif ketika memberantas dan meminimalisir terjadinya tindak pidana narkotika
Kata Kunci: Putusan Ultra Petita, Nakotika, Pertimbangan Hakim
The different perspectives of punishment between law enforcement officials in imposing sanctions on the abuse of class I narcotics for oneself invite polemics that lead to an integrated criminal justice system and the effectiveness of imposing sanctions in minimizing and eradicating narcotics crimes. The different perspectives of law enforcement officials in the form of punishment, especially judges through their decisions that result in an ultra petita judge's decision, are the reason for the author to provide examples of cases of ultra petita decisions by judges against perpetrators of narcotics abusers in the study of decision number: 86/Pid.Sus/2022/PN Gdt which focuses on the judge's consideration in imposing ultra petita decisions in decision number: 86/Pid.Sus/2022/PN Gdt
This research focuses on the issue of judges' considerations in delivering ultra petita decisions in the case number: 86/Pid.Sus/2022/PN Gdt as well as law enforcement against perpetrators of narcotics crimes as drug users of Class I narcotics for themselves. The purpose of this research is to understand the basis of the judge's considerations in delivering ultra petita decisions against narcotics users (Case Study Number: 86/Pid.Sus/2022/PN Gdt) and to comprehend the law enforcement emphasized by the panel of judges in delivering ultra petita verdicts in case number: 86/Pid.Sus/2022/PN Gdt. This research uses normative juridical and empirical juridical methods with the type of data consisting of primary and secondary data. The resource person is a Judge of the Gedong Tataan District Court. Data analysis using qualitative analysis.
Based on the research findings and discussions, it can be concluded that the issuance of the ultra petita decision number: 86/Pid.Sus/2022/PN is a permissible ultra petita decision according to the law. The primary basis for the judge's imposition of imprisonment is found in Article 103 Paragraph (1) of the Narcotics Law, while considering Supreme Court Regulation No. 4 of 2010, where the judge opined that the defendant did not meet the crucial elements outlined in the regulation. Philosophically, the defendant also lacks urgent necessity for rehabilitation, considering the principle of non-disparity in their criminal proceedings. In this case, the judge prioritized distributive justice and the principle of utility in imposing penalties on perpetrators of Class I narcotics self-use, and this ultra petita decision does not compromise the integrated criminal justice system. The author suggests the need for updates in the regulations concerning sentencing and a clear interpretation regarding self-use of Class I narcotics in Law Number 35 of 2009 on Narcotics, emphasizing the principles of proportionality and distributive justice in its enforcement. This approach aims to achieve an effective integrated criminal justice system to combat and minimize narcotics crimes.
Keywords: Ultra Petita Veredict, Narcotics, Judge's Consideration
FARAH SEPTINA NABILA 19120113742024-01-19T02:26:38Z2024-01-19T02:27:08Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78147This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/781472024-01-19T02:26:38ZANALISIS PENERAPAN ELECTRONIC TRAFFIC LAW ENFORCEMENT(ETLE) TERHADAP PELANGGARAN LALU LINTAS DI KOTA BANDAR LAMPUNGElectronic Traffic Law Enforcement (ETLE) merupakan sistem tilang yang menggunakan basis teknologi informasi dengan perangkat utama berupa kamera. Peraturan hukum yang berkaitan dengan aktivitas berlalu lintas di atur dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang kepolisian Negara Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik, Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2012 tentang tata cara pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan dan penindakan pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan, Peraturan Kepala Kepolisian RI Nomor 5 Tahun 2012 tentang registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor, dan Bijak Kapolri Presisi 2021.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah Penerapan Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) Terhadap Pelanggaran Lalu Lintas di Kota Bandar Lampung ? (2) Apa sajakah faktor Penghambat Penerapan Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) Terhadap Pelanggaran Lalu Lintas di Kota Bandar Lampung ?. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridis empiris dengan data primer dan sekunder kemudian data di kumpulkan secara studi pustaka dan studi lapangan.
Hasil penelitian ini menunjukkan : Penerapan Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) kepada pelanggar yang terekam oleh kamera ETLE, di lanjutkan dengan proses validasi yang di lakukan pihak Satuan Lalu Lintas Polresta Bandar Lampung, kemudian petugas mengirimkan surat konfirmasi ke alamat pemilik kendaraan bermotor untuk permohonan konfirmasi atas pelanggaran yang terjadi batas waktu sampai dengan 7 hari dari terjadinya pelanggaran. Setelah terkonfirmasi kepolisian akan melakukan proses penerbitan tilang dengan pembayaran via BRI Virtual Account. Faktor penghambat dalam Penerapan Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) di Bandar Lampung ini adalah faktor sarana dan fasilitas dimana jumlah titik pemasangan kamera Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) di Bandar Lampung yang masih belum memadai, serta faktor masyarakat masih banyak yang belum tertib terkait administrasi kendaraannya.
Kata Kunci : Penerapan, ETLE, Pelanggaran Lalu LintasAzzahra Fitri Annisa18120112822023-12-29T04:40:33Z2023-12-29T04:40:33Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/77982This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/779822023-12-29T04:40:33ZANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM
MENJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP PELAKU
TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN
TERHADAP ANAK
(Studi Perkara Nomor 1350/Pid.B/2021/PN Tjk)Kejahatan asusila seperti tindak pidana persetubuhan saat ini merupakan bentuk
salah satu dari kejahatan yang merugikan juga sangat membuat resah masyarakat.
Pada penelitian ini, penulis meninjau mengenai Keputusan Hakim Dalam Perkara
Nomor: 1350/Pid.B/2021/PN Tjk pada pelaku tidak pidana persetubuhan. Pada
perkara tersebut, di dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum menuntut pidana
kepada terdakwa dengan hukuman penjara selama 9 (sembilan) tahun. Hukuman
dikurangi selama si terdakwa telah berada didalam tahanan melalui perintah
terdakwa untuk tetap ditahan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah 1)
Bagaimanakah dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusan
terhadap pelaku tindak pidana persetubuhan terhadap anak berdasarkan perkara
Nomor: 1350/Pid.B/2021/PN Tjk dan 2) Apakah Hakim dalam menjatuhkan
putusan pada pelaku tindak pidana persetubuhan telah terpenuhi keadilan menurut
masyarakat.
Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis empiris, data yang digunakan
adalah data sekunder dan data primer. Studi yang dilakukan dengan studi
kepustakaan dan studi lapangan. Adapun narasumber pada penelitian ini terdiri
dari Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan Dosen Bagian Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung, analisis data yang digunakan adalah
kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Dasar pertimbangan hukum Hakim
dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana persetubuhan terhadap
anak berdasarkan Perkara Nomor: 1350/Pid.B/2021/PN Tjk sudah sesuai dengan
teori-teori pertimbangan yuridis, dimana dalam pertimbangan hukumnya hakim
mempertimbangkan beberapa hal seperti keterangan saksi, keterangan terdakwa
dan tuntutan dari jaksa penuntut umum untuk menjatuhi hukuman. Mengenai
tindak pidananya hakim menggunakan acuan pada aturan pada Pasal 81 Ayat (2)
Jo Pasal 76 D Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Sedikit ada
perbedaan antara tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan putusan
hakim mengenai hukuman yang ditetapkan kepada Terdakwa dimana hal tersebut sudah hakim pertimbangkan sesuai dengan aturan yang berlaku pada Surat Edaran
Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2017 dengan beberapa fakta
persidangan dan yang tercantum di dalamnya. (2) Putusan Hakim telah sesuai
dengan rasa keadilan substantif karena hakim telah mempertimbangkan dari
beberapa aspek dan fakta saat persidangan, dimana terdakwa telah melakukan
tindak pidana persetubuhan terhadap anak yang memenuhi unsur-unsur yang
terkandung dalam tindak pidana yaitu subyek hukum (orang) dan terbukti
persetubuhan terhadap anak.
Berdasarkan simpulan di atas, maka dapat diberikan saran Hakim diharapkan dapat
bertindak secara arif dan bijaksana dalam menggali fakta persidangan yang
digunakan dalam pertimbangan hakim sesuai dengan hati nuraninya. Hakim lebih
mencermati kembali mengenai fakta yang terungkap didalam persidangan. Hakim
dalam menjatuhkan pidana harus memberikan keadilan dengan pertimbangan
hukumnya karena hukum memiliki fungsi untuk memberikan perlindungan bagi
kepentingan masyarakat sehingga hukum tersebut harus dijunjung tinggi demi
terciptanya kehidupan masyarakat yang tertib, aman dan damai. Terutama
terhadap korban anak yang memiliki psikis belum stabil butuh adanya bantuan
untuk menyembuhkan rasa trauma, takut dan malu akan hal yang telah terjadi.
Hakim diharapkan sebagai penentu salah atau tidak bersalahnya orang karena
hakim merupakan wakilnya Tuhan dalam menentukan lamanya pidana,
berpedoman pada ketentuan ancaman minimum dan maksimum pidana yang
dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan. Ancaman minimum dan
maksimum pidana umum telah dirumuskan dalam KUHP, sedangkan ancaman
minimum dan maksimum pidana khusus telah dirumuskan dalam masingmasing
undang-undang di luar KUHP, dan saran hakim dalam menganani kasus terhadap
persetubuhan terhadap anak harus memperhatikan hukum yang berlaku di
Indonesia.
Kata Kunci: Pertimbangan Hukum, Hakim Pelaku, Tindak Pidana,
Persetubuhanm AnakAURELIA DELINA 17420110432023-12-28T08:17:07Z2023-12-28T08:17:07Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/77959This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/779592023-12-28T08:17:07ZTINJAUAN HUKUM PIDANA TERHADAP ORGANISASI PENGELOLA ZAKAT TANPA IZIN DI KOTA BANDAR LAMPUNGTinjauan hukum pidana terhadap organisasi pengelola zakat tanpa izin di Kota Bandar Lampung dan mengeksplorasi peran hukum pidana dalam konteks organisasi dikota bandar lampung. Bahwa organisasi pengelola zakat tanpa izin di Kota Bandar Lampung memiliki potensi pelanggaran hukum pidana. Terdapat ketidakjelasan sanksi yang diterapkan terhadap praktik ilegal tersebut, serta kebutuhan akan penegakan hukum yang lebih proaktif dan efektif. Penelitian juga mendalami tentang peran hukum pidana dalam menanggulangi organisasi pengelola zakat tanpa izin, termasuk upaya Ipencegahan, penegakan hukum, dan perlindungan bagi masyarakat yang terlibat. Metode penelitianIyangIdigunakan adalah analisis hukum normatifIempiris dengan fokus padaIUndang-Undang NomorI23ITahunI2011ItentangIPengelolaanIZakat dan regulasi terkait lainnya. Hasil penelitian menunjukkan perlunya perbaikan dalam ketentuan hukum pidana yang berkaitan dengan pengelolaan zakat tanpa izin, serta peningkatan kerjasama antara pemerintah dan lembaga swasta, khususnya Badan Amil Zakat Nasional. Disarankan adanya edukasi masyarakat terkait risiko pengelolaan zakat tanpa izin, serta penguatan regulasi guna menciptakan lingkungan yang lebih aman dan teratur dalam praktik pengelolaan zakat di Kota Bandar Lampung. Penelitian ini memberikan kontribusi dalam pemahaman tentang peran hukum pidana dalam menanggulangi organisasi pengelola zakat tanpa izin di tingkat lokal, dengan harapan dapat memberikan landasan bagi perbaikan kebijakan dan perlindungan masyarakat yang lebih baik
Kata Kunci : Zakat, Pengelolaan , Ilegal
Apriani Devi 1912011110 2023-12-27T08:11:33Z2023-12-27T08:11:33Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/77932This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/779322023-12-27T08:11:33ZPERANAN CARIBBEAN COMMUNITY (CARICOM) DALAM INTEGRASI REGIONALCaribbean Community (CARICOM) merupakan organisasi regional yang fokus pada integrasi regional Karibia. Praktiknya, CARICOM memiliki tantangan untuk pencapaian tujuan karena pembangunan ekonomi yang tidak merata pada negara anggota, di mana hal tersebut disebabkan oleh perbedaan geografis, populasi, luas wilayah dan pencaharian.
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaturan integrasi regional CARICOM dan menganalisis bentuk pelaksanaan integrasi regional CARICOM. Paenelitian ini termasuk dalam penelitian hukum normatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pengaturan integrasi regional CARICOM dilandasi oleh Perjanjian Chaguaramas yang ditandatangani tahun 1973 namun dilakukan revisi tahun 2001. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa bentuk pelaksanaan integrasi regional di CARICOM, antara lain: pembentukan Caribbean Single Market and Economy (CSME); Caribbean Court of Justice (CCJ); Caribbean Examinations Council (CXC); University of the West Indies (UWI); Caribbean Public Health Agency (CARPHA), Caribbean Community Climate Change Centre (CCCCC); mengembangkan program lapangan kerja, kesejahteraan sosial, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, perdagangan dan investasi; serta Caribbean Crime and Security Strategy (CCSS).
Kata Kunci: Peran, Integrasi Regional, Organisasi Regional, Caribbean Community (CARICOM)
PATIMAH DEWI 19120110082023-12-21T06:39:32Z2023-12-21T06:39:32Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/77817This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/778172023-12-21T06:39:32ZANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP SENGKETA KEPEMILIKAN LAHAN SUMUR GAS BUMI SUBAN IV KABUPATEN MUSI BANYUASIN (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 890 K/Pdt/2015) Sengketa kepemilikan lahan sumur gas bumi antara Penggugat dan Tergugat adalah perselisihan kepemilikan lahan yang bermula dari perbedaan pendapat antara Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin dan Pemerintah Kabupaten Musi Rawas mengenai klaim kepemilikan Sumur Gas Bumi Suban IV. Gugatan diajukan di Pengadilan Negeri Sekayu hingga sampai ke tingkat kasasi dan telah berkekuatan hukum tetap. Dengan putusan Pengadilan Negeri No. 42/Pdt.G/2012/PN.Sky. jo. Putusan Pengadilan Tinggi No. 39/Pdt/2014/PT.Plg jo. Putusan Mahkamah Agung No. 890 K/Pdt/2015. Yang dalam putusannya menyatakan bahwa perbuatan Tergugat I s.d. Tergugat V yang menyatakan Lokasi Sumur Gas Suban IV berada dalam Wilayah Kabupaten Musi Rawas dan penyerahan dana hasil produksi setelah adanya perjanjian pada tanggal 14 Januari 2013 adalah merupakan Perbuatan Melawan Hukum.
Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini bersifat penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian yang bersifat deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang - undangan (statute approach). Untuk mencapai tujuan penelitian, maka metode pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah studi pustaka dan studi dokumen.
Faktor yang memengaruhi hal ini di mulai dengan hal dasar mengenai batas – batas wilayah yang tidak jelas dan faktor – faktor lainnya membuat sengketa ini dibawa ke dalam persidangan. Meskipun pada pengadilan negeri maupun tingkat tinggi dimenangkan oleh pihak Penggugat (Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin). Namun pada tingkat kasasi, hakim menyatakan bahwa MA memutuskan untuk membatalkan putusan sebelumnya.
Kata Kunci : Perbuatan Melawan Hukum, Hukum Acara Perdata, Sumur
Gas Bumi Suban IV
Syaikhu Andriansyah Avicenna 17120111502023-12-21T06:05:43Z2023-12-21T06:05:43Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/77805This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/778052023-12-21T06:05:43ZANALISIS YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS
PERKARA PERKOSAAN TERHADAP ANAK KANDUNG
(Studi Putusan Nomor 485/Pid.Sus/2022/PN Mgl)
Di Indonesia sebagian besar tindak pidana perkosaan terjadi pada wanita, ada yang
berpendapat bahwa wanita diperkosa karena penampilannya, seperti misalnya
berpakain minim sehingga dapat memancing seseorang untuk melakukan tindak
pidana perkosaan terhadapnya. Tindak pidana perkosaan dapat terjadi ada anakanak
dibawah
umur
juga
pada
orang
lajut
usia,
begitu
pula
dengan
pelaku
perkosaan
tidak
mengenal batas usia mulai dari usia remaja sampai usia lanjut dan kadang
pelaku perkosaan adalah orang terdekat korban, seperti ayah kandung, tetangga,
paman, ataupun saudara kandung sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan perkara tindak
pidana pemerkosaan terhadap anak kandung.
Metode penelitian ini adalah metode yuridis normatif dengan pendekatan statute
approach. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertimbangan hakim dalam
memutus perkara tindak pemerkosaan anak kandung didasari oleh beberapa aspek
dari aspek hukum (unsur–unsur pasal yang didakwakan dan kemampuan
bertanggungjawab terdakwa), dari aspek terdakwa hakim juga mempertimbangkan
faktor yang melatarbelakangi terdakwa melakukan tindak pidana yang didakwakan
dan adanya hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan terdakwa.
Kata Kunci: Tindak Pidana, Perkosaan, Anak Kandung, Pertimbangan
Hakim
In Indonesia, most of the crimes of rape occur in women, there are those who argue
that women are raped because of their appearance, such as wearing minimal
clothes so that it can provoke someone to commit a crime of rape against them. The
crime of rape can occur with underage children as well as with the elderly, as well
as the perpetrators of rape who know no age limit, from teenagers to old age and
sometimes the perpetrators of rape are the closest people to the victim, such as
biological fathers, neighbours, uncles, or siblings. This study aims to analyze the
judge's considerations in passing a decision on the crime of rape against a
biological child.
This research method is a normative juridical method with a statute approach. The
results of the study show that the judge's considerations in deciding a case of rape
of a biological child are based on several aspects of the legal aspect (elements of
the article being charged and the ability of the accused to be responsible), from the
aspect of the defendant the judge also considers the factors behind the defendant
committing the crime being charged and the aggravating and mitigating
circumstances for the defendant.
Keywords: Crime, Rape, biological children, judge's considerations
Zakia Karin 19120112782023-12-19T07:50:44Z2023-12-19T07:50:44Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/77686This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/776862023-12-19T07:50:44ZPENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA YANG
DILAKUKAN OLEH PENAGIH PINJAMAN ONLINESalah satu kemajuan dalam bidang keuangan saat ini adanya adaptasi Financial
Technology yang disingkat menjadi fintech. Fintech itu sendiri berasal dari istilah
financial Technology. Dan biasanya perusahaan fintech mempunyai pihak penagih
dalam menagih peminjaman yang dilakukan oleh debitur yang dimana sering
melakukan pelanggaran hukum dalam menagih. Permasalahan yang menjadi topik
dalam permasalahan ini yaitu bagaimana penerapan hukum pidana materil
terhadap pelaku tindak pidana yang dilakukan oleh penagih pinjaman online dan
apakah faktor penghambat penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana yang
dilakukan oleh penagih pinjaman online.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan yuridis
empiris. Pendekatan yuridis normatif dilakukan untuk memahami persoalan
dengan tetap berada atau berdasarkan pada lapangan atau kajian ilmu hukum,
sedangkan pendekatan yuridis empiris dilakukan untuk memperoleh kejelasan dan
pemahaman dari permasalahan penelitian berdasarkan realita yang ada atau studi
kasus.
Pidana materil yang dapat dikenakan terhadap penagih pinjaman online yaitu
Pasal 335 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur tentang
perbuatan memaksa orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu
dengan ancaman kekerasan atau kekerasan. Dan salah satu faktor penghambat
penegakan hukum terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh penagih pinjaman
online yaitu penegakan hukum yang berasal dari UU itu disebabkan yaitu tidak
diikutinya azas-azas berlakunya, belum ada peraturan pelaksanaan yang sangat
dibutuhkan untuk menerapkan UU. Ketidak jelasan arti kata-kata dalam UU yang akan berakibat kesimpang siuran dalam penafsiran serta penerapannya.
Disamping itu adalah ketidakjelasan dalam kata-kata yang dipergunakan dalam
perumusan pasal-pasal tertentu. Hal itu disebabkan, karena penggunaan kata-kata
yang artinya dapat ditafsirkan secara luas sekali
Bagi masyarakat luas, diharapkan dengan adanya kasus ini lebih bijaksana lagi
dalam beraktifitas dalam dunia teknologi juga memanfaatkan teknologi yang ada,
karena apabila tidak digunakan dengan bijaksana akan merugikan diri sendiri juga
orang lain. Dalam menggunakan pinjaman berbasis teknologi diharapkan
memastikan terlebih dulu bahwa pinjaman tersebut telah terdaftar di dalam OJK
(otoritas jasa keuangan), berjalannya tingkat kesadaran teknologi yang dipegang
masing-masing pengguna tanpa mengurangi hak orang lain juga.
KATA KUNCI : Penegakan Hukum, Pinjaman Online, Fintech
Timotyus Alexy 17120112892023-12-19T03:05:22Z2023-12-19T03:05:22Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/77618This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/776182023-12-19T03:05:22ZKEDUDUKAN UNITED NATIONS GUIDING PRINCIPLES ON BUSINESS AND HUMAN RIGHTS 2011 MENURUT HUKUM INTERNASIONALUnited Nations Guiding Principles on Business and Human Rights 2011 merupakan sekumpulan prinsip tentang hak asasi manusia dalam lingkup dunia bisnis, yang terdiri atas pilar-pilar yang dikenal dengan protect, respect dan remedy. UNGP diadopsi sebagai resolusi oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB sebagai jawaban dari kekhawatiran global akan isu Business and Human Rights (BHR).
Penelitian ini menelaah kedudukan UNGP dalam paradigma hukum internasional dan implementasinya di Indonesia, metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Data yang digunakan bersumber dari peraturanperaturan hukum internasional dan nasional, buku, jurnal, makalah dan artikel berita yang berkaitan dengan topik bahasan yang diolah dengan melakukan studi kepustakaan.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kedudukan UNGP dalam lingkup hukum internasional adalah sebagai soft law atas bentuknya sebagai resolusi yang tidak mengikat secara hukum dan pelaksanaannya dilakukan secara sukarela. Sedangkan implementasi UNGP di Indonesia direalisasikan diantaranya dengan Pengesahan Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2023 tentang Strategi Nasional Bisnis dan Hak Asasi Manusia melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; serta Kemenkumham meluncurkan sebuah aplikasi yang disebut Penilaian Risiko Bisnis dan HAM (PRISMA).
Kata Kunci: Business and Human Rights, Hak Asasi Manusia, Kedudukan, United Nations Guiding Principles. PARWATI GALUH18120113002023-12-18T00:45:02Z2023-12-18T00:45:02Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/77476This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/774762023-12-18T00:45:02ZPERAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN DALAM PEMBINAAN
NARAPIDANA PENGGUNA NARKOTIKA JENIS GANJA
(Studi di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Bandar Lampung) Tindak pidana penyalahgunaan narkotika merupakan masalah besar yang sedang
menjadi suatu keperihatinan bangsa indonesia saat ini, salah satunya pengguna
narkotika jenis ganja. Berdasarkan peraturan perundang-undangan di indonesia
ganja merupakan narkotika golongan 1 yang berarti bahwa ganja dilarang untuk
dikonsumsi. Indonesia telah menerapkan pasal-pasal tindak pidana narkotika dan
sanksinya pun telah diatur dalam Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun
2009 Tentang Narkotika dengan minimal pidana penjara 4 tahun dan maksimal
hukuman mati, namun untuk pecandu pada Pasal 127 dijelaskan mereka untuk
direhabilitasi dan maksimal penjara 4 tahun. Selama di Lembaga Pemasyarakatan
mereka akan mendapatkan pembinaan yang mana diatur dalam Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Pemasyarakatan. Permasalahan dalam penelitian
ini adalah bagaimanakah peran Lembaga Pemasyarakatan bagi narapidana
pengguna narkotika jenis ganja dan apakah yang menjadi faktor penghambat
dalam pelaksanaan pembinaan narapidana pengguna narkotika jenis ganja.
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif
dan yuridis empiris, dengan menekankan pada kajian kaidah hukumnya dan data
yang digunakan adalah data sekunder dan data primer. Pengumpulan data
dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan melalui wawancara
dengan narasumber Staff dan Kepala Seksi Bimbingan Narapidana dan Anak
Didik Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Bandar Lampung, serta
narapidana dan Akademisi Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa peran lembaga
pemasyarakatan dalam pembinaan narapidana pengguna narkotika terdapat peran
faktual yaitu pelayanan, pembinaan, pembimbingan. Akan tetapi, program
pembinaan dan pelayanan dari Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas
IIA Bandar Lampung tidak berjalan semestinya dikarenakan terdapat
pada kegiatan pembinaan kemandirian yang tidak dilaksanakan. Kondisi
lembaga pemasyarakatan yang melebihi kapasitas juga mempengaruhi kualitas
kepribadian dan kualitas kemandirian dari narapidana yang ingin ditingkatkan.
Muhammad Syah Farrel
Pelaksanaan pembinaan narapidana pengguna narkotika jenis ganja di Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Bandar Lampung hanya terdapat 3 (tiga)
faktor penghambat yaitu pertama, faktor petugas pemasyarakatan disebabkan
petugas yang tidak sebanding dengan warga binaan. Kedua, faktor masyarakat
yang sulit untuk menjalin kerja sama dalam proses pembinaan. Ketiga, faktor
kebudayaan yaitu perbedaan latar belakang dan sifat dari setiap narapidana yang
mengakibatkan gesekan antar narapidana maupun dengan petugas. Faktor yang
paling menghambat dalam pembinaan narapidana pengguna narkotika jenis ganja
di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Bandar Lampung yaitu faktor
masyarakat, sulitnya menjalin kerja sama dengan masyarakat dalam proses
pembinaan bahkan terdapat beberapa kegiatan pembinaan yang tidak memiliki
tenaga pengajar menyebabkan tenaga pengajar dilakukan narapidana yang sudah
memiliki skill dibidang tersebut. Peran serta masyarakat harus dipandang sebagai
aspek integral dari upaya pembinaan, sehingga dukungan masyarakat sangat
diperlukan dalam mencapai tujuan yang diinginkan dalam pembinaan warga
binaan.
Saran dari penelitian ini adalah, sebaiknya memisahkan atau membedakan jenis
pembinaan berdasarkan jenis narkotika dan membedakan antara pengguna
narkotika dengan pengedar narkotika. Untuk pihak lembaga pemasyarakatan perlu
menambah petugas pemasyarakatan yang berkualitas dan meningkatkan kerja
sama dengan masyarakat atau lembaga dalam aspek tenaga pengajar untuk
meningkatkan kualitas kepribadian dan kualitas kemandirian dari narapidana agar
peran lembaga pemasyarakatan dapat berjalan maksimal.
Kata Kunci: Peran, Lembaga Pemasyarakatan, Pembinaan, Narkotika.
The criminal act of narcotics abuse is a big problem that is becoming a concern
for the Indonesian nation at this time, one of which is the narcotic type of
marijuana. Based on the laws and regulations in Indonesia, cannabis is a class 1
narcotic, which means that cannabis is prohibited for consumption. Indonesia has
implemented articles on narcotics crimes and the sanctions have also been
regulated in the Narcotics Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics with a
minimum prison sentence of 4 years and a maximum sentence of death, but for
addicts in Article 127 it is explained that they need to be rehabilitated and a
maximum of 4 years in prison. year. While in Correctional Institutions they will
receive guidance which is regulated in Law Number 22 of 2022 Concerning
Corrections. The problem in this study is what is the role of Correctional
Institutions for inmates who use cannabis narcotics and what are the inhibiting
factors in the implementation of coaching for inmates who use cannabis narcotics.
The approach method used in this research is normative juridical and empirical
juridical, emphasizing on the study of the rule of law, and the data used are
secondary data and primary data. Data collection was carried out by library
research and field studies through interviews with staff sources and the Head of
the Guidance Section for Prisoners and Students at the Class IIA Bandar Lampung
Narcotics Correctional Institution, as well as prisoners and Academics from the
Faculty of Law, University of Lampung.
The results of the research and discussion show that the role of correctional
institutions in developing convicts who use narcotics has a factual role, namely
service, coaching, mentoring. However, the guidance and service program from
the Bandar Lampung Class IIA Narcotics Correctional Institution did not run
properly because there were independence development activities that were not
implemented. Conditions in correctional institutions that exceed capacity also
affect the quality of personality and the quality of independence of prisoners
which they want to improve. In the implementation of training for prisoners
who use marijuana-type narcotics at the Bandar Lampung Class IIA Narcotics
Correctional Institution, there are only 3 (three) inhibiting factors, namely first,
the correctional officer factor is caused by officers who are not comparable to the
Muhammad Syah Farrel
inmates. Second, community factors make it difficult to collaborate in the
coaching process. Third, cultural factors, namely differences in the background
and characteristics of each prisoner, which results in friction between prisoners
and officers. The most hindering factor in coaching prisoners who use marijuanatype
narcotics
at
the
Bandar
Lampung
Class
IIA
Narcotics
Correctional
Institution
is
the
community
factor, the difficulty of collaborating with the community in the
coaching process, there are even some coaching activities that do not have
teaching staff, causing teaching staff to be done by inmates who already have
skills in that field. Community participation must be seen as an integral aspect of
development efforts, so that community support is very necessary in achieving the
desired goals in developing assisted residents.
The suggestion from this research is that it is best to distinguish or differentiate
the types of training based on the type of narcotics and differentiate between
narcotics users and narcotics dealers. Correctional institutions need to add more
qualified correctional officers and increase cooperation with the community or
institutions in the aspect of teaching energy to improve the quality of personality
and the quality of independence from scholarships so that the role of correctional
institutions can run optimally.
Keywords: Role, Penitentiary Institution, Coaching, Narcotics.
Syah Farrel Muhammad 19120112492023-12-15T07:59:28Z2023-12-15T07:59:28Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/77455This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/774552023-12-15T07:59:28ZANALISIS PENYIDIKAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNA NARKOTIKA GOLONGAN I (Studi Pada Direktorat Reserse Narkoba Polda Lampung) Peredaran dan penyalahgunaan narkoba telah menjadi musuh bersama yang perlu ditanggulangi sedini mungkin, karena tindak pidana narkoba pada saat ini tidak hanya melibatkan kalangan orang dewasa saja, namun telah merambah pada kalangan anak dibawah umur. Melihat dari akibat yang ditimbulkan, maka langkah penanganan terhadap tindak pidana penyalahgunaan narkoba menjadi hal yang sangat serius khususnya bagi pihak kepolisian yang merupakan tombak terdepan dalam pemberantasan penyalahgunaan psikotropika. Berdasarkan isu hukum tersebut maka permasalahan dalam skripsi ini yaitu dasar penyidik Direktorat Reserse Narkoba Polda Lampung dalam penerapan Pasal 114 Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terhadap pelaku tindak pidana narkotika golongan 1 dan upaya hukum Direktorat Reserse Narkoba Polda Lampung dalam memberantas tindak pidana narkotika golongan I di wilayah Provinsi Lampung. Penelitian ini menggunakan pendekatan yang bersifat yuridis normatif dan yuridis empiris. Data yang digunakan merupakan data sekunder, metode pengumpulan data dalam penelitian ini ialah studi kepustakaan, serta analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif. Narasumber pada penelitian ini terdiri dari 2 orang yaitu Wakil Direktur Reserse Narkoba Polda Lampung, serta Dosen Bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa Dasar penyidik Direktorat Reserse Narkoba Polda Lampung dalam penerapan Pasal 114 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terhadap pelaku tindak pidana narkotika golongan 1 adalah karena adanya dugaan perbuatan pelaku berupa menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika dan prekursor narkotika. Upaya hukum Direktorat Reserse Narkoba Polda Lampung dalam memberantas tindak pidana narkotika golongan I di wilayah Provinsi Lampung diimplikasikan dengan upaya- upaya seperti upaya penanggulangan secara penal policy (dengan hukum pidana) melalui tahapan formulasi, aplikasi dan eksekusi serta upaya non penal yaitu dengan mengadakan penyuluhan hukum dan rehabilitasi. Saran dalam penelitian ini Direktorat Reserse Narkoba Polda Lampung dalam melakukan upaya represif diharapkan lebih mengedepankan treatment dan rehabilitasi terhadap pecandu narkotika dari kalangan pelajar atau mahasiswa sesuai dengan semangat dan tujuan diundangkannya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu bagi pengguna dan penyalahguna narkotika wajib direhabilitasi. Dan dalam penerapan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika agar dapat lebih efektif maka perlu adanya tindakan yang terkoordinasi antara para pihak atau instansi seperti antara kepolisian dengan pihak Badan Narkotika Nasional, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, lembaga-lembaga pendidikan, organisasi kemasyarakatan dan lain-lain. Kata Kunci : Narkotika, Penyidikan, Polda Lampung YASHA M .FARHAN RAMDHONI1752011117 2023-12-14T08:32:23Z2023-12-14T08:32:23Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/77377This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/773772023-12-14T08:32:23ZANALISIS KRIMINOLOGIS TINDAK PIDANA KEKERASAN
DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) YANG
MENYEBABKAN KEMATIAN ISTRI
(Studi Kasus Polres Tulang Bawang)
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan terhadap
seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Permasalahan
dari penelitian ini adalah mengetahui apa faktor yang mempengaruhi terjadinya
tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan mengetahui bagaimana
upaya penanggulangan terhadap tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT).
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis empiris
kemudian di sesuaikan dengan pendekatan yuridis normative. Narasumber dalam
penelitian ini terdiri dari anggota Kepolisian Polres Kabupaten Tulang Bawang, dan
Dosen bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pengumpulan
data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Selanjutnya dianalisis
secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa penyebab terjadinya tindak
pidana kekerasan dalam rumah tangga karena adanya beberapa faktor penyebab
atau pendorong yakni: Faktor Ekonomi/Keuangan, Faktor Orang Tua, Faktor
Hilangnya Rasa Kemanusiaan dan Hati Nurani, Faktor Komunikasi, Faktor Orang
Ketiga. Bentuk upaya penanggulangan yang dilakukan Polres Kabupaten Tulang
Bawang dibagi menjadi dua yakni: Upaya Penal dan Non-penal. Upaya Penal atau
langkah represif yang dilakukan berupa: menerima laporan dan pengaduan dari
masyarakat, penyidikan, penyelidikan, dan penangkapan. Sedangkan Upaya NonPenal
yang dilakukan lebih menitikberatkan pada sifat preventif, yakni tindakan
yang berupa pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Melalui upaya non-penal
ini sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya
kejahatan.
Ivan Pranowo
Saran dari penelitian ini adalah menjaga keharmonisan rumah tangga dengan cara
seperti menjalin komunikasi yang baik dan belajar memiliki kesetiaan kepada
pasangan, agar tercipta harominsasi dalam rumah tangga dan terhindar dari segala
tindak kejahatan yang bisa terjadi dalam rumah tangga yang dilakukan suami
ataupun istri. Serta memilik kesadaran akan pentingnya saling mengerti dan
menghargai suami atau istri agar terhindar dari kekerasan yang terjadi dalam rumah
tangga.
Kata kunci: Analisis Kriminologis, KDRT, Kematian Istri
Domestic violence is any act against someone, especially women, which results in
physical, sexual, psychological misery or suffering, and/or domestic neglect
including threats to commit acts, coercion, or unlawful deprivation of liberty within
the scope of household. The problem of this research is knowing what factors
influence the occurrence of criminal acts of domestic violence and knowing how to
deal with criminal acts of domestic violence.
The approach taken in this research is an empirical juridical approach which is
then adapted to a normative juridical approach. The resource persons in this
research consisted of members of the Tulang Bawang Regency Police, and lecturers
in the Criminal Law section of the Faculty of Law, Lampung University. Data
collection was carried out using literature studies and field studies. Next, it was
analyzed qualitatively.
The results of the research and discussion show that the causes of criminal acts of
domestic violence are due to several causal or driving factors, namely:
Economic/Financial Factors, Parental Factors, Loss of Humanity and Conscience
Factors, Communication Factors, Third Person Factors. The forms of
countermeasures carried out by the Tulang Bawang Regency Police are divided
into two, namely: Penal and Non-penal Efforts. Penal measures or repressive
measures taken include: receiving reports and complaints from the public,
investigations, inquiries and arrests. Meanwhile, the Non-Penal Efforts that are
carried out focus more on preventive nature, namely actions in the form of
prevention before a crime occurs. Through this non-penal effort, the main target is
to address the conducive factors that cause crime.
The advice from this research is to maintain household harmony by means of
establishing good communication and learning to be loyal to your partner, in order
to create harmony in the household and avoid all crimes that could occur in the
household by the husband or wife. As well as having awareness of the importance
of understanding and respecting each other's husband or wife in order to avoid
violence that occurs in the household.
Ivan Pranowo
Keywords: Criminological Analysis, Domestic Violence, Wife's Death
Pranowo Ivan19120112702023-12-14T06:38:44Z2023-12-14T06:38:44Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/77346This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/773462023-12-14T06:38:44ZIMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA NO. 01/PB/MA/III/2014 TENTANG PENANGANAN PECANDU DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA KE DALAM LEMBAGA REHABILITASIRehabilitasi merupakan suatu alternatif pemidanaan yang tepat untuk para pecandu narkotika, yang patut didukung dengan peraturan pelaksaan yang mengakomodir hak bagi para penyalahgunaan dan pecandu narkotika. Dari total jumlah penduduk Provinsi Lampung sebanyak 8,447,737 terdapat 0.90% masyarakat yang pernah memakai narkoba. Sedangkan daya tampung rehabilitasi di lingkungan BNN se-Provinsi Lampung hanya sebesar 1,29% dari total prevelensi penyalahguna. Permasalahan dalam skripsi ini adalah: Bagaimanakah Implementasi Peraturan Bersama No. 01/PB/Ma/III/2014 Tentang Penanganan Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi dan apakah faktor penghambat implementasi asesmen terhadap korban penyalahgunaan narkotika dan Apakah faktor penghambat implementasi asesmen terhadap korban penyalahgunaan narkotika.
Pendekatan Masalah yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber data: Data Primer dan Data Sekunder. Narasumber: Peyidik pada BNN Provinsi Lampung, Penyidik pada Kepolisian Daerah Lampung dan Akademisi Fakultas Hukum bagian Hukum Pidana pada Universitas Lampung.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa: Implementasi Peraturan Bersama No. 01/PB/MA/III/2014 Tentang Penanganan Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi adalah sudah cukup terlaksana dengan baik, proses penyidikan dalam menentukan pemberian rehabilitasi terhadap korban penyalahgunaan narkotika dimana penyidik dapat melakukan penetapan rehabilitasi terhadap korban penyalahgunaan narkotika melalui proses Non Peradilan (Proses Asesmen), berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Peraturan Bersama antara 7 (tujuh) Lembaga Negara Republik Indonesia tentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgimaan Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi, Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia Nomor: PERBER/01 /III/2014/BNN. Faktor penghambat implementasi asesmen terhadap korban penyalahgunaan narkotika adalah penegakan hukum dalam pelaksanaannya terhambat tercapainya idealitas seperti yang dicitakan oleh undang-undang, faktor sarana dan fasilitas, kemampuan personil penyidik dalam proses penyidikan, faktor masyarakat, Perbuatan Korban Penyalahgunaan Narkotika itu sendiri, dan Sarana dan Prasarana untuk melakukan rehabilitasi yang kurang memadai.
Saran dalam penelitian ini adalah diharapkan bagi aparat penegak hukum khususnya penyidik dalam melakukan proses penyidikan terhadap korban penyalahgunaan narkotika lebih mengoptimalkan kemampuan penyidik dalam proses penyidikan agar tidak salah dalam penentuan pemberian rehabilitasi terhadap korban penyalahgunaan narkotika. Sebaiknya hambatan yang dihadapi penyidik dalam pemberian rehabilitasi terhadap korban penyalahgunaan narkotika dicari jalan keluamya, mengingat pentingnya pemberian rehabilitasi bagi korban penyalahgunaan narkotika agar dapat sembuh dari ketergantungan narkotika dan dapat diterima kembali di dalam masyarakat.
Kata Kunci: Implementasi, Peraturan Bersama Nomor 01/PB/MA/III/2014, Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika.
Rehabilitation is an appropriate alternative punishment for narcotics addicts, which should be supported by enforcement regulations that accommodate the rights of narcotics abusers and addicts. Of the total population of Lampung Province of 8,447,737, there are 0.90% of people who have used drugs. Meanwhile, the rehabilitation capacity in the BNN environment in Lampung Province is only 1.29% of the total prevalence of abusers. The problem in this thesis is: How is the Implementation of Joint Regulation No. 01/PB/Ma/III/2014 Concerning the Treatment of Addicts and Victims of Narcotics Abuse in Rehabilitation Institutions and what are the factors inhibiting the implementation of assessments for victims of narcotics abuse and What are the factors inhibiting the implementation of assessments for victims of narcotics abuse.
Approach The problems used in this study are normative juridical and empirical juridical approaches. Source of data: Primary Data and Secondary Data. Sources: Investigators at BNN Lampung Province, Investigators at the Lampung Regional Police and Academics from the Faculty of Law in the Criminal Law Section at the University of Lampung.
The results of the research and discussion show that: Implementation of Joint Regulation no. 01/PB/MA/III/2014 Concerning the Handling of Addicts and Victims of Narcotics Abuse in Rehabilitation Institutions, the investigation process in determining the provision of rehabilitation for victims of narcotics abuse in which investigators can determine rehabilitation for victims of narcotics abuse through the Non Judicial (Assessment Process), based on the provisions of Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics and Joint Regulations between 7 (seven) State Institutions of the Republic of Indonesia concerning Handling of Narcotics Addicts and Victims of Narcotics Abuse in Rehabilitation Institutions, Regulation of the Head of the National Narcotics Agency of the Republic of Indonesia Number : PERBER/01/III/2014/BNN. Factors inhibiting the implementation of assessments for victims of narcotics abuse are that law enforcement in its implementation is hampered by achieving ideality as envisioned by law, facility and facility factors, the ability of investigative personnel in investigation process, community factors, actions of Narcotics Abuse Victims themselves, and inadequate Facilities and Infrastructure for carrying out rehabilitation.
The suggestion in this research is that it is hoped that law enforcement officials, especially investigators, in carrying out the investigation process for victims of narcotics abuse, will optimize the investigator's abilities in the investigation process so that they do not make mistakes in determining the provision of rehabilitation for victims of narcotics abuse. It is best to find a solution to the obstacles faced by investigators in providing rehabilitation to victims of narcotics abuse, considering the importance of providing rehabilitation for victims of narcotics abuse so that they can recover from narcotics dependence and be accepted back into society.
Keywords: Implementation, Joint Regulation Number 01/PB/MA/III/2014, Addicts and Victims of Narcotics Abuse.
SEPTA MUNISCA SYIFA 18520110082023-12-12T03:52:05Z2023-12-12T03:52:05Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/77268This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/772682023-12-12T03:52:05ZTINJAUAN YURIDIS PENERAPAN ASAS KEBARUAN DALAM
SENGKETA DESAIN INDUSTRI KEMASAN MINUMAN JAHE MERAH
(Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 583K/ Pdt. Sus - HKI/ 2021)Kebaruan desain sangat penting diperhatikan untuk mencegah terjadinya
sengketa desain industri. Desain industri antara pelaku usaha harus berbeda.
Jika sama maka dapat menimbulkan sengketa pembatalan pendaftaran desain
industri. Salah satunya adalah Putusan MA Nomor 583K/Pdt.Sus - HKI/2021.
Desain kemasan yang didaftarkan Termohon Kasasi dianggap tidak memiliki
kebaruan karena telah diungkapkan sebelumnya oleh Pemohon Kasasi. Tujuan
penelitian ini adalah untuk memahami dan menganalisis dasar pertimbangan
hakim dalam menerapkan asas kebaruan pada Putusan MA No.
583K/Pdt.Sus - HKI/2021 dan untuk mengetahui akibat hukum dari Putusan
MA No. 583K/Pdt.Sus - HKI/2021.
Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian hukum normatif dengan
tipe penelitian dekskriptif dan menggunakan pendekatan judicial case study.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri
dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Metode pengumpulan data
yang digunakan adalah studi pustaka dan dokumen. Metode pengolahan data
yang digunakan yaitu tahap pemeriksaan data, rekonstruksi data, dan
sistematisasi data yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan yaitu pertimbangan hakim pada putusan
kasasi tidak tepat menerapkan asas kebaruan karena hakim tidak teliti
memerhatikan desain kemasan jahe merah antara milik Pemohon Kasasi dan
Termohon Kasasi. Mahkamah Agung tidak melihat perbedaan warna yang
dominan dan adanya bentuk baru pada kemasan jahe merah Termohon
Kasasi sehingga desain antara keduanya berbeda dan desain kemasan Termohon
Kasasi baru. Akibat hukum yang ditimbulkan adalah Termohon Kasasi kehilangan
hak desain industri dan membayar biaya peradilan di tingkat kasasi.
Kata kunci : Asas Kebaruan, Sengketa Desain Industri, Jahe MerahSAVITA CHANDRA NATASYA19120111082023-12-12T03:25:11Z2023-12-12T03:25:11Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/77249This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/772492023-12-12T03:25:11ZUPAYA KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI KEJAHATAN EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK (Studi di Polresta Bandar Lampung)
Anak merupakan cikal bakal generasi penerus bangsa yang rentan dijadikan korban dari kejahatan eksploitasi seksual yang dapat menimbulkan trauma mendalam bagi anak. Oleh karena itu Kepolisian menempuh berbagai upaya untuk menanggulangi kejahatan eksploitasi seksual anak. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah upaya kepolisian dalam menanggulangi kejahatan eksploitasi seksual terhadap anak dengan menggunakan sarana penal dan bagaimanakah upaya kepolisian dalam menanggulangi kejahatan eksploitasi seksual terhadap anak dengan menggunakan sarana non-penal.
Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan studi lapangan dengan melakukan wawancara terhadap narasumber yang terdiri dari Personil Satreskrim Polresta Bandar Lampung dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pengolahan data dilakukan dengan cara pemeriksaan data, klasifikasi data dan sistematisasi data, yang kemudian data tersebut dianalisis secara deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa upaya Kepolisian dalam menanggulangi kejahatan eksploitasi seksual secara penal dilaksanakan melalui penegakan hukum, dengan menerima laporan adanya kejahatan dari masyarakat, kemudian dari laporan tersebut dilakukan penyelidikan dan penyidikan. Hasil dari penyidikan tersebut kemudian dilimpahkan ke kejaksaan untuk diproses di pengadilan sesuai undang-undang yang berlaku. Selain itu, Kepolisian juga melakukan razia yang bertujuan untuk menanggulangi serta menangkap para pelaku yang terjaring dalam razia dan diproses sesuai hukum yang berlaku. Upaya Kepolisian dalam menanggulangi kejahatan eksploitasi seksual secara non-penal dilaksanakan dengan melakukan patroli, melakukan penyuluhan, pengarahan serta edukasi kepada masyarakat, bekerja sama dengan lembaga perlindungan anak, serta membentuk Polisi Sahabat Anak.
Saran dalam penelitian ini adalah Kepolisian hendaknya dalam upaya menanggulangi kejahatan eksploitasi seksual terhadap anak melalui sarana penal dapat meningkatkan kinerjanya dan menindak pelaku eksploitasi seksual terhadap anak secara tegas dengan memberikan sanksi kepada pelaku eksploitasi seksual anak sesuai dengan ketentuan Undang-undang, sehingga hak-hak anak sebagai korban dapat benar-benar dilindungi. Sedangkan melalui sarana non-penal harus meningkatkan kerja sama yang baik antara aparat penegak hukum, pemerintah maupun lembaga-lembaga swasta terkait dan masyarakat sebab lebih baik dan bijaksana mencegah terjadinya kejahatan itu beserta seluruh akibat-akibatnya demi untuk ketertiban dan ketenteraman masyarakat.
Kata Kunci : Upaya Kepolisian, Eksploitasi Seksual, AnakAZALIA NADHIFA NAURA18120112882023-12-07T07:18:42Z2023-12-07T07:18:42Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/77166This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/771662023-12-07T07:18:42ZDASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA GRATIFIKASI PROYEK PASAR COMOK DAN PASAR TATA KARYA SENI (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor : 6/Pid.Sus-TPK/2020/PN Tjk)Korupsi bukan hanya terjadi pada pemerintahan orde baru. Hukum masih tertinggal dalam menghadapi kelihain para koruptor. Korupsi Politik dibuat oleh orang atau oleh institusi yang memegang kekuasaan politik, atau oleh konglomerat yang membangun hubungan bisnis rahasia dengan orang yang.Salah satu tindak pidana Korupsi Gratifikasi yang diputus oleh Pengadilan Negeri Tanjung Karang ialah Putusan Nomor : 6/Pid.sus-TPK/2020/Pn Tjk. Permasalahan dari skripsi ini adalah Bagaimanakah dasar pertimbangan Hakim dalam penjatuhan putusan terhadap tindak pidana Gratifikasi dalam Putusan Nomor 6/Pid.Sus-TPK/2020/PN Tjk dan Apakah pidana yang dijatuhkan Hakim terhadap pelaku tindak pidana Gratifikasi terhadap proyek pasar Comok dan pasar Tata karya seni telah memenuhi tujuan pemidanaan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan pendekatan yuridis normatif yang menggunakan data sekunder. Metode Pengumpulan data menggunakan metode studi Pustaka dan didukung dengan wawancara dengan . Narasumber pada penelitian ini terdiri dari Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diketahui bahwa dalam pemidanaan pelaku tindak pidana Gratifikasi (Studi Putusan Nomor : 6/Pid.sus-TPK/2020/PN Tjk terdakwa Agung Ilmu Mangkunegara dan Raden Syahril terbukti secara sah melakukan tindak pidana Korupsi Gratifikasi dan Korupsi bersama-sama.Terdakwa dijatuhi hukuman penjara selama 7 (tujuh) dan 4 (empat) tahun. Dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan ini didasarkan kepada Aspek Yuridis yaitu perbuatan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 12 huruf b Undang Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Aspek Filosofis Hakim dalam menjatuhkan pidana mempertimbangkan untuk mengupayakan memperbaiki perilaku terdakwa dengan proses pemidanaan, Aspek Sosiologis Hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa serta peristiwa yang melatarbelakangi perbuatan pidana tersebut Sejalan dengan tugas dan wewenang hakim yaitu menegakkan kebenaran dan keadilan dengan berpegang kepada hukum peraturan perundang- undangan yang ada dan diterapkan, nilai-nilai kebenaran serta keadilan dalam masyarakat, serta nilai-nilai budaya yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, disarankan Hakim yang menangani tindak pidana Gratifikasi proyek pasar Comok dan Pasar Tata karya Seni pada masa mendatang disarankan untuk dapat menjatuhkan pidana secara tepat, sehingga tidak hanya memberikan efek jera kepada pelaku, tetapi menjadi pembelajaran bagi pihak lain untuk tidak melakukan tindak pidana serupa. Penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana Gratifikasi Proyek Pasar Comok dan Pasar Tata Karya Seni hendaknya dilakukan pemberatan pidana, karena pada praktiknya tindak pidana ini dilakukan dengan jenis tindak pidana korupsi berlanjut dan korupsi bersama- sama.
Kata kunci : Gratifikasi, Dasar Pertimbangan Hakim, Tujuan Pemidanaan
MS S RAYA M SYAHFADH 18420110222023-12-05T01:24:07Z2023-12-05T01:24:07Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/77086This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/770862023-12-05T01:24:07ZPENERAPAN PRINSIP FIRST TO FILE DALAM PENGAMBILAN
PUTUSAN SENGKETA MEREK AYAM GEPREK BENSU
(Studi Putusan Perkara Nomor 57/Pdt.Sus-Merek/2019/PN
Niaga Jakarta Pusat)Ruben Onsu mengajukan gugatan pembatalan merek "Ayam Geprek
Bensu" milik PT Ayam Geprek Benny Sujono. Ruben Onsu merasa bahwa PT
Ayam Geprek Benny Sujono telah menggunakan mereknya yang telah didaftarkan
lebih dahulu. Pengadilan Niaga kemudian mengabulkan sebagian dari gugatan balik
yang diajukan oleh PT Ayam Geprek Benny Sujono. Penelitian ini bertujuan untuk
mengkaji penerapan prinsip first to file dalam penyelesaian sengketa merek "Ayam
Geprek Bensu" pada Putusan Pengadilan Niaga Nomor 57/Pdt.Sus-Merek/2019/PN
Niaga Jakarta Pusat. Terdapat dua aspek utama yang dibahas dalam penelitian ini,
yaitu analisis terhadap perlindungan hukum merek dari perfektif first to file, serta
akibat hukum terhadap para pihak yang bersengketa.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif dengan metode
judicial case study. Data yang digunakan bersumber dari data sekunder, termasuk
bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Teknik pengumpulan data dilakukan
melalui studi pustaka dan analisis dokumen. Data yang diperoleh kemudian diolah
melalui proses pemeriksaan, rekonstruksi, dan sistematisasi. Analisis data
dilakukan dengan pendekatan kualitatif.
Hasil analisis dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa putusan majelis
hakim sudah sesuai dengan prinsip first to file yang dianut Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2016 tentang Merek Dan Indikasi Geografis. Pembatalan merek “Ayam
Geprek Bensu” milik Ruben Onsu dilakukan dalam rangka memberikan perlindungan
hukum secara represif karena merek tersebut didaftarkan dengan iktikad tidak baik
dan memiliki persamaan terhadap merek “Ayam Geprek Bensu” milik PT Ayam
Geprek Benny Sujono. Akibat hukum terhadap para pihak yang bersengketa dalam
perkara ini adalah Ruben Onsu tidak dapat menggunakan merek “Ayam Geprek
Bensu” dan enam merek terkait tanpa izin dari PT Ayam Geprek Benny Sujono
selaku pemilik sah dari merek tersebut, adapun terhadap Dirjen HKI selaku turut
tergugat dalam perkara ini adalah melakukan pencoretan terhadap merek “Ayam
Geprek Bensu” milik Ruben Onsu dan enam merek terkait dari daftar umum merek
pada halaman web pangkal data kekayaan intelektual milik Dirjen HKI.
Kata Kunci: Prinsip first to file, sengketa merek, “Ayam Geprek Bensu”.Pambudi Eko 17420110182023-11-30T06:12:50Z2023-11-30T06:12:50Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/77027This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/770272023-11-30T06:12:50ZANALISIS YURIDIS TERHADAP GUGATAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAGI BANGUN
(Studi Putusan Pengadilan Negeri Palembang Kelas 1A Nomor : 186/Pdt.G/2019/PN Plg, Putusan Pengadilan Tinggi Palembang Nomor : 35/Pdt/2020/PT Plg, dan Putusan Kasasi Nomor : 1394 K/Pdt/2021)Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih yang menimbulkan ikatan antara satu pihak dengan pihak yang lainnya. Ketentuan hukum perdata mengatur perjanjian dalam dua jenis perjanjian berdasarkan namanya, yaitu perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama. Mengenai kedua jenis perjanjian ini dapat dibaca dalam pasal 1319 KUHPdt, bahwa semua persetujuan, baik yang mempunyai suatu nama khusus, maupun yang tidak terkenal, dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lalu. Dalam perkembangannya di Masyarakat dikenal sebuah perjanjian yang dinamakan dengan perjanjian bagi bangun. Perjanjian bagi bangun adalah sebuah bentuk perjanjian antara dua pihak yang saling mengikatkan diri untuk mencapai tujuan tertentu, yaitu antara pemilik tanah dengan pihak pengembang yang menyepakati untuk didirikan bangunan diatas tanah yang telah ditentukan oleh para pihak. Perjanjian bagi bangun termasuk dalam jenis perjanjian tidak bernama, karena perjanjian bagi bangun tidak diatur secara khusus dalam KUHPdt. Objek permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini terkait dengan perjanjian bagi bangun adalah mengenai pengaturan perjanjian bagi bangun berdasarkan ketentuan hukum perdata di Indonesia, bagaimana pertimbangan Majelis Hakim dalam memutus perkara wanprestasi perjanjian bagi bangun, serta menganalisis putusan nomor : 1394/K/PDT/2021.
Jenis penelitian ini adalah normatif. Tipe penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan pendekatan masalah analitis. Pengumpulan data dilakukan menggunakan studi pustaka, studi dokumen, dan wawancara. Analisis data dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa Perjanjian bagi bangun tidak diatur secara khusus dalam KUHPdt, sehingga dalam ketentuan hukum perdata perjanjian bagi bangun adalah jenis perjanjian tidak bernama. Meskipun perjanjian bagi
bangun tidak diatur secara khusus dalam KUHPdt, tetapi perjanjian bagi bangun tunduk pada ketentuan buku ketiga KUHPdt yang mengatur tentang hak dan kewajiban yang terbit dari perjanjian, perbuatan melanggar hukum dan peristiwa-peristiwa lain yang menerbitkan hak dan kewajiban perseorangan. Artinya perjanjian bagi bangun tetap sah dimata hukum selama tidak melanggar peraturan undang-undang, norma, dan kesusilaan, serta memenuhi syarat sahnya perjanjian sesuai dengan pasal 1320 KUHPdt. Salah satu prinsip yang sangat mendasar dalam hukum perjanjian adalah prinsip perlindungan kepada para pihak, terutama pihak yang dirugikan. Berlandaskan kepada prinsip perlindungan pihak yang dirugikan ini, maka dalam hal debitur melakukan wanprestasi, maka kreditur dapat menuntut pembatalan/pemutusan perjanjian, menuntut pemenuhan perjanjian, menuntut penggantian kerugian, menuntut pembatalan dan penggantian kerugian, menuntut pemenuhan dan pengganti kerugian. Menurut ketentuan Pasal 1246 KUHPdt, ganti-kerugian itu terdiri atas 3 unsur, yaitu : pertama adalah biaya, yaitu segala pengeluaran atau ongkos-ongkos yang nyata-nyata telah dikeluarkan. Kedua adalah rugi, yaitu kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian debitur. Ketiga adalah bunga, yaitu keuntungan yang seharusnya diperoleh atau diharapkan oleh kreditur apabila debitur tidak lalai.
Kata Kunci : Perjanjian Bagi Bangun, Wanprestasi, Putusan Pengadilan Negeri Kelas 1A PalembangDhea Aulia PutriNPM19120111702023-11-30T04:05:17Z2023-11-30T04:05:17Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/77024This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/770242023-11-30T04:05:17ZIMPLEMENTASI RESTORATIVE JUSTICE TERHADAP TINDAK
PIDANA INFORMASI TRANSAKSI ELEKTRONIK
(Studi Kasus Polda Lampung)
merupakan konsep baru dalam penegakan hukum pidana yang mengakomodir norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat sebagai solusi sekaligus memberikan kepastian hukum terutama kemanfaatan dan rasa keadilan masyarakat, guna menjawab perkembangan kebutuhan hukum masyarakat yang memenuhui rasa keadilan semua pihak, yang merupakan wujud kewenangan Polri sesuai dengan Pasal 16 dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Penyelesaian tindak pidana informasi transaksi elektronik melalui Keadilan Restoratif merupakan sebagai langkah Polri dalam mewujudkan Keadilan Restoratif yang menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula. Bagaimanakah implementasi restorative justice terhadap tindak pidana informasi transaksi elektronik dan Apakah faktor penghambat implementasi restorative justice terhadap tindak pidana informasi transaksi elektronik ?
Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dengan cara wawancara serta data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Sedangkan pengolahan data yang diperoleh dengan cara identifikasi, klasifikasi, dan penyusunan data serta penarikan kesimpulan.
Implementasi keadilan restoratif adalah pencapaian keadilan kepada perbaikan maupun pemulihan keadaan setelah peristiwa dan proses peradilan pidana seperti sedia kala,bukan pembalasan (keadilan retributif) yang selama ini diterapkan pada sistem peradilan pidana. Penanganan tindak pidana berdasarkan Keadilan Restoratif khususnya tindak pidana informasi transaksi elektronik harus memenuhi persyaratan umum dan khusus. Restorative justice merupakan suatu konsep penyelesaian tindak pidana yang terjadi dilakukan dengan membawa korban dan pelaku (tersangka) bersama-sama duduk dalam suatu pertemuan untuk bersama-sama berbicara, dengan demikian tujuan penegakan hukum bukan semata-mata pemidanaan, tetapi juga pemulihan hubungan antara pelaku dan korban agar kembali harmonis dan membuat pelaku serta masyarkat jera untuk melakukan tindak pidana informasi transaksi elektronik yang bermuatan asusila baik secara disengaja maupun tidak disengaja, serta lebih berhati-hati dalam mengunggah sesuatu apapun padasosial media, terutama pada sosial media yang bersifat dapat diketahui oleh banyak orang atau umum. Maka, konsep restorative justice merupakan konsep yang sangat cocok digunakan untuk menyelesaikan peristiwa hukum dibidang cyber crime terutama yang berkaitan dengan muatan asusila yang merugikan korbannya.
Faktor-faktor yang menghambat penegakan adalah faktor hukum, faktor penegakan hukum, faktor sarana atau fasilitas pendukung, faktor masyarakat serta faktor kebudayaan. Faktor penghambat implementasi restorative justice terhadap tindak pidana informasi transaksi elektronik meliputi sebagai berikut : Faktor Aturan, hambatan terbesar yang menurut peneliti adalah faktor aturan. Hal demikian karena belum ada aturan dalam bentuk undang-undang khusus yang secara spesifik memuat perihal penerapan prinsip restorative justice dalam penyelesaian tindak pidana informasi transaksi elektronik. Hal demikian membuat sedikit terhadap pengimplementasian penerapan prinsip restorative justice dan aparat penegak hukum Polri menegakkan hukum terhadap suatu tindak pidana berdasarkan keadilan restoratif dengan mengacu pada Perpol Restorative Justice saja. Faktor Kepahaman Akan Hukum oleh Masyarakat, hambatan yang selanjutnya adalah perihal ketidakpahaman masyarakat akan adanya aturan tentang informasi dan transaksi elektronik ini. Hal demikian menimbulkan ketidakseimbangan dalam edukasi akan suatu aturan yang dilakukan oleh pemerintah melalui perangkat-perangkatnya.
Saran dari penulis yaitu : pentingnya implementasi restorative justice diikuti oleh profesionalisme aparat penegak hukum Polri dalam proses penyelesaian perkara pidana, perlunya membuat peraturan khusus dalam bentuk undang-undang yang mengatur tentang restorative justice agar nantinya dapat terjalankan secara maksimal dan diharapkan perlunya edukasi tentang restorative justice kepada masyarakat tentang restorative justice secara menyeluruh tanpa terkecuali.
Kata Kunci : Implementasi; Tindak Pidana Informasi Transaksi Elektronik; Restorative Justice.
YUSUF ARRAHMAN ARKAN18120112572023-11-30T03:45:13Z2023-11-30T03:45:13Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/77022This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/770222023-11-30T03:45:13ZANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUAN KORBAN KEJAHATAN KESUSILAAN MELALUI
MEDIA SOSIAL INSTAGRAM
(Studi Putusan 319/Pid.Sus/2021/PN Sdn)
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin canggih membawa banyak manfaat yang didapatkan oleh tiap orang dan tiap lapisan masyarakat. Namun hal tersebut tidak luput dari dampak negatif, salah satu dampak negatifnya seperti penyalahgunaan internet dan media sosial untuk menjadi sarana pelecehan seksual online yang banyak menyerang perempuan. Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana analisis perlindungan hukum terhadap perempuan korban kejahatan kesusilaan melalui media sosial instagram dan apa sajakah faktor penghambat dalam perlindungan hukumnya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yang bersifat yuridis normatif dan yuridis empiris. Data yang digunakan merupakan data primer dan data sekunder, metode pengumpulan data dalam penelitian ini ialah studi kepustakaan dan studi lapangan, serta analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif. Narasumber pada penelitian ini terdiri dari Hakim Pengadilan Negeri Sukadana, Penyidik Polres Lampung Timur, Lembaga Perlindungan Perempuan Lampung Timur dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa perlindungan hukum terhadap perempuan korban yang diberikan pemerintah maupun berbagai lembaga swadaya masyarakat secara preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya pelecehan seksual online melalui Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta berbagai sosialisasi langsung ataupun melalui webinar tentang pelecehan seksual online. Perlindungan secara represif yang diberikan negara bertujuan untuk mengatasi permasalahan pelecehan seksual online melalui Pasal 45 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Faktor penghambat ialah minimnya kemampuan dan pengalaman dibidang ITE atau kejahatan cyber serta keterbatasan alat-alat khusus yang dimiliki oleh Polres Lampung Timur untuk menunjang sarana prasarana penyidik dalam mengungkap tindak pidana cybercrime.
Rizky Maulana Prasetyo
Saran dalam penelitian ini adalah perlindungan hukum oleh lembaga perlindungan saksi dan korban dalam memberikan perlindungan harus bersifat aktif. Peran LPSK disini sangat penting untuk memberikan perindungan hukum dengan cara mendampingi pihak korban, memberikan perlindungan dari bahaya maupun ancaman yang datang dari luar. Pemerintah, Aparat Penegak Hukum, Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Bareskrim, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta berbagai pihak lembaga bantuan hukum terus bekerjasama untuk mengatasi kendala dalam memberikan perlindungan terhadap perempuan korban pelecehan seksual online dengan berbagai upaya yang berasal dari kendala. Dengan berbagai pihak yang bekerjasama dalam mengatasi kendala dalam memberikan perlindungan hukum kepada perempuan korban dapat menciptakan keadaan yang membuat perempuan merasa aman, mudah memperoleh keadilan serta dapat menikmati haknya sebagai warga negara Indonesia.
Kata Kunci: Korban Kesusilaan, Perempuan, Perlindungan Hukum.
MAULANA PRASETYO RIZKY18120112462023-11-15T08:21:48Z2023-11-15T08:21:48Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/76907This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/769072023-11-15T08:21:48ZPERKAWINAN SEMBAMBANGAN DALAM PRESPEKTIF HUKUM KELUARGA ISLAMMasyarakat adat Lampung Saibatin terdapat perkawinan dengan menggunakan uang jujur atau upacara adat begawi dan juga terdapat perkawinan dengan sebambangan tanpa diawali adanya peminangan secara formal. Perkawinan sebambangan adalah proses pengambilan seorang muli tanpa diketahui oleh orang tua muli. Pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat hukum adat beserta hak-haknya memang penting. Namun dalam perkembangannya hak-hak masyarakat adat ini harus dikaji apakah perkawinan sebambangan memiliki makna yang positif dan sesuai dengan hukum Islam serta harus menyesuaikan dengan prinsip-prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Penelitian ini membahas mengenai bagaimana proses perkawinan dengan sebambangan dalam perspektif hukum keluarga islam dan akibat hukum dari proses sebambangan ditinjau dari hukum keluarga islam. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif-empiris. Dengan tipe penelitian deskriptif karena akan menjelaskan secara sistematis, faktual, dan akurat tentang Perkawinan dengan sembambangan dalam prespektif hukum keluarga islam. Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Non Judicial Case Study yaitu pendekatan studi kasus hukum tanpa campur tangan dengan pengadilan.
Proses sebambangan tidak sama dengan “bawa lari” pada masyarakat lampung atau kawin lari yang dikenal pada masyarakat umumnya, sebambangan pada masyarakat adat Lampung Saibatin di Kelurahan Negeri Olok Gading tidak bisa asal-asalan dilakukan namun memiliki aturan dan tata cara sehingga dapat sah dikatakan sebambangan. Pertama, mekhanai membawa muli pergi meninggalkan rumah dengan mekhanai meninggalkan sejumlah uang tengepik serta surat bahwa muli telah pergi nyakak. Dalam penyelesaian proses Sebambangan terdiri dari Ngantak Salah, Kumpulan Sangabah Sangapekon, Majeu Manjau, Betangguh dihulun tuha, Sujud, Ngeni Adok, dan Akad sesuai rukun pernikahan dalam Islam. Akibat Hukum dari Sebambangan yaitu perubahan kedudukan “anak”, muli bukan lagi anak dari orangtuanya melainkan sudah menjadi anak dari orangtua mekhanai (anak mantu) dan kedudukan muli dalam hukum adat orangtuanya menjadi “anak pirul”, sedangan mekhanai statusnya tetap anak dari orangtua kandungnya. Kemudian, terjadi perubahan status dalam hukum adat sebanyak dua kali yaitu setelah sebambangan, mekhanai dan muli berubah status menjadi kebayan ragah dan kebayan sebai. Setelah perkawinan, status mekhanai berubah menjadi penggawa, dan muli menjadi bakbai atau maju.
Saran dalam penelitian ini adalah Hendaknya Tokoh Adat di Kelurahan Negeri Olok Gading untuk senantiasa berpegang teguh pada ketentuan-ketentuan yang telah diatur agar proses sebambangan tidak menyalahi aturan, terutama mengenai umur yang melakukan sebambangan harus sesuai dalam Pasal 7 Undang-undang Perkawinan agar tidak menimbulkan akibat hukum yang buruk. Masyarakat dapat membedakan “sebambangan” yang bersifat positif dan “bawa lari” yang bersifat negatif karena tidak memiliki tahapan-tahapan yang benar yang bertentangan dengan hukum adat, hukum Islam, dan hukum nasional, sedangkan pada sebambangan telah terdapat tata cara proses hingga penyelesaiannya yang menjunjung norma, baik norma kesopanan, norma kesusilaan, norma hukum dan bahkan norma agama dipatuhi secara bersamaan agar tidak menimbulkan mispersepsi atau miskonsepsi pada publik.
Kata Kunci: Perkawinan, Sebambangan, Hukum Keluarga Islam.
The indigenous people of Lampung Saibatin have marriages using honest money or begawi traditional ceremonies and there are also marriages with sebambangan without starting a formal proposal. Sebambangan marriage is the process of taking muli without being known by the noble's parents. Recognition and protection of indigenous peoples and their rights is indeed important. However, in its development the rights of indigenous peoples must be studied whether sebambangan marriages have a positive meaning and are in accordance with Islamic law and must conform to the principles of the Unitary State of the Republic of Indonesia.
This research discusses the process of marriage with sebambangan from the perspective of Islamic family law and the legal consequences of the sebambangan process in terms of Islamic family law. This research is normative-empirical legal research. With this type of descriptive research because it will explain systematically, factually, and accurately about marriage with sebambangan in the perspective of Islamic family law. The problem approach used in this study is the "Non Judicial Case Study" approach, namely a legal case study approach without interference with the court.
The sebambangan process is not the same as "bawa lari" which is known by Lampung people or “eloping” which is known in the general public, sebambangan in the Lampung Saibatin indigenous people in the Negeri Olok Gading Village cannot be done carelessly but has rules and procedures so that it can be legally said to be sebambangan. First, the mekhanai takes the muli to leave the house with the mekhanai leaving some money or tengepik which is called pangluakhan (expenses) and leaves a letter that the muli has gone nyakak (the muli's activities are rushed by the mekhanai). In the completion of the Sebambangan process, it consisted of Ngantak Salah, Sangabah Sangapekon Group, Majeu Manjau, Betaguh dihulun tuha, Sujud, and Ngeni Adok. The consequence of Sebambangan is the change in the position of "child", muli is no longer the child of his parents but has become the child of the mekhanai parents (son-in-law) and the position of muli in the customary law of his parents becomes "son of pirul", while the status of mekhanai is still the child of his biological parents. Then, there was a change of status in customary law twice, namely after sebambangan, mekhanai and muli changed their status to kebayan ragah and kebayan sebai. After the marriage, the mekhanai's status changed to penggawa, and muli became bakbai. Suggestions in this study are that traditional leaders in Olok Gading Kelurahan Negeri Olok Gading should always adhere to the provisions that have been regulated so that the sebambangan process does not violate the rules, especially regarding the age of the person who performs the sebambangan must be in accordance with Article 7 of the Marriage Law so as not to cause consequences bad law. Communities can distinguish between "sebambangan" which is positive and "bawa lari" which is negative because it does not have the correct stages that are contrary to customary law, Islamic law, and national law, whereas in sebambangan there are procedures for the process up to its completion which uphold norms, both norms of decency, norms of decency, legal norms and even religious norms be complied with simultaneously so as not to cause misperceptions or misconceptions in the public
Keywords: Marriage, Sebambangan, Islamic Family Law
ARIF MAULIDINO MUHAMMAD 18520111052023-11-08T04:25:49Z2023-11-08T04:25:49Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/76847This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/768472023-11-08T04:25:49ZKEDUDUKAN BADAN OTORITA IBU KOTA NUSANTARA
DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA
Otorita ibu kota nusantara merupakan lembaga negara yang dibentuk melalui
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara. Otorita ibu kota
nusantara diatur lebih rinci melalui Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2022
tentang Otorita Ibu Kota Nusantara. Kewenangan otorita ibu kota nusantara untuk
melaksanakan pemindahan dan pelaksanaan pembangunan ibu kota nusantara.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan badan otorita ibu kota
nusantara berdasarkan sistem ketatanegaraan Indonesia. Penelitian ini merupakan
penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundangundangan,
pendekatan perbandingan, pendekatan sejarah, dan pendekatan
konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa otorita ibu kota nusantara bukan
sebagai pemerintah daerah, sebab berdasarkan fungsi dan wewenangnya, otorita
ibu kota nusantara masuk ke dalam auxiliary state‟s organ yang menunjang
proses pemindahan ibu kota negara yang dibentuk berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
Kata Kunci: Badan Otorita, Otorita Ibu Kota Nusantara, Lembaga Negara.
Nusantara capital otorita is a state institution established through Law Number 3
of 2022 on the National Capital. Nusantara capital otorita regulated explained
more detail through Presidential Regulation Number 62 of 2022 on Nusantara
Capital otorita. Authorization nusantara capital otorita to carry out the
displacement and development nusantara capital city. This research aims to
determine the position of the nusantara capital otorita based on the Indonesian
constitutional system. This research uses normative legal research a statute
approach, a comparative approach, a historical approach, and a conceptual
approach. The research results showed that nusantara capital otorita is not a
regional government, because based on its function and authorization, nusantara
capital otorita included in the auxiliary state's organ, which supports the process
of displacement nusantara capital city which was formed based on law regulation.
Keyword: Otorita Agency, Nusantara Capital otorita, State Institution
Syarif Anwar Said Al-Hamid1912011221 2023-11-07T07:46:02Z2023-11-07T07:46:02Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/76834This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/768342023-11-07T07:46:02ZPENERAPAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA JASA BAGI NOTARIS
DI KOTA BANDAR LAMPUNG
Peraturan Menteri Nomor 9 Tahun 2017 tentang Prinsip Mengenali Pengguna Jasa
bagi Notaris (Permen No.9/2017) mengatur Prinsip mengenali pengguna jasa
diciptakan untuk mengurangi bahkan memberantas tindak pidana pencucian uang
di Indonesia. Peraturan Menteri diterapkan dalam jabatan Notaris dalam rangka
melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2021 tentang Pihak Pelapor
Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (PP
No.61/2021) yang menyatakan Notaris sebagai salah satu pelapor dalam Tindak
Pidana Pencucian Uang (TPPU). Meningkatnya angka TPPU serta rentannya TPPU
yang melibatkan jasa notaris (gatekeeper) dalam upaya menyembunyikan asal usul
harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana asal menjadi penyebab
diterapkannya Prinsip Mengenali Pengguna Jasa, namun dalam upaya
penerapannya khususnya di kota Bandar Lampung masih banyak notaris yang
belum menerapkan PMPJ ini karena dirasa penerapan prinsip ini menambah beban
tugas notaris sekaligus peraturan PMPJ ini berada dibawah Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN No.2/2014). Permasalahan dalam
penelitian ini yaitu Bagaimana penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa bagi
Notaris di kota Bandar Lampung dan Apa yang menjadi hambatan dalam
menerapkan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa bagi notaris di kota Bandar
Lampung?
Jenis penelitian dalam skripsi ini menggunakan penelitian hukum empiris dengan
tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah menggunakan pendekatan kualitatif.
Data dan sumber data menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum
primer,sekunder, tersier. Metode pengumpulan data dengan studi pustaka dan studi
dokumen. Metode pengolahan melalui pemeriksaan data, verifikasi data, klasifikasi
data, dan sistemasasi data. Analisis data mengunakan analisis kualitatif
Hasil penelitian dan pembahasan antara lain: (1) Penerapan PMPJ bagi Notaris di
Kota Bandar Lampung sudah berjalan sesuai dengan amanah Permen No.9/2017
yang merupakan peraturan turunan dari UU No.8 Tahun 2010 tetapi dalam
penerapan prinsip tersebut belum diterapkan oleh seluruh notaris di kota Bandar
Lampung, (2) Terdapat dua faktor hambatan yang dialami oleh notaris (1) faktor
internal dan (2) faktor eksternal.
Kata kunci : Pencucian Uang, PMPJ, Notaris
Ministerial Regulation Number 9 of 2017 concerning Principles of Recognizing
Service Users for Notaries (Permen No.9/2017) regulates that the Principle of
Recognizing Service Users was created to reduce or even eradicate money
laundering crimes in Indonesia. The Ministerial Regulation is applied in the
position of Notary in order to implement Government Regulation Number 61 of
2021 concerning Reporting Parties in the Prevention and Eradication of Money
Laundering Crimes (PP No.61/2021) which states Notaries as one of the reporters
in Money Laundering Crimes (TPPU). The increasing number of TPPU and the
vulnerability of TPPU involving the services of notaries (gatekeepers) in an effort
to hide the origin of assets originating from predicate crimes is the cause of the
implementation of the Principle of Recognizing Service Users, however, in efforts
to implement it, especially in the city of Bandar Lampung, there are still many
notaries who have not implemented PMPJ This is because it is felt that the
application of this principle increases the burden of the notary's duties and at the
same time the PMPJ regulations are under Law Number 2 of 2014 concerning the
Position of Notaries (UUJN No.2/2014). The problem in this research is how to
apply the Principles of Recognizing Service Users for Notaries in the city of Bandar
Lampung and what are the obstacles in implementing the Principles of Recognizing
Service Users for notaries in the city of Bandar Lampung?
This type of research in this thesis uses empirical legal research with descriptive
research type. The problem approach uses a qualitative approach. Data and data
sources use secondary data consisting of primary, secondary and tertiary legal
materials. Methods of data collection by literature study and document study.
Processing methods through data checking, data verification, data classification,
and data systemization. Data analysis used qualitative analysis
The results of the research and discussion include: (1) The application of PMPJ for
Notaries in the City of Bandar Lampung has been running in accordance with the
mandate of Permen No.9/2017 which is a derivative regulation from Law No.8 of
2010 but the application of this principle has not been implemented by all notaries
in the city of Bandar Lampung, (2) There are two obstacle factors experienced by
notaries (1) internal factors and (2) external factors.
Keywords: Money Laundering, PMPJ, Notary
Mahmud Zulfikar18120112952023-10-30T08:23:33Z2023-10-30T08:23:33Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/76785This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/767852023-10-30T08:23:33ZANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK
PIDANA MEMBAWA, MENYIMPAN SENJATA TAJAM TANPA HAK
(Studi putusan Nomor 65/Pid.Sus-Anak/2022/PN Tjk)
Salah satu kejahatan yang meresahkan masyarakat adalah kejahatan dengan
menggunakan senjata tajam. Kejahatan ini banyak macamnya, misalnya tindak
pidana pembunuhan, penganiayaan berat, pencurian dengan pemberatan,
pengancaman, penculikan, dan sebagainya. Kesemua jenis tindak pidana ini diatur
dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana di Indonesia. Berdasarkan uraian
tersebut, permasalahan dalam skripsi ini adalah Bagaimana pertimbangan hukum
Hakim dalam menjatuhkan putusan pidana pada anak dibawah umur yang
membawa atau menyimpan senjata tajam tanpa hak dalam perkara Putusan Nomor
65/Pid.Sus-Anak/2022/PN Tjk?. Bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap
anak sebagai pelaku kejahatan senjata tajam tanpa hak dalam perkara Putusan
Nomor 65/Pid.Sus-Anak/2022/PN Tjk?
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan cara
menganalisis perundangan dan literatur yang terkait serta dilanjutkan dengan
metode yuridis empiris dengan melakukan wawancara dengan narasumber.
Narasumber yang dilakukan dengan Hakim Pengadilan Negeri Tanjung karang
dan Akademisi Fakultas Hukum bagian Pidana Universitas Lampung.
Pengumpulan data dengan studi Pustaka dan studi lapangan.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis kasus Analisis
Putusan Hakim Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Membawa, Menyimpan
Senjata Tajam Tanpa Hak sebagaimana dalam putusan Nomor 65/Pid.SusAnak/2022/PN
Tjk. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh penjatuhan putusan
Hakim. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat dikemukakan
bahwa pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana penjara senjata
tajam dengan putusan nomor 65/Pid.Sus-Anak/2022/PN TjK, secara filosofis
hakim menghukum penjara terdakwa anak yang berinisial MRS sebagai pembawa
senjata tajam tanpa hak untuk memperbaiki tindakan yang diperbuat. Secara
yuridis MRS telah melanggar Pasal 2 Ayat (1) Undang-undang Darurat RI 12
Tahun 1951 dengan hukuman 2 (dua) bulan penjara dengan dibebani membayar
Muhammad Farhan Nugraha
biaya perkara Rp2.000,00, Secara sosiologis terdakwa berinisial MRS tidak
mempunyai izin untuk membawa atau mempunyai senjata tajam.
Pertanggungjawaban pidana bagi pelaku tindak pidana membawa senjata tajam
tanpa hak studi putusan Nomor 65/Pid.Sus-Anak/2022/PN TjK, telah memenuhi
unsur-unsur pertanggungjawaban pidana yang didasarkan dengan kemampuan
dalam bertanggung jawab yang adanya kesengajaan, dan tidak adanya pemaaf dan
pembenar yang dapat menghapus unsur perbuatan pidana tindak pidana kejahatan
senjata tajam tanpa hak. Majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 2
(dua) bulan dan memberatkan biaya perkara Rp2.000,00,-.
Saran penulis dari permasalahan yang terjadi adalah (1) Putusan yang ringan
dijatuhkan oleh Hakim masih bisa saja tidak membuat pelaku jera dan sewaktuwaktu
dapat mengulangi perbuatannya kembali. (2) Pertanggungjawaban yang
diberikan kepada kejahatan penggunaan senjata tajam yang kerapkali terjadi,
dengan ini masyarakat dan para penegak hukum dapat bekerja sama dalam
memberikan sosialisasi hukum mengenai dampak dari adanya kejahatan senjata
tajam.
Kata Kunci: Pertimbangan Hakim, Anak, Senjata Tajam Tanpa Hak
One of the crimes that disturbs the public is crime involving the use of sharp
weapons. There are many kinds of crimes, for example murder, serious assault,
aggravated theft, threats, kidnapping, and so on. All types of criminal acts are
regulated in the Indonesian Criminal Code. Based on this description, the problem
in this thesis is: What is the judge's legal consideration in handing down a
criminal decision on a minor who carries or keeps a sharp weapon without rights
in the case of Decision Number 65/Pid.Sus-Anak/2022/PN Tjk?. What is the
criminal responsibility for children as perpetrators of sharp weapons crimes
without rights in the case of Decision Number 65/Pid.Sus-Anak/2022/PN Tjk?
This research uses a normative juridical approach by analyzing legislation and
related literature and continues with an empirical juridical method by conducting
interviews with sources. The resource persons were conducted with Tanjung
Karang District Court Judges and Academics from the Faculty of Law, Criminal
Division, University of Lampung. Data collection using library research and field
studies.
This research was conducted to find out and analyze the case of Judge's Decision
Analysis on Children Who Perpetrated the Crime of Carrying and Storing Sharp
Weapons Without Rights as in decision Number 65/Pid.Sus-Anak/2022/PN Tjk.
This research is motivated by the judge's decision. Based on the results of the
research and discussion, it can be stated that the judge's considerations in handing
down the criminal decision to imprison sharp weapons with decision number
65/Pid.Sus-Anak/2022/PN TjK, philosophically the judge sentenced the child
defendant with the initials MRS to prison as a carrier of sharp weapons without
rights. to correct the actions taken. Juridically, MRS has violated Article 2
Paragraph (1) of the Republic of Indonesia Emergency Law 12 of 1951 with a
sentence of 2 (two) months in prison with the burden of paying
Muhammad Farhan Nugraha
court costs Rp. 2,000.00. Sociologically, the defendant with the initials MRS does
not have a permit to carry or possess sharp weapons. Criminal liability for
perpetrators of criminal acts carrying sharp weapons without the right to study
decision Number 65/Pid.Sus-Anak/2022/PN TjK, has fulfilled the elements of
criminal liability based on the ability to take responsibility which is intentional,
and the absence of forgiveness and a justification that can remove the element of a
criminal act of a sharp weapon crime without rights. The panel of judges
sentenced him to prison for 2 (two) months and charged a case fee of IDR
2,000.00.
The author's suggestions regarding the problems that occur are (1) A light decision
handed down by the judge may still not deter the perpetrator and at any time they
may repeat their actions again. (2) Accountability is provided for crimes involving
the use of sharp weapons which often occur, with this the community and law
enforcers can work together in providing legal outreach regarding the impact of
sharp weapon crimes.
Keywords: Judge's considerations, children, sharp weapons without rights
FARHAN NUGRAHA MUHAMMAD19520110672023-10-30T07:03:20Z2023-10-30T07:03:20Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/76780This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/767802023-10-30T07:03:20ZPENYELENGGARAAN SISTEM PEMERINTAHAN BERBASIS
ELEKTRONIK (SPBE) TERHADAP PELAYANAN PUBLIK
(Studi pada Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Bandar Lampung) Penyelenggaraan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) merupakan
kebijakan pemerintah dalam memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
dalam proses pemerintahan dan pelayanan publik. Pelaksanaan SPBE di Kota Bandar
Lampung belum didasarkan pada Peraturan Daerah atau Peraturan Walikota,
sehinggga masih mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang
SPBE. Permasalahan penelitian: Bagaimanakah penyelenggaraan SPBE terhadap
pelayanan publik oleh Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Bandar Lampung
dan apakah faktor-faktor yang menghambat penyelenggaraan SPBE terhadap
pelayanan publik oleh Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Bandar Lampung?
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan
empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi lapangan dan studi pustaka.
Analisis data yang digunakan adalah analisis yuridis kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Penyelenggaraan SPBE terhadap pelayanan
publik oleh Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Bandar Lampung telah
dilaksanakan antar Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kota Bandar Lampung
seperti Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu
dan Badan Kepegawaian Daerah serta melibatkan masyarakat dan pihak swasta/
pelaku usaha, namun demikian penyelenggaraannya belum optimal. Hal ini diketahui
dari Indeks SPBE Kota Bandar Lampung yang dikeluarkan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi pada Tahun 2021 masih masuk dalam
kategori kurang. Selain itu Perolehan Nilai Tingkat Kematangan Indikator belum
mencapai target. Faktor-faktor yang menjadi penghambat penyelenggaraan SPBE
terhadap pelayanan publik adalah belum adanya kebijakan internal (produk hukum)
terkait Tata Kelola SPBE, masih belum sinergisnya pelaksanaan SPBE oleh OPD
dan keterbatasan SDM Pengelola SPBE pada OPD di Kota Bandar Lampung
Saran dalam penelitian ini adalah: Pemerintah Kota Bandar Lampung agar
memberlakukan regulasi/kebijakan berupa peraturan yang dapat menjadi dasar
hukum dalam penyelenggaraan SPBE. Dinas Komunikasi dan Informatika agar
menganggarkan biaya penyelenggaraan SPBE dan meningkatkan SDM pengelola
SPBE dari segi kualitas maupun kuantitas.
Kata Kunci: Penyelenggaraan, SPBE, Pelayanan Publik
Implementation of an Electronic-Based Government System (SPBE) is a government
policy in utilizing information and communication technology in government
processes and public services. The implementation of SPBE in Bandar Lampung City
is not yet based on Regional Regulations or Mayor Regulations, so it still refers to
Presidential Regulation Number 95 of 2018 concerning SPBE. The problem in this
research are: How is SPBE implemented for public services at the Bandar Lampung
City Communication and Information Service and what are the factors that hinder
the implementation of SPBE for public services at the Bandar Lampung City
Communication and Information Service?
The problem approach used is a normative and empirical juridical approach. Data
collection was carried out using field studies and literature studies. The data
analysis used is qualitative juridical analysis.
The results of this research show that the implementation of SPBE for public services
by the Bandar Lampung City Communication and Information Service has been
implemented between Regional Apparatus Organizations such as the Population and
Civil Registry Service, the One Stop Integrated Services Service and the Regional
Civil Service Agency and involves the community and the private sector/ business
actors, however, implementation is still not optimal This is known from the Bandar
Lampung City SPBE Index issued by the Minister for Administrative Reform and
Bureaucratic Reform in 2021, which is still in the deficient category. Apart from that,
the obtained Maturity Level Indicator Values on SPBE have also not reached the
target. Factors that hinder the implementation of SPBE for public services are the
absence of internal policies (regulation) related to SPBE Governance, the lack of
synergy in the implementation of SPBE by OPDs and limited human resources for
SPBE Managers in OPDs in Bandar Lampung City
The suggestions in this research are: The Bandar Lampung City Government should
implement regulations/policies in the form of regulations that can become the legal
basis for implementing SPBE. The Department of Communication and Information
should budget the costs of organizing SPBE and improve the human resources
managing SPBE in terms of quality and quantity.
Keywords: Implementation, SPBE, Public ServicesMERANDO BAHERDA PUTRA SEPTA 19420110102023-10-21T00:49:46Z2023-10-21T00:49:46Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/76712This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/767122023-10-21T00:49:46ZPERSPEKTIF HUKUM TERHADAP CRYPTOCURRENCY SEBAGAI BOEDEL PAILITPerkembangan teknologi telah melahirkan inovasi terhadap bentuk-bentuk aset yang ada saat ini, salah satunya aset digital yaitu Cryptocurrency. Indonesia mengakui keberadaan Cryptocurrency sebagai aset digital atau komoditas tidak berwujud menggunakan kriptografi dengan sistem jaringan peer to peer dalam blockchain. Dalam kepailitan, aset digunakan sebagai jaminan terhadap utang-utang yang dimilki debitur kepada para krediturnya. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini mengkaji dan membahas mengenai bagaimana karakteristik aset kripto sebagai harta kekayaan, dan penerapannya sebagai boedel pailit.
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan undang-undang dan pendekatan konseptual dengan pengumpulan data sekunder melalui studi kepustakaan. Selanjutnya pengolahan data dilakukan melalui pemeriksaan data, verifikasi data, rekonstruksi data, dan sistematisasi data, serta dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa aset kripto berdasarkan sifat dan karakteristiknya memenuhi klasifikasi harta kekayaan menurut sifat kebendaannya sebagai benda bergerak tidak berwujud yang melekat hak kebendaan terhadapnya berdasarkan kepemilikan dan penguasaan sebagai benda yang memiliki nilai serta manfaat ekonomis bagi pemiliknya. Aset kripto sebagai harta kekayaan berdasarkan karakterisstiknya dapat pula diterapkan jaminan kebendaan bersifat khusus yaitu gadai. Dalam praktik kepailitan di Indonesia, boedel pailit merupakan benda-benda yang memiliki nilai ekonomis dan dapat diuangkan. Aset kripto sebagai aset tidak berwujud memenuhi klasifikasi sebagai boedel pailit. Berdasarkan karakteristik aset kripto yang merupakan aset tidak berwujud, bersifat terdesentralisasi, dan nilainya yang sangat fluktuatif, pengurusan dan pemberesannya dapat dilakukan oleh Kurator dengan wewenangnya untuk dapat menginventarisasi aset kripto ke dalam boedel pailit dan dilakukan penjualan di bawah tangan melalui bursa kripto dengan persetujuan para kreditur dan Hakim Pengawas.
Kata Kunci: Cryptocurrency, Kepailitan, Boedel Pailit.
Technological advancement has given rise to innovations in the forms of existing assets, one of which is Cryptocurrency. Indonesia recognizes the existence of Cryptocurrency as a digital asset or intangible commodity that uses cryptography within a peer-to-peer network on a blockchain system. In the context of bankruptcy, assets serve as collateral for the debts owed by the debtor to their creditors. Based on this background, this research examines and discusses the characteristics of crypto assets as wealth and their application as part of bankruptcy estates.
This type of research is normative research with a descriptive research type. The problem is approached through legal and conceptual approaches, with secondary data collection through a literature review. The data is then processed through data examination, verification, reconstruction, and systematization, followed by qualitative analysis.
The research results indicate that crypto assets, based on their nature and characteristics, fit the classification of wealth by their material nature as intangible movable property, with ownership rights attached to them based on possession and control, with economic value and benefits for the owner. Crypto assets, as wealth, can also serve as specific collateral, such as in a pledge. In Indonesia's context of bankruptcy practice, bankruptcy estates are economically valuable assets that can be liquidated. Crypto assets, being intangible and characterized by decentralization and high volatility in value, fit the classification of bankruptcy estates. Due to the characteristics of crypto assets, being intangible, decentralized, and highly volatile in value, their management and liquidation can be carried out by a Curator, who has the authority to inventory crypto assets into the bankruptcy estate and conduct off-market sales through crypto exchange with the approval of creditors and the Supervisory Judge.
Keywords: Cryptocurrency, Bankruptcy, Boedel Bankruptcy.Ramadhan Muhamad Dafa Razwa19120113222023-10-20T07:01:20Z2023-10-20T07:01:20Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/76699This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/766992023-10-20T07:01:20ZEFEKTIVITAS PEMERIKSAAN SAKSI SECARA TELECONFERENCE
DI PENGADILAN AGAMA TANJUNG KARANGKesaksian adalah kesaksian yang diberikan kepada hakim di persidangan tentang
peristiwa yang disengketakan dengan jalan pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh
orang yang bukan salah satu pihak dalam perkara
Seorang saksi akan dipanggil ke muka sidang suatu perkara untuk memberikan
keterangan yang secara kebetulan melihat, mendengar, atau mengalami sendiri peristiwa
tersebut
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pemeriksaan saksi secara
teleconference sudah menerapkan asas sederhana, cepat, dan biaya ringan.
metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian ini merupakan suatu
metode penelitian yang dalam hal ini menggabungkan unsur hukum normatif yang
kemudian didukung dengan penambahan data atau unsur empiris.
Berdasarkan hasil penelitian, pemeriksaan saksi secara teleconference sudah menerapkan
asas sederhana, cepat, dan biaya ringan, yang perlu disiapkan dalam pemeriksaan saksi
secara teleconference adalah perangkat yang nyaman digunakan seperti komputer atau
laptop, media teleconference, yang paling populer digunakan adalah zoom meeting,
koneksi Internet didapatkan baik, ataupun Wi-Fi atau Hotspot. Jika anda menggunakan
ponsel, maka anda bisa memanfaatkan data seluler atau Wi-Fi/hotspot, peralatan
pendukung audio, peralatan pendukung video.
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah, pemeriksaan saksi secara teleconference
memiliki banyak kelebihan, tetapi juga memiliki beberapa kekurangan.
Saran dalam penelitian ini adalah Pemeriksaan keterangan saksi secara teleconference
diharapkan menjadi rujukan pada saat kondisi saksi yang kurang memungkinkan untuk
datang langsung ke persidangan tempat perkara ditangani.
Kata Kunci : efektivitas, saksi, teleconferenceDibyo Sucahyo Ilham 19120112232023-10-20T06:58:13Z2023-10-20T06:58:13Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/76698This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/766982023-10-20T06:58:13ZANALISIS HUKUM PEMBATALAN PERKAWINAN PASANGAN
SEDARAH MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM
(Studi Putusan Nomor 342/Pdt.G/2022/PA.Gdt)Suatu perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dengan memenuhi seluruh ketentuan yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan, apabila perkawinan dilaksanakan namun terdapat
larangan perkawinan yaitu adanya hubungan sedarah diantara mereka baik
dilakukan dengan sengaja ataupun tidak senngaja maka harus dilakukan
pembatalan perkawinan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana
alasan pembatalan perkawinan pasangan sedarah menurut kompilasi hukum
islam dan bagaimana akibat hukum pembatalan perkawinan pasangan sedarah
menurut kompilasi hukum islam.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis
empiris kemudian disesuaikan dengan tipe yuridis deskriptif analitis. Narasumber
dalam penelitian ini yaitu Hakim Pengadilan Agama Tanjung Karang.
Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi
observasi/wawancara. Selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan bahwa alasan
pembatalan perkawinan sedarah yaitu perkawinan batal demi hukum jika
terdapat hubungan sedarah didalamnya, akibat hukum terhadap hubungan suami
isteri perkawinan dikatakan tidak sah karena melanggar larangan perkawinan
namun jika perkawinan dilakukan karena ketidaktahuan maka perkawina tersebut
tetaplah sah tetapi batal demi hukum dan dianggap tidak ada setelah adanya
putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Begitupula dengan akibat
hukum terhadap anak, anak hasil perkawinan sedarah merupakan anak tidak sah
karena terlahir dari perkawinan yang tidak sah. Namun, jika perkawinan tersebut
dilakukan atas dasar ketidaktahuan maka anak tetap dianggap anak sah. Akibat
hukum terhadap harta bersama setelah adanya pembatalan, pembagian harta
bersama dibagi sama halnya dengan akibat hukum dari putusnya perkawinan
karena perceraian, yaitu masing-masing pihak berhak mendapatkan seperdua
dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.
Kata kunci: Pembatalan Perkawinan, Perkawinan Sedarah, Kompilasi
Hukum IslamiiPUTRI AULIA VINA 19120111072023-10-20T02:37:56Z2023-10-20T02:37:56Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/76666This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/766662023-10-20T02:37:56ZHAK MEWARIS BAGI ANAK ANGKAT LAKI-LAKI PADA MASYARAKAT ADAT BATAK TOBA (Studi di Kota Tanjungbalai, Provinsi Sumatera Utara) Anak memiliki makna penting bagi masyarakat Batak Toba karena salah satu tujuan hidup yang kekal pada masyarakat Batak Toba ialah hagabeon yang berarti memiliki keturunan terutama anak laki-laki dan tidak jarang juga dilakukan pengangkatan anak untuk mencapai tujuan tersebut. Akibat dari pengangkatan anak berpengaruh juga dalam hal pewarisan baik terkait jumlah pembagian atau siapa saja yang mendapatkan warisan yang implementasi tiap daerahnya berbeda-beda. Fokus permasalahan dalam penelitian ini ialah alasan pengangkatan anak, proses pelaksanaan pengangkatan anak, dan akibat pengangkatan anak terhadap hak mewaris pada masyarakat adat Batak Toba di Kota Tanjungbalai, Provinsi Sumatera Utara.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum empiris dan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiologis. Sumber yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh melalui wawancara dengan masyarakat adat Batak Toba di Kota Tanjungbalai, Provinsi Sumatera Utara dan data sekunder berupa literatur dan jurnal, yang diolah dan dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan pertama, alasan pengangkatan anak adalah tidak memiliki anak, adanya kepercayaan mengangkat anak sebagai pemancing agar segera dikaruniai anak, tidak memiliki anak laki-laki, dan keinginan agar ada yang menemani di hari tua. Kedua, tata cara pelaksanaan pengangkatan anak yaitu melaksanakan upacara adat dengan mengundang dalihan na tolu, dongan sahuta, dan dipimpin oleh raja parhata, setelah upacara adat dilakukan anak tersebut kemudian dapat didaftarkan ke Catatan Sipil. Ketiga, akibat pengangkatan anak terhadap hak mewaris pada masyarakat Batak Toba di Kota Tanjungbalai, Provinsi Sumatera Utara apabila hanya ada satu anak angkat laki-laki harta kekayaan orangtua akan diwariskan seluruhnya, jika terdapat anak angkat laki-laki dan anak kandung perempuan harta kekayaan orangtua akan diberikan seluruhnya atau lebih banyak kepada anak laki-laki, jika terdapat anak angkat laki-laki dan juga anak kandung laki-laki harta pembagian harta kekayaan tergantung keputusan orangtua dalam hal ini diberikan kepada anak siakkangan atau anak tertua. Anak tertua meskipun merupakan angkat laki-laki pada hakikatnya mendapatkan seluruh atau lebih banyak harta warisan karena statusnya merupakan anak laki-laki yang akan menggantikan kedudukan orangtuanya.
Kata Kunci: Pengangkatan Anak, Hukum Waris, Adat Batak Toba. INDAH SIDAURUK ERA 18120112662023-10-19T09:50:29Z2023-10-19T09:50:29Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/76654This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/766542023-10-19T09:50:29ZPENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MELALUI LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA SEKTOR JASA KEUANGAN (LAPS SJK) DAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) Pada sektor jasa keuangan, sengketa terjadi antara Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) dan konsumen yang menyimpan dananya dan/atau memanfaatkan pelayanan jasa keuangan. Konsumen yang merasa dirugikan dapat mengajukan permohonan ganti kerugian dengan alternatif penyelesaian sengketa (non litigasi). Penyelesaian sengketa non litigasi dapat diselesaikan melalui LAPS SJK dan BPSK. Penelitian ini akan mengkaji syarat dan prosedur penyelesaian sengketa konsumen melalui LAPS SJK dan BPSK.
Jenis penelitian ini adalah hukum normatif dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan undang-undang. Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi dokumen. Pengolahan data dilakukan dengan cara pemeriksaan data, klarifikasi data dan sistematisasi data serta dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menyatakan bahwa penyelesaian sengketa konsumen sektor jasa keuangan melalui LAPS SJK dan BPSK memiliki syarat dan prosedur yang berbeda. Syarat penyelesaian sengketa melalui LAPS SJK adalah harus diselesaikan terlebih dahulu oleh internal PUJK, tidak sedang dalam penyelesaian lembaga sengketa yang lain, sengketa harus bersifat perdata dan para pihak memiliki perjanjian yang menyatakan secara tegas sengketa akan diselesaikan melalui LAPS SJK. Tahapan penyelesaiannya dilakukan dengan cara mediasi, arbitrase dan pendapat mengikat, dengan tahapan prosedur yang yang terdiri dari proses pra acara, penunjukkan pihak ketiga dan proses acara dilaksanakan. Selanjutnya, penyelesaian sengketa melalui BPSK dilakukan oleh pemohon dengan memenuhi syarat administrative yang diatur dalam Pasal 16 Kepmenperindag No. 350 tahun 2001, dilakuakn dengan cara mediasi, arbitrase dan konsiliasi. Tahapan penyelesaiannya adalah: pengajuan permohnan, tahap persidangan lalu tahap penetapan putusan oleh majelis BPSK.
Kata Kunci: Sengketa Konsumen, Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa, Sektor Jasa Keuangan.
ARDANA RACHMAN ANINDITA 18120111332023-10-19T08:52:30Z2023-10-19T08:52:30Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/76651This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/766512023-10-19T08:52:30ZANALISIS KRIMINOLOGI TERJADINYA TINDAKAN MAIN HAKIM
SENDIRI (EIGENRICHTING) YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN
Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana yang telah tertuang dalam Pasal 1
Ayat (3) Undang – Undang Dasar Tahun 1945. Menurut Subekti, dalam bukunya
yang berjudul “Dasar-Dasar Hukum dan Pengadilan” hukum itu mengabdi pada
tujuan Negara yang dalam pokoknya ialah mendatangkan kemakmuran dan
kebahagiaan pada rakyatnya. Mengenai berbagai masalah sosial diangkat suatu
permasalahan terkait apakah pelaku perbuatan main hakim sendiri dapat
dihukum dalam hukum pidana di Indonesia. Bagaimanakah upaya dan faktor
sebaiknya pengaturan perbuatan main hakim sendiri dalam hukum pidana
Indonesia di masa mendatang.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yang
pendekatannya dilakukan dengan cara memahami suatu permasalahan dengan
berlandaskan pada peraturan – peraturan atau literatur yang mengkaji tentang
ilmu hukum yang dilanjutkan dengan metode yuridis empiris dengan
mewawancarai narasumber terkait dengan penelitian ini. Narasumber terdiri dari
Instansi kepolisian Polresta Bandar Lampung, Penyidik Bareskrim Polresta
Bandar Lampung, dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum
Universitas Lampung, serta analisis pengumpulan data dengan studi Pustaka dan
studi lapangan dilakukan secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaku perbuatan main hakim
sendiri dapat dipidana. Adapun permasalahan yang dikaji, yakni unsur,
penyebab, ancaman pidana, serta hubungan antara penjatuhan pidana bagi
pelaku main hakim sendiri, dengan teori tujuan pemidanaan dan fungsi hukum
sebagai alat kontrol sosial (social controlling). Tujuan karya ilmiah ini adalah
untuk mengetahui pengkualifikasian perbuatan main hakim sendiri sebagai suatu
tindak pidana beserta ancaman pidananya. Dalam hal ini kepolisian Polresta
Bandar Lampung juga telah melakukan tindakan represif dan prefentif untuk
mencegah main hakim sendiri diwilayah Kota Bandar Lampung. Sehingga dapat
meminimalisir kejahatan serupa dan juga dibutuhkan aturan yang lebih khusus
agar kedepannya orang maupun kelompok agar tidak melakukan perbuatan main
hakim sendiri dan agar dapat memudahkan aparat penegak hukum untuk
menindak pelaku perbuatan tersebut. Derry Almas
Berdasarkan penjabaran diatas, Untuk Kepolisian Kota Bandar Lampung harus
membangun kemitraan dengan masyarakat terutama kepada Tokoh masyarakat,
Kepala Lurah, Pak Camat dalam bentuk kegiatan penyuluhan hukum dan
kegiatan lainnya yang dapat menciptakan keakraban dan kesadaran hukum
antara kepolisian dan masyarakat. Untuk masyarakat harus menertibkan diri
dengan masyarakat lain dengan melakukan musyawarah dalam mengatasi
masalah yang terjadi di sekitar, diharapkan dapat terhindar dari perbuatan
kejahatan termasuk perbuatan main hakim sendiri.
Kata Kunci: Kriminologi, Main Hakim Sendiri, Hukum Pidana.
ALMAS DERRY1952011045 2023-10-19T06:40:52Z2023-10-19T06:40:52Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/76644This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/766442023-10-19T06:40:52ZPERBANDINGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 10/POJK.05/2022 DAN PERATURAN OTORITAS JASA
KEUANGAN NOMOR 77/POJK.01/2016Dasar hukum pinjaman berbasis teknologi informasi di Indonesia yaitu
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan
Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi yang kemudian dicabut
dan diganti dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/POJK.05/2022
tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi. Tujuan
penelitian ini adalah memperbandingkan kedua peraturan tersebut dari segi istilah;
para pihak; bentuk badan hukum, kepemilikan, dan permodalan penyelenggara;
organ penyelenggara; pendaftaran dan perizinan usaha; batas maksimum
pemberian pinjaman dan/atau pendanaan; dan perjanjian.
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, dengan tipe
penelitian deskriptif dan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan
pendekatan perbandingan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Metode
pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka. Metode pengolahan data
dengan pemeriksaan data, penandaan data, rekonstruksi data, sistematisasi data.
Serta analisis data secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa perbandingan
antara kedua peraturan tersebut di atas diperoleh kesimpulan, bahwa ada beberapa
hal yang memiliki persamaan antara kedua peraturan tersebut yaitu dilihat dari
batas maksimum pemberian pinjaman dan/atau pendanaan; dan perjanjian serta
ada beberapa perbedaan dilihat dari segi istilah yang digunakan yaitu sebelumnya
menggunakan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi
diganti menjadi Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi; para
pihak yang terlibat khususnya pihak penyelenggara hanya dapat berbentuk badan
hukum Perseroan Terbatas saja yang sebelumnya dapat berbentuk Koperasi juga;
bentuk badan hukum penyelenggara yang sebelumnya berbentuk badan hukum
Perseroan Terbatas atau Koperasi menjadi hanya berbentuk Perseroan Terbatas
saja, kepemilikan penyelenggara yang sebelumnya tidak membatasi kepemilikan
saham oleh Warga Negara Asing menjadi dibatasi, dan permodalan penyelenggara
yang sebelumnya paling sedikit Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta
rupiah) menjadi paling sedikit Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar);
organ penyelenggara yang sebelumnya hanya terdiri dari direksi dan dewan
komisaris menjadi bertambah oleh organ Dewan Pengawas Syariah; serta
pendaftaran dan perizinan yang sebelumnya didahului dengan permohonan
pendaftaran lalu melakukan permohonan perizinan kepada OJK, menjadi
langsung melakukan permohonan perizinan saja baru kemudian melakukan
permohonan pendaftaran sistem elektronik.
Kata kunci: Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi
(LPBBTI), POJK Nomor 10/POJK.05/2022, POJK Nomor 77/POJK.01/2016MELANDY PUTRI VIA19120110212023-10-19T04:26:37Z2023-10-19T04:26:37Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/76636This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/766362023-10-19T04:26:37ZDASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENJATUHAN PIDANA
TERHADAP PARA PELAKU TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN
YANG MENGAKIBATKAN KORBAN LUKA
(Studi Putusan Nomor: 45/Pid.B/2022/PN.Tjk)Salah satu tindak pidana yang terjadi dalam kehidupan masyarakat adalah
penganiayaan yang mengakibatkan korbannya mengalami luka-luka, sebagaimana
diatur dalam Pasal 170 Ayat (2) ke-1 KUHP. Contohnya dalam Putusan Nomor:
45/Pid.B/2022/PN.Tjk, tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan
korbannya mengalami luka-luka yang dilakukan oleh 3 (tiga) orang terdakwa.
Permasalahan penelitian: (1) Apakah dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhan
pidana terhadap para pelaku tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan
korban luka dalam Putusan Nomor: 45/Pid.B/2022/PN.Tjk? (2) Apakah pidana
yang dijatuhkan hakim terhadap para pelaku tindak pidana penganiayaan yang
mengakibatkan korban luka telah memenuhi aspek keadilan substantif?
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridis
empiris. Pengumpulan data melalui studi pustaka dan studi lapangan, Narasumber
terdiri atas Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan Dosen Bagian Hukum
Pidana Fakultas Hukum Unila. Selanjutnya data dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Dasar pertimbangan hakim dalam
menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana penganiayaan yang
mengakibatkan korban luka dalam Putusan Nomor: 45/Pid.B/2022/PN.Tjk sesuai
dengan teori pertimbangan hakim menurut Ahmad Rifai, yang terdiri atas
pertimbangan yuridis, filosofis dan sosiologis. Pertimbangan yuridis adalah
perbuatan para terdakwa terbukti melanggar Pasal 170 Ayat (2) ke-1 KUHP.
Pertimbangan filosofis yaitu hakim menilai bahwa pemidanaan tidak hanya
bertujuan untuk menimbulkan efek jera pada pelakunya tetapi sebagai upaya
pemidanaan terhadap terdakwa. Pertimbangan sosiologis yaitu hakim sebelum
menjatuhkan pidana mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan
meringankan bagi para terdakwa. (2) Putusan yang dijatuhkan hakim terhadap
pelaku tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan korban luka belum
memenuhi aspek substantif, karena penjatuhan pidana penjara terhadap tiga orang
terdakwa belum sesuai dengan peran atau perbuatan masing-masing terdakwa
dalam melakukan tindak pidana penganiayaan tersebut. Terdakwa III RH yang
tidak terlibat aktif dalam melakukan penganiayaan dijatuhi pidana yang sama dengan Terdakwa I YMP yang terlibat aktif dalam melakukan penganiayaan yaitu
selama 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan penjara, sedangkan Terdakwa II RC
dipidana penjara selama 10 (sepuluh) bulan.
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Kepada hakim dalam menangani perkara
tindak pidana penganiayaan oleh beberapa orang pelaku yang mengakibatkan
korban luka agar konsisten menerapkan pertimbangan secara yuridis, filosofis dan
sosiologis. (2) Kepada hakim dalam menangani perkara tindak pidana
penganiayaan oleh beberapa orang pelaku yang mengakibatkan korban luka agar
menjatuhkan pidana yang sesuai dengan perbuatan atau peran masing-masing
pelaku.
Kata Kunci: Pertimbangan Hakim, Penganiayaan, Korban LukaINZAGHI DAVID 1952011090 2023-10-18T07:38:20Z2023-10-18T07:38:20Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/76603This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/766032023-10-18T07:38:20ZPENEGAKANiPERATURANiPEMERINTAHiNOMORi94iTAHUNi2021
TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA LEMBAGA
KEJAKSAAN
(Studi Kasus Kejaksaan Negeri Metro)Disiplin ikerja imerupakan imodal ipenting iyang iharus idimiliki ioleh iPegawai iNegeri
iSipil, isebab imenyangkut ipemberian ipelayanan ipublik. iPeraturan iPemerintah
iNomor i94 iTahun i2021 itentang iDisiplin iPegawai iNegeri iSipil imerupakan ilandasan
ihukum iuntuk imenjamin ipegawai inegeri idan idapat idijadikan idasar iuntuk imengatur
ipenyusunan iaparatur inegara iyang ibaik idan ibenar. iBerkaitan idengan ikedisiplinan,
ikejaksaan inegeri imerupakan ilembaga ipenegak ihukum, imaka idisiplin ipegawai
isangat ipenting iuntuk imembangun ipemerintahan iyang ibersih idan iberwibawa.
iKejaksaan iNegeri iMetro iadalah ikejaksaan idengan itipe iB iyang imana iurusan
ikepegawaian idikelola ioleh iSub iBagian iPembinaan. iBerdasarkan ipengalaman
ipenulis, ibeberapa ikali imasih iditemukan iPegawai iNegeri iSipil iKejaksaan iNegeri
iMetro iyang iberada idi ipusat iperbelanjaan imenggunakan ipakaian idinas ipada isaat
ijam ikerja. iBerdasarkan iuraian idiatas, imaka iyang imenjadi ipermasalahan idalam
ipenelitian iini iadalah iBagaimana iperan iSub iBagian iPembinaan iKejaksaan iNegeri
iMetro idalam imenegakkan iPeraturan iPemerintah iNomor i94 iTahun i2021 itentang
iDisiplin iPegawai iNegeri iSipil, idan iapa isaja iupaya idari iSub iBagian iPembinaan
iKejaksaaniNegeriiMetroidalamimeningkatkanikedisiplinanipegawai.
Metode ipenelitian iyang idigunakan idalam ipenelitian iini iadalah imetode ihukum
inormatif iempiris, i i ipenelitian ihukum inormatif iempiris imerupakan ipenelitian iyang
imengkaji ipelaksanaan iatau iimplementasi iketentuan ihukum ipositif idan idokumen
itertulisisecaraiaktualipadaisuatuisetiapiperistiwaihukumiyangiterjadi.
Hasil ipenelitian iini imenunjukkan ibahwa isub ibagian ipembinaan imenjadi iorgan
iyang isangat ipenting idalam imenegakkan iPeraturan iPemerintah iNomor i94 iTahun
i2021 idi ilingkungan iKejaksaan iNegeri iMetro, idimana isalah isatu itugas iutama idari
isub ibagian ipembinaan iadalah i imelaksanakan ievaluasi idan ipenguatan iprogram
ireformasi ibirokrasi. iSub ibagian ipembinaan iselalu iberupaya imeningkatkan
ikedisiplinan ipegawai idengan icara imengawasi ikinerja ipegawai idan iterus
imeningkatkan ipegakan iPeraturan iPemerintah iNomor i94 iTahun i2021 idi iKejaksaan
iNegeri iMetro. iSub ibagian ipembinaan imelakukan iberbagai imacam iupaya idalam
imenegakkan iPeraturan iPemerintah iNomor i94 iTahun i2021 idi ilingkungan
iKejaksaan iNegeri iMetro, idiantaranya: imelakukan ipembinaan ipegawai, imelakukan
iapel ipagi idan iapel isore, imenerapkan iabsensi imelalui iaplikasi ikejaksaan imobile,
imengawasi ikinerja ipegawai, imelakukan ipenyuluhan idan isosialisasi iPeraturan
iPemerintahiNomori94iTahuni2021iterhadapipegawai,imelakukanipenyelidikanidan
ipemeriksaan iapabila iterdapat ipegawai iyang iterindikasi imelakukan ipelanggaran
idisiplin,isertaimenyusunilaporanikedisiplinanidanievaluasiisetiapiakhiripekan.
KataiKunci:iDisiplin,iPegawaiiNegeriiSipil,iKejaksaanIRWANSYAH POPI 19120111932023-10-18T06:47:24Z2023-10-18T06:47:24Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/76544This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/765442023-10-18T06:47:24ZPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG SAHAM
MINORITAS YANG TIDAK SETUJU MERGER
(Studi Kasus PT Indosat Tbk)PT Indosat Tbk melakukan merger dengan PT Hutchison 3 Indonesia, dari hasil
Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) terdapat pemegang saham
minoritas yang mewakili masyarakat umum tidak setuju dengan merger yang
dilakukan perseroan. Perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas
merupakan hal baru dan masih kurang mendapat perhatian. Permasalahan dalam
penelitian ini adalah bagaimana upaya hukum dari pemegang saham minoritas
terkait dengan pelanggaran hak-haknya dan bagaimana bentuk tanggung jawab
direksi terhadap pemegang saham minoritas.
Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat normatif dengan tipe penelitian
deskriptif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan.
Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi dokumen. Data yang
digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Data yang terkumpul kemudian
dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemegang saham minoritas tidak mendapat
perindungan hukum dari perseroan akibat kalah suara pada RUPSLB. Apabila
terjadi pelanggaran hak terhadap pemegang saham minoritas, Undang-Undang
No. 40 Tahun 2007 (UUPT) telah mengatur hak-hak pemegang saham minoritas
pada Pasal 61 Ayat (1), Pasal 62 Ayat (1), Pasal 79 Ayat (2), Pasal 85 Ayat (1).
Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Pemegang Saham Minoritas, MergerRIANTI MS RAHMA 19120112742023-10-17T07:15:44Z2023-10-17T07:15:44Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/76523This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/765232023-10-17T07:15:44ZPENGAWASAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP
KEBOCORAN DATA NASABAH PADA PENERAPAN
SISTEM LAYANAN INFORMASI KEUANGAN (SLIK)
Sistem Layanan informasi Keuangan (SLIK) merupakan layanan yang
dinaungi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang memberikan kemudahan untuk
mencari dan mengatahui informasi debitur. SLIK memberikan kemudahan untuk
mengetahui data debitur tetapi SLIK juga memiliki kelemahan yang dapat
merugikan nasabah sehingga menimbulkan kerugian terhadap data pribadi nasabah
tersebut dan akan memicu penyalahgunaan data nasabah oleh pihak yang tidak
bertanggungjawab. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana kewenangan OJK dalam pengaturan dan pengawasan laporan SLIK yang
mengalami kebocoran data nasabah dan bagaimana upaya OJK dalam mengatasi
kebocoran data nasabah pada penerapan SLIK.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, dengan
tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif. Data yang digunakan adalah data sekunder. Pengumpulan
data dilakukan dengan studi kepustakaan. Pengolahan data dilakukan dengan
pemeriksaan data, verifikasi data, dan sistematika data. Analisis data menggunakan
analisis kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa OJK memiliki
kewenangan dalam pengaturan dan pengawasan SLIK yang sudah diberlakukan
dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No 18/POJK.03/2017 tentang Pelaporan
dan Permintaan Informasi Debitur pada Sistem Layanan Informasi Keuangan yang
tercantum dalam Pasal 31 dan OJK telah memberlakukan upaya preventif dan
represif. Upaya preventif yang dilakukan oleh OJK yaitu berupa kegiatan sosialisasi
OJK dan edukasi keuangan, tindakan regulasi, analisis OJK dalam kesalahan
laporan SLIK, pelayanan OJK terhadap pengaduan konsumen, dan OJK
memberikan perlindungan terhadap nasabah, selain itu OJK melakukan upaya
perlindungan represif yaitu berupa penyelesaian yang dilakukan di pengadilan
maupun di luar pengadilan atau konsumen melakukan permohonan kepada OJK
untuk memfasilitasi penyelesaian pengaduan konsumen.
Kata Kunci : Kebocoran Data, Otoritas Jasa Keuangan, Sistem Layanan
Informasi Keuangan
The Financial Information Services System (SLIK) is a service managed by
the Financial Services Authority (OJK) which makes it easy to find and find out
debtor information. SLIK makes it easy to find out debtor data, but SLIK also has
weaknesses that can be detrimental to customers, resulting in losses to the
customer's personal data and will trigger misuse of customer data by irresponsible
parties. The problem in this research is how the OJK has authority in regulating
and supervising SLIK reports that experience customer data leaks and how the OJK
attempts to overcome customer data leaks in the implementation of SLIK.
The type of research used is normative legal research, with descriptive
research type. The problem approach in this research uses a qualitative approach.
The data used is secondary data. Data collection was carried out by literature
study. Data processing is carried out by data checking, data verification, and data
systematics. Data analysis uses qualitative analysis.
The results of the research and discussion show that the OJK has the
authority to regulate and supervise SLIK which has been implemented in the
Financial Services Authority Regulation No. 18/POJK.03/2017 concerning
Reporting and Requesting Debtor Information on the Financial Information
Services System as stated in Article 31 and the OJK has implemented preventive
and repressive efforts. Preventive efforts carried out by the OJK include OJK
socialization activities and financial education, regulatory actions, OJK analysis
of errors in SLIK reports, OJK services for consumer complaints, and OJK
providing protection to customers. Apart from that, OJK carries out repressive
protection efforts, namely in the form of settlements made in court or outside court
or consumers make requests to the OJK to facilitate the resolution of consumer
complaints.
Keywords: Data Leakage, Financial Services Authority, Service System
Financial Information
Annisya Bella19120112252023-10-16T07:42:04Z2023-10-16T07:42:04Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/76501This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/765012023-10-16T07:42:04ZKAJIAN YURIDIS PENERAPAN RESTORATIF JUSTICE TERHADAP
TINDAKAN MALPRAKTIK KEDOKTERANPelayanan kesehatan merupakan salah satu faktor penentu derajat kesehatan
masyarakat selain perilaku, keturunan, dan lingkungan.Pada kenyataannya bahwa
praktik tenaga medis ini sering kali tidak sesuai dengan standar operasional
prosedur yang ditetapkan sehingga berujung malpraktik. Malpraktik tenaga medis
ini sering dikaitkan pada faktor wewenang atau tanpa kompetensi, dapat diterima
dari sudut hukum administrasi tenaga medis. Kesalahan tenaga medis karena tidak
memiliki Surat Keterangan Praktik (SIP) atau tidak memiliki Surat Tanda
Registrasi (STR). Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan ini adalah:
Bagaimana kajian yuridis penerapan restoratif justice terhadap tindakan
malpraktik kedokteran? Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap
tindakan malpraktik kedokteran?
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan empiris. Penelitian
normatif dilakukan terhadap hal-hal yang bersifat teoritis asas-asas hukum,
sedangkan pendekatan empiris yaitu dilakukan untuk mempelajari hukum dalam
lapangan disertai wawancara dengan narasumber
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diketahui bahwa :
Penerapan restoratif justice terhadap tindakan malpraktik kedokteran Sesuai
dengan pasal 29 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan bahwa tenaga
kesehatan yang diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya,
kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi. Adapun
regulasi yang lain juga mengatur mengenai Peraturan Kepolisian RI No. 08 Tahun
2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif dan
Peraturan Kejaksaan RI No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan
Berdasarkan Keadilan Restoratif, akan tetapi secara prakteknya belum ada payung
hukum yang mengatur dan menjadi landasan legitimasi dalam mengambil
keputusan pada proses malpraktik kedokteran. Walaupun perundang-undangan
belum mengatur dengan jelas untuk penerapan dengan menggunakan sistim
pendekatan restoratif justice apabila terjadi perselisihan atau sengketa pidana
yang terjadi antara pasien dan dokter yang melakukan malpraktik. Akan tetapi
atas dasar kesepakatan dan pencapaian mufakat untuk berdamai dapat di pegang
sebagai dasar atau solusi dalam penyelesaian permasalahan perselisihan sengketa pidana. Dan Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Tindakan Malpraktik
Kedokteran. Oleh karenanya, kemampuan bertanggung jawab dianggap ada secara
profesional. Seorang dokter tidak akan diberi izin untuk melakukan praktik dalam
pelayanan medis kepada pasien atau orang lain apabila keadaan jiwanya
terganggu. Untuk itu, ketentuan Pasal 44 KUHP tidak dapat diterapkan dalam
rangka memberi perlindungan kepada dokter yang melakukan malpraktik.
Sehingga tidak adanya indikasi yang dapat memberi perlindungan sebagaimana
yang ditegaskan di dalam ketentuan Pasal 44 KUHP tersebut, maka dokter dalam
setiap tindakannya yang merugikan pasien atau masyarakat tetap dapat dituntut
pertanggungjawabannya secara pidana.
Saran dari penelitian ini adalah: Diharapkan kepada Pemerintah dan lembaga
terkait perlu terus melakukan reformasi pada sistem hukum kesehatan untuk
memastikan bahwa tindakan malpraktik ditangani dengan adil dan efektif, serta
mendorong tindakan pencegahan dan diharapkan bagi dokter dan tenaga medis
harus mendalami etika profesional dalam praktik medis mereka dan memahami
tanggung jawab moral terhadap pasien dan masyarakat.
.
Kata Kunci : Penerapan, Restoratif Justice, Malpraktik, Kedokteran. FAKHRI SEPULAU RAYA ACHMAD 17120111972023-10-16T06:35:26Z2023-10-16T06:35:26Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/76489This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/764892023-10-16T06:35:26ZANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENADAHAN DENGAN MODUS MENERIMA GADAI MOBIL HASIL KEJAHATAN (Studi Putusan Nomor: 201/Pid.B/2022/PN.Tjk.)Salah satu jenis tindak pidana yang terjadi dalam kehidupan masyarakat adalah tindak pidana penadahan, sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 480 Ke-1
KUHP. Penadahan sebagai salah satu pemicu orang-orang untuk melakukan kejahatan, khususnya kejahatan pencurian. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: Apakah dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana penadahan dengan modus menerima gadai mobil hasil kejahatan dalam Putusan Nomor: 201/Pid.B/2022/PN.Tjk.? Apakah pidana yang dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana penadahan dengan modus menerima gadai mobil hasil kejahatan telah sesuai dengan keadilan substantif?
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pengumpulan data melalui studi pustaka dan studi lapangan, Narasumber terdiri atas Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. Selanjutnya data dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan: Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan terhadap pelaku tindak pidana penadahan dengan modus menerima gadai mobil hasil kejahatan dalam Putusan Nomor: 201/Pid.B/2022/PN.Tjk terdiri dari pertimbangan yuridis, filosofis dan sosiologis. Pertimbangan yuridis yaitu perbuatan terdakwa terbukti melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP. Pertimbangan filosofis yaitu hakim menilai bahwa pemidanaan tidak hanya bertujuan untuk menimbulkan efek jera pada pelakunya tetapi sebagai upaya pemidanaan terhadap terdakwa agar terdakwa tidak mengulangi tindak pidana. Pertimbangan sosiologis yaitu hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan yaitu perbuatan terdakwa melawan hukum, hal-hal yang meringankan yaitu terdakwa bersikap sopan, mengakui perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi dan terdakwa belum pernah dihukum. Selain itu hakim mempertimbangkan bahwa pidana yang dijatuhkan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat. Pidana yang dijatuhkan hakim terhadap pelaku tindak pidana penadahan dengan modus menerima gadai mobil hasil dari kejahatan belum memenuhi unsur keadilan substantif. Hal ini mengingat
ancaman pidana maksimalnya adalah 4 (empat) tahun. Hakim idealnya dapat menjatuhkan pidana yang lebih maksimal, mengingat dalam perkara ini terdakwa sebenarnya melakukan tindak pidana lain, yaitu melakukan pemalsuan identitas kendaraan dengan cara mengganti Nomor Polisi Kendaraan dari BG 1905 QI menjadi BE 1992 CE dan perbuatan terdakwa mengakibatkan kerugian terhadap pihak leasing sebesar Rp. 75.000.000,- (Tujuh Puluh lima juta rupiah) seharusnya menjadi pertimbangan hakim untuk menjatuhkan pidana yang lebih berat. Selain itu, status pekerjaan terdakwa sebagai Pekerja Harian Lepas (PHL) di Polda Lampung seharusnya menjadi pertimbangan hakim untuk menjatuhkan pidana yang lebih berat, karena pekerjaan terdakwa yang sehari-hari berada di Polda Lampung seharusnya membuat terdakwa memahami tentang hukum.
Saran dalam penelitian ini adalah: Majelis hakim yang yang menangani perkara tindak pidana penadahan dengan modus menerima gadai mobil hasil kejahatan hendaknya tetap terus mempertimbangkan aspek yuridis, filosofis dan sosiologis sebelum menjatuhkan pidana. Selain itu hendaknya dapat menjatuhkan pidana secara lebih maksimal. Hal ini penting dilakukan mengingat adanya pelaku penadahan menjadi salah satu faktor yang mendorong terjadinya tindak pidana pencurian yang meresahkan kehidupan masyarakat.
Kata Kunci: Pertimbangan Hakim, Penjatuhan Pidana, Penadahan, Gadai.AIDIL AKBAR MUHAMMAD 19520110762023-10-16T03:25:08Z2023-10-16T03:25:08Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/76470This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/764702023-10-16T03:25:08ZPENEGAKAN HUKUM TERHADAP PRAKTIK UNION BUSTING (PEMBERANGUSAN SERIKAT PEKERJA) DALAM SENGKETA PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)Pemberangusan serikat pekerja (Union Busting) dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebagai instrumennya, memberikan dampak yang besar terhadap pekerja atau buruh. Hal ini karena selain hak berserikat yang dirugikan, ketika terjadi PHK buruh atau pekerja tersebut kehilangan pendapatan dan pekerjaannya. Kondisi demikian telah terjadi diberbagai sengketa dengan pola atau mekanisme yang berbeda-beda. Sebagai tindak lanjut dari terjadinya sengketa PHK yang merupakan bentuk dari praktik Union Busting tentu pemerintah melakukan berbagai upaya penegakan hukum namun, terdapat beberapa hambatan baik itu terkait dengan objek penegakan hukum (peraturan perundang-undangan), subjek penegakan hukum dalam arti luas (para pihak yang bersengketa), hingga subjek penegakan hukum dalam arti sempit (aparat penegak hukum). Oleh karena itu, terdapat upaya yang harus dilakukan untuk mengoptimalkan penegakan hukum terhadap praktik Union Busting dengan instrumen PHK yaitu mulai dari upaya sebelum terjadinya PHK dan sengketa PHK, selama proses penyelesaian sengketa, hingga setelah penyelesaian sengketa selesai.
Untuk menganalisis pola, hambatan, dan upaya penegakan hukum tersebut dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Selain itu, terdapat beberapa pendekatan yang digunakan yaitu mulai dari pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan perbandingan (comparative approach) dan pendekatan historis (historical approach). Adapun data-data yang dianalisis bersumber dari penelitian terdahulu, buku, jurnal ilmiah, hasil konferensi perburuhan, peraturan perundang-undangan (dokumen resmi pemerintah), putusan pengadilan, internet, dan dokumen lain yang relevan. Keseluruhan data tersebut kemudian dideskripsikan dari hal-hal yang bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus dan nantinya output dari penelitian ini akan menghasilkan kesimpulan dan saran yang aplikatif.
Kata Kunci: Penegakan Hukum, Union Busting, dan Sengketa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Hira Rr. Halimatu19520110332023-10-16T02:15:19Z2023-10-16T02:15:19Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/76445This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/764452023-10-16T02:15:19ZAKIBAT HUKUM PUTUSAN PRA PERADILAN TERHADAP PENETAPAN TERSANGKA DUGAAN MELAKUKAN
TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Pada Nomor Perkara 6/Pid.Pra/2021/PN Tjk) Kejahatan yang sering dijumpai di media cetak maupun media elektronik yaitu kejahatan melakukan tindak pidana korupsi. Potensi penyalahgunaan wewenang bisa terjadi pada tingkat penyidikan dan penuntutan oleh aparat penegak hukum terhadap seseorang. Praperadilan, bertujuan untuk melakukan pengawasan horizontal atas segala tindakan upaya paksa yang dilakukan aparat penegak hukum untuk kepentingan pemeriksaan perkara pidana agar benar-benar tindakan tersebut tidak bertentangan dengan peraturan hukum dan perundang-undangan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan putusan praperadilan pemohon Nomor Perkara 6/Pid.Pra/2021/PN Tjk dan apakah akibat hukum dari putusan prperadilan dari Nomor Perkara 6/Pid.Pra/2021/PN Tjk .
Metode penelitian yang digunakan penulis dalam menyusun skripsi ini adalah dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan cara melihat, mentelaah dan menginterpretasikan hal-hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas-asas hukum melalui penelusuran kepustakaan terkait secara langsung maupun tidak langsung dengan penulisan skripsi ini. Penelusuran bahan-bahan kepustakaan dilakukan dengan mempelajari asas-asas, teori-teori, konsep-konsep serta peraturan-peraturan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Dasar pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang dalam putusan Nomor: 6/Pid.Pra/2021/PN.Tjk yaitu bahwa hakim telah mempertimbangkan permohonan dan eksepsi yang diajukan oleh pemohon dan termohon, namun hakim berpendapat bahwa permohonan praperadilan terkait dengan penetapan tersangka tidak dapat dikabulkan oleh karena dalam ketentuan Pasal 77 KUHAP tidak disebutkan satu kalimat pun yang menjelaskan mengenai penetapan tersangka sebagai ruang lingkup dari praperadilan. (2) Akibat hukum dari Putusan Pra peradilan Nomor: 6/Pid.Pra/2021/PN.Tjk yang dikabulkan oleh hakim adalah penyidikan atas tersangka tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya Penetapan/Surat Perintah Penyidikan tidak mempunyai kekuatan Hukum yang mengikat. Menyatakan Penetapan Tersangka atas diri Pemohon tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan Hukum yang mengikat serta menyatakan segala keputusan/penetapan atau pun surat yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkaitan dengan Penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon oleh Termohon tidak mempunyai kekuatan hukum.
Berdasarkan simpulan di atas, maka para penegak hukum yang bertindak selaku penyidik dan penuntut umum harus lebih teliti, hati-hati dan lebih professional dalam melaksanakan tugas baik itu penyelidikan, penyidikan, ataupun penuntutan. Hal ini harus menjadi pegangan para penegak hukum, karena begitu penyidik mengangkat suatu perkara maka ia harus mampu menyelesaikannya sampai tuntas atau sampai adanya putusan pengadilan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum. Lembaga yang membuat peraturan harus lebih hati-hati dalam membuat dan merumuskan peraturan tersebut, karena ketidak jelasan terhadap peraturan tersebut hanya akan menjadi titik lemah yang akan secara mudah dimanfaatkan untuk lepas dari jeratan hukum
Kata Kunci : Praperadilan, Putusan Hakim, Korupsi
ALIQA PUTRI AZZAHRA 19520110022023-10-16T02:07:37Z2023-10-16T02:07:37Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/76441This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/764412023-10-16T02:07:37ZPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR
YANG MELAKUKAN PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA KAWIN
PAKSAPerkawinan paksa pada anak merupakan peristiwa yang marak terjadi dan hal ini
bertentangan dengan syarat sah perkawinan sebagaimana yang dijelaskan dalam
undang-undang perkawinan. Data putusan Mahkamah Agung selama 2018-2022
menunjukkan terdapat 213 kasus pernikahan bermasalah akibat pemaksaan
perkawinan. Perkawinan yang melanggar syarat sah perkawinan ini maka dapat
diajukan permohonan pembatalan perkawinan. Permasalahan dalam penelitian ini
adalah bagaimana akibat hukum pembatalan perkawinan pada anak di bawah umur
karena kawin paksa dan Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak di bawah
umur yang melakukan pembatalan perkawinan karena kawin paksa.
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian deskriptif.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang undangan. Data yang
digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Penelitian ini menggunakan metode
pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan, serta diolah dengan metode
pengolahan data yaitu pemeriksaan data, verifikasi data, dan klasifikasi data..
Hasil penelitian dan pembahasan menjelaskan bahwa Akibat hukum yang timbul
dari pembatalan perkawinan karena kawin paksa pada anak di bawah umur adalah
perkawinan yang telah dilaksanakan dianggap tidak pernah ada dan mereka tidak
pernah menjadi sepasang suami istri. Perlindungan hukum preventif terdiri dari
banyaknya peraturan perundang-undangan dan lembaga yang telah diakomodir
oleh pemerintah. Sedangkan dalam perlindungan hukum represif, pihak yang
dirugikan dapat mengajukan tuntutan ke ranah litigasi. Bagi orang tua, hendaknya
tidak memaksakan kehendaknya untuk melakukan perkawinan terhadap anaknya
yang belum dewasa dikarenakan setiap anak berhak untuk mendapatkan hak-hak
nya untuk bersekolah serta tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya.
Kata Kunci: Pembatalan Perkawinan, Kawin Paksa, AnakDIAH UTAMI ARIANTI 19120112732023-10-14T01:49:21Z2023-10-14T01:49:21Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/76403This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/764032023-10-14T01:49:21ZPENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PEREDARAN SEDIAAN FARMASI SECARA ILEGAL PASCA DISAHKANNYA
UNDANG-UNDANG NO 6 TAHUN 2023 TENTANG CIPTAKER
(Studi di Kejaksaan Tinggi Bandar Lampung)Sediaan farmasi banyak dijual bebas di toko-toko obat yang tersebar di berbagai tempat yang mempersulit pengawasan. Beberapa kali diberitakan dalam media cetak elektronik terjadi razia yang dilakukan polisi terhadap toko obat, Setelah disita tidak tendengar kabar, apakah diajukan kepengadilan atau dibebaskan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana dengan sengaja mengedarkan sediaan farmasi yang Tidak memiliki izin edar setelah disahkannya undang-undang terbaru tentang sediaan farmasi, kewenangan dan keahlian untuk melakukan praktek farmasi dan apakah yang menjadi penghambat penegak hukum terhadap tindak pidana dengan sengaja mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memiliki izin edar, kewenangan dan keahlian untuk melakukan praktek farmasi.
Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif didukung dengan yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. pengumpulan data dengan stadi pustaka dan wawancara. Sedangkan pengolahan data melalui tahap pemeriksaan dan seleksi data. Klasifikasi data, dan sistematisasi data-data yang sudah disajikan dalam bentuk uraian, Dibahas dan dianalisis secara deskriptif kualitatif untuk selanjutnya ditarik kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diketahui bahwa penegakan hukum terhadap tindak pidana dengan sengaja mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memiliki izin edar, kewenangan dan keahlian untuk melakukan praktik farmasi dibagi menjadi dua yaitu secara preventif dan represif. Penegakan hukum pidana dengan dua tahap yaitu tahap aplikasi dan eksekusi. Saran dalam penelitian ini adalah penegak hukum diharapkan meningkatkan pemahaman dan kinerja dalam penegakkan hukum peredaran sediaan farmasi yang tidak memiki izin.
Kata Kunci: Penegakan Hukum Pidana, Sediaan Farmasi, Tidak Mmeiliki Izin Edar
Pharmaceutical preparations are sold freely in drug stores scattered in various places which makes supervision difficult. Several times reported in the electronic print media there were raids carried out by the police against drug stores, after being confiscated there was no news, whether it was submitted to the court or released. The problem in this study is how is the enforcement of criminal law against the criminal act of intentionally distributing pharmaceutical preparations that do not have a distribution permit, authority and expertise to practice pharmacy and what are the obstacles to the enforcement of criminal law against the criminal act of intentionally distributing pharmaceutical preparations that do not have a distribution permit, authority and expertise to practice pharmacy.
The problem approach used is normative juridical supported by empirical juridical. The data used are primary and secondary data. data collection with literature and interviews. While data processing through the stages of data examination and selection. Classification of data, and systematization of data that has been presented in the form of descriptions, discussed and analyzed descriptively qualitative to then draw conclusions.
Based on the results of research and discussion, it is known that law enforcement against criminal acts of intentionally distributing pharmaceutical preparations that do not have distribution permits, authority and expertise to carry out pharmaceutical practices is divided into two, namely preventive and repressive. Enforcement of criminal law with two stages, namely the application and execution stages.
The suggestion in this research is that the authorities are expected to improve their understanding and performance in preventing the circulation of unlicensed pharmaceutical preparations.
Keywords: Criminal Law Enforcement, Pharmaceutical Preparation, No Distribution LicenseOloan Saputra Andrew 19120111532023-10-13T04:09:37Z2023-10-13T04:09:37Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/76341This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/763412023-10-13T04:09:37Z"Analisis Hukum Pembatalan Akta Pembebanan Hak Tanggungan dalam Perjanjian Kredit Akibat Perbuatan Melawan Hukum (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 170K/Pdt/2019)"Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT) adalah akta jaminan yang dijadikan syarat dalam pemberian kredit pada lembaga perbankan. APHT adalah akta pelengkap dibuat secara otentik di muka Notaris/PPAT dengan kekuatan pembuktian sempurna. Dalam hal, penerbitan APHT merugikan pihak lain maka upaya hukum pembatalan dapat dilakukan melalui gugatan ke Pengadilan Negeri dan upaya hukum yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Penelitian ini, akan mengkaji gugatan pembatalan APHT dalam pelaksanaan perjanjian kredit yang telah diputus oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 16/Pdt.G/2015/PN.Jkt.Pst yang dikuatkan dengan Putusan Pengadilan Tinggi DKI Nomor: 704/PDT/2017/PT.DKI dan Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor: 170K/Pdt/2019. Penelitian ini akan mengkaji dan membahas mengenai alasan dan pertimbangan Majelis Hakim Agung dalam pembatalan APHT serta akibat hukum pembatalan APHT.
Jenis Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah adalah pendekatan studi kasus. Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi dokumen. Pengolahan data dilakukan dengan cara pemeriksaan data, klasifikasi data dan sistematika data yang kemudian dilakukan analisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menyatakan bahwa Majelis Hakim Agung menguatkan putusan Pengadilan Negeri dan putusan Pengadilan Tinggi dalam alasan hukumnya karena tidak ditemukan suatu kesalahan penerapan hukum. Keyakinan Majelis Hakim Agung dalam menyatakan putusan berkekuatan hukum tetap yaitu alat bukti Penggugat telah berhasil dalam membuktikan bukan dirinya yang melakukan kegiatan perjanjian tersebut serta upaya pembuktian Penggugat dalam kepemilikan secara sah atas sertifikat objek tanah yang semula menjadi objek sengketa jaminan dinyatakan untuk dapat dikembalikan secara semula dengan menghapus segala bentuk pengikatan yang telah terjadi kepada Penggugat. Akibat hukum pembatalan APHT dilandaskan atas pembuktian pihak bank telah lalai dalam menjalankan prinsip kehati-hatian dan prinsip mengenal nasabah terkait kecocokan data calon debitur di dalam pembuatan perjanjian kredit sehingga tidak memenuhi syarat subyektif berupa cacat kehendak yang timbul dari unsur penipuan dan syarat obyektif berupa suatu sebab terlarang bertentangan dengan ketertiban umum sebagaimana diatur Pasal 1320 KUHPerdata. Pihak PPAT dinilai telah melakukan kelalaian dengan tidak teliti memeriksa identitas pemilik dengan identitas penghadap sehingga melanggar Pasal 15 Ayat (1) UU Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, sehingga beralasan hukum APHT dinyatakan batal demi hukum. Bentuk pertanggungjawaban PPAT atas penerbitan akta yang telah dibuatnya dapat dilakukan dengan 3 (tiga) proses pertanggungjawaban yaitu secara perdata, pidana dan administrasi atau kode etik.
Kata Kunci: Akta Pembebanan Hak Tanggungan, Pembatalan, Perjanjian Kredit.Tua Manalu Renaldo Mulawa18420110102023-10-12T08:29:28Z2023-10-12T08:29:28Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/76335This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/763352023-10-12T08:29:28ZANALISIS YURIDIS PEMBERIAN PENDAPAT HUKUM
(LEGALOPINION) OLEH JAKSA PENGACARA NEGARA PADA
KEJAKSAAN TINGGI LAMPUNG DALAM RANCANGAN PERATURAN
REKTOR UNIVERSITAS LAMPUNG TENTANG PENGADAAN
BARANG DAN JASA BADAN LAYANAN UMUMNegara diwajibkan untuk ikut serta dalam menerapkan hukum yang bersifat abstrak
dengan mendirikan beragam lembaga yang diperlukan. Dalam konteks ini, negara
menciptakan lembaga penegak hukum, salah satu ialah Kejaksaan. Kejaksaan ialah
sebuah badan pemerintahan yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaan kuasa
negara terhadap hal penuntutan dan wewenang lainnya sesuai Undang-Undang.
Dari definisi ini, jelas bahwasanya jabatan jaksa memiliki kewenangan yang besar.
Fungsi jaksa ini selalu terkait dengan sektor yudisial dan bahkan pada masa lalu,
terhubung juga dengan aspek keagamaan.
Penelitian ini memakai penelitian empiris dengan melakukan penelitian lapangan.
Pada penelitian ini dilakukan wawancara mengajukan pertanyaan yang
berhubungan terhadap masalah yang terdapat dalam penelitian. Pertanyaan yang
sudah dipersiapkan kemudian ditanyakan terhadap pihak pihak yang berkaitan
dengan tujuan guna memperoleh data, Sumber data pada studi ini memakai sumber
data primer serta sekunder. yang didapat langsung dari daerah penelitian dengan
melakukan wawancara kepada narasumber khususnya Kejaksaan Tinggi Lampung
Bagian Perdata serta Tata Usaha Negara. sumber hukum primer, sekunder, serta
tersier.
Hasil studi ini menunjukkan, Legal Opinion yang disusun oleh jaksa pengacara
negara tidak bersifat mengikat pemohon pendapat hukum guna melaksanakan
seluruh atau sebagian isi dari pendapat hukum tersebut. Pendapat hukum adalah
pandangan serta dan pendapat ahli hukum khususnya penuntut umum mengenai
suatu perkara hukum, tidak mengikat dan tidak dapat dipaksakan jaksa pengacara
negara, sehingga terdapat perbedaan yang signifikan antara pendapat hukum
dengan norma hukum.
Saran dalam penelitian ini ialah pelaksanaan tugas jaksa pengacara negara yaitu
salah satunya pertimbangan hukum berupa pendapat hukum (legal opinion) yang
dimana harus menjadi sebuah produk hukum yang baik sehingga dapat menjadi
pedoman untuk dilaksanakan bagi pemohon yang mengajukan permohonan
pembuatan legal opinon, hal ini dapat membuat legal opinion menjadikan salah satu
pertimbangan utama oleh pemohon untuk melakukan suatu tindakan hukum yang
telah di berikan oleh jaksa pengacara negara yang tertuang dalam legal opinion.
Kata Kunci: Kejaksaan Tinggi Lampung, Jaksa Pengacara Negara, Peraturan
Rektor, Pengadaan Barang dan Jasa Layanan Umum
The state is required to intervene in the embodiment of abstract law by establishing
various kinds of institutions for this purpose. In this regard, the state establishes law
enforcement agencies, including the Attorney General's Office. The Attorney
General's Office is a governmental body that implements state authority in the
domain of prosecution and additional authorities as stipulated by the law. From the
meaning of the word above, it is clear that, from the beginning, the prosecutor's
position had broad authority. Its function has always been associated with the
judicial sector; even at that time, it was also connected with the religious sector.
This study uses empirical research by conducting field research. This study
collected data, which was then procesed acording to the analysis technique used
and set forth in a descriptive form in order to obtain social reality. In this study,
interviews were conducted, asking questions related to the problems in this study.
Questions that have been prepared are then submitted to the parties concerned with
the intention of obtaining data, responses, and answers from the parties concerned.
Data sources for this study include both primary and secondary sources of
information. obtained directly from the research area by conducting interviews with
sources, especially the Lampung High Court of Civil and State Administrative
Affairs. Primary legal source, secondary legal source, and tertiary legal source.
The results of this study indicate the legal opinion made by the state attorney's
attorney is not binding on the applicant or the party requesting the legal opinion to
carry out all or part of teh contents of the legal opinion. Legal opinions are the views
and opinions of legal experts, especially public prosecutors, regarding a legal case.
They are not binding and cannot be forced by state attorneys' prosecutors, so there
are significant differences between legal opinions and legal norms. The suggestion
in this study is the implementation of the duties of state attorney general, namely
one of the legal consideration in the form of a legal opinion, which must be a good
legal product so that it can be a guideline for implementation for applicants who
submit applications for making legal opinions. This can make A legal opinion is
one of the main considerations for the applicant in carrying out a legal action that
has been given by the state attorney's attorney contained in the legal opinion, but
this legal opinion is a legal product that is not binding on the applicant who filed it.
Keywords: Attorney, Lampung High Court, Chancellor's Regulation,
Procurement of Public ServicesSitohang Michael Stephen 19120112952023-10-12T04:16:22Z2023-10-12T04:16:22Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/76301This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/763012023-10-12T04:16:22ZPERTANGGUNGJAWABAN HUKUM JUAL BELI AKUN OLEH MITRA
PENGEMUDI SHOPEEFOOD SECARA ONLINE
(STUDI PADA LOKAPASAR SHOPEEPada pertengahan tahun 2020 lokapasar shopee membuat layanan jasa pesan antar
makanan atau food delivery, yang dinamakan shopeefood. Ramainya layanan jasa
pesan antar makanan shopeefood ini membuat peningkatan yang signifikan
terhadap permintaan untuk menjadi mitra pengemudi shopeefood. Persyaratan
yang dibuat bagi calon mitra pengemudi tentu tidak mudah, hal tersebut
menimbulkan permasalahan salah satunya yakni mitra pengemudi yang sudah
terdaftar menjual akun miliknya kepada orang lain. Adapun rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan hukum antara lokapasar shopee
dengan mitra pengemudi shopeefood, bagaimana akibat hukum dari jual beli akun
yang dilakukan oleh mitra pengemudi shopeefood, dan bagaimanakah bentuk
tanggungjawab yang diberikan oleh lokapasar shopee dan mitra pengemudi
shopeefood jika terjadi penyalahgunaan akun oleh pembeli akun.
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif-empiris, dengan tipe
penelitian deskriptif. Penelitian ini menggunakan pendekatan nonjudicial case
study. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri
dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara studi pustaka dan wawancara.
Selanjutnya, data diolah melalui pemeriksaan data, rekonstruksi data,
sistemasitika data serta dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan yaitu antara lain menunjukan bahwa hubungan
hukum antara mitra pengemudi shopeefood dan lokapasar shopee merupakan
perjanjian kemitraan yang melahirkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang
tertuang dalam ketentuan layanan. Adapun akibat hukum dalam jual beli akun
mitra pengemudi ini, perjanjian kemitraan dinyatakan batal demi hukum karena
mitra telah melakukan suatu bentuk wanprestasi dengan melanggar ketentuan
layanan yang tercantum dalam kode etik mitra pengemudi nomor 15 dan 21
dikenakan sanksi pemutusan kemitraan. Bentuk tanggungjawab yang diberikan
lokapasar shopee jika pembeli akun melakukan penyalahgunaan akun yakni
melakukan tanggungjawab secara preventif dengan membuat syarat pendaftaran
yang tidak mudah, membuat ketentuan layanan dan kode etik mitra. Serta secara
represif dengan menambahkan sistem verifikasi muka bagi mitra pengemudi.
Tanggungjawab yang diberikan mitra pengemudi penjual akun jika pembeli akun
melakukan penyalahgunaan akun dengan membuat perjanjian jual beli dengan
pembeli akun.
Kata kunci: lokapasar shopee, mitra pengemudi shopeefoodaaraga2307@gmail.com RAGA AA PUTRA 19120110652023-10-12T03:18:39Z2023-10-12T03:18:39Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/76283This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/762832023-10-12T03:18:39ZEFEKTIVITAS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN
1960 TENTANG PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN
DALAM PRAKTIK DI MASYARAKAT
(Studi Di Desa Tulung Agung Kecamatan Gading Rejo Kabupaten
Pringsewu)Perjanjian bagi hasil tanah pertanian berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1960 menjelaskan pengusahaan tanah dengan sistem bagi hasil yang dilakukan
antara pemilik dan penggarap dengan pembagian hasil yang adil. Perjanjian bagi
hasil yang dilatar belakangi oleh sebidang tanah tetapi tidak adanya kesempatan
atau kemauan mengusahakan sendiri lahan pertaniannya. Permasalahan dalam
penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana efektivitas pelaksanaan UndangUndang Nomor 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian dan
bagaimana praktik perjanjian bagi hasil yang ada di masyarakat Di Desa Tulung
Agung Kecamatan Gading Rejo Kabupaten Pringsewu.
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif empiris dengan tipe penelitian
deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis
sosiologis. Data yang digunakan adalah sumber hukum primer, sumber hukum
sekunder dan sumber hukum tersier. Pengolahan data dilakukan melalui tahapantahapan seperti tahap pemeriksaan data, rekontruksi data, dan sistematika data.
Selanjutnya data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif.
Hasil Penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa efektivitas pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi hasil Tanah
Pertanian tidak efektif. Masyarakat di Desa Tulung Agung Kecamatan Gading Rejo
Kabupaten Pringsewu menggunakan sistem kekerabatan yang didasarkan pada rasa
percaya dan saling tolong-menolong. Praktik perjanjian di masyarakat dilakukan
secara tidak tertulis (lisan) atas dasar kesepakatan kedua belah pihak pemilik dan
penggarap lahan.
Kata Kunci : Efektivitas, Perjanjian, Bagi Hasil. ANGGREYANI NOVITA17120110842023-10-12T02:43:01Z2023-10-12T02:43:01Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/76276This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/762762023-10-12T02:43:01ZEFEKTIVITAS PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA TERHADAP INVESTASI ASING DI PROVINSI LAMPUNG
(Studi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu Provinsi Lampung)Pemerintah Indonesia dalam upaya membangun dan memperkuat ekonomi negara melalui investasi terus melakukan perbaikan dan pembaharuan terutama dalam hal regulasi. Untuk itu pemerintah memberlakukan Undang-Undang Cipta Kerja, yang diharapkan dapat memperbaiki iklim investasi terutama investasi asing di Indonesia khususnya Provinsi Lampung. Besar harapan pemerintah Provinsi Lampung akan pemberlakuan undang-undang ini dapat membantu peningkatan angka investasi asing yang masuk ke Provinsi Lampung. Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, rumusan pokok permasalahan dari penelitian ini adalah efektivitas pemberlakuan Undang-Undang Cipta Kerja terhadap investasi asing di provinsi lampung serta faktor pendukung dan penghambat investasi di provinsi lampung.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis penelitian normatif-empiris. Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif, dengan pendekatan yuridis-normatif, menggunakan sumber data sekunder dengan bahan hukum primer, sekunder dan tersier serta di dukung dengan data wawancara bersama beberapa pejabat terkait di DPMPTSP Provinsi Lampung. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan dan studi lapangan, dengan metode pengelolaan pemeriksaan data, klasifikasi data, dan penyusunan data.
Penelitian ini membahas dua pokok bahasan. Yang pertama mengenai efektivitas pemberlakuan Undang-Undang Cipta Kerja di Provinsi Lampung ditinjau melalui teori efektevitas, dampak positif dan regulasi turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja. Pembahasan yang kedua membahas mengenai faktor penghambat dan pendukung investasi dihubungkan dengan pemberlakuan Undang-Undang Cipta Kerja.
Kata kunci: Investasi Asing, Undang-Undang Cipta Kerja, Efektivitas
The Indonesian government, in an effort to build and strengthen the country's economy through investment, continues to make improvements and updates, especially in terms of regulation. For this reason, the government has enacted the Job Creation Law, which is expected to improve the investment climate, especially foreign investment in Indonesia, especially in Lampung Province. It is hoped that the Lampung Provincial government will enact this law to help increase the number of foreign investment coming into Lampung Province. Based on the background of these problems, the main problem formulation of this research is the effectiveness of the application of the Job Creation Law on foreign investment in Lampung province and the supporting and inhibiting factors of investment in Lampung province.
The type of research used in writing this thesis is a type of normative-empirical research. The type of research used is descriptive research, with a juridical-normative approach, using secondary data sources with primary, secondary and tertiary legal materials and supported by interview data with several relevant officials in the DPMPTSP of Lampung Province. The data collection methods used were library research and field studies, with the management methods of data checking, data classification, and data compilation.
This study discusses two main topics. The first regarding the effectiveness of the implementation of the Job Creation Law in Lampung Province is reviewed through the theory of effectiveness, positive impact and derivative regulations of the Job Creation Law. The second discussion discusses the inhibiting and supporting factors for investment related to the implementation of the Job Creation Law.
Keywords: Foreign Investment, Job Creation Law, Effectiveness
HOTMA PARULIAN SIMANJUNTAK MARSINTA 17120112962023-10-11T07:52:27Z2023-10-11T07:52:27Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/76265This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/762652023-10-11T07:52:27ZPENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE OLEH PENYIDIK TERHADAP
TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK
(STUDI DI POLSEK BANJIT WAY KANAN) ABSTRAK Restorative Justice merupakan p roses penyelesaian yang dilakukan di luar dari
sistem peradilan pidana (Criminal Justice System) yang melibatkan korban,
pelaku, keluarga korban serta pelaku, masyarakat serta pihak-pihak yang
mempunyai kepentingan dengan suatu tindak pidana yang terjadi guna mencapai
kesepakatan. Permasalahan dalam penelitian ini ialah bagaimanakah penerapan
Restorative Justice terhadap anak yang melakukan tindak pidana pencurian, dan
apa sajakah faktor penghambat bagi kepolisian dalam menerapkan asas
Restorative Justice terhadap anak yang melakukan tindak pidana pencurian di
Polsek Banjit Way Kanan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris
dengan menggunakan data primer dan sekunder yang berasal dari peraturan
perundang-undangan, buku, literatur hukum, wawancara serta bahan-bahan
lainnya. Sedangkan analisis data menggunakan analisis kualitatif.
Hasil dari penelitian serta pembahasan ini ialah, penerapan Restorative Justice
pada wilayah Banjit Way Kanan yang tercatat di Polsek Banjit Way Kanan
dilakukan dengan pertimbangan anak masih mempunyai masa depan yang
panjang, sehingga masih perlu diberikan kesempatan untuk berubah menjadi lebih
baik. Penerapan Restorative Justice terhadap tindak pidana pencurian oleh anak
dilakukan melalui proses mediasi, negosiasi antara pelaku tindak pidana, korban,
keluarga pelaku dan korban, masyarakat serta penegak hukum sehingga
mendapatkan kesepakatan bersama. Hambatan yang dihadapi oleh penyidik di
Polsek Banjit Way Kanan dalam menerapkan Restorative Justice dikelompokkan
menjadi dua jenis, yaitu hambatan internal dan hambatan eksternal. Hambatan
intenal yaitu faktor hukum itu sendiri, kekurangannya adalah koordinasi antar
lembaga, dan terbatasnya sarana serta prasarana. Sedangkan hambatan eksternal
ialah faktor anak sebagai pelaku, faktor korban, faktor sulitnya mencari saksi dan
faktor pandangan masyarakat.
Saran dalam penelitian ini ialah Penyidik hendaknya lebih proaktif dan
mendukung dalam meningkatkan pentingnya menerapkan Restorative Justice
pada penyelesaian tindak pidana yang dilakukan anak dengan memperhatikan
perundang-undangan yang berlaku. Aparat penegak hukum dalam proses
penyelesaian tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak hendaknya
menjalin komunikasi yang baik dan intensif dengan semua pihak yang terlibat di
dalamnya.
Kata Kunci : Restorative Justice, Pencurian, Anak AMALIA SHABRINA TALITHA 1912011051 2023-10-10T03:23:25Z2023-10-10T03:23:25Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/76232This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/762322023-10-10T03:23:25ZImplementasi Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan pada PT PLN (Persero) Unit Induk Distribusi LampungTanggung Jawab Sosial dan Lingkungan atau yang secara umum disebut sebagai Corporate Social Responsibility adalah suatu konsep bahwa perusahaan memiliki berbagai bentuk tanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya, yang di antaranya adalah konsumen, karyawan, pemegang saham, masyarakat dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Pelaksanaannya diwajibkan bagi setiap perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 74 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007. Tentunya setiap perusahaan memiliki metode pelaksanaan yang berbeda dalam melaksanakan program Corporate Social Responsibility. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pelaksanaan Corporate Social Responsibility pada PT PLN (Persero) Unit Induk Distibusi Lampung sebagai perusahaan Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang sumber daya alam tidak dikecualikan untuk melaksanakan program Corporate Social Responsibility.
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif empiris dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Sumber data yang digunakan berupa data primer dan sekunder yang dianalisis secara kualitatif.
Kesimpulan penelitian menunjukan bahwa kegiatan Corporate Social Responsibility PT PLN Unit Induk Distribusi Lampung telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-05/MBU/04/2021, dan Undang-undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan. Dalam pelaksanaan kegiatan Corporate Social Responsibility PT PLN Unit Induk Distribusi Lampung memperhatikan keselarasan prosedur pelaksanaannya dengan ketentuan yang berlaku dan teori keberpihakan terhadap masyarakat. Bentuk-bentuk bantuan program Corporate Social Responsibility terhadap masyarakat difokuskan untuk memberikan manfaat yang berkelanjutan, sehingga dampak bantuan yang diberikan oleh PT PLN Unit Induk Distribusi Lampung dapat lebih bermanfaat dalam jangka panjang dengan cakupan yang lebih luas.
Environment And Social Responsibility commonly known as Corporate Social Responsibility is a concept that companies have various forms of responsibility towards all of their stakeholders, which include consumers, employees, shareholders, society and the environment in all aspects of the company's operations which include economic, social and environmental aspects. Its implementation is mandatory for every company engaged in the natural resources sector as stipulated in Article 74 of Law Number 40 of 2007. Of course, each company has different implementation methods in carrying out its Corporate Social Responsibility program. This study aims to examine the implementation of Corporate Social Responsibility at PT PLN (Persero) Lampung Distribution Main Unit as a State-Owned Enterprise company engaged in the field of natural resources is not exempt from implementing the Corporate Social Responsibility program.
This research is empirical normative legal research with descriptive research type. The problem approach in this study is the statutory approach and the case approach. The data sources used were primary and secondary data which were analyzed qualitatively.
The conclusion of the study shows that the Corporate Social Responsibility activities of PT PLN Lampung Main Distribution Unit have been carried out in accordance with the provisions of Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies, Law Number 25 of 2007 concerning Investment, Law Number 32 of 2009 concerning Protection and Environmental Management, Regulation of the Minister of State-Owned Enterprises Number PER-05/MBU/04/2021, and Law No. 4 of 2009 concerning Mining. In carrying out the Corporate Social Responsibility activities of PT PLN Lampung Main Distribution Unit, it pays attention to the alignment of its implementation procedures with the applicable provisions and the theory of partisanship towards the community. The forms of Corporate Social Responsibility program assistance to the community are focused on providing sustainable benefits, so that the impact of assistance provided by PT PLN Lampung Main Distribution Unit can be more beneficial in the long term with a wider scope.
FADEL AZIZ MUHAMMAD18520110792023-10-10T02:15:35Z2023-10-10T02:15:35Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/76220This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/762202023-10-10T02:15:35ZPELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN ANTARA PT
BULESA NUSANTARA INDONESIA DAN PT PLATINUM CERAMICS
INDUSTRY Perjanjian pengangkutan adalah suatu perjanjian di mana suatu pihak menyanggupi
untuk dengan aman membawa orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain
yang dituju, sedangkan pihak yang lainnya menyanggupi akan membayar biaya
pengiriman. Subjek di dalam perjanjian ini adalah pengangkut dan pengirim barang
atau penumpang. Pengangkut di dalam perjanjian ini adalah PT Bulesa Nusantara
Indonesia dan pengirim barang atau penumpang adalah PT Platinum Ceramics
Industry. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk memahami dan mengetahui
pelaksanaan perjanjian pengakutan antara PT Buleza Nusantara Indonesia dan PT
Platinum Ceramics Industry serta untuk memahami dan mengetahui penyelesaian
wanprestasi antara PT Buleza Nusantara Indonesia dan PT Platinum Ceramics
Industry. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
hukum normatif dengan tipe penelitian hukum deskriptif. Pendekatan masalah
menggunakan pendekatan normatif empiris. Data dan sumber data menggunakan
data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data melalui studi Pustaka
serta studi lapangan dan lokasi penelitian. Metode pengolahan data dengan
pemeriksaan data, penandaan data, penyusunan atau sistematisasi data. Analisis
data menggunakan analisis data kualitatif. Hasil penelitian dan pembahasan, yaitu
pelaksanaan perjanjian pengangkutan antara PT Buleza Nusantara Indonesia dan
PT Platinum Ceramics Industry beberapa telah terlaksana dengan baik meliputi
pelaksanaan hak dan kewajiban para, namun terdapat kendala yaitu keterlambatan
pengantaran surat jalan dan rusaknya barang kiriman melebihi batas toleransi.
Penyelesaian masalah antara para pihak yang melakukan wanprestasi pada akhirnya
para pihak bersepakat untuk menyelesaikan wanprestasi yang terjadi melalui upaya
hukum non litigasi dengan jenis negosiasi.
Kata Kunci : Perjanjian, Pengangkutan, Hak dan Kewajiban
A transport agreement is an agreement in which one party undertakes to safely
transport people or goods from one place to another, while the other party agrees to
pay for the shipping costs. The subject in this agreement is the carrier and sender of
goods or passengers. The carrier in this agreement is PT Bulesa Nusantara
Indonesia and the sender of goods or passengers is PT Platinum Ceramics Industry.
The purpose of this research is to understand and know the implementation of the
transportation agreement between PT Buleza Nusantara Indonesia and PT Platinum
Ceramics Industry as well as to understand and find out the problem solving
between PT Buleza Nusantara Indonesia and PT Platinum Ceramics Industry. The
type of research used in this research is normative legal research with descriptive
legal research type. The problem approach uses an empirical normative approach.
Data and data sources use primary data and secondary data. Methods of data
collection through Library studies as well as field studies and research locations.
Data processing method with data checking, data tagging, data preparation or
systematization. Data analysis using qualitative data analysis. The results of the
research and discussion, namely the implementation of the transportation
agreement between PT Buleza Nusantara Indonesia and PT Platinum Ceramics
Industry, some have been carried out well, including the implementation of the
rights and obligations of the people, but there are obstacles, namely the delay in the
delivery of travel documents and the damage of the shipment exceeding the
tolerance limit. Solving the problem between the parties who made the default in
the end the parties agreed to resolve the default that occurred through non-litigation
legal efforts with the type of negotiation.
Keywords: Agreement, Transportation, Rights, and Obligations
AGISHA HIZKIA KENNY18120111572023-10-07T03:25:52Z2023-10-07T03:25:52Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/76182This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/761822023-10-07T03:25:52ZTINJAUAN YURIDIS TERHADAP MEKANISME PENYEDIAAN
VAKSIN COVID-19 MELALUI KEBIJAKAN PATEN OLEH
PEMERINTAH (GOVERNMENT USE)Peristiwa Pandemi COVID-19 yang berdampak global dan menyebabkan banyak
korban, Sehingga menuntut dunia kesehatan untuk menyediakan dan melahirkan
inovasi terbaru yang berupa vaksin COVID-19, produk tersebut terlebih dahulu
harus di patenkan didalam suatu negara. Paten memberikan hak eksklusif kepada
inventor untuk melarang pihak lain menggunakan Paten tanpa persetujuannya. Hal
ini menyebabkan produksi vaksin yang telah dipatenkan menjadi terbatas dan
mahal harganya, sehingga sulit dijangkau khususnya bagi yang kurang mampu.
Menyoroti pristiwa pandemi covid-19 yang melanda Indonesia, terdapat
mekanisme Paten oleh Pemerintah yang dapat dilaksanakan Indonesia terhadap
obat COVID-19. Permasalahan dalam penelitian ini, bagaimana pengaturan
hukum terhadap paten produk farmasi di Indonesia dan bagaimana Mekanisme
Penyediaan Vaksin Covid-19 Melalui Paten oleh Pemerintah (Government Use)
di Indonesia.
Penelitian hukum ini menggunakaan metode penelitian hukum normatif dengan
tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah
pendekatan perundang-undangan. Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data sekunder, baik yang bersumber dari bahan hukum primer, sekunder
maupun tersier.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah, pengaturan hukum terhadap paten produk
farmasi di Indonesia telah diatur didalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016
Tentang Paten dan Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2020 tentang pelaksanaan
paten oleh pemerinta, lalu Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang
Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi, lalu terdapat juga Peraturan
Presiden Nomor 76 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah
Terhadap Obat Antiviral dan Antiretroviral, Peraturan Presiden Nomor 100
Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Paten Oleh Pemerintah Terhadap Obat
Remdesivir, dan Peraturan Presiden Nomor 101Tahun 2021 tentang Pelaksanaan
Paten Oleh Pemerintah Terhadap Obat Favipiravir. Didalam mekanisme
penyediaan vaksin covid-19 melalui pelaksanaan paten oleh pemerintah,
berdasarkan ketentuan dari TRIPs Agreement dan Doha Declaration. Terdapat 3
fleksibelitas terhadap paten, yaitu : impor paralel, lisensi wajib, dan pelaksanaan
oleh pemerintah. Ketiga fleksibelitas tersebuat dapat digunakan dalam keadaan
tertentu. seperti kebutuhan mendesak dan adanya masalah tentang kesehatan
masyarakat yang bersifat endemik. Karena pademi covid-19 telah memenuhi
persyaratan tersebut, pemerintah berhak melaksanakan patennya sendiri.
Kata Kunci : Pengaturan Hukum Paten,Gouvernment Use, Vaksin
COVID-19.PRIBADI BAGAS17120111262023-10-05T07:59:09Z2023-10-05T07:59:09Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/76117This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/761172023-10-05T07:59:09ZTINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA
PERSETUBUHAN ANAK YANG DILAKUKAN OLEH AYAH KANDUNG
(Studi Kasus : Nomor Perkara 146/Pid.Sus/2022/PN Gdt)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya tindak pidana persetubuhan anak yang dilakukan oleh ayah kandung dan untuk mengetahui upaya penanggulangan tindak pidana persetubuhan anak yang dilakukan oleh ayah kandung pada perkara 146/Pid.Sus/2022/PN.Gdt yang terjadi pada wilayah hukum Pesawaran.
Dalam penelitian ini penulis mendeskripsikan mengenai faktor penyebab dan upaya penanggulangan kejahatan tindak pidana persetubuhan anak yang dilakukan oleh ayah kandung. Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini ialah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber data dalam penelitian ini diantaranya data primer dan data sekunder. Narasumber dalam penelitian ini adalah Hakim Pengadilan Negeri Gedong Tataan.
Hasil penelitian dan pembahasan dari penelitian ini menunjukan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana persetubuhan anak yang dilakukan oleh ayah kandung adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu sikap emosional, relasi kuasa, kelainan seksual terdapat pula faktor eksternal yaitu faktor keluarga, faktor lingkungan, faktor ekonomi, agama dan keimanan. Serta upaya penanggulangan dan pencegahan tindak pidana persetubuhan terhadap anak yang dilakukan oleh ayah kandung dengan upaya penal melalui penindakan terhadap pelaku kejahatan, menjatuhkan hukuman yang sesuai untuk memberikan efek jera kepada pelaku dan meminimalisir kejahatan serupa di masa depan. Upaya non penal lebih menekankan pada pencegahan kejahatan sebelum terjadi. Ini melibatkan edukasi dan penyuluhan kepada masyarakat terkait tindak pidana persetubuhan terhadap anak.
Kata Kunci: Kriminologi, Tindak Pidana, Persetubuhan, Anak, Ayah
Alkrisanda Muhammad Gavra19120110742023-10-05T07:55:59Z2023-10-05T07:55:59Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/76115This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/761152023-10-05T07:55:59ZTINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK TERHADAP ANAK (Studi Putusan Nomor 5/Pid.Sus-Anak/2023/PN Gdt)Anak merupakan bagian dari generasi penerus cita-cita bangsa dimasa mendatang. Saat ini telah marak terjadi kejahatan terhadap anak, salah satunya adalah tindak pidana persetubuhan yang dilakukan oleh anak terhadap anak. Contoh perkara persetubuhan yang dilakukan oleh anak terhadap anak yaitu perkara nomor 5/Pid.Sus-Anak/023/PN Gdt yang terjadi di Kabupaten Pesawaran. Permasalahan yang hendak dikaji dalam penelitian ini meliputi, Bagaimanakah pengaturan hukum tentang tindak pidana persetubuhan dalam perkara pidana nomor 5/Pid.Sus-Anak/2023/PN Gdt? Dan Bagaimanakah pertimbangan majelis hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana tersebut?
Metode penelitian ini dilakukan yang dilakukan oleh anak terhadap anak dalam menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yurudis empiris. Prosedur pengumpulan data dalam penulisan penelitian ini dengan cara studi kepustakaan dan lapangan, serta opini dari penegak hukum terkait.
Hasil penelitian dan pembahasan memperlihatkan kesimpulan bahwa Pengaturan hukum pada tindak pidana persetubuhan dalam perkara putusan nomor 5/Pid.Sus.Anak/2023/PN Gdt pada Unsur dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, masih memiliki ketidakjelasan. Pasal 81 Ayat (2) tidak memberikan definisi yang jelas terkait unsur ini, sehingga interpretasinya menjadi sulit. Hal ini dapat menciptakan kerancuan dalam pemahaman dan mengesankan bahwa pelaku persetubuhan harus memenuhi unsur tersebut. Serta pertimbangan hakim putusan ini terlihat cenderung diskriminatif atau berat sebelah, kurang mencerminkan keadilan, dan tidak selaras dengan asas dan prinsip kepentingan terbaik bagi anak, sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 2 UU No. 23 Tahun 2002.
Kata Kunci: Tindak Pidana, Persetubuhan, Anak.Lestari Gita19120111682023-10-03T09:43:15Z2023-10-03T09:43:15Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/76058This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/760582023-10-03T09:43:15ZTINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEJAHATAN CURANMOR YANG
DILAKUKAN OLEH ANAK DI PESAWARAN LAMPUNG
(Studi Putusan Nomor 2/Pid.Sus-Anak/2022/PN GDT)Hukum ada dan tidak terlepas dari kehidupan bermasyarakat segala sesuatu
tingkah laku individu diatur oleh hukum, baik hukum yang berlaku di suatu
daerah atau hukum adat maupun hukum yang berlaku di seluruh Indonesia. Hal
ini berarti hukum tidak terlepas dari pengaruh timbal balik dari keseluruhan aspek
yang ada dalam masyarakat.
Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis yaitu melalui
pendekatan teori-teori, konsep beserta peraturan perundang-undangan terkait
penelitian ini. Selain itu penulis juga menggunakan metode empiris dan yuridis
normatif dengan cara mengkaji ketentuan hukum yang berlaku dan mewawancarai
praktisi hukum yang ada di Pengadilan Negeri Gedong Tataan .
Berdasarkan hasil pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa dasar
pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana penjara terhadap anak
yang melakukan tindak pidana pencurian pokok sebagaimana diatur pada pasal
362 KUHP yaitu berdasarkan pertimbangan fakta, pertimbangan hukum, dan
pertimbangan putusan dengan melihat hal-hal yang memberatkan dan
meringankan terhadap diri terdakwa. Kemudian alasan hakim menjatuhkan sanksi
pidana yang sama karena hakim menilai bahwa anak dapat dibina agar nantinyasetelah menjalani pidananya dapat menyesali perbuatannya dan tidak akan
mengulangi perbuatannya dikemudian hari, hakim juga menilai berdasarkan hasil
penelitian kemasyarakatan dan melihat jumlah kerugian yang ditimbulkan.
Maka saran yang diberikan adalah Hakim dalam menjatuhkan putusan sekiranya
dapat membuat sebuah putusan yang tidak terpaut pada tuntutan jaksa sebab pada
masa persidangan akan ada hal hal yang dapat menjadi dasar keringanan atau
pemberat bagi terdakwa guna memberikan putusan seadil-adilnya bagi terdakwa
tindak kejahatan pencurian.
Kata Kunci: Kejahatan, curanmor, anak.Arindy Putri Asyfa 19120111352023-10-03T04:45:15Z2023-10-03T04:45:15Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/76037This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/760372023-10-03T04:45:15ZSTRATEGI PENGAWASAN TEMBAKAU BERDASARKAN PENGATURAN DALAM FRAMEWORK CONVENTION ON TOBACCO CONTROL (FCTC)World Health Organization menyebutkan bahwa jumlah perokok di seluruh dunia mencapai 1,3 miliar orang, dengan 80% berada di negara berkembang, dimana Indonesia adalah negara dengan perokok paling banyak di daerah Asia Tenggara. Kebiasaan merokok memberikan dampak yang negatif baik untuk kesehatan manusia, perekomian bangsa dan terhadap lingkungan hidup. Namun, Indonesia belum meratifikasi Framework Convention of Tobacco Control yang berisi ketentuan-ketentuan mengenai pengawasan tembakau. Penelitian ini mengkaji mengenai pengaturan pengawasan tembakau menurut Framework Convention on Tobacco Control dan kepentingan Indonesia untuk mengatur pengawasan tembakau berdasarkan Framework Convention on Tobacco Control
Penelitian ini merupakan penelituan normatif yang menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach). Data penelitian ini menggunakan data sekunder melalui studi kepustakaan yang dianalisa secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, Framework Convention on Tobacco Control memberikan strategi yang mengatur mengenai pengawasan tembakau berupa MPOWER yang merupakan akronim dari Monitor tobacco use & prevention policies, Protect people from tobacco smoke, Offer help to quit tobacco use, Warn about the dangers of tobacco, Enforce bans on tobacco advertising, promotion & sponsorship, dan Raise taxes on tobacco. Kemudian data dalam penelitian ini menunjukkan bahwa regulasi pengendalian tembakau di Indonesia belum sesuai dengan Framework Convention on Tobacco Control. FCTC sudah berhasil memberikan dampak baik selama 10 tahun terakhir karena isinya yang komprehensif dan menomorsatukan kesehatan. Oleh karenanya, Indonesia disarankan untuk meratifikasi FCTC
Keyword: Framework Convention on Tobacco Control, Kepentingan Indonesia, Pengendalian Tembakau
Nasarani Febi Mahdalena19120112752023-10-03T03:16:07Z2023-10-03T03:16:07Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/76021This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/760212023-10-03T03:16:07ZTINJAUAN KRIMINOLOGI TERHADAP
PEMILIK RENTAL PLAYSTATION SEBAGAI
PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN ANAK
Penelitian ini menganalisis peran kriminologi dalam konteks tindak pidana pencabulan anak yang dilakukan oleh pemilik rental Playstation. Tindakan kejahatan semacam ini mencerminkan kompleksitas hubungan antara faktor-faktor kejiwaan, modus operandi, dan motif pelaku. Dalam upaya menggali pemahaman yang lebih mendalam, penelitian ini melihat kasus konkret di mana pemilik rental Playstation menjadi pelaku tindak pidana pencabulan.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah pendekatan kualitatif dengan mengumpulkan data dari sumber-sumber primer seperti berita, laporan, serta kasus hukum terkait. Data dianalisis dengan merujuk pada teori kriminologi dan konsep Pilihan Rasional. Temuan penelitian menggambarkan bagaimana pemilik rental Playstation secara sadar menggunakan usahanya untuk merayu, memaksa, dan melakukan kekerasan terhadap anak-anak demi pemenuhan hasrat seksualnya yang terdistorsi.
Tinjauan kriminologi terhadap kasus ini melihat dari berbagai penyebab yang memiliki dampak terhadap kejadian tindak pidana pencabulan terhadap anak, termasuk latar belakang psikologis pelaku, modus operandi yang digunakan, serta motif di balik tindakan tersebut. Penelitian ini juga mengulas relevansi hukum, termasuk Pasal 289 KUHP dan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, dalam menghadapi kasus semacam ini.
Kesimpulannya, analisis kriminologi terhadap peran pemilik rental Playstation sebagai pelaku tindak pidana pencabulan menggambarkan pentingnya pendekatan interdisipliner dalam memahami dan menangani kejahatan semacam ini. Teori Pilihan Rasional membantu mengiluminasi pertimbangan pelaku dalam melakukan kejahatan, sementara aspek hukum memainkan peran sentral dalam penegakan keadilan. Upaya perlindungan anak, edukasi, serta penindakan yang tegas menjadi krusial dalam memitigasi kasus tindak pidana pencabulan anak dan mengatasi dampaknya dalam masyarakat.
Kata Kunci : Kriminologi, Pencabulan, Rental
Ihklayani Rigasmi19120111162023-10-02T07:07:46Z2023-10-02T07:07:46Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75993This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/759932023-10-02T07:07:46ZEFEKTIVITAS PEMIDANAAN TERHADAP RESIDIVIS PADA TINDAK
PIDANA NARKOTIKA
(Studi Putusan Nomor : 226/PID.Sus/2021/PN Gdt)Terjadinya pengulangan tindak pidana menandakan tidak tercapainya tujuan
pemidanaan yang dicita-citakan, berdasarkan hal tersebut penulis memandang
perlu melakukan Analisa terkait efektivitas pemidanaan yang dijatuhakan hakim
terhadap para residivis khususnya dalam tindak pidana Narkotika. Maka peneliti
ingin melakukan penelitian dengan judul “Efektivitas Pemidanaan Terhadap
Residivis Pada Tindak Pidana Narkotika (Studi Putusan Nomor :
226/Pid.Sus/2021/PN Gdt)”, Penelitian ini bertujuan untuk mencari pengetahuan
terkait efektifitas sanksi pidana penjara terhadap residivis tindak pidana Narkotika
dan bertujuan mengetahui penerapan hukum bagi residivis dan efektivitas
pemidanannya.
Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis empiris. Penerapan hukum
terhadap residivis tindak pidana narkotika dalam putusan Nomor:
226/Pid.Sus/2021/PN Gdt yang berlandaskan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009
tentang narkotika telah diterapkan dengan baik dan sesuai ketentuan yang berlaku.iii
Terdakwa telah terbukti melanggar Pasal 114 Ayat (1) sudah memenuhi unsurunsur dalam pasal tersebut. Sehingga Majelis Hakim menjatuhkan terdakwa
pidana penjara selama 7 Tahun 6 Bulan dan denda Rp. 1.500.000.000,00
mengingat terdakwa merupakan penyalahguna narkotika sekaligus berperan
sebagai pengedar. Keadaan seperti ini didasari oleh pertimbangan bahwa
pengadilan harus melakukan sanksi yang berat bagi pelaku. Tindakan yang
diterapkan harus mampu menekan atau mengurangi peredaran narkotika tersebut.
Dalam memberikan putusan Nomor: 226/Pid.Sus/2021/PN Gdt majelis hakim
juga mempertimbangkan adanya hal-hal yang meringankan dan memberatkan.
hakim mempunyai pertimbangan hukum sendiri dalam memutus suatu perkara
seperti seberapa banyak barang buktinya dan banyak lagi pertimbangan lainnya.
Dalam putusan tersebut, pertimbangan hukum oleh hakim juga
mempertimbangkan Pasal 144 Ayat (1) Undang-undang Narkotika mengingat
terpidana merupakan seorang residivis.
Kata kunci : Efektivitas, pemidanaan, tindak pidana narkotika, residivisRAHMAWATI DESY 19120111382023-10-02T06:21:25Z2023-10-02T06:21:25Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75982This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/759822023-10-02T06:21:25ZIMPLEMENTASI ALIH TEKNOLOGI OLEH PERUSAHAANASING DI
INDONESIA
(Studi Pada PT. Nestle Indonesia Panjang Factory)Di era globalisasi ini agar perusahaan dapat bersaing, baik perusahaan kecil maupun
besar di paksa untuk terus mengikuti perkembangan teknologi. Salah satu cara
untuk dapat mengikuti arus perkembangan teknologi adalah dengan cara alih
teknologi. Selain menjadi salah satu cara untuk dapat mengikuti perkembangan
teknologi, alih teknologi juga merupakan kebijakan yang di terapkan pemerintah
bagi perusahaan penanam modal asing. Permasalahan dalam karya ini merupakan
untuk mengetahui implementasi alih teknologi yang dilaksanakan, serta faktor
pendukung dan penghambat implementasi alih teknologi yang dilaksanakan oleh
PT. Nestle Indonesia Panjang Factory sebagai perusahaan dengan modal asing yang
beroperasi di Lampung.
Metode penelitian yang dipakai dalam studi ini mencakup pendekatan hukum
berdasarkan norma dan pendekatan berdasarkan pengalaman. Dokumen-dokumen
hukum yang dijadikan acuan terdiri dari sumber-sumber primer dan sekunder, serta
dokumen-dokumen lain yang relevan. Pengumpulan data dilakukan melalui
wawancara yang mendalam dengan perwakilan dari entitas bisnis, dan analisis
terhadap dokumen-dokumen terkait pelaksanaan transfer teknologi. Data-data yang
terkumpul dianalisis menggunakan pendekatan kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT. Nestle Indonesia Panjang Factory telah
berhasil menerapkan alih teknologi dalam operasional mereka di Indonesia.
Perusahaan ini telah melakukan transfer pengetahuan dan keterampilan teknis dari
induk perusahaan mereka di negara asal. Salah satu bentuk alih teknologinya yaitu
dengan mengadakan evaluasi terhadap karyawannya dengan program ETS
WorkFORCE® for Career Development. Faktor pendukung dalam implementasi
alih teknologi yang dijalankan yaitu sumber manusia yang terlatih, komitmen
manajemen, infrastruktur yang memadai dan kemitraan dengan pemasok teknologi.
Namun, dalam implementasinya terdapat faktor penghambat yang dihadapi, hal
tersebut antara lain perbedaan biaya, budaya kerja, perubahan dalam sistem
manajemen, dan integrasi teknologi baru dalam infrastruktur yang sudah ada.
Kata Kunci : Alih Teknologi, Perusahaan Asing, PT. Nestle Indonesia Panjang
FactoryNurul Adilah Azhar 17520110612023-09-29T01:48:17Z2023-09-29T01:48:17Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75909This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/759092023-09-29T01:48:17ZPELAKSANAAN SERTIPIKASI TANAH MELALUI PROGRAM
PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS LENGKAP (PTSL)
OLEH KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN
LAMPUNG SELATANPeraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 1 Tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah
Sistematis Lengkap, mengatur pelaksanaan dan percepatan pendaftaran tanah
sistematis lengkap dilaksanakan untuk seluruh objek Pendaftaran Tanah di seluruh
wilayah Republik Indonesia Pelaksanaan PTSL di Kabupaten Lampung Selatan
memiliki permasalahan pada tanah-tanah yang belum bersertipikat.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimanakah Pelaksanaan
Sertipikasi Tanah Melalui Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap di
Kantor Pertanahan Kabupaten Lampung Selatan? dan 2) Apa saja Faktor
Penghambat dalam Pelaksanaan Sertipikasi Tanah Melalui Program Pendaftaran
Tanah Sistematis Lengkap di Kantor Pertanahan Kabupaten Lampung Selatan?.
Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif dan empiris dengan
data sekunder dan primer. Analisis data yang digunakan adalah kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan (1) Pelaksanaan program Pendaftaran Tanah
Sistematis Lengkap (PTSL) di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten
Lampung Selatan telah dilaksanakan sesuai Peraturan Menteri Agraria dan Tata
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 6 Tahun
2018 tentang Percepatan Pendaftaran tanah Sistematis Lengkap. Kantor Tanah
ATR/BPN Lampung Selatan memiliki target 14.800 bidang tanah akan disertipikat
melalui PTSL tahun 2022, jumlah masyarakat yang mengikuti PTSL di sebanyak
12.267 orang. (2) Faktor yang penghambat dalam pelaksanaan PTSL di Kantor
Pertanahan kabupaten Lampung Selatan yaitu kesadaran masyarakat yang masih
kurang terkait kelengkapan administrasi pada pelaksanaan program PTSL,
terbatasnya sarana dan prasarana pada pelaksanaannya sehingga terjadi kendala
pada proses PTSL yang dilakukan petugas pelaksana terutama pada desa-desa
terpencil, dan mengenai biaya lainnya yang ditangguhkan kepada masyarakat
sehingga menjadi kendala dan penghambat pada pelaksanaan program PTSL tersebut.
Kata Kunci: Sertipikasi Tanah, Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap.FAKHWA ILHAM 17120111312023-09-26T07:53:03Z2023-09-26T07:53:03Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75883This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/758832023-09-26T07:53:03ZPENYELESAIAN SENGKETA ANTARA AHLI WARIS KESULTANAN SULU v. MALAYSIA MELALUI ARBITRASEDalam penyelesaian sengketa hukum internasional, terdapat dua kategori penyelesaian sengketa. Yaitu penyelesaian sengketa dengan damai maupun dengan kekerasan. Penyelesaian sengketa secara damai terbagi menjadi dua. Pertama, penyelesaian melalui litigasi atau melalui pengadilan internasional maupun regional. Kedua, penyelesaian sengketa melalui non-litigasi seperti perundingan, penyelidikan fakta-fakta, mediasi, konsiliasi maupun arbitrase. Persengketaan Ahli Waris Kesultanan Sulu v. Malaysia, merupakan sebuah contoh sengketa yang diselesaikan melalui penyelesaian sengketa secara damai non-litigasi, yaitu melalui arbitrase ad hoc. Sengketa ini merupakan sengketa yang terjadi akibat dari pihak Malaysia yang tidak memenuhi kewajibannya terhadap Ahli Waris Kesultanan Sulu sebagaimana tercantum dalam Perjanjian 1878. Sehingga Ahli Waris Kesultanan Sulu menggugat Malaysia ke Pengadilan Arbitrase Ad Hoc melalui Pengadilan Tinggi Madrid.
Tulisan ini merupakan tulisan penelitian normatif. Penulis menggunakan dua pendekatan dalam menulis tulisan ini, yaitu Pendekatan Kasus dan Pendekatan Historis. Adapun yang menjadi sumber data dalam tulisan ini yaitu perjanjian-perjanjian yang mengikat kedua belah pihak, hasil keputusan pengadilan arbitrase, jurnal, buku serta website hukum yang selaras dengan topik pembahasan.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Ahli Waris Kesultanan Sulu merupakan individu yang memiliki hak dan kewajiban dalam hukum perdata internasional. Hal ini dikarenakan Ahli Waris Kesultanan Sulu terikat dengan perjanjian kontrak internasional dengan Malaysia. Sehingga Ahli Waris Kesultanan Sulu dapat menggugat sebuah negara ke pengadilan arbitrase ad hoc. Hal ini dilakukan melalui permohonan penunjukkan arbiter ke sebuah Pengadilan Tinggi, kemudian pengadilan tersebut menunjuk arbiter yang selanjutnya arbiter tersebut berwenang untuk memulai persidangan arbitrase. Adapun dalam hal ini, arbiter memutuskan sengketa ini dengan mempertimbangkan nilai-nilai yang ada dalam perjanjian yang mengikat kedua belah pihak yang bersengketa.
Kata Kunci: Penyelesaian Sengketa, Arbitrase Ad Hoc, Kontrak Internasional, Hukum Perdata Internasional
Panjaitan Oksha Dwi Anugrah19120112962023-09-26T02:47:05Z2023-09-26T02:47:05Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75851This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/758512023-09-26T02:47:05ZTINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN MEREK DAGANG
STARBUCKS MILIK PT. SUMATRA TOBACCO TRADING COMPANY
OLEH STARBUCKS CORPORATION
(Studi Putusan Mahkamah Agung No. 836 K/Pdt.Sus-HKI/2022)Pendaftaran Merek di Indonesia menganut prinsip first to file yang artinya
perlindungan hukum akan diberikan kepada pemilik Merek yang telah
mendaftarkan terlebih dahulu ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual pada
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Namun prinsip first to file dalam
konsep pendaftaran Merek di Indonesia dapat dikesampingkan apabila ditemukan
bukti-bukti saat proses pendaftaran Merek tidak beritikad baik dan melanggar
peraturan Perundang-undangan. Oleh karena itu prinsip first to file dalam
konsep pendaftaran Merek di Indonesia tidak berlaku absolut sebagaimana makna
yang terkandung didalamnya. Selain itu prinsip tersebut digunakan oleh pihak lain
untuk mendompleng Merek terkenal pemilik yang sebenarnya namun
belum mendaftarkan di Indonesia. Sehingga hal ini menjadi kekosongan
hukum atas penerapan perlindungan hukum Merek di Indonesia.
Metode penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan tipe
penelitian deskriptif, menggunakan pendekatan Perundang-undangan dan
pendekatan kasus. Data penelitian yang digunakan adalah data sekunder. Data
sekunder sebagai informasi berupa bahan hukum yang meliputi, bahan hukum
primer, sekunder, dan tersier. Teknik pengumpulan data digunakan dengan studi
kepustakaan, Pengolahan data dilakukan dengan cara pemerisaan data, klasifikasi
data, dan sistematika data yangselanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa sengketa dalam kepemilikan hak atas Merek
sebagaimana hasil pengkajian terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 836
K/Pdt.Sus-HKI/2022. Starbucks Corporation yang merupakan pendaftar Merek
nama Starbucks pertama dalam sebuah pemegang Merek Terkenal yang sah. Dan
mempunyai kewenangan dalam pembatalan Merek Starbucks pihak Tergugat PT.
Sumatra Tobacco Trading Company. Karena terdapat pembuktian atas
pendompelangan nama Merek Starbucks dengan itikad tidak baik, untuk
kepentingan dalam penjualan usahanya sehingga mengakibatkan persaingan usaha
yang tidak sehat.
Kata Kunci : Tinjauan Yuridis, Pembatalan Merek, Merek Starbucks.Lestari Lestari 19120110522023-09-25T06:54:42Z2023-09-25T06:54:42Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75833This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/758332023-09-25T06:54:42ZPERANAN INDIAN OCEAN RIM ASSOCIATION (IORA) TERHADAP PENGUATAN EKONOMI NEGARA ANGGOTA
Indian Ocean Rim Association (IORA) merupakan sebuah forum kerja sama antara negara-negara di kawasan Samudra Hindia yang memiliki peran penting dan strategis bagi perekonomian global. Forum ini terdiri dari negara-negara dengan beragam latar belakang ekonomi, termasuk negara-negara mapan, berkembang dan miskin dimana mayoritas anggota IORA adalah negara-negara pesisir Samudra Hindia yang merupakan jalur lintas perdagangan dunia yang menjadikan stabilitas wilayah ini sangat penting bagi perekonomian global. Tujuan IORA adalah mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan pembangunan di wilayah anggotanya. Fokusnya adalah pada kerja sama ekonomi saling menguntungkan dan peluang pembangunan maksimal. Selain itu juga mempromosikan liberalisasi perdagangan, menghilangkan hambatan, dan memfasilitasi arus barang, jasa, investasi, dan teknologi di kawasan Samudra Hindia Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian normatif dengan prosedur pengumpulan data yang sumber utamanya adalah bahan hukum normatif. Data yang diperoleh dan diolah dalam penelitian hukum normatif adalah data sekunder yang berasal dari studi kepustakaan. Penelitian ini juga menggunakan metode analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa IORA, sebagai organisasi regional yang berfokus pada kerja sama di wilayah Samudra Hindia, telah mencapai beberapa pencapaian yang dapat dikatakan sukses dalam mendorong pertumbuhan ekonomi negara-negara anggotanya seperti IORA telah memfasilitasi peningkatan kerja sama ekonomi, perdagangan, investasi, dan akses pasar antara negara-negara anggotanya. Selain itu IORA juga aktif dalam pengembangan pariwisata, pengelolaan sumber daya laut, ekonomi biru, serta peningkatan konektivitas dan infrastruktur melalui kerja sama dengan lembaga keuangan internasional dan mitra regional. Dengan telah berperannya IORA hal ini telah membawa dampak positif bagi perkembangan ekonomi negara-negara anggotanya dimana hal ini terlihat dari peningkatan PDB (Produk Domestik Bruto) masing-masing negara anggota.
Kata Kunci: Peranan, Ekonomi Regional, Organisasi Regional, Indian Ocean Rim Association (IORA)
The Indian Ocean Rim Association (IORA) is a forum for cooperation between
countries in the Indian Ocean region that has an important and strategic role for the global economy. The forum consists of countries with diverse economic backgrounds, including established, developing and poor countries where the majority of IORA members are Indian Ocean coastal countries which are world trade routes that make the stability of this region very important for the global economy. The purpose of IORA is to promote sustainable economic growth and balanced development in the region, with a focus on economic cooperation that is mutually beneficial and provides maximum development opportunities. IORA also aims to promote trade liberalization, remove barriers, and facilitate better flow of goods, services, investment, and technology in the Indian Ocean region. This research will discuss the role of IORA in order to strengthen the economies of member countries. This research is conducted using normative research methods with data collection procedures whose main source is normative legal material. The data obtained and processed in normative legal research is secondary data derived from literature studies. This research also uses qualitative analysis methods.
The research results show that IORA, as a regional organization that focuses on cooperation in the Indian Ocean region, has achieved several achievements that can be said to be successful in encouraging the economic growth of its member countries such as IORA has facilitated increased economic cooperation, trade, investment, and market access between its member countries. In addition, IORA is also active in developing tourism, marine resource management, blue economy, and improving connectivity and infrastructure through cooperation with international financial institutions and regional partners. The role of IORA has had a positive impact on the economic development of its member countries which can be seen from the increase in GDP (Gross Domestic Product) of each member country.
Keywords: Role, Regional Economy, Regional Organization, Indian Ocean Rim Association (IORA)CHRISTINE KYRIELEISON SIMANJUNTAK EUNIKE 1912011001 2023-09-25T03:21:40Z2023-09-25T03:21:40Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75825This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/758252023-09-25T03:21:40ZPERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP WANPRESTASI PELAKU
USAHA DALAM PERDAGANGAN ELEKTRONIK
(Studi Pada Lokapasar Shopee)
Perdagangan elektronik merupakan kegiatan perjanjian jual beli yang dilakukan
antara pelaku usaha dan konsumen melalui media internet. Dalam praktiknya, pada
lokapasar Shopee sering kali terjadi wanprestasi oleh pelaku usaha yaitu konsumen
menerima barang yang tidak sesuai dengan perjanjian. Penelitian ini akan mengkaji
mengenai bentuk perlindungan konsumen yang mengalami wanprestasi oleh pelaku
usaha dalam perdagangan elektronik pada lokapasar Shopee dan upaya hukum yang
dapat dilakukan bagi konsumen yang mengalami wanprestasi oleh pelaku usaha
dalam perdagangan elektronik pada lokapasar Shopee.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif empiris dengan tipe
penelitian deskriptif dan menggunakan pendekatan nonjudicial case study. Data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari bahan
hukum primer, sekunder, dan tersier. Metode pengumpulan data dilakukan dengan
studi kepustakaan dan wawancara, serta analisis data secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa konsumen mendapatkan
perlindungan hukum preventif dengan adanya Syarat Layanan Shopee yang telah
sesuai dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
(UUPK). Perlindungan hukum kuratif dengan adanya pemulihan hak-hak
konsumen. Kemudian, perlindungan hukum represif dengan adanya tanggung
jawab pelaku usaha dan Shopee untuk menyelesaikan sengketa antara konsumen
dan pelaku usaha yang telah sesuai dengan UUPK dan Peraturan Pemerintah No.
80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PP PMSE). Lalu,
berdasarkan UUPK dan PP PMSE terdapat dua upaya hukum yang dapat dilakukan
konsumen terhadap wanprestasi pelaku usaha, yaitu dengan menyelesaikan
sengketa secara non-litigasi (tanpa jalur pengadilan) dan litigasi (melalui jalur
pengadilan).
Kata Kunci: Lokapasar Shopee, Perlindungan Konsumen, Wanprestasi. GHINA ADILA19120112092023-09-21T07:57:20Z2023-09-21T07:57:20Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75770This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/757702023-09-21T07:57:20ZPERSPEKTIF VIKTIMOLOGI PERBUATAN ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK KORBAN PERKOSAANPerbuatan aborsi yang dilakukan oleh anak korban perkosaan hingga saat ini masih menjadi suatu masalah yang memicu banyak kontroversi. Terdapat pihak yang berbeda-beda pandangan mengenai boleh atau tidaknya tindak aborsi dilakukan. Hal ini didasarkan pada perbandingan antara kepentingan mengenai keberadaan janin untuk lahir dan kepentingan korban yang tidak menginginkan keberadaan janin tersebut. Dan aturan-aturan hukum yang ada terkait aborsi masih berbatas pada usia kandungan, yang dapat menyebabkan semakin banyaknya korban perkosaan yang hamil mencari berbagai macam cara untuk melakukan aborsi secara illegal. Oleh karena itu, permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah perspektif viktimologi perbuatan aborsi yang dilakukan oleh anak korban perkosaan (2) Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap anak korban perkosaan yang melakukan aborsi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan juga yuridis empiris. Narasumber terdiri dari Penyidik Polresta Bandar Lampung, Direktur Eksekutif Lada Damar Lampung, Advokat Kantor Hukum M. Ariansyah, S.H. & Rekan, dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pengumpulan data dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan dengan analisis kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan ini menunjukkan: (1) Aborsi yang dilakukan oleh anak korban tindak perkosaan, bila dilihat dari perspektif viktimologi adalah sebagai bentuk pembelaan terhadap diri korban itu sendiri dan aborsi illegal yang dilakukan diakibatkan oleh tekanan dari lingkungan sekitar yang membuatnya terpaksa harus melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum tersebut. Untuk melihat perbuatan aborsi dari sudut pandang korban, perlu diperhatikan mengenai faktor penyebab terjadinya perkosaan, latar belakang yang mendorong terjadinya perbuatan aborsi, akibat yang ditimbulkan dari aborsi, dan permasalahan hukum lain terkait aborsi. (2) Berdasarkan Perkara Pidana Nomor 5/Pid.Sus.Anak/2018/PN.Mbn, perlindungan hukum telah diberikan kepada pelaku aborsi karena dengan berbagai pertimbangan, anak tersebut hanya dijatuhi hukuman 6 (enam) bulan penjara dan pelatihan kerja selama 3 (tiga) bulan. Selain itu, untuk mencegah terjadinya aborsi illegal yang dilakukan oleh korban perkosaan dapat dilakukan dengan menjamin perlindungan terhadap korban perkosaan yang hamil agar korban tidak merasa takut untuk melapor ketika terjadi perkosaan, sehingga tidak terjadi pertentangan mengenai batas waktu untuk melakukan aborsi terhadap korban perkosaan yang hamil.
Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Peraturan undang-undang terkait aborsi akibat tindak pidana perkosaan tanpa adanya keterbatasan usia perlu diadakan. Karena banyak sekali faktor yang menyebabkan korban terlambat untuk melapor ketika terjadi suatu kehamilan akibat perkosaan, sehingga korban terpaksa untuk melakukan aborsi yang tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang. (2) Perlindungan terhadap anak korban perkosaan yang melakukan aborsi seharusnya tidak hanya dilakukan oleh pemerintah dan negara, melainkan juga oleh kepolisian, individu, dan masyarakat. Perlu segera diadakan edukasi terhadap masyarakat luas berupa imbauan agar korban perkosaan segera melapor untuk diberikan advokasi dan solusi terkait permasalahannya.Annisa Tari19120112422023-09-21T06:50:33Z2023-09-21T06:50:33Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75765This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/757652023-09-21T06:50:33ZPERAN DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
PROVINSI LAMPUNG DALAM MENGANTISIPASI KELANGKAAN
MINYAK GORENG
Terjadinya kelangkaan minyak goreng sangat berdampak banyak terhadap
masyarakat, seperti menimbulkan panic buying dan UMKM terhambat dalam
menjalankan usaha. Kelangkaan tersebut disebabkan karena produsen minyak
goreng melakukan penimbunan. Ketentuan Pasal mengenai larangan penimbunan
minyak goreng diatur didalam Pasal 107 Undang Undang Nomor 7 Tahun 2014
Tentang Perdagangan. Permasalahan penelitian: (1) Bagaimanakah peran Dinas
Perindustrian dan Perdagangan dalam mengantisipasi kelangkaan minyak goreng di
Provinsi Lampung? (2) Apakah faktor-faktor yang menjadi penghambat Dinas
Perindustrian dan Perdagangan dalam mengantisipasi kelangkaan minyak goreng di
Provinsi Lampung?
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah normatif dan empiris. Pengumpulan
data dengan studi lapangan dan studi pustaka. Pengolahan data meliputi seleksi,
klasifikasi dan penyusunan data. Analisis data dilakukan secara deskripti kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Peran dinas perdagangan Provinsi Lampung
dalam mengantisipasi kelangkaan minyak goreng dilaksanakan berdasarkan
Peraturan Gubernur Nomor 56 tahun 2019 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi,
Tugas dan Fungsi Serta Tatakerja Dinas Perdagangan Provinsi Lampung yaitu
melakukan pembinaan dan pengawasan kegiatan perdagangan. Dinas Perdagangan
Provinsi Lampung dalam mengantisipasi kelangkaan minyak goreng, yaitu
melakukan koordinasi dengan instansi terkait, setelah itu melakukan pengawasan
terhadap produsen minyak, lalu memberikan pembinaan dengan memberi
pemahaman dan teguran kepada produsen untuk tidak melakukan penimbunan
minyak goreng dan menjaga kestabilan harga. (2) Faktor-faktor penghambat Dinas
Perdagangan Provinsi Lampung dalam mengantisipasi kelangkaan minyak goreng di
Provinsi Lampung adalah terbatasnya sumber daya manusia untuk melakukan
pengawasan, kurang terbukanya data ketersediaan minyak goreng pada beberapa
distributor, dan panic buying.
Kata Kunci: Peran, Antisipasi, Kelangkaan
The scarcity of cooking oil has a lot of impact on the community, such as causing
panic buying and UMKM being hampered in running a business. The scarcity is
caused by cooking oil producers to hoard. The provisions of the Article regarding the
prohibition of hoarding gotreng oil are regulated in Article 107 of Law Number 7 of
2014 concerning Trade. Research problems: (1) What is the role of the Department
of Industry and Trade in anticipating the scarcity of cooking oil in Lampung
Province? (2) What are the factors that hinder the Department of Industry and Trade
in anticipating the scarcity of cooking oil in Lampung Province?
The research approach used is normative and empirical. Data collection by field
study and literature study. Data processing includes the selection, classification and
compilation of data. Data analysis was carried out in a qualitative descriptive
manner.
The results of this study indicate: (1) The role of the Lampung Province trade service
in anticipating a scarcity of cooking oil is carried out based on Governor Regulation
Number 56 of 2019 concerning Position, Organizational Structure, Duties and
Functions and Work Procedures of the Lampung Province Trade Service, namely
fostering and supervising trade activities. The Lampung Province Trade Office in
anticipating the scarcity of cooking oil, namely coordinating with related agencies,
after that supervises oil producers, then provides guidance by giving producers an
understanding not to hoard cooking oil and maintain price stability. (2) The
inhibiting factors for the Lampung Province Trade Office in anticipating the scarcity
of cooking oil in Lampung Province are the limited human resources to carry out
supervision, the lack of disclosure of cooking oil availability data at several
distributors, and panic buying.
Keywords: Role, Anticipation, Scarcity
ABIGAIL ADITYA 1912011132 2023-09-20T10:18:08Z2023-09-20T10:18:08Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75749This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/757492023-09-20T10:18:08ZPERLINDUNGAN ANAK DALAM PENCEGAHAN KEKERASAN SEKSUAL DI LINGKUNGAN PONDOK PESANTREN (Studi di Dinas PPPA Provinsi Lampung)Kekerasan seksual terhadap anak di lingkungan pondok pesantren merupakan permasalahan yang terus terjadi. Anak yang seharusnya merasakan perlindungan dan rasa aman justru menjadi korban dari kekerasan seksual yang dilakukan oleh kyai, guru, pengurus atau teman sesama santri. Realitas yang mengerikan ini menimbulkan dampak sosial dan psikologis yang serius pada korban.
permasalahan penelitian ini adalah apakah peran Dinas PPPA dalam mencegah terjadinya kekerasan seksual di lingkungan pondok pesantren serta faktor penghambat dalam menjalankan peran Dinas PPPA pada pencegahan kekerasan seksual di lingkungan pondok pesantren.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif untuk mempelajari aspek teoritis dan pendekatan yuridis empiris untuk mempelajari fakta di lapangan. Data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder, dan analisis data yang dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa peran Dinas PPPA dalam mencegah terjadinya kekerasan seksual di lingkungan pondok pesantren lebih dominan memenuhi peran faktual. Terdapat beberapa peran yang belum dijalankan oleh Dinas PPPA secara optimal. Keterbatasan anggaran menjadi salah satu faktor yang menyebabkan peran normatif Dinas PPPA sulit terealisasikan. kendala lain seperti stigmatisasi dan kurangnya keterbukaan oleh korban kekerasan seksual juga menjadi tantangan dalam memberikan dukungan dan perlindungan yang tepat. Akses yang sulit ke pondok pesantren juga menjadi hambatan dalam memberikan edukasi dan perlindungan kepada anak-anak di lingkungan tersebut. Adapun saran yang diberikan yaitu melakukan kerja sama yang efektif antara Dinas PPPA, Pesantren, dan aparat hukum, serta psikolog dalam menangani dan menanggulangi kekerasan seksual di lingkungan pondok pesantren. Tindakan sinergi ini akan membantu mencapai tujuan utama Dinas PPPA dalam menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi perempuan dan anak, memastikan hak dan perlindungan mereka secara efektif, serta membantu memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap pondok pesantren sebagai institusi pendidikan yang aman dan berkualitas bagi generasi muda.
Kata Kunci: Dinas PPPA, Perlindungan Anak, Kekerasan Seksual.Sonia Permata Ananda19120111542023-09-16T04:14:50Z2023-09-16T04:14:50Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75664This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/756642023-09-16T04:14:50ZPENEGAKAN HUKUM TERHADAP KEBOCORAN DATA PRIBADI
MELALUI MEDIA ELEKTRONIK Kemajuan teknologi informasi terutama pada bidang jejaring sosial terbukti telah
memberikan dampak positif bagi kemajuan kehidupan manusia. Selain
menawarkan kelebihan, ternyata teknologi juga memberikan dampak negatif yang
dapat merugikan manusia itu sendiri seperti salah satu nya terhadap kebocoran data
pribadi pengguna teknologi termasuk penggguna sosial media. Permasalahan dalam
penelitian ini adalah bagaimanakah penegakan hukum terhadap kebocoran data
pribadi dan apakah yang menjadi penghambat dalam penegakan hukum terhadap
kebocoran data pribadi.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder dengan proses
pengumpulan data yang dilakukan melalui studi kepustakaan dan ditunjang dengan
studi lapangan.
Berdasarkan hasil penelitian penegakan hukum terhadap kebocoran data pribadi
melalui media elektronik, dapat dikatakan belum terealisasikan secara maksimal
dibuktikan dengan maraknya kasus kebocoran data pribadi di Indonesia seperti
salah satunya adalah kebocoran data yang dialami oleh pengguna web E-Commerce
yaitu Bhineka.com. Meskipun sudah ada payung hukum yang mengaturnya yaitu
Undang-undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. Hal ini
disebabkan karena dalam penegakannya masih banyak faktor-faktor penghambat
seperti kurangnya SDM yang dimiliki untuk menangani kasus ini, selain itu hampir
tiap Polres dan Polda diseluruh Indonesia masih belum mampu menangani kasus
kebocoran data pribadi karena kurangnya kemampuan dan sarana prasarana yang
dimiliki sehingga kasus mengenai kebocoran data pribadi akhirnya dilimpahkan ke
Mabes Polri. Terakhir, masih banyaknya masyarakat yang kurang peduli dengan
data pribadi yang dimiliki sehingga mempermudah oknum-oknum yang tidak
bertanggungjawab untuk mencuri dan menggunakan data tersebut demi keuntungan
pribadi.Saran dari penelitian ini adalah instansi Kepolisian sebaiknya melakukan pelatihan
kepada para penegak hukum mengenai ITE dan kebocoran data pribadi agar
dikemudian hari jika terdapat kasus mengenai kebocoran data pribadi para penegak
hukum sudah mempunyai kemampuan yang mumpuni sehingga dapat menangani
kasus kebocoran data pribadi dengan baik. Selain itu, dengan teknologi yang telah
berkembang pesat tentu diperlukannya sarana dan prasarana yang canggih untuk
membantu proses penanganan kasus kebocoran data pribadi dengan baik.
Masyarakat pun diharapkan lebih peduli dengan data pribadi yang dimilikinya
karena dengan masyarakat yang memiliki kesadaran tinggi akan hal tersebut dapat
memperkecil kemungkinan terjadinya pencurian data pribadi oleh pihak-pihak yang
tidak bertanggungjawab.
Kata Kunci: Penegakan Hukum, Kebocoran Data, Data Pribadi, Media
ElektronikRIO SYAHPUTRA 19120113522023-09-15T02:54:13Z2023-09-15T02:54:13Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75644This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/756442023-09-15T02:54:13ZPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KESEHATAN MENTAL ANAK
AKIBAT PERCERAIAN BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002
TENTANG PERLINDUNGAN ANAKPerceraian adalah suatu keadaan di mana antara seorang suami dan seorang
istri telah terjadi ketidakcocokan batin yang berakibat pada putusnya suatu ikatan
perkawinan melalui putusan pengadilan. Perceraian orang tua tentunya menimbulkan
dampak bagi anak yang menyebabkan pikirannya terganggu sehingga akan
mempengaruhi kesehatan mental anak. Permasalahan dalam penelitian ini adalah
bagaimana tanggung jawab orang tua terhadap anak setelah terjadinya perceraian dan
bagaimana perlindungan hukum terhadap kesehatan mental anak akibat perceraian.
Penelitian ini adalah penelitian normatif dengan tipe deskriptif analisis.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan. Sumber data
yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder
dan tersier. Metode pengumpulan data melalui studi pustaka dan studi dokumen.
Pengolahan data dialakukan dengancara pemeriksaan data, klasifikasi data dan
penyusunan data yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Hasil pembahasan dan penelitian menjelaskan bahwa tanggung jawab orang
tua terhadap anak setelah perceraian diatur pada hak dan kewajiban orang tua
terhadap anak yang termuat pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak,
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Kemudian perlindungan
hukum untuk kesehatan mental anak akibat perceraian pada Undang-Undang Nomor
23 tahun 2002 terdiri dari tindakan preventif tercantum dalam ketentuan Pasal 13,59,
dan 69. Tindakan represif sesuai dengan kentuan-ketentuan Pasal 77 dan 78.
Kata kunci: Perlindungan Hukum, Anak, Kesehatan Mental, Akibat HukumNURUL HIDAYAH ASSYIFA19120110852023-09-14T08:36:24Z2023-09-14T08:36:24Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75625This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/756252023-09-14T08:36:24ZIMPLEMENTASI AKAD QARDHUL HASAN PADA PROGRAM
BANTUAN MODAL USAHA BERGULIR UNTUK USAHA KECIL MENENGAH (Studi di BAZNAS Kota Bandar Lampung)Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi dari akad Qardhul Hasan pada program bantuan modal usaha Bergulir Untuk UKM yang dilakukan oleh BAZNAS Bandarlampung. Penelitian ini dilatar belakangi oleh adanya program bntuan modal usaha bergulir yang dilakukan oleh BAZNAS Kota Bandar Lampung dengan pelaksanaan programnya menggunakan bentuk akad Qardhul Hasan.
Dalam penelitian ini penulis mendeskripsikan satu permasalahan yakni Implementasi dari akad Qardhul Hasan pada program bntuan modall usaha Bergulir untuk UKM di BAZNAS Kota Bandar Lampung. Pendekatan Masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber data dalam penelitian ini diantaranya data primer dan data sekunder. Ruang Linkup penelitian ini ialah Program bantuan modal usaha Bergulir untuk UKM yang dilakukan oleh BAZNAS Kota Bandar Lampung.
Hasil dalam penelitian yang dilakukan adalah bahwa pelaksanaan akad Qadhul Hasan sudah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 278-279, Pasal 1320 KUH Perdata, dan Fatwa DSN-MUI No 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang Qardh. Akan tetapi dalam pelaksanaanya perlu adanya beberapa hal yang dapat diterapkan dalam pelaksanaan akad ini, dapat menerapkan suatu jaminan kepada penerima dana, dapat membuat perjanjian tertulis antara pihak BAZNAS Kota Bandar Lampung dengan Penerima dana Bantuan Modal Usaha.
Kata Kunci : Qardhul Hasan, Pembiayaan, Implementasi, BAZNAS
AKBAR FAIZAL19120112052023-09-14T07:56:03Z2023-09-14T07:56:03Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75622This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/756222023-09-14T07:56:03ZGUGATAN PERDATA PERBUATAN MELAWAN HUKUM TERHADAP KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS
(Studi di Pengadilan Negeri Tanjung Karang Kelas IA dan Pengadilan Negeri Cibinong)Perbuatan melawan hukum berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata adalah tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut Perbuatan melawan hukum juga sering terjadi dalam kasus kecelakaan lalu lintas diwilayah hukum Pengadilan Negeri Tanjung Karang Kelas IA dan Pengadilan Negeri Cibinong, sehingga rumusan masalah yang penulis teliti adalah bagaimana pengaturan terhadap ganti kerugian akibat perbuatan melawan hukum berdasarkan KUHPerdata, bagaimana pertimbangan hakim terhadap gugatan perdata perbuatan melawan hukum kasus kecelakaan lalu lintas di Pengadilan Negeri Tanjung Karang Kelas IA dan Pengadilan Negeri Cibinong, dan apakah dapat dilakukan penggabungan antara gugatan pidana dan gugatan perdata dalam ganti kerugian perbuatan melawan hukum kasus kecelakaan lalu lintas.
Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif empiris. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yaitu dengan studi kepustakaan dan wawancara. Data-data yang diperoleh selanjutnya dianalisa secara kualitatif untuk mendapatkan hasil penulisan yang bersifat deskriptif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa dalam memformulasikan suatu gugatan harus benar-benar teliti dan memenuhi syarat-syarat formil dari suatu gugatan, supaya tidak adanya kecacatan dari surat gugatan yang bisa dinyatakan tidak dapat diterima oleh hakim. Ada 3 macam putusan yang diberikan hakim untuk memutuskan perkara yaitu: Putusan Dikabulkan (baik dikabulkan seluruhnya atau dikabulkan sebagian), Putusan Ditolak dan Putusan Dinyatakan Tidak Dapat Diterima. Dalam penyelesaian gugatan ganti kerugian terhadap kasus kecelakaan lalu lintas dapat dilakukan dengan mekanisme penggabungan gugatan ganti kerugian perdata dan gugatan pidana yang diatur dalam Pasal 98-Pasal 101 KUHAP dan mekanisme gugatan perdata dengan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum yang diatur dalam Pasal 1365 – Pasal 1371 KUHPerdata.
Kata Kunci: Perbuatan Melawan Hukum, Kecelakaan Lalu Lintas, Pengadilan Negeri Tanjung Karang Kelas IA.
DONGORAN YOHANA BETARIA19120110362023-09-14T03:59:11Z2023-09-14T03:59:11Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75602This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/756022023-09-14T03:59:11ZPERBANDINGAN HUKUM PERKAWINAN ANTARA ANAK ANGKAT
DENGAN ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM INDONESIA DAN
HUKUM ALJAZAIRKetentuan hukum yang berlaku di Indonesia dan Aljazair dipengaruhi oleh
eksistensi hukum islam, termasuk ketentuan perkawinan antara anak angkat dan
orang tua angkat. Sehingga permasalahan dalam penelitian ini yaitu adalah
bagaimana implikasi kedudukan anak angkat berdasarkan hukum di Indonesia dan
Aljazair, dan bagaimana ketentuan mengenai perkawinan antara anak angkat dan
orang tua angkat berdasarkan hukum di Indonesia dan Aljazair serta apa faktor yang
mempengaruhinya.
Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan tipe deskriptif.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan
perbandingan (comparative appoarch). Data yang digunakan adalah data sekunder
yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum
tersier. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data dengan cara studi
kepustakaan, serta diolah dengan metode pengolahan data yaitu seleksi data,
klasifikasi data dan penyusunan data yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menjelaskan dalam ketentuan hukum
Indonesia dan Aljazair meskipun tidak secara eksplisit disebutkan dalam pasalpasalnya hubungan antara anak angkat dan orang tua angkat merupakan tidak
termasuk dalam kategori sebab larangan pernikahan. Namun dalam praktiknya di
Indonesia terdapat suku adat masyarakat tidak mungkin melakukan perkawinan
tersebut karena menyamakan kedudukan antara anak angkat dan anak kandung. Hal
tersebut karena dipengaruhi oleh faktor sejarah, faktor bentuk pengangkatan anak
serta sosial budaya masyarakat yang ada di Indonesia dan Aljazair. Saran dari penulis
khususnya untuk lembaga legislatif apabila membuat produk hukum untuk tetap
mempertimbangkan hukum Islam dan kebiasaan masyarakat agar tidak menimbulkan
kontra, serta dapat meluruskan bentuk-bentuk praktik adat yang menyimpang sesuai
dengan prinsip-prinsip hukum islam kepada masyarakat Indonesia.
Kata Kunci: Hukum Perkawinan. Pengangkatan Anak, Perbandingan Hukum
Indonesia dan Hukum AljazairNURBAITI APRILIA 19120110992023-09-13T03:32:13Z2023-09-13T03:32:13Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75553This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/755532023-09-13T03:32:13ZUPAYA PENANGGULANGAN KEJAHATAN PERJUDIAN ONLINE
HIGGS DOMINO OLEH KEPOLISIAN
(Studi Pada Polres Kota Bengkulu)
Perjudian Online Higgs Domino merupakan game yang dapat diunduh
di playstore, game tersebut terdiri dari beberapa jenis permainan seperti Domino,
Poker, Ludo, dan Permainan Slot yang sama seperti mesin jackpot, dimana setiap
permainan, pemain harus mempunyai chip untuk dipertaruhkan. Tingginya
perjudian online yang terjadi yang kemudian berdampak buruk kepada
masyarakat, sehingga dituntutnya upaya yang lebih maksimal oleh kepolisian
mengenai kejahatan perjudian online. Permasalahan dari penelitian ini adalah
mengetahui bagaimana upaya penanggulangan kejahatan perjudian online Higgs
Domino dan apa faktor penghambat dalam upaya penanggulangan kejahatan
perjudian higgs domino.
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis empiris
kemudian di sesuaikan dengan pendekatan yuridis normatif. Narasumber dalam
penelitian ini terdiri dari anggota Kepolisian Polres Kota Bengkulu, Pengguna
aplikasi perjudian online Higgs Domino, dan Akademisi Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pengumpulan data dilakukan dengan studi
pustaka dan studi lapangan. Selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa upaya penanggulangan yang
dilakukan oleh Polres Kota Bengkulu dibagi menjadi dua yakni: Upaya Penal dan
Non-penal. Upaya Penal atau langkah represif yang dilakukan berupa: menerima
laporan dan pengaduan dari masyarakat, penyidikan, penyelidikan, dan
penangkapan. Kemudian jalur non-penal, jalur non-penal sendiri terbagi dua yaitu
dengan cara pre-emtif dan preventif. Pada pre-emtif upaya penanggulangan yang
dilakukan Polres Kota Bengkulu berupa penyuluhan edukasi tentang larangan dan
bahayanya perjudian online, sedangkan dalam upaya preventif yang ditekankan
adalah menghilangkan kesempatan untuk dilakukannya kejahatan, upaya ini
berupa patroli dan pengawasan di tempat-tempat yang rawan dilakukannya
perjudian online seperti warung dan konter pulsa yang menjual chip higgs domino
dan menjual secara terang-terangan. Serta faktor pengambat pada upaya
penanggulangan perjudian online antara lain, faktor hukumnya itu sendiri, faktor
penegakan hukum, faktor masyarakat, faktor kebudayaan, dan faktor sarana dan
fasilitas.
Muhammad Lizaso Hasnam
Saran dari penelitian ini adalah aparat Kepolisian khususnya Polres Kota
Bengkulu untuk lebih melengakapi alat elektronik yang berguna menunjang tim
cyber crime. Kemudian diperlukannya peningkatan kualitas dan pengetahuan
dengan melatih penyidik dibidang teknologi informasi yang berguna dalam
menghadapi kasus perjudian online. Selain dari kepolisian diperlukannya
partisipasi masyarakat, masyarakat hendaknya lebih terbuka dalam memberikan
informasi serta laporan terkait kejahatan perjudian online yang terjadi di sekitar
wilayah tempat tinggalnya, sehingga kepolisian dapat segera bertindak guna
meminimalisir terjadinya kejahatan perjudian online demi terciptanya lingkungan
masyarakat yang aman, damai dan tentram.
Kata kunci: Upaya Penanggulangan, Perjudian Online, Higgs Domino
ABSTRAK
Higgs Domino Online Gambling is a game that can be downloaded at PlayStore,
this game consists of several types of games such as Domino, Poker, Ludo, and
Slot Games which are the same as jackpot machines, where for each game,
players must have chips to bet on. occurred which then had a negative impact on
society, so that more efforts were demanded by the police regarding online
gambling crimes. The problem of this research is to find out how to deal with
Higgs Domino online gambling crimes and what are the inhibiting factors in
efforts to tackle the higgs domino gambling crime.
The approach taken in this study is an empirical juridical approach which is then
adapted to a normative juridical approach. The informants in this study consisted
of members of the Bengkulu City Police Police, Users of the Higgs Domino
online gambling application, and Academics from the Criminal Law Department
of the Faculty of Law, University of Lampung. Data collection is done by
literature study and field study. Then analyzed qualitatively.
The results of the research and discussion show that the countermeasures carried
out by the Bengkulu City Police are divided into two, namely: Penal and Nonpenal
routes.
Penal
or
repressive
steps
taken
in
the
form
of:
receiving
reports
and
complaints
from the public, investigations, investigations, and arrests. Then the
non-penal route, the non-penal route itself is divided into two, namely pre-emptive
and preventive ways. In the pre-emptive response efforts carried out by the
Bengkulu City Police in the form of educational counseling about the prohibition
and dangers of online gambling, while in the preventive efforts the emphasis is on
eliminating opportunities for crime to be committed, these efforts are in the form
of patrols and supervision in places that are prone to online gambling such as
stalls and credit counters that sell higgs domino chips and sell them openly. As
well as the inhibiting factors in efforts to combat online gambling, including the
legal factor itself, law enforcement factors, community factors, cultural factors,
and facilities and facilities.
Muhammad Lizaso Hasnam
Suggestions from this study are the police officers, especially the Bengkulu City
Police, to better equip electronic devices that are useful for supporting the cyber
crime team. Then it is necessary to improve quality and knowledge by training
investigators in the field of information technology that is useful in dealing with
online gambling cases. Apart from the police the need for community
participation, the public should be more open in providing information and reports
regarding online gambling crimes that occur around their area of residence, so that
the police can immediately act to minimize the occurrence of online gambling
crimes in order to create a safe, peaceful and peaceful community environment.
Keywords: Countermeasures, Online Gambling, Higgs Domino
LIZASO HASNAM MUHAMMAD19120112672023-09-06T09:20:09Z2023-09-06T09:20:09Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75514This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/755142023-09-06T09:20:09ZPERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KASUS
PEMBUNUHAN BERENCANA Salah satu perkara tindak pidana pembunuhan berencana adalah pada Putusan
Nomor 112/PID/2022/PT TJK. Dalam perkara tersebut korban dan terdakwa
merupakan pasangan sesama jenis, terdakwa sakit hati sehingga timbul rasa
dendam terhadap korban, kemudian timbullah niat terdakwa untuk melakukan
pembunuhan terhadap korban. Terdakwa Bakas Maulana Zambi tanpa hak dan
melawan hukum, terdakwa yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan turut
serta melakukan perbuatan tindak pidana pembunuhan berencana.
Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif, dengan
menggunakan pendekatan Undang-undang dan pendekatan konseptual dengan
bahan-bahan hukum berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan
bahan hukum tersier.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan dapat diketahui
bahwa, pemidanaan terhadap pembunuhan berencana dapat di dakwa dengan
beberapa pasal yang berada di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana seperti
Pasal 340 KUHP dan 338 KUHP. Implementasi Pemidanaan dari kasus
pembunuhan berencana tidak hanya dilihat dari segi penjatuhan hukuman kepada
terdakwa, akan tetapi juga dilihat dari psikologis keluarga korban yang telah
ditinggalkan. Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana
pembunuhan berencana pada Studi Putusaan Nomor 112/Pid/2022/PT TJK,
kepada terdakwa Bakas Maulana Yuzambi alias Alan bin Yuzambi terbukti secara
sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Turut serta melakukan
pembunuhan berencana” sebagaimana diatur dalam Pasal 340 jo. Pasal 55 ayat (1)
ke-1 Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP). Pertimbangan Hakim dalam
menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana pada
studi putusan Nomor 112/Pid/2022/PT TJK, terdakwa Bakas Maulana Yuzambi
alias alan bin Yuzambi dengan memperhatikan Pasal 340 KUHP yang didasarkan
pada pembuktian serta fakta-fakta yuridis yang terungkap pada persidangan.
Kata Kunci: Tindak Pidana, Pembunuhan Berencana,Pertimbangan Hakim. GIGA PRIMASTIA19420110382023-09-06T06:21:07Z2023-09-06T06:21:07Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75508This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/755082023-09-06T06:21:07ZPENEGAKAN HUKUM DISKRIMINASI GENDER DALAM
UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2019 TENTANG KEBIDANANDiskriminasi gender masih menjadi salah satu permasalahan yang cukup serius di
Indonesia. Dimana hingga kini masih ditemukan adanya perlakuan diskriminasi
gender di Indonesia terutama dalam bidang pendidikan dan ketenagakerjaan,
contoh salah satunya yaitu kebidanan. Dapat di lihat dalam Undang-Undang Nomor
4 Tahun 2019 tentang Kebidanan dimana masih belum terdapat kesetaraan gender
di dalamnya. Akibat dari tidak adanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan
tersebut dapat menyebabkan terjadinya stereotip dan bias gender sehingga dapat
menimbulkan rasa kesenjangan dan ketidakadilan yang dirasakan oleh salah satu
pihak ( laki-laki/ perempuan). Maka dengan adanya permasalahan tersebut
muncullah suatu rumusan masalah dalam penelitian ini seperti mengapa dalam
Undang-Undang Kebidanan hanya mengutamakan perempuan yang dapat
membantu persalinan dan bagaimana penegakan hukum dalam mengatasi
diskriminasi gender tersebut. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
ialah penelitian hukum normatif dan empiris, dimana penulis akan melakukan
observasi langsung ke 6 desa yang terdapat di Kecamatan Marga Tiga, Kabupaten
Lampung Timur. Penelitian ini dilakukan untuk dapat menjawab rumusan masalah
dalam penulisan ini. Secara filosofis hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa
Undang-Undang Kebidanan dibentuk berdasarkan sejarah dan budaya yang berlaku
di Indonesia. Sosial-kultural menjadi salah satu faktor profesi bidan hanya seorang
perempuan serta hal tersebut juga telah didukung oleh Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) dengan membentuk peraturan tentang kebidanan yaitu Undang-Undang
Kebidanan.
Kata kunci: diskriminasi gender, kesetaraan gender, undang-undang kebidanan.VINY ANGRAINI MONICA 19520110502023-09-06T06:13:34Z2023-09-06T06:13:34Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75502This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/755022023-09-06T06:13:34ZPEMBATASAN EKSPOR MINYAK SAWIT MENTAH OLEH
INDONESIA DITINJAU DARI ATURAN WTOPemerintah Indonesia menanggapi kelangkaan minyak sawit mentah nasional pada
awal tahun 2022 dengan membuat kebijakan sementara untuk menahan paksa
ekspor minyak sawit mentah ke negara lain melalui Peraturan Menteri Dagang
Republik Indonesia No. 22 Tahun 2022. Kegiatan dagang berupa pembatasan
ekspor diatur dalam perjanjian WTO. Muncul pertanyaan apakah pengaturan yang
diterbitkan oleh pemerintah Indonesia konsisten dengan perjanjian WTO atau
sebaliknya. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaturan pembatasan ekspor
kuantitatif dalam perjanjian WTO dan konsistensi antara penerapan larangan ekspor
CPO di Indonesia pada Permendag 22/2022 dengan pengaturan dalam WTO dan
GATT serta akibat hukum yang dapat terjadi terhadap Indonesia.
Penelitian berjenis penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian deskriptif.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan studi kasus. Data yang digunakan
adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder,
dan bahan hukum tersier. Metode pengumpulan data adalah studi kepustakaan dan
studi dokumen. Data yang didapat diolah dengan metode pengolahan data yang
selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian menjelaskan bahwa pembatasan ekspor kuantitatif yang diatur
dalam WTO merupakan hal yang dilarang kecuali jika tindakan tersebut diatur
dalam Pasal XI:2 GATT. Peninjauan pasal untuk melihat keterkaitannya dengan
Permendag 22/22 diidentifikasi dengan dasar yurispudensi perkara China –
Measures Related to the Exportation of Various Raw Materials dan Indonesia -
Measures Relating to Raw Materials. Hasil analisis menyimpulkan bahwa
Indonesia tidak melanggar perjanjian WTO sebab tindakan yang dilakukan oleh
Indonesia memenuhi unsur-unsur dalam pasal XI:2 GATT.
Kata kunci: Ekspor CPO, Pembatasan Kuantitatif, Perjanjian WTOADI WIGUNA DHARMA 19120111182023-09-05T07:20:13Z2023-09-05T07:20:13Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75473This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/754732023-09-05T07:20:13ZPELAKSANAAN PEMBAGIAN HARTA WARIS
PADA MASYARAKAT TIONGHOA DI KOTA
BANDAR LAMPUNG
(Studi Kasus Pada Pembagian Waris Keluarga ZZW
di Kota Bandar Lampung)
Masyarakat adat Tionghoa di Kota Bandar Lampung melakukan pembagian harta
warisan secara hukum adat. Pembagian harta warisan dalam adat Tionghoa anak
laki-laki lebih diutamakan dan kedudukan anak laki-laki dan anak perempuan
berbeda, karena masyarakat Tionghoa menganut sistem kekerabatan patrilineal.
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis terhadap pelaksanaan pembagian waris
berdasarkan hukum adat Tionghoa dan penyelesaian perselisihan pembagian
warisan hukum adat Tionghoa.
Penelitian ini adalah penelitian hukum deskriptif kualitatif. Data yang digunakan
adalah data primer dan sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan studi
pustaka dan wawancara terhadap beberapa tokoh adat Tionghoa dan keluarga
bersangkutan yang melaksanakan pewarisan dengan menggunakan adat Tionghoa.
Pengolahan data dilakukan dengan cara pemeriksaan data, rekonstruksi data, dan
sistematisasi data. Analisis data menggunakan analisis kualitatif.
Hasil penelitian berdasarkan kasus yang terjadi pada keluarga ZZW menunjukkan
bahwa pelaksanaan pembagian harta waris dengan menggunakan hukum adat
Tionghoa dilakukan berdasarkan garis keturunan patrilineal, dimana kedudukan
anak laki-laki lebih tinggi dari pada anak perempuan. Berkaitan dengan kasus yang
terjadi, warisan hanya dibagikan kepada anak laki-laki, sehingga dua anak
perempuan lainnya menuntut untuk keadilan pembagian warisan. Menurut para
tokoh adat, penyelesaian sengketa dilakukan dengan cara musyawarah, tanpa harus
menggunakan pengadilan, cukup dengan adanya mediator sebagai orang netral
yang mampu menjadi penengah antara kedua belah pihak apabila terjadi
perselisihan atau sengketa antara ahli waris.
Kata Kunci: Hukum Waris, Masyarakat, Tionghoa.
ii
Chinese indigenous people in Bandar Lampung City carry out the distribution of
inheritance by customary law. The division of inheritance in Chinese customs sons
are prioritized and the positions and daughters is different, because Chinese society
adheres to a patrilineal kinship system. The purpose of this study is to analyze the
implementation of the division of inheritance based on Chinese customary law and
the settlement under Chinese customary law.
This research is a qualitative descriptive legal research. The data used are primary
and secondary data. Data collection is done by literature study and interviews with
several Chinese traditional leaders and related family who carry out inheritance
using Chinese customs. Data processing is done by examining data, data
reconstruction, and data systematization. Data analysis using qualitative analysis.
The results of the research based on the case that occurred in the ZZW family show
that the implementation of the division of inheritance using Chinese customary law
is carried out based on patrilineal lineage, where the position of sons is higher than
daughters. In relation to the case that occurred, the inheritance was only distributed
to the son, so the other two daughters demanded justice for the distribution of
inheritance. According to traditional leaders, dispute resolution is carried out by
way of deliberation, without having to use the court, simply by having a mediator
as a neutral person who is able to mediate between the two parties in the event of a
dispute or dispute between heirs.
Keywords: Inheritance Law, Society, Tionghoa.
AFRIANTY DEVI 1812011304 2023-09-04T08:39:26Z2023-09-04T08:39:26Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75451This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/754512023-09-04T08:39:26ZANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN AKTA OTENTIK
(Studi Putusan Nomor: 1/Pid.B/2021/PN.Tjk)Perkembangan kehidupan masyarakat sering terjadi tindak pidana pemalsuan yang dalam hal ini telah dimuat dalam Pasal 266 KUHP terkait membuat surat palsu dan memalsukan surat. Tindakan tersebut merupakan tindakan pidana sehingga mengakibatkan kerugian yang nyata bagi korban, dan dalam praktiknya kasus pemalsuan akta otentik sangat sering terjadi di masyarakat dengan bermacam�macam motif yang dilakukan. Berdasarkan isu hukum tersebut maka permasalahan dalam skripsi ini yaitu pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan akta otentik dan dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan akta otentik.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yang bersifat yuridis normatif. Data yang digunakan merupakan data sekunder, metode pengumpulan data dalam penelitian ini ialah studi kepustakaan, serta analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif. Narasumber pada penelitian ini terdiri dari 3 orang yaitu Hakim pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Advokat atau Penasehat Hukum pelapor pada
Asima Left & Partner, serta Dosen Bagian Pidana Fakultas Hukum Unila.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana pemalsuan akta otentik ialah dengan dijalaninya hukuman sesuai putusan hakim yakni pidana penjara selama 2 (dua) Bulan dan membayar
biaya perkara sejumlah Rp. 2.000., (dua ribu rupiah). Bahwa dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana terhadap terdakwa dalam tindak pidana pemalsuan akta otentik terdiri dari pertimbangan yuridis dan non yuridis. Pertimbangan yuridis yang dilakukan mempertimbangkan bahwa perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar serta memenuhi unsur-unsur Pasal 266 ayat (1) KUHP. Pertimbangan non yuridis majelis hakim dalam menjatuhkan pidana yang dijatuhkan terhada terdakwa
diharapkan dapat memberikan efek jera terhadap pelaku dan untuk memenuhi aspek keadilan, dan adanya kesesuaian antara pidana yang dijatuhkan oleh hakim dengan pasal yang dilanggar terdakwa.
Saran dalam penelitian ini Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku pemalsuan akta otentik dalam perkara ini, hendaknya benar-benar didasarkan pada terpenuhi unsur kesalahan, adanya kemampuan bertanggungjawab dan tidak
adanya alasan pemaaf serta pembenar atas perbuatan yang telah dilakukan oleh terdakwa. Hakim dalam menjatuhkan putusan pidana disarankan untuk selalu mempertimbangkan aspek yuridis, filosofis, dan sosiologis serta fakta-fakta yang ada dipersidangan baik itu keterangan saksi, bukti-bukti, serta ahli sehingga putusan yang dijatuhkan terhadap terdakwa benar-benar sesuai dengan perbuatan yang dilakukan sehingga tidak menciderai rasa keadilan.Halim Pahmi17520110922023-09-01T09:40:44Z2023-09-01T09:40:44Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75428This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/754282023-09-01T09:40:44ZANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM
PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK
PIDANA MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS
(Studi Putusan Nomor:927/Pid.Sus/2021/PN.Tjk) Salah satu tindak pidana terkait dengan merek dan indikasi geografis adalah pada
Putusan Nomor: 927/Pid.Sus/2021/PN Tjk) yang menyatakan terdakwa terbukti
bersalah melakukan tindak pidana telah memperdagangkan barang dan/atau jasa
yang diketahui atau patut diduga mengetahui bahwa barang dan/atau jasa dan/atau
produk tersebut merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
100 dan Pasal 101 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan
Indikasi Geografis. Permasalahan penelitian adalah bagaimanakah dasar
pertimbangan hukum Hakim dalam penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana
merek dan indikasi geografis berdasarkan Putusan Nomor: 927/Pid.Sus/2021/PN Tjk
dan apakah putusan Hakim dalam penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana
merek dan indikasi geografis tersebut telah sesuai dengan cita hukum yaitu keadilan,
kepastian dan kemanfaatan.
Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif, data yang digunakan
adalah data sekunder. Studi yang dilakukan dengan studi kepustakaan. Adapun
narasumber pada penelitian ini terdiri dari Hakim Pengadilan Negeri Kelas IA
Tanjung Karang dan Dosen Bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Analisis data yang digunakan adalah kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Dasar pertimbangan hukum Hakim dalam
penjatuhan Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Merek dan Indikasi geografis
berdasarkan Putusan Nomor: 927/Pid.Sus/2021/PN.Tjk adalah pertimbangan yuridis
dimana hakim mendasarkan putusannya pada ketentuan peraturan perundangundangan
secara materil. Hakim menyatakan bahwa perbuatan terdakwa melawan
hukum materil dan memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang dilakukan yaitu Pasal
102 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis
dan Pasal 62 Ayat (1) Jo Pasal 8 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pertimbangan filosofis dimana hakim
mempertimbangkan bahwa pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa merupakan
upaya untuk memperbaiki perilaku terdakwa melalui proses pemidanaan melalui
pembinaan terhadap pelaku kejahatan sehingga setelah terpidana keluar dari
lembaga permasyarakatan, akan dapat memperbaiki dirinya dan tidak melakukan
kejahatan lagi. Sedangkan, pertimbangan sosiologis hakim dalam menjatuhkan pidana didasarkan pada latar belakang sosial terdakwa dan memperhatikan bahwa
pidana yang dijatuhkan mempunyai manfaat bagi masyarakat. (2) Putusan Hakim
dalam penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana merek dan indikasi
geografis tersebut telah sesuai dengan cita hukum yaitu keadilan, kepastian dan
kemanfaatan. Keadilan dalam Putusan Nomor: 927/Pid.Sus/2021/PN.Tjk, hakim
telah menjatuhi sanksi pidana kepada terdakwa dengan Pasal 102 Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis dan Pasal 62 Ayat (1)
Jo Pasal 8 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Putusan Hakim dalam penjatuhan pidana terhadap pelaku
tindak pidana merek dan indikasi geografis tersebut telah sesuai dengan asas
kepastian dimana putusan Hakim telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis dan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Serta asas kemanfaatan, dimana
putusan Hakim dapat bermanfaat agar terdakwa menyadari kesalahannya,
memberikan efek jera pada terdakwa sehingga tidak akan mengulangi perbutannya
di kemudian hari.
Saran dalam skripsi ini adalah diharapkan kepada majelis hakim, dalam mengadili
pelaku tindak pidana penggunaan merek yang sama pada pokoknya dengan merek
yang sudah terdaftar milik pihak lain harus memperhatikan kepentingan masyarakat
umum dan kepentingan korban sebagai pemilik sah merek maka akan memberikan
keadilan, kepastian dan manfaat hukum bagi semua pihak. Diharapkan kepada
pemerintah agar melakukan sosialisasi mengenai budaya patuh hukum kepada
masyarakat dan juga pemerintah harus menyediakan atau menfasilitasi sosialisasi
agar pengusaha mengerti prosedur untuk memperoleh hak merek yang tidak sulit
pengurusannya dan tidak terlalu panjang yang pada dasarnya perusahaan berskala
besar mampu mengikuti prosedur yang ditetapkan oleh pemerintah, sehingga
perusahaan dengan skala kecil memilih untuk tidak melakukan perdagangan merek
yang sama yang sudah terdaftar milik pihak lain.
Kata Kunci: Pertimbangan Hakim, Penjatuhan Pidana, Merek dan Indikasi
Geografis.
MUHAMMAD DZAKY MURTADHO18420110232023-09-01T07:43:32Z2023-09-01T07:43:32Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75426This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/754262023-09-01T07:43:32ZUPAYA PENANGGULANGAN KEJAHATAN PENCABULAN
OLEH GURU TERHADAP SISWA PESANTREN
DI INDONESIA
Salah satu kejahatan yang sering dijumpai di media cetak atau elektronik yaitu
kejahatan seksual terhadap anak dibawah umur, khususnya kejahatan pencabulan.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah faktor penyebab terjadinya
kejahatan pencabulan oleh guru terhadap siswa pesantren di Indonesia,
Bagaimanakah upaya Penanggulangan Kejahatan pencabulan oleh guru terhadap
siswa pesantren di Indonesia dan apakah faktor penghambat upaya Penanggulangan
Kejahatan pencabulan oleh guru terhadap siswa pesantren di Indonesia.
Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis empiris, data yang digunakan
adalah data sekunder dan data primer. Studi yang dilakukan dengan studi
kepustakaan dan studi lapangan. Adapun narasumber pada penelitian ini terdiri dari
Polisi Penyidik Bagian Anak dan Perempuan pada Polresta Bandar Lampung, Jaksa
Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan
Dosen Bagian Hukum Fakultas Hukum Bagian Pidana Univeritas Lampung.
Analisis data yang digunakan adalah kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Faktor penyebab terjadinya kejahatan
pencabulan oleh guru terhadap siswa pesantren di Indonesia adalah yaitu faktor
internal yaitu yang berasal dari diri pelaku tersebut, karena adanya gangguan jiwa
terhadap diri si pelaku misalnya si pelaku mengalami nafsu seks abnormal.
Kemudian Faktor ekstern yaitu meningkatnya kasus-kasus kejahatan kesusilaan
terkait erat dengan aspek sosial budaya. (2) Upaya Penanggulangan Kejahatan
pencabulan oleh guru terhadap siswa pesantren di Indonesia yaitu perlindungan
hukum terhadap anak korban asusila oleh oknum guru dilaksanakan berdasarkan
Pasal 64 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan
Anak. Hal yang telah dilaksanakan adalah perlakuan atas anak secara manusiawi
sesuai dengan martabat dan hak-hak anak, penyediaan petugas pendamping khusus
anak sejak dini dan perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media masa dan
untuk menghindari labelisasi. Sedangkan yang belum terlaksana dengan baik yaitu
penyediaan sarana dan prasarana khusus, pemantauan dan pencatatan terus menerus
terhadap perkembangan anak yang berhadapan dengan hukum serta pemberian
jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua atau keluarga. (3)
Faktor penghambat upaya Penanggulangan Kejahatan pencabulan oleh guru terhadap siswa pesantren di Indonesia adalah kurangnya kesadaran hukum
masyarakat dan kurang baiknya budaya hukum dalam masyarakat. Hal ini dapat dilihat
dari tindakan masyarakat yang tidak kooperatif terhadap penyidik dan kurangnya
ketaatan terhadap hukum.
Berdasarkan simpulan di atas, maka dapat diberikan saran diharapkan profesi guru
dapat meningkatkan mentalitas, moralitas, serta keimananan dan ketaqwaan yang
bertujuan untuk pengendalian diri yang kuat sehingga tidak mudah tergoda untuk
melakukan sesuatu yang tidak baik, dan juga untuk mencegah agar dapat
menghindari pikiran dan niat yang kurang baik di dalam hati serta pikirannya. Bagi
orang tua yang mempunyai anak baik laki-laki atau perempuan, hendaklah berhatihati
serta mengawasi, karena orang yang dianggap mampu dipercaya bisa menjadi
salah satu pelaku kejahatan pencabulan, serta orang tua hendaklah memberikan
pengasuhan, pengawasan, serta bimbingan terhadap anak secara intensif karena
dengan tidak adanya pengawasan secara intensif anak cenderung merasa nyaman
dengan orang lain dan tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan kejahatan
pencabulan. Bagi pihak kepolisian khususnya Kepolisian Resor Kota Bandar
Lampung, dalam melakukan proses perlindungan hukum bagi korban kejahatan
pencabulan terhadap anak diharapkan tidak hanya formalitas karena biar dianggap
masyarakat bahwa kepolisian sudah melakukan dengan optimal perlindungan hukum
tersebut.
Kata Kunci: Penanggulangan, Kejahatan Pencabulan, Guru, Siswa Pesantren.
EDWAR YUSUF8620110012023-09-01T04:06:15Z2023-09-01T04:06:15Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75420This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/754202023-09-01T04:06:15ZIMPLEMENTASI ALAT BUKTI ELEKTRONIK DALAM PERKARA
PERDATA PADA PENGADILAN NEGERI METRO
Teknologi informasi memiliki dampak yang cukup signifikan terhadap
perkembangan hukum. Salah satu implikasi adalah diakuinya keberadaan bukti
elektronik dalam pembuktian di persidangan, baik dalam perkara pidana, perdata
maupun perkara lainnya. Proses Penyelesaian perkara perdata di pengadilan
merupakan cara mempertahankan atau menegakkan hukum perdata materiil yang
dilanggar. Hukum acara perdata atau hukum formil perdata adalah alat untuk
menyelenggarakan hukum materiil, sehingga hukum acara itu harus digunakan
sesuai dengan keperluan hukum materiil dan hukum acara tidak boleh digunakan
apabila bertentangan dengan hukum materiil.
Pada era digital seperti saat ini, bukti elektronik semakin sering digunakan dalam
persidangan perkara perdata. Namun, penggunaan bukti elektronik ini masih
memerlukan pertimbangan yang cermat dari Hakim untuk menentukan apakah
bukti tersebut dapat diterima dan diakui kekuatan hukumnya di persidangan. Bukti
Elektronik sendiri diatur pada UU No. 11 Tahun 2008 dan diperbarui dengan
Undang-undang No. 19 Tahun 2016.
Bedasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis pada Pengadilan Negeri Metro,
Alat bukti elektronik adalah informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik
yang memenuhi persyaratan formil dan persyaratan materil yang diatur dalam UU
ITE. Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya
merupakan alat bukti hukum yang sah. Dapat disimpulkan bahwa kedudukan
Galih Senoaji Mahendra
hukum alat bukti elektronik Kedudukan alat bukti elektronik dalam perkara perdata
adalah sama dengan alat bukti yang diatur pada 1866 KUH Perdata, yaitu perluasan
dari alat bukti yang sah. Dan Kekuatan pembuktian tergantung dari jenis alat bukti
elektronik tersebut serta pertimbangan dan penilaian Hakim.
Kata Kunci: Alat Bukti Elektronik, Kekuatan Pembuktian, Kedudukan
Pembuktian, Pertimbangan hakim
Information technology has a significant impact on the development of law. One
implication is the recognition of electronic evidence in the process of proving cases
in court, whether in criminal, civil, or other cases. The resolution of civil cases in
court is a way to uphold or enforce substantive civil law that has been violated.
Civil procedural law or formal civil law is a tool for implementing substantive law,
so procedural law must be used in accordance with the needs of substantive law,
and procedural law should not be used if it contradicts substantive law.
In the digital era, such as the present time, electronic evidence is increasingly used
in civil court proceedings. However, the use of electronic evidence still requires
careful consideration by judges to determine whether the evidence can be accepted
and recognized as legally binding in court. Electronic evidence is regulated by Law
No. 11 of 2008 and updated by Law No. 19 of 2016.
Based on the research conducted by the author at the Metro District Court,
electronic evidence is electronic information and/or electronic documents that meet
the formal and substantive requirements stipulated in the Information and
Electronic Transactions Law (ITE Law). Electronic information and/or electronic
documents and/or their printed results are valid legal evidence. It can be concluded
that the legal status of electronic evidence in civil cases is the same as the evidence
regulated in the 1866 Civil Code, which is an extension of valid evidence. The
probative value depends on the type of electronic evidence and the considerations
and assessments of the judge.
Keywords: Electronic Evidence, Probative Value, Evidentiary Status, Judges
considerations
Senoaji Mahendra Galih1912011166 2023-09-01T03:55:54Z2023-09-01T03:55:54Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75419This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/754192023-09-01T03:55:54ZANALISIS YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM MENGENAI
PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PERANTARA JUAL BELI
NARKOTIKA
Studi Putusan Nomor 88/Pid.Sus/2022/PN Liw
Studi Putusan Nomor 89/Pid.Sus/2022/PN Liw
Studi Putusan Nomor 90/Pid.Sus/2022/PN LiwUntuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera tersebut perlu peningkatan secara
terus menerus usaha-usaha di bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan termasuk
ketersediaan narkotika sebagai obat, disamping untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
Oleh karena itu dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika sering disebut sebagai
sebuah produk hukum yang “tegas, keras, dan humanis”.Tegas dan keras terhadap para
pelaku peredaran gelap, namun humanis terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika.
Terhadap pelaku peredaran gelap narkotika berlaku ketentuan hukum pidana berat, selain
mendapat hukuman fisik (penjara), pelaku dikenakan pula pidana denda, namun dalam
kenyataannya jumlah pelaku tindak pidana ini justru semakin meningkat. Hal ini disebabkan
oleh faktor penjatuhan pidana tidak begitu memberikan dampak atau deterrent effect terhadap
para pelakunya. Maka penulis tertarik untuk membahas mengenai analisis yuridis
pertimbangan hakim mengenai penjatuhan pidana terhadap perantara jual beli narkotika
dengan putusan nomor Dengan Putusan Nomor 88/Pid.Sus/2022/PN Liw, Putusan Nomor
89/Pid.Sus/2022/PN Liw, Putusan Nomor 90/Pid.Sus/2022/PN Liw yang menetapkan
terdakwa perantara jual beli narkotika di pidana. Dalam ketiga putusan tindak pidana
perantara jual beli narkotika tersebut ditulisakan bahwa atas ketiga terdakwa dilakukan
pemisahan perkara splitsing. Splitsing adalah pemisahan berkas perkara pidana dengan
terdakwa yang berbeda dimana suatu tindak pidana dilakukan secara bersama-sama oleh
terdakwa yang bersangkutan. Berdasarkan uraian tersebut peneliti sangat tertarik untuk
mengkaji lebih dalam mengenai penggunaan saksi mahkota sebagai salah satu alat bukti
dalam pembuktian. Berdasarkan hal tersebut penulis sangat ingin mengkaji permasalahan ini.Adapun rumusan masalah penelitian ini: 1) Dalam penyelesaian perkara aquo yang terdiri
dari beberapa perkara yang dilakukan pemecahan perkara (splitsing)? 2) pertimbangan hakim
dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap perantara jual beli narkotika?
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris, yaitu pendekatan
dengan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan hukum secara langsung dan dibandingkan
dengan norma-norma atau ketentuan yang berlaku dilapangan. Jenis penelitian hukum
empiris atau kajian empiris adalah kajian yang memandang hukum sebagai kenyataan,
mencakup kenyataan sosial, kenyataan kultur, dan lain-lain. Penelitian hukum empiris ini
memahami dan mengamati tentang fakta-fakta dalam persidangan melalui wawancara guna
mengetahui pertimbangan Hakim dalam memutus dan menetapkan terdakwa perantara jual
beli narkotika di pidana. Penelitian hukum ini bertujuan mengetahui dasar pertimbangan
hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana pemidanaan perantara jual beli
narkotika.
Kesimpulan Dengan pemecahan berkas perkara menjadi beberapa perkara yang berdiri
sendiri, antara seorang terdakwa dengan terdakwa yang lain, masing-masing dapat dijadikan
sebagai saksi secara timbal balik. Sedang apabila mereka digabung dalam satu berkas dan
pemeriksaan persidangan, antara yang satu dengan yang lain tidak dapat saling dijadikan
menjadi saksi yang timbal balik. Hak asasi manusia sangat diperhatikan dalam proses
peradilan disaat saksi mahkota memberikan keterangan seperti tidak adanya intervensi yang
membuat saksi mahkota tertekan. Saran kepada Pemerintah khususnya pembentuk Undangundang apabila memang saksi mahkota ini merupakan alat yang penting untuk mengungkap
sebuah perbuatan hukum maka hendaknya membuat perundang-undangan yang mengatur
secara khusus tentang keberadaan Saksi Mahkota. Dalam UU No.3 Tahun 2006 hanya
mengatur tentang perlindungan saksi dan korban saja bukan terhadap saksi mahkota.
Kata kunci: Keterangan saksi mahkota, splitsing, pembuktian, terdakwa, narkotika.PRATAMA PANGGAR BESI M. DIMAS ARYA 18520110232023-08-31T03:19:44Z2023-08-31T03:19:44Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75403This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/754032023-08-31T03:19:44ZANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENJATUHAN
PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM
JABATAN
(Studi Putusan Nomor: 64/Pid.B/2022/PN Liw)Tindak pidana penggelapan adalah salah satu jenis kejahatan terhadap kekayaan
manusia yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Kejahatan penggelapan dapat disebabkan oleh beberapa faktor pendukung. Seperti
yang diketahui, bahwa penggelapan adalah termasuk di dalam bagian kejahatan yang
diatur di dalam KUHP (buku dua) Pasal 372-377. Penggelapan termasuk di dalam
jenis kejahatan terhadap harta benda. Kejahatan yang terjadi di dalam kehidupan
bermasyarakat menjadi fenomena yang terus menjadi sorotan. Penggelapan seperti
yang diuraikan sebelumnya adalah merupakan bagian dari kejahatan yang diatur di
dalam KUHP. Penggelapan berdasarkan pada Pasal 374 Kitab Undang-undang
Hukum Pidana (KUHP) merupakan Perbuatan yang dilakukan oleh orang yang
penguasaannya akan barang itu disebabkan karena adanya suatu hubungan kerja atau
karena mata pencarian atau mendapat upah. Permasalahan penelitian bagaimanakah
Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Pidana Terhadap Putusan Nomor
64/Pid.B/2022/PN.Liw? Dan apakah pemidanaan yang dijatuhkan oleh hakim dalam
Putusan Nomor 64/Pid.B/2022/PN.Liw. telah sesuai dengan tujuan pemidanaan?Marvelino Arkan Haidar
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Yuridis Empiris, yaitu
pendekatan dengan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan hukum secara
langsung dan dibandingkan dengan norma-norma atau ketentuan yang berlaku
dilapangan. Penelitian ini dilakukan di Pengadilan Negeri Liwa, dengan cara melalui
wawancara guna mengetahui pertimbangan Majelis Hakim dalam menjatuhkan
pidana dalam perkara Tindak Pidana Penggelapan Dalam Jabatan. Berdasarkan hasil
dari penelitian dan pembahasan tersebut adalah: Dasar pertimbangan Majelis Hakim
dalam Penjatuhan 2 (dua) tahun pidana penjara sudah tepat dikarenakan telah
memenuhi aspek keadilan bagi Terdakwa, korban, maupun masyarakat dikarenakan
sudah mempertimbangkan unsur kesalahan dalam perbuatan terdakwa serta
mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan dari Terdakwa.
Saran dalam penelitian ini adalah diharapkan Hakim yang menangani tindak pidana
penggelapan di masa mendatang untuk mempertimbangkan kerugian perusahaan
yang diakibatkan oleh pelaku. Sehingga semakin besar kerugian perusahaan maka
makin besar hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana penggelapan
dalam jabatan ini.
Kata kunci: Pertimbangan Hakim, Penggelapan dalam Jabatan, Tindak PidanaARKAN HAIDAR MARVELINO 18520110252023-08-31T03:06:15Z2023-08-31T03:06:15Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75402This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/754022023-08-31T03:06:15ZPENERAPAN DIVERSI TERHADAP ANAK PENYALAHGUNA
NARKOTIKA (Studi Perkara Nomor 13/Pid.Sus-Anak/2021/PN.Mgl dan
Perkara Nomor 7/Pid.SusAnak/2022/PN.Mgl)Diversi adalah suatu pengalihan penyelesaian kasus-kasus anak yang diduga
melakukan tindak pidana tertentu dari proses pidana formal ke penyelesaian
damai antara tersangka/terdakwa/pelaku tindak pidana dengan korban yang
difasilitasi oleh keluarga dan/atau masyarakat.
Penerapan Diversi diupayakan bagi anak yang berkonflik dengan hukum adalah
anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan
belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
Permasalahan penelitian ini adalah Bagaimana penerapan Diversi bagi anak
penyalahguna narkotika dan Apakah faktor penghambat penerapan Diversi bagi
pelaku penyalahgunaan narkotika. Metode penelitian menggunakan pendekatan
Empiris Normatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer
maupun data sekunder dengan pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan
studi lapangan. Adapun Narasumber dari penelitian ini terdiri dari Hakim pada
Pengadilan Negeri Menggala.
Penerapan Diversi bagi Anak Penyalahguna Narkotika di Pengadilan Negeri
Menggala terdapat kendala khususnya pada anak penyalahguna narkotika dimana
faktor masyarakat menjadi factor dominan terhadap kegagalan penerapan Diversi.
Diperlukan diselenggarakan sosialisasi maupun penyuluhan terhadap masyarakat
mengenai penyelesaian perkara anak melalui proses Diversi khususnya bagi anak
penyalahguna Narkotika.
Kata Kunci : Diversi, Narkotika, Penerapan, Penghambat.RAKA WIBAWA AHMAD 19120112392023-08-31T02:38:23Z2023-08-31T02:38:23Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75399This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/753992023-08-31T02:38:23ZANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENJATUHAN
PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG
(Studi Putusan Nomor 182/Pid.B/2022/PN.Liw)Kejahatan pemalsuan bisa diartikan sebagai tindakan memalsukan sesuatu yang
menyangkut barang (benda) untuk dibuat tidak benar, palsu, atau seolah-olah
nyata, yang sebenarnya bertentangan dengan fakta. Sebagaimana tercantum dalam
UU No. 7 Tahun 2011 tentang mata uang, pasal, Ayat 9. Jelaslah bahwa Pasal 26
ayat (3) UU Mata Uang No. 7 Tahun 2011 dilanggar jika seseorang mengedarkan
uang yang tidak dicetak atau dikeluarkan oleh Bank Indonesia dengan sengaja.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana dasar pertimbangan
Hakim dalam menjatuhkan Putusan Nomor 182/Pid.B/2022/PN.Liw? (2) Apakah
pemidanaan yang dijatuhkan oleh Hakim dalam Perkara Nomor
182/Pid.B/2022/PN.Liw telah sesuai dengan tujuan pemidanaan?
Peneliti memperoleh data dan dengan demikian menggunakan metode normatif
empiris. Kajian dilakukan di Pengadilan Negeri Liwa. Penulis kemudian
menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan metode kualitatif yang
dilanjutkan dengan deskriptif analisis.
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Majelis hakim dalam perkara No.
182/Pid.B/2022/PN.Liw mempertimbangkan Pasal 36 (3) UU Mata Uang No. 7
Tahun 2011 dan menggunakan pertimbangan hukum seperti dakwaan JPU, barang
bukti, keterangan saksi, keterangan terdakwa, dan ketentuan hukum pidana ketika
menjatuhkan sanksi pidana. Karena terdakwa bertanggung jawab atas
perbuatannya, majelis hakim juga menggunakan faktor-faktor di luar hukum
seperti hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa. Juri hakim
memutuskan bahwa terdakwa bersalah dan menjatuhkan hukuman yang setimpal
dengan perbuatannya. (2) Hukuman adalah tindakan yang digunakan terhadap
pelaku bukan dengan tujuan agar orang tersebut melakukan kejahatan, melainkan
dengan tujuan untuk menghentikan pelaku melakukan kejahatan dan menanamkan
rasa takut pada orang lain sehingga mereka tidak akan melakukan kejahatan yang
sama di wilayah tersebut di masa depan.
Kata Kunci: Putusan, Tindak Pidana Pemalsuan Mata Uang dan Uang
Kertas
The crime of counterfeiting is one that includes an element of deceit, fakery, or
something (object) that appears genuine on the surface but is, in actuality, false.
As stated in Law No. 7 of 2011 Concerning Currency, Article 1, Paragraph 9. A
clear violation of Article 26 paragraph (3) of Law Number 7 of 2011 Concerning
Currency occurs when someone intentionally circulates money that was not
created or issued by Bank Indonesia. The issues in this study are: (1) What factors
did the judge take into account when issuing Decision Number
182/Pid.B/2022/PN.Liw? (2) Was the judge's sentence in Case Number
182/Pid.B/2022/PN.Liw consistent with the intended outcome of the sentencing?
The author uses the empirical normative approach method to acquire the data. The
Liwa District Court served as the site of this study. The writers first collected data,
which was then subjected to qualitative analysis before being given with
descriptive analysis.
The findings of this study show that: (1) The Panel of Judges used Article 36
paragraph (3) of Law Number 7 of 2011 concerning Currency in imposing a
criminal verdict on case number 182/Pid.B/2022/PN.Liw and used their legal
considerations, including the demands of the Public Prosecutor, evidence, witness
statements, statements of the Defendant, and Articles in the Criminal Law
regulations. The Defendant's acts and non-juridical factors like aggravating and
mitigating circumstances were also used by the Panel of Judges against the
Defendant because they were still associated with him. The Panel of Judges gave
the Defendant a sentence that was appropriate for his level of guilt because he had
been found guilty. (2) Punishment is an action taken against a criminal; it is meant
to deter future criminal behavior by the offender and to make others fear
committing similar offenses in the future, rather than to punish the offender for
having committed the crime.
Keywords: Verdict, Crime of Counterfeiting Currency and Banknotes
Nanda Bagas Satyanatha18520110942023-08-31T02:13:09Z2023-08-31T02:13:09Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75395This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/753952023-08-31T02:13:09ZPERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMENANG LELANG EKSEKUSI
HAK TANGGUNGAN DALAM HAL AKIBAT KESALAHAN INPUT
HARGA OBJEK LELANG
(Studi Putusan Nomor: 15/Pdt.G/2019/PN.Met)
Lelang merupakan salah satu mekanisme yang digunakan dalam penyelesaian
sengketa hukum, termasuk dalam eksekusi hak tanggungan. Dalam lelang, objek
lelang akan diberikan kepada pemenang lelang yang menawarkan harga tertinggi.
Namun, terkadang kesalahan input harga objek lelang dapat terjadi, baik dari
pihak lelang maupun oleh peserta lelang. Kesalahan input harga objek lelang
dapat memiliki konsekuensi hukum yang signifikan , terutama terhadap pemenang
lelang dan eksekusi hak tanggungan yang terkait. Berkaitan dengan hal tersebut,
penelitian hukum ini mengkaji tentang perlindungan hukum bagi pemenang lelang
eksekusi hak tanggungan dalam hal akibat kesalahan input harga objek lelang
yang sudah diputus melalui Putusan Nomor 15/Pdt.G/2019/PN.Met Adapun
pokok permasalahan dari penelitian ini ialah: 1) Bagaimana pertimbangan hakin
dalam memutus perkara perbuatan melawan hukum dan 2) Bagaimana upaya
perlindungan hukum bagi pemenang lelang eksekusi hak tanggungan dalam hal
akibat kesalahan input harga objek lelang.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum
normatif empiris. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
primer dan data sekunder. Data primer didapat melalui studi lapangan dengan
sistem wawancara dengan narasumber pada instansi Pengadilan Negeri Metro dan
data sekunder didapat melalui studi kepustakaan terhadap beberapa bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder, serta bahan hukum lainnya yang dapat menunjang
dalam penulisan karya ilmiah ini.
Adapun hasil dan pembahasan dalam peneliian ini menunjukan bahwa dasar
pertimbangan hakim dalam memutus perkara No.15/Pdt.G/2019/PN.Met
menitikberatkan pada penerapan pasal 1365 KUHPerdata mengenai perbuatan
melawan hukum majelis hakim memandang bahwa suatu perjanjian tidak
memenuhi unsur itikad baik jika dalam hal penetapan lelang pihak tergugat tidak
mengkonfirmasikan ulang mengenai nominal input jumlah penawaran yang
diinput oleh Tergugat kedalam sebuah sistem aplikasi penawaran Online Lelang,
untuk
Rafly Aulia Hadi
menghindari kerugian dari pihak penawar meski itu didasarkan atas kesalahan
manual (human error). Kemudian, dalam hal perlindungan hukum secara
preventif peserta lelang harus menerapkan prinsip kehati-hatian serta
memperhatikan, memeriksa ulang, dan memvalidasi informasi yang akan diinput
guna meminimalkan risiko kesalahan guna menghindari kerugian materiil. Terkait
perlindungan secara represif yaitu dapat melakukan upaya hukum melalui badan
peadilan.
Kata Kunci: Lelang, Perlindungan Hukum, Putusan Pengadilan
Auction is one of the mechanisms used in legal dispute resolution, including in the
execution of lien rights. In an auction, the auctioned object will be given to the
highest bidder. However, sometimes errors in inputting the auctioned object's
price can occur, either by the auctioneer or by the auction participants. Errors in
inputting the auctioned object's price can have significant legal consequences,
especially for the auction winner and the related execution of lien rights. In
relation to this matter, this legal research examines the legal protection for the
auction winner in the execution of lien rights in the event of the consequences of
errors in inputting the auctioned object's price, as decided in Judgment Number
15/Pdt.G/2019/PN.Met. The main issues addressed in this research are: 1) How
does the court consider cases of unlawful acts, and 2) What legal protection
measures are available for the auction winner in the execution of lien rights in the
event of the consequences of errors in inputting the auctioned object's price?
The method used in this research is empirical normative legal research. The data
used in this research consist of primary data and secondary data. Primary data
were obtained through field studies conducted by interviewing sources from the
Metro District Court, while secondary data were obtained through literature
review of several primary legal materials, secondary legal materials, and other
legal materials that support this scientific work.
The results and discussions in this research show that the basis for the judge's
consideration in deciding Case No. 15/Pdt.G/2019/PN.Met emphasizes the
application of Article 1365 of the Civil Code regarding unlawful acts. The panel
of judges deemed that an agreement does not fulfill the element of good faith if, in
the case of auction determination, the defendant party does not reconfirm the
inputted bid amount in an Online Auction Bidding application to avoid losses for
the bidders, even if it is based on manual errors (human error). Furthermore, in
terms of preventive legal protection, auction participants must apply the principle
of caution and carefully verify and validate the information to be inputted in order
to
Rafly Aulia Hadi
minimize the risk of errors and avoid material losses. Regarding repressive
protection, legal remedies can be pursued through the judicial system."
Keywords: Auction, Legal Protection, Court Judgment
Aulia Hadi Rafly19520110892023-08-31T02:07:07Z2023-08-31T02:07:07Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75394This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/753942023-08-31T02:07:07ZANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANAPELAKU PEMBUNUHAN BERENCANA
TERKAIT PASAL 340 KUHP
(Studi Pada Polres Lampung Tengah)
Salah satu tindak pidana yang terjadi di masyarakat adalah tindak pidana
pembunuhan. Pembunuhan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan
sengaja untuk merampas atau menghilangkan jiwa orang lain. Sasaran pelaku
dalam tindak pidana pembunuhan adalah jiwa/nyawa seseorang, hal ini
bertentangan dengan Pasal 28A UUD NRI 1945 yang berbunyi ”Setiap orang
berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”.
Tindak pidana pembunuhan adalah suatu perbuatan yang dengan sengaja maupun
tidak, menghilangkan nyawa orang lain. Perbedaan cara melakukan perbuatan
tindak pidana pembunuhan ini terletak pada akibat hukum nya, ketika perbuatan
tindak pidana pembunuhan ini dilakukan dengan sengaja ataupun direncanakan
terlebidahulu maka akibat hukum yaitu sanksi pidananya akan lebih berat
dibandingkan dengan tindak pidana pembunuhan yang dilakukan tanpa ada unsur-
unsur pemberat yaitu direncanakan terlebih dahulu.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yang
pendekatannya dilakukan dengan cara memahami suatu permasalahan dengan
berlandaskan pada peraturan – peraturan atau literatur yang mengkaji tentang ilmu
hukum yang dilanjutkan dengan metode yuridis empiris dengan mewawancarai
narasumber terkait dengan penelitian ini. Narasumber terdiri dari Penyidik
Bareskrim Polres Lampung Tengah, dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas
Hukum Universitas Lampung, serta analisis pengumpulan data dengan studi
Pustaka dan studi lapangan dilakukan secara kualitatif.
Bedasarkan hasil penelitian penegakan hukum terhadap pelaku pembunuhan
berencana pada studi di wilayah hukum Polres Lampung Tengah belum
terrealisasikan secara maksimal walaupun sudah ada paying hukum yang
mengaturnya yaitu Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Hal ini
disebabkan karena dalam penegakan hukum terhadap kasus-kasus
pembunuhan berencana seperti kurangnya SDM yang dimiliki untuk
menangani kasus pembunuhan berencana ini karena kurangnya kemampuan
dan sarana prasarana yang dimiliki sehingga kasus masih banyaknya
masyarakat yang sudah melapor akan tetapi slow respon dan tidak cepat
tanggapnya pihak dari kepolisian bahkan berlarut-larut. Terakhir masih ada
masyarakat yang masih memiliki rasa tertutup akan suatu hal-hal yang dapat
memicu perselisihan dimana seharusnya masyarakat dapat menyelesaikan permasalahan ini dengan cara
memanfaatkan fungsi dari pihak kepolisian sebagai mediator dalam
menyelesaikan suatu persoalan.
Bedasarkan penjabaran diatas, saran yang dapat penulis berikan dalam penelitian
ini ialah dalam setiap proses ini, penting bagi para pihak yang terlibat untuk
mematuhi prosedur hukum yang berlaku dan menghormati hak-hak individu yang
dijamin oleh Undang-Undang. Dalam hal ini jika terdapat situasi semacam ini
disarankan untuk berkonsultasi dengan pengacara atau professional hukum yang
berkompeten. Diharapkan untuk pemerintah dapat meninjak lanjuti apa saja
prasarana dan sarana yang dapat meninjau bagi pihak penegak hukum untuk dapat
memaksimalkan apa yang menjadi kewajiban mereka. Dan untuk para pihak
penegak hukum semestinya dapat turun langsung kemasyarakat supaya tidak ada
jarak antara masyarakat dan pihak kepolisian supaya terciptanya interaksi yang
dinamis dan dapat terkontrol oleh pihak kepolisian serta pelru adanya kegiatan
agar masyarakat dapat dekat dengan pihak kepolisian supaya permasalahan atau
konflik kecil apapun dapat di olah oleh pihak kepolisian, dan untuk masyarakat
perlunya melakukan kegiatan pelaporan dari segi konflik maupun kecil atau besar
karena konflik jika dipendam-pendam akan menciptakan bomb waktu yang kapan
saja dapat meledak.
Kata Kunci: Penegakan Hukum, Pembunuhan, Pembunuhan BerencanaDANIEL FRISKO H. SIREGAR 19120113152023-08-30T08:52:56Z2023-08-30T08:52:56Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75392This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/753922023-08-30T08:52:56ZPERTIMBANGAN HUKUM HAKIM PENGADILAN TINGGI
TANJUNGKARANG TERHADAP PUTUSAN PERKARA BANDING
TINDAK PIDANA NARKOTIKA
(Studi Putusan No. 98/PID/2021/PT TJK) Peninjauan hukum ini dirancang untuk memahami pendapat hukum hakim dan
hakim banding atas bahan yang dikendalikan. Penting untuk mengetahui banding
dan kasus pidana, mengingat banyak kasus pembatalan perintah penahanan di
Indonesia. . Kasus Narkoba oleh Pengadilan Tinggi Tanjungkarang.
Alasan dari permasalahan tersebut dalam penelitian ini menginformasikan
bagaimana hakim menggambarkan penjatuhan hukuman terhadap pelaku narkoba
dan bagaimana hakim mengklasifikasikan pelaku narkoba dalam satu hukuman
yang sama. keputusan. Ini adalah kejahatan kecanduan narkoba.
Menurut cek, komisi yudisial membuat keputusan tentang kasus yudisial dan nonyudisial.
Putusan
hakim
adalah
alat
bukti
berupa
putusan
hakim
dalam
surat
yang
sah
yang memuat pelanggaran pasal 127 pasal 127 surat ini, keterangan saksi,
keterangan, barang bukti, keterangan terdakwa. termasuk dalam sistem. Putusan
hakim selain sidang menambah beban terdakwa sekaligus meringankan beban.
Kajian ini menyimpulkan bahwa putusan hakim dalam perkara ini beralasan karena
ia mengambil putusan berdasarkan keterangan, keterangan terdakwa, dan buktibukti
yang cukup. Rekomendasi dalam studi ini adalah Pengadilan Tinggi
Tanjungkarang harus mempertimbangkan untuk memperlakukan pengguna
narkoba (bukan pengedar) untuk memastikan para pekerja pasca rehabilitasi pulih
dan diterima oleh masyarakat dan tidak mengulangi perilaku yang sama. tindakan
masa depan.
Kata Kunci : Pertimbangan Hukum; Hakim; Tindak Pidana; Narkotika.
FARAHDYA FADHILA F19420110352023-08-30T08:36:04Z2023-08-30T08:36:38Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75389This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/753892023-08-30T08:36:04ZPERAN JAKSA DALAM PEMULIHAN KEUANGAN NEGARA
MELALUI IMPLEMENTASI SANKSI DENDA PADA
TINDAK PIDANA ROKOK TANPA PITA CUKAI
(Studi Pada Putusan Nomor: 492/PID.SUS/2021/PN TJK)
Cukai merupakan pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu
yang mempunyai sifat dan karakteristik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai. Untuk tahun 2021, cukai rokok mengalami
kenaikan rata-rata sebesar 12,5%. Maka membuat banyak oknum yang berusaha
menghindar untuk membayar cukai rokok yang mengakibatkan timbulnya penjualan
rokok ilegal. Penulis mengkaji Bagaimanakah peran jaksa dalam pemulihan keuangan
negara melalui implementasi sanksi denda pada tindak pidana rokok tanpa pita cukai.
(Studi Pada Putusan Nomor: 492/PID.SUS/2021/PN TJK) Tulisan ini menggunakan
metode penulisan hukum yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber data yang
digunakan pada penelitian ini adalah data primer dengan narasumber Jaksa pada
Kejaksaan Tinggi dan Jaksa yang menangani kasus pada putusan Nomor :
492/PID.SUS/2021/PN TJK dan data sekunder.
Berdasarkan hasil penelitian maka penulis mengambil kesimpulan bahwa jaksa
memiliki peranan yang sangat penting dalam penegakan hukum pidana dalam
pengembalian kerugian keuangan negara pada perkara tindak pidana rokok tanpa
pita cukai, Penerapan sanksi denda yang dilakukan oleh jaksa terhadap kasus
tindak pidana rokok tanpa pita cukai dirasa mampu dalam mengembalikan
kerugian keuangan negara, namun penerapan sanksi denda dalam praktiknya
sendiri memiliki kendala terhadap kesanggupan para pelaku tindak pidana dalam
membayar pidana denda.
Kata Kunci: Penegakan Hukum Pidana, Tindak Pidana Cukai, Pidana
Denda.
ABSTRACT
Excise is a state levy imposed on certain goods which have the nature and
characteristics as stipulated in Law Number 39 of 2007 concerning Excise. For
2021, cigarette excise will increase by an average of 12.5%. So it makes many
people try to avoid paying cigarette excise which results in the sale of illegal
cigarettes. The author examines the role of the prosecutor in recovering state
finances through the implementation of fines for cigarette crimes without excise
bands. (Study on Decision Number: 492/PID.SUS/2021/PN TJK) This paper uses
the method of writing normative juridical and empirical juridical law. The source
of the data used in this study is primary data with prosecutors at the High Court
and prosecutors handling cases in decision number: 492/PID.SUS/2021/PN TJK
and secondary data.
Based on the results of the study, the authors conclude that prosecutors have a
very important role in enforcing criminal law in recovering state financial losses
in cases of cigarette crimes without excise bands. restore state financial losses, but
the application of fines in practice itself has constraints on the ability of the
perpetrators of criminal acts to pay fines.
Keywords: Criminal Law Enforcement, Excise Crime, Criminal Fines. RIZKY HIDAYAT DIMAS19520110992023-08-30T08:25:43Z2023-08-30T08:25:43Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75388This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/753882023-08-30T08:25:43ZANALISIS PERDAMAIAN SEBAGAI PERTIMBANGAN HAKIM
DALAM MERINGANKAN PUTUSAN PIDANA TERHADAP
PELAKU TINDAK PIDANA LALU LINTAS YANG
MENGAKIBATKAN KEMATIAN KORBAN
(Studi Putusan Nomor: 667/Pid.Sus/2022/PN.Tjk)
Salah satu delik tindak pidana lalu lintas sebagaimana diatur Pasal 310 Ayat (4)
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
adalah mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaian mengakibatkan
Kecelakaan Lalu Lintas yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia. Dalam
perkara ini biasanya dilakukan proses perdamaian antara pelaku dengan keluarga
korban. Permasalahan dalam penelitian mengenai dasar pertimbangan hakim
terhadap perdamaian yang dapat meringankan putusan pidana bagi pelaku tindak
pidana lalu lintas yang mengakibatkan kematian korban dalam Putusan Nomor:
667/Pid.Sus/2022/ PN.Tjk dan pidana yang dijatuhkan hakim terhadap pelaku
tindak pidana lalu lintas yang mengakibatkan kematian korban telah sesuai dengan
fakta-fakta di persidangan.
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan empiris.
Pengumpulan data dilakukan dengan prosedur studi kepustakaan dan studi
lapangan. Pengolahan data dilakukan dengan tahapan seleksi data, klasifikasi data
dan penyusunan data. Analisis data dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa dasar pertimbangan hakim
terhadap perdamaian yang dapat meringankan putusan pidana bagi pelaku tindak
pidana lalu lintas yang mengakibatkan kematian korban merupakan pertimbangan
sosiologis, yaitu hakim mempertimbangkan bahwa perbuatan terdakwa dilakukan
karena kelalaian (bukan kesengajaan). Perdamaian yang dilakukan menunjukkan
adanya penyesalan pelaku atas kelalaian yang dilakukannya dalam mengendarai
kendaraan bermotor. Perdamaian tidak menghapuskan unsur pidana, tetapi hanya
bersifat meringankan pidana dan dapat dijadikan sebagai pertimbangan oleh hakim
dalam memutus perkara. Hakim juga mempertimbangkan ketentuan Pasal 183
KUHAP mengenai alat-alat bukti di persidangan sebagaimana diatur dalam Pasal
184 KUHAP, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan
keterangan terdakwa. Pidana yang dijatuhkan hakim terhadap pelaku tindak pidana
lalu lintas yang mengakibatkan kematian korban sesuai dengan fakta - fakta
yang terungkap di persidangan, yaitu perbuatan terdakwa terbukti secara sah dan
Fahriza Nupandya
meyakinkan tindak pidana lalu lintas sebagaimana didakwakan Penuntut Umum
dan perbuatan tersebut terjadi karena kelalaian, bukan sebagai bentuk kesengajaan
untuk mengakibatkan korban mengalami kematian.
Saran dalam penelitian ini adalah hakim yang menangani perkara tindak pidana lalu
lintas yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia disarankan untuk benarbenar
selektif
dan
seksama
dalam
menjatuhkan
pidana
yang
sesuai
terhadap
pelaku.
Pengendara
hendaknya lebih berhati-hati dan meningkatkan kewaspadaan dalam
mengendarai kendaraan sehingga dapat meminimalisasi kecelakaan lalu lintas yang
dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Kata Kunci: Perdamaian, Pertimbangan Hakim, Tindak Pidana Lalu Lintas
NUPANDYA FAHRIZA1852011097 2023-08-30T07:58:06Z2023-08-30T07:58:06Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75384This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/753842023-08-30T07:58:06ZANALISIS YURIDIS MEREK YANG MEMILIKI PERSAMAAN PADA
POKOKNYA UNTUK KELAS BARANG YANG SEJENIS
(Studi Pada Perkara Sengketa Merek Ms Glow Vs PS Glow)
Permasalahan sengketa merek yang dapat terjadi salah satunya adalah merek yang
memiliki persamaan pada pokoknya. Seperti pada sengketa antara merek MS
Glow dan merek PS Glow. MS Glow mengajukan gugatan terhadap PS Glow
karena ditemukan persamaan antara keduanya. Pengadilan di Medan memutuskan
bahwa MS Glow memiliki hak eksklusif atas merek tersebut karena didaftarkan
lebih dahulu. Namun, dalam gugatan balik di Surabaya, pengadilan memutuskan
bahwa PS Glow memiliki hak eksklusif karena MS Glow dinilai memiliki
persamaan dengan merek PS Glow. Terdapat perbedaan putusan antara
pengadilan di dua kota tersebut. Masalah yang akan diteliti disini adalah mengenai
pengaturan merek tentang persamaan pada pokoknya dan mengenai pertimbangan
hakim dari masing-masing putusan sehingga terjadi perbedaan keputusan antara
kedua pengadilan.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan
pendekatan perundang-undangan dan studi kasus. Jenis data yang digunakan
adalah data sekunder, termasuk peraturan perundang-undangan dan literatur
hukum. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka dan studi
dokumen. Data kemudian diperiksa, ditandai, direkonstruksi, dan disistematisasi.
Analisis data dilakukan secara kualitatif, komprehensif, dan lengkap.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa pengaturan merek tentang
persamaan pada pokoknya telah diatur dalam UU MIG Pasal 21 ayat (1) Jo. Pasal
17 ayat (1) Permenkumham No. 67 Tahun 2016, dijelaskan bahwa penilaian
persamaan pada pokoknya dilakukan dengan memperhatikan kemiripan unsur
yang dominan antara merek yang satu dengan merek lainnya sehingga
menimbulkan kesan adanya persamaan, baik mengenai bentuk, cara penempatan,
penulisan atau kombinasi antara unsur, maupun persamaan bunyi ucapan yang
terdapat dalam merek tersebut. Kemudian sudah jelas pendaftaran merek dagang
PS Glow telah melanggar aturan daripada sistem pendaftaran merek di Indonesia,
karena merek PS Glow dan PS Glow Men telah dinilai didaftarkan dengan iktikad
tidak baik karena dilihat dari kemiripan kemasan yang ternyata menjiplak dan
meniru dari kemasan MS Glow. PS Glow telah dinilai memiliki persamaan pada
pokoknya karena telah meniru dan menjiplak merek MS Glow yang sudah
terdaftar lebih dahulu di DJKI.
Kata Kunci : Persamaan Pada Pokoknya, Sengketa Merek, MS Glow, PS Glow RIZKI RAFI PRATAMA AKBAR19120113282023-08-29T08:42:37Z2023-08-29T08:42:37Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75378This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/753782023-08-29T08:42:37ZANALISIS YURIDIS KEDUDUKAN UTANG PIUTANG SUAMI ISTRI
YANG DILAKUKAN SEBELUM PERKAWINAN TANPA ADANYA
PERJANJIAN PERKAWINAN (PRENUPTIAL AGREEMENT) Utang piutang merupakan hal yang tidak terpisahkan dalam perkawinan. Hal ini
dikarenakan harta dalam perkawinan tidak hanya menyangkut kepada kekayaan
semata, tetapi juga menyangkut dengan utang, baik yang dibawa sebelum kawin
atau selama perkawinan. Pencampuran harta akan terjadi apabila suami istri tidak
membuat suatu perjanjian perkawinan. Rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah mengenai bagaimana kedudukan utang-piutang suami istri yang dilakukan
sebelum perkawinan tanpa adanya perjanjian perkawinan, dan bagaimana
pertanggungjawabannya apabila dibuat perjanjian pasca kawin (postnuptial
agreement).
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif-terapan, dengan
tipe penelitian deskriptif. Penelitian ini menggunakan pendekatan nonjudicial case
study. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Metode
pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan wawancara dengan
Notaris Ibu Devi Meliza, S.H., M.Kn dan Legal Officer PT. Permata Bank, Tbk.
Bapak Yani Kurniawan, S.H. Selanjutnya, data diolah melalui pemeriksaan data,
klasifikasi data, rekonstruksi data, sistematika data yang dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan yaitu kedudukan utang-piutang yang dilakukan
sebelum perkawinan merupakan beban utang pribadi, dan akan menjadi
tanggungjawab penuh dari pihak yang melakukan utang sebelum perkawinan.
Apabila utang yang dibawa sebelum kawin mengalami perpanjangan, maka
kedudukan utang akan berubah, sehingga utang tersebut menjadi tanggungjawab
bersama. Pertanggungjawabannya setelah dibuat perjanjian perkawinan tergantung
pada isi perjanjian perkawinan tersebut. Pembuatan perjanjian pasca kawin ini
hanya bertujuan untuk mencegah kerugian-kerugian yang dimungkinkan ada di
masa depan.
Kata Kunci : Harta Bersama, Perjanjian Kawin, Utang Piutang
Debts and credits are an inseparable part of marriage. This is because marital
property concerns not only wealth but also debts, whether incurred before or during
the marriage. The mingling of assets will occur when spouses do not create a
prenuptial agreement. The research problem in this study revolves around the
position of debts and credits of spouses incurred before marriage without a
prenuptial agreement, and how they are accounted for when a postnuptial
agreement is made.
The type of research used is normative-applied legal research with a descriptive
research approach. This study employs a non-judicial case study approach.
Secondary data is used, and data collection is done through literature review and
interviews with Notary Mrs. Devi Meliza, S.H., M.Kn, and Legal Officer of PT.
Permata Bank, Tbk, Mr. Yani Kurniawan, S.H. Subsequently, the data is processed
through data examination, data classification, data reconstruction, and data
systematization, which is analyzed qualitatively.
The research findings and discussions indicate that debts and credits incurred
before marriage are personal debts and will be the full responsibility of the party
who incurred the debt before marriage. If the debt incurred before marriage is
extended, the position of the debt will change, making it a joint responsibility. The
accountability after making the marriage agreement depends on the content of the
agreement itself. The purpose of creating a postnuptial agreement is to prevent
potential future losses.
Keywords : Common Property, Debts and Credits, Prenuptial Agreement.
MUHAIMIN AZIZ19120111982023-08-28T07:02:16Z2023-08-28T07:02:16Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75353This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/753532023-08-28T07:02:16ZANALISIS HAK PEMBEBASAN BERSYARAT TERHADAP
NARAPIDANA TINDAK PIDANA KORUPSI BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2022 TENTANG
PEMASYARAKATAN
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan saat ini tidak lagi
menekankan pada pembalasan terhadap narapidana, tatapi berlandaskan dengan
sistem pemasyarakatan yang bertujuan agar narapidana menjadi warga masyarakat
yang baik, bertanggungjawab, menyadari kesalahan dan tidak lagi melakukan
perbuatan yang melanggar hukum. Salah satu kebijakan dalam Undang-Undang
Pemasyarakatan adalah bahwa seluruh narapidana yang telah memenuhi
persyaratan tanpa terkecuali berhak untuk mendapatkan hak pembebasan bersyarat,
termasuk untuk narapidana tindak pidana korupsi yang merupakan suatu kejahatan
luar biasa (extraordinary crime). Permasalahan dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui analisis pemberian hak pembebasan bersyarat terhadap narapidana
tindak pidana korupsi berdasarkan Undang-Undang Pemasyarakatan dan untuk
mengetahui apakah pemberian hak pembebasan bersyarat bagi narapidana tindak
pidana korupsi berdasarkan Undang-Undang Pemasyarakatan sudah sesuai dengan
teori dan tujuan pemidanaan.
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis
normatif dan yuridis empiris, dengan menekankan pada kajian kaidah hukumnya,
dan data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer. Pengumpulan data
dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa dalam pemberian hak
pembebasan bersyarat terhadap narapidana tindak pidana korupsi berdasarkan
Undang-Undang Pemasyarakatan memiliki landasan filosofis mengenai hak asasi
manusia sesuai amanat Pancasila dan UUD 1945, landasan sosiologis mengenai
kondisi sosial dalam masyarakat, dan yuridis mengenai arah dan tujuan sistem
pemasyarakatan yang baru. Namun, pemberian hak pembebasan bersyarat terhadap
narapidana tindak pidana korupsi berdasarkan Undang-Undang Pemasyarakatan
nyatanya tidak sesuai dengan teori dan tujuan pemidanaan. Sebagai suatu kejahatan
luar biasa, hukuman yang diberikan terhadap pelakunya tidak dapat serta merta
disamaratakan dengan tindak pidana umum. Pemberian hak pembebasan bersyarat
terhadap narapidana tindak pidana korupsi berdasarkan Undang-Undang
Pemasyarakatan merupakan kebijakan yang menimbulkan disharmonisasi antar tata
____________________________________________Muhammad Dean Anugra
kelola hukum mengenai pemberantasan korupsi di Indonesia, kebijakan ini justru
tidak akan memberikan efek jera dan terkesan memperlemah penegakan hukum
terhadap tindak pidana korupsi.
Saran dari penelitian ini adalah, dalam penerapan pemberian hak pembebasan
bersyarat perlu adanya pembatasan yang membedakan mengenai tindak pidana
biasa dan pidana luar biasa seperti tindak pidana korupsi. Oleh karena itu,
diperlukannya pengaturan ulang untuk mengintegrasikan dan mengharmoniskan
Undang-Undang Pemasyarakatan dengan berbagai aturan hukum, khususnya dalam
upaya memerangi tindak pidana korupsi.
Kata Kunci: Hak Pembebasan Bersyarat, Korupsi, UU Pemasyarakatan.
Law Number 22 of 2022 concerning Correctional Institutions no longer emphasizes
retaliation against convicts, but is based on a correctional system that aims to make
convicts become good citizens, be responsible, realize mistakes and no longer
commit acts that violate the law. One of the policies in Correctional Law is that all
convicts who have fulfilled the requirements without exception are entitled to the
right to conditional release, including for convicts of corruption which is an
extraordinary crime. The problem in this study is to find out the analysis of the
granting of parole rights to convicts of corruption based on the Corrections Act and
find out whether the granting of conditional release rights to convicts of corruption
based on the Correctional Law is in accordance with the theory and objectives of
sentencing.
The approach method used in this study is a normative juridical and empirical
juridical approach, emphasizing the study of the rule of law, and the data used are
secondary data and primary data. Data collection was carried out by library research
and field studies.
The results of the research and discussion show that in granting conditional release
rights to convicts of corruption based on Correctional Law, it has a philosophical
basis regarding human rights according to the mandate of Pancasila and the 1945
Constitution, a sociological basis regarding social conditions in society, and
juridical regarding the direction and objectives of the new correctonal system.
However, the granting of parole rights to convicts of criminal acts of corruption is
based on Correctional Law in fact it is not in accordance with the theory and
purpose of sentencing. As an extraordinary crime, the punishment given to the
perpetrators cannot be equated with general crimes. Granting conditional release
rights to convicts of corruption based on Correctional Law is a policy that creates
disharmony between legal governance regarding the eradication of corruption in
Indonesia, this policy will not provide a deterrent effect and will appear to weaken
law enforcement against corruption crimes.
Suggestions from this study are that in the application of the right to conditional
release, it is necessary to have restrictions that distinguish ordinary and
____________________________________________Muhammad Dean Anugra
extraordinary crimes such as corruption. Therefore, a rearrangement is needed to
integrate and harmonize the Correctional Law with various existing and applicable
legal regulations, especially in efforts to fight corruption.
Keywords: Conditional Release Right, Corruption, Correctional Law.
Muhammad Dean Anugra19120111922023-08-28T06:59:55Z2023-08-28T06:59:55Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75352This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/753522023-08-28T06:59:55ZMEKANISME PENYELESAIAN GUGATAN WANPRESTASI MELALUI
GUGATAN SEDERHANA BERDASARKAN PERMA NOMOR 4 TAHUN
2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERMA NOMOR 2 TAHUN 2015
(Studi Kasus Perkara Nomor: 25/Pdt.G.S/2020/PN Mgl) Gugatan sederhana adalah gugatan yang cara penyelesaiannya dilakukan dengan
sederhana, hal tersebut dimaksudkan untuk memenuhi asas peradilan sederhana,
cepat dan biaya ringan, pada dasarnya gugatan tersebut dilakukan untuk proses
penyelesaian wanprestasi atau ingkar janji dari segala perikatan yang mana nilai
materiil tidak melebihi dari Rp. 500.000.000, gugatan tersebut diterapkan untuk
mengurangi penumpukan perkara, wanprestasi itu sendiri dapat diselesaikan
melalui gugatan sederhana.
Metode penelitian ini menggunakan metode hukum normatif-empiris dengan tipe
penelitian deskriptif dengan judicial case study untuk spesifikasi penelitian yang
bersifat deskriptif-analistis. Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan
yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara
dengan narasumber. Sedangkan data sekunder diperoleh dari bahan pustaka
seperti buku-buku keputakaan, peraturan perundang-undangan, jurnal hukum,
karya ilmiah, dan lain-lain. Tujuan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
mekanisme penyelesaian sengketa atau perkara perdata melalui penyelesaian
gugatan sederhana berdasarkan Perma Nomor 4 Tahun 2019 perubahan atas
Perma Nomor 2 Tahun 2015, untuk mengetahui tahapan-tahapan penyelesaian
gugatan wanprestasi melalui gugatan sederhana dalam perkara Nomor
25/Pdt.G.S/2020/PN Mgl di Pengadilan Negeri Menggala.
Berdasarkan hasil penelitian proses penyelesaian wanprestasi melalui gugatan
sederhana berdasarkan perma Nomor 4 Tahun 2019 terdapat beberapa tahapan.
Serta dalam proses pemeriksaan hakim mempunyai beberapa kendala, tetapi di
dalam kendala tersebut hakim mempunyai cara untuk dapat menyelesaiakan
perkaara tersebut maksimal 25 hari setelah sidang pertama agar tetap terciptanya
asas peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan.
Kata Kunci: Gugatan Sederhana, Wanprestasi
A simple lawsuit is a lawsuit whose settlement method is simple, it is
intended to fulfill the principle of simple justice, fast and low cost, basically
the lawsuit is made for the process of settling defaults or broken promises
from all engagements where the material value does not exceed Rp.
500,000,000, the lawsuit is applied to reduce the accumulation of cases, the
default itself can be resolved through a simple lawsuit.
This research method uses a normative-empirical legal method with a
descriptive research type with a judicial case study for descriptiveanalytical
research specifications. In this study, the data sources used were
primary data and secondary data. Primary data obtained from interviews
with informants. While secondary data is obtained from library materials
such as literature books, laws and regulations, legal journals, scientific
papers, and others. The purpose of this study is to find out the mechanism
for resolving disputes or civil cases through settlement of simple lawsuits
based on Perma Number 4 of 2019 amendments to Perma No. 2 of 2015, to
find out the stages of settlement of default claims through simple claims in
case Number 25/Pdt.G.S/ 2020/PN Mgl at the Menggala District Court.
Based on the results of research on the process of resolving defaults through
a simple lawsuit based on Perma No. 4 of 2019, there are several stages. As
well as in the examination process the judge has several obstacles, but
within these constraints the judge has a way to be able to resolve the case a
maximum of 25 days after the first trial so that the principle of simple, fast
and low-cost justice continues to be created.
Keywords: Simple Lawsuit, Default
ARI TAMA FAJAR19120111882023-08-28T06:56:50Z2023-08-28T06:56:50Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75351This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/753512023-08-28T06:56:50ZTINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENETAPAN PERWALIAN ANAK DI
BAWAH UMUR (Studi Penetapan Pengadilan Negeri Metro
Nomor 189/Pdt.P/2022/PN Met)Perwalian terhadap anak di bawah umur merupakan suatu bentuk pengawasan
terhadap pribadi dan harta kekayaan anak yang belum mencapai usia dewasa dan
tidak dibawah kekuasaan orang tua guna memberikan perlindungan hukum bagi
anak. Umumnya, suatu perwalian terhadap anak dapat dilakukan dengan
mengajukan permohonan perwalian kepada Pengadilan sesuai dengan syarat
perwalian menurut peraturan perundang-undangan dan prosedur pelaksanaan yang
telah ditetapkan. Apabila permohonan dinilai beralasan maka hakim dapat
mengabulkan dengan menerbitkan suatu Penetapan Perwalian yang dapat
menimbulkan akibat hukum. Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam penelitian
hukum ini akan mengkaji tentang permohonan perwalian anak yang sudah diputus
melalui Penetapan Nomor 189/Pdt.P/2022/PN Met. Menurut Penetapan Pengadilan
tersebut, diketahui bahwa Pemohon mengajukan suatu perwalian terhadap cucunya
yang masih dibawah umur ke Pengadilan Negeri dengan alasan adanya kepentingan
dari anak yang harus terpenuhi. Berdasarkan hal tersebut, maka yang dapat menjadi
pokok permasalahan dari penelitian ini ialah tentang bagaimana pelaksanaan
permohonan penetapan terhadap perwalian anak di bawah umur dan bagaimana
akibat hukum yang timbul dari adanya penetapan perwalian anak dibawah umur
terutama dikaitkan dengan Penetapan Nomor 189/Pdt.P/2022/PN Met tersebut.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum
normatif dan empiris. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
primer dan data sekunder. Data primer didapat melalui studi lapangan dengan
sistem wawancara dengan narasumber pada instansi Pengadilan Negeri Metro dan
data sekunder didapat melalui studi kepustakaan terhadap beberapa bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder, serta bahan hukum lainnya yang dapat menunjang
dalam penulisan karya ilmiah ini.
Adapun hasil dan pembahasan dalam penelitian ini menunjukan bahwa perwalian
terhadap anak dibawah umur dapat dilaksanakan dengan mengajukan permohonan
perwalian anak oleh pemohon kepada Pengadilan. Pemohon yang mengajukan
perwalian harus memenuhi syarat-syarat perwalian sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Kemudian, dalam hal pelaksanaan permohonan penetapan terhadap perwalian anak melalui pengadilan harus sesuai dengan prosedur yang
sudah ditetapkan yaitu melalui tahapan pendaftaran perkara dan tahapan
persidangan. Adapun permohonan perwalian yang dikabulkan melalui penetapan
perwalian umumnya akan menimbulkan akibat hukum berupa beralihnya tanggung
jawab pengasuhan anak dari orang tua kepada wali yang telah ditujuk oleh
pengadilan. Hal ini juga sesuai dengan akibat hukum dari Penetapan Nomor
189/Pdt.P/2022/PN Met bahwa juga terjadi pengalihan tanggung jawab pengasuhan
anak dari orang tua kepada wali serta penetapan ini berakibat pada terpenuhinya
hak dan kepentingan anak terutama secara administratif.
Kata Kunci : Permohonan, Perwalian Anak, Penetapan Pengadilan
Guardianship of minors is a form of supervision over the personal assets of children
who have not yet reached the age of majority and are not under the authority of
their parents to provide legal protection for children. Generally, a child's
guardianship can be carried out by submitting a guardianship application to the
Court per the guardianship requirements according to statutory regulations and
predetermined implementation procedures. If the application is considered
reasonable, the judge may grant it by issuing a Guardianship Determination, which
may result in legal consequences. In this regard, this legal research will examine
child guardianship applications that have been terminated through Decree No.
189/Pdt.P/2022/PN Met. According to the Court's decision, it is known that the
Petitioner submitted a guardianship of his grandson who is still underage to the
District Court on the grounds that there is an interest in the child that must be
fulfilled. Based on this case, the main problem of this research are how to
implement the application for determination of guardianship of minors and what
are the legal consequences arising from the establishment of guardianship of
minors, especially related to the Determination Number 189/Pdt.P/2022 /PN Met.
The method used in this research is normative and empirical legal research
methods. The data used in this study are primary data and secondary data. Primary
data were obtained through field studies using an interview system with informants
at the Metro District Court. Secondary data was obtained through library research
on several primary legal materials, secondary legal materials, and other legal
materials that could support the writing of this scientific work.
The results and discussion in this study show that guardianship of minors can be
implemented by submitting an application for custody of the child by the applicant
to the Court. Applicants applying for guardianship must meet the requirements for
possession following statutory regulations. Then, implementing the application for
determining child guardianship through the Court must follow established
procedures, namely through the case registration and trial stages. The application for guardianship that is granted through establishing a guardianship will have
legal consequences in the form of the transfer of childcare responsibilities from the
parents to a guardian appointed by the Court. This action is also under the legal
implications of Decree Number 189/Pdt.P/2022/PN Met that childcare
responsibilities are transferred from parents to guardians. This stipulation results
in the fulfillment of the rights and interests of children administratively.
Keywords: Petition, Child Guardianship, Court DeterminationRahmadhini Desinta 19520110062023-08-28T06:53:35Z2023-08-28T06:53:35Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75350This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/753502023-08-28T06:53:35ZAKIBAT HUKUM ADANYA PENDAFTARAN MEREK “OPEN MIC
INDONESIA" YANG MENGGUNAKAN ISTILAH UMUM
Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar,
logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua)
dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2
(dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa
yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan
perdagangan barang dan/atau jasa. Syarat mutlak suatu merek harus
dipenuhi oleh setiap orang atau badan hukum yang ingin memakai sebuah
merek yaitu bahwa merek tersebut harus mempunyai daya pembeda yang
cukup. Dengan kata lain, tanda yang dipakai harus sedemikian rupa,
sehingga mempunyai cukup kekuatan untuk membedakan barang hasil
produksi seseorang dengan hasil produksi orang lain. Suatu nama umum
dan/atau lambang milik umum tentu tidak dapat didaftarkan sebagai merek
oleh setiap orang atau badan hukum. Pada kenyataannya permasalahan
yang ada di masyarakat adalah pendaftaran terhadap nama-nama yang
menurut masyarakat nama tersebut merupakan nama umum. Merek
tersebut didaftarkan dengan tujuan agar pendaftar merek memiliki hak dan
perlindungan atas merek tersebut. Pemanfaatan akan nama yang sudah
menjadi milik umum marak terjadi, hal tersebut dilakukan tidak lain
karena apabila nama sudah menjadi milik umum akan menjanjikan
keuntungan besar. Komunitas Stand Up Comedy Indonesia menggugat
merek “OPEN MIC INDONESIA” milik komedian Ramon Papana.
Gugatan atas pembatalan merek “Open Mic” oleh komunitas Stand Up
Comedy Indonesia. Beberapa komika (sebutan bagi seorang stand up
komedian) mendatangi Pengadilan Niaga Jakarta Pusat meminta
pembatalan merek dagang tersebut, dan meminta pengadilan untuk
mengembalikan merek “Open Mic” untuk menjadi milik publik. Hal ini
dilakukan dikarenakan “Open Mic” yang merupakan istilah umum yang
sudah melekat dalam dunia pertunjukan seni.
Kata Kunci : Merek, Open Mic, Stand Up Comedy.
A mark is a sign that can be displayed graphically in the form of an image, logo, name,
word, letter, number, color arrangement, in 2 (two) and/or 3 (three) dimensional forms,
sound, hologram, or a combination of 2 (two) ) or more of these elements to distinguish
goods and/or services produced by a person or legal entity in the activity of trading
goods and/or services.
The absolute requirement for a mark must be met by every person or legal entity
wishing to use a mark, namely that the mark must have sufficient distinguishing power.
In other words, the sign used must be such that it has enough power to distinguish one
person's goods from those of other people. Of course, a common name and/or symbol
that belongs to the public cannot be registered as a mark by any person or legal entity.
In fact, the problem that exists in the community is the registration of names which
according to the community are common names. The mark is registered with the aim
that the trademark registrant has rights and protection over the mark. The use of names
that already belong to the public is rampant. This is done because if the name becomes
public property, it promises big profits.
The Stand Up Comedy Indonesia community is suing the “OPEN MIC INDONESIA”
brand owned by comedian Ramon Papana. Lawsuit on the cancellation of the “Open
Mic” brand by the Indonesian Stand Up Comedy community. Several Komikas (a term
for a stand-up comedian) approached the Central Jakarta Commercial Court asking for
the cancellation of the trademark, and asked the court to return the “Open Mic” brand
to public property. This is done because “Open Mic” is a general term that is inherent
in the world of performing arts.
Keywords: Brand, Open Mic, Stand Up Comedy.
FAUZIAH AZIZ ALYA 19520110482023-08-28T02:17:42Z2023-08-28T02:17:42Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75349This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/753492023-08-28T02:17:42ZOptimalisasi Diversi Terhadap Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Khusus
Anak di Pengadilan Negeri Menggala Seorang anak yang usianya diatas 12 (dua belas) tahun dan dibawah 18 (delapan
belas) tetapi melakukan tindak pidana diwilayah hukum Pengadilan Negeri
Menggala, maka wajib bagi hakim Pengadilan Negeri Menggala agar
mengupayakan proses diversi dahulu sebelum dilanjutkan ke proses peradilan
biasa. Hal itu bertujuan untuk melindungi harkat dan martabat serta menjauhkan
anak dari stigma negatif dari masyarakat. Sesuai dengan isi pasal 7 ayat (1)
Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang
menyatakan bahwa diversi wajib dilaksanakan disemua tingkat proses peradilan
mulai dari tingkat penyidikan, penuntutan, sampai proses pemeriksaan berkas di
pengadilan. Diversi adalah pengalihan proses persidangan biasa ke proses diluar
persidangan yang mengunakan pendekatan restorative justice melalui
musyawarah antara orang tua korban/ korban, orang tua pelaku/ pelaku, hakim,
bagian kemasyarakatan, serta pihak-pihat yang memiliki kepentingan dalam
perkara tersebut. Permasalahan dalam penelitian ini yang pertama adalah untuk
mengetahui faktor penghambat optimalnya diversi di Pengadilan Negeri
Menggala dan permasalahan yang kedua untuk mengetahui cara mengoptimalkan
pelaksanaan diversi terhadap penyelesaian perkara tindak pidana khusus anak di
Pengadilan Negeri Menggala.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yang bersifat yuridis normatif terapan.
Data yang digunakanan merupakan data primer dan data sekunder, metodologi
pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan.
Analisis data dilakukan secara kualitatif. Narasumber pada penelitian ini terdiri dari 2 (dua) orang hakim Pengadilan Negeri Menggala yaitu Yulia Putri Rewanda
Taqwa, S.H. dan Dina Puspitasari, S.H.,M.H.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diketahui faktor yang
menyebabkan tidak optimalnya pelaksanaan diversi di Pengadilan Negeri
Menggala menurut Soerjono Soekanto ada 5 faktor yang dapat menjadi hambatan
pelaksanaan diversi, yaitu 1) faktor hukumnya sendiri; 2) faktor penegak hukum;
3) faktor sarana dan prasarana; 4) faktor Masyarakat; dan 5) faktor kebudayaan.
Dari faktor- faktor tersebut yang memiliki pengaruh besar terhadap kurang
optimalnya pelaksanaan diversi di Pengadilan Negeri Menggala adalah faktor
masyarakat dan faktor kebudayaan dengan alasan bahwa faktor-fator tersebut
dapat mempengaruhi secara langsung kehidupan anak tidak terlepas dari faktor
diatas ada beberapa hal juga yang dapat menjadi habatan untuk pelaksanaan
diversi di Pengadilan Negeri Menggala salah satunya adalah perbedaan persepsi
antara pihak keluarga korban/ korban dengan pihak keluarga pelaku/ pelaku.
Penulis menyarankan dalam penelitian ini Penegak hukum yang berwenang dalam
Pengadilan Negeri Menggala mengadakan kerjasama dengan lembaga-lembaga
yang bergerak dalam bidang anak hendaknya rutin bemberikan sosialisasi kepada
masyarakat terkait dengan pentingnya pelaksanaan diversi bagi anak agar
masyarakat lebih memahami konsep dari diversi.
Kata kunci : anak pelaku tindak pidana, diversi, faktor penghambat diversi.
A child who is over 12 (twelve) years old and under 18 (eighteen) but commits a
crime within the jurisdiction of the Menggala District Court, it is obligatory for
the judge of the Menggala District Court to seek the diversion process first before
proceeding to the ordinary trial process. It aims to protect the dignity and distance
of children from negative stigma from society. In accordance with the contents of
Article 7 paragraph (1) of Law No. 11 of 2012 concerning the Juvenile Criminal
Justice System which states that diversion must be carried out at all levels of the
judicial process starting from the level of investigation, prosecution, to the process
of examining files in court. Diversion is the transfer of the ordinary trial process
to an out-of-trial process that uses a restorative justice approach through
deliberations between the parents of the victim/victim, the parents of the
perpetrator/perpetrator, judges, members of the community, and parties who have
an interest in the case. The first problem in this study is to find out the optimal
inhibiting factors for diversion at the Menggala District Court and the second
problem is to find out how to optimize the implementation of diversion in
resolving criminal cases specifically for children at the Menggala District Court.
This research uses an applied normative juridical approach. The data used are
primary data and secondary data, the data collection methodology is carried out
by library research and field studies. Data analysis was carried out qualitatively.
The informants in this study consisted of 2 (two) judges at the Menggala District
Court, namely Yulia Putri Rewanda Taqwa, S.H. and Dina Puspitasari, S.H., M.H.
According to Soerjono Soekanto, there are 5 factors that can become obstacles to
the implementation of diversion, namely 1) the legal factor itself; 2) law
enforcement factors; 3) facilities and infrastructure factors; 4) Community factors;
and 5) cultural factors. Of these factors that have a major influence on the less than optimal implementation of diversion at the Menggala District Court are community factors
and cultural factors on the grounds that these factors can directly affect a child's life. for the
implementation of diversion at the Menggala District Court, one of which is the difference in
perception between the families of the victims/victims and the families of the
perpetrators/perpetrators.
The author suggests that in this study law enforcement authorities in the Menggala District Court
cooperate with institutions engaged in the field of children should routinely provide socialization
to the community regarding the importance of implementing diversion for children so that people
understand the concept of diversion better.
Keywords: children of criminal offenders, diversion, diversion inhibiting factors. APRIDA SYARI1912011043 2023-08-26T08:45:10Z2023-08-26T08:45:10Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75345This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/753452023-08-26T08:45:10ZPERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS KEKUATAN HUKUM SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH
(Studi Perkara Nomor: 46/Pdt.G/2019/PN/Kla)Pendaftaran tanah merupakan jaminan dalam kepastian hukum yang meliputi kepastian status hak yang didaftar, kepastian subyek hak, dan kepastian obyek hak sesuai PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Kepemilikan sertifikat menjadi bukti penguasaan hak atas tanah dan sebagai alat pembuktian yang kuat yang diberikan oleh negara untuk menjamin kepastian hukum dan kepastian hak, selama tidak ada pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya mengenai status ke pemilikannya. dibeberapa situasi, ditemukan sengketa tentang tanah yang disebabkan cacat hukum dalam penerbitan sertifikat. Permasalahan dalam penelitian ini adalah 1) Bagaimana dasar pertimbangan hukum hakim dalam memutus Sengketa? 2) Bagaimana implikasi hukum terhadap putusan pengadilan kepada Para Pihak?
Metode penelitian menggunakan penelitian yuridis normatif. Pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan. Prosedur pengumpulan dan pengolahan data dilakukan menggunakan analisis yuridis kualitatif
Hasil penelitian menunjukan bahwa: 1) Pertimbangan hakim dalam menetapkan putusan bahwa tergugat melakukan perbuatan melawan hukum yang menimbulkan cacat hukum dalam penerbitan sertfikat dan pengadilan menyatakan bahwa sertipikat atas tanah objek sengketa tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat bagi tergugat, tetapi merupakan hak bersama bagi para pihak. Pelimpahan kewenangan kepada PTUN untuk mengadili perbuatan melawan hukum oleh badan/pejabat pemerintahan (Onrechtmatige Overheidsdaad) menyatakan tidak sah tindakan pemerintah beserta ganti rugi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2) Implikasi hukum terhadap putusan pengadilan yaitu para pihak diwajibkan melakukan balik nama terhadap seluruh ahli waris dan melaksanakan pembatalan hukum terhadap sertifikat hak milik atas naman Suparyono sebagai Tergugat.
Kata Kunci: Pendaftaran Tanah; Sertifikat Tanah; Cacat Hukum; Pertimbangan HakimKesumawardhani Adhiningtyas Brigitha19120110032023-08-25T07:22:03Z2023-08-25T07:22:03Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75339This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/753392023-08-25T07:22:03ZANALISIS YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PUTUSAN
GUGATAN TIDAK DAPAT DITERIMA (niet ontvankelijke verklaard)
PADA SENGKETA HAK MILIK ATAS TANAH
(Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor: 11/Pdt.G/2021/PN Liw)Suatu tuntutan hak harus memiliki kepentingan hukum yang cukup dan menjadi syarat
utama agar dapat diterimanya suatu tuntutan hak oleh pengadilan untuk diperiksa.
Gugatan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard) apabila gugatan yang
dilayangkan mengandung cacat formil seperti error in persona, obscuur libel, serta
tidak berdasarkan kompetensi (melanggar yurisdiksi) absolut atau relatif suatu
pengadilan sehingga dilakukan penelitian ini untuk mengetahui dasar pertimbangan
hakim dalam menyatakan dasar gugatan penggugat tidak dapat diterima pada putusan
perkara Nomor 11/Pdt.G/2021/PN Liw. Metode yang digunakan adalah yuridis
normatif dan bersifat deskriptif yang menggunakan sumber data primer dan sekunder
yang diperoleh melalui bahan kepustakaan antara lain peraturan perundang-undangan,
dokumen, buku, hasil penelitian terdahulu dan dituangkan dalam bentuk analisis
kualitatif. Hasil menunjukan bahwa dalam putusan Nomor 11/Pdt.G/2021/PN Liw,
Majelis Hakim berpendapat pokok permasalahan antara para pihak yaitu sengketa
pembagian warisan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang
Peradilan Agama. Berdasarkan pertimbangan di atas, hal tersebut bukanlah
Kompetensi Absolut dari Pengadilan Negeri. Perkara Nomor 11/Pdt.G/2021/PN Liw
menunjukkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Liwa berpendapat dan menyimpulkan
bahwa gugatan para Penggugat bukan merupakan kompetensi Pengadilan Negeri,
maka hakim memutuskan bahwa gugatan Para Penggugat dinyatakan tidak dapat
diterima (niet ontvankelijke verklaard).
Kata kunci: Gugatan, niet ontvankelijke verklaard, Pertimbangan Hakim, Sengketa RIVALDHO MUHAMMAD19120112482023-08-25T06:39:16Z2023-08-25T06:39:16Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75334This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/753342023-08-25T06:39:16ZKAJIAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN SEKSUAL
“BEGAL” PAYUDARA DI KOTA BANDAR LAMPUNG
(Studi di Polresta Bandar Lampung)
Begal payudara merupakan sebuah tindakan kejahatan yang dilakukan dengan cara
menyentuh maupun meremas payudara korban yang dalam hal ini perempuan.
Bukan hanya terjadi di ruang privat, peristiwa “begal” payudara kini semakin berani
dilakukan di muka umum dan dapat dilakukan oleh siapa saja. Permasalahan
penelitian adalah faktor penyebab terjadinya kejahatan seksual “begal” payudara di
Kota Bandar Lampung dan upaya Polresta Bandar Lampung dalam mencegah dan
menanggulangi kejahatan seksual “begal” payudara di Kota Bandar Lampung.
Metode penelitian menggunakan pendekatan empiris dan yuridis normatif, data yang
digunakan adalah data primer dan sekunder. Studi yang dilakukan dengan studi
kepustakaan. Analisis data yang digunakan adalah kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Faktor penyebab terjadinya kejahatan
seksual “begal” payudara di Kota Bandar Lampung meliputi faktor internal yang
terdiri dari faktor biologis yaitu faktor yang berasala dari diri pelaku, moral yang
kurang baik dan faktor kejiwaan terutama yang terakit dengan kelainan seksual
kemudian faktor ekternal meliputi faktor media masa seperti seringnya melihat film
porno, faktor stres akibat ekonomi dan sosial budaya yaitu seringnya melakukan
pelecehan terhadap perempuan. Kejahatan ini berdampak secara fisik, psikologis dan
sosial terhadap korban. (2) Upaya Polresta Bandar Lampung dalam mencegah dan
menanggulangi kejahatan seksual “begal” payudara di Kota Bandar Lampung adalah
dengan upaya preventif dan upaya represif. Upaya preventif dilakukan dengan
menetapkan mekanisme perlindungan bagi korban dalam lembaga peradilan,
melakukan pembaruan peraturan-perundangan, termasuk tentang prosedur
persidangan dan aturan pembuktian baru yang kondusif untuk penegakan hak asasi
manusia, termasuk hak-hak korban kejahatan, membuat protokol-protokol yang
dirumuskan dan disepakati bersama oleh lembaga peradilan dan organisasi
masyarakat pendamping korban untuk menjamin koordinasi upaya perlindungan dan
pemberdayaan serta melakukan pelatihan bagi aparat penegak hukum untuk
mengembangkan pengetahuan dan kemampuan menjalankan sistem perlindungan
bagi saksi/korban dengan baik. Sedangkan upaya represif yang bertujuan untuk
mengembalikan keresahan yang pernah terganggu, terhadap pelaku kejahatan
seksual “begal” payudara atau warga masyarakat yang melanggar hukum dan dilakukan pembinaan terhadap pelakunya secara konsisten agar tidak melakukan
kejahatan lagi dan kalau perlu hendaknya diberikan sanksi hukum yang berat agar
pelaku kejahatan seksual “begal” payudara tersebut tidak mengulangi lagi
perbuatannya.
Saran dalam skripsi ini adalah Pemberlakukan aturan khusus dimasing-masing
wilayah hukum Polrestra Bandar Lampung untuk mengantisipasi terjadinya
kejahatan seksual “begal” payudara. Pengawasan secara ketat juga harus dilakukan
dimalam hari, dimana kasus kejahatan rentan terjadi pada malam hari. Aparat
penegak hukum seharusnya menindak tegas pelaku kejahatan seksual “begal”
payudara karena merupakan kejahatan yang tidak berperikemanusiaan serta juga
melibatkan peran masyarakat dalam menjaga Kota Bandar Lampung agar
tercapainya rasa aman dan tentram.
Kata Kunci: Kajian Kriminologis, Kejahatan Seksual, Begal Payudara.
SYAHITA AFRIANTY1912011046 2023-08-25T03:16:19Z2023-08-25T03:16:19Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75329This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/753292023-08-25T03:16:19ZImplementasi Bukti Tidak Langsung dalam Penyelesaian Perkara Hukum Persaingan UsahaPerjanjian penetapan harga atau praktik kartel lahir dari konspirasi beberapa pelaku usaha yang menciptakan entry barrier melalui tacit collusion, dibutuhkan bukti tidak langsung untuk memperkuat proses pembuktian pelanggaran Hukum Persaingan Usaha (UU No. 5 Tahun 1999).
Implementasi bukti tidak langsung ditemukan dalam putusan No. 04/KPPUI/2016 dan No. 15/KPPU-I/2019. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana penggunaan bukti tidak langsung dan kekuatan hukum bukti tidak langsung dalam penentuan pelanggaran hukum persaingan usaha.
Jenis Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan kasus.Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi dokumen.Kemudian data diolah melalui pemeriksaan data, klasifikasi data, dan sistematika data, serta dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bukti tidak
langsung dalam perkara perjanjian penetapan harga berupa bukti komunikasi, bukti ekonomi dan plus factors. Bukti tidak langsung yang digunakan secara kumulatif sangat menentukan terjadinya pelanggaran hukum persaingan usaha, karena dapat membedakan antara perilaku paralel
yang muncul akibat tacit colussion dengan yang terjadi akibat reaksi alamiah antar pesaing pada konsentrasi pasar tertentu. Bukti tidak langsung memiliki kekuatan hukum dan telah diakui keberadaannya sebagai bagian dari alat bukti petunjuk sebagaimana diatur dalam Pasal 42 UU No. 5 Tahun
1999, pedoman Pasal 11, Pasal 5, dan Perkom No. 2 Tahun 2023 dan Mahkamah Agung mengakui dan membenarkan penggunaan bukti tidak langsung oleh Majelis Komisi dalam penentuan pelanggaran hukum persaingan usaha.
Kata Kunci: Bukti Tidak Langsung, Hukum Persaingan Usaha,
Perjanjian Penetapan Harga.Bima Alfian Fajar19120113592023-08-25T03:05:32Z2023-08-25T03:05:32Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75324This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/753242023-08-25T03:05:32ZPERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMBERIKAN
DISPENSASI KAWIN TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR
(Studi Penetapan Nomor 154/Pdt.P/2022/ PA. Tnk)Perkawinan merupakan satu hal yang dilakukan dengan serius yang mengakibatkan
seseorang akan terikat seumur hidup dengan pasangannya. Oleh karena itu
perkawinan membutuhkan persiapan yang matang, yaitu kematangan fisik dan
kedewasaan mental. Pada dasarnya kematangan jiwalah yang sangat berarti untuk
memasuki gerbang rumah tangga. Perkawinan pada usia muda di saat seseorang
belum siap fisik maupun mental sering menimbulkan masalah dikemudian hari,
bahkan tidak sedikit berantakan di tengah jalan.
Menurut Kompilasi Hukum Islam, pengertian perkawinan tercantum dalam Pasal
2 yang berbunyi “Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu
perjanjian yang sangat kuat atau mitsaqan ghalizhan untuk mentaati perintah Allah
dan melaksanakannya merupakan ibadah.’’ Hukum perkawinan merupakan
pengaturan hukum mengenai perkawinan. Pernikahan anak tidak lepas dari yang
namanya batasan usia seorang anak, batas usia anak merupakan pengelompokan
usia maksimum sebagai wujud kemampuan anak dalam status hukum.
Dispensasi kawin adalah pengecualian terhadap ketentuan Undang-Undang No.16
Tahun 2019 tentang batasan usia minimal menikah bagi calon laki-laki dan
perempuan yang belum mencapai usia minimal menikah tersebut karena adanya
beberapa hal atau dalam keadaan tertentu. Adapun pertimbangan yang dilakukan
hakim yaitu melalui asas kemanfaatan, keharusan untuk menolak mudharat,
kepentingan anak dan bayi dalam kandungan, serta kepatuhan hukum pihak
keluarga. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu termasuk
penelitian hukum normatif, penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran
berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya, yang dibangun
berdasarkan objek hukum itu sendiri. Disarankan agar pemerintah serta organisasi
kemasyarakatan melakukan penyuluhan tentang bahaya menikah dini di tengah
masyarakat, serta meningkatkan pengawasan orang tua dan keluarga terhadap
pergaulan dan perkembangan anak.
Kata kunci: Dispensasi, Perkawinan, Kompilasi, MuhdharatFADHILAH SALSABILA MUTIARA 19420110372023-08-23T08:18:34Z2023-08-23T08:18:34Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75206This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/752062023-08-23T08:18:34ZPEMANFAATAN TEKNOLOGI SISTEM KOMPUTASI AWAN DALAM
PERLINDUNGAN DATA PRIBADI DI INDONESIAPerkembangan teknologi komputasi awan (cloud computing) dalam berbagai sektor
industri berbasis teknologi telah membentuk sistem komputasi awan sebagai dasar
infrastruktur untuk penyimpanan data berbasis internet teknologi ini memungkinkan
efisiensi dalam pemrosesan, penyimpanan, dan pengolahan data. Pesatnya perkembangan
layanan komputasi awan di Indonesia ini mendorong peningkatan jumlah pengguna yang
menyimpan data di server layanan komputasi awan. Potensi kebocoran data yang
mungkin dialami oleh penyedia layanan komputasi awan dapat menimbulkan kerugian
bagi pengguna layanan komputasi awan. Permasalahan dalam penelitian ini akan
mengkaji mengenai bagaimana hubungan hukum antara penyedia layanan cloud
computing terhadap kewajibannya melindungi data pribadi pengguna, analisis pasal-pasal
yang mengatur mengenai perlindungan hukum terhadap pengguna dan data pribadinya
dalam undang-undang terkait perlindungan data pribadi, dan apa saja yang termasuk
kedalam pelanggaran dalam pemanfaatan cloud computing system .
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian deskriptif.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendeketan
perundang-undangan (statue approach). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan
hukum tersier. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
studi kepustakaan dan studi dokumen. Data yang didapat kemudian diolah dengan metode
pengolahan data, yaitu seleksi data, klasifikasi data, dan sistematisasi data yang
selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menjelaskan bahwa hubungan hukum yang timbul
antara penyedia layanan cloud computing dengan pengguna ini terikat melalui
kesepakatan yang telah disetujui bersama kesepakatan tersebut tertuang dalam bentuk
perjanjian elektronik berupa data processing agreement. Perlindungan hukum dalam
pemanfaatan cloud computing dilaksanakan melalui dua tahap yaitu perlindungan hukum
preventif dan perlindungan hukum represif dan UU No 27 Tahun 2022 sebagai payung
hukumnya. Pelanggaran yang dapat terjadi dalam pemanfaatan cloud computing dapat
terjadi akibat kelalaian pengguna, maupun kelalaian yang disebabkan penyedia layanan
itu sendiri.
Kata Kunci: Komputasi Awan, Data Pribadi, Perlindungan HukumPRATAMA SATRIYA 19120111842023-08-23T02:54:23Z2023-08-23T02:54:23Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75153This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/751532023-08-23T02:54:23ZTinjauan Hukum Islam Terhadap Hak Amil Pengelola Zakat Ilegal di Bandar LampungDalam pengelolaan zakat, keterlibatan amil sebagai pihak yang menghimpun, mengelola dan mendistribusikan dana zakat dinilai sebagai peran yang penting. Seorang Amil Zakat diangkat dan disahkan oleh pemerintah (Imam) yang memiliki wewenang. Namun terdapat permasalahan yang muncul ketika terdapat Amil Zakat yang berada di suatu Pengelola Zakat di Bandar Lampung yang tidak diangkat dan disahkan oleh pemerintah(Imam). Kehadiran Amil Zakat yang tidak sesuai dengan yang diisyaratkan dalam syariat Islam dan peraturan perundang-undangan ini menimbulkan keraguan mengenai hak amil yang didapat amil sebagai bagian dari mustahik zakat
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan normatif-empiris. Penelitian ini menggunakan sumber data berupa data primer dan data sekunder. Narasumber dalam penelitian ini adalah pengurus masjid yang melakukan pengelolaan zakat tapa seizin BAZNAS Kota Bandar Lampung. Penelitian in menganalisis data secara kualitatif, yakni menganalisis data primer dan sekunder gun menarik hasil kesimpulan.
Hasil dari penelitian ini yaitu dalam pelaksanaan pemberian hak amil pada pengelola zakat ilegal di Kota Bandar Lampung, yang pertama pemberian hak amil ditujukan kepada para panitia masjid yang berperan sebagai amil zakat dengan sumber dana hak amil tersebut sepenuhnya berasal dari zakat yang telah terkumpulkan, baik yang dipisahkan sejak awal dana zakat terkumpul maupun yang merupakan sisa dari dana zakat yang telah dibagikan ke fakir miskin. Yang kedua bahwa panitia masjid yang berperan sebagai amil zakat tidak memiliki hak atas dana zakat yang diperuntukan untuk amil zakat, karena panitia zakat tersebut bukanlah amil zakat.
Andini Gita Octavia19120111732023-08-21T07:45:45Z2023-08-21T07:45:45Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75051This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/750512023-08-21T07:45:45ZSISTEM BAGI HASIL MARO LAHAN DITINJAU DARI HUKUM
EKONOMI ISLAM
(Studi di Desa Giham Sukamaju Kecamatan Sekincau Kabupaten
Lampung Barat)Kerjasama maro lahan yang dilakukan di Desa Giham Sukamaju dilakukan secara
lisan tanpa ada perjanjian tertulis dengan lebih dari 33% (tiga puluh tiga persen)
masyarakat Desa Giham Sukamaju merupakan petani/pekebun. Permasalahan
dalam penelitian ini 1) praktik sistem bagi hasil maro lahan di Desa Giham
Sukamaju ditinjau dari hukum ekonomi Islam, 2) faktor-faktor yang
mempengaruhi masyarakat Desa Giham Sukamaju menggunakan sistem bagi hasil
maro lahan.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum empiris dengan tipe penelitian
bersifat deskriptif. Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri atas
data primer berupa data yang diperoleh langsung dari narasumber dan data
sekunder berupa data yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Metode
pengumpulan data dengan studi pustaka, wawancara, dan dokumentasi. Metode
pengolahan data dilakukan dengan tahapan pemeriksaan data, klasifikasi data, dan
penyusunan data. Serta untuk metode analisis data dilakukan secara kualitatif
kemudian dianalisis menggunakan metode berpikir induktif.
Hasil dan pembahasan menunjukkan 1) Bagi hasil maro lahan di Desa Giham
Sukamaju merupakan kerjasama yang sesuai dengan hukum ekonomi Islam dalam
hal rukun dan syarat dengan besaran bagi hasil yang digunakan yaitu ½ (setengah)
bagian untuk pemilik lahan dan ½ (setengah) bagian untuk petani penggarap. Dan
tidak sesuai dengan hukum ekonomi Islam dalam hal jangka waktu pelaksanaan
mengandung ketidakjelasan dan pembagian kerugian yang terjadi karena didasari
dengan keikhlasan dan keridhoan dari kedua belah pihak serta rasa kekeluargaan
sehingga kerugian yang terjadi dianggap hangus tanpa harus mengembalikan
modal yang telah terpakai. 2) praktik kerjasama sistem bagi hasil maro lahan di
Desa Giham Sukamaju terjadi karena dua faktor. Pertama, faktor dari penggarap
lahan: tidak adanya lahan pertanian milik sendiri, dan tidak memiliki modal serta
untuk memperbaiki ekonomi. Kedua, dari pemilik lahan: memiliki lahan pertanian
yang tidak diusahakan, tolong-menolong, dan memiliki pekerjaan utama yang
diprioritaskan.
Kata Kunci : Bagi Hasil Pertanian, Maro Lahan, Muzara’ah, Hukum
Ekonomi IslamiPUJA ALFIANI ARUM 18120110022023-08-21T06:02:52Z2023-08-21T06:02:52Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75019This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/750192023-08-21T06:02:52ZKEDUDUKAN HUK UM ANAK BEBINJAT PADA MASYARAKAT BALI
(STUDI PADA DESA SIDOWALUYO KAB. LAMPUNG SELATAN) Masyarakat Bali mengenal dua istilah anak luar kawin, yaitu anak astra dan anak
bebinjat. Anak bebinjat merupakan anak luar kawin dimana bapak biologisnya
tidak diketahui serta tidak diakui. Fenomena anak bebinjat terdapat pada
masyarakat Bali di Desa Sidowaluyo Kab. Lampung Selatan. Kelahiran anak
bebinjat dapat menimbulkan permasalahan mengenai kedudukan hukum dan
kedudukan waris. Sehingga rumusan masalah yang diabgkat dari penelitian ini
yakni: 1). Bagaimana kedudukan anak bebinjat berdasarkan hukum di
Indonesia?, serta 2). Bagaimana kedudukan anak bebinjat berdasarkan sistem
pewarisan pada masyarakat Adat Bali Di Desa Sidowaluyo?
Metode penelitian dalam penelitian hukum ini ialah metode normatif empiris
melalui pendekatan deskriptif. Teknik pengumpulan data melalui kajian pustaka,
observasi, wawancara serta dokumentasi.
Hasil penelitian ini berdasarkan hukum formil yaitu anak bebinjat hanya memiliki
kedudukan dengan ibu serta keluarga pihak ibu. Anak bebinjat dapat memiliki
kedudukan hukum dengan bapak biologisnya, akan tetapi harus dibuktikan
terlebih dahulu melalui ilmu pengetahuan dan/atau alat bukti lain yang menurut
hukum memiliki hungungan darah. Salah satunya dengan melakukan tes DNA.
Sedangkan kedudukan anak bebinjat berdasarkan sistem pewarisan hukum Adat
Bali tidak memiliki hubungan kewarisan dan tidak dapat diakui secara hukum
dengan laki-laki yang menyebabkan kelahiran dari anak tersebut. Akan tetapi,
anak bebinjat tetap mempunyai hak waris atas harta dari ibu biologisnya maupun
dengan keluarga dari ibunya.
Kata kunci : Anak bebinjat, kedudukan, waris.
Balinese people know two terms of children outside of marriage, namely Astra
children and Bebinjat children. Bebinjat children are children out of marriage
where their biological father is unknown and not recognized. The phenomenon of
Bebinjat children is found in Balinese people in Sidowaluyo Village, South
Lampung regency. The birth of Bebinjat children can cause problems regarding
legal status and inheritance status. So that the research questions of the problems
raised from this research are: 1). What is the position of Bebinjat children based
on law in Indonesia?, and 2). What is the position of Bebinjat children based on
the inheritance system in the Balinese customary community in Sidowaluyo
Village?.
The research method in legal research is an empirical normative method with a
descriptive approach. Data collection techniques with literature review,
observation, interviews and documentation.
The results of this study are based on formal law, namely that Bebinjat children
only have a position with their mother and their mother's family. A Bebinjat child
can have legal standing with his biological father, but must first be proven through
science tests and/or other evidence which according to law has blood relations.
One of them is by doing a DNA test. Meanwhile, the position of Bebinjat children
based on the Balinese customary legal inheritance system has no inheritance
relationship and cannot be legally recognized by the man who caused the birth of
the child. However, the Bebinjat child still has inheritance rights to the assets of
his biological mother and the mother's family
Keywords: Bebinjat child, status, inheritance
ITA DWI JAYANI NI MADE19520110462023-08-21T01:02:16Z2023-08-21T01:02:16Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74993This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/749932023-08-21T01:02:16ZANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP WARGA NEGARA ASING
PELAKU TINDAK PIDANA PEMBERIAN DATA YANG TIDAK BENAR
DALAM PEMBUATAN DOKUMEN PERJALANAN
REPUBLIK INDONESIA
(Studi Putusan Nomor: 327/Pid.Sus/2021/PN.Tjk) Tindak pidana di bidang keimigrasian salah satunya adalah pemberian data yang
tidak benar oleh warga negara asing dalam pembuatan dokumen perjalanan
Republik Indonesia, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 126 huruf
c Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Permasalahan
dalam penelitian ini adalah: (1) Apakah dasar pertimbangan hakim dalam
menjatuhkan pidana terhadap warga negara asing pelaku tindak pidana pemberian
data yang tidak benar dalam pembuatan dokumen perjalanan Republik Indonesia
dalam Putusan Nomor: 327/Pid.Sus/2021/PN.Tjk? (2) Apakah pidana yang
dijatuhkan hakim terhadap warga negara asing pelaku tindak pidana pemberian data
yang tidak benar dalam pembuatan dokumen perjalanan Republik Indonesia telah
sesuai dengan keadilan substantif?
Pendekatan penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis
empiris. Narasumber penelitian ini adalah Hakim Pengadilan Negeri Kelas IA
Tanjung Karang dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila.
Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data
dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Dasar pertimbangan hakim dalam
menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana pemberian data yang tidak benar
dalam pembuatan dokumen perjalanan Republik Indonesia dalam Putusan Nomor:
327/Pid.Sus/2021/PN.Tjk terdiri dari pertimbangan yuridis, filosofis dan
sosiologis. Pertimbangan yuridis ketentuan Pasal 2 KUHP yang menyatakan bahwa
ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap
orang yang melakukan sesuatu tindak pidana di Indonesia atau asas teritorial. Selain
itu perbuatan terdakwa terbukti melanggar Pasal 126 huruf c Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Pertimbangan filosofis yaitu hakim
menilai bahwa pemidanaan tidak hanya bertujuan untuk menimbulkan efek jera
pada pelakunya tetapi lebih penting lagi adalah sebagai upaya pemidanaan terhadap
terdakwa. Pertimbangan sosiologis yaitu hakim mempertimbangkan latar belakang
terdakwa serta hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Hal yang
memberatkan adalah terdakwa sebagai pengungsi melakukan tindak pidana di
M. Refvoyandra
negara tempat pengungsiannya, sedangkan yang meringankan adalah tindak pidana
yang dilakukan terdakwa dilatarbelakangi orang tuanya yang sedang menderita
sakit. Berdasarkan beberapa pertimbangan tersebut majelis hakim menjatuhkan
penjara selama 5 (lima) bulan dan denda sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta
rupiah) subsidair 1 (satu) bulan. Pidana yang dijatuhkan hakim terhadap pelaku
tindak pidana pemberian data yang tidak benar dalam pembuatan dokumen
perjalanan Republik Indonesia belum memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat, hal
ini disebabkan penjatuhan pidana penjara selama 5 (lima) bulan masih belum
maksimal, mengingat ancaman pidana penjara sebagaimana diatur dalam Pasal 126
huruf c Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian adalah pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun. Hal ini menunjukkan bahwa lamanya pidana
penjara yang dijatuhkan hakim terhadap terdakwa hanya 1/10 (satu per sepuluh)
dari pidana yang diancamkan dan lebih rendah selama 2 (dua) bulan dari tuntutan
Jaksa Penuntut Umum yang menuntut agar terdakwa dijatuhi pidana penjara selama
6 (enam) bulan. Majelis hakim dapat menjatuhkan pidana penjara yang lebih
maksimal terhadap terdakwa agar memberikan efek jera sekaligus sebagai
pembelajaran bagi para pengungsi lainnya yang ada di Indonesia pada umumnya
dan yang ada di Provinsi Lampung pada khususnya agar tidak melakukan tindak
pidana serupa.
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Hakim dalam menangani perkara tindak
pidana pemberian data yang tidak benar dalam pembuatan dokumen perjalanan
Republik Indonesia hendaknya dapat menjatuhkan pidana yang maksimal terhadap
pelaku, mengingat perbuatan pelaku dalam memberikan data yang tidak benar
merupakan tindakan yang tidak menghormati atau merendahkan hukum
keimigrasian yang berlaku di Indonesia, mengingat status terdakwa sebagai seorang
pengungsi yang meminta perlindungan dan tinggal di Indonesia. (2) Masyarakat
hendaknya tidak memberikan bantuan kepada warga negara asing dalam pemberian
data yang tidak benar dalam pembuatan dokumen perjalanan Republik Indonesia,
karena terjadinya tindak pidana disebabkan oleh adanya bantuan dari pihak lain,
yaitu pelaku menggunakan data dan identitas dari pihak lain seolah-olah data dan
identitas tersebut adalah data dan identitas terdakwa.
Kata Kunci: Putusan Hakim, Warga Negara Asing, Dokumen Perjalanan
M. REFVOYANDRA M. REFVOYANDRA1962011004 2023-08-18T07:53:11Z2023-08-18T07:53:11Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74974This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/749742023-08-18T07:53:11ZUPAYA BADAN KARANTINA IKAN PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN DALAM PENANGGULANGAN
KEJAHATAN PENYELUNDUPAN BENIH LOBSTER
(Studi Kasus Di Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu Dan Keamanan Hasil Perikanan Provinsi Lampung)Provinsi Lampung memiliki potensi besar terhadap lobster di perairan Pesisir Barat yang merupakan salah satu komoditi unggulan ekonomis tinggi. Penjualan lobster diatur dalam 17/PERMEN-KP/2021 yaitu tidak dalam kondisi bertelur, panjang karapas diatas 6 (enam) cm dan berat diatas 150 (seratus lima puluh) gram/ekor. Sumber permasalahan dalam penelitian ini adalah munculnya oknum-oknum masyarakat yang ingin mendapat keuntungan dengan menyalahi aturan yang telah ditetapkan, yang berdampak buruk pada perekonomian negara sehingga perlu adanya upaya yang dilakukan baik pencegahan maupun penanggulangan. Berdasarkan isu hukum tersebut maka permasalahan yang akan dibahas adalah tentang upaya BKIPM dalam penanggulangan kejahatan penyelundupan benih lobster dan faktor penghambatnya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Narasumber dalam penelitian ini terdiri dari PPNS BKIPM Provinsi Lampung, penyidik satreskrimsus Polda Lampung dan Dosen Hukum bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa upaya yang dilakukan BKIPM terdapat tiga langkah berdasarkan teori penanggulangan kejahatan empirik yang dikemukakan oleh A.S Alam yaitu upaya pre-emtif, preventif dan represif. Upaya pre-emtif dilakukan dengan penyuluhan secara langsung kepada masyarakat setempat yaitu di wilayah Pesisir Barat dengan memberikan himbauan dan memasang banner, selanjutnya upaya preventif dilakukan dengan berkoordinasi terhadap polda lampung dengan pemantauan dan penjagaan di pintu masuk dan pintu keluar provinsi lampung seperti pelabuhan dan bandara, kemudian upaya represifnya dilakukan dengan berkoordinasi terhadap polda lampung berupa pemeriksaan pendahuluan, penyidikan, penanganan barang bukti dan penanganan awak kapal. Faktor penghambat BKIPM berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diantaranya faktor masyarakatnya itu sendiri dimana kurangnya keasadaran masyarakat setempat dan sikap acuh yang terus membudaya sehingga penyelundupan benih lobster terus terjadi serta faktor kuantitas penegak hukum yang tidak sebanding dengan luas wilayah Provinsi Lampung.
Saran dalam penelitian ini adalah perlunya meningkatkan koordinasi terhadap Polda Lampung maupun daerah lain serta lebih mengedepankan upaya pencegahan yaitu dengan melakukan penyuluhan atau himbauan kepada masyarakat Pesisir Barat lebih sering lagi setidaknya dua kali dalam satu tahun. Selain itu salah satu faktor penghambat BKIPM yang sangat menonjol adalah faktor kuantitas (jumlah) personil dari BKIPM, maka dari itu penambahan jumlah personil dan koordinasi kepada masyarakat setempat dan Polda Lampung maupun daerah lain merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam penanggulangan kejahatan penyelundupan benih lobster asal Lampung.
Kata Kunci:Upaya BKIPM, Penyelundupan, Benih Lobster
ABSTRACT
Lampung Province has great potential for lobsters in the waters of the West Coast which is one of the leading high-economic commodities. The sale of lobsters is regulated in 17/PERMEN-KP/2021, namely not laying eggs, carapace length above 6 (six) cm and weighing above 150 (one hundred and fifty) grams/head. The source of the problem in this research is the emergence of members of the public who want to benefit by violating the rules that have been set, which have a negative impact on the country's economy so that efforts are needed to be made both prevention and control. Based on these legal issues, the issues that will be discussed are BKIPM's efforts to deal with the crime of smuggling lobster seeds and their inhibiting factors.
This research uses normative juridical and empirical juridical approaches. Data collection procedures were carried out by means of literature studies and field studies. The informants in this study consisted of PPNS BKIPM Lampung Province, investigators from the Special Criminal Investigation Unit of the Lampung Police and Law Lecturers in the Criminal Section of the Faculty of Law, University of Lampung. The data obtained was then analyzed qualitatively.
The results of the research and discussion show that the efforts made by BKIPM consist of three steps based on the theory of empirical crime prevention put forward by AS Alam, namely pre-emptive, preventive and repressive efforts. Pre-emptive efforts are carried out by direct counseling to the local community, namely in the West Coast region by giving appeals and putting up banners, then preventive efforts are carried out by coordinating with the Lampung Regional Police by monitoring and guarding at the entrances and exits of Lampung province such as ports and airports, then repressive efforts are carried out by coordinating with the Lampung Regional Police in the form of preliminary examinations, investigations, handling of evidence and handling of the ship's crew. Factors inhibiting BKIPM based on research that has been conducted include the community factor itself where the local community's lack of awareness and indifference that continues to be entrenched so that smuggling of lobster seeds continues to occur as well as the factor of the quantity of law enforcement that is not comparable to the area of Lampung Province.
Suggestions in this study are the need to improve coordination with the Lampung Regional Police and other regions and prioritize prevention efforts, namely by conducting counseling or appeals to the West Coast community more often, at least twice a year. Apart from that, one of the most prominent inhibiting factors for BKIPM is the quantity (number) of BKIPM personnel, therefore increasing the number of personnel and coordinating with the local community and the Lampung Regional Police and other regions is one of the keys to success in tackling the crime of smuggling lobster seeds from Lampung.
Keywords: BKIPM Efforts, Smuggling, Lobster SeedsIrfani Aldi 19120110542023-08-18T02:35:56Z2023-08-18T02:35:56Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74942This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/749422023-08-18T02:35:56ZTANGGUNG JAWAB HUKUM PENGENDALI DATA PRIBADI JIKA
TERJADI KEBOCORAN DATA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 27 TAHUN 2022 TENTANG PELINDUNGAN DATA PRIBADIBerdasarkan data Kemenkominfo selama tahun 2019-2022, perhatian terhadap
Pelindungan Data Pribadi belum sepenuhnya diakomodir oleh pemerintah. Hal itu
terbukti dengan adanya beberapa kasus kebocoran data seperti yang terjadi di ECommerce maupun instansi pemerintah yang telah merugikan negara hingga
ratusan triliun. Pada 17 Oktober 2022 pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022
tentang Pelindungan Data Pribadi. Di dalam undang-undang tersebut terdapat
pihak yang memiliki tanggung jawab hukum dalam Pelindungan Data Pribadi,
yakni Pengendali Data Pribadi. Pengendali Data Pribadi merupakan setiap orang,
badan publik, dan organisasi internasional yang bertindak sendiri-sendiri atau
bersama-sama dalam menentukan tujuan dan melakukan kendali pemrosesan Data
Pribadi. Adapun permasalahan dalam penelitian ini, yakni tanggung jawab hukum
Pengendali Data Pribadi jika terjadi kebocoran data dan upaya hukum yang dapat
dilakukan oleh para pihak jika terjadi kebocoran data berdasarkan UndangUndang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi.
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan tipe deskriptif
kualitatif, yang menggunakan pendekatan perundang-undangan. Data yang
digunakan merupakan data sekunder, berupa bahan hukum primer, sekunder dan
tersier. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka (library
research), sedangkan metode pengolahan data yang digunakan adalah dengan
melakukan pemeriksaan data, rekonstruksi data, dan sistematisasi data. Data
tersebut kemudian dianalisis secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yaitu antara lain: 1). Pengendali
Data Pribadi memiliki tanggung jawab hukum untuk menyampaikanpemberitahuan secara tertulis paling lambat 3 x 24 jam kepada penggunanya dan
lembaga yang menyelenggarakan Data Pribadi. 2). Upaya hukum yang dapat
dilakukan oleh para pihak jika terjadi kebocoran Data Pribadi berdasarkan Pasal
64 ayat (1) UU PDP dapat dibagi menjadi dua cara yaitu melakukan penyelesaian
sengketa melalui proses litigasi (pengadilan) dengan dasar gugatan Perbuatan
Melawan Hukum dan melakukan penyelesaian sengketa melalui proses nonlitigasi yakni dengan Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Kata Kunci: Data Pribadi, Kebocoran Data, Pelindungan Data PribadiMUFLIHUN AHMAD 19120111852023-08-18T02:12:05Z2023-08-18T02:12:05Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74937This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/749372023-08-18T02:12:05ZUPAYA PEMBIMBING KEMASYARAKATAN DALAM PROSES DIVERSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK
(Studi Wilayah Hukum Bapas Kelas II Kotabumi)
Negara Indonesia merupakan negara hukum. Dalam konstitusi Indonesia, peraturan hukum tentang anak diatur tegas dalam undang-undang. Diversi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum wajib diupayakan pada setiap tingkatan pemeriksaan. Dalam mengupayakan ini pembimbing kemasyarakatan dari balai pemasyarakatan mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan diversi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Ketentuan mengenai diversi diatur dalam Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan pidana Anak. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah upaya pembimbing kemasyarakatan dalam diversi bagi pelaku tindak pidana yang dilakukan oleh anak dan apakah yang menjadi faktor penghambat upaya pembimbing kemasyarakatan dalam diversi bagi pelaku tindak pidana yang dilakukan oleh anak.
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris, yang mana menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan dan studi lapangan, yang diperkaya dengan data-data narasumber yang terdiri dari pihak pembimbing kemasyarakatan dan akademisi fakultas hukum universitas lampung.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa upaya yang dilakukan pembimbing kemasyarakatan dalam diversi bagi pelaku tindak pidana yang dilakukan oleh anak meliputi membuat laporan hasil penelitian kemasyarakatan yaitu pembimbing kemasyarakatan mendapatkan permohonan penelitian kemasyarakatan (litmas) untuk menentukan rekomendasi terbaik bagi anak dalam hal diversi dan melakukan pendampingan yaitu dapat diartikan peran pembimbing kemasyarakatan untuk mendampingi anak dalam menghadapi permasalahan yang anak hadapi serta pembimbing kemasyarakatan wajib mendampingi anak sejak anak dilaporkan melakukan tindak pidana serta memberikan arahan – arahan dalam hal merasa bingung saat menjawab pertanyaan – pertanyaan yang diajukan. Faktor penghambat upaya pembimbing kemasyarakatan dalam diversi bagi pelaku tindak pidana yang dilakukan oleh anak yaitu faktor masyarakat yang dalam hal ini dikarenakan masih
Muhammad Farhan Rabbani Ujudan
kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya mencari sumber informasi terkait diversi yang dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan sehingga masyarakat terkadang menimbulkan kesalahpahaman terkait pelaksanaan diversi dan enggan untuk melaksanakan proses diversi terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana tersebut. Serta faktor kebudayaan dikarenakan masih minimnya tingkat kesadaran masyarakat akan budaya hukum dan budaya masyarakat yang takut melapor dan berfikiran negatif kepada pembimbing kemasyarakatan atas laporan tersebut dengan alasan laporan tersebut ditolak dan takut laporannya tidak diterima serta tidak diperdulikan. Serta budaya dari masyarakat terkait budaya hukum yang lebih mengedepankan pemahaman dan menitikberatkan bahwa setiap pelaku yang melakukan tindak pidana kejahatan yang dilakukan oleh anak tersebut harus dijatuhi sanksi pidana.
Saran dari penelitian ini adalah pembimbing kemasyarakatan dan aparat penegak hukum agar lebih meningkatkan lagi kinerja dalam pelaksanaan diversi terhadap anak, kepada pembimbing kemasyarakatan dan aparat penegak hukum dapat lebih meningkatkan kualitas, integritas dan kredibilitas, pembimbing kemasyarakatan dapat melakukan penelitian kemasyarakatan dan bimbingan terhadap anak tetap mengutamakan kepentingan-kepentingan terbaik bagi anak, serta perlunya adanya sosialisasi atau keterbukaan informasi kinerja pembimbing kemasyarakatan untuk masyarakat luas serta diharapkan pembimbing kemasyarakatan bersama dengan penegak hukum mulai dari penyidik, jaksa, dan hakim diharapkan untuk bersinergi dan berintegritas memaksimalkan pelaksanaan diversi yang sebagaimana diamanahkan dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Kata Kunci : Upaya Pembimbing Kemasyarakatan, Diversi, Anak
Indonesia is a state of law. In the Indonesian constitution, legal regulations regarding children are strictly regulated in law. Diversion of children who are in conflict with the law must be pursued at every level of examination. In pursuing this, community counselors from correctional centers have an important role in carrying out diversion of children who are in conflict with the law. Provisions regarding diversion are regulated in Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 concerning Sistem Peradilan Pidana Anak. The problem in this study is how are the efforts of social counselors in diversion for perpetrators of crimes committed by children and what are the inhibiting factors in efforts of social counselors in diversion for perpetrators of crimes committed by children.
The approach method used in this study is a normative juridical and empirical juridical approach, which uses data collection techniques by means of library research and field studies, which are enriched with data from sources consisting of social advisers and academics at the Faculty of Law, University of Lampung.
The results of this study indicate that the efforts made by social counselors in diversion for perpetrators of criminal acts committed by children include making reports on the results of social research, namely social counselors obtaining requests for social research (litmas) to determine the best recommendations for children in terms of diversion and providing assistance, namely being able to This means that the role of community counselors is to accompany children in dealing with the problems children face and social counselors are required to accompany children since the child has been reported to have committed a crime and to provide directions in terms of feeling confused when answering the questions asked. The inhibiting factor in the efforts of social guidance in diversion for perpetrators of criminal acts committed by children is the community factor which in this case is due to still the lack of public awareness of the importance of finding sources of information related to diversion carried out by community counselors so that
Muhammad Farhan Rabbani Ujudan
the community sometimes creates misunderstandings regarding the implementation of diversion and is reluctant to carry out the diversion process against children as perpetrators of these crimes. As well as cultural factors due to the low level of public awareness of the legal culture and culture of the people who are afraid to report and think negatively to the social adviser about the report on the grounds that the report is rejected and is afraid that the report will not be accepted and will not be cared for. As well as the culture of society related to legal culture which prioritizes understanding and emphasizes that every perpetrator who commits a crime committed by the child must be subject to criminal sanctions.
Suggestions from this study are community counselors and law enforcement officials to further improve performance in the implementation of diversion against children, societal advisers and law enforcement officials can further improve quality, integrity and credibility, community counselors can conduct community research and guidance on children still prioritize the best interests of the child, as well as the need for socialization or disclosure of information on the performance of social counselors for the wider community and it is hoped that social counselors together with law enforcers starting from investigators, prosecutors and judges are expected to work together and have integrity to maximize the implementation of diversion as mandated in the Law Invite No. 11 of 2012 concerning the Juvenile Criminal Justice System.
Keywords : Community Guiding Efforts, Diversion, Children
FARHAN RABBANI UJUDAN MUHAMMAD 1912011104 2023-08-18T01:20:13Z2023-08-18T01:20:13Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74902This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/749022023-08-18T01:20:13ZPERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KOPERASI SIMPAN PINJAM
TANPA IZIN PERBANKAN
(Studi Putusan No. 846/Pid.Sus/2021/PN.Tng)Koperasi simpan pinjam dipadang sebagai usaha yang dapat membantu perbaikan
tingkat kehidupan ekonomi di Indonesia, dikarenakan mengedepankan asas tolong
menolong. Namun, berjalannya kegiatan koperasi simpan pinjam tidak terlepas dari
kemungkinan melakukan tindak pidana perbankan, salah satunya adalah kegiatan
yang berkaitan dengan perizinan. Pelaku tindak pidana perbankan harus
bertanggungjawab atas perbuatannya sesuai dengan sanksi yang diterapkan dalam
undang-undang khusus maupun undang-undang umum, sanksi yang diberikan pada
hakikatnya untuk memberikan rasa keadilan bagi para setiap pihak yang berperkara.
Tindak pidana perbankan yang paling meresahkan adalah sebuah kegiatan berupa
penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan atau deposito dengan
menjanjikan sejumlah bunga, namun kegiatan tersebut tidak memiliki izin dari
Bank Indonesia maupun OJK sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perbankan.
Permasalahan dalam penelitian ini berfokus pada pertanggungjawaban pidana
terhadap koperasi yang melakukan usaha perbankan tanpa izin dan dasar
pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusannya lebih rendah dari tunutan
jaksa terhadap koperasi yang melakukan kegiatan perbankan tanpa izin pada
Putusan Nomor Studi Putusan No.846/Pid.Sus/2021.
Metode penulisan penelitian ini menggunakan dua pendekatan yakni pendekatan
yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Prosedur pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini dengan studi kepustakaan dan wawancara. Datadata yang diperoleh selanjutnya dianalisa secara kualitatif untuk mendapatkan hasil
penulisan yang bersifat deksriptif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa pertanggungjawaban pidana
dalam hal ini dapat dapat dipertanggungjawabkan secara pidana dengan ketentuan
pelanggaran pidana yang dilakukan oleh Koperasi Airo Jaya Bersama masuk ke
dalam kategori bentuk criminal corporation atau kejahatan yang menggunakan
korporasi sebagi alat dalam melancarkan aksi kejahatan serta dalam
pertanggungjawaban pidananya menggunakan teori indentification dengan
menjatuhkan pidana terhadap pimpinan koperasi. Hakim menjatuhkan putusan
dengan mempertimbangkan aspek yuridis dengan menggunakan asas Lex Specialis
Derogat Legi Generali dengan menjatuhkan putusan dengan Pasal 46 Ayat (1) jo
Pasal 16 Undang-Undang Nomor 10 tentang Perbankan, dengan menjatuhkanii
Nunut Magdalena
pidana kepada pimpinan koperasi berupa penjara selama 7 (tujuh) Tahun 6 (enam)
bulan serta denda sebesar Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dengan
ketentuan apabila denda tidak dibayar, maka diganti dengan kurungan selama 3
(tiga) bulan serta aspek filosofis yang menyatakan bahwa putusan yang diberikan
terhadap pelaku bersikap adil bagi setiap pihak yang berperkara. Aspek sosiologis
yang didasarkan pada hal-hal yang dapat memberatkan dan meringankan terdakwa.
Saran yang dapat diberikan penjatuhan pertanggungjawaban pidana terhadap
koperasi simpan pinjam yang melakukan kegiatan tanpa izin sebaiknya dapat
memberikan sanksi administratif terhadap koperasi sebagai bentuk sebuah
korporasi mengingat sampai saat ini koperasi masih dapat menjalankan usahanya.
Kata Kunci : Pertanggungjawaban Pidana, Pertimbangan Hakim, Koperasi
Simpan PinjamMAGDALENA NUNUT 19120112272023-08-18T01:01:50Z2023-08-18T01:01:50Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74894This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/748942023-08-18T01:01:50ZPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENCIPTA LAGU ATAS PERUBAHAN LIRIK TANPA IZIN PEMEGANG HAK CIPTA DI APLIKASI TIKTOK
Dukungan terhadap kemajuan teknologi dan informasi menyebabkan berkembangnya berbagai
aplikasi hiburan, di antaranya adalah aplikasi TikTok. Dalam praktiknya, penggunaan aplikasi
TikTok menuai pro-kontra, di antaranya adalah terdapat pengguna aplikasi TikTok yang membuat
video dengan menyanyikan ulang lagu, kemudian lagu tersebut diubah liriknya. Pengguna aplikasi
TikTok terkadang tidak meminta izin kepada pemegang hak cipta atas perubahan lirik lagu yang
diunggah pada aplikasi TikTok. Adanya perubahan lirik lagu tanpa izin pada potongan lagu di
dalam aplikasi tersebut, menunjukkan bahwa suatu karya lagu telah dilakukan perubahan dari versi
aslinya. Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) Apa saja identifikasi pelanggaran hak cipta
yang dilakukan oleh pengguna aplikasi TikTok dan (2) Bagaimana perlindungan hukum bagi
pemegang hak cipta lagu atas perubahan lirik lagu tanpa izin pada aplikasi TikTok.
Jenis penelitian dalam skripsi ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian
deskriptif. Pendekatan masalah menggunakan pendekatan perundang-undangan. Data dan sumber
data menggunakan data sekunder dengan sumber data berupa bahan hukum primer, sekunder dan
tersier. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka dan studi dokumen.
Metode pengolahan data dalam penelitian ini melalui pemeriksaan data, verifikasi data dan
sistematisasi data yang dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa identifikasi pelanggaran hak cipta oleh
pengguna aplikasi TikTok yang mengubah lirik lagu tanpa izin telah melanggar hak moral karena
tidak mempertahankan hak cipta dalam hal modifikasi ciptaan dan melanggar hak ekonomi karena
menggunakan lagu yang telah diubah liriknya untuk keperluan komersial. Hak moral terdiri atas
hak untuk diakui sebagai pencipta dan hak atas keutuhan karyanya sedangkan hak ekonomi
merupakan hak eksklusif pencipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan.
Perlindungan hukum terhadap pemegang hak cipta dalam hal perubahan lirik lagu tanpa izin pada
aplikasi TikTok adalah dengan upaya preventif yaitu perlindungan yang diberikan oleh pemerintah
dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran dan upaya represif yaitu upaya
untuk mengatasi terjadinya tindakan perubahan sebagian isi lagu tanpa izin yang diunggah oleh
pengguna aplikasi TikTok pada layanan aplikasi TikTokHasnadiba Daria19120113182023-08-18T00:55:58Z2023-08-18T00:55:58Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74891This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/748912023-08-18T00:55:58ZUPAYA KEPOLISIAN DALAM PENYIDIKAN KASUS BULLYING OLEH
SESAMA ANAK YANG MENYEBABKAN KORBAN
MENINGGAL DUNIA
(Studi Kasus Polsek Way Bungur Lampung Timur)Perundungan atau bullying merupakan salah satu kasus yang dapat dijumpai
dimana saja. Perilaku perundungan terjadi pada seseorang yang menjadi sasaran
aksi negatif dari seseorang maupun sekelompok orang secara berulang.
Perundungan tidak hanya terjadi pada anak-anak, namun terjadi pula pada orang
dewasa. Perilaku perundungan dapat terjadi secara langsung seperti mengejek,
mengancam, mencela, memukul, dan merampas yang dilakukan oleh satu atau
lebih siswa kepada korban atau anak yang lain. Perilaku perundungan tidak
langsung, misalnya dengan mengisolasi atau dengan sengaja menjauhkan
seseorang yang dianggap berbeda, Upaya Penyidikan oleh pihak kepolisian dalam
Kasus Bullying oleh Sesama Anak yang Menyebabkan Korban Meninggal Dunia,
(Studi kasus Polsek Way Bungur Lampung Timur), kejadian ini membuat resah
tidak hanya pihak masyarakat. Permasalahan dalam penelitian ini adalah upaya
penyidikan oleh kepolisian dalam kasus bullying yang mengakibatkan korban
meninggal dunia dan faktor yang menjadi penghambat dalam upaya penyidikan
oleh kepolisian dalam kasus Bullying yang mengakibatkan korban meninggal
dunia.
Penelitian menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris
yaitu pendekatan yang didasarkan kepada perundang-undangan, teori-teori dan
konsep-konsep yang berhubungan dengan penulisan penelitian berupa asas-asas,
nilai-nilai, serta tindakan yang dilakukan dengan mengadakan penelitian di
lapangan. Narasumber dalam penelitian ini terdiri dari anggota Kepolisian Sektor
Way Bungur Lampung Timur dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum
Universitas Lampung. Data yang diperoleh terdiri dari data lapangan dan data
kepustakaan. Jenis data meliputi data primer dan data sekunder yang kemudian di
analisis secara kualitatif.87
ACHMAD JUNICKO NUGRAHA
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa Upaya Penyidikan Oleh
Kepolisian Dalam Kasus Bullying yang Akhrinya Mengakibatkan Korban
Meninggal Dunia, penyidik mempunyai kewenangan dalam hal menghentikan
suatu penyidikan dikarenakan kurangnya alat bukti permulaan yang cukup guna
memperkuat laporan dalam hal ini kasus bullying, sehingga dalam kasus bullying
yang mengakibatkan korban meninggal dunia yang terjadi di wilayah hukum
Polsek Way Bungur dihentikan dikarekan kurangnya bukti yang cukup guna
melanjutkan proses hukum terhadap tersengka kasus bullying (henti lidik). Selain
itu faktor yang menjadi penghambat pihak kepolisian dalam proses penyidikan
kasus bullying yang menyebabkan korban meninggal dunia, tidak kooperatifnya
saksi korban, makdusnya dalam hal ini pihak korban yang mendapatkan bullying
dari teman-temanya meninggal dunia sehari setelah dilakukan perawatan yang
intensif di rumah sakit diakrenakan luka bakar disekujur tubuh yang cukup serius,
sehari sebelum meninggal korban sempat dapat diajak berbicara dan mengatakan
melakukan upaya bunuh diri karena sering dibully atau di olok-olok oleh teman
sebayanya.
Saran dalam penelitian ini adalah penyidik mempunyai kewenangan dalam hal
menghentikan suatu penyidikan dikarenakan kurangnya alat bukti permulaan yang
cukup guna memperkuat laporan dalam hal ini kasus bullying, sehingga dalam
kasus bullying yang mengakibatkan korban meninggal dunia yang terjadi di
wilayah hukum Polsek Way Bungur dihentikan dikarekan kurangnya bukti yang
cukup guna melanjutkan proses hukum terhadap tersengka kasus bullying (henti
lidik) dan keterangan tersangka dan saksi sangatlah penting dalam proses
penyidikan, akan tetapi dalam hal ini seringkali penyidikan terhambat akibat
ketidak jelasan keterangan tersangka dan saksi korban bullying dari temantemanya meninggal dunia sehari setelah dilakukan perawatan yang intensif di
rumah sakit dikarenakan luka bakar disekujur tubuh yang cukup serius, sehari
sebelum meninggal korban sempat dapat diajak berbicara dan mengatakan
melakukan upaya bunuh diri karena sering dibully atau di olok-olok oleh teman
sebayanya, dan yang diduga tersangka dan teman korban lain mengatakan
pembulian tersebut tidak benar adanya sehingga menyulitkan pihak kepolisian
dalam penyidikan kasus ini dan selanjutnya penyidikan dihentikan dikarenakan
kurangnya alat bukti.
Kata kunci : Upaya Penyidikan, Bullying, AnakJunicko Nugraha Achmad 18120112412023-08-16T06:18:34Z2023-08-16T06:18:34Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74801This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/748012023-08-16T06:18:34ZPENYELESAIAN SENGKETA SERTIFIKAT GANDA OLEH
PTUN DI KOTA BANDAR LAMPUNG
(Studi Putusan Nomor: 34/G/2021/PTUN-BL) Perselisihan tentang penerbitan sertifikat ganda terjadi di jalan Nusantara Labuhan
Ratu Raya dimana tanah tersebut telah diklaim secara sepihak dengan adanya
plang bertuliskan Tanah ini milik Bp. Adi Sucipto. Yang mana klaim tanah itu
tidak mengikuti aturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah,
dimana merugikan Penggugat karena kehilangan hak memiliki objek tanah.
Permasalahan seperti bagaimana penyelesaian sertifikat ganda nomor 1060, 55
dan 54, oleh Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung Dan Bagaimanakah
penyelesaian sengketa sertifikat ganda Nomor 1060, 55 dan 54 pada Putusan
Nomor:34/G/2021/PTUN-BL, Pengadilan Tata Usaha Negara, , Bandar Lampung.
Tesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian normatif dan empiris,
yaitu penelitian hukum memandang dari segi ilmu hukum. Sedangkan penelitian
empiris merupakan suatu metode yang dilakukan dengan bentuk wawancara.
Hasil penelitian dan pembahasan terlebih dahulu, penyelesaian sengketa pada
kantor pertanahan perihal penyelesaian sertifikat ganda surat hak milik nomor
1060, 55 dan 54 pada kantor pertanahan, telah dilakukannya upaya keberatan dan
mediasi oleh Penggugat tidak menemukan kesepakatan, dikarenakan saat ploting
terjadi perbedaan dan juga bergeser objek tanah milik Penggugat. Kedua,
berdasarkan peraturan perundang-undangan tindakan Badan Pertanahan Nasional
(BPN) Kota Bandar Lampung dalam menerbitkan sertifikat hak milik
No.1060/Kel Labuhan Ratu Raya dengan surat ukur Nomor 1279 tahun 2018,
kesalahan yang dilaporkan dalam hukum administrasi, khususnya kesalahan
prosedural dan informasi hukum dan fisik yang salah, oleh karenanya Dewan
hakim menyatakan batal terhadap sertifikat kepemilikan ganda yang diterbitkan
oleh BPN Kota Bandar Lampung.
Penulis memberikan saran kepada masyarakat Kota Bandar Lampung untuk
memantau tanah miliknya di aplikasi sentuh tanahku.
Kata Kunci: BPN Kota Bandar Lampung, Hukum Administrasi Negara,Sertifikat Hak Milik Tanah Ganda.PANJAITAN YORDAN ARDIAN TARUNA 17520110662023-08-16T04:14:55Z2023-08-16T04:14:55Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74831This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/748312023-08-16T04:14:55ZSTUDI KOMPARATIF PERLINDUNGAN HUKUM DAN
PELAKSANAAN PEMENUHAN NAFKAH ISTRI DAN ANAK PASCA
PERCERIAN MENURUT HUKUM ISLAM INDONESIA DAN
MALAYSIAPemenuhan nafkah istri dan anak pasca perceraian yang diabaikan oleh
mantan suami menjadi suatu permasalahan di Indonesia dan Malaysia. Sehingga,
diperlukan perlindungan hukum bagi istri dan anak akibat kelalaian pemenuhan
nafkah pasca perceraian. Permasalahan dalam penelitian ini mengkaji mengenai
perlindungan hukum bagi istri dan anak akibat kelalaian pemenuhan nafkah oleh
mantan suami menurut hukum islam di Indonesia dan Malaysia serta pelaksanaan
penyelesaian hukum dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.
Penelitian ini adalah penelitian normatif dengan tipe deskriptif. Pendekatan
yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan
perbandingan (comparative appoarch). Data yang digunakan adalah data sekunder
yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum
tersier. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data dengan cara studi
kepustakaan, serta diolah dengan metode pengolahan data yaitu pemeriksaan data,
verivikasi data, klasifikasi data dan sistemasisasi data yang selanjutnya dianalisis
secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menjelaskan perlindungan hukum kedua
negara tersebut memiliki perbedaan dalam pengaturannya. Perlidungan hukum di
Indonesia yaitu dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan anak dan Kompilasi
Hukum Islam. Malaysia peraturan nya secara jelas diatur dalam Enakmen 7 Tahun
2008, Undang-Undang Keluarga Islam 2008. Upaya perlindungan preventif di
Indonesia hanya terdapat pada lembaga adat yaitu Ninik Mamak, page waris, KUA
dan Hakamain. Berbeda dengan negara Malaysia yang memiliki lembaga Bahagian
Sokongan Keluarga (BSK). Pelaksanaan penyelesaian nafkah pasca perceraian di
Indonesia dan Malaysia memiliki persamaan. Di Indonesia perkara tersebut dapat
dilakukan di Pengadilan Agama dan dapat dilakukan permohonan eksekusi putusan
sedangkan di Malaysia dapat dilakukan di Mahkamah Syariah.
Kata kunci : Studi Komparatif Hukum, Nafkah Pasca Perceraian, Hukum
islam Indonesia dan Malaysia.AMELIA INE19120110872023-08-16T03:43:37Z2023-08-16T03:43:37Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74816This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/748162023-08-16T03:43:37ZANALISIS YURIDIS SALAH SATU ALASAN PERCERAIAN KARENA
PELANGGARAN PERJANJIAN PRANIKAH ANTARA PASANGAN
YANG BERKEWARGANEGARAAN INDONESIA DAN ASING
(Studi Kasus Putusan Nomor 340/Pdt.G/2017/PA.Amb) Perjanjian ipranikah imerupakan iperjanjian iantara icalon isuami iistri iyang idibuat
isebelum iberlangsungnya iperkawinan. iPerjanjian ipranikah iitu isendiri idiatur ipada
iPasal i29 iUndang-Undang iNomor i1 iTahun i1974 iTentang iPerkawinan idan iPasal
i139 isampai idengan iPasal i185 iKUHPerdata. iNamun, imasih ibanyak ipasangan iyang
ikeliru idalam imembuat iperjanjian iperkawinan itersebut iseperti ipada iputusan iNomor
i340/Pdt.G/2017/PA.Amb. iPermasalahan idalam ipenelitian iini iadalah
ibagaimanakah ibentuk ipelanggaran iperjanjian iperkawinan iyang iterdapat idalam
iputusan iNomor i340/Pdt.G/2017/PA.Amb, ibagaimanakah idasar ipertimbangan
ihakim imemutuskan iperkara iNomor i340/Pdt.G/2017/PA.Amb, idan iakibat ihukum
iyang itimbul ikarena iputusan iNomor i340/Pdt.G/2017/PA.Amb.
Metode ipenelitian idalam idalam iskripsi iini imenggunakan ijenis ipenelitian ihukum
inormatif idengan itipe ip ienelitian ideskriptif. iPendekatan imasalah imenggunakan
ipendekatan iperundang-undangan idan ipendekatan iasas-asas ihukum. iData idan
isumber idata imenggunakan idata isekunder iyang iterdiri idari ibahan ihukum iprimer,
isekunder idan itersier. iMetode ipengumpulan idata idengan istudi ipustaka idan
istudi idokumen. iMetode ipengolahan idata imelalui ipemeriksaan idata, iverifikasi idata,
iklasifikasi idata, idan isistematisasi idata. iAnalisis idata imenggunakan ianalisis
ikualitatif.
Hasil ipenelitian idan ipembahasan imenjelaskan ibahwa iPutusan iNomor
i340/Pdt.G/2017/PA.Amb imengetahui ibahwa iperjanjian ipranikah iyang idibuat ioleh
iPenggugat idan iTergugat imelanggar isyarat isah iobjektif iperjanjian idalam iHukum
iPerdata, iasas iitikad ibaik idan iasas ikeseimbangan idalam imembuat iperjanjian ipada
iHukum iPerdata, ipada iPasal i29 iUndang-Undang iPerkawinan imenjelaskan idalam
ipembuatan iperjanjian iperkawinan itidak idiperkenankan iuntuk imenyimpang idari
iaturan iyang itelah iada idan itata ikesusilaan, inamun iperjanjian ipranikah iyang idibuat
ioleh iPenggugat idan iTergugat imenyimpang idari itata ikesusilaan ikarena itelah
imerugikan iPenggugat isebagai iseorang iistri. iPerjanjian ipranikah itersebut ijuga
imelanggar iperaturan ipemberian inafkah ilahir idan ibatin isuami ikepada iistri
Feira iWafi iSakina
iberdasarkan iKUHPerdata idan iUndang-Undang iNomor i1 iTahun i1974 iTentang
iPerkawinan ikarena iTergugat iselaku isuami itidak imemberikan inafkah ilahir idan
ibathin ikepada iPenggugat isebagai iseorang iistri. iTergugat ijuga imelanggar iasas
imonogami idalam iKUHPerdata ikarena iTergugat imelakukan iperkawinan idengan
iPenggugat itanpa isepengetahuan iPenggugat ibahwa iTergugat itelah imemiliki iistri
iyang isah idi iJepang. iBerdasarkan iPasal i39 iayat i2 iUndang-Undang iNomor i1 iTahun
i1974 ijis. iPasal i19 ihuruf i(f) iPeraturan iPemerintah iNomor i9 iTahun i1975 idan iPasal
i116 ihuruf i(f) iKompilasi iHukum iIslam ikarena iPenggugat idan iTergugat itidak idapat
irukun ikembali iwalaupun itelah idiusahakan, imaka ihakim imengabulkan igugatan
icerai iyang idiajukan ioleh iPenggugat iyaitu iistri idan iakibat ihukum idari iputusan
itersebut iialah iperjanjian ipranikah itersebut imenjadi itidak iberlaku idan iperkawinan
iantara iPenggugat idan iTergugat imenjadi iputus, inamun ikarena iPenggugat itidak
imengajukan igugatan iharta ibersama idan ikeduanya itidak imemiliki ianak, imaka
iakibat ihukum iperceraian iterhadap iharta ibersama idan ihak iasuh ianak imenjadi itidak
iberlaku.
Kata Kunci : Perjanjian, Perkawinan, Pranikah.
A prenuptial agreement is an agreement between a husband and wife made before
the imarriage itakes iplace. iThe ipre-nuptial iagreement iitself iis iregulated iin iArticle
i29 iof iLaw iNumber i1 iof i1974 iConcerning iMarriage iand iArticles i139 ito i185 iof ithe
iCivil iCode. iHowever, ithere iare istill imany icouples iwho iare iwrong iin imaking ithe
imarriage iagreement ias iin ithe idecision iNumber i340/Pdt.G/2017/PA.Amb. iThe
iproblem iin ithis istudy iis ihow iis ithe iform iof iviolation iof ithe imarriage iagreement
icontained iin ithe idecision iNumber i340/Pdt.G/2017/PA.Amb, iwhat iis ithe ibasis ifor
ithe ijudge's iconsideration iin ideciding icase iNumber i340/Pdt.G/2017/PA.Amb, iand
iwhat iare ithe ilegal iconsequences iarose ibecause iof ithe idecision iNumber
i340/Pdt.G/2017/PA.Amb.
The iresearch imethod iin ithis ithesis iuses ia itype iof inormative ilegal iresearch iwith ia
idescriptive iresearch itype. iThe iproblem iapproach iuses ia iqualitative iapproach.
iData iand idata isources iuse isecondary idata iconsisting iof iprimary, isecondary iand
itertiary ilegal imaterials. iMethods iof idata icollection iby iliterature istudy iand
idocument istudy. iData iprocessing imethods ithrough idata ichecking, idata
iverification, idata iclassification, iand idata isystematization. iData ianalysis iusing
iqualitative ianalysis.
The iresults iof ithe istudy iexplain ithat iDecision iNumber i340/Pdt.G/2017/PA.Amb
iknows ithat ithe iprenuptial iagreement imade iby ithe iPlaintiff iand ithe iDefendant
iviolates ithe iobjective ilegal irequirements iof ithe iagreement iin iCivil iLaw, ithe
iprinciple iof igood ifaith iand ithe iprinciple iof ibalance iin imaking iagreements iin iCivil
iLaw, iArticle i29 iof ithe iMarriage iLaw iexplains ithat iin imaking ia imarriage
iagreement iit iis inot ipermissible ito ideviate ifrom iexisting irules iand ithe idecency
isystem, ibut ithe iprenuptial iagreement imade iby ithe iPlaintiff iand ithe iDefendant
ideviates ifrom ithe idecency isystem ibecause iit ihas iharmed ithe iPlaintiff ias ia iwife. iThe
ipre-nuptial iagreement ialso iviolates ithe iregulation ion ithe iprovision iof iphysical iand
Feira iWafi iSakina
ispiritual isupport ifor ithe ihusband ito ihis iwife ibased ion ithe iCivil iCode iand iLaw
iNumber i1 iof 1974 iconcerning iMarriage ibecause ithe iDefendant ias ithe ihusband
idoes inot iprovide iphysical iand ispiritual isupport ito ithe iPlaintiff ias ia iwife. iThe
iDefendant ialso iviolated ithe iprinciple iof imonogamy iin ithe iCivil iCode ibecause ithe
iDefendant ientered iinto ia imarriage iwith ithe iPlaintiff iwithout ithe iPlaintiff's
iknowledge ithat ithe iDefendant ialready ihad ia ilegal iwife iin iJapan. iBased ion iArticle
i39 iparagraph i2 iof iLaw iNumber i1 iof i1974 ijis. iArticle i19 iletter i(f) iGovernment
iRegulation iNumber i9 iof i1975 iand iArticle i116 iletter i(f) iCompilation iof iIslamic iLaw
ibecause ithe iPlaintiff iand ithe i
Defendant icould inot ireconcile ieven ithough ithey ihad itried, ithe ijudge igranted ithe
idivorce isuit ifiled iby ithe iPlaintiff, inamely ihis iwife iand ithe ilegal iconsequences iof ithe
idecision iThe ireason iis ithat ithe ipre-nuptial iagreement iis iinvalid iand ithe imarriage
ibetween ithe iPlaintiff iand ithe iDefendant iis ibroken, ibut ibecause ithe iPlaintiff idid inot
ifile ia ijoint iproperty ilawsuit iand ithe itwo iof ithem ihave ino ichildren, ithe ilegal
iconsequences iof idivorce ion ijoint iproperty iand ichild icustody are invalid.
Keywords: Agreement, Marriage, Premarital.
Wafi Sakina Feira19120111472023-08-16T02:41:06Z2023-08-16T02:41:06Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74783This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/747832023-08-16T02:41:06ZANALISIS YURIDIS SALAH SATU ALASAN PERCERAIAN KARENA
PELANGGARAN PERJANJIAN PRANIKAH ANTARA PASANGAN
YANG BERKEWARGANEGARAAN INDONESIA DAN ASING
(Studi Kasus Putusan Nomor 340/Pdt.G/2017/PA.Amb) Perjanjian ipranikah imerupakan iperjanjian iantara icalon isuami iistri iyang idibuat
isebelum iberlangsungnya iperkawinan. iPerjanjian ipranikah iitu isendiri idiatur ipada
iPasal i29 iUndang-Undang iNomor i1 iTahun i1974 iTentang iPerkawinan idan iPasal i139
isampai idengan iPasal i185 iKUHPerdata. iNamun, imasih ibanyak ipasangan iyang
ikeliru idalam imembuat iperjanjian iperkawinan itersebut iseperti ipada iputusan iNomor
i340/Pdt.G/2017/PA.Amb. iPermasalahan idalam ipenelitian iini iadalah ibagaimanakah
ibentuk ipelanggaran iperjanjian iperkawinan iyang iterdapat idalam iputusan iNomor
i340/Pdt.G/2017/PA.Amb, ibagaimanakah idasar ipertimbangan ihakim imemutuskan
iperkara iNomor i340/Pdt.G/2017/PA.Amb, idan iakibat ihukum iyang itimbul ikarena
iputusan iNomor i340/Pdt.G/2017/PA.Amb.
Metode ipenelitian idalam idalam iskripsi iini imenggunakan ijenis ipenelitian ihukum
inormatif idengan itipe ip ienelitian ideskriptif. iPendekatan imasalah imenggunakan
ipendekatan iperundang-undangan idan ipendekatan iasas-asas ihukum. iData idan
isumber idata imenggunakan idata isekunder iyang iterdiri idari ibahan ihukum iprimer,
isekunder idan itersier. iMetode ipengumpulan idata idengan istudi ipustaka idan istudi
idokumen. iMetode ipengolahan idata imelalui ipemeriksaan idata, iverifikasi idata,
iklasifikasi idata, idan isistematisasi idata. iAnalisis idata imenggunakan ianalisis
ikualitatif.
Hasil ipenelitian idan ipembahasan imenjelaskan ibahwa iPutusan iNomor
i340/Pdt.G/2017/PA.Amb imengetahui ibahwa iperjanjian ipranikah iyang idibuat ioleh
iPenggugat idan iTergugat imelanggar isyarat isah iobjektif iperjanjian idalam iHukum
iPerdata, iasas iitikad ibaik idan iasas ikeseimbangan idalam imembuat iperjanjian ipada
iHukum iPerdata, ipada iPasal i29 iUndang-Undang iPerkawinan imenjelaskan idalam
ipembuatan iperjanjian iperkawinan itidak idiperkenankan iuntuk imenyimpang idari
iaturan iyang itelah iada idan itata ikesusilaan, inamun iperjanjian ipranikah iyang idibuat
ioleh iPenggugat idan iTergugat imenyimpang idari itata ikesusilaan ikarena itelah
imerugikan iPenggugat isebagai iseorang iistri. iPerjanjian ipranikah itersebut ijuga
imelanggar iperaturan ipemberian inafkah ilahir idan ibatin isuami ikepada iistri
iberdasarkan iKUHPerdata idan iUndang-Undang iNomor i1 iTahun i1974 iTentang
iPerkawinan ikarena iTergugat iselaku isuami i
Feira iWafi iSakina
tidak imemberikan inafkah ilahir idan ibathin ikepada iPenggugat isebagai iseorang iistri.
iTergugat ijuga imelanggar iasas imonogami idalam iKUHPerdata ikarena iTergugat
imelakukan iperkawinan idengan iPenggugat itanpa isepengetahuan iPenggugat ibahwa
iTergugat itelah imemiliki iistri iyang isah idi iJepang. iBerdasarkan iPasal i39 iayat i2
iUndang-Undang iNomor i1 iTahun i1974 ijis. iPasal i19 ihuruf i(f) iPeraturan iPemerintah
iNomor i9 iTahun i1975 idan iPasal i116 ihuruf i(f) iKompilasi iHukum iIslam ikarena
iPenggugat idan iTergugat itidak idapat irukun ikembali iwalaupun itelah idiusahakan,
imaka ihakim imengabulkan igugatan icerai iyang idiajukan ioleh iPenggugat iyaitu iistri
idan iakibat ihukum idari iputusan itersebut iialah iperjanjian ipranikah itersebut imenjadi
itidak iberlaku idan iperkawinan iantara iPenggugat idan iTergugat imenjadi iputus,
inamun ikarena iPenggugat itidak imengajukan igugatan iharta ibersama idan ikeduanya
itidak imemiliki ianak, imaka iakibat ihukum iperceraian iterhadap iharta ibersama idan
ihak iasuh ianak imenjadi itidak iberlaku.
Kata Kunci : Perjanjian, Perkawinan, Pranikah.
A prenuptial agreement is an agreement between a husband and wife made before
the imarriage itakes iplace. iThe ipre-nuptial iagreement iitself iis iregulated iin iArticle i29
iof iLaw iNumber i1 iof i1974 iConcerning iMarriage iand iArticles i139 ito i185 iof ithe iCivil
iCode. iHowever, ithere iare istill imany icouples iwho iare iwrong iin imaking ithe
imarriage iagreement ias iin ithe idecision iNumber i340/Pdt.G/2017/PA.Amb. iThe
iproblem iin ithis istudy iis ihow iis ithe iform iof iviolation iof ithe imarriage iagreement
icontained iin ithe idecision iNumber i340/Pdt.G/2017/PA.Amb, iwhat iis ithe ibasis ifor
ithe ijudge's iconsideration iin ideciding icase iNumber i340/Pdt.G/2017/PA.Amb, iand
iwhat iare ithe ilegal iconsequences iarose ibecause iof ithe idecision iNumber
i340/Pdt.G/2017/PA.Amb.
The iresearch imethod iin ithis ithesis iuses ia itype iof inormative ilegal iresearch iwith ia
idescriptive iresearch itype. iThe iproblem iapproach iuses ia iqualitative iapproach.
iData iand idata isources iuse isecondary idata iconsisting iof iprimary, isecondary iand
itertiary ilegal imaterials. iMethods iof idata icollection iby iliterature istudy iand
idocument istudy. iData iprocessing imethods ithrough idata ichecking, idata
iverification, idata iclassification, iand idata isystematization. iData ianalysis iusing
iqualitative ianalysis.
The iresults iof ithe istudy iexplain ithat iDecision iNumber i340/Pdt.G/2017/PA.Amb
iknows ithat ithe iprenuptial iagreement imade iby ithe iPlaintiff iand ithe iDefendant
iviolates ithe iobjective ilegal irequirements iof ithe iagreement iin iCivil iLaw, ithe
iprinciple iof igood ifaith iand ithe iprinciple iof ibalance iin imaking iagreements iin iCivil
iLaw, iArticle i29 iof ithe iMarriage iLaw iexplains ithat iin imaking ia imarriage iagreement
iit iis inot ipermissible ito ideviate ifrom iexisting irules iand ithe idecency isystem, ibut ithe
iprenuptial iagreement imade iby ithe iPlaintiff iand ithe iDefendant ideviates ifrom ithe
idecency isystem ibecause iit ihas iharmed ithe iPlaintiff ias ia iwife. iThe ipre-nuptial
iagreement ialso iviolates ithe iregulation ion ithe iprovision iof iphysical iand ispiritual
isupport ifor ithe ihusband ito ihis iwife ibased ion ithe iCivil iCode iand iLaw iNumber i1 iof
1974 iconcerning iMarriage ibecause ithe iDefendant ias ithe ihusband idoes inot iprovide
iphysical iand ispiritual isupport ito ithe iPlaintiff ias ia iwife. iThe iDefendant ialso iviolated
ithe iprinciple iof imonogamy iin ithe iCivil iCode ibecause ithe iDefendant ientered iinto ia
imarriage iwith ithe iPlaintiff iwithout ithe iPlaintiff's iknowledge ithat ithe iDefendant
ialready ihad ia ilegal iwife iin iJapan. iBased ion iArticle i39 iparagraph i2 iof iLaw iNumber
i1 iof i1974 ijis. iArticle i19 iletter i(f) iGovernment iRegulation iNumber i9 iof i1975 iand
iArticle i116 iletter i(f) iCompilation iof iIslamic iLaw ibecause ithe iPlaintiff iand ithe i
Defendant icould inot ireconcile ieven ithough ithey ihad itried, ithe ijudge igranted ithe
idivorce isuit ifiled iby ithe iPlaintiff, inamely ihis iwife iand ithe ilegal iconsequences iof ithe
idecision iThe ireason iis ithat ithe ipre-nuptial iagreement iis iinvalid iand ithe imarriage
ibetween ithe iPlaintiff iand ithe iDefendant iis ibroken, ibut ibecause ithe iPlaintiff idid inot
ifile ia ijoint iproperty ilawsuit iand ithe itwo iof ithem ihave ino ichildren, ithe ilegal
iconsequences iof idivorce ion ijoint iproperty iand ichild icustody are invalid.
Keywords: Agreement, Marriage, Premarital.
Wafi Sakina Feira1912011337 2023-08-16T02:26:27Z2023-08-16T02:26:27Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74779This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/747792023-08-16T02:26:27ZPERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP ANGGOTA
TENTARA NASIONAL INDONESIA YANG MELAKUKAN
TINDAK PIDANA PENIPUAN
(Studi Putusan Nomor 33-K/PMT-II/AD/VIII/2019) Tindak pidana penipuan dapat dilakukan oleh setiap subjek hukum persoon tidak
terkecuali oleh prajurit Tentara Nasional Indonesia (selanjutnya disebut TNI),
penipuan sesama anggota TNI termasuk kedalam tindak pidana militer murni atau
zuivermilitairedelict dengan objek hukum pada penelitian ini adalah
penyalahgunaan fungsi dan kewenangan. Menyalahi fungsi dan kewenangan
merupakan pemenuhan unsur mens rea serta terpenuhinya unsur tindak pidana
penipuan merupakan pemenuhan unsur actus reus. Permasalahan yang diteliti
oleh penulis adalah mengenai bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap
anggota TNI yang melakukan tindak pidana penipuan berdasarkan putusan Nomor
33-K/PMT-II/AD/VIII/2019 dan bagaimanakah penerapan hukum disiplin
terhadap anggota TNI sebagai bentuk sanksi pelanggaran etik.
Pendekatan masalah pada penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis
normatif dan yuridis empiris. Narasumber pada penelitian ini terdiri dari hakim
militer, polisi militer dan dosen fakultas hukum bagian pidana Universitas
Lampung. Sumber data primer berupa wawancara narasumber Interview
Approach dan sumber data sekunder berupa studi kepustakaan Library Approach
serta studi lapangan Case Approach, jenis data terbagi menjadi primer, sekunder
dan tersier yang kemudian di analisis.
Hasil dari penelitian dan pembahasan ini adalah, pertanggungjawaban pidana
terhadap delik penipuan oleh anggota perwira TNI dikenakan sanksi pidana pokok
penipuan pasal 378 KUHP dengan pasal 126 KUHPM sebagai pemberat, pidana
tambahan berupa pencabutan hak untuk memasuki lingkungan TNI atau
pemecatan tidak dengan hormat (PTDH) sebagai sanksi pelanggaran etik.
Ahmad Surya Pratama
Anggota TNI yang melanggar baik disiplin maupun pidana ringan yang ancaman
hukumannya kurang dari 3 bulan, hukum disiplin militer dalam pengadilan militer
akan disebut dengan sebagai hukuman tambahan yang dapat berupa pencabutan
hak-hak tertentu, demosi hingga pemecatan dinas militer. Penjatuhan hukuman
tambahan dipengaruhi oleh pangkat, jabatan, bentuk tindak pidana dan dampak
yang timbul.
Saran yang diberikan pada penelitian ini adalah bahwa pertanggungjawaban
pidana tindak pidana penipuan tidak hanya dititikberatkan kepada subjek hukum
persoon sebagai anggota TNI saja melainkan juga menitikberatkan objek hukum
serta bentuk tindak pidana yang dilakukan oleh prajurit TNI dengan
mempertimbangkan pemenuhan unsur pasal 65 ayat 2 dan ayat 3 UU TNI
perwujudan prinsip persamaan dalam hukum atau equality before the law.
Kata Kunci: TNI, Pertanggungjawaban Pidana, Penipuan, Hukum Disiplin.
The crime of fraud can be committed by any legal subject, including soldiers of
the Indonesian National Armed Forces (hereinafter referred to as the TNI). Fraud
by members of the TNI is purely a military crime or zuivermilitairedelict. The
legal object in this study is the abuse of function and authority. Violation of
functions and authorities is the fulfillment of the mens rea element and the
fulfillment of the crime of fraud is the fulfillment of the actus reus element. The
problem that the author examines is how criminal responsibility is for TNI
members who commit criminal acts of fraud based on decision Number 33K/PMT-II/AD/VIII/2019
and
how
disciplinary
law
is applied to members. TNI as
a form of sanction for ethical violations.
The problem approach in this study uses a normative juridical and empirical
juridical approach. The informants in this study consisted of military judges,
military police and law faculty lecturers at the Criminal Section of the University
of Lampung. The primary data source is in the form of Interview Approach to
informants and the secondary data source is in the form of Literature Study
Approach and Field Study Case Approach, the type of data is divided into
primary, secondary and tertiary which are then analyzed.
The results of this research and discussion are that criminal responsibility for
criminal acts of fraud committed by members of the TNI officers is subject to the
main criminal sanctions for fraud under Article 378 of the Criminal Code with
article 126 of the Criminal Code as ballast, additional punishment in the form of
revocation of the right to enter the TNI environment or dishonorable dismissal
(PTDH ) as a sanction for ethical violations.
Ahmad Surya Pratama
Members of the TNI who commit both disciplinary and minor criminal offenses
whose sentences are less than 3 months, military discipline law in a military court
will be referred to as an additional punishment which can be in the form of
revocation of certain rights, demotion to dismissal from military service.
Additional criminal sentences are influenced by rank, position, form of
punishment and the resulting impact.
for fraud is not only focused on the legal subject of people as members of the TNI,
but also focuses on the legal object and the form of crime committed by TNI
soldiers by taking into account the fulfillment of the elements of article 65
paragraph 2 and paragraph 3 UU. TNI is the embodiment of the principle of
equality before the law.
Keywords: TNI, Criminal Liability, Fraud, Legal Discipline.
Surya Pratama Ahmad 19120112582023-08-16T02:15:54Z2023-08-16T02:15:54Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74772This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/747722023-08-16T02:15:54ZTINJAUAN YURIDIS PENYELESAIAN SENGKETA MEDISengketa medis yang melibatkan dokter dan pasien, dalam upaya
penyembuhan penyakit pasien yang dilakukan di rumah sakit, adanya
hasil penyembuhan yang tidak sesuai menyebabkan pasien merasa
dirugikan sehingga pihak pasien langsung mengajukan tuntutan ke
pengadilan dan pada hasil putusan dalam penyelesaian sengketa medis
tersebut terdapat hasil yang berbeda-beda, sehingga yang menjadi
permasalahan pada penelitian ini adalah bagaimana prosedur dalam
penyelesaian sengketa medis, apa akibat hukum dari penyelesaian
sengketa medis, dan kendala dalam penyelesaian sengketa medis.
Penelitian ini adalah penelitian normatif terapan dengan tipe penelitian
deskriptif. Pendekatan yang digunakan adalah judicial case study, dan
data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum
primer, sekunder, dan tersier. Pengumpulan data dilakukan dengan studi
pustaka dan dokumen, kemudian dilakukan pengolahan data dan
dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prosedur penyelesaian sengketa
medis dapat diselesaikan melalui penyelesaian sengketa secara non
litigasi diantaranya dengan negosiasi, mediasi, secara peradilan profesi
dan secara litigasi. Adapun akibat hukum yang diterima dari
penyelesaian sengketa medis yaitu untuk dokter, sanksi yang sesuai
dengan pelanggarannya dan mengganti kerugian yang sesuai dengan
putusan dari majelis hakim, dan untuk pasien adalah kerugian baik
secara materil maupun immateril. Selanjutnya, kendala dalam
penyelesaian sengketa medis yaitu keterbatasan dukungan yuridis, tidak
adanya keinginan untuk diselesaikan melalui non litigasi, dan tidak
meratanya lembaga profesi. Serta, pada litigasi kurangnya bukti yang
diajukan dan adanya kebebasan hakim dalam memutuskan suatu perkara.
Kata Kunci: Medis, Penyelesaian, Sengketa.DITA LARISSA ARDELIA 17120110592023-08-15T08:31:37Z2023-08-15T08:31:37Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74743This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/747432023-08-15T08:31:37ZPEMUNGUTAN RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNGSalah satu jenis pungutan yang berpotensi besar untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di Kota Bandar Lampung adalah pembayaran atas penyediaan jasa pengolahan sampah. Koordinasi antara pemerintah daerah dan masyarakat yang terkena dampak sangat penting untuk keberhasilan penerapan hukuman wajib tersebut. Peningkatan pendapatan dari kompensasi pelayanan persampahan ini diharapkan mampu memperluas infrastruktur kota Bandar Lampung. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Bagaimana kinerja penyaluran Retribusi Jasa Persampahan dan kontribusinya terhadap peningkatan pendapatan asli daerah di Kota Bandar Lampung? 2) Faktor apa saja yang menghambat penerapan retribusi sampah dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli Daerah Kota Bandar Lampung?
Penyelidikan saat ini menggunakan pendekatan yuridis empiris. Informasi dikumpulkan melalui sistem survei dengan sampel responden wajib retribusi, serta Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah dan Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandar Lampung sebagai sumber informasi. Pengumpulan data untuk penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa upaya Kota Bandar Lampung untuk membayar pekerja belum sepenuhnya dilaksanakan, yang berdampak besar pada penerimaan kontribusi terhadap PAD. Pemungutan retribusi pelayanan persampahan terkendala oleh beberapa faktor, antara lain kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya membayar retribusi tepat waktu, sanksi hukum belum sepenuhnya dilaksanakan, belum ada upaya sosialisasi yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah sehingga berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan daerah.
Kata Kunci: Retribusi Pelayanan Persampahan, PAD, Kontribusi
Aprilia Natasha Davina 19120113232023-08-14T07:31:18Z2023-08-14T07:31:18Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74638This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/746382023-08-14T07:31:18ZPERAN KEJAKSAAN DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA
MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE
(Studi di Kejaksaan Negeri Lampung Barat)
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis peran kejaksaan dalam
penyelesaian perkara pidana melalui pendekatan Restorative Justice khususnya
Kejaksaan Negeri Lampung Barat. Pada 20 Oktober 2022 telah terjadi perkara
kelalaian yang menyebabkan kematian di Pekon Tugu Ratu, Kabupaten Lampung
Barat. Perkara ini diselesaikan oleh Kejaksaan Negeri Lampung Barat melalui
pendekatan Restorative Justice. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui Peran
Kejaksaan dalam penyelesaian perkara pidana melalui pendekatan Restorative
Justice serta mengetahui faktor yang menjadi penghambat dalam penyelesaian
perkara pidana melalui pendekatan Restorative Justice. Dalam melakukan analisa
hukum, peneliti menggunakan teori peran dan teori restorative justice.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum yuridis normatif dan yuridis
empiris dengan cara meneliti dan mengumpulkan data primer yang diperoleh secara
langsung. Sumber dan jenis data terdiri dari data primer dan data sekunder. Pihak
yang menjadi narasumber yaitu Jaksa pada Kejaksaan Negeri Lampung Barat,
Polisi pada Kepolisian Resor Lampung Barat serta Dosen Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung. Metode pengumpulan data melalui studi
kepustakaan dan studi lapangan dengan pengolahan data melalui pengumpulan,
klasifikasi dan sistematisasi data. Analisis data yang digunakan adalah analisis
kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran kejaksaan dalam penyelesaian perkara
pidana melalui pendekatan restorative justice salah satunya adalah peran faktual.
Peran Faktual tersebut telah dilaksanakan oleh Kejaksaan Negeri Lampung Barat
yakni penerapan restorative justice dalam rangka penyelesaian perkara pidana telah
dilaksanakan dengan baik dan berjalan lancar contohnya adalah perkara kelalaian
yang menyebabkan kematian pada 20 Oktober di Pekon Tugu Ratu. Selain itu, dari
Nofal Aditama
hasil analisa menunjukkan bahwa kelima faktor yang mempengaruhi penegakan
hukum menurut Soerjono Soekanto tidak semuanya menghambat peran kejaksaan
dalam penyelesaian perkara pidana dengan penerapan restorative justice. Faktor
yang paling menghambat peran kejaksaan dalam penerapan restorative justice
adalah faktor kebudayaan. Karena Masyarakat di wilayah hukum Kejaksaan negeri
Lampung Barat menjunjung tinggi nilai piil pussanggiri, yakni pandangan hidup
masyarakat.
Adapun saran yang diberikan dalam penelitian ini yaitu pemberian pemahaman
kepada masyarakat mengenai konsep restorative justice guna meningkatkan
pengetahuan serta meyakinkan masyarakat mengenai penyelesaian perkara pidana
melalui pendekatan restorative justice serta dilakukan optimalisasi penyelesaian
perkara pidana melalui pendekatan restorative justice oleh pihak Kejaksaan Negeri
Lampung Barat.
Kata kunci: Peran, Kejaksaan, Perkara Pidana, Restorative Justice
ADITAMA NOFAL1952011052 2023-08-14T04:11:33Z2023-08-14T04:11:33Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74689This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/746892023-08-14T04:11:33ZANALISIS PERAN KEJAKSAAN DALAM PENANGANAN DAN
PENGELOLAAN ASET HASIL TINDAK PIDANA KORUPSI
(Studi Pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung) Kejaksaan adalah lembaga negara yang berwenang melimpahkan perkara pidana,
menuntut pelaku tindak pidana di pengadilan dan melaksanakan penetapan dan
putusan hakim pidana, kekuasaan ini merupakan ciri khas dari kejaksaan yang
membedakan dengan badan-badan penegak hukum lain. Jaksa memiliki
wewenang untuk mengeksekusi benda sitaan dan rampasan negara dari hasil
tindak pidana korupsi untuk kepentingan negara. Lembaga Kejaksaan RI juga
berperan dalam melakukan pengelolaan aset berupa benda sitaan dan barang
rampasan tersebut. Benda sitaan dan rampasan negara dari hasil tindak pidana
korupsi mengalami peningkatan jumlah yang cukup signifikan, akibatnya
Kejaksaan mengalami kesulitan untuk memlihara dan menyimpannya dengan
baik. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penanganan dan
pengelolaan aset hasil tindak pidana korupsi di Kejaksaan Negeri Bandar
Lampung dan apakah faktor-faktor penghambat dalam penanganan dan
pengelolaan aset hasil tindak pidana korupsi di Kejaksaan Negeri Bandar
Lampung.
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis
normatif dan yuridis empiris. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
primer dan data sekunder dengan proses pengumpulan data yang dilakukan melalui
studi kepustakaan dan studi lapangan.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kewenangan kejaksaan dalam melakukan
pengelolaan aset hasil tindak pidana korupsi berupa benda sitaan dan barang
rampasan yang disimpan di Kejaksaan yang diatur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peraturan Jaksa Agung RI Nomor:
PER-006/A/JA/07/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan RI, memuat
dibentuknya Seksi Pengelolaan Barang Bukti dan Barang Rampasan yang berasal
dari tindak pidana umum dan pidana khusus.
Kejaksaan diharapkan dapat melaksanakan dengan baik dalam memelihara dan
mengelola aset hasil tindak pidana korupsi berupa benda sitaan dan barang
rampasan agar tetap bernilai sebagai bentuk pengembalian kekayaan negara.
Faktor-faktor yang menghambat Kejaksaan Negeri Bandar Lampung dalam
mengelola aset hasil tindak pidana korupsi berupa benda sitaan dan barang
rampasan, yaitu keterbatasan sarana atau fasilitas kejaksaan sebagai tempat
penyimpanan benda sitaan dan barang rampasan, kemudian tidak adanya
sosialisasi dari Kejaksaan Negeri Bandar Lampung dalam mengumumkan barangbarang
rampasan yang akan dilelang kepada masyarakat dan hasil lelang tidak
mencapai target yang optimal sehingga negara bisa mengalami kerugian
dikarenakan berkurangnya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Saran dari penelitian ini adalah Kejaksaan Negeri Bandar Lampung perlu
mengusulkan anggaran biaya untuk menambah bangunan gedung atau gudang
khusus yang baru sebagai tempat penyimpanan aset hasil korupsi berupa benda
sitaan dan barang rampasan di kejaksaan. Kemudian Kejaksaan seharusnya
memperkuat kerjasama Bersama Kementerian Keuangan untuk melakukan
penghibahan benda sitaan dan barang rampasan yang belum berhasil dilelang
kepada instansi pemerintah yang membutuhkan didaerah Bandar Lampung. Selain
itu, Kejaksaan bisa membuat sebuah badan administrasi internal baru yang khusus
mengurusi kegiatan administrasi lelang terhadap barang rampasan hasil tindak
pidana korupsi.
Kata Kunci : Pengelolaan Aset, Korupsi, Kejaksaan
WENNY RIZA ARIANI1912011176 2023-08-11T06:46:06Z2023-08-11T06:46:06Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74534This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/745342023-08-11T06:46:06ZANALISIS HAK MEWARIS BAGI ANAK DARI PERKAWINAN TIDAK
TERCATAT (STUDI PADA MASYARAKAT LAMPUNG PEPADUN
DESA GUNUNG TERANG KECAMATAN GUNUNG TERANG
KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT)Perkawinan merupakan suatu ikatan yang suci antara pria dan wanita sebagai
pasangan suami-istri. Perkawinan yang sah ialah perkawinan yang tercatat di
Kantor Urusan Agama atau Kantor Catatan Sipil, pencatatan perkawinan suatu hal
yang penting dan harus dilakukan oleh pasangan suami-istri pasca pernikahan
dilakukan karena dengan adanya pencatatan perkawinan akan menentukan status
kedudukan dan hak-hak yang di dapatkan oleh istri dan anak. Apabila pernikahan
dilakukan tanpa tercatat maka perkawinan tersebbut dianggap perkawinan yang
tidak sah bagi hukum negara maupun hukum adat bagi masyarakat adat Lampung
Pepadun. Permasalahan dalam penelitian ini adalah menganalisis mengenai
kedudukan anak yang lahir dari perkawinan tidak tercatat serta hak mawaris bagi
anak yang lahir dari perkawinan tidak tercatat menurut masyarakat adat Lampung
Pepadun di Desa Gunung Terang Kecamatan Gunung Terang Kabupaten Tulang
Bawang Barat.
Jenis penelitian dalam penulisan ini adalah penelitian empiris dengan tipe
deskriptif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sosiologis. Data yang
digunakan adalah data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data
dilakukan dengan cara wawancara dan studi kepustakaan. Analisis data dilakukan
dengan kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menjelaskan bahwa masyarakat adat Lampung
Pepadun di Desa Gunung Terang Kecamatan Gunung Terang Kabupaten Tulang
Bawang Barat dalam permasalahan kedudukan anak yang lahir dari perkawinan
tidak tercatat dianggap tidak sah, namun hal ini dapat berubah apabila sebelum
pernikahan terjadi telah adanya perjanjian yang disepakati oleh para pihak yang
terlibat. Masyarakat adat Lampung Pepadun adalah masyarakat patrilineal yaitu
menganut sistem keturunan dari garis bapak atau laki-laki. Subjek dalam
pewarisan ini adalah pewaris dan ahli waris, sedangkan objek dalam pewarisan ini
adalah harta peninggalan dari pewaris. Hak Mewaris anak yang lahir dariii
perkawinan tidak tercatat dalam sistem pewarisan ini yaitu tidak akan
mendapatkan hak apapun dari pewaris kecuali telah adanya kesepakatan yang di
setujui oleh pihak-pihak yang terlibat maka anak tersebut akan mendapatkan hak
mewaris. Anak tersbut akan menjadi anak Penyimbang dalam keluarga dan
mewarisi segenap harta peninggalan pewaris. Hal ini menunjukan adanya
pergeseran hukum adat yang dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam keluarga
tersebut.
Kata Kunci : Kedudukan, Hak Mewaris, Masyarakat Adat Lampung
Pepadun.OKTRIANITA HANA 19120110662023-08-11T06:43:51Z2023-08-11T06:43:51Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74570This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/745702023-08-11T06:43:51ZPERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENCIPTA LAGU DAERAH
LAMPUNG DALAM PEMBERIAN ROYALTI MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014
TENTANG HAK CIPTA
Hak lcipta ladalah lhak leksklusif lpencipta lyang ltimbul lsecara lotomatis
berdasarkan lprinsip ldeklaratif lsesuai ldengan lketentuan lperaturan lperundangundangan.
lKeberadaan
lUndang-undang
lNomor
l28
lTahun
l2014
ltentang
lHak
Cipta
lmemang ldiperuntukkan lkhusus luntuk lmelindungi lhak lbagi lmereka
yang ltelah lmenghasilkan lkarya lyang ltelah ldipublikasikan. lPermasalahan
penelitian lini ladalah lbagaimana lperlindungan lhukum lbagi lpencipta
lagu/musik ldaerah lLampung ldan lbagaimana lmekanisme lpembayaran lroyalti
terhadap lpencipta llagu/musik ldaerah lLampung.
Jenis lpenelitian lini ladalah lpenelitian lhukum lnormatif ldengan ltipe lpenelitian
deskriptif. lPendekatan lmasalah lyang ldigunakan lyaitu lpendekatan lnormatifempiris
ldengan ldata lyang ldigunakan lyaitu ldata lprimer. lAdapun lteknik
pengumpulan ldata lyang ldigunakan ladalah lwawancara lyang ldianalisis lsecara
kualitatif. l
Hasil lpenelitian ldan lpembahasan lmenunjukan lbahwa lPerlindungan lhukum
terhadap lkarya lCipta llagu latau lmusik ldaerah lLampung lmenurut lUndangundang
lNomor l28 lTahun l2014 ltentang lHak lCipta ljuga lmengatur lterkait
pencatatan lciptaan lsebagai lbentuk lperlindungan lhukum lpreventif. Mekanisme
pembayaran lroyalti lterhadap lpencipta llagu/musik ldaerah lLampung ldengan
sistem lflat lpay. lFlat lpay ladalah lsistem lpembayaran lsekali llunas ldan ltidak
ada ltambahan llagi. lSatu lkali lbayar luntuk lselamanya. lSelama lini lpencipta
lagu ldibayar ldengan lcara lflat lpay, ltanpa lmemperhitungkan ljumlah lunit
kaset, lVCD, lCD lmaupun lformat llainnya lyang ldijual. lAdapun lsaran ldari l
penelitian lini lyaitu ldilakukan ldengan lcara lsosialisasi lke lmasyarakat.
Sekalipun lpemerintah lsudah lbanyak lmelakukan ltindakan-tindakan, lnamun
usaha lyang ldilakukan loleh lpemerintah ldalam lrangka lperlindungan lterhadap
karya lcipta lini lternyata lbelum lmembuahkan lhasil lyang lmaksimal. l
Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Lagu Lampung, Royalti DWI SYAHNA PUTRI19120112622023-08-11T06:41:52Z2023-08-11T06:41:52Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74533This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/745332023-08-11T06:41:52ZEFEKTIFITAS PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1 TAHUN
2016 TERHADAP PELAKSANAAN MEDIASI BAGI PASANGAN YANG
BERCERAI DI PENGADILAN AGAMA TANJUNG KARANGSkripsi ini mengkaji mengenai “Efektivitas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1
Tahun 2016 Terhadap Pelaksanaan Mediasi Bagi Pasangan yang Bercerai di
Pengadilan Agama Tanjung Karang. Mediiasi merupakan cara penyelesaian
sengketa melalaui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak
dengan dibantu oleh mediator. Tujuan Penelitian ini adalah mengkaji Pelaksanaan
dan Efektivitas Mediasi di Pengadilan Agama Tanjung Karang serta mengungkap
faktor yang menjadi pendukung serta pengahambat keberhasilan mediasi di
Pengadilan Agama Tanjung Karang.
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat hukum deskriptif, lokasi
penelitian di Pengadilan Agama Tanjung Karang. Pendekatan yang digunakan
menggunakan pendekatan yuridis formal dan pendeketan yuridis empiris. Adapun
pengumpulan data diperoleh di lapangan dengan teknik, observasi, wawancara,
serta dokumentasi.
Berdasarkan hasil analisis Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Tanjung
Karang telah sesuai dengan PERMA Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur
Pelaksanaan Mediasi. Kemudian, Pelaksanan Mediasi terhadap perkara Perceraian
dapar dikatakan efektif hal ini sesuai dengan teori efektivitas hukum yang
dikemukakan oleh Soerjono Soekanto. Terdapat Faktor penghambat serta Faktor
pendukung dari pelaksanaan mediasi di Pengadilan Agama Tanjung Karang. Faktor
pendukung terdiri dari; mediator yang dapat mengelola konflik, faktor internal dari
setiap pihak, Perilaku para pihak, serta itikad baik para pihak. Kemudian, Faktor
Penghambat pelaksanaan Mediasi adalah; keinginan kuat para pihak untuk bercerai,
mediator kurang kompeten, sudah terjadi konflik yang berkepanjangan, dan faktor
fasilitas mediasi.
Kata Kunci: Efektivitas, Mediasi, Perceraian
This thesis examines the "Effectiveness of Supreme Court Regulation Number 1 of
2016 on the Implementation of Mediation for Divorced Couples at the Tanjung
Karang Religious Court. Mediation is a way of resolving disputes through a
negotiation process to obtain an agreement between the parties assisted by a
mediator. The purpose of this research is to examine the Implementation and
Effectiveness of Mediation at the Tanjung Karang Religious Court and to reveal the
factors that support and hinder the success of mediation at the Tanjung Karang
Religious Court.
This research is a descriptive legal research, the research location is at the Tanjung
Karang Religious Court. The approach used is a formal juridical approach and an
empirical juridical approach. Data collection was obtained in the field with
techniques, observation, interviews, and documentation.
Based on the results of an analysis of the implementation of Mediation at the
Tanjung Karang Religious Court, it is by PERMA Number 1 of 2016 concerning
Procedures for the Implementation of Mediation. Then, the implementation of
Mediation in Divorce cases can be said to be effective, this is by the theory of legal
effectiveness put forward by Soerjono Soekanto. There are supporting factors and
inhibiting factors from the implementation of mediation at the Tanjung Karang
Religious Court. Supporting factors consist of; mediators who can manage
conflicts, internal factors from each party, the behavior of the parties, and the good
faith of the parties. Then, the inhibiting factors for the implementation of Mediation
are; the strong desire of the parties to divorce, the mediator's incompetence, there
has been a prolonged conflict, and the factor of mediation facilities.
Keyword: Effectivity, Mediation, DivorceFitri Ramadhani Annisa 19520110612023-08-11T06:33:50Z2023-08-11T06:33:50Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74530This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/745302023-08-11T06:33:50ZIMPLEMENTASI HUKUM ISBAT NIKAH SEBAGAI SOLUSI
MENGAJUKAN GUGAT CERAI DI PENGADILAN AGAMA TANJUNG
KARANGPencatatan pernikahan perlu guna terwujudnya keteraturan, serta menjamin
legalitas identitas hukum , dalam hal ini adalah suami-istri dan juga anak-anak
nya. Dalam kenyataannya sampai saat ini perkawinan yang tidak dicatatkan sebab
kurangnya pengetahuan seseorang betapa pentingnya mencatatkan pernikahan dan
akibat yang akan timbul setelahnya, terlebih beberapa pasangan mengajukan
permohonan isbat nikah ke Pengadilan Agama isbat nikah dibarengi dengan
gugatan perceraiannya, atau yang sering dikenal dengan istilah Kumulasi gugatan.
Maka fokus penelitian ini adalah untuk mengetahui solusi dari perkawinan yang
tidak tercatat menjadi tercatatkan dan bagaimana prosedur pemeriksaan isbat
nikah sebagai solusi Cerai Gugat pada putusan No.2164 /Pdt.G/2022/PA.Tnk.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif empiris dengan tipe
penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah kualitatif.
Pengumpulan data dilakukan dengan observasi langsung, wawancara, dan
dokumentasi.
Hasil dari penelitian ini, bahwasanya pemohon dalam mengajukan permohonan
isbat serta cerai gugat ke Pengadilan Agama Tanjung Karang dikarenakan
pernikaannya belum legal secara hukum dan sebagai solusi ingin mengurus
perceraiannya. Majelis hakim dalam mengabulkan permohonan isbat nikah guna
perceraian sudah sesuai dengan perspektif hukum islam dan hukum positif.
Kata kunci: Perkawinan, Isbat, perceraian.
Registration of marriages is necessary in order to realize regularity, as well as
guarantee the legality of legal identity, in this case husband and wife and also their
children. In reality, until now marriages have not been registered because of a
person's lack of knowledge of how important it is to register marriages and the
consequences that will arise afterward, moreover some couples submit
applications for marriage certificates to the Religious Courts for marriage
approval accompanied by their divorce lawsuits, or what is often known as
cumulative lawsuits. So the focus of this research is to find out the solution from
an unregistered marriage to being registered and what is the procedure for
examining marriage certificates as a solution for divorce in lawsuit in decision
No.2164/Pdt.G/2022/PA.Tnk.
The method used in this research is empirical normative with descriptive research
type. The problem approach used is qualitative. Data collection is done by direct
observation, interviews, and documentation.
The results of this study, that the applicant in submitting a request for approval
and divorce was sued to the Tanjung Karang Religious Court because the marriage
was not yet legal and as a solution he wanted to take care of the divorce. The
panel of judges in granting the application for marriage certificate for divorce is in
accordance with the perspective of Islamic law and positive law.
Keywords: Marriage, Isbat, divorce.OCTARIA RESTI 19120110882023-08-11T01:50:37Z2023-08-11T01:50:37Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74466This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/744662023-08-11T01:50:37ZANALISIS KRIMINOLOGIS KEJAHATAN PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK YANG TERJADI DALAM LINGKUP RUMAH TANGGA (Studi Kasus di Kabupaten Lampung Tengah)Kejahatan persetubuhan terhadap anak menimbulkan keresahan di dalam masyarakat dan juga dapat mempengaruhi proses pertumbuhan anak karena mengalami trauma yang sangat besar. Namun realitanya, keadaan atau masalah yang terjadi saat ini keluarga sebagai pelindung dan pemelihara tidak lagi benar namun telah menyimpang dari norma-norma dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian permasalahan yang penulis angkat adalah apakah faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kejahatan persetubuhan yang terjadi di dalam rumah tangga dan bagaimana upaya penanggulangan kejahatan persetubuhan yang terjadi di dalam rumah tangga.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tentang faktor yang menjadi penyebab terjadinya kejahatan persetubuhan terhadap anak di lingkup rumah tangga dan penanggulangan yang dilakukan Kepolisian Resor Lampung Tengah dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Lampung Tengah dalam mencegah kejahatan persetubuhan terhadap anak di lingkup rumah tangga.
Penelitian ini termasuk penelitian yuridis empiris dan yuridis normatif. Adapun sumber data yang digunakan adalah hasil dari wawancara dengan informan yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti, serta data yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan lainnya dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang menyebabkan terjadinya persetubuhan terhadap anak dalam lingkup rumah tangga yaitu faktor kejiwaan (psikologis), faktor pendidikan, faktor ekonomi, faktor teknologi, faktor lingkungan dan tempat tinggal, serta faktor minuman keras (alkoholisme). Sementara upaya penanggulangan yang dilakukan yakni memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang perlindungan anak agar lebih waspada terhadap kejahatan yang terjadi pada anak, selain itu juga bekerjasama dengan
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A). Upaya penanggulangan berupa upaya penegakan hukum dan upaya pencegahan yaitu kerjasama yang dilakukan oleh Kepolisian Resort Lampung Tengah dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Lampung Tengah dengan pihak masyarakat perlu dimaksimalkan dan dilakukan secara merata disetiap kecamatan di wilayah Kabupaten Lampung Tengah.
Kata Kunci: Kriminologis, Persetubuhan, Anak, Rumah Tangga.
Silaban Hana Joselina19120110952023-08-10T08:18:09Z2023-08-10T08:18:09Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74435This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/744352023-08-10T08:18:09ZANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM PADA PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM PERKARA PELANGGARAN LALU LINTAS
Terdapat beberapa sanksi pidana pada pelanggaran lalu lintas dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009. Sanksi tersebut dapat berupa pidana penjara, pidana kurungan dan pidana denda. Namun seringkali pelaku pelanggaran tindak pidana lalu lintas hanya divonis pidana denda, Lantas mengapa jenis putusan pidana denda yang paling sering dijatuhkan dalam perkara pelanggaran peraturan lalu lintas di Pengadilan Negeri Gedong Tataan dan apa yang menjadi pertimbangan yang mendasar bagi hakim menerapkan putusan berupa denda maupun kurugan serta berat ringannya putusan yang dijatuhkan dalam perkara pelanggaran peraturan lalu lintas.
Metode Pendekatan yang digunakan ialah yuridis sosiologis yaitu suatu penelitian yang dilakukan sesuai dengan kenyataan yang terjadi dalam masyarakat dengan maksud untuk menemukan fakta, kemudian menemukan suatu permasalahan, kemudian menuju ke identifikasi masalah dan terakhir menuju pada penyelesaian masalah, teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara dengan para hakim Pengadilan Negeri Gedong Tataan dan studi kepustakaan serta dokumentasi. Sedangkan teknik analisa data ialah teknik analisis data deskriptif analistis.
Adanya hasil penelitian bahwa jenis putusan pidana yang sering dijatuhkan oleh hakim dalam perkara pelanggaran peraturan lalu lintas di Pengadilan Negeri Gedong Tataan adalah pidana denda,baru akan dijatuhi dengan pidana kurungan bila tidak mampu membayar denda. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana denda terhadap pelaku pelanggaran lalu lintas di Pengadilan Negeri Gedong Tataan adalah Status Sosial Ekonomi Pelaku, Patuh akan Hukum dan Keterangan Terdakwa dalam Persidangan
Penjatuhan pidana terhadap pelaku dibeberapa kasus hendaknya hakim dapat lebih mempertimbangkan untuk dijatuhi dengan pidana kurungan daripada pidana denda karena dengan dijatuhi pidana kurungan maka para pelaku pelanggaran lalu lintas akan jera dan akhirnya tidak mengulangi perbuatannya kembali terkhusus bagi pelaku yang melanggar peraturan lalu-lintas lebih dari sekali dalam kurun waktu satu tahun dan masyarakat diharapkan lebih taat pada peraturan lalu lintas dan tidak melanggarnya sehingga tercipta suasana yang aman, tertib dan kondusif. Karena jika terjadi kecelakaan karena pelanggaran peraturan lalu-lintas tentu akan banyak yang dirugikan termasuk pelanggar itu sendiri.
Kata Kunci : Pertimbangan Hakim, Pidana Denda, Pelanggaran Lalu Lintas
There are several criminal sanctions for traffic violations in Law no. 22 of 2009. The sanctions can be in the form of imprisonment, imprisonment and fines. But often the perpetrators of traffic crime violations are only sentenced to fines. Then why are the types of fine criminal decisions most often handed down in cases of violations of traffic regulations at the Gedong Tataan District Court and what are the fundamental considerations for judges to apply decisions in the form of fines or imprisonment and the severity of the decision handed down in cases of violations of traffic rules.
The approach used is sociological juridical, namely a study carried out in accordance with the reality that occurs in society with the intention of finding facts, then finding a problem, then heading to problem identification and finally leading to problem solving, data collection techniques using interview techniques with the participants. judges at the Gedong Tataan District Court and literature and documentation studies. While the data analysis technique is descriptive analytical data analysis technique.
The results of the study show that the types of criminal decisions that are often handed down by judges in cases of violations of traffic regulations at the Gedong Tataan District Court are fines, only to be sentenced to imprisonment if they are unable to pay the fines. The basis for the judge's considerations in imposing fines against perpetrators of traffic violations at the Gedong Tataan District Court is the Socio-Economic Status of the Offender, Compliance with the Law and Statement of the Defendant in the Trial
In imposing criminal penalties on perpetrators in several cases, judges should consider being sentenced to imprisonment rather than fines because by being sentenced to imprisonment, the perpetrators of traffic violations will be deterred and ultimately not repeat their actions again, especially for perpetrators who violate traffic rules more than once. within one year and the public is expected to be more obedient to traffic rules and not violate them so as to create a safe, orderly and conducive atmosphere. Because if an accident occurs due to violation of traffic rules, of course, many will be harmed, including the violator himself.
Keywords: Consideration of Judges, Criminal Fines, Traffic Violations
Reynaldo Nedya Moch 17120112492023-08-10T08:05:17Z2023-08-10T08:05:17Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74439This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/744392023-08-10T08:05:17ZANALISIS DISPARITAS PIDANA DALAM PUTUSAN HAKIM
TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG
(Studi Putusan Nomor: 32/Pid.B/2020/PN Liw
dan 73/Pid.B/2019/PN Liw)
Pemalsuan uang merupakan tindak pidana yang merugikan negara dan masyarakat.
Namun, dalam proses pemutusan perkara tindak pidana pemalsuan uang terdapat
kemungkinan terjadinya disparitas pidana dalam putusan hakim. Disparitas pidana
dapat didefinisikan sebagai penerapan pemidanaan yang tidak sama terhadap tindak
pidana yang sama. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh penjatuhan putusan hakim
kepada terdakwa pada Putusan Nomor 73/Pid.B/2019/PN yang mengedarkan
dan/atau membelanjakan uang palsu lebih sedikit akan tetapi dipidana lebih lama
dari Putusan Nomor 32/Pid.B/2020/PN Liw yang mengedarkan dan/atau
membelanjakan uang palsu lebih banyak. Oleh karenanya menarik untuk
mengetahui serta menganalisa bagaimana disparitas pidana terhadap pelaku tindak
pidana pemalsuan uang dapat terjadi dan bagaimana pertimbangan hakim dalam
menjatuhkan putusan ini.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum yuridis normatif. Sumber dan jenis
data antara lain terdiri dari data primer dan data sekunder. Pihak yang menjadi
narasumber yaitu Hakim pada Pengadilan Negeri Liwa kelas II dan Dosen Bagian
Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Metode pengumpulan data
dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah studi kepustakaan. Analisis data
yang digunakan adalah analisis kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa disparitas pemidanaan terjadi karena faktor
dari hakim. Hakim memiliki kebebasan dalam memutus suatu perkara dan tidak
adanya pedoman pemidanaan. Dan faktor dari terdakwa, yaitu latar belakang
terdakwa, alasan terdakwa melakukan tindak pidana dan keadaan sosial ekonomi
terdakwa. Selain itu hasil penelitian menunjukkan bahwa dasar pertimbangan
hakim pada putusan Nomor 32/Pid.B/2020/PN Liw dan 73/Pid.B/2019/PN Liw
didasari atas pertimbangan yuridis, yaitu pertimbangan hakim yang didasarkan
padak fakta-fakta yuridis yang terungkap dalam persidangan. Sedangkan
pertimbangan non yuridis, yaitu didasari oleh hal-hal yang meringankan atau
M. Hafidz Sufi S
memberatkan terdakwa, motif dan tujuan terdakwa melakukan tindak pidana
pemalsuan uang dan keadaan sosial dan ekonomi terdakwa.
Berdasarkan penelitian ini sangat diharapkan hakim dapat diberikan pedoman
dalam pemidanaan khususnya pada tindak pidana pemalsuan uang dan diharapkan
dapat meminimalisir disparitas pidana dalam putusan hakim agar kepercayaan
masyarakat terhadap lembaga peradilan tidak pudar serta agar tidak terjadi keadaan
dimana peradilan tidak lagi dipercaya sebagai tempat mencari keadilan bagi
masyarakat.
Kata kunci: Disparitas Pemidanaan, Pemalsuan Uang, Dasar Pertimbangan
Hakim
MUHAMMAD HAFIDZ SUFI SATRIA18120111492023-08-10T07:22:37Z2023-08-10T07:22:37Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74422This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/744222023-08-10T07:22:37ZPERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU
TINDAK PIDANA PENGANGKUTAN BAHAN
BAKAR SUBSIDI SECARA ILEGAL
(Studi Putusan No. 825/Pid.Sus/2020/PN Tjk)ABSTRAK
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK
PIDANA PENGANGKUTAN BAHAN BAKAR SUBSIDI SECARA
ILEGAL (Studi Putusan No. 825/Pid,Sus/2020/PN Tjk)
Pengangkutan bahan bakar merupakan suatu kegiatan yang diatur dalam UndangUndang
Minyak dan Gas Bumi. Dalam pelaksanaannya, pengangkutan bahan
bakar dilakukan secara ilegal, adapun salah satu perkara terkait dengan
pengangkutan bahan bakar secara ilegal ialah perkara yang diputus oleh
Pengadilan Negeri Tanjung Karang Kelas 1 A dengan putusan No.
825/Pid.Sus/2020/PN Tjk dengan Terdakwa bernama Marta Dinata bin Jaru Muda
Maulana. Terdakwa melakukan pengangkutan bahan bakar subsidi tanpa adanya
surat izin pengangkutan dan berniaga dari pemerintah. Permasalahan dalam
penelitian ini terkait dengan pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak
pidana pengangkutan bahan bakar bersubsidi secara illegal berdasarkan Putusan
No. 825/Pid.Sus/2020/PN Tjk dan juga dasar pertimbangan hakim dalam
menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana pengangkutan bahan bakar
bersubsidi secara illegal berdasarkan Putusan No. 825/Pid.Sus/2020/PN Tjk.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Jenis data
menggunakan data sekunder. Narasumber penelitian terdiri dari Hakim pada
Pengadilan Negeri Tanjung Karang Kelas 1A dan Dosen Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data yang digunakan adalah
analisis data kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa pertanggungjawaban
pidana terhadap pelaku tindak pidana pengangkutan bahan bakar bersubsidi secara
illegal berdasarkan putusan No. 825/Pid.Sus/2020/PN Tjk dengan Terdakwa
Marta Dinata bin Jaru Muda Maulana telah terbukti melanggar Pasal 55 UndangUndang
No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Dalam hal ini
Terdakwa telah memenuhi unsur pertanggungjawaban pidana dengan adanya
perbuatan pidana, adanya kesengajaan atau culpa, adanya kemampuan
bertanggungjawab, tidak adanya unsur alasan pemaaf dan unsur penghapus pidana
sesuai dengan keberadaan Terdakwa, sehingga dapat dibebankan
pertanggungjawaban pidana. Dasar pertimbangan hukum Hakim dalam
menjatuhkan putusan ini menggunakan pendekatan teori Ratio Decidendi yakni
telah mempertimbangkan berdasarkan aspek yuridis dengan dakwaan jaksa
penuntut umum, keterangan terdakwa, keterangan saksi, barang-barang bukti dan
Roy Bastanta Meliala
pasal yang didakwakan, lalu berdasarkan aspek non-yuridis yang dilihat dari hal yang
memberatkan yaitu perbuatan Terdakwa secara sah melawan hukum sedangkan hal yang
meringankan yaitu Terdakwa mengakui terus terang atas perbuatannya dan bersikap
sopan dalam persidangan dan dilihat dari latar belakang Terdakwa.
Saran penelitian ini adalah hakim diharapkan dapat mempertimbangkan faktor
atau hal-hal yang dapat dipertanggungjawabkannya seorang pelaku, dalam hal ini
diharapkan lebih melihat keseimbangan dari semua aspek seperti aspek yuridis
dan non-yuridis berupa filosofis dan sosiologis seorang pelaku, sehingga dapat
menciptakan bentuk putusan yang benar-benar adil, bermanfaat dan mewujudkan
adanya kepastian hukum. Selanjutnya agar hakim dalam menjatuhkan pidana
harus mempertimbangkan setiap kesalahan yang dilakukan oleh Terdakwa dalam
penjatuhan tindak pidana tersebut dapat sesuai dengan tujuan pemidanaan. Tujuan
yakni untuk mempertahankan ketertiban dalam masyarakat dan Hakim dalam
menjatuhkan hukuman terhadap Terdakwa harus lebih tegas, adil, dan bijaksana
tanpa adanya intervensi manapun.
Kata Kunci : Pertanggungjawaban Pidana, Pelaku Pengangkutan Bahan
Bakar, Ilegal Bastanta Meliala Roy 19420110072023-08-09T06:46:27Z2023-08-09T06:46:27Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74385This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/743852023-08-09T06:46:27ZKAJIAN KRIMINOLOGIS PENANGGULANGAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DI LINGKUNGAN KELUARGA (Studi Kasus di Kabupaten Pringsewu)Kekerasan seksual terhadap anak di lingkungan keluarga merupakan permasalahan yang terus terjadi. Anak yang seharusnya merasakan perlindungan dan kasih sayang justru menjadi korban dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh keluarga dan orang terdekat. Keluarga sebagai lingkungan terpenting bagi perkembangan individu seharusnya menjadi tempat yang aman, namun realitas yang mengerikan ini menimbulkan dampak sosial dan psikologis yang serius pada korban. Permasalahan penelitian ini adalah apakah faktor penyebab terjadinya kekerasan seksual terhadap anak di lingkungan keluarga serta bagaimanakah upaya penanggulangan kekerasan seksual terhadap anak di lingkungan keluarga.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif untuk mempelajari aspek teoritis dan pendekatan yuridis empiris untuk mempelajari fakta di lapangan. Data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder, dan analisis data dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penyebab kekerasan seksual terhadap anak di lingkungan keluarga yaitu faktor internal (psikologis individu) dan faktor eksternal (faktor pendidikan, ekonomi, lingkungan atau tempat tinggal, kurangnya pemahaman hukum, peranan korban, minuman keras, teknologi, dan kurangnya kebutuhan biologis). Upaya penanggulangan kekerasan seksual terhadap anak di lingkungan keluarga yakni melakukan sosialisasi, Penguatan Peran Keluarga, memberikan pemahaman hukum kepada masyarakat dan melakukan penyelidikan maupun penyidikan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
Adapun saran yang diberikan yaitu adanya kerjasama yang efektif antara keluarga, pihak kepolisian, lembaga sosial yang menangani perlindungan anak, dan seluruh komponen masyarakat di Kabupaten Pringsewu. Dengan menjalankan upaya baik jalur non-penal (preventif) maupun penal (represif) secara bersama-sama dan bersinergi, diharapkan kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak di Kabupaten Pringsewu dapat ditangani dengan baik.
Kata kunci : Kriminologis, Kekerasan Seksual Anak, Lingkungan Keluarga.Efrianti Melia NPM19120111092023-08-09T06:35:32Z2023-08-09T06:35:32Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74380This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/743802023-08-09T06:35:32ZPEMUNGUTAN RETRIBUSI PELAYANAN PASAR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BANDAR LAMPUNGSalah satu sumber pendapatan daerah ialah retribusi daerah. Retribusi Pelayanan Pasar merupakan salah satu jenis pelayanan retribusi daerah kabupaten/kota dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). Objek dari Retribusi Pelayanan Pasar ialah orang atau badan yang menggunakan fasilitas di pasar. Retribusi Pelayanan Pasar di Kota Bandar Lampung diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum dan Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 101 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Pelayanan Pasar di Kota Bandar Lampung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) bagaimana pelaksanaan pemungutan retribusi pelayanan pasar dan kontribusinya terhadap PAD Kota Bandar Lampung, 2) apa saja faktor penghambat dari kontribusi pemungutan Retribusi Pelayanan Pasar terhadap PAD Kota Bandar Lampung.
Penelitian ini adalah penelitian hukum menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Metode pengumpulan data yang digunakan secara Studi Pustaka dan Studi Lapangan. Pengelolaan data melalui tahap seleksi data, klasifikasi data, dan penyusunan data. Analisis data menggunakan analisis deskriptif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa: 1) pemungutan Retribusi Pelayanan Pasar di Kota Bandar Lampung dilakukan oleh Dinas Perdagangan dan menggunakan sistem pemungutan secara langsung. Pemungutan Retribusi Pelayanan Pasar memiliki Realisasi pada tahun 2022 sebesar Rp.1.125.111.000,00 dengan realisasi PAD sebesar Rp.627.179.807.101,00. Tingkat kontribusi Retribusi Pelayanan Pasar terhadap PAD sebesar 0,18% dengan kriteria “sangat kurang”. 2) faktor yang menghambat pemungutan retribusi pelayanan pasar ialah Perkembangan Teknologi, Pandemi Covid-19, serta Sarana dan Prasarana yang tersedia. Dinas Perdagangan perlu melakukan upaya untuk meningkatkan penerimaan retribusi daerah dalam mendukung penerimaan PAD.Advent Jones Frederik 19120110792023-08-09T06:25:41Z2023-08-09T06:25:41Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74375This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/743752023-08-09T06:25:41ZELECTRONIC-VOTING DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA
(Studi Kasus Pemilihan Kepala Pekon di Kabupaten Pringsewu, Lampung)Skripsi ini merupakan hasil penelitian tentang bagaimana Electronic-Voting atau
Pemilihan Elektronik mampu memberikan inovasi dibandingkan dengan sistem
pemilihan konvensional dengan lokasi penelitian di Kabupaten Pringsewu sebagai
daerah di Provinsi Lampung yang sudah terlebih dahulu menggunakan metode
pemilihan elektronik dalam pemilihan Kepala Desa serentak pada bulan Mei
tahun 2022. Permasalahan yang ingin diteliti adalah bagaimana implementasi asas
langsung, umum, bebas dan rahasia dalam pemilihan Kepala Pekon elektronik di
Kabupaten Pringsewu? dan apa saja kendala yang terjadi dalam pemilihan Kepala
Pekon dalam memenuhi asas langsung, umum, bebas dan rahasia? Dengan metode
penelitian yang digunakan adalah metode penelitian empris dengan melakukan
studi lapangan dan wawancara dengan pihak yang terlibat sehingga dapat
ditemukan hasil dari penelitian ini bahwa dari seluruh tahapan pra-pemilihan,
pemilihan dan pasca pemilihan ditemukan beberapa kendala yang tidak dapat
diremehkan seperti kurangnya pemahaman masyarakat tentang tata cara memilih
menggunakan perangkat elektronik yang disediakan sehingga berpotensi
mencederai asas dalam pemilu. Keterkaitan implementasi asas pemilu dan
kesiapan pemerintah dalam memenuhi perangkat yang dibutuhkan perlu
diperhatikan, sehingga penulis mengajukan beberapa saran-saran seperti
dibutuhkannya waktu persiapan yang lebih panjang dari persiapan pemilihan
dengan metode konvensional dan perlunya meningkatkan keterlibatan masyarakat
sebagai jaminan terimplementasinya asas-asas pemilu dengan baik
Kata Kunci: Pemilihan Elektronik, Asas Luber, Pemilihan Kepala PekonAkhmad Fauzan Hilmi 18120112942023-08-09T04:29:54Z2023-08-09T04:29:54Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74354This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/743542023-08-09T04:29:54ZPEMUNGUTAN RETRIBUSI PARKIR DALAM RANGKA
MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA BANDAR
LAMPUNG ABSTRAK
PEMUNGUTAN RETRIBUSI PARKIR DALAM RANGKA MENINGKATKAN
PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG
Pemungutan retribusi parkir merupakan salah satu instrumen yang digunakan oleh
pemerintah daerah untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Pemungutan retribusi parkir didasari dalam Peda Kota Bandar Lampung Nomor 5
Tahun 2011 Tentang Retribusi Jasa Umum dan Perwali Bandar Lampung Nomor 2
Tahun 2018 Tentang Tata Cara Pemungutan Retribusi Parkir. Pemungutan retribusi
parkir diharapkan dapat memberikan dampak positif dalam beberapa aspek.
Pertama, pemungutan retribusi parkir dapat menjadi sumber pendapatan yang
signifikan bagi pemerintah daerah, yang nantinya dapat dialokasikan untuk
pengembangan infrastruktur dan fasilitas publik, termasuk peningkatan ruang
parkir dan transportasi publik. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1)
Bagaimana pemungtan retribusi parkir dalam meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) Kota Bandar Lampung? dan 2) Apa saja faktor penghambat
pemungutan retribusi parkir dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kota
Bandar Lampung?
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris. Pengumpulan data
dilakukan dengan sistem wawancara kepada informan yang berasal dari Dinas
Perhubungan serta BPPRD Kota Bandar Lampung dan responden yang merupakan
wajib retribusi. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan analisis
campuran yakni deskriptif kualitatif dan kuantitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masih belum optimalnya pemungutan
retribusi parkir di Bandar Lampung serta kontribusinya yang selalu berkurang dari
waktu ke waktu akibat manajemennya yang belum maksimal sehingga
mengakibatkan tidak tercapainya target realisasi penerimaan Pendapatan Asli
Daerah Kota Bandar Lampung.
Kata Kunci: Pemungutan, Retribusi Parkir, Pendapatan Asli Daerah
ABSTRACT
PARKING LEVY IN ORDER TO INCREASE LOCAL REVENUE IN
BANDAR LAMPUNG CITY
By
ANSELMUS ADITYA RUSPRIHANTO
Parking fee collection is one of the instruments used by local governments to
increase Regional Original Revenue (PAD). Bandar Lampung, as the capital city
of Lampung Province, has experienced rapid economic growth and infrastructure
development. Along with this growth, the number of motor vehicles in Bandar
Lampung has also significantly increased. The collection of parking fees is based
on specific legal regulations in Bandar Lampung, namely the Bandar Lampung City
Regulation Number 5 of 2011 regarding Public Service Fees and the Bandar
Lampung Mayor Regulation Number 2 of 2018 regarding the Procedure for
Collecting Parking Fees.
In this context, the collection of parking fees is expected to have positive impacts in
several aspects. Firstly, it can become a significant source of revenue for the local
government, which can be allocated for infrastructure development and public
facilities, including improving parking spaces and public transportation. The
research questions addressed in this study are: 1) How does the collecting of
parking fee collection contribute to the increase of Regional Original Revenue
(PAD) in Bandar Lampung? and 2) What are the inhibiting factors in collecting
parking fees to increase Regional Original Revenue in Bandar Lampung? This
research adopts a juridical-empirical approach. Data collection is done through
interviews with informants from the Transportation Agency and the Regional
Revenue Agency of Bandar Lampung, as well as respondents who are obligated to
pay the fees. Data analysis in this study employs a mixed-methods approach,
combining qualitative and quantitative descriptive analysis.
The results of this research indicate that the collection of parking fees in Bandar
Lampung is still not optimal, and its contribution has been decreasing over time
due to suboptimal management, resulting in the failure to achieve the target
realization of Regional Original Revenue in Bandar Lampung.
Keywords: Levy, Parking, Regional Income
Aditya Rusprihanto Anselmus 1912011172 2023-08-08T09:55:57Z2023-08-08T09:55:57Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74315This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/743152023-08-08T09:55:57ZIMPLEMENTASI PERJANJIAN SEWA-MENYEWA ANTARA
PT. INDOMARCO PRISMATAMA DENGAN EDWARD MARPAUNG
(STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 213 K/PDT/2020)Perjanjian merupakan suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua
pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan
sesuatu hal, sedang pihak lain menuntut pelaksanaan janji itu. Kebutuhan ruko
menjadi salah satu lahan bisnis bagi masyarakat maka dari itu dalam kesepakatan
itu terdapat sesuatu yang diperjanjikan yang menjadi kewajiban untuk
dilaksanakan. Wanprestasi timbul apabila salah satu pihak tidak melakukan apa
yang diperjanjikan, misalnya ia lalai atau ingkar janji. Salah satu kasus wanprestasi
di Indonesia adalah Perjanjian sewa-menyewa antara PT. Indomarco Prismatama
dengan Edward Marpaung yang diputus oleh Mahkamah Agung dengan Putusan
Nomor 213 K/Pdt/2020. Permasalahan dalam penelitian ini mengkaji tentang
Pertimbangan Hukum Hakim, Akibat Hukum, dan Hambatan dalam Putusan
Mahkamah Agung Nomor 213 K/Pdt/2020.
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian
deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Pendekatan perundang-undangan (statute approach). Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Metode pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan dan studi dokumen. Data
yang didapat kemudian diolah dengan metode pengolahan data, yaitu seleksi data,
klasifikasi data, dan sistematisasi data yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Hasil dari penelitian dan pembahasan menjelaskan bahwa putusan yang dilakukan
oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung sudahlah benar. Hal ini dikarenakan sudah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan adil untuk kedua belah pihak
dengan mengacu kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan juga
memperhatikan unsur-unsur, barang bukti, dan fakta yang ada diajukan ke
persidangan. Tindakan yang dilakukannya merupakan tindakan hukum yakni
tindakan yang dilakukan guna memperoleh suatu akibat yang dikehendaki hukum.M.Reyhan Haiqal
Dengan demikian akibat hukum dari putusan Mahkamah Agung Nomor 213
K/Pdt/2020, Tergugat harus ganti-kerugian yang terdapat pada ketentuan Pasal
1246 KUH Perdata yang dimana meliputi ganti-kerugian, biaya yang menggantikerugian segala pengeluaran atau ongkos yang telah dikeluarkan. Hambatan dalam
amar putusan yaitu Bahwa dalam hal ini eksekusi tidak dapat dilakukan karena
terdapat melakukan upaya hukum banding dan kasasi, yang dimana hal ini
merupakan sebuah hambatan dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk
melaksanakan eksekusi.
Kata Kunci: Perjanjian, Sewa-menyewa, WanprestasiHAIQAL M. REYHAN 19120111482023-08-08T08:36:01Z2023-08-08T08:36:01Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74309This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/743092023-08-08T08:36:01ZPENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA MELALUI MEDIASI DI KOTA BANDAR LAMPUNGMediasi adalah satu sarana penyelesaian perselisihan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral. Namun dalam realitanya pelaksanaan mediasi seringkali tidak berhasil dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1) Bagaimana penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja melalui mediasi 2) Apa faktor penghambat penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja melalui mediasi?
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif. Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dengan menganalisis berbagai bahan hukum yakni perundang-undangan dan putusan pengadilan. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan Analisis yuridis kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : 1) Mediasi dalam penyelesaian sengketa perselisihan hubungan industrial khususnya pemutusan hubungan kerja dirasa tidak optimal karena dalam tiga perkara putusan yang penulis analisis tercatat proses mediasi gagal menemukan solusi peselisihan pemutusan hubungan kerja bahkan ketika dialkukan lebih dari satu kali dan mediator telah mengeluarkan Risalah Anjuran Perundingan Mediasi namun tetap tidak ada keputusan yang membuat puas kedua belah pihak. 2) Faktor – faktor penghambat dalam pelaksanaan mediasi adalah ketidaksepakatan nominal uang kompensasi yang ditetapkan dalam anjuran, tuntutan dari pekerja yang terlalu berat kepada pengusaha menyebabkan tidak tercapainya kesepakatan dalam negosiasi, kurangnya kesadaran pengusaha untuk memberikan hak-hak pekerja sesuai ketentuan juga menjadi faktor penghambat lainnya, dan misskomunikasi di dalam perusahaan antara pelaku perundingan bipartite dan pembuat gugatan/kuasa hukum
Kata Kunci : Hubungan kerja, Mediasi, Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja
Rouli Maria Cintya19120110152023-08-08T02:21:42Z2023-08-08T02:21:42Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74277This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/742772023-08-08T02:21:42ZPENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA
PENYELUNDUPAN BARANG IMPOR
(Studi di Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe C Soekarno Hatta)Masuknya barang produk luar negeri yang juga disertai dengan adanya beban
kewajiban berupa pembayaran bea masuk, yang tarif impor atau ekspornya
tergolong cukup tinggi mampu memciptakan suatu peluang untuk melakukan
penyelundupan barang impor. Tindak pidana penyelundupan barang impor
merupakan salah satu masalah yang cukup serius yang dapat merugikan
kepentingan negara atau merusak sendi-sendi perekonomian negara, dan
merugikan potensi penerimaan negara yang diperlukan untuk membiayai
pembangunan nasional dalam rangka mensejahterakan masyarakat. Oleh karena
itu, kerugian keuangan negara yang timbul akibat tindak pidana penyelundupan
barang impor haruslah menjadi fokus utama untuk segera diselesaikan.
Permasalahan Penelitian skripsi ini adalah: (1) Bagaimakah penegakan hukum
terhadap tindak pidana penyelundupan barang impor? (2) Apakah faktor
penghambat dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana penyelundupan
barang impor?
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan
dengan studi pustaka dan studi lapangan dengan mewawancarai narasumber.
Narasumber terdiri dari pihak PPNS Bea dan Cukai Soekarno-Hatta, Jaksa
Kejaksaan Negeri Kota Tangerang, Hakim Pengadilan Negeri Kota Tangerang
dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas lampung. Data
penelitian dianalisis secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan ini adalah: (1) Penegakan hukum
terhadap tindak pidana penyelundupan barang impor telah tertuang dalam
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan. Dalam
penerapannya penegakan hukum terhadap tindak pidana penyelundupan barang
impor dilakukan melalui beberapa cara yaitu: penegakan hukum secara non penal
(preventif),dilakukan dengan cara melaksanakan operasi patroli secara terarah dan melakukan penyuluhan hukum terhadap masyarakat. Sedangkan penegakan
hukum secara penal (represif), dilakukan dengan penangkapan, penyitaan,
penyelidikan dan penyidikan oleh ppns bea dan cukai yang berguna bagi
kejaksaan dalam proses penuntutan umum serta berguna bagi hakim dipengadilan
untuk memutus dan mengadili terhadap tindak pidana penyelundupan barang
impor. Faktor yang menjadi penghambat dalam penegakan hukum terhadap tindak
pidana penyelundupan barang impor yakni, faktor aparat penegak hukum, sarana
dan fasilitas, masyarakat dan kebudayaan. Dari kelima faktor tersebut yang paling
dominan ialah faktor aparat penegak hukum yang dari segi kuantitas dan kualitas
aparat penegak hukum yang cukup terbatas dan masyarakat yang masih banyak
tidak mengetahui pengetahuan akan tindak pidana penyelundupan barang impor
itu sendiri.
Saran pada penelitian ini adalah (1) Bea dan Cukai, Kejaksaan, dan Pengadilan
meningkatkan kerjasama ataupun koordinasi yang sinergis, solid, dan baik untuk
menyelenggarakan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya
tindak pidana penyelundupan barang impor dan konsekuensinya. Kedepan perlu
diberikan sanksi yang lebih tegas dan efektif bagi pelaku tindak pidana
penyelundupan barang impor. (2) Masyarakat serta pihak-pihak terkait untuk lebih
memiliki kesadaran hukum dari diri sendiri untuk menaati peraturan yang berlaku
serta mampu menjadikan pribadi lepas pribadi sebagai pelapor.
Kata Kunci: Penegakan Hukum, Tindak Pidana Penyelundupan, Barang
Impor. THERESIA 19120110632023-08-08T01:52:30Z2023-08-08T01:52:30Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74257This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/742572023-08-08T01:52:30ZANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM ATAS PUTUSAN BEBAS
(VRIJSPRAAK) PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA YANG
DILAKUKAN ANGGOTA KEPOLISIAN
(Putusan No. 184/Pid.Sus/2019/PN Bta)
Putusan bebas khususnya dalam kasus narkotika selalu menjadi hal yang
kontroversial dalam masyarakat, karena seorang pelaku dalam tindak pidana
narkotika merupakan seseorang yang dipandang tercela. Kejahatan narkoba
merupakan kejahatan yang sangat rentan karena menyangkut masa depan generasi
penerus Indonesia, sehingga di mata masyarakat Indonesia kejahatan narkoba
tergolong kejahatan luar biasa. Oleh karena itu, hakim sebagai penopang sistem
peradilan pidana harus mengambil keputusan secara hati-hati dan bijaksana.
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis empiris, tipe penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum deskriptif. Data yang
diperoleh kemudian dianalisis secara kulitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa hakim dalam putusannya
dapat mengkategorikan perbuatan terdakwa sebagai tindak pidana
penyalahgunaan narkotika meskipun pada surat dakwaannya tidak didakwakan
oleh penuntut umum. Hakim dalam memberikan putusan bebas tidak memenuhi
rasa keadilan. Karena dasar-dasar pertimbangan hakim dinilai kurang kuat dan
hakim seharusnya dapat mengkategorikan perbuatan terdakwa tersebut dalam
penyalahguna berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2017
Tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung
Tahun 2017 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan. Bahwa dari
sini penulis melihat bahwa hakim sendiri tidak cukup serius dalam menangani
perkara ini dan memerangi narkotika. Serta berdasarkan analisis penulis
pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana
penyalahgunaan narkotika yang dilakukan anggota kepolisian pada putusannya
dinilai tidak tepat jika melihat fakta-fakta hukum yang ada di persidangan.
Kata Kunci : Putusan Bebas, Pertimbangan Hakim, Keadilan
Acquittal, especially in narcotics cases, has always been a controversial matter in
society, because an actor in a narcotics crime is someone who is seen as
disgraceful. Drug crime is a crime that is very vulnerable because it involves the
future of Indonesia's next generation, so that in the eyes of the Indonesian people,
drug crime is classified as an extraordinary crime. Therefore, judges as the pillars
of the criminal justice system must make decisions carefully and wisely.
This type of research is empirical juridical legal research. The type of research
used in this research is descriptive legal research. The data obtained were then
analyzed qualitatively.
The results of the research and discussion show that the judge in his decision can
categorize the defendant's actions as a crime of narcotics abuse even though the
public prosecutor was not charged with the indictment. The judge in giving the
acquittal did not fulfill the sense of justice. Because the basis for the judge's
considerations was considered to be insufficient and the judge should have been
able to categorize the defendant's actions as an abuser based on the Supreme
Court Circular Number 1 of 2017 concerning the Enforcement of the Formulation
of the Results of the 2017 Supreme Court Chamber Plenary Meeting as a
Guideline for the Implementation of Duties for the Court. That from this the
author sees that the judge himself is not serious enough in handling this case and
fighting against narcotics. And based on the author's analysis, the judge's
consideration in passing a decision on the criminal act of narcotics abuse
committed by members of the police is considered inappropriate if you look at the
legal facts at trial.
Keywords : Acquittal, Consideration, Justice
Tiyas Akbar Chair 19520110092023-08-07T06:52:14Z2023-08-07T06:52:14Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74179This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/741792023-08-07T06:52:14ZANALISIS YURIDIS PERMOHONAN PERAN JUSTICE
COLLABORATOR OLEH PELAKU TINDAK PIDANA PORNOGRAFI
KEPADA PIHAK KEPOLISIAN
Saat ini perkembangan teknologi informasi menjadi sarana untuk melakukan
perbuatan tindak pidana yang sering kali melanggar norma-norma, salah satu contoh
yaitu banyaknya kasus penyebaran konten asusila berupa gambar maupun video. Pada
saat sekarang ini banyak sekali konten bermuatan pornografi yang beredar di internet,
salah satunya onlyfans. Salah satu konten kreator onlyfans asal Indonesia adalah
mahasiswi bernama Dea Ayu Dewanti alias “Dea Onlyfans”. Dea sendiri saat ini
sudah ditangkap oleh polisi dan ditetapkan sebagai tersangka atas penyebaran konten
pornografi. Dea pun bersedia mengajukan diri sebagai justice collaborator untuk
membantu pihak kepolisian memberantas kasus-kasus serupa. Berdasarkan latar
belakang tersebut, timbul persoalan mengenai bagaimanakah tindak lanjut
permohonan peran justice collaborator oleh pelaku tindak pidana pornografi kepada
pihak kepolisian serta apakah yang menjadi faktor penghambat dalam permohonan
peran justice collaborator oleh pelaku tindak pidana pornografi kepada pihak
kepolisian.
Penulisan skripsi ini penulis akan menggunakan metode penelitian hukum normatifempiris
dengan
cara
menganalisis
peraturan
perundang-undangan
serta
bahan
bukum
sekunder
dengan pendekatan kualitatif yang akan menghasilkan data desktriptif
dengan cara mengumpulkan data di lapangan dan mengkajinya dengan asas-asas dan
norma hukum yang berkaitan dengan permohonan peran justice collaborator oleh
pelaku tindak pidana pornografi kepada pihak kepolisian. Para pihak yang terlibat
sebagai narasumber di dalam penelitian ini terdiri dari Penyidik pada Ditreskrimsus
Polda Metro Jaya DKI Jakarta dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum
Universitas Lampung.
Hasil penelitian menjelaskan bahwa permohonan peran justice collaborator oleh
pelaku tindak pidana pornografi kepada pihak kepolisian belum berhasil dikarenakan
terjadinya miskomunikasi antara kuasa hukum Dea yang menekan kepolisian untuk
Daffa Yudhistira
memberikan status justice collaborator kepada kliennya, padahal penerapan peran
justice collaborator hanya dapat diberikan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan
Korban (LPSK) bukan oleh kepolisian. Sehingga permohonan peran justice
collaborator oleh pelaku tindak pidana pornografi kepada pihak kepolisian tidak
dapat terlaksana karena belum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Sedangkan peran normatif dan peran ideal belum berperan secara
keseluruhan karena kewajiban penegakan hukum dalam menjalankan tugasnya belum
berjalan secara total enforcement. Kemudian penerapan pada peran faktual belum
dapat dicapai karena fakta yang terjadi di lapangan belum melibatkan peran justice
collaborator dalam mengungkap tindak pidana pornografi. Selanjutnya faktor
penghambat dalam permohonan peran justice collaborator oleh pelaku tindak pidana
pornografi kepada kepolisian yang paling dominan ialah terletak pada faktor
hukumnya yaitu belum ada peraturan perundang-undangan yang tegas untuk dapat
mempersingkat pemberian status justice collaborator. Mengingat eksistensi justice
collaborator dalam membantu penanganan perkara suatu tindak pidana dibutuhkan
model persuasif yang bersifat menyeluruh atas perlindungan kepada justice
collaborator. Oleh karena itu, pada perlindungannya melibatkan semua komponen
sistem peradilan pidana yang terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, dan
LPSK.
Adapun saran yang diberikan penulis adalah perlunya aturan yang mengatur lebih
lanjut mengenai justice collaborator guna memberikan pedoman untuk seluruh aparat
penegak hukum dan perlindungan hukum kepada saksi pelaku yang bekerja sama.
Serta diperlukan sumber daya manusia yang lebih terampil dalam memahami
mengenai hukum pidana agar dapat menangani suatu perkara pidana dengan lebih
efektif dan efesien.
Kata Kunci: Justice Collaborator, Pembuktian, Pornografi
Currently, the development of information technology is a means to commit
criminal acts that often violate norms, one example is the many cases of spreading
immoral content in the form of images or videos. At the present time there is a lot
of pornographic content circulating on the internet, one of which is onlyfans. One
of the onlyfans creator content from Indonesia is a student named Dea Ayu Dewanti
alias “Dea Onlyfans”. Dea himself has now been arrested by the police and named
as a suspect for spreading pornographic content. Dea was also willing to volunteer
as a justice collaborator to help the police eradicate similar cases. Based on this
background, the issue arises regarding how to follow up on the application for the
role of justice collaborator by the perpetrator of the criminal act of pornography
to the police and what are the inhibiting factors in the application for the role of
justice collaborator by the perpetrator of the criminal act of pornography to the
police.
In writing this thesis, the writer will use the normative-empirical legal research
method by analyzing laws and regulations as well as secondary book materials with
a qualitative approach which will produce descriptive data by collecting data in
the field and studying it based on legal principles and norms related to the
application. the role of justice collaborators by perpetrators of pornographic
crimes against the police. The parties involved as resource persons in this study
consisted of investigators at the Jakarta Metro Jaya Regional Police Criminal
Investigation Directorate and Lecturers of the Criminal Law Department at the
Faculty of Law, University of Lampung.
The results of the study explain that the application for the role of justice
collaborator by the perpetrators of pornographic crimes to the police has not been
successful due to a miscommunication between Dea's attorneys who pressured the
police to grant justice collaborator status to their clients, even though the \
Daffa Yudhistira
implementation of the role of justice collaborator can only be granted by the
Witness and Victim Protection Agency. (LPSK) not by the police. So that the
application for the role of justice collaborator by the perpetrators of pornographic
crimes to the police cannot be carried out because it is not in accordance with the
applicable laws and regulations. Meanwhile, the normative role and the ideal role
have not played a full role because the obligation of law enforcement in carrying
out their duties has not been carried out in total enforcement. Then the application
of factual roles cannot be achieved because the facts that occur in the field do not
involve the role of justice collaborators in uncovering pornographic crimes.
Furthermore, the inhibiting factor in applying for the role of justice collaborator
by perpetrators of pornographic crimes to the police is that the most dominant lies
in the legal factor, namely that there are no strict laws and regulations to be able
to shorten the granting of justice collaborator status. Given the existence of justice
collaborators in assisting the handling of cases of a crime, a comprehensive
persuasive model is needed for the protection of justice collaborators. Therefore,
protection involves all components of the criminal justice system consisting of the
police, prosecutors, courts and LPSK.
The advice given by the author is the need for further regulations regarding justice
collaborators in order to provide guidelines for all law enforcement officials and
legal protection for witness witnesses who work together. It also requires human
resources who are more skilled in understanding criminal law in order to be able
to handle a criminal case more effectively and efficiently.
Keywords: Justice Collaborator, Proof, Pornography Yudhistira Daffa1912011260 2023-08-07T06:14:03Z2023-08-07T06:14:03Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74174This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/741742023-08-07T06:14:03ZPERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK
PIDANA PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN
SECARA BERSAMA-SAMA
(Studi Putusan PN No 368/Pid.B/2022/PN Jkt.Pst) Pertanggungjawaban pidana adalah suatu perbuatan yang tercela oleh
masyarakat yang harus dipertanggungjawabkan pada si pembuatnya atas
perbuatan yang dilakukan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah
bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana
penganiayaan yang dilakukan secara bersama-sama dan apakah putusan yang
diberikan para pelaku sudah memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat (Studi
Putusan Nomor 368/Pid.B/2022/PN Jkt.Pst).
Penelitian ini bertujuan untuk melihat secara mendalam bagaimana
pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana penganiayaan dan
apakah putusan yang diberikan sudah memenuhi rasa keadilan bagi
masyarakat, oleh karena itu pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah pendekatan normatif empiris. Narasumber dalam penelitian ini terdiri
dari Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Akademisi Bagian Hukum
Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pengumpulan data dilakukan
dengan studi pustaka dan studi lapangan. Selanjutnya dianalisis secara
kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa setelah
mendengarkan keterangan saksi-saksi dan fakta-fakta hukum dalam
persidangan serta berdasarkan Pertimbangan Hakim, seluruh Terdakwa divonis
penjara masing-masing selama 8 (delapan) bulan, sebab unsur telah terbukti
secara sah dan meyakinkan. Selain itu, Putusan Nomor. 368/Pid.B/2022/PN
Jkt.Pst sudah memenuhi rasa keadilan karena Majelis Hakim sudah
mempertimbangan dan menetapkan secara seksama dalam mengeluarkan
putusan ini.
pertanggungjawabannya berbeda-beda tiap pelaku, akan tetapi dalam
putusan ini majelis hakim beranggapan harus memberikan perlakuan yang
sama kepada semua terdakwa. Majelis Hakim memberikan putusan yang sama
karena
para terdakwa telah melakukan mediasi kepada pihak korban dan pihak korban
memaafkan.
Saran dalam penelitian ini adalah kepada Majelis Hakim dalam memutus
perkara tindak pidana penganiayaan yang dilakukan secara bersama-sama
memutus dengan seadil-adilnya. Agar masyarakat tidak mudah terpancing
melakukan aksi tindak pidana penganiayaan dan tidak terpancing main hakim
sendiri.
Kata kunci : Pertanggungjawaban pidana, pelaku penganiayaan,
penyertaan
Aronta Edo1942011008 2023-08-07T04:15:43Z2023-08-07T04:15:43Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74168This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/741682023-08-07T04:15:43ZANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP RESIDIVIS PELAKU
PENCURIAN SEPEDA MOTOR
(Studi Kasus Polres Metro )Kejahatan merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum.
Berdasarkan data terbaru di tahun 2022 kejahatan pencurian yang terjadi di Kota
Metro sebanyak 152 kasus. Pelaku pencurian sepeda motor di Kota Metro ketika
selesai menjalani hukuman seringkali mengulangi perbuatannya kembali atau biasa
disebut dengan residivis. Residivis pelaku pencurian dapat dikaji dalam sudut
pandang kriminologis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab
terjadinya pencurian sepeda motor di Kota Metro yang dilakukan oleh pelaku
residivis, serta upaya penanggulangannya.
Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis
normatif dan yuridis empiris. Data yang digunakan berupa data primer dan data
sekunder. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu menggunakan
penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Narasumber pada penelitian ini
adalah dari pihak Kepolisian Resor Kota Metro, Dosen Kriminologi Fakultas Ilmu
Sosial Ilmu Politik Universitas Lampung, Dosen Bagian Pidana Fakultas Hukum
Universitas Lampung, Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Metro,
Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Metro, dan Tokoh Masyarakat.
Hasil penelitian dan pembahasan yaitu mengenai penyebab pelaku residivis
melakukan pengulangan tindak pidana pencurian sepeda motor yang disebabkan
oleh beberapa faktor. Pertama faktor ekonomi, faktor ekonomi yang diakibatkan
sulitnya mendapatkan pekerjaan yang layak dan gaji yang tetap,faktor lingkungan
yang diakibatkan pergaulan dalam lingkungan yang tidak sehat dan buruk baik
sebelum keluar dalam masa hukuman maupun setelah selsai menjalani hukuman
dan kembali lagi dalam lingkungan masyarakat, dan faktor stigmatisasi sosial. Dan
upaya penanggulangan kejahatan pencurian yang ada di kota Metro yaitu upaya
preventif dan upaya represif yang dilakukan dari pihak kepolisian kota Metro
maupun pihak-pihak terkait lainnya.Desi Anisa Putri
Saran dari penelitian ini adalah memberikan lapangan pekerjaan bagi para
narapidana untuk mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan sehari- hari, serta
dukungan dari semua pihak yang terkait. Dan mengenai upaya penganggulangan
kejahatan pencurian sepeda motor di Kota Metro baik yang dilakukan oleh pihak
kepolisian maupun pihak-pihak terkait yaitu upaya preventif dan represif lebih
dimaksimalkan guna meminimalisir terjadinya kejahatan pencurian sepeda motor.
Kata Kunci : Analisis Kriminologis, Pencurian, Residivis , Sepeda MotorAnisa Putri Desi 19120110062023-08-04T08:58:51Z2023-08-04T08:58:51Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74112This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/741122023-08-04T08:58:51ZTRANSAKSI JUAL BELI MATA UANG DIGITAL (CRYPTOCURRENCY)
PERSPEKTIF HUKUM ISLAMABSTRAK
TRANSAKSI JUAL BELI MATA UANG DIGITAL (CRYPTOCURRENCY)
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
Mata Uang Digital (Cryptocurrency) merupakan sebuah perkembangan teknologi
informasi yang dapat dijadikan sebagai alat yang dapat diperjualbelikan.
Perkembangan mata uang digital (cryptocurrency) di Indonesia mengalami kenaikan
pada nilai transaksi sebesar Rp17,57 triliun atau naik 3,96%. Pada September 2021
tercatat hanya 8,96 juta orang, kemudian September 2022 mencapai 16,27 juta orang.
Mata uang digital (cryptocurrency) ini membawa dampak yang signifikan terutama
bagi umat muslim di Indonesia. Tetapi umat muslim memiliki rasa khawatir untuk
menggunakan mata uang digital (cryptocurrency) dalam transaksi jual beli. Sehingga
memunculkan permasalahan antara lain: 1) Bagaimana pelaksanaan transaksi jual beli
mata uang digital (cryptocurrency)?. 2) Bagaimanakah transaksi jual beli mata uang
digital (cryptocurrency) perspektif Hukum Islam?.
Penelitian ini merupakan penelitian normatif-empiris dengan tipe penelitian deskriptif
yang menggunakan metode pendekatan Nonjudicial Case Study. Sumber data yang
digunakan berupa data sekunder, pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka
dan wawancara. Pengolahan data dilakukan dengan cara pemeriksaan data, klasifikasi
data dan penyusunan data yang di analisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan transaksi
jual beli mata uang digital (cryptocurrency) berdasarkan Pasal 25 ayat (6) dalam
Peraturan BAPPEBTI Nomor 8 Tahun 2021 memiliki syarat dan ketentuan bagi calon
pembeli mata uang digital (cryptocurrency). Berdasarkan pada 3 dasar hukum Islam
yaitu Al-Qur’an, Hadis dan Ar-Rayu terdapat 2 hukum terkait transaksi jual beli mata
uang digital (cryptocurrency) yaitu halal dan haram. Berdasarkan Keputusan Komisi
Fatwa se- Indonesia VII yaitu mata uang digital (cryptocurrency) sebagai mata uang
hukumnya haram dan sebagai asset yang diperjualbelikan hukumnya halal. Menurut
PWNU DIY yaitu mata uang digital (cryptocurrency) sebagai asset yang
diperjualbelikan hukumnya halal karena sudah terpenuhinya syarat sil’ah, tidak
mengandung unsur gharar, dharar, qimar dan sebagai mata uang hukumnya halal
karena mata uang digital (cryptocurrency) adalah teknologi yang tidak dapat dirubah karena perkembangan zaman dan mata uang tersebut telah memenuhi syarat baik
sebagai barang komoditas dan mata uang. Sedangkan PWNU Jawa Timur, mata uang
digital (cryptocurrency) sebagai mata uang dan sebagai asset yang diperjualbelikan
hukumnya haram karena mengandung unsur gharar, dharar dan qimar. Begitupun
menurut Muhammadiyah mengharamkan mata uang digital (cryptocurrency) sebagai
mata uang dan sebagai asset yang diperjualbelikan karena mengandung unsur gharar
dan memiliki sifat spekulasi.
Kata kunci: Jual Beli, Mata Uang Digital (Cryptocurrency).1912011024 Agnesha Aryunda Wuryansiagneshaaryunda22@gmail.com2023-08-04T07:10:37Z2023-08-04T07:10:37Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74098This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/740982023-08-04T07:10:37ZANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN TINDAK
PIDANA PENGGELAPAN DENGAN MODUS HIPNOTIS
(Studi Kasus Putusan Nomor 1513/Pid.B/2019/PN Jkt.Utr)Studi kasus yang akan dilakukan dalam skripsi ini adalah analisis terhadap putusan
Pengadilan Negeri Nomor: 1513/Pid.B/2019/PN Jkt.Utr yang melibatkan terdakwa
bernama Jefri Wardani bin Hamdani dalam kasus tindak pidana penggelapan. yang
telah melakukan penggelapan secara bersama-sama dengan pelaku lainnya, dalam
pelaksanaan penggelapan satu unit mobil Avanza tersebut ada campur tangan teman
terdakwa yang melakukan tipu muslihat. Tetapi dalam kasus ini terdakwa diadili
secara sendiri terlebih dahulu dikarenakan pelaku lainnya masih dalam pencarian
sehingga menjadi suatu isu hukum dimana terdakwa termasuk pelaku tindak pidana
Penggelapan atau tindak pidana Penipuan Berdasarkan hal tersebut maka perlu
dilakukan penelitian dengan permasalahan : Bagaimanakah pertimbangan majelis
hakim dalam memutus perkara tindak pidana penggelapan dengan modus hipnotis
dan apakah pertimbangan majelis hakim terhadap Kasus Putusan Nomor
1513/Pid.B/2019/PN Jakarta Utara sudah memenuhi rasa keadilan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif yang melibatkan analisis
terhadap perundang-undangan dan literatur terkait. Selain itu, metode yuridis
empiris juga digunakan dengan melakukan wawancara kepada narasumber yang
relevan. Narasumber yang terlibat dalam penelitian ini terdiri dari Hakim
Pengadilan Negeri Kelas 1A Jakarta Utara dan Dosen Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pendekatan ini didukung oleh
pengumpulan data melalui studi pustaka dan studi lapangan yang dilakukan secara
kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian analisis pertimbangan hakim dalam putusan tindak
pidana penggelapan dengan modus hipnotis yang diatur dalam Pasal 372 KUHP
pada studi putusan PN Jakarta Utara No. 1513/Pid.B/2019/PN.Jkt.Utr dinilai telah
ideal dan memenuhi teori pertimbangan hakim baik pertimbangan yuridis dan
pertimbangan sosiologis karena unsur-unsur dari Pasal 372 KUHP terpenuhi.
Dalam kasus ini juga sudah memenuhi keadialn substrantif Hakim, sebagaiperwakilan tangan Tuhan, memberikan putusan kepada para terdakwa setelah
melalui proses musyawarah yang ditentukan dengan sebaik-baiknya dan seadiladilnya
Berdasarkan penjabaran di atas, saran yang dapat diberikan penulis dalam
penelitian ini adalah Kepada majelis hakim hendaknya dalam menangani perkara
tindak pidana penggelapan dengan modus hipnotis seharusnya tindak menjuto kan
William Paskah Yehezkiel
pasal 55 Tentang keikutsertaan kepada terdakwa dikarenakan para majelis hakim
sudah menggunakan sistem splitsing sehingga terdakwa seharusnya dikenakan
pasal 372 Tentang Penggelapan saja tanpa adanya junto kan dan juga hakim
seharusnya menambahkan pasal 408 KUHP Tentang Penadahan dilihat dari harga
jual mobil yang tidak masuk akal. Majelis Hakim seharusnya memberikan putusan
dengan mempertimbangkan secara maksimal agar putusan yang diberikan tidak
terlalu ringan. Hal ini penting mengingat ancaman pidana dalam Pasal 372 KUHP
tentang Penggelapan mencapai setinggi-tingginya 4 (empat) tahun, sedangkan
putusan yang diberikan hanya 2 (dua) tahun karena yang dilakukan terdakwa sangat
kejam dimana penggelapan ini sudah diniatkan dan sudah direcnakan terlebih
dahulu.
Kata Kunci : Pertimbangan Hakim, Penggelapan, Hipnotis,YEHEZKIEL WILLIAMS PASKAH 19120113402023-08-04T07:05:31Z2023-08-04T07:05:31Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74092This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/740922023-08-04T07:05:31ZEFEKTIVITAS PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 4 TAHUN
2019 TENTANG GUGATAN SEDERHANA
(Studi Pengadilan Negeri Kotabumi)Mahkamah Agung RI mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun
2015 yang telah diperbarui menjadi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun
2019 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana pada Agustus 2019
(PERMA Nomor 4 Tahun 2019). PERMA ini diterapkan disemua pengadilan negeri
di seluruh Indonesia, termasuk Pengadilan Negeri Kotabumi. Jenis penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif empiris dengan
tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah dilakukan dengan pendekatan
normatif empiris. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh langsung
dari lapangan dan data sekunder. Metode pengumpulan data dengan studi pustaka
dan wawancara. Metode pengolahan data melalui pemeriksaan data, penandaan
data dan sistematisasi data. Analisis data menggunakan analisis kualitatif. Hasil
penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa pelaksanaan gugatan sederhana di
Pengadilan Negeri Kotabumi sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan
Sederhana. hanya terdapat 1 perkara yang diselesaikan melebihi 25 hari sepanjang
PERMA ini diberlakukan di PN Kotabumi terhitung dari tahun 2019 hingga 2023.
Kata kunci: Efektivitas, Gugatan sederhana, Pengadilan Negeri. Pratiwi Kartini18120111152023-08-04T07:02:38Z2023-08-04T07:02:38Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74084This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/740842023-08-04T07:02:38ZKEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI TAHUIndustri tahu merupakan salah satu industri pengolahan kedelai yang secara umum berbentuk skala rumah tangga hingga skala kecil. Keterbatasan pengetahuan serta sarana dan prasarana produksi menyebabkan limbah cair tahu dialirkan ke badan air tanpa melalui proses pengolahan. Hal tersebut menjadi salah satu faktor dari rusaknya ekosistem perairan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam pengelolaan limbah industri tahu dan upaya yang telah dilakukan dalam mengendalikan limbah industri tahu. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dan empiris dengan pengumpulan data melalui studi pustaka dan studi lapangan. Data kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menyatakan bahwa dalam menanggulangi dampak negatif dari limbah industri tahu Pemerintah Kota Bandar Lampung menetapkan sebuah kebijakan yang mewajibkan setiap industri tahu dan/atau industri pengolahan kedelai melakukan pengelolaan air limbah terlebih dahulu sebelum dibuang ke media lingkungan. Kebijakan tersebut direalisasikan dengan pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) tahu Gunung Sulah yang keberadaannya bertujuan untuk menurunkan kadar pencemar sebelum dibuang ke badan air, sehingga dinilai mampu efektif dan efisien dalam mengatasi permasalahan limbah tahu. Adapun program pendukung lainnya meliputi Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) dan Program Kali Bersih (Prokasih). Pemerintah Kota Bandar Lampung juga telah melakukan upaya melalui serangkaian kegiatan dalam mengendalikan limbah industri tahu antara lain berupa sosialisasi aturan kebijakan, pembinaan dan pengawasan serta pemberian sanksi.
Kata Kunci: Air Limbah, Industri Tahu, Kebijakan Pemerintah
Melinda Helena Dea19120110582023-08-04T01:32:16Z2023-08-04T01:32:16Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74050This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/740502023-08-04T01:32:16ZANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM
DALAM MENJATUHKAN PIDANA
TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA
PENAMBANGAN BATU ANDESIT TANPA
IZIN USAHA (Studi Putusan Nomor: 547/
Pid.Sus/2022/PN.Tjk)
Setiap kegiatan usaha penambangan harus memiliki Izin sebagaimana diatur dalam
Pasal 35 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UndangUndang
Nomor 4 Tahun 2009 Pertambangan Mineral dan Batubara. Pada
kenyataannya terdapat pelaku usaha yang melakukan penambangan batu andesit
tanpa izin usaha. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) apakah yang
menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku
tindak pidana penambangan batu andesit tanpa izin usaha dalam Putusan Nomor:
547/Pid.Sus/2022/PN.Tjk? (2) Apakah pidana yang dijatuhkan hakim pelaku tindak
pidana penambangan batu andesit tanpa izin usaha telah memenuhi aspek keadilan
substantif
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris.
Narasumber penelitian ini adalah Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan
Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. Pengumpulan data dilakukan
dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Dasar pertimbangan hakim dalam
menjatuhkan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan dan pidana denda sebesar Rp.
1.000.000, 00 (satu juta rupiah) subsider 1 (satu) bulan kurungan terhadap pelaku
tindak pidana penambangan batu andesit tanpa izin usaha dalam Putusan Nomor:
547/Pid.Sus/2022/PN.Tjk terdiri dari pertimbangan yuridis, filosofis dan
sosiologis. Pertimbangan yuridis yaitu perbuatan terdakwa terbukti melanggar
Pasal 185 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UndangUndang
Nomor
4
Tahun
2009
Pertambangan
Mineral
dan
Batubara.
Pertimbangan
filosofis
yaitu hakim menilai bahwa pemidanaan tidak hanya bertujuan untuk
menimbulkan efek jera pada pelakunya tetapi sebagai upaya pemidanaan terhadap
terdakwa agar terdakwa tidak mengulangi tindak pidana. Pertimbangan sosiologis
yaitu hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan adalah perbuatan
terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pengelolaan sumber daya
mineral dan batu bara, selain itu terdakwa juga telah menikmati hasil tindak pidana
Muhammad Andika Sentosa
yang dilakukannya, hal-hal yang meringankan yaitu terdakwa bersikap sopan,
mengakui dan berterus terang di persidangan. Selain itu hakim mempertimbangkan
bahwa pidana yang dijatuhkan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat. (2)
Putusan yang dijatuhkan hakim terhadap pelaku tindak pidana penambangan batu
andesit tanpa izin usaha belum memenuhi unsur keadilan, karena pidana pidana
penjara selama 3 (tiga) bulan dan pidana denda sebesar Rp. 1.000.000, 00 (satu juta
rupiah) subsider 1 (satu) bulan kurungan yang dijatuhkan hakim terhadap terdakwa
masih belum maksimal. Selain itu terdakwa cara terdakwa melakukan usaha
penambangan ilegal tersebut sudah cukup besar, yaitu dengan menyewa dua alat
berat jenis excavator, dengan nilai sewa sebesar Rp.30.000.000,00 (tiga puluh juta
rupiah). penambangan tersebut menggunakan 2 (dua) alat berat yaitu Eksavator.
Selain itu batu andesit yang diperoleh dari penambangan ilegal tersebut mencapai
kurang lebih 50 M3/hari yang akan dijual kepada pembeli seharga Rp.80.000,00
sampai dengan Rp.85.000,00 per kubik. Kegiatan penambangan tanpa izin dapat
merusak lingkungan karena pelakunya dalam hal ini semata-mata hanya mencari
keuntungan tanpa mempedulikan kelestarian lingkungan, sehingga pidana yang
dijatuhkan idealnya lebih maksimal.
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Majelis hakim yang yang menangani perkara
tindak pidana penambangan batu andesit tanpa izin usaha di masa yang akan datang,
agar dapat menjatuhkan pidana secara lebih maksimal, karena tindak pidana ini
selain berdampak pada kerugian negara/pemerintah akibat tidak adanya izin, juga
berdampak pada potensi terjadinya kerusakan lingkungan. (2) Kepada masyarakat
disarankan untuk melakukan kegiatan penambangan batu andesit secara legal
dengan melakukan izin usaha kepada pihak terkait. Hal ini penting untuk dilakukan
agar kegiatan usaha yang dilakukan masyarakat dapat dilaksanakan dengan
memperhatikan kelestarian lingkungan dan tetap berada di dalam pengawasan dan
pembinaan pemerintah.
Kata Kunci: Pertimbangan Hakim, Penambangan Batu Andesit, Izin Usaha
SENTOSA MUHAMMAD ANDIKA1952011049 2023-08-03T03:53:50Z2023-08-03T03:53:50Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74037This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/740372023-08-03T03:53:50ZUPAYA PENANGGULANGAN KEJAHATAN PEROMPAKAN
TERHADAP ORANG DAN BARANG DI ATAS KAPAL
DI WILAYAH PERAIRAN LAMPUNG
(Studi pada Direktorat Kepolisian Perairan Polda Lampung)
Kejahatan perompakan merupakan kejahatan yang sangat meresahkan
masyarakat, khususnya para nelayan dan pelaku usaha di bidang perikanan atau
kelautan yang melintasi wilayah perairan, termasuk di wilayah perairan Provinsi
Lampung. Sehubungan dengan hal tersebut maka Direktorat Kepolisian Perairan
Polda Lampung melakukan upaya penanggulangan kejahatan perompakan
terhadap orang dan barang di atas kapal di wilayah perairan. Permasalahan dalam
penelitian ini adalah bagaimanakah upaya Direktorat Kepolisian Perairan Polda
Lampung dalam penanggulangan kejahatan perompakan terhadap orang dan
barang di atas kapal di wilayah perairan? Apakah faktor penghambat upaya
Direktorat Kepolisian Perairan Polda Lampung dalam penanggulangan kejahatan
perompakan terhadap orang dan barang di atas kapal di wilayah perairan?
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris di
Direktorat Polair Polda Lampung. Narasumber penelitian ini adalah Penyidik
Direktorat Polair Polda Lampung dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas
Hukum Unila. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi
lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan upaya penanggulangan kejahatan perompakan
terhadap orang dan barang di atas kapal di wilayah perairan dilakukan oleh
Direktorat Kepolisian Perairan Polda Lampung melalui sarana non penal dan
penal. Upaya non penal dilaksanakan dengan melakukan sosialisasi atau
penyuluhan kepada para nelayan agar tidak melakukan kejahatan perompakan
terhadap orang dan barang di atas kapal di wilayah perairan dan melakukan patroli
menggunakan sarana berupa kapal patroli yang berukuran kecil (Tipe C3) dalam
rangka mencegah terjadinya kejahatan perompakan terhadap orang dan barang di
atas kapal di wilayah perairan. Petugas dalam patroli ini segera melakukan
tindakan terhadap pelaku kejahatan perompakan terhadap orang dan barang di atas
kapal di wilayah perairan jika menemukan adanya dugaan kejahatan. Upaya penal
dilaksanakan dengan penyelidikan dan penyidikan, yaitu upaya penyidik
Direktorat Kepolisian Perairan Polda Lampung dalam hal dan menurut cara yang
diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang
dengan bukti itu membuat
M. Nalom Syah Alam
terang tentang kejahatan perompakan terhadap orang dan barang di atas kapal di
wilayah perairan yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Faktor
penghambat upaya penanggulangan kejahatan perompakan terhadap orang dan
barang di atas kapal di wilayah perairan adalah faktor penegak hukum, yaitu
secara kuantitas masih terbatasnya jumlah penyidik dan secara kualitas masih
belum optimalnya taktik dan teknik penyidikan. Faktor sarana dan prasarana,
yaitu kapal-kapal patroli yang dimiliki masuk dalam kategori kapal kecil (Tipe
C3), yang dikhususkan untuk sungai. Faktor masyarakat yaitu ketakutan dan
keengganan masyarakat dalam melaporkan kejahatan perompakan terhadap orang
dan barang di atas kapal di wilayah perairan kepada aparat penegak hukum.
Faktor paling dominan yang menjadi penghambat adalah faktor penegak hukum.
Saran dalam penelitian ini adalah: Hendaknya upaya penanggulangan kejahatan
perompakan dioptimalkan oleh Direktorat Kepolisian Perairan Polda Lampung
melalui sosialisasi kepada masyarakat dan nelayan serta meningkatkan patroli di
wilayah perairan. Hendaknya sarana dan prasarana penunjang penanggulangan
kejahatan perompakan ditingkatkan dengan pengadaan kapal-kapal patroli
berukuran sedang Tipe C2 dan kapal besar Tipe C1.
Kata Kunci: Penanggulangan, Kejahatan, Perompakan, Perairan.
SYAH ALAM M. NALOM1852011073 2023-08-02T08:25:55Z2023-08-02T08:25:55Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74028This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/740282023-08-02T08:25:55ZUPAYA PENYIDIK DALAM PENANGGULANGAN PENCURIAN MOTOR YANG DILAKUKAN OLEH ANAK UPAYA PENYIDIK DALAM PENANGGULANGAN PENCURIAN MOTOR YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (Studi Pada Kepolisian Sektor Jabung Lampung Timur) Pencurian adalah pengambilan atau penyitaan dengan sengaja atas sesuatu untuk digunakan sendiri atau sekelompok orang, baik yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang. Melihat beberapa kasus mengenai tindak pidana pencurian motor yang dilakukan oleh anak belum terlihat adanya peran maksimal yang dilakukan oleh penyidik sebagai aparat hukum dalam menanggulangi kejahatan pencurian motor. Permasalahan dalam skripsi ini adalah: Bagaimanakah upaya penyidik dalam penanggulangan pencurian motor yang dilakukan oleh anak?, Apakah faktor yang menjadi penghambat upaya penyidik dalam penanggulangan pencurian motor yang dilakukan oleh anak? Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan secara yuridis normatif dan pendekatan secara yuridis empiris narasumber pada penelitian ini terdiri dari Penyidik Polsek Jabung Lampung Timur, Kepala kecamatan Jabung Lampung Timur dan Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa: upaya penyidik Polsek Jabung Lampung Timur dalam melakukan upaya penanggulangan pencurian motor yang dilakukan oleh anak yaitu dengan upaya non penal yang dilakukan oleh penyidik adalah dengan melakukan sosialisasi kepada anak, patroli berkeliling di daerah-daerah yang rawan terjadi pencurian sepeda motor, memberikan bimbingan kepada orang tua guna menumbuhkan kesadaran tentang pencurian motor yang dilakukan oleh anak, operasi penertiban kelengkapan kendaraan bermotor dan meningkatkan sistem keamanan lingkungan. Upaya penal yang dilakukan oleh penyidik adalah memberlakukan sanksi atau menindak pelaku yaitu anak yang melakukan tindak pidana pencurian motor di wilayah Polsek Jabung Lampung Timur sesuai dengan perbuatannya serta dengan usaha Yuli Susilowati untuk menekankan jumlah kejahatan dan berusaha pula melakukan perbuatan dengan jalan memperbaiki si pelaku yang berbuat kejahatan agar dikemudian hari tidak mengulangi kesalahan yang sama. Penghambat penyidik Polsek Jabung Timur dalam upaya penanggulangan pencurian motor yang dilakukan oleh anak adalah adalah kurangnya personil dalam melakukan kegiatan patroli, kurangnya kesadaran masyarakat untuk menjaga keamanan lingkungan seperti mendirikan pos siskamling dan melakukan kegiatan ronda secara rutin. Faktor penghambat yang paling dominan yaitu faktor masyarakat itu sendiri, dimana masyarakat memiliki pengaruh yang kuat terhadap penegakan hukum tersebut. Saran dalam penelitian ini adalah penyidik hendaknya lebih mengoptimalkan upaya non penal dalam penanggulangan pencurian kendaraan bermotor di Lampung Timur karena pencegahan lebih baik daripada pemberantasan. Kepada pemerintah sebaiknya dapat memperbaiki sarana dan fasilitas penunjang dalam menanggulangi tindak pidana pencurian kendaraan bermotor, dengan memberikan dukungan dengan adanya prioritas pendidikan kepada anak sehingga dapat menjadi langkah awal untuk pencegahan terjadinya pencurian motor yang dilakukan oleh anak. Masyarakat hendaknya lebih meningkatkan kerjasama dengan pihak kepolisian agar dapat mengungkap kasus pencurian motor yang sering terjadi di wilayah hukum Polsek Jabung Lampung Timur. Kerjasama tersebut dapat dilakukan dengan cara mengajak masyarakat untuk menggalakkan ronda malam atau siskamling, sehingga hal itu dapat membantu kinerja kepolisian dalam menjaga keamanan.Kata Kunci : Penanggulangan, Pencurian motor, Anak SUSILOWATI YULI 1942011030 2023-08-02T08:06:22Z2023-08-02T08:06:22Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74013This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/740132023-08-02T08:06:22ZANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENYELUNDUPAN NARKOTIKA KE DALAM LEMBAGA PEMASYARAKATAN
(Studi di Lapas Kelas 1 Bandar Lampung)Tidak dapat dipungkiri bahwa peredaran narkotika masih belum dapat diatasi baik yang terjadi di luar Lembaga Pemasyarakatan maupun di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Kecendrungan terus meningkatnya kejahatan khusus narkotika berbanding lurus pula dengan semakin meningkatnya narapidana kasus narkotika di dalam Lapas. Penyelundupan narkotika adalah perbuatan membawa barang atau orang secara illegal dan tersembunyi, seperti keluar dari sebuah bangunan, ke dalam penjara dan perdagangan illegal, seperti narkotika. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Apakah faktor penyebab terjadinya kejahatan penyelundupan narkotika ke dalam lembaga pemasyarakatan dan Bagaimanakah upaya penanggulangan terhadap kejahatan penyelundupan narkotika ke dalam lembaga pemasyarakatan.
Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Jenis data terdiri dari data primer dan sekunder. Narasumber terdiri dari Petugas Lapas kelas I Bandar Lampung, Narapidana Lapas kelas I Bandar Lampung, dosen Fisip Kriminologi Universitas Lampung dan dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data menggunakan analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa Faktor penyebab yang dapat dikatakan sebagai “pemicu” seseorang dalam menyelundupkan narkotika. Faktor lingkungan didalam pergaulan atau komunitas yang salah satu atau beberapa atau bahkan semua anggotanya menjadi penyalahgunaan atau pengedar gelap narkotika. Faktor ekonomi merupakan suatu faktor yang besar yang dapat memicu seseorang melakukan suatu tindak pidana bahwa kemiskinan dapat menimbulkan kejahatan dan pemberontakan, kejahatan yang besar tidak diperbuat jika untuk memperoleh kemewahan. Jika ekonomi baik maka masyarakat dapat memenuhi kehidupannya dengan mudah, dan sebaliknya. Faktor Keluarga, kurangnya perhatian dari keluarga dan masalah yang timbul dalam rumah tangga dapat menyebabkan seseorang menggunakan narkotika sebagai pelarian untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya. Faktor pendidikan merupakan faktor dimana dapat memicu seseorang melakukan kejahatan, akibat rendahnya pendidikan. Upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi pelaku kejahatan penyelundupan narkotika ke dalam Lembaga Pemasyarakatan tidak hanya secara preventif, upaya penanggulangan kejahatan pelaku kejahatan penyelundupan narkotika ke dalam Lembaga Pemasyarakatan juga secara represif dengan sanksi penegakan hukum ditindak langsung peredaran gelap didalam Lapas penanggulangan ini dilakukan secara penal dan non-penal.
Adapun saran yang diberikan penulis aparat penegak hukum melakukan upaya ketat dengan berkordinasi langsung dengan Lembaga Pemasyarakatan dilakukan secara preventif oleh Badan Narkotika Provinsi Lampung seperti konseling dan tes urine secara berkala dan pemeriksaan penggeledahan setiap barang-barang yang masuk di dalam Lapas Narkotika paling tidak satu bulan sekali. Adanya penyuluhan narkotika bagi masyarakat agar masyarakat mengerti dan memahami bagaimana proses penyalahgunaan dapat terjadi dan berbagai narkotika jenis baru sehingga lebih peka terhadap penyalahgunaan narkotika.
Kata kunci: Penanggulangan Kejahatan, Penyelundupan Narkotika, Lembaga Pemasyarakatan
Hidayatulloh Putra18120110382023-08-02T07:47:25Z2023-08-02T07:47:25Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/73878This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/738782023-08-02T07:47:25ZPERSPEKTIF HUKUM TATA NEGARA PADA KETENTUAN DIBERLAKUKAN SURUT (RETROACTIVE) TERHADAP MATERI MUATAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA (Kajian Yuridis Terhadap Peraturan KPU Nomor 26 Tahun 2018 Pada Pemilu Anggota DPD Tahun 2019)Pengaturan keberlakuan surut (retroactive) terhadap materi muatan peraturan
perundang-undangan di Indonesia memiliki dinamika yang cukup panjang antara
boleh atau tidaknya diberlakukan. Hukum Pidana Indonesia mengatur bahwa
keberlakuan surut tidak diperbolehkan, faktanya terdapat peraturan perundangundangan yang diberlakukan surut seperti Peraturan KPU Nomor 26 Tahun 2018.
Tujuan penelitian untuk menganalisis ketentuan diberlakukan surut (retroactive)
apakah boleh berlaku berdasarkan sudut pandang Hukum Tata Negara. Penelitian
ini merupakan penelitian hukum normatif dengan melakukan tinjauan terhadap
Peraturan KPU Nomor 26 Tahun 2018, menggunakan pendekatan peraturan
perundang-undangan, pendekatan kasus dan pendekatan konseptual. Hasil
penelitian disimpulkan bahwa keberlakuan surut secara konstitusional tidak selaras
dengan UUD 1945, namun diperbolehkan sepanjang pengaturan ketentuan
retroaktifnya diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang, dan apabila memuat
ketentuan pidana, maka ketentuan pidananya tidak ikut diberlakusurutkan. Selain
itu, urgensi diberlakukannya Peraturan KPU Nomor 26 tahun 2018 secara surut
terhadap Peserta Pemilu Anggota DPD tahun 2019 adalah didasarkan atas validitas
norma dan hierarki norma, bahwa norma yang lebih tinggi menjadi dasar dalam
menentukan validitas peraturan perundang-undangan yang lebih rendah. Oleh
karenanya, Putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018 merupakan norma yang
menjadi dasar Peraturan KPU Nomor 26 Tahun 2018 diberlakuan surut terhadap
Peserta Pemilu Anggota DPD tahun 2019.Setiawan Randy Agus18120110672023-08-02T07:41:30Z2023-08-02T07:42:32Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/74007This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/740072023-08-02T07:41:30ZTANGGUNG JAWAB BANK TERHADAP NASABAH YANG
MENGALAMI KERUGIAN AKIBAT KEJAHATAN SKIMMING
(Studi Pada PT. Bank Lampung)Perbankan telah mengalami pembaharuan inovasi sarana prasarana yang dapat memudahkan nasabahnya dalam bertransaksi, yakni berlandas pada metode digital, salah satunya dapat dilihat dalam penggunaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM). ATM adalah salah satu sarana bayar yang diakses dengan menggunakan mesin ataupun perangkat khusus yang hanya dapat dioperasikan oleh pihak bank dan nasabah. Dalam praktiknya setiap kemudahan yang ditawarkan oleh penyedia jasa selalu menyisakan celah yang dapat dipergunakan untuk melancarkan aksinya dalam tindak kejahatan. Salah satunya adalah kejahatan skimming, sebagaimana kejahatan ini beberapa waktu yang lalu menimpa nasabah PT. Bank Lampung. Permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai bentuk tanggung jawab bank terhadap nasabah yang mengalami kerugian akibat kejahatan skimming dan upaya apa yang dilakukan para pihak dalam menangani kejahatan skimming.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif empiris, dengan tipe penelitian deskriptif. Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang undangan dan pendekatan studi kasus live case study. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan studi kepustakaan. Serta analisis data secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan tanggung jawab riil yang dilakukan PT. Bank Lampung terhadap nasabah yang mengalami kerugian akibat kejahatan skimming yaitu berupa ganti kerugian apabila di dalamnya terdapat unsur kesalahan/kelalaian dari pihak bank. Upaya PT. Bank Lampung dalam menangani kejahatan skimming terdiri dari upaya preventif dan represif. Upaya preventif dilakukan dengan pemasangan tutup pelindung keypad pada mesin ATM, pemasangan alat anti skimmer, memasang himbauan kepada nasabah untuk berhati-hati dalam kegiatan transaksi di mesin ATM, dan menerapkan teknologi chip sebagai pengganti pita magnetik pada kartu ATM. Sedangkan, upaya represif dilakukan dengan pengecekan transaksi nasabah yang diduga janggal, pengembalian dana nasabah yang hilang, dan pembuatan laporan tindakan skimming di kepolisian. PT. Bank Lampung juga menghimbau nasabah untuk mencegah kejahatan skimming dengan cara melindungi kerahasiaan PIN kartu ATM/debit, menggunakan mesin ATM di lokasi bank yang terdapat petugas keamanan, mengenali mesin ATM yang digunakan dengan baik, melakukan cek rekening secara berkala, dan menghubungi contact center resmi PT. Bank Lampung apabila ada transaksi yang mencurigakan.
Kata kunci: Tanggung Jawab, Bank, Nasabah, Skimming
Rahmiyati Adilla Putri19120111642023-08-01T08:25:33Z2023-08-01T08:25:33Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/73967This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/739672023-08-01T08:25:33ZPERMASALAHAN TANGGUNG GUGAT KUALITATIF TERHADAP
ENDORSE SAHAM OLEH PUBLIC FIGURE
Endorse saham merupakan suatu bentuk promosi saham perusahaan tertentu
yang dilakukan oleh public figure melalui media instagram. Kegiatan ini
merupakan jenis baru dari promosi saham dalam pasar modal, cara yang dilakukan
para public figure untuk melakukan endorse saham ini adalah dengan sebuah video
yang di isi dengan memberi tahu bahwa public figure tersebut membeli saham suatu
perusahaan dan menghasilkan untung yang besar, dan keuntungannya tersebut
diberitahu di dalam video tersebut, yang secara tidak langsung memberitahu kepada
para pengikutnya bahwa saham dari perusahaan yang di iklankannya tersebut bagus
untuk dibeli oleh investor di pasar modal.
Jenis Penelitian yang digunakan oleh skripsi ini adalah penelitian yuridis
normatif. Pendekatan masalah yang digunakan yaitu pendekatan hukum normatif,
berdasarkan teori-teori, konsep, dan asas-asas hukum serta peraturan perundangundangan
yang berhubungan dengan penelitian ini. Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data primer yang merupakan hasil dari buku, dan karya ilmiah
yang berkaitan, data sekunder yang didapat dari wawancara dengan para ahli
terkait, dan data tersier yang berasal dari kamus hukum, dan sumber lain dari
internet.
Hasil dari penelitian ini adalah tanggung gugat terhadap endorse saham oleh
public figure dapat dikatakan sebagai sebuah perbuatan melawan hukum yang
diakibatkan atas dasar kelalaian sehingga mengakibatkan kerugian. Namun, untuk
meminta pertanggung jawabannya harus memenuhi unsur-unsur dari perbuatan
melawan hukum terlebih dahulu. yaitu adanya pelanggaran, adanya kesalahan,
adanya kerugian, dan hubungan kausalitas antara unsur tersebut.
Kata Kunci: Tanggung Gugat, Endorse saham, Public Figure.
Stock endorsement is a form of promotion of certain company shares carried
out by public figures through Instagram media. This activity is a new type of stock
promotion in the capital market, the way that public figures do to endorse these
shares is with a video that is filled with telling that the public figure bought shares
of a company and made a big profit, and the profit told in the video, which indirectly
tells his followers that the shares of the company he advertises are good for
investors to buy in the capital market.
This type of research used in this thesis is normative-empirical research.
The problem approach used is a normative legal approach, based on theories,
concepts, and legal principles and laws and regulations related to this research.
The data used in this study are primary data which is the result of interviews,
secondary data obtained from books, scientific papers related to research, and
tertiary data derived from legal dictionaries, and other sources from the internet.
The results of this study are that liability for endorsed shares by public
figures can be said to be an unlawful act caused on the basis of negligence resulting
in losses. However, to ask for accountability, you must first fulfill the elements of
an unlawful act. namely the existence of violations, errors, losses, and the causal
relationship between these elements.
Keyword: Liability, Stock Endorsement, Public Figure.
PALENTINO MORASIO1812011230 2023-08-01T01:55:35Z2023-08-01T01:55:35Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/73881This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/738812023-08-01T01:55:35ZANALISIS PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA NARKOTIKA DI
LEMBAGA PEMASYARAKATAN
(Studi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kalianda)Pembinaan terhadap narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan merupakan
bentuk pengayoman kepada narapidana yang wajib dilakukan agar ketika
narapidana bebas dapat hidup sesuai dengan kultur masyarakat dan menjadi pribadi
yang lebih baik dalam kehidupan masyarakat. Angka tindak pidana narkotika di
Indonesia masih sangat tinggi yang menurut data dari Badan Narkotika Nasional
(BNN) sejak 2009 hingga 2021, BNN telah menangani 6.894 kasus narkotika,
dengan total jumlah tersangka yang terlibat mencapai 10.715 orang. Tingginya
kasus narkotika di Indonesia menjadi tugas bersama dalam pemberantasan tindak
pidana narkotika. Penelitian ini membahas tentang pelaksaanaan pembinaan
terhadap narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan dan faktor penghambat
dalam pembinaan terhadap narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Kalianda.
Penulisan pada penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif,
beserta data tambahan hasil wawancara untuk mendukung data yuridis
normatif. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Penelitian ini melakukan wawancara dengan narasumber yaitu Kasubsi
Bimbingan Kemasyarakatan dan Perawatan, narapidana dan dosen bagian hukum
pidana. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dan
penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induktif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat dikemukakan
bahwasanya lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kalianda merupakan unit
pelaksana teknis (UPT), pemasyarakatan yang mana berkewajiban
menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, keterampilan, pembinaan dan
pemenuhan hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
terkait. Akan tetapi, Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kalianda belum
melaksanakan rehabilitasi kepada korban, penyalahgunaan dan pecandu narkotika. Faktor hukum, serta sarana atau fasilitas,serta masyarakat adalah 3 (tiga) faktor
utama yang mempengaruhi pembinaan terhadap narapidana narkotika di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Kalianda Faktor penegak hukum berupa aparat atau
petugas di Lembaga Pemasyarakatan memiliki kekurangan tenaga dan ahli
profesional di bidangnya. Faktor sarana atau fasilitas yang kurang memadai lagi
dalam mendukung kegiatan pembinaan terhadap narapidana narkotika. Serta
masyarakat yang menjadi juga menjadi pembina memiliki peran penting dalam
membuat mental narapidana ketika selesai menjalani hukumannya dan kembali
dalam masyarakat.
Saran dari adanya penelitian adalah agar setiap Lembaga Pemasyarakatan di
Indonesia bukan hanya melaksanakan pembinaan terhadap narapidana narkotika
tetapi juga melaksanakan rehabilitasi bagi korban,pecandu dan penyalahgunaan
narkotika baik rehabilitasi medis maupun rehabilitasi sosial. Selanjutnya sarana
atau fasilitas Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kalianda harus di tingkatkan
karena agar kegiatan pembinaan dapat berjalan dan memiliki petugas yang
professional dan memiliki kualitas pada bidangnya.
Kata Kunci: Pembinaan, Narapidana, NarkotikaAngeline Claudia Yosepha 19120110812023-07-31T02:49:55Z2023-07-31T02:49:55Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69443This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/694432023-07-31T02:49:55ZPERENCANAAN PEMBANGUNAN INDUSTRI UNGGULAN DALAM KAITANNYA DENGAN RENCANA TATA RUANG DI KOTA BANDAR LAMPUNGPerencanaan pembangunan daerah diartikan sebagai sebuah kegiatan untuk menyusun suatu kegiatan dalam upaya meningkatkan taraf kesejahteraan sosial bagi masyarakat suatu wilayah/daerah dengan memanfaatkan dan mengalokasikan sumber daya alam serta manusia. Perencanaan pembangunan Industri Unggulan di Kota Bandar Lampung berdasar pada Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 4 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Industri Kota Tahun 2020- 2040 dengan memperhatikan materi penyusun Peraturan Perundang-Undangan yang saling berkaitan sehingga menghasilkan sebuah peraturan daerah yang akan mengkaji tentang Perencanaan Pembangunan Industri Unggulan di Kota Bandar Lampung.
Permasalahan dalam skripsi ini adalah: (1) Bagaimana pengaturan Perencanaan Pembangunan Industri Unggulan di Kota Bandar Lampung? (2) Apakah Perencanaan Pembangunan Industri Unggulan di Kota Bandar Lampung sudah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kota Bandar Lampung?. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Data yang digunakan adalah data sekunder yang dikumpulkan berdasarkan undang-undang terkait tentang Rencana Pembangunan Industri Kota Bandar Lampung dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung.
Hasil dari penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa Perencanaan Pembangunan Industri Unggulan diatur dalam Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 4 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Industri Kota Tahun 2020-2040 dan sudah sesuai dengan ketentuan Perda RTRW Kota Bandar Lampung. Hanya saja perlu diperhatikan apakah ketentuan tersebut sudah benar, perlu kajian lebih lanjut bagaimana menerapkan regulasi pembangunan industri unggulan sesuai daya dukung lingkungan yang ada.
Kata Kunci : Perencanaan, Pembangunan, Industri, RTRW
Ayu Putri Shinta 19520110702023-07-31T01:52:23Z2023-07-31T01:52:23Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/73844This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/738442023-07-31T01:52:23ZKAJIAN KRIMINOLOGI TERHADAP PERCOBAAN PERKOSAAN
HASIL DARI INTERAKSI SOSIAL MEDIA TWITTER (AKUN ALTER)Salah satu jenis tindak pidana yang terkait dengan perbuatan asusila adalah
percobaan perkosaan. Pelaku percobaan perkosaan bisa dijumpai melalui
pertemuan di kehidupan nyata maupun kehidupan dunia maya. Kehidupan yang
dimaksud adalah melalui sosial media Twitter, khususnya akun alter.
Permasalahan pada penelitian ini, Faktor penyebab terjadinya percobaan
perkosaan yang bersumber dari fenomena akun alter. Upaya penanggulangan
tindak pidana percobaan perkosaan yang bersumber dari fenomena akun alter.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris. Prosedur pengumpulan
data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik pengumpulan data primer (studi
lapangan) dan data sekunder (studi pustaka). Narasumber pada penelitian ini
terdiri dari Korban percobaan perkosaan pengguna akun alter, Dosen Bagian
Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung, dan dengan pihak Kepolisian
Polda Lampung dan Polres Metro Jakarta Timur. Pengolahan data dianalisis
secara kualitatif untuk memperoleh kesimpulan.
Hasil penelitian ini, (1) Percobaan perkosaan yang terjadi akibat interaksi sosial
media Twitter (akun alter) dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal pelaku.
Faktor internalnya adalah latar belakang pelaku baik itu dari keluarga maupun
lingkungan pelaku bergaul, pendidikan, keagamaan, dan psikologis pelaku. Selain
faktor internal, terdapat juga faktor eksternal yang di antaranya adalah hubungan
korban dengan pelaku serta adanya kesempatan pada waktu kejadian. (2) Upaya
penanggulangannya dapat dilakukan dengan upaya penal dan non-penal. Upaya
non-penal merupakan upaya pencegahan agar percobaan perkosaan hasil dari
interaksi sosial media Twitter (akun alter) tidak terjadi. Upaya non-penal dapat
dilakukan baik oleh pemerintahan maupun pihak lain seperti masyarakat itu
sendiri. Upaya yang dapat dilakukan oleh diri sendiri adalah dengan bijak
menggunakkan sosial media, melakukan filter dalam pertemanan online,
melakukan cross check identitas terhadap teman yang ingin dijumpai, serta melakukan pertemuan di tempat yang aman, dan menolak ajakan untuk berbuat
asusila. Sementara itu upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah dengan
melakukan kerja sama antarlembaga pemerintahan untuk melakukan penyuluhan
dan membuat aturan yang memberikan efek jera bagi pelaku. Sedangkan upaya
penal merupakan upaya yang dilakukan oleh pemerintah yang bersifat represif,
yaitu dengan memberikan sanksi hukum yang tegas kepada pelaku.
Simpulan penelitian ini, (1) Faktor penyebab percobaan perkosaan hasil dari
interaksi sosial media Twitter adalah faktor internal berupa latar belakang pelaku
dan faktor eksternal berupa hubungan pelaku dengan korban dan adanya
kesempatan. (2) Upaya penanggulanannya yaitu dengan berupa upaya non-penal
berupa pencegahan dari diri sendiri, masyarakat, dan pemerintah, serta berupa
upaya penal dengan memberi sanksi hukum yang tegas. Saran penelitian ini, (1)
Pemerintah melalui kominfo lebih mengawasi akun-akun Twitter yang
menyebarkan konten pornografi serta akun base alter guna mencegah perbuatan
asusila yang beredar dengan cepat. (2) Pemerintah selain memberikan sanksi tegas
kepada pelaku juga harus lebih memperhatikan kondisi korban agar mendapat
perlindungan hukum yang pasti dan memberikan rehabilitasi kepada korban guna
mengembalikan psikologis korban. (3) Pemerintah melakukan penyuluhan melalui
lembaga pendidikan serta mengajarkan tentang hak asasi, norma-norma, dan nilainilai sejak pendidikan masa dini.
Kata Kunci: Bahasa Kriminologi, Percobaan Perkosaan, Sosial Media, Akun
Alter.GABRIELLE SIANTURI FERNANDO 19120113092023-07-27T01:23:26Z2023-07-27T01:23:26Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/73765This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/737652023-07-27T01:23:26ZANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP TINDAK PIDANA KELALAIAN
DALAM BERLALU LINTAS YANG MENYEBABKAN LUKA BERAT (Studi Putusan Nomor: 832/Pid.Sus/2022/PN Tjk)Tindak pidana kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan korban luka berat umumnya terjadi karena kelalaian atau terjadi tanpa kesengajaan. Undang-Undang Lalu Lintas Angkutan Jalan mengatur bahwa tindak pidana kelalaian dalam berlalu lintas yang menyebabkan luka berat dapat dijatuhi hukuman lima tahun penjara dan denda sepuluh juta rupiah. Permasalahan dalam penelitian ini Bagaimana dasar pertimbangan hakim tindak pidana kelalaian dalam berlalu lintas yang menyebabkan luka berat dan penerapan pidana terhadap tindak pidana kelalaian dalam berlalu lintas yang menyebabkan luka berat . Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi lapangan dan studi dokumen. Analisis data dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana penjara selama dua tahun terhadap pelaku tindak pidana kelalaian dalam berlalu lintas yang menyebabkan luka berat dari aspek yuridis yaitu telah sesuai ketentuan Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP dan semua unsur terpenuhi serta perbuatan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar serta memenuhi unsur-unsur Pasal 310 Ayat (3) UU Lalu Lintas Angkutan Jalan, aspek filosofis yaitu tindak pidana yang dilakukan terdakwa merupakan kelalaian bukan kesengajaan, serta aspek sosiologis yaitu hal-hal yang memberatkan dan meringankan pidana terhadap terdakwa. Penerapan pidana terhadap pelaku tindak pidana kelalaian dalam berlalu lintas yang menyebabkan luka berat didasarkan bukan atas kesalahan melainkan karena adanya unsur kelalaian dengan menerapkan teori relatif yang mengutamakan manfaat untuk melindungi masyarakat dan mencapai kesejahteraan.
Saran dalam penlitian ini Hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tidak serta merta berdasar pada tuntutan Jaksa dalam menjatuhkan pidana, melainkan pada dua alat bukti yang sah ditambah dengan keyakinan hakim dan hakim memutus perkara. Penerapan pidana terhadap pelaku tindak pidana kelalaian dalam berlalu lintas yang menyebabkan luka berat hendaknya benar-benar didasarkan pada terpenuhinya unsur kesalahan agar dapat memenuhi keadilan dan kepastian hukum bagi berbagai pelaku, koban serta masyarakat.
1912011096 Syahrani Dwi Lestarisyahrani.dwi109619@students.unila.ac.id2023-07-26T07:32:52Z2023-07-26T07:32:52Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/73749This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/737492023-07-26T07:32:52ZIMPLEMENTASI PEMENUHAN HAK ASI EKSLUSIF BAGI ANAK PADA
IBU YANG TERPIDANASetiap anak memiliki hak yang dilindungi orang tuanya, masyarakat dan negara. Salah
satu hak anak/bayi adalah hak untuk mendapatkan ASI eksklusif sejak lahir sampai
dengan usia enam bulan. Tujuan penelitian ini dikarenakan banyaknya ibu yang tidak
memberikan ASI Eksklusif pada bayi dengan alasan berbagai faktor internal maupun
eksternal. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu bagaimana implementasi
pemenuhan asi ekslusif bagi ibu yang terpidana dan apakah faktor penghambat
implementasi pemenuhan hak asi ekslusif bagi anak yang ibunya terpidana pada Lapas
Way Huwi?
Skripsi ini merupakan penelitian yang dilakukan secara empiris, data penelitian
diperoleh dari hasil interview kepada responden. Data penelitian dikumpulkan melalui
wawancara mendalam dengan, petugas lapas, Dinas Pelindungan Perempuan dan
Anak dan dosen bagian hukum pidana. Selain itu, studi data penelitian juga
dikumpulkan melalui studi kepustakaan memperoleh informasi yang komprehensif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pemenuhan hak atas ASI Eksklusif bagi
bayi pada ibu yang terpidana di Lapas Wayhuwi Bandar Lampung sudah terlaksana
dengan baik namun belum sepenuhnya maksimal. Pemerintah Kota Bandar Lampung
telah menerapkan Peraturan Daerah tentang Peraturan Daerah Provinsi Lampung
Nomor 17 Tahun 2014 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif. Hal tersebut
merupakan suatu bentuk tanggung jawab pemerintah dalam melaksanakan
kewajibannya dalam pemenuhan hak bagi ibu dan anak.
Berdasarkan hal tersebut, mengingat pentingnya pemberian ASI pada bayi, seharusnya
Pemerintah harus lebih maksimal lagi dalam pengupayaan pemenuhan hak bagi semua
bayi tanpa terkecuali dan dibantu oleh petugas Lapas agar memperhatikan mekanisme
Pemberian ASI pada bayi yang harus secara langsung dilakukan oleh ibu tanpa
menggunakan perantara alat menyusui apapun.
Kata Kunci: Pemenuhan ASI Eksklusif, Anak, Ibu yang TerpidanaPitaloka Frannika 18420110382023-07-26T06:30:18Z2023-07-26T06:30:18Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/73723This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/737232023-07-26T06:30:18ZPERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU KEPEMILIKAN SENJATA
API RAKITAN BERUPA PISTOL JENIS REVOLVER
(Studi Putusan Nomor: 1240/Pid.Sus/2021/PN Tjk)Banyaknya isenjata iapi iilegal iyang iberada idi iIndonesia imenunjukkan ibahwa
ikurangnya irasa ikepedulian inegara idalam iwujud iapresiasinya iterhadap iperlindungan
iwarga inegara. iSalah isatu itindak ipidana ikepemilikan isenjata iapi iadalah iPutusan
iNomor: i1240/Pid.Sus/2021/PN iTjk. iPermasalahan ipenelitian iadalah ibagaimana
ipertanggungjawaban ipidana ipelaku ikepemilikan isenjata iapi irakitan iberupa ipistol
ijenis irevolver iberdasarkan iPutusan iNomor: i1240/Pid.Sus/2021/PN iTjk idan iApa
isajakah ifaktor ipenghambat ipertanggungjawaban ipidana ipelaku ikepemilikan isenjata
iapi irakitan iberupa ipistol ijenis irevolver iberdasarkan iPutusan iNomor:
i1240/Pid.Sus/2021/PN iTjk.
Metode ipenelitian imenggunakan ipendekatan iyuridis iempiris, idata iyang idigunakan
iadalah idata isekunder idan idata iprimer. iStudi iyang idilakukan idengan istudi
ikepustakaan idan istudi ilapangan. iAdapun inarasumber ipada ipenelitian iini iterdiri idari
iHakim ipada iPengadilan iNegeri iTanjung iKarang idan iDosen iPidana iFakultas iHukum
iUniversitasiLampung. iAnalisis idata iyangidigunakaniadalahikualitatif.
Hasil ipenelitian imenunjukkan ibahwa i(1) iPertanggungjawaban ipidana ipelaku
ikepemilikan isenjata iapi irakitan iberupa ipistol ijenis irevolver iberdasarkan iPutusan
iNomor: i1240/Pid.Sus/2021/PN iTjk iadalah idikenakan isanksi iadministratif iatau
isanksipidana iyang iterdapat idalam iPasal i13 idan iPasal i14 iAyat i(1) iUndang-Undang
iNomor i8 iTahun i1948 itentang iPendaftaran idan iPemberian iIzin iPemakaian iSenjata
iApi iserta iPasal i1 iAyat i(2) iyang iada idi idalam iUndang-Undang iDarurat iNomor i12
iTahun i1951 itentang imengubah iOrdonnantietijdelijke iBijzondere iStrafbepalingen
i(Stbl. i1948 iNomor i17) idan iUndang-Undang iRI iDahulu iNomor i 8 i Tahun i1948.
iSuatu iperbuatan iakan imenjadi isuatu itindak ipidana iapabila iperbuatan iitu: imelawan
ihukum, imerugikan imasyarakat, idilarang ioleh iaturan ipidana, ipelakunya i akan
idiancam idengan ipidana idan ipelakunya idapat idipertanggungjawabkan. i(2) iFaktor
ipenghambat ipertanggungjawaban ipidana ipelaku ikepemilikan isenjata iapi irakitan
iberupa ipistolijenis irevolver iberdasarkaniPutusan iNomor: i1240/Pid.Sus/2021/PN iTjk
iadalah imasyarakat iyang imerasa ipuas idiri ikarena imemiliki isenjata iapi, ikurangnya
ipengawasan ioleh ikepolisian iterkait iperedaran isenjata iapi iilegal, isulitnya iprosedur
ikepemilikan i izin i senjata i api i berizin/legal, i perdagangan i senjata i api i gelap
i dengan harga ijual iyang imurah idan iproses iyang imudah idan ihukuman iyang ikurang imaksimal
ikepadaipemilik isenpiiillegal.
Berdasarkan isimpulan idi iatas, imaka idapat idiberikan isaran ibahwa iHakim iharus
imempertimbangkan iapa iyang idiputuskannya idengan ilebih ibijak iserta iselalu imelihat
ifakta ihukum idari ipelaku itersebut, idimana iperbuatan iterdakwa isecara isah idan
imeyakinkan ibersalah iberdasarkan ifakta-fakta ihukum. iSehingga ihukumannya
iharuslah imaksimal iagar isetimpal idengan iperbuatan iterdakwa idan imemberikan iefek
ijeraiterhadap iterdakwa.
Kata Kunci: Pertanggungjawaban Pidana, Pelaku, Senjata Api Rakitan, Pistol
Jenis Revolver.FEBRI YANTI BERNIKA 19120110902023-07-26T03:27:38Z2023-07-26T03:27:38Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/73705This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/737052023-07-26T03:27:38ZPENYELESAIAN SENGKETA PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA
KARENA MALADMINISTRASI MELALUI OMBUDSMAN
Penelitian yang berjudul Penyelesaian Sengketa Pemberhentian Perangkat Desa
karena Maladministrasi melalui Ombudsman ini bertujuan untuk menganalisa
tentang kebenaran adanya maladministrasi dalam kasus Pemberhentian Perangkat
Desa Buah Berak Lampung Selatan, yang sudah dipastikan oleh Ombudsman
Perwakilan Provinsi Lampung bahwa memang terdapat penyimpangan prosedur
dan ditemukannya Maladministrasi. Maladministrasi telah diatur di dalam UndangUndang No 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, dimana
termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan
pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan pemerintah.
Akibat dari kelalaian dari Kepala Desa inilah yang para perangkat desa merasa
dirugikan dan kurang nya mendapat perlindungan hukum.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris. Pengumpulan data
dilakukan menggunakan sistem wawancara kepada informan yang berasal dari
Lembaga Ombudsman Perwakilan Provinsi Lampung. Pengolahan data dalam
penelitian ini menggunakan analisis campuran yaitu deskriptif dan kuantitatif.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa, Lembaga Ombudsman Perwakilan
Provinsi Lampung sudah efektif dalam menjalankan fungsi nya dalam menjaga
transparansi, akuntabilitas dan keadilan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Namun, sebagai lembaga independen setiap hasil pemeriksaan dari laporan yang
diterima oleh Ombudsman memiliki penyelesaian yang berbeda-beda. Oleh karena
itu kekuatan hukum dari setiap hasil nya pun berbeda. Meskipun demikian
rekomendasi dari hasil pemeriksaaan Ombudsman memiliki kekuatan moralitas
yang bertujuan untuk mempengaruhi para pelayanan publik agar dapat mematuhi
rekomendasi tersebut.
Kata Kunci : Pemberhentian, Perangkat Desa, Ombudsman
The research entitled Dispute Resolution of Dismissal of Village Officials due to
Maladministration through the Ombudsman aims to analyze the truth of
maladministration in the case of Dismissal of Buah Berak Village Officials in South
Lampung, which has been confirmed by the Ombudsman Representative for
Lampung Province that there were indeed procedural irregularities and
maladministration was found. Maladministration has been regulated in Law No. 37
of 2008 concerning the Ombudsman of the Republic of Indonesia, which includes
negligence or neglect of legal obligations in the administration of public services
carried out by state administrators and the government. As a result of the village
head's negligence, village officials felt disadvantaged and lacked legal protection.
This study uses an empirical juridical approach. Data collection was carried out
using an interview system with informants from the Ombudsman Representative
Office for Lampung Province. Data processing in this study uses mixed analysis,
namely descriptive and quantitative.
The results of this study indicate that the Lampung Province Representative
Ombudsman Institution has been effective in carrying out its functions in
maintaining transparency, accountability and justice in government administration.
However, as an independent institution, each examination result of a report received
by the Ombudsman has a different resolution. Therefore the legal force of each
result is different. Even so, the recommendations from the results of the
Ombudsman's examination have the power of morality which aims to influence
public services so they can comply with these recommendations.
Keywords: Termination, Village Officials, Ombudsman1812011018 Melisa Ratna Sarimelisaarrss@gmail.com2023-07-26T02:44:54Z2023-07-26T02:44:54Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/73698This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/736982023-07-26T02:44:54ZPERAN LEMBAGA MANAJEMEN KOLEKTIF DALAM MENGHIMPUN
ROYALTI TERHADAP KEGIATAN COVER LAGU
YANG DIUNGGAH DI YOUTUBEABSTRAK
PERAN LEMBAGA MANAJEMEN KOLEKTIF DALAM MENGHIMPUN
ROYALTI TERHADAP KEGIATAN COVER LAGU
YANG DIUNGGAH DI YOUTUBE
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang hak cipta,
Lembaga Manajemen Kolektif adalah suatu lembaga yang berbentuk badan hukum
dan memiliki tugas untuk menghimpun, mengelola, dan mendistribusikan royalti
atas pemanfaatan karya lagu dan/atau musik milik orang lain. LMK WAMI adalah
salah satu Lembaga Manajemen Kolektif yang beroperasi di Indonesia. Dalam
menjalankan tugasnya, LMK WAMI tidak hanya menghimpun royalti dari
pemanfaatan karya lagu atau musik milik anggotanya di media non-digital, tetapi
LMK WAMI juga melakukan penghimpunan royalti dari pemanfaatan karya musik
atau lagu yang digunakan di dalam konten, seperti konten cover lagu, yang
diunggah di platform digital seperti Youtube.
Penelitian ini bersifat normatif terapan dengan tipe penelitian hukum
deskriptif, Pendekatan Nonjudicial Case Study. Data diolah dengan cara
inventarisasi data, identifikasi data, penandaan data, dan penyusunan data yang
kemudian data tersebut dianalisis dengan cara metode analisis kualitatif.
LMK WAMI melakukan penghimpunan royalti atas kegiatan cover lagu
yang diunggah di Youtube dengan bekerja sama langsung dengan DSP (Digital
Service Provider), salah satunya Youtube. Youtube menggunakan fitur Content ID
untuk menarik royalti dari konten cover lagu. Youtube kemudian melaporkan hasil
penarikan royalti tersebut kepada LMK WAMI untuk dihimpun, sebelum
didistribusikan kepada pencipta. Hambatan yang dialami oleh LMK WAMI yaitu
tidak ada aturan yang jelas mengenai tarif royalti yang harus dihimpun oleh LMK
WAMI dari konten cover lagu di Youtube, kurangnya pengetahuan masyarakat, dan
LMK WAMI juga harus menyokong LMK lain yang tidak bekerja sama dengan
Youtube untuk melakukan penghimpunan royalti dari konten Youtube yang
memanfaatkan musik atau lagu milik pencipta.
Kata Kunci: Cover Lagu, Lembaga Manajemen Kolektif, Youtube
According to statute no. 28 of 2014 on copyright, the collective management
society (LMK) is a corporation and has the duty to collect, manage, and distribute
royalty on the use of someone else's song and/or music. LMK WAMI is one of the
collective management institutions operating in Indonesia. While carrying out his
duties, LMK WAMI not only collected their own members song or music royalty
in public places, but LMK WAMI work with the DSP (digital service provider) also
made up a royalty from the music or song used in content, such as song cover
content, which was uploaded on a digital platform such as youtube.
The research used in this study is applied normative research with a
descriptive law study type, The approach used on the nonjudicial case study
approach. The methods of data processing are done with the way data inventory,
data identification, data marking, and data creation that the data then analyzes by
the qualitative method of analysis.
LMK WAMI made up the royalty's covering activities posted on youtube by
working in direct cooperation with the DSP (digital service provider), which is
youtube. Youtube use Content ID feature to attract royalty from cover song content.
Youtube will be reported the results of the royalties to LMK WAMI for the
collection, before being distributed to the creator. The obstacle to LMK is that there
are no clear rules for royalty tariff that LMK WAMI used for songs such as those
posted on Youtube. LMK WAMI must also support another LMK that does not
cooperate with Youtube, to make up the royalties of youtube's content that makes
use of the the creator’s music or songs.
Keyword: Collective Management Organization, Song Cover, Youtube1912011236 DIONISIUS HOTMAN SINURATdionsinurat21@gmail.com2023-07-26T02:22:21Z2023-07-26T02:22:21Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/73683This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/736832023-07-26T02:22:21ZANALISIS PRO DAN KONTRA TERKAIT PENERAPAN PIDANA MATI
TERHADAP PELAKU KEKERASAN SEKSUAL ANAKPenerapan hukuman pidana mati bagi pelaku Kekerasan seksual pada anak terutama
pada perempuan yang semakin meningkat banyak mengundang pro dan kontra dari
segala kalangan. Penerapan vonis telah dilakukan oleh pengadilan salah satunya
hukuman pidana mati. Penerapan hukuman pidana mati banyak mengundang pro
dan kontra dari segala kalangan. Pidana mati merupakan salah satu jenis cara
penegakan hukum pidana yang paling kontroversial di dunia ini, terjadi sejak
zaman Babilonia hingga saat ini termasuk di Indonesia sendiri,hukuman tersebut
masih digunakan sebagai salah satu sanksi bagi mereka yang terbukti melakukan
satu tindakan kejahatan. Berkaitan dengan vonis hukuman mati banyak yang
menghubungkan dengan HAM. Permasalahan penelitian ini adalah Bagaimana Pro
dan Kontra terkait penerapan hukuman mati bagi pelaku kekerasan seksual anak
dan Apakah akibat hukum yang terjadi penerapan hukuman mati bagi pelaku
kekerasan seksual anak.
Metode penelitian menggunakan pendekatan normatif empiris. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah primer dan sekunder dengan pengumpulan
data melalui studi kepustakaan dan wawancara.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa pihak yang pro karena alasan
HAM serta hukum yang dinilai kurang tegas, sedangkan pihak yang kontrakarena
alasan bahwa hukuman mati bukan merupakan suatu keputusan yang baik karena
telah melanggar aspek HAM dan hukuman mati tersebut harus ditinjau kembali.
Akibat hukum dengan adanya penerapan hukuman mati tersebut yang proadalah
dapat mengatasi maraknya kasus kekerasan seksual dan dapat memberikanefek jera
dan takut kepada pelaku kekerasan seksual agar tidak dapat mengulangi perilaku
tersebut dan memberikan keamanan kepada korban dari maraknya kekerasan
seksual di Indonesia, yang kontra menurut mereka sama sekali tidak ada efek
jeranya, bahkan telah melanggar HAM.
Terkait hukuman mati bagi pelaku kekerasan seksual anak untuk mengatasi tindak
kejahatan kekerasan seksual di Indonesia walaupun hukuman mati harusditerapkan
akan tetapi hukuman mati haruslah tidak semata-mata memberikan
vonis kepada pelaku yang belum tentu pelaku tersebut melakukan hal tersebut
karena nafsu, akan tetapi masih banyak faktor yang membuat para pelaku
melakukan hal kekerasan seksual seperti faktor lingkungan dan keluarga yang
membuat pelaku berani melakukan kekerasan seksual kepada anak tersebut.
Saran yang penulis dapat sampaikan terkait hukuman mati harus diterapkan agar
dapat memberikan efek jera, menurunkan maraknya kekerasan seksual di
Indonesia, serta memberikan kenyamanan dan keamanan kepada korban terutama
anak-anak yang sangat rentan dan akan mengganggu masa depan mereka meskipun
hal tersebut dapat melanggar HAM dan aparat hukum dapat mempertimbangkan
Kembali kasus kekerasan seksual ini dengan lebih baik. umandi Indonesia semakin
tegas apalagi kekerasan seksual anak belum teratasi. Kepadaaparat penegak hukum
khususnya Hakim harus memberikan hukuman yang setimpal dan seberat-beratnya
kepada pelaku kekerasan seksual anak karena semakin rendah vonis pelaku, maka
kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak akan semakin banyak dan marak di
Indonesia.
Kata kunci: Pro Dan Kontra, Hukuman Mati, Kekerasan Seksual, Anak.1912011241 Ariq Rafii Utamaariq.utama@gmail.com2023-07-26T02:18:37Z2023-07-26T02:18:37Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/73682This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/736822023-07-26T02:18:37ZTINJAUAN KRIMINOLOGI TERHADAP KEJAHATAN
PROSTITUSI MELALUI MEDIA ELEKTRONIK
(Studi Kasus Pada Kepolisian Daerah Lampung)
Praktik prostitusi melalui media elektronik atau prostitusi online saat ini tengah
ramai di perbincangkan di masyarakat. Praktik prostitusi online ini menjadikan
seseorang sebagai objek untuk di perdagangkan melalui media elektronik atau
online. Media-media online yang digunakan dalam praktik prostitusi yaitu
Website, Whatsapp, Twitter, Facebook, Michat dan Instagram. Permasalahan
yang akan di kaji dalam penelitian ini adalah apakah faktor- faktor penyebab
terjadinya kejahatan prostitusi melalui media elektronik, bagaimanakah modus
operandi kejahatan prostitusi melalui media elektronik? Dan bagaimanakah upaya
penanggulangan yang dilakukan kepolisian dalam menanggulangi masalah
kejahatan prostitusi melalui media elektronik .
Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis empiris dan didukung
oleh pendetakan yuridis normatif. Sumber dan jenis data dalam penelitian ini
menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer ini didapat dari hasil
wawancara yang dilakukan penulis dengan narasumber yang berhubungan dengan
objek permasalahan yang diangkat dari penelitian di lapangan. Narasumber dalam
penelitian ini adalah Bagian Satreskrim Polisi daerah Lampung, Akademisi
fakultas Hukum dan Pelaku kejahatan Prostitusi. Analisis data dalam penelitian
ini menggunakan deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan ini menunjukan bahwa faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya praktik kejahatan prostitusi melalui media elektronik
yaitu faktor perkembangan teknologi yang disalahgunakan, faktor gaya hidup,
faktor ekonomi, faktor pendidikan yang rendah, faktor lingkungan pergaulan
bebas, faktor kurangnya pengawasan orang tua, faktor kurangnya keimanan.
Modus operandi yang digunakan ialah menggunakan sarana pertukaran
informasi melalui media elektronik aplikasi michat, pertukaran foto, hingga
akhirnya bertemu di satu tempat untuk melakukan hubungan intim dan
melakukan pembayaran atas jasa tersebut. Upaya penanggulan yang dilakukan
kepolisian dalam menanggapi praktik kejahatan prostitusi melalui media
elektronik dilakukan dengan dua upaya, yaitu upaya preventif dan represif.Adapun upaya preventif yang dilakukan kepolisian yaitu penyuluhan hukum
mengenai bahaya prostitusi, bekerja sama dengan Satpol PP dan dinas sosial kota
Bandar Lampung melakukan penyuluhan mengenai bahaya penyakit akibat
prostitusi, mengadakan patroli keliling di daerah yang dianggap rawan prostitusi,
menempatkan anggota polisi dan Satpol PP di sekitar tempat prostitusi, bekerja
sama dengan perusahaan provider telepon selular untuk melacak keberadaan
pelaku, pihak kepolisisan melakukan penggerebekan di tempat rawan prostitusi,
pihak kepolisian melakukan pemeriksaan di kost eksklusif yang di huni mahasiswi
yang telah dicurigai sebelumnya terlibat dalam kejahatan prostitusi melalui media
elektronik. Adapun upaya represif yang dilakukan kepolisian yaitu, kepolisian
Dan Satpol PP membentuk satuan fungsi menangani kasus prostitusi online, pihak
kepolisian dan Satpol PP menyerahkan para pelacur ke dinas sosial untuk di
rehabilitasi, memberikan saran-saran kepada pelaku untuk bertaubat dan kembali
ke jalan yang benar, pihak kepolisian melakukan penerapan hukum kemudian di
serahkan kepada pihak yang berwenang
Saran dari penelitian ini adalah untuk mengurangi munculnya prostitusi dapat
membuat aturan yang tegas mengenai kehajatan prostitusi, yang harus mengatur
secara jelas dan tegas mengenai praktik pelacuran dan prostitusi, Hendaknya
kepolisian lebih jeli dalam proses penyidikan untuk menentukan yang mana
korban karena tipu muslihat mucikari, dan yang memang sukarela untuk
bergabung dalam jaringan prostitusi online, Perlu adanya upaya pembenahan
khususnya dibidang teknologi dan informasi pada struktur kepolisian agar secara
cepat dapat menangani kasus yang berhubungan dengan teknologi dan informasi
dan kepada masyarakat hendaknya ikut serta membantu pihak kepolisian dalam
menertibkan kesenjangan sosial akibat prostitusi melalui media elektronik.
Kata Kunci: Kriminologi, prostitusi, media elektronik1952011011 Hasiholan Pardamean Manalu manalusihol36@gmail.com2023-07-26T01:23:59Z2023-07-26T01:23:59Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/73654This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/736542023-07-26T01:23:59ZPROBLEMATIKA PENGAJUAN PERMOHONAN JUSTICE
COLLABORATOR OLEH TERDAKWA TINDAK PIDANA KORUPSI
ABSTRAK
PROBLEMATIKA PENGAJUAN PERMOHONAN JUSTICE
COLLABORATOR OLEH TERDAKWA TINDAK PIDANA KORUPSI
Peran justice collaborator berguna untuk membongkar kejahatan terorganisasi
dan memudahkan pembuktian dan penuntutan serta dapat mengungkap tuntas
suatu tindak pidana korupsi untuk meringkus pelaku utama. Peran kunci yang
dimiliki oleh justice collaborator tidak hanya dapat mengungkap suatu tindak
pidana korupsi melainkan juga dalam pengembalian aset hasil tindak pidana
korupsi, serta memberikan kesaksian dalam proses peradilan. Namun, penerapan
justice collaborator ini dalam praktiknya masih memiliki tantangan. Tidak semua
pengajuan permohonan justice collaborator diterima oleh aparat penegak hukum.
Penelitian ini membahas tentang problematika pengajuan permohonan justice
collaborator oleh terdakwa tindak pidana korupsi dan faktor penghambat
pengajuan permohonan justice collaborator oleh terdakwa tindak pidana korupsi.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Data diperoleh
melalui studi kepustakaan dan melalui wawancara menggunakan pedoman tertulis
terhadap narasumber yang telah ditentukan. Narasumber pada penelitian ini terdiri
dari Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan Akademisi Hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Hasil penelitian dan pembahasan dapat dikemukakan bahwa peran penting dari
seorang justice collaborator untuk melengkapi sistem peradilan pidana juga
dilengkapi dengan perturan bersama aparatur penegak hukum bersama LPSK
yang pada pokoknya bertujuan mewujudkan kerjasama dan sinergitas antara
penegak hukum dalam menangani tindak pidana terorganisir, khususnya tindak
pidana korupsi melalui upaya menggali keterangan dan kesaksian dari seorang
saksi pelaku yang bekerjasama (justice collaborator). Syarat menjadi justice
collaborator tertuang dalam Angka 9 huruf (a) SEMA No. 4 Tahun 2011 namun,
dalam SEMA tersebut tidak ditemukan ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria-
kriteria menjadi justice collaborator. Hal ini menimbulkan permasalahan dalam
menentukan syarat untuk memenuhi kriteria sebagai “Pelaku Utama” dalam suatu
tindak pidana. Faktor hukum, faktor penegak hukum, faktor masyarakat dan faktor
kebudayaan menjadi faktor penghambat dalam pengajuan permohonan justice
Rohani Sianturi
collaborator. Faktor hukum belum adanya pengaturan hukum yang khusus
mengenai justice collaborator. Faktor penegak hukum posisi justice collaborator
bisa direspon secara berbeda oleh penegak hukum. Faktor masyarakat
ketidakinginan masyarakat untuk membantu dalam membuka atau membongkar
kasus kejahatan seperti korupsi. Faktor yang paling menonjol diantara faktorfaktor
lainnya adalah faktor hukum dan faktor penegak hukum yang dimana
terdapat ketidakjelasan pada pelaksanan dalam permohonan justice collabolator
meskipun sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang
Perlindung an Saksi Dan Korban ,SEMA Nomor 4 Tahun 2011, dan peraturan
bersama masih belum memberikan pengaturan yang proporsional, terkadang
posisi justice collabolator di pandang berbeda oleh penegak hukum. Faktor
aparat penegak hukum disharmonisasi pemahaman antara para penegak hukum
yang menciptakan ketidaktentuan hukum bagi saksi pelaku yang hendak
bekerjasama menguak sebuah delik/kejahatan.
Saran dari adanya penelitian ini adalah pemerintah harus segara memberikan
batasan dan kriteria “pelaku utama” agar pedoman justice collaborator dapat
dijalankan tanpa permasalahan. Dan dari sekian banyak peraturan yang mengatur
mengenai justice collaborator perlu dibuat suatu peraturan khusus mengenai
perlakuan terhadap justice collaborator di dalam kasus tindak pidana korupsi, hal
ini dilakukan agar tidak ada perbedaan cara pandang Penyidik, Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban, dan Hakim.
Kata Kunci : Problematika, Justice Collaborator , KorupsiSianturi Rohani 19120110072023-07-26T01:11:25Z2023-07-26T01:11:25Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/73650This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/736502023-07-26T01:11:25ZANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PENYERTAAN KORUPSI DI PERGURUAN TINGGIANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PENYERTAAN KORUPSI DI PERGURUAN TINGGI
Tindak pidana korupsi adalah kegiatan yang dilakukan untuk memperkaya diri
sendiri atau kelompok dimana kegiatan tersebut melanggar hukum karena telah
merugikan bangsa dan negara, pertanggungjawaban pidana oleh pelaku tindak
pidana korupsi yang dilakukan sendiri maupun bersama-sama merupakan hal yang
sangat penting untuk memberantas tindak pidana korupsi dan memberikan efek jera
kepada pelaku tindak pidana korupsi. Tindak pidana korupsi merupakan tindak
pidana yang luar biasa, sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambahkan dengan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis empiris
kemudian disesuaikan dengan pendekatan yuridis normatif. Narasumber dalam
penelitian ini terdiri dari Jaksa Kejaksaan Tinggi Lampung, Hakim Pengadilan
Negeri Lampung, dan Akademisi Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum
Universitas Lampung. Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan
studi lapangan.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa korupsi
yang dilakukan oleh lebih dari satu orang atau sekelompok orang maka dapat di
pertanggungjawaban kepada pihak-pihak yang melakukan tindak pidana korupsi
tersebut. Hal tersebut karena setiap masing-masing pelaku mempunyai bentuk
kesalahan berupa kesengajaan atau kealpaan, dan perbuatan tersebut bersifat tindak
pidana melawan hukum serta menimbulkan kerugian negara. Faktor-faktor
penghambat dalam mempertanggungjawabkan pelaku penyertaan korupsi di
perguruan tinggi terdapat beberapa faktor antara lain, faktor penegakan hukum
masih kurang optimalnya aparat penegak hukum dalam mengatasi persoalan 1942011019 Karina Nada Rhamadinikarinanada5@gmail.com2023-07-25T08:33:41Z2023-07-25T08:33:41Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/73638This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/736382023-07-25T08:33:41ZANALISIS HUKUM PELANGGARAN TAKLIK TALAK SEBAGAI ALASAN
ISTRI MENGGUGAT SUAMITaklik talak merupakan perjanjian yang diucapkan calon mempelai pria
setelah akad nikah yang dicantumkan dalam akta nikah berupa janji talak. Kompilasi
Hukum Islam (KHI) pasal 45 menjelaskan bahwa taklik talak termasuk kedalam
bentuk perjanjian perkawinan. Apabila keadaan yang diisyaratkan dalam taklik talak
terjadi maka tidak dengan sendirinya talak jatuh, untuk dapat jatuhnya talak, istri
harus mengajukan persoalannya ke Pengadilan Agama.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana syarat dan prosedur cerai
gugat karena suami melanggar taklik talak dan bagaimana akibat hukum dari putusan
hakim terhadap gugatan dengan alasan pelanggaran taklik talak dalam perkara cerai
gugat di Pengadilan Agama. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah normatif atau studi kepustakaan, metode pengumpulan data melaui studi
pustaka dan studi dokumen, metode analisis data kualitatif.
Menurut penulis, syarat dan proses yang dilakukan hakim dalam menjatuhkan
Putusan Nomor 0558/Pdt.G/2021/PA.Bi dan Putusan Nomor 4096/Pdt.G/2020/PA.
Smdg sudah sesuai dengan Undang-Undang(UU) Nomor 50 Tahun 2009 Tentang
Perubahan Kedua Atas UU Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Akibat
hukum dengan adanya putusan tersebut yaitu, pada putusan Nomor 0558/Pdt.G/2021/
PA.Bi Hakim menyatakan gugatan tidak dapat diterima sehingga talak suami tidak
jatuh terhadap istri, menurut penulis sebaiknya hakim dapat mempertimbangkan
gugatan istri dikarenakan kepergian istri disebabkan suami tidak memberikan nafkah.
Sedangkan pada putusan Nomor 4096/Pdt.G/2020/PA.Smdg hakim menyatakan
bahwa suami melanggar sighat taklik talak dan menjatuhkan talak satu Khul’I suami
terhadap istri, sehingga antara keduanya sudah tidak ada lagi hubungan suami istri.
Menurut penulis hendaknya calon suami istri yang akan menikah memahami
kewajiban dan hak mereka setelah menikah, dan Pemerintah dalam mengatur
mengenai taklik talak dalam KHI dapat diatur secara lebih luas sehingga tujuan dari
pengucapan sighat taklik talak untuk melindungi hak-hak istri
Kata kunci : analisis hukum, taklik talak, Pengadilan AgamaAqila Ningrum Fara Puspita 19120110732023-07-20T06:39:55Z2023-07-20T06:39:55Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/73531This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/735312023-07-20T06:39:55ZTINJAUAN YURIDIS TINDAKAN TEMBAK DI TEMPAT
TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA
PENCURIAN DENGAN KEKERASANTindakan tembak di tempat oleh anggota Kepolisian terhadap pelaku tindak
pidana pencurian dengan kekerasan merupakan pelaksanaan kewenangan diskresi
yang dimiliki Kepolisian dalam proses penegakan hukum, tetapi pada
pelaksanaannya masih terdapat pro dan kontra karena dianggap bertentangan
dengan Hak Asasi Manusia, khususnya hak untuk hidup sebagai hak dasar yang
dimiliki oleh semua manusia. Permasalahan penelitian ini adalah: (1)
Bagaimanakah pengaturan hukum terhadap tindakan tembak di tempat terhadap
pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan (2) Bagaimanakah tindakan
tembak di tempat terhadap pelaku pencurian dengan kekerasan sesuai dengan
perspektif Hak Asasi Manusia. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis
normatif dan yuridis empiris. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan studi
pustaka dan studi lapangan. Narasumber penelitian ini terdiri dari Anggota
Kepolisian Polresta Bandar Lampung, Advokat LBH Bandar Lampung dan Dosen
Bagian Pidana Fakultas Hukum Unila. Analisis data dilakukan dengan analisis
kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Pengaturan hukum terhadap tindakan
tembak di tempat terhadap pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan
mengacu kepada Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor
1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, yang
menyebutkan bahwa anggota Kepolisian dalam melaksanakan tugas di lapangan
dalam situasi, kondisi atau permasalahan yang mendesak, dapat melaksanakan
penggunaan kekuatan berupa tindakan tembak di tempat, tetapi harus dilakukan
dengan standar operasional prosedur yang telah ditetapkan serta selaras dengan
kewajiban hukum dan tetap menghormati/menjunjung tinggi hak asasi manusia.
(2) Tindakan tembak di tempat terhadap pelaku pencurian dengan kekerasan
sesuai dengan perspektif Hak Asasi Manusia merupakan tindakan terakhir yang
dilakukan oleh pihak kepolisian dalam prosedur penggunaan senjata api setelah
memberikan tembakan peringatan dengan cara menembak bagian tubuh tersangka
dengan tujuan melumpuhkan bukan untuk mematikan. Kewenangan ini dibatasi
oleh asas legalitas agar tidak melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dan sebagai
pembatasan agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan tembak di tempat.Listia Berliyani HN
Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Kapolresta Bandar
Lampung hendaknya meningkatkan mekanisme pengawasan dan pendataan
terhadap anggota Polri yang memegang senjata api, sehingga dapat diantisipasi
dan ditempuh langkah-langkah kongkrit pencegahan penyalahgunaan senjata api
oleh anggota kepolisian. Selain itu perlu diberikan tindakan dan hukuman tegas
kepada anggota polri yang terbukti menyalahgunakan senjata api, hal ini akan
memberikan efek jera dan sebagai pelajaran bagi anggota polri lainnya agar tidak
menyalahgunakan senjata api. (2) Kapolresta Bandar Lampung hendaknya
meningkatkan kedisiplinan dalam melaksanakan prosedur penggunaan senjata api
ketika melaksanakan tugas di lapangan. Selain itu anggota kepolisian yang
memegang senjata api hendaknya mampu memisahkan kepentingan dinas dan
permasalahan pribadi atau keluarga secara proporsional, sehingga tidak
berpengaruh negatif pada pelaksanaan tugas-tugas kepolisian, terutama yang dapat
berpotensi penyalahgunaan senjata api.
Kata Kunci: Tindakan Tembak di Tempat, Pelaku, Pencurian BERLIYANI HN LISTIA19120112722023-07-20T04:18:22Z2023-07-20T04:18:22Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/73537This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/735372023-07-20T04:18:22ZPENERAPAN PENDEKATAN RULE OF REASON DALAM
PENYELESAIAN PERKARA PRAKTIK DISKRIMINASI TERHADAP
PELAKU USAHA DI INDONESIA
(Studi Putusan KPPU Nomor 06/KPPU-L/2020)Persaingan usaha menjadi peran yang sangat penting dalam melakukan
kegiatan usaha, namun akan berdampak negatif jika dilakukan secara tidak
sehat dan melawan hukum. Salah satu pendekatan yang dilakukan dalam
menilai apakah pelaku usaha melakukan persaingan usaha tidak sehat adalah
Pendekatan Rule Of Reason yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara
menilai usaha dapat dikatakan salah apabila dalam praktik usahanya
menimbulkan kerugian bagi pelaku usaha pada pasar bersangkutan. Metode
penelitian yang penulis gunakan adalah metode penelitian hukum deskriptif.
Penelitian hukum deskriptif bersifat penguraian dan bertujuan untuk
mendapatkan gambaran deskripsi lengkap tentang kondisi hukum yang
berlaku ditempat tertentu dan pada saat tertentu atau mengenai gejala yuridis
yang ada atau peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.
Penerapan Rule Of Reason terfokus pada akibat yang ditimbulkan dari suatu
perbuatan persaingan usaha. Jika kegiatan persaingan usaha tidak
menimbulkan kerugian bagi pelaku usaha lain, kegiatan tersebut dapat
berjalan.
Dalam kasus PT Garuda Indonesia, tindakan diskriminasi terhadap
pelaku usaha di pasar bersangkutan telah menyebabkan kerugian bagi
pelaku usaha lain pada pasar tersebut. PT Garuda Indonesia membuat
program wholesaler yang mengharuskan pembelian tiket pesawat melalui
mitra usaha yang ditunjuk dikarenakan PT Garuda Indonesia menginginkan
keefektifan dalam melakukan penjualan tiket. Namun selama Program
wholesaler tersebut berjalan banyak pelaku usaha di pasar bersangkutan
yang mendapatkan kerugian sebagai akibat berlakunya program tersebut.
Kata Kunci : Pesaingan usaha, Rule Of Reason, Diskriminasi, Pelaku
Usaha, Kerjasama.SYACH RIZAL MUHAMMAD INDRIYAN 19120111262023-07-14T08:17:08Z2023-07-14T08:17:08Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/73472This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/734722023-07-14T08:17:08ZPEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PEMALSUAN IDENTITAS
DALAM KASUS POLIGAMI
(Studi Putusan Pengadilan Agama Tanjung Karang Nomor
498/Pdt.G/2022/PA.Tnk)Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai
suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sekalipun berpoligami, namun tidak
jarang sikap tidak jujur dilakukan antara lain menggunakan identitas palsu kepada
petugas pencatat perkawinan. Dimana mereka mengaku berstatus masih duda,
padahal secara hukum masih berstatus suami dari perempuan lain. Peneltian ini
mengkaji mengenai pertimbangan hukum oleh hakim pada Putusan Pengadilan
Agama Tanjung Karang Nomor 498/Pdt.G/2022/PA.Tnk., menganalisis akibat
hukum bagi suami isteri terhadap pembatalan perkawinan, serta menganalisis
pandangan Kompilasi Hukum Islam terhadap pembatalan perkawinan karena
pemalsuan identitas
Jenis penilitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian
deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan yuridis normatif dengan tipe studi
Putusan Pengadilan Agama Tanjung Karang Nomor 498/Pdt.G/2022/PA.Tnk.
pendekatan ini hanya ditujukan pada norma dan asas-asas serta peraturanperaturan tertulis karena akan membutuhkan data sekunder dari studi kepustakaan
yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa dasar pertimbangan hukum
oleh hakim pada Putusan Pengadilan Agama Tanjung Karang Nomor
498/Pdt.G/2022/PA.Tnk. adalah mengabulkan gugatan. Akibat hukum bagi suami
istri atas pembatalan perkawinan di Pengadilan Agama adalah perkawinan
tersebut menjadi putus sehingga hubungan suami istri antar keduanya menjadi
tidak sah dan bagi para pihak yang dibatalkan perkawinannya kembali ke status
semula karena perkawinan tersebut dianggap tidak pernah terjadi. Pandangan
Kompilasi Hukum Islam terhadap pembatalan perkawinan karena pemalsuan
identitas ini secara hukum formil tidak sah.
Kata Kunci : Pembatalan Perkawinan, Poligami, Pemalsuan IdentitasALBARI WARI 19120112372023-07-13T02:03:14Z2023-07-13T02:03:14Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/73446This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/734462023-07-13T02:03:14ZANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENJATUHAN PUTUSAN
TERHADAP PENGGABUNGAN PERKARA GUGATAN GANTI
KERUGIAN PADA PERKARA TINDAK
PIDANA PENGGELAPAN
(Studi Putusan 171/Pid.B/2017/PN.Met)
ABSTRAK
ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENJATUHAN PUTUSAN
TERHADAP PENGGABUNGAN PERKARA GUGATAN GANTI
KERUGIAN PADA PERKARA TINDAK
PIDANA PENGGELAPAN
(Studi Putusan 171/Pid.B/2017/PN.Met)
Dasar pertimbangan hakim dalam penggabungan perkara gugatan ganti kerugian
harus tunduk sesuai dengan hukum yang berlaku yaitu hukum pidana pada perkara
tindak pidana penggelapan dan hukum perdata pada perkara gugatan ganti kerugian.
Hakim harus mempertimbangkan apakah terdakwa benar-benar melakukan
perbuatan yang telah didakwakan kepada dirinya dan hakim harus
mempertimbangkan apakah kerugian yang diderita korban akibat tindak pidana
telah memenuhi unsur sebab akibat. Pertimbangan-pertimbangan itu harus dimiliki
oleh seorang Hakim dalam menjatuhkan suatu putusan sesuai dengan Pasal 183
KUHAP. Permasalahan dalam penelitian ini adalah:1) Apakah yang menjadi
dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan terhadap penggabungan
perkara gugatan ganti kerugian pada perkara tindak pidana penggelapan. 2) Apakah
yang menjadi faktor-faktor yang menghambat dalam penjatuhan putusan terhadap
penggabungan perkara gugatan ganti kerugian pada perkara tindak pidana
penggelapan.
Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan normatif
dan pendekatan empiris. Prosedur pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan
studi lapangan. Narasumber penelitian ini yaitu Hakim Pengadilan Negeri Metro,
Jaksa Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Dosen Fakultas Hukum Universitas
Lampung dan Advokat Kantor Hukum Tobroni and Partners di Kota Bandar
Lampung. Analisis data dilakukan secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan ini dapat disimpulkan: 1) Dasar
pertimbangan hukum Hakim dalam penjatuhan putusan terhadap penggabungan
perkara gugatan ganti kerugian pada perkara tindak pidana penggelapan dapat
dilihat dalam tiga aspek pertimbangan yaitu pertama pertimbangan yuridis Hakim
dalam menjatuhkan putusannya tidak terlepas melihat dari Pasal 98 sampai Pasal
101 KUHAP. Pertimbangan sosiologis hakim mempertimbangkan hal-hal yang
memberatkan dan meringankan terdakwa serta peristiwa yang melatarbelakangi
suatu perbuatan pidana. Pertimbangan filosofis hakim mempertimbangkan keadilan dilihat dari sisi terdakwa maupun dari sisi korban 2) Faktor yang menghambat
dalam penjatuhan putusan terhadap penggabungan perkara gugatan ganti kerugian
pada perkara tindak pidana penggelapan adalah faktor hukumnya sendiri (undangundang)
yakni berdasarkan Pasal 99 Ayat (2) KUHAP yang menegaskan bahwa
hanya kerugian materiil saja yang dapat dituntut oleh korban.
Saran dalam penelitian ini adalah Hakim hendaknya mempertimbangkan rasa
keadilan kepada pelaku tindak pidana dan korban. Selain itu, pihak korban atau
penggugat harus lebih detail dalam merinci kerugian materiil yang diderita di dalam
posita maupun petitum gugatan sesuai dengan Pasal 99 Ayat (2) KUHAP untuk
menghindari gugatan NO/niet ontvankelijke verklaard.
Kata Kunci: Dasar Pertimbangan Hakim, Penggabungan Perkara Gugatan
Ganti Kerugian , Tindak Pidana Penggelapan. Dzaky Aziz Gigih 17520110812023-07-12T06:50:37Z2023-07-12T06:50:37Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/73441This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/734412023-07-12T06:50:37ZPENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP HAKIM YANG
MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA
GOLONGAN 1 DALAM BENTUK
BUKAN TANAMAN
(Studi Putusan Nomor:111/Pid.Sus/2019/PN TJK)Narkotika apabila dipergunakan secara tidak teratur menurut takaran/dosis akan
dapat menimbulkan bahaya fisik dan mental bagi yang menggunakannya serta dapat
menimbulkan ketergantungan pada pengguna itu sendiri. Artinya keinginan sangat
kuat yang bersifat psikologis untuk mempergunakan obat tersebut secara terus
menerus karena sebab-sebab emosional. Penyalahgunaan narkotika ini bukan saja
merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian bagi negara Indonesia,
melainkan juga bagi dunia Internasional. Permasalahan penelitian adalah
bagaimanakah penerapan sanksi pidana terhadap hakim yang melakukan tindak
pidana narkotika golongan I dalam bentuk bukan tanaman dan apakah faktor
pendukung dan penghambat penerapan sanksi pidana terhadap hakim yang
melakukan tindak pidana narkotika golongan I dalam bentuk bukan tanaman.
Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis empiris, data yang digunakan
adalah data sekunder dan data primer. Studi yang dilakukan dengan studi
kepustakaan dan studi lapangan. Adapun narasumber pada penelitian ini terdiri dari
Hakim pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan Dosen Pidana Fakultas Hukum
Universitas Lampung. Analisis data yang digunakan adalah kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Penerapan sanksi pidana terhadap hakim
yang melakukan tindak pidana narkotika golongan I dalam bentuk bukan tanaman
berdasarkan Putusan Nomor: 111/Pid.Sus/2019/PN Tjk menyatakan kasus berawal
saat Polresta Bandar Lampung pidana penjara selama 7 (tujuh) Tahun dan 6 (enam)
bulan dan denda sejumlah Rp.800. 000. 000,- (delapan ratus juta rupiah) dengan
ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar oleh terdakwa, maka diganti dengan
pidana penjara selama 2 (dua) bulan. (2) Faktor pendukung dan penghambat
penerapan sanksi pidana terhadap hakim yang melakukan tindak pidana narkotika
golongan I dalam bentuk bukan tanaman adalah faktor sarana atau fasilitas terkait
masalah masalah sarana dan prasarana yang kurang memadai dan keterbatasan
dukungan anggaran. Faktor masyarakat serta kurang perdulinya masyarakat untuk
melapor kepihak berwajib membuat penegak hukum sulit memberantas tindak
pidana narkotika. Dalam penegakan hukum tindak pidana narkotika masyarakat3
harus berperan aktif, masyarakat harus bekerja sama dengan aparat penegak hukum
dan melaporkan tindak pidana narkotika agar dapat segera dapat ditindak lanjuti oleh
aparat penegak hukum.
Berdasarkan simpulan di atas, maka dapat diberikan saran aparat penegak hukum
khususnya hakim seharusnya lebih mengedepankan pemberian hak rehabilitasi baik
medis maupun sosial dibanding putusan pidana penjara karena rehabilitasi lebih
dibutuhkan bagi penyalahguna narkotika. Hakim seharusnya lebih menggali secara
dalam penyalahgunaan narkotika tersebut. Sehingga hakim menjadi living
interpretator yang cermat menangkap semangat tujuan hukum kepastian,
kemanfaatan dan keadilan. Hakim seharusnya lebih cermat dalam memutus
penyalahgunaan narkotika, yang penggunaan narkotika karena dibujuk dengan
adanya ajakan dari orang lain yang semestinya pidana bersyarat dan mendapatkan
rehabilitasi.
Kata Kunci: Penerapan, Sanksi Pidana, Hakim, Tindak Pidana, Narkotika
Golongan ISETIANA BAGUS 16120111492023-07-12T03:37:00Z2023-07-12T03:37:00Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/73437This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/734372023-07-12T03:37:00ZANALISIS KRIMINOLOGIS ANAK PELAKU KEJAHATAN
PENGEDARAN NARKOTIKAPerkembangan teknologi memiliki peran utama dalam meningkatnya pengedaran
narkoba di Indonesia. Pelaku pengedaran narkoba saat ini tidak hanya dilakukan
oleh orang dewasa namun juga dilakukan oleh anak-anak. Berdasarkan kasus yang
penulis teliti, terdapat pelajar di bawah umur yang melakukan pengedaran
narkotika kurang lebih sebanyak 19 kali. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui apakah faktor yang menyebabkan anak menjadi pelaku kejahatan
pengedaran narkotika dan bagaimana upaya penanggulangan terhadap anak
pelaku kejahatan pengedaran narkotika.
Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah empiris dengan tipe penelitian
deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah empiris dengan sumber
data primer dan sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan metode
wawancara terpimpin. Pengolahan data dilakukan dengan pemeriksaan data,
editing data, klasifikasi data, sistematisasi data, kemudian data dianalisis secara
kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan faktor penyebab anak menjadi
pelaku kejahatan pengedaran narkotika adalah faktor internal yaitu mental yang
labil dan jauh dari nilai agama, dan faktor eksternal yaitu keluarga, lingkungan,
serta kesulitan ekonomi. Upaya penanggulangan dilakukan dengan upaya preemtif yaitu pembinaan kesadaran beragama serta bimbingan pekerjaan, dan upaya
preventif berupa pelaksanaan salam pemasyarakatan dan penempatan ke ruang
perenungan. Polres Pesawaran melakukan upaya preventif berupa penyuluhan
bahaya narkotika ke sekolah maupun desa, dan upaya represif berupa
penangkapan anak pelaku kejahatan pengedaran narkotika.iii
Muhammad Dzaki Akbar
Saran yang penulis dapat sampaikan adalah anak harus diawasi dan diberikan
didikan baik, orang tua anak pengedar narkotika diharapkan memindahkan lokasi
tempat tinggal atau memindahkan anak ketempat jauh dari lingkungan buruk.
Pemerintah diharapkan menambah jumlah lapas khusus anak dan membuat Bapas.
Aparat kepolisian hendaknya meningkatkan patroli dan razia di daerah zona
merah untuk kasus narkotika.
Kata Kunci: Anak, Pelaku Kejahatan, Narkotika. AKBAR MUHAMMAD DZAKI 19120112462023-07-12T03:08:17Z2023-07-12T03:08:17Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/73432This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/734322023-07-12T03:08:17ZUPAYA SATUAN OPERASIONAL KEPATUHAN INTERNAL (SATOPS PATNAL) DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN NARKOTIKA DI LINGKUNGAN LEMBAGA PERMASYARAKATAN GUNUNG SUGIHPenyalahgunaan dan Peredaran narkotika di Lapas merupakan masalah serius dan fakta yang tidak dapat dipungkiri. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran narkotika di Lapas. Selain dengan Undang-Undang Narkotika aparat penegak hukum di harapkan dapat bekerjasama untuk mencegah dan menanggulangi kejahatan tersebut khususnya di Lapas. Permasalahan penelitian adalah bagaimana upaya Satuan Operasional Kepatuhan Internal (Satops Patnal) dalam penanggulangan tindak pidana penyelundupan narkotika di lingkungan Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sugih dan apa faktor penghambat upaya Satuan Operasional Kepatuhan Internal (Satops Patnal) dalam penanggulangan tindak pidana penyelundupan narkotika di lingkungan Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sugih
Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis empiris, data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer. Studi yang dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan. Adapun narasumber pada penelitian ini terdiri dari Satops Patnal Lapas Gunung Sugih dan Dosen Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data yang digunakan adalah kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Upaya Satuan Operasional Kepatuhan Internal (Satops Patnal) dalam penanggulangan tindak pidana penyelundupan narkotika di lingkungan Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sugih adalah petugas secara rutin melakukan inspeksi mendadakan (sidak) dan sweeping ke blok-blok hunian maupun areal Lapas secara rutin dua kali dalam seminggu, namun jika dibutuhkan petugas akan melakukannya setiap hari. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan barang bukti berupa narkotika, maka narapidana beserta barang tersebut akan diinterogasi kemudian dilaporkan kepada pihak yang berwajib untuk diproses secara hukum. Namun terkadang ditemukan narkotika tanpa penguasaan seseorang, seperti ditemukan tergeletak di samping tempat sampah atau halaman tertentu sehingga petugas kesulitan untuk melacak siapa pelakunya. Upaya preventif lain yang dilakukan untuk menanggulangi masuknya narkotika yaitu dengan memperketat penjagaan dan pengamanan di pintu masuk (portal) Lapas, serta memeriksa secara saksama setiap barang akan dibawa masuk ke dalam Lapas. (2) Faktor penghambat upaya Satuan Operasional Kepatuhan Internal (Satops Patnal) dalam penanggulangan tindak pidana penyelundupan narkotika di lingkungan Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sugih adalah keadaan Lapas Kelas II B Gunung Sugih yang mengalami over kapasitas, rumitnya birokrasi untuk pengadaaan sarana dan prasarana, kurangnya mutu SDM Petugas Lembaga Pemasyarakatan dan lemahnya pengawasan terhadap petugas lembaga pemasyarakatan.
Berdasarkan simpulan di atas, maka dapat diberikan saran kepada Lapas, diharapkan agar terus berpartisipasi aktif dan bekerjasama dalam penanggulangan tindak pidana narkotika mengingat modus penyelundupan narkotika saat ini yang semakin canggih. Di samping itu, penambahan personel petugas keamanan di Lapas diharapkan relevan dengan jumlah tahanan dan narapidana, sehingga dapat mengoptimalkan pengawasan di dalam Lapas. Kepada Pemerintah, diharapkan agar selalu mengupayakan strategi untuk mencari solusi atas permasalahan over capacity di Lapas dan Rutan, karena persoalan over capacity secara tidak langsung akan menimbulkan dampak negatif yang akan mengganggu pelaksanaan program pembinaan kepada narapidana. Ketersediaan alat- alat yang dapat mendeteksi keberadaan narkotika, seperti detektor narkotika dan X-Ray juga sangat diperlukan untuk mencegah masuknya narkotika ke dalam Lapas.
Kata Kunci: Satuan Operasional Kepatuhan Internal, Tindak Pidana, Penyelundupan Narkotika Lembaga Pemasyarakatan.
RAFI AFIF ABDUR 16120112172023-07-10T07:38:11Z2023-07-10T07:38:11Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/73403This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/734032023-07-10T07:38:11ZDASAR PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM TERHADAP RESIDIVIS
PERANTARA JUAL BELI NARKOTIKA
(Studi Kasus Putusan Nomor 811/Pid.Sus/2021/PN JKT.SEL)
Penelitian lini lmengangkat lisu lhukum lbahwa lhakim ltidak lmengindahkan
Pasal l144 lAyat l(2) lUndang-Undang lNomor l35 lTahun l2009 ltentang
Narkotika ldan ldilakukan luntuk lmengetahui ldasar lpertimbangan lhukum lhakim
kepada lresidivis lkasus ltindak lpidana lnarkotika lyang ldilakukan loleh lperantara
sebagai lmana lkasus lputusan lNomor l811/Pid.Sus/2021/PN lJKT.SEL. lTujuan
dari lpenelitian lini ladalah lmengetahui ldasar lpertimbangan lhukum lhakim
dalam lmenjatuhkan lputusan lserta lmengetahui lkesesuaian lfakta-fakta
persidangan ldalam lputusan lhakim lNomor l811/Pid.Sus/2021/PN lJKT.SEL
terhadap lresidivis ltindak lpidana lnarkotika loleh lperantara. lDalam lmelakukan
analisa lhukum, lpeneliti lmenggunakan lteori ldasar lpertimbangan lhukum lhakim
dan lteori lputusan lhakim.
Penelitian lini lmerupakan ljenis lpenelitian lhukum lyuridis lempiris ldengan lcara
meneliti ldan lmengumpulkan ldata lprimer lyang ldiperoleh lsecara llangsung.
Sumber ldan ljenis ldata lterdiri ldari ldata lprimer ldan ldata lsekunder. lPihak
yang lmenjadi lnarasumber lyaitu lHakim lpada lPengadilan lNegeri lJakarta
Selatan, lJaksa lpada lKejaksaan lNegeri lManggarai, lDosen lBagian lHukum
Pidana lFakultas lHukum lUniversitas lLampung. lMetode lpengumpulan ldata
melalui lstudi lkepustakaan, lidentifikasi ldata lsekunder, linvestrasi ldata lyang
relevan ldengan lrumusan lmasalah, ldan lpengkajian ldata. lAnalisis ldata lyang
digunakan ladalah lanalisis lkualitatif.
Hasil lpenelitian lmenunjukkan lbahwa lpertimbangan lhakim lpada lPutusan
Nomor l811/Pid.Sus/2021/PN lJKT.SEL ldidasari latas lpertimbangan lyuridis,
yaitu lterpenuhinya lUnsur lPasal l114 lAyat l(2) lUndang-Undang lNomor l35
Tahun l2009 lserta lpenulis lmenemukan lfakta ldalam lpersidangan lbahwa
terdakwa lpernah ldipidana lselama l4 ltahun l6 lbulan lberkaitan ltindak lpidana
yang ltelah ldilakukan lterdakwa lsehingga lterjadinya lkekeliruan ldalam
menetapkan lpasal. lPertimbangan lsosiologis, lyaitu ldidasari loleh lhal-hal lyang
memberatkan latau lmeringankan lterdakwa, lyaitu lterdakwa lpernah ldipidana
Syahrul lArfah.
terkait ldengan lkasus lyang lsama. lPertimbangan lfilosofis ldi lmana lpemidanaan
kepada lterdakwa lsebagai lupaya ldalam lmemenuhi lrasa lkeadilan lkepada
korban ldan lmasyarakat.
Selain litu, ldari lhasil lanalisa ladanya lketerangan lsaksi, lketerangan lterdakwa,
serta lalat-alat lbukti lmenyatakan lbahwa lbenar lterdakwa lmelakukan
pengulangan ltindak lpidana lbisa lmenjadi lproses lpembuktian, lsehingga ltidak
menjadi lsatu-satunya lpertimbangan lhakim. lDalam lperkara lPutusan lNomor
811/Pid.Sus/2021/PN lJKT.SEL lpenerapan lpasal lkurang ltepat lsehingga
terjadinya lkekeliruan lpada lputusan lyang ldibuat loleh lMajelis lHakim ldalam
menjatuhkan lpidana lterhadap lterdakwa, lsehingga lmenurut lpenulis lnilai-nilai
keadilan lbelum lterwujud ldan lbelum lsesuai ldengan lfakta-fakta lpada
persidangan.
Adapun lsaran lyang ldiberikan ldalam lpenelitian lini lyaitu lsebaiknya lhakim
lebih ltegas ldalam lmenegakkan lhukum ldan ldalam lmenerapkan lputusan
memberikan lsanksi lyang lberat ldan ltepat lsehingga lterdakwa, lkorban, ldan
juga lmasyarakat ltidak lakan lmelakukan ltindak lpidana ltersebut lkarena
merasakan lefek ljera ldan lmenimbulkan lrasa lkeadilan lbagi lterdakwa, lkorban,
serta lmasyarakat. lSelain litu, lsebaiknya lhukuman lkepada lterdakwa lyang
melakukan lpengulangan ltindak lpidana latau lterdakwa lyang lsebelumnya
pernah ldipidana ldalam ljangka lwaktu ltak lterbatas, lhukumannya ltetap lpidana
maksimum lditambah ldengan l1/3 l(sepertiga) lagar llebih ljera lsehingga ltidak
akan lmengulangi lkembali ltindak lpidana ltersebut.
Kata kunci: Dasar Pertimbangan Hukum Hakim, Tindak Pidana Narkotika,
Residivis, Perantara
Arfah Syahrul18120112972023-07-07T09:30:01Z2023-07-07T09:30:01Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/73391This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/733912023-07-07T09:30:01ZPENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU PADA SEKOLAH DASAR NEGERI
DALAM MASA PANDEMI DI KOTA BANDAR LAMPUNG
Implementasi kebijakan SE Mendikbud No 4 Tahun 2020 tentang pelaksanaan
kebijakan pendidikan dalam masa darurat penyebaran Covid- 19 ini, salah satunya
diimpelemtasikan di Kota Bandar Lampung yaitu dengan dikeluarkannya
Peraturan Walikota Bandar Lampung No 12 Tahun 2020 tentang Penerimaan
Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak-Kanak Negeri, Sekolah Dasar Negeri, dan
Sekolah Menengah Pertama Negeri Dalam Masa Darurat Penyebaran Corona
Virus Disease (Covid-19).
Permasalahan dalam penelitian ini adalah 1) Bagaimakah penerimaan peserta
didik baru pada sekolah dasar negeri dalam masa pandemi di Kota Bandar
Lampung ? dan 2) Faktor-faktor apasajakah yang menjadi penghambat dalam
penerimaan peserta didik baru pada sekolah dasar negeri dalam masa pandemi di
Kota Bandar Lampung ?. Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis
normatif dan empiris. Studi yang dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi
lapangan, analisis data yang digunakan adalah kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan (1) Pelaksanaan PPDB Sekolah Dasar yang ada di
Kota Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2021/2022 sudah menerapkan jalur
zonasi dan perpindahan orang tua/wali. Adapun sistem pelaksanaan PPDB pada
masa pandemic Covid-19 dilaksanakan secara luring (Luar Jaringan) dengan tetap
mengikuti protocol kesehatan. (2) Faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam
penerimaan peserta didik baru pada sekolah dasar negeri dalam masa pandemi di
Kota Bandar Lampung belum siapnya calon peserta didik baru pada tahun ajaran
2021/2022 yang sekarang dilaksanakan dengan menggunakan sistem
daring/online. Permasalahan PPDB yang kedua perbedaan status sekolahnya.
Kata Kunci : Penerimaan, Peserta Didik Baru, Pandemi.
The implementation of the Ministry of Education and Culture's SE policy No. 4 of
2020 regarding the implementation of education policies during the emergency
period of the spread of Covid-19, one of which was implemented in the City of
Bandar Lampung, namely by issuing the Mayor of Bandar Lampung Regulation
No. 12 of 2020 concerning Acceptance of New Students at State Kindergartens ,
Public Elementary Schools, and State Junior High Schools in the Emergency
Period of the Spread of Corona Virus Disease (Covid-19).
The problems in this research are 1) How is the acceptance of new students at
public elementary schools during a pandemic in Bandar Lampung City? and 2)
What factors are the obstacles in accepting new students at public elementary
schools during the pandemic in Bandar Lampung City?. The research method
uses a normative and empirical juridical approach. The study was conducted
using library research and field studies, the data analysis used was qualitative.
The results of the study show (1) The implementation of PPDB for elementary
schools in Bandar Lampung City for the 2021/2022 academic year has
implemented the zoning pathway and the transfer of parents/guardians. The
PPDB implementation system during the Covid-19 pandemic was carried out
offline (Off-Network) while still following the health protocol. (2) The factors that
hindered the acceptance of new students at state elementary schools during the
pandemic in Bandar Lampung City were not ready for prospective new students in
the 2021/2022 academic year, which is now being carried out using an online
system. The second PPDB problem is the difference in school status.
Keywords: Acceptance, New Students, Pandemic. AMIR ADLIRANI16120112282023-07-06T07:21:15Z2023-07-06T07:21:15Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/73366This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/733662023-07-06T07:21:15ZANALISIS PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PEMBANTUAN
TAHANAN MELARIKAN DIRI DARI RUMAH TAHANAN
(Studi Pada Rumah Tahanan Kelas I Bandar Lampung)Tujuan pemidanaan praktik realisasi pembinaan tahanan dalam bagian pencegahan
repetisi tindak pidana atau recidive sesuai ketetapan Pasal 5 Ayat (1) dan Pasal 20
Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan melandasi
instruksi dan peran Lembaga Pemasyarakatan sebagai institusi hukum yang
termasuk dalam kerangka besar hukum pidana Indonesia. Permasalahan penelitian
adalah bagaimanakah penerapan sanksi pidana terhadap pembantuan tahanan
melarikan diri dari rumah tahanan ditinjau dari tujuan pemidanaan dan apakah faktor
penghambat penerapan sanksi pidana terhadap pembantuan tahanan melarikan diri
dari rumah tahanan ditinjau dari tujuan pemidanaan.
Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif, data yang digunakan
adalah data sekunder. Studi yang dilakukan dengan studi kepustakaan. Analisis data
yang digunakan adalah kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Penegakan hukum terhadap pembantuan
tahanan melarikan diri dari rumah tahanan adalah dengan pemberian sanksi bagi
masyarakat yang melakukan pembantuan terhadap tahanan untuk melarikan diri
sesuai dengan Pasal 56 KUHP, Pasal 57 KUHP dan Pasal 223 KUHP. Sedangkan
jika kelalaian berasal dari pertugas maka dikenakan sanksi sesuai dengan Pasal 426
KUHP, pemberian sanksi yang diberikan bagi petugas keamanan yang bertugas saat
itu berupa hukuman disiplin diterapkan dengan cara penurunan pangkat dan
pemotongan gaji sebagai bentuk pertanggung jawaban petugas dalam menjalankan
tugasnya sekaligus sebagai bentuk pendisiplinan bagi para petugas. (2) Faktor
penghambat penerapan sanksi pidana terhadap pembantuan tahanan melarikan diri
dari rumah tahanan ditinjau dari tujuan pemidanaan yaitu sumber daya manusia,
jumlah personil petugas keamanan dan sarana atau fasilitas.
Saran dalam skripsi ini adalah Kepada petugas di rumah tahanan negara untuk
meningkatkan sistem keamanan di rumah tahanan negara untuk mencegah terjadinya
pembantuan tahanan yang melarikan diri dari Rutan baik oleh masyarakat maupun
adanya kelalaian petugas jaga serta melakukan kegiatan patroli dan sidak ke ruang
tahanan untuk mengantisipasi tindakan-tindakan yang mengarah pada upaya
pembantuan tahanan yang melarikan dari Rutan. Diharapkan petugas
Tujuan pemidanaan praktik realisasi pembinaan tahanan dalam bagian pencegahan
repetisi tindak pidana atau recidive sesuai ketetapan Pasal 5 Ayat (1) dan Pasal 20
Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan melandasi
instruksi dan peran Lembaga Pemasyarakatan sebagai institusi hukum yang
termasuk dalam kerangka besar hukum pidana Indonesia. Permasalahan penelitian
adalah bagaimanakah penerapan sanksi pidana terhadap pembantuan tahanan
melarikan diri dari rumah tahanan ditinjau dari tujuan pemidanaan dan apakah faktor
penghambat penerapan sanksi pidana terhadap pembantuan tahanan melarikan diri
dari rumah tahanan ditinjau dari tujuan pemidanaan.
Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif, data yang digunakan
adalah data sekunder. Studi yang dilakukan dengan studi kepustakaan. Analisis data
yang digunakan adalah kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Penegakan hukum terhadap pembantuan
tahanan melarikan diri dari rumah tahanan adalah dengan pemberian sanksi bagi
masyarakat yang melakukan pembantuan terhadap tahanan untuk melarikan diri
sesuai dengan Pasal 56 KUHP, Pasal 57 KUHP dan Pasal 223 KUHP. Sedangkan
jika kelalaian berasal dari pertugas maka dikenakan sanksi sesuai dengan Pasal 426
KUHP, pemberian sanksi yang diberikan bagi petugas keamanan yang bertugas saat
itu berupa hukuman disiplin diterapkan dengan cara penurunan pangkat dan
pemotongan gaji sebagai bentuk pertanggung jawaban petugas dalam menjalankan
tugasnya sekaligus sebagai bentuk pendisiplinan bagi para petugas. (2) Faktor
penghambat penerapan sanksi pidana terhadap pembantuan tahanan melarikan diri
dari rumah tahanan ditinjau dari tujuan pemidanaan yaitu sumber daya manusia,
jumlah personil petugas keamanan dan sarana atau fasilitas.
Saran dalam skripsi ini adalah Kepada petugas di rumah tahanan negara untuk
meningkatkan sistem keamanan di rumah tahanan negara untuk mencegah terjadinya
pembantuan tahanan yang melarikan diri dari Rutan baik oleh masyarakat maupun
adanya kelalaian petugas jaga serta melakukan kegiatan patroli dan sidak ke ruang
tahanan untuk mengantisipasi tindakan-tindakan yang mengarah pada upaya
pembantuan tahanan yang melarikan dari Rutan. Diharapkan petugasRANGKUTI M. AKMAL16520112242023-07-05T08:11:06Z2023-07-05T08:11:06Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/73352This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/733522023-07-05T08:11:06ZTATA CARA PENGISIAN JABATAN PIMPINAN
TINGGI PADA PEMERINTAH KABUPATEN
PESISIR BARATPengisian Jabatan Pimpinan Tinggi secara terbuka adalah untuk mencari
pemimpin yang sesuai syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan
dan pelatihan, rekam jejak jabatan, dan integritas namun dalam proses pengisian
Jabatan Pimpinan Tinggi belum menunjukkan meritokrasi atau sistem merit,
sehingga ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara belum terwujud.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) bagaimanakah tata cara pengisian
Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama pada Pemerintah Kabupaten Pesisir Barat dan
(2) apa yang menjadi penghambat tata cara pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi
Pratama pada Pemerintah Kabupaten Pesisir Barat. Metode penelitian yang
digunakan adalah pendekatan normatif dan empiris. Pengumpulan data dilakukan
dengan cara studi kepustakaan dan studi lapangan dengan menggunakan analisis
deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi
Pratama di Kabupaten Pesisir Barat melalui metode lelang jabatan sudah di
jalankan dan dilaksanakan sesuai yang diatur dalam ketentuan Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 13 Tahun 2014 Tentang Tata Cara
Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama tetapi masih tidak bisa lepas dari
politik transaksional. (2) Penghambat dalam tata Cara Pengisian Jabatan Pimpinan
Tinggi Pratama pada Pemerintah Kabupaten Pesisir Barat adalah sumber daya
manusia dan kurang keterbukaan informasi mengenai hasil-hasil penilaian seleksi
terbuka.
Kata Kunci: Tata Cara, Pengisian Jabatan, Pimpinan Tinggi
The open filling of the Position of High Leader is to find leaders who are in
accordance with the requirements of competence, qualifications, rank, education
and training, track record of position, and integrity but in the process of filling the
Position of High Leader has not shown meritocracy or merit system, so the
provisions of Law Number 5 of 2014 concerning the State Civil Apparatus have
not been realized.
The problems in this study are (1) what are the procedures for filling the Primary
High Leadership Position in the West Coast District Government and (2) what are
the obstacles to the procedure for filling the Primary High Leadership Position in
the West Coast District Government. The research methods used are normative
and empirical approaches. Data collection is carried out by means of literature
studies and field studies using qualitative descriptive analysis.
The results showed that: (1) The filling of the position of Primary High Leader in
Pesisir Barat Regency through the position auction method has been carried out
and implemented in accordance with the provisions stipulated in the provisions of
the Regulation of the Minister of State Apparatus Empowerment Number 13 of
2014 concerning Procedures for Filling the Position of Primary High Leader but
still cannot be separated from transactional politics. (2) Obstacles in the
implementation of the Regulation of the Minister of State Apparatus
Empowerment Number 13 of 2014 concerning Procedures for Filling the Position
of Primary High Leader in the West Coast Regency Government are mausia
resources and lack of information disclosure regarding the results of the open
selection review.
Keywords: Ordinances, Filling of Positions, High Leaders.RIZKI YUSLIANTI AS MUTIA 16520111162023-07-05T03:59:36Z2023-07-05T03:59:36Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/73325This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/733252023-07-05T03:59:36ZTINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP INVESTASI
CRYPTOCURRENCY
Perkembangan teknologi membawa pengaruh besar bagi kemajuan peradaban
manusia. Hal ini berimbas pula terhadap jenis investasi baru yang beredar di
masyarakat, yaitu muncul bentuk alternatif investasi berupa investas i
cryptocurrency. Cryptocurrency adalah mata uang digital yang menggunaka n
sistem kriptografi sebagai keamanannya sehingga tidak bisa dipalsukan. Pengguna
cryptocurrency di Indonesia semakin meningkat, berdasarkan data Bappebti pada
akhir 2021 tercatat pengguna asset kripto mencapai 11,2 juta orang dan di akhir
November 2022 tercatat sebanyak 16,55 juta orang berinvestasi pada mata uang
digital ini. Pengaturan terkait investasi cryptocurrency diatur dalam Peraturan
Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2018, namun dalam
hukum Islam memiliki pandangan yang berbeda. Islam sendiri telah memberika n
batasan dalam berinvestasi. Agar investasi diakui dalam Islam, ada beberapa syarat
dan ketentuan yang harus di penuhi. Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini adalah apa sajakah syarat dan ketentuan
cryptocurrency sebagai alat investasi dalam perspektif hukum Islam dan
bagaimanakah kedudukan penggunaan cryptocurrency sebagai alat investas i
berdasarkan Hukum Islam.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode hukum
normatif dengan menggunakan pendekatan konseptual. Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data sekunder, pengumpulan data dilakukan dengan studi
pustaka. Pengolahan data dilakukan dengan cara pemeriksaan data, seleksi data,
dan klasifikasi data yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa syarat dan ketentuan mata uang digita l
(Cryptocurrency) sebagai alat investasi berdasarkan hukum Islam ditinjau dari Al-
Qur’an, Hadis dan Ar-ra’yu harus bersih dari riba serta terhindar dari gharar,
dharar, maysir. Kedudukan mata uang digital ini dinilai haram oleh MUI dan
Lembaga keagamaan lainnya karena cryptocurrency sebagai investasi lebih dekat
pada gharar dan spekulasi yang merugikan orang lain.
Kata kunci: Cryptocurrency, Investasi, Hukum IslamAnugrahgh26@gmail.com ANUGRAH GHAYATRI WILUJENG 19520110162023-07-03T07:46:05Z2023-07-03T07:46:05Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/73306This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/733062023-07-03T07:46:05ZPenegakan Hukum Pidana Terhadap Pemalsuan Pita Cukai Rokok (Studi Kasus Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Cukai Sumatera Bagian Barat)Tindak pidana dibidang Cukai dalam hal ini adalah yang erat kaitannya dengan pemalsuan pita cukai rokok akan memberikan dampak kepada dua sisi yaitu mempengaruhi pendapatan negara dan merusak sistem masyarakat. Tindak Pidana dibidang cukai seperti pemalsuan pita cukai rokok akan memberi dampak, yaitu merugikan penghasilan negara. Permasalahan ini adalah bagaimana penegakan hukum pidana terhadap pemalsuan pita cukai rokok dan apa saja faktor-faktor yang menghambat penegakan hukum pidana terhadap pemalsuan pita cukai rokok.
Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer, data sekunder dan data tersier. Adapun narasumber dalam penelitian ini adalah PPNS bidang Penindakan dan Penyidikan Direktorat Jenderal Bea Cukai Kantor Wilayah Sumatera Bagian Barat, Penyidik bagian Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Lampung, Dosen bagian Pidana FH Unila. Sedangkan pengolahan data yang diperoleh dengan cara seleksi data, klasifikasi data dan sistematisasi data.Analisis data menggunakan analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa penegakan hukum terhadap pemalsuan pita cukai dalam tindak pidana pencucian uang dengan menggunakan teori kebijakan hukum pidana yang terdiri dari tiga tahap. Pertama, tahap formulasi yaitu regulasi mengenai pemalsuan pita cukai dapat dikaitkan dengan Pasal 54 UU Cukai, Pasal 55 UU Cukai, Pasal 56 UU Cukai. Sedangkan pada tahap aplikasi aparat penegak hukum menerapkan dakwaan berbentuk alternatif pertama yakni Pasal 54 UU Cukai. Pada tahap eksekusi berdasarkan Putusan Nomor 1248/Pid.B/2018/PN.Tjk menghukum terdakwa dengan pidana penjara 1 tahun 8 bulan dan denda Rp283.655.920. Faktor – faktor yang menghambat instansi Bea dan Cukai yaitu, pertama faktor masyarakat yang secara umum memiliki rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang pemalsuan pita cukai sehingga semakin sulit melaksanakan penegakan hukum yang baik. Kedua, faktor kebudayaan yang dimana adanya budaya keserakahan pada masyarakat dengan meraup keuntung materi yang siginifikan.1912011345 Adhiesty Ayu Ramadhaniadhiestyayu@yahoo.com2023-07-03T03:59:20Z2023-07-03T03:59:20Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/73284This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/732842023-07-03T03:59:20ZANALISIS DAKWAAN PENUNTUT UMUM TERHADAP TINDAK PIDANA
MANIPULASI INFORMASI ELEKTRONIK BERBASIS AKUN PALSU
DI MEDIA SOSIAL
(Studi Putusan No. 1739/Pid.Sus/2020/PN Jkt.Brt)
Perbuatan oknum tidak bertanggungjawab yang menggunakan identitas orang lain
untuk menciptakan akun palsu di media sosial seolah-olah akun tersebut merupakan
akun otentik, dapat diancam dengan Pasal 35 jo. Pasal 51 Ayat (1) Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Adanya regulasi pada UU ITE untuk melarang adanya pembuatan akun palsu di
media sosial seolah-olah akun tersebut merupakan akun asli, kenyataannya ada
pelaku yang membuat akun palsu dengan mengatas namakan orang lain, sehingga
menyalahi Pasal 35 jo. Pasal 51 UU ITE. Permasalahan dalam penelitian ini adalah
standar membuat surat dakwaan oleh penuntut umum terhadap tindak pidana
manipulasi informasi elektronik berbasis akun palsu di media sosial dan idealnya
bentuk dakwaan yang diterapkan pada kasus tindak pidana manipulasi informasi
elektronik berbentuk akun palsu di media sosial pada putusan Nomor
1739/Pid.Sus/2020/PN Jkt.Brt.
Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis empiris, data yang digunakan
adalah data sekunder dan data primer. Studi yang dilakukan dengan studi
kepustakaan dan studi lapangan. Adapun narasumber pada penelitian ini terdiri dari
Dosen Pidana Fakultas Hukum Univeritas Lampung dan Jaksa Penuntut Umum
Kejari Jakarta Barat. Analisis data yang digunakan adalah kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Standar membuat surat dakwaan oleh
penuntut umum terhadap tindak pidana manipulasi informasi elektronik berbasis
akun palsu di media sosial harus memenuhi syarat formil dan syarat materil. Surat
dakwaan harus memenuhi syarat formil dan syarat materiil sebagaimana yang diatur
dalam ketentuan Pasal 143 Ayat (2) KUHAP. Adapun yang menjadi syarat formil
sebuah surat dakwaan, yaitu: Surat dakwaan harus mencantumkan tanggal dan tanda
tangan penuntut umum yang membuat surat dakwaan. Serta surat dakwaan harus
memuat secara lengkap identitas terdakwa yang meliputi: nama lengkap, tempat
lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan
pekerjaan tersangka. (2) Bentuk dakwaan yang diterapkan pada kasus tindak pidana
manipulasi informasi elektronik berbentuk akun palsu di media sosial pada putusan
Nomor 1739/Pid.Sus/2020/PN Jkt.Brt tidak tepat, karena bentuk dakwaan dalam
Putusan Nomor 1739/Pid.Sus/2020/PN Jkt.Brt tidak tepat dikarenakan penuntut
umum menggunakan bentuk dakwaan alternatif yang di mana idealnya penuntut
umum menggunakan dakwaan kumulatif karena terdakwa melakukan perbarengan
pidana concursus realis.
Saran dalam skripsi ini adalah pada kasus ini, penuntut umum menggunakan
dakwaan kumulatif dan terdakwa dipidana dengan Pasal 28 dan juga Pasal 35 UU
ITE, maka Putusan Nomor 1739/Pid.Sus/2020/PN Jkt.Brt dapat menjadi salah satu
yurisprudensi bahwa perbuatan manipulasi informasi elektronik berupa akun palsu
di media sosial dapat diancam pidana, mengingat banyaknya kasus serupa yang
terjadi di media sosial. Para penegak hukum diharapkan untuk melaksanakan
penegakan hukum sesuai dengan pertanggungjawaban yang telah diatur oleh teori
pemidanaan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Apabila terdapat kasus
serupa dalam hal kasus manipulasi informasi elektronik di media sosial berbentuk
akun palsu, diharapkan penegak hukum dapat mengetahui bahwa akun palsu di
media sosial yang mengatasnamakan orang lain merupakan tindakan yang
memenuhi unsur-unsur Pasal 35 UU ITE, sehingga apabila adanya kasus serupa,
penegak hukum tidak mengalami keraguan untuk menggunakan bentuk dakwaan
kumulatif.
Kata Kunci: Dakwaan, Manipulasi Informasi Elektronik, Media Sosial.
Kabul Akbar
AKBAR KABUL1912011250 2023-07-03T03:15:06Z2023-07-03T03:15:06Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/73278This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/732782023-07-03T03:15:06ZANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA
PELANGGARAN UNDANG-UNDANG KEKARANTINAAN
KESEHATAN DAN KUHP
(Studi Putusan Nomor: 110/Pid.Sus/2021/PN Sdn)
Salah satu tindak pidana tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan
di masa pendemi Covid-19 adalah pada Putusan Nomor: 110/Pid.Sus/2021/PN Sdn
mengadili: menyatakan Terdakwa Sumarno Bin Romo Rejo telah terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Tidak mematuhi perintah yang
diberikan oleh Pejabat yang sah. Permasalahan penelitian adalah apakah dasar
pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku dalam perkara
pelanggaran Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan berdasarkan Putusan
Nomor: 110/Pid.Sus/2021/PN Sdn dan bagaimanakah penerapan sanksi pidana
terhadap pelaku dalam perkara pelanggaran Undang-Undang Kekarantinaan
Kesehatan berdasarkan Putusan Nomor: 110/Pid.Sus/2021/PN Sdn.
Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis empiris, data yang digunakan
adalah data sekunder dan data primer. Studi yang dilakukan dengan studi
kepustakaan dan studi lapangan. Adapun narasumber pada penelitian ini terdiri dari
Hakim Pengadilan Negeri Sukadana, Jaksa pada Kejaksaan Negeri Lampung Timur
dan Dosen Pidana Fakultas Hukum Univeritas Lampung. Analisis data yang
digunakan adalah kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Dasar pertimbangan hakim dalam
menjatuhkan pidana terhadap pelaku dalam perkara pelanggaran Undang-Undang
Kekarantinaan Kesehatan berdasarkan Putusan Nomor: 110/Pid.Sus/2021/PN Sdn
adalah Pasal 216 Ayat (1) KUHP yang menyatakan barangsiapa dengan sengaja
tidak menurut perintah atau tuntutan, yang dilakukan menurut peraturan undangundang
oleh
pegawai
negeri
yang
diwajibkan
mengawas-awasi
pegawai
negeri
yang
diwajibkan
atau
yang
dikuasakan
untuk
menyelidiki
atau
memeriksa
perbuatan
yang
dapat
dihukum, demikian juga barangsiapa dengan sengaja mencegah; merintangi
atau menggagalkan sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh salah seorang pegawai
negeri itu, dalam menjalankan sesuatu peraturan undang-undang, dihukum penjara
selama-lamanya empat bulan dua minggu atau denda setinggi-tingginya Rp. 9.000,
dikarenakan Indonesia tidak menerapkan Karantina Kesehatan ketika terjadinya
Covid 19. (2) Penerapan sanksi pidana terhadap pelaku dalam perkara pelanggaran
Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan berdasarkan Putusan Nomor:
110/Pid.Sus/2021/PN Sdn adalah dakwaan alternatif yaitu sesuai ketentuan
pelanggaran Pasal 216 Ayat (1) KUHP dan diterapkan sanksi Pidana Denda sebesar
Rp 5.000.000, dalam hal ini Hakim memilih untuk menetapkan Pidana Denda dan
bukan Pidana Penjara karena Tersangka Sumarno bin Romo Rejo sudah mengakui
kesalahannya serta menurut hakim kasus ini lebih tepat untuk menggunakan pidana
denda bukan kurungan penjara.
Saran dalam skripsi ini adalah diharapkan bagi setiap penegak hukum untuk
menegakkan dan menerapkan setiap ketentuan-ketentuan yang ada didalam
peraturan perundang-undangan terkait sesuai dengan kualifikasi atau jenis tindak
pidana yang dilakukan. Dalam penerapan hukum pidana terhadap tindak pidana
Kekarantinaan Kesehatan, Hakim harus mampu bukan saja memberikan efek jera
bagi terdakwa agar tidak mengulangi kembali perbuatannya, tetapi juga bertanggung
jawab terhadap perbuatannya.
Kata Kunci: Pertimbangan Hakim, Perkara, Kekarantinaan Kesehatan.
Earyl Pebrian Simorangkir
SIMORANGKIR EARYL PEBRIAN1852011016 2023-06-27T06:57:47Z2023-06-27T06:57:47Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/73192This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/731922023-06-27T06:57:47ZIMPLEMENTASI PROGRAM INOVASI SIAP QRIS PUSAKA PADA
PASAR TRADISIONAL DI BANDAR LAMPUNGPersiapan Launching Program Inovasi SIAP QRIS-Pusaka, BBPOM di Bandar
Lampung melakukan Kunjungan dalam rangka survey ke Pasar Gintung, Kota
Bandar Lampung. Dasar hukum yang digunakan adalah Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor
23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik
dan Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) Nomor 21/18/PADG tentang
Implementasi Standar Nasional QRIS (Quick Response Code) untuk Pembayaran.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah 1) Bagaimanakah implementasi
program Inovasi SIAP QRIS Pusaka pada pasar tradisional di Bandar Lampung?
dan 2) Bagaimanakah hambatan-hambatan yang dihadapi dalam implementasi
Program Inovasi SIAP QRIS Pusaka pada pasar tradisional di Bandar Lampung?.
Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif dan empiris. Studi
yang dilakukan dengan setudi kepustakaan dan studi lapangan, analisis data yang
digunakan adalah kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan (1) Implementasi program Inovasi SIAP QRIS
Pusaka pada pasar tradisional di Bandar Lampung berdasarkan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi
Elektronik dan Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) Nomor
21/18/PADG tentang Implementasi Standar Nasional QRIS (Quick Response
Code) untuk Pembayaran. (2) Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam
implementasi Program Inovasi SIAP QRIS Pusaka pada pasar tradisional di
Bandar Lampung adalah faktor hukumnya sendiri, faktor penegak hukum, faktor
sarana atau fasilitas, faktor masyarakat dan faktor kebudayaan.
Kata Kunci: Implementasi, Program, Inovasi SIAP QRIS Pusaka, Pasar
Tradisional.
Preparation for the Launching of the SIAP QRIS-Pusaka Innovation Program,
BBPOM in Bandar Lampung made a visit as part of a survey to the Gintung
Market, Bandar Lampung City. The legal basis used is Law Number 3 of 2004
concerning Amendments to Law of the Republic of Indonesia Number 23 of 1999
concerning Bank Indonesia, Government Regulation of the Republic of Indonesia
Number 82 of 2012 concerning Implementation of Electronic Systems and
Transactions and Regulations of Members of the Board of Governors (PADG)
Number 21/18/PADG concerning Implementation of QRIS (Quick Response
Code) National Standards for Payments.
The problems in this research are 1) How is the implementation of the Heritage
SIAP QRIS Innovation program in traditional markets in Bandar Lampung? and
2) What are the obstacles encountered in implementing the Pusaka QRIS SIAP
Innovation Program at traditional markets in Bandar Lampung?. The research
method uses a normative and empirical juridical approach. The study was
conducted using a literature study and field studies, the data analysis used was
qualitative.
The results of the study show (1) Implementation of the Pusaka QRIS SIAP
Innovation program at traditional markets in Bandar Lampung based on Law
Number 3 of 2004 concerning Amendments to Law of the Republic of Indonesia
Number 23 of 1999 concerning Bank Indonesia, Government Regulation of the
Republic of Indonesia Number 82 of 2012 regarding the Implementation of
Electronic Systems and Transactions and Regulation of Members of the Board of
Governors (PADG) Number 21/18/PADG concerning Implementation of the
National Standard QRIS (Quick Response Code) for Payments. (2) The obstacles
encountered in the implementation of the Heritage SIAP QRIS Innovation
Program at traditional markets in Bandar Lampung are the legal factors
themselves, law enforcement factors, facilities or facilities, community factors and
cultural factors.
Keywords: Implementation, Program, Innovation, Heritage QRIS SIAP,
Traditional MarketSYAHRUL MUBAROK R.M MUHAMMAD16520112112023-06-27T06:33:16Z2023-06-27T06:33:16Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/73180This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/731802023-06-27T06:33:16ZPERAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI BENGKULU DALAM MELAKUKAN REHABILITASI PELAKU TINDAK
PIDANA PENYALAHGUNA NARKOTIKA
Tindak pidana penyalahguna narkotika masih saja terjadi di Provinsi Bengkulu. Dari data jumlah klien rehabilitasi BNN di Provinsi Bengkulu tahun 2019 sampai dengan tahun 2022 mengalami peningkatan, dengan jumlah keseluruhan korban penyalahgunan narkotika 1.093 orang klien rehabilitasi. Sehingga peran Badan Narkotika Nasional Provinsi Bengkulu dalam melakukan rehabilitasi pelaku tindak pidana penyalahguna narkotika belum maksimal.
Pendekatan masalah yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis empiris, yaitu suatu pendekatan yang meneliti data sekunder terlebih dahulu dan kemudian dilanjutkan dengan mengadakan peneletian data primer di lapangan. Sumber data yang digunakan adalah data primer berupa data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dan data sekunder, bahan hukum yang bersifat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer yaitu berupa buku-buku literatur ilmu hukum, dan makalah-makalah yang berkaitan dengan pokok bahasan.
Hasil dari penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa Peran Badan Narkotika Nasional Provinsi Bengkulu dalam melakukan rehabilitasi pelaku tindak pidana penyalahguna narkotika yaitu; Peranan normatif, Badan Narkotika Nasional selaku instansi pemerintah yang menyelenggarakan rehabilitasi berdasarkan ketentuan Pasal 56 ayat (2) dan Pasal 58 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Dan Peraturan Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Layanan Rehabilitasi Pada Lembaga Rehabilitasi di Lingkungan Badan Narkotika Nasional. Peranan ideal, yaitu tindakan kerja sama Badan Narkotika Nasional Provinsi Bengkulu dengan pihak-pihak terkait seperti Tim Asesmen Terpadu. Peranan factual role, Badan Narkotika Nasional Provinsi Bengkulu dalam melakukan rehabilitasi terhadap pelaku tindak pidana penyalahguna narkotika baik pecandu maupun korban penyalahgunaan narkotika menjalani beberapa tahapan rehabilitasi sampai mereka benar-benar sembuh dan kembali kemasyarakat. Hambatan Badan Narkotika Nasional Provinsi Bengkulu dalam melakukan rehabilitasi pelaku tindak pidana penyalahguna narkotika. Minimnya sarana dan juga prasarana dalam melakukan untuk pelaksanaan rehabilitasi
Muhammad Irfan Fadillah
Faktor aparat penegak hukum, Pembiayaan Rehabilitasi dan Pembiayaan Rehabilitasi, Kurangnya kesadaran diri pelaku Penyalahgunaan narkotika. Saran dari penulis kepada Badan Narkotika Nasional Provinsi Bengkulu lebih meningkatkan perannya agar mereka yang menjalani rehabilitasi di Badan Narkotika Nasional Provinsi Bengkulu benar-benar sembuh dan tidak mengulang kembali menggunakan narkotika. Dan Perlunya peningkatan sarana dan prasarana, aparat penegak hukum perlu ditambah dan lebih profesional, pembiayaan rehabilitasi diminimalisir, serta memberikan sosialisai tentang bahayaa narkotika kepada masyarakat di Provinsi Bengkulu.
Kata kunci: Peran, Badan Narkotika Nasional, Rehabilitasi.
Narcotics abuse crimes still occur in Bengkulu Province. From data on the number of BNN rehabilitation clients in Bengkulu Province from 2019 to 2022 there has been an increase, with a total number of victims of narcotics abuse 1,093 rehabilitation clients. So that the role of the Bengkulu Province National Narcotics Agency in carrying out the rehabilitation of perpetrators of criminal acts of narcotics abusers has not been maximized.
The problem approach used by the author in this study is an empirical juridical approach, which is an approach that examines secondary data first and then proceeds with conducting primary data research in the field. The data sources used are primary data in the form of data obtained directly from research subjects and secondary data, legal materials that provide an explanation of primary legal materials, namely in the form of legal science literature books, and papers related to the subject matter.
The results of the research and discussion can be concluded that the role of the Bengkulu Province National Narcotics Agency in carrying out the rehabilitation of narcotics abusers is; Normative role, the National Narcotics Agency as a government agency that organizes rehabilitation based on the provisions of Article 56 paragraph (2) and Article 58 of Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics, and Regulation of the National Narcotics Agency of the Republic of Indonesia Number 1 of 2019 concerning the Implementation of Rehabilitation Services at Institutions Rehabilitation within the National Narcotics Agency. The ideal role, namely the collaborative action of the Bengkulu Province National Narcotics Agency with related parties such as the Integrated Assessment Team. The role of factual role, the National Narcotics Agency of Bengkulu Province in conducting rehabilitation for perpetrators of criminal acts of narcotics abusers, both addicts and victims of narcotics abuse, undergo several stages of rehabilitation until they are completely cured and return to society. The lack of facilities and infrastructure
Muhammad Irfan Fadillah
for the implementation of rehabilitation, Factors of law enforcement officials, Rehabilitation Funding and Rehabilitation Funding, Lack of self-awareness of perpetrators of narcotics abuse. Suggestions from the author to the Bengkulu Province National Narcotics Agency further enhance its role so that those undergoing rehabilitation at the Bengkulu Province National Narcotics Agency are truly cured and do not repeat using narcotics again. And the need to improve facilities and infrastructure, law enforcement officers need to be added and more professional, rehabilitation costs are minimized, and provide socialization about the dangers of narcotics to the people in Bengkulu Province.
Keywords: Role, National Narcotics Agency, Rehabilitation.
Irfan Fadillah Muhammad 19120113032023-06-26T07:47:38Z2023-06-26T07:47:38Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/73137This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/731372023-06-26T07:47:38ZPENGELOLAAN RETRIBUSI GEDUNG SESAT AGUNG BUMI SAI
WAWAI DALAM RANGKA MENINGKATAN PENDAPATAN ASLI
DAERAH KOTA METROGuna meningkatkan pendapatan asli daerah Kota Metro perlu dilakukan evaluasi
dan analisis realisasi retribusi daerah Analisis tersebut dapat mencangkup
penerimaan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah Kota Metro
sebagaimana ketentuan Peraturan Walikota Metro Nomor 5 Tahun 2021 tentang
Ketentuan Pengelolaan dan Pemungutan Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah
Gedung Sesat Agung Bumi Sai Wawai Kota Metro dalam upaya untuk
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di Kota Metro.
Permasalahan dalam skripsi ini adalah: (1) Bagaimana Pengelolaan retribusi
Gedung Sesat Agung Bumi Sai Wawai Kota Metro? (2) Berapakah besaran
sumbangan retribusi sesat agung bumi sai wawai terhadap penerima retribusi secara
keseluruhan dan terhadap PAD Kota Metro?. Penelitian ini menggunakan
pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris dengan data premier dan data
skunder, dimana masing-masing data diperoleh dari penelitian kepustakaan dan
lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa: pengelolaan retribusi
Gedung Sesat Agung Bumi Sai Wawai Kota Metro dalam rangka peningkatan
pendapatan asli daerah adalah pengelolaan retribusiGedung Sesat Agung Bumi
Sai Wawai di Kota Metro termasuk bangunan yang dikelola oleh pemerintah Kota
Metro. Dalam pengembangan Gedung Sesat Agung Bumi Sai Wawai itu sendiri
merupakan tanggungjawab pemerintah kota yang dalam hal ini merupakan Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Kota Metro. Apabila PAD dapat dioptimalkan dan
dikelola secara profesional dengan menemukan keunggulan budaya dan potensi asli
daerah serta kemauan yang kuat dari seluruh stakeholder, maka akan dapat
menumbuhkan daya saing daerah yang kompetitif serta meningkatkan
kesejahteraan masyarakat melalui program yang pro-rakyat.
Kata Kunci: Retribusi, Gedung Sesat Agung Bumi Sai Wawai Kota Metro
In order to increase Metro City's own-source revenue, it is necessary to evaluate
and analyze the realization of regional levies. This analysis can cover the receipt
of regional levies against the Metro City's own-source revenue as stipulated in
Metro Mayor Regulation No. 5 of 2021 concerning Provisions for the Management
and Collection of Retribution for the Use of Regional Wealth of the Gedung Sesat
Agung Bumi Sai Wawai Metro City in an effort to increase Local Revenue in Metro
City. The problems in this thesis are: (1) How is the Management of Levies for the
Building of the Astounded Agung Bumi Sai Wawai Metro City? (2) How much is
the contribution of the astounding agung sai wawai levy to the recipients of the levy
as a whole and to the PAD of Metro City? This study uses normative juridical and
empirical juridical approaches with premier data and secondary data, where each
data is obtained from library and field research. Data analysis was carried out
qualitatively. The results of the research and discussion show that: the management
of levy on the Great Bumi Sai Wawai Building in Metro City in the context of
increasing local revenue is the management of the levy on the Bumi Sai Wawai
Building Astray in Metro City including buildings managed by the Metro City
government. The development of the Bumi Sai Wawai Deviant Building itself is the
responsibility of the city government, which in this case is the Metro City Tourism
and Culture Office. If PAD can be optimized and managed professionally by finding
cultural advantages and original regional potential as well as a strong will from
all stakeholders, then it will be able to foster competitive regional competitiveness
and improve people's welfare through pro-people programs.
Keywords: Retribution, Gedung Astounding Agung Bumi Sai Wawai Metro CityINDRA HARTAWAN BAMBANG 16420110072023-06-23T07:38:42Z2023-06-23T07:38:42Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/73128This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/731282023-06-23T07:38:42ZUPAYA KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA
PEMALSUAN SERTIFIKAT TANAH DI WILAYAH
HUKUM POLRESTA BANDAR LAMPUNGTindak pidana pemalsuan sertifikat tanah merupakan salah satu akar masalah
sengketa tanah yang terjadi di Indonesia termasuk di wilayah hukum Polresta
Bandar Lampung. Kepolisian sebagai suatu dari komponen sistem peradilan pidana
memiliki kewajiban untuk melakukan upaya penanggulangan tindak pidana
sebagaimana amanat dari UU Kepolisian. Permasalahan dalam penelitian ini adalah
Bagaimanakah upaya Kepolisian terhadap tindak pidana pemalsuan sertifikat tanah
di wilayah hukum Polresta Bandar Lampung dan Apakah faktor penghambat
Kepolisian dalam menghadapi tindak pidana pemalsuan sertifikat tanah di wilayah
hukum Polresta Bandar Lampung.
Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis
normatif dan didukung dengan pendekatan yuridis empiris. Narasumber dalam
penelitian ini adalah personel penyidik Satreskrim Polresta Bandar Lampung, analis
pertanahan BPN Bandar Lampung, dan Dosen bagian hukum Pidana Universitas
Lampung. Pengolahan data yang dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukan upaya yang dilakukan oleh Polresta Bandar
Lampung adalah dengan melakukan upaya pre-emtif yakni sosialisasi bahaya
pemalsuan sertifikat tanah, preventif berupa koordinasi dengan BPN, Notaris, dan
PPAT, dan represif dengan melakukan penyidikan sampai penyerahan berkas ke
Kejaksaan. Hambatan yang ditemui adalah faktor subtansi hukum dimana
kewenangan Kepolisian terbatas, faktor penegak hukum, faktor fasilitas, faktor
masyarakat dan faktor budaya.
Saran dalam penelitian ini adalah Mengoptimal fungsi tindakan pre-emtif,
preventif, dan represif Polresta Bandar Lampung dengan menaikan anggaran dan
memperketat pengawasan internal pada BPN Kota Bandar Lampung, Notaris, dan
PPAT termasuk setiap pihak yang terlibat dalam proses pembuatan sertifikat tanah
Kata Kunci : Upaya Kepolisian, Tindak Pidana, Pemalsuan Sertifikat1612011262 Rizky Wiliyan Tomywiliyanr511@gmail.com2023-06-23T02:33:27Z2023-06-23T02:33:27Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/73056This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/730562023-06-23T02:33:27ZANALISIS TERHADAP PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI FIDUSIA (Studi kasus: Putusan PN Nomor 357/Pdt.G/2017 Jo. Putusan PT Nomor 256/Pdt/2018/PT. Bdg Jo. Putusan MA Nomor 1346 K/Pdt/2019) PT BCA Finance digugat melakukan perbuatan melawan hukum atas perbuatan penarikan kendaraan roda empat dengan merk Suzuki APV milik debitur secara paksa yang dilakukan oleh beberapa orang dan menurunkan penumpang dipinggir jalan tanpa menunjukan identitas maupun surat tugas. Penelitian ini mengkaji dan membahas faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya Perbuatan Melawan Hukum dalam pelaksanaan eksekusi fidusia berdasarkan Putusan PN Bandung Nomor 357/Pdt.G/2017, PT Bandung Nomor 256/PDT/2018/PT.BDG dan MA Nomor 1346 K/PDT/2019 serta perlindungan hukum bagi debitur atas penarikan objek yang dilakukan PT.BCA Finance. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa kreditur melakukan perbuatan melawan hukum karena pihak debitur telah mencoba mengajukan penangguhan pembayaran cicilan kredit kendaraan namun pihak debitur mengabaikan dan langsung melakukan eksekusi terhadap jaminan fidusia tanpa mengeluarkan surat peringatan dan melakukan eksekusi tidak langsung kepada pemberi jaminan fidusia Majelis Hakim telah mepertimbangkan secara mutatis mutandis, menyatakan bahwa eksekusi jaminan fidusia yang telah dilakukan oleh tergugat tidak prosedural dan merupakan perbuatan melawan hukum.
Kata Kunci: Eksekusi, Fidusia, Perbuatan Melawan Hukum.
MANNA SIHOTANG BERNADETA16120112012023-06-23T01:38:19Z2023-06-23T01:38:19Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/73036This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/730362023-06-23T01:38:19ZIMPLEMENTASI KEBIJAKAN RUANG MENYUSUI DI KOTA BANDAR LAMPUNGKesehatan anak merupakan hak asasi manusia paling dasar yang wajib dijamin, dilindungi, dan diberikan sepenuhnya oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan Negara. Anak merupakan generasi penerus bangsa, maka untuk mendapatkan generasi yang sehat dan kuat, dapat dimulai sejak dini dengan cara pemberian ASI Eksklusif. Berdasarkan studi yang dilakukan Badan Kesehatan Dunia, menyarankan masa minimum bayi dalam menerima makanan berupa pemberian asi bayi secara eksklusif yaitu sejak bayi dilahirkan sampai dengan umur 6 bulan, hal ini sangat penting bagi kesehatan ibu dan bayi. Salah satu upaya untuk meningkatkan kesadaran dalam memberikan ASI Eksklusif yaitu dengan menyediakan fasilitas khusus ruang menyusui sehingga ibu yang berada diluar rumah tetap dapat menyusui anaknya dengan nyaman. Upaya pemerintah terkait kewajiban yang yang dilakukaan dalam penyediaan ruang menyusui adalah dengan membuat Peraturan Menteri tentang Tata Cara Penyediaan Ruang Khusus Menyusui sebagai pelaksana PP No.33/2012 tentang ASI Eksklusif, dan kebijakan yang dilaukan pemerintah kota Bandar Lampung yaitu dengan memberikan Surat Edaran Walikota Bandar Lampung 030/792/IV.41/2012 tentang Penyediaan Sarana dan Fasilitas Pemberian ASI Eksklusif.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah penyediaan ruang menyusui telah sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan serta faktor apa saja yang menjadi penghambatnya. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yaitu dengan melalui wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukan meskipun telah adanya undang-undang yang mengatur, tetapi penyediaan ruang khusus menyusui masih belum sesuai dengan ketentuan dan masih ada pemilik usaha yang tidak menyediakaan ruang menyusui
Saran dari penelitian ini adalah melakukan pemantauan dan pengecekan pada tempat tempat yang belum menyediakan ruang menyusui serta memberikan sanksi tegas kepada penyelenggara fasilitas umum dan pemilik tempat kerja yang masih belum menyediakan ruang menyusui.
Kata Kunci : ASI, ruang menyusui, Implementasi kebijakan
Child health is the most basic human right that must be fully guaranteed, protected and provided by parents, family, society, government and the State. Children are the next generation of the nation, so to get a healthy and strong generation, it can be started early by giving exclusive breastfeeding. Based on a study conducted by the World Health Organization, it is recommended that the minimum age for babies to receive food in the form of exclusive breastfeeding is from the time the baby is born to the age of 6 months, this is very important for the health of the mother and baby. One of the efforts to increase awareness in exclusive breastfeeding is by providing special breastfeeding room facilities so that mothers who are outside the home can still breastfeed their children comfortably. The government's efforts regarding the obligations carried out in the provision of breastfeeding rooms are by making a Ministerial Regulation concerning Procedures for Provision of Special Breastfeeding Rooms as the executor of PP No.33/2012 concerning Exclusive Breastfeeding, and the policy carried out by the Bandar Lampung city government is by issuing a Circular Letter of the Mayor of Bandar Lampung 030/792/IV.41/2012 concerning Provision of Facilities and Facilities for Exclusive Breastfeeding.
The problem in this research is to find out whether the provision of breastfeeding rooms is in accordance with the established policies and what factors are the obstacles. This type of research is descriptive qualitative through in-depth interviews, observation and documentation.
The results of the study show that even though there are laws that regulate, the provision of special breastfeeding rooms is still not in accordance with the provisions and there are still business owners who do not provide breastfeeding rooms.
Suggestions from this study are to monitor and check places that do not yet provide breastfeeding rooms and to give strict sanctions to organizers of public facilities and workplace owners who still do not provide breastfeeding rooms.
Keywords: ASI, breastfeeding room, policy implementation
ANISA FEBRIANA FITRIA 16120112922023-06-23T01:33:50Z2023-06-23T01:33:50Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/73034This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/730342023-06-23T01:33:50ZPERSYARATAN DAN PENATAAN MINIMARKET KOTA BANDAR LAMPUNGKota Bandar Lampung dalam tahap Pembangunan adalah hasil dari kegiatan dan program yang dibuat oleh pemerintah yang di tujukan bagi masyarakat untuk menunjang pencapaian kesejahteraan sosial, tujuan ekonomi sosial, demografi politik dan sebagainya dengan cara meningkatkan pembangunan ekonomi melalui adanya perkembangan minimarket. Sedangkan dalam penerapannya yaitu sebagai cara atau strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan melalui peraturan serta pengawasan dalam hal itupemerintah kota Bandar Lampung mengeluarkan peraturan terkait yang sudah di tetapkan melalui PeraturanWalikota Bandar Lampung Nomor 23 Tahun 2021 Tentang Persyaratan Dan Penataan Minimarket.Dinas Perizinan Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bandar Lampung dalam hal ini berperan dalam penerapan Perwali minimarket dalam hal pemberian izin serta pengawasan kegiatan minimarket di Kota Bandar Lampung
Permasalahan dalam skripsi ini adalah: (1) Bagaimanakah kebijakan tentang peraturan walikota Bandar Lampung Nomor 23 Tahun 2021 tentang persyaratan dan penataan minimarket?, (2) Apakah faktor-faktor penghambat dalam penerapan kebijakan peraturan walikota bandar lampung Nomor 23 Tahun 2021 tentang persyarataan dan penataan minimarket
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kebijkan Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 23 Tahun 2021 Tentang Persyaratan Dan Penataan Minimarket ditemukan faktor-faktor penghambat dalam penerapan kebijakan Perwali tentang minimarket yang berkaitan dengan dampak terhadap masyarakat,pemilik usaha warung dan pedagang tradisional serta perlanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha minimarket
Kata Kunci: Dinas Perizanan, Kebijakan Peraturan Walikota, Kota Bandar
Lampung, Minimarket
Bandar Lampung City in the Development stage is the result of activities and programs created by the government aimed at the community to support the achievement of social welfare, social economic goals, political demography and so on by increasing economic development through the development of minimarkets. Whereas in its application, namely as a method or strategy that is directed to achieve predetermined goals through regulations and supervision, in this case the Bandar Lampung city government issued related regulations that have been stipulated through Bandar Lampung Mayor Regulation Number 23 of 2021 concerning Minimarket Requirements and Arrangements. Bandar Lampung City One-Stop Integrated Service in this case plays a role in implementing the minimarket Perwali in terms of granting permits and supervising minimarket activities in Bandar Lampung City
The problems in this thesis are: (1) What are the policies regarding the Mayoral Regulation of Bandar Lampung Number 23 of 2021 concerning the requirements and arrangement of minimarkets?, (2) What are the inhibiting factors in implementing the policy of the Mayor of Bandar Lampung Regulation Number 23 of 2021 regarding the requirements and arrangement mini Market
The results showed that the Bandar Lampung Mayor Regulation Policy Number 23 of
2021 concerning Minimarket Requirements and Arrangements found inhibiting factors in the implementation of the Perwali policy regarding minimarkets which are related to impacts on society, stall business owners and traditional traders and violations committed by minimarket business actors
Keywords: Licensing Service, Mayor Regulation Policy, Bandar Lampung City, Minimarket
DWICAHYA FAJAR 16120112832023-06-22T07:26:24Z2023-06-22T07:26:24Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72980This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/729802023-06-22T07:26:24ZPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SERTIPIKAT TANAH BERBASIS ELEKTRONIK (E-CERTIFICATE)
Sertipikat tanah merupakan hasil luaran dari kegiatan pendaftaran tanah yang berfungsi sebagai alat bukti kepemilikan atas tanah yang kuat dan sah. Adanya kebijakan baru terkait sertipikat elektronik pada pendaftaran tanah dengan ditetapkannya Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Sertipikat Elektronik menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Sertipikat elektronik merupakan langkah yang tepat demi mewujukan modernisasi bidang pertanahan, namun di sisi lain masyarakat resah terhadap jaminan kepastian dan perlindungan hukum sertipikat elektronik. Permasalahan penelitian : (1) Bagaimanakah kedudukan hukum sertipikat elektronik berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia ? (2) Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap sertipikat tanah berbasis elektronik ? (3) Apa hambatan pensertipikatan tanah elektronik di Bandar Lampung ?
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan dilakukan pengumpulan data secara studi pustaka yang dianalisis menggunakan metode deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Sertipikat tanah elektronik memiliki kedudukan yang sama seperti sertipikat tanah fisik berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, antara lain Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 dan Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 1 Tahun 2021. (2) Sertipikat tanah elektronik dapat memberikan perlindungan hukum baik dalam hal pembuktian kepemilikan atas tanah dan juga dalam hal perlindungan hukum terhadap data pribadi pada sertipikat tanah elektronik. (3) Hambatan pensertipikatan tanah elektronik di Bandar Lampung adalah belum optimalnya persiapan Badan Pertanahan Nasional, masyarakat masih tidak setuju dengan sertipikat elektronik, kurangnya sosialisasi terkait sertipikat elektronik, dan penyempurnaan regulasi sertipikat elektronik.
Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Sertipikat Tanah, Sertipikat Elektronik
Putri Thalia Jesia19120112032023-06-22T07:20:06Z2023-06-22T07:20:06Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72995This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/729952023-06-22T07:20:06ZIMPLEMENTASI APLIKASI INTELLECTUAL PROPERTY ONLINE
(IPROLINE) DALAM PENDAFTARAN KEKAYAAN INTELEKTUAL
BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI
ABSTRAK
IMPLEMENTASI APLIKASI INTELLECTUAL PROPERTY ONLINE
(IPROLINE) DALAM PENDAFTARAN KEKAYAAN INTELEKTUAL
BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI
Aplikasi Intellectual Property Online (IPROLINE) merupakan kemajuan
teknologi informasi dengan bentuk sistem aplikasi yang berjalan pada website.
Aplikasi tersebut bertujuan untuk mengakomodasi masyarakat dan memudahkan
dalam memproses permohonan Kekayaan Intelektual (KI) secara khusus untuk
mendaftarkan merek, paten, desain industri dan hak cipta di Indonesia, serta dapat
memudahkan pemeriksaan hingga penerbitan sertifikat. Permasalahan dalam
penelitian ini adalah mengenai implementasi aplikasi IPROLINE dalam
pendaftaran KI berbasis teknologi informasi dan faktor-faktor pendukung dan
penghambat dalam pendaftaran KI dengan menggunakan aplikasi IPROLINE
berbasis teknologi informasi.
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif-empiris dengan tipe
penelitian deskriptif. Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah pendekatan
nonjudical case study. Sumber data yang digunakan berupa data sekunder terdiri
dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Metode pengumpulan data
dilakukan dengan studi kepustakaan dan wawancara. Serta analisis data secara
kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa implementasi aplikasi IPROLINE
dalam pendaftaran KI berbasis teknologi informasi berjalan dengan baik,
disebabkan adanya peningkatan pendaftaran KI dengan menggunakan aplikasi
IPROLINE pada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Lampung dengan rentang waktu dari tahun 2019-2022 sebesar 143%. Faktor yang
menjadi pendukung adalah kemudahan yang ditawarkan oleh aplikasi tersebut
seperti kemudahan akses, proses yang lebih efisien, efektif dan menghemat biaya,
serta keterbukaan informasi juga sosialisasi mengakibatkan civitas academica dan
masyarakat umum ingin berpartisipasi dalam mendaftarkan KI. Sedangkan, faktor
yang menjadi penghambat yaitu kurangnya sumber daya manusia yang menangani
pelayanan pendaftaran KI, kurangnya pengetahuan masyarakat umum khususnya
di berbagai profesi terkait pendaftaran KI dan keterbatasan akses internet dalam
mendaftarkan KI.
Kata Kunci: Intellectual Property Online, Kekayaan Intelektual, Teknologi
Informasi
SUGIARTO CHRISTINA 19120110222023-06-22T07:17:09Z2023-06-22T07:17:09Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72997This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/729972023-06-22T07:17:09ZSTATUS TANAH GRONDKAART DALAM SENGKETA KEPEMILIKAN
TANAH
(Studi Putusan PTUN Bandar Lampung Nomor 13/G/2022/PTUN.BL)
Grondkaart adalah peta tanah hasil pengukuran yang dibuat untuk keperluan suatu
instansi, kekayaan Pemerintah Hindia Belanda yang jatuh ke tangan Indonesia
demi hukum yaitu aset milik Djwatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI).
Status dari tanah Grondkaart yaitu alat bukti penguasaan dan pemilik atas tanah
serta kekayaan Negara yang dipisahkan dan tunduk pada Undang-undang
Perbendaharaan Negara, sesuai dengan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 tahun
1965 tentang pelaksanaan Konvensi Hak Penguasaan atas tanah Negara. Terdapat
sertifikat Hak Milik yang berada diatas tanah Grondkaart yang kemudian menjadi
suatu perkara di Pengadilan Tata usaha Negara Bandar Lampung No.
13/G/2022/PTUN.BL, permasalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana dasar
pertimbangan hakim dalam memutus sengketa Grondkaart ini serta apakah
Implikasi dari perkara pada Putusan PTUN ini.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis dengan
pendekatan yuridis normatif, untuk menilai kesesuaian anatar norma yang berlaku
dalam peraturan perundang-undangan dan studi kepustakaan untuk menggali
informasi dari berbagai buku, jurnal dan bahan hukum lainnya.
Hasil Penelitian menunjukan bahwa Status tanah Grondkaart adalah milik Negara
atau dalam penguasaan yang tidak dapat menjadi hak milik pribadi sebelum
adanya izin dari Kementerian Keuangan Negara. Pertimbangan hakim dalam
memutus sengketa tanah Grondkaart ini tidak terlepas dari Peraturan Perundangundangan,
Bukti dalam Persidangan serta terdapat cacat Prosedur dalam
menerbitkan sertifikat.
Implikasi Perkara Putusan PTUN No.
13/G/PTUN/2022/Bandar Lampung yaitu Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk
seluruhnya, menyatakan batal sertifikat yang telah terbit diatas tanah Grondkaart
serta mewajibkan Tergugat untuk mencabut Sertifikat Hak milik tersebut.
Kata Kunci : Tanah Grondkaart, sengketa, kekuasan kehakiman.KHALIVA ATASYA ALRAHMI 19120113072023-06-22T07:15:11Z2023-06-22T07:15:11Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72970This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/729702023-06-22T07:15:11ZPELAKSANAAN JUAL BELI EMAS SECARA ONLINE MELALUI
FITUR MARKETPLACE BUKAEMAS
Jual beli online adalah kegiatan yang menyangkut kegiatan berbisnis (jual beli)
dengan media internet. Jual beli online dapat dilakukan dengan memanfaatkan
platform yang ada seperti Bukalapak, Tokopedia, Shopee, Lazada, dan lain-lain.
Berbagai macam barang dapat dijual melalui platform tersebut, seperti emas dan
yang lainnya. Dalam hal ini aplikasi Bukalapak meluncurkan fitur BukaEmas
untuk mempermudah masyarakat dalam melakukan jual beli emas. Berdasarkan
hal tersebut, penulis ingin melakukan penelitian agar dapat mengetahui dengan
jelas prosedur dan proses pelaksanaan jual beli. Permasalahan dalam penelitian
ini mengenai syarat dan prosedur dalam pelaksanaan jual beli emas secara online
melalui fitur marketplace BukaEmas, serta hambatan yang mungkin terjadi dalam
pelaksanaan jual beli emas secara online melalui fitur marketplace BukaEmas.
Jenis penelitian menggunakan penelitian normatif dengan tipe penelitian
deskriptif. Pendekatan masalah menggunakan tipe pendekatan perundangundangan
dan pendekatan konseptual. Pengumpulan data menggunakan data
primer, data sekunder, dan data tersier. Analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan dari tulisan ini disimpulkan bahwa fitur
marketplace BukaEmas memiliki beberapa syarat dan prosedur yang ditujukan
kepada para penggunanya dimana mereka sebagai calon pengguna harus
memenuhi semua persyaratan yang ada seperti mengunggah Kartu Tanda
Penduduk (KTP), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan beberapa dokumen
penting lainnya. Hambatan yang terjadi selama pelaksanaan jual beli emas secara
online ini berlangsung yaitu; ketidakjelasan persetujuan para pihak; batalnya
perjanjian karena tidak cakap; dan kesalahan dalam pengiriman emas fisik.
Kata Kunci: Jual Beli Emas Online, Marketplace, Jual Beli.
Online buying and selling is an activity that involves doing business activities
(buying and selling) with internet media. Online buying and selling can be done
by utilizing existing platforms such as Bukalapak, Tokopedia, Shopee, Lazada,
and others. A wide variety of goods can be sold through the platform, such as gold
and others. In this case, the Bukalapak application launched the BukaEmas feature
to make it easier for people to buy and sell gold. Based on this, the author wants
to conduct research in order to clearly know the procedures and processes of
buying and selling. The problems in this study are regarding the terms and
procedures for the implementation of buying and selling gold online through the
BukaEmas marketplace feature, as well as obstacles that may occur in the
implementation of buying and selling gold online through the BukaEmas
marketplace feature
This type of research uses normative research with descriptive research type. The
problem approach uses a statutory approach and a conceptual approach. Data
collection uses primary data, secondary data, and tertiary data. The data analysis
used in this study is qualitative analysis.
The results of research and discussion from this paper concluded that the
BukaEmas marketplace feature has several terms and procedures addressed to its
users where they as prospective users must meet all existing requirements such as
uploading Identity Cards (KTP), Taxpayer Identification Numbers (NPWP), and
several other important documents. The obstacles that occur during the
implementation of buying and selling gold online are taking place, namely;
vagueness of the parties’ agreement; nullity of the agreement due to
incompetence; and errors in physical gold delivery.
Keywords: Buying and Selling Gold Online, Marketplace, Buying and
Selling. KURNIA ANGGRAINI INDAH 16120113032023-06-22T04:12:36Z2023-06-22T04:12:36Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72938This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/729382023-06-22T04:12:36ZANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENGGELAPAN GULA PASIR YANG DILAKUKAN OLEH SOPIR PERUSAHAAN
(Studi Putusan Nomor : 982/Pid.B/2021/PN.Tjk)
ABSTRAK
Belakangan ini telah kita ketahui ada banyak kejahatan yang mengganggu kenyamanan masyarakat, baik itu kejahatan fisik maupun non fisik, Salah satu contohnya adalah kejahatan penggelapan yang di atur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1946 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana Pasal 372 sampai dengan Pasal 377.
Permasalahan dalam penelitian adalah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana penggelapan gula pasir yang dilakukan oleh sopir perusahaan (Studi Putusan Nomor 982/Pid.B/2021/PN.Tjk) dan Dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara tindak pidana penggelapan gula pasir yang dilakukan oleh sopir perusahaan (Studi Putusan Nomor 982/Pid.B/2021/PN.Tjk).
Metode penelitian menggunkan pendekatan yuridis normatif dan empiris, dimana pendekatan yuridis normatif dilaksanakan dengan mempelajari norma atau kaidah hukum, asas-asas hukum, sedangkan pendekatan empiris dilakukan dengan wawancara langsung terhadap narasumber yang akan berhubungan dengan masalah penelitian, analisis data yang digunakan adalah yuridis kualitatif.
Hasil penelitian adalah Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penggelapan Gula Pasir Yang Dilakukan Oleh Sopir Perusahaan (Studi Putusan Nomor 982/Pid.B/2021/PN.Tjk) bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan alternatif Kedua dari unsur Pasal 372 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1
KUHP, oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 8
(delapan) bulan. Dan Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Perkara Tindak Pidana Penggelapan Gula Pasir Yang Dilakukan Oleh Sopir Perusahaan (Studi Putusan Nomor 982/Pid.B/2021/PN.Tjk) bahwa dalam pertimbangan majelis hakim mempertimbangkan dakwaan alternatif yang dibacakan oleh penuntutmum dan tuntutan pidananya menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 2 (dua) Tahun. Dikaji dari perspektif aspek ketentuan dalam KUHAP khususnya ketentuan pasal 197 Ayat (1) KUHAP yang menentukan anasir- anasir yang harus ada dalam putusan pemidanaan, keterangan saksi-saksi, bukti- bukti yang diajukan dimuka persidangan hingga fakta-fakta hukum yang terungkap dalam persidangan.
Saran, kebutuhan untuk kehidupan sehari-sehari semakin sulit, maka diharapkan kepada aparat penegak hukum khususnya aparat kepolisian untuk memberikan dukungan kepada masyarakat supaya mempunyai kreatifitas dalam membuka peluang usaha dilingkungan masyarakat.
Kata Kunci : Pertanggungjawaban, Penggelapan, Gula Pasir
ABSTRACT
Lately we have known that there are many crimes that disturb the comfort of the community, both physical and non-physical crimes, one example is the crime of embezzlement regulated in Law of the Republic of Indonesia Number 1 of 1946 concerning the Code of Law Criminal Articles 372 to Article 377.
The problem in the study is criminal responsibility for perpetrators of the criminal act of embezzlement of granulated sugar committed by company drivers (Study of Decision Number 982/Pid.B/2021/PN.Tjk) and the basis for judges ' considerations in deciding cases criminal embezzlement of granulated sugar committed by company drivers (Study Decision Number
982/Pid.B/2021/PN.Tjk).
The research method uses normative and empirical juridical approaches, where normative juridical approaches are carried out by studying legal norms or rules, legal principles, while the empirical approach is carried out by direct interviews with sources who will relate to the problem Research, data analysis used is qualitative juridical.
The result of the study is Criminal Responsibility for Perpetrators of Sugar Embezzlement Crimes Committed by Company Drivers (Study of Decision Number 982/Pid.B/2021/PN.Tjk) that the defendant has been proven to be lawful and convincing to commit a criminal offence as charged in the Second alternative indictment of the elements of Article 372 of the Criminal Code Jo Article 55 Paragraph (1) to 1 of the Criminal Code, therefore with imprisonment for 1 (one) year and 8 (eight) months. And the basis for the judge's consideration in deciding the criminal case of embezzlement of granulated sugar committed by the company driver (Decision Study Number
982/Pid.B/2021/PN.Tjk) that in the consideration of the tribunal The judge considered the alternative charges read by the prosecution and the criminal charges charged the defendant with imprisonment for 2 (two) years. Studied from the perspective of aspects of provisions in the Criminal Procedure Code, especially the provisions of article 197 Paragraph (1) of the Criminal Procedure Code which determines the factors that must be present in the criminal decision, testimony of witnesses, evidence presented before the court to legal facts revealed in the trial.
Advice, the needs for daily life are increasingly difficult, so it is expected that law enforcement officials, especially police officers, to provide support to the community so that they have creativity in opening business opportunities in the community.
Keywords : Liability, Embezzlement, Sugar
1952011003 M. Sarli Novaldynnovall661@gmail.com2023-06-22T03:56:00Z2023-06-22T03:56:00Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72935This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/729352023-06-22T03:56:00ZANALISIS PENERAPAN PIDANA KEBIRI KIMIAWI UNTUK MEWUJUDKAN ASAS CULPAE POENA PAR ESTO
Studi Putusan (Nomor 287/Pid.Sus/2020/PN Sdn)
Pidana kebiri kimiawi diatur dalam Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2016 namun pelaksanaannya belum terlaksana. Sudah beberapa putusan yang dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana pencabulan terhadap anak. sampai saat ini realisasi terhadap eksekusi putusan tersebut belum pernah dilakukan. Berdasrkan latar belakang tersebut, timbul permasalahan mengenai penerapan kebiri kimiawi untuk mewujudkan asas culpae poena par esto serta mengenai faktor penghambatnya.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari hasil studi pustaka. Adapun narasumber yang telah diwawancara yaitu Hakim Pengadilan negeri Sukadana, Jaksa pada Kejaksaan Negeri Sukadana dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan bahwa Penerapan kasus tindak Kebiri kimiawi merupakan sanksi yang diatur di dalam Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2016 pasal 81 ayat 2 sampai dengan ayat 3. tindakan kebiri kimia itu sendiri memberikan obat-obatan khusus untuk menurunkan libido dan aktivitas seksual dengan cara mengurangi kadar testosteron dalam tubuh sehingga dorongan seksual akan berkurang dan diharapkan dapat memberikan efek jera bagi terpidana yang dikenai tindakan kebiri kimia agar tidak mengulangi lagi perbuatannya dikemudian hari. Mengenai asas culpae poena par esto pandangan yang sama bahwa para penegak hukum selaku aparat penegak hukum selama proses penuntutan sampai dengan putusan selalu berusaha melakukan penuntutan dan memberikan putusan yang adil bagi para terdakwa termasuk terdakwa persetubuhan terhadap anak dibawah umur, dan dalam prosesnya kami selalu berpedoman pada Undang-Undang dan (KUHP).
Muhammad Thareq Afif
Faktor penghambat penerapan pidana kebiri kimia terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur antara lain yaitu adanya kekosongan hukum pada Peraturan Pemerintah No 70 Tahun 2020 yang belum mengatur secara rinci syarat dan ketentuan mengenai pelaku yang dapat dikenakan tindakan kebiri kimia, Pro dan kontra mengenai hak asasi manusia pada penerapan tindakan kebiri kimia, Kurangnya edukasi / penyuluhan mengenai pengaplikasian Peraturan Pemerintah No 70 Tahun 2020 kepada aparat penegak hukum.
Saran penelitian ini adalah Sebaiknya sebelum menerapkan hukuman kebiri kimia ini seharusnya pemerintah melakukan pengkajian terlebih dahulu apakah sudah tepat jika diterapkan serta mempertimbangkan efek pasca atau setelah dilakukan penyuntikan zat kimia tersebut. Sebaiknya pemerintah lebih memfokuskan pada upaya pencegahan agar tidak terjadi kekerasan seksual terhadap anak dan untuk sanksi pidana seharusnya pemerintah lebih memfokuskan pada pemberatan pidana penjara maksimal terlebih dahulu dan mengkaji hukum kebiri tersebut apakah sudah tepat jika diterapkan di Indonesia.
Kata Kunci: Penerapan Pidana, Kebiri Kimiawi, Culpae Poena Par Esto
THAREQ AFIF MUHAMMAD 19420110202023-06-22T01:39:38Z2023-06-22T01:39:38Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72860This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/728602023-06-22T01:39:38ZUPAYA KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA
PERJUDIAN SLOT MACHINE DI WILAYAH KEPOLISIAN
DAERAH LAMPUNGPerjudian Slot Machine yang permainannya menggunakan website dimana
permainan ini dilakukan secara online, perkembangan perjudian ini terus meningkat
seiring majunya teknologi dengan menggunakan fasilitas atau alat yang dijadikan
wahana dalam melakukan tindak pidana perjudian, maka dari itu peran Kepolisian
Republik Indonesia sebagai salah satu penegak hukum bertanggung jawab untuk
melakukan penegakan hukum terhadap tindak pidana perjudian slot machine yang
ada di Indonesia. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah upaya
Kepolisian daerah Lampung dalam menanggulangi tindak pidana perjudian slot
machine di wilayah Lampung dan Apakah kendala yang dihadapi Kepolisian
daerah Lampung dalam menanggulangi perjudian slot machine di wilayah.
Penyusunan skripsi ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif
dan di dukung oleh pendekatan yuridis empiris yang berupa pendapat dari para
pakar hukum pidana dan penegak hukum untuk mendukung data yuridis
normatif. Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan cara melihat, menelaah
dan menginterpretasikan hal-hal yang bersifat teoritis yang membahas asas-asas
hukum melalui penelusuran kepustakaan.
Penanggulangan perjudian slot machine yang dilakukan pihak kepolisian guna
meminimalisir perjudian slot machine dalam melakukan penegakkan hukum yang
dilakukan Polisi dalam mencegah tindak pidana perjudian Slot Machine diantaranya
yaitu Tindakan pre-emtif (antisipasi) , tindakan preventif (non-penal), dan tindakan
represif. Pencegahan tindak pidana perjudian Slot machine terdapat beberapa
kendala yang menghambat kinerja Polisi dalam mencegah tindak pidana perjudian
Slot machine diantaranya masih kurangnya kualitas sumber daya manusia.
Minimnya Sarana dan Prasarana, Kurangnya kesadaran masyarakat, dan lokasi
perjudian yang sulit diketahui. Serta upaya kepolisian yang telah dilakukan namun
belum mendapat respon baik dari masyarakat yang diantaranya kurangnya respon
masyarakat terhadap sosialisasi atau penyuluhan yang dilakukan pihak kepolisian,
adanya perlindungan perjudian oleh oknum-oknum tertentu terhadap pelaku
maupun agen-agen yang mewadahi permainan judi slot machine dan pembudayaan
judi di daerah tertentu.
Perjudian Slot Machine yang permainannya menggunakan website dimana
permainan ini dilakukan secara online, perkembangan perjudian ini terus meningkat
seiring majunya teknologi dengan menggunakan fasilitas atau alat yang dijadikan
wahana dalam melakukan tindak pidana perjudian, maka dari itu peran Kepolisian
Republik Indonesia sebagai salah satu penegak hukum bertanggung jawab untuk
melakukan penegakan hukum terhadap tindak pidana perjudian slot machine yang
ada di Indonesia. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah upaya
Kepolisian daerah Lampung dalam menanggulangi tindak pidana perjudian slot
machine di wilayah Lampung dan Apakah kendala yang dihadapi Kepolisian
daerah Lampung dalam menanggulangi perjudian slot machine di wilayah.
Penyusunan skripsi ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif
dan di dukung oleh pendekatan yuridis empiris yang berupa pendapat dari para
pakar hukum pidana dan penegak hukum untuk mendukung data yuridis
normatif. Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan cara melihat, menelaah
dan menginterpretasikan hal-hal yang bersifat teoritis yang membahas asas-asas
hukum melalui penelusuran kepustakaan.
Penanggulangan perjudian slot machine yang dilakukan pihak kepolisian guna
meminimalisir perjudian slot machine dalam melakukan penegakkan hukum yang
dilakukan Polisi dalam mencegah tindak pidana perjudian Slot Machine diantaranya
yaitu Tindakan pre-emtif (antisipasi) , tindakan preventif (non-penal), dan tindakan
represif. Pencegahan tindak pidana perjudian Slot machine terdapat beberapa
kendala yang menghambat kinerja Polisi dalam mencegah tindak pidana perjudian
Slot machine diantaranya masih kurangnya kualitas sumber daya manusia.
Minimnya Sarana dan Prasarana, Kurangnya kesadaran masyarakat, dan lokasi
perjudian yang sulit diketahui. Serta upaya kepolisian yang telah dilakukan namun
belum mendapat respon baik dari masyarakat yang diantaranya kurangnya respon
masyarakat terhadap sosialisasi atau penyuluhan yang dilakukan pihak kepolisian,
adanya perlindungan perjudian oleh oknum-oknum tertentu terhadap pelaku
maupun agen-agen yang mewadahi permainan judi slot machine dan pembudayaan
judi di daerah tertentu.Gustiansyah Rapi18420110312023-06-21T08:47:36Z2023-06-21T08:47:36Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72824This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/728242023-06-21T08:47:36ZPENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PADA
PERKARA PENGANIAYAAN TENAGA KESEHATAN
(Studi Putusan Nomor 1067/Pid.B/2021/PN.Tjk)
ABSTRAK
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PADA
PERKARA PENGANIAYAAN TENAGA KESEHATAN
(Studi Putusan Nomor 1067/Pid.B/2021/PN.Tjk)
Tenaga kesehatan kurang mendapatkan perlindungan hukum secara maksimal
dalam pelaksanaan tugas dan fungsi terutama pada masa pandemi Covid-19 salah
satu bentuk perlindungan hukum adalah melalui penegakan hukum, pada perkara
Nomor 1067/Pid.B/2021/PN.TJK yang terjadi pada tanggal 4 Juli 2021, terdapat
peristiwa penganiayaan kepada tenaga kesehatan oleh keluarga pasien. Dimana
salah satu pelaku tindak pidana penganiayaan tersebut ialah dari pihak kepolisian.
Akan tetapi, putusan yang dilakukan oleh Majelis Hakim menjatuhkan pidana
kepada tiga terdakwa, masing-masing hanya dengan hukuman satu bulan penjara
saja. Permasalahan dalam penelitian adalah penegakan hukum tindak pidana pada
perkara penganiayaan tenaga kesehatan pada Putusan Perkara Nomor
1067/Pid.B/2021/PN.Tjk dan faktor penghambat dalam penegakan hukum terhadap
tindak pidana perkara penganiayaan tenaga kesehatan pada Putusan Pengadilan
Perkara Nomor 1067/Pid.B/2021/PN.Tjk.
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis empiris
kemudian di sesuaikan dengan pendekatan yuridis normatif. Narasumber dalam
penelitian ini terdiri dari Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Jaksa pada
Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, dan Akademisi Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pengumpulan data dilakukan dengan studi
pustaka dan studi lapangan. Selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa penegakan hukum terhadap tindak pidana
penganiayaan kepada tenaga kesehatan secara total enforcement yaitu penegakan
hukum menjadi perhatian kendati jaksa mempunyai kewenangan sebagaimana
mestinya, pihaknya masih belum optimal dalam merumuskan surat dakwaan
khususnya terkait pasal yang digunakan untuk menjerat pelaku tindak pidana
penganiayaan kepada tenaga kesehatan, full enforcement yaitu, keterbatasan aparat
penegak hukum dalam mengatasi persoalan kasus perkara tindak pidana
penganiayaan kepada tenaga kesehatan juga dipicu oleh faktor pandemi Covid-19
yang tentu berdampak pada penanganan kasus-kasus tindak pidana, dan actual
enforcement yaitu baru dapat berjalan apabila sudah ada bukti-bukti cukup, dengan
Gistiana Afifah Susilo
kata lain harus sudah ada perbuatan, orang yang berbuat, saksi atau alat bukti yang
lain, serta pasal yang dilanggar. Serta faktor pengambat antara lain, faktor
penegakan hukum, faktor kebudayaan, dan faktor sarana dan fasilitas.
Saran dari penelitian ini adalah penegak hukum melaksanakan kewenangannya
sesuai dengan asas sederhana, cepat, dan biaya ringan secara optimal melalui upaya
seperti faktor penegak hukum yang dapat lebih meningkatkan kinerjanya dan lebih
tanggap dalam mengatasi suatu perkara, kendati situasi sedang mengalami pandemi
Covid-19 namun tetap harus mengikuti aturan, faktor kebudayaan penegak hukum
dapat meminimalisir stigma yang beredar terkait fenomena "no viral no justice"
dengan tidak melakukan suatu tindakan secara berbeda terhadap masyarakat yang
ingin memperoleh keadilan dan faktor sarana dan fasilitas digunakan dalam proses
persidangan di pengadilan dapat lebih dicermati secara efisien penggunaannya,
sebab hal tersebut sangat mempengaruhi penegak hukum dalam memberikan suatu
pertimbangan hukum.
Kata kunci: Penegakan Hukum, Penganiayaan, Tenaga Kesehatan 1942011009 Gistiana Afifah Susilogistiana.afifah100919@students.unila.ac.id2023-06-21T07:46:39Z2023-06-21T07:46:39Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72810This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/728102023-06-21T07:46:39ZPERAN PASUKAN GARUDA DALAM KEIKUTSERTAAN MENJAGA
PERDAMAIAN DUNIA DI TIMUR TENGAH TAHUN 1957-2009Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran Pasukan Garuda dalam keikutsertaan
menjaga perdamaian dunia di Timur Tengah tahun 1957-2009. Objek pada penelitian ini,
yaitu perdamaian dunia di Timur Tengah. Sedangkan subjek penelitian ini adalah Pasukan
Garuda. Penelitian ini dilakukan di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) dan
Perpustakaan Nasional (PERPUSNAS) secara daring. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif dengan metode historis. Masalah penelitian ini adalah konflik di
Timur Tengah yang berkepanjangan. Adapun hasil penelitian ini, yaitu Pasukan Garuda
berperan aktif dalam bidang militer dan sosial. Pada bidang militer Pasukan Garuda
berpartisipasi dalam penyelesaian konflik, diantaranya penyelesaian konflik pada Krisis
Suez tahun 1957, Perang 6 hari/Yomkippur tahun 1967, Perang Teluk I (1988) dan II
(1992), dan Konflik Lebanon tahun 2006. Pasukan Garuda juga berperan aktif dalam
bidang sosial, yaitu melakukan kegiatan pendidikan untuk menanamkan nilai-nilai
perdamaian pada generasi muda di Lebanon untuk senantiasa menjaga perdamaian,
restorasi fasilitas dan infrastruktur yang rusak akibat perang, serta membuat mobil pintar
yang berisikan buku-buku untuk meningkatkan literasi masyarakat setempat. Berdasarkan
hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Pasukan Garuda berperan aktif dalam upaya
menciptakan perdamaian dunia.
Kata Kunci: Pasukan Garuda; Perdamaian Dunia; Timur Tengah
This study aims to determine the role of the Garuda Forces in participating for maintaining
world peace in the Middle East on 1957-2009. The object of this research is world peace in
the Middle East. While the subject of this research is the Garuda Troops. This research was
conducted at the National Archives of the Republic of Indonesia (ANRI) and the National
Library of Indonesia (PERPUSNAS) . This study uses a qualitative approach with
historical methods. This study uses the historical method because the researcher takes the
object of the events that occurred in the past. The results of this study, namely the Garuda
Forcess play an active role in the military and social fields. In the military field, Garuda
Forces participated in conflict resolution, including conflict resolution in the Suez crisis in
1957, the 6-day war/Yomkippur in 1967, the Gulf wars I (1988) and II (1992), and the
Lebanese conflict in 2006. Garuda troops also played an active role. in the social field,
Garuda Forces carrying out educational activities to instill peace values in the younger
generation in Lebanon to always maintain peace, restoration of facilities and infrastructure
damaged by war, as well as making smart cars containing books to increase the literacy of
local people. Based on this, it can be concluded that the Garuda Forces play an active role
in efforts to create world peace.
Keyword: Garuda Forces; World Peace; Middle East.MURSYID SINULINGGA FADHILAH 171303303142023-06-21T07:32:34Z2023-06-21T07:32:34Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72780This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/727802023-06-21T07:32:34Z
ANALISIS PERTIMBANGAN JAKSA DALAM MEMBERIKAN
TUNTUTAN TERHADAP PELAKU PENYEDIA JASA
PROSTITUSI MELALUI MEDIA ONLINE
Kedudukan Jaksa Penuntut Umum sebagai pengendali proses perkara pidana
memiliki peran penting dalam memberikan tuntutan terhadap terdakwa. Dalam
menangani sebuah perkara pidana, Jaksa Penuntut Umum dapat menggunakan
asas lex specialis derogat legi generali seperti yang tercantum dalam Pasal 63
ayat 2 (dua) KUHP. Permasalahan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut : (1)
Bagaimanakah pertimbangan jaksa dalam menuntut pelaku penyedia jasa
prostitusi pada Putusan Pengadilan Batam Nomor 847/Pid.Sus/2018/PN.Btm (2)
Mengapa Jaksa Penuntut Umum tidak menggunakan Undang-Undang Tindak
Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO) pada perkara tersebut.
Metode penelitian dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif dan yuridis
empiris. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan
studi lapangan dengan mekakukan wawancara. Jenis data menggunakan data
primer dan data sekunder. Narasumber penelitian terdiri dari Jaksa Penuntut
Umum pada Kejaksaan Tinggi Lampung dan Dosen Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data menggunakan analisis
kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa pertimbangan Jaksa
Penuntut Umum dalam memberikan tuntutan terhadap pelaku penyedia jasa
prostitusi melalui media online kurang memenuhi unsur subjektif dan objektif.
Dasar pertimbangan subjektif didasari oleh niat jahat terdakwa atau biasa dikenal
disebut mens rea, yang membuktikan terdakwa telah mengambil keuntungan dari
perbuatan cabul yang dilakukan oleh seseorang dengan seseorang. Sedangkan
dasar pertimbangan objektif didasari oleh hukum acara pidana dengan ditemuinya
fakta-fakta di persidangan berupa barang bukti dan alat bukti. Pada Putusan
No.847/Pid.sus/2018/Pn. Btm telah diberikan putusan hukuman 6 bulan penjara
terhadap Terdakwa dengan menggunakan Pasal 296 KUHP. Padahal jika dilihat
kembali pada putusan yang ada, Jaksa Penuntut Umum menyusun dakwaan
alternatif atas perkara Mulyadi dimana lebih tepat digunakannya UU TPPO pada
perkara tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, tidak digunakannya Pasal 2 UU
TPPO karena unsur-unsur yang terdapat pada Pasal ini menurut Jaksa Penuntut
Umum tidak terbukti dilakukan oleh Terdakwa. Akan tetapi pada fakta-fakta
persidangan, terdakwa terbukti telah melakukan perbuatan asusila dengan
menyebarkan foto-foto “wanita bookingan” disertai dengan kalimat yang
mengandung unsur perbuatan asusila sehingga adanya kekeliruan Jaksa Penuntut
Umum dalam melakukan tuntutan.
Saran dalam penelitian ini sebaiknya Jaksa Penuntut Umum sebagai pengendali
proses perkara pidana harus memenuhi unsur subjektif maupun objektif yang
digali lebih dalam berdasarkan latar belakang terdakwa, saksi, maupun alat bukti
yang akan menitikberatkan perbuatan terdakwa agar tidak lepas dari putusan
bebas. Yang kedua, ada baiknya Jaksa Penuntut Umum menggunakan UU TPPO
dibanding dengan KUHP agar memberikan efek jera terhadap perbuatan yang
dilakukan oleh terdakwa agar tidak mengulangi perbuatannya di kemudian hari.
Kata Kunci : Dasar Pertimbangan Jaksa Penuntut Umum, Tuntutan, Prostitusi
Online.
Christine Serena19120113172023-06-21T07:19:18Z2023-06-21T07:19:18Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72775This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/727752023-06-21T07:19:18Z
IMPLEMENTASI PENDAFTARAN MEREK TERHADAP USAHA
MIKRO KECIL DAN MENENGAH PENGRAJIN TAPIS LAMPUNG
(Studi Di UMKM Griya Aisyah Tapis Kota Bandar Lampung)
Merek memiliki beragam peran penting bagi pelaku usaha baik dalam
perdagangan maupun jasa. Fungsi pendaftaran merek adalah untuk memberikan
bukti bagi pemilik merek yang sudah terdaftar. Permasalahan hukum dalam
penelitian ini adalah pertama, bagaimana implementasi pendaftaran merek
terhadap UMKM Griya Aisyah Tapis dan kedua apa faktor-faktor penghambat
dalam pendaftaran merek terhadap UMKM Griya Aisyah Tapis.
Penelitian hukum yang digunakan adalah penelitian hukum normatif empiris
dengan tipe penelitian deskriptif. Data yang digunakan adalah data primer yang
diperoleh langsung melalui wawancara dan data sekunder yang terdiri dari bahan
primer, sekunder, dan tersier. Pengolahan data dianalisis secara deskriptif
kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa pertama, Griya Aisyah ikut
serta dalam program yang dikeluarkan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif Indonesia yang bertujuan untuk memfasilitasi Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) dalam proses pendaftaran merek tanpa dikenakan biaya.
Program ini bertujuan untuk mendukung pengembangan bisnis UMKM dan
melindungi hak kekayaan intelektual mereka. Implementasi pendaftaran merek
terhadap UMKM Griya Aisyah Tapis ini terbukti dengan adanya pendaftaran
merek dagangnya pada tahun 2019 dengan dibuktikannya Nomor Pendaftaran
IDM000732139 Kedua, adanya faktor penghambat yang dialami Griya Aisyah
saat mengajukan permohonan pendaftaran merek, antara lain
kurangnya kesadaran mengenai arti penting merek, persyaratan yang ketat,
mahalnya biaya pendaftaran merek, dan proses yang berbelit-belit peraturan baru
mempermudah proses pendaftaran merek secara umum. Hal ini memberikan
perlindungan hukum yang lebih baik, meningkatkan nilai ekonomi UMKM, dan
memperkuat sektor UMKM secara keseluruhan.
Meskipun prosesnya tidak mudah, pendaftaran merek di Direktorat Jenderal
Kekayaan Intelektual memiliki manfaat penting, seperti perlindungan hukum
terhadap penggunaan merek yang sah, hak eksklusif untuk menggunakan merek
tersebut, dan membangun identitas merek yang kuat. Hal tersebut penting bagi
pemohon untuk memahami persyaratan dan prosedur yang terlibat dalam
pendaftaran merek serta mempersiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan
secara teliti.
Kata Kunci: Pendaftaran Merek, Usaha Mikro Kecil dan Menengah,
Implementasi.
AISYAH PRADAWI MAHIRA1912011247 2023-06-21T06:53:11Z2023-06-21T06:53:11Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72758This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/727582023-06-21T06:53:11Z
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PERUSAHAAN PENUNGGAK
PEMBAYARAN IURAN JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DI
KOTA TANGERANG SELATAN Jaminan sosial pada dasarnya dilaksanakan sejalan dengan prinsip negara
kesejahteraan (welfare state) yang berkembang luas di negara – negara Eropa Barat,
Amerika Serikat, Australia dan Selandia Baru yang bertujuan untuk mengatasi
kemiskinan dan ketimpangan sosial multidimensional yang dihasilkan oleh sistem
kapitalisme pasar. Meskipun Indonesia tidak secara resmi menjadi negara
kesejahteraan, hak kesejahteraan masyarakat dijamin secara konstitusional melalui
Sila keadilan sosial dalam Amandemen UUD 1945 Pasal 28 dan 34, yang
menegaskan bahwa jaminan sosial adalah hak rakyat yang harus dipenuhi oleh
negara. Untuk memastikan pemenuhan hak ini, Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional mengatur tentang iuran
ketenagakerjaan bagi pekerja dan kewajiban pembayaran oleh pemberi kerja agar
terpenuhinya hak pekerja dan kewajiban pemberi kerja dalam membayarkan iuran
ketenagakerjaan terkhusus di Kota Tangerang Selatan. Permasalahan pada
penelitian ini ialah : 1. Bagaimanakah Penegakan Hukum Terhadap Perusahaan
Penunggak Pembayaran Iuran Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di Kota Tangerang
Selatan? 2. Apa Faktor-Faktor Penghambat Perusahaan Menunggak Pembayaran
Iuran Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di Kota Tangerang Selatan?
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan normatif-empiris,
pendekatan tersebut akan mengamati dengan jelas, apakah perusahaan di
Tangerang Selatan sudah membayarkan iuran pekerjanya pada tepat waktu dan
berperilaku sesuai dengan aturan.
Hasil dari penelitian menunjukan bahwa Penegakan Hukum yang dilakukan BPJS
Ketenagakerjaan Terhadap Perusahaan Penunggak Pembayaran Iuran Jaminan
Sosial Ketenagakerjaan di Kota Tangerang Selatan sudah terlaksana dengan baik
dengan tahapan yang dilakukan BPJS Ketenagakerjaan terhadap perusahaan dalam
mengelola piutang iuran yaitu Pembinaan Piutang Iuran Lancar dan Kurang Lancar
Bidang Kepesertaan, Penagihan Piutang Iuran Lancar Bidang Keuangan, Penagihan
Piutang Iuran Kurang Lancar Bidang Keuangan, dan Penanganan Piutang Iuran
Petugas Pemeriksa. Jika tahap terakhir dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan maka
besar kemungkinan akan berlaku Sanksi administratif yang diberlakukan atas
pelanggaran sebagaimana Pasal 17 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2011. Meskipun
demikian, terdapat beberapa hambatan yang dialami oleh beberapa pemberi kerja
dalam memenuhi kewajiban mereka untuk membayar iuran pekerja mereka.
Beberapa faktor seperti kerugian keuangan, perusahaan yang bangkrut atau pailit,
pandemi COVID-19, dan bencana alam dan force majeure dapat mempengaruhi
kemampuan pemberi kerja untuk membayar iuran ketenagakerjaan
Kata Kunci : Jaminan Sosial, Pembayaran Iuran, Pemberi Kerja, BPJS
Ketenagakerjaan. KHUSNUL AMALIA RADEN AYU19420110312023-06-21T06:46:00Z2023-06-21T06:46:00Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72748This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/727482023-06-21T06:46:00ZAnalisis Kedudukan Lie Detection Sebagai Alat Bantu Dalam Tahap Penyidikan Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Pada Kepolisian Daerah Lampung)Penggunaan lie detection didasarkan pada pertimbangan penyidik sebagai alat bantu sebagaimana diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2009 tentang Tata Cara dan Persyaratan Permintaan Pemeriksaan Teknis Kriminalistik Tempat Kejadian Perkara dan Laboratoris Kriminalistik Barang Bukti Kepada Laboratorium Forensik Kepolisian Negara Republik Indonesia. Penggunaan lie detection dalam tahap penyidikan masih menjadi perdebatan karena para ahli menganggap hasil dari lie detection tidaklah akurat. Selain itu, kedudukan lie detection dalam penyidikan juga masih menimbulkan tanda tanya karena tidak ada peraturan hukum yang khusus mengatur lie detection. Akibatnya, penggunaan lie detection hanya menjadi pertimbangan penyidik dan bukan sebuah keharusan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis kedudukan lie detection untuk mengungkap tindak pidana pembunuhan berencana dalam tahap penyidikan serta faktor penghambat penerapan lie detection dalam tahap penyidikan.
Penelitian ini termasuk penelitian yuridis empiris dan yuridis normatif. Adapun sumber data yang digunakan adalah hasil dari wawancara dengan informan yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti, serta data yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan lainnya dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedudukan lie detection untuk mengungkap tindak pidana pembunuhan berencana dalam tahap penyidikan adalah sebagai petunjuk untuk menggambarkan suatu kejadian atau peristiwa secara utuh dan membuat terang suatu tindak pidana melalui hasil grafik yang dikeluarkan alat tersebut. Kedudukan sebuah petunjuk sebagai alat bukti yang sah diatur dalam Pasal 184 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP).
Faktor penghambat penerapan lie detection dalam tahap penyidikan pada Kepolisian Daerah Lampung yaitu keterbatasan ahli dari aparatur penegak hukum (anggota polri) yang menguasai penggunaan dan pembacaan hasil dari tes kebohongan atau lie detection, psikolog kepolisian yang khusus bekerja di bagian reserse kriminal baik umum maupun khusus untuk Polda Lampung dapat dikatakan tidak ada. Selain itu, faktor kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung proses penggunaan lie detection yaitu satu ruang khusus yang jauh dari kebisingan dan kedap suara. Faktor penghambat yang terakhir adalah keterbatasan alat lie detection yang tidak selalu ada di Polda Lampung. Alat tersebut hanya dipindahkan dari Gedung Badan Reserse Kriminal, Mabes Polri apabila alat tersebut sangat dibutuhkan.Ramadhan Putri Shafira Maharani19120110922023-06-21T06:41:43Z2023-06-21T06:41:43Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72749This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/727492023-06-21T06:41:43ZANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU
TINDAK PIDANA PERCOBAAN PENEMPATAN PEKERJA MIGRAN
INDONESIA
(Studi Putusan Nomor: 375/Pid.Sus/2022/PN. Tjk) Peningkatan jumlah pekerja migran Indonesia secara tidak langsung menunjukkan
bahwa Negara Republik Indonesia belum mampu mencukupi lapangan pekerjaan
bagi warga negaranya. Faktor keterbatasan lapangan pekerjaan, daya saing yang
tinggi dan penghasilan yang lebih layak merupakan alasan yang membuat tenaga
kerja yang mencari lowongan pekerjaan di dalam negeri merubah pencariannya ke
luar negeri sehingga tidak sedikit masyarakat Indonesia yang menjadi PMI di luar
negeri. Sebagian besar pekerja migran ini umumnya terdorong oleh upah yang
relatif lebih tinggi ditempat negara tujuannya dibanding upah yang diterima di
negara asalnya.Tindak pidana Pekerja Migran Indonesia yang akan bekerja ke luar negeri
tanpa melalui pelaksanaan penempatan adalah suatu perbuatan tindak pidana yang
merupakan keadaan yang dibuat oleh seseorang untuk, membuat, dan menempatkan
seseorang tanpa melalui sesuatu agar tampak seperti yang asli seolah-olah keterangan yang
dimuat di dalamnya itu benar sehinggga dapat digunakan untuk kepentingan tertentu yang
akan menyebabkan kerugian materil. Permasalahan yang akan dibahas yaitu
bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana percobaan
penempatan pekerja migran Indonesia dan dasar pertimbangan hukum hakim
terhadap pelaku tindak pidana percobaan penempatan pekerja migran Indonesia.
Metode penelitian dalam skripsi ini menggunakan metode pendekatan yuridis
normatif dan yuridis empiris. Jenis data terdiri dari data primer dan sekunder.
Narasumber terdiri dari Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Jaksa
kejaksaan Negeri Bandar Lampung, dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas
Hukum Universitas Lampung, analisis data menggunakan metode yuridis
kualitatif.
Ilham akbar
Berdasarkan hasil penelitian pembahasan Pertanggungjawaban Pidana Terhadap
Pelaku Penempatan Pekerja Migran Indonesia yang dilakukan secara bersama
didasarkan pada unsur-unsur pertanggungjawaban pidana seperti adanya suatu
tindak pidana yang dilakukan melanggar undang-undang, terdapat unsur
kesalahan berupa kesengajaan dolus atau kealpaan culpa, adanya pembuat yang
mampu bertanggung jawab, dan tidak ada alasan pemaaf. Dan Pertimbangan
hukum yang dijatuhkan hakim terhadap pelaku Penempatan Pekerja Migran
Indonesia dalam Putusan Nomor: 375/Pid.Sus/2022/PN.Tjk sudah sesuai dengan
pertimbangan hakim bersifat yuridis, filofofis dan sosiologis. Maka diketahui
bahwa perbuatan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak
pidana sebagaimana dakwaan alternatif Jaksa Penuntut Umum; bahwa oleh karena
semua unsur Pasal 83 jo. Pasal 68 UU RI nomor 18 tahun 2017 tentang
Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP Jo. Pasal 53
ayat (1) KUHP telah terpenuhi, maka para Terdakwa haruslah dinyatakan terbukti
secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana dalam
dakwaan alternatif kesatu.
Saran dari penulis hendaknya bentuk pertangungjawaban pidana berupa pidana
penjara bagi terdakwa digantikan dengan bentuk pidana lain kalaupun itu bukan
masuk kedalam UUPPMI sebagai pelaku tindak pidana penempatan pekerja
migran Indonesia, dengan kata lain apparat penegak hukum dapat membedakan
unsur tindak pidananya antara Undang-Undang perdagangan orang dengan
Undang-Undang PPMI dan aparat penegak hukum dapat mempertimbangkan dan
menggunakan suatu pedoman pemidanaan sebagai dasar pertimbangan hakim
dalam menjatuhkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Kata Kunci : Pertanggungjawaban Pidana, Penempatan Pekerja Migran
Indonesia
AKBAR ILHAM 1952011059 2023-06-21T06:38:48Z2023-06-21T06:39:50Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72744This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/727442023-06-21T06:38:48ZANALISIS PELAKSANAAN PERJANJIAN FRANCHISE JELLY POTTER
INDONESIA DI KOTA BANDAR LAMPUNG
Perjanjian franchise pada pokoknya adalah perjanjian antara sebuah perusahaan induk (franchisor) dengan individu atau perusahaan lain yang berskala kecil atau menengah (franchisee) dengan memberikan hak khusus atau hak istimewa untuk melaksanakan suatu sistem usaha tertentu melalui cara yang sudah ditentukan, selama waktu tertentu dan di suatu tempat tertentu pula. Franchisor dalam perjanjian ini adalah perusahaan Jelly Potter Indonesia dan mitra Jelly Potter Indonesia di Kota Bandar Lampung sebagai franchisee. Tujuan dalam penelitian ini adalah menganalisis hubungan hukum para pihak dalam perjanjian franchise Jelly Potter Indonesia di Kota Bandar Lampung dan pelaksanaan hak dan kewajiban pada perjanjian franchise Jelly Potter Indonesia di Kota Bandar Lampung
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian normatif-empiris dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah menggunakan pendekatan perundang-undangan, konseptual dan pendekatan kasus. Data dan sumber data menggunakan data primer dan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Metode pengumpulan data dengan wawancara dan studi pustaka. Metode pengolahan data dengan pemeriksaan data, rekonstruksi data, dan sistematisasi data. Analisis data menggunakan metode analisis data kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan, yaitu hubungan hukum yang berisi hak dan kewajiban para pihak telah dimuat dan diatur dalam dokumen perjanjian franchise Jelly Potter Indonesia sesuai dengan ketentuan dalam peraturan franchise yang berlaku di Indonesia dan pelaksanaan hak dan kewajiban para pihak beberapa telah terlaksana dengan baik, namun terdapat kendala yaitu tidak terlaksananya kewajiban dari pihak franchisor, yakni pelaksanaan program pelatihan kepada mitra secara berkesinambungan dan pengadaan bahan baku kepada mitra secara repeat order. Franchisor melakukan wanprestasi sehingga mendapatkan akibat hukum dan harus melakukan pemenuhan prestasi serta ganti rugi kepada franchisee
Kata Kunci : Perjanjian, Franchise, Hak dan Kewajiban
Ziliwu Alfa Karnilius Lasoni17120111372023-06-21T06:24:04Z2023-06-21T06:24:04Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72731This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/727312023-06-21T06:24:04ZPERTANGGUNJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN YANG DILAKUKAN AYAH TERHADAP ANAK KANDUNG (Studi Putusan Nomor:385/Pid.B/2021/PN.Sdn)Perkosaan adalah tindakan atau perbuatan laki-laki yang memaksa perempuan agar
mau bersetubuh dengannya di luar perkawinan dengan menggunakan kekerasan
atau ancaman kekerasan.Dalam kasus ini yang menjadi tindak pidana pemerkosaan
yaitu seorang anak yang di perkosa olah ayah kandung yang diputus di Pengadilan
Negeri Sukadana Lampung Timur Nomor : 385/Pid.B/2021/PN.Sdn.Permasalahan
dalam skripsi ini meliputi: (1). bagaimana pertanggungjawaban pelaku tindak
pidana pemerkosaan yang dilakukan ayah terhadap anak kandung berdasarkan studi
putusan Nomor : 385/Pid.B/2021/PN.Sdn dan (2). Dasar pertimbangan hakimdalam
kasus tindak pidana pemerkosaan yang dilakukan ayah terhadap anak kandung
berdasarkan studi putusan Nomor : 385/Pid.B/2021/PN.Sdn.
Penelitian yang digunakan yaitu metode yuridis normatif dan empiris.Bahan hukum
yang digunakan yakni sumber bahan hukum primer,skunder,dan tersier,pencatatan
terhadap buku-buku peraturan PerUndang-Undangan serta literatur lainnya
dilakukan untuk mengumpulkan data dan analisis bahan hukum dengan
menggunakan metode dokumen/data serta didukung dengan wawancara kepada
informan yaitu Hakim Pengadilan Negri Sukadana Lampung Timur, Jaksa
Kejaksaan Negri Sukadana Lampung Timur, dan Dosen bagian Hukum Pidana
Universitas Lampung.Analisis data dilakukan dengan melakukan analisis terhadap
bahan kepustakaan secara deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan ini menunjukan: (1) Pertanggungjawaban Pidana
bagi Pelaku Tindak Pidana Pemerkosaan yang dilakukan Ayah terhadap Anak
Kandung dalam Putusan Nomor:385/Pid.B/2021/PN.Sdn.Ayah kandug telah
terbukti melanggar Pasal 285 KUHP dan terbukti mampu bertanggungjawab karna
terdakwa mampu mengetahui atau menyadari bahwa perbuatannya bertentangan
dengan hukum dan keadaan jiwanya dalam keadaan sehat dan mampu
bertanggungjawab.Dalam Pasal dijelaskan persetubuhan yang bukan suami istri dan
disertai ancaman kekerasan,ancaman verbal,maupun kekerasan secara fisik dari Pelaku terhadap korban, seseorang yang melakukan hubungan seksual tanpa
persetujuan lawan jenisnya;Perempuan yang dipaksa sedemikian rupa ,sehingga
tidak dapat melawan dan terpaksa melakukan persetubuhan itu dengan
dipaksa.Dalam kasus ini ayah kandung dijatuhkan Pidana selama 8 tahun Penjara.
(2) Dasar Pertimbangan Hakim Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemerkosaan yang
dilakukan Ayah terhadap Anak Kandung. Ialah Pasal 285 KUHP barang siapa
dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh
dengan dia diluar perkawinan,diancam karna melakukan pemerkosaan dengan
pidana penjara paling lama dua belas tahun.Majelis Hakim dalam memutus
putusannya menggunkan teori dasar pertimbangan yuridis dan non yuridis.Dasar
pertimbangan hakim secara yuridis dilihat dari dakwaan jaksa penuntut umum ,
tuntutan pidana, keterangan saksi, keterangan terdakwa, barang-barang bukti, dan
pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.Dasar pertimbangan
hakim secara non yuridis dilihat dari latar belakang terdakwa, kondisi terdakwa,
dan agama terdakwa.Hakim mempertimbangkan perbuatan terdakwa menimbulkan
penderitaan dan trauma kepada korban dan perbuatan terdakwa meresahkan
masyarakat, namun dalam pekara tersebut majelis hakim juga mempunyai
pertimbangan yang dapat meringankan terdakwa diantaranya terdakwa belum
pernah dihukum, terdawa telah berusia lanjut dan terdakwa menyesali perbuatannya
dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.Dalam Putusan Hakim menjatuhkan
Pidana selama 8 tahun penjara dan Membebankan Terdakwa untuk membayar
biaya perkara sebesar Rp.3.000,00 (Tiga Ribu rupiah).
Saran penulis dari permasalahan yang terjadi adalah (1) Dalam
Pertanggungjawaban Pidana Penulis menyarankan perlunya korban pemerkosaan
diharapkan tidak takut dan malu untuk meminta perlindungan kepada aparat
penegak hukum agar mendapatkan perlindungan dan pemulihan yang layak.(2)
Dalam dasar pertimbangan Hakim penulis menyarankan agar Majelis Hakim lebih
teliti dalam mempertimbangkan alat bukti agar tidak ada keraguan dalam putusan
yang akan dijatuhkan kepada Terdakwa.
Kata kunci : Pertanggung jawaban Pidana, Pemerkosaan,Anak kandung.AURA NADIBSA MEGA 19120110042023-06-21T04:56:37Z2023-06-21T04:56:37Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72726This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/727262023-06-21T04:56:37ZANALISIS VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM
PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN
(Studi Putusan Nomor: 814/Pid.B/2022/PN.Tjk)
ABSTRAK
ANALISIS VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI
DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN
(Studi Putusan Nomor: 814/Pid.B/2022/PN.Tjk)
Proses penyidikan suatu tindak pidana penganiayaan perlu adanya alat-alat bukti
untuk membuktikan tindak pidana tersebut telah dilakukan. Salah satu alat bukti
yang dimaksud diatur di dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1981 adalah
Keterangan Ahli dalam bentuk tertulis, dalam hal ini adalah Visum et Repertum.
Visum et Repertum adalah laporan tertulis yang dibuat oleh Dokter atau ahli
Forensik lainnya yang berisi apa yang mereka temukan pada tubuh korban.
Namun, Visum et Repertum biasanya memiliki perbedaan dengan apa yang
sebenarnya terjadi dan juga dengan keterangan terdakwa yang telah dibuat
sebelumnya. Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan dalam skripsi ini
adalah bagaimanakah Visum et Repertum dibuktikan kekuatannya sebagai alat
bukti dalam pembuktian tindak pidana penganiayaan dan bagaimanakah
pembuktian tindak pidana penganiayaan dengan menggunakan Visum et Repertum
yang memiliki perbedaan dengan keterangan terdakwa (Studi Putusan Nomor:
814/Pid.B/2022/PN.Tjk).
Penelitian ini menggunakan pendekatan masalah yuridis normatif dan pendekatan
yuridis empiris. Sumber data yang digunakan berupa data primer dan data
sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari penelitian di lokasi
penelitian lapangan dengan melakukan wawancara dengan narasumber,
sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh dari hasil penelitian
kepustakaan. Selanjutnya data yang diperoleh secara deskriptif kualitatif dan
ditarik kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka disimpulkan bahwa Visum et
Repertum merupakan alat bukti surat dan memiliki kekuatan pembuktian yang
cukup kuat karena mampu membuktikan unsur penganiyaan. Visum et Repertum
sangat berguna dan bermanfaat untuk memperkuat pembuktian tindak pidana
penganiayaan. Akan tetapi diperlukan alat bukti lain sesuai Pasal 183 Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan
pidana kepada tersangka kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat
Taufik Riyadi
bukti yang sah, diatur pada Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana. Pembuktian tindak pidana penganiayaan dengan menggunakan Visum et
Repertum apabila yang memiliki perbedaan dengan keterangan terdakwa,
keterangan dari terdakwa dapat ditolak jika hakim mengetahui bahwa itu adalah
keterangan palsu atau tidak sesuai dengan alat bukti lainnya. Sementara, Visum et
Repertum dapat diganti atau diteliti ulang jika hasil yang diterima tidak
memberikan informasi yang cukup kepada hakim.
Saran dalam penelitian yang dapat disampaikan adalah meskipun tidak mutlak
harus ada Visum et Repertum dalam pembuktian perkara pidana, akan tetapi untuk
memperkuat keyakinan hakim, maka sebaiknya Visum et Repertum itu tetap harus
ada, khusnya tindak pidana yang objeknya adalah tubuh manusia. Terkait adanya
perbedaan hasil Visum et Repertum dengan keterangan terdakwa, pemeriksaan
yang dilakukan oleh pihal-pihak atau instansi yang berwenang agar harus dapat
lebih teliti dan akurat.
Kata Kunci: Penganiayaan, alat bukti, Visum et Repertum
ABSTRAK
ANALISIS VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI
DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN
(Studi Putusan Nomor: 814/Pid.B/2022/PN.Tjk)
By
Taufik Riyadi
The process of investigating a crime of persecution requires evidence to prove that
the crime has been committed. One of the means of evidence referred to is
regulated in Law no. 8 of 1981 is Expert Statement in written form, in this case it
is Visum et Repertum. Visum et Repertum is a written report made by a doctor or
other forensic expert that contains what they found on the victim's body.
However, Visum et Repertum usually differs from what actually happened and
also from the testimony of the accused that was previously made. This study aims
to find out how Visum et Repertum is proven as a means of evidence for the crime
of persecution and how to prove the crime of persecution using Visum et
Repertum which has differences with the defendant's statement (Decision Study
No: 814/Pid.B/2022/PN.Tjk).
This study uses a normative juridical problem approach and an empirical juridical
approach. Source of data used in the form of primary data and secondary data.
Primary data is data obtained from research at field research locations by
conducting interviews with informants, while secondary data is data obtained
from library research results. Furthermore, the data obtained was descriptive
qualitative and conclusions were drawn.
Based on the results of the research and discussion, it is concluded that Visum et
Repertum is a documentary evidence and has sufficiently strong evidentiary
power because it is capable of proving elements of persecution. Visum et
Repertum is very useful and beneficial to strengthen evidence of the crime of
persecution. However, other evidence is needed in accordance with Article 183 of
the Criminal Procedure Code that judges may not impose a sentence on a suspect
unless with at least two valid pieces of evidence, regulated in Article 184 of the
Criminal Procedure Code. Proof of the crime of persecution by using Visum et
Repertum if there is a difference with the defendant's statement, the statement
from the defendant can be rejected if the judge knows that it is a false statement or
does not match other evidence. Meanwhile, Visum et Repertum can be replaced or
re-examined if the results received do not provide sufficient information to the
judge.
Taufik Riyadi
Suggestions in the research that can be conveyed are that even though it is not
absolute, there must be a visum et revertum in proving a criminal case, but to
strengthen the judge's conviction, it is better if the visum et revertum must still
exist, especially criminal acts whose object is the human body. Regarding the
difference in the results of the Visum et Repertum with the statement of the
accused, the examinations carried out by authorized parties or agencies must be
more thorough and accurate.
Keywords: Persecution, Evidence, Visum et Repertum
RIYADI TAUFIK 1952011051 2023-06-21T04:54:02Z2023-06-21T04:54:02Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72725This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/727252023-06-21T04:54:02ZANALISIS KEBIJAKAN KRIMINALISASI TERHADAP PERBUATAN
ILMU HITAM DALAM PASAL 252 KUHP NASIONAL ABSTRAK
ANALISIS KEBIJAKAN KRIMINALISASI TERHADAP PERBUATAN
ILMU HITAM DALAM PASAL 252 KUHP NASIONAL
Kebijakan Kriminalisasi terkait Perbuatan Ilmu Hitam dalam Pasal 252 KUHP
Nasional dirasa sudah maksimal dalam menantisipasi kasus yang marak karena
Ilmu Hitam di Indonesia. Guna mencegah tindakan main hakim sendiri maka
disahkannnya undang-undang tersebut. Sehingga menimbulkan Pro dan Kontra
terhadap aturan tersebut. Dalam undang-undang tersebut memuat aturan yang
mana seseorang yang mengaku sebagai ahli Ilmu Hitam saja sudah dapat
dilaporkan dan dipidana. Dan hukuman bertambah jika Ilmu Hitam tadi dijadikan
alternatif ladang pekerjaan bagi mereka yang disebut dukun atau Pelaku Ilmu
Hitam.
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
yuridis normatif dan yuridis empiris. Dengan menekankan pada kajian hukumnya
dan data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data
dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan. Narasumber penelitian
terdiri ada Dosen Hukum Bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung
dan Dosen Bagian Kriminologi dan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Lampung serta Beberapa Pakar dan Ahli Hukum Pidana.
Hasil penelitian ini menunjukan ada alasan mengapa adanya tindak kejahatan
Ilmu Hitam dan disalahgunakan yang awalnya Ilmu kesaktian tersebut adalah
sebuat adat yang turun temurun. Namun karena masalah ekonomi mampu
menjadikan seseorang untuk gelap mata menjadikan Ilmu Hitam sebagai ladang
uang dan juga sebagai alat untuk menyakiti seseorang bahkan membunuh
seseorang karena dendam yang ingin dibayarkan. Akibatnya banyak masyarakat
was-was dan bahkan terjadi aksi saling tuduh yang menyebabkan tindakan main
hakim sendiri hal ini menjadikan kerugian bagi pihak yang tertuduh dan mirisnya
Ajeng Yuni Astari
tak sedikit mereka tewas karena diamuk massa akibat aksi tuduh tersebut. Aturan
terkait Ilmu Hitam baru disahkan tahun 2022 dimuat pada Pasal 252 Kitab
Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) berisi yang mana dengan Setiap Orang
yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib memberitahukan,
memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang
lain bahwa perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau
penderitaan mental atau fisik seseorang dipidana dengan pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau atau pidana denda paling banyak kategori
IV. Dan jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan
perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata
pencaharian atau kebiasaan, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga). Hal ini
sudah bisa karena dengan Pelaku mempromosikan diri memiliki kekuatan Gaib
saja sudah mampu menjadikan pelaku tersebut menjadi tersangka. Maka dari itu
terkait tindakan Ilmu Hitam sendiri adalah dengan cara mengaku saja sudah bisa
dilaporkan kepada pihak yang berwajib akan tindakan Ilmu Hitam.
Pemerintah hendaknya cermat untuk setiap masyarakat diberikan edukasi yang
tepat terkait ilmu hitam bagaimana cara penangannya dan bagaimanan cara
menyikapinya. Seharusnya banyak kegiatan sosial yang berada di lingkungan
yang mampu menjadikan warganya aktif dan menghindari tindak kriminal.
Banyak mengadakan pengajian agar mereka menajamkan rasa kerohanian kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan menjauhi aliran sesat. Kebanyakan dari mereka yang
jauh dari Tuhan itu yang salah mengartikan ilmu hitam.
Kata Kunci: Kriminalisasi, Ilmu Hitam, KUHP Nasional YUNI ASTARI AJENG 19120110492023-06-21T03:51:30Z2023-06-21T03:51:30Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72701This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/727012023-06-21T03:51:30ZPENERAPAN SANKSI PIDANA PENJARA DI LEMBAGA PEMBINAAN
KHUSUS ANAK TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN
TINDAK PIDANA (Studi Kasus di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Bandar Lampung)Pidana penjara yang diberikan kepada anak-anak bukanlah solusi yang tepat guna
mengurangi jumlah kejahatan terhadap anak, oleh karena itu maka harus diberikan
pembinaan dan pendidikan bagi anak untuk tidak mengulangi perbuatannya kembali.
Permasalahan penelitian adalah penerapan sanksi pidana penjara di lembaga
pembinaan khusus anak terhadap anak yang melakukan tindak pidana dan penerapan
pembinaan anak pada Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Bandar Lampung.
Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis empiris, data yang digunakan
adalah data sekunder dan data primer. Studi yang dilakukan dengan studi
kepustakaan dan studi lapangan. Adapun narasumber pada penelitian ini terdiri dari
Staf Lembaga Pembinaan Khusus Anak, Pemerhati Anak di Bandar Lampung dan
Dosen Pidana Fakultas Hukum Univeritas Lampung. Analisis data yang digunakan
adalah kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Penerapan sanksi pidana penjara di
lembaga pembinaan khusus anak terhadap anak yang melakukan tindak pidana
berdasarkan Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) memberikan perlindungan
terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dilaksanakan berdasarkan asas
perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir (Pasal 2 huruf I
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak) dan
Pasal 81 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak menyatakan bahwa pidana penjara terhadap Anak hanya digunakan
sebagai upaya terakhir (2) Penerapan pembinaan yang dilakukan di Lembaga
Pembinaan Khusus Anak Kelas II Bandar Lampung dilaksanakan dengan sistem
pemasyarakatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
pemasyarakatan, dan pelaksanaan pembinaan narapidana di Lembaga Pembinaan
Khusus Anak Kelas II Bandar Lampung berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
31 Tahun 1999 tentang pembinan dan pembimbingan warga binaan. Berdasarkan
yang sudah penulis jabarkan di atas bahwa Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas
II Bandar Lampung Pola pembinaan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II Kota Bandar Lampung diterapkan untuk narapidana anak berbeda dengan
narapidana dewasa yaitu tidak adanya pembinaanpelatihan kerja.
Saran dalam skripsi ini adalah diharapkan kepada Lembaga Pembinaan Khusus Anak
Kelas II Bandar Lampung untuk menentukan langkah-langkah atau tahap-tahap
pembinaan disosialisasikan kepada semua narapidana anak agar mereka selalu
berusaha untuk mengikuti setiap program pembinaan dengan baik dan ditambahkan
pembinaan khususnya edukasi untuk masing-masing tindak pidana yang dilakukan
oleh narapidana anak agar mereka lebih sadar akan kesalahannya, dan tidak
mengulanginya lagi.
Kata Kunci: Penerapan, Sanksi Pidana, Penjara, Anak, Tindak Pidana.
RIDHO MUSTOFA RIEZKIKA 19120112302023-06-21T03:42:05Z2023-06-21T03:42:05Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72696This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/726962023-06-21T03:42:05ZUPAYA KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA
PEMERASAN TERHADAP PENGEMUDI
TRUK ANGKUTAN BARANG
(Studi Kasus Polres Lampung Tengah)ABSTRAK
UPAYA KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA
PEMERASAN TERHADAP PENGEMUDI
TRUK ANGKUTAN BARANG
(Studi Kasus Polres Lampung Tengah)
Kejahatan pemerasan merupakan suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang
untuk menguntungkan diri sendiri dan/atau pihak lain, namun memberikan
tekanan dan merugikan pihak lainnya. Menurut Laporan Tahunan Polres
Lampung Tengah Terdapat kurang lebih 15 kasus tindak pemerasan yang terjadi
selama tahun 2023. Aksi kejahatan pemerasan biasanya dilakukan di jalanan yang
sepi, para pelaku kejahatan melakukan pemerasan terhadap pengemudi truk
angkutan barang antar daerah atau provinsi yang melewati daerah rawan kejahatan
jalanan salah satunya di Simpang Tiga, Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung
Tengah, Lampung. Para pelaku tidak hanya melakukan pemerasan tetapi juga
mengancam kepada pengemudi truk angkutan barang jika apa yang diminta oleh
pelaku tidak diberikan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana
upaya kepolisian dalam penanggulangan tindak pidana pemerasan terhadap
pengemudi truk angkutan barang dan apakah yang menjadi faktor penghambat
dalam upaya penanggulangan tindak pidana pemerasan terhadap pengemudi truk
angkutan barang. Penelitian ini bertujuan untuk melihat secara mendalam
bagaimana upaya kepolisian dalam penanggulangan tindak pidana pemerasan
terhadap pengemudi truk angkutan barang di wilayah Lampung Tengah.
Metode dalam penelitian ini yaitu menggunakan pendekatan normatif empiris.
Narasumber dalam penelitian ini terdiri dari Anggota Satuan Reserse Kriminal
Polres Lampung Tengah, Dosen bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum
Universitas Lampung dan Pengemudi Angkutan barang di Lampung Tengah
Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan, selanjutnya
dianalisis secara kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa upaya
penanggulangan tindak pidana pemerasan terhadap pengemudi truk angkutan
barang di wilayah Lampung Tengah dapat dilakukan secara penal dan nonpenal.
Upaya penal atau represif adalah dengan adanya aparat penegak hukum seperti,
Satuan Reskrim Polres Lampung Tengah melalui tugas-tugas penyelidikan,
penyidikan, dan pengawasan penyidikan tindak pidana, dan sebagainya.
Sementara upaya non-penal atau preventif adalah dengan melakukan himbauan
kepada para pengemudi truk angkutan barang dan juga melaksanakan kegiatan
patroli di sekitar Simpang Tiga, Terbanggi Besar. Faktor-faktor penghambat
dalam upaya penanggulangan tindak pidana pemerasan terhadap pengemudi truk
angkutan barang antara lain, faktor hukumnya sendiri, faktor sarana dan fasilitas,
faktor kebudayaan, faktor penegak hukum, dan faktor masyarakat.
Saran dalam penelitian ini adalah kepada Satuan Reserse Kriminal Polres
Lampung Tengah sebaiknya lebih meningkatkan perlindungan terhadap
pengemudi angkutan barang, selain itu lebih sigap dan reponsif terhadap
pengemudi angkutan barang yang mengalami aksi pemerasan.
Kata Kunci : Upaya Kepolisian, Penanggulangan, Dan Tindak Pidana1942011015 Bayu Arfianto Wahyudi Makkobayu1202@gmail.com2023-06-21T03:09:54Z2023-06-21T03:09:54Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72680This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/726802023-06-21T03:09:54ZIMPLEMENTASI HUKUM GANTI KERUGIAN DAN REHABILITASI
ATAS PERKARA ERROR IN PERSONA
Di Indonesia peristiwa yang seringkali terjadi dalam proses peradilan pidana ialah
terjadinya salah tangkap atau yang disebut error in persona, dimana sebuah
kekeliruan atas pihak tertentu dalam lingkup peradilan seperti keliru dalam proses
penyidikan. Tindakan ini justru sangat merugikan bagi korban yang mengalami
kesalahan penangkapan. Korban yang mengalami peristiwa salah tangkap berhak
mendapatkan perlindungan hukum berupa ganti kerugian dan rehabilitasi.
Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: bagaimakah
implementasi hukum ganti kerugian dan rehabilitasi atas perkara error in persona
dan apakah faktor penghambat impelementasi hukum ganti kerugian dan
rehabilitasi atas perkara error in persona.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan pendekatan yuridis
normatif dan yuridis empiris. Metode pengumpulan data menggunakan metode
studi pustaka yang didukung dengan wawancara langsung terhadap narasumber.
Pada penelitian ini terdiri dari Penyidik Polda Daerah Lampung, Hakim pada
Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan Dosen bagian Hukum Pidana Fakultas
Hukum Universitas Lampung. Analisis data yang dilakukan dengan menggunakan
analisis secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa
impelementasi hukum ganti kerugian dan rehabilitasi atas perkara error in
persona telah terlaksana dalam Undang - Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 95 dan Undang – Undang
No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaaan Kehakiman namun dalam
pelaksanaannya belum berjalan secara maksimal mengingat baru terdapat satu
gugatan yang masuk mengenai ganti kerugian dan rehabilitasi di Pengadilan
Negeri Tanjung Karang selain itu masih adanya buta hukum di masyarakat yang
belum mengetahui mengenai hak-hak mereka.
Anindya Permata Rahmadini
Sedangkan faktor penghambat implementasi hukum ganti kerugian dan
rehabilitasi atas perkara error in persona faktor struktur hukum yang kurang
memberikan pemahaman dan informasi terkait adanya hak tersebut, selain itu
faktor budaya hukum yang dimana adanya pemikiran di masyarakat mengenai
prosedur yang berbelit – belit dan memakan waktu yang lama sehingga
masyarakat tidak ingin mengajukan ganti kerugian dan rehabilitasi.
Berdasarkan kesimpulan, maka penulis menyarankan dalam hal implementasi
masyarakat dinilai kurang mengetahui akan hak mereka oleh karena itu perlu
adanya koordinasi antar aparat penegak hukum agar dapat memberikan
memberikan informasi dan pemahaman kepada masyarakat mengenai hak ganti
kerugian dan rehabilitasi jika terjadi kesalahan penangkapan dan korban yang
pernah mengalami tindakan upaya paksa seharusnya lebih berani untuk
menggunakan hak-hak mereka jika telah terjadi kesalahan penangkapan karena
dalam hal ini negara sudah mengaturnya di dalam undang – undang.
Kata Kunci: Implementasi Hukum, Ganti Kerugian dan Rehabilitasi, Error
In Persona ANINDYA PERMATA RAHMADINI19120111622023-06-21T02:53:14Z2023-06-21T02:53:14Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72669This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/726692023-06-21T02:53:14ZPERAN DINAS PERTANIAN DALAM PERLINDUNGAN HEWAN
TERLANTAR Di kota-kota besar di Indonesia sering terjadi over populasi atau peningkatan
terhadap jumlah hewan yang terlantar. Hal ini terus terjadi karena masih
kurangnya upaya pemerintah dalam mengendalikan populasi hewan terlantar serta
menyediakan fasilitas penampungan hewan. Apabila tidak dikendalikan tentu
keberadaan hewan terlantar dapat menimbulkan masalah. Hewan yang terlantar
memiliki dampak dan dapat membawa berbagai macam penyakit. Penyakit yang
dibawa oleh hewan terlantar yang dapat ditularkan ke manusia disebut Zoonosis.
Dalam UU No. 41 tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 18 tahun 2OO9
Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan pada pasal 41a ayat 1 menyebutkan
bahwa “Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya
bertanggung jawab melakukan pencegahan Penyakit Hewan.”
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan normatif-empiris,
dimana pendekatan tersebut akan mengamati dengan jelas, apakah Peran dinas
pertanian sudah sesuai dengan peraturan.
Dapat dikatakan bahwa Dinas Pertanian Kota Bandar Lampung telah
menjalankan tugasnya dengan baik. Meskipun ada beberapa faktor penghambat
efisiensi bagi Dinas Pertanian Kota Bandar Lampung dalam menjalankan
tugasnya, seperti kurangnya sumber daya manusia, banyak yang tempat yang
sulit dijangkau dan kurangnya kesadaran warga tentang kesehatan hewan.
Kata Kunci: Penyakit Hewan, Perlindungan Hewan, Dinas
PertanianALFIANS F. ALIEF 19120113212023-06-21T02:39:38Z2023-06-21T02:39:38Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72660This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/726602023-06-21T02:39:38ZANALISIS PUTUSAN PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP
SENGKETA PEMILIHAN KEPALA KAMPUNG
(PUTUSAN NO: 41/G/2021/PTUN.BL)
(Studi Pada Pengadilan Tata Usaha Negara Lampung) Sengketa pemilihan kepala kampung sebenarnya menjadi kewenangan bupati atau
walikota setempat dalam menyelesaiakan permasalahan tersebut, seperti halnya
kasus sengketa pemilihan kepala Kampung Bukit Batu, Kecamatan Kasui,
Kabupaten Way Kanan, yang akhirnya sengketa tersebut diselesaikan di PTUN
Bandar Lampung dalam putusan nomor: 41/G/2021/PTUN.BL. Permasalahan
penelitian: (1) Bagaimana pertimbangan hukum dan faktor apa saja yang
mempegaruhi hakim dalam putusan no. 41/G/2021/PTUN.BL terkait sengketa
pemilihan kepala kampung? (2) Apakah asas pembuktian serta asas keaktifan
hakim telah terterapkan di putusan nomor: 41/G/2021/PTUN.BL?
Penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif yang dilakukan dengan
mengkaji serta menelaah asas-asas, doktrin, regulasi, dan peraturan perundangundangan
yang berlaku terkait sengketa pemilihan kepala kampung. Metode
pengumpulan data menggunakan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data
yang digunakan yaitu analisis deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Objek sengketa yang dikeluarkan oleh
tergugat selaras dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik dan tidak
berbenturan dengan peraturan perundang-undangan dilihat dari segi kewenangan,
prosedural maupun substansial. Faktor yang mempengaruhi hakim dalam memutus
Sengketa TUN yaitu faktor internal (faktor hakim) dan faktor eksternal (faktor
pembuktian). (2) Penerapan asas pembuktian dan asas keaktifan hakim dalam
putusan no. 41/G/2021/PTUN.BL terterapkan, peran hakim aktif ada sejak
dimulainya persiapan pemeriksaan awal persidangan sampai sebelum berakhirnya
putusan diberikan dan peran hakim aktif ini bertujuan untuk memeriksa keputusan
TUN yang menjadi objek sengketa baik secara formil maupun materil, memberikan
bimbingan saran serta masukan selama persidangan berlangsung serta
menyeimbangkan kedua belah pihak bersengketa.
Kata Kunci: Pertimbangan, Hakim, Sengketa, Pemilihan, Kepala Kampung. APRILYANA ANISA 19120112172023-06-21T02:38:27Z2023-06-21T02:38:27Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72656This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/726562023-06-21T02:38:27ZPELAKSANAAN PENYERAHAN PROTOKOL NOTARIS YANG
MELEBIHI USIA 25 TAHUN OLEH MAJELIS PENGAWAS NOTARIS
(Studi Pada Notaris Wilayah Kota Bandar Lampung) Seluruh dokumen hasil pekerjaan notaris biasa dikenal dengan protokol notaris.
Adapun salah satu keadaan protokol notaris harus diserahkan kepada Majelis
Pengawas Daerah adalah ketika Protokol Notaris tersebut berumur 25 tahun atau
lebih sesuai dengan Pasal 63 ayat (5) UUJN-P penelitian ini dilakukan dengan
menganalisisa UUJN-P terhadap penyerahan protokol notaris yang berumur 25
tahun atau lebih kepada Majelis Pengawas Daerah serta untuk mengetahui
pelaksanaan penyerahan protokol notaris yang berumur 25 tahun atau lebih
kepada Majelis Pengawas Daerah di Kota Bandar Lampung. Permasalahan dalam
penelitian ini adalah mengenai pengaturan hukum terhadap penyerahan protokol
notaris yang berumur 25 tahun atau lebih kepada Majelis Pengawas Daerah dan
Mekanisme penyerahan Protokol Notaris yang berumur 25 tahun atau lebih
kepada Majelis Pengawas Notaris di Kota Bandar Lampung.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif-empiris
(applied law research) dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah
yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) serta
pendekatan survei (survey research). Pengumpulan data dilakukan dengan studi
kepustakaan dan wawancara kepada notaris serta Majelis Pengawas Daerah Kota
Bandar Lampung. kemudian data diolah melalui reduksi data, penyajian data,
menarik kesimpulan dan verifikasi serta dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan hukum terhadap penyerahan
Protokol Notaris yang berumur 25 tahun atau lebih kepada Majelis Pengawas
Daerah hanyalah diatur di dalam Pasal 63 ayat (5) UUJN-P dan tidak adanya
aturan lebih lanjut dan rinci mengenai hal ini. Mekanisme penyerahan Protokol
Notaris yang berumur 25 tahun atau lebih kepada Majelis Pengawas Daerah Kota
Bandar Lampung tidak berjalan sebagaimana ketentuan dalam UUJN dikarenakan
terdapat faktor-faktor penghambat pelaksanaan penyerahan Protokol Notaris yang
berumur 25 tahun atau lebih. Oleh karena itu, yang terjadi hanyalah penyerahan
laporan yang berisi daftar protokol yang berumur 25 tahun atau lebih untuk
kemudian masuk ke dalam data base Majelis Pengawas Daerah Kota Bandar
Lampung.
Kata Kunci: Majelis Pengawas Daerah, Notaris, Protokol Notaris
Exsa Malindo Muhamad Nazzib19120110722023-06-21T02:32:09Z2023-06-21T02:32:09Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72651This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/726512023-06-21T02:32:09ZPERLINDUNGAN HUKUM PUBLIC FIGURE TERHADAP
ENDORSEMENT KOSMETIK ILEGAL/TANPA IZIN BPOM MERUJUK
PADA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATAKosmetik merupakan produk yang melekat pada sebagian besar masyarakat
terutama kaum wanita seiring dengan perkembangan zaman para pelaku usaha
gencar memproduksi produk kosmetiknya lalu memasarkan produk-produknya
menggunakan sosial media, yaitu menggunakan jasa endorsement artis atau public
figure . endorsement terbilang efektif karena hampir Sebagian besar masyarakat
menggunakan sosial media, dan memilih untuk berbelanja melalui toko online.
namun hal ini dimanfaatkan secara negatif oleh pelaku usaha dengan menjual dan
memasarkan kosmetik berbahaya dan tidak memiliki izin edar oleh BPOM di media
sosial, yang dalam hal ini menggunakan jasa endorsement/dukungan artis atau
public figure . permasalahan baru muncul ketika artis atau public figure endorser
tidak berhati-hati dalam memilih barang dan atau jasa yang akan dipromosikan,
sehingga menimbulkan kerugian bagi konsumen. Artis atau public figure endorser
dalam hal ini turut bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan terhadap
konsumen namun masyarakat jarang menyadari hal ini. Sehingga dalam hal ini
penulis berupaya menganalisis lebih dalam mengenai tanggung jawab public figure
endorser terhadap konsumen atas kosmetik ilegal yang diiklankan, Sebagai bahan
pertimbangan bagi konsumen dalam menggugat bukan hanya pelaku usaha tapi
juga public figure endorser.
Jenis penelitian ini adalah penelitian normatif. Pendekatan masalah yang digunakan
adalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan
studi pustaka dan studi lapangan. Pengolahan data dilakukan dengan cara
pemeriksaan data, klasifikasi data dan sistematika data serta dianalisis secara
kualitatif.
Artis atau public figure endorser memiliki tanggung jawab karena artis atau public
figure endorser merupakan sumber langsung penyampaian iklan kepada konsumen,
beberapa konsumen terbujuk untuk membeli produk dari pelaku usaha dikarenakan
promosi yang dilakukan oleh public figure tersebut, sehingga ketika telah terbukti
bahwa produk yang dipromosikan oleh public figure tersebut palsu atau berbahaya
sehingga menimbulkan kerugian bagi konsumen. Konsumen dapat mengajukan
gugatan sengketa perlindungan konsumen terhadap atis atau public figure endorser
atas kerugian-kerugian yang disbebakan oleh iklan endorsement kosmetik illegal
yang dilakukan artis atau public figure endorser, karena bertentangan dengan asas
ketelitian dan kehati-hatian.
Kata Kunci: Perlindungan Konsumen, Perjanjian , Endorsement
ABSTRACT
Cosmetics is a product that is inherent in most people, especially women, along
with the times, business actors are intensively producing their cosmetic products
and then marketing their products using social media, namely using the
endorsement services of artists or public figures. endorsements are fairly effective
because almost the majority of people use social media, and choose to shop through
online stores. however, this is used negatively by business actors by selling and
marketing dangerous cosmetics and do not have a distribution permit by BPOM on
social media, which in this case uses endorsement services/support from artists or
public figures. New problems arise when artists or public figure endorsers are not
careful in choosing the goods and or services to be promoted, resulting in losses
for consumers. Artists or public figure endorsers, in this case, are also responsible
for the losses caused to consumers, but people are rarely aware of this. So that in
this case the author seeks to analyze more deeply regarding the responsibility of
public figure endorsers to consumers for advertised illegal cosmetics. As a
consideration for consumers in suing not only business actors but also public figure
endorsers.
This type of research is normative research. The problem approach used is
normative juridical and empirical juridical. Data collection is done by literature
study and field study. Data processing was carried out by means of data
examination, data classification and data systematics and analyzed qualitatively.
Artists or public figure endorsers have a responsibility because artists or public
figure endorsers are a direct source of delivering advertisements to consumers,
some consumers are persuaded to buy products from business actors because of
promotions carried out by these public figures, so that when it is proven that the
products promoted by the public the figure is fake or dangerous, causing harm to
consumers. Consumers can file a consumer protection dispute lawsuit against an
artist or public figure endorser for losses caused by illegal cosmetic endorsement
advertisements carried out by artists or public figure endorsers, because it is
contrary to the principles of thoroughness and caution.
Keywords: Consumer Protection, Agreement, EndorsementSusilo Ikhsan Fadila 16120113482023-06-21T02:27:39Z2023-06-21T02:27:39Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72648This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/726482023-06-21T02:27:39ZPENERAPAN PEMBATALAN MEREK DAGANG TERDAFTAR
“5 DAYS” BERDASARKAN ASAS ITIKAD BAIK
(Studi Putusan Nomor 71/Pdt.Sus-Merek/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst.
Pemegang hak merek dilindungi oleh hukum sesuai Undang-undang Merek dan
Indikasi Geografis Nomor 20 Tahun 2016 untuk mencegah pihak lain membuat,
menggunakan merek tanpa izin. Pendaftaran merek haruslah bonafide atau benarbenar
dilakukan
dengan
itikad
yang
baik,
maka
hal
ini
dapat
mencegah
pihak
lain
yang
ingin
mendaftarkan
merek
yang
sama,
dengan
menyebut
bahwa
usaha
merek
pihak
lain tersebut dengan "itikad tidak baik". Penelitian ini membahas tentang
penerapan asas itikad baik pada merek yang miliki persamaan pada pokoknya, studi
putusan nomor 71/Pdt.Sus-Merek/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst.
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian
deskriptif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan studi
kasus atau judicial case study. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan
bahan hukum tersier. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah studi kepustakaan dan studi dokumen. Data yang didapat kemudian
diolah dengan metode pengolahan data, yaitu seleksi data, klasifikasi data, dan
sistematisasi data yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Hasil Penelitian dari penulisan skripsi ini adalah Chipita Industrial memenuhi
kriteria sebagai Merek terkenal, Chipita Industrial telah mendaftarkan Mereknya
diberbagai negara. Berdasarkan prinsip First To File dan terbukti adanya itikad
tidak baik dalam pendaftaran Merek “5 Days” yang dilakukan oleh PT. Prima Top
Boga dengan cara meniru dan memboceng ketenaran Merek “7 Days” di Indonesia
oleh Chipita Industrial seharusnya ditetapkan sebagai pemegang dan pemilik Merek
“7 Days”. Chipita Industrial mendaftarkan Mereknya sejak 1992 di banyak
yuridikasi di dunia, oleh karenanya di Indonesia Chipita Industrial dianggap telah
memenuhi ketentuan prinsip First To File sesuai dengan ketentuan yang berlaku
dan Merek “5 Days” terbukti melakukan pendaftaran itikad tidak baik dengan
pemboncengan Merek milik Chipta Industrial.
Kata kunci: Merek Terdaftar, Pembatalan Merek, Asas Itikad Baik.
Trademark rights holders are protected by law according to the Trademark and
Geographical Indication Law Number 20 of 2016 to prevent other parties from
making, using the mark without permission. Mark registration must be bona fide or
actually carried out in good faith, so this can prevent other parties who wish to
register the same mark, by saying that the other party's brand business is in "bad
faith". This research discusses the application of the principle of good faith to
brands that are basically the same, study the decision number 71/Pdt.SusMerek/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst.
This
type
of
research
is
normative
legal
research
with
descriptive
research
type.
The
approach
used
in
this
research
is
a
case
study
approach
or
a
judicial
case
study.
The
data
used in this study is secondary data consisting of primary legal materials,
secondary legal materials, and tertiary legal materials. The data collection method
used in this research is library research and document study. The data obtained was
then processed using data processing methods, namely data selection, data
classification, and data systematization which were then analyzed qualitatively.
The research results from writing this thesis are that Chipita Industrial meets the
criteria as a well-known , Chipita Industrial has registered its trademarks in various
countries. Based on the principle of First To File and proven bad faith in the
registration of the “5 Days” Mark carried out by PT. Prima Top Boga by imitating
and leveraging the fame of the “7 Days” Brand in Indonesia by Chipita Industrial
should be designated as the holder and owner of the “7 Days” Mark. Chipita
Industrial has registered its Mark since 1992 in many jurisdictions around the world,
therefore in Indonesia Chipita Industrial is considered to have complied with the
provisions of the First To File principle in accordance with applicable regulations
and the "5 Days" Mark has been proven to have registered bad faith by
piggybacking Chipta Industrial's Mark.
Keywords: Trademark Registered, Principle, Good Faith Principle.
ESMERALDA ESMERALDA 1952011094 2023-06-21T02:11:28Z2023-06-21T02:11:28Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72641This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/726412023-06-21T02:11:28ZANALISIS YURIDIS TERHADAP KETERANGAN ANAK DALAM
PERSIDANGAN TINDAK PIDANA KEKERASAN ANAK
(Studi Putusan: Perkara Nomor 124/Pid.Sus/2021/PN.Kot)
Witness testimony is one of the most important evidence in criminal cases. The
degree of evidence of witness testimony in order to be considered valid as
evidence that has evidentiary power must be met with formal and material
requirements referring to Article 1 Number 27 of the Code of Criminal Procedure
and Article 185 Paragraph (1) of the Code of Criminal Procedure. If a person who
gives testimony as a witness is an adult according to law and has fulfilled the
requirements for the validity of a witness statement as valid evidence as stipulated
in Article 184 of the Code of Criminal Procedure, then there will be no question
about the strength of the testimony given. The problem in this study is how to
protect child witnesses according to Law Number 11 of 2012 and how the
position of children's statements in child violence trials.
This study used a normative juridical approach. The data used are primary data
obtained by direct interviews with judges at the Kota Agung District Court,
prosecutors at the Tanggamus District Attorney's Office, Head of the Child
Protection Section at the Women and Children Empowerment Office and
secondary data obtained through literature studies. Data analysis is carried out on
a regular basis.
The position of the testimony of the Child Witness presented in the trial of case
number 124/Pid.Sus/2021/PN. Kot that cannot stand alone, this child's testimony
has no strength value in proof so it cannot be used as evidence. Therefore, the
value of information given without oath from the child witness must be in
accordance with valid evidence and the testimony of other witnesses. Not having
evidentiary power does not mean that it cannot be considered, but the information
can be used in addition to refining the strength of valid evidence, for example it
can strengthen the judge's conviction or be used as a guide. Legal protection for
minors as witnesses to a crime is good enough and supports a revamp of mind to
provide opportunities and confidence for children to testify in court. Preventive
child witness protection involves all parties related to child protection regarding
the rights of child witnesses which are clearly regulated in Law number 11 of
2012 concerning the Juvenile Criminal Justice System. Psal 89 and Article 90
Asa Hinjia
provide safety guarantees, both physical, mental, and social, as well as ease in
obtaining information about the development of cases. The suggestion in this
study is that judges should pay more attention to the protection of child witnesses
by regulating electronic recording and / or by presenting children in court online
is witness services to reduce the trauma of the child so as not to meet directly with
the perpetrator of the crime.Thus, the child as a witness in giving testimony will
be more free and free besides they are also accompanied by parents / guardians,
social workers and correctional guidance officers (bapas) children so that legal
facts can be created in accordance with the events seen and felt by the child
himself. Especially in the past 2 years, if we look at the trial in the network, it has
been implemented effectively.
Keywords : Position, Child Statement, Conference
Keterangan saksi merupakan salah satu alat bukti yang yang paling utama dalam
perkara pidana. Kekuatan dari pembuktian (degree of evidence) keterangan saksi
agar dapat dianggap sah sebagai alat bukti yang mempunyai nilai kekuatan
pembuktian harus dipenuhi dengan syarat formil dan syarat materiil yang
mengacu pada Pasal 1 Angka 27 KUHAP dan Pasal 185 Ayat (1) KUHAP. Jika
seseorang orang yang memberikan keterangan sebagai saksi adalah orang dewasa
menurut hukum dan telah memenuhi persyaratan untuk sahnya suatu keterangan
saksi sebagai alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP,
maka hal ini tidak akan perlu dipertanyakan tentang kekuatan kesaksian yang
diberikan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah perlindungan
hukum terhadap saksi anak menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 dan
bagaimana kedudukan keterangan anak dalam persidangan kekerasan anak.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Data yang digunakan
adalah data primer yang diperoleh dengan cara wawancara langsung hakim pada
Pengadilan Negeri Kota Agung, jaksa pada Kejaksaan Negeri Tanggamus, Kepala
Bagian Perlindungan Anak pada Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak serta
data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Analisis data dilakukan
secara.
Kedudukan dari keterangan Anak Saksi yang dihadirkan dalam persidangan
perkara nomor 124/Pid.Sus/2021/PN.Kot yang tidak bisa berdiri sendiri,
keterangan anak ini tidak memiliki nilai kekuatan dalam pembuktian sehingga
tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti. Oleh karena itu, nilai informasi yang
diberikan tanpa sumpah dari anak saksi harus sesuai dengan alat bukti yang sah
serta keterangan saksi lain. Tidak memiliki kekuatan pembuktian bukan berarti
tidak dapat dipertimbangkan, namun informasi tersebut dapat digunakan selain
untuk menyempurnakan kekuatan pembuktian bukti yang sah, misalnya dapat
memperkuat keyakinan hakim atau digunakan sebagai panduan. Perlindungan
hukum bagi anak di bawah umur sebagai saksi suatu tindak pidana cukup baik dan
mendukung perombakan pemikiran untuk memberikan kesempatan dan
Asa Hinjia
kepercayaan diri bagi anak untuk dapat bersaksi di pengadilan. Perlindungan saksi
anak secara preventif melibatkan semua pihak yang terkait dengan perlindungan
anak mengenai hak-hak saksi anak yang diatur secara jelas dalam UndangUndang
nomor
11
tahun
2012
tentang
Sistem
Peradilan
Pidana
Anak.
Dalam
Psal
89
dan Pasal 90 memberikan jaminan keselamatan, baik fisik mental, maupun
sosial serta kemudahan dalam mendapatkan informasi mengenai perkembangan
perkara.
Saran dalam penelitian ini sebaiknya hakim lebih memperhatikan terkaitt
perlindungan terhadap saksi anak dengan adanya pengaturan mengenai perekaman
elektronik dan/atau dengan cara menghadirkan anak dalam persidangan secara
dalam jaringan merupakan pelayanan saksi untuk mengurangi rasa trauma si
anak agar tidak bertemu langsung dengan pelaku kejahatan. Dengan demikian, si
anak sebagai saksi dalam memberikan keterangan akan lebih bebas dan leluasa
disamping mereka juga didampingi oleh orang tua/wali, pekerja sosial maupun
petugas pembimbing pemasyarakatan (bapas) anak sehingga dapat tercipta fakta
hukum sesuai dengan kejadian yang dilihat maupun dirasakan sendiri oleh anak.
Apalagi pada 2 tahun kebelakang jika kita lihat persidangan secara dalam jaringan
sudah diterapkan dengan efektif.
Kata Kunci : Kedudukan, Keterangan Anak, Persidangan
Hinjia Asa 1952011032 2023-06-20T09:04:18Z2023-06-20T09:04:18Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72590This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/725902023-06-20T09:04:18ZPENERAPAN PROGRAM KARTU PRAKERJA OLEH PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PRINGSEWUPermasalahan buruh atau pekerja pada saat ini memiliki kompleksitasnya tersendiri. Posisi buruh dan pemberi kerja terkadang tidak seimbang. Padahal posisi pekerja buruh memiliki peran yang begitu besar dalam menjalankan kegiatan usaha. Selama masa covid-19 pada tahun 2020 hingga saat ini banyak terjadi Pemutusan Hubungan Kerja oleh pada pengusaha. Tentu hal ini berdampak tingkat pengangguran yang meningkat. Tentu pemerintah dengan segala upaya berusaha memberikan bantuan salah satunya adalah program kartu prakerja. Program prakerja yang difokuskan oleh penulis berfokus pada wilayah kabupaten pringsewu.
Metodelogi penelitian pada penelitian ini setidaknya menggunakan pendekatan masalah normatif dan pendekatan empiris. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan data sekunder. Prosedur pengumpulan data terbagi menjadi studi kepustakaan dan studi lapangan dengan pengumpulan data melalui wawancara. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan analisis data deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian ini; Pertama, Penerapan program prakerja ini diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2020 tentang Pengembangan Kompetisi Kerja melalu Program Kartu Prakerja. Perpres ini juga sudah mengalami perubahan beberapa kali. Program ini bukan merupakan program pemerintah daerah melainkan program nasional. Peran pemerintah daerah pada program prakerja sangat minim dalam aturan tersebut. Kedua, Aspek-aspek yang menghambat penerapan program kartu prakerja oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pringsewu adalah Pertama adalah kesulitan akses pada situs prakerja. Kedua adalah pengaduan dari pemerintah daerah tidak ada kelanjutannya dari pemerintah pusat. Ketiga, pemerintah daerah tidak memiliki akses kepada data langsung kepada program ini. Keempat, pada implementasi di daerah, pemerintah daerah menilai tidak ada standar penyelesaian pelatihan dan banyak menimbulkan permasalahan. Kelima, tidak adanya tindak lanjut program hingga para pekerja merasakan manfaat langsung dari program prakerja ini.
Kata Kunci: Penerapan, Prakerja, Pemerintah Daerah, Pringsewu.
ABSTRACT
The problems of laborers or workers at this time have their own complexities. The position of workers and employers is sometimes unequal. Even though the position of labor workers has such a big role in carrying out business activities. During the Covid-19 period in 2020 until now there have been many Terminations of Employment by employers. Of course this has an impact on rising unemployment rates. Of course the government is trying its best to provide assistance, one of which is the pre-employment card program. The pre-employment program focused on by the author focuses on the Pringsewu district area.
The research methodology in this study at least uses a normative problem approach and an empirical approach. The data sources used in this study are primary data sources and secondary data. Data collection procedures are divided into library research and field studies by collecting data through interviews. The data analysis used in this study is a qualitative descriptive data analysis.
The results of this study; First, the implementation of this pre-employment program is regulated through Presidential Regulation Number 36 of 2020 concerning Development of Work Competitions through the Pre-Employment Card Program. This Perpres has also been amended several times. This program is not a local government program but a national program. The role of local government in the pre-employment program is very minimal in these regulations. Second, the aspects that hinder the implementation of the pre-employment card program by the Regional Government of Pringsewu Regency are the first is the difficulty of access to pre-employment sites. The second is that complaints from local governments have not been followed up by the central government. Third, local governments do not have access to direct data on this program. Fourth, in terms of implementation in the regions, the local government considers that there is no standard for completion of training and that it causes many problems. Fifth, there is no follow-up of the program until the workers feel direct benefits from this pre-employment program.
Keywords: Application, Pre-Employment, Local Government, Pringsewu.RAMADHAN GILANG 16120113432023-06-20T07:58:16Z2023-06-20T07:58:16Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72566This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/725662023-06-20T07:58:16ZANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN SENGKETA
PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA DI DESA MARGOREJO
(Studi Putusan PTUN Bandar Lampung No 20/G/2020/PTUN.BL)
Dalam Pasal 52 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang
menegaskan untuk diberhentikan perangkat desa dikarnakan tidak mematuhi sanksi
administrasif berupa teguran, hal ini harus melalui mekanisme yang jelas sesuai
dengan aturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, karna tanpa melalui
prosudur yang telah ditentukan oleh aturan maka akan menimbulkan persoalan
kembali yang tentunya akan saling merugikan, dalam hal ini upaya yang harus
dilakukan dalam melakukan pemberhentian perangkat desa tertuang dalam Pasal 53
Ayat 1 huruf c dan Ayat 2-3 Undang-Uundang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Permasalahan dari skripsi ini adalah: (1) Bagaimana Pertimbangan hakim dalam
memutus sengketa pemberhentian perangkat desa di desa Margorejo Pesawaran?
(2)Bagaimana Pelaksanaan Putusan PTUN Yang Telah Memiliki Hukum Tetap?.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris
dengan data primer dan data sekunder, dimana masing-masing Data diperoleh dari
penelitian kepustakaan dan lapangan analisis data dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Majelis Hakim menerima permohonan dari
Penggugat untuk mencabut Surat Keputusan yang dikeluarkan pada 14 April 2020
oleh Kepala Desa Margorejo Nomor: 140/004/VII.03.09/IV/2020 Tentang
Pemberhentian Perangkat Desa karena terbukti adanya cacat prosedur, bahwa
kepala desa Tergugat yang dalam hal ini kepela desa Margorejo tidak meminta surat
rekomendasi dari camat dalam pemberhentian perangkat desa, yang mana hal
tersebut sudah diatur dalam Pasal 5 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67
Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83
Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa,
Kata Kunci: Desa, Pemberhentian, Sengketa.
In Article 52 paragraph 2 of Law Number 6 of 2014 concerning Villages, it is stated
that dismissing a village official is a violation of administrative sanctions in the
form of a warning. which has been determined by the rules will cause problems
again which of course will be mutually detrimental, in this case the efforts that must
be made in dismissing village officials are contained in Article 53 Paragraph 1 letter
c and Paragraph 2-3 of Law Number 6 of 2014 concerning Villages .
The problems of this thesis are: (1) How are the judges' considerations in deciding
the dispute over dismissal of village officials in the village of Margorejo
Pesawaran? (2) How is the Administrative Court Decision that Has Permanent
Laws Implemented? This research uses normative juridical and empirical juridical
approaches with primary data and secondary data, where each data is obtained from
library research and field data analysis is carried out qualitatively.
The results of the research show that the Panel of Judges received a request from
the Plaintiff to revoke the Decree issued on April 14, 2020 by the Margorejo Village
Head Number: 140/004/VII.03.09/IV/2020 Regarding Termination of Village
Officials because it was proven that there was a procedural flaw, that the village
head The defendant, in this case the head of Margorejo village, did not ask for a
letter of recommendation from the sub-district head for dismissing village officials,
which has been regulated in Article 5 of the Minister of Home Affairs Regulation
Number 67 of 2017 concerning Amendments to the Minister of Home Affairs
Regulation Number 83 of 2015 concerning Appointments and Termination of
Village Devices,
Keywords: Village, Dismissal, Dispute.
Aryando Ackas Depry1912011266 2023-06-20T07:45:27Z2023-06-20T07:45:27Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72562This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/725622023-06-20T07:45:27ZTINJAUAN YURIDIS TERHADAP IDENTIFIKASI CHANNEL YOUTUBE
SEBAGAI OBJEK JAMINAN FIDUSIA
Pemerintah mendukung pelaku usaha kreatif melalui fasilitas rancangan pembiayaan kekayaan intelektual, sehingga bagi pelaku usaha kreatif khususnya youtuber dapat menjaminkan hak cipta pada channel YouTube melalui lembaga keuangan. Permasalahan yang akan dikaji pada penelitian ini yaitu pengaturan hukum hak cipta terhadap channel YouTube sebagai objek jaminan fidusia dan hambatan-hambatan dalam menjadikan channel YouTube sebagai objek jaminan fidusia.
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang dilengkapi dengan data empirik, dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan Economic Analysis of Law, dengan data sekunder dari perpustakaan dan didukung dengan wawancara yang dianalisis secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, hak cipta pada channel YouTube memiliki peluang untuk menjadi objek jaminan fidusia diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang No. 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, Undang-Undang No. 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, dan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Ekonomi Kreatif yaitu hak cipta konten YouTube telah tercatat dan terdaftar pada KemenkumHAM dan telah dilakukan pengelolaan terhadap hak cipta konten YouTube baik secara mandiri ataupun dialihkan haknya pada seseorang dan terdapat beberapa hambatan dalam menjadikan hak cipta YouTube sebagai objek jaminan fidusia, yakni: hambatan terkait sistem valuasi channel YouTube, hambatan terkait pasar sekunder hak kekayaan intelektual, hambatan terkait stabilisasi nilai ekonomi channel YouTube, hambatan terkait sistem pencatatan pendaftaran kekayaan intelektual sebagai jaminan fidusia, hambatan terkait tata cara eksekusi objek jaminan, dan hambatan terkait jenis lisensi YouTube
Angeliani Princess19120112862023-06-20T07:00:06Z2023-06-20T07:00:06Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72541This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/725412023-06-20T07:00:06ZPELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN DENGAN
JAMINAN SURAT KEPUTUSAN PENGANGKATAN ANGGOTA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
(Studi di Bank Sumsel Babel Cabang Baturaja)Dalam dunia perbankan Surat Keputusan (SK) Pengangkatan Pegawai dapat
dijadikan sebagai jaminan dalam pinjaman kredit. Padahal menurut Kitab Undangundang Hukum Perdata, SK tidak termasuk dalam suatu jaminan kebendaan
maupun jaminan perorangan. Setelah mendapatkan SK Pengangkatan, Anggota
DPRD menggunakan SK Pengangkatannya sebagai sebuah jaminan kredit dalam
pinjaman kredit. Permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini adalah
pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan SK Pengangkatan Anggota DPRD
dan berakhirnya perjanjian kredit dengan menggunakan SK Pengangkatan-nya
sebagai jaminan kredit.
Jenis penelitian dalam skripsi ini menggunakan hukum normatif-empiris dengan
tipe penelitian deskriptif analisis. Pendekatan masalah menggunakan pendekatan
kualitatif. Metode pengumpulan data dengan studi pustaka dan wawancara. Metode
pengolahan data melalui pemeriksaan data, verifikasi data, klasifikasi data, dan
sistematisasi data. Analisis data menggunakan analisis kualitatif.
Hasil penelitian serta pembahasan menunjukkan bahwa pelaksanaan pinjaman
kredit dengan jaminan berupa SK Pengangkatan Anggota DPRD dapat dilakukan
dengan kesepakatan bahwa gaji yang diterima oleh debitur akan dipotong oleh
kreditur sejumlah angsuran kredit yang telah disepakatin. Debitur juga harus
mengasuransikan pinjaman kredit tersebut agar menghindari resiko yang besar
apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Adanya asuransi yang telah di bayar
diawal pinjaman kredit, apabila debitur berhenti atau diberhentikan dari jabatannya
sebagai Anggota DPRD dan debitur meninggal dunia namun masih memiliki
pinjaman kredit maka akan dianggap lunas dan sisa angsuran di bank akan dibayar
oleh pihak asuransi.
Kata Kunci : Perjanjian Kredit, Jaminan Kredit, SK Pengangkatan Anggota
DPRD.Dery Igasaputri Aprita 18120110882023-06-20T04:30:17Z2023-06-20T04:30:17Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72549This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/725492023-06-20T04:30:17ZKAJIAN KRIMINOLOGIS TERHADAP PENGHINAAN DAN
PENCEMARAN NAMA BAIK PEJABAT NEGARA
MELALUI JEJARING SOSIAL
Perkembangan teknologi yang sangat pesat di dalam masyarakat membawa
perubahan dalam berkomunikasi. Dalam penggunaan teknologi dan informasi ini
menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak positif dari kemajuan
teknologi ialah dapat mempermudah dari segala bidang yang dimana melalui alatalat
elektronik masyarakat dapat memasuki dunia yang seolah nyata melalui
jejaring sosial. Sedangkan terdapat pula dampak negatifnya, misalnya kejahatan
manipulasi data, sabotase, penghinaan dan pencemaran nama baik, maupun
berbagai macam hal lainnya. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah
faktor penyebab kejahatan terhadap penghinaan dan pencemaran nama baik
pejabat negara melalui jejaring sosial, dan bagaimanakah upaya penanggulangan
penghinaan dan pencemaran nama baik pejabat negara melalui jejaring sosial.
Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan hukum
normatif-empiris yang menggunakan data primer dan data sekunder yang berasal
dari buku, literatur hukum, peraturan perundang-undangan, wawancara serta
bahan-bahan lainnya. Sedangkan analisis data menggunakan analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa faktor penyebab kejahatan
terhadap penghinaan dan pencemaran nama baik pejabat negara melalui jejaring
sosial meliputi: faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi faktor
psikologis, berupa adanya gangguan kejiwaan dari seseorang atau keadaan dalam
diri pelaku kejahatan penghinaan dan pencemaran nama baik pejabat negara
melalui jejaring sosial yang dapat dilihat dari kepribadian dan kontrol emosi dari
seseorang untuk melakukan kejahatan. Selanjutnya faktor eksternal merupakan
faktor yang berasal dari luar diri seseorang yang dapat meliputi faktor lingkungan
yang negatif sehingga membentuk seseorang untuk berbuat kejahatan. Serta faktor
ketidaktahuan masyarakat akan peraturan yang mengatur tentang penghinaan dan
pencemaran nama baik serta batasan-batasan yang dilakukan dalam bermedia
sosial sehingga mengakibatkan pelaku penghinaan dan pencemaran nama baik
tersebut
Sharfina Ramadhani
melakukannya hanya untuk kepuasan dirinya dan tanpa memikirkan sanksi yang
timbul akibat tindakannya tersebut Upaya penanggulangan terhadap kejahatan
penghinaan dan pencemaran nama baik pejabat negara melalui jejaring sosial
dapat dilakukan dengan menggunakan sarana penal dan non penal. Sarana penal
dilakukan dengan cara upaya hukum dan proses hukum berdasarkan UndangUndang
yang berlaku. Sarana penal merupakan pemberantasan setelah terjadinya
kejahatan dengan dilakukannya penyidikan oleh penyidik kepolisian kepada
pelaku penghinaan dan pencemaran nama baik guna selanjutnya diproses melalui
pengadilan dan diberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sedangkan
sarana non penal dilakukan dengan upaya diluar hukum pidana. Sarana ini
menitikberatkan pada sifat preventif, berupa tindakan-tindakan pencegahan
terjadinya tindak kejahatan penghinaan atau pencemaran nama baik, misalnya
dengan melakukan sosialisasi hukum mengenai peraturan yang mengatur
penghinaan dan pencemaran nama baik pejabat negara melalui jejaring sosial
yang terdapat pada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik serta
pemahaman kepada masyarakat mengenai penggunaan jejaring sosial yang baik
dan bijak guna mengatasi masalah-masalah sosial maupun kesehatan jiwa
masyarakat yang dapat menimbulkan kejahatan penghinaan dan pencemaran nama
baik pejabat negara melalui jejaring sosial.
Saran dalam penelitian ini adalah hendaknya masyarakat memiliki kontrol emosi
yang baik agar kedepannya dapat mengendalikan emosinya untuk tidak
berkomentar negatif dan melakukan penghinaan dan pencemaran nama baik serta
memiliki rasa kesadaran hukum yang baik dan memiliki pengetahuan dan
pemahaman mengenai aturan-aturan yang berlaku, dan sebaiknya aparat penegak
hukum dan pemerintah terus melakukan kerjasama berupa sosialisasi dan
kampanye mengenai penggunaan jejaring sosial yang baik.
Kata Kunci: Kriminologis, Pencemaran Nama Baik, Pejabat Negara,
Jejaring Sosial
The rapid development of technology in society brings changes in
communication. In the use of technology and information this has both positive
and negative impacts. The positive impact of technological progress is that it can
facilitate from all fields where through electronic devices people can enter the
world that seems real through social networks. Meanwhile, there are also negative
impacts, such as data manipulation crimes, sabotage, insults and defamation, and
various other things. The problem in this study is whether the factors that cause
crimes against insult and defamation of state officials through social networks,
and how to overcome insults and defamation of state officials through social
networks.
The approach used in this study is a normative-empirical legal approach that uses
primary data and secondary data derived from books, legal literature, laws and
regulations, interviews and other materials. While data analysis uses qualitative
analysis.
Based on the results of the study, it was found that the factors causing crimes
against insults and defamation of state officials through social networks include:
internal and external factors. Internal factors include psychological factors, in the
form of psychiatric disorders from a person or circumstances in the perpetrator of
crimes, insults and defamation of state officials through social networks that can
be seen from the personality and emotional control of a person to commit crimes.
Furthermore, external factors are factors that come from outside oneself which
can include negative environmental factors that shape someone to commit crimes.
As well as the factor of public ignorance of the regulations governing insult and
defamation as well as the restrictions carried out in social media resulting in the
perpetrators of insult and defamation
Sharfina Ramadhani
do so only for his own satisfaction and without thinking about the sanctions
arising from his actions Countermeasures against the crime of insult and
defamation of state officials through social networks can be carried out using
penal and non-penal means. Penal means are carried out by means of legal
remedies and legal processes based on applicable laws. Penal means are
eradication after a crime occurs by conducting an investigation by police
investigators into perpetrators of insult and defamation to be subsequently
processed through the court and sanctioned in accordance with applicable
regulations. Sedkan sarana non penal is done with efforts outside the criminal
law. This facility focuses on preventive nature, in the form of preventive measures
for the occurrence of criminal acts of insult or defamation, for example by
disseminating laws regarding regulations governing insult and defamation of state
officials through social networks contained in the Electronic Information and
Transaction Law and understanding to the public about the use of social networks
properly and wisely To overcome social and mental health problems that can lead
to crimes of insult and defamation of state officials through social networks.
The advice in this study is that people should have good emotional control so that
in the future they can control their emotions not to comment negatively and
commit insults and defamation and have a good sense of legal awareness and have
knowledge and understanding of applicable rules, and law enforcement officials
and the government should continue to cooperate in the form of socialization and
campaigns on the use of good social networks.
Keywords: Criminologist, Defamation, State Official, Social Network.
RAMADHANI SHARFINA 1912011011 2023-06-20T03:53:45Z2023-06-20T03:53:45Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72530This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/725302023-06-20T03:53:45ZPerlindungan Hukum Jurnalis Yang Bertugas
Di Wilayah Konflik Menurt Hukum Humaniter Internasional
(Studi Kasus Wilayah Konflik Bersenjata Afghanistan)Jurnalis adalah seseorang yang dipekerjakan untuk melayani kepentingan publik
dalam mengumpulkan, memproses dan menyebarluaskan informasi yang akurat
dan seimbang. Jurnalis yang bertugas diwilayah konflik sering mengalami
penyerangan hingga mengakibatkan kematian. Perlindungan korban dan
penegakan hukum terkait konflik tersebut diatur dalam Konvensi Jenewa 1949
dan Protokol Tambahan I dan II Konvensi Jenewa 1977. Sedangkan ketentuan
mengenai perlindungan jurnalis diatur dalam Pasal 79 Protokol Tambahan tahun
1977.
Afghanistan merupakan salah satu negara konflik yang sejak tahun 1978
mengalami perang turun-temurun baik perang antar suku maupun antar negara.
Permasalahan penelitian ini adalah bagaimanakah bentuk pelanggaran terhadap
jurnalis yang bertugas di wilayah konflik Afganistan berdasarkan klasifikasi
hukum humaniter, serta bagaimanakah bentuk perlindungan hukum bagi jurnalis
yang bertugas di Afghanistan dan efektifitas penegakan hukum bagi pelaku
pelanggaran hukum terhadap jurnalis yang bertugas di wilayah konflik
berdasarkan hukum humaniter internasional?
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan
pendekatan masalah yuridis normatif. Sumber dan jenis data yaitu data sekunder.
Prosedur pengumpulan dan pengolahan data yaitu dengan cara seleksi data dan
klasifikasi data. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa bentuk
pelanggaran terhadap jurnalis dibagi menjadi 2 (dua) resiko yaitu serangan
terhadap jurnalis secara perorangan dan serangan yang berkaitan dengan
pekerjaan jurnalis. Perlindungan terhadap pembunuhan, penyiksaan, hukuman
fisik, mutilasi, pelecehan, perbuatan yang merendahkan martabat, penyanderaan
dan hukuman kolektif terhadap jurnalis yang bertugas dalam konflik internasionaliii
diatur dalam beberapa perjanjian dan konvensi internasional seperti Konvensi Den
Haag 1907, Konvensi Jenewa 1949, dan Additional Protocol I Konvensi Jenewa
1977.
Kata Kunci: Jurnalis, Resiko Jurnalis Perang Internasional, Perlindungan
Hukum Jurnalis Internasional.PURNAMA SARI LUCKYTA17120111732023-06-20T03:08:00Z2023-06-20T03:08:00Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72526This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/725262023-06-20T03:08:00ZPELAKSANAAN PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA
LEMBAGA PEMBIAYAAN PT SARANA LAMPUNG VENTURAGood corporate governance merupakan suatu konsep tentang tata cara kelola
perusahaan yang baik dan sistem yang digunakan untuk mengarahkan kegiatan
bisnis perusahaan serta mengatur pembagian tugas, hak dan kewajiban para
pemegang saham dan pemangku kepentingan lainya terhadap kehidupan
perusahaan. PT Sarana Lampung Ventura harus dikelola dengan mengutamakan
prinsip-prinsip good corporate governance sebagaimana termasuk dalam Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 36/POJK.05/2015 tentang Tata Kelola Perusahaan
yang Baik Bagi Perusahaan Modal Ventura
Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatifempiris. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik
pengumpulan data yaitu dengan studi kepustakaan dan wawancara. Data-data yang
diperoleh selanjutnya dianalisa secara kualitatif untuk mendapatkan hasil penulisan
yang bersifat deskriptif
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa PT Sarana Lampung Ventura
telah melaksanakan prinsip-prinsip good corporate governance dengan sangat baik,
hal ini terbukti dari skor hasil laporan penerapan tata kelola perusahaan modal
ventura mencapai 92,64% yang termasuk dalam katagori sangat baik. Adanya
hambatan dalam pelaksanaan prinsip-prinsip good corporate governance seperti
kurangnya sumber daya manusia dan kurangnya Kantor Akuntan Publik yang
terdaftar oleh OJK di Bandar Lampung. Sehingga saat ini PT Sarana Lampung
Ventura sedang melakukan upaya-upaya perbaikan dalam pelaksanaan good
corporate governance
Kata kunci: Good corporate governance, Pelaksanaan, PT Sarana Lampung
VenturaBUNGA KINANTI SHANIYA19120113392023-06-20T01:58:23Z2023-06-20T01:58:23Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72625This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/726252023-06-20T01:58:23ZPENYEDIAAN LAYANAN BANTUAN DAN PENDAMPINGAN HUKUM BAGI USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH (UMKM)
DI KOTA BANDAR LAMPUNGDalam perkembangannya beberapa pelaku UMKM mengalami masalah hukum seperti sulit dalam mengurus perizinan berusaha, mendapatkan sertifikat halal, masalah kontrak/perjanjian, sengketa tenaga kerja, perpajakan, hingga tindak pidana seperti penggelapan dana. Pemerintah mengeluarkan PP No. 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang dalam salah satu pasalnya mengatur tentang penyediaan layanan bantuan dan pendampingan hukum bagi UMKM. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana penyediaan layanan bantuan dan pendampingan hukum bagi UMKM di kota Bandar Lampung? (2) Bagaimana faktor pendukung serta penghambat dalam penyediaan layanan bantuan dan pendampingan hukum bagi UMKM?
Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Pengolahan data meliputi editing, klasifikasi data, penyusunan data. Analisis data menggunakan analisis deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa (1) Pemerintah daerah yaitu Dinas Koperasi dan UKM Kota Bandar Lampung belum melaksanakan penyediaan layanan bantuan dan pendampingan hukum bagi UMKM di Kota Bandar Lampung yang sesuai dengan PP No. 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (2) Faktor pendukungnya adalah adanya dukungan dari pemerintah, adanya lembaga-lembaga bantuan hukum dan faktor penghambatnya adalah peraturan pemerintah yang belum terkoordinasi dengan baik, belum adanya kerjasama antara lembaga-lembaga pemberi bantuan hukum dengan pemerintah, dan informasi tentang lembaga bantuan hukum yang masih terbatas.Nadia Vaniarinanta Irene 19120112332023-06-20T01:16:17Z2023-06-20T01:16:17Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72516This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/725162023-06-20T01:16:17ZANALISIS KEKELIRUAN JAKSA DALAM MEMBUAT REQUISITOIR PADA TINDAK PIDANA ASAL USUL PERKAWINAN
(Studi Putusan Nomor 503/Pid.B/2018/PN. Tjk)
Kedudukan Kejaksaan dalam peradilan adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan di bidang penuntutan. Jaksa Penuntut Umum dalam tugas, fungsi, dan wewenangnya melakukan penemuan hukum sebagaimana mestinya. Penemuan hukum dirangkai dalam bentuk dakwaan. Kerangka dakwaaan menjadi senjata utama dalam proses peradilan pidana. Hal ini dikarenakan dakwaan merupakan tumpuan dalam pemeriksaaan dan pembuktiaan perbuataan pidana akan pelaku. Keberhasilan dalam pembuatan dakwaan, menjadi tolak ukur keberhasilan tugas penututan. Kontruksi hukum yang dibuat jaksa dengan mengutamakan profesionalitas dalam penuntutan, agar menghindari dari kekeliruan dalam pertimbangan menuntut pada surat tuntutan (requistoir). Merujuk kepada suatu putusan hakim yang tidak dapat diberikanan apabila diluar dari tuntutan yang diberikan Jaksa Penuntut Umum. Menjadi suatu hal yang krusial akan kinerja Jaksa Penuntut Umum akan putusan dari hakim. Maka dengan itu peneliti melihat akan dari kemampuan Jaksa Penuntut Umum dalam menemukan penemuan hukum. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah dasar pertimbangan jaksa dalam membuat surat tuntutan (requisitoir) dalam tindak pidana asal usul perkawinan pada Putusan 503/Pib.B/2018/PN Tjk dan Bagaimanakah pertanggungjawaban jaksa dalam hal kekeliruan jaksa penutut umum pada pembuatan surat tuntutan (requisitoir).
Metode penelitian yang digunakan peneliti adalah pendekatan normatif dan empiris. Data yang digunakan dalam peneliian adalah data primer dan data sekunder dengan proses pengumpulan melalui studi kepustakaan dan studi lapangan. Narasumber dalam penelitian ini adalah, Jaksa Kejaksaan Negeri Bandarlampung, Kejaksaan Tinggi Lampung, Akademisi Fakultas Ilmu Hukum Universitas Lampung.
Hasil penelitian dan pembahasan adalah dasar pertimbangan jaksa dalam membuat surat tuntutan (requistoir) dalam tindak pidana asal usul perkawinan. Putusan
503/Pib.B/2018/PN Tjk, didasari pada dakwaan yang disusun. Dakwaan ini menjadikan
dasar pertimbangan jaksa dalam membuat surat tuntutan dengan secara objektif dan subjektif. Surat tuntutan yang merupakan tindak lanjut dari dakwaan yang diberikan akan terdakwa, jaksa tidak mampu menemukan penemuan hukumnya. Putusan hakim yang berangkat dari hasil pemeriksaan dan pembuktian pada prosess peradilan yang dituangkan Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaan. Dengan itu peranan surat dakwaan akan suuatu penuntutan yang akan menjadi putusan hakim dalam proses peradilan pidana sangat krusial. Maka dari itu pertanggungjawaban jaksa dalam hal kekeliruan jaksa penutut umum pada pembuatan surat tuntutan (requisitoir) harus dilakukan pemeriksaan akan berkas perkara
3
Steven Hutahaean melalui eksaminasi dan inspeksi kasus yang merujuk pada pedoman serta kode perilaku jaksa, setelah pemeriksaan dilakukan pertanggungjawaban dapat dimintai melalui ketentuan yang ada.
Saran dari penelitian ini yaitu jaksa penuntut umum dalam menyusun surat tuntutan dengan dakwaan yang memiliki kontruksi hukum yang dibuat dengan jelas dan tepat. Dengan mengutamakan profesionalitas dalam penuntutan, agar menghindari dari kekeliruan dalam pertimbangan menuntut pada surat tuntutan (requistoir). Serta jaksa memiliki pengaturan yang disertai sanksi berlanjut akan ketidakprofesionalitasan jaksa dalam membuat surat tuntutan mengenai kesalahan maupun kekeliruan terhadap pembuatan kontruksi hukum yang tidak tepat
Kata Kunci: Tindak Pidana, Asal Usul Perkawinan, Kekeliruan Jaksa, Surat
Tuntutan
Hutahaean Steven 19120112022023-06-20T01:01:44Z2023-06-20T01:01:44Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72505This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/725052023-06-20T01:01:44ZPENEGAKAN HUKUM TERHADAP PEJABAT PEMBUAT AKTA
TANAH YANG MELAKUKAN PELANGGARAN
DALAM PEMBUATAN AKTA
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah salah satu profesi hukum yang dilakukan oleh subjek hukum sebagai pejabat umum yang berkaitan dengan dokumen resmi mengenai akta tanah. PPAT sebagai profesi yang diberi kewenangan oleh pemerintah untuk membantu Kepala Badan Pertanahan dalam kegiatan pendaftaran tanah, khususnya dalam pemeliharaan data pendaftaran tanah yaitu berupa akta tanah. PPAT dalam menjalankan tugas dan kewajibannya harus berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan Kode Etik Profesi PPAT. Pada kenyataannya tidak jarang PPAT melakukan pelanggaran dalam pembuatan akta. PPAT dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya diperlukan Pembinaan dan Pengawasan oleh Badan Pertanahan Nasional melalui Majelis Pembina dan Pegawas PPAT (MPPD). Pembinaan dan Pengawasan dilakukan untuk mencapai kualitas kinerja PPAT yang lebih baik juga untuk menjaga agar para PPAT dalam melaksanakan jabatannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan permasalahan diatas, pada penelitian ini terdapat dua rumusan masalah, yaitu: Bentuk-bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh PPAT dan Bagaimana penegakan hukum serta tanggung jawab PPAT terhadap pelanggaran yang dilakukan.
Metode penelitian dalam penulisan ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data yang diperlukan berupa data primer dan data sekunder. Data dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PPAT tidak terlepas dari pelanggaran dalam pembuatan akta, diantaranya pemalsuan data dan dokumen, serta pembuatan akta yang tidak sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Pelanggaran terjadi karena PPAT kurang menerapkan prinsip kehati-hatian dalam membuat akta. PPAT yang melakukan pelanggaran, akan dikenakan sanksi berupa teguran tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat dan pemberhentian dengan tidak hormat. Pemberian sanksi disesuaikan dengan pelanggaran atau kesalahan yang telah dilakukannya. Pertanggungjawaban PPAT terhadap pelanggaran yang dilakukan dapat berupa pertanggungjawaban secara perdata, pidana dan secara administrarif.
Kata Kunci: Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Pelanggaran Kode Etik, Akta, Penegakan Hukum
FITRIANI DESTRI19120112352023-06-19T08:56:43Z2023-06-19T08:56:43Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72494This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/724942023-06-19T08:56:43ZANALISIS VONIS NIHIL DIKAITKAN DENGAN ASAS KEPASTIAN,
KEADILAN, DAN KEMANFAATANVonis nihil masih jarang diketahui oleh masyarakat Indonesia. Hal yang menjadi
pertanyaan dimasyarakat adalah mengapa hakim tidak menambahkan hukuman
terhadap pelaku tindak pidana yang sudah terbukti secara sah dan bersalah telah
melakukan tindak pidana. Hakikatnya, vonis nihil merupakan penjatuhan pidana
kepada seseorang yang sudah mendapatkan hukuman pidana dengan batas maksimum
namun harus bersidang kembali, dikarenakan kasus tertentu sehingganya vonis pidana
yang diberikan berjumlah nihil atau sudah batas maksimumnya. Vonis nihil secara
eksplisit terkandung dalam konsep concursus realis berdasarkan Pasal 67 KitabUndang
Undang Hukum Pidana, bahwa penjatuhan pidana mati sedemikian rupa tidak
mendapat tambahan hukuman lagi apabila sewaktu-waktu ditemukan perbarengan
tindak pidana lainnya. Vonis nihil sangatlah tepat walaupun dalam penerapannya
terdapat problematika baru dalam penegakan hukum di Indonesia, perlu adanya
parameter tujuan penjatuhan vonis nihil disesuaikan dengan asas kepastian, keadilan,
dan kemanfaatan hukum di masyarakat. Oleh karena itu, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimanakah problematika dalam penerapan vonis nihil di
indonesia, dan bagaimanakah pertimbangan hukum dalam menjatuhkan vonis nihil,
jika dikaitkan dengan asas kepastian, keadilan dan kemanfaatan.
Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dilakukan dengan
mempelajari, melihat dan menelaah mengenai peraturan hukum seperti Kitab UndangUndang Hukum Pidana dan Surat Edaran Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Pemberlakuan
Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2022. Kemudian
pendekatan yuridis empiris dilakukan untuk mempelajari hukum dalam kenyataan atau
berdasarkan fakta yang didapat di Pengadilan Negeri Tanjung Karang,baik berupa
pendapat, sikap dan perilaku aparat penegak hukum.Senja Pramudia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa vonis nihil sangatlah tepat diterapkan pada
terdakwa yang amar putusannya dijatuhi hukuman pidana mati, seperti perkara
Muhammad Natsir dan Heru Hidayat. Namun teruntuk kasus Dimas Kanjeng tentu
menimbulkan persoalan berbeda, dimana majelis hakim menjatuhkan hukuman pidana
penjara maksimal dengan waktu tertentu selama 20 tahun, maka apabila terdapat
perkara lain harus di vonis nihil. Hal ini menjadikan terdakwa yang sebelumnya
dijatuhi hukuman pidana penjara selama 20 tahun justu tidak ditingkatkan menjadi
seumur hidup. Problematika lainnya adalah kurangTerintegrasinya Administrasi Antar
Pengadilan yang mengakibatkan tumpang tindih sanksi pidana dan melebihi 20 tahun.
Tstelsel absorsi pada concursus realis yang dipertajam bahwa perlu ditinjau kembali
tingkatan antara pidana yang telah berkekuatan hukum tetap dengan pidana yang baru
terungkap dengan berpatokan pada ancaman pidana yang lebih tinggi, sehingga
penerapan vonis nihil mencapai asas kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan.
Penerapan vonis nihil harus disosialisasikan kepada masyarakat luas, terutama dalam
perkara Dimas Kanjeng dan Muhammad Natsir yang dalam amar putusannya dijatuhi
pidana vonis nihil karena sebelumnya telah dijatuhi pidana mati. Sosialisasi bertujuan
agar tidak ada kesalahpahaman pembebasan terdakwa dari sanksi pidana, karenavonis
nihil timbul dikarenakan putusan yang telah maksimal dan tidak dapat lagi dijatuhkan.
Hakim perlu lebih mentafsirkan secara mendalam alasan mendasar penjatuhan vonis
nihil yang dihubungkan dengan SEMA No. 1 Tahun 2022 agar lebih menjamin
keadilan dan kemanfaatan bagi masyarakat yang tentunya disesuaikan dengan faktafakta hukum yang diperoleh selama masa persidangan.
Kata Kunci : Asas, Concursus, Vonis nihilPramudia Senja 19120111992023-06-19T07:14:22Z2023-06-19T07:14:22Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72447This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/724472023-06-19T07:14:22ZUPAYA PENYIDIK DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN
UANG DI PROVINSI LAMPUNG (Studi Pada Kepolisian Daerah Lampung)
Uang merupakan sesuatu yang sangat penting dalam tiap-tiap sendi kehidupan manusia. Dalam sejarah peradaban manusia, uang telah memainkan perannya, baik sebagai alat pembayaran yang sah di dalam suatu negara, maupun sebagai simbol suatu negara. Pentingnya uang sebagaimana telah di uraikan di atas menyebabkan sebagian orang berusaha untuk memiliki uang sebanyak-banyaknya, walaupun dengan cara yang melawan hukum. Wujud dari cara-cara yang melawan hukum itu dapat berupa kejahatan terhadap mata uang itu sendiri, salah satunya adalah tindak pidana pemalsuan uang. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah upaya penyidik Direktorat reserse tindak pidana khusus dalam penanggulangan kejahatan pemalsuan uang di Provinsi Lampung, serta apakah faktor-faktor penghambat upaya penyidik Direktorat reserse tindak pidana khusus dalam penanggulangan kejahatan pemalsuan uang di Provinsi Lampung.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan didukung dengan pendekatan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan dengan melakukan wawancara kepada penyidik Ditreskrimsus Polda Lampung dan Dosen bagian hukum pidana Universitas Lampung, selanjutnya data dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan tentang upaya penyidik Direktorat reserse tindak pidana khusus dalam penanggulangan kejahatan pemalsuan uang di Provinsi Lampung dilakukan melalaui sarana penal dan non-penal. Sarana penal yang dilakukan melalui beberapa tahapan, diantaranya penerimaan laporan, penyelidikan, penyidikan, penangkapan, penggeledahan, penahanan, pemberkasan hingga pelimpahan perkara kepada Kejaksaan hingga dinyatakan P-21. Sedangkan sarana non-penal dilakukan dengan sosialisasi dan razia di pasar tradisional. yang ditujukan kepada masyarakat agar tidak terjadinya tindak pidana pemalsuan uang kembali. Sedangkan faktor penghambat yang paling dominan dalam penanggulangan kejahatan pemalsuan uang di Provinsi Lampung yaitu faktor masyarakat dan faktor aparat penegak hukum. Hal tersebut disebabkan masih banyaknya masyarakat yang belum memiliki kesadaran dan pengetahuan tentang ilmu hukum. Serta aparat penegak hukum nampak masih kurang dalam hal kuantitasnya apabila dibandingkan dengan jumlah masyarakat Indonesia yang ada saat ini.
Adapun saran yang dapat diberikan antara lain Ditreskrimsus dalam melaksanakan peran penanggulangan tindak pidana melalui sarana penal, diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku supaya menjadi pelajaran bagi masyarakat supaya tidak melakukan tindak pidana pemalsuan uang kembali melalui proses penyelidikan dan penyidikan yang cepat tanggap, serta meningkatkan kualitas serta kuantitas anggotanya. Peningkatan tidak serta merta mengdeskreditkan Ditreskrimsus Polda Lampung, akan tetapi hal ini bertujuan agar peran ideal aparat Kepolisian dapat dirasakan secepatnya. Serta Ditreskrimsus Polda Lampung dalam melaksanakan perannya diharapkan melakukan sosialisasi secara intensif terkait keberadaan polisi yang seyogianya menjadi pengayom masyrakat agar tidak ada lagi stigma-stigma buruk terhadap hukum maupun aparat penegak hukum di masyarakat. Perlu ditekankan dalam sosialisasi tersebut bahwa, jika ada diduga tindak pidana maka segera melaporkan dengan keamanan serta kenyamanan di dalam bermasyarakat
Kata Kunci : Penyidik Ditreskrimsus,Penanggulangan,Pemalsuan Uang
RAHMA NOVALIANTI LUBIS DWI 16120111092023-06-19T06:27:18Z2023-06-19T06:27:18Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72437This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/724372023-06-19T06:27:18ZIMPLEMENTASI PEMANGGILAN TERGUGAT DALAM SIDANG PERCERAIAN MENGGUNAKAN SURAT KETERANGAN GHOIB YANG DISIARKAN MELALUI MEDIA MASSA PADA PENGADILAN AGAMAPerceraian adalah putusnya ikatan perkawinan antara suami istri dengan keputusan pengadilan dan ada cukup alasan bahwa di antara suami istri tidak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami istri, dari sekian banyak perkara perceraian, masih sangat banyak pasangan yang hendak mengajukan perceraian namun tidak mengetahui keberadaan pasangannya, maka jalan yang harus ditempuh untuk bisa
tetap melayangkan gugatan cerai tersebut dengan cara membuat surat keterangan ghoib. Permasalahan dalam skripsi ini adalah: (1) Bagaimana pengaturan yuridis mengenai surat keterangan ghoib sesuai dengan undang undang yang berlaku? (2) Apa yang menjadi hambatan dalam mencari tergugat dalam perkara cerai menggunakan surat keterangan ghoib?.
Jenis penelitian ini yaitu normatif terapan, penelitian hukum yang mengkaji pelaksanaan atau implementasi ketentuan hukum positif, pendekatan penelitian ini adalah penelitian Nonjudicial Case Study, yaitu pendekatan studi kasus hukum tanpa konflik, kalaupun ada konflik, dapat diselesaikan oleh pihak-pihak sendiri secara damai, tanpa campur tangan pengadilan, serta data yang digunakan adalah
serta data sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui bahan pustaka, dengan cara mengumpulkan dari berbagai sumber bacaan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, menggunakan metode pengumpulan data dengan cara studi dokumen atau studi pustaka, pengamatan atau observasi dan wawancara.
Saat ini prosedur yang telah digunakan dalam pemanggilan tergugat dalam perkara ghoib sudah diatur dengan baik, hanya saja dalam media massa yang digunakannya harus diperbarui demi cakupan pemanggilan yang lebih luas ke berbagai daerah sehingga nantinya tergugat dapat mengetahui adanya panggilan terhadap dirinya untuk hadir dalam persidangan yang menjadikan maksimalnya panggilan pada perkara cerai ghoib sendiri.
Kata Kunci: Perceraian, Perkara Cerai Ghoib, Pengadilan Agama.Kharisma Muhammad Khaikal NPM19120111452023-06-19T04:57:38Z2023-06-19T04:57:38Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72429This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/724292023-06-19T04:57:38ZPENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENEBANGAN POHON
SECARA ILLEGAL ABSTRAK
PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENEBANGAN POHON
SECARA ILLEGAL
Penebangan hutan secara liar merupakan semua kegiatan pemanfaatan hasil kayu
secara tidak sah yang terorganisasi, penebangan hutan secara liar akan
mengakibatkan terjadinya perusakan hutan. Permasalahan penelitian adalah
bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap penebangan pohon secara
illegal dan Apakah faktor penghambat penegakan hukum pidana terhadap
penebangan pohon secara illegal.
Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis empiris, data yang digunakan
adalah data sekunder dan data primer. Studi yang dilakukan dengan studi
kepustakaan dan studi lapangan. Adapun narasumber pada penelitian ini terdiri
dari Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Penyidik PPNS Dinas Kehutanan
Provinsi Lampung dan Dosen Pidana Fakultas Hukum Univeritas Lampung.
Analisis data yang digunakan adalah kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Penegakan hukum pidana terhadap
penebangan pohon secara illegal terdiri dari 3 tahap yaitu tahap formulasi, tahap
aplikasi dan tahap eksekusi. Pada tahap formulasi, penegakan hukum berdasarkan
Pasal 83 Ayat (1) huruf a Jo. Pasal 12 huruf d Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Jo. Pasal 55 Ayat
(1) ke 1 KUHP serta Pasal 82 Ayat (1) huruf c Jo Pasal 12 huruf c Undang-
Undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan
Hutan Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP. Pada tahap aplikasi Kepolisian
melakukan penyelidikan dan penyidikan, sedangkan Pihak Kejaksaan melakukan
penuntutan. Pada tahap eksekusi Pihak Pengadilan melakukan pemeriksaan di
persidangan. (2) Faktor penghambat penegakan hukum pidana terhadap
penebangan pohon secara illegal adalah faktor hukumnya jelas namun belum
diterapkan dengan baik, faktor penegak hukum belum melaksanakan tugas dan
kewenangannya secara responsif terhadap laporan-laporan yang masuk mengenai
tindak pidana penebangan liar, faktor sarana atau fasilitas pendukung yang belum
memadai, faktor pengetahuan dan kesadaran masyarakat di Provinsi Lampung
mengenai penebangan liar masih sangat rendah serta faktor kebudayaan yang
kurang memegang teguh adat dan istiadat terkait dengan hutan. Dari kelima faktor
tersebut faktor dominan penghambat penegakan hukum pidana terhadap
penebangan pohon secara illegal adalah adalah faktor masyarakat.
Saran dalam skripsi ini adalah kepada penegak hukum dalam hal ini Polisi dan
Dinas Kehutanan hendaknya dalam pelaksanaan penegakan hukum tindak pidana
penebangan liar di Provinsi Lampung, perlu peningkatkan koordinasi dan
kerjasama positif antara sesama aparatur penegak hukum dan hindari tumpang
tindih kewenangan antar penegak hukum, agar koordinasi antara aparat penegak
hukum tetap kondusif dan alur proses penegakan hukumnya berjalan sesuai
prosedur. Kepada Dinas Kehutanan Provinsi Lampung untuk menanggulangi
terjadinya tindak pidana penebangan liar yang terjadi saat ini diharapkan
pemerintah memberikan pendidikan dan pelatihan kepada aparatur pemerintahan
Provinsi Lampung sehingga dapat mempersiapkan aparatur yang memiliki
kuantitas dan kualitas yang baik dalam hal menghadapi dan menegakkan hukum
terhadap tindak pidana penebangan liar khususnya di Provinsi Lampung. Selain
itu masyarakat diharapkan ikut berperan aktif dalam mencegah terjadinya tindak
pidana penebangan liar dengan melakukan pengawasan dan perlindungan
terhadap hutan dan hasil hutan, serta melaporkan setiap kejadian yang
mencurigakan kepada pihak yang berwajib.
Kata Kunci: Penegakan Hukum, Penebangan Pohon, Illegal.
FEBBIYOLA RYKHA 19520110182023-06-19T04:32:15Z2023-06-19T04:32:15Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72426This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/724262023-06-19T04:32:15ZANALISIS DISPARITAS PIDANA TERHADAP PELAKU SKIZOFRENIA
PARANOID (Studi Putusan No. 2353/Pid.B/2018/PN.Mdn dan Putusan No.
288/Pid.B/2020/PN.Pms)
Putusan No. 2353/Pid.B/2018/PN.Mdn dan No. 288/Pid.B/2020/PN.Pms merupakan
putusan atas tindak pidana Pasal 338 KUHP yaitu melakukan pembunuhan dan kedua
terdakwa didiagnosa pengidap penyakit skizofrenia paranoid, namun dalam hal ini
terdapat perbedaan penjatuhan pidana, yang mana perkara No.
2353/Pid.B/2018/PN.Mdn hakim memerintah untuk terdakwa dirawat di rumah sakit
jiwa, sedangkan perkara No. 288/Pid.B/2020/PN.Pms dijatuhi pidana penjara selama
13 (tiga belas) tahun. Perbedaan penjatuhan pidana penjara tersebut menimbulkan
terjadinya disparitas pidana. Permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah
pertimbangan hakim tentang disparitas pada perkara No. 2353/Pid.B/2018/PN.Mdn
dan No. 288/Pid.B/2020/PN.Pms dan faktor yang menyebabkan adanya dispaitas
pidana pada putusan perkara No. 2353/Pid.B/2018/PN.Mdn dan No.
288/Pid.B/2020/PN.Pms.
Penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Jenis data
menggunakan data sekunder dan data primer. Narasumber penelitian terdiri Hakim
pada Pengadilan Negeri Jakarta Timur Kelas 1A dan Dosen Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung dan Advokat pada RHS & Partners. Analisis
data yang digunakan adalah analisis kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa dasar pertimbangan hakim pada putusan perkara
Nomor 2353/Pid.B/2018/PN.Mdn dan putusan Nomor 288/Pid.B/2020/PN.Pms
didasari atas pertimbangan yuridis yaitu bahwa terpenuhinya unsur Pasal 338 KUHP
pada kedua putusan tersebut, serta pada putusan Nomor 288/Pid.B/2020/PN.Pms
hakim berpendapat bahwa terdakwa tidak mengidap gangguan kejiwaan skizofrenia
paranoid yang dapat dijadikan sebagai alasan pemaaf sehingga Hakim menjatuhi
pidana penjara selama 13 (tiga belas) tahun, hal tersebut dapat dilihat dari fakta-fakta
persidangan yang telah disampaikan oleh Hakim serta didasari oleh hal-hal yang
meringankan atau memberatkan terdakwa dimana terdakwa telah membunuh nyawa
orang lain. Selain hal tersebut adanya penyebab disparitas pada kedua putusan tersebut
yaitu adanya perbedaan pemidanaan dengan satu tindak pidana yang sama yaitu samasama
mengidap
penyakit
skizofrenia
paranoid
dan
melakukan
pembunuhan,
penyebab
terjadinya
disparitas
antara
kedua
putusan
tersebut
didasari
dengan
adanya
perbedaan
pertimbangan
hakim
sehingga
timbul
disparitas
pemidanaan.
Saran
dalam penelitian ini adalah hendaknya hakim dalam mengatur alasan pemaaf
terhadap pelaku tindak pidana yang mengidap penyakit kejiwaan pada kedua putusan
tersebut tidak hanya dapat memikirkan keadilan semata masyarakat saja akan tetapi
mempertimbangkan kejiwaan terdakwa dimana terdakwa membutuhkan perawatan
kejiwaan yang lebih layak di rumah sakit jiwa sehingga terdakwa dapat sembuh dan
gangguan yang diderita terdakwa tidak akan kambuh lagi dan dapat mencegah
terdakwa mengulangi perbuatannya kembali.
Kata kunci: Disparitas Pidana, Skizofrenia Paranoid, Pertimbangan Hakim
ABSTRACT
CRIMINAL DISPARITY ANALYSIS OF PARANOID SCHIZOPHRENIA
(Study of Court Decision Number 2353/Pid.B/2018/PN.Mdn and Number
288/Pid.B/2020/PN.Pms)
By
Inriana Angela
Study of Court Decision No. 2353/Pid.B/2018/PN.Mdn and No.
288/Pid.B/2020/PN.Pms is a decision on the crime of Article 338 of the Criminal Code,
namely committing murder and the two defendants were diagnosed with paranoid
schizophrenia, but in this case there is a difference in sentencing, in which case No.
2353/Pid.B/2018/PN.Mdn the judge ordered the defendant to be treated in a mental
hospital, while case No. 288/Pid.B/2020/PN.Pms was sentenced to thirteen years in
prison. The difference in the sentence of imprisonment has led to a disparity in
sentences. The problems examined in this study are analyzing the judge's
considerations about the disparity in case No. 2353/Pid.B/2018/PN.Mdn and No.
288/Pid.B/2020/PN.Pms and factors that lead to criminal disparities in the decision on
case No. 2353/Pid.B/2018/PN.Mdn and No. 288/Pid.B/2020/PN.Pms.
The research uses normative juridical and empirical juridical approaches. Types of data
using secondary data and primary data. Research sources consisted of judges at the East
Jakarta District Court Class 1A and Lecturers in the Criminal Law Department at the
Law Faculty of the University of Lampung and Advocates at RHS & Partners. Data
analysis used is qualitative analysis.
The results of the study show that the basis for the judge's considerations in the decision
of case No. 2353/Pid.B/2018/PN.Mdn and decision No. 288/Pid.B/2020/PN.Pms is
based on juridical considerations namely that the elements of Article 338 of the
Criminal Code are fulfilled in both decisions mentioned, as well as in decision Number
288/Pid.B/2020/PN.Pms the judge was of the opinion that the defendant did not suffer
from paranoid schizophrenia psychiatric disorder which could be used as an excuse so
that the Judge sentenced him to imprisonment for thirteen years, this can
be seen from facts trials that have been delivered by the judge and are based on
mitigating or aggravating circumstances for the defendant where the defendant has
Inriana Angela
killed another person's life. In addition to this, there is a cause for the disparity in the
two decisions, namely the difference in sentencing for the same crime, namely both
suffering from paranoid schizophrenia and committing murder.
The suggestion in this study is that the judge should, in setting the reason for forgiving
the perpetrator of a crime who has a mental illness in the two decisions, not only think
about justice for the community alone, but also consider the psychology of the
defendant where the defendant needs more proper psychiatric care in a mental hospital
so that the defendant can be cured and the disturbance suffered by the defendant will
not recur and can prevent the defendant from repeating his actions again.
Keywords: Criminal Disparity, Paranoid Schizophrenia, Judge’s Consideration
ANGELA INRIANA1912011283 2023-06-16T03:08:03Z2023-06-16T03:08:03Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72318This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/723182023-06-16T03:08:03ZPELAKSANAAN PENERBITAN SURAT PERSETUJUAN BERLAYAR (SPB) DI PELABUHAN PANJANG PROVINSI LAMPUNG
Dalam setiap kapal yang akan melakukan pelayaran wajib melapor rencana keberangkatannya kepada syahbandar agar mendapat Surat Persetujuan Berlayar (SPB). Surat Persetujuan Berlayar (SPB) akan di terbitkan apabila kapal yang akan melakukan pelayaran di katakan memenuhi syarat keselamatan keamanan pelayaran karena tujuan dari Surat Persetujuan Berlayar (SPB) yakni sebagai bukti bahwa kapal ini telah memenuhi syarat untuk melakukan pelayaran.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) bagaimanakah kewenangan Kantor Kesyahbanran dan Otoritas Pelabuhan Kelas I di Pelabuhan Panjang dalam pelaksanaan penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) di Pelabuhan Panjang Provinsi Lampung dan (2) Bagaimanakah prosedur pelaksanaan penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) di Pelabuhan Panjang Provinsi Lampung. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan normatif dan empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan studi lapangan dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Kewenangan Kantor Kesyahbanran dan Otoritas Pelabuhan Kelas I di Pelabuhan Panjang dalam pelaksanaan penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) di Pelabuhan Panjang Provinsi Lampung adalah melaksanakan fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran yang mencakup, pelaksanaan, pengawasan dan penegakan hukum di bidang angkutan di pelabuhan. (2) Prosedur pelaksanaan penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) di Pelabuhan Panjang Provinsi Lampung sudah sesuai dengan Undang - Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 28 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Persetujuan Berlayar dan Persetujuan Kegiatan Kapal di Pelabuhan. Kesesuaian tersebut terlihat dari pelayanan dilakukan dengan cepat dengan sistem online baik kapal yang akan berlayar maupun kapal yang baru datang ke pelabuhan.
Kata Kunci: Pelaksanaan Penerbitan, Surat Persetujuan Berlayar, Pelabuhan
In every ship that will sail must report its departure plan to the syahbandar in order to get a Sailing Approval Letter. A Sailing Approval Letter will be issued if the ship that will sail is said to meet the safety and security requirements of the voyage because the purpose of the Sailing Approval Letter is as proof that this ship has met the requirements for sailing.
The problems in this study are (1) how is the authority of the Kesyahbanran Office and Class I Port Authority in Panjang Port in the implementation of the issuance of Sailing Approval Letters (SPB) in Panjang Port, Lampung Province, and (2) What is the procedure for implementing the issuance of Sailing Approval Letters in Panjang Port, Lampung Province. The research methods used are normative and empirical approaches. Data collection is carried out by means of literature studies and field studies using qualitative descriptive analysis.
The results showed that: (1) The authority of the Kesyahbanran Office and Class I Port Authority in Panjang Port in the implementation of the issuance of Sailing Approval Letters at Panjang Port of Lampung Province is to carry out shipping safety and security functions which include, implementation, supervision and law enforcement in the field of transportation at the port (2) The procedure for the issuance of Sailing Approval Letters at the Long Port of Lampung Province is in accordance with Law Number 17 of 2008 concerning Shipping and Regulation of the Minister of Transportation Number PM 28 of 2022 concerning Procedures for Issuance of Sailing Approval Letters and Approval of Ship Activities at Ports. This suitability can be seen from the service carried out quickly with an online system both ships that will sail and ships that have just come to the port.
Keywords: Execution of Issuance, Sailing Approval Letter, Port
AVELDA ARABELA POPIE 16520111652023-06-14T08:06:22Z2023-06-14T08:06:22Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72233This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/722332023-06-14T08:06:22ZPERAN PENYIDIK DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA
ABORSI OLEH ANAK
(Studi di Polda Lampung)
Kasus aborsi pada anak sering terjadi dikarenakan pergaulan yang terlalu bebas dan
tidak ada Batasan. Ditambah dengan teknologi yang sudah sangat canggih dan maju
dimana kita bbisa mengakses apapun itu termasuk hal negatif seperti pornografi,
yang mengawali rasa penasaran yang ada pada anak untuk mecoba hal tersebut
tanpa mengetahui apa yang akan diakibatkannya. Disini peranan polisi dalam
menanggulangi kasus aborsi yang dilakukan oleh anak ini sangatlah penting.
Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: Bagaimana Peran
Penyidik Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Aborsi Yang Dilakukan Oleh Anak
dan Apasajakah Faktor Faktor Penghambat Penyidik Dalam Menanggulangi
Tindak Pidana Aborsi Yang Dilakukan Oleh Anak.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan pendekatan
yuridis normative juga yuridis empiris. Narasumber dalam penelitian ini terdiri dari
Penyidik Kepolisian Derah Lampung dan dosen hukum pidana Fakultas Hukum
UNILA. Pengumpulan data dengan studi Pustaka. Analisis data yang dilakukan
menggunakan analisis secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa
terdapatnya kasus aborsi yang ada pada anak layak untuk diperhatikan. Peranan
penyidik dalam menanggulangi kasus tindak pidana aborsi ini yaitu dengan
melaksanakan proses penyidikan sesuai dengan ketentuan penyidikan yang ada,
dimana proses penyidikan kasus ini hampir sama dengan penyidikan kasus lainnya
yaitu berawal dari laporan masyarakat, mendatangi tkp, otopsi pada janin,
pengumpulan barang bukti untuk menemukan tersangka, melakukan penangkapan
dan melakukan rekontruksi ulang. Selain melaksanakan proses penyidik tetapi juga
melakukan tindakan penanggulangan lainnya seperti mengantisipasi agar tidak
terjadi kasus selanjutnya. Salah satunya yaitu dengan melakukan sosialisasi dengan
Dea Amanda Kesuma
bekerja sama dengan pihak sekolah mengenai bahaya narkoba dan juga seks bebas.
Faktor penghambat bagi penyidik dalam menjalankan perannya untuk
menanggulangi tindak pidana aborsi yang dilakukan oleh anak yaitu, dalam proses
penyidikan sulitnya menemukan barang bukti menganai kasus tersebut,
Tertutupnya komunikasi dari sang anak, dan tidak kooperatifnya keluarga disaat
menangani kasus, sehingga sulit mendapatkan informasi.
Saran dalam penelitian ini adalah dibutuhkan terdapatnya aturan hukum yang
memiliki ketegasan sanksi hukuman terhadap pelaku tindak pidana aborsi dalam
aturan yang ada pada aparatur penegak hukum agar dapat lebih memanfaatkan
aturan hukum yang ada untuk menanggulangi kasus ini. Adanya
pertanggungjawaban yang jelas untuk memberikan efek jera kepada pelaku aborsi
dengan tegas, melaksanakan sosialisasi atau penyuluhan oleh badan penegak
hukum yang berkaitan tentang kesehatan reproduksi maupun perempuan dan anak
anak, dikalangan sekolah SD, SMP, dan SMA, lingkungan perkuliahan, juga
masyarakat umum lainnya, pelatihan kepada tenaga medis yang berkompeten
terhadap bidangnya, agar tidak melaksanakan aborsi di luar peraturan hukum yang
ada, dan menghadirkan aparatur wanita dalam hal ini dimana biasanya anak
tersendiri akan lebih bisa terbuka dan tidak malu saat ditangani oleh aparatur wanita
untuk kasus ini.
Kata Kunci: Peran Penyidik, Menanggulangi Tindak Pidana, Aborsi, Anak
Amanda Kesuma Dea19120111562023-06-14T06:22:58Z2023-06-14T06:22:58Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72167This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/721672023-06-14T06:22:58ZANALISIS PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM TERHADAP ANGGOTA
TNI YANG MELAKUKAN PENELANTARAN RUMAH TANGGA
(Studi Putusan Nomor: 212-K/PM II-08/AU/VIII/2012)
Penyelesaian tindak pidana dalam lingkungan Tentara Nasional Indonesia (TNI)
diperlukan adanya peraturan guna mencapai keterpaduan cara bertindak antara para
pejabat yang diberi kewenangan dalam penyelesaian perkara pidana di lingkungan
TNI. Permasalahan dalam penelitian ini adalah 1) Apakah dasar pertimbangan
hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap anggota TNI yang melakukan
penelantaran rumah tangga berdasarkan Putusan Dilmil II-08 Jakarta Nomor 212-
K/PM II-08/AU/VIII/2012 dan 2) Apakah putusan hakim dalam menjatuhkan
pidana terhadap anggota TNI yang melakukan penelantaran rumah tangga telah
sesuai dengan nilai hukum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dasar
pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap anggota TNI yang
melakukan penelantaran rumah tangga dan untuk mengetahui apakah putusan
hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap anggota TNI yang melakukan
penelantaran rumah tangga telah sesuai dengan nilai hukum.
Metode Penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif dan empiris, data
yang digunakan adalah data sekunder dan data primer. Studi yang dilakukan dengan
studi kepustakaan dan studi lapangan, analisis data yang digunakan adalah
kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa: Dasar
pertimbangan hukum hakim terhadap anggota TNI yang melakukan penelantaran
rumah tangga terdiri atas pertimbangan yuridis, pertimbangan filosofis, dan
pertimbangan sosiologis. Pertimbangan yuridis Hakim dalam menjatuhkan
putusannya tidak terlepas melihat dari aturan hukum dan perbuatan anggota TNI
yang memenuhi unsur-unsur pasal yang didakwakan oleh Oditur yang memenuhi
semua unsur Pasal 9 UU No. 23 Tahun 2004 mengacu pada Pasal 183 KUHAP dan
184 KUHAP yaitu minimal 2 (dua) alat bukti yang sah berupa keterangan saksi,
keterangan saksi, keterangan ahli, petunjuk, dan keterangan terdakwa serta
dikuatkan dengan barang bukti. Pertimbangan filosofis yaitu dalam menjatuhkan
pidana berupa pidana penjara selama 6 (enam) bulan mengharapkan terdakwa dapat memperbaiki perilaku dan
tidak mengulangi perbuatannya kembali, namun seharusnya terdakwa
mendapatkan pemberatan pidana karena merupakan seorang residivis, serta
pertimbangan sosiologis yaitu hakim melihat latar belakang sosial terdakwa yang
mempunyai tanggungan keluarga dan sang istri tengah hamil lebih kurang dua
bulan usia kandungannya dan melihat bahwa putusannya memiliki manfaat bagi
masyarakat untuk tidak mencontoh perbuatan terdakwa. Putusan yang dijatuhkan
hakim pada putusan Nomor: 212-K/PM II-08/AU/VIII/2012 sudah sesuai dengan
fakta-fakta persidangan karena telah memenuhi syarat seseorang dapat dipidana
yakni memiliki kemampuan untuk bertanggungjawab, adanya keadaan batin dari
pelaku yang dihubungkan dengan bentuk kesengajaan (opzet) atau kealpaan, dan
tidak terdapatnya alasan pemaaf maupun alasan pembenaran dari suatu kejadian
atas perbuatan. Dalam fakta-fakta persidangan terdakwa terbukti melakukan
penelantaran rumah tangga terhadap sang istri dan hanya memberi nafkah dalam
jumlah yang sangat kecil.
Saran dari penelitian ini hakim hendaknya menjatuhkan putusan secara maksimal
karena putusan yang diberikan terbilang ringan yaitu 6 (enam) bulan pidana penjara
dan tanpa pemberatan pidana yang pada faktanya terdakwa merupakan seorang
pelaku pengulangan tindak pidana yang berdasarkan Pasal 144 KUHP bahwa
pidana maksimumnya ditambah dengan 1/3 (sepertiga) dan untuk setiap orang
dalam rumah tangga diharapkan menjaga kadar kualitas dan pengendalian diri
untuk terjaminnya keutuhan kerukunan rumah tangga yang bahagia, aman, dan
tentram sesuai dengan filosofi UU KDRT.
Kata Kunci: Pertimbangan Hakim, Penelantaran Rumah Tangga, Anggota
TNIINDAHSARI SUCI 19120112292023-06-14T04:45:37Z2023-06-14T04:45:37Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72150This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/721502023-06-14T04:45:37ZPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MOTIF TRADISIONAL YANG
DIPAKAI MEREK INTERNASIONAL UNTUK TUJUAN KOMERSIAL
Indonesia sebagai negara multikultural memiliki budaya tradisional yang
sangat banyak dan membutuhkan perlindungan untuk mencegah warisan budaya
dari kepunahan. Namun, banyak sekali faktor yang mengancam punahnya suatu
unsur budaya. Perlindungan Ekspresi Budaya Tradisional Terkait Motif Tradisional
di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak
Cipta. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana perlindungan hukum
terhadap motif tradisional yang dipakai merek internasional untuk kepentingan
komersial, Upaya hukum yang dapat dilakukan Pemerintah apabila motif
tradisionalnya dipakai oleh merek internasional secara sepihak untuk kepentingan
komersial.
Metode penelitian menggunakan pendekatan normatif terapan yaitu
Pendekatan Nonjudicial Case Study. Studi yang dilakukan dengan studi
kepustakaan dan wawancara, analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif
analitik.
Hasil penelitian menunjukkan Perlindungan hukum terhadap motif
tradisional yang dipakai merek internasional untuk komersial bahwasanya belum
ada payung hukum yang jelas dalam hukum positif,dikarenakan dalam beberapa
konvensi internasional ada pro-kontra antara negara maju yang notabene
menganggap motif tradisional dalam hal ini yaitu Kekayaan intelektual Komunal
menjadi public domain yang cukup merugikan negara berkembang dikarenakan
negara berkembang sendiri memiliki cukup banyak kekayaan intelektual di bidang
komunal. Hingga saat ini pemerintah untuk melindungi kekayaan komunalnya
melakukan cara defensif, yaitu pencatatan warisan budaya itupun masih cukup jauh
dari melakukan perlindungan karena bertujuan agar budaya itu tidak punah. Upaya
hukum yang dilakukan pemerintah apabila penggunaan kekayaan intelektual
komunal digunakan secara sepihak oleh merek asing dapat dilakukan secara litigasi
maupun non-litigasi yang akan melibatkan organisasi internasional dalam
menyelesaikan sengketa tersebut.
Kata Kunci: HKI, Merek Internasional, Motif Tradisional
Indonesia as a multicultural and multiethnic country has a very broad Traditional
Culture which requires active protection as a cultural heritage from extinction and
extinction provides certain economic benefits. However, many elements are
threatened with extinction due to the effects of globalization, the lack of facilities,
appreciation and understanding which causes the erosion of cultural values,
functions and elements. Protection of Communal Intellectual Property Related to
Traditional Motifs in Indonesia based on Law Number 28 of 2014 concerning
Copyright. The problem in this study is how is the legal protection of traditional
motifs used by international brands for commercial purposes, legal efforts that can
be carried out by the government if the traditional motifs are used unilaterally by
international brands for commercial purposes.
The research method uses a normative approach, namely the Conceptual Approach
and the Case Approach. The study was conducted by means of library research and
interviews, the data analysis used was analytic descriptive method.
The results of the study show that legal protection for traditional motifs used by
international brands for commercial use is that there is no clear legal umbrella in
positive law, because in several international conventions there are pros and cons
between developed countries which incidentally consider traditional motives in this
case, namely Communal Intellectual Property to be public domain which is quite
detrimental to developing countries because developing countries themselves have
quite a lot of intellectual property in the communal field. Until now, the
government, in order to protect its communal wealth, has taken defensive measures,
namely the recording of cultural heritage, and even then, it is still quite far from
protecting it because it aims to prevent this culture from becoming extinct. Legal
efforts made by the government when the use of wealth
communal intellectual property used unilaterally by foreign brands can be carried
out through litigation or non-litigation which will involve international
organizations in resolving the dispute.
Keywords: IPR , International Brand, Traditional MotifsADJIE NAINGGOLAN MANGIRING 19120113602023-06-14T03:06:46Z2023-06-14T03:06:46Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72091This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/720912023-06-14T03:06:46ZPENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERUSAKAN
HUTAN DIKAWASAN HUTAN KONSERVASI
Hutan merupakan salah satu sumber daya yang sangat penting bagi manusia,
termasuk sebagai sumber daya kayu dan juga merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari lingkungan. Hasil hutan berupa kayu merupakan sumber daya
alam yang sering menjadi incaran sebagian masyarakat untuk mengambil hasil
hutannya tanpa izin. Rumusan permasalahan pada penelitian ini adalah
Bagaimanakah Penegakan Hukum terhadap tindak pidana perusakan hutan? dan
Apakah penegakan hukum terhadap tindak pidana perusakan hutan oleh hakim
sudah dapat menimbulkan detterant effect bagi pelaku?
Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif dan empiris. Jenis data
yang digunakan adalah data sekunder dan data primer. Pengumpulan data melalui
penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research).
Analisis data yang digunakan adalah deskriptif
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa 1). Penegakan
Hukum terhadap Tindak Pidana Perusakan Hutan dirasa masih belum optimal hal
ini dapat dilihat dari pelaku yang melakukan tindakannya secara berulang. Ini
membuktikan bahwa Penegakan Hukum dalam Tindak Pidana Perusakan Hutan
belum optimal walaupun sudah memenuhi unsur dalam penegakan hukum yaitu
unsur kepastian hukum ( rechtzekerheid ), unsur kemanfaatan (doelmatigheid), dan
unsur keadilan (gerichtheid). 2). Penegakan Hukum dalam menjatuhkan putusan
No.1300/Pid.B/LH/2021/PN.Tjk oleh hakim dirasa masih kurang optimal dalam
menimbulkan Detterant Effect. Dalam menjatuhkan putusan ini hakim perlu
menimbang beberapa unsur sesuai dengan yang tercantum dalam pasal 83 ayat
1 Undang – Undang No.18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Perusakan Hutan yaitu Unsur Setiap Orang, Unsur dengan sengaja Memuat,
Membongkar, mengeluarkan, mengangkut, menguasai dan/atau memiliki hasil
penebangan dikawasan hutan tanpa izin. Serta unsur Yang Melakukan, Yang
Menyuruh Melakukan atau Yang Turut Serta Melakukan. Dalam menjatuhkan
hukuman hakim juga perlu memberikan sanksi yang sesuai dengan Pasal 10
KUHP, sanksi tersebut bersifat kumulatif antara sanksi Pidana Badan dan Sanksi
Pidana Denda.
Muhammad Rajasa Mangku Negara
Berdasarkan kesimpulan diatas maka penulis menyarankan perlu adanya upaya
yang sungguh-sungguh, tidak hanya dari aparat pemerintah dan penegak hukum
saja, tetapi masyarakat juga dihimbau untuk memiliki kesadaran hukum dan saling
bahu membahu agar dapat terciptanya ketertiban, ketentraman dan masyarakat yang
taat terhadap hukum. Serta upaya pengoptimalan dalam hal sarana dan prasaran
sehingga dapat memudahkan aparat penegak hukum dalam menjalankan fungsi
pengawasan serta penjagaan. Adapun dengan pengoptimalan dalam menjatuhkan
hukuman kepada para pelaku penebangan hutan tanpa izin dengan memberikan
pidana tambahan selain dari pidana penjara dan pidana denda, yaitu dengan suaru
hukuman bertanggung jawab dalam menanam kembali (reboisasi) dan bertanggung
jawab dalam pemeliharaan pohon tersebut.
Kata Kunci: Penegakan Hukum, Perusakan Hutan, Putusan
Rajasa Mangku Negara Muhammad 19420110172023-06-14T02:42:33Z2023-06-14T02:42:33Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72086This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/720862023-06-14T02:42:33ZANALISIS PELANGGARAN HAK CIPTA ATAS COVER LAGU
MELALUI MEDIA YOUTUBE
(Studi Putusan Mahkamah Agung No. 41 PK/Pdt.Sus-HKI/2021)Cover merupakan tindakan menyanyikan ulang sebuah lagu oleh orang
lain baik dengan izin maupun tanpa seizin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.
Nagaswara merupakan Pemegang Hak Cipta lagu “Lagi Syantik” yang dicover
oleh Gen Halilintar dengan cara diubah liriknya kemudian diunggah ke media
sosial YouTube tanpa seizin Nagaswara. Oleh karena itu, Nagaswara menggugat
pihak Gen Halilintar dengan dugaan pelanggaran hak cipta. Berdasarkan hal
tersebut maka permasalahan dalam penelitian ini mengenai pertimbangan hakim
dalam menjatuhkan putusan pelanggaran hak cipta jika dikaitkan dengan prinsip
fair use dan akibat hukum bagi para pihak atas adanya pelanggaran hak cipta lagu
“Lagi Syantik”.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, dengan
tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan
pendekatan normatif-terapan dengan tipe judicial case study. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Pengumpulan data
dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi dokumen. Pengolahan data
dilakukan dengan pemeriksaan data, rekonstruksi data, dan sistematika data.
Analisis data menggunakan analisis kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa cover lagu “Lagi
Syantik” menurut pertimbangan hakim dalam Putusan MA No.41 PK/Pdt.Sus-
HKI/2021 merupakan pelanggaran hak cipta yaitu hak moral dan hak ekonomi.
Keterkaitan hasil pertimbangan hakim ini dengan prinsip fair use yaitu tindakan
cover lagu “Lagi Syantik” merupakan pelanggaran hak cipta sehingga tidak dapat
memenuhi prinsip fair use karena telah dikomersialkan dengan diunggah melalui
YouTube sehingga memperoleh keuntungan materiil yang merugikan Nagaswara.
Akibat hukum dari Putusan MA No.41 PK/Pdt.Sus-HKI/2021 yaitu Nagaswara
memperoleh ganti kerugian materiil, sedangkan Gen Halilintar membayar
tuntutan ganti rugi dan seluruh biaya perkara pada semua tingkat pengadilan.
Kata Kunci : Cover Lagu, Fair Use Doktrin, YouTubeSEPTIA WARDANI RANI 19120112122023-06-14T02:26:12Z2023-06-14T02:26:12Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72082This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/720822023-06-14T02:26:12ZPELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK
PADA MASYARAKAT LAMPUNG SAIBATIN
(Studi Di Desa Gunung Sugih Kecamatan Batu Brak
Kabupaten Lampung Barat)
Pengangkatan Anak dilakukan memalui proses hukum baik menurut hukum adat
maupun berdasarkan perundang undangan yang berlaku. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak,
pengangkatan anak harus dilakukan melalui permohonan pengesahan
pengangkatan anak baik secara lisan maupun tertulis dari calon orang tua angkatnya
yang mana harus memenuhi syarat dan ketentuan tertentu yang telah ditetapkan
yaitu pengangkatan anak dilakukan dengan proses hukum melalui penetapan
pengadilan. Masyarakat Lampung Saibatin di Desa Gunung Sugih biasanya
melakukan pengangkatan anak hanya melalui musyawarah dan kesepakatan kedua
belah pihak. Permasalahan pada penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan
pengangkatan anak menurut Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 dan
bagaiamana pelaksanaan pengangkatan anak pada masyarakat Lampung Saibatin.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif empiris dengan tipe penelitian
deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis
sosiologis. Data dan sumber data yang diperoleh dari data primer dan sekunder.
Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan dan wawancara. Yang
menjadi lokasi penelitian adalah Desa Gunung Sugih Kecamatan Batu Brak
Kabupaten Lampung Barat, yang selanjutnya analisis data dilakukan secara
kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan proses
pengangkatan anak menurut Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 diawali
dari adanya penyerahan anak dari orang tua kandung kepada calon orang tua angkat,
baik secara lisan maupun tertulis, setelah adanya kesepakat antara kedua pihak,
dibuatlah surat penyerahan yang disaksikan keluarga dan tetangga dekat.Selanjutnya untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan anak, orang tua angkat
harus mengajukan surat permohonan ke Pengadilan. Calon orang tua angkat yang
telah memenuhi persyaratan mengajukan permohonan pengangkatan anak ke
pengadilan. Proses pengangkatan anak pada masyarakat Lampung Saibatin diawali
atas persetujuan antara kedua belah pihak. Pelaksanaan pengangkatan anak yang
dilakukan pada masyarakat Lampung Saibatin di Desa Gunung Sugih hanya
dilakukan dengan cara musyawarah, yaitu musyawarah keluarga, musyawarah
kerabat, dan musyawarah adat.
Kata Kunci: Pengangkatan anak, Lampung Saibatin, Peraturan Pemerintah AYI HAYATI CUCU19120112242023-06-13T08:34:21Z2023-06-13T08:34:21Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/72079This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/720792023-06-13T08:34:21ZPERAN POLRI DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PEMERASAN
DALAM JABATAN YANG DILAKUKAN SECARA BERSAMA-SAMA
OLEH ANGGOTA DPRD DAN KEPALA DESA (Studi Pada Kepolisian Resor Lampung Timur)
The role of the Police in investigating criminal acts of extortion in office is
regulated in Law Number 2 of 2002 concerning the Indonesian National Police,
the investigative task is contained in Article 14 letter g. The Indonesian National
Police has authority in terms of investigations, but in the process of investigating
criminal acts of extortion in office it is a criminal act of corruption that is
complicated and difficult, there are often obstacles so that the law enforcement
process tends to deviate from the principles of a fast, simple, low-cost and honest
trial. The problem in this study is the role of the Indonesian National Police in
investigating the criminal act of extortion in office which is carried out jointly by
members of the DPRD and the Village Head and the inhibiting factors in the
process of investigating the criminal act of extortion in office which are carried
out jointly by Members of the DPRD and the Village Head.
This research uses normative juridical as well as empirical juridical approaches.
The resource persons consisted of investigators at the East Lampung Resort Police
and Lecturers in the Criminal Section at the Faculty of Law, University of
Lampung. Data collection by library research and field studies. Data analysis was
carried out qualitatively.
The results of the research and discussion show that the role of the Police in
investigating criminal acts of extortion in office which is carried out jointly by
members of the DPRD and the Village Head includes a normative role, namely
the role carried out by the Police in relation to their duties, functions and
authorities as regulated in Articles 13 and 14 letters g Law Number 2 of 2002
concerning the Indonesian National Police and Article 1 paragraph (2) of Law
Number 8 of 1981 concerning the Criminal Procedure Code. The factual role of
the Police in this case was carried out by carrying out investigations and
investigations of cases up to the delegation to the Tanjung Karang District Court.
The role of the Police in the investigation of this case until the delegation to the
Tanjung Karang District Court.
Septi Nadila Utami
The role of the Police in investigating this case with a complete dossier referred to
as P-21 then carried out coercive measures against the perpetrators starting from
the investigation and investigation, arrest, detention, search and examination of
the suspect and witnesses up to the handing over of this case at the Tanjung
Karang District Court. However, the ideal role of the Police in this case has not
been carried out optimally by the East Lampung Police, namely regarding the
statement of the complete file (P-21) which was delayed from the time it should
have been determined. The inhibiting factors in carrying out this role include law
enforcement officers because not all law enforcement officers for the East
Lampung Police can be used as investigators in handling cases of corruption,
inadequate facilities and infrastructure can hinder a crime being uncovered and the
legal culture of enforcement officers. unresponsive law and do not have the same
view of a case.
Suggestions in this study are that law enforcement officials, especially the East
Lampung Resort Police, must increase the professionalism of the police as law
enforcement officers in eradicating criminal acts of extortion in office, in the
investigation process investigators must be selected from people who do have
quality in carrying out their duties to carry out investigations, so that as much as
possible in carrying out the investigation process with the added support of
sophisticated tools from the relevant agencies so as to expedite the investigative
process.
ABSTRAK
Peran Polri dalam penyidikan tindak pidana pemerasan dalam jabatan diatur
dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia, tugas penyidikan terdapat pada Pasal 14 huruf g. polri mempunyai
kewenangan dalam hal penyidikan, namun dalam proses penyidikan tindak pidana
pemerasan dalam jabatan merupakan tindak pidana korupsi yang bersifat rumit
dan sulit, seringkali terdapat kendala-kendala sehingga proses penegakan
hukumnya cenderung menyimpangi asas peradilan yang cepat, sederhana, biaya
ringan serta jujur. Permasalahan dalam penelitian ini adalah peran polri dalam
penyidikan tindak pidana pemerasan dalam jabatan yang dilakukan secara
bersama-sama oleh Anggota DPRD dan Kepala Desa dan faktor penghambat
dalam proses penyidikan tindak pidana pemerasan dalam jabatan yang dilakukan
secara bersama-sama oleh Anggota DPRD dan Kepala Desa.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan juga yuridis empiris.
Narasumber terdiri dari Penyidik pada Kepolisian Resor Lampung Timur dan
Dosen Bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pengumpulan data
dengan studi Pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa Peran Polri dalam
penyidikan tindak pidana pemerasan dalam jabatan yang dilakukan secara
bersama-sama oleh anggota DPRD dan Kepala Desa meliputi peran normatif yaitu
peranan yang dilakukan oleh Polri terkait tugas, fungsi dan wewenangnya yang
diatur dalam Pasal 13 dan 14 huruf g Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Pasal 1 ayat (2) UndangUndang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. Peran faktual Polri pada perkara
ini dilakukan dengan pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan perkara sampai
pelimpahan ke Pengadilan Negeri Tanjung Karang. Peran Polri dalam penyidikan
perkara ini
Septi Nadila Utami
sampai pelimpahan ke Pengadilan Negeri Tanjung Karang. Peran Polri dalam
penyidikan perkara ini dengan pernyataan berkas lengkap yang disebut sebagai P21
kemudian
melakukan
upaya paksa terhadap pelaku mulai dari penyidikan dan
penyelidikan, penangkapan, penahanan, penggeledahan dan pemeriksaan
tersangka dan para saksi sampai pada pelimpahan perkara ini di Pengadilan
Negeri Tanjung Karang. Namun peran ideal Polri pada perkara ini belum dapat
dilakukan dengan maksimal oleh Kepolisian Resor Lampung Timur yaitu terkait
pernyataan berkas lengkap (P-21) yang mundur dari waktu yang seharusnya telah
ditentukan. Adapun faktor penghambat dari pelaksanaan peran ini meliputi aparat
penegak hukum karena tidak semua aparat penegak hukum Kepolisian Resor
Lampung Timur bisa dijadikan penyidik dalam menangani kasus tindak pidana
korupsi, sarana dan prasarana yang kurang memadai bisa menjadi terhambat suatu
tindak pidana terungkap dan budaya hukum dari aparat penegak hukum yang
tidak responsif dan tidak mempunyai pandangan yang sama terhadap suatu
perkara.
Saran dalam penelitian ini adalah hendaknya para aparat penegak hukum
khususnya Kepolisian Resor Lampung Timur harus meningkatkan
profesionalisme kepolisian sebagai aparat penegak hukum dalam melakukan
pemberantasan tindak pidana pemerasan dalam jabatan, dalam proses penyidikan
penyidik harus dipilih dari orang-orang yang memang memiliki kualitas dalam
melakukan tugasnya untuk melakukan penyidikan, sehingga dapat semaksimal
mungkin dalam melakukan proses penyidikan dengan ditambah dukungan alat
yang canggih dari instansi terkait sehingga dapat memperlancar proses penyidik.
Nadila Utami Septi19420110022023-06-13T03:29:13Z2023-06-13T03:29:47Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/71947This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/719472023-06-13T03:29:13ZHAK DAN KEWAJIBAN JANDA TERHADAP HARTA PENINGGALAN
SUAMI DALAM HUKUM WARIS ADAT BALI
(STUDI PADA MASYARAKAT BALI DI DESA RAMA GUNAWAN
KECAMATAN SEPUTIH RAMAN KABUPATEN LAMPUNG TENGAH)Hukum waris adat berkaitan dengan sistem kekerabatan yang dianut oleh
masyarakat. Masyarakat adat Bali menganut sistem kekerabatan patrilineal atau
kaparusa, sehingga hanya anak laki-laki (purusa) atau anak perempuan yang
diangkat statusnya menjadi laki-laki (sentana rajeg) yang berhak mewaris.
Sedangkan, anak perempuan hanya berhak untuk menikmati harta peninggalan
dari orang tuanya (pewaris) selama belum kawin keluar, hal tersebut juga berlaku
bagi seorang janda. Permasalahan dalam penelitian ini adalah kedudukan serta hak
dan kewajiban janda terhadap harta peninggalan suaminya menurut hukum waris
adat Bali di Desa Rama Gunawan Kecamatan Seputih Raman Kabupaten
Lampung Tengah.
Jenis penelitian yang dilakukan adalah empiris, dengan tipe penelitian bersifat
deskriptif. Data dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari studi
lapangan dengan cara wawancara kepada pengurus adat, tokoh masyarakat dan
membagikan kuisuiner kepada janda serta data sekunder yang diperoleh dari studi
kepustakaan. Analisis data yang digunakan adalah dengan cara kualitatif.
Hasil Penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa kedudukan janda terhadap
harta peninggalan suami menurut hukum waris adat Bali di Desa Rama Gunawan
Kecamatan Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah, bukan sebagai ahli
waris dari harta peniggalan suaminya, harta warisan berupa harta tetamian tidak
dapat diwarisi oleh janda yang melakukan perkawinan memadik. Hak janda yang
melakukan perkawinan memadik terhadap harta peninggalan suaminya yaitu janda
dapat mengelola dan mengatur harta peninggalan pewaris serta menikmati dan
mendapat penghidupan dari harta peninggalan perwaris. Selain mendapatkan hak
dari harta peninggalan suaminya, janda juga berkewajiban untuk memelihara harta
peninggalan pewaris dengan sebaik-baiknya sampai ahli waris dewasa dan dapat
mewarisi harta peninggalan pewaris.
Kata Kunci: Hak dan Kewajiban Janda, Hukum Waris Adat Bali,
Kedudukan Janda. Dwiyanti Gusti Ayu Made19120111592023-06-13T01:45:35Z2023-06-13T01:45:35Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/71941This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/719412023-06-13T01:45:35ZPENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA LAMPU STROBO DAN ROTATOR SIRINE PADA MOBIL PRIBADI BERDASARKAN PASAL 134 UU No. 22 TAHUN 2009 TENTANG
LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
(Studi Wilayah Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Lampung)Penggunaan lampu strobo yang digunakan masyarakat telah menyimpang dari maksud dan kepentingan tertentu yang diatur dalam Pasal 59 Ayat (1) Undang- Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Para pengemudi tersebut menggunakan lampu strobo dengan maksud agar memiliki hak utama yaitu kendaraan yang dikemudikannya mendapat prioritas dan didahulukan dari pengguna jalan lain. Sedangkan hak utama itu hanya diberikan untuk kendaraan yang mempunyai kepentingan tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 134 UU LLAJ. Permasalahan dalam tulisan ilmiah ini berupa bagaimanakah penegakan hukum terhadap pelanggaran penggunaan lampu strobo dan rotator sirine pada mobil pribadi dan faktor penghambat dalam proses penegakan hukum terhadap pelanggaran penggunaan sirine dan lampu strobo pada kendaraan pribadi di Bandar Lampung.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan yuridis empiris. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder dengan proses pengumpulan data yang dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi lapangan.
Penegakan hukum pada tindak pidana pelanggaran pengguanaan lampu strobo dan rotator sirine berdasarkan hasil penelitian penulis, berada pada tahap formulasi dan tahap aplikasi. Tahap formulasinya yaitu adanya Undang- Undang yang mengatur pelanggaran pengguanaan lampu strobo dan rotator sirine pada mobil pribadi yang seharusnya menjadikan ketertiban lalu lintas semakin terjaga, seperti Undang- Undang yang sudah tertera mengatur adanya pelanggaran pengguanaan lampu strobo dan rotator sirine pada mobil pribadi, yaitu pada Pasal 58 UU No. 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Pasal 279 UU No. 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menyatakan sanksi dari pelanggaran tersebut. Sedangkan pada tahap aplikasinya yaitu penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat kepolisisan Ditlantas Polda Lampung dengan cara persuasif seperti melakukan himbauan dan teguran kepada
pengguna lampu strobo dan rotator sirine, dan tidak ada penegakan hukum secara represif, dimana pihak kepolisian tidak melakukan penyelidikan dan penyidikan untuk melaksanakan proses hukum selanjutnya sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Hal ini dikarenakan para pengendara mobil pribadi yang melakukan pelanggaran pengguanaan lampu strobo dan rotator sirine tersebut sudah patuh ketika pihak kepolisian melakukan penindakan secara persuasif.
Faktor yang menghambat Polisi Lalu Lintas dalam melaksanakan penegakan hukum untuk meminimalisir terjadinya pelanggaran penggunaan lampu strobo dan rotator sirine, faktor yang paling dominan yaitu faktor masyarakat dimana kurang meratanya pemahaman hukum oleh masyarakat dalam memahami peraturan perundang- undangan yang mengatur teknis dalam berkendara yang menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi penegakan hukum terhadap pelanggaran pengguanaan lampu strobo dan rotator sirine pada mobil pribadi. Faktor lainnya adalah faktor sarana dan prasarana, penegakan hukum akan berjalan dengan baik jika didukung oleh sarana, fasilitas yang lengkap dan memadai demi kepentingan tegaknya hukum agar dapat terlaksana secara efektif.
Saran dari penelitian ini adalah Polantas perlu melakukan pembenahan guna meningkatkan kinerja dalam menanggulangi suatu pelanggaran lalu lintas, sanksi pada undang-undang yang mengatur mengenai pelanggaran penggunaan lampu strobo dan rotator sirine perlu ditegakan guna memberi efek jera kepada pelanggar.
Kata Kunci: Penegakan Hukum, Pengguna, Lampu Strobo, Rotator Sirine
Arif Maulana Rayhan 19120112822023-06-13T01:43:13Z2023-06-13T01:43:13Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/71903This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/719032023-06-13T01:43:13ZSTUDI KOMPARATIF TERHADAP HAK CIPTA POTRET SELEBRITI
MENURUT UNDANG-UNDANG HAK CIPTA DI INDONESIA DAN
KOREA SELATANPotret selebriti memiliki potensi tinggi dalam industri perdagangan karena
diminati oleh penggemar. Di Indonesia dan Korea Selatan potret selebriti digunakan
untuk produk komersial karena memiliki daya tarik dan nilai jual. Seperti dalam
kasus BTS dan Farah Quinn, potret mereka digunakan untuk produk komersial
namun tanpa izin sehingga menyebabkan kerugian. Berdasarkan hal tersebut
penulis tertarik meneliti dan merumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu
mengenai pengaturan hak cipta potret menurut Undang-Undang Hak Cipta di
Indonesia dan Korea Selatan, upaya hukum terhadap penggunaan potret selebriti
tanpa izin di Indonesia dan Korea Selatan serta cara menggunakan potret selebriti
sesuai hukum di Indonesia dan Korea Selatan.
Jenis penelitian yaitu penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian
bersifat deskriptif dan menggunakan pendekatan masalah komparatif. Data dan
sumber data diperoleh dari data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Pengumpulan data yang
digunakan yaitu dengan cara studi pustaka. Metode pengolahan data dilakukan
dengan cara seleksi data, klasifikasi data dan penyusunan data yang selanjutnya di
analisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan yaitu pengaturan hak cipta potret di
Indonesia Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta sedangkan di
Korea Selatan Copyright Act No. 18547, December 7, 2021, Amendment Of Other
Laws dan Unfair Competition Prevention And Trade Secret Protection Act No.
18548, December 7, 2021, Partial Revision. Unfair Competition Prevention And
Trade Secret Protection Act No. 18548, December 7, 2021, Partial Revision hanya
melindungi nama, potret dari selebriti atau orang terkenal saja dan untuk orang
biasa dilindungi oleh Civil Code. Di Indonesia pengaturan mengenai potret tidak
terbatas hanya untuk orang yang terkenal saja melainkan seluruh orang yang
dirugikan. Di Indonesia dan Korea Selatan upaya hukum berupa meminta larangan
tindakan persaingan tidak sehat, kompensasi kerugian, menuntut penangguhan atas
pelanggaran dan hukuman penjara. Cara menggunakan potret selebriti di Indonesia
dan Korea Selatan adalah sama-sama menggunakan lisensi.
Kata kunci: Hak Cipta, Komersial, Potret Selebriti, Undang-Undang Hak
CiptaPERMATA SARI DEWI19120110372023-06-13T01:41:46Z2023-06-13T01:41:46Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/71868This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/718682023-06-13T01:41:46ZPENERAPAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1990
TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI
SIPIL TERHADAP PERKAWINAN POLIGAMI PNSPerkawinan poligami yang dilakukan oleh PNS secara khusus diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan
Perceraian Pegawai Negeri Sipil (PNS). Peraturan tersebut menyebutkan syarat
dan ketentuan yang harus dipenuhi oleh PNS sebelum dapat mengajukan
permohonan izin poligami kepada Pengadilan. Pengadilan kemudian akan
memeriksa permohonan izin poligami tersebut sebelum akhirnya memberi
putusan. Namun adakalanya Pengadilan tidak mengabulkan permohonan izin
poligami yang diajukan oleh PNS seperti yang terjadi pada putusan Nomor
4827/Pdt.G/2017/PA.JT dan putusan Nomor 3516/Pdt.G/2019/PA.Bks.
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah syarat permohonan izin
poligami yang dilakukan oleh PNS, serta pertimbangan hukum Hakim dalam
memutus perkara permohonan izin poligami yang dilakukan oleh PNS.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif yaitu dengan mengkaji
penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990. Tipe penelitian
deskriptif, yakni tipe penelitian yang bersifat memaparkan dengan mengolahnya
dalam bentuk kata-kata. Pendekatan masalahnya adalah pendekatan kasus (studi
case) yakni pendekatan masalah yang menggunakan putusan sebagai dasar dalam
menjawab rumusan masalah, dalam tulisan ini penulis menggunkaan putusan
Nomor 4827/Pdt.G/2017/PA.JT dan putusan Nomor 3516/Pdt.G/2019/PA.Bks.
Data yang digunakan data sekunder yang terdiri atas bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Metode pengumpulan data
menggunakan studi pustaka dan studi dokumen. Pengolahan data dilakukan
dengan melakukan pemeriksaan data, klasifikasi data, dan sistemasi data yang
kemudian dianalisis secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, syarat permohonan izin poligami
yang dilakukan oleh PNS dilaksanakan dengan memenuhi syarat substantif yang
termuat dalam Pasal 4 PP Nomor 45 Tahun 1990 jo Pasal 10 PP Nomor 10 Tahun
1983, dan syarat administrarif yang termuat dalam Surat Edaran
Nomor:48/SE/1990 jo Surat Edaran Badan Administrasi Kepegawaian Negara
Nomor 08/SE/1983. Sementara pertimbangan hukum Hakim dalam memutus
putusan Nomor 4827/Pdt.G/2017/PA.JT adalah bahwa alasan yang diajukan PNS
tidak dapat disertai bukti yang didukung oleh ahli, sedangkan dalam putusan
Nomor 3516/Pdt.G/2019/PA.Bks PNS yang mengajukan permohonan izin
poligami tidak dapat menghadirkan Surat Izin Menikah Lagi dari Pejabat.
Kata kunci : Poligami, PNS, Perkawinan.Noviana Ana 17120112022023-06-12T10:31:00Z2023-06-12T10:31:00Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/71909This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/719092023-06-12T10:31:00ZANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM
MENJATUHKAN PUTUSAN BATAL DEMI HUKUM
(Studi Putusan No.190/Pid.Sus/2018/PN.Skt)
Putusan batal demi hukum terhadap surat dakwaan adalah putusan hakim yang
menyatakan surat dakwaan yang dibuat oleh penuntut umum tidak berdasarkan
ketentuan yang berlaku. Surat dakwaan menjadi satu unsur yang terpenting yang
digunakan hakim dalam memeriksa perkara di pengadilan. Ketentuan mengenai
pembuatan surat dakwaan diatur dalam Pasal 143 Ayat (2) huruf b KUHAP.
Mengenai ketentuan tersebut mengatur mengenai syarat materiil meliputi, uraian
secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan
menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana yang didakwakan dengan
menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana tersebut dilakukan. Dalam penelitian
ini, penjatuhan putusan hakim batal demi hukum. Permasalahan dalam penelitian
ini, yaitu (1) Bagaimanakah dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan
putusan batal demi hukum dalam Putusan Nomor 190/Pid.Sus/2018/PN.Skt. (2)
Bagaimanakah akibat dan upaya hukum terhadap putusan hakim yang menjatuhkan
putusan batal demi hukum.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris.
Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Narasumber
penelitian ini terdiri dari Hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang, Jaksa
Kejaksaan Tinggi Lampung dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum
Universitas Lampung. Analisis data dilakukan secara kualitatif
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan: (1) Analisis dasar pertimbangan
hukum hakim dalam menjatuhkan putusan batal demi hukum dalam Putusan Nomor
190/Pid.sus/2018/PN.Skt adalah didasari atas pertimbangan yuridis, yaitu
kekeliruan penuntut umum dalam menentukan golongan usia terdakwa dalam
membuat surat dakwaan dan kesalahan penuntut umum dalam menentukan pasal
dalam dakwaan kedua yang tidak sesuai berdasarkan Pasal 143 Ayat (2) huruf b.
Pertimbangan filosofis hakim mempertimbangkan putusan yang dijatuhkan sebagai
bentuk pembelajaran jaksa penuntut umum dalam membuat surat dakwaan. Secara
sosiologis hakim mempertimbangkan penjatuhan putusan dakwaan batal demi
hukum terhadap masyarakat. (2) Akibat dan upaya hukum terhadap penjatuhan putu
David Bastian
san hakim yang menjatuhkan putusan batal demi hukum. terdapat akibat putusan
batal demi hukum dinyatakan bukan putusan nebis in idem, akibat terdakwa
dikeluarkan dari tahanan, dan barang bukti yang dikembalikan dalam perkara ini.
Upaya hukum yang dapat ditempuh penuntut umum ataupun korban, yaitu upaya
tingkat banding, upaya tingkat kasasi dan pengajuan berkas kembali ke pengadilan
negeri.
Saran dalam penelitian ini adalah (1) Agar jaksa penuntut umum dalam membuat
dan menyusun surat dakwaan lebih cermat, jelas, dan lengkap. Hendaknya jaksa
penuntut umum dapat menyesuaikan delik perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa
dengan pasal yang didakwakan dan lebih tepat dalam menggolongkan usia
terdakwa yang dibuat dalam surat dakwaan. (2) Agar hakim dalam proses peradilan
hukum pidana bersifat lebih aktif. Hendaknya hakim pada surat dakwaan yang tidak
memenuh persyaratan menjatuhkan putusan sela, supaya dalam penjatuhan putusan
sela jaksa penuntut umum dapat memperbaiki surat dakwaan, sehingga hakim
dalam mempertimbangkan dan menjatuhkan putusan dapat mewujudkan keadilan
dan kepastian hukum.
Kata Kunci: Pertimbangan, Putusan Hakim, Batal Demi Hukum.
Bastian David 19520110262023-06-12T07:33:12Z2023-06-12T07:33:12Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/71910This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/719102023-06-12T07:33:12ZURGENSI DIVERSI BAGI PELAKU ANAK PENYALAHGUNAAN
NARKOTIKA DALAM UPAYA PEMBERIAN REHABILITASI
OLEH HAKIMBerdasarkan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
menegaskan pengguna narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial, Namun penerapan rehabilitasi terhadap pengguna
penyalahguna narkotika sering terjadi permasalahan yang membuat kebijakan
rehabilitasi sulit untuk diterapkan. Permasalahan penelitian ini adalah Bagaimana
urgensi diversi bagi pelaku penyalahgunaan narkotika dalam upaya pemberian
rehabilitasi oleh hakim dan Apakah faktor penghambat penerapan diversi bagi
pelaku penyalahgunaan narkotika dalam upaya pemberian rehabilitasi oleh hakim.
Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis empiris. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder dengan
pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan studi lapangan. Adapun
Narasumber dari penelitian ini terdiri dari Hakim pada Pengdilan Negeri Tanjung
Karang Kelas IA dan Dosen Bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas
Lampung. Analisis data yang digunakan adalah kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pelaksanaan urgensi pelaksanaan diversi
bagi pelaku anak penyalahgunaan narkotika dalam upaya pemberian rehabilitasi
oleh hakim bahwa penerapannya belum maksimal. Belum ada peraturan khusus
bahwa diversi dapat diterapkan untuk pelaku dewasa karena hukum positif diversi
hanya dapat diterapkan untuk pelaku anak sebagaimana diatur secara khusus
penerapan diversi hanya terdapat dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Selain itu, untuk menjadikan formulasi
terbaik dalam keberhasilan urgensi dari penerapan diversi bagi pelaku anak
penyalahgunaan narkotika supaya mendapat sanksi tindakan berupa rehabilitasi
medis dan sosial yaitu perlu adanya kesepahaman antara aparat penegak hukum
yang terdiri dari penyidik, penuntut umum, hakim, dan advokat serta organ-organ
pendukungnya seperti pembimbing kemasyarakatan, tenaga kerja sosial, dan tokoh masyarakat. Faktor yang menjadi penghambat penerapan diversi bagi
pelaku penyalahgunaan narkotika dalam upaya pemberian rehabilitasi oleh hakim
yang menyebabkan pelaksanaannya tidak berjalan dengan baik dan lancar yaitu
Faktor kurangnya pemahaman aparat penegak hukum dalam pelaksanaan diversi
yang belum mempedomani syarat-syarat diversi, pelimpahan berkas perkara di
pengadilan tidak diberikan informasi yang utuh, dan pertimbangan penelitian
kemasyarakatan yang dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan.
Saran dalam skripsi ini adalah Hakim wajib meningkatkan pendidikan dan selalu
mengikuti seminar tentang perkembangan undang-undang yang baru serta
perlunya pemahaman mengenai diversi disemua tingkatan peradilan maupun
masyarakat dengan melalui penyuluhan tentang diversi, agar masyarakat
memahami penerapan diversi bagi pelaku anak penyalahgunaan narkotika dan
Diharapkan kepada aparat penegak hukum khususnya Hakim di pengadilan
meningkatkan sosialisasi terhadap masyarakat mengenai pentingnya perlindungan
anak melalui proses diversi (menyelesaikan masalah secara non litigasi), apa yang
menjadi tujuan dari diversi, agar masyarakat tersebut dapat menghilangkan sifat
pembalasan (retributif) dalam menyelesaiakan suatu tindak pidana melakukan
musyawarah terhadap kasus anak yang berhadapan dengan hukum.
Kata kunci: Urgensi, Diversi, Narkotika, RehabilitasiRIZKY AKBAR . MUHAMMAD 1912011216 2023-06-09T08:26:21Z2023-06-09T09:28:24Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/71866This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/718662023-06-09T08:26:21ZAnalisis Disparitas Pidana Terhadap Penyalah Guna Narkotika
(Studi Putusan Perkara Nomor 156/Pid.Sus/2021/PN.Met, Nomor
39/Pid.Sus/2020/PN.Met dan Nomor 134/Pid.Sus/2021/PN.Met)Terpidana penyalah guna narkotika setelah di pidana penjara memperbandingkan penjatuhan pidana dengan terpidana lain akan merasa bahwa masa tahanannya jauh lebih lama dibandingkan dengan terpidana lain walaupun dengan persamaan tindak pidana. Permasalahan ini disebut dengan disparitas pidana yang dapat menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan. Berdasarkan isu hukum tersebut maka permasalahan yang akan dibahas adalah faktor penyebab terjadinya disparitas dalam putusan hakim terhadap penyalah guna narkotika dan dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan yang berbeda terhadap penyalah guna narkotika berdasarkan Putusan Nomor 156/Pid.Sus/2021/PN.Met, Putusan Nomor 39/Pid.Sus/2020/PN.Met dan Putusan Nomor 134/Pid.Sus/2021.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris yang menggunakan data primer dan sekunder. Metode pengumpulan data menggunakan metode studi pustaka dan didukung wawancara dengan narasumber pada penelitian ini terdiri dari Hakim Pengadilan Negeri Metro Kelas IB, Advokat Peradi Kota Metro, dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diketahui bahwa faktor penyebab terjadinya disparitas yaitu faktor hukum dan faktor hakim, faktor hukum disebabkan tidak diaturnya mengenai asas atau pedoman bagi hakim dalam memutus tindak pidana penyalah guna narkotika kemudian faktor hakim disebabkan hakim mempunyai kebebasan yang sangat luas sehingga memberi keleluasaan hakim untuk menjatuhkan pidana. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan yang berbeda terhadap terdakwa penyalah guna narkotika berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Metro No. 156/Pid.Sus/2021/PN.Met, Putusan No. 39/Pid.Sus/2020/PN.Met dan Putusan No. 134/Pid.Sus/2021/PN.Met yaitu pertimbangan yuridis dan non yuridis, secara yuridis yaitu pertimbangan hakim yang didasarkan pada fakta-fakta hukum yang terungkap di dalam Persidangan, sedangkan non yuridis yaitu penilaian hakim diluar dari fakta-fakta hukum yang terungkap.
Bimantara Suherly Putra
Adapun saran dalam penelitian ini, adalah diharapkan Mahkamah Agung untuk dapat merumuskan sebuah pedoman pemidanaan bagi penyalahgunaan narkotika bagi diri sendiri. Dan diharapkan agar hakim dalam membuat pertimbangan hukum harus dapat mengeksplisit putusan dan dalam pertimbangan hakim diharapkan agar hakim dapat mengupayakan penyalah guna narkotika untuk direhabilitasi dan dapat memanusiakan manusia.
Kata Kunci : Disparitas, Narkotika, Penyalah Guna, Hakim.
Criminal disparity is the application of punishments that are not the same or for criminal acts whose dangerous nature can be compared without a clear basis for giving a decision. This problem raises public distrust of the judiciary. Factors that affect criminal disparity are legal factors and judge factors, while criminal disparity occurs is influenced by judges' considerations both juridically and non-juridically.
The method used in this study is a normative and empirical juridical approach that uses secondary data. The data collection method used the literature study method and was supported by interviews with informants in this study consisting of Judges at the Metro Class IB District Court, Peradi Advocates of Metro City, and Lecturers of the Criminal Law Department at the Faculty of Law, University of Lampung. Qualitative data analysis.
Based on the results of the research and discussion, it can be seen that the factors that cause disparity are legal factors and judge factors. judge to sentence. The basis for the judge's consideration in passing a different decision against the defendant who abuses narcotics is based on the Decision of the Metro District Court No.
156/Pid.Sus/2021/PN.Met, Decision No. 39/Pid.Sus/2020/PN.Met and Decision No. 134/Pid.Sus/2021/PN.Met, namely juridical and non-juridical considerations, juridically, namely the judge's consideration based on legal facts revealed in the trial, while non-juridical, namely the judge's judgment outside of the revealed legal.
Suggestions from the authors in this study in terms of legal factors and judge factors. Legal factors, it is hoped that a criminal guideline for narcotics abusers will be made for themselves. The judge factor, it is expected that the judge in making legal considerations must be able to make the decision explicit. Judicial of judges, it is hoped that narcotics abusers will be rehabilitated. Non-juridical of judges, it is expected that judges in making legal considerations must be able to humanize humans.
Keywords: Disparity, Narcotics, Abuse, Judge.
Suherly Putra Bimantara 1952011024 2023-06-09T03:59:35Z2023-06-09T03:59:35Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/71831This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/718312023-06-09T03:59:35ZJUAL BELI TANAH MENGGUNAKAN SARANA SURAT
GANTI RUGI DI DESA SUNGAI RAJA Peralihan hak atas tanah dalam jual beli tanah harus dibuktikan dengan akta
otentik yaitu sertifikat hak milik atas tanah sesuai ketentuan di dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, kegiatan jual beli tanah juga harus dilakukan
di depan PPAT sebagai pejabat yang berwenang untuk menerbitkan akta Otentik
mengenai peralihan hak atas tanah sesuai dengan ketentuan di dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016, namun sebaliknya telah terjadi jual beli tanah
di hadapan Kepala Desa dengan menggunakan surat ganti rugi tanah di Desa
Sungai Raja. Permasalahan pada penelitian ini ialah : 1. Apakah Jual beli tanah
dengan sarana surat ganti rugi tanah dari Kepala Desa dibenarkan menurut
peraturan perundang undangan? 2.Bagaimanakah seharusnya jual beli tanah yang
baik dan benar berdasarkan peraturan perundang undangan?
Metode penelitian dilakukan dengan pendekatan normatif empiris melalui studi
kasus dengan mengolah data melalui studi kepustakaan dengan menganalisis
literatur yang relevan serta studi lapangan dengan metode wawancara dengan
mengajukan pertanyaan kepada narasumber terkait.
Hasil Penelitian ini ialah : 1.Jual beli tanah yang dilakukan di hadapan Kepala
Desa dengan Surat Ganti Rugi Tanah dapat didasarkan kepada Permen ATR/BPN
no 21 tahun 1994 dan oleh karena itu dapat dipertimbangkan untuk memindahkan
haknya berdasarkan Pasal 37 ayat 2 PP No.24 Tahun 1997 2. Jual beli tanah dapat
dilakukan di hadapan PPAT untuk diterbitkan akta otentik berupa Akta Jual
Beli,dengan Akta tersebut pembeli tanah kemudian dapat melakukan prosedur
balik nama pada Sertifikat Hak Milik atau dengan pertimbangan Kepala Badan
Pertanahan dapat langsung dilakukan peralihan hak berdasarkan Surat Ganti Rugi
Tanah
Kata Kunci : Jual Beli,Surat Ganti Rugi Tanah,PPAT
The transition of right in action of purchasing land must be proven by authentic
deed as land sertificate according to the provisions in Government Regulation
Number 24 of 1997, the action in purchasing a land should done in front of
Government officials which had the authority to put in print the authentic deeds
about land purchasing in accordance with the provisions in Government
Regulation Number 24 of 2016, but on the contrary in the Sungai Raja Village
there has been a sale and purchase of land before the Village Chief using a letter
of land compensation. The question of this research is : 1. Is the sale and
purchase of land by means of a letter of compensation for land from the village
head justified according to statutory regulations? 2. How should a good and
correct land sale and purchase be based on statutory regulations?
The Scientific methods used in this research is empirical normative through case
studies by processing data through literature studies by analyzing relevant
literature as well as field studies using the interview method by asking questions
to relevant informants.
The result of this research : 1.The Sale and purchase of land carried out before
the village chief can be done with Minister of land regulation Number 21 of 1994
and therefore the sale and purchase of land can be considered legal with article
37 Government Regulation Number 24 of 1997. 2.The purchase of lad can be
done with the land official with the transfer of title procedure aswell without the
land official the sale and purchase of land can be done with the consideration of
the head of the department of land to transfer it with by including the name of the
land buyer directly on the land certificate
Keyword : Sale And Purchase,Compensation Letter,Land Official
NICHOLAS SILALAHI ROWEN1912011171 2023-06-07T09:13:03Z2023-06-07T09:13:03Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/71758This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/717582023-06-07T09:13:03ZTINJAUAN YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP
PRODUK KOSMETIK BERBAHAYA (Studi Kasus Derma Skin Care)
Perlindungan konsumen diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen. Konsumen merupakan setiap orang pemakai
barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan. Perlindungan konsumen ditujukan untuk menciptakan sistem
perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan
keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi. Perlindungan
konsumen atas penggunaan barang kosmetik berbahaya merupakan fokus dalam
penelitian ini. Berbahaya dimaksudkan karena produk kosmetik yang
didistribusikan mengandung zat kimia berbahaya yang akan menimbulkan efek
negatif terhadap pemakaian rutin, serta teknis pembuatan yang tidak berstandar
mutu kesehatan dan keselamatan konsumen sebagai pengguna.
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif empiris dengan tipe penelitian
secara deskriptif. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah Judicial Case
Study. Pengumpulan data dilakukan studi pustaka dan wawancara. Selanjutnya data
diolah melalui pemeriksaan data, rekonstruksi data dan sistemasi data serta
dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, sudah mencakup semua hak dan kewajiban konsumen
dalam bertransaksi, begitupun jika haknya dilanggar maka konsumen dapat
menyelesaikan sendiri masalahnya melalui jalur non pengadilan atau melalui
pengadilan. Penyelesaian sengketa antara konsumen dan pelaku usaha kosmetik
dapat diselesaikan di Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat atau
LPKSM yang berakhir pelaku usaha dikenakan sanksi admnistratif dan ganti rugi
kepada konsumen. Dalam memerangi produk kosmetik berbahaya, konsumen
dibantu oleh lembaga pemerintah yaitu Badan Pengawas Obat dan Makanan atau
BPOM. BPOM bertugas untuk melakukan pengawasan dan penyidikan terhadap
produk-produk yang beredar serta berfungsi untuk melakukan pemberdayaan
masyarakat agar menjadi konsumen yang cerdas dalam pemilihan produk.
Kata Kunci: Perlindungan Konsumen, Kosmetik Berbahaya
Consumer protection is regulated under Law Number 8 of 1999 concerning
Consumer Protection. Consumers are every person who uses goods or services
available in the community, both for the benefit of themselves, families, other
people, and other living things and not for trade. Consumer protection is aimed at
creating a consumer protection system that contains elements of legal certainty and
information disclosure and access to information. Consumer protection over the use
of dangerous cosmetic goods is the focus of this research. Dangerous here is
intended because the cosmetic products distributed contain dangerous chemical
substances that will cause negative effects on routine use, as well as manufacturing
techniques that are not standardized for the quality of health and safety of
consumers as users.
This type of research is empirical normative legal research with descriptive research
type. The research approach used is Judicial Case Study, data collection is done by
literature study and interviews. Furthermore, the data is processed through data
examination, data reconstruction and data systematization and analyzed
qualitatively.
The results showed that Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection,
has covered all the rights and obligations of consumers in transactions, as well as if
their rights are violated, consumers can resolve their own problems through noncourt
channels or through the courts. Dispute settlement between consumers and
cosmetics business actors can be resolved at the Non-Governmental Consumer
Protection Agency or LPKSM which ends up with business actors being subject to
administrative sanctions and compensation to consumers. In combating illegal
cosmetic products, consumers are assisted by government agencies, especially the
Food and Drug Monitoring Agency or BPOM. BPOM is tasked with conducting
supervision and investigation of products in circulation and functions to empower
the community to become smart consumers in product selection.
Keywords: Consumer Protection, Dangerous Cosmetics Widjoseno Biagi Satrio19120113242023-06-07T08:48:41Z2023-06-07T08:48:41Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/71746This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/717462023-06-07T08:48:41ZUPAYA PENANGGULANGAN KEJAHATAN BULLYING YANG
DILAKUKAN OLEH ANAK MELALUI SARANA NON PENALPerbuatan negatif tersebut ialah sebagai wujud dari bullying, perilaku yang sudah
lama terjadi dan mengancam anak saat disekolah, rumah, serta lingkungan.
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan, terbukti dengan
terjadinya peristiwa bullying pada pelajar saat ini, tetapi tidak mendapatkan
perhatian. Permasalahan dalam skripsi ini adalah: Bagaimanakah upaya
penanggulangan kejahatan bullying yang dilakukan olehanak menggunakan sarana
non penal dan Apakah faktor penghambat upaya penanggulangan kejahatan
Bullying yangdilakukan oleh anak melalui sarana non penal.
Pendekatan Masalah yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan
yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber data: Data Primer dan Data Skunder.
Narasumber: Staf Lembaga Perlindungan Anak Kota Bandar Lampung, Ketua RT
05 Sukabumi Indah PUSKUD, Korban Bullying, Pelaku Bullying dan Akademisi
Fakultas Hukum bagian Hukum Pidana pada Universitas Lampung.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa: Upaya Penanggulangan
Kejahatan Bullying yang Dilakukan Oleh Anak Menggunakan Sarana Non Penal
adalah dengan cara memberikan informasi kepada anak didik tentang bullying,
upaya pengendalian emosi anak didik, pemberian layanan konseling bagi para
anak didik di sekolah, adanya sosialisasi,pemberian penyuluhan tentang hukum,
norma agama, penanaman ahklak yang baik oleh pihak terkait seperti guru,
ustad/pembimbing rohani, polisi, Departemen Hukum dan HAM serta LSM serta
menyiapkan anak didik yang bebas dari aksi bullying, baik sebagai pelaku
maupun sebagai korban bullying, menumbuhkan empati anak didik. Namun upaya
penanggulangan bullying tidak semuanya menggunakan sarana penal (hukum
pidana), proses akademis atau sanksi akademis juga digunakan untuk
menanggulangi bullying yang terjadi di lingkungan sekolah. Faktor Penghambat
Upaya Penanggulangan Kejahatan Bullying yang Dilakukan Oleh Anak Melalui
Sarana Non Penal adalah faktor bullying ditinjau dari segi pelaku disebabkan
karena adanya perbedaan ras agama dan budaya, munculnya simbol senioritas,
terkadang pelaku bullying merasa bahwa memiliki kelebihan yang lebih daripada
korban, terjadinya brokenhome (masalah dalam keluarga), bullying dilakukan3
untuk dijadikan sasaran hiburan, bullying dilakukan untuk meningkatkan ke
popularitas diantara siswa, dan adanya perbedaan ekonomi. Dan faktor tindak
kekerasan bullying yang timbul dari segi korban disebabkan karena orang yang
menjadi korban bullying lebih lemah dari pelaku, korban lebih banyak berdiam
diri atau menyendiri, merupakan orang yang baru dalam lingkungannya, dan anak
yang memiliki ciri fisik yang berbeda dengan mayoritas dengan anak lain.
Saran dalam penelitian ini adalah bahwa seharusnya setiap pihak berperan aktif
dalam pencegahan tindak kekerasan bullying yang terjadi baik di lingkungan
sekolah maupun dalam lingkungan masyarakat. Perlu adanya peraturan khusus
mengenai tindak kekerasan bullying baik secara fisik maupun verbal. Karena
tanpa aturan khusus bullying hanya dianggap sebagai perlakuan yang wajar atau
bahkan dapat menjadi budaya dalam masyarakat.
Kata Kunci: Upaya Penanggulangan, Bullying Anak, Sarana Non Penal.ANAM KHOIRUL 17120111992023-06-06T08:34:40Z2023-06-06T08:34:40Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/71715This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/717152023-06-06T08:34:40ZTINDAK LANJUT PEMERIKSAAN KEUANGAN LAMPUNG TIMUR
ATAS TEMUAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
Pengelolaan keuangan daerah idealnya dilaksanakan secara transparan dan akuntabel
sebagai anggaran pembangunan dan pelayanan publik berdasarkan Peraturan Daerah
Lampung Timur Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Pada
kenyataannya di Kabupaten Lampung Timur terdapat temuan Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK RI) yang menunjukkan adanya penggunaan anggaran tidak sesuai
dengan ketentuan, di antaranya pada Sekretariat Daerah, Dinas Kesehatan, Dinas
Pendidikan dan Kebudayan serta Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Permasalahan penelitian: (1) Bagaimanakah tindak lanjut pemeriksaan keuangan
Lampung Timur atas temuan BPK RI? (2) Faktor-faktor apa sajakah yang menjadi
penghambat tindak lanjut pemeriksaan keuangan Lampung Timur atas temuan BPK
RI? Penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif dan empiris. Pengumpulan
data dengan studi lapangan dan studi pustaka. Analisis data dilakukan secara yuridis
kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Tindak lanjut pemeriksaan keuangan Lampung
Timur atas temuan BPK RI dilaksanakan oleh Badan Pengelolaan Keuangan dan
Aset Daerah (BPKAD) berkoordinasi dengan Inspektorat Kabupaten yaitu
memberikan jawaban atau penjelasan atas pelaksanaan tindak lanjut kepada BPK
paling lambat 60 hari setelah laporan hasil pemeriksaan diterima. Tahapannya adalah
menerima LHP yang disampaikan secara resmi oleh BPK, membuat rencana aksi
(action plan), penggandaan LHP, mengundang rapat dan menyampaikan temuan
kepada OPD yang terkait temuan BPK, menginventarisasi temuan, menyurat ke OPD
terkait temuan BPK, melakukan rapat pembahasan /pemukhtahiran data, rekapitulasi
hasil tindak lanjut sekaligus membuat daftar TLHP, melakukan rekonsiliasi,
membuat Berita Acara penyerahan dan menyampaikan tindak lanjut ke BPK. (2)
Faktor-faktor penghambat tindak lanjut pemeriksaan keuangan Lampung Timur atas
temuan BPK RI adalah belum optimalnya komitmen entitas terperiksa dalam
memenuhi rekomendasi temuan dan lambatnya sumber daya manusia OPD terkait
dalam menindaklanjuti temuan, sehingga mengakibatkan tindak lanjut belum sesuai
rekomendasi, rekomendasi yang belum ditindaklanjuti, rekomendasi yang sulit
ditindaklanjuti, dan keterlambatan penyelesaian tindak lanjut.
Kata Kunci: Tindak Lanjut, Pemeriksaan Keuangan, BPK RI.
ABSTRACT
FOLLOW UP TO THE EAST LAMPUNG FINANCIAL AUDIT
ON THE FINDINGS OF THE AUDIT BOARD
REPUBLIC OF INDONESIA
By
SYIFA NABILAH WIRANTY
Regional financial management should ideally be carried out in a transparent and
accountable manner as a development budget and public services based on East
Lampung Regional Regulation Number 1 of 2022 concerning Regional Financial
Management. In fact, in East Lampung Regency there were findings from the Audit
Board of the Republic of Indonesia (BPK RI) which indicated that the use of the
budget was not in accordance with the provisions, including the Regional
Secretariat, the Health Office, the Education and Culture Office and the Public
Works and Public Housing Office.
Research problems: (1) What is the follow-up to the East Lampung financial audit on
the findings of the BPK RI? (2) What factors hindered the follow-up of the East
Lampung financial audit on BPK RI findings? The research uses a normative and
empirical juridical approach. Data collection by field study and literature study.
Data analysis was carried out in a qualitative juridical manner.
The results of this study indicate: (1) The follow-up to the East Lampung financial
audit on the findings of the BPK RI is carried out by the Regional Financial and
Asset Management Agency (BPKAD) in coordination with the District Inspectorate,
namely providing answers or explanations for the implementation of the follow-up to
BPK no later than 60 days after the audit report is received. The stages are receiving
the LHP officially submitted by the BPK, making an action plan, duplicating the
LHP, inviting meetings and submitting findings to Regional Organization Regional
Organization related to BPK findings, inventorying findings, writing to Regional
Organization regarding BPK findings, holding meetings to discuss/update data ,
recapitulation of follow-up results as well as making a list of TLHP, carrying out
reconciliations, making Minutes of submission and submitting follow-ups to BPK. (2)
The inhibiting factors for the follow-up of the East Lampung financial audit on the
findings of the BPK RI are the commitment of the examined entity is not yet optimal
in fulfilling the recommendations of the findings and the slowness of the relevant
Regional Organization human resources in following up on the findings, resulting in
follow-up not according to recommendations, recommendations that have not been
followed up, recommendations that are difficult to follow up, and delays in
completing follow-up.
Keywords: Follow Up, Financial Audit, BPK RI. NABILAH WIRANTY SYIFA 19420110012023-06-05T06:57:22Z2023-06-05T06:57:22Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/71637This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/716372023-06-05T06:57:22ZDASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN
TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI YANG MENJADI
JUSTICE COLLABORATOR
(PUTUSAN 41/Pid.Sus-TPK/2018/PN Tjk)
Mengungkapkan sebuah perkara dalam suatu tindak pidana adalah persoalan sulit,
mengapa demikian dikarenakan sulit mencari saksi yang bersikap kooperatif
dalam setiap pemeriksaan. Persoalan Justice collaborator merupakan persoalan
yang menarik sekaligus pelik didalam konsepsi dan dimensi legalisasi dan
regulasinya. Karena sangat diperlukan dalam pengungkapan delik tertentu yang
bersifat serious crime dan scandal crime. Adapun yang menjadi permasalahan
dalam penulisan ini adalah: Bagaimanakah pengaturan pengaturan hukum
terhadap Justice collaborator dalam tindak pidana korupsi di Indonesia dan
Bagaimanakah dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan tindak
pidana korupsi bagi justice collabotrator dalam putusan Nomor 41/Pid.SusTPK/2018/PN
Tjk.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normative dan empiris. Penelitian
normative dilakukan terhadap hal-hal yang bersifat teoritis asas-asas hukum,
sedangkan pendekatan empiris yaitu dilakukan untuk mempelajari hukum dalam
kenyataannya baik berupa penilaian perilaku dalam perspektif Hakim, Jaksa dan
Akademisi.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka diketahui bahwa Indonesia
saat ini belum ada pengaturan secara jelas mengenai Justice collaborator,
berdasarkan hal tersebut maka sangat mendesak perlu adanya suatu peraturan
khusus yang mengatur tentang Justice collaborator secara rinci beserta
perlindungannya dan penghargaannya untuk memberikan jaminan rasa aman
kepada Justice collaborator serta kriteria yang lebih jelas agar tidak terjadi
perbedaan pandangan lagi diantara aparat penegak hukum. Dengan demikian
aturan-aturan mengenai tindak tanduk serta perlakuan terhadap Justice
collaborator perlu diperhatikan lebih dalam lagi, sehingga seseorang yang terlibat
baik Whistleblower maupun Justice collaborator bahkan aparat kepolisian dapat
lebih leluansa serta lebih baik bekerja dalam membongkar suatu kejahatan
terorganisir.
Putri Ayu Lestari
Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi saran penulis diharapkan kepada
masyrakat yang mengetahui tindak pidana berkenaan dengan tindak pidana
korupsi agar mau menjadi saksi yang bekerjasama, hal tersebut guna membantu
aparat penegak hukum dalam memaksimalkan upaya pemberantasan tindak
pidana korupsi dan bagi pemerintah dan instansi yang berwenang yang terkait,
diharapkan dapat meningkatkan upaya-upaya terealisasikan hak-haknya sampai
proses pemeriksaan pemeriksaan perkara tindak pidana korupsi tersebut terakhir.
Dan segera membentuk lembaga khusus yang menaungi disetiap daerah Di
Indonesia agar terakomodirnya perlindungan saksi dan korban tersebut.
Kata Kunci : Pertimbangan Hakim, Justice collaborator, Tindak Pidana
Korupsi
Disclosing a case in a criminal act is a difficult problem, why is because it is
difficult to find witnesses who are cooperative in every examination. The issue of
Justice collaborators is interesting and complicated in terms of its conception and
legalization and regulatory dimensions. Because it is very necessary for the
disclosure of certain offenses that are serious crimes and scandalous crimes. The
problems in this writing are: How are the legal arrangements for Justice
collaborators in criminal acts of corruption in Indonesia and What is the basis for
judges' considerations in passing decisions on criminal acts of corruption for
justice collaborators in decision Number 41/Pid.Sus-TPK/2018/PN Tjk.
This study uses a normative and empirical juridical approach. Normative
research is carried out on matters that are theoretical on legal principles, while
the empirical approach is carried out to study law in reality either in the form of
behavioral assessment from the perspective of judges, prosecutors, and
academics.
Based on the results of the research and discussion, it is known that Indonesia
currently has no clear arrangements regarding Justice collaborators. Based on
this, there must be a need for a special regulation that regulates Justice
collaborators in detail along with their protection and rewards to guarantee a
sense of security for Justice collaborators as well as clearer criteria so that there
will be no more differences of opinion among law enforcement officials. Thus, the
rules regarding behavior and treatment of Justice collaborators need to be
considered more deeply, so that those involved, both Whistleblowers and Justice
collaborators, and even the police, can have more freedom and work better in
dismantling an organized crime.
Putri Ayu Lestari
Based on the description above, the author suggests that people who know about
criminal acts related to corruption are willing to become witnesses who
cooperate, this is to assist law enforcement officials in maximizing efforts to
eradicate corruption and for the government and related authorities. It is hoped
that this will increase efforts to realize their rights until the process of examining
the corruption case is final. And immediately form a special institution that
oversees every region in Indonesia so that the protection of witnesses and victims
is accommodated.
Keywords: Consideration of Judges, Justice collaborators, Crime of Corruption
Ayu Lestari Putri19120110282023-06-05T02:35:56Z2023-06-05T02:35:56Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/71621This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/716212023-06-05T02:35:56ZANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PETUGAS
KEAMANAN PERUSAHAAN SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA
PENCURIAN DI PERUSAHAAN PT. SENTRAPROFEED
BANDAR LAMPUNG
(Studi Putusan Nomor 310/Pid.B/2021/PN Tjk)
Pencurian merupakan tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) Pasal 362. Adapun beberapa kategori pencurian yang
diatur dalam KUHP, diantaranya tindak pidana pencurian biasa, pencurian dengan
kekerasan, pencurian kendaraan bermotor sampai pencurian dengan pemberatan.
Tindak pidana pencurian dengan pemberatan di atur dalam Pasal 363 KUHP dengan
ancaman pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun. Salah satu peristiwa pencurian
dengan pemberatan yaitu terdapat pada Putusan Nomor 310/Pid.B/2021/PN Tjk,
seorang petugas keamanan perusahaan PT. Sentraprofeed bernama Ridwan Bin
Subra yang meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencurian dengan
pemberatan dan di putus 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan penjara. Permasalahan dalam
penelitian adalah bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap petugas
keamanan perusahaan sebagai pelaku tindak pidana pencurian di perusahaan PT.
Sentraprofeed Bandar Lampung dan apakah dasar pertimbangan hakim terhadap
petugas keamanan perusahaan sebagai pelaku tindak pidana pencurian di
perusahaan PT. Sentraprofeed Bandar Lampung.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan masalah
secara normatif dan empiris. Sumber data yang digunakan data primer dan skunder.
Pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan penelitian lapangan, kemudian
dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) Pertanggungjawaban Pidana Terhadap
Petugas Keamanan Perusahaan sebagai pelaku tindak pidana pencurian di
perusahaan PT. Sentraprofeed Bandar Lampung bahwa terdakwa Ridwan Bin
Subra didalam persidangan pengadilan negeri tanjung karang telah terbukti secara
sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencurian dengan cara
menduplikat kunci dan memberikan kepada temannya Bernama Muchtar, Syamsul
dan Mad Yusuf sehingga teman terdakwa dapat mengambil 4 (empat) unit mesin
motor gear motor dengan cara merusak. Perbuatannya tersebut
Ardiansyah Ma’arif
termasuk dalam pencurian dengan pemberatan” sebagaimana diatur dan diancam
pidana berdasarkan Pasal 363 ayat (1) ke-4 dan ke-5 KUHP. (2) Pertimbangan
Hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap terdakwa Ridwan Bin Subra yaitu
pertimbangan yuridis dan non yuridis, keadaan dan latar belakang keluarga
terdakwa, serta beberapa hal lain yang berhubungan dengan tindak pidana yang
dilakukan oleh terdakwa, seperti barang bukti, keterangan saksi dan pertimbangan
hakim terhadap keadaan yang memberatkan dan keadaan yang meringankan.
Saran majelis hakim hendaknya dalam memutuskan tindak pidana pencurian
seharusnya melihat total kerugian korban, memperhatikan tujuan pemidanaan, dan
harus didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang memberikan rasa
keadilan, baik bagi korban, terdakwa, maupun masyarakat sehingga dapat tercipta
suatu kepastian hukum.
Kata Kunci: Pertanggungjawaban Pidana, Pidana, Pencurian dan Pemberatan
MA’ARIF ARDIANSYAH 19420110232023-05-31T08:43:17Z2023-05-31T08:43:17Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/71609This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/716092023-05-31T08:43:17ZPENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA PENIPUAN SIBER DENGAN
MODUS OPERANDI BUSINESS EMAIL COMPROMISE
(Studi Putusan Nomor: 351/Pid.Sus/2021/PT.DKI)
Penipuan dengan modus Business Email Compromise merupakan tindak pidana
penipuan siber dimana pelaku menyamarkan alamat email nya sebagai rekan bisnis
perusahaan si korban untuk kemudian mengirimkan email berisi permintaan kepada
korban. Tindak pidana penipuan siber dengan modus operandi Business Email
Compromise pernah terjadi pada tahun 2021 dimana para pelaku yang merupakan
Warga Negara Indonesia (WNI) berhasil menipu dan menyebabkan sejumlah
kerugian kepada perusahaan asing asal Taiwan dan Korea Selatan. Berdasarkan
latar belakang tersebut, timbul permasalahan dalam penelitian ini yakni
bagaimanakah penegakan hukum tindak pidana penipuan siber dengan modus
operandi Business Email Compromise serta apa sajakah yang menjadi faktor
penghambat penegakan hukum tindak pidana penipuan siber dengan modus
operandi Business Email Compromise.
Metodenpenelitian yangndigunakan adalahnpenelitian hukumnnormatifnempiris
dengan cara menganalisis peraturannperundang-undangan serta bahan hukum
sekunder atau bahan pustaka dengan menggunakan pendekatannkualitatif, yang
merupakannmetode analisis penelitiannyang menghasilkanndatandeskriptif analitis
dengan cara mengumpulkan data di lapangan dan mengkajinya dengan asas-asas,
doktrin, norma hukum yangnberkaitan dengannpenegakannhukum tindak pidana
penipuan siber dengannmodus Business Email Compromise.
Hasilnpenelitian menunjukkannbahwa penegakan hukum tindaknpidananpenipuan
siber denganfmodus BEC dilakukan dengan menggunakan teori penegakan hukum
yakni secara in abstracto dan in concreto. Pada penegekan hukum pidana in
abstracto, penipuan Business Email Compromise dapat dikaitkan dengan Pasal 45A
Ayat (1) Jo. Pasal 28 Ayat (1) UU ITE, Pasal 85 UU Transfer Dana dan Pasal 3 UU
TPPU. Kemudian secara in concreto, Jaksa Penuntut Umum yang memberikan
dakwaan kumulatif yakni Kesatu: Pasal 85 UU Transfer Dana Jo. Pasal 55 Ayat 1
ke 1 KUHP; Kedua, Pasal 3 UU TPPU Jo. Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP. Majelis
Hakim melalui putusan pengadilan Nomor: 728/Pid.Sus/2021/PN.JKT.SEL
Muhammad Fadhil Firdaus
sependapat dengan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum yaitu Kesatu: Pasal 85 UU
Transfer Dana Jo. Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, Kedua: Pasal 3 UU TPPU Jo. Pasal
55 Ayat 1 ke 1 KUHP. Lalu melalui banding dengan Putusan Nomor:
351/Pid.Sus/2021/PT.DKI menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
dengan saudari Lusi di eksekusi pidana penjara selama tiga tahun dengan dikurangi
selama Terdakwa berada dalam tahanan sementara dan dengan perintah Terdakwa
tetap ditahan dan denda sebesar lima puluh juta rupiah serta penyerahan sejumlah
barang bukti berupa buku tabungan kepada White Wood House Food CO, Ltd.
Sedangkan Faktor penghambat pada penegakan hukum tindak pidana penipuan
BEC adalah karena masyarakat yang kurang berhati-hati dalam menggunakan
email, kebudayaan masyarakat yang jarang melapor ketika terjadi kejahatan
penipuan siber serta masih sulitnya menangkap pelaku yang sering berada di luar
negeri.
Saran dari penulis mengenai penegakan hukum tindak pidana siber dengan modus
operandi Business Email Compromise adalah pertama, perlunya sosialisasi kepada
masyarakat khususnya dalam menggunakan email sebagai sarana dalam melakukan
aktivitas bisnis agar dapat lebih berhati-hati dan mengetahui berbagai macam
modus operandi penipuan siber serta aparat penegak hukum yang harus lebih aktif
dalam melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait terutama Interpol
mengingat Selain itu koordinasi dengan Interpol juga diperlukan untuk dapat
menangkap pelaku BEC yang seringkali berada di luar negara Indonesia.
Kata Kunci: Penegakan Hukum, Penipuan, Siber, Modus, Business.
Fraud with the Business Email Compromise mode is a cyber fraud where the
perpetrator disguises his email address as a business partner of the victim's
company and then sends an email containing a request to the victim. The crime of
cyber fraud with the Business Email Compromise occurred in 2021 where
perpetrators who were Indonesian Citizens (WNI) succeeded in defrauding and
causing a number of losses to foreign companies from Taiwan and South Korea.
Based on this background, a problem arises in this research, namely how to enforce
the law on cyber fraud with the Business Email Compromise and what are the
inhibiting factors for cyber fraud criminal law enforcement using the Business
Email Compromise.
The research method used is empirical normative legal research by analyzing laws
and regulations as well as secondary legal materials or library materials using a
qualitative approach, which is a research analysis method that produces analytical
descriptive data by collecting data in the field and studying it on the principles,
doctrine, legal norms related to law enforcement of criminal acts of cyber fraud
with the Business Email Compromise mode.
The results of the study show that law enforcement for cyber fraud crimes with the
BEC mode is carried out using law enforcement theory, namely in abstracto and in
concreto. In the enforcement of criminal law in abstracto, Business Email
Compromise fraud can be linked to Article 45A Paragraph (1) Jo. Article 28
Paragraph (1) of the ITE Law, Article 85 of the Funds Transfer Law and Article 3
of the TPPU Law. Then in concreto, the Public Prosecutor who gave the cumulative
indictment, namely First: Article 85 of the Fund Transfer Law Jo. Article 55
Paragraph 1 to 1 of the Criminal Code; Second, Article 3 of the TPPU Law Jo.
Article 55 Paragraph 1 to 1 of the Criminal Code. The Panel of Judges through
court decision Number: 728/Pid.Sus/2021/PN.JKT.SEL agrees with the indictment
Muhammad Fadhil Firdaus
of the Public Prosecutor, namely First: Article 85 of the Fund Transfer Law Jo.
Article 55 paragraph 1 to 1 of the Criminal Code, Second: Article 3 of the Money
Laundering Law Jo. Article 55 Paragraph 1 to 1 of the Criminal Code. Then
through an appeal with Decision Number: 351/Pid.Sus/2021/PT.DKI upheld the
South Jakarta District Court's Decision with Lusi being executed for three years in
prison with reduced while the Defendant was in temporary detention and with an
order the Defendant remained detained and fined fifty million rupiahs and
submission of a number of evidence in the form of savings books to White Wood
House Food CO, Ltd. While the inhibiting factors in law enforcement for BEC fraud
are due to people who are not careful in using e-mail, a culture of people who rarely
report when cyber fraud crimes occur and it is still difficult to catch perpetrators
who are often abroad.
Suggestions from the author regarding cyber crime law enforcement with the
Business Email Compromise are first, the need for socialization to the public,
especially in using email as a means of carrying out business activities so that they
can be more careful and know the various types of cyber fraud modus operandi and
law enforcement officials who must be more active in coordinating with related
parties, especially Interpol considering that besides that coordination with Interpol
is also needed to be able to catch BEC perpetrators who are often outside the
country of Indonesia.
Keywords: Law Enforcement, Fraud, Cyber, Method, Business.
Muhammad Fadhil Firdaus19120113382023-05-31T08:29:12Z2023-05-31T08:29:12Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/71600This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/716002023-05-31T08:29:12ZUPAYA DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS POLDA LAMPUNG DALAM MENANGANI KASUS PERTAMBANGAN TANPA IZIN (ILLEGAL MINING) DI BUKIT CAMPANG RAYA
Pertambangan merupakan salah satu sumber daya alam yang penguasaan serta pemanfaatannya menjadi kewenangan negara. Praktik penambangan ilegal belakangan ini semakin marak terjadi di Bandar Lampung salah satunya praktik penambangan yang terjadi di Bukit Campang raya, Sukabumi, Kota Bandar Lampung yang dilakukan oleh perseorangan. Kepolisian dalam hal ini sangat berperan penting guna menjaga ketertiban dan keamanan agar pengelolaan pertambangan dapat dikelola lebih efektif. Permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah, apakah upaya yang dilakukan Ditreskrimsus Polda Lampung serta faktor apa sajakah yang menjadi hambatan Ditreskrimsus Polda Lampung dalam menangani kasus pertambangan tanpa izin (illegal mining) di bukit Campang Raya.
Metode penelitian dilakukan secara Yuridis Normatif dan Yuridis Empiris. Sumber data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini berasal dari data lapangan dan kepustakaan, sedangkan jenis data terdiri atas Data Primer dan Data Sekunder. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan penelitian lapangan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa upaya penanggulangan terhadap tindak pidana penambangan ilegal dapat diupayakan secara maksimal oleh kepolisian melalui pendekatan secara penal dan non-penal, dengan langkah preemtif, preventif dan represif. Dalam upaya preventif kepolisian melakukan tindakan pengawasan dan monitoring terhadap kegiatan pertambangan, melakukan usaha dengan menanamkan nilai-nilai dan norma- norma yang baik sehingga norma-norma tersebut terinternalisasi dalam setiap diri seseorang. Langkah represif yaitu dengan memberikan penindakan hukum yang tegas dan profesional oleh kepolisian dan PPNS Minerba. Faktor yang menghambat kepolisian dalam upaya menanggulangi tindak pidana pertambangan ilegal antara lain disebabkan oleh adanya perizinan lain yang dipegang oleh pemilik kawasan, kurangnya personel dan masih adanya penyidik yang kurang memahami terhadap tindakan penyelidikan tindak pidana illegal mining, kurangnya pemahaman serta partisipasi masyarakat dalam hal
Toto Agung Laksono penanggulangan tindak pidana pertambangan ilegal, serta kurangnya koordinasi antara kepolisian dengan instansi terkait.
Saran yang dapat penulis berikan adalah kepolisian agar dapat meningkatkan pengawasan dan monitoring terhadap kegiatan pertambangan, selanjutnya terkait dengan persoalan minimnya kuantitas dan kualitas personil pengawasan pertambangan agar dapat diselesaikan. Upaya penegakan hukum illegal mining harus diupayakan dengan cara membenahi berbagai faktor, termasuk faktor hukumnya, penegak hukumnya, sarana prasarananya, masyarakatnya, serta faktor kebudayaannya.
Kata Kunci: Pertambangan Ilegal, Upaya Penanggulangan Tindak Pidana, kepolisian.
Agung Laksono Toto 17120112582023-05-31T02:40:26Z2023-05-31T02:40:26Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/71556This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/715562023-05-31T02:40:26ZEKSEKUSI PUTUSAN PENGADILAN AGAMA YANG TELAH
BERKEKUATAN HUKUM TETAP (INKRACHT) TERHADAP HARTA
BERSAMA AKIBAT PERCERAIANSalah satu akibat hukum dari perceraian adalah pembagian harta bersama
perkawinan. Pihak yang kalah harus melaksanakan amar putusan harta bersama
secara sukarela. Pada realitanya pihak yang kalah tetap tidak mau mengakui dirinya
kalah dan melaksanakan putusan harta bersama secara sukarela. Perlu ditelaah
upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak yang menang ketika pihak yang
kalah tidak mau melaksanakan putusan harta bersama secara sukarela agar dapat
memberi kepastian hukum bagi pihak yang menang maupun masyarakat umum.
Permasalahan dalam penelitian ini mengkaji tentang syarat dan prosedur eksekusi
harta bersama serta penyelesaian pelaksanaan eksekusi yang bermasalah dalam
eksekusi harta bersama. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatit-terapan
dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
perundang-undangan dan pendekatan kasus. Pengumpulan data dengan studi
kepustakaan dan studi wawancara, serta metode pengolahan data dengan
pemeriksaan, rekonstruksi, sistematisasi data dan menggunakan analisis data
kualitatif.
Hasil penelitain dan pembahasan menjelaskan bahwa eksekusi putusan Pengadilan
Agama yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) terhadap harta bersama
akibat perceraian dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu eksekusi riil dan eksekusipembayaran sejumlah uang melalui lelang atau executorial verkoop. Upaya yang
dapat dilakukan terhadap kendala dalam pelaksanaan eksekusi harta bersama antara
lain yaitu pendelegasian pelaksanaan eksekusi harta bersama, pencatatan dalam
berita acara eksekusi apabila terjadi perbedaan antara amar putusan dengan objek
sengketa, pembatalan jual beli terhadap objek sengketa yang berada di pihak ketiga,
pembagian secara riil maupun lelang terhadap objek sengketa bangunan, dan
pembagian langsung secara rinci oleh Ketua Pengadilan Agama yang menjadi
bagian kedua belah pihak terhadap objek sengketa yang terlalu banyak.
Kata Kunci: Eksekusi, Harta Bersama, Perceraian,ERICO ADITYA MUHAMMAD 19520110012023-05-31T02:35:04Z2023-05-31T02:35:04Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/71552This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/715522023-05-31T02:35:04ZPERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN YANG MENGALAMI KEBOCORAN DATA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2022 TENTANG PELINDUNGAN DATA PRIBADI DI INDONESIA
Perlindungan hukum bagi data pribadi konsumen selaku Subjek Data Pribadi menjadi pokok pembahasan dalam Undang-Undang No. 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi yang diterbitkan setelah terjadi begitu banyak permasalahan mengenai kebocoran data pribadi. Hal ini dilakukan sebagai upaya preventif yaitu mencegah terjadinya lebih banyak pelanggaran data pribadi yang dapat merugikan konsumen Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, rumusan pokok permasalahan dari penelitian ini adalah bentuk perlindungan hukum bagi konsumen yang mengalami kebocoran data di Indonesia dan upaya hukum bagi konsumen dan bagi pelaku usaha yang bersengketa berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 Tentang Pelindungan Data Pribadi.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis penelitian normatif. Tipe penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif, pendekatan perundang-undangan, menggunakan sumber data sekunder dengan bahan hukum primer, sekunder dan tersier metode pengumpulan data yang dipergunakan adalah studi pustaka dan studi dokumen dan analisis data dilakukan secara normatif dan komprehensif.
Penelitian ini membahas dua pokok bahasan. Yang pertama mengenai perlindungan hukum dalam bentuk preventif dan represif dari pihak pemerintah, pelaku usaha sebagai Pengendali Data Pribadi dan konsumen sebagai Subjek Data Pribadi. Pembahasan yang kedua membahas mengenai Upaya Hukum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa yaitu dapat dilakukan melalui jalur non litigasi diantaranya adalah mediasi, negosiasi, konsiliasi dan arbitrase, dan menggunakan cara litigasi yaitu melalui pengadilan.
Kata kunci: Data Pribadi, Perlindungan Hukum, kebocoran data, konsumen
Legal protection for consumer Personal Data as Personal Data Subjects is discussed in Act No. 27 of 2022 concerning the Protection of Personal Data. This Act was issued after so many problems regarding personal data leaks. In order to prevent more personal data breaches from occurring, the Government of Indonesia issued this law as one of the legal protection measures in a preventive form to prevent personal data breaches that harm consumers. Based on the background of these problems, the primary problem formulation of this research is a form of legal protection for consumers who experience data leakage in Indonesia and legal remedies for consumers and business actors in disputes based on Act No. 27 of 2022 Concerning Personal Data Protection. The type of research used in writing this research is normative legal research. This type of research uses a descriptive research type, this data collection method used is literature study and document study. This study discusses two main topics. The first discussion concerns legal protection in preventive and repressive forms from the government, business actors as Personal Data Controllers, and consumers as Personal Data Subjects. The second discussion discusses Legal Remedies for consumers and business actors in disputes through non-litigation channels, including mediation, negotiation, conciliation, and arbitration, and using litigation methods, namely through the courts. This study concludes that the government has provided legal protection for consumers who experience data leakage through the Personal Data Protection Act. In order to realize the implementation of Personal Data Protection following the provisions of this Law, the Government of Indonesia must immediately issue a regulation, which will regulate further provisions regarding the institutions involved and oversee the implementation of the Personal Data Protection Law.
Keywords: Personal Data, Legal protection, Data leakage, Konsumers, Data Protection
Sailano Violand Charnade Raineven 1912011298 2023-05-25T04:02:18Z2023-05-25T04:02:18Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/71440This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/714402023-05-25T04:02:18ZPENERAPAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KURIR NARKOTIKA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAKAnak merupakan generasi penerus cita-cita bangsa yang memerlukan bimbingan, pembinaan hingga perlindungan dalam perkembangannya. Anak wajib dilindungi ketika berhadapan dengan hukum dan harus diberikan pendampingan dari tahap non-litigasi hingga tahap litigasi. Dewasa ini keterlibatan anak sebagai kurir dalam tindak pidana narkotika yang merupakan rangkaian pemufakatan jahat dalam melancarkan peredaran narkotika secara ilegal menjadi hal serius yang perlu diperhatikan, penggunaan hingga pendistribusian narkotika tak lagi memandang usia dari orang dewasa, orang tua hingga anak-anak. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penerapan perlindungan hukum terhadap anak sebagai kurir narkotika dalam sistem peradilan pidana anak dan apakah faktor penghambat penerapan hukum terhadap anak sebagai kurir narkotika dalam sistem peradilan pidana anak.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder dengan proses pengumpulaan melalui studi kepustakaan dan studi lapangan. Narasumber dalam penelitian ini adalah Penyidik Badan Nasional Narkotika Provinsi Lampung, Kasubag Minops Direktorat Reserse Narkoba Polda Lampung, dan Akademisi Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa penerapan perlindungan hukum terhadap anak sebagai kurir narkotika dalam sistem peradilan pidana anak diterapkan dan diberikan pada tiap proses peradilan mulai dari tahap kepolisian, tahap kejaksaan, tahap pengadilan dan tahap di lembaga pemasyarakatan, baik perlindungan hukum preventif serta perlindungan hukum represif. Faktor penghambat dalam penerapan
Puteri Adella Khalisha perlindungan hukum terhadap anak sebagai kurir narkotika meliputi faktor hukum, faktor penegak hukum, faktor sarana dan fasilitas, faktor masyarakat dan faktor kebudayaan. Faktor yang mendominasi ialah faktor hukum yang menitikberatkan bahwa perlunya pengaturan hukum yang lebih khusus dalam menangani anak sebagai kurir narkotika dan faktor masyarakat yang menitikberatkan pada pandangan masyarakat bahwa setiap orang yang melakukan perbuatan pidana haruslah mendapat hukuman, tak terkecuali anak.
Saran dari penelitian ini yaitu dalam menjamin perlindungan terhadap hak-hak anak yang menjadi kurir narkotika, perlu regulasi yang secara eksplisit menyebutkan mengenai sanksi anak sebagai kurir narkotika dalam undang- undang. Dan lembaga penegak hukum diharapkan dapat bekerjasama secara sinkron, serempak dan selaras agar pemenuhan hak-hak anak dalam penerapan perlindungan hukum terhadap anak dapat diberikan secara optimal.
Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Anak, Kurir Narkotika
Khalisha Puteri Adella19120111962023-05-12T04:38:27Z2023-05-12T04:38:27Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/71270This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/712702023-05-12T04:38:27ZANALISIS KRIMINOLOGIS PEMBAKARAN KANTOR KEPOLISIAN
OLEH OKNUM MASYARAKAT (Studi Pada Polsek Candipuro Kabupaten Lampung Selatan)
Peristiwa pembakaran Polsek Candipuro Kabupaten Lampung Selatan, para
tersangka dijerat dengan pasal terkait pengerusakan fasilitas umum sebagaimana
termaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Penyematan
pasal tersebut masih dapat dikembangkan hingga saat ini sudah putusan (incraht).
Pasal yang disangkakan adalah Pasal 160 KUHP tentang penghasutan, Pasal 170
KUHP tentang kekerasan terhadap orang atau barang, Pasal 28 Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 jo. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik tentang menyerang SARA serta Pasal 14
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1960 tentang Perubahan Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana tentang berita bohong. Permasalahan dalam penelitian ini adalah
1) Apakah yang menjadi faktor penyebab terjadinya pembakaran Polsek
Candipuro Kabupaten Lampung Selatan oleh oknum masyarakat, dan 2)
bagaimanakah upaya penanggulangan terhadap pembakaran Polsek Candipuro
Kabupaten Lampung Selatan oleh oknum masyarakat.
Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif, yuridis empiris dan
kriminologis. Data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer. Studi
yang dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan. Adapun narasumber
pada penelitian ini terdiri dari Kasat Reskrim Polres Lampung Selatan,
Bhabinkamtibmas Kecamatan Candipuro Hakim Pengadilan Negeri Kalianda dan
Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Univeritas Lamung. Analisis data
yang digunakan adalah kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Faktor-faktor penyebab terjadinya
pembakaran Polsek Candipuro Kabupaten Lampung Selatan oleh oknum
masyarakat adalah fakfor internal yaitu diduga akibat kekesalan terhadap
pelayanan dan aduan masyarakat yang tidak kunjung ditangani, Polsek Candipuro
dinilai kurang maksimal melayani laporan warga. Sedangkan faktor eksternalnya
adalah adanya ajakan atau hasutan yang dilakukan oleh oknum warga untuk
membakar Polsek Candipuro. (2) Upaya penanggulangan terhadap pembakaran
Polsek Candipuro Kabupaten Lampung Selatan oleh oknum masyarakat
dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu upaya penal dan upaya non penal. Upaya
penal dilakukan dengan para pelakunya harus bertanggungjawab dan diproses
pidana yaitu diselesaikan di tingkat pengadilan sesuai dengan Pasal 160 KUHP
dan Pasal 170 KUHP untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Selain itu
perlu ditelusuri apa yang menyebabkan terjadinya tindak kejahatan tersebut.
Sedangkan upaya non penal dilakukan dengan memberikan sosialisasi dan
edukasi kepada masyarakat mengenai main hakim sendiri merupakan tindak
kejahatan serta pihak Polsek Candipuro Kabupaten Lampung Selatan telah
bersinergi dengan masyarakat di wilayah hukumnya supaya mencegah
pembakaran tidak terjadi kembali.
Saran dalam penelitian ini adalah untuk mencegah terjadinya kasus pembakaran
kantor Polisi oleh oknum masyarakat, maka penulis menyarankan agar aparat
kepolisian hendaknya memahami fungsi sebagai mengayom masyarakat sehingga
cepat merespon segala permasalahan yang ada di masyarakat dan disiagakan
diberbagai tempat yang dianggap rawan untuk tidak terjadinya kerusuhan yang
berujung pada pembakaran kantor polisi oleh oknum masyarakat. Aparat penegak
hukum hendaknya memberikan sanksi tegas terhadap pelaku pembakaran Polsek
Candipuro Lampung Selatan dan lebih menekankan sosialisasi tentang sanksi
hukum terhadap pelaku tindak kejahatan pembakaran kantor Polisi agar tidak
terjadi lagi tindak kejahatan pembakaran kantor polisi oleh oknum masyarakat.
Kata Kunci: Analisis, Kriminologis, Pembakaran, Kantor Kepolisian.
Fadel M. Idrus
M. Idrus Fadel18420110012023-05-10T07:32:47Z2023-05-10T07:32:47Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/71252This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/712522023-05-10T07:32:47ZIMPLEMENTASI ASAS RESTORATIVE JUSTICE MELALUI DIVERSI
TERHADAP TINDAK PIDANA NARKOTIKA PADA ANAK
DI BANDAR LAMPUNGKasus-kasus yang melibatkan anak sebagai pelaku tindak pidana merupakan
fenomena yang berbeda dengan pelaku tindak pidana dewasa. Anak sebagai
pelaku tindak pidana yang diajtuhi pidana untuk dibina dalam lembaga
permasyarakatan Anak, perlu mendapat penanganan khusus dalam menjalani
masa pidanannya. Kasus tindak pidananya yang melibatkan anak-anak, salah
satunya adalah penyalahgunaan narkotika Masalah penyalahgunaan narkotika ini
telah menjadi masalah nasional maupun masalah internasional yang tiada henti
dibicarakan. Hampir setiap hari terdapat berita mengenai masalah penyalahgunaan
narkoba. Penyalahgunaan narkoba dapat menimbulkan kerusakan fisik, mental,
emosi maupun sikap dalam masyarakat. Lebih memprihatinkan lagi bahwa
narkotika telah mengancam masa depan anak. Penyalahgunaan narkotika yang
dilakukan anak merupakan suatu penyimpangan tingkah laku atau perbuatan
melanggar hukum. Salah satu contoh dari kasus tindak pidana penyalahgunaan
narkotika pada anak yang terjadi di Bandar Lampung pada Tanggal 14 Januari
2019. Permasalahan yang akan dibahas yaitu Bagaimanakah implementasi asas
restorativejustice melalui diversi dalam tindak pidana narkotika pada anak di
Bandar Lampung dan faktor penghambat berlakunya asas restorative justice
melalui diversi dalam tindak pidana narkotika pada anak di Bandar Lampung.
Metode penelitian dalam skripsi ini menggunakan metode pendekatan yuridis
normatif dan yuridis empiris. Jenis data terdiri dari data primer dan sekunder.
Narasumber terdiri dari Pegawai Bapas Bandar Lampung, BNN Provinsi
Lampung, dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas
Lampung, analisis data menggunakan metode yuridis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa berkaitan dengan penanganan anak
penyalahguna narkotika, permasalahan pokok yang ditimbulkan dari proses
peradilan pidana anak atau suatu putusan pidana adalah Stigma yang melekat pada
terpidana penyalahgunaan narkotika setelah selesai proses peradilan pidana.
Kecenderungan meningkatnya penyalahgunaan narkotika yang dilakukan anak,
Kasus-kasus yang melibatkan anak sebagai pelaku tindak pidana merupakan
fenomena yang berbeda dengan pelaku tindak pidana dewasa. Anak sebagai
pelaku tindak pidana yang diajtuhi pidana untuk dibina dalam lembaga
permasyarakatan Anak, perlu mendapat penanganan khusus dalam menjalani
masa pidanannya. Kasus tindak pidananya yang melibatkan anak-anak, salah
satunya adalah penyalahgunaan narkotika Masalah penyalahgunaan narkotika ini
telah menjadi masalah nasional maupun masalah internasional yang tiada henti
dibicarakan. Hampir setiap hari terdapat berita mengenai masalah penyalahgunaan
narkoba. Penyalahgunaan narkoba dapat menimbulkan kerusakan fisik, mental,
emosi maupun sikap dalam masyarakat. Lebih memprihatinkan lagi bahwa
narkotika telah mengancam masa depan anak. Penyalahgunaan narkotika yang
dilakukan anak merupakan suatu penyimpangan tingkah laku atau perbuatan
melanggar hukum. Salah satu contoh dari kasus tindak pidana penyalahgunaan
narkotika pada anak yang terjadi di Bandar Lampung pada Tanggal 14 Januari
2019. Permasalahan yang akan dibahas yaitu Bagaimanakah implementasi asas
restorativejustice melalui diversi dalam tindak pidana narkotika pada anak di
Bandar Lampung dan faktor penghambat berlakunya asas restorative justice
melalui diversi dalam tindak pidana narkotika pada anak di Bandar Lampung.
Metode penelitian dalam skripsi ini menggunakan metode pendekatan yuridis
normatif dan yuridis empiris. Jenis data terdiri dari data primer dan sekunder.
Narasumber terdiri dari Pegawai Bapas Bandar Lampung, BNN Provinsi
Lampung, dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas
Lampung, analisis data menggunakan metode yuridis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa berkaitan dengan penanganan anak
penyalahguna narkotika, permasalahan pokok yang ditimbulkan dari proses
peradilan pidana anak atau suatu putusan pidana adalah Stigma yang melekat pada
terpidana penyalahgunaan narkotika setelah selesai proses peradilan pidana.
Kecenderungan meningkatnya penyalahgunaan narkotika yang dilakukan anak,IRFANSYAH MUHAMMAD NUR16120110812023-05-10T03:54:17Z2023-05-10T03:54:17Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/71247This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/712472023-05-10T03:54:17ZANALISIS YURIDIS TERHADAP PERKAWINAN BEDA AGAMA YANG
DI SAHKAN OLEH PENGADILAN NEGERI
(Penetapan Nomor 916/Pdt.P/2022/PN Sby)
Perkawinan beda agama menjadi praktik yang terjadi belakangan ini ditengahtengah
masyarakat Indonesia yang beragam mulai dari suku, ras, dan agama.
Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 sebagaimana telah diperbaharui
oleh Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan melarang
perkawinan beda agama antara kedua calon mempelai jika dalam agama yang
dianut oleh kedua calon mempelai melarang perkawinan beda agama. Penelitian
ini mengkaji bagaimana pengaturan hukum perkawinan di Indonesia terhadap
perkawinan beda agama, apa yang menjadi dasar pertimbangan majelis hakim
dalam mengabulkan perkawinan beda agama dan bagaimana akibat hukum dari
dikabulkannya perkawinan beda agama berdasarkan Penetapan Nomer
916/Pdt.P/2022/PN Sby.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Pendekatan masalah
yang digunakan yaitu pendekatan undang-undang (statute approach) dengan
menggunakan tipe penelitian deskriptif. Jenis dan sumber data yang digunakan
adalah data sekunder yang berasal dari penelitian kepustakaan dan dokumentasi
dalam bentuk buku-buku atau dokumentasi. Metode pengumpulan data
menggunakan studi dokumen dan studi kepustakaan serta wawancara sebagai data
pendukung. Pengolahan data dengan cara pemeriksaan data, verifikasi data,
penandaan data, rekonstruksi data, dan sistematisasi data. Analisis data
menggunakan metode analisa kualitatif.
Hasil Penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa perkawinan beda agama
tidak diatur secara tegas di dalam Undang-undang Perkawinan. Menurut hakim
Pengadilan Negeri Surabaya perbedaan agama bukan merupakan larangan untuk
melangsungkan perkawinan. Berdasarkan Pasal 8 huruf (f) Undang-undang
Perkawinan yang merujuk pada ketentuan Pasal 35 huruf (a) Undang-undang
Administrasi Kependudukan, maka terkait dengan masalah perkawinan beda
agama adalah menjadi wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan
memutusnya. Akibat hukum dari dikabulkannya perkawinan beda agama adalah
perkawinan tersebut dinyatakan sah menurut hukum dan perkawinan tersebut
dapat dicatatkan.
Kata Kunci: Perkawinan beda agama, Undang-Undang Perkawinan.
Interfaith marriage is a practice that has taken place recently in the midst of
Indonesian society which is diverse from ethnicity, race, and religion. Based on
Law no. 1 of 1974 as renewed by Law no. 16 of 2019 concerning Marriage
prohibits interfaith marriages between the two prospective brides if the religion
professed by the two prospective brides prohibits interfaith marriages. This study
examines how marriage law is regulated in Indonesia regarding interfaith
marriages, what is the basis for the panel of judges' considerations in granting
interfaith marriages and what are the legal consequences of granting interfaith
marriages based on Decree No. 916/Pdt.P/2022/PN Sby.
This study uses a type of normative legal research. The problem approach used is
a statute approach using a descriptive research type. Types and sources of data
used are secondary data derived from library research and documentation in the
form of books or documentation. Methods of data collection using document
studies and literature studies as well as interviews as supporting data. Data
processing by means of data checking, data verification, data tagging, data
reconstruction, and data systematization. Data analysis used qualitative analysis
methods.
The results of the research and discussion show that interfaith marriages are not
strictly regulated in the Marriage Law. According to the Surabaya District Court
judge, religious differences are not a prohibition against getting married. Based
on Article 8 letter (f) of the Marriage Law which refers to the provisions of Article
35 letter (a) of the Population Administration Law, issues relating to interfaith
marriages are within the authority of the district court to examine and decide on
them. The legal consequences of granting interfaith marriages are that the
marriage is declared valid according to law and the marriage can be registered.
Keywords: Interfaith marriage, marriage law.
RAHMANULLAH HARIRAMA MUHAMMAD RAFI 1912011334 2023-05-04T03:45:01Z2023-05-04T03:45:01Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/71207This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/712072023-05-04T03:45:01ZUPAYA PENYIDIK KEPOLISIAN DALAM KEJAHATAN PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK JALANAN (PUNK)
(Studi di Wilayah Polresta Bandar Lampung)
Terdapat banyaknya anak jalanan (punk) yang masih dibiarkan melakukan aktivitas dilokasi-lokasi umum dan mengganggu aktivitas dan kenyamanan masyarakat, selain dari penampilan dan perilaku anak jalanan (punk) yang meresahkan seperti mengamen dan memaksa meminta uang dari masyarakat. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dan aparat penegak hukum untuk menanggulangi permasalahan tersebut dengan mengeluarkan beberapa peraturan perundang-undangan. Saat ini peraturan daerah mengenai gelandangan, pengemis, dan anak jalanan yang berlaku adalah Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 3 Tahun 2010 tentang Penanggulangan Gelandangan, Pengemis, dan Anak Jalanan. Adanya gelandangan, pengemis, dan anak jalanan dianggap mengganggu masyarakat dan lingkungan serta menjadi salah satu penyebab peningkatan
kriminalitas di Kota Bandar Lampung.
Permasalahan: Bagaimanakah upaya penyidik kepolisian dalam kejahatan penganiayaan yang dilakukan oleh anak jalanan (punk)?. Apakah yang menjadi faktor penyebab kejahatan penganiayaan yang dilakukan oleh anak jalanan (punk)?.
Metode yang digunakan adalah deskriptif analisis dengan pendekatan yuridis normatif, dimana penulis akan memaparkan secara lengkap permasalahan yang terjadi berkatan upaya penyidik kepolisian dalam kejahatan penganiayaan yang dilakukan oleh anak jalanan (punk) di wilayah Polresta Bandar Lampung. Dalam penelitian ini penulis akan lebih banyak menggunakan data sekunder, Sedangkan data primer akan digunakan sebagai pelengkap untuk mendukung data sekunder berupa wawancara langsung dengan pihak terkait.
Hasil Penelitian: Upaya penyidik kepolisian dalam kejahatan penganiayaan yang dilakukan oleh anak jalanan (punk) dapat dilakukan melalui upaya represif dalam pelaksanaannya dilakukan melalui upaya pembinaan kepada mereka pada lembaga-lembaga social dengan memberikan pelatihan-pelatihan atau kursuskursus agar mereka nanti tidak lagi kembali ke jalan dan dapat memanfaatkan keahlian mereka yang selama ini mereka dapatkan dari kegiatan pelatihan dan kursus selama berada di lembaga-lembaga sosial. Faktor penyebab kejahatan penganiayaan yang dilakukan oleh anak jalanan (punk) disebakan oleh gaya hidup mereka dijalanan yang biasa penuh dengan kekerasan. Ditambah dengan kehidupan mereka yang terbiasa mengkonsumsi minuman keras, menghirup lem, bahkan sampai pada penggunaan narkotika membuat mereka lebih berani untuk melakukan pemalakan terhadap masyarakat hingga timbul perkalihan dan penganiayaan.
Saran: Hendaknya bagi pihak yang terkait/berwenang, hendaknya meningkatkan kuantitas dan kualitas penyuluhan dan operasi-operasi penyakit masyarakat dan pemberlakuan tindakan represif terhadap anak jalanan (punk). Perlunya penegak hukum dalam memproses hukum pelaku tindak penganiyan yang dilakukan anak jalanan (punk) agar memperhatikan kondisi/hak-hak anak dan dititikberatkan pada pembinaan terhadap anak.
Kata Kunci: Upaya, Penyidik Kepolisian, Penganiayaan, Anak Jalanan Punk.RAHMADI SATER ALFONSIUS16520112652023-05-02T07:31:41Z2023-05-02T07:31:41Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/71192This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/711922023-05-02T07:31:41ZPEMBATALAN PERKAWINAN KARENA KAWIN PAKSA MENURUT
KOMPILASI HUKUM ISLAM
Perkawinan harus dilaksanakan atas dasar persetujuan dari kedua belah pihak,
apabila dilaksanakan karena adanya paksaan maka perkawinan tersebut dapat
dibatalkan. Perkawinan yang dilangsungkan di bawah ancaman atau paksaan tidak
dibenarkan dalam Undang-Undang perkawinan maupun Kompilasi Hukum Islam
karena telah melanggar hukum dan juga telah melanggar asas-asas perkawinan
seperti asas persetujuan dan asas kebebasan dalam perkawinan, yang dimana suatu
perkawinan harus dilakukan dengan persetujuan kedua mempelai dan para
mempelai memiliki kebebasan untuk memilih siapa saja yang akan dijadikan
pasangan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana syarat dan
prosedur pembatalan perkawinan karena kawin paksa menurut kompilasi hukum
islam dan bagaimana akibat hukum pembatalan perkawinan karena kawin paksa
menurut kompilasi hukum islam.
Penelitian ini penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian deskriptif yang
menggunakan metode pendekatan perundang-undangan dan pendekatan asas-asas
hukum. Data yang digunakan adalah data sekunder, pengumpulan data dilakukan
dengan studi pustaka dan studi dokumen. Pengolahan data dilakukan dengan cara
seleksi data, klasifikasi data dan sistematisasi data yang selanjutnya dianalisis
secara kualitatif.
Penelitian ini menunjukkan bahwa prosedur pelaksanaan perkara pembatalan
perkawinan sama dengan prosedur perkara perceraian, dari penelitian didapatkan
bahwa prosedur penerimaan dan pemeriksaan dalam perkara permohonan
pembatalan perkawinan sudah dilakukan sesuai dengan Kompilasi Hukum islam
dan Undang-Undang No 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama .pembatalan
perkawinan menimbulkan akibat hukum terhadap hubungan suami istri, anak, dan
terhadap harta bersama. akibat hukumnya bagi pihak yang dibatalkan adalah
putusnya hubungan perkawinan dimulai setelah putusan Pengadilan berkekuatan
hukum tetap Putusan pembatalan perkawinan tidak berlaku surut terhadap anak
yang dilahirkan dari perkawinan yang dibatalkan.Terhadap pembagian harta
bersama harus dibagi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. orang tua sebaiknya tidak memaksakan kehendaknya terhadap anak untuk
menikah dengan calon yang dipilih oleh orang tua, karena setiap anak memiliki
hak memilih sendiri pasangan yang akan dinikahinya sehingga hakikat
perkawinan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam yaitu
membentuk keluarga yang sakinah mawaddah warahmah dan menghindari
adanya perpisahan, akan tercapai apabila tidak ada paksaan dalam pelaksanaannya
Kata Kunci : Pembatalan Perkawinan, Kawin Paksa, Kompilasi Hukum
Islam PUTRI NURUL AZIZAH ISMI 19120112142023-04-28T05:22:09Z2023-04-28T05:22:09Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/71176This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/711762023-04-28T05:22:09ZANALISIS PENETAPAN TERSANGKA OLEH KEPOLISIAN DALAM
KASUS PROSTITUSI YANG MELIBATKAN ARTIS VERNITA
SYABILA
(Studi Pada Kepolisian Daerah Lampung)Polisi kembali mengungkap adanya kasus prostitusi yang melibatkan artis Vernita
Syabilla (VS) , kali ini polisi menggrebek praktik prostitusi itu di Bandar Lampung.
Selain perempuan tersebut, dua perantara sebagai muncikari yang diamankan
petugas. Permasalahannya ialah bagaimanakah penetapan tersangka oleh kepolisian
dalam kasus prostitusi yang melibatkan artis VS di Lampung dan faktor apakah
yang menjadi penghambat penetapan tersangka dalam kasus dugaan prostitusi yang
melibatkan artis VS.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris.
Sumber dan jenis data yang digunakan adalah data sekunder diperoleh dari hasil
studi Pustaka. Adapun narasumber yang telah di wawancara yaitu Penyidik Polda
Lampung dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas
Lampung, penelitian ini dianalisis dan diolah dengan cara kualitatif deskriptif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwasanya
penetapan tersangka pada kasus yang melibatkan Vernita Syabilla, ialah Maila dan
Meilianita yang berperan sebagai mucikari telah ditetapkan sebagai tersangka
tindak pidana perdagangan orang. Sementara Vernita hanya berstatus sebagai saksi,
dimana alat bukti sesuai dengan Pasal 184 Ayat 1 KUHAP yang ditetapkan berupa
keterangan saksi-saksi dan surat ajakan datang ke hotel, disertai dengan barang
bukti yang telah disita berupa uang Rp. 15 juta, bukti transfer Rp. 15 juta, bukti transfer bank 1 juta, nota booking satu kamar hotel, dan satu kotak alat kontrasepsi
dan 3 buah Hand Phone. Bahwasanya terdapat faktor penghambat prostitusi online
di antaranya faktor hambatan pada kasus yang melibatkan Vernita Syabila (VS)
dilihat dari faktor hukumnya, peraturan untuk menetapkan tersangka VS belum
adanya alat bukti yang cukup untuk menetapkan tersangka VS sesuai dengan Pasal
184 Ayat 1 KUHAP. Faktor hambatan dari penegak hukum, yakni Kepolisian tidak
menemukan barang bukti terlibatnya VS pada tindak pidana prostitusi online, dan
dari pengakuan kasus yang melibatkan VS juga merasa dijebak sama oknumoknum. Faktor hambatan sarana dan prasarana, masih terbatasnya sumber daya
manusia dari aparat kepolisian, yang kurang bisa menguasai teknologi informasi.
Faktor hambatan dari segi masyarakat, masih banyak masyarakat di era modern
sekarang yang menganggap prostitusi online menjadi sesuatu yang biasa, terlihat
banyaknya penjualan jasa seksual pada aplikasi-aplikasi di jaringan internet agar
bisa mendapatkan uang. Faktor hambatan dari segi kebudayaan, yakni sebagian
masyarakat menganggap bahwasanya prostitusi sudah ada sejak dahulu dan
bertahan sampai sekarang dengan gaya hidup yang dipengaruhi oleh tayangan di
media sosial.
Saran dari penulis, Kepolisian perlu meningkatkan anggotanya dengan mempelajari
teknologi berbasis internet untuk mencegah terjadinya kejahatan prostitusi online
yang semakin hari semakin canggih. Selain itu hendaknya Kepolisian Daerah
Lampung diharapkan untuk dapat mensosialisasikan kasus-kasus tindak pidana
prostitusi online seperti pada kasus yang melibatkan VS, sebagai bentuk
pencegahan dini kepada masyarakat Lampung.
Kata Kunci: Kepolisian, Penetapan Tersangka ProstitusiANDINY MSY FANNI 18120113202023-04-18T02:27:13Z2023-04-18T02:27:13Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/71067This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/710672023-04-18T02:27:13ZPROSES PENYELESAIAN HARTA WARISAN PADA PERKAWINAN
POLIGINI MENURUT HUKUM ISLAM
Poligini merupakan sistem perkawinan dimana seorang suami mengawini istri lebih
dari seorang dalam waktu bersamaan. Saat suami meninggal tentunya menimbulkan
peralihan harta dari pewaris kepada ahli warisnya yang berhak. Suami yang
memiliki istri lebih dari seorang tentunya memiliki permasalahan terntentu dalam
persoalan pembagian harta warisan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah
proses penyelesaian harta warisan pada perkawinan poligini menurut hukum islam.
Kemudian, akibat hukum terhadap proses penyelesaian harta warisan dalam
perkawinan poligini menurut hukum islam.
Metode penelitian ini menggunakan penelitian normative yang dilakukan dengan
cara meneliti bahan pustaka. Data yang digunakan adalah data sekunder dengan
bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Setelah data terkumpul maka akan
dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa proses penyelesaian harta warisan pada
perkawinan poligini ialah para istri baik istri pertama, kedua, ketiga, bahkan
keempat memiliki hak yang sama salah satunya dalam persoalan waris selama
perkawinan dilakukan secara sah, apabila perkawinannya dilakukan dibawah
tangan maka harus diadakannya isbat nikah dengan berbagai ketentuan, jika dalam
proses penyelesaiannya terdapat konflik maka penyelesaian harta warisan tersebut
diselesaikan di Pengadilan. Akibat hukum yang terjadi dari pembagian harta
warisan tersebut ialah pembagian harta bersamanya masing-masing terpisah dan
tidak ada percampuran harta kecuali jika diadakannya perjanjian khusus mengenai
harta bersama tersebut.
Kata Kunci: Harta Warisan. Perkawinan Poligini. Hukum Islam.
Zain Adella Putri 19120110532023-04-18T02:24:28Z2023-04-18T02:24:28Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/71064This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/710642023-04-18T02:24:28ZANALISIS PEMBERIAN REMISI KEPADA NARAPIDANA
NARKOBA DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG
PEMASYARAKATANRemisi atau pengurangan masa pidana merupakan hak bagi setiap narapidana.
Narapidana berhak mendapatkan remisi apabila telah memenuhi syarat. Terdapat
syarat khusus bagi narapidana narkotika, yaitu bersedia menjadi saksi pelaku bagi
tindak pidana yang dilakukannya jika dia bukan pelaku utama. Hal ini
menimbulkan permasalahan karena melanggar hak narapidana. Kemudian syarat
khusus tersebut dihapuskan dan pemberian remisi juga diatur dalam Undang-
Undang No.22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan yaitu narapidana yang telah
memenuhi persyaratan tertentu tanpa terkecuali juga berhak atas remisi, yang
dimaksud “tanpa terkecuali” artinya berlaku sama bagi narapidana untuk
mendapatkan haknya dan tidak mendasarkan pada tindak pidana yang telah
dilakukan, kecuali dicabut berdasarkan putusan pengadilan. Berdasarkan latar
belakang tersebut yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah
bagaimana pelaksanaan pemberian remisi bagi narapidana narkoba dan apakah
pemberian remisi terhadap narapidana narkoba telah sesuai dengan sistem
pemasyarakatan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Jenis
data terdiri dari data Primer dan data sekunder.Narasumber terdiri dari Kepala Seksi
Bimbingan Narapidana dan Anak Didik dan Seksi Registrasi Pemasyarakatan Kelas
IIA Bandar Lampung, Pegawai Kementrian Hukum dan HAM Kanwil Lampung,
serta Dosen Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data dalam
penelitian ini adalah analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa
pelaksanaan pemberian remisi yang semula memiliki syarat khusus bagi narapidana
narkotika yaitu menjadi justice collaborator untuk tindak pidana yang
dilakukannya dianggap mendiskriminasi dan dianggap tidak memenuhi rasa
keadilan bagi narapidana narkoba. Kemudian disahkan lah Undang-Undang No.22
Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan yang dalam muatan Pasal 10 terdapat syarat
Arum Teza Kinanti
pemberian remisi dengan ketentuan baru yaitu Narapidana yang telah memenuhi
persyaratan tertentu tanpa terkecuali juga berhak atas remisi yang persyaratannya
yaitu berkelakuan baik, aktif mengikuti program Pembinaan; dan telah
menunjukkan penurunan tingkat risiko. Sistem pemasyarakatan saat ini bukan
hanya untuk menimbulkan efek jera, tetapi juga usaha rehabilitasi dan reintegrasi
sosial yang sejalan dengan model restorative justice (model hukum yang
memperbaiki) agar saat kembali ke kehidupan bermasyarakat narapidana bisa
kembali lagi dengan masyarakat dan tidak mengulangi kejahatannya. Serta berguna
bagi masyarakat sebagai wujud efektifnya pembinaan narapidana di lembaga
pemasyarakatan. Oleh karena itu, pelaksanaan pemberian remisi apabila bersifat
membeda-bedakan tidak sejalan dengan sistem pemasyarakatan yang dianut
Indonesia saat ini.
Saran yang diberikan penulis adalah dalam usaha pemberantasan tindak pidana
narkotika ini, harus ada sinergitas di segala struktur penegakan hukum. Mulai dari
aparat penegak hukumnya yaitu kepolisian dan kejaksaan yang melakukan
pencegahan kasus narkotika serta penegakan hukum yang serius terhadap kasus
narkotika, membedakan pemberian hak narapidana untuk tindak pidana tertentu
dirasa kurang tepat dalam pemasyarakatan saat ini. Seharusnya pada tahapan akhir
yaitu pembinaan, diharapkan lembaga pemasyarakatan mengoptimalkan
pembinaan bagi narapidana nya. Hal ini bisa di kaitkan dengan syarat pemberian
remisi, karena narapidana dapat termotivasi berbuat baik dan tidak berpikir untuk
mengulangi tindak kejahatannya karena ada nya syarat pemberian remisi tersebut.
Kata Kunci : Remisi, Tindak Pidana Narkotika, Pemasyarakatan
Remission or reduction of a sentence is the right of every convict. Prisoners are
entitled to get remission if they meet the requirements. There are special
requirements for narcotics convicts, for example being willing to be a witness for
perpetrators of the crimes they have committed when they are not the main
perpetrators. This creates problems because it violates the rights of convicts. After
that, this special condition is abolished and then granting remissions is regulated in
Law No. 22 Year 2022 Concerning Corrections explaining that convicts who have
met certain requirements without exception are also entitled to remission. By
"without exception" means that the same applies to convicts to obtain their rights
and not based on a criminal act that has been committed unless it is revoked based
on a court decision. Based on this background, the problem in this research is how
is the implementation of remission for drug convicts and whether remission for drug
convicts is in accordance with the correctional system.
This research uses normative and empirical juridical approaches. The types of data
are primary and secondary data. The sources or interviewee of this research consist
of the Head of the Prison and Student Guidance Section and the Class IIA
Correctional Registration Section in Bandar Lampung, employees of the Ministry
of Law and Human Rights of Lampung Regional Office, and Lecturers in the
Criminal Law Faculty in the University of Lampung. Data analysis in this study is
qualitative analysis.
Based on the results of the research and discussion, it can be concluded that the
implementation of granting remissions which originally had special conditions for
narcotics convicts, which is by becoming a justice collaborator for the crimes they
committed, were considered discriminatory and deemed not fulfilling a sense of
justice for drug convicts. After that, Law No. 22 of 2022 concerning Corrections is
legalized with 10 Articles explaining conditions for granting remissions with new
provisions stating that the prisoners who have met certain requirements without
exception are also entitled to remissions whose requirements are good behavior,
actively participating in the Development program; and has shown a reduced level
of risk. The current penitentiary system is not only for creating a deterrent effect but also for social rehabilitation and reintegration which is in line with the
restorative justice model. Thus, when they return to social life, convicts can return
to society and not repeat their crimes as well as being useful for the community as
a form of effective coaching of convicts in correctional institutions. Therefore the
implementation of granting remissions if it is discriminatory is not in line with the
correctional system currently adopted by Indonesia.
The advice given by the author is that as an effort to eradicate narcotics crime, there
must be synergy in all law enforcement structures. Starting from law enforcement
officials such as police and prosecutors who prevent narcotics cases, and law
enforcement needs to get serious about narcotics cases, differentiating the granting
of convicts' rights for certain crimes is deemed inappropriate in today's correctional
facilities. Certain criminal acts are considered inappropriate to provide a deterrent
effect in today's correctional institutions. The final stage which is coaching is hoped
that correctional institutions will optimize coaching for their inmates. This can be
related to the conditions for granting remissions, because convicts can be motivated
to do good and not think about repeating their crimes because there are conditions
for granting remissions.
Keywords: Remission, Narcotics Convicts, CorrectionTEZA KINANTI ARUM 16120110112023-04-18T02:03:29Z2023-04-18T02:03:29Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/71045This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/710452023-04-18T02:03:29ZPERMOHONAN ITSBAT NIKAH DALAM MENDAPATKAN
HAK WARISPerkawinan yang tidak tercatat seringkali menimbulkan masalah terkait anak dan
pembagian hak waris, untuk mengatasinya diperlukannya Itsbat Nikah. Tak jarang
terjadi dalam Pengadilan Agama pemohon mengajukan permohonan itsbat nikah
terhadap orangtua, suami atau istri yang telah meninggal dunia agar hubungan
keperdataan perkawinan khususnya mengenai hak waris dapat memiliki status
yang jelas di mata hukum. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana
tata cara permohonan itsbat nikah dalam mendapatkan hak waris serta bagaimana
akibat hukum penetapan itsbat nikah dalam mendapatkan hak waris.
Penelitian ini adalahpenelitian normatif dengan tipe penelitian yaitu deskriptif.
Pendekatan masalah yang digunakan yaitu yuridis normatif dengan data yang
digunakan yaitu data sekunder. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah studi pustaka dengan metode pengolahan data yaitu pemeriksaan data,
rekonstruksi data, dan sistematika data. Data yang diperoleh akan dianalisis secara
kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahsan yang dilakukan antara lain: Tata cara mengajukan
permohonan itsbat nikah dalam mendapatkan hak waris dilakuakn dengan tahapan
mengajukan pendaftaran permohonan, pembayaran biaya panjar perkara,
persiapan persidangan, pemeriksaan persidangan, putusan dengan proses
pemeriksaan bersifat kontensiusdengan mendudukan ahli waris lainnya sebagai
termohon. Akibat hukum dari penetapan itsbat nikah antara pemohon dan
termohon memiliki hak dan kewajibanyang sama khususnya mengenaiharta
warisan sesuai dengan ketentuan Al-Quran dan Peraturan Perundang-Undngan
yang berlaku. Adapun saran dari penelitian ini yaitu hendaknya hakim harus
bijaksana dan teliti dalam memeriksa perkara itsbat nikah kontensius. Diharpakan
bagi masyarakat untuk mecatatkan perkawinan kepada PPN atau KUA guna
mewujudkan tertib administrasi.
Kata Kunci: Perkawinan, Itsbat Nikah, Hak WarisKholillah Aini Merliyana 17120112262023-04-18T02:00:33Z2023-04-18T02:00:33Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/71040This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/710402023-04-18T02:00:33ZPELAKSANAAN KETENTUAN KEPABEANAN, CUKAI DAN PAJAK
ATAS IMPOR BARANG KIRIMAN DI FREE TRADE ZONE BATAM ABSTRAK
Seiring dengan meningkatnya impor barang kiriman melalui belanja online, serta
untuk melindungi industri kecil dan menengah dalam negeri, maka pada tanggal
30 Januari 2020, Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
199/PMK0.10/2019 Tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai dan Pajak Atas Impor
Barang Kiriman. Isi dari aturan tersebut adalah penurunan ambang batas
pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor dari USD75 menjadi USD
3 atau sekitar Rp 45.000. Peraturan ini berlaku untuk seluruh daerah yang ada di
Indonesia, namun pelaksanaannya di Batam dengan daerah lain sangatlah berbeda,
hal ini disebabkan karena Batam adalah daerah Free Trade Zone, sehingga secara
tidak langsung aturan ini merupakan dasar bagi masyarakat Batam, ketika ingin
mengirimkan barang dari Batam ke daerah lain yang ada di Indonesia. Barang
diatas Rp 45.000 ketika dikirim dari Batam akan dikenakan bea masuk dan pajak
dalam rangka impor.
Permasalahan dalam penelitian ini ialah Bagaimana pelakasanaan Ketentuan
kepabeanan, cukai dan pajak atas impor barang kiriman di Free Trade Zone
Batam dan apa saja faktor penghambat dalam pelaksanaanya. Pendekatan masalah
yang digunakan adalah normatif- empiris.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, aturan ini sudah efektif dalam
menjalankan fungsi regulerend pajaknya, yaitu untuk melindungi kepentingan
nasional sehubungan dengan meningkatnya barang impor dan berhasil mendorong
pertumbuhan industri kecil dan menengah. Namun, aturan ini masih mengalami
kendala karena masih rendahnya pemahaman masyarakat terhadap kawasan Free
Trade Zone, sehingga maksud dari dilaksanakannya Peraturan ini tidak
tersampaikan dengan jelas dan masyarakat masih merasa keberatan, karena barang
yang dikirim dari Batam tidaklah semuanya barang impor.
Kata Kunci: Barang Kiriman, Daerah Free Trade Zone, Batam
ABSTRACT
IMPLEMENTATION OF CUSTOMS, EXCISE AND TAX PROVISIONS
ON THE IMPORT OF CONSIGNMENT GOODS IN BATAM FREE
TRADE ZONE AREA
By
ADI PRANATA GINTING
Along with the increasing import of consignment goods through online shopping,
and to protect the domestic small and medium industries, on January 30, 2020, the
Government issued Minister of Finance Regulation No. 199/PMK0.10/2019 on
Customs, Excise, and Tax Provisions in the Framework of Import of Consignment
Goods. The content of the regulation is a decrease in the threshold for exemption
from import duties and taxes in the framework of imports from USD75 to USD3
or around Rp 45,000. This regulation applies to all regions in Indonesia, but its
application in Batam and other regions is very different, this is because Batam is a
Free Trade Zone area, so indirectly this regulation becomes the basis for the
people of Batam, when they want to send goods from Batam to other regions in
Indonesia. Goods above Rp 45,000 when shipped from Batam to other areas will
be subject to import duty and tax in the context of import.
The problem in this study is how the implementation of the provisions customs,
excise and taxes on the import of goods shipped in the Free Trade Zone Batam
and what are the inhibiting factors in its implementation. The problem approach
used is normative-empirical.
The result of this research shows that this regulation has been effective in carrying
out its tax regulerend function, which is to protect the national interest in
connection with the increase of imported goods and successfully encourage the
growth of small and medium industries. However, this regulation still experiences
obstacles due to the low level of public understanding of the Free Trade Zone
area, so that the purpose of implementing this regulation is not clearly conveyed
and the public still feels objections, because the goods shipped from Batam are
not all imported goods.
Keywords: Consignment Goods, Free Trade Zone Area, Batam Pranata Ginting Adi19120111632023-04-18T01:55:31Z2023-04-18T01:55:31Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/71036This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/710362023-04-18T01:55:31ZANALISIS YURIDIS TERHADAP KEABSAHAN PEMBUKTIAN PIDANA
DALAM PENGGUNAAN FOTOKOPI SEBAGAI ALAT BUKTI
(Studi Putusan 2/Pid.Pra/2021/PN Kot)Hukum pembuktian adalah suatu rangkaian peraturan tata tertib yang harus dipedomani
hakim dalam peroses peridangan untuk menjatuhkan putusan bagi pencari keadilan.
Permasalahan dalam skripsi ini yaitu dasar hukum apa yang menetapkan dokumen
fotokopi sebagai alat bukti dan dapatkahhakim praperadilan memeriksa sah atau
tidaknya alat bukti surat berupa fotokopi.
Pendekatan dalam skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis
empiris dan data yang digunakan merupakan data primer dan data sekunder.
Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data
yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif yakni analisis data
adalah menguraikan data dalam bentuk yang tersusun secara sistematis, jelas dan
terperinci untuk memperoleh suatu kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa, Bukti fotokopi surat dapat diterima di
persidangan apabila dicocokan dengan surat aslinya dan kekuatan pembuktian fotokopi
tersebut sama seperti surat aslinya. Bukti fotokopi yang tidak dapat dicocokkan dengan
surat aslinya dapat diterima jika bersesuaian atau dikuatkan dengan alat bukti lain,
berupa (a) pengakuan atau tidak dibantah pihak lawan, dan/atau (b) bersesuaian dengan
keterangan saksi dan/atau didukung dengan bukti surat lainnya, atau (c) dikuatkan
dengan alat bukti sumpah, apabila para pihak tidak dapat mengajukan alat bukti untuk
membuktikan dalil atau bantahan mereka. bukti fotokopi akta otentik yang tidak dapat
dicocokkan dengan aslinya tidak dapat diterima meskipun telah dikuatkan dengan alat
bukti lain. Kekuatan pembuktian terhadap bukti fotokopi surat yang tidak dapat
dicocokan dengan surat aslinya akan tetapi dikuatkan dengan alat bukti lain diserahkan
kepada penilaian hakim. Terkait dengan dapatkah hakim praperadilan memeriksa sah
atau tidaknya alat bukti fotokopi, hakim praperadilan hanya memeriksa hal-hal yang
bersifat formil yakni apakah terdapat dua alat bukti, bukan sah atau tidaknya alat buktiakan tetapi hakim praperadilan dapat memeriksa sah atau tidaknya alat bukti
berdasarkan cara memperolehnya bukan isinya.
Adapun saran dari penulis yakni, (1) Pentingnya dasar hukum atau landasan hukum
yang jelas terhadap suatu perkara pidana, dalam hal ini terkait dengan penggunaan alat
bukti berupa dokumen fotokopi dalam peradilan pidana, hal ini ditujukan kepada unsur
pembentukan peraturan perundang-undangan dan aturan pelaksana agar dapat
membuat ketentuan legalisasi bukti fotokopi dalam peradilan pidana. (2) didalam
persidangan apabila para pihak yang berperkara mengajukan fotokopi surat yang tidak
disertai aslinya, hakim sebaiknya tidak langusng menolak alat bukti tersebut , ada
baiknya mempertimbangkan alat bukti lain yang diajukan oleh para pihak apabila alat
bukti tersebut bersesuaian dengan alat bukti lain, maka bukti fotokopi tersebut dapat
diterima dan memiliki kekuatan pembuktian bebas atau penilaiannya diserahkan
kepada hakim. (3) sudah sepatutnya yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 112
k/Pdt/1996 yang memungkinkan diterimanya bukti fotokopi yang tidak disertai aslinya
akan tetapi didukung alat bukti lain menjadi pertimbangan hakim dalam memutus suatu
perkara demi tercapainnya kepastian hukum dan keadilan hukum. (4) hakim dalam
mengambil suatu keputusan sebaiknya tidak hanya melihat kepada aspek yuridis, tetapi
juga melihat aspek kemanfaatan dan kegunaan, serta aspek keadilan karena terkait
dengan penggunaan bukti fotokopi keyakinan hakim sangat lah penting apakah hakim
memandang dokumen fotokopi tersebut sebagai alat bukti yang kuat. Jadi hakim harus
melihat aspek kemanfaatannya juga sama hal nya dengan praperadilan yang harus
memberikan manfaat terlebih lagi praperadilan harus memberikan keadilan.
Kata kunci: Fotokopi, kekuatan pembuktian, perkara pidana, PraperadilanGHAZALI RAJNA AKHMAD 18120112552023-04-18T01:54:01Z2023-04-18T01:54:01Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/71034This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/710342023-04-18T01:54:01ZKEBIJAKAN PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU BERDASARKAN
SISTEM ZONASI DI KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM
PEMENUHAN HAK MASYARAKAT ATAS PENDIDIKAN
Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru berdasarkan Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021
bertujuan untuk pemerataan dan keadilan bagi setiap peserta didik dalam aspek pendidikan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis (1) Untuk Mengetahui
kebijakan dan upaya yang dapat dilakukan Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam
pemenuhan hak masyarakat atas pelayanan pendidikan terkait dengan PPDB sistem zonasi di
Kota Bandar Lampung. (2) Untuk Mengetahui apa saja faktor penghambat dalam
menyelesaikan permasalahan mengenai pelaksanaan PPDB sistem zonasi di Kota Bandar
Lampung.
Penelitian ini menggunakan dua metode pendekatan yaitu yuridis normatif dan yuridis
empiris. Sumber data menggunakan data primer dan data sekunder. Narasumber terdiri dari
Kepala Bagian Kurikulum Dinas Pendidikan & Kebudayaan Kota Bandar Lampung, Kepala
SMPN 25 Kota Bandar Lampung serta para Murid Sekolah Menengah Pertama Negeri dan
Wali Murid. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan penarikan simpulan dilakukan
dengan metode induktif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka disimpulkan: (1) Kebijakan PPDB di
Kota Bandar Lampung berjalan baik, namun dalam pelaksanaannya masih terdapat beberapa
kendala dan keluhan dari pihak Orang Tua Murid dan Murid. (2) Hambatan kebijakan PPDB
sistem zonasi yaitu, sistem zonasi hanya melihat jarak melalui apklikasi online yang tidak
sesuai dengan kenyataan tempat tinggal, sistem zonasi tidak mempertimbangkan kepadatan
penduduk, sistem zonasi mempengaruhi daya tampung sekolah, banyaknya calon murid
dengan nilai ujian nasional tinggi tidak masuk sekolah yang diinginkan karena kalah bersaing
dengan calon murid dengan nilai ujian nasional rendah namun diterima karena masuk
kategori jarak di sekolah tersebut.
Kata Kunci: Penerimaan Peserta Didik Baru, Sitem Zonasi, Hak, Pendidikan
The New Student Admission System based on Permendikbud Number 1 of 2021 aims for
equity and justice for every student in the educational aspect. The purpose of this study is to
determine and analyze (1) To determine the policies and efforts that can be made by the
Government of Bandar Lampung City in fulfilling the community's rights to services related
to the PPDB zoning system in Bandar Lampung City. (2) To find out what are the inhibiting
factors in solving problems regarding the implementation of the PPDB zoning system in
Bandar Lampung City.
This study uses two approaches, namely normative juridical and empirical juridical. Sources
of data using primary data and secondary data. The resource persons consisted of the Head
of the Curriculum Section of the Bandar Lampung City Education & Culture Office, the Head
of SMPN 25 Bandar Lampung City and State Junior High School Students and Guardians of
Students. Data analysis was carried out qualitatively and conclusions were drawn using the
inductive method.
Results Based on the research and discussion, the Keys: (1) PPDB policy in Bandar
Lampung City is going well, but in its implementation there are still some obstacles and
complaints from the parents and students. (2) The obstacles to the PPDB policy are the
zoning system, namely, the zoning system only looks at the distance through online
applications that are not in accordance with the reality of the place of residence, the zoning
system does not consider population density, the zoning system affects the capacity of
schools, the number of prospective students with national exam scores does not enter school.
wanted because they could not compete with prospective students with low national exam
scores but were accepted because they were included in the distance category at the school.
Keywords: New Student Admission , Zoning System, Rights, Education
ALFANI MUHAMMAD16520111792023-04-18T01:52:58Z2023-04-18T01:52:58Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/71032This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/710322023-04-18T01:52:58ZPENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA
KEKERASAN SEKSUAL OLEH GURU TERHADAP SANTRIWATIBerfokus pada Penegakan hukum terhadap tindak pidana kekerasan seksual oleh
guru terhadap santriwati bukanlah hal yang baru, Pada sekitar Tahun 2016 sampai
dengan Tahun 2021 bertempat di sebuah Yayasan Pondok Pesantren di daerah
Kecamatan Cibiru Kota Bandung terdapat kasus tindak pidana terhadap santriwati
yang dilakukan oleh seorang pimpinan Pesantren. Penegakan hukum dibutuhkan
khususnya peran dari penyidik kepolisian untuk menangani kasus terhadap pelaku
tindak pidana kekerasan seksual dalam hal penegakan hukumnya. Skripsi ini akan
fokus membahas tentang penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana
kekerasan seksual oleh guru terhadap santriwati dan faktor-faktor penghambat
penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana kekerasan seksual oleh guru
terhadap santriwati.
Pendekatan masalah yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan
yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber data adalah data primer dan data
sekunder. Narasumber terdiri dari penyidik pada Ditreskrimum Kepolisian pada
Polda Jawa Barat dan Dosen bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas
Lampung. Pengumpulan data dilakukan melalui teknik studi pustaka dan studi
lapangan. Kemudian data dianalisis secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa
penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana kekerasan seksual oleh guru
terhadap santriwati dilakukan dengan adanya beberapa tahapan yang pertama
tahap aplikasi yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang perlindungan
Anak dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana
Kekerasan Seksual. Dalam hal ini dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut
Umum terhadap kasus ini menerapkan Pasal 81 ayat (1), (3), dan (5) UndangUndang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Kedua tahap eksekusi
dalam hal ini pelaksanaan penegakan hukum terhadap pelaku Tindak Pidana
Kekerasan Seksual sampai saat ini sudah mencapai kepada putusan Kasasi artinya
pada saat putusan tingkat pertama Pengadilan Negeri Bandung menjatuhkan
hukuman kepada pelaku dengan pidana penjara seumur hidup selanjutnya Jaksa
Penuntut Umum pada Kejaksaan Tinggi Jawa Barat mengajukan banding kepada
Pengadilan Tinggi Jawa Barat, selanjutnya hakim menjatuhkan hukuman kepada
pelaku dengan pidana mati dan membayar restitusi kepada korban. Faktor
penghambat dalam penegakan hukum pidana pada tindak kekerasan seksual oleh
guru terhadap santriwati adalah peraturan perundang-undangan menjelaskan
banyaknya pasal-pasal yang mengatur terkait kasus ini diantaranya ada, UndangUndang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan
Seksual.
Saran dari penelitian ini adalah aparat penegak hukum yang menangani kasus
kekerasan seksual oleh guru terhadap santrwati, diharapkan khususnya Kepolisian
dapat mengambil keputusan objektif dengan mempertimbangkan fakta-fakta
hukum dalam menafsir pasalpPasal dalam Perundang-undangan terkait. Perlunya
dilakukan rehabilitasi bagi korban kekerasan seksual dan mendorong semua pihak
terus memberikan edukasi terkait pentingnya penghapusan tindak kekerasan
seksual, terutama di lingkungan Pendidikan, terkhusus lagi perlu dilakukan
semacam konseling atau Pendidikan tentang kekerasan seksual di pondok
pesantren.
Kata Kunci : Penegakan Hukum Pidana, Kekerasan Seksual, SantriwatiCESA HAFIZ ALFARDZI JUOAN 18120113302023-04-18T01:50:20Z2023-04-18T01:50:20Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/71030This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/710302023-04-18T01:50:20ZFORMULASI IDEAL PENGAJUAN RESTITUSI TERHADAP ANAK
SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUALRestitusi merupakan salah satu upaya pemulihan dan perlindungan yang diberikan
kepada anak yang menjadi korban tindak pidana. Implementasinya tertuang dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 sebagai tindak lanjut atas UndangUndang Nomor 35 Tahun 2014 Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak menjadi suatu payung hukum atas kerugian yang
diderita oleh anak akibat kekerasan seksual yang dilakukan pelaku. Namun
dengan adanya ketentuan aturan tersebut ternyata pelaksanaan pemberian restitusi
dilapangan belum berjalan optimal. Sehingga demikian perlu dilakukannya
penelitian dengan permasalahan: Bagaimanakah kondisi eksisting pengajuan
restitusi bagi anak korban tindak pidana kekerasan seksual ? dan Bagaimanakah
formulasi ideal pengajuan restitusi terhadap anak sebagai korban tindak pidana
kekerasan seksual?
Pendekatan masalah dalam skripsi ini adalah pendekatan yuridis normatif dan
yuridis empiris. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah data primer dan
data sekunder. Penentuan narasumber dilakukan dengan wawancara dengan
responden. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi
lapangan. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa
pelaksanaan pemberian restitusi terhadap korban kekerasan seksual terhadap anak
di wilayah Kota Bandar Lampung khususnya belum berjalan dengan maksimal,
dikarenakan masih adanya kendala, diantaranya pihak korban belum mengetahui
hak-hak yang dapat diperolehnya, prosedur administrasi yang terkesan banyak
dan sulit sehingga korban khususnya anak tidak mengajukan restitusi, disisi lain
umumnya pelaku tidak bisa membayar disebabkan karena tidak mampu untuk
membayar. Pada tataran formulasi belum adanya hukuman pengganti bagi pelaku
apabila tidak mampu membayar, ditambah lagi belum adanya ukuran atau range
berapa biaya yang dapat menjadi tolak ukur penegak hukum dalam memberikan
restitusi terhadap pelaku. Formulasi ideal pengajuan restitusi terhadap anak
sebagai korban kekerasan seksual yaitu dengan mencantumkan aturan tambahan
pada Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 tentang kewajiban Jaksa
Penuntut Umum untuk melampirkan restitusi korban kekerasan seksual dan
ukuran nominal atau standar pembayaran restitusi yang harus dibayarkan oleh pelaku kekerasan seksual, kemudian menambahkanhukuman pengganti berupa
pidana tambahan atau lain halnya apabila pelaku tidak mampu membayar atau
memenuhi hak-hak restitusi terhadap korban.
Saran dari penulis kepada pemerintah dan para penegak hukum yaitu Bagi
pemerintah hendaknya merevisi ketentuan aturan mengenai pengajuan restitusi
dengan mekanisme pelaksanaan yang jelas dan tidak mempersulit, Agar aparat
penegak hukum dapat berperan dengan optimal dalam memenuhi hak restitusi
terhadap anak korban kekerasan seksual. Adapun bagi aparat penegak hukum
yaitu mengupayakan penyuluhan atau sosialisasi hukum kepada masyarakat
secara massif. Sehingga harapannya masyarakat semakin paham dan mengerti
mengenai hak restitusi yang diterima apabila menjadi korban kekerasan seksual.
Kata Kunci: Anak, Korban, RestitusiARYA PRATAMA ANDRE 19120110402023-04-18T01:36:13Z2023-04-18T01:36:13Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/71022This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/710222023-04-18T01:36:13ZTINJAUAN YURIDIS PENGALIHAN BENTUK UANG KEMBALIAN
KONSUMEN KE DALAM BENTUK SUMBANGAN OLEH
PELAKU USAHA DITINJAU DARI ASPEK
HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
(Studi Pada Alfamart Kotabumi Lampung Utara)ABSTRAK
Dalam praktiknya sering kali tindakan dari pelaku usaha tanpa disadari merugikan
konsumen yaitu uang sisa pengembalian tidak dikembalikan melainkan dialihkan
kedalam bentuk uang sumbangan. Penelitian ini mengkaji bagaimana pengaturan
uang kembalian menurut hukum yang ada di Indonesia. Dan upaya hukum apa yang
harus dilakukan konsumen apabila uangnya tidak dikembalikan oleh pelaku usaha.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum
normatif-empiris (applied law research). Pendekatan masalah menggunakan dua
pendekatan, yaitu yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Data dan
sumber data menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer,
sekunder dan tersier. Metode pengumpulan data dengan studi Pustaka, studi
lapangan.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pengalihan uang kembalian konsumen yang
dijadikan donasi oleh pelaku usaha di salah satu Alfamart Kotabumi, adapun jika
mengacu pada hak konsumen sesuai Undang-Undang Perlindungan Konsumen,
konsumen berhak mendapatkan pengembalian berupa uang atas pembayaran yang
melebihi nilai jual barang atau jasa yang ditawarkan pelaku usaha. Hasil kedua
menunjukan upaya hukum yang dapat dilakukan oleh konsumen yang dirugikan
adalah dengan cara gugatan class actions yang dapat dilakukan melalui, Lembaga
Konsumen Swadaya Masyarakat dan Badan Penyelesaian Konsumen. Konsumen
juga dapat mengajukan di luar Pengadilan atau juga dapat melakukan gugatan
melalui peradilan umum.
Kata Kunci: Pengertian Konsumen, Sumbangan, Uang Kembalian.
1912011091 MEILINA ROSA Meilinarosa777@gmail.com2023-04-18T01:21:49Z2023-04-18T01:21:49Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/71009This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/710092023-04-18T01:21:49Z
ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA RESIDIVIS TINDAK PIDANA
PEMALSUAN IDENTITAS PADA BANK
(Studi Putusan PN Nomor: 993/Pid.B/2021/PNTJK)
Pertanggungjawaban pidana menjurus kepada pemidanaan pelaku, jika melakukan
suatu tindak pidana dan memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan oleh
Undang-Undang, dilihat dari terjadinya perbuatan yang terlarang, ia akan diminta
pertanggungjawaban pidana apabila perbuatan tersebut melanggar hukum. Dilihat
dari sudut kemampuan bertanggung jawab yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pertanggungjawaban pidana dengan residivis terjadi apabila seseorang yang telah
menjalani masa hukuman pidananya dan dikembalikan pada masyarakat, lalu
melakukan tindak pidana lagi untuk kedua kalinya. Akan tetapi fakta hukum
menunjukkan bahwa perbuatan yang telah memenuhi unsur residivis seringkali
tidak tercantum dalam dakwaan sebagaimana Pasal 486 KUHP. Misalnya, pada
putusan pengadilan Nomor 993/Pid.B/2021/PN Tjk dengan terdakwa bernama
Mujianto justru telah melakukan tindak pidana pemalsuan identitas bank sebanyak
dua kali, namun tidak tercantum dalam dakwaan yang diajukan Jaksa Penuntut
Umum. Oleh karena itu, perlu dikaji pertanggungjawaban pidana residivis
terhadap tindak pidana pemalsuan identitas diri pada bank beserta parameter
keadilan substantifnya.
Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan cara
mempelajari ketentuan dan kaidah yang mengacu pada KUHP dan ketentuan
hukum lainnya beserta asas dan yurisprudensi hakim. Kemudian pendekatan
empiris dalam melihat peristiwa hukum di Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan
Kejaksaan Negeri Bandar Lampung untuk dapat menggambarkan permasalahan
yang terjadi disertai dengan studi kepustakaan berupa buku, jurnal, dan
sebagainya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pertentangan keadilan susbtantif
terhadap penentuan pasal tuntutan. Pada dasarnya Terdakwa seharusnya
merupakan residivis, namun karena terdapat ketidakcermatan Jaksa Penuntut
Umum untuk mencantumkannya pada tuntutan, maka terdakwa tidak memperoleh
pemberatan pidana. Kemudian dari 4 parameter keadilan substantif mengandung keadilan yaitu dengan pertimbangan rasionalitas, kejujuran, objektivitas, tidak
memihak (imparsiality), tanpa diskriminasi, dan berdasarkan hati (keyakinan
hakim). Namun terdapat satu aspek yang tidak terlaksana, yaitu objektivitas Jaksa
Penuntut Umum dimana dalam perkara ini terdapat ketidaksesuaian antara
penentuan tuntutan dalam surat dakwaan dengan fakta hukum di lapangan.
Berdasarkan fakta hukum yang ditemukan penulis bahwa terdakwa seharusnya
merupakan residivis yang melakukan tindak pidana pemalsuan surat tersebut telah
menjalani seluruh atau sebagian pidana yang telah dijatuhkan. Jaksa justru sama
sekali tidak menerapkan pasal residivis yang hakikatnya unsurnya telah terpenuhi,
bahkan tidak satupun adanya penyebutan frasa “residivis” dalam tuntutan tersebut
yang justru mempengaruhi ancaman sanksi penjatuhan pidana. Dengan demikian
jaksa perlu memperhatikan kembali unsur materiil dari tindak pidana yang
dilakukan pelaku sebagaimana Pasal 486 KUHP.
Kata Kunci: Pertanggungjawaban Pidana, Pemalsuan Identitas, Residivis
FARREL ANDWIAN AL- GHAZALLI1912011362 2023-04-18T01:19:24Z2023-04-18T01:19:24Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/71004This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/710042023-04-18T01:19:24ZDISPARITAS PEMIDANAAN PUTUSAN PENGADILAN TERHADAP PERKARA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK
(Nomor 7/Pid.Sus-Anak/2022/PN Tjk)
ABSTRAK
Hakim dalam memutuskan perkara sering terjadi disparitas pidana, disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Bahwa disparitas pidana timbul karena adanya penjatuhan hukuman yang berbeda terhadap tindak pidana yang sejenis. Penjatuhan pidana ini tentunya adalah hukuman yang dijatuhkan oleh Hakim, terhadap pelaku tindak pidana sehingga dapat dikatakan bahwa pertimbangan Hakim dalam hal timbulnya disparitas pidana sangat menentukan. Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya disparitas Putusan tetapi pada akhirnya hakim yang paling menentukan terjadinya disparitas. Seperti halnya dalam kasus pencabulan yang dilakukan oleh anak pada kasus persetubuhan yang dilakukan oleh terdakwa dengan Register Perkara Nomor 8/Pid.Sus.Anak/2022/PnTjk dan Nomor
7/Pid.Sus-Anak/2022/PN Tjk. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian dengan permasalahan: Apa yang menjadi pertimbangan hakim terhadap disparitas pemidanaan terdakwa pencabulan anak dengan Putusan Nomor
7/Pid.Sus-Anak/2022/PN Tjk dan apakah putusan hakim terhadap terdakwa pencabulan anak sudah memenuhi rasa keadilan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Jenis data terdiri dari data primer dan sekunder. Narasumber terdiri dari, Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Jaksa Kejaksaan Negeri Bandar Lampung Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data menggunakan analisis kualitatif.
Berdasarkan pembahasan terhadap hasil penelitian mengenai permasalahan yang diajukan dalam skripsi ini, diperoleh kesimpulan bahwa Putusan hakim merupakan puncak dari perkara pidana, sehingga hakim harus mempertimbangkan aspek-aspek lainnya selain aspek yuridis, sehingga putusan hakim tersebut lengkap mencerminkan nilai-nilai sosiologis, filosofis, dan yuridis. Pertimbangan yang bersifat yuridis Terdakwa I oknum AAF, TerdakwaII oknum RD, Terdakwa, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana atas Pasal
81 ayat (2) Undang-Undang RI No. 17 Tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU No. 01 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI
M Akmaldho B Indrajaya
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dan proses peradilan semestinya tidak hanya mengacu pada ketentuan hukum secara formal, tetapi juga mempertimbangkan berbagai aspek yang berkaitan dengan kepentingan pelaku, korban, keluarga dan masyarakat pada umumnya. Keadilan dalam perkara persetubuhan anak dibawah umur ini adalah perlakuan yang adil, tidak berat sebelah, tidak memihak dan berpihak kepada yang benar. Setiap pelaku yang terbukti melakukan tindak pidana persetubuhan atau pencabulan anak dibawah umur seharusnya mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan hukum dan mendapatkan pidana maksimal sesuai dengan ketentuan undang-undang sekalipun dia masih dibawah umur.
Adapun saran yang diberikan dalam menjatuhkan putusan tindak pidana persetubuhan anak dibawah umur yang korbannya anak dibawah umur mengingat, mempertimbangkan, memerhatikan tujuan pemidanaan, yang bukan hanya sebagai pembalasan, melainkan juga guna mendidik dan memperbaiki perilaku untuk kembali kepada masyarakat serta pemidanaan tersebut memenuhi rasa keadilan baik bagi terpidana, korban maupun masyarakat luas. Serta harus berpedoman pada aturan tentang Pelaksanaan restitusi bagi Anak yang mempertimbangkan kerugian yang dialami pada anak korban.
Kata Kunci: Disparitas Pemidanaan, Pengadilan, Pencabulan, Anak
1912011294 M. Akmaldho B IndrajayaAkhmadbanni@gmail.com2023-04-17T07:54:35Z2023-04-17T07:54:35Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/71007This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/710072023-04-17T07:54:35ZPENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE OLEH PENYIDIK TERHADAP
KASUS PENGANIAYAAN ANAK OLEH CALON IBU TIRI
(Studi di Polresta Bandar Lampung)
Penerapan restorative justice pada tahap penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik
Sat Reskrim Polresta Bandar Lampung terhadap kasus penganiayaaan terhadap
anak yang dilakukan oleh calon ibu tiri. Calon ibu tiri tersebut sebelumnya sudah
ditetapkan menjadi tersangka oleh Polresta Bandar Lampung. Kesenjangan yang
terjadi dalam penerapan restorative justice tersebut adalah penyelesaian kasus
yang berujung damai tidak melibatkan Komnas PA (Perlindungan Anak) Kota
Bandar Lampung. Permasalahan penelitian yaitu: Bagaimanakah dasar
pertimbangan penyidik dalam menerapkan restorative justice dalam kasus
tersebut dan apakah penerapan restorative justice tersebut sudah sesuai dengan
keadilan.
Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian yuridis normatif,
sumber bahan hukum primer dan sekunder, pencatatan terhadap buku-buku
peraturan perundang-undangan serta literatur lainnya dilakukan untuk
mengumpulkan data, dan analisis bahan hukum dengan menggunakan
argumentasi hukum melalui wawancara secara langsung kepada informan yaitu
Penyidik Polresta Bandar Lampung, dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas
Hukum Universitas Lampung.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa dasar
pertimbangan penyidik dalam menerapkan restorative justice dalam kasus
penganiayaan terhadap anak yang dilakukan oleh calon ibu tiri. Penyidik Polresta
Bandar Lampung dalam menerapkan restorative justice berdasarkan pertimbangan
yuridis, yakni menggunakan kewenangan diskresi yang terdapat dalam Pasal 109
ayat (2) KUHAP dan telah memenuhi syarat yang terdapat dalam Peraturan
Kapolri Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan
Keadilan Restoratif. Penerapan restorative justice tersebut sudah memenuhi rasa
keadilan dan telah sejalan dengan teori yang dikemukan Notonegoro karena
penerapan restorative justice yang ditetapkan oleh penyidik berdasarkan
ketentuan hukum yang berlaku. Dalam menetapkan restorative justice pada kasus
tersebut penyidik memiliki argumentasi hukum yang kuat berdasarkan
pertimbangan sehingga telah tercipta keadilan untuk para pihak berkepentingan.
Saran dalam penelitian ini adalah : (1) Diharapkan penyidik dalam menerapkan
restorative justice dapat mengoptimalkan Peraturan Kepolisan Negara Republik
Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan
Keadilan Restoratif. Dengan adanya peraturan mengenai Keadilan Restoratif
dengan mengedepankan pemulihan kembali pada keadaan semula demi
memberikan rasa keadilan antara korban dan pelaku. (2) Diharapkan restorative justice yang telah ditetapkan oleh penyidik dapat menjadi pembelajaran bagi
terdakwa maupun masyarakat. Serta penyidik wajib untuk selalu melihat nilainilai
yang
tumbuh
dan
berkembang
di
masyarakat
agar
keputusan
yang
ditetapkan
memberi
rasa
keadilan
bagi
setiap pihak
terutama
korban.
Kata
Kunci:
Pertimbangan,
Penyidik,
Keadilan
Restoratif.
ABSTRACT
The application of restorative justice at the investigation stage carried out by
Investigators at the Criminal Investigation Unit of the Bandar Lampung Police in
cases of child abuse committed by prospective stepmothers. The prospective
stepmother had previously been named a suspect by the Bandar Lampung Police.
The discrepancy that occurs in the application of restorative justice is that the
settlement of cases that end peacefully does not involve the National Commission
on Child Protection (Komnas PA) of Bandar Lampung City. Completion of the
research, namely: What are the basic considerations of the investigator in
implementing restorative justice in the case and whether the application of
restorative justice is in accordance with justice.
The research method used is normative juridical research method, sources of
primary and secondary legal materials, recording of books of laws and
regulations and other literature is carried out to collect data, and analysis of
legal materials using arguments through direct legal interviews with informants,
namely investigators Bandar Lampung Police, and a Lecturer in the Criminal
Law Section of the Law Faculty of the University of Lampung.
Based on the results of the research and discussion, it can be interpreted that the
basic considerations of the investigation in applying restorative justice in cases of
child abuse committed by prospective stepmothers. Bandar Lampung Police
investigators in implementing restorative justice based on juridical
considerations, namely using the discretionary authority contained in Article 109
paragraph (2) of the Criminal Procedure Code and have fulfilled the
requirements contained in the Chief of Police Regulation Number 8 of 2021
concerning Handling of Crimes Based on Restorative Justice. The application of
restorative justice has fulfilled a sense of justice and is in line with the theory put
forward by Notonegoro because the application of restorative justice is
determined by investigation based on applicable legal provisions. In determining
restorative justice in this case, investigators have strong legal arguments based
on considerations so that justice has been created for interested parties.
The suggestions in this study are: (1) It is hoped that investigators in
implementing restorative justice can optimize the Police Regulation of the
Republic of Indonesia Number 8 of 2021 concerning Handling of Crimes Based
on Restorative Justice. With the existence of regulations regarding Restorative
Justice with retention of restoration back to its original state in order to provide a
sense of justice between victims and perpetrators. (2) It is hoped that the restorative justice that has been determined by the investigator can be a lesson for
suffering and society. As well as investigators are obliged to always see the values
that grow and develop in society so that the decisions made provide a sense of
justice for each party, especially the victim.
Keywords: Considerations, Investigators, Restorative Justice.
HANNY SALSABILA1912011055 2023-04-17T04:05:45Z2023-04-17T04:05:45Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70939This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/709392023-04-17T04:05:45ZANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENJATUHAN
PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBERIAN
LAPORAN PALSU PADA KEPOLISIAN
Salah satu tindak pidana yang terjadi dalam kehidupan masyarakat adalah
memberikan laporan palsu atau pengaduan palsu sebagaimana diatur dalam Pasal
220 KUHP. Contoh kasusnya adalah dalam Putusan Pengadilan Negeri Tanjung
Karang Nomor: 1166/Pid.B/2021/PN Tjk. Terdakwa melaporkan telah terjadi
tindak pidana pencurian sepeda motor padahal peristiwa tersebut tidak ada.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah: Apakah dasar pertimbangan hakim
dalam penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana pemberian laporan palsu
pada Kepolisian dalam Putusan Nomor: 1166/Pid.B/2021/PN.Tjk? Apakah
penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana pemberian laporan palsu pada
Kepolisian telah memenuhi rasa keadilan substantif?
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan empiris.
Narasumber penelitian terdiri dari Hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung
Karang dan Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. Prosedur pengumpulan
data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Data yang diperoleh lalu
dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa dasar pertimbangan hakim
dalam menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa selama 6 (enam) bulan
terhadap pelaku tindak pidana pemberian laporan palsu kepada Kepolisian dalam
Putusan Nomor: 1166/Pid.B/2021/PN.Tjk terdiri dari pertimbangan yuridis,
filosofis dan sosiologis. Pertimbangan yuridis yaitu perbuatan terdakwa terbukti
melanggar Pasal 220 KUHP. Pertimbangan filosofis yaitu hakim menilai bahwa
pemidanaan tidak hanya bertujuan untuk menimbulkan efek jera pada pelakunya
tetapi sebagai upaya pemidanaan terhadap terdakwa agar terdakwa tidak
mengulangi tindak pidana. Pertimbangan sosiologis yaitu hakim
mempertimbangkan latar belakang terdakwa yang belum pernah dihukum, hal-hal
yang memberatkan yaitu perbuatan terdakwa mengakibatkan kerugian pada pihak
lain, hal-hal yang meringankan yaitu terdakwa bersikap sopan, mengakui dan
berterus terang di persidangan. Selain itu hakim mempertimbangkan bahwa pidana
yang dijatuhkan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat. Putusan yang
dijatuhkan hakim terhadap pelaku tindak pidana pemberian laporan palsu kepada Kepolisian belum memenuhi unsur keadilan, karena pidana 6 (enam) bulan penjara
yang dijatuhkan hakim terhadap terdakwa masih belum maksimal, dibandingkan
dengan ancaman pidana Pasal 220 KUHP yaitu pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun 4 (empat) bulan. Selain itu terdakwa selain memberikan laporan palsu kepada
pihak Kepolisian juga melakukan tindak penggelapan 1 unit sepeda motor yang
statusnya masih dalam proses kredit pada Pihak Leasing. Hal ini menunjukkan
bahwa selain melakukan tindak pidana pemberian laporan palsu kepada Kepolisian,
pelaku juga melakukan perbarengan tindak pidana, yaitu tindak pidana penggelapan
dan tindak pidana fidusia, sehingga idealnya pidana yang dijatuhkan dapat lebih
maksimal.
Saran dalam penelitian ini adalah: Kepada Majelis hakim Pengadilan Negeri Kelas
IA Tanjung Karang yang menangani tindak pidana pelaku membuat laporan palsu
kepada Kepolisian di masa yang akan datang, disarankan untuk mempertimbangkan
segala aspek dalam menjatuhkan putusan. Kepada masyarakat disarankan untuk
tidak melakukan tindak pidana membuat laporan palsu kepada pihak Kepolisian
dengan alasan apapun.
Kata Kunci: Pertimbangan Hakim, Penjatuhan Pidana. Tindak Pidana,
Laporan Palsu, Kepolisian.
PUTRI S. SHANANDRA EVELY 19520110822023-04-17T03:06:18Z2023-04-17T03:06:18Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70920This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/709202023-04-17T03:06:18ZPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK
TERKAIT KEKERASAN SEKSUAL DI KABUPATEN BOGOR
(Studi di P2TP2A Wanoja Mitandang)Kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Bogor menjadi jenis
kekerasan yang marak terjadi. Sebagai organ negara, P2TP2A Wanoja Mitandang
dibentuk guna memberikan perlindungan bagi perempuan dan anak korban
kekerasan seksual di Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
keselarasan pelaksanaan perlindungan hukum di P2TP2A Wanoja Mitandang
dengan peraturan perundang-undangan terkait dan untuk menemukan hambatan
yang dialami P2TP2A Wanoja Mitandang dalam proses pelaksanaan perlindungan
tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif-empiris dengan
menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan sosiologi hukum.
Hasil penelitian menunjukan bahwa P2TP2A Wanoja Mitandang telah melakukan
tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, namun
pelaksanaan perlindungan preventif belum optimal sehingga hambatan yang
dihadapi P2TP2A Wanoja Mitandang dalam memberikan perlindungan justru
datang dari korban, dimana korban dengan minimnya edukasi terkait kekerasan
seksual menciptakan kekhawatiran korban untuk melanjutkan proses perlindungan.
Kurang tegasnya substansi, struktur dan budaya hukum berpengaruh pada
keberhasilan perlindungan hukum tersebut.
Kata kunci: perlindungan hukum, perempuan dan anak, kekerasan seksualSAVIRA YOLANDA19520110202023-04-17T02:40:48Z2023-04-17T02:40:48Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70903This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/709032023-04-17T02:40:48ZANALISIS PEMBELAAN TERPAKSA YANG MELAMPAUI
BATAS (NOODWEER EXCES) OLEH PELAKU
TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN
(Studi Putusan Nomor 103/Pid.B/2021/Pn.Gdt)Tindak pidana tidak selalu dapat dijatuhi sanksi pidana, sebagaimana KUHP pada
Pasal 49 mengatur terkait alasan penghapus pidana yang terdiri dari alasan pemaaf
dan alasan pembenar. Salah satu bentuk alasan pemaaf yaitu pembelaan terpaksa
yang melampaui batas (noodweer exces). Contoh perkara tentang noodweer exces
yaitu perkara tindak pidana penganiayaan yang terjadi di Kabupaten Pesawaran.
Perkara ini bermula dari terjadinya adu mulut antara Nuryadin dan Branhar,
kemudian terjadi pertikaian menggunakan senjata tajam yang mengakibatkan
Branhar meninggal dunia. Permasalahan dalam penelitian ini adalah
Bagaimanakah pertimbangan hakim terhadap putusan lepas dari segala tuntutan
hukum dalam tindak pidana penganiayaan karena noodweer exces berdasarkan
Putusan Nomor 103/Pid.B/2021/PN.Gdt dan apakah putusan lepas dari segala
tuntutan hukum terkait tindak pidana penganiayaan karena pembelaan terpaksa
yang melampaui batas berdasarkan putusan tersebut sudah sesuai dengan faktafakta hukum di persidangan.
Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridis empiris,
dengan menekankan pada kajian kaidah hukumnya, dan ditunjang dengan
pendekatan lapangan berupa perolehan tambahan informasi serta opini penegak
hukum terkait.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa dasar
pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dalam perkara Putusan Nomor
103/Pid.B/2021/Pn.Gdt yaitu terhadap tiga aspek yang terdiri dari aspek yuridis,
aspek sosiologis dan aspek filosofis. Pertimbangan hakim dalam perkara ini yaitu
terkait fakta-fakta yuridis dalam persidangan yang terdiri dari dakwaan penuntut
umum, keterangan saksi, keterangan terdakwa, barang bukti, serta pasal-pasal
yang didakwakan. Selain pada pasal yang didakwkan, hakim juga
mempertimbangkan pledoi terdakwa yang menyatakan bahwa perbuatan terdakwa
ialah suatu pembelaan terpaksa yang melampaui batas yang diatur dalam Pasal 49
KUHP. Hakim juga melihat alasan dan latar belakang terdakwa melakukan
perbuatannya tersebut, hal-hal tersebut kemudian digunakan hakim untuk
membangun keyakinannnya dalam mennjatuhkan putusan. Selain itu, Hakim jugamempertimbangkan tujuan dari dijatuhkannya putusan tersebut serta akibat dan
manfaat putusan tersebut bagi terdakwa dan masayarakat sebelum menjatuhkan
putusannya. Hakim dalam perkara ini menjatuhkan putusan lepas dari segala
tuntutan hukum, dimana hakim menyatakan bahwa perbuatan terdakwa ialah
perbuatan pembelaan terpaksa melampaui batas terhadap dirinya sendiri hal ini
berdasarkan atas fakta-fakta persidangan. Selanjutnya, putusan yang dijatuhkan
oleh majelis hakim telah terpenuhi dan sesuai dengan fakta-fakta persidangannya
sebagaimana didasarkan pada Pasal 183 dan Pasal 184 Ayat (1) KUHAP, dimana
terkait alat bukti dan barang bukti sudah dibuktian dalam proses persdiangan.
Saran dari penelitian ini ialah hakim dalam merumuskan putusannya seharusnnya
juga melihat dan mempertimbangkan latar belakang korban, selain itu perkara ini
berkaitan dengan pembelaan terpaksa yang melampui batas akibat adanya
goncangan jiwa yang hebat, oleh karena itu ada baiknya dalam persidangan
dihadirkan ahli jiwa atau psikolog untuk memberikan penilaiannya pada kondisi
kejiwaan terdakwa pada saat itu.
Kata kunci: Noodweer Exces, Tindak pidana, PenganiayaanMeta Zulfia Sukma 19120111692023-04-17T02:33:12Z2023-04-17T02:33:12Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70906This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/709062023-04-17T02:33:12ZPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK CIPTA PENULIS ATAS
PENJUALAN BUKU BAJAKAN YANG DIEDARKAN MELALUI
E-COMMERCE/SHOPEE
Pengelola tempat perdagangan elektronik mempunyai tanggung jawab atas tempat
penjualan dan/atau terhadap pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait pada tempat
perbelanjaan atau marketplace yang dikelolanya. Secara tegas dijelaskan pada Undang
– Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui dan menganalisis perlindungan hukum Hak Cipta bagi penulis atas
pemasaran buku bajakan yang dijual secara bebas melalui E- commerce/Shopee dan
untuk mengetahui dan menganalisis bentuk tanggung jawab pelaksanaan perlindungan
Hak Cipta pada E-commerce/Shopee.
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, tipe penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah penelitian hukum deskriptif. Data yang diperoleh kemudian
dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa perlindungan hukum terhadap
hak cipta penulis tidak hanya terdapat dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2014 Tentang Hak Cipta yang melarang penjualan buku bajakan, dalam PP
Nomor 80 Tahun 2019 Tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik pada Pasal
22 ayat (1) dan ayat (2) mengatur tentang larangan memperdagangkan barang ilegal,
serta bentuk tanggungjawab pihak penyelenggara perdagangan seperti ECommerce/Shopee
telah
tertera
pada
Pasal
10
Undang-Undang
Nomor
28
Tahun
2014
Tentang
Hak
Cipta
yang
menyatakan
bahwa
“Pengelola
tempat
perdagangan
dilarang
membiarkan
penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta
dan/atau Hak Terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya”, maka pengelola
bertanggung jawab melarang segala penjualan serta penggandaan barang hasil
pelanggaran Hak Cipta di tempat perdagangan yang dikelolanya. Dalam hal ditemukan
praktek penjualan serta penggandaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta di tempat
perdagangan yang dikelolanya, seperti terdapat penjualan buku bajakan atau barangbarang
hasil
pelanggaran
Hak
Cipta
lainnya.
Kata
Kunci
:
Perlindungan,
Hak Cipta,
E-Commerce.
The electronic commerce manager of the trading place has responsibility for the place
of sale and/or violations of Copyright and/or Related Rights in the shopping place or
marketplace they manage. Explicitly explained in Law Number 28 of 2014 concerning
Copyright. The purpose of this research is to find out and analyze the legal protection
of Copyright for writers on the marketing of pirated books that are sold freely through
E-commerce/Shopee and to find out and analyze the form of responsibility for
implementing Copyright protection in E-commerce/Shopee.
This type of research is normative legal research, the type of research used in this
research is descriptive legal research. The data obtained were then analyzed
qualitatively.
Data The results of the research and discussion show that legal protection for
copyrights of writers is not only contained in Law Number 28 of 2014 concerning
Copyright which prohibits the sale of pirated books, in PP Number 80 of 2019
concerning Trade Through Electronic Systems in Article 22 paragraph (1) and
paragraph (2) regulates the prohibition of trading illegal goods, as well as forms of
responsibility of trade organizers such as E-Commerce/Shopee as stated in Article 10
of Law Number 28 of 2014 concerning Copyright which states that "Managers of
trading places are prohibited from allowing sales and/or duplication of goods resulting
from copyright infringement and/or related rights at the trading place they manage",
the manager is responsible for prohibiting all sales and duplication of goods resulting
from copyright infringement at the trading place they manage. In the event that the
practice of selling and duplicating goods resulting from copyright infringement is
found at the trade place it manages, such as selling pirated books or goods resulting
from copyright infringement.
Keywords : Protection, Copyright, E-Commerce.
Desy Putri Aldina19120110172023-04-17T02:25:36Z2023-04-17T02:25:36Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70904This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/709042023-04-17T02:25:36ZTINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN PERKAWINAN SEBELUM DAN
PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI No. 69/PUU-XIII/2015Ketentuan pembuatan perjanjian perkawinan awalnya diatur pada UU No. 1 Tahun
1974 Tentang Perkawinan. Namun dalam pelaksanaannya masih terdapat
permasalahan dimana tidak terpenuhinya hak masyarakat WNI yang menikah
dengan WNA untuk memiliki dan memanfaatkan bangunan. Hal ini yang
melatarbelakangi Mahkamah Konstitusi mengeluarkan Putusan Mahkamah
Konstitusi No.69/PUU-XIII/2015 sehingga makna dalam pembuatan perjanjian
perkawinan pun diperluas. Rumusan permasalahan dalam penulisan skripsi ini
adalah (1) Ketentuan Perjanjian perkawinan sebelum serta pasca Putusan
Mahkamah Konstitusi No.69/PUU-XIII/2015 (2) Akibat hukum Perjanjian
perkawinan sebelum dan pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No.69/PUUXIII/2015.
Jenis penelitian ini ialah penelitian normatif.Tipe penelitian yang digunakan adalah
deskriptif. Pendekatan masalah yang dipakai yaitu pendekatan UU (statute
approach). Data yang dipakai merupakan data sekunder meliputi bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder serta bahan hukum tersier. Metode pengumpulan
data menggunakan studi pustaka dan studi dokumen. Metode pengolahan data
dilakukan dengan cara pemeriksaan data, rekonstruksi data dan sistematisasi data.
Analisis data menggunakan analisis kualitatif.
Pada penelitian ini ditemukan berbagai hal seperti : Ketentuan Perjanjian
Perkawinan pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015, yaitu
ditetapkan sebelum dilangsungkan atau selama dalam ikatan perkawinan. Akibat
hukum perjanjian perkawinan pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
69/PUU-XIII/2015, untuk perkawinan WNI dengan WNA (perkawinan campuran)
apabila perjanjian perkawinan dibuat setelah kawin selama ikatan perkawinan maka
mengenai status harta benda yang didapatkan ketika menikah dengan status harta
bersama akan berubah menjadi harta milik masing-masing pihak. Bagi WNI dalam
perkawinan campuran berhak mempunyai Hak Milik, Hak Guna Bangunan (HGB).
Sedangkan bagi WNA pelaku perkawinan campuran hanya serta mempunyai rumah
untuk tempat tinggal ataupun satuan rumah susun dengan Hak Pakai.
Kata Kunci : Perjanjian perkawinan, Perkawinan,Putusan Mahkamah
Konstitusi.SAFITRI DESWITA 19120111272023-04-17T01:36:00Z2023-04-17T01:36:00Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70894This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/708942023-04-17T01:36:00ZANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM
MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA
PENANGKAPAN IKAN TANPA SURAT IZIN
USAHA PERIKANAN
(Studi Putusan Nomor: 32/Pid.B/LH/2021/PN.Tjk)Setiap kegiatan penangkapan ikan harus memiliki Surat Izin Usaha Perikanan
(SIUP) sebagai dasar legalitas usahanya. Tanpa SIUP maka kegiatan tersebut
adalah ilegal atau tindak pidana. Contoh kasus tindak pidana tersebut adalah
dalam Putusan Nomor: 32/Pid.B/LH/2021/PN.Tjk Permasalahan dalam penelitian
ini adalah: (1) Apakah dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan
pidana terhadap pelaku usaha penangkapan ikan tanpa Surat Izin Usaha Perikanan
dalam Putusan Nomor: 32/Pid.B/LH/2021/PN.Tjk? (2) Apakah pidana yang
dijatuhkan hakim terhadap pelaku usaha penangkapan ikan tanpa Surat Izin Usaha
Perikanan telah memenuhi aspek keadilan substantif?
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris.
Pengumpulan data melalui studi pustaka dan studi lapangan, Narasumber terdiri
atas Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan Dosen Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Unila. Data selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Dasar pertimbangan hakim dalam
menjatuhkan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan 15 (lima belas) hari dan denda
sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) subsider 1 (satu) bulan kurungan
terhadap pelaku tindak pidana penangkapan ikan di wilayah pengelolaan
perikanan tanpa SIUP dalam Putusan Nomor: 32/Pid.B/LH/2021/PN.Tjk secara
yuridis yaitu perbuatan terdakwa terbukti melanggar Pasal 92 Undang-Undang
Perikanan. Pertimbangan filosofis yaitu hakim menilai bahwa pemidanaan tidak
hanya bertujuan untuk menimbulkan efek jera pada pelakunya tetapi sebagai
upaya pemidanaan terhadap terdakwa. Pertimbangan sosiologis yaitu adanya halhal
yang memberatkan dan meringan pidana bagi terdakwa, serta pidana yang
dijatuhkan hakim telah memberikan manfaat kepada masyarakat. (2) Putusan yang
dijatuhkan hakim tersebut belum memenuhi unsur keadilan, karena pidana
penjara yang dijatuhkan masih belum maksimal dibandingkan dengan ancaman
pidananya, sehingga kurang memberikan efek jera kepada pelaku.
Saran penelitian ini adalah: (1) Majelis hakim yang menangani tindak pidana
penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan tanpa SIUP di masa yang
akan datang hendaknya lebih optimal dalam menjatuhkan pidana. (2) Nelayan
disarankan untuk tidak melakukan penangkapan ikan tanpa SIUP.
Kata Kunci: Pertimbangan Hakim, Penangkapan Ikan, SIUPakrabi Rinaldi 18120110782023-04-17T01:32:11Z2023-04-17T01:32:11Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70888This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/708882023-04-17T01:32:11ZSTUDI KOMPARATIF TENTANG KEADILAN RESTORATIF
MENURUT PERATURAN JAKSA AGUNG NOMOR 15 TAHUN 2020
DENGAN PERATURAN KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 08 TAHUN 2021
Masalah-masalah mengenai proses penuntutan dalam litigasi, khususnya mengenai
pemenuhan hak-hak korban dan kondisi Lembaga pemasyarakatan yang
menumpuk membuat Jaksa Agung ST Burhanudin mengeluarkan suatu terobosan
baru dalam hal penyelesaian masalah pidana dengan dikeluarkannya Peraturan
Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan
Keadilan Restoratif (Restoratif Justice). Pada tanggal 19 Agustus 2021, Kapolri
Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo juga menandatangani Peraturan Kepolisian
Negara Republik Indonesia Nomor 08 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak
Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif. yang dibahas dalam penelitian ini yaitu
bagaimanakah perbandingan antara Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020
Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif dengan
Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 08 Tahun 2021 Tentang
Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif mengenai pengaturan
keadilan restoratif? dan apasajakah faktor penghambat dalam penerapan Peraturan
Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan
Keadilan Restoratif dengan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia
Nomor 08 Tahun 2021 Tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan
Restoratif?
Pendekatan masalah dalam skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis normatif.
Sumber dan jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka Analisis data yang
digunakan adalah analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan bahwa terdapat beberapa perbedaan
dan persamaan diantara keduanya. Persamaan dan perbedaan tersebut terdapat
dalam kewenangan diantara kedua instansi, syarat, tata cara pelaksanaan dan
pengawasan dalam penerapan keadilan restoratif tersebut. dan terdapat beberapa
faktor penghambat dalam penerapan Peraturan Jaksa Nomor 15 Tahun 2020 dan
Robi Marthadinata
Peraturan Kepolisian Republik Indonesia Nomor 08 Tahun 2021 mengenai
Keadilan restoratif, yaitu faktor hukum dimana terdapat Pasal yang menjadikan
Jaksa seolah-olah memiliki nilai subjektif dalam penentuan kasus yang dapat
diterapkan keadilan restoratif dan faktor budaya masyarakat dimana korban
biasanya tidak mau melakukan perdamaian dengan pelaku.
Saran yang dapat diberikan dalam penerapan konsep restoratif justice adalah
memaksimalkan penerapan keadilan restoratif baik di instansi Kejaksaan maupun
Kepolisian sesuai dengan pengaturan yang diatur oleh Peraturan Jaksa Nomor 15
Tahun 2020 dan Peraturan Kepolisian Republik Indonesia Nomor 08 Tahun 2021
dengan sebaik-baiknya dan melakukan Kerjasama antara Kejaksaan dan Kepolisian
dalam hal penerapan Restoratif Justice kepada pihak yang berperkara agar
penerapannya dapat dijalankan secara maksimal.
Kata Kunci: Keadilan Restoratif, Perbandingan, Kepolisian dan Kejaksaan
Problems regarding the prosecution process in litigation, especially regarding the
fulfillment of victims' rights and the piling up conditions of Correctional Institutions
made the Attorney General ST Burhanudin issue a new breakthrough in terms of
solving criminal problems with the issuance of Attorney General Regulation
Number 15 of 2020 concerning Termination of Prosecution Based on Justice
Restorative (Restorative Justice). On August 19, 2021, the National Police Chief,
General Police Listyo Sigit Prabowo, also signed the Republic of Indonesia
National Police Regulation Number 08 of 2021 concerning Handling of Crimes
based on Restorative Justice. What is discussed in this research is how is the
comparison between the Attorney General's Regulation Number 15 of 2020
concerning Termination of Prosecution Based on Restorative Justice and the
Regulation of the Indonesian National Police Number 08 of 2021 concerning
Handling of Crimes Based on Restorative Justice regarding the arrangement of
restorative justice? and what are the inhibiting factors in implementing the
Attorney General's Regulation Number 15 of 2020 concerning Termination of
Prosecution Based on Restorative Justice with the Republic of Indonesia National
Police Regulation Number 08 of 2021 concerning Handling of Crimes Based on
Restorative Justice?
The problem approach in this thesis uses a normative juridical approach. Sources
and types of data used are primary data and secondary data. The data collection
method was carried out by means of a literature study. Data analysis used is
qualitative analysis.
Based on the results of research and discussion that there are some differences and
similarities between the two. These similarities and differences are contained in the
authority between the two agencies, the requirements, procedures for implementing
and supervising the application of restorative justice. and there are several
inhibiting factors in the application of Prosecutor Regulation Number 15 of 2020
Robi Marthadinata
and Indonesian National Police Regulation Number 08 of 2021 regarding
restorative justice, namely legal factors where there are articles that make it seem
as if the prosecutor has subjective value in determining cases that can be applied
to restorative justice and cultural factors in society where the victim usually does
not want to make peace with the perpetrator.
Advice that can be given in the application of the concept of restorative justice is to
maximize the application of restorative justice in both the Prosecutor's Office and
the Police in accordance with the arrangements stipulated by the Prosecutor's
Regulation Number 15 of 2020 and the Republic of Indonesia Police Regulation
Number 08 of 2021 as well as possible and carry out Cooperation between the
Prosecutor's Office and the Police in terms of applying Restorative Justice to
litigants so that its implementation can be carried out optimally.
Keywords: Restorative Justice, Comparative Justice, Police and the Judiciary
MARTHADINATA ROBI16120110462023-04-17T01:27:52Z2023-04-17T01:27:52Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70884This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/708842023-04-17T01:27:52ZANALISIS YURIDIS PENJATUHAN SANKSI PIDANA BERUPA PELATIHAN KERJA TERHADAP ANAK YANG
BERKONFLIK DENGAN HUKUM
(Studi Kasus Kejaksaan Negeri Bandar Lampung)
Anak merupakan amanah dan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat manusia seutuhnya. Selain menjadi penerus dan cita-cita perjuangan bangsa, anak memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan Negara dimasa depan. Seiring berkembangnya zaman, tugas anak sebagai penerus bangsa perlahan mulai bergeser dan tak jarang anak juga bisa berhadapan dengan hukum baik sebagai korban maupun pelaku sebuah tindak pidana.
Permasalahan dalam penelitian ini untuk mengetahui mengapa sanksi pidana berupa pelatihan kerja dijatuhkan kepada anak yang berhadapan dengan hukum. Perkara ini diselesaikan secara diversi yang dilaksanakan di Pengadilan Negeri Tanjung Karang dengan penjatuhan sanksi pidana berupa pelatihan kerja, perkara ini hanya sampai pada tahap pembacaan dakwaan yang dibuat oleh Penuntut Umum karena setelah itu langsung dilakukan diversi dengan hasil pelatihan kerja sebagai sanksi yang harus diterima anak yang berhadapan dengan hukum dalam perkara pencurian dengan pemberatan atau pertolongan (jahat).
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum yuridis normatif dan empiris. Adapun bahan hukum yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder serta bahan hukum lainnya yang diperoleh melalui teknik argumentasi, teknik deskripsi, dan teknik evaluasi yang dapat menunjang penelitian ini, kemudian teknik pengolahan datanya menggunakan teknik pengolahan analisis kualitatif normatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa pemberian sanksi pidana berupa pelatihan kerja terhadap anak yang berhadapan dengan hukum diberikan bagi anak pelaku yang tindak pidananya ringan dan ancaman hukumannya dibawah 7 (tahun), selain itu juga dilihat dari apa saja alasan yang meringankan anak pelaku serta pertimbangan-pertimbangan lainnya yang bersifat kemanusiaan. Perkara yang diteliti penulis, termasuk ke dalam
perkara ringan karena anak pelaku bukanlah pelaku utama dan hanya bersifat membantu pelaku utama dalam menjalankan aksi kejahatannya. Alasan itulah yang menjadi salah satu pertimbangan majelis hakim melakukan diversi dan menjatuhkan sanksi pidana berupa pelatihan kerja kepada anak pelaku sebagai akibat dari perbuatan yang telah dilakukannya.
Kesimpulan dari penelitian ini menjelaskan bahwa dalam menjatuhkan sanksi pidana berupa pelatihan kerja tidak bisa dilakukan pada semua perkara yang melibatkan anak sebagai pelaku dan berhadapan dengan hukum, melainkan terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi agar diversi dapat dilakukan sehingga menghasilkan penjatuhan sanksi pidana berupa pelatihan kerja terhadap anak yang berhadapan dengan hukum
Kata Kunci : Anak, Anak Berhadapan dengan Hukum, Sanksi Pidana,
Pelatihan Kerja
Children are a mandate and a gift from God Almighty, in whom the dignity and worth of the whole human being are attached. In addition to being the successor and ideals of the nation's struggle, children have a strategic role and have special characteristics and characteristics that ensure the continued existence of the nation and state in the future. Along with the development of the times, the task of children as the nation's successor slowly begins to shift and it is not uncommon for children to also be faced with the law both as victims and perpetrators of a crime.
The problem in this research is to find out why criminal sanctions in the form of job training are imposed on children who are in conflict with the law. This case was resolved by diversion which was carried out at the Tanjung Karang District Court with the imposition of criminal sanctions in the form of job training, this case only reached the stage of reading the charges made by the Public Prosecutor because after that diversion was immediately carried out with the results of job training as sanctions that must be received by children who dealing with the law in cases of theft by weighting or (evil) assistance.
The method used in this study is a normative and empirical legal research method. The legal materials that the authors use in this study are primary legal materials and secondary legal materials as well as other legal materials obtained through argumentation techniques, description techniques, and evaluation techniques that can support this research, then the data processing technique uses normative qualitative analysis processing techniques.
Based on the results of the research and discussion, it can be concluded that the imposition of criminal sanctions in the form of job training for children who are in conflict with the law is given to child perpetrators whose crimes are light and the sentence is under 7 (years), besides that it is also seen from what are the
mitigating reasons for the child perpetrators and other humanitarian considerations. The case that the author examines is included in the light case because the perpetrator's child is not the main actor and only helps the main actor in carrying out his crime. That reason was one of the panel of judges' considerations for diversion and imposing criminal sanctions in the form of job training to the offender's child as a result of the actions he had committed.
The conclusion of this study explains that imposing criminal sanctions in the form of job training cannot be carried out in all cases involving children as perpetrators and dealing with the law, but there are several conditions that must be met so that diversion can be carried out resulting in the imposition of criminal sanctions in the form of job training on children. who are in conflict with the law.
Keywords : Children, Children in Conflict with the Law, Criminal Sanctions,
Job Training
FEBRIYANY VENNY FRANSISCA 18120110202023-04-17T01:23:40Z2023-04-17T01:23:40Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70879This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/708792023-04-17T01:23:40ZPENEGAKAN HUKUM TERHADAP AFFILIATOR BINARY OPTION
DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
(Studi Putusan Nomor: 117/Pid.Sus/2022/PT.Btn)
Binary option menjadi semakin akrab bagi publik dengan keberadaan promosi
online yang dilakukan diberbagai sosial media oleh affiliator. Akhir-akhir ini
pembicaraan situs Binomo semakin marak, contohnya ialah kasus yang menimpa
Indra Kesuma atau yang dikenal sebagai Indra Kenz. Indra Kenz ialah affiliator
dalam aplikasi Binomo. Kaitannya antara affiliator binary option dengan tindak
pidana pencucian uang ialah seperti yang kita ketahui bahwa uang hasil dari
promosi binary option merupakan uang illegal atau hasil kejahatan dikarenakan
sudah ada regulasi yang mengatur bahwa binary option merupakan investasi
illegal. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah
penegakan hukum terhadap affiliator binary option dalam tindak pidana
pencucian uang dan apa saja faktor-faktor yang memengaruhi penegakan hukum
terhadap affiliator binary option dalam tindak pidana pencucian uang.
Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis
normatif dan pendekatan yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data
primer, data sekunder dan data tersier. Adapun narasumber dalam penelitian ini
adalah Penyidik pada direktorat tindak pidana ekonomi khusus, trader
cryptocurrency di Bandar Lampung, Dosen bagian pidana dan perdata FH Unila.
Sedangkan pengolahan data yang diperoleh dengan cara seleksi data, klasifikasi
data dan sistematisasi data. Data hasil pengolahan tersebut dianalisis secara
kualitatif dan ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode induktif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik suatu kesimpulan
bahwa penegakan hukum terhadap affiliator binary option dalam tindak pidana
pencucian uang dengan menggunakan teori kebijakan hukum pidana yang terdiri
dari tiga tahap. Dengan mengambil contoh kasus pada Indra Kenz menggunakan
teori kebijakan hukum pidana, yaitu pertama pada kebijakan hukum pidana yakni
formulasi mengenai binary option dapat dikaitkan dengan Pasal 378 KUHP, Pasal
303 Ayat (1) KUHP, Pasal 45A Ayat (1) Jo. Pasal 28 Ayat (1) UU ITE, Pasal 3
UU TPPU. Sedangkan Pada penerapan aparat penegak hukum yaitu Jaksa
Penuntut Umum pada kasus Indra Kenz menggunakan dakwaan dengan berbentuk
alternatif kumulatif yakni Kesatu: Pertama Pasal 45 Ayat (2) Jo Pasal 27 Ayat (2)
UU ITE;
Pada putusan pengadilan berdasarkan kasus Indra Kenz di pengadilan tingkat
pertama dengan Putusan Nomor:1240/Pid.Sus/2022 PN.Tng, Majelis Hakim
sependapat dengan dakwaan dari jaksa penuntut umum yaitu dakwaan kesatu
kedua yaitu Pasal 45A (1) Jo. Pasal 28 Ayat (1) UU ITE dan dakwaan kedua
pertama Penuntut Umum yaitu Pasal 3 UU TPPU. Lalu, melalui banding dengan
Putusan Nomor: 117/Pid.Sus/2022/PT.Btn Hakim Pengadilan Tinggi Banten
menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Tangerang dengan Indra Kenz di eksekusi
pidana penjara 10 Tahun dan denda Rp 5 Miliar dan barang bukti yang disita dari
Indra Kenz dikembalikan untuk mengganti kerugian para korban. Sedangkan pada
faktor-faktor yang menjadi penghambat penegakan hukum mengenai afiiliator
binary option dalam tindak pidana pencucian uang yaitu pertama tentang faktor
hukumnya itu sendiri bahwa regulasi tentang binary option masih belum jelas dan
aparat penegak hukum di Indonesia belum sepenuhnya mengerti dengan kejahatan
siber padahal pada sarana dan fasilitas mempunyai alat yang mumpuni tetapi tidak
ada orang yang dapat mengoperasikan alat tersebut. Masyarakat Indonesia mudah
terjebak oleh affiliator binary option ini dikarenakan masyarakat Indonesia ingin
sesuatu yang instan. Kemudian pada masyarakat Indonesia sendiri budaya hukum
tidak terasah dengan baik, budaya pemahaman akan berinvestasi juga belum
terasah dengan baik.
Saran dari penulis kepada aparat penegak hukum mengenai penegakan hukum
terhadap affiliator binary option dalam tindak pidana pencucian uang ialah
platform trading yang masih illegal untuk segera diberantas karena dapat
mengakibatkan korban korban baru yang terjebak dalam dunia yang dapat
dikatakan dengan perjudian online, dengan adanya pencegahan dan himbauan
kepada masyarakat untuk lebih memperhatikan sistem trading yang terdaftar jika
ingin melakukan trading. Pada faktor penghambat penegakan hukum mengenai
affiiliator binary option dalam tindak pidana pencucian uang, mungkin mulai saat
ini dapat dipenuhi semua kekurangan dari semua faktor tersebut.
Kata Kunci: Penegakan Hukum, Affiliator, Binary Option, Pencucian Uang
ABSTRACT
LAW ENFORCEMENT AGAINST BINARY OPTION AFFILIATORS
IN THE CRIME OF MONEY LAUNDERING
(Decision Study Number: 117/Pid.Sus/2022/PT.Btn)
By:
Dava Prawira Wibowo
Binary options are becoming increasingly familiar to the public with the existence
of online promotions carried out on various social media by affiliates. Lately, the
discussion on the Binomo site has been getting busier, an example is the case that
happened to Indra Kesuma, also known as Indra Kenz. Indra Kenz is an affiliate
in the Binomo application. The link between binary option affiliates and money
laundering crimes is as we know that money generated from binary option
promotions is illegal money or proceeds of crime because there are already
regulations governing that binary options are illegal investments. The problem in
this study is how is law enforcement against binary option affiliates involved in
money laundering crimes and what are the factors that influence law enforcement
against binary option affiliates in money laundering crimes.
The problem approach in this study uses a normative juridical approach and an
empirical juridical approach. The data used are primary data, secondary data and
tertiary data. The sources in this study were investigators at the directorate of
special economic crimes, cryptocurrency traders in Bandar Lampung, lecturers in
the criminal and civil divisions of FH Unila. While processing the data obtained
by means of data selection, data classification and data systematization. The
processed data were analyzed qualitatively and conclusions were drawn using the
inductive method.
Based on the results of the research and discussion, a conclusion can be drawn
that law enforcement against binary option affiliators in money laundering crimes
uses the theory of criminal law policy which consists of three stages. By taking
the example of the case in Indra Kenz using the theory of criminal law policy,
namely first on criminal law policy namely formulation regarding binary options
can be linked to Article 378 of the Criminal Code, Article 303 Paragraph (1) of
the Criminal Code, Article 45A Paragraph (1) Jo. Article 28 Paragraph (1) of the
ITE Law, Article 3 of the TPPU Law. Whereas in the application of law
enforcement officials, namely the Public Prosecutor in the Indra Kenz case, using
charges in the form of cumulative alternatives, namely First: First Article 45
Paragraph (2) Jo Article 27 Paragraph (2) of the ITE Law; Or Second, Article 45A
Paragraph (1) Jo.
DAVA PRAWIRA WIBOWO
Article 28 Paragraph (1) of the ITE Law; Or Third Article 378 of the Criminal
Code;
And Second First, Article 3 of the TPPU Law; Or Second, Article 4 of the Money
Laundering Law In the court decision based on the Indra Kenz case at the first
level court with Decision Number: 1240/Pid.Sus/2022 PN.Tng, the Panel of
Judges agreed with the indictment of the public prosecutor, namely the second
indictment, namely Article 45A ( 1) Jo. Article 28 Paragraph (1) of the ITE Law
and the second indictment of the Public Prosecutor, namely Article 3 of the TPPU
Law. Then, through an appeal with Decision Number: 117/Pid.Sus/2022/PT.Btn
The Banten High Court Judge upheld the Tangerang District Court's Decision
with Indra Kenz being sentenced to 10 years in prison and a fine of IDR 5 billion
and evidence confiscated from Indra Kenz returned to compensate the victims.
Whereas the factors that become obstacles to law enforcement regarding binary
option affiliators in money laundering crimes, namely, firstly, regarding the legal
factor itself, that the regulations regarding binary options are still unclear and law
enforcement officials in Indonesia do not fully understand cybercrime even
though the means and facilities have qualified tools but no one who can operate
the tools. Indonesian people are easily trapped by these binary option affiliates
because Indonesian people want something instant. Then in the Indonesian people
themselves the legal culture is not well honed, the culture of understanding that
investing is also not well honed.
Suggestions from the author to law enforcement officials regarding law
enforcement against binary option affiliates in money laundering crimes are
trading platforms that are still illegal to eradicate immediately because they can
result in new victims trapped in a world that can be said with online gambling,
with prevention and appeals to the public to pay more attention to the registered
trading system if you want to trade. Regarding the inhibiting factors for law
enforcement regarding binary option affiiliators in money laundering crimes,
perhaps from now on all the deficiencies of all of these factors can be fulfilled.
Keywords: Law Enforcement, Affiliators, Binary Options, Money
Laundering
Prawira Wibowo Dava19120113322023-04-14T07:44:03Z2023-04-14T07:44:03Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70877This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/708772023-04-14T07:44:03ZKEBIJAKAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DALAM TATAN
RUMAH TANGGA DI KOTA BANDAR LAMPUNG
Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam upaya menciptakan peningkatan angka
kesehatan pada masyarakat Kota Bandar Lampung menangani permasalahan
dengan cara melaksanakan kebijakan perilaku hidup bersih dan sehat berdasarkan
Perwali No. 33 Tahun 2017 Tentang GERMAS Pasal 3 dijelaskan upaya
ditetapkan Peraturan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan
dan, kemampuan masyarakat untuk berperilaku sehat dalam upaya meningkatkan
kualitas hidup. Tujuan khusus ditetapkan peraturan ini untuk meningkatkan
partisipasi dan peran masyarakat hidup sehat, meningkatkan produktifitas
masyarakat dan mengurangi beban biaya kesehatan.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah:(1) Bagaimanakah kebijakan perilaku
hidup bersih dan sehat dalam tatanan rumah tangga di Kota Bandar lampung?
(2)Apa faktor pendukung dan penghambat kebijakan perilaku hidup bersih dan sehat
dalam tatanan rumah tangga di Kota Bandar Lampung? Penelitian ini menggunakan
pendekatan normatif dan empiris dengan data primer dan data sekunder, diperoleh
dari penelitian kepustakaan dan lapangan.
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) kebijakan perilaku hidup bersih dan sehat
dalam tatanan rumah tangga di Kota Bandar Lampung dalam meningkatkan angka
kesehatan telah berjalan dengan cukup baik namun belum optimal dilihat dari
meningkatnya masyarakat yang sudah melakukan kegiatan ber-PHBS tiap
tahunnya dengan dilaksanakannya edukasi, sosilisasi, pelaksanaan dan koordinasi
serta pembinaan dan pengawasan.(2) Faktor pendukung kebijakan perilaku hidup
bersih dan sehat dalam tatanan rumah tangga di Kota Bandar Lampung adanya
peningkatan dibeberapa indikator PHBS rumah tangga sebelum diberlakukannya
Perwali No. 33 Tahun 2017. Faktor penghambat yaitu masih adanya masyarakat
yang kurang sadar akan pentingnya menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat
sehat hal ini terjadi dikarenakan oleh faktor sosial ekonomi seperti pendapatan
keluarga, tingkat pendidikan, serta pekerjaan.
Kata Kunci: Pelaksanaan, PHBS, Kesehatan
The Bandar Lampung City Government in an effort to create an increase in the
health rate for the people of Bandar Lampung City handles the problem by
implementing a clean and healthy lifestyle policy based on Perwali No. 33 of 2017
concerning GERMAS Article 3 it is explained that efforts to stipulate this
regulation are intended to increase awareness, willingness and ability of the
community to behave healthily in an effort to improve quality of life. The specific
objectives set by this regulation are to increase community participation and role
in living a healthy life, increase community productivity and reduce the burden of
health costs.
The problems in this research are: (1) How is the clean and healthy life behavior
policy in the household order in the city of Bandar Lampung? (2) What are the
supporting and inhibiting factors for clean and healthy living behavior policies in
household settings in Bandar Lampung City? This study uses a normative and
empirical approach with primary data and secondary data, obtained from library
and field research.
The results of this study indicate: (1) the policy of clean and healthy living
behavior in household settings in Bandar Lampung City in increasing health rates
has been going quite well but not optimal seen from the increase in people who
have carried out PHBS activities every year with the implementation of education
, outreach, implementation and coordination as well as guidance and supervision.
(2) The supporting factors for clean and healthy living behavior policies in
household settings in Bandar Lampung City were an increase in several
indicators of household PHBS before the enactment of Perwali No. 33 of 2017.
The inhibiting factor is that there are still people who are not aware of the
importance of implementing clean and healthy living behaviors. This occurs due
to socio-economic factors such as family income, education level, and
employment.
Keywords: Implementation, PHBS, Health RIZKY INNAYA19420110182023-04-14T07:18:24Z2023-04-14T07:18:24Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70869This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/708692023-04-14T07:18:24ZANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP KURIR
TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ILEGAL SATWA
TRENGGILING YANG DILINDUNGI
(Studi Putusan Nomor: 12/Pid.B/LH/2019/PN. Kot)
Pertanggungjawaban pidana diartikan sebagai mampu bertanggung jawab atau
tidak mampu bertanggung jawab secara pidana atas perbuatan pidana atau tindak
pidana yang dilakukannya. Isu hukum terkait penelitian ini bahwa kurir tindak
pidana perdagangan ilegal satwa trenggiling yang dilindungi pada Studi Putusan
Nomor: 12/Pid.B/LH/2019/PN. Kot dengan sengaja melakukan pengangkutan kulit
trenggiling untuk dibawa ketempat penampungan dan dihukum dengan penjara 10
bulan dengan denda Rp. 5.000.000,00 subsidair 1 (satu bulan) kurungan, sementara
di dalam Pasal 40 Ayat 2 UU RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya menyebutkan hukuman maksimalnya adalah
5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Adapun
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pertanggungjawaban
pidana terhadap kurir tindak pidana perdagangan ilegal kulit satwa trenggiling yang
dilindungi dan apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan
pidana terhadap kurir tindak pidana perdagangan ilegal kulit satwa trenggiling yang
dilindungi.
Metode penelitian yang digunakan dalam Skripsi ini adalah pendekatan yuridis
normatif dan pendekatan yuridis empiris, yang mana menggunakan teknik
pengumpulan data dengan studi kepustakaan dan studi lapangan, yang dilengkapi
dengan data Narasumber yang terdiri dari Hakim Pengadilan Negeri Kota Agung,
Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Tanggamus, dan Akademisi Hukum
Universitas Lampung.
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan adalah pertanggungjawaban pidana
terhadap kurir tindak pidana perdagangan ilegal kulit satwa trenggiling yang
dilindungi di Kabupaten Tanggamus, terdakwa Hendri Susanto bin Supono terbukti
secara sah melakukan tindak pidana “mengangkut, memperniagakan kulit satwa
hewan yang dilindungi dan turut serta melakukannya” sebagaimana diatur dan di-
Rangga Aryanza
ancam pidana dalam Pasal 21 Ayat (2) huruf d Jo Pasal 40 Ayat (2) UU RI Nomor
5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Jo
Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Petimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana
terhadap Hendri Susanto menggunakan pertimbangan yuridis yang didasarkan pada
fakta-fakta yang terungkap dipersidangan, pertimbangan sosiologis yang menentukan
berat atau ringannya pidana yang dijatuhkan dengan melihat latar belakang perbuatan
terdakwa, akibat perbuatan terdakwa, dan kondisi diri terdakwa, serta menggunakan
pertimbangan filosofis yang bertujuan menjatuhkan pidana kepada terdakwa adalah
upaya untuk memperbaiki perilaku terdakwa dalam proses pemidanaan.
Saran dalam penelitian ini adalah, Balai Konservasi Sumber Daya Alam sebaiknya
meningkatkan sosialisasi melalui media cetak, media sosial, maupun secara
langsung dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai manfaat
satwa, dampak yang ditimbulkan jika satu jenis saja satwa punah, dan cara-cara
untuk melestarikan satwa-satwa yang dilindungi sebagai usaha memberantas
perburuan dan perdagangan ilegal satwa yang dilindungi. Adapun hakim dalam
memberikan suatu putusan tidak bisa terpaku hanya menggunakan pertimbangan
yuridis dari peraturan perundang-undangan saja, hakim dalam memberikan putusan
harus juga mempertimbangkan aspek sosiologis maupun aspek filosofis.
Kata Kunci: Pertanggungjawaban Pidana, Tindak Pidana, Satwa Dilindungi.
Aryanza Rangga 19120111492023-04-14T07:15:57Z2023-04-14T07:15:57Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70867This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/708672023-04-14T07:15:57ZANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TURUT
SERTA DALAM MENGEDARKAN BENIH LOBSTER
TANPA IZIN
(Studi Putusan Nomor: 92/Pid.Sus/2022/PN Liw)
Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dan penerapan aturan
pidana terhadap budidaya ini berdasarkan Pasal 55 Ayat (1) Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP). Pasal ini berisikan adanya penerapan
aturan terhadap pelaku tindak pidana terhadap pengelolaan budidaya lobster dan
hasil budidaya bibit lobster tanpa memperhatikan standar dan prosedur yang telah
ditentukan sebagaimana mestinya. Namun upaya hukum untuk dapat melindungi
kelestarian bibit lobster tersebut masih belum berjalan secara maksimal, hal tersebut
dapat ditinjau dalam salah satu kasus berdasarkan Putusan Pengadilan Nomor:
92/Pid.Sus/2022/PN Liw. Permasalahan penelitian adalah bagaimanakah
pertanggungjawaban pidana pelaku turut serta dalam mengedarkan benih lobster
tanpa izin berdasarkan Putusan Nomor: 92/Pid.Sus/2022/PN Liw dan apakah
putusan terhadap pelaku turut serta dalam mengedarkan benih lobster tanpa izin dapat
memenuhi rasa keadilan.
Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis empiris, data yang digunakan
adalah data sekunder dan data primer. Studi yang dilakukan dengan studi
kepustakaan dan studi lapangan. Adapun narasumber pada penelitian ini terdiri dari
Hakim pada Pengadilan Negeri Liwa Jaksa pada Kejaksaan Negeri Lampung Barat
dan Dosen Bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data yang
digunakan adalah kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Pertanggungjawaban pidana pelaku turut
serta dalam mengedarkan benih lobster tanpa izin berdasarkan Putusan Nomor:
92/Pid.Sus/2022/PN Liw, dikenakan Pasal 88 Jo Pasal 16 Ayat (1) Undang-Undang
Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun
2004 tentang Perikanan Jo Paragraf 2 Kelautan dan Perikanan Pasal 27 Angka 26 Jo
Angka 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP yang unsur-unsurnya adalah unsur setiap
orang, unsur dengan sengaja di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia
melakukan usaha perikanan di bidang penangkapan, pembudidayaan, pengangkutan,
pengolahan dan pemasaran ikan dan unsur yang melakukan, yang menyuruh
iii
lakukan, atau yang turut serta melakukan Sebagaimana perbuatan terdakwa turut
serta dipidana dengan pidana penjara selama 9 (sembilan) bulan dikurangi selama
Terdakwa berada dalam tahanan sementara dengan perintah Terdakwa tetap ditahan
dan denda sebesar Rp 30.000.000,- (Tiga Puluh Juta Rupiah) subsidiair 2 (dua)
Bulan kurungan. (2) Penjatuhan putusan majelis hakim sudah memenuhi rasa
keadilan karena mempunyai pertimbangan-pertimbangan yang cukup banyak yaitu
mulai dari tuntutan jaksa penuntut umum, fakta dalam persidangan seperti bukti dan
kesaksian, terpenuhinya unsur-unsur sesuai dengan pasal yang didakwakan serta hal-
hal yang memberatkan dan meringankan. Putusan Hakim telah sesuai dengan rasa
keadilan substantif karena hakim telah mempertimbangkan dari beberapa aspek dan
fakta saat persidangan, Terdakwa telah melakukan turut serta dalam mengedarkan
benih lobster tanpa izin yang memenuhi unsur-unsur yang terkandung dalam suatu
tindak pidana.
Saran dalam skripsi ini adalah hendaknya penerapan unsur dalam kriteria kasus
tindak pidana di bidang perikanan dapat meminta banyak pendapat dari para ahli di
bidang hukum pidana, agar kiranya dalam penerapannya sesuai dengan ketentuan
dan norma-norma hukum yang berlaku. Diharapkan perbuatan para terdakwa yang
melakukan tindak pidana pengangkutan benih lobster tanpa adanya izin dapat
dikriminalisasikan dan diberikan sanksi pidana yang setimpal atas perbuatan yang
dilakukannya, sebagaimana dalam putusan yang dikaji terlihat putusan yang
dijatuhkan hakim terlalu rendah dari tuntutan yang ditetapkan dalam Undang-
Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 2004 tentang Perikanan. Hendaknya kepada pihak legislatif dan eksekutif
bersama-sama merumuskan ketentuan terbaru tentang aturan tindak pidana di
bidang perikanan, sebab perkembangan zaman yang semakin global maka
kejahatan juga terus berkembang polanya. Jadi perlu sebuah terobosan hukum agar
kejahatan dapatdiantisipasi dengan baik kedepannya.
Kata Kunci: Pertanggungjawaban Pidana, Turut Serta, Benih Lobster.
Jodi Boymiki Jaya Tantra
BOYMIKI JAYA TANTRA JODI 19120111912023-04-14T06:47:17Z2023-04-14T06:47:17Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70864This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/708642023-04-14T06:47:17ZPENERAPAN PENGHENTIAN PENUNTUTAN BERDASARKAN
KEADILAN RESTORATIF OLEH PENUNTUT UMUM DALAM
KASUS TINDAK PIDANA PENGANCAMAN
(Studi Kasus Perkara Nomor: PDM-69/K.Bumi/06/2022)
Tujuan restorative justice adalah untuk mencari keadilan berdasarkan hati nurani.
Karena selama ini masyarakat beranggapan keadilan itu dengan dipenjarakan.
Padahal dari beberapa ketentuan dan peraturan juga ada (perkara) yang bisa
diselesaikan di luar persidangan. Upaya penyelesaian masalah di luar pengadilan
yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana dan korban tindak pidana nantinya
diharapkan menjadi dasar pertimbangan dalam proses pemeriksaan pelaku tindak
pidana di pengadilan dalam penjatuhan sanksi pidananya oleh hakim/majelis hakim.
Permasalahan penelitian adalah bagaimanakah penerapan penghentian penuntutan
berdasarkan keadilan restoratif oleh penuntut umum dalam kasus tindak pidana
pengancaman di Kejaksaan Negeri Lampung Utara dan apakah faktor pendukung
penerapan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif oleh penuntut
umum dalam kasus tindak pidana pengancaman di Kejaksaan Negeri Lampung
Utara.
Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif dan didukung dengan
pendekatan yuridis empiris, data yang digunakan adalah data sekunder dan data
primer. Studi yang dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan. Adapun
narasumber pada penelitian ini terdiri dari Jaksa pada Kejaksaan Negeri Lampung
Utara, Dosen Bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung serta pelaku dan
korban. Analisis data yang digunakan adalah kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Penerapan penghentian penuntutan
berdasarkan keadilan restoratif oleh penuntut umum dalam kasus tindak pidana
pengancaman di Kejaksaan Negeri Lampung Utara berdasarkan Peraturan kejaksaan
Nomor 15 Tahun 2020 sudah diterapkan, dimana dalam penerapan ini kejaksaan
lebih mengedepankan upaya pemulihan (restorative) dalam kasus pengancaman
yang dilakukan oleh tersangka Adi Rahmat bin Ratu Maskur. Pada prosesnya,
penerapan penghentian penuntutan pada tindak pidana pengancaman ini telah sesuai
dengan Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan
Berdasarkan Keadilan Restoratif, karena dalam kasus tersebut telah memenuhi
syarat-syarat untuk dapat dihentikannya penuntutan seperti yang termuat dalam
Pasal 5 Ayat (1), yakni tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, tindak
pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara
tidak lebih dari 5 (lima) tahun, dan tindak pidana dilakukan dengan nilai barang
bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih dari
Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah), serta telah adanya kesepakatan
perdamaian antara korban dan tersangka sehingga penghentian penuntutan
berdasarkan keadilan restoratif dalam kasus tindak pidana pengancaman ini dapat
dilaksanakan berdasarkan Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020. (2) Faktor
pendukung penerapan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif oleh
penuntut umum dalam kasus tindak pidana pengancaman di Kejaksaan Negeri
Lampung Utara adalah faktor hukumnya sendiri, dimana peraturan hukum positif
yang akan diterapkan di lapangan yang berkaitan dengan kepentingan tugas. Faktor
penegak hukum, dimana Jaksa dalam menerapkan restorative justice berarti
memberikan keputusan yang berakibat besar kepada para pihak yang berperkara serta
kepada institusi kejaksaan itu sendiri. Faktor sarana atau fasilitas, dalam rangka
penghentian penuntutan oleh kejaksaan terdapat rumah restorative justice. Faktor
masyarakat masyarakat mendukung karena penyelesaian perkara dilakukan dengan
cara perdamaian, karena hal tersebut sesuai dengan nilai-nilai yang tumbuh dan
berkembang di masyarakat, yakni hukum adat yang mengutamakan musyawarah
untuk mufakat dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Serta faktor
kebudayaan, dimana budaya hukum yang ada di masyarakat yakni sifat memaafkan
dimana dalam menyelesaikan suatu masalah, masyarakat melakukan musyarawah
untuk mencapai mufakat serta mencari penyelesaian secara kekeluargaan.
Saran dalam skripsi ini adalah diharapkan kepada aparat penegakan hukum seperti
Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan Negeri untuk dapat mengaplikasikan suatu
penyelesaian perkara pidana di luar pengadilan melalui restorative justice yang
dapat memberikan keputusan yang dibangun oleh para pihak sendiri melalui
perdamaian yang lebih mencerminkan rasa keadilan. Penegak Hukum diharapkan
dengan diterbitkannya PERJA No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan
Berdasarkan Keadilan Restoratif Tanggal 22 Juli 2020 diharapkan lembaga
pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus
mampu mewujudkan kepastian hukum, keadilan hukum dan kemanfaatan hukum.
Penyelesaian perkara tindak pidana dapat dilakukan dengan mengedepankan
keadilan restoratif menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan
keseimbangan perlindungan dan kepentingan korban dan pelaku tindak pidana yang
tidak berorientasi pada pembalasan merupakan suatu kebutuhan hukum masyarakat
dan sebuah mekanisme yang harus dibangun dalam pelaksanaan kewenangan
penuntutan dan pembaharuan sistem peradilan pidana.
Kata Kunci: Penerapan, Keadilan Restoratif, Pengancaman.
Renaldi Raihan Zaky RAIHAN ZAKY RENALDI 1812011287 2023-04-14T06:30:53Z2023-04-14T06:30:53Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70857This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/708572023-04-14T06:30:53ZANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENJATUHAN PIDANA TERHADPA PELAKU TINDAK PIDANA JUAL BELI BIBIT LOBSTER SECARA ILEGAL
(Studi Putusan Nomor 124/Pid.Sus/2019/PN.Liw)
Tuntutan pidana oleh jaksa penuntut umum serta putusan pidana yang dijatuhi oleh hakim pada perkara Nomor124/Pid.Sus/2019/PN masih terlalu ringan. Pidana yang dijatuhi tersebut dirasa kurang cukup memberikan efek jera bagi para terdakwa. Hal ini terlihat dengan masih maraknya pengambilan serta jual beli bibit lobster secara ilegal yang terjadi di Kabupaten Pesisir Barat. Permasalahan dalam skripsi ini adalah apakah yang menjadi dasar pertimbangan hukum hakim dalam penjatuhan pidana terhadap pelaku jual beli bibit lobster secara ilegal berdasarkan putusan hakim Nomor124/Pid.Sus/2019/PN.Liw., dan apakah penjatuhan pidana pada pelaku jual beli bibit lobster (benur) secara ilegal pada putusan hakim Nomor
124/Pid.Sus/2019/PN.Liw telah memenuhi asas cita hukum.
Pendekatan masalah yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif. Sumber data pada penelitian ini menggunakan data sekunder. Adapun Narasumber pada penelitian ini terdiri atas satu orang Hakim pada Pengadilan Negeri Liwa, satu orang Jaksa pada Cabang Kejaksaan Negeri Liwa di Krui, dan satu orang Akademisi Fakultas Hukum Bagian Hukum Pidana Universitas Lampung.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa dasar pertimbangan hukum hakim dalam penjatuhan pidana terhadap pelaku jual beli bibit lobster (benur) secara ilegal berdasarkan putusan hakim No. 124/Pid.Sus/2019/PN.Liw dari aspek yuridis pada putusan ini terlihat dari dakwaan oleh jaksa penuntut umum serta adanya alat bukti sebagai pedoman bagi hakim dalam memutus. Dari aspek filosofis dapat dilihat dengan adanya penjatuhan pidana pada perkara ini dapat memberikan
Sri Cahyani Saudah Jaya Ningrat
keadilan bagi para terdakwa dan juga bagi masyarakat. Aspek sosiologis dari putusan ini memberikan edukasi bagi masyarakat luas terkait dengan larangan penangkapan dan atau penjualan bibit lobster. Pemenuhan asas cita hukum dalam putusan hakim No. 124/Pid.Sus/2019/PN.Liw. Dari sudut keadilan bahwa putusan ini memberikan keadilan bagi seluruh pihak. Dari sudut kemanfaatan hukum putusan ini memberikan dampak terhadap tindak pidana perikanan. Dari sudut kepastian hukum putusan ini memberikan kepastian bagi para terdakwa dengan dijatuhinya pidana sebagai hukuman bagi para terdakwa.
Saran dalam penelitian ini adalah bahwa hakim diharapkan mempertimbangkan penyelesaian-penyelesaian terhadap tindak pidana jual beli bibit lobster sesuai dengan ketentuan hukum pidana yang berlaku serta tetap memperhatikan pemenuhan cita hukum dari putusannya. Serta dalam penjatuhan pidana bagi terdakwa diharapkan hakim dapat menjatuhkan pidana yang lebih berat agar pelaku mendapatkan efek jera. Serta agar dapat dilakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait perlindungan bibit lobster sehingga masyarakat dapat bijak dalam memanfaatkan hasil lautnya.
Kata Kunci : Dasar Pertimbangan Hakim, Asas Cita Hukum, Tindak Pidana
Jual Beli Bibit Lobster
CAHYANI SAUDAH JAYA NINGRAT SRI18120110502023-04-14T06:16:07Z2023-04-14T06:16:07Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70850This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/708502023-04-14T06:16:07ZPERGESERAN PRAKTIK PEMBAGIAN WARIS
PADA MASYARAKAT SUKU JAWA
(Studi Kasus Desa Gedung Sari Kecamatan Anak Ratu Aji
Kabupaten Lampung Tengah)Masyarakat suku Jawa di desa Gedung Sari melakukan pembagian harta warisan
menggunakan adat Jawa. Pembagian harta warisan tersebut dapat dilaksanakan
sebelum pewaris meninggal dan setelah pewaris meninggal. Pembagian harta
warisan yang dilakukan setelah pewaris meninggal dapat dilakukan dengan dua
cara, yakni sepikul segendongan dan dundum kupat. Dalam skripsi ini peneliti
melakukan penelitian terhadap pergeseran praktik pembagian harta warisan yang
dilakukan oleh masyarakat suku Jawa di desa Gedung Sari. Permasalahan dalam
penelitian ini adalah bagaimana terjadinya pergeseran praktik pembagian harta
warisan yang dilakukan oleh masyarakat suku Jawa di Desa Gedung Sari dan
faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya pergeseran pada praktik
pembagian harta warisan yang dilakukan oleh masyarakat suku Jawa di desa
Gedung Sari.
Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum empiris,
dengan tipe penelitian bersifat deskriptif dan menggunakan pendekatan sosiologis.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, kuisioner dan studi
pustaka. Metode pengolahan data dilakukan dengan deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa praktik pembagian warisan
yang dilakukan oleh masyarakat suku Jawa yang ada di desa Gedung Sari terlah
mengalami pergeseran. Pergeseran ini terletak pada cara yang dipakai dalam
melakukan pembagian harta warisan, dari yang semula menggunakan cara sepikul
segendongan kemudian beralih menggunakan cara dundum kupat. Faktor-faktor
yang menjadi penyebab adanya pergeseran praktik pembagian harta warisan pada
masyarakat suku Jawa di Gedung Sari yang semula menggunakan cara sepikul
segendongan kemudian beralih menggunakan cara dundum kupat disebabkan oleh
beberapa faktor diantaranya adalah faktor lingkungan masyarakat, faktor
pendidikan, faktor perkawinan campuran, faktor ekonomi dan faktor keadilan.
Kata Kunci: Pembagian, Waris, Masyarakat, Suku JawaRIDHO DINATA FANI19120111512023-04-14T03:01:21Z2023-04-14T03:01:21Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70815This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/708152023-04-14T03:01:21ZANALISIS YURIDIS PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM PENJATUHAN PUTUSAN BEBAS PADA TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
(Studi Putusan Pengadilan Negeri Rengat Nomor 381/Pid.Sus/2020/PN Rgt)Tindak pidana Penyalahgunaan narkotika merupakan masalah berat di Indonesia yang harus segera di atasi. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menjelaskan mengenai pengedar dan pengguna narkotika. Ketentuan sanksi pada tindak pidana narkotika telah diatur di dalam Bab XV Pasal 111 sampai Pasal 148 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sanksi bagi para pelaku tindak pidana narkotika adalah penjara minimal 4 (empat) tahun dan maksimal seumur hidup, denda minimal Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan maksimal Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Hakim dalam memberikan putusan suatu kasus, akan mempertimbangkan secara yuridis, filosofis, dan sosiologis. Putusan Pengadilan Negeri Rengat Nomor 381/Pid.Sus/2020/PN Rgt menyatakan bahwa terdakwa tidak bersalah dan diputus bebas (vrijspraak). Permasalahan yang dapat diangkat adalah (1) Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hukum Hakim dalam memberikan putusan bebas pada perkara penyalahgunaan narkotika dalam Putusan Pengadilan Negeri Rengat Nomor 381/Pid.Sus/2020/PN Rgt ? (2) Bagaimanakah Pertanggungjawaban Pidana Pelaku pada Putusan Pengadilan Negeri Rengat Nomor 381/Pid.Sus/2020/PN Rgt ?
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Prosedur pengumpulan data dari penelitian ini adalah data kepustakaan. Data kepustakaan yang digunakan adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek atau lokasi yang dijadikan tempat penelitian, tetapi melalui sumber kepustakaan.Narasumber dari penelitian ini terdiri dari Dosen bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung berjumlah dua orang.
Dasar pertimbangan hukum hakim dalam penjatuhan putusan bebas pada kasus tindak pidana penyalahgunaan narkotika ini adalah pertimbangan yang bersifat yuridis, yaitu hakim menyatakan bahwa berdasarkan fakta yuridis yang tampak dalam persidangan, terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika sebagaimana dakwaan oleh penuntut umum, karena setelah menghubungkan antara barang bukti, alat bukti dan perumusan unsur pasal, Terdakwa tidak memenuhi unsur minimal 2 unsur pasal yang didakwakan, sehingga hakim membebaskan terdakwa dari segala tuntutan. pelaku tidak dapat dimintai pertanggungjawaban oleh karena pelaku tidak adanya unsur kesalahan.
Saran penelitian ini Hakim hendaknya mempertimbangkan faktor yuridis dan non-yuridis, serta faktor filosofis dan sosiologis, agar tercipta putusan yang konsisten bila terdapat kesamaan kasus dalam sidang yang akan datang. Hakim dalam memutus kasus tindak pidana penyalahgunaan narkotika, agar memperhatikan kapasitas dari terdakwa, apakah terdakwa berpotensi menjadi pengedar, atau menjadi pemakai, sehingga bisa diputus sesuai dengan fakta yang terungkap dalam persidangan.Maulana Rizky18120110422023-04-14T02:41:03Z2023-04-14T02:41:03Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70809This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/708092023-04-14T02:41:03ZKAJIAN HUKUM PIDANA MENGENAI TINDAKAN MASYARAKAT
YANG MELAKUKAN PERLAWANAN TERHADAP PELAKU
BEGAL PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR
Tindak pidana pencurian kendaraan bermotor atau yang sering disebut dengan
“begal” akhir-akhir ini membuat masyarakat merasa resah dan takut untuk
mengendarai kendaraan bermotor apalagi saat melintasi jalan-jalan yang sepi,
apabila aparat kepolisian terlambat bahkan tidak bisa mengungkap kasus ini, hal
ini disebabkan banyaknya kendala dalam kasus yang dihadapi oleh pihak
kepolisian diantaranya adalah keterbatasan jumlah personil di kesatuan Reserse,
sedangkan kelompok-kelompok tindak kejahatan ini semakin banyak.
Permasalahan penelitian adalah bagaimanakah kajian Hukum Pidana mengenai
tindakan masyarakat yang melakukan perlawanan terhadap pelaku begal
pencurian kendaraan bermotor dan apakah tindakan masyarakat yang melakukan
perlawanan terhadap pelaku begal pencurian kendaraan bermotor dapat
dikualifikasikan tindakan main hakim sendiri.
Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis empiris, data yang digunakan
adalah data sekunder dan data primer. Studi yang dilakukan dengan studi
kepustakaan dan studi lapangan. Adapun narasumber pada penelitian ini terdiri
dari Penyidik pada Polresta Bandar Lampung, Ahli Kriminologi pada FISIP
Univeritas Lampung dan Dosen Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Analisis data yang digunakan adalah kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Kajian Hukum Pidana mengenai
tindakan masyarakat yang melakukan perlawanan terhadap pelaku begal
pencurian kendaraan bermotor sesuai dengan penjelasan Pasal 49 KUHP jika
unsur-unsur Pasal 49 KUHP terpenuhi, maka perlawanan terhadap pelaku begal
dapat masuk kategori pembelaan terpaksa dan menghapuskan pidana tersebut.
Pembelaan diri yang berlebihan tersebut melawan hukum namun karena adanya
keguncangan jiwa yang hebat (hevige gemoedsbeweging) perbuatannya tidak
dapat dipidana. Ini dikenal sebagai alasan pemaaf. Keduanya termasuk dalam
dasar penghapus pidana, sebagaimana Pasal 49 Ayat (1) dan Ayat (2) Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) jelas mengatur bahwa pembelaan diri
terpaksa dan pembelaan diri terpaksa lampau batas, tidak dipidana. Telah jelas
pengaturan KUHP mengenai hal tersebut. (2) Tindakan masyarakat yang
melakukan perlawanan terhadap pelaku begal pencurian kendaraan bermotor tidak dapat dikualifikasikan tindakan main hakim sendiri, karena sudah terpenuhinya
Pasal 49 KUHP yang di dalamya terdapat unsur-unsur seseorang yang melakukan
pembelaan terpaksa untuk penghapusan pidana atau memperingankan
hukumannya. Selain itu Pasal 49 KUHP sebagai dasar hukum untuk perlindungan
hukum bagi seseorang yang melakukan pembelaan diri atau pembelaan terpaksa.
Dari Pasal 49 KUHP tersebut perbuatan pidana pelaku mendapat alasan
penghapusan pidana sehingga bebas dari segala tuntutan, jika pelaku memenuhi
unsur-unsur pembelaan terpaksa yaitu: (1). Adanya perbuatan, (2). Adanya sifat
melawan hukum, (3). Kemampuan untuk bertanggung jawab, (4). Diancam pidana
atau hukuman pidana. Pemberian alasan penghapusan pidana tidak lepas dari hasil
pembuktian di persidangan yang memberikan atau tidak kepada tersangka alasan
penghapusan pidana.
Saran dalam skripsi ini adalah diharapkan kepada kepada hakim sebagai penegak
hukum, diharapkan untuk lebih memperhatikan setiap orang yang melakukan
pembelaan terpaksa, khususnya hakim harus mempertimbangkan dalam
memutuskan hukuman agar terciptanya keadilan sosial. Selanjutnya, kepada
masyarakat, saat mengalami tindak pidana begal, masyarakat harus berani dalam
mempertahankan diri dengan cara melakukan pembelaan diri untuk melindungi
hak-hak yang perlu dipertahankan. Kepada pelaku pembelaan terpaksa, dalam
terjadi tindak pidana pelaku pembelaan terpaksa dapat menjelaskan kejadian yang
sebenarnya terjadi kepada penegak hukum atas perbuatan yang dilakukan.
Kata Kunci: Kajian Hukum Pidana, Tindakan Masyarakat, Perlawanan
Begal.
ADHITYA MUHAMMAD WAHYU18520110532023-04-14T01:29:38Z2023-04-14T01:29:38Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70783This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/707832023-04-14T01:29:38ZPERAN PENYIDIK TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN (STUDI PADA POLRESTA BANDAR LAMPUNG)Penganiayaan adalah penggunaan kekuatan fisik, baik dalam kondisi terancam atau tidak pada seseorang, kelompok, atau komunitas yang dapat menyebabkan trauma, kematian, trauma psikologis, gangguan perkembangan, dan kerugian yang melanggar hak asasi manusia. Pada dasarnya Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Pasal 4 bertujuan untuk menjamin tertib dan tegaknya hukum serta terbinanya ketentraman masyarakat guna mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri, terselenggaranya fungsi pertahanan keamanan negara, dan tercapainya tujuan nasional dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Permasalahan dalam skripsi ini adalah: Bagaimanakah peran penyidik terhadap tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan kematian dan Apakah faktor- faktor penghambat peran penyidik terhadap tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan kematian.
Pendekatan Masalah yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber data: Data Primer dan Data Skunder. Narasumber: Penyidik Pada Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung dan Akademisi Fakultas Hukum bagian Hukum Pidana pada Universitas Lampung. Secara mendasar sudah memenuhi aspek peranan faktual. Penyidikan sebagai bagian terpenting dalam hukum acara pidana yang pada pelaksanaanya kerap kali harus menyinggung martabat individu yang dalam persangkaan kadangkadang wajib untuk dilakukan. Rangkaian tindakan penyidikan adalah segala tindakan atas nama hukum yang dilakukan oleh penyidik Polri, mulai dari pemanggilan, pemeriksaan, penangkapan, penahanan, penyitaan dan tindakan-tindakan lain yang diatur dalam ketentuan hukum, perundang-undangan yang berlaku hingga proses penyidikan itu dinyatakan selesai. Dengan adanya hukum dimaksudkan untuk menciptakan keselarasan hidup bermasyarakat, Faktor-faktor penghambat peran penyidik terhadap tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan kematian adalah terdiri dari beberapa faktor yaitu faktor substansi hokum, faktor aparat penegak hokum, faktor sarana dan prasarana, faktor masyarakat dan faktor kebudayaan. Faktor masyarakat yang menghambat adalah masyarakat seharusnya mengerti bahwa kehidupan masyarakat memerlukan eksistensi hukum, bukan hanya menjadi parameter untuk keadilan, keteraturan, kententraman dan ketertiban, tetapi juga untuk menjamin adanya kepastian hukum. Penganiayaan sudah secara baku diatur (sebagai implementasi dari asas legalitas) dalam aturan hukum pidana. Perlu dicermati bahwa Penganiayaan berbeda dengan Pembunuhan. Walaupun keduanya merupakan tindak pidana yang menyerang tubuh seseorang namun perbedaan tetap harus diperhatikan karena perbedaan inilah yang akan dijadikan dasar untuk Aparat Penegak Hukum dalam mengkualifikasi tindakan tersebut dan nantinya Hakim akan dapat memberikan putusan yang tepat.
Saran dalam penelitian ini adalah diharapkan dalam lebih menitikberatkan pada peran dan fungsi para aparat penegak hukum untuk mencari kebenaran materiil serta mewujudkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Karena penganiayaan yang menyebabkan kematian merupakan salah satu tindak pidana ataupun suatu kriminalitas yang sering terjadi di dalam masyarakat, yang tidak akan pernah tahu kapan terjadinya. Bahwa sebagai aparat penegak hukum dalam sistem peradilan pidana harus mempertimbangkan penyelesaian-penyelesaian terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana sesuai dengan ketentuan hukum pidana. Masyarakat sebagai media informasi harus lebih peka dan berperan aktif terhadap upaya penanggulangan penganiayaan yang menyebabkan kematian. Informasi sekecil apapun sangat membantu kinerja dari pihak Kepolisian.
Persecution is the use of physical force, whether under threat or not, against a person, group, or community that can cause trauma, death, psychological trauma, developmental delays, and harm that violates human rights. Basically the Indonesian National Police as referred to in Law no. 2 of 2002 concerning the National Police of the Republic of Indonesia in Article 4 aims to ensure order and upholding of the law and fostering public peace in order to realize security and public order in the context of maintaining domestic security, carrying out the function of state defense and security, and achieving national goals by upholding human rights. man. The problem in this thesis is: What is the role of the investigator in the crime of maltreatment resulting in death and what are the inhibiting factors for the investigator's role in the crime of persecution resulting in death.
The problem approach used in this study are normative juridical and empirical juridical approaches. Data source: Primary Data and Secondary Data. Sources: Investigators at the Bandar Lampung City Resort Police and Academics from the Faculty of Law in the Criminal Law Section at the University of Lampung.
The results of the research and discussion shows that: The role of investigators against crimes of persecution resulting in death is that arrangements regarding persecution always refer to human rights because people want protection for their rights. Human rights are basic rights that are naturally attached to human beings, are universal and direct. This includes the rights that must be obtained by victims of abuse. The role played by the Bandar Lampung Police Criminal Investigation Unit SAT has basically fulfilled the aspect of the factual role. Investigation as the most important part of criminal procedural law, which in its implementation often has to offend the dignity of individuals, is sometimes required to be carried out. The series of investigative actions are all actions in the name of law carried out by Polri investigators, starting from summons, examination, arrest, detention, confiscation and other actions regulated in legal provisions, applicable laws and regulations until the investigation process is declared complete. With the existence of the law it is intended to create harmony in social life. The inhibiting factors for the role of investigators in the crime of persecution resulting in death consist of several factors, namely legal substance factors, law enforcement officials factors, facilities and infrastructure factors, community factors and cultural factors. The inhibiting community factor is that people should understand that people's lives require the existence of law, not only to be a parameter for justice, order, peace and order, but also to guarantee legal certainty.
Suggestions in this study are expected to focus more on the roles and functions of law enforcement officials to seek material truth and realize justice and social welfare. Because persecution that causes death is a crime or a crime that often occurs in society, you will never know when it will happen. That as law enforcement officers in the criminal justice system, they must consider settlements of criminal acts committed by perpetrators of criminal acts in accordance with the provisions of criminal law. The community as an information medium must be more sensitive and play an active role in efforts to deal with persecution that causes death. Even the slightest information is very helpful for the performance of the Police.Raflenchyo MuhammadNPM16120113572023-04-13T07:45:21Z2023-04-13T07:45:21Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70763This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/707632023-04-13T07:45:21ZANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM
MENJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK
PIDANA PERSETUBUHAN
(STUDI PUTUSAN No. 55/PID.SUS-ANAK/2020/PN. Tjk) Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis dasar pertimbangan
hukum hakim dalam kasus tindak pidana persetubuhan yang dilakukan terhadap
anak sebagaimana putusan No. 55/PID.SUS-ANAK/2020/PN. Tjk. Penelitian ini
dilatarbelakangi oleh penjatuhan putusan hakim kepada terdakwa lebih rendah
dari jaksa penuntut umum mengingat bahwa anak korban mengalami kerugian
fisik seperti anak mengalami luka robek pada bagian selaput darah, luka memar
dibeberapa bagian pada tubuhnya, dikeluarkan dari sekolah serta mengalami
trauma psikis yang mendalam. Permasalahan dalam penelitian ini adalah 1)
Apakah analisis dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana anak
terhadap anak pelaku tindak pidana persetubuhan dalam putusan Nomor
55/PID.SUS-ANAK/2020/PN. Tjk, dan 2) Apakah putusan yang dijatuhkan oleh
hakim sudah sesuai dengan rasa keadilan substantif.
Penelitian ini menggunakan pendekatan hukum yuridis empiris dengan cara
meneliti dan mengumpulkan data primer yang diperoleh secara langsung melalui
penelitian dengan cara observasi yang mendalam terhadap permasalahan yang
dibahas. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah data primer dan data
sekunder. Studi yang dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan,.
Analisis data yang digunakan adalah kualitatif. Narasumber dalam penelitian ini
yaitu Hakim Anak Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Ketua Komnas
Perlindungan Anak Bandar Lampung dan Dosen Bagian Pidana Fakultas Hukum
Universitas Lampung.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dasar pertimbangan hakim dalam
menjatuhkan putusan pada putusan Nomor 55/Pid.Sus-Anak/2020/PN. Tjk
terhadap anak pelaku tindak pidana persetubuhan berdasarkan atas pertimbangan
aspek yuridis, filosofis dan sosilogis. Aspek yuridis yaitu terpenuhinya unsur
Pasal 81 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2016, tentang perubahan Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang. Aspek filosofis ialah
mempertimbangkan pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa merupakan upaya
untuk memperbaiki diri melalui proses pemidanaan, sedangkan aspek sosiologis
terdiri dari hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan. Hal yang
memberatkan adalah sifat dari perbuatan itu sendiri yaitu persetubuhan terhadap
anak yang merusak masa depan korban, sedangkan hal-hal yang meringankan
adalah pelaku anak belum pernah dihukum dan pelaku anak juga menyesali
perbuatan yang dia lakukan. Selain itu, dari hasil analisa telah sesuai dengan rasa
keadilan substantif dan telah memenuhi Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
Tentang Kekuasaan Kehakiman karena hakim telah mempertimbangkan dari
beberapa aspek dan fakta saat persidangan. Keadilan substantif merupakan
keadilan yang terkait dengan isi putusan hakim dalam memeriksa, mengadili dan
memutus suatu perkara yang harus dibuat berdasarkan pertimbangan rasionalitas,
kejujuran, objektivitas, tidak memihak (imparsiality), tanpa diskriminasi dan
berdasarkan hati nurani (keyakinan hakim).
Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka dapat diberikan saran antara lain (1)
Hendaknya Majelis Hakim dalam menangani perkara anak pada perkara Nomor
55/Pid.Sus-Anak/2020/PN. Tjk selain mengenakan sanksi pidana kepada
terdakwa juga memberikan sanksi tindakan dengan cara ditempatkan sementara
pada lembaga rehabilitasi sebagai bagian dari proses pemulihan mengingat
terdakwa mengalami kecanduan menonton video porno dengan tetap
memperhatikan kebebasan anak. (2) Hendaknya hakim dalam memutus suatu
perkara di pengadilan, lebih menegakkan keadilan sesuai ketentuan UndangUndang
yang
mengatur
yaitu
pada
Pasal
81
Ayat
(1)
UU
RI
No.
17
Tahun
2016
tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI No. 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Kata kunci: Pertimbangan Hakim Anak, Tindak Pidana, Persetubuhan. Wiranisa Alifia 19120112612023-04-13T07:05:53Z2023-04-13T07:05:53Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70745This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/707452023-04-13T07:05:53ZPERAN DINAS KESEHATAN KOTA
BANDAR LAMPUNG DALAM PELAKSANAAN VAKSINASI COVID-19
Pemerintah Kota Bandar Lampung melakukan berbagai upaya menanggulangi pandemi Covid-19. Pengadaan vaksin virus corona telah dilaksanakan dan dilakukan secara bergilir, namun permasalahan saat ini adalah masyarakat menolak untuk divaksin. Berdasarkan Peraturan Walikota Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pedoman Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Melalui Protokol Kesehatan Di Wilayah Kota Bandar Lampung. Permasalahan penelitian: (1) Bagaimanakah peran Dinas Kesehatan dalam penanganan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 di Kota Bandar Lampung? (2) Apakah faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan vaksinasi Covid-19 di Kota Bandar Lampung?
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi Pustaka dan studi lapangan. Pengolahan data meliputi seleksi data, klasifikasi data, penyusunan data. Analisis data menggunakan analisis deskriftif kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa (1) Peran Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung dalam pelaksanaan vaksinasi Covid-19 telah berjalan dengan optimal dan berjalan sebagaimana mestinya dilihat dari perangkat pemerintah dalam menjalankan tugasnya menyediakan vaksin dan melaksanakan program vaksinasi. (2) Faktor pendukung pelaksanaan peran Dinas Kesehata Kota Bandar Lampung dalam melaksanakan vaksinasi adalah diterapkannya disiplin masyarakat dalam menegakkan prokes 5M, adanya penyediaan sarana dan prasarana dan adanya tenaga tim vaksinator. Faktor penghambatnya adalah ketersediaan vaksin Covid-19 yang masih terbatas, kurangnya tim vaksinator dan adanya berita informasi yang dibuat-buat (hoax).
Kata Kunci: Peran, Vaksinasi, Covid-19
ABSTRACT
The City Government of Bandar Lampung is making various efforts to tackle the Covid-19 pandemic. Procurement of the corona virus vaccine has been carried out and carried out in rotation, but the current problem is that people refuse to be vaccinated. Based on Mayor Regulation Number 18 of 2020 concerning Guidelines for Preventing the Spread of Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Through Health Protocols in the City of Bandar Lampung. Research problems: (1) What is the role of the Health Service in handling the implementation of the Covid-19 vaccination in Bandar Lampung City? (2) What are the supporting and inhibiting factors in carrying out the Covid-19 vaccination in Bandar Lampung City?
This research uses normative juridical and empirical juridical approaches. Data collection was carried out by library research and field studies. Data processing includes data selection, data classification, data compilation. Data analysis used descriptive qualitative analysis.
The results of this study indicate that (1) The role of the Bandar Lampung City Health Service in implementing the Covid-19 vaccination has been running optimally and is running as it should be seen from government officials in carrying out their duties of providing vaccines and implementing the vaccination program. (2) Factors supporting the implementation of the role of the Bandar Lampung City Health Service in carrying out vaccinations are the application of community discipline in enforcing the 5M health program, the provision of facilities and infrastructure and the presence of a team of vaccinators. The inhibiting factors are the limited availability of the Covid-19 vaccine, the lack of a team of vaccinators and the existence of fabricated information (hoax).
Keywords: Role, Vaccination, Covid-19
AMANDA KLARISSA VIVIANA19420110242023-04-13T07:02:22Z2023-04-13T07:02:22Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70747This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/707472023-04-13T07:02:22ZTINJAUAN YURIDIS HAK ASUH ANAK (HADHANAH) DI BAWAH UMUR YANG JATUH PADA AYAH AKIBAT PERCERAIAN
(STUDI PUTUSAN NOMOR 1356/Pdt.G/2021/PA.Tnk) Perceraian dianggap sebagai pilihan terakhir dalam rumah tangga jika permasalahan yang dialami tidak dapat diselesaikan. Hal ini dibuktikan dengan angka perceraian di Indonesia yang semakin meningkat sejak 5 tahun terakhir berdasarkan Data laporan Badan Pusat Statistik Indonesia. Salah satu akibat hukum dari perceraian ialah terhadap status anak. Anak yang di bawah umur berdasarkan Undang-Undang berada dalam pengasuhan ibunya. Tapi yang terjadi berdasarkan Putusan Nomor 1356/Pdt.G/2021/PA.Tnk hak asuh anak (hadhanah) di bawah umur ini diberikan kepada ayahnya. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah kronologis kasus perkara Nomor 1356/Pdt.G/2021/PA.Tnk, bagaimanakah dasar pertimbangan hakim memutuskan perkara Nomor 1356/Pdt.G/2021/PA.Tnk, serta akibat hukum yang timbul karena putusan nomor 1356/Pdt.G/2021/PA.Tnk.
Adapun metode penelitian dalam skripsi ini adalah jenis penelitian menggunakan penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian deskriptif. Untuk pendekatan masalah skripsi ini menggunakan pendekatan secara perundang-undangan serta data dan sumber data menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Metode dalam pengumpulan data dengan studi pustaka dan studi dokumen dan metode pengolahan data melalui seleksi data, klasifikasi data, dan sistematisasi data. Analisis datanya ialah menggunakan analisis kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan bahwa kronologis di dalam Putusan Nomor 1356/Pdt.G/2021/PA.Tnk) mengungkapkan alasan alasan yang menjadi dasar suami untuk menggugat cerai istrinya. Alasan tersebut tidak disanggah oleh istri dan hakim mengabulkan permohonan suami. Dasar pertimbangan hakim dalam menentukan hak asuh anak (hadhanah) yang harusnya diberikan pada ibu, justru dipelihara oleh ayah dengan melihat kondisi serta masa depan untuk anaknya yang masih di bawah umur sebab dalam melakukan pemeliharaan hak asuh anak (hadhanah) adalah orang yang sehat jasmani dan rohaninya, karena dalam upaya pemeliharaan anak merupakan pekerjaan yang penuh dengan tanggung jawab. Putusan perceraian tersebut mengakibatkan perubahan status antara suami dan istri serta hak anak serta kewajiban orang tua pasca perceraian.
Kata kunci: Perceraian, Hak Asuh (Hadhanah), Anak di Bawah UmurMaulid Hapira Ranis19120113292023-04-13T05:20:26Z2023-04-13T05:20:26Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70723This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/707232023-04-13T05:20:26ZANALISIS TERHADAP PENYELESAIAN PERKARA MELALUI KEADILAN RESTORATIF BAGI PECANDU NARKOTIKA BERDASARKAN PERJA NO. 18 TAHUN 2021
Konsep Keadilan Restoratif yang marak digaungkan sebagai solusi penyelesaian bagi tindak pidana ringan mendorong menjadikan hal tersebut sebagai upaya penanggulangan penyalahgunaa narkotika dalam hal penegakan hukum. Upaya yang dimaksud ialah adanya kemunculan Peraturan Jaksa Agung (Perja) No. 18 tahun 2021 mengenai penyelesaian perkara penyalahgunaan narkotika melalui pendekatan Keadilan Restoratif yang dimana pertimbangan dikeluarkan kebijakan tersebut disebabkan adanya kapasitas berlebih didalam lapas yang salah satunya termasuk ialah pelaku penyalahgunaan narkotika. Alasan lainnya karna penegakan hukum bagi pelaku penyalahgunaan narkotika selalu berfokus pada Pasal 127 ayat
1 dan menghiraukan Pasal 54 UU No. 35 tahun 2009 sehingga upaya pemulihan bagi pecandu dinilai masih minim. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Apakah kebijakan Perja No.18 tahun 2021 sudah menjadi kebijakan yang rasional dalam menanggulangi kejahatan penyalahgunaan narkotika dan Apakah yang menjadi urgensi diterbitkannya Perja No.18 Tahun 2021 terhadap upaya penanggulangan pelaku penyalahguna narkotika.
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder dengan proses pengumpulan data yang dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi lapangan.
Hasil dari penelitian ini ialah bentuk rasionalitas dari Keadilan Restoratif Terhadap Pecandu Narkotika Berdasarkan Kebijakan Perja No. 18 tahun 2021 dapat berupa penghentian penuntutan perkara oleh pihak Kejaksaan terhadap tersangka pecandu narkotika. Sebagai langkah upaya pemulihan berupa pemberian Keadilan Restoratif dengan persyaratan dan ketentuan yang telah tertuang dalam Perja No. 18 tahun 2021 yang dalam prosesnya dibentuk Tim Asesmen Terpadu yang terdiri dari 3 instansi yaitu Kejaksaan, Kepolisian, BNN
Muhammad Cyrill Ramadhan
dan Tugas dari masing-masing tim asesmen tersebut adalah : Tim medis bertugas melakukan asesmen dan analisis medis, psikososial serta merekomendasi rencana terapi dan rehabilitasi Penyalahguna Narkotika Tim hukum bertugas melakukan analisis dalam kaitan Peredaran gelap narkotika dan Prekusor Narkotika dan Penyalahgunaan Narkotika berkordinasi dengan Penyidik yang menangani perkara. Kordinasi yang dilakukan oleh 3 instansi tersebut melahirkan hasik kelayakan tersangka pecandu narkotika. Untuk memperoleh keadilan restoratif yang selanjutnya pihak yang mengeluarkan keputusan ialah pihak Kejaksaan sejatinya sebagai pelaksana domitus litis Sedangkan urgensi yang muncul berkenaan dengan hal undang-undang, penegak hukum, masyarakat serta sarana dan prasarana.
Saran dari penelitian ini adalah Penerapan Perja No.18 tahun 2021 berupa pemberian keadilan restoratif bagi pecandu narkotika harus diterapkan secepatnya secara menyeluruh disetiap wilayah Kejaksaan di Indonesia dan perlu diberikan sanksi bagi pihak yang dinilai lambat dalam menerapkan kebijakan yang baru. Peran Kejaksaan harus terus ditingkatkan dengan mengedepankan nilai-nilai keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum guna membangun kepercayaan masyarakat.
Kata Kunci : Perja, Keadilan Restoratif, Pecandu
ABSTRACT
ANALYSIS OF CASE SETTLEMENT THROUGH RESTORATIVE JUSTICE FOR NARCOTIC ADDICTIVES BASED ON PERJA NO. 18
YEAR 2021
By
Muhammad Cyrill Ramadhan
The concept of Restorative Justice which is widely echoed as a settlement solution for minor crimes encourages this to be made as an effort to tackle narcotics abuse in terms of law enforcement. The effort in question is the emergence of the Attorney General Regulation (Perja) No. 18 of 2021 regarding the settlement of narcotics abuse cases through the Restorative Justice approach where consideration was issued for the policy due to excess capacity in prisons, one of which includes perpetrators of narcotics abuse. Another reason is because law enforcement for perpetrators of narcotics abuse always focuses on Pasal 127 paragraph 1 and ignores Pasal 54 of Law no. 35 of 2009 so that recovery efforts for addicts are still considered minimal. The problem in this research is whether the Perja No.18 of 2021 policy has become a rational policy in tackling narcotic s abuse crimes and what is the urgency of issuing Perja No.18 of 2021 for efforts to deal with narcotics abusers.
The approach method used in this research is normative juridical and empirical juridical approaches. The data used in this study are primary data and secondary data with the data collection process carried out through library research and field studies.
The result of this study is a form of rationality of restorative justice for narcotics addicts based on Perja No. 18 of 2021 can be in the form of stopping the prosecution of cases by the Attorney against suspected narcotics addicts. As a step for recovery efforts in the form of providing Restorative Justice with the terms and conditions set out in Perja No. 18 of 2021 which in the process formed an Integrated Assessment Team consisting of 3 agencies namely the Prosecutor's Office, Police, BNN, and The duties of each of assessment team are
Muhammad Cyrill Ramadhan
The medical team is tasked with conducting medical, psychosocial assessments and analysis and recommending therapy and rehabilitation plans for Narcotics Abuse The legal team is tasked with conducting analysis in relation to Narcotics illicit traffic and Narcotics Precursor and Narcotics Abuse in coordination with the Investigators who handle case. The coordination carried out by the 3 agencies resulted in the feasibility of a narcotics addict suspect. In order to obtain restorative justice, the party issuing the decision is the Prosecutor's Office, who is actually the executor of domitus litis.
The suggestion from this research is that the implementation of Perja No. 18 of
2021 in the form of providing restorative justice for narcotics addicts must be implemented as soon as possible as a whole in every area of the Prosecutor's Office in Indonesia and it is necessary to give sanctions to those who are considered slow in implementing the new policy. The role of the Attorney General's Office must continue to be enhanced by prioritizing the values of justice, benefit and legal certainty in order to build public trust.
Keywords : Perja, Restorative Justice, Addicts
Cyrill Ramadhan Muhammad 19120110332023-04-13T03:39:51Z2023-04-13T03:39:51Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70687This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/706872023-04-13T03:39:51ZANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP PENGANIAYAAN YANG
MENYEBABKAN KEMATIAN DALAM ORGANISASI
PENCINTA ALAM
ABSTRAK
Kejahatan penganiayaan yang menyebabkan kematian dalam organisasi pencinta
alam diwilayah hukum pesawaran merupakan kejahatan atas dasar kelalaian
dimana adanya subkultur kekerasan atau budaya kekerasan yang dianggap sebagai
mekanisme atau cara yang digunakan organisasi tersebut guna mencapai tujuan
dari organisasi pencinta alam tersebut. Permasalahan dalam penelitian ini yang
pertama adalah untuk mengetahui faktor penyebab kejahatan penganiayaan dalam
organisasi pencinta alam yang menyebabkan kematian pada wilayah hukum
Pesawaran dan permasalahan yang kedua mengetahui upaya penanggulangan
kejahatan penganiayaan yang menyebabkan penganiayaan dalam organisasi
pencinta alam.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yang bersifat yuridis empiris dan yuridis
normatif. Data yang digunakan merupakan data primer dan data skunder
metodelogi pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi
lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif. Narasumber pada penelitian
ini terdiri dari Penyidik Kepolisian Satreskrim pesawaran, Pelaku Penganiayaan
Organisasi Pencinta Alam di Rutan Kelas I Bandar Lampung, Dosen Akademisi
Fisip Unila, Dosen Akademisi Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas
Lampung.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diketahui faktor yang
menyebabkan terjadinya kejahatan penganiayaan dalam organisasi pencinta alam
pada wilayah hukum pesawaran faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu
faktor yang berasal dari dalam diri individu yang meliputi keadaan sikap
emosional, relasi kekuasaan, loyalitas bersama. Sedangkan faktor eksternal
meliputi faktor konflik kebudayaan, lingkungan yaitu adanya subkultur kekerasan
dimana peningkatan fisik para anggota pencinta alam tersebut cendrung pada
penggunaan kekerasan, budaya tersebut identik dengan kekerasan dianggap
sebagai salah satu cara atau mekanisme dalam mencapai tujuan organisasi.
Sedangkan upaya penanggulangan kejahatan penganiayaan dalam organisasi
pencinta alam dapat dilakukan upaya penal dan non penal. Upaya penal oleh
aparat penegak hukum yaitu Pemberian hukuman (sanksi) kepada pelaku,
bertujuan untuk memberikan efek jera yang sesuai dengan undang-undang yangmengaturnya. Sedangkan Upaya Non penal yang dapat dilakukan penyuluhan
hukum atau sosialisasi hukum dari Babinkabtibmas kepada badan instansi dan
lembaga-lembaga pendidikan terkait untuk memberikan cara pembinaan fisik
yang baik terhadap para mahasiswa dalam berorganisasi agar dapat meminimalisir
kekerasan, Pemasangan banner sebagai peringatan antisipasi terjadi kekerasan.,
Menganjurkan pada setiap organisasi kampus agar dapat melakukan pengawasan
yang diperketat ketika kegiatan berlangsung. Penulis menyarankan dalam
penelitian ini terkait penanggulangan kejahatan penganiayaan pada organisasi
pencinta alam adalah kepolisian hendaknya mengadakan kerjasama dengan
instansi maupun lembaga-lembaga terkait untuk melakukan sosialisasi atau
penyuluhan hukum, memberikan sanksi dan pembinaa kepada mahasiswa dalam
organisasi agar lebih mengerti dan memahami hukum, serta instansi maupum
lembaga-lembaga pendidikan dalam organisasi juga dapat memberikan arahan
serta memperketat pengawasan dalam pembinaan diksar (pendidikan dasar) dan
kegiatan-kegiatan lainnya.
Kata Kunci : Kriminologi, Kejahatan, Penganiayaan Organisasi Pencinta
Alam
Anggraini Desi Dwi 19120110292023-04-13T03:12:10Z2023-04-13T03:12:10Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70684This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/706842023-04-13T03:12:10ZPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR DALAM TRANSAKSI TRADING SAHAM ONLINE
Perkembangan teknologi informasi membawa dampak yang cukup signifikan pada bidang investasi yaitu saham. Saat ini salah satu bentuk saham yang menjadi alternatif investasi bagi masyarakat adalah trading saham online. Adapun pengguna trading saham online berdasarkan data OJK mengalami kenaikan yang signifikan selama 5 tahun terakhir. Skripsi ini membahas beberapa pokok permasalahan antara lain mengenai bagaimana kedudukan trading saham online dalam perspektif peraturan perundang-undangan di Indonesia serta bagaimana upaya perlindungan hukum terhadap investor sebagai konsumen dalam investasi online.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif-empiris dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis empiris. Adapun data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Metode pengumpulan data dilakukan dengan Studi Kepustakaan (library research) dan wawancara sebagai data tambahan. Analisis data dilakukan secara kualitatif atas data-data yang diperoleh dari hasil pengolahan data.
Hasil penelitian dan pembahasan, yakni antara lain kedudukan trading saham online dalam perspektif peraturan perundang-undangan di Indonesia adalah memiliki kekuatan hukum dinyatakan melalui Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang PT,serta Keputusan Bapepam dan POJK. Upaya perlindungan hukum yang diberikan ada
2 bentuk yaitu secara preventif dan represif. Secara preventif pemerintah sudah mengakomodasikan jaminan hukum terhadap pelaksanaan investasi trading saham online ini. Secara represifnya apabila terjadi kerugian terhadap investor sebagai konsumen maka bisa melakukan upaya melalui jalur litigasi dan nonlitigasi
Kata Kunci: Perlindungan hukum, Investor, Trading saham online
RAYVALQI THEO 18120113292023-04-13T02:38:26Z2023-04-13T02:38:26Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70670This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/706702023-04-13T02:38:26ZPERAN BADAN BANK TANAH DALAM RANGKA MENJAMIN
KEPEMILIKAN TANAH MELALUI PROGRAM
REFORMA AGRARIA
Abstrak
Indonesia mengalami kenaikan jumlah penduduk, mengakibatkan penerapan
manajemen pertanahan secepatnya dilakukan, sehingga tanah yang sifatnya statis
mampu menyediakan kebutuhan dasar masyarakat, pemerintah mengambil
langkah mendirikan Bank Tanah. Pengaturan Bank Tanah termaktub dalam Pasal
125 sampai 135 Undang-Undang Cipta Kerja, Peraturan Pengganti UndangUndang
No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah No. 64
Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah, serta Peraturan Presiden No.113 tahun
2021 tentang Struktur dan Penyelenggaraan Badan Bank Tanah. Permasalahan
dalam penelitian ini yaitu banyak masyarakat yang keliru tentang dibentuknya
Bank Tanah yang dinilai dapat menghidupkan kembali sistem domein verklaring.
Penelitian ini dilaksanakan untuk menjawab: 1.Bagaimana peran Badan Bank
Tanah dalam redistribusi tanah melalui program reforma agraria? 2.Bagaimana
pengaturan ideal Badan Bank Tanah dalam menjamin kepemilikan tanah melalui
program agraria?
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif
dengan cara pengumpulan data dan mempelajari berdasarkan bahan hukum yang
erat kaitannya dengan permasalahan hukum. Sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data primer dan sekunder
Hasil yang diperoleh dari penelitian: 1.Peran Bank Tanah yaitu melaksanakan
perencanaan, perolehan, pengadaan, pengelolaan, pemanfatan dan pendistribusian
tanah. Bank Tanah dalam menjamin kepemilikan tanah melalui program reforma
agraria melalui pendistribusian dengan melakukan kegiatan penyediaan dan
pembagian tanah untuk reforma agraria paling sedikit 30% dari tanah negara yang
diperuntukan untuk negara. 2.Pengaturan ideal Bank Tanah dalam menjamin
kepemilikan tanah melalui program reforma agraria yaitu Peraturan Pemerintah
Nomor 224 Tahun 1961 Tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah Dan Pemberian
Ganti Kerugian, dan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma
Agraria.
Kata Kunci : Peran, Bank Tanah, Reforma AgrariaAbstrack
Indonesia experienced an increase in population, resulting in the implementation
of land management as soon as possible, so that static land was able to provide
the basic needs of the community, the government took steps to establish a Land
Bank. Land Bank Regulation is contained in P origin 125 to 135 of the Kerj
Creation Law a, Regulation of Law No. 2 of 2022 concerning Job Creation,
Government Regulation No. 64 of 2021 concerning the Land Bank Agency, as
well as Presidential Regulation No. 113 of 2021 concerning the Structure and
Implementation of Land Bank Bodies. The problem in this study is that many
people are mistaken about the establishment of a Land Bank which is considered
to be able to revive the domein verklaring system. This research was carried out
to answer: 1.What the role of the Land Bank Agency in land redistribution
through agrarian reform programs? 2.What is the ideal arrangement of the Land
Bank Agency in guaranteeing land ownership through agrarian programs?
The research method used in this study is normative juridical by collecting data
and studying based on legal materials that are closely related to legal issues. The
data sources used in this study are primary and secondary data
The results obtained from the research: 1.The role Land Bank carrying out
planning, acquisition, procurement, management, concentration and distribution
of land. The Land Bank in guaranteeing land ownership through the agrarian
reform program through distribution by carrying out activities of providing and
dividing land for agrarian reform at least 30% of the state land intended for the
state. 2.The ideal regulation of the Land Bank in guaranteeing land ownership
through the agrarian reform program, namely Government Regulation Number
224 of 1961 concerning the Implementation of Land Division and Compensation,
and Presidential Regulation Number 86 of 2018 concerning Agrarian Reform.
Keywords : Role, Land Bank, Reforma Agraria. Meli19120110142023-04-12T07:21:34Z2023-04-12T07:21:34Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70646This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/706462023-04-12T07:21:34ZPERLINDUNGAN TERHADAP PEKERJA YANG TERKENA
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA MELALUI PROGRAM
JAMINAN KEHILANGAN PEKERJAAN Perekonomian isecara iglobal itahun i2021 imengalami iresesi iekonomi itajam iyaitu
ikisaran i4,4%-5,2%. iPasar ikerja imenjadi isalah isatu isektor iyang iterdampak idi
itandai idengan itingginya iangka ipemutusan ihubungan ikerja i(PHK). iPermasalahan
itersebut imembutuhkan iupaya iperlindungan ijaminan isosial iterhadap ipekerja iyang
iterkena iPHK, isalah isatu iupaya ipemerintah iuntuk imengatasi igejala iini iadalah
idengan imenyelenggarakan iprogram ijaminan ikehilangan ipekerjaan i(JKP).
Penelitian iini iakan imembahas idua ipermasalahan iyaitu ibagaimana iperlindungan
ipekerja iyang iterkena iPHK, idan iapa iurgensi idari iprogram ijaminan ikehilangan
ipekerjaan. iMetode iyang idigunakan iyaitu iyuridis inormatif, iyang idilakukan
iberdasarkan ibahan ihukum idengan icara imenelaah iteori, ikonsep, iasas-asas ihukum
iserta iperaturan iperundang-undangan iyang iberhubungan idengan ipenelitian iini.
Hasil
ipenelitian
iini
iyaitu
iterdapatnya
ikepastian
ihukum
idengan
iadanya
iperlindungan iterhadap ipekerja iyang iterkena iPHK imeliputi iaspek iperlindungan
ihukum, iperlindungan isosial, iperlindungan iekonomi, iserta iperlindungan iteknis.
iPerlindungan ihukum ipekerja iyang imengalami iPHK iterdapat ipada iUndang-
iUndang iNomor i13 iTahun i2003 itentang iKetenagakerjaan, iUU iNomor i11 iTahun
i2020 itentang iCipta iKerja idan iPeraturan iPemerintah iRepublik iIndonesia iNomor
i35 iTahun i2021 itentang iPerjanjian iKerja iWaktu iTertentu, iAlih iDaya, iWaktu iKerja
iDan iWaktu iIstirahat, idan iPemutusan iHubungan iKerja. iUrgensi iprogram iJKP
iyaitu imemberikan iperlindungan idan ijaminan idengan iterpenuhinya ikebutuhan
iekonomi ipekerja iyang iterkena ipemutusan ihubungan ikerja, imenjamin ipekerjaan
iyang ilayak iterhadap ipekerja iyang iterkena iPHK, imenjadikan ipekerja iyang ilebih
ibermutu idan iproduktif.
Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Pemutusan Hubungan Kerja, Jaminan
Kehilangan Pekerjaan.
The iglobal ieconomy iin i2021 iwill iexperience ia isharp ieconomic irecession, iwhich iis
iin ithe irange iof i4.4% i-5.2%. iThe ilabor imarket iis ione iof ithe isectors iaffected,
imarked iby ithe ihigh inumber iof ilayoffs i(PHK). iThis iproblem irequires iefforts ito
iprotect isocial isecurity ifor iworkers iaffected iby ilayoffs, ione iof ithe igovernment's
iefforts ito iovercome ithis iphenomenon iis ito iorganize ia ijob iloss iinsurance iprogram
i(JKP).
This iresearch iwill idiscuss itwo iissues, inamely ihow ito iprotect iworkers iaffected iby
ilayoffs, iand iwhat iis ithe iurgency iof ithe ijob iloss iinsurance iprogram. iThe imethod
iused iis inormative ijuridical, iwhich iis icarried iout ibased ion ilegal imaterial iby
iexamining itheories, iconcepts, ilegal iprinciples iand ilaws iand iregulations irelated ito
ithis iresearch.
The iresults iof ithis istudy iare ithat ithere iis ilegal icertainty iwith iprotection ifor
iworkers iaffected iby ilayoffs icovering iaspects iof ilegal iprotection, isocial iprotection,
ieconomic iprotection, iand itechnical iprotection. iLegal iprotection ifor iworkers iwho
ihave iexperienced ilayoffs iis icontained iin iLaw iNumber i13 iof i2003 iconcerning
iManpower, iLaw iNumber i11 iof i2020 iconcerning iJob iCreation iand iGovernment
iRegulation iof ithe iRepublic iof iIndonesia iNumber i35 iof i2021 iconcerning iWork
iAgreements ifor iSpecific iTime, iOutsourcing, iWorking iTime iand iRest iTime, iand
iTermination iof iEmployment. iThe iurgency iof ithe iJKP iprogram iis ito iprovide
iprotection iand iguarantees iby imeeting ithe ieconomic ineeds iof iworkers iaffected iby
itermination iof iemployment, iguaranteeing idecent iwork ifor iworkers iaffected iby
ilayoffs, imaking iworkers iof ihigher iquality iand imore iproductive.
Keywords: Legal Protection, Termination of Employment, Job Loss Guarantee. MELIYANA FEBI19120110642023-04-12T06:40:18Z2023-04-12T06:40:18Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70623This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/706232023-04-12T06:40:18ZPEMENUHAN HAK-HAK ANAK BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014
TENTANG PERLINDUNGAN ANAK
(Studi di Yayasan Mastal Musammid Panti Asuhan Miftahul Jannah Bandar
Lampung)
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki generasi penerus bangsa
yang terbilang banyak. Anak-anak di Indonesia sebagai generasi bangsa sudah
selayaknya memiliki jaminan kesejahteraan terpenuhinya hak-hak anak.
Pemenuhan hak anak tersebut diatur dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Lembaga Kesejahtereraan Sosial Anak (LKSA) menjadi
lembaga yang membantu pemerintah dalam memenuhi kesejahteraan anak. Salah
satu LKSA di Bandar Lampung yang berusaha meningkatkan kesejahteraan anak
yaitu Yayasan Mastal Musammid Panti Asuhan Miftahul Jannah Bandar Lampung.
Penelitian ini mengkaji bagaimana pemenuhan hak-hak anak di Yayasan Mastal
Musammid Panti Asuhan Miftahul Jannah berdasarkan Undang-undang Nomor 35
Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak serta faktor pendorong dan faktor
penghambat apa saja yang dihadapi Yayasan Mastal Musammid Panti Asuhan
Miftahul Jannah Bandar Lampung dalam memenuhi hak-hak anak berdasarkan
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Penelitian ini merupakan penelitian normatif empiris dengan tipe penelitian
deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif yakni pendekatan teori, asas hukum serta perundangundangan.
Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data dengan cara studi
lapangan dan studi kepustakaan, diolah dengan metode pengolahan data yaitu
identifikasi data, verifikasi data, editing data, dan sistematika data serta analisis data
yang dilakukan secara kualitatif.
Hasil dari penelitian menjelaskan bahwa pemenuhan hak anak berdasarkan
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2003 pada Yayasan Mastal Musammid Panti Asuhan Miftahul Jannah sudah
terpenuhi baik yaitu hak pendidikan, hak beribadah, hak mendapatkan kasih sayang,
hak atas sandang pangan papan, hak untuk bermain dan pelayanan kesehatan,
jaminan keamanan, hak mengembangkan diri bahkan anak-anak mendapatkan perlakuan yang sama baik di masyarakat atau dimata hukum. Dalam upaya
memenuhi hak-hak anak tersebut, terdapat beberapa faktor pendukung dan
penghambat. Faktor pendukung tersebut diantaranya Yayasan Mastal musammid
Panti Asuhan Miftahul Jannah memiliki fasilitas Pendidikan, pengembangan diri,
fasilitas beribadah yang lengkap dan memiliki hubungan yang baik dengan
masyarakat sekitar. Tetapi dalam memenuhi hak tersebut faktor penghambatnya
dimana Panti Asuhan Miftahul Jannah sering kali mengalami kekurangan dana
operasional panti, terbatasnya sumber daya pengasuh untuk mengontrol anak-anak
panti serta kurangnya kerjasama dengan pemerintah. Secara keseluruhan hak-hak
anak berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak sudah berhasil diterapkan di
Panti Asuhan Miftahul Jannah.
Pemenuhan hak-hak anak yang dilakukan Panti Asuhan Miftahul Jannah perlu
bantuan dari pemerintah. Pemerintah Kota Bandar Lampung hendaknya lebih pro
aktif dalam memberikan dukungan kepada LKSA seperti Panti Asuhan Miftahul
Jannah. Panti Asuhan Miftahul Jannah sebagai LKSA sudah selayaknya lebih
memperhatikan kesejahteraan anak khususnya pada anak-anak usia di bawah 10
tahun dengan menambahkan jumlah pengasuh guna memastikan setiap anak di
panti bisa mendapatkan perhatian yang maksimal.
Kata Kunci : Hak-Hak Anak, Perlindungan Anak, Panti AsuhanINDRYA CHAVYTA 19120112432023-04-12T04:14:14Z2023-04-12T04:14:14Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70590This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/705902023-04-12T04:14:14ZCOVER
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP
TINDAK PIDANA PENYEROBOTAN TANAH
(Studi Putusan Nomor: 13/PID/2019/PT.Tjk)
Tindak pidana penyerobotan tanah yang dilakukan oleh terdakwa dalam putusan
nomor: 13/Pid/2019/PT.Tjk dituntut pidana oleh penuntut umum dengan pidana
penjara selama 2 (dua) tahun dengan perintah terdakwa selanjutnya untuk ditahan.
Kemudian perkara di teruskan ke pengadilan tinggi lampung dan terdakwa dijatuhi
hukuman pidana penjara selama 1 (satu) tahun oleh hakim pengadilan tinggi
lampung. Permasalahan dalam penelitian ini 1) Bagaimanakah penegakan hukum
terhadap tindak pidana penyerobotan tanah dalam putusan Nomor:
13/PID/2019/PT.Tjk. 2) Apakah faktor penghambat penegakan hukum terhadap
tindak pidana penyerobotan tanah pada putusan Nomor: 13/PID/2019/PT.Tjk.
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang didukung dengan
penelitian empiris. Sumber data didukung dengan data premier dan data sekunder.
Penelitian ini melibatkan responden Hakim Pengadilan Tinggi Tanjung Karang,
Kejaksaan Tinggi Lampung, dan Dosen Hukum Pidana Universitas Lampung. Data
akan dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan 1) penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana
penyerobotan tanah dalam putusan Nomor: 13/PID/2019/PT.Tjk diselesaikan
melalui tahap formulasi, tahap aplikasi dan tahap eksekusi. Pada tahap formulasi,
terpenuhinya unsur berikutnya yaitu adanya obyek perbuatan kepada terdakwa.
Sepertihalnya perkara pada penelitian ini, yang dimaksud secara materiil adalah
benda tak bergerak yaitu tanah seluas 19.620 m
2
. Pada tahap aplikasi, pasal yang
dikenakan terhadap pelaku penyerobotan tanah dalam studi Putusan Nomor:
13/Pid/2019/PT.Tjk dapat ditekankan pada Pasal 385 Ayat (1) KUHPidana, ada
penegasan kata “tanpa hak” dalam penguasaan tanah yang dilakukan pelaku,
sehingga menunjukkan adanya pihak lain yang memiliki hak atas tanah, dengan
ancaman hukuman 4 (empat) tahun penjara. Pada tahap eksekusi, Berdasarkan
fakta-fakta hukum, terdakwa telah memenuhi keseluruhan unsur-unsur perbuatan
Wandri Desmon
tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pada pasal 385 Ayat (1) KUHP.
Keputusan Majelis Hakim pada studi Putusan Nomor 13/PID/2019/PT.Tjk, Majelis
Hakim memutuskan menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan
pidana penjara selama 1 (satu) tahun. 2) Faktor yang menjadi penghambat dalam
penegakan hukum tindak pidana penyerobotan tanah setidaknya terlihat dalam 3
hal. Pertama, faktor-faktor penegakan hukum itu sendiri. Kedua, logika hukum dari
pasal-pasalnya yang tidak konsisten satu sama lain. Ketiga, ancaman pasal dari
tindak pidana yang bersangkutan sangat rendah dan nyaris tidak masuk akal.
Penulis menyarankan 1) Penegakan hukum memerlukan tahap yang sistematis,
penegakan hukum harus dilihat secara menyeluruh mulai dari tahap formulasi
sampai dengan tahap eksekusi. Pada tahap formulasi penulis merasa legislatif dan
pemerintah perlu mengkaji ulang terkait dengan kebijakan yang mengatur tindak
pidana penyerobotan tanah. Pada tahap aplikasi aparat penegak hukum harus lebih
cermat dan tegas agar aturan-aturan yang ada terkait dengan tindak pidana
penyerobotan tanah dapat dijalankan dengan baik. Pada tahap eksekusi aparat
penegak hukum harus lebih memperhatikan substansi hukum dalam pasal 385 Ayat
(1) dan aturan lain yang berkaitan dengan tindak pidana penyerobotan tanah
termaksud dalam hal ini PERMA No.1 Tahun 2016 tentang mediasi perlu
dijalankan. 2) penyelesaian kasus tindak pidana penyerobotan tanah selayaknya
dapat melakukan upaya mediasi terlebih dahulu sesuai ketentuan PERMA No.1
Tahun 2016 tentang mediasi.
Kata Kunci: Penegakan Hukum, Penyerobotan Tanah.
DESMON WANDRI 19520110082023-04-12T03:03:52Z2023-04-12T03:03:52Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70556This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/705562023-04-12T03:03:52Z
KEABSAHAN ALAT BUKTI KETERANGAN SAKSI YANG MEMILIKI
HUBUNGAN SEDARAH DENGAN TERDAKWA DALAM TINDAK PIDANA
PENCURIAN DI LINGKUP KELUARGA
(Studi Putusan nomor : 172/Pid.B/2021/PN.Kot)
Penelitian ini mengkaji dan menjawab permasalahan mengenai pengaturan dan
penerapan hukum pidana dalam tindak pidana pencurian dalam keluarga, keabsahan
alat bukti keterangan saksi yang memiliki hubungan darah terhadap terdakwa dan
kekuatan alat bukti keterangan saksi yang memiliki hubungan sedarah dengan
terdakwa sesuai dengan putusan No 172/Pid.B/2021/PN.Kot. permasalahan yang akan
dibahas dalam penelitian ini adalah, bagaimana keabsahan alat bukti keterangan saksi
yang memiliki hubungan sedarah dengan terdakwa dalam tindak pidana pencurian
dilingkup keluarga, serta bagaimana kekuatan alat bukti tersebut dalam hakim
memutuskan perkara dipengadilan.
Metode yang digunakan penulis dalam penyusunan skripsi ini adalah dengan
menggunakan metode pendekatan Yuridis Normatif. Data yang digunakan adalah data
primer dan di dukung data sekunder dengan metode pengumpulan data menggunakan
metode Library Research dan, dan untuk memperkaya penelitian ini dilegkapi dengan
melakukan wawancara terhadap narasumber kepada Hakim dan Jaksa.
Bahwa keterangan saksi yang memiliki hubungan darah terhadap terdakwa tindak
pidana pencurian dalam keluarga apabila diberikan di bawah sumpah yang dilakukan
atas kehendak mereka dan kehendaknya itu disetujui secara tegas oleh penuntut umum
dan terdakwa, memiliki nilai sebagai alat bukti yang sah. Perkara tindak pidana
pencurian dalam keluarga no 172/Pid.B/2021 PN.Kot, saksi yang memiliki hubungan
darah dengan terdakwa dapat memberikan keterangan di bawah sumpah karena mereka
menghendaki dan kehendaknya itu disetujui secara tegas oleh Jaksa Penuntut Umum
dan Terdakwa sehingga keterangan mereka menjadi alat bukti yang sah. Pada perkara
tindak pidana pencurian dalam keluarga, saksi yang memiliki hubungan darah
memberikan keterangan dengan sumpah. Nilai dan kekuatan alat bukti keterangan saksi
adalah tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat
sehingga hakim mempunyai kebebasan untuk menilainya
Ketentuan hukum keterangan saksi sebagai alat bukti dalam perkara pidana dapat
dilihat dalam Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana, akan tetapi perlunya
kedepan adanya perubahan terhadap undang-undang ini yang mana harus memberikan
porsi lebih terhadap kedudukan keterangan saksi keluarga sebagai alat bukti karena
lebih memudahkan para penegak hukum untuk mengungkap perkara pidana.
Kata Kunci: Keterangan Saksi, Pencurian, Tindak Pidana
This study examines and answers problems regarding the regulation and application
of criminal law in the criminal act of theft in the family, the validity of evidence of
witness testimony that has a blood relationship with the defendant and the strength of
the evidence of witnesses who have an inbreeding relationship with the defendant in
accordance with decision No. 172/Pid.B/2021/PN. Kot. The problems that will be
discussed in this study are, how is the validity of the evidence of witness testimony that
has an inbreeding relationship with the defendant in the criminal act of theft within the
family, as well as how the strength of the evidence in the judge decides the case in
court.
The method used by the author in the preparation of this thesis is to use the Normative
Juridical approach method. The data used is primary data and is supported by
secondary data with data collection methods using the Library Research method and,
and to enrich this research is supported by conducting interviews with sources to
judges and prosecutors.
That the testimony of a witness who is related by blood to the accused of the crime of
theft in the family if given under oath done on their will and his will is expressly
approved by the public prosecutor and the accused, has value as valid evidence.
Criminal case of theft in the family no 172/Pid.B/2021 PN. Kot, witnesses who are
related by blood to the accused may give testimony under oath because they wish and
his will is expressly approved by the Public Prosecutor and the Defendant so that their
testimony becomes valid evidence. In the case of criminal theft in the family, a witness
who is related by blood gives testimony under oath. The value and strength of the
evidence of witness testimony is that it does not have the value of perfect and binding
evidentiary power so that the judge has the freedom to judge it
The legal provisions of witness testimony as evidence in criminal cases can be seen in
the Criminal Procedure Code, but it is necessary in the future to change this law which
must provide more portion of the position of family witness testimony as evidence
because it makes it easier for law enforcement to disclose criminal cases.
Keywords: Witness Testimony, Theft, Criminal ActSimbolon King Stone 19120110232023-04-12T03:03:09Z2023-04-12T03:03:09Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70561This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/705612023-04-12T03:03:09Z
ANALISIS PENJATUHAN PIDANA TERHADAP NELAYAN ASING PELAKU
TINDAK PIDANA MENANGKAP IKAN TANPA SURAT IZIN
(Studi Putusan Nomor : 4/Pid.Sus-PRK/2020/PN.Bit)
Nelayan asing yang melakukan tindak pidana menangkapan ikan tanpa surat izin
di ZEEI hanya dijatuhkan pidana denda tanpa pidana pengganti kurungan,
meskipun hanya dijatuhkan pidana denda, sanksi tersebut harus memberi efek jera
dan memberi rasa keadilan.permasalhan yang akan dibahas dalam penelitian ini
adalah: bagaimanakah penjatuhan pidana terhadap nelayan asing pelaku tindak
pidana menangkap ikan tanpa surat izin dan apakah penjatuhan pidana terhadap
pelayan asing pelaku tindak pidana menangkap ikan tanpa surat izin sudah
memenuhi nilai-nilai keadilan.
Metode yang digunakan penulis dalam menyusun skripsi ini adalah dengan
menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, merupakan suatu pendekatan
penelitian hukum studi kepustakaan, dan untuk memeperkaya penelitian ini
dilengkapi dengan melakukan wawancara terhadap narasumber kepada hakim dan
akademisi.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik simpulan penjatuhan
pidana terhadap tindak pidana melakukan penangkapan ikan tanpa surat izin
penangkapan ikan (SIPI) serta melakukan usaha dibidang penangkapan ikan tanpa
surat izin usaha perikanan (SIUP) dalam putusan Nomor: 4/Pid.SusPRK/2020/PN.
sesuai
ketentuan
dalam
United
Nations
Convention
on
the
Law
of
the
Sea (UNCLOS) 1982 yang telah diratifikasi oleh Indonesia yaitu dalam
Undang-Undang No.17 Tahun 1985 tentang Pengesahan UNCLOS 1982. Sesuai
ketentuan UNCLOS 1982 Pasal 73 Ayat (3) hukuman yang diberikan Hakim
terhadap kapal perikanan asing tersebut tidaklah boleh mencakup hukuman
pengurungan, jika belum ada perjanjian antara negara-negara yang bersangkutan.
Pidana yang dijatuhkan hakim dalam putusan Nomor: 4/Pid.SusPRK/2020/PN.Bit
sesuai
ketentuan
dalam
United
Nations
Convention
on
the
Law
of
the Sea (UNCLOS) 1982 yang telah diratifikasi oleh Indonesia yaitu dalam
Undang-Undang No.17 Tahun 1985 tentang Pengesahan UNCLOS 1982. Maka pada terdakwa Arnil Daberao Canopin, hakim hanya menjatuhkan pidana denda
sebesar Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah). Pidana dijatuhkan hakim
tersebut belum cukup memberikan efek jera dan belum dapat menjadi
pembelajaran nelayan asing agar tidak melakukan kesalahan serupa.
Saran dari penelitian ini yaitu diharapkan terhadap nelayan asing yang melakukan
penangkapan ikan tanpa surat izin di ZEEI dirumuskan sanksi lain pengganti
pidana kurungan atau pidana penjara bilamana tidak dapat membayar denda.
Diharapkan dengan adanya ketentuan sanksi lain pengganti denda terhadap
nelayan asing pelaku penangkapan ikan tanpa surat izin di ZEEI dapat
memberikan efek jera terhadap nelayan asing dan dapat memberi rasa keadilan
terhadap nelayan lokal.
Kata Kunci : Penjatuhan Pidana, Nelayan Asing, Tindak Pidana Menangkap
Ikan Tanpa Izin.
Foreign fishermen who commit criminal acts of fishing without a license in the
EEZ are only subject to fines without a substitute for confinement, even if they are
only imposed with fines, these sanctions must have a deterrent effect and provide
a sense of justice. Fishing without a license already meets the values of justice.
The method used by the author in compiling this thesis is to use the normative
juridical approach method, the normative approach is a legal research approach to
literature studies, and to enrich this research is complemented by conducting
interviews with speakers to judges and academics.
Based on the results of research and discussion, conclusions can be drawn on the
criminal act of fishing without a fishing license (SIPI) and conducting business in
the field of fishing without a fishery business license (SIUP) in decision Number:
4 / Pid.Sus-PRK / 2020 / PN. in accordance with the provisions in the United
Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 which has been
ratified by Indonesia, namely in Law No.17 of 1985 concerning ratification of
UNCLOS 1982. In accordance with the provisions of UNCLOS 1982 Article 73
Paragraph (3) the punishment given by the Judge to the foreign fishing vessel
shall not include a penalty of confinement, if there has not been an agreement
between the countries concerned. The sentence imposed by the judge in the
judgment Number: 4/Pid.Sus-PRK/2020/PN. Bit in accordance with the
provisions in the United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS)
1982 which has been ratified by Indonesia, namely in Law No.17 of 1985
concerning ratification of UNCLOS 1982. So on the defendant Arnil Daberao
Canopin, the judge only imposed a fine of Rp. 300,000,000,- (three hundred
million rupiah). The sentence imposed by the judge has not had enough deterrent
effect and has not been able to learn foreign fishermen not to make similar
mistakes. The suggestion of this study is that it is expected that foreign fishermen who fish
without a license in the EEZ formulate other sanctions in lieu of imprisonment or
imprisonment if they cannot pay a fine. It is hoped that the provision of other
sanctions in lieu of fines against foreign fishermen who are fishing without a
license in the EEZ can have a deterrent effect on foreign fishermen and can
provide a sense of justice to local fishermen.
Keywords : Criminal Convictions, Foreign Fishermen, Criminal Acts of
Fishing Without Permission.
Uli Lumbantobing Riani Deyana19120111022023-04-11T04:26:09Z2023-04-11T04:26:09Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70526This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/705262023-04-11T04:26:09ZKAJIAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN MEMINDAHKAN
ATAU MENTRANSFER INFORMASI ELEKTRONIK DAN ATAU
DOKUMEN ELEKTRONIK
(Studi Putusan Nomor: 527/Pid.Sus/2020/PN Smn)
Salah satu bentuk kejahatan berbasis internet (cyber crime) adalah kejahatan
memindahkan atau mentransfer informasi elektronik dan atau dokumen elektronik
yang termuat dalam Putusan Nomor:527/Pid.Sus/2020/PN Smn, terdakwa bernama
Agus Dwi Cahyo dalam hal ini telah melakukan akses illegal terhadap beberapa
website milik beberapa instansi pemerintah yang dipergunakkan untuk layanan
publik. Kejahatan yang dilakukan oleh hacker ini telah menimbulkan keresahan dan
rasa tidak aman bagi masyarakat terutama pada website yang diperuntukkan
sebagaimana layanan publik tersebut, oleh sebab itu perlu dilakukan upaya yang
lebih maksimal oleh setiap pihak dalam menanggulangi kejahatan ini.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah, apakah faktor penyebab terjadinya
kejahatan memindahkan atau mentransfer Informasi elektronik dan atau dokumen
elektronik dan bagaimanakah upaya penanggulangan kejahatan memindahkan atau
mentransfer informasi elektronik dan atau dokumen elektronik.
Metode penelitian yang digunakan penulis adalah pendekatan yuridis normatif dan
yuridis empiris . Narasumber dalam penelitian ini terdiri dari pihak Kepolisian pada
Ditreskrimsus Siber Polda Lampung, pihak Dinas Kominfo Kota Bandar Lampung,
Dosen Sosiologi Kriminologi Bagian Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)
Universitas Lampung dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum
Universitas Lampung, serta analisis pengumpulan data dengan studi pustaka dan
studi lapangan yang dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa adapun faktor yang mempengaruhi pelaku
melakukan kejahatan tersebut yakni adalah faktor ekonomi, serta karena adanya
ketersediaan target yang sesuai, yang mana dengan adanya kerentanan atau
kelemahan website pada server atau database yang di retas oleh pelaku membuat pelaku dengan mudahnya untuk melakukan kejahatan tersebut, serta karena tidak
adanya pengawal atau pengawas, jadi dengan tidak dimilikinya early warning
system atau sistem peringatan dini yang mana hendak terjadinya peretasan atau
pembobolan suatu website. Upaya penanggulangan yang dapat dilakukan yaitu:
Upaya Penal, yang menitikberatkan pada pelaku agar penegak hukum dapat
memberikan hukuman sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.Upaya
Non Penal, upaya dalam tataran pencegahan sebelum terjadinya kejahatan berupa
pendekatan teknologi dengan meningkatkan pengamanan dan keamanan dengan
melakukan penguatan sistem, yang dalam hal sistem keamanan masing-masing
agar lebih diperkuat dan di upgrade dengan cara berkala dan rutin,serta pendekatan
edukatif berupa penyuluhan atau pembinaan kepada masyarakat agar tidak menjadi
korban atau pelaku kejahatan .
Saran pada penelitian ini yaitu agar masyarakat serta aparatur penegak hukum yang
terikat dapat mencegah terjadinya kejahatan serupa dikemudian hari serta
Hendaknya agar seluruh elemen masyarakat serta pihak-pihak yang terkait
diharapkan agar lebih meningkatkan kerjasama dalam penanggulangan dan
penindakan tindak kejahatan ini serta menutup celah terjadinya kejahatan.
Kata Kunci: Kriminologis, Kejahatan Memindahkan/mentransfer
informasi/dokumen elektronik, Penanggulangan Kejahatan.BANCIN LOIS LAMINOLA 19120110262023-04-11T03:06:21Z2023-04-11T03:06:21Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70522This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/705222023-04-11T03:06:21ZPELAKSANAAN PERATURAN WALIKOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 1
TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN
LALU LINTAS JALAN DAN PERLENGKAPAN JALAN
DI KOTA BANDAR LAMPUNG
Penyelenggaraan lalu lintas jalan yang baik dan perlengkapan jalan yang memadai
merupakan pendukung terciptanya ketertiban dan keselamatan lalu lintas, oleh
diberlakukan Peraturan Walikota Nomor 1 Tahun 2018 tentang Tata Cara
Penyelenggaraan Lalu Lintas Jalan dan Perlengkapan Jalan di Kota Bandar
Lampung. Permasalahan: (1) Bagaimanakah pelaksanaan Peraturan Walikota
Bandar Lampung Nomor 1 Tahun 2018? (2) Faktor-faktor apakah yang menjadi
penghambat pelaksanaan Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 1 Tahun
2018?
Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif dan empiris. Jenis
data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data
dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan dan selanjutnya dianalisis
secara kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Pelaksanaan Peraturan Walikota Bandar
Lampung Nomor 1 Tahun 2018 dilaksanakan oleh Dinas Perhubungan Kota
Bandar Lampung dengan tahapan Perumusan Kebijakan Teknis Penyelenggaraan
Lalu Lintas Jalan dan Perlengkapan Jalan, melaksanakan manajemen lalu lintas
yang mencakup manajemen kapasitas dan manajemen prioritas serta menyediakan
Perlengkapan Jalan yang meliputi Rambu lalu lintas, Marka jalan, Alat pemberi
isyarat lalu lintas, Alat Penerangan Jalan, Alat pengendali pemakai jalan, Alat
pengaman pemakai jalan, Fasilitas Pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan
jalan yang berada di jalan maupun di luar badan dan fasilitas pendukung
penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan. (2) Faktor-faktor penghambat
terhadap pelaksanaan Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 1 Tahun 2018
terdiri dari terkonsentrasinya berbagai aktivitas di pusat kota, banyaknya
Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berjualan di trotoar, rendahnya kedisiplinan
pemakai jalan, banyaknya terminal bayangan di sepanjang tepi jalan, tidak
maksimalnya rambu lalu lintas dan adanya hambatan samping yang ada
menyebabkan kapasitas ruas jalan menurun.
Kata Kunci: Pelaksanaan, Penyelenggaraan Lalu Lintas, Perlengkapan Jalan
The implementation of good road traffic and adequate road equipment is a
supporter of the creation of traffic order and safety, therefore the Bandar
Lampung City Government enforces Mayor Regulation Number 1 of 2018
concerning Procedures for the Implementation of Road Traffic and Road
Equipment in Bandar Lampung City. The problems of this research are: (1) How
is the implementation of Bandar Lampung Mayor Regulation Number 1 of 2018?
(2) What are the factors that hinder the implementation of Bandar Lampung
Mayor Regulation Number 1 of 2018?
The problem approach used is normative and empirical juridical. The types of
data used are primary data and secondary data. The data was collected by means
of a literature study and a field study and then analyzed qualitatively.
The results of this study indicate: (1) The implementation of the Bandar Lampung
Mayor Regulation Number 1 of 2018 is carried out by the Bandar Lampung City
Transportation Service with the stages of Formulating a Technical Policy for the
Implementation of Road Traffic and Road Equipment, carrying out traffic
management which includes capacity management and priority management as
well as providing Road equipment which includes traffic signs, road markings,
traffic signaling devices, road lighting devices, road user control devices, road
user safety devices, supporting facilities for traffic activities and road
transportation on the road and outside the body and supporting facilities traffic
management and road transport. (2) The factors that hinder the implementation of
the Bandar Lampung Mayor Regulation Number 1 of 2018 consist of the
concentration of various activities in the city center, the large number of Street
Vendors (PKL) selling on the sidewalks along the city protocol roads, the low
discipline of road users, the large number of shadow terminals along the edge of
the road, traffic signs are not optimal and the existing side barriers cause the
capacity of the road segment to decrease.
Keywords: Implementation, Traffic Management, Road Equipment
MARSEL SETIAWAN MUHAMMAD 16520112502023-04-10T07:51:56Z2023-04-10T07:51:56Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70530This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/705302023-04-10T07:51:56ZPENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA KEKERASAN
SEKSUAL PADA PEREMPUAN DISABILITAS MENTAL
(Studi Pada Kepolisian Sektor Tanjung Karang Barat)ABSTRAK
Hak seseorang penyandang Disabilitas Mental sering terabaikan, baik secara
personal maupun secara hukum. Fokus terhadap penderita Disabilitas Mental
dalam lingkup hukum dan perlindungan korban menjadi menjadi hal yang tabu
dimasyarakat, karena pada kehidupan bermasyarakat banyak sekali oknum yang
tidak bertanggung jawab dan menyampingkan hak Disabilitas Mental sehingga
dapat menjadi korban kekerasan seksual yang tidak lain dilakukan oleh masyarakat
itu sendiri. Salah satu contoh kasus kekerasan seksual pada perempuan disabilitas
mental terjadi di Bandar Lampung, dua orang pria tidak dikenal melakukan
pemerkosaan terhadap seorang wanita yang diduga mengalami gangguan
kejiwaan, yang aksinya tersebut terekam kamera pantau ETLE, namun dalam
kenyataanya setelah berjalan satu bulan sejak kejadian tersebut pihak berwajib
belum menemukan titik temu, walaupun fakta di lapangan menunjukan adanya
saksi dalam kejadian tersebut. Permasalahan penelitian ini yaitu bagaimanakah
penegakan hukum terhadap tindak pidana kekerasan seksual pada perempuan
Disabilitas Mental dan apakah faktor yang menjadi penghambat penegakan
hukum pidana pada perempuan Disabilitas Mental.
Metode yang digunakan dalam menyusun skripsi ini menggunakan metode
pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Sumber dan jenis
data yang digunakan antara lain terdiri dari data primer dan data sekunder. Pihak
yang menjadi Narasumber yaitu Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial
Provinsi Lampung, Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas
Lampung, Bhabinkamtibmas Kelurahan Sukadanaham Kecamatan Tanjung
Karang Barat, Penyidik pada Kepolisian Sektor Tanjung Karang Barat. Metode
pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan studi lapangan. Analisis data
yang digunakan adalah analisis kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan penegakan hukum bagi
perempuan penyandang disabilitas sebagai korban kekerasan diatur dalam
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas serta Konvensi-konvensi
Internasional yang telah diratifikasi oleh negara Indonesia. Perlindungan
perempuan penyandang disabilitas dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara
litigasi dan non-litigasi. Perlakuan aparat penegak hukum dalam menagani kasus
kekerasan perempuan penyandang disabilitas mental lebih cenderung positivistik
hanya berpatokan pada peraturan yang ada tanpa memahami aspek-aspek lain
sebagai penunjang kebutuhan perempuan penyandang disabilitas mental sebagai
korban kekerasan. Implemantasi Penegakan hukum sebagaimana dimaksud dalam
penelitian ini, secara umum hanya sampai pada tahap Kepolisian dikarenakan
terdapat beberapa faktor penghambat yang mempengaruhi proses penegakan
hukum tersebut yaitu faktor sarana dan prasarana dan tidak adanya saksi dan
kurangnya alat bukti dikarenakan adanya ketidak sempurnaan akal sehingga
mempersulit mendapat keterangan dalam penyidikan atau dimeja persidangan.
Saran yang dapat penulis sampaikan dalam penelitian ini yaitu perempuan
penyandang disabilitas mental sebagai korban kekerasan seksual juga
membutuhkan perlindungan secara non-litigasi. Dalam hal ini peran lembaga
bantuan hukum atau organisasi disabilitas sangat penting untuk mendampingi
korban dan dapat membantu dalam hal pemulihan trauma psikis. Diharapkan
adanya perbaikan regulasi penegakan hukum dan sarana prasaran bagi
penyandang disabilitas terutama disabilitas mental. Serta dilakukannya upaya
penyuluhan hukum mengenai penangan hukum terhadap perempuan disabilitas
mental yang mengalami kekerasan seksual, hal ini tidak hanya untuk masyarakat
melaikan aparatur negara yang bertugas menegakan keadilan, terutama bagi para
perempuan penyandang disabilitas mental.
Kata Kunci: Penegakan Hukum, Perempuaan, dan Disabilitas Mental.Ihza At Thoriq M. Ryas 18120110762023-04-10T07:30:20Z2023-04-10T07:30:20Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70518This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/705182023-04-10T07:30:20ZPENERAPAN SANKSI ADMINISTRATIF TERHADAP PENYELENGGARAAN
PERIZINAN BANGUNAN GEDUNG YANG TIDAK SESUAI DENGAN
PERSETUJUAN BANGUNAN GEDUNG DI KABUPATEN WAY KANAN Penyelenggaraan bangunan gedung di Kabupaten Way Kanan masih belum optimal,
terindikasi oleh masih terdapatnya bangunan gedung yang tidak sesuai dengan
peruntukan sesuai perizinan yang telah disahkan saat mendirikan bangunan gedung.
Masalah yang dielaborasi dalam skripsi ini ialah bagaimana pengawasan terhadap
bangunan gedung di Kabupaten Way Kanan, dan bagaimana penerapan sanksi
administratif terhadap bangunan gedung yang tidak sesuai dengan persetujuan
bangunan gedung di Kabupaten Way Kanan.
Metode penelitian menggunakan analisis yuridis, hal ini dilakukan agar dapat
memperoleh data yang akurat dengan sebuah kegiatan ilmiah yang berprospek pada
pengembangan ilmu pengetahuan hukum. Metode penelitian juga digunakan untuk
mencari jawaban atas permasalahan-permasalahan penyelenggaraan perizinan
bangunan gedung yang tidak sesuai dengan persetujuan bangunan gedung di kabupaten
way kanan. Adapun Pendekatan masalah dalam proses pengumpulan data pada
penelitian maka menggunakan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembangunan dan tertib peraturan perundangundangan
di Kabupaten Way Kanan telah dilakukan melalui pengawasan secara
terjadwal dan telah dilaksanakan sesuai prosedur yang berlaku. Meskipun demikian,
masih ditemukan adanya bangunan Gedung yang tidak sesuai dengan peruntukannya, karena itu penerapan sanksi administratif sejauh ini sudah pernah dilakukan pada saat
pengawasan langsung dengan diberikan surat peringatan dan instruksi terkait prosedur
selanjutnya sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2016 tentang Retribusi Izin
Mendirikan Bangunan. Sehingga masyarakat yang melanggar akan menerima sanksi
administratif dan langsung melaksanakannya sesuai prosedur yang berlaku.
Kata Kunci: Persetujuan Bangunan Gedung , Sanksi
Administrasi, Perizinan The construction of buildings in Way Kanan Regency is still not optimal, as
indicated by the presence of buildings that are not in accordance with the
designation according to the permits that have been approved when constructing
buildings. The problems elaborated in this thesis are how to supervise buildings
in Way Kanan Regency, and how to apply administrative sanctions to buildings
that are not in accordance with building approvals in Way Kanan Regency.
The research method uses juridical analysis, this is done in order to obtain
accurate data with a scientific activity that has prospects for the development of
legal knowledge. The research method is also used to find answers to problems
with the implementation of building permits that are not in accordance with
building approvals in Way Kanan Regency. As for the problem approach in the
process of collecting data in research, it uses a normative juridical and empirical
juridical approach.
The results of the study show that development and orderly legislation in Way
Kanan Regency have been supervised on a scheduled basis and have been carried
out according to procedures. Even so, there are still buildings that are not in
accordance with their designation. As for the application administrative buildings that are not in accordance with their designation, so far this has been
done during direct supervision by being given a warning letter and instructions
related to further procedures, in accordance with Regional Regulation Number
5 of 2016 concerning Building Permit Retribution. So that people who violate it
will receive administrative sanctions and immediately improve the building
approval requirements according to construction procedures..
Keywords: Building Approval, Administrative Sanctions, LicensingDAMAYANA APRIMA18420110092023-04-10T04:05:56Z2023-04-10T04:05:56Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70514This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/705142023-04-10T04:05:56ZANALISIS YURIDIS TERHADAP PENDAFTARAN MEREK DENGAN ITIKAD TIDAK BAIK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR
20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS (Studi Putusan Nomor 67/Pdt.Sus-HKI/MEREK/2020/PN.Niaga/Jkt.Pst.)
Merek digunakan sebagai tanda pembeda antara satu produk dengan lainnya. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis diberlakukan dengan tujuan untuk melindungi merek dari upaya pihak lain yang beritikad tidak baik seperti mendaftarkan merek yang memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan pihak lain. Namun realitanya, masih banyak pihak yang memiliki itikad tidak baik seperti yang terjadi dalam persengketaan hak atas merek SOMEBYMI antara Lee Jieun selaku Penggugat terhadap PT Lumina Royal Eterna selaku Tergugat. Penelitian ini akan mengkaji pembuktian itikad tidak baik atas pendaftaran merek dan akibat hukumnya dalam Putusan Nomor
67/Pdt.Sus-HKI/MEREK/2020/PN.Niaga/Jkt.Pst.
Penelitian ini adalah normatif-empiris dengan tipe penelitian deskriptif. Data yang telah diperoleh lalu diproses dalam penelitian ini menjadi pendekatan studi kasus hukum dan pendekatan perundang-undangan dengan memberikan penjelasan atas temuan penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan studi lapangan, studi pustaka dan studi dokumen. Analisis data dilakukan secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian, Merek SOME BY MI milik Penggugat dan SOMEBYMI milik Tergugat memiliki kemiripan visual, pengucapan dan warna sehingga merek SOMEBYMI sebenernya memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dan Tergugat merupakan salah satu distributor dari produk Penggugat sehingga selayaknya mengetahui bahwa Tergugat bukan pemilik merek asli. Namun hakim menilai bahwa karena tata letak yang berbeda maka kedua merek tersebut tidak memiliki persamaan yang menimbulkan kebingungan konsumen sehingga Tergugat tidak dapat dikatakan mendaftarkan mereknya dengan itikad tidak baik. Dari putusan ini dapat terlihat bahwa pertimbangan hakim sangat bergantung pada pembuktian yang diberikan para pihak. Akibat hukum putusan tersebut adalah tidak dilindunginya merek Penggugat karena gugatannya ditolak namun para pihak akhirnya mengalihkan mereknya pada pihak ketiga. Atas penelitian ini hendaknya Pemerintah mengatur lebih rinci terkait definisi dan ukuran itikad tidak baik dalam pendaftaran merek.
Kata Kunci: Pendaftaran Merek, Itikad Tidak Baik, Akibat Hukum.
Yurina Chairunnisa Murti Edita19120110982023-04-10T03:56:54Z2023-04-10T03:56:54Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70507This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/705072023-04-10T03:56:54ZPENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TERPIDANA YANG MENOLAK MEMBAYAR RESTITUSI KEPADA KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANGBentuk perlindungan hukum bagi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang salah satunya adalah dengan mendapatkan restitusi. Setiap korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) berhak mendapat perlindungan hukum, salah satunya yaitu berhak memperoleh restitusi. Aturan perundang-undangan yang mencantumkan mengenai restitusi adalah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Akan tetapi tidak semua kasus TPPO harus mengajukan hak restitusi. Ketidaksanggupan tersangka untuk melakukan pembayaran restitusi dalam jangka waktu yang diberikan yaitu
14 hari akan diberi peringatan terlebih dahulu oleh Jaksa Penuntut Hukum, apabila setelah 14 hari restitusi belum dibayarkan pengadilan diharuskan untuk memberikan peringatan kepada terpidana sekaligus memerintahkan kejaksaan untuk menyita harta kekayaan terpidana. Setelah diberikannya peringatan tetapi tetap tidak dibayarkan maka digantikan dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun. Permasalahan penelitian adalah bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap terpidana yang menolak membayar restitusi kepada korban tindak pidana perdagangan orang dan Apakah faktor penghambat pada pelaksanaan pembayaran restitusi korban perdagangan orang.
Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis empiris, data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer. Studi yang dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan. Adapun narasumber pada penelitian ini terdiri dari Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Hakim pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan Dosen Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data yang digunakan adalah kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Berdasarkan ketentuan Pasal 50 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang menyebutkan “apabila pelaku tidak mampu membayar restitusi, maka pelaku dikenai pidana kurungan pengganti paling lama 1 (satu) tahun, terhadap terpidana yang menolak membayar restitusi kepada korban tindak pidana perdagangan orang. Pengajuan permohonan restitusi dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum setelah adanya penghitungan nilai kerugian yang diminta korban secara keseluruhan oleh LPSK yang akan dimuat dalam tuntutan. Kemudian setelah adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, pelaksanaan pemberian restitusi dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam waktu 14 hari. Apabila setelah 14 hari berlalu, restitusi belum dibayarkan, pengadilan diharuskan untuk memberikan peringatan kepada terpidana sekaligus memerintahkan
kejaksaan untuk menyita harta kekayaan terpidana. (2) Faktor yang paling domiman yang menghambat pelaksanaan pembayaran restitusi korban perdagangan orang adalah faktor masyarakat, yaitu ketidaktahuan dari korban mengenai hak-hak yang didapat untuk perlindungannya sebagai korban tindak pidana, ketidaktahuan dari pelaku mengenai hukuman pembayaran resitusi dan pelaku tidak memiliki itikad baik untuk membayar restitusi, lebih memilih hukuman kurungan pengganti.
Berdasarkan simpulan di atas, maka dapat diberikan saran bahwa perlindungan hukum kepada korban tindak pidana dapat lebih ditegakkan dan hak-hak korban yang telah diatur di dalam peraturan perundang-undangan dapat dipenuhi sebagaimana semestinya. Selain resitusi yang dapat diberikan kepada korban tindak pidana, harusnya juga dalam Peraturan Perundang-Undangan juga mengatur mengenai kompensasi yang diberikan kepada korban tindak pidana sebagai akibat dari ketidakmampuan pelaku dalam membayar jumlah restitusi sebagaimana yang telah ditentukan dalam putusan pengadilan. Negara ikut turut bertanggungjawab dan melindungi korban tindak pidana dengan memberikan kompensasi, tidak hanya mengandalkan restitusi dalam putusan pengadilan saja.
GADING WIRABUANA MUHAMMAD ANWAR17520110842023-04-10T03:41:13Z2023-04-10T03:41:13Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70491This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/704912023-04-10T03:41:13ZOPTIMALISASI PERAN KEPOLISIAN DALAM PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK
(Studi pada Resor Kepolisian Kota Bandar Lampung)
kekerasan seksual terhadap anak sering terjadi karena anak dianggap pihak yang lemah tidak bisa memberikan perlawanan sehingga sangat potensial dan rentan menjadi korban. Banyaknya aksi kekerasan seksual terhadap anak yang dapat menimbulkan keprihatinan dan masalah di dalam masyarakat, karena pihak kepolisian masih kurang memberi pengetahuan tentang bahayanya kekerasan seksual. Salah satu hal yang kerap terjadi adalah Kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang terdekat seperti ayah, paman, maupun kakak kandungnya sendiri.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris dan didukung dengan pendekatan yuridis normatif. Pengumpulan data dilakukan dengan metode studi pustaka (library research) dan studi lapangan (field research) dengan melakukan wawancara kepada Polisi bagian Reskim Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung, Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) dan Dosen bagian hukum pidana Universitas Lampung. Selanjutnya data dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan tentang optimalisasi peran kepolisian dalam penegakan hukum terhadap kekerasan seksual pada anak memiliki 2 (dua) pembahasan yaitu peran kepolisian dan faktor yang menghambat. Peran Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung dalam melakukan penyidikan untuk menyelesaikan kasus tindak pindana kekerasan seksual terdiri dari peran normatif, ideal dan faktual. Peran normatif dilakukan berdasarkan dengan peraturan perundang undangan yang sesuai dengan tugas pokok, fungsi dan wewenang yang harus dijalankan para pihak kepolisian, peraturan perundang undangan yang digunakan yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Undang-Undang 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Peran Idealnya merupakan peran yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dengan sesuai norma norma yang berlaku. Undang- Undang untuk mempermudah memecahkan kasus tindak pidana yang dilakukan oleh penyidik agar korban kejahatan tindak pidana bisa mendapatkan haknya dan pelaku tindak pidana harus mendapatkan sanksi sesuai apa yang diperbuatnya. Dan peran faktual dilaksanan sesuai dengan kenyataan lemabaga atau pihak kepolisian dengan melakukan perlindungan yang dilakukan dengan cara melakukan penyuluhan,Sedangkan faktor yang mempengaruhi pihak Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung dari segi faktor penegakan hukum yaitu masih menjadi kendala yang dapat dilihat dari cara pihak kepolsian memberikan sanksi pidana terhadap pelaku kekerasan seksual tidak sesuai dengan perbuatan pelaku, dari segi masyrakat yaitu rasa enggan masyarakat untuk melaporkan suatu tindak pidana kekerasan seksual pada anak, dari segi faktor budaya yaitu sikap masyarakat yang masih toleran terhadap tindak pidana kekerasan seksual pada anak dan terdapat penyelesaian tindak pidana yang dianut masyarakat.
Saran dalam penelitian ini yaitu Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung diminta lebih tegas dalam menentukan hukuman bagi para pelaku agar memberikan efek jera dan melindungi pihak korban agar hal tersebut tidak terjadi lagi, para Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA), harus memiliki pengetahuan yang luas tentang Undang-Undang yang berlaku baik tertulis maupun tidak tertulis hal ini guna untuk mempermudah pihak penyidik untuk mengumpulkan setiap barang bukti yang ada, Jumlah penyidik yang disediakan harus sesuai untuk melakukan penyelidikan agar lebih efektif dalam mendapatkan barang bukti yang sah sesuai dengan Pasal 183 KUHAP, untuk masyarakat diminta lebih tegas, jujur dan juga peduli terhadap setiap tindak kekerasan seksual yang terjadi di masyarakat
AGIL MUHAMMAD IRVAN17520110902023-04-10T03:13:40Z2023-04-10T03:13:40Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70483This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/704832023-04-10T03:13:40ZANALISIS KEKUATAN HUKUM ALAT BUKTI CLOSED CIRCUIT
TELEVISION (CCTV) DALAM PERKARA TINDAK PIDANA
PELANGGARAN KESUSILAAN EKSIBISIONIS
(STUDI DI POLRESTA BANDAR LAMPUNG)
Kasus tindak pidana kesusilaan yang seringkali terjadi di Bandar Lampung ialah
eksibisionis. Salah satu kasus eksibisionis ini terjadi di kawasan Bukit Kemiling
Permai Bandar Lampung. Sang pelaku melancarkan aksinya di depan butik milik
warga dan dengan sengaja melakukan aksi tidak senonoh yaitu mengeluarkan alat
vitalnya dan memperlihatkan kesejumlah perempuan yang berada didalam butik
tersebut. Kejadian ini terekam oleh CCTV dan telah dilaporkan ke pihak kepolisian
Polresta Bandar Lampung. Adapun permasalahan dalam penulisan skripsi ini
adalah bagaimana kekuatan hukum closed circuit televisison (CCTV) sebagai alat
bukti tindak pidana pelanggaran kesusilaan eksibisionis dan apakah faktor
penghambat pembuktian tindak pidana pelanggaran kesusilaan eksibisionis melalui
closed circuit television.
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan
pendekatan yuridis empiris sebagai penunjang penelitian ini. Data yang digunakan
adalah data primer, data sekunder, data tersier. Sedangkan pengolahan data yang
diperoleh dengan cara editing, evaluasi, klasifikasi, dan sistematika data. Data hasil
pengolahan tersebut dianalisis secara deskriptif, kualitatif dengan menggunakan
metode induktif
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa (1) CCTV memiliki kekuatan
hukum sebagai alat bukti yang sah dalam pembuktian perkara tindak pidana
eksibisionis mengacu kepada Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. (2) Terdapat beberapa faktor
penghambat dalam dijadikannya CCTV sebagai alat bukti elektronik. Berdasarkan
hasil wawancara dengan narasumber, terdapat 2 faktor penghambat paling dominan
dalam pembuktian tindak pidana pelanggaran kesusilaan eksibisionis melalui alat
bukti CCTV yaitu faktor sarana dan prasarana dan faktor masyarakat. Dalam faktor
sarana dan prasarana seringkali terdapat resolusi yang rendah pada hasil rekaman
CCTV yang ada sehingga menyulitkan aparat penegak hukum untuk dapat melihat
dengan jelas pelaku tindak pidana tersebut, serta belum lengkapnya fasilitas CCTV
yang terdapat di ruang-ruang publik. Sedangkan faktor masyarakat yang menjadi
penghambat dalam pembuktian ini ialah kurangnya kesadaran hukum masyarakat
untuk lebih peduli dengan tindak pidana pelanggaran kesusilaan yang terjadi
disekitarnya. Masyarakat seringkali enggan untuk melaporkan terjadinya tindak
pidana pelanggaran kesusilaan serta tidak ingin bersaksi di persidangan.
Saran dalam penelitian ini adalah: Diharapkan pemerintah dapat bekerjasama
dengan kepolisian untuk dapat memfasilitasi kamera CCTV di wilayah rawan
terjadi kejahatan serta ruang-ruang public yang dapat diakses langsung oleh
kepolisian setempat. Selain itu Korban maupun saksi lain yang terlibat dengan
terjadinya tindak pidana pelanggaran kesusilaan eksisbisionis hendaknya sesegera
mungkin untuk dapat melaporkan kejadian tersebut kepihak berwajib dengan
menyertakan alat bukti pendukung seperti rekaman CCTV maupun keterangan
saksi lainnya.
Kata Kunci : Kekuatan Hukum, Alat Bukti, Closed Circuit Television (CCTV),
Eksibisionis
NUR SHAFANA ADELLA19120111892023-04-10T03:02:12Z2023-04-10T03:02:12Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70467This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/704672023-04-10T03:02:12ZANALISIS HUKUM PERJANJIAN PERKAWINAN YANG BERKAITAN
DENGAN HARTA BERSAMA MENURUT HUKUM ISLAM
Perkawinan yang terjadi antara suami dan istri sah secara hukum dan terdapat hak
kewajiban suami istri. Dalam menjalani perkawinan, suami istri mempunyai hak
dan kewajiban salah satunya adalah terkait dengan harta yang didapat keduanya,
tetapi harta dapat menjadi penyebab konflik dalam rumah tangga. Menghindari hal
tersebut, maka dibuatlah perjanjian perkawinan yang mengatur harta bersama.
Perjanjian mengenai harta bersama diatur secara rinci oleh hukum Islam yang
terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam. Permasalahan dalam penelitian ini
mengkaji bagaimana konsep dan aturan perjanjian perkawinan terkait dengan harta
bersama menurut hukum Islam dan bagaimana bentuk perlindungan hukum yang
didapat bagi para pihak yang membuat perjanian perkawinan terkait harta bersama
menurut hukum Islam.
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian
deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan teori-teori dan asas-asas hukum serta pendekatan perundang-undangan.
Data yang digunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Penelitian ini menggunakan metode
pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan dan studi dokumen, diolah
dengan metode pengolahan data, yaitu evaluasi data, klasifikasi data dan
sistematisasi data, serta analisis data yang dilakukan secara kualitatif.
Hasil pembahasan menjelaskan bahwa hukum Islam memperbolehkan adanya
penggabungan harta milik pribadi menjadi harta bersama dengan perjanjian
perkawinan yang dibuat sebelum atau sesudah perkawinan dilangsungkan.
Perjanjian perkawinan yang dibuat tidak boleh menghilangkan kewajiban suami
sebagai kepala keluarga atau merugikan salah satu pihak. Pengaturan terkait harta
bersama dalam hukum Islam terdapat dalam Pasal 47-50 KHI dan diatur lebih lanjut
mengenai perjanjian harta bersama Pasal 86-97 KHI. Perlindungan Hukum
preventif dari dibuatnya perjanjian perkawinan akan melindungi harta masingmasing
pihak, dan jika terjadi pelanggaran perjanjian maka suami, istri, atau pihak dapat melakukan pengajuan gugatan ke pengadilan sebagai perlindungan hukum
represif perjanjian perkawinan.
Saran dalam penelitian ialah suami isteri yang akan membuat perjanjian perkawinan
perlu membuat klausul perjanjian yang jelas terkait kepemilikan harta yang dibuat
dihadapan notaris dan didaftarkan ke KUA agar mendapatkan kepastian dan
perlidungan hukum yang mengikat baik bagi suami istri atau pun pihak ketiga yang
bersangkutan dengan perjanjian tersebut. Notaris perlu memastikan akta yang
dibuatnya tidak akan merugikan pihak siapapun dan perlu melakukan penyuluhan
ukum kepada masyarakat akan manfaat dibuat perjanjian perkawinan khsuusnya
menurut hukum Islam. Pemerintah juga perlu membuat aturan hukum yang jelas
bagi perkara pembagian harta bersama terutama terkait Hukum Islam, agar hukum
Islam dapat menguraikan dengan jelas mengenai harta bersama dan pembagiannya.
Kata Kunci : Perjanjian Perkawinan, Harta Bersama, Hukum IslamHANINGRAHARJO SALSABILA 19120112572023-04-06T07:55:14Z2023-04-06T07:55:14Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70459This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/704592023-04-06T07:55:14Z
DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENJATUHAN PIDANA
TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KELALAIAN LALU
LINTAS MENGAKIBATKAN ORANG LAIN MENINGGAL
(Studi Putusan Nomor 27/Pid.Sus/2021/PN Tjk)
Tindak pidana kelalaian sering terjadi dalam kasus kecelakaan lalu lintas, meskipun
terjadi karena kelalaian pelaku tetap saja harus mempertanggungjawabkan
perbuatan tersebut. Apalagi kelalaian tersebut mengakibatkan orang lain meninggal
dunia semestinya diberikan hukuman yang berat. Permasalahan yang akan dibahas
dalam penelitian ini adalah: bagaimanakah pertimbangan hakim dalam penjatuhan
pidana terhadap pelaku tindak pidana kelalaian berkemudi mengaibatkan orang lain
meninggal dan apakah putusan hakim dalam perkara kelalaian berkemudi yang
mengakibatkan orang lain meninggal telah memenuhi aspek cita hukum.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis
normatif dan narasumber dalam penelitian ini terdiri dari jaksa pada Kejaksaan
Negeri Bandar Lampung, hakim pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang, dan
dosen hukum pidana Fakultas Hukum UNILA. Pengumpulan data dengan studi
pustaka. Analisis data yang dilakukan dengan mengunakan analisis secara
kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa
dalam Putusan Nomor: 27/Pid.Sus/2021 PNTJK terdakwa secara sah terbukti
melakukan tindak pidana kelalaian berkemudi yang mengakibatkan orang lain
meninggal, hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa Dani Afriana Bin
Darmono selama 5 (lima) bulan penjara. Hakim dalam memutuskan perkara tindak
pidana kelalaian lalu lintas menggunakan Pasal 310 Ayat 4 Undang-Undang No.22
Tahun 2009 tentang LLAJ yang seusuai dengan tindak pidana yang dilakukan oleh
terdakwa. Hakim dalam menjatuhkan pidana akan mempertimbangkan hal yang
memberatkan dan meringankan kepada terdakwa. Hal yang memberatkan terdakwa
Aurel Thessalonica Saragih
adalah terdakwa menyebabkan 2 (dua) orang meninggal dunia. Sedangkan hal yang
meringankan terdakwa belum pernah dihukum, mengakui kesalahannya, menyesali
perbuatannya, dan terdakwa telah berdamai dengan keluarga korban. Selain itu
terdakwa mempunyai tanggungan keluarga yang harus dinafkahi. Hakim juga
dalam memberikan putusan harus menggunakan pertimbangan yang bersifat yuridis
dan non-yuridis. Aspek yuridis yang berdasarkan dari surat dakwaan jaksa penuntut
umum, keterangan terdakwa, keterangan saksi, arang bukti, dan alat bukti surat.
Aspek non-yuridis terdiri dari aspek filosofis yang berdasarkan dari suatu
kebenaran yang terjadi dan aspek sosiologi yang berdasarkan dari latar belakang
terdakwa, akibat perbuatan terdakwa dan kondisi terdakwa. Putusan tersebut telah
memenuhi kepastian, keadilan, dan kemanfaatan hukum karena putusan telah sesuai
dengan Undang-Undang yang berlaku, hakim telah memberikan hukuman yang
seadil-adilnya, dan kedua unsur tersebut tercapai maka terciptalah kemanfaatan
hukum untuk menciptakan kebahagian.
Saran dalam penelitian ini adalah diharapkan hakim dalam mempertimbangkan
putusan secara teliti dan bijak agar hukuman yang diberikan untuk terdakwa
sebanding dengan perbuatannya. Hal ini bertujuan untuk memberikan efek jera dan
sebagai pembelajaran kepada orang lain agar lebih berhati-hati dalam berkendara.
Diharapkan hakim dalam memberikan putusan harus memenuhi kepastian,
keadilan, dan kemanfaatan hukum.
Kata Kunci : Pertimbangan Hakim, Penjatuhan Pidana, Kelalaian, Lalu
Lintas, Meninggalnya Orang Lain
THESSALONICA SARAGIH AUREL19120111612023-04-06T06:43:45Z2023-04-06T06:43:45Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70430This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/704302023-04-06T06:43:45ZPEMBERIAN KEMUDAHAN IZIN BERUSAHA BAGI USAHA
MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM)
DI KOTA BANDAR LAMPUNG
Perizinan berusaha bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di
Kota Bandar Lampung diselenggarakan berdasarkan Peraturan Walikota Bandar
Lampung No. 14 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Kota
Bandar Lampung. Perizinan tersebut dilaksanakan di Dinas Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) dan difasilitasi oleh Dinas Koperasi dan
UKM. Bahwa kemudahan izin berusaha bagi UMKM di Kota Bandar Lampung
dilaksanakan oleh DPMPTSP dengan kegiatan Pelaksanaan pelayanan,
Pengelolaan pengaduan masyarakat, Pengelolaan informasi, pnyuluhan kepada
masyarakat, Pelayanan konsultasi dan Pendampingan hukum berdasarkan.
Kemudahan izin berusaha tersebut meliputi kemudahan pada aspek syarat dan
proses Terintegrasi Secara Elektronik, menggunakan laman OSS, kemudahaan
dalam aspek biaya yaitu tidak dikenakan biaya dan kemudahan dalam aspek waktu
penerbitan Nomor Induk Berusaha (NIB) adalah maksimal 10 hari kerja. Faktor
penghambat kemudahan izin berusaha bagi UMKM di Kota Bandar Lampung
adalah adanya anggapan dari Pelaku UMKM bahwa prosedur pengurusan izin
berusaha adalah proses yang rumit dan lama. Selain itu hambatan teknis adalah
masih terjadinya penurunan (down) sistem OSS yang disebabkan terdapat banyak
pengguna yang mengakses sistem tersebut sehingga sistem menjadi lambat.
Saran dalam penelitian ini adalah DPMPTSP dan Dinas Koperasi dan UKM Kota
Bandar Lampung agar meningkatkan penyuluhan hukum kepada pelaku UMKM
yang di seluruh Kota Bandar Lampung. DPMPTSP hendaknya mengoptimalkan
jaringan intenet guna mendukung akses terhadap https://oss.go.id/, dan
memperkuat sistem.
Kata Kunci: Pemberian Kemudahan, Izin Berusaha, UMKM.
Business licensing for Micro, Small and Medium Enterprises (MSMEs) in Bandar
Lampung City is organized based on Bandar Lampung Mayor Regulation No. 14
of 2021 concerning the Implementation of Business Licensing in the City of Bandar
Lampung. The licensing was carried out at the One Stop Investment and Services
Agency (DPMPTSP) and facilitated by the Cooperatives and UKM Office.
The ease of business permits for MSMEs in Bandar Lampung City is carried out by
DPMPTSP with service implementation activities, management of public
complaints, information management, counseling to the community, consulting
services and legal assistance based on. The convenience of this business license
includes convenience in terms of terms and processes that are Electronically
Integrated, using the OSS website, convenience in the cost aspect, namely not being
charged a fee and convenience in the aspect of issuance of a Business Identification
Number (NIB) is a maximum of 10 working days.
The inhibiting factor for ease of business permits for MSMEs in the City of Bandar
Lampung is the assumption by MSME actors that the procedure for obtaining
business permits is a complicated and lengthy process. Besides that, the technical
obstacle is that the OSS system is still down due to the fact that there are many
users accessing the system so that the system becomes slow.
Suggestions in this study are DPMPTSP and the Office of Cooperatives and SMEs
in Bandar Lampung City to increase legal counseling to MSME actors throughout
Bandar Lampung City. DPMPTSP should optimize the internet network to support
access to https://oss.go.id/, and strengthen the system.
Keywords: Provision of Convenience, Business Permit, MSMEs.
HARDIYANSYAH HARDIYANSYAH17120113192023-04-06T06:36:18Z2023-04-06T06:36:18Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70425This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/704252023-04-06T06:36:18ZIMPLEMENTASI PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP
PELANGGARAN LALU LINTAS DI JALAN TOL MENGENAI
BATAS KECEPATAN MAKSIMAL KENDARAAN
(Studi di Jalan Tol Wilayah Bakauheni-Terbanggi Besar)Banyaknya kasus pelanggaran lalu lintas di jalan tol yang dilakukan oleh
pengguna jalan yang mengakibatkan angka kecelakaan lalu lintas semakin
meningkat. Implikasi dari permasalahan antara lain menyangkut pelanggaran
hukum lalu lintas yaitu pelanggaran batas kecepatan kendaraan. Untuk
menanggulangi pelanggaran lalu lintas, maka diperlukan regulasi mengenai
bagaimana berlalu lintas yang aman, tertib, lancar dan efisien. Permasalahan yang
diangkat menjadi topik penelitian ini adalah bentuk-bentuk pelanggaran lalu lintas
di jalan tol Wilayah Bakauheni-Terbanggi Besar, implementasi penegakan hukum
pidana terhadap pelanggaran lalu lintas di jalan tol mengenai batas kecepatan
maksimal kendaraan Wilayah Bakauheni-Terbanggi Besar, faktor penghambat
penegakan hukum pidana terhadap pelanggaran lalu lintas di jalan tol mengenai
batas kecepatan maksimal kendaraan Wilayah Bakauheni-Terbanggi Besar.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris
dengan sumber datanya yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.
Metode pengumpulan data melalui studi pustaka, dan studi lapangan. Data
kemudian diolah dan pengolahannya meliputi seleksi data, klasifikasi data, dan
sistematisasi data yang kemudian dianalisis secara kualitatif guna mendapatkan
suatu kesimpulan yang diperoleh dari penelitian.
Hasil penelitian dan pembahasan menjelaskan bahwa penegakan hukum pidana
terhadap pelanggaran lalu lintas di jalan tol mengenai batas kecepatan maksimal
kendaraan adalah berupa penilangan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian
Ditlantas Polda Lampung dengan memasang alat berupa kamera CCTV atau yang
disebut dengan speed gun. Penegakan hukum pidana berupa sanksi yang telah
diatur dalan Pasal 287 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan berupa pidana kurungan paling lama 2 bulan atau
denda maksimal Rp500.000,00. Faktor penghambat adalah dari faktor sarana dan
fasilitas yaitu jumlah titik persebaran kamera yang masih minim. Faktor penegak
hukum dan faktor masyarakat juga menjadi penghambat karena aparat penegak Banyaknya kasus pelanggaran lalu lintas di jalan tol yang dilakukan oleh
pengguna jalan yang mengakibatkan angka kecelakaan lalu lintas semakin
meningkat. Implikasi dari permasalahan antara lain menyangkut pelanggaran
hukum lalu lintas yaitu pelanggaran batas kecepatan kendaraan. Untuk
menanggulangi pelanggaran lalu lintas, maka diperlukan regulasi mengenai
bagaimana berlalu lintas yang aman, tertib, lancar dan efisien. Permasalahan yang
diangkat menjadi topik penelitian ini adalah bentuk-bentuk pelanggaran lalu lintas
di jalan tol Wilayah Bakauheni-Terbanggi Besar, implementasi penegakan hukum
pidana terhadap pelanggaran lalu lintas di jalan tol mengenai batas kecepatan
maksimal kendaraan Wilayah Bakauheni-Terbanggi Besar, faktor penghambat
penegakan hukum pidana terhadap pelanggaran lalu lintas di jalan tol mengenai
batas kecepatan maksimal kendaraan Wilayah Bakauheni-Terbanggi Besar.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris
dengan sumber datanya yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.
Metode pengumpulan data melalui studi pustaka, dan studi lapangan. Data
kemudian diolah dan pengolahannya meliputi seleksi data, klasifikasi data, dan
sistematisasi data yang kemudian dianalisis secara kualitatif guna mendapatkan
suatu kesimpulan yang diperoleh dari penelitian.
Hasil penelitian dan pembahasan menjelaskan bahwa penegakan hukum pidana
terhadap pelanggaran lalu lintas di jalan tol mengenai batas kecepatan maksimal
kendaraan adalah berupa penilangan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian
Ditlantas Polda Lampung dengan memasang alat berupa kamera CCTV atau yang
disebut dengan speed gun. Penegakan hukum pidana berupa sanksi yang telah
diatur dalan Pasal 287 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan berupa pidana kurungan paling lama 2 bulan atau
denda maksimal Rp500.000,00. Faktor penghambat adalah dari faktor sarana dan
fasilitas yaitu jumlah titik persebaran kamera yang masih minim. Faktor penegak
hukum dan faktor masyarakat juga menjadi penghambat karena aparat penegak Banyaknya kasus pelanggaran lalu lintas di jalan tol yang dilakukan oleh
pengguna jalan yang mengakibatkan angka kecelakaan lalu lintas semakin
meningkat. Implikasi dari permasalahan antara lain menyangkut pelanggaran
hukum lalu lintas yaitu pelanggaran batas kecepatan kendaraan. Untuk
menanggulangi pelanggaran lalu lintas, maka diperlukan regulasi mengenai
bagaimana berlalu lintas yang aman, tertib, lancar dan efisien. Permasalahan yang
diangkat menjadi topik penelitian ini adalah bentuk-bentuk pelanggaran lalu lintas
di jalan tol Wilayah Bakauheni-Terbanggi Besar, implementasi penegakan hukum
pidana terhadap pelanggaran lalu lintas di jalan tol mengenai batas kecepatan
maksimal kendaraan Wilayah Bakauheni-Terbanggi Besar, faktor penghambat
penegakan hukum pidana terhadap pelanggaran lalu lintas di jalan tol mengenai
batas kecepatan maksimal kendaraan Wilayah Bakauheni-Terbanggi Besar.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris
dengan sumber datanya yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.
Metode pengumpulan data melalui studi pustaka, dan studi lapangan. Data
kemudian diolah dan pengolahannya meliputi seleksi data, klasifikasi data, dan
sistematisasi data yang kemudian dianalisis secara kualitatif guna mendapatkan
suatu kesimpulan yang diperoleh dari penelitian.
Hasil penelitian dan pembahasan menjelaskan bahwa penegakan hukum pidana
terhadap pelanggaran lalu lintas di jalan tol mengenai batas kecepatan maksimal
kendaraan adalah berupa penilangan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian
Ditlantas Polda Lampung dengan memasang alat berupa kamera CCTV atau yang
disebut dengan speed gun. Penegakan hukum pidana berupa sanksi yang telah
diatur dalan Pasal 287 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan berupa pidana kurungan paling lama 2 bulan atau
denda maksimal Rp500.000,00. Faktor penghambat adalah dari faktor sarana dan
fasilitas yaitu jumlah titik persebaran kamera yang masih minim. Faktor penegak
hukum dan faktor masyarakat juga menjadi penghambat karena aparat penegak hukum masih kurang dalam memberikan sosialisasi dan edukasi kepada
masyarakat, dan masih banyak pengendara yang lalai terhadap aturan yang
berlaku seperti bermain handphone, tidak mengenakan sabuk pengaman,
mengantuk, dan hal ini sudah menjadi kebiasaan dalam masyarakat.
Saran dalam penelitian ini ialah masyarakat seharusnya sadar akan manfaat dan
pentingnya mematuhi peraturan lalu lintas untuk menjaga keselamatan dan
ketertiban dalam berlalu lintas. Diharapkan kepada pihak kepolisian untuk terus
melakukan sosialisasi atau edukasi kepada masyarakat tentang pelanggaran batas
kecepatan maksimal kendaraan di jalan tol Wilayah Bakauheni-Terbanggi Besar
agar terus memberikan kesadaran masyarakat dalam memahami dan mentaati
peraturan tersebut.
Kata Kunci: Implementasi, Penegakan, Pelanggaran, Tol, Kecepatan.HANI SYAPUTRI DHEA 19120110252023-04-06T06:29:56Z2023-04-06T06:29:56Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70420This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/704202023-04-06T06:29:56ZKAJIAN KRIMINOLOGIS PEREDARAN NARKOTIKA JENIS SABUSABU YANG DIKENDALIKAN OLEH NARAPIDANA DARI DALAM
LEMBAGA PEMASYARAKATANLembaga pemasyarakatan merupakan tempat untuk narapidana yang sedang menjalani hukuman pidana. Lembaga pemasyarakatan yang seharusnya menjadi tempat
untuk membina narapidana justru menjadi tempat bagi narapidana untuk melakukan
suatu kejahatan lagi, terutama peredaran narkotika yang dikendalikan oleh narapidana. Yang menjadi permasalahan dari skripsi ini adalah apakah faktor penyebab
peredaran narkotika jenis sabu-sabu yang dikendalikan oleh narapidana dari dalam
lembaga pemasyarakatan, dan bagaimanakah upaya penanggulangan peredaran
narkotika jenis sabu-sabu yang dikendalikan narapidana dari dalam lembaga
pemasyarakatan.
Metode yang digunakan dalam skipsi ini adalah yuridis empiris dan yuridis normatif, juga sumber data yang digunakan merupakan sumber data primer dan
sekunder. Metode pengumpulan data berupa studi pustaka sedangkan pengolahan
data berupa identifikasi data, klasifikasi data, dan sistematisasi data. Pada penelitian
ini mewawancarai langsung petugas lembaga pemasyarakatan kelas IA Bandar
Lampung, pelaku pengendalian peredaran narkotika jenis sabu-sabu yaitu narapidana ABH, dan dosen bagian hukum pidana Universitas Lampung.
Berdasarkan hasil penelitian serta analisis yang dilakukan penulis faktor penyebab
peredaran narkotika jenis sabu-sabu yang dikendalikan narapidana dari dalam lembaga pemasyarakatan terdiri dari faktor eksternal dan internal, faktor internal
disebabkan karena rasa ingin untuk mengedarkan narkotika, tidak memiliki keahlian sehingga takut tidak mendapatkan lapangan pekerjaan, serta ketergantungan
pada narkotika itu sendiri.
Sedangkan faktor eksternal disebabkan oleh faktor ekonomi pelaku yang kurang
mampu, serta faktor dari lembaga pemasyarakatan itu sendiri seperti kurangnya
pengawasan, kurangnya sarana dan prasarana yang ada, kurangnya personil petugas
di lembaga pemasyarakatan, serta kontrol dari pemasyarakatan yang kurang. Upaya
penanggulangan peredaran narkotika jenis sabu-sabu yang dikendalikan oleh narapidana dari dalam lembaga pemasyarakatan dilakukan dengan upaya penal dan
non penal. Upaya non penal dilakukan dengan, meningkatkan pengawasan serta
keamanan oleh petugas, meningkatkan pengledahan di lembaga pemasyarakatan,
dan meningkatkan sarana dan prasarana di lembaga pemasyarakatan. Sedangkan
upaya penal dilakukan oleh aparat penegak hukum dengan memberikan sanksi serta
hukuman yang berat bagi pelaku.
Berdasarkan penelitian di atas diharapkan lembaga pemasyarakatan melakukan
pembinaan yang dikhususkan untuk meningkatkan pemahaman agama, hukum,
serta moral kepada narapidana serta menambah dan melatih kemampuan serta
kepribadian narapidana agar dapar menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Tak hanya
itu khususnya lembaga pemasyarakatan hendaknya meningkatkan pengawasan
serta sarana dan prasarana yang ada seperti cctv, juga menambah petugas, dan memaksimalkan pengledahan.
Kata Kunci : Kriminologis, Narkotika, Narapidana, Lembaga PemasyarakatanRAMADHANI NADIYAH 19120111442023-04-03T06:10:34Z2023-04-03T06:10:34Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70347This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/703472023-04-03T06:10:34ZIMPLEMENTASI PENGGUNAAN METERAI DALAM PERJANJIAN
E-COMMERCE
(Studi pada PT. Shopee International Indonesia)
Era digital saat ini banyak masyarakat yang beranggapan bahwa tanpa meterai,
maka perjanjian/kontrak yang telah dibuat akan menjadi tidak sah dan karena hal
tersebut tidak sedikit masyarakat yang rela membuat ulang perjanjian mereka.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 Tentang Bea Meterai pada dasarnya telah
mengakomodir bahwa setiap dokumen cetak maupun elektronik dengan nilai diatas
Rp. 5.000.000,- seharusnya dikenakan bea meterai namun hal tersebut masih tidak
sesuai pada praktiknya di dunia e-commerce. Adapun yang menjadi rumusan
permasalahan dalam penelitian ini adalah implementasi penggunaan meterai dalam
perjanjian e-commerce khususnya di perusahaan Shopee serta apa saja yang
menjadi faktor-faktor penghambat dalam mengimplementasikannya.
Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum
empiris. Tipe pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan kualitatif
dengan tipe penelitian deskriptif. Metode pengumpulan data melalui studi pustaka
dan studi wawancara. Pengolahan data dilakukan dengan cara pemeriksaan data,
rekontruksi data dan sistematis data. Analisis data yang digunakan adalah
pendekatan kualitatif terhadap data primer dan data sekunder.
Hasil penelitian dan pembahasan yaitu bahwa implementasi penggunaan meterai
yang telah ditentukan pada Pasal 2 Undang-Undang No.10 Tahun 2020 Tentang
Bea Meterai pada dasarnya sudah pernah di uji terapkan oleh perusahaan Shopee
namun tidak dapat dilanjutkan karena proses penggunaan materai yang rumit.
Faktor-faktor penghambat dalam implementasi penggunaan meterai pada saat ini
penggunaan bea materai tidak diterapkan oleh pihak e-commerce khususnya
berkesinambungan dengan belum adanya kewajiban bagi pihak e-commerce dalam
hal penggunaan meterai di dalam perjanjian e-commerce.
Kata Kunci: Perjanjian, E-Commerce, Meterai.
Lisan Putri Bintang Mahacakri1812011113 2023-03-31T07:25:40Z2023-03-31T07:25:40Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70322This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/703222023-03-31T07:25:40ZEKSISTENSI HASIL AUDIT INVESTIGATIF APARAT PENGAWASAN
INTERN PEMERINTAH (APIP) SEBAGAI ALAT BUKTI
TINDAK PIDANA KORUPSI
(Studi Putusan Nomor: 27/Pis.Sus-TPK/2020/PN.Tjk)Pembuktian tindak pidana korupsi membutuhkan alat bukti salah satunya adalah
Hasil Audit yang dilakukan oleh lembaga tertentu sebagaimana dijelaskan dalam
Penjelasan Pasal 32 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Aparatur Pengawas Intern Pemerintah (APIP)
sebagai salah satu lembaga yang berwenang melakukan Audit dalam tindak pidana
korupsi. Seperti pada Putusan Nomor: 27/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Tjk yang
menjadikan Hasil Audit yang dilakukan oleh APIP sebagai alat bukti. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui (1)Bagaimanakah eksistensi hasil audit investigatif APIP
sebagai alat bukti tindak pidana korupsi (2)Bagaimanakah pertimbangan majelis
hakim dalam putusan terhadap hasil audit APIP dalam perhitungan kerugian
keuangan negara (Studi Putusan Nomor: 27/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Tjk) (3)
Bagaimanakah peranan Inspektorat Kabupaten Pringsewu terhadap perhitungan
temuan kerugian keuangan negara hasil audit investigative.
Penelitian ini menggunakan pendekatan masalah yuridis normatif dan pendekatan
yuridis empiris. Sumber data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder.
Data primer merupakan data yang diperoleh dari penelitian di lokasi penelitian
lapangan dengan melakukan wawancara dengan narasumber, sedangkan data
sekunder merupakan data yang diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan.
Selanjutnya data yang diperoleh secara deskriptif kualitatif dan ditarik kesimpulan.RAMANDA IRFAN AAFIINA19120112892023-03-31T01:11:05Z2023-03-31T01:11:05Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70298This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/702982023-03-31T01:11:05ZKAJIAN VIKTIMOLOGI TERHADAP VICTIM PRECIPITATION (PERAN KORBAN) DALAM PENJATUHAN PIDANA
(Studi Putusan Nomor: 265/Pid.B/2022/PN Tjk)
ABSTRAK
Victim Precipitation atau yang kerap disebut dengan peran korban, secara sederhana merupakan bentuk kontribusi kesalahan korban yang memicu, mempercepat dan menyebabkan terjadinya tindak pidana. Pemicu peran serta korban dalam tindak pidana dapat terjadi karena kelalaian korban atau provokasi korban yang memungkinkan seseorang melakukan tindak pidana karena memiliki kesempatan atau karena emosi sesaat akibat perlakuan korban, victim precipitation seharusnya dapat berpengaruh dalam penjatuhan pidana, karena perkara pidana tidak hanya lahir karena murni kesengajaan pelaku tindak pidana. Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimanakah kajian viktimologi terhadap victim precipitation dalam penjatuhan pidana. dan apakah kajian victim precipitation dalam penjatuhan pidana memenuhi nilai keadilan.
Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian yuridis normatif dan yuridis empiris. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dari sumber bahan hukum primer dan sekunder, merangkum beberapa catatan terhadap buku-buku peraturan perundang-undangan serta literatur lainnya dilakukan untuk mengumpulkan data, dan analisis bahan hukum dengan deskriptif kualitatif dengan menggunakan argumentasi hukum melalui wawancara secara langsung terhadap narasumber dalam penelitian ini yang terdiri dari hakim pengadilan negeri tanjung karang, dosen kriminologi fakultas ilmu sosial dan ilmu politik universitas lampung, dosen bagian hukum pidana fakultas hukum universitas lampung.
Hasil penelitian dan pembahasan bahwa terhadap victim precipitation atau peran serta korban dalam terjadinya tindak pidana sangat perlu diperhatikan dalam penjatuhan pidana, korban dapat mempunyai peranan yang fungsional dalam terjadinya suatu tindak pidana, baik dalam keadaan sadar ataupun tidak sadar, secara langsung maupun tidak langsung, selama ini yang kita ketahui bahwa pelaku harus bertanggung jawab atas tindak pidana yang telah dia lakukan, dalam sistem peradilan pidana korban sering hanya dijadikan sebagai objek pembukti yang perannya hanya sebagai pemberi salah satu alat bukti saja, yaitu alat bukti saksi. Selanjutnya pada Putusan Nomor 265/Pid.B/2022/PN Tjk. Majelis hakim dalam menjatuhkan pidana melihat keterangan saksi dan bukti yang ada dan memang
Nanda Trisua Hardianto
benar terdakwa telah melakukan penganiayaan majelis hakim menjatuhkan pidana 6 (enam) bulan penjara, yang mana dalam perspektif hakim putusan tersebut sudah memenuhi “Nilai Keadilan” Karena secara yuridis sudah sesuai dengan yang diatur pada Pasal 351 ayat (1) KUHP, namun dalam prakteknya hakim dapat memberikan keringanan dengan memperhatikan pertimbangan bahwa ada Peran korban yang turut serta memprovokasi terdakwa. Keadilan secara umum diartikan sebagai perbuatan atau perlakuan yang adil. Sementara adil adalah tidak berat sebelah, tidak memihak dan berpihak kepada yang benar.
Saran Penelitian ini yaitu, kajian viktimologi terhadap victim precipitation (peran korban) dalam penjatuhan pidana diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai peranan korban dalam penjatuhan pidana secara luas dan mendalam agar aspek victim precipitation dalam terjadinya tindak pidana dapat dipakai sebagai alasan yang dapat meringankan pidana bagi terdakwa. Victim precipitation seharusnya dipertimbangkan oleh hakim dalam penjatuhan pidana dan dipakai sebagai aspek yang meringankan bagi pemidanaan terdakwa, serta dapat dikualifikasikan sebagai pertimbangan yuridis. Hakim tidak boleh hanya berpikir normatif, sehingga putusan yang tertulis hanya menitikberatkan pada pembuktian unsurnya saja namun mempertimbangkan aspek substantif seperti “peran korban”. Hal ini demi mendapatkan putusan yang memenuhi nilai keadilan.
Kata Kunci : Viktimologi, Peran Korban, Penjatuhan Pidana
1912011263 Nanda Trisua HardiantoNanda.hardianto23@gmail.com2023-03-31T00:59:17Z2023-03-31T00:59:17Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70296This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/702962023-03-31T00:59:17ZPELAKSANAAN PERJANJIAN PEMASOKAN BUAH KELAPA SAWIT
ANTARA SUPPLIER DENGAN PT. LAMBANG BUMI PERKASAPT merupakan badan hukum persekutuan modal yang didirikan berdasarkan
perjanjian. Dalam pelaksanaanya PT membutukan Supplier. Apabila diperhatikan
dalam proses perjanjian jual beli buah kelapa sawit antara Supplier sebagai
penjual atau pihak pertama dengan PT. Lambang Bumi Perkasa sebagai pembeli
atau pihak kedua, pihak mengajukan permohonan baik secara lisan maupun
tulisan. Penelitian ini mengkaji mengenai pelaksanaan perjanjian pemasokan buah
kelapa sawit antara supplier dengan PT Lambang Bumi Perkasa serta upaya
hukum dalam penyelesaian wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian pemasokan
buah kelapa sawit.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan
yuridis empiris dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yang
dilakukan dengan pendekatan normatif empiris. Data yang digunakan adalah data
primer yang diperoleh langsung dari lapangan dan data sekunder, yang terdiri dari
bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Metode pengumpulan data dengan
studi kepustakaan, studi dokumen dan wawancara. Metode pengolahan data
melalui pemeriksaan data, rekonstruksi data, dan sistematisasi data. Analisis data
menggunakan analisis kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa pelaksanaan perjanjian jual
beli yang diterapkan PT. Lambang Bumi Perkasa dengan cara Pabrik Kelapa
Sawit (Supplier) mengajukan permohonan jual beli kepada PT. Lambang Bumi
Perkasa untuk penjualan dan penyerahan buah kelapa sawit dengan melakukan
kesepakatan. Upaya Hukum dalam penyelesaian wanprestasi dalam Pelaksanaan
Perjanjian Pemasokan Buah Kelapa Sawit Antara Supllier dengan PT. Lambang
Bumi Perkasa dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan
berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa dan penyelesaian
sengketa di luar pengadilan tidak berlaku terhadap tindak pidana dalam
penyelenggaraan perjanjian jual beli sebagaimana diatur dalam KUHP. Jika
dipilih upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Serta dapat menggunakan
jasa pihak ketiga, yang disepakati oleh para pihak.
Kata Kunci: Perjanjian, Pemasok, Supplier, PT Lambang Bumi Perkasa.
RAMLI RECANEO PURBA EVANDER16520111732023-03-30T07:19:19Z2023-03-30T07:19:19Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70281This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/702812023-03-30T07:19:19ZPERLINDUNGAN HUKUM KEPADA PENGANTAR MAKANAN ONLINE TERHADAP KEJAHATAN ORDERAN FIKTIF YANG DILAKUKAN PENGGUNA APLIKASI PENGANTAR MAKANANABSTRAK
Perkembangan teknologi kini menyediakan layanan pengantar makanan melalui aplikasi yang menjadikan rentannya akan kejahatan orderan fiktif dimana sering kali menimpa pengantar makanan online sehingga memberikan kerugian baik secara materiil maupun immateriil. Permasalahan yang diteliti oleh penulis adalah Bagaimanakah perlindungan hukum kepada pengantar makanan online terhadap kejahatan orderan fiktif yang dilakukan pengguna aplikasi pengantar makanan dan Apakah yang menjadi faktor penghambat perlindungan hukum kepada pengantar makanan online terhadap kejahatan orderan fiktif yang dilakukan pengguna aplikasi pengantar makanan.
Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu menggunakan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Narasumber pada penelitian ini adalah dari kepolisian, perusahaan pengantar makanan online, dosen bagian hukum pidana, dan dosen bagian hukum perdata fakultas hukum Universitas Lampung.
Hasil penelitian dan pembahasan yaitu belum adanya aturan secara khusus mengenai perlindungan hukum kepada pengantar makanan online. Sejauh ini perlindungan hukum kepada pengantar makanan online masih berpedoman pada penganturan yang sudah ada baik itu secara hukum pidana yang diatur dalam UU No. 11 Tahun 2008 jo UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ataupun hukum perdata dimana termasuk ke dalam Perbuatan Melawan Hukum (PMH). hubungan hukum yang terbentuk antara pengantar makanan online dan perusahaan merupakan hubungan hukum kemitraan. Hubungan hukum kemitraan ini diawali dengan adanya perjanjian baku elektronik yang seharusnya mengandung adanya hubungan kesetaraan dan saling menguntungkan.
Hana’a Qothrunnada
Hal ini mengakibatkan perlindungan terhadap pengantar makanan online yang diberikan oleh hukum tidak dapat dilakukan secara optimal. Terdapat 5 faktor penghambat penegakan hukum yakni faktor peraturan hukumnya sendiri, faktor penegak hukum dimana masih kurangnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia, faktor fasilitas yang mana masih kurangnya peralatan yang memadai dan juga sistem aplikasi pengantar makanan yang masih kurang, faktor masyarakat, dan faktor kebudayaan. Dari kelima faktor tersebut yang paling dominan adalah faktor masyarakat dan budaya dimana masih banyak masyarakat yang memliki pola pikir untuk lebih baik tidak berurusan dengan kepolisian kemudian perilaku masyarakat yang sulit untuk diatur akibat dari rendahnya pengetahuan terhadap hukum.
Saran dalam penelitian ini adalah diharapkan dapat dibuatkannya aturan yang tegas dan jelas dalam memberikan perlindungan hukum kepada pengantar makana online. Pihak perusahaan diharapkan untuk terus memperbaiki dan memperbaharui sistem aplikasi dan dapat menciptakan sebuah sistem untuk memonitoring kejahatan orderan fiktif guna meminimalisir adanya kejahatan orderan fiktif yang mengakibatkan kerugian kepada pengantar makanan online. Selain itu, diharapkan juga kepada pihak perusahaan mendorong pengguna aplikasi untuk beralih menggunakan metode pembayaran secara elektronik dengan menggunakan e-money seperti Go-Pay, Dana, ShopeePay, OVO, dan uang elektonik lainnya dan terakhir diharapkan bahwa masyarakat dapat meningkatkan kepedulian dan pemahaman terhadap hukum dengan meningkatkan kesadaran dari diri masing-masing guna memerangi adanya kejahatan orderan fiktif.
Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Pengantar Makanan Online, Kejahatan
Orderan Fiktif.
1912011060 Hana’a Qothrunnadahanaaqothrunnada@gmail.com2023-03-30T06:27:45Z2023-03-30T06:27:45Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70275This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/702752023-03-30T06:27:45ZANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK
PIDANA MODIFIKASI KNALPOT SEPEDA MOTOR
(Studi di Polresta Bandar Lampung)Melakukan modifikasi knalpot sepeda motor melanggar ketentuan dalam UndangUndang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Permasalahan dalam penelitian ini
adalah bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana modifikasi
knalpot sepeda motor di Bandar Lampung dan apakah faktor-faktor yang
mempengaruhi penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana modifikasi
knalpot sepeda motor di Bandar Lampung. Pendekatan yang digunakan adalah
yuridis normatif dan yuridis empiris dengan sumber data primer dan sumber data
sekunder. Data dikumpulkan melalui studi pustaka dan studi lapangan.
Berdasarkan penelitian, proses penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana
modifikasi knalpot sepeda motor saat ini dilakukan secara terus menerus baik
dilakukan secara aktif maupun secara pasif. Penegakan hukum pidana secara aktif
dilakukan melalui proses razia dan patroli rutin oleh Satlantas. Penegakan hukum
pidana secara pasif dilakukan dengan menggunakan media tilang elektronik.
Faktor dominan yang mempengaruhi penegakan hukum pidana terhadap tindak
pidana modifikasi knalpot adalah faktor penegak hukum dan faktor masyarakat.
Faktor penegak hukum karena kurangnya disiplin yang dimiliki oleh Satlantas
dalam melakukan patroli rutin dan proses penegakan hukum yang dilakukan tidak
merata. Faktor masyarakat karena kurangnya kesadaran hukum masyarakat.
Saran dalam penelitian ini adalah agar Satlantas Polresta Bandar Lampung
memaksimalkan penegakan hukum secara aktif dan secara pasif. Penegakan
hukum secara aktif misalnya melakukan patroli yang rutin dan penegakan hukum
secara pasif misalnya dengan memanfaatkan media tilang elektronik. Selain itu,
supaya aparat penegak hukum meningkatkan kualitas kerja dan pengetahuan
hukum masyarakat agar dapat ditingkatkan untuk menghindari tindak pidana lalu
lintas.
Kata Kunci : Penegakan Hukum Pidana, Modifikasi Knalpot.TOGATOROP JOSE PERNANDES 18120111582023-03-30T06:08:40Z2023-03-30T06:08:40Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70271This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/702712023-03-30T06:08:40ZANALISIS PEMBINAAN NARAPIDANA PENGIDAP GANGGUAN JIWA
DALAM PELAKSANAAN PROGRAM PEMBINAAN WARGA BINAAN
PEMASYARAKATAN
(Studi Kasus di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IA Bandar Lampung)Narapidana pengidap gangguan jiwa adalah terpidana yang menjalani pidana hilang
kemerdekaan di lembaga pemasyarakatan yang menderita suatu penyakit berupa
ketidak seimbangan jiwa yang mengakibatkan terjadinya ketidakhormatan sikap dan
tingkah laku. Pembinaan terhadap narapidana pengidap gangguan jiwa di lembaga
pemasyarakatan tentunya menimbulkan berbagai masalah. Permasalahan dalam
penelitian ini adalah Bagaimanakah pembinaan narapidana pengidap gangguan jiwa
dalam pelaksanaan program pembinaan warga binaan di lembaga pemasyarakatan
dan Apakah faktor yang menghambat pembinaan narapidana pengidap gangguan jiwa
dalam pelaksanaan program pembinaan warga binaan di lembaga pemasyarakatan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris yaitu
pendekatan yang berdasarkan pada perundang-undangan, teori dan konsep yang
berhubungan dengan penulisan penelitian berupa asas-asas, nilai-nilai, dan dilakukan
dengan penelitian lapangan. Sumber data dalam penelitian ini adalah data yang terdiri
dari data lapangan dan data kepustakaan. Jenis data yang meliputi data primer dan
data sekunder yang kemudian dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukan, pembinaan terhadap narapidana pengidap gangguan
jiwa di lembaga pemasyarakatan masih belum efektif. Narapidana pengidap0
MATTHEW MARCHEL ARIOS
gangguan jiwa seharusnya tidak dicampur dengan narapidana yang sehat kejiwaannya
guna memudahkan pembinaan, penerapan sanksi tindakan dan memudahkan
pemantauan kesehatan terhadap narapidana tersebut. Tidak adanya tenaga Psikiater di
lembaga pemasyarakatan menjadi masalah serius dalam pelaksanaan pembinaan
terhadap narapidana pengidap gangguan jiwa.
Saran dalam penelitian ini adalah sudah seharusnya dilakukan pemisahan narapidana
pengidap gangguan jiwa dan narapidana yang sehat kejiwaannya. Pembuatan ruang
isolasi khusus dan pemindahan ke Rumah Sakit Jiwa terhadap narapidana pengidap
gangguan jiwa akan berdampak positif terhadap program pembinaan warga binaan
pemasyarakatan di lembaga pemasyarakatan. Pemindahan atau rujukan ke rumah
sakit jiwa sudah seharusnya dilakukan bagi warga binaan pemasyarakatan pengidap
gangguan jiwa ringan maupun berat.
Kata Kunci : Pembinaan, Narapidana, Pengidap Gangguan Jiwa, Sistem
Pemasyarakatan, Lembaga PemasyarakatanMARCHEL ARIOS MATTHEW 18120111762023-03-30T04:25:07Z2023-03-30T04:25:07Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70265This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/702652023-03-30T04:25:07ZTRIUMVIRAT DALAM SISTEM KETATANEGARAAN DI INDONESIAPenelitian ini memiliki tujuan untuk menelaah lebih lanjut mengenai pengaturan
triumvirat sebagai pelaksana tugas kepresidenan sementara dengan menganalisis
urgensi pembentukan peraturan pelaksana dari Pasal 8 Ayat (3) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan pengaturannya di negara lain.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah penelitian hukum
normatif dengan dua jenis pendekatan masalah, yaitu pendekatan perundangundangan dan perbandingan. Hasil penelitian yang dilakukan memperlihatkan
bahwa Pasal 8 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 belum memiliki materi muatan yang cukup untuk mengakomodasi peristiwa
berhalangannya presiden dan wakil presiden secara bersamaan. Gabon dan Austria
yang juga menggunakan konsep triumvirat sebagai pengisi jabatan presiden
sementara memiliki materi muatan pengaturan yang lebih lengkap daripada
Indonesia. Dalam tujuan untuk mengakomodasi peristiwa berhalangannya presiden
dan wakil presiden secara bersama-sama diperlukan pengaturan yang lebih lengkap
dengan pembentukan peraturan pelaksana dari Pasal 8 Ayat (3) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta materi muatannya dapat
mengambil referensi dari negara lain yang menggunakan konsep yang sama.
Kata Kunci: Triumvirat, Pejabat Presiden Sementara.AULIYAA RIZQAN RAFI 19120110392023-03-28T07:44:17Z2023-03-28T07:44:17Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70224This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/702242023-03-28T07:44:17ZANALISIS DISPARITAS PIDANA PUTUSAN HAKIM DALAM TINDAK
PIDANA PENADAHAN TELEPON GENGGAM
(Studi Putusan No: 1011/Pid.B/2020/PN.Jkt.Tim dan Putusan No:
321/Pid.B/2020/PN.Jkt.Tim) ABSTRAK
Disparitas pidana adalah penerapan pidana yang berbeda atau tidak sama terhadap
pelaku tindak pidana yang melakukan tindak pidana yang sama atau sejenis. Dalam
penelitian ini, disparitas pidana dapat dilihat pada putusan Pengadilan Negeri
terhadap tindak pidana yang sama yaitu penadahan telepon genggam. Hakim dalam
Putusan Nomor 1011/Pid.B/2020/PN.Jkt.Tim menjatuhkan pidana penjara selama
5 bulan dan Putusan Nomor 321/Pid.B/2020/PN.Jkt.Tim menjatuhkan pidana
penjara selama 1 tahun. Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) Apakah dasar
pertimbangan hakim yang menyebabkan terjadinya disparitas pidana antara
Putusan No.1011/Pid.B/2020/PN.Jkt.Tim dan Putusan No.321/Pid.B/2020/PN.Jkt.Tim
tentang tindak pidana penadahan telepon genggam? (2) Apakah Putusan
No.1011/Pid.B/2020/PN.Jkt.Tim dan Putusan No.321/Pid.B/2020/PN.Jkt.Tim
sudah memenuhi rasa keadilan substantif?
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris.
Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Narasumber
penelitian ini terdiri dari Jaksa Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Hakim
Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang dan Dosen Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan: (1) Disparitas pertimbangan hakim
dalam menjatuhkan pidana pada Putusan No.1011/Pid.B/2020/PN.Jkt.Tim dan
Putusan No.321/Pid,B/2020/PN.Jkt.Tim dalam tindak pidana penadahan telepon
genggam adalah didasari atas pertimbangan yuridis yaitu kedua terdakwa dalam
melakukan tindak pidana memenuhi unsur pasal 480 KUHP pertimbangan filosofis
hakim mempertimbangkan pidana yang dijatuhkan sebagai bentuk pemidanaan
terhadap terdakwa dan latar belakang terdakwa melakukan tindak pidana tersebut,
secara sosiologis hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan juga
meringankan terdakwa yaitu hakim mempertimbangkan faktor-faktor non
Raenaldy Andreas C.S.
yuridis seperti faktor sosial, ekonomi, dan umur, yang mana salah satunya pelaku
tindak pidana yang memiliki umur lebih dewasa dijatuhi pidana lebih ringan
dibandingkan dengan pelaku tindak pidana yang memiliki umur lebih muda. (2)
Penjatuhan pidana yang berbeda oleh hakim terhadap pelaku tindak pidana
penadahan pada kedua putusan tersebut menunjukkan keempat indikator penentu
keadilan substantif (Objektivitas, kejujuran, imparsialitas, dan rasionalitas),
Berbeda dengan analisis penulis, namun kedua putusan tersebut kurang memenuhi
keadilan substantif karena memiliki rentang waktu hukuman yang terlalu jauh dan
tidak adil bagi Putusan Nomor 321/Pid.B/2020/PN.Jkt.Tim atas nama Syahrul Alias
Acil bin Wakin.
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Hendaknya hakim dalam membuat putusan
berdasarkan pada tujuan dan pedoman pemidanaan. Selain itu dalam menjatuhkan
pidana dalam perkara tindak pidana penadahan agar lebih mempertimbangkan
aspek kerugian korban, tidak hanya kerugian secara ekonomi, tetapi kerugian
berupa kehilangan waktu, tenaga dan menyita pikiran karena menjadi korban tindak
pidana penadahan. (2) Hendaknya hakim dan jaksa dalam memutus dan menuntut
suatu perkara di pengadilan, tidak hanya melihat dan berpedoman kepada teori-teori
dan pendapat para ahli mengenai keadilan substantif. Hakim juga harus melihat
kembali kepada putusan putusan dengan tindak pidana yang sama dan tingkat
bahaya yang sama.
Kata Kunci: Disparitas, Putusan Hakim, Penadahan Telepon Genggam
Christopher S. Raenaldy Andreas19120113472023-03-24T07:16:04Z2023-03-24T07:16:04Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70177This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/701772023-03-24T07:16:04ZIMPLEMENTASI GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK (CLASS
ACTION) BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG
NOMOR 1 TAHUN 2002
(STUDI DI PENGADILAN NEGERI KALIANDA)Gugatan class action adalah mekanisme pengajuan tuntutan hak ganti rugi oleh
sekelompok penggugat yang diwakilkan oleh wakil kelompok yang akan mewakili
kepentingannya sendiri maupun anggota kelompoknya, dengan menggunakan
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Acara Perwakilan
Kelompok (PERMA No.1/2002) sebagai pedomannya. Prosedur ini dianggap
efektif dan efisien karena dianggap mampu menyederhanakan proses administrasi
pengadilan, namun pada pelaksanaannya justru masih terdapat beberapa kendala
berkaitan dengan substansi dari PERMA No.1/2002.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai pengaturan gugatan class
action di Indonesia, implementasi PERMA No.1/2002 di Pengadilan Negeri
Kalianda serta faktor yang menghambat dalam mengimplementasikannya. Jenis
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatifempiris dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah pada penelitian ini
menggunakan Judical Case Study dengan menggunakan teknik sampling purposive
sampling. Metode pengumpulan data dengan studi pustaka dan studi lapangan yang
selanjutnya data diolah melalui pemeriksaan data, klasifikasi data serta dianalisis
secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pengaturan gugatan class action dimuat dalam
undang-undang yang menyangkut dalam penyelesaian sengketa yang berdampak
sekelompok masyarakat dalam jumlah luas yang menderita kerugian. Implementasi
PERMA No.1/2002 di Pengadilan Negeri Kalianda masih belum efektif karena
masih terdapat gugatan yang tidak dapat diterima atau NO (Niet Ontvankelijke
Verklaard). Faktor penghambat dalam mengimplementasikan PERMA No.1/2002
yaitu subtansi dalam PERMA No.1/2002 yang kurang rinci, kurangnya referensi
upaya hukum dan ketidaktahuan masyarakat akan hadirnya gugatan class action.
Kata Kunci: Implementasi, Gugatan Class Action, Peraturan Mahkamah
Agung.KANAYA ANGGITA VIA19120112222023-03-24T06:48:43Z2023-03-24T06:48:43Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70172This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/701722023-03-24T06:48:43ZANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP PEMIDANAAN
PELAKU TINDAK PIDANA PENGEDARAN SEDIAAN FARMASI
YANG TIDAK MEMILIKI IZIN EDAR
ABSTRAK
Izin edar merupakan bentuk persetujuan registrasi obat untuk dapat diedarkan di
wilayah indonesia, untuk itu mengedarkan sediaan farmasi khususnya obat tanpa
izin edar dapat dikenakan pidana. Disparitas adalah penerapan pidana yang tidak
sama terhadap tindak pidana yang sama (same offience) atau tindak-tindak pidana
yang sifat bahayanya dapat diperbandingkan (offences of comprable seriousness)
tanpa dasar pembenaran yang jelas. Permasalahan dalam penelitian ini adalah:
Apakah yang menyebabkan terjadinya disparitas pidana antara putusan Nomor.
453/Pid.Sus/2020/PN Jkt.Tim dan 686/Pid.Sus/2020/PN Jkt.Tim tentang tindak
pidana pengedaran obat tanpa izin edar dan apakah yang menjadi dasar
pertimbangan hakim dalam memberikan putusan yang lebih berat dalam putusan
Nomor. 453/Pid.Sus/2020/PN Jkt.Tim dibandingkan dengan putusan Nomor.
686/Pid.Sus/2020/PN Jkt.Tim.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan empiris.
Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan, dengan
narasumber hakim, Penyidik Pegawai Negeri Sipil pada kantor Balai Besar POM,
dan dosen bagian hukum pidana Universitas Lampung. Selanjutnya data dianalisis
secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa adanya disparitas
pidana pada putusan Nomor. 453/Pid.Sus/2020/PN Jkt.Tim dan
686/Pid.Sus/2020/PN dengan perbedaan pemidanaan yang cukup jauh. Dalam
penelitian ini adanya disparitas pidana dikarenakan adanya indepedensi hakim,
fakta dalam persidangan, pertimbangan hukum oleh hakim, dan keyakinan hakim.
Faktor lainnya adalah berdasar Pasal 197 ayat (1) huruf F KUHAP mengenai
keadaan yang memberatkan dan meringankan terdakwa.
Heldy Elfariana
Pemidanaan pada putusan Nomor. 453/Pid.Sus/2020/PN Jkt.Tim lebih berat
dikarenakan jenis sediaan farmasi yang diedarkan jauh lebih membayakan,
berdasar Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2021
tentang Perubahan Penggolongan, Pembatasan, Dan Kategori Obat, dikarenakan
obat keras yang diedarkan termasuk obat yang mempunyai potensi
mengakibatkan sindroma ketergantungan yang belum termasuk dalam Golongan
Psikotropika.
Saran yang dapat disampaikan berdasar penelitian ini adalah hakim dalam
menjatuhkan pidana harus mempertimbangkan bukti, fakta-fakta yang
disampaikan dalam persidangan selanjutnya dihubungkan dengan dasar hukum
yang jelas dan sesuai. Hendaknya hakim juga memperhatikan aspek yang
meringankan dan memberatkan, serta jeli dalam melihat kondisi pelaku
mengenai penyebab timbulnya tindak pidana yang dilakukan.
Kata Kunci: Disparitas Pidana, Tindak Pidana Pengedaran Farmasi, Izin
Edar
ELFARIANA HELDY 19120112002023-03-24T01:56:56Z2023-03-24T01:56:56Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70160This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/701602023-03-24T01:56:56ZTINJAUAN YURIDIS SENGKETA MEREK SUPERMAN ANTARA
DC COMICS DAN PT. MARXING FAM MAKMUR
(Studi Putusan Mahkamah Agung No. 557K/Pdt.Sus-HKI/2021)Merek tidak hanya berfungsi sebagai tanda pengenal atau identitas pada
sebuah produk barang dan jasa, melainkan juga memberikan nilai ekonomis bagi
produk barang dan jasa yang ditawarkan. Sebagaimana yang disebutkan dalam
Putusan Mahkamah Agung No. 557K/Pdt.Sus-HKI/2021, ditemukan pelanggaran
yang dilakukan oleh PT Marxing Fam Makmur yang mendaftarkan Mereknya ke
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual atas dasar itikad tidak baik. Tujuan dari
penelitian ini untuk mengkaji dan menganalisis apakah DC Comics merupakan
Merek terkenal, penerapan perlindungan bagi DC Comics sebagai pemegang hak
Merek Superman berdasarkan prinsip First To File yang dianut di Indonesia, dan
menganalisis apakah pendaftaran Merek PT. Marxing Fam Makmur dilakukan
berdasarkan itikad tidak baik.
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian
deskriptif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
studi kasus atau judicial case study. Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder, dan bahan hukum tersier. Metode pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan dan studi dokumen. Data yang
didapat kemudian diolah dengan metode pengolahan data, yaitu seleksi data,
klasifikasi data, dan sistematisasi data yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Hasil Penelitian dari penulisan skripsi ini adalah DC Comics memenuhi
kriteria sebagai Merek terkenal, DC Comics telah mendaftarkan Mereknya
diberbagai negara. Berdasarkan prinsip First To File dan terbukti adanya itikad
tidak baik dalam pendaftaran Merek Superman yang dilakukan oleh PT. Marxing
Fam Makmur maka Merek Superman di Indonesia oleh DC Comics seharusnya
ditetapkan sebagai pemegang dan pemilik Merek Superman. DC Comics
mendaftarkan Mereknya di Amerika Tahun 1939, oleh karenanya di Indonesia DC
Comics dianggap telah memenuhi ketentuan prinsip First To File sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dan Merek wafer Superman terbukti melakukan
pendaftaran itikad tidak baik dengan pemboncengan Merek milik DC Comics.
Kata Kunci : Sengketa, Merek, SupermanOKTAVIANI ANNISA 19120111002023-03-21T01:05:49Z2023-03-21T01:05:49Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70140This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/701402023-03-21T01:05:49ZTINJAUAN YURIDIS PENGGUNAAN QUICK RESPONSE CODE
INDONESIAN STANDARD (QRIS) DARI
PERSPEKTIF HUKUM PERDATATINJAUAN YURIDIS PENGGUNAAN QUICK RESPONSE CODE
INDONESIAN STANDARD (QRIS) DARI
PERSPEKTIF HUKUM PERDATAPesatnya pertumbuhan teknologi informasi disertai sistem transaksi secara
elektronik atau digital mulai menjadi hal yang digandrungi oleh masyarakat
modern. Demi mendukung ekosistem usaha dan jual beli yang kondusif, pada tahun
2019 Pemerintah melalui BI menerbitkan Standar Quick Response Code Indonesian
Standard (QRIS). QRIS nyatanya mampu menjadi salah satu sistem pembayaran
paling efisien hanya dengan scan code. Pada era revolusi industri saat ini, UMKM
harus beralih ke dunia digital agar selalu mengikuti perkembangan jaman, dan salah
satunya adalah dalam hal sistem pembayaran. Penelitian ini bertujuan untuk:
pertama, menganalisis lebih lanjut tentang pengaturan hukum mengenai
pembayaran menggunakan metode QRIS ditinjau dari perspektif Hukum Perdata,
kedua, hubungan hukum yang terjadi dalam transaksi pembayaran menggunakan
QRIS dan ketiga, kendala yang terjadi pada pelaku usaha dan konsumen dalam
pelaksanaan QRIS. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif-empiris.
Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu observasi, wawancara,
dokumentasi dan studi pustaka. Pengaturan mengenai QRIS didasarkan pada
Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 24/1/PADG/2022 tanggal 25 Februari
2022 tentang Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 21/18/PADG/2019
tentang Implementasi Standar Nasional Quick Response Code untuk transaksi
dengan QRIS berdasarkan perjanjian yang diatur dalam Buku III KUHPerdata
tentang Perikatan. Proses transaksi pembayaran menggunakan QRIS meliputi 3
pola hubungan hukum, yang pertama, Hubungan antara Penyelenggara Jasa Sistem
Pembayaran (PJSP) dan Pelaku Usaha (merchant), yang kedua, hubungan antara
merchant dan konsumen, dan yang ketiga, hubungan antara PJSP dengan
konsumen. Adapun kendala dalam transaksi QRIS masih berpusat pada literasi
digital keuangan Indonesia, serta percepatan jaringan internet yang masih belum
merata dan terpusat hanya pada kota-kota besar di Indonesia.
Kata kunci : QRIS, Transaksi Elektronik, Hukum PerdataPesatnya pertumbuhan teknologi informasi disertai sistem transaksi secara
elektronik atau digital mulai menjadi hal yang digandrungi oleh masyarakat
modern. Demi mendukung ekosistem usaha dan jual beli yang kondusif, pada tahun
2019 Pemerintah melalui BI menerbitkan Standar Quick Response Code Indonesian
Standard (QRIS). QRIS nyatanya mampu menjadi salah satu sistem pembayaran
paling efisien hanya dengan scan code. Pada era revolusi industri saat ini, UMKM
harus beralih ke dunia digital agar selalu mengikuti perkembangan jaman, dan salah
satunya adalah dalam hal sistem pembayaran. Penelitian ini bertujuan untuk:
pertama, menganalisis lebih lanjut tentang pengaturan hukum mengenai
pembayaran menggunakan metode QRIS ditinjau dari perspektif Hukum Perdata,
kedua, hubungan hukum yang terjadi dalam transaksi pembayaran menggunakan
QRIS dan ketiga, kendala yang terjadi pada pelaku usaha dan konsumen dalam
pelaksanaan QRIS. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif-empiris.
Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu observasi, wawancara,
dokumentasi dan studi pustaka. Pengaturan mengenai QRIS didasarkan pada
Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 24/1/PADG/2022 tanggal 25 Februari
2022 tentang Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 21/18/PADG/2019
tentang Implementasi Standar Nasional Quick Response Code untuk transaksi
dengan QRIS berdasarkan perjanjian yang diatur dalam Buku III KUHPerdata
tentang Perikatan. Proses transaksi pembayaran menggunakan QRIS meliputi 3
pola hubungan hukum, yang pertama, Hubungan antara Penyelenggara Jasa Sistem
Pembayaran (PJSP) dan Pelaku Usaha (merchant), yang kedua, hubungan antara
merchant dan konsumen, dan yang ketiga, hubungan antara PJSP dengan
konsumen. Adapun kendala dalam transaksi QRIS masih berpusat pada literasi
digital keuangan Indonesia, serta percepatan jaringan internet yang masih belum
merata dan terpusat hanya pada kota-kota besar di Indonesia.
Kata kunci : QRIS, Transaksi Elektronik, Hukum PerdataAZ ZAHRA FATIMAH 18120111192023-03-21T01:01:39Z2023-03-21T01:01:39Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70138This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/701382023-03-21T01:01:39ZTINJAUAN YURIDIS TERKAIT HAK-HAK KEPERDATAAN
MASYARAKAT AKIBAT PEMBANGUNAN APARTEMEN
(Studi kasus apartemen Di Kelurahan Medang Kabupaten Tangerang)ABSTRAK
Tinjauan yuridis terkait hak-hak keperdataan masyarakat akibat pembangunan
apartemen merupakan kajian hukum yang mengevaluasi dampak pembangunan
apartemen terhadap hak-hak keperdataan masyarakat. Dalam kajian ini, meninjau
secara mendalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait hak-hak
keperdataan masyarakat.
Pembangunan apartemen yang terjadi menimbulkan hubungan hukum antara dua
pihak yaitu pihak masyarakat dan pihak pengembangan apartemen. Pada aspek
hukum perdata bahwa hubungan hukum yang disebabkan oleh pembangunan
apartemen merupakan hukum perikatan.
Hukum perikatan merupakan aturan yang mengatur hubungan hukum dalam
lapangan hukum harta kekayaan (vermogenrecht) antara dua orang atau lebih,
yang memberi hak (recht) pada salah pihak (kreditur) dan memberi kewajiban
(plicht) pada pihak yang lain (debitur) atas sesuatu prestasi.
Pada tinjauan yuridis terkait hak masyarakat keperdataan ini memerlukan metode
yang dapat dilakukan secara efektif yaitu metode normatif empiris sesuai dengan
permasalahan yang timbul untuk menganalisa hak-hak masyarakat yang timbul
dari undang-undang dan perjanjian ini.
Hasil dari penelitian adalah pembangunan apartemen mempunyai dampak kepada
masyarakat sekitar. Oleh karena itu, masyarakat mempunyai hak dari dampak
pembangunan apartemen yang telah terjadi.
Kata kunci : Hak keperdataan masyarakat,Masyarakat,Apartemen
The juridical review regarding the civil rights of the community due to the
construction of an apartment is a legal study that evaluates the impact of the
construction of an apartment on the civil rights of the community. In this study, an
in-depth review of various laws and regulations related to civil rights of the
community.
The construction of an apartment that occurs creates a legal relationship between
two parties, namely the community and the apartment development party. In the
aspect of civil law, the legal relationship due to the construction of an apartment is
a legal engagement.
The law of engagement is a rule that regulates legal relations in the field of
property law (vermogenrecht) between two or more people, which gives rights
(recht) to one party (creditor) and gives obligations (plicht) to the other party
(debtor) for an achievement. .
In the juridical review related to civil society rights, it requires a method that can
be carried out effectively, namely a normative method in accordance with the
problems that arise to analyze community rights arising from this law and
agreement.
The results of the study are that the construction of apartments has an impact on
the surrounding community. Therefore, the community has rights from the impact
of the construction of apartments that have occurred.
Keywords: civil rights of the community, society, apartments1912011280 LUZMAN QASHMALluzmanqashmaall@gmail.com2023-03-20T01:23:32Z2023-03-20T01:23:32Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70130This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/701302023-03-20T01:23:32ZPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK TERLANTAR
DI KOTA BANDAR LAMPUNGPemerintah Kota Bandar Lampung dalam memberikan perlindungan hukum terhadap
anak telah memberlakukan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 02
Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak. Pasal 11 Ayat (1)
menyatakan bahwa sasaran perlindungan anak yang dimaksud salah satunya adalah
terhadap anak terlantar.
Permasalahan: (1) Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap anak terlantar di
Kota Bandar Lampung? (2) Faktor-faktor apakah yang menjadi penghambat
perlindungan hukum terhadap anak terlantar di Kota Bandar Lampung? Penelitian
menggunakan pendekatan yuridis normatif dan empiris. Pengumpulan data dengan
studi lapangan dan studi pustaka. Pengolahan data meliputi seleksi, klasifikasi dan
penyusunan. Analisis dilakukan secara yuridis kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan: (1) Perlindungan hukum terhadap
anak terlantar di Kota Bandar Lampung dilaksanakan oleh Dinas Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Bandar Lampung dalam bentuk
perlindungan preventif dan perlindungan reprsif. Perlindungan preventif sebagai
upaya pencegahan dilakukan dengan kegiatan sosialisasi kepada masyarakat
mengenai pentingnya perlindungan hukum terhadap anak terlantar. Perlindungan
represif sebagai upaya penanganan dilakukan pendampingan dan bantuan hukum
kepada anak terlantar serta pemberian pelayanan kesehatan fisik dan psikologis
terhadap anak terlantar. (2) Faktor-faktor penghambat perlindungan hukum terhadap
anak terlantar di Kota Bandar Lampung adalah masih terbatasnya sumber daya
manusia Bidang Pemenuhan Hak dan Perlindungan Anak pada Dinas PPPA dan
masih kurangnya kepedulian masyarakat terhadap adanya anak terlantar di Kota
Bandar Lampung.
Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Anak Terlantar, Kota Bandar LampungAKBAR SABILLI ALIF 19420110162023-03-17T01:49:00Z2023-03-17T01:49:00Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70128This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/701282023-03-17T01:49:00ZPELAKSANAAN PERJANJIAN SISTEM BAGI HASIL PADA
PENGOLAHAN LAHAN SAWAH MENURUT HUKUM ADAT JAWA
DI DESA TULUNG SARI KECAMATAN BELITANG MULYA
KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMURPerjanjian bagi hasil lahan sawah adalah perjanjian yang diadakan antara
pemilik dengan penggarap lahan sawah. Penggarap diperkenankan oleh pemilik
untuk mengolah lahan sawah pemilik yang objeknya bukan lahan sawah
melainkan sesuatu yang melekat pada lahan sawah seperti tanaman padi. Dalam
skripsi ini peneliti melakukan penelitian terhadap proses perjanjian sistem bagi
hasil lahan sawah yang dilakukan masyarakat Desa Tulung Sari Kecamatan
Belitang Mulya Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur. Permasalahan dalam
penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan perjanjian sistem bagi hasil lahan
sawah dan bagaimana berakhirnya perjanjian dari pelaksanaan perjanjian sistem
bagi hasil pada lahan sawah tersebut.
Metode penelitian yang digunakan berjenis yuridis empiris dengan tipe
penelitian bersifat deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan yaitu
sosiologis, yuridis dan normatif, dengan sumber data yang digunakan adalah
primer, sekunder dan tersier. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara
studi kepustakaan dan wawancara. Metode pengolahan data dilakukan dengan
cara deskriptif kualitatif.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil Pasal 3 ayat (1) bahwa semua
perjanjian bagi hasil harus dibuat oleh pemilik dan penggarap secara tertulis
dihadapkan Kepala Desa atau yang setingkat dengan jabatan itu dengan
dipersaksikan oleh dua orang, masing-masing dari pihak pemilik lahan dan
penggarap. Namun pada kenyataannya bahwa perjanjian sistem bagi hasil yang
dilakukan masyarakat Desa Tulung Sari dilaksanakan berdasarkan hukum adat
jawa, sehingga perjanjian hanya dilakukan secara lisan, tidak dibuat dihadapan
kepala desa dan tidak disaksikan oleh saksi-saksi. Oleh karena itu perjanjian bagi
hasil tersebut tidak sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil.
Kata Kunci : Perjanjian, Sistem Bagi Hasil, Lahan Sawah, Adat JawaARIF MUHAMAD 19120111582023-03-17T01:44:57Z2023-03-17T01:44:57Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70127This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/701272023-03-17T01:44:57ZANALISIS PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK YANG
MENJADI PERANTARA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI
NARKOTIKA GOLONGAN I
(Studi Putusan Nomor: 21/Pid.Sus-Anak/2022/PN.Tjk)
ABSTRAK
Norma yang melindungi anak sebagai pelaku atau korban pada dasarnya telah
lengkap yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak.
Hakim melakukan penafsiran masing-masing dalam menjatuhkan vonis terhadap
anak pelaku yang harusnya diberikan perlindungan, di sisi lain aturan
perlindungan anak sangat menekankan bahwa anak tidak boleh dikurangi apalagi
dirampas kemerdekaan hidupnya. Permasalahan penelitian adalah (1)
bagaimanakah penerapan sanksi pidana terhadap anak yang menjadi perantara
dalam transaksi jual beli narkotika golongan I dan (2) apakah dasar pertimbangan
hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap anak yang menjadi perantara
dalam transaksi jual beli narkotika golongan I berdasarkan Putusan Nomor:
21/Pid.Sus-Anak/2022/PN.Tjk.
Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis empiris, data yang digunakan
adalah data sekunder dan data primer. Adapun narasumber pada penelitian ini
terdiri dari Penyidik Polda Lampung, Jaksa Pada Kejaksaan Negeri Tanjung
Karang, Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang, BNN Provinsi Lampung dan
Dosen Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data yang
digunakan adalah kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Penerapan sanksi pidana terhadap anak
yang menjadi perantara dalam transaksi jual beli narkotika golongan I adalah
menjatuhkan pidana terhadap terhadap Anak I dengan pidana penjara selama 2
(dua) tahun 6 (enam) bulan dan pelatihan kerja selama 30 (tiga puluh) hari di
LPKS Insan Berguna Pesawaran, sedangkan Anak II dengan pidana penjara
selama 2 (dua) tahun di LPKA Masgar Pesawaran dan pelatihan kerja selama 30
(tiga puluh) hari di LPKS Insan Berguna Pesawaran. (2) Pertimbangan yuridis
adalah berdasarkan Pasal 114 Ayat (2) jo. Pasal 132 Ayat (1) Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,
dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara. Pertimbangan secara sosiologis
sebagaimana dapat diketahui dari alasan penjatuhan pidana dengan melihat latar
belakang anak menjadi perantara dalam transaksi jual beli narkotika golongan I
yaitu keadaan ekonomi keluarga anak yang kurang, lingkungan anak yang
mendukung terjadinya tindak pidana narkotika dan keadaan pelaku sebagai anak
serta perbuatan para anak tidak mendukung program pemerintah dalam
pemberantasan Narkoba dan dapat merusak mental diri anak sendiri serta generasi
muda bangsa. Pertimbangan filosofis, Hakim mempertimbangkan bahwa
pembinaan terhadap terpidana anak setelah terpidana keluar hari di LPKA Masgar
akan dapat memperbaiki dirinya dan tidak melakukan kejahatan lagi.
Berdasarkan simpulan di atas, maka dapat diberikan saran penegak hukum
diharapkan untuk mencermati dan memperhatikan penanganan yang terlibat
dengan narkotika serta perlunya regulasi khusus yang menyangkut anak sebagai
perantara jual-beli narkotika karena semakin berkembangnya kasus nakotika di
Indonesia membuat para pelaku tidak habis akal untuk memanfaatkan jasa anak.
Penegak hukum diharapkan untuk mempertimbangkan hak-hak anak, maka
sebaiknya pertanggungjawaban pidana terhadap anak yang menyalahgunakan
narkotika dititikberatkan pada bentuk rehabilitasi. Mengingat dalam hal ini,
rehabilitasi juga dapat dipandang sebagai upaya atau cara memberikan
perlindungan hukum terhadap anak.
Kata Kunci: Sanksi Pidana, Anak, Perantara Narkotika.
Ikhsan Abrori ABRORI IKHSAN 18120112722023-03-16T06:47:44Z2023-03-16T06:47:44Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70124This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/701242023-03-16T06:47:44ZPENYELESAIAN WANPRESTASI PEMBIAYAAN SEWA GUNA USAHA DENGAN HAK OPSI ANTARA PT ORIX INDONESIA FINANCE DAN PT ZEUS CITRA INTERNATIONAL
(Studi Putusan Nomor 326 PK/Pdt/2019)
Sewa guna usaha adalah kegiataan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal dengan hak opsi maupun tanpa hak opsi. Sewa guna usaha dengan hak opsi dalam bentuk sale and lease back dilakukan dengan penyediaan barang modal berasal dari lessee kemudian dibeli oleh lessor, yang selanjutnya disewakan kepada lessee. Sewa guna usaha tersebut terjadi dalam perjanjian antara PT ORIX Indonesia Finance (Lessor) dan PT Zeus Citra International (Lessee) dan diikuti dengan jaminan tambahan. Pada pelaksanaannya, Lessee melakukan wanprestasi, sehingga Lessor melakukan penyitaan terhadap jaminan tambahan sebagai pelunasan angsuran sewa yang tidak dipenuhi oleh Lessee. Penelitian ini mengkaji alasan dan pertimbangan hukum penyitaan jaminan tambahan oleh Lessor dalam pembiayaan sewa guna usaha sebagai perbuatan melawan hukum, alasan dan pertimbangan hukum wanprestasi Lessee dalam perjanjian sewa guna usaha, serta akibat hukumnya.
Jenis Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan kasus. Data yang digunakan ialah data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi dokumen. Pengolahan data dilakukan dengan cara pemeriksaan data, rekonstruksi data, dan sistematisasi data, serta dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menyatakan bahwa sengketa antara Lessor dan Lessee timbul dari adanya tindakan Lessor yang menyita dan menjual jaminan tambahan, sehinga Lessee yang merasa keberatan pun mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ke pengadilan. Alasan Lessor menyita jaminan tambahan karena adanya wanprestasi Lessee. Penyelesaian sengketa ditempuh dan diputus melalui jalur pengadilan sampai pada tingkat Peninjauan Kembali. Putusan Peninjauan Kembali menyatakan membatalkan Putusan Kasasi dan membenarkan adanya kekeliruan dan kekhilafan oleh Judex Juris karena mengesampingkan fakta bahwa Lessee telah melakukan wanprestasi. Oleh karena benar Lessee wanprestasi, maka Lessor memiliki hak untuk menyita dan menjual jaminan tambahan yang didasarkan pula oleh adanya Surat Pemberian Jaminan dan Kuasa Jual.
Kata Kunci: Sewa Guna Usaha, Wanprestasi, Jaminan Tambahan
Dinda Azzahra Permata 18520110632023-03-16T06:40:53Z2023-03-16T06:40:53Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70122This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/701222023-03-16T06:40:53ZEFEKTIVITAS ATURAN PENDAFTARAN MEREK PADA PELAKU UMKM
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2016
TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS
(Studi Pada Kedai Kopi Di Kota Bandar Lampung)Merek menjadi suatu komponen penting dalam melakukan bisnis, deengan adanya
merek, konsumen akan dapat lebih mudah mengidentifikasi suatu produk dari
saingan lainnya. UMKM menjadi salah satu pilar perekonomian yang
menggerakkan roda perekonomian pada kota-kota besar khusus nya pada kota
Bandar Lampung. Akan tetapi seiring perkembangan zaman maka semakin tinggi
pula tingkat persaingan dalam dunia perdagangan, sehingga diperlukan nya suatu
perlindungan hukum terhadap suatu merek agar tidak dapat dipergunakan secara
illegal, oleh sebab itu dikeluarkan produk hukum untuk perlindungan bagi merek
yaitu melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi
Geografis. Selanjutnya permasalahan dalam penelitian ini adalah : (1) kesadaran
pelaku UMKM kedai kopi di Bandar Lampung tentang merek berdasarkan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis;
(2) Kendala UMKM dalam mendaftarkan merek sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.
Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian normative
empiris, menggunakan pendekatan peraturan (statue approach) dan studi kasus
(case approach), kemudian menggunakan data sekunder yaitu berupa bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Metode
pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini berupa observasi,
wawancara dan berupa studi kepustakaan, kemudian data yang diperoleh akan
dianlisis secara deskriptif.
Hasil penelitian dalam skripsi ini menunjukan banyak kedai kopi di kota Bandar
Lampung belum melakukan pendaftaran merek hal ini dibuktikan dengan data
yang dilakukan oleh penulis, untuk pendaftaran merek telah diatur lebih lanjut
pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi
Geografis. Dengan kata lain kesadaranakan pendaftaran merek dari pelaku usaha
kedai kopi di Kota Bandar Lampung masih rendah, yang artinya Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2016 tentang merek dan Indikasi Geografis masih belum
efektiv.
Kata Kunci : Merek, UMKM, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang
Merek dan Indikasi Geografis1812011283 GHINA SALSABILAghinass26@gmail.com2023-03-16T02:15:36Z2023-03-16T02:15:36Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70113This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/701132023-03-16T02:15:36ZPERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENUMPANG PESAWAT KOMERSIL
YANG DIBATALKAN AKIBAT PANDEMI COVID-19
(STUDI PADA MASKAPAI PENERBANGAN GARUDA INDONESIA)Covid-19 adalah jenis virus varian baru yang muncul pada desember 2019 di
wuhan, China dan menyebar menyerang seluruh belahan dunia dan mengakibatkan
beberapa sector yang harusnya berjalan sebagaimana biasanya menjadi terhambat
atau bahkan berhenti total. Salah satunya adalah sector penerbangan. Akibat dari
dampak pademi Covid-19 ini, banyak penerbangan yang dibatalkan secara sepihak
oleh maskapai penerbangan akibat dari peraturan pemerintah. pemerintah dan
perusahaan maskapai penerbangan berupaya untuk menangani dan meminimalisir
kerugian baik untuk pemerintahan, perusahaan penerbangan, dan juga perlindungan
hukum bagi konsumen yang terkena dampak pandemi Covid-19 ini. Dalam
penelitian ini, rumusan masalah yang dikaji adalah, bagaimana bentuk perlindungan
hukum bagi konsumen yang dibatalkan sepihak penerbangannya dan bagaimanakah
tanggung jawab maskapai penerbangan yang dibatalkan penerbangannya akibat
keadaan pandemi Covid-19.
Penelitian ini menggunakan metode normative emipiris. Tipe penelitian ini adalah
penelitian deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan
wawancara kepada petinggi Garuda Indonesia dan studi Pustaka dan data dianalisis
dengan metode kualitatif.
Hasil penelitian dan wawancara kepada Bapak Tosan Anda Andika (Genera
Manager PT. Garuda Indonesia Tbk) sebagai perwakilan pihak maskapai Garuda
Indonesia menunjukkan bahwa bentuk perlindungan hukum bagi konsumen yang
dibatalkan penerbangannya akibat pandemi Covid-19 yaitu berupa kontrak
perjanjian yang dilakukan sebelum pemberangkatan dalam bentuk pemberiaan hak
konsumen yang tertuang dalam Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen. Tanggung jawab pihak maskapai
kepada konsumen yang dibatalkan tiket keberangkatannya berdasarkan UUPK
berhak untuk mendapat ganti rugi berupa pengembalian dana dan ganti rugi berupa
voucher sesuai kebijakan yang berlaku pada masing-masing maskapai
penerbangan.
Kata Kunci: Perlindungan Konsumen, force majure, Garuda Indonesiakurniawan M. Yoga 16120112552023-03-16T01:48:18Z2023-03-16T01:48:18Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70111This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/701112023-03-16T01:48:18ZTINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN
BERENCANA DI LAMPUNG TENGAH
(Studi Kasus Putusan Nomor: 172/Pid.B/2020/PN Gns)Hukum pidana mengatur mengenai perbuatan yang dilarang salah satunya adalah
pembunuhan. Pembunuhan dibagi menjadi dua dalam hukum pidana. Pertama
adalah tindak pidana pembunuhan dan Kedua adalah tindak pidana pembunuhan
berencana. Tindak pidana pembunuhan biasa diatur dalam Pasal 338 KUHP
sedangkan pembunuhan berencana diatur dalam Pasal 340 KUHP. Permasalahan
dalam penelitian ini mengacu pada kasus tindak pidana pembunuhan yang
tercantum dalam Putusan Nomor: 172/Pid.B/2020/PN.Gns. Kasus ini mendapatkan
keringanan dari majelis hakim dalam vonisnya. Majelis hakim tidak satu pandangan
dengan penuntut umum dalam perkara ini. Maka dari itu penulis ingin mengangkat
permasalahan ini dalam tulisan ini berkenaan dengan putusan tersebut. Terkhusus
pada aspek penentuan unsur yang dilakukan oleh penuntut umum dalam putusan
tersebut dan mengenai pertimbangan majelis hakim dalam memutus perkara ini.
Pendekatan penelitian ini menggunakan yuridis normatif. Sumber data yang
digunakan berfokus pada data sekunder. Prosedur pengumpulan data penulis
menggunakan studi kepustakaan dan studi lapangan. Serta analisis data yang
digunakan menggunakan analisis data secara deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian ini yang pertama, Penerapan unsur-unsur pidana pembunuhan
berencana berdasarkan Pasal 340 KUHP dalam Putusan Nomor
172/Pid.B/2020/PN.Gns sudah sesuai dengan prinsip-prinsip hukum pidana. Fakta-
fakta hukum dan barang bukti yang ada telah menunjukan adanya pembunuhan
berencana yang dilakukan oleh Mulyadi kepada korban. Terdapat tiga penerapan
unsur dalam Pasal 340 yaitu mengenai Unsur Barang Siapa, Unsur Dengan Sengaja
Dengan Rencana Terlebih Dahulu Merampas Nyawa Orang Lain, Ketiga unsur
Diancam Karena Pembunuhan dengan Rencana. Kedua, Pertimbangan majelis
hakim dalam penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan
berencana dalam perkara putusan nomor 172/Pid.B/2020/PN.Gns didapatkan
bahwa mejelis mempertimbangkan bahwa secara meyakinkan pelaku secara jelas
melakukan tindak pidana pembunuhan dengan rencana. Kedua, majelis
mempertimbangkan bahwa pembelaan yang dilakukan oleh pelaku tidak dapat
diterima karena tidak didukung dengan alat bukti yang ada. Ketiga majelis hakim
mempertimbangan mengenai hukuman yang akan diberikan, majelis hakim tidak
sepandangan dengan dakwaan penuntut umum yang mengajukan hukuman seumur
hidup dan memutuskan hukuman pidana selama 20 tahun penjara. Alasannya
pertama karena pelaku menunjukan sikap kooperatif dalam proses penegakan
hukum dan pelaku menunjukan rasa penyesalan telah melakukan tindak pidana
tersebut.
Kata Kunci: Tinjauan Yuridis, Tindak Pidana, Pembunuhan Berencana.
Criminal law regulates prohibited acts, one of which is murder. Murder is divided
into two in criminal law. The first is the crime of murder and the second is the crime
of premeditated murder. Ordinary murder is regulated in Article 338 of the Criminal
Code, while premeditated murder is regulated in Article 340 of the Criminal Code.
The problem in this study refers to the case of a criminal act of murder listed in
Decision Number: 172/Pid.B/2020/PN.Gns. This case received leniency from the
panel of judges in their verdict. The panel of judges disagreed with the public
prosecutor in this case. Therefore, the author wants to raise this issue in this paper
regarding this decision. Especially in the aspect of determining the elements carried
out by the public prosecutor in the decision and regarding the considerations of the
panel of judges in deciding this case.
This research approach uses normative juridical. The data source used focuses on
secondary data. The author's data collection procedure uses library research and
field studies. And the data analysis used was descriptive qualitative data analysis.
The results of this study are first, the application of the criminal elements of
premeditated murder based on Article 340 of the Criminal Code in Decision
Number 172/Pid.B/2020/PN.Gns is in accordance with the principles of criminal
law. The legal facts and available evidence have shown that there was a
premeditated murder committed by Mulyadi to the victim. There are three
implementations of the elements in Article 340, namely regarding the Whoever
Element, the Element Deliberately With a Premeditated Plan to Take the Life of
Another Person, and the three elements are Threatened for Premeditated Murder.
Second, the consideration of the panel of judges in imposing a crime against the
perpetrators of the crime of premeditated murder in the case of decision number
172/Pid.B/2020/PN.Gns it was found that the panel considered that convincingly
the perpetrators had clearly committed the crime of premeditated murder. Second,
the panel considered that the defense made by the perpetrator was unacceptable
because it was not supported by the existing evidence. The three panel of judges
considered the sentence to be given, the panel of judges did not agree with the
indictment of the public prosecutor who proposed a life sentence and decided a
criminal sentence of 20 years in prison. The first reason is because the perpetrator
shows a cooperative attitude in the law enforcement process and the perpetrator
shows a sense of remorse for committing the crime.
Keywords: Juridical Review, Crime, Premeditated Murder
Tonang Budi Satrio Ari 16120111122023-03-16T01:12:13Z2023-03-16T01:12:13Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70095This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/700952023-03-16T01:12:13ZANALISIS HUKUM PERTANGGUNGJAWABAN PERBUATAN
MELAWAN HUKUM PENCEMARAN NAMA BAIK DI MEDIA
SOSIAL WHATSAPP
(Studi Kasus Putusan Nomor 44/Pdt.G/2019/PN.Kdr.)Perbuatan melawan hukum diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata yang berbunyi: “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan
membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan
kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut”. Dalam
studi kasus Putusan Nomor 44/Pdt.G/2019/PN.Kdr, penelitian ini membahas
mengenai batasan-batasan seseorang dapat dikatakan melakukan penghinaan atau
pencemaran nama baik dan pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara pada
Putusan Nomor 44/Pdt.G/2019/PN.Kdr.
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau metode library
research (penelitian perpustakaan). Pengumpulan data ini menggunakan sumber
data kepustakaan. Pengolahan data dilakukan dengan cara pemeriksaan data,
rekonstruksi data, dan sistematika data serta selanjutnya data dianalisis secara
kualitatif, komprehensif, dan lengkap.
Hasil penelitian dan pembahasan menjelaskan bahwa batasan-batasan seseorang
dapat dikatakan melakukan penghinaan atau pencemaran nama baik ada dua, yaitu
tertulis dan tidak tertulis. Tertulis yang dimaksud adalah adanya perbuatan
melawan hukum, ada kesalahan, ada hubungan sebab akibat antara kerugian dan
perbuatan, dan ada kerugian. Tidak tertulis yang dimaksud adalah melanggar
undang-undang, melanggar hak subjektif orang lain, bertentangan dengan
kewajiban hukum pelaku, bertentangan dengan kesusilaan (kaidah moral), dan
bertentangan dengan sikap kehati-hatian yang sepatutnya dalam masyarakat ini
bersumber pada hukum tidak tertulis (hukum adat). pertimbangan hakim dalam
memutuskan perkara pada Putusan Nomor 44/Pdt.G/2019/PN.Kdr adalah tidak
mengabulkan atau menolak gugatan pihak penggugat pada Putusan Nomor
44/Pdt.G/2019/PN.Kdr dikarenakan beberapa faktor seperti: adanya gugatan salah
pihak (error in persona), adanya gugatan kabur (obscuur libel), dan ketidakjelasan
barang bukti, dalam hal ini yang dimaksud adalah waktu (menit, jam, tanggal,
bulan, dan tahun ).
Kata Kunci : Perbuatan Melawan Hukum, Pencemaran Nama Baik, Media
Sosial WhatsappAzmi Fauzan Ivan 16120112822023-03-10T07:03:09Z2023-03-10T07:03:09Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70078This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/700782023-03-10T07:03:09ZANALISIS YURIDIS PENERAPAN PRINSIP
GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) PADA PERUM BULOG
DIVISI REGIONAL LAMPUNGGood Corporate Governance (GCG) diartikan sebagai prinsip yang mendasari
terbentuknya mekanisme yang mengatur mengenai pengelolaan perusahaan secara
baik dan benar demi terpenuhinya hak-hak para pihak berkepentingan
(stakeholders), mengantisipasi risiko terjadinya kecurangan dalam Penerapan
kegiatan usaha perusahaan serta guna mempertahankan kelangsungan hidup
perusahaan tersebut. Permasalahan dalam penelitian skripsi ini yaitu mengenai
Penerapan prinsip GCG yang dilaksanakan oleh Perum BULOG Divisi Regional
Lampung, dan mengenai hambatan serta upaya yang dilakukan guna mengatasi
hambatan yang terjadi dalam penerapannya.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif dan
yuridis empiris. Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan studi
kepustakaan dan wawancara sebagai data pendukung. Data yang terkumpul
kemudian diolah dan dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa Perum BULOG Divisi
Regional Lampung telah melaksanakan GCG sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku dengan baik, hal ini terbukti dari skor hasil penilaian GCG
yang diperoleh Perum BULOG Divisi Regional Lampung di tahun 2020 mencapai
89,92 yang termasuk dalam kategori sangat baik. Adanya hambatan utama terkait
kondisi keuangan Perum BULOG Divisi Regional Lampung yang sedang tidak
stabil kemudian berdampak pada aspek-aspek lain dalam proses pengelolaan
perusahaan, sehingga saat ini Perum BULOG Divisi Regional Lampung sedang
gencar melakukan berbagai upaya perbaikan kualitas Penerapan GCG.
Kata kunci: GCG, Penerapan, Perum BULOG Divisi Regional Lampung.PUTRI AMELIA RIZKIA 18120112852023-03-10T01:28:53Z2023-03-10T01:28:53Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70072This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/700722023-03-10T01:28:53ZANALISIS PEMENUHAN HAK RESTITUSI TERHADAP ANAK KORBAN
TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL
(Studi Putusan Nomor: 133/Pid/2021/PT Tjk)
ABSTRAK
Anak seringkali menjadi korban dari suatu tindak pidana, terutama tindak pidana
kekerasan seksual. Kekerasan seksual terhadap anak akan menyebabkan dampak
yang sangat panjang. Dampak tersebut meliputi masalah kesehatan di kemudian hari,
masalah trauma yang berkepanjangan bahkan sampai anak tersebut sudah dewasa.
Secara psikis anak yang menjadi korban kekerasan seksual harus disembuhkan dan
diperhatikan, karena dapat menimbulkan luka fisik maupun trauma bahkan
pelampiasan dendam. Bentuk perlindungan hukum bagi anak yang menjadi korban
dengan memberikan restitusi terhadap anak sebagai tanggung jawab pelaku untuk
memenuhi hak anak yang menjadi korban dari suatu tindak pidana kekerasan seksual.
Putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Nomor 133/Pid/2021/PT Tjk, pada amar
putusannya menghukum terdakwa pidana penjara 6 (enam) tahun dan membayar
restitusi sebesar Rp.8.575.000 dari jumlah permohonan restitusi sebesar
Rp.17.575.000 yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum. Hal ini menunjukan bahwa
sistem peradilan pidana di Indonesia masih hanya fokus pada pemberian hukum
kepada pelaku pidana saja sehingga pemenuhan hak korban tidak dapat dipenuhi
secara optimal, padahal anak korban tindak pidana kekerasan seksual merupakan
pihak yang paling menderita.
Pendekatan masalah yang digunakan pada skripsi ini menggunakan pendekatan
yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber data yang digunakan yaitu data primer
dan sekunder. Para pihak yang terlibat sebagai narasumber diantaranya, Hakim
Tinggi pada Pengadilan Tinggi Tanjung Karang, Jaksa pada Kejaksaan Tinggi
Lampung, Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung, dan
Dosen Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa peraturan tentang restitusi
sudah ada namun belum sesuai dalam menjamin pemenuhan terhadap hak-hak anak
sebagai korban dikarenakan peraturan tersebut masih belum terlalu jelas dalam
memberikan mekanisme tentang pelaksanaan restitusi. Salah satu hambatan
dikarenakan aparat penegak hukum masih fokus terhadap hukuman pokoknya saja
dibandingkan hak-hak daripada korban kekerasan seksual, selanjutnya walaupun
restitusi sudah diterapkan masih belum adanya daya paksa dan aturan yang mengatur
jika pelaku tidak dapat membayarkan restitusi tersebut.
Secara garis besar terdapat saran dalam penelitian skripsi ini adalah pemerintah perlu
merevisi peraturan tentang restitusi sehingga mekanisme pelaksanaannya menjadi
lebih jelas. Peran pemerintah sangat dibutuhkan terkait pemberian kompensasi
kepada korban tindak pidana kekerasan seksual jika pelaku tidak dapat membayarkan
restitusi, sehingga anak korban tindak pidana kekerasan seksual tetap mendapatkan
hak-haknya.
Kata Kunci: Restitusi, Perlindungan Anak, Kekerasan Seksual.
Mohammad Reza Khatami
ABSTRACT
ANALYSIS OF FULFILLMENT OF THE RIGHT TO RESTITUTION OF
CHILD VICTIMS OF CRIMINAL ACTS OF SEXUAL VIOLENCE
(Study of Court Decision Number 133/Pid/2021/PT Tjk)
By
MOHAMMAD REZA KHATAMI
Children are often victims of a crime, especially sexual violence. Sexual violence
against children will have a very long impact. These impacts include health problems
later in life, prolonged trauma problems even when the child is an adult.
Psychologically, children who are victims of sexual violence must be cured and cared
for, because it can cause physical injury or trauma and even revenge. Forms of legal
protection for children who become victims by providing restitution to children as the
perpetrator's responsibility to fulfill the rights of children who are victims of a crime
of sexual violence. Tanjung Karang High Court Decision Number 133/Pid/2021/PT
Tjk, in its decision sentenced the defendant to 6 (six) years imprisonment and to pay
restitution of Rp.8,575,000 of the total request for restitution of Rp.17,575,000
submitted by the Prosecutor Public Prosecutor. This shows that the criminal justice
system in Indonesia is still only focused on giving law to criminals so that the
fulfillment of victims' rights cannot be fulfilled optimally, even though child victims
of sexual violence are the ones who suffer the most.
The approach to the problem used in this thesis uses normative and empirical
juridical approaches. The data sources used are primary and secondary data. The
parties involved as resource persons included High Judges at the Tanjung Karang
High Court, Prosecutors at the High Prosecutor 's Office, Lecturers in the Criminal
Law Department, Faculty of Law, University of Lampung, and Lecturers in the
Constitutional Law Section, Faculty of Law, University of Lampung.
The results of the research and discussion show that regulations regarding restitution
already exist but are not yet appropriate in guaranteeing the fulfillment of the rights
of children as victims because these regulations are still not very clear in providing a
mechanism for implementing restitution. One of the obstacles is that law enforcement
officials are still focused on the main punishment compared to the rights of victims of
sexual violence. Furthermore, even though restitution has been implemented, there is
still no coercive power and rules governing if the perpetrator cannot pay the
restitution.
In general, there is a suggestion in this thesis research that the government needs to
revise regulations regarding restitution so that the implementation mechanism
becomes clearer. The government's role is urgently needed in terms of providing
compensation to victims of sexual violence if the perpetrators cannot pay restitution,
so that child victims of sexual violence continue to get their rights.
Keywords: Restitution, Child Protection, Sexual Violence.
Mohammad Reza Khatami Reza Khatami Mohammad19120112932023-03-10T01:25:58Z2023-03-10T01:25:58Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70070This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/700702023-03-10T01:25:58ZANALISIS PENYELESAIAN PERKARA PENGGELAPAN GETAH KARET
MELALUI RESTORATIVE JUSTICE OLEH KEJAKSAAN
NEGERI TULANG BAWANG
(No.PRINT-01/L.8.4.18/Eoh.2/01/2022)
ABSTRAK
Restorative Justice atau Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana
dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dengan pihak lain yang
terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan
pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan. Penegakan hukum
restorative justice diatur dalam Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 tahun 2020 tentang
penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif. Penggelapan adalah perbuatan
mengambil tanpa hak oleh seseorang yang telah diberi kewenangan, untuk mengawasi
dan bertanggung jawab penuh terhadap negara, oleh pejabat publik maupun swasta.
Permasalahan dalam skripsi ini meliputi Bagaimanakah penyelesaian kasus
penggelapan getah karet melalui restorative justice oleh Kejaksaan Negeri Tulang
Bawang dan Apakah faktor yang mempengaruhi diselesaikannya kasus penggelapan
getah karet melalui restorative justice oleh Kejaksaan Negeri Tulang Bawang.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data
diperoleh melalui studi kepustakaan dan melalui wawancara narasumber yang telah
ditentukan. Narasumber pada penelitian ini terdiri dari Jaksa pada Kejaksaan Negeri
Tulang Bawang dan Dosen Hukum Pidana pada Fakultas Hukum Uiversitas Lampung.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa, penyelesaian kasus
penggelapan getah karet melalui restorative justice oleh Kejaksaan Negeri Tulang
Bawang diselesaikan melalui beberapa tahapan, yaitu upaya perdamaian dan proses
perdamaian . Faktor yang mempengaruhi penyelesaian kasus penggelapan getah karet
oleh kejaksaan negeri tulang bawang terbagi menjadi dua, yaitu faktor pendukung dan
faktor penghambat. Adapun , faktor yang mendukung kasus ini diselesaikan melalui
restorative justice adalah faktor hukumnya itu sendiri (undang-undang), faktor
penegak hukumnya, dan faktor masyarakat. Faktor yang menghambat penyelesaian
kasus ini adalah sulitnya akses untuk menjangkau rumah pelaku yang berada jauh dari
kantor Kejaksaan Negeri Tulang Bawang.
Saran dalam penelitian ini adalah diharapkan kepada para penegak hukum sebaiknya
lebih memudahkan aturan mengenai penggunaan konsep restorative justice guna
menyelesaikan suatu perkara. Pemerintah sebaiknya membuat dasar hukum seperti
Undang-Undang yang mengatur lebih lanjut mengenai restorative justice, sehingga
lebih maksimal dalam penerapannya.
Kata Kunci: Restorative Justice, Penggelapan, Kejaksaan Negeri
Ilham Darmawan DARMAWAN ILHAM19120113112023-03-06T01:58:43Z2023-03-06T01:58:43Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70036This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/700362023-03-06T01:58:43ZANALISIS YURIDIS KEKUATAN ALAT BUKTI DALAMMEMBERIKAN
PERKEMBANGAN HASIL PENYELIDIKAN BELUM DAPAT
DI TINDAK LANJUTI KE TINGKAT PENYIDIKAN
(Studi Polresta Tanjung Karang)
ABSTRAK
Pada perkembangan proses penyidikan di Polresta Tanjung Karang yang
sedang berlangsung, pihak pelapor dapat mengajukan permohonan untuk dapat
diberikan Surat Pemberitahuan Perkembangan hasil Pendidikan SP2HP kepada
pihak kepolisian terkait, sebagaimana telah diatur dalam ketentuan Pasal 11
Ayat (1) huruf a Perkap No. 21 Tahun 2011 juncto Pasal 12 huruf c Perkap No.
16 tahun 2010 Setiap penerbitan dan penyampaian SP2HP, maka Penyidik
wajib menandatangani dan menyampaikan tembusan kepada atasannya.
didalam proses penyelidikannya semua saksi-saksi sudah dipanggil dan diperiksa
semua baik saksi pelapor maupun saksi terlapor, bahkan alat bukti surat
petunjuk dan lainnya sudah lengkap dan terpenuhi sebagai bukti permulaaan
cukup untuk dijadikan keterangan yang dapat di tingkatkan ketingkat
penyidikan, akan tetapi proses penyelidikan dihentikaan karena dianggap
kurang alat bukti. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian
dengan permasalahan Bagaiamanakah Kekuatan alat Bukti Dalam
Memberikan Perkembangan Hasil Penyelidikan Belum Dapat ditindaklanjuti
Ke Tingkat Penyidikan (Surat A2) dan Apa sajakah yang menjadi hambatan
dalam pembuktian dengan mengunakan 2 (dua) alat bukti dalam proses
penyelidikan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris.
Jenis data terdiri dari data primer dan sekunder. Narasumber terdiri dari,
Kepolisian Resor Kota Tanjung Karang, Hakim Pengadilan Negeri Tanjung
Karang dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas
Lampung. Analisis data menggunakan analisis kualitatif.
Berdasarkan pembahasan terhadap hasil penelitian mengenai permasalahan
yang diajukan dalam skripsi ini, diperoleh kesimpulan bahwa kekuatan barang
bukti dikaitkan dengan alat-alat bukti sebagaimana yang tercantum dalam Pasal
i
M. Hadi Anandito
184 KUHAP perlu dipertanyakan. Benda atau barang bukti tidak boleh
dipersamakan dengan alat bukt i petunjuk, undang-undang sendiri tidak memberi
penjelasan tidak selayaknya demikian, karena barang bukti pun dalaml ini
tertentu sangat menolong untuk memperoleh petunjuk dalam menungkap suatu
perkara pidana. Posisi kasusnya yang terjadi semua saksi-saksi sudah dipanggil
oleh penyidik dan alat bukti berupa surat-surat juga sudah di tahan oleh penyidik
akan tetapi semua alat bukti pendukung itu dianggap kurang dan tidak menjadi
bukti permulaan yang cukup sebagaimana yang telah ditentukan didalam
KUHAP, sehingga diberhentikan sementara sampai dengan alat bukti surat atau
ada bukti petunjuk lainnya. Faktor Penghambat dalam pembuktian dengan 2
(dua) alat bukti dalam proses penyelidikan sejauh ini memang masih mengalami
berbagai hambatan. Hambatan-hambatan tersebut disebabkan oleh berbagai
faktor baik internal maupun eksternal, diantaranya faktor substansi hukum,
penegak hukum, sarana dan fasilitas pendukung, masyarakat dan budaya hukum.
Adapun saran yang diberikan penulis Pasal 184 Ayat (1) menyebutkan alat
bukti yang sah meliputi: bagi pihak kepolisian khususnya penyidik dapat
memahami bahwa undang-undang menentukan 5 jenis alat bukti yang sah selain
5 jenis ini tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sah. “Kekuatan
Pembuktian” atau bewijskracht dari setiap alat bukti yang disebut dalam Pasal
184 KUHAP. Serta pihak kepolisian lebih mengintensifkan kerja mereka seperti
meningkatkan koordinasi dengan saling tukar informasi dari semua pihak yang
bekerjasama mengenai kegiatan dan hasilnya termasuk masalah-masalah yang
dihadapi masing-masing, serta membuat kesepakatan dan kesatuan pengertian
mengenai sasaran yang harus dicapai sebagai arah kegiatan bersama yaitu
penanggulangan tindak pidana penipuan atau penggelapan yang makin marak di
Bandar Lampung.
Kata Kunci: Kekuatan, Alat Bukti, Penyidikan, Surat A2.
ii
ABSTRACT
JURIDICAL ANALYSIS OF THE STRENGTH OF EVIDENCE IN
PROVIDED DEVELOPMENT OF INVESTIGATION RESULTS HAS NOT
BEEN ABLE TO IN FOLLOW UP TO THE LEVEL OF INVESTIGATION
(Tanjung Karang Police Study)
By
M. HADI ANANDITO
In the development of the ongoing investigation process at the Tanjung Karang
Police, the reporting party can submit an application to be granted SP2HP to the
relevant police, as stipulated in the provisions of Article 11 Paragraph (1) letter a
Perkap No. 21 of 2011 juncto Article 12 letter c Perkap No. 16 of 2010 Every
issuance and submission of Letter of Notification of the Development of
Encryption Result SP2HP, the Investigator must sign and submit a copy to his
superior. During the investigation process, all witnesses have been summoned
and examined, both reporting witnesses and reported witnesses, even evidence,
instructions and others are complete and fulfilled as initial evidence, sufficient to
be used as information that can be increased to the level of investigation,
however, the investigation process was stopped because considered insufficient
evidence. Based on this, it is necessary to conduct research with the problem of
how the strength of evidence in providing developments in investigation results
cannot yet be followed up to the level of investigation (Letter A2) and what are the
obstacles in proving by using 2 (two) pieces of evidence in the investigation
process.
This research uses normative juridical and empirical juridical approaches. The
type of data consists of primary and secondary data. The resource persons
consisted of the Tanjung Karang City Police, Tanjung Karang District Court
Judges and Lecturers in the Criminal Law Department at the Faculty of Law,
University of Lampung. Data analysis using qualitative analysis.
Based on the discussion of the research results regarding the problems raised in
this thesis, it is concluded that the strength of the evidence associated with the
evidence as stated in Article 184 of the Criminal Procedure Code needs to be
questioned. Objects or evidence may not be equated with evidence, the law itself
does not provide an inappropriate explanation for this, because even evidence in
iii
M. Hadi Anandito
these matters is certain. very helpful for obtaining clues in uncovering a criminal
case. The position of the case that occurred was that all the witnesses had been
summoned by the investigator and the evidence in the form of letters had also
been detained by the investigator, but all the supporting evidence was considered
insufficient and did not constitute sufficient initial evidence as specified in the
Criminal Procedure Code, so it was dismissed. while up to documentary evidence
or other evidence. The inhibiting factors in proving with 2 (two) pieces of
evidence in the investigation process so far are still experiencing various
obstacles. These obstacles are caused by various factors, both internal and
external, including factors of legal substance, law enforcers, supporting facilities
and infrastructure, society and legal culture.
The advice given by the author of Article 184 Paragraph (1) states that valid
evidence includes: for the police, especially investigators, to understand that the
law determines 5 types of legal evidence other than these 5 types cannot be used
as legal evidence. "Strength of Proof" or bewijskracht of each piece of evidence
referred to in Article 184 of the Criminal Procedure Code. As well as the police
intensifying their work such as increasing coordination by exchanging
information from all collaborating parties regarding activities and results
including the problems faced by each, as well as making agreements and a unified
understanding of the goals that must be achieved as the direction of joint
activities, namely countermeasures criminal acts of fraud or embezzlement which
are increasingly prevalent in Bandar Lampung.
Keywords: Strength, Evidence, Investigation, Letter A2.1852011066 M. HADI ANANDITOanandito.hadi@gmail.com2023-03-06T01:28:25Z2023-03-06T01:28:25Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70026This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/700262023-03-06T01:28:25ZANALISIS PUTUSAN HAKIM YANG MENJATUHKAN PIDANA
PENJARA TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU
PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
(Studi Putusan Nomor: 4/Pid.Sus-Anak/2021/PN.Tjk) Abstrak
Anak yang melakukan tindak pidana dalam konteks hukum positif yang berlaku di
Indonesia tetap harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan hukum,
namun demikian mengingat usianya yang masih dalam kategori anak maka proses
hukum terhadap anak dilaksanakan secara khusus dengan Undang-Undang Sistem
Peradilan Pidana Anak (UUSPPA). Demikian pula terhadap anak yang melakukan
tindak pidana penyalahgunaan narkotika. Permasalahan penelitian ini adalah: (1)
Bagaimanakah pertimbangan hukum hakim yang menjatuhkan pidana penjara
terhadap anak sebagai pelaku penyalahgunaan narkotika dalam Putusan Nomor:
4/Pid.Sus-Anak/2021/PN.Tjk (2) Apakah pidana yang dijatuhkan hakim terhadap
anak sebagai pelaku penyalahgunaan narkotika sudah sesuai dengan fakta
persidangan.
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan empiris.
Narasumber penelitian terdiri dari Hakim Anak pada Pengadilan Negeri Kelas IA
Tanjungkarang, Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila, Pembimbing Anak
pada Bapas Kelas IIA Bandar Lampung dan Penasehat Hukum pada LBH GP
Anshor Bandar Lampung. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan studi
pustaka dan studi lapangan. Data yang diperoleh lalu dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Dasar pertimbangan hukum hakim dalam
menjatuhkan penjara selama 8 (delapan) bulan di dalam Lembaga Pembinaan
Khusus Anak (LPKA) terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana
penyalahgunaan narkotika dalam Putusan Nomor: 4/Pid.Sus-Anak/2021/PN.Tjk
terdiri atas pertimbangan yuridis yaitu terpenuhinya unsur-unsur pada Pasal 127
ayat (1) Undang-Undang Narkotika yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum.
Pertimbangan filosofis yaitu pidana penjara bukan semata-mata sebagai kurungan
badan, tetapi lebih berorintasi pada upaya memperbaiki perilaku anak agar
menjadi pribadi yang lebih baik setelah selesai menjalani masa pidana.
Pertimbangan sosiologis yaitu hakim mempertimbangkan hal-hal yang
meringankan dan memberatkan pidana bagi anak. (2) Pidana yang dijatuhkan
hakim terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika dalam Putusan Nomor: 4/Pid.Sus-Anak/2021/PN.Tjk telah sesuai dengan fakta
yang terungkap di persidangan, yaitu adanya keterangan para saksi yang saling
berkesesuaian, keterangan terdakwa yang mengakui perbuatannya serta adanya
rekomendasi dari Bapas Kelas II Bandar Lampung agar anak dijatuhi pidana
penjara. Hakim Anak berdasarkan fakta-fakta persidangan memperoleh petunjuk
bahwa telah terjadi tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh anak.
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Seharusnya hakim yang menangani perkara
anak secara konsisten memutuskan perkara anak dengan berorientasi pada upaya
mewujudkan perlindungan terhadap anak, salah satunya melalui putusan pidana
penjara di dalam Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). (2) Seharusnya
semua hakim anak di Indonesia dalam memutus perkara anak yang diajukan
kepadanya tetap mengacu kepada ketentuan yang telah diatur dalam UndangUndang
Sistem Peradilan Pidana Anak, sehingga terhadap anak yang berkonflik
dengan hukum tetap dapat diupayakan pembinaan dalam putusan pemidanaan
yang dijatuhkan hakim.
Kata Kunci: Putusan Hakim, Pidana Penjara, Anak, Narkotika.
Fatwa Ridho Muhammad17120110302023-03-06T01:19:38Z2023-03-06T01:19:38Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70024This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/700242023-03-06T01:19:38ZKAJIAN HUKUM PIDANA TERHADAP PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ARTIS YANG TERLIBAT KASUS PROSTITUSI ONLINESaat ini seseorang dapat memilih untuk memenuhi kebutuhan dan minat mereka dengan berbagai cara, dari pekerjaan yang termasuk dalam kategori kerja kasar hingga pekerjaan yang dapat dilakukan dimanapun dan kapanpun. Hal ini tentu saja disebabkan oleh hadirnya dan semakin canggihnya teknologi yang mendukung aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari, serta yang dapat memberikan dampak positif untuk kehidupan bermasyarakat. Sayangnya keberadaan dan perkembangan teknologi pada bidang informasi ibarat dua sisi mata uang yang sama: jika digunakan untuk kebaikan akan memberikan dampak positif, tetapi jika digunakan untuk keburukan maka akan memberikan dampak negatif. Seiring dengan penggunaan teknologi informasi, media dan komunikasi yang telah mengubah perilaku masyarakat global dan peradaban manusia, mengakibatkan pertumbuhan tingkat kejahatan melalui internet, atau dengan kata lain disebut sebagai prostitusi online. Sehingga penulisan skripsi ini akan meneliti tentang pandangan dan teori hukum pidana terhadap pertanggungjawaban pidana artis yang terlibat kasus prostitusi online.
Penelitian ini menggunakan pendekatan Yuridis Normatif dan Yuridis Empiris, yang menggunakan sumber data berupa data primer yang diperoleh dari proses diskusi dan wawancara dengan praktisi hukum dan akademisi yang relevan dalam pembahasan prostitusi online, data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, literatur dan dokumen resmi yang terkait. Data akan dianalisa dengan metode studi kepustakaan dan studi lapangan, serta landasan teori yang digunakan adalah teori pertanggungjawaban pidana dan teori viktimologi.
Berdasarkan analisa data yang dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa artis yang terlibat dalam kasus prostitusi online dapat dimintakan pertanggungjawaban pidananya apabila terdapat perilaku menyimpang berupa prostitusi atau layanan seksual yang diiklankan secara langsung atau tidak langsung, atau dianggap melanggar ketentuan pornografi. Sehingga kegiatan prostitusi yang tidak diiklankan, tidak memenuhi syarat sebagai pornografi dan tidak dapat didakwa sebagai kejahatan. Artinya, hal ini akan menyebabkan seluruh kegiatan prostitusi yang melibatkan mucikari sebagai pihak ketiga antara pekerja seks komersial dan klien ‘selalu’ berada pada posisi yang bertanggung jawab sekalipun tidak terdapat paksaan pada pekerja seks komersial tersebut. Berdasarkan analisa tersebut, upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah perkembangan prostitusi online semakin meluas adalah dengan menciptakan regulasi yang dapat diberlakukan secara nasional apabila telah disepakati jika prostitusi, baik itu prostitusi secara konvensional maupun prostitusi online, merupakan sebuah tindak pidana yang dapat dipertanggungjawabkan oleh setiap pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan pelayanan seksual.
Saran dalam penulisan skripsi ini berupa diharapkan adanya peraturan perundang-undangan yang memberikan sanksi pidana bagi orang-orang yang terlibat dalam tindakan prostitusi, sehingga pihak yang bertanggung jawab tidak hanya dititikberatkan pada satu pihak saja, dalam hal ini mucikari atau pihak ketiga yang menghubungkan antara klien dan pekerja seks komersial.Hendrajudy Claudia Novandrea Dewinida Putri17120112482023-03-02T07:02:09Z2023-03-02T07:02:09Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70020This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/700202023-03-02T07:02:09ZANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA
TINDAK PIDANA MANIPULASI, PENCIPTAAN, PERUBAHAN
INFORMASI ELEKTRONIK
(Studi Putusan Perkara Nomor 1637/Pid.Sus/2019/PN Tjk)Pelaku tindak pidana manipulasi, penciptaan, perubahan informasi elektronik
dalam Putusan Nomor 1637/Pid.Sus/2019/PN Tjk dilakukan dengan cara membuat
akun facebook yang mengatasnamakan orang lain seolah-olah akun tersebut asli
dan dianggap otentik. Hakim mengadili dengan pidana penjara 1 (satu) tahun dan 4
(empat) bulan sesuai dengan Pasal 51 Ayat (1) jo. Pasal 35 UU ITE. Permasalahan
dalam penulisan ini adalah sebagai berikut: (1) Bagaimanakah dasar pertimbangan
hakim dalam tindak pidana manipulasi, penciptaan, dan perubahan informasi
elektronik pada Putusan No. 1637/Pid.sus/2019/PN TJK. (2) Apakah putusan
hakim dalam perkara manipulasi, penciptaan, dan perubahan informasi elektronik
berdasarkan Putusan Nomor 1637/Pid.Sus/2019/PN TJK sudah sesuai dengan
keadilan substantif.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan empiris. Prosedur
pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Narasumber
terdiri dari Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan Dosen Fakultas Hukum
Unila. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa, (1) Dasar
pertimbangan putusan hakim dalam menjatuhkan pidana penjara selama 1 (satu)
tahun 4 (empat) bulan terhadap pelaku tindak pidana manipulasi, penciptaan,
perubahan informasi elektronik dalam Putusan Nomor 1637/Pid.Sus/2019/PN Tjk,
terdiri dari pertimbangan yuridis, filosofis dan sosiologis. Secara yuridis yaitu
perbuatan terdakwa telah terbukti memenuhi Pasal 51 ayat (1) jo. Pasal 35 UndangUndang Nomor 19 Tahun 2016 Atas Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Secara filosofis yang diberikan
oleh hakim dengan memidana terdakwa selama 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan dapat
membuat pelaku mendapatkan efek jera dan tidak mengulangi kesalahan yang
sama, serta dengan mengikuti pembinaan di Lembaga Pembinaan. Pertimbangan
filosofis yang diberikan hakim kepada terdakwa dimaksudkan agar setelah
terdakwa menjalani proses pemidanaan, terdakwa dapat kembali di tengah tengah masyarakat dan memperbaiki dirinya. Secara sosiologis yaitu hakim
mempertimbangkan bahwa latar belakang terdakwa sebagai seorang Pensiunan TNI
AD yang telah memberikan kontribusinya kepada negara selama dalam institusi
TNI. Terdakwa seharusnya mencerminkan perilaku yang baik, karena perilaku
terdakwa berakibat menimbulkan rasa kebencian masyarakat terhadap Pemerintah
Republik Indonesia. (2) Putusan Nomor 1637/Pid.Sus/2019/PN Tjk sudah
memenuhi keadilan substantif, yang diputuskan hakim dengan mempertimbangkan
hal yang terjadi selama proses persidangan dengan didukung dengan bukti-bukti
yang meyakinkan hakim, maka putusan dengan penjara 1 (satu) tahun 4 (empat)
bulan sudah selayaknya dikenakan kepada terdakwa kasus manipulasi, penciptaan,
perubahan informasi elektronik. Keadilan substantif yang dimaksud dalam putusan
tersebut, dipertimbangkan dengan tidak adanya alasan pembenar maupun alasan
pemaaf terhadap terdakwa serta menyebabkan keonaran di masyarakat dan
ketidakpercayaan terhadap pemerintahan Indonesia.
Saran dalam penelitian ini hendaknya kepada Majelis Hakim dalam menjatuhkan
sanksi pidana tetap secara konsisten mempertimbangkan secara yuridis, filosofis
dan sosiologis, sehingga pidana yang dijatuhkan benar-benar sesuai dengan
kesalahan yang terdakwa lakukan tanpa membeda-bedakan latar belakang seorang
terdakwa. Hakim dalam menangani kasus manipulasi, penciptaan, perubahan
informasi elektronik yang dilakukan oleh Syamsul yang memiliki latar belakang
militer atau sebagai pensiunan TNI AD, hakim harus tetap berani melakukan
diskresi untuk mencapai suatu keadilan substantif guna memenuhi rasa keadilan
masyarakat.
Kata Kunci: Pertimbangan Hakim, Manipulasi Informasi Elektronik,
Keadilan SubstantifAzalia Alyajna Adisty 19420110462023-03-01T07:28:51Z2023-03-01T07:28:51Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/70014This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/700142023-03-01T07:28:51ZIMPLEMENTASI PERJANJIAN KERJA TERKAIT UPAH LEMBUR
BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 35 TAHUN
2021 MENGENAI WAKTU KERJA, DAN WAKTU ISTIRAHAT
(STUDI PADA PT. PEMUKA SAKTI MANIS INDAH WAY KANAN)
ABSTRAK
IMPLEMENTASI PERJANJIAN KERJA TERKAIT UPAH LEMBUR
BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 35 TAHUN
2021 MENGENAI WAKTU KERJA, DAN WAKTU ISTIRAHAT
(STUDI PADA PT. PEMUKA SAKTI MANIS INDAH WAY KANAN)
Waktu kerja lembur yaitu waktu kerja yang melebihi 7 (tujuh) jam sehari dan 40
(empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu)
minggu atau 8 (delapan) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu
untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau waktu kerja pada hari
istirahat mingguan atau pada hari libur resmi yang ditetapkan pemerintah.
Perusahaan yang mempekerjakan pekerja melebihi ketentuan jam kerja tersebut
maka perusahaan harus membayar upah kerja lembur karena itu adalah hak dari
pekerja. Berdasarkan hal tersebut, rumusan masalah dari penelitian ini adalah: 1)
Penerapan upah kerja lembur telah terlaksana pada PT. Pemuka Sakti Manis
Indah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 2) Perjanjian
kerja terkait lembur di PT.Pemuka Sakti Manis Indah berkaitan dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 mengenai Waktu Kerja dan Waktu
Istirahat.
Jenis penelitian ini adalah penelitian normatif dan empiris. dengan tipe
penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah conceptual
approach dan statue approach. Pengumpulan data dilakukan dengan studi
kepustakaan, dan studi lapangan. Pengolahan data dilakukan dengan cara
pemeriksaan data, rekontruksi data, dan sistematis data. Penyajian data dianalisis
secara kualitatif.
Hasil penelitian dalam penerapan upah kerja lembur pekerja di PT.Pemuka
Sakti Manis Indah sudah berjalan sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah
Nomor 35 Tahun 2021. Namun, masih diperlukan peraturan dan ketentuan
yang memastikan waktu pembayaran upah kerja lembur dilakukan. Perjanjian
kerja terkait lembur di PT.Pemuka Sakti Manis Indah berkaitan dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 mengenai Waktu Kerja dan
Waktu Istirahat telah sesuai dan memenuhi dari unsur-unsur perjanjian kerja,
namun peran pengawas harus lebih ditingkatkan kembali agar terlaksana
dengan baik peraturan ini.
Kata Kunci: Waktu Kerja Lembur, Upah Kerja Lembur, Pekerja
ii 1812011223 Muhammad Rasyiddin Masri Masrirasyid1@gmail.com2023-02-28T04:01:45Z2023-02-28T04:01:45Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69996This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/699962023-02-28T04:01:45ZPENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA
PENCETAKAN E-KTP PALSU
(Studi Putusan Nomor : 194/Pid.B/2022/PN.Tjk)ABSTRAK
E-KTP adalah dokumen kependudukan yang memuat sistem keamanan/
pengendalian baik dari sisi administrasi ataupun teknologi informasi dengan
berbasis pada database kependudukan nasional, meskipun dikatakan sudah
canggih, kartu tanda penduduk elektronik masih bisa dipalsukan. Tindak pidana
pencetakan e-KTP palsu diatur dalam Pasal 96A Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006
tentang Administrasi Kependudukan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah
bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana pencetakan
e-KTP palsu dan apa saja faktor penghambat penegakan hukum pidana terhadap
tindak pidana pencetakan e-KTP palsu pada Putusan Nomor:
194/Pid.B/2022/PN.Tjk.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data
diperoleh melalui studi kepustakaan dan melalui wawancara narasumber yang
telah ditentukan. Narasumber pada penelitian ini terdiri dari Jaksa Penuntut
Umum pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Hakim pada Pengadilan Negeri
Tanjung Karang, dan Dosen Hukum Pidana pada Fakultas Hukum Universitas
Lampung.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa, penegakan hukum pidana
terhadap tindak pidana pencetakan e-KTP palsu dilakukan melalui tahap formulasi
terkait pelanggarannya terdapat dalam Pasal 96A Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. Tahap aplikasi, seluruh unsur
tindak pidana terpenuhi sehingga pada tahap penyidikan dan penuntutan terdapat
ancaman pidana kepada pelaku. Tahap ketiga adalah tahap eksekusi, yaitu tahap pelaksanaan hukuman pidana secara konkret oleh aparat-aparat pelaksana pidana,
disebut juga tahap kebijakan eksekutif atau administratif. Majelis hakim
menjatuhkan pidana penjara masing-masing kepada Terdakwa I dan II selama 1
Tahun 4 Bulan dan denda sejumlah Rp50.000.000,00 dan Terdakwa III selama 1
Tahun 10 Bulan dan denda sejumlah Rp50.000.000,00 apabila denda tersebut
tidak dibayar diganti dengan pidana penjara selama 1 Bulan Penjara. Faktor
penghambat penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana pencetakan e-KTP
palsu yang paling dominan ialah faktor masyarakat, yaitu rendahnya pengetahuan
dan rendahnya tingkat kesadaran hukum masyarakat, sehingga semakin sulit
untuk melaksanakan penegakan hukum yang baik. Kemudian adanya faktor
budaya yang menyalahgunakan kewenangannya sebagai aparatur yang bekerja
dibawah pemerintahan untuk meraup keuntungan materi dan lemahnya
pengawasan dari pimpinan dalam menjalankan tugas sebagai aparatur.
Saran dalam penelitian ini adalah agar masyarakat khususnya para pelaku tindak
pidana tidak mengulangi perbuatan pencetakan e-KTP palsu serta menghilangkan
adanya budaya yang menyalahgunakan kewenangannya sebagai aparatur.
Hendaknya kepada pemerintah meningkatkan kualitas dan pengawasan terhadap
kinerja aparatur. Hendaknya kepada para instansi terkait untuk melakukan
koordinasi untuk melakukan penyuluhan terkait pencetakan e-KTP palsu agar
masyarakat memiliki kepahaman serta kesadaran hukum, khususnya mengenai
pencetakan e-KTP palsu.
Kata Kunci : Penegakan Hukum Pidana, Tindak Pidana, Pencetakan E-KTP
Palsu Adit Bintang Hartahta Muhammad19520110782023-02-27T06:29:30Z2023-02-27T06:29:30Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69984This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/699842023-02-27T06:29:30ZPENEGAKAN HUKUM OLEH KEPOLISIAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYEBARAN KONTEN PORNOGRAFI MELALUI APLIKASI TIKTOKABSTRAK
PENEGAKAN HUKUM OLEH KEPOLISIAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYEBARAN KONTEN PORNOGRAFI
MELALUI APLIKASI TIKTOK
Aplikasi media sosial berbasis vidio musik, TikTok telah menjadi fenomena baru di kalangan milenial Indonesia. Aplikasi TikTok akhir-akhir ini yang meresahkan orang tua karena berisi konten pornografi dan kemudahan aksesnya. Aplikasi TikTok ditenggarai menampilkan konten pornografi , sebagian besar dari penyiar yang merupakan perempuan mengenakan pakaian mini, ketat, yang berbau pornografi. Begitu marakanya pengguna TikTok di Indonesia dari semua kalangan usia mulai dari anak kecil hingga orang tua diakibatkan oleh mudahnya memasuki aplikasi ini, dengan hanya sekali tekan guest mode/mode tamu tanpa harus membuat akun pengguna sudah bisa memainkan aplikasi TikTok. Hal ini membuat sulitnya pantauan aparat penegak hukum dalam menangani penyebaran konten yang memuat unsur pornografi. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk Bagaimana penegakan hukum pidana oleh kepolisian terhadap pelaku tindak pidana penyebaran konten pornogarafi melalui aplikasi TikTok dan Apa saja faktor-faktor penghambat dari penegakan hukum pidana terhadap penyebaran konten pornografi di aplikasi TikTok.
Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif-empiris (applied law research). Penelitian ini mengkaji pelaksanaan atau implementasi ketentuan hukum positif (perundang-undangan) dan kontrak secara faktual pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat guna mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Hasil pembahasan dan penelitian ini adalah penegakan hukum pidana oleh kepolisian terhadap pelaku tindak pidana penyebaran konten pornogarafi melalui aplikasi TikTok mengalami kesulitan dikarenakan pada tahap formulasi Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 tidak menggunakan istilah tertentu menyebabkan beberapa kasus penyebaran pornografi di TikTok sulit dijerat pidana sehingga mempengaruhi tahap aplikasi dan tahap eksekusinya, karena pasal- pasal tersebut dinilai tidak jelas dan multitafsir. Faktor-faktor penghambat dari penegakan hukum pidana terhadap penyebaran konten pornografi di aplikasi TikTok adalah Faktor Hukumnya Pasal-pasal dalam peraturan perundang- undangan yang mengatur masalah pornografi hanya secara umum menerangkan masalah pornografi ini dalam kata-kata “melanggar kesusilaan”. Melanggar kesusilaan ini
Yudit Putra Anggara
yang ditafsirkan berbeda-beda oleh banyak kalangan. Faktor Penegak Hukum yang kurang persiapan. Faktor Sarana dan Fasilitas yang kurang memadai, maka tidaklah mudah penegakan hukum berlangsung dengan baik. Faktor Masyarakat adalah Masyarakat yang kurang mematuhi hukum dan cendrung tidak peduli tehadap pornografi. Faktor Kebudayaan mempengaruhi tingkat ketaatan akan norma hukum di setiap daerah karena menjadi suatu faktor penting dalam berjalannya suatu kehidupan bermasyarakkat di daerah masing-masing.
Saran penulis dalam penelitian ini adalah kepada Kepolisian hendaknya dalam penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana penyebaran konten pornografi di aplikasi TikTok di tindak secara tegas sehingga menimbulkan efek jera kepada para pelakunya agar tidak sampai masyarakat menormalkan konten pornografi. Kepada Pemerintah hendaknya dalam penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana penyebaran konten pornografi di aplikasi TikTok memperketat sistem agar dapat mendeteksi lebih awal yang diawali dari aplikasi TikTok. Kepada pengguna aplikasi TikTok dalam penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana penyebaran konten pornografi di aplikasi TikTok marilah berperan dalam menangulangi penyebaran konten pornografi dengan melaporkan melalui aplikasi, tidak ikut menyebarkan ataupun membuat konten serupa demi keuntungan baik berupa uang ataupun kepopuleran.
Kata Kunci: Penegakan hukum, Pornografi, Cyber Crime, TikTok
PUTRA ANGGARA YUDIT 18120110362023-02-27T05:08:21Z2023-02-27T05:08:21Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69981This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/699812023-02-27T05:08:21ZANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN
PIDANA TANPA HAK DENGAN SENGAJA MENAWARKAN
KESEMPATAN UNTUK MELAKUKAN PERMAINAN JUDI
SEBAGAI MATA PENCAHARIAN
(Studi Putusan Nomor: 84/Pid.B/2021/PN.Tjk)
Perjudian merupakan fenomena yang meresahkan semua lapisan masyarakat dan
disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya kemalasan, kemiskinan, sulitnya
mencari pekerjaan sampai dengan faktor lingkungan yang permisif pada
perjudian. Selain itu pola hidup masyarakat yang cenderung konsumtif, apalagi
ditambah dengan semakin meningkatnya kebutuhan pokok akibat perekonomian
yang tidak stabil, membuat sebagian orang ingin mencapai sesuatu dengan cara
yang praktis atau menurutnya mudah untuk dilakukan termasuk berjudi. Contoh
perkara tindak pidana perjudian yang diputus oleh Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Tanjung Karang adalah dalam Putusan Nomor: 84/Pid.B/2021/PN.Tjk,
dengan terdakwa bernama Rakhman Bin Kaisar. Adapun permasalahan
Bagaimanakah dasar pertimbangan hakim dalam dalam menjatuhkan pidana
terhadap tindak pidana tanpa hak dengan sengaja menawarkan kesempatan untuk
melakukan permainan judi sebagai mata pencaharian dan Apa Putusan yang
dijatuhi Hakim Sudah Sesuai dengan fakta-fakta di persidangan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris.
Jenis data terdiri dari data primer dan sekunder. Narasumber terdiri dari, Hakim
Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Jaksa Kejaksaan Negeri Bandar Lampung,
dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Analisis data menggunakan analisis kualitatif.
Berdasarkan pembahasan terhadap hasil penelitian mengenai permasalahan yang
diajukan dalam skripsi ini, diperoleh kesimpulan bahwa Putusan hakim
merupakan puncak dari perkara pidana, sehingga hakim harus mempertimbangkan
aspek-aspek lainnya selain aspek yuridis, sehingga putusan hakim tersebut
lengkap mencerminkan nilai-nilai sosiologis, filosofis, dan yuridis. Pertimbangan
yang bersifat yuridis di antaranya sebagai berikut: Dakwaan Jaksa Penuntut
Umum, Keterangan saksi, Keterangan terdakwa, Barang-barang bukti, Pasal-Pasal
yang didakwakan. Hakim dalam menjatuhkan putusan harus mempertimbangkan
banyak hal, baik itu yang berkaitan dengan perkara yang sedang diperiksa, tingkat perbuatan dan kesalahan yang dilakukan pelaku, kepentingan pihak korban,
keluarganya, dan rasa keadilan masyarakat. Dan putusan yang dijatuhkan hakim
terhadap pelaku turut serta tindak pidana pemerasan dalam Putusan Nomor:
84/Pid.B/2021/PN.Tjk sudah sesuai dengan fakta-fakta persidangan. Maka
diketahui bahwa perbuatan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan
melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum yaitu
Hakim Ketua berpendapat bahwa unsur “dengan sengaja adalah suatu perbuatan
yang disadari serta diinsafi dan telah diketahui akan akibat yang ditimbulkan
sedangkan akibat tersebut dikehendaki oleh pelaku telah terpenuhi.
Adapun saran yang diberikan penulis agar seluruh aparat penegak hukum dapat
lebih berkordinasi baik dari kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan untuk
memberantas praktek perjudian. Serta peran serta masyrakat agar dapat membantu
para penegak hukum seperti membuat laporan dan pengaduan kepada pihak
kepolisian setempat terhadap adanya praktik-praktik perjuadian dilingkungan,
Kata Kunci: Analisis, Pertimbangan Hakim, Penjatuhan Pidana, Judi
MUHAMMAD BAGAS SATRIAWAN19520110662023-02-24T01:03:50Z2023-02-24T01:03:50Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69966This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/699662023-02-24T01:03:50ZANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI KOTA AGUNG TERHADAP PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA (Studi Putusan Nomor: 381/Pid.Sus/2020/PN. Kot)ABSTRAK
ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI KOTA AGUNG TERHADAP PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
(Studi Putusan Nomor: 381/Pid.Sus/2020/PN. Kot)
Penegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika, telah banyak dilakukan oleh aparat penegak hukum dan telah banyak mendapat putusan hakim. Dengan demikian, penegakan hukum ini diharapkan mampu menjadi faktor penangkal terhadap merebaknya perdagangan gelap serta peredaran narkotika, tapi dalam kenyataannya justru semakin intensif dilakukan penegakan hukum. Permasalahan dalam skripsi ini adalah: Apakah dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana penyalahgunaan narkotika berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Kota Agung Nomor: 381/Pid.Sus /2020/PNKot dan Apakah Putusan Hakim dalam perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika pada Putusan Nomor: 381/Pid.Sus /2020/PNKot sudah memenuhi tujuan pemidanaan.
Pendekatan Masalah yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber data: Data Primer dan Data Skunder. Narasumber: Hakim pada Pengadilan Negeri Kota Agung dan Akademisi Fakultas Hukum bagian Hukum Pidana pada Universitas Lampung.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa: Dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana penyalahgunaan narkotika berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Kota Agung Nomor: 381/Pid.Sus /2020/PNKot adalah pertimbangan yang bersifat yudiris antara lain dakwaan jaksa penuntut umum yang memuat identitas terdakwa, uraian tindak pidana serta waktu dilakukan tindak pidana dan pasal yang dilanggar. Keterangan saksi yaitu keterangan mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengan sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dan harus disampaikan dalam sidang pengadilan dengan mengangkat sumpah. Keterangan terdakwa adalah apa yang dinyatakan di sidang tentang perbuatan yang dilakukan atau yang dia ketahui sendiri atau yang dia alami sendiri. Barang-barang bukti yang diajukan oleh penuntut di persidangan. Pasal-pasal dalam undang-undang narkotika dan psikotropika. Dan pertimbangan yang bersifat non yudiris ada 2 yaitu akibat perbuatan terdakwa dan kondisi diri terdakwa. Serta hal-hal yang memberatkan dan meringankan pidana. Pemenuhan tujuan pemidanaan dalam Putusan Hakim tentang perkara tindak pidana narkotika pada Putusan Nomor: 381/Pid.Sus /2020/PN.Kot adalah untuk mencegah, memasyarakatkan, menyelesaikan konflik dan membebaskan rasa bersalah pada terpidana. Masalah penjatuhan pidana terhadap seseorang bukanlah hal yang mudah. Hakim selain harus mendasarkan diri pada peraturan perundang-undangan, tetapi harus memperhatikan perasaan dan pendapat umum masyarakat. Putusan hakim harus mencerminkan kehendak perundang-undangan dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Putusan pidana selain merupakan pemidanaan, tetapi juga menjadi dasar untuk memasyarakatkan kembali si terpidana, agar tidak melakukan kejahatan lagi dikemudian hari sehingga bahaya terhadap masyarakat dapat dihindarkan. Kenyataan dalam praktek peradilan, putusan hakim dalam perkara narkoba sering membuat terpidana tidak merasa jera bahkan cenderung untuk mengulangi lagi perbuatannya. Hakim dalam menjatuhkan putusan belum menerapkan batas maksimal yang diterapkan oleh undang-undang. Di samping hal-hal lain seperti ekonomi, dipengaruhi teman dan lain sebagainya.
Saran dalam penelitian ini adalah diharapkan kepada hakim dalam menjalankan tugas judicialnya dilaksanakan secara profesional dan objektif sehingga dalam menjatuhkan putusannya benar-benar demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Diperlukan pengawasan yang lebih ketat terhadap kinerja hakim, dan apabila ditemukan indikasi penyimpangan agar diberi sanksi yang tegas juga dalam merekrut hakim benar-benar bebas KKN agar ditemukan hakim yang berkualitas. Untuk menghindari disparitas pidana sebaiknya perlu ditinjau kembali rentang dan batas maksimum dan batas minimumnya pidana yang ditentukan dalam undang-undang yang mengatur sanksi pidana terhadap jual beli narkotika.
Kata Kunci: Analisis, Putusan Pengadilan, Pidana Narkotika.
ABSTRACT
ANALYSIS OF THE DECISION OF THE KOTA AGUNG
STATE COURT ON NARCOTICS ABUSE
(Study of Decision Number: 381/Pid.Sus/2020/PN. Kot)
By
FATRIC ABEL RIZAT
Law enforcement against narcotics crimes has been widely carried out by law enforcement officers and has received many judges' decisions. Thus, law enforcement is expected to be a deterrent factor against the spread of illicit trade and narcotics trafficking, but in reality law enforcement is increasingly intensive. The problems in this thesis are: What is the basis for the judge's legal considerations in making a decision on the criminal act of narcotics abuse based on the Decision of the Kota Agung District Court Number: 381/Pid.Sus /2020/PNKot and What is the Judge's Decision in the case of the criminal act of narcotics abuse in Decision Number: 381/Pid.Sus /2020/PNKot has fulfilled the purpose of sentencing.
The problem approach used in this study is a normative juridical approach and an empirical juridical approach. Data sources: Primary Data and Secondary Data. Resource persons: Judges at the Kota Agung District Court and Academics from the Faculty of Law in the Criminal Law Division at the University of Lampung.
The results of the research and discussion show that: The basis for the judge's legal considerations in making a decision on the crime of narcotics abuse based on the Decision of the Kota Agung District Court Number: 381/Pid.Sus /2020/PNKot is a judicial consideration, including the indictment of the public prosecutor containing the identity the defendant, description of the crime and the time the crime was committed and the article that was violated. Witness testimony is information about a criminal event that he personally saw and experienced himself and must be submitted in a court session by taking an oath. The defendant's statement is what is stated in court about the actions he has committed or which he himself knows or has experienced himself. The evidence presented by the prosecution at trial. Articles in the narcotics and psychotropic law. And there are two non-judicial considerations, namely the result of the defendant's actions and the defendant's condition. As well as aggravating and mitigating criminal matters. Fulfillment of the purpose of sentencing in the Judge's Decision on the narcotics crime case in Decision Number: 381/Pid.Sus/2020/PN.Kot is to prevent, socialize, resolve conflicts and relieve the convicts of guilt. The problem of imposing a crime against someone is not an easy thing. Judges must not only base themselves on statutory regulations, but must also pay attention to the general feelings and opinions of the community. The judge's decision must reflect the will of the legislation and the values that live in society. Criminal decisions are not only a punishment, but also become the basis for re-socializing the convict, so as not to commit another crime in the future so that danger to the community can be avoided. The reality in judicial practice, the judge's decision in drug cases often makes the convict not feel deterred and even tends to repeat his actions again. Judges in making decisions have not applied the maximum limit applied by law. In addition to other things such as the economy, influenced by friends and so on.
The suggestion in this study is that it is hoped that judges in carrying out their judicial duties are carried out professionally and objectively so that in making their decisions really for justice based on God Almighty. Tighter supervision is needed on the performance of judges, and if any indications of irregularities are found, they should be given strict sanctions in recruiting judges who are completely free of KKN in order to find qualified judges. In order to avoid criminal disparities, it is better to review the range and the maximum and minimum criminal limits specified in the law that regulates criminal sanctions against the sale and purchase of narcotics.
Keywords: Analysis, Court Decision, Narcotics Crime.
ABEL RIZAT FATRIC 17420110292023-02-23T08:07:29Z2023-02-23T08:07:29Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69958This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/699582023-02-23T08:07:29ZIMPLEMENTASI PRINSIP GOOD ENVIRONMENTAL GOVERNANCE
DALAM KEBIJAKAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH
RUMAH TANGGA DI KABUPATEN PESAWARAN
Permasalahan dalam pengelolaan sampah masih menjadi hal yang seringkali
dianggap sebelah mata oleh Pemerintah Daerah dan juga masyarakat dikarenakan
belum menjadi masalah yang prioritas. Timbunan sampah yang makin besar juga
berpengaruh buruk terhadap kawasan permukiman sekitar TPA yang akan
mencemari udara lewat timbulnya bau dan lalat yang mengganggu serta dapat
mencemari permukaan di sekitarnya yang diakibatkan oleh lindi. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui penerapan good environmental governance di dalam
pengelolaan sampah di Kabupaten Pesawaran. Jenis penelitian yang digunakan
adalah penelitian hukum normatif dan empiris dengan meneliti dan mengkaji data-
data primer seperti Peraturan Daerah Kabupaten Pesawaran terkait pengelolaan
sampah serta data-data sekunder dengan menyelaraskan indikator-indikator tata
kelola lingkungan yang baik (good environmental governance). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pelaksanaan pengelolaan sampah serta kebijakan-kebijakan
daerah Kabupaten Pesawaran terkait pengelolaan sampah belum
mengimplementasikan prinsip-prinsip good environmental governance, karena di
dalam penerapan kebijakan daerah tersebut Pemerintah Daerah belum
memaksimalkan aspek transparansi, penegakan, serta akses terhadap informasi.
Hal ini bertentangan dengan Pasal 44 ayat 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 33 tahun 2010 yang menyebutkan bahwa Peraturan Daerah paling sedikit
memuat tentang mekanisme pengaduan dan penyelesaian sengketa serta larangan,
sanksi dan muatan-muatan lainnya.
Kata kunci : good environmental governance, pengelolaan sampah, kebijakan
daerah
Problems in waste management are still things that are often
underestimated by the Regional Government and also the community because they
have not become a priority problem. The growing pile of garbage also has a
negative effect on residential areas around the TPA which will pollute the air
through the appearance of odors and annoying flies and can contaminate
surrounding surfaces caused by leachate. This study aims to determine the
application of good environmental governance in waste management in
Pesawaran Regency. The type of research used is normative and empirical legal
research by researching and reviewing primary data such as the Pesawaran
Regency Regional Regulation regarding waste management as well as secondary
data by harmonizing good environmental governance indicators. The results of
the research show that the implementation of waste management and the regional
policies of Pesawaran Regency related to waste management have not
implemented the principles of good environmental governance, because in
implementing these regional policies the Regional Government has not maximized
the aspects of transparency, enforcement, and access to information. This is
contrary to Article 44 paragraph 2 of the Regulation of the Minister of Home
Affairs Number 33 of 2010 which states that the Regional Regulations contain at
least the complaint mechanism and dispute resolution as well as prohibitions,
sanctions and other contents.
Keywords : good environmental governance, waste management, regional
policies
Arizky Ramadany Muhammad 16120113122023-02-23T04:10:36Z2023-02-23T04:10:36Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69939This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/699392023-02-23T04:10:36ZUPAYA PENANGGULANGAN PERDAGANGAN ORANG (HUMAN
TRAFFICKING) DI KOTA BANDAR LAMPUNGMerebaknya kasus perdagangan orang di Kota Bandar Lampung merefleksikan
bahwa diperlukannya suatu upaya penanggulangan dengan perdagangan orang.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana upaya penanggulangan
perdagangan orang (human trafficking) dan apakah yang menjadi faktor
penghambat dalam menanggulangi perdagangan orang (human trafficking) di
Kota Bandar Lampung?
Penelitian ini bertujuan untuk melihat secara mendalam bagaimana upaya
penanggulangan perdagangan orang (human trafficking) di Kota Bandar
Lampung, oleh karena itu pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah pendekatan yuridis empiris kemudian disesuaikan dengan pendekatan
yuridis normatif. Narasumber dalam penelitian ini terdiri dari Direktorat
Kriminal Umum (Ditkrimum Polda Lampung) dan Akademisi Bagian Hukum
Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pengumpulan data dilakukan
dengan studi pustaka dan studi lapangan. Selanjutnya dianalisis secara
kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa upaya
penanggulangan perdagangan orang (human trafficking) di Kota Bandar
Lampung dapat dilakukan dengan upaya secara penal dan non-penal. Upaya
penal atau represif ialah dengan adanya aparat penegak hukum seperti,
Ditreskrimum Polda Lampung melalui tugas-tugas penyelidikan, penyidikan,
dan sebagainya. Sementara, upaya non-penal atau preventif ialah dengan
melakukan pemetaan perdagangan orang, peningkatan pendidikan masyarakat,
memberikan jaminan aksesbilitas untuk memperoleh pelatihan, dan
sebagainya. Faktor-faktor penghambat dalam upaya penanggulangan
perdagangan orang (human trafficking) di Kota Bandar Lampung antara lain,
faktor hukumnya sendiri, faktor sarana dan fasilitas, faktor kebudayaan, faktor
penegak hukum, dan faktor masyarat.HARDIAN SYAPUTRA RIZQY 19420110362023-02-23T02:32:13Z2023-02-23T02:32:13Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69915This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/699152023-02-23T02:32:13ZUPAYA PENANGGULANGAN PELEMPARAN BATU TERHADAP MOBIL
PELINTAS DI JALAN TOL TANGERANG-MERAK
OLEH ANAK
Tindak pidana perusakan barang merupakan suatu pelanggaran. Setiap kejahatan
atau pelanggaran yang terjadi tidak hanya dilihat dari sudut orang yang melakukan
kejahatan, akan tetapi dalam kasus kasus tertentu juga dapat dilihat dari sudut
korban sebagai orang dirugikan dalam tindak pidana tersebut. Tindak pidana
perusakan barang yang merupakan salah satu bentuk pelanggaran hukum, dimana
diatur dalam Pasal 406 Ayat (1) KUHP. Permasalahan penelitian adalah apakah
faktor penyebab anak pelaku tindak pidana pelemparan batu terhadap mobil pelintas
di jalan Tol Tangerang-Merak, bagaimanakah upaya penanggulangan anak pelaku
tindak pidana pelemparan batu terhadap mobil pelintas di Jalan Tol Tangerang-
Merak dan apakah faktor penghambat penanggulangan pelemparan batu terhadap
mobil di jalan Tol Tangerang-Merak oleh anak.
Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis empiris, data yang digunakan
adalah data sekunder dan data primer. Studi yang dilakukan dengan studi
kepustakaan dan studi lapangan. Adapun narasumber pada penelitian ini terdiri
Dosen Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung, Penyidik Polda Lampung dan
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Lampung. Analisis data yang
digunakan adalah kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Faktor penyebab terjadinya pelemparan
batu terhadap mobil di jalan Tol Tangerang-Merak oleh anak adalah faktor
pergaulan anak yang sering melakukan pelemparan batu serta faktor orang tua anak
yang kurang mengawasi anaknya dalam pergaulan sehingga anak menjadi liar dalam
bergaul. (2) Upaya penanggulangan anak pelaku tindak pidana pelemparan batu
terhadap terhadap mobil pelintas di Jalan tol Tangerang-Merak adalah Polisi bekerja
sama dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama untuk melakukan sosialisasi dan
penyuluhan, Polisi melakukan koordinasi dengan jasa marga usut pelemparan batu,
Polisi menjaga ketat JPO Cegah Aksi Pelembaran Batu dan Polisi menyarankan
pengelola Jalan Tol Jakarta-Cikampek Pasang CCTV. (3) Faktor penghambat
penanggulangan pelemparan batu terhadap mobil di jalan tol Tangerang-Merak oleh
anak adalah faktor hukumnya, faktor penegak hukum, faktor sarana atau fasilitas,
faktor masyarakat dimana anak tidak mau melakukan sosialisasi dan penyuluhan
iii
yang diberikan Polisi yang bekerja sama dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama
serta faktor kebudayaan.
Berdasarkan simpulan di atas, maka dapat diberikan saran untuk pihak-pihak yang
terkait seharusnya dapat segera mengantisipasi dari awal atas kejadian serupa,
dimana yang seharusnya badan pelaku usaha Jasa Marga ini memasang CCTV
(Closed Circuit Television) di setiap JPO dan Fly Over yang melintas di atas jalan
tol supaya dapat terpantau dan mengantisipasi hal-hal kajadian lain. Untuk pihak-
pihak yang terkait diharapkan untuk membuat aturan-aturan yang melarang setiap
masyarakat untuk berhenti di area pinggiran JPO atau Fly over, Dikarenakan dua
tempat tersebut kerap dipakai untuk berkumpulnya orang-orang sehingga berpotensi
menjadi lokasi pelemparan atau terjadinya tawuran antar geng. Khususnya kawat-
kawat yang ada di JPO pun harus rutin diperiksa secara berkala agar dipastikan
terpasang kuat. Hendaknya pemerintah dan aparat penegak hukum melakukan
pengamanan, menindak tegas bagi para pelaku dan menetapkan sanksi yang jelas
kepada setiap meakukannya kegiatan baik itu snegaja maupun akibat lalai, hal ini
perlu juga menerapkan ketentuan aturan yang dibuat misalnya undang-undang yang
berlaku dan juga bagi orang serta produsen supaya mengakibatkan para pelakunya
kapok untuk melakukannya lagi seperti dalam kejadian pelemparan batu oleh orang
iseng yang sering terjadi di JPO.
Kata Kunci: Upaya Penanggulangan, Anak, Pelaku Tindak Pidana, dan
Pelemparan Batu.
Danu Hartawan Razak
HARTAWAN RAZAK DANU 17120111132023-02-23T02:15:47Z2023-02-23T02:15:47Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69905This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/699052023-02-23T02:15:47ZUPAYA POLRI DALAM PENANGGULANGAN DAN PEMBERANTASAN
MAFIA TANAH DI PROVINSI LAMPUNG
ABSTRAK
UPAYA POLRI DALAM PENANGGULANGAN DAN PEMBERANTASAN
MAFIA TANAH DI PROVINSI LAMPUNG
Sengketa pertanahan merupakan isu yang muncul dan aktual dari masa ke masa,
seiring dengan bertambahnya penduduk, perkembangan pembangunan, dan
semakin meluasnya akses berbagai pihak untuk memperoleh tanah sebagai modal
dasar dalam berbagai kepentingan. Maraknya tindak kriminal penipuan,
terutama mafia tanah di Indonesia menyebabkan aparat keamanan sudah
seharusnya meningkatkan upaya pencegahan hingga penindakan terhadapnya.
Permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah Bagaimanakah upaya polri
dalam penanggulangan dan pemberantasan mafia tanah di Provinsi Lampung dan
Bagaimanakah modus operandi para mafia tanah dalam melakukan tindak
kejahatan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis
empiris. Penelitian normatif dilakukan dengan cara mempelajari literatur dan juga
peraturan perundang-undangan, sedangkan pendekatan empiris yaitu dilakukan
dengan wawancara dengan beberapa narasumber.
Adapun hasil penelitian bahwa Upaya Polri Dalam Penanggulangan Dan
Pemberantasan Mafia Tanah di Provinsi Lampung dilakukan secara non-penal
melalui upaya pre-emtif yakni memberikan penyuluhan hukum kepada
masyarakat guna menumpas praktik mafia tanah, kemudian dengan cara upaya
preventif yakni merupakan upaya pencegahan terhadap segala sesuatu yang
kemungkinan timbul dan dapat meluasnya praktik mafia tanah di masyarakat,
meningkatkan kesadaran hukum kepada masyarakat agar berhati-hati agar tidak
menjadi korban praktik mafia tanah, dan yang terakhir dilakukan secara penal
melalui upaya represif dengan dengan cara law enforcement. Modus oerandi Para
Mafia Tanah Dalam Melakukan Tindak Kejahatan yakni seperti
Merubah/memindahkan/menghilangkan patok tanda batas tanah, Mengajukan
permohonan sertifikat pengganti karena hilang, sementara sertifikat tersebut
masih ada dan masih dipegang oleh pemiliknya atau orang lain dengan itikad
baik, sehingga mengakibatkan terdapat dua sertifikat di atas satu bidang tanah
yang sama dan Mafia tanah juga memanfaatkan lembaga peradilan untuk
mengesahkan bukti kepemilikan atas tanah.
Adapun saran yang dapat diberikan hendaknya DPR selaku regulator segera
menyelesaikan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi dan
Sebaiknya agar penegak hukum dalam menangani tindak pidana pencurian data
pribadi nasabah untuk memaksimalkan serta mengupayakan pemantauan serta
identifikasi fisik tanah yang dicurigai menjadi sasaran target mafia tanah.
Kata Kunci: Upaya Kepolisian, Penanggulangan, Pencurian Data Pribadi 1812011130 Attallahsyah Zani Farrelzanifarrela@yahoo.co.id2023-02-23T01:38:00Z2023-02-23T01:38:00Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69893This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/698932023-02-23T01:38:00ZPELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 1964
TENTANG BAGI HASI PERIKANAN DALAM PERJANJIAN BAGI
HASIL TAMBAK DI WILAYAH DESA ABUNG PEKURUN KABUPATEN
LAMPUNG UTARAABSTRAK
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 1964
TENTANG BAGI HASIL PERIKANAN DALAM PERJANJIAN BAGI
HASIL TAMBAK DI WILAYAH DESA ABUNG PEKURUN
KABUPATEN LAMPUNG UTARA
Oleh:
RIZKI PRATAMA ABUNG
Pengusaha tambak secara bagi hasil memegang peranan penting dalam
meningkatkan taraf hidup penggarap tambak maupun pemilik tambak khususnya.
Adanya peraturan yang mengatur perjanjian bagi hasil dirasakan perlu sekali
karena perjanjian bagi hasil tersebut sebenarnya bermula dari hukum adat yang
tidak dapat dillepaskan. Permasalahan dalam penelitian ini untuk menganalisis
efektifitas proses bagi hasil perikanan terhadap bagi hasil tambak dan mengetahui
faktor penghambat pelaksanaan Undang-undang Nomor 16 tahun 1964 tentang
Bagi Hasil Perikanan (UU Bagi Hasil Perikanan) terhadap bagi hasil tambak di
wilayah Desa Abung Pekurun Kabupaten Lampung Utara.
Penelitian ini adalah penelitian hukum Normatif empiris, dengan tipe penelitian
deskriptif. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Pengumpulan
data dilakukan dengan studi pustaka, studi dokumen, dan wawancara.
Pengolahan data dilakukan dengan cara pemeriksaan data, verifikasi data,
rekonstruksi data, dan sistematisasi data. Analisis data menggunakan analisis
kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak efektif UU Bagi Hasil Perikanan
dikarenakan masyarakat pemilik tambak dan penggarap tambak di Desa Abung
Pekurun Kabupaten Lampung Utara lebih memilih mengikuti perjanjian bagi hasil
tambak menurut kebiasaan yang sudah ada di Desa Abung Pekurun Kabupaten
Lampumg Utara. Perjanjian bagi hasil tambak secara lisan lebih dipilih pemilik
tambak dan penggarap tambak karena mereka tidak mengetahui akan adanya UU
Bagi Hasil Perikanan yang mengataur perjanjian bagi hasil tambak dan adanya
faktor penghambat Pelaksanaan UU Bagi Hasil Perikanan Di Desa Abung
Pekurun Kabupaten Lampung Utara. Sebaiknya pemerintah harus dapat
melakukan sosialisasi atau penyuluhan hukum Undang-undang Nomor 16 tahun
1964 tentang Bagi Hasil Perikanan agar masyarakat pemilik tambak dan
penggarap tambak di Desa Abung Pekurun Kabupaten Lampung Utara dapat
memahami bahwa ada atauran yang lebih memberikan kepastian hukum bagi
masyarakat pemilik tambak dan penggarap tambak di Desa Abung Pekurun
Kabupaten Lampung Utara.
Kata Kunci:
Perjanjian Bagi Hasil Tambak, PELAKSANAAN, Faktor Penghambat
Pond entrepreneurs on a profit-sharing basis play an important role in improving
the standard of living of pond cultivators and pond owners in particular. The
existence of regulations governing profit-sharing agreements is felt to be very
necessary because the production-sharing agreement actually stems from
customary law which cannot be separated from its nature which sometimes
contains elements of extortion. The problem in this research is to analyze the
effectiveness of the fishery production sharing process on fishpond profit sharing
and to find out the inhibiting factors for the implementation of Law Number 16 of
1964 concerning Fisheries Profit Sharing (UU Fishery Profit Sharing) on fishpond
profit sharing in the Abung Pekurun Village area, North Lampung Regency.
This research is empirical normative legal research, with descriptive research
type. The data used are primary and secondary data. Data collection was carried
out by literature study, document study, and interviews. Data processing is done by
checking data, verifying data, reconstructing data, and systematizing data. Data
analysis using qualitative analysis.
The results of the study showed that the Fisheries Profit Sharing Law was
ineffective because the people who owned ponds and fish pond cultivators in Abung
Pekurun Village, North Lampung Regency, preferred to follow the agreement for
the results of ponds according to the customs that already existed in Abung
Pekurun Village, North Lampung Regency. Oral pond profit sharing agreements
are preferred by pond owners and pond cultivators because they are not aware of
the existence of a Fisheries Profit Sharing Law which regulates pond profit sharing
agreements and the presence of inhibiting factors for the implementation of the
Fisheries Profit Sharing Law in Abung Pekurun Village, North Lampung Regency.
It is advisable for the government to be able to carry out socialization or legal
counseling on Law Number 16 of 1964 concerning Fishery Profit Sharing so that
the community who owns ponds and cultivators in Abung Pekurun Village, North
Lampung Regency can understand that there are regulations that provide more
legal certainty for the community who own ponds and cultivators. ponds in Abung
Pekurun Village, North Lampung Regency.
Keywords:
Pond Profit Sharing Agreement, Effectiveness, Inhibiting Factors1812011325 RIZKI PRATAMA ABUNG02rizki09@gmail.com2023-02-22T08:43:53Z2023-02-22T08:43:53Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69876This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/698762023-02-22T08:43:53ZPEWARISAN HARTA BAWAAN PEWARIS MENURUT HUKUM WARIS
PERDATA DAN HUKUM WARIS ISLAM
Salah satu akibat perkawinan adanya harta perkawinan. Harta perkawinan terdiri
dari harta bawaan, harta bersama, dan harta masing-masing pihak yang diperoleh
selama perkawinan. Dengan ter jadinya kematian, harta perkawinan menjadi harta
waris yang diberikan kepada ahli waris. Permasalahan dalam penelitian ini adalah
pengaturan mengenai harta bawaan pewaris menurut hukum waris perdata dan
hukum waris Islam dan proses pewarisan harta bawaan pewaris menurut hukum
waris perdata dan hukum waris Islam.
Metode Penelitian dalam penyusunan skripsi ini menggunakan jenis penelitian
normatif dan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah
pendekatan perundang-undangan. Adapun data yang digunakan adalah data
sekunder dan sumber hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder, dan bahan hukum tersier. Metode pengumpulan data dilakukan dengan
cara studi kepustakaan, data tersebut akan diverifikasi, klasifikasi, dan sistematisasi
data oleh penulis. Analisis data dilakukan secara kualitatif atas data-data yang
diperoleh dari hasil pengolahan data.
Hasil penelitian dan pembahasan ini diketahui bahwa pengaturan mengenai harta
bawaan pewaris berdasarkan Pasal 830-832 KUHPerdata warisan baru dapat
dibagikan jika terjadi kematian, dan pembagian harta warisan harus ada hubungan
sedarah, kecuali untuk suami atau istri dari pewaris dengan ketentuan mereka masih
terkait dalam perkawinan ketika pewaris meninggal dunia, Kemudian Menurut
Hukum Waris Islam dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 87 Ayat (1) dan proses
pewarisan harta bawaan pewaris menurut Hukum Waris Perdata dilakukan secara
Ab Intestato (ahli waris yang berhak yang mempunyai hubungan darah dan
hubungan perkawinan dengan pewaris)dan melalui secara Testamentair (ahli waris
ditunjuk dalam surat wasiat tapi tidak boleh mengabaikan hak legitimaris),
kemudian proses pewarisan harta bawaan pewaris menurut hukum waris islam
dilakukan berdasarkan bagian masing-masing ahli waris yang telah ditetapkan.
Kalaupun adanya wasiat dari pewaris, maka yang paling banyak sepertiga dari harta
warisan kecuali apabila semua ahli waris menyetujuinya.
Kata Kunci: Ahli Waris, Pembagian Warisan, Hukum Perdata, Hukum IslamYANTI FIRDA 18120110982023-02-22T07:13:46Z2023-02-22T07:13:46Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69860This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/698602023-02-22T07:13:46ZUPAYA PERLINDUNGAN HUKUM OLEH PIHAK KEPOLISIAN TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA PELECEHAN SEKSUAL MELALUI MEDIA SOSIAL
(CHILD CYBER GROOMING)
(Studi di Kepolisian Daerah Polda Metro Jaya)
Seiring berkembangnya zaman, internet semakin berkembang pesat dalam memberikan kemudahan dan dampak dalam kehidupan manusia. Pengguna internet saat ini bukan hanya orang dewasa saja melainkan juga anak-anak. Internet selain memberikan dampak positif bagi anak, juga memberikan dampak negatif. Pelecehan seksual terhadap anak melalui media sosial atau child cyber grooming sebagi suatu bentuk kejahatan siber baru. Child cyber grooming merupakan proses mendekati anak dengan tujuan membujuk mereka agar bersedia melakukan aktivitas seksual. Teknik Grooming yang dilakukan oleh groomer atau pelaku grooming adalah dengan cara mendekati, merayu dan melakukan tipu muslihat melalui media sosial. Pelaku grooming meyakinkan korban agar mengirimkan gambar/foto korban tanpa busana lewat pesan singkat, DM (direct message) / video call yang tersedia di media sosial tersebut. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: bagaimanakah upaya perlindungan hukum oleh pihak Kepolisian terhadap anak sebagai korban tindak pidana pelecehan seksual melalui media sosial (child cyber grooming) dan apakah faktor penghambat upaya perlindungan hukum oleh pihak Kepolisian terhadap anak sebagai korban tindak pidana pelecehan seksual melalui media sosial (child cyber grooming).
Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis empiris, data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer. Studi yang dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan. Adapun narasumber pada penelitian ini terdiri dari Penyidik Kepolisian Polda Metro Jaya dan Dosen Bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung, analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) Pihak Kepolisian menggunakan upaya pereventif dan upaya represif dalam memberikan upaya perlindungan terhadap anak sebagai korban tindak pidana pelecehan seksual melalui media sosial atau child cyber grooming, upaya preventif yang dilakukan adalah dengan melakukan patroli dunia maya, memberikan notifikasi berupa peringatan kepada pemiliki aplikasi untuk melakukan takedown terhadap konten bermuatan pornografi dan melakukan sosialisasi dan upaya represif yang dilakukan adalah dengan
melaksanakan penyidikan dan penyelidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Faktor penghambat yang dihadapi oleh pihak Kepolisian yaitu faktor penegak hukum diketahui bahwa penegak hukum membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memulihkan kembali bukti-bukti yang telah dihapus oleh pelaku kejahatan hal ini dikarenak sedikitnya oemahaman penyidik mengenai pemulihan data dengan cepat, faktor sarana dan prasarana, sarana dan prasarana yang dimiliki oleh pihak Kepolisian tidak sepadan dengan laporan kasus yang masuk, terbatasnya anggaran operasional yang kurang berdampak pada keterbatasan peralatan yang digunakan dan juga faktor kebudayaan, masyarakat yang cenderung bersikap acuh tak acuh dan hanya melihat bahwa penegak hukum merupakan tugas pemerintah dan penegak hukum saja.
Berdasarkan simpulan di atas, maka dapat diberikan saran sebagai berikut: untuk meningkatkan keahlian penegak hukum demi menyelesaikan kasus lebih cepat yaitu dengan memberikan pelatihan lebih khusus terhadap pemahaman berbasis komputer, untuk keterbatasan sarana dan prasarana, fasilitas teknologi yang digunakan harus lebih canggih mengingat semakin canggih kemajuan teknologi para pelaku kejahatan siber, untuk faktor kebudayaan, harus lebih giat dan aktif untuk mengurangi keacuhan masyarakat ataupun keengganan untuk menanggulangi tindak pidana child grooming di media sosial, dengan giat melakukan kampanye-kampanye seperti pentingnya melaporkan tindak kejahatan disekitar atau yang terjadi pada diri kita sendiri di media sosial. Agar tidak terjadinya pelecehan seksual dengan modus child cyber grooming melalui game online seperti yang terjadi pada kasus tindak pidana child cyber maka sebaiknya pihak Kepolisian bekerjasama dengan pemilik setiap game online yang mempunyai fitur mengirim mengirim pesan langsung atau direct message (DM) pada aplikasinya agar dapat menghapus fitur tersebut untuk meminimaisir pelaku pelecehan seksual terhadap anak melalui modus child cyber grooming.
Kata Kunci: Upaya Perlindungan Hukum, Media Sosial, Child Cyber Grooming.
ALIYA INDRIANY KHALISSA 19120112012023-02-22T03:35:53Z2023-02-22T03:35:53Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69803This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/698032023-02-22T03:35:53ZANALISIS PENGATURAN PENGHINAAN
WIBAWA PENGADILAN (CONTEMPT OF COURT) DI INDONESIAIndonesia sebagai negara hukum, peran lembaga peradilan adalah mutlak
diperlukan. Sebab dengan adanya lembaga peradilan akan dapat mewadahi dan
mengimplementasikan berbagai persoalan hukum ke dalam bentuk yang nyata.
Contempt of Court merupakan pranata yang tidak ada ketentuannya dalam
perundang-undangan di Indonesia. Pranata ini dipergunakan untuk melindungi
prosedur jalannya peradilan yang baik. Untuk mengangkat kehormatan dan
martabat pengadilan, agar terjauh dari pelanggaran Contempt of Court diperlukan
undang-undang khusus yang mengatur Contempt of Court yang dapat
memberikan sanksi berat dan setimpal dengan kejahatan yang dilakukan, agar
pelaku takut melakukan pelanggaran. Selama ini belum ada aturan khusus untuk
itu, maka aksi penghinaan terhadap pengadilan di Indonesia terus terjadi, bahkan
menuju tahap yang mengkhawatirkan. Berdasarkan hal tersebut maka perlu
dilakukan penelitian dengan permasalahan: bagaimanakah pengaturan
penghinaan wibawa pengadilan (Contempt of Court) menurut KUHP dan
bagaimanakah pengaturan penghinaan wibawa pengadilan (Contempt of Court)
menurut KUHP Baru.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris.
Jenis data terdiri dari data primer dan sekunder. Narasumber terdiri dari, Hakim
Pengadilan Negeri Tanjung Karang, dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas
Hukum Universitas Lampung. Analisis data menggunakan analisis kualitatif.
Berdasarkan pembahasan terhadap hasil penelitian disimpulkan bahwa pengaturan
yang ada pada hukum positif mengenai perbuatan Contempt of Court, masih
menjadi perdebatan mengenai definisi dan klasifikasi yang merupakan suatu
perbuatan yang dianggap merendahkan wibawa dan penghinaan proses peradilan.
Untuk itu diperlukan kesepahaman mengenai perbuatan Contempt of Court yang
menjadi acuan bagi aparat penegak hukum, penasehat hukum dan masyarakat.
Dan Pada KUHP Baru ketentuan mengenai Contempt of Court diatur dengan delik
formil, yang menitik beratkan atas perbuatan pidana atau tindak pidananya serta
Pasal yang mengatur tentang hal tersebut sudah diatur tersendiri dalam Bab
tersendiri yang dikenal sebagai Tindak Pidana Terhadap Proses Peradilan danAssyifa Ananda Jove
dikualifikasikan dalam sub bab mengenai perbuatan tindak pidana Contempt of
Court
Adapun saran yang diberikan adalah, hukum dan ketertiban harus ditegakkan di
mana saja, terutama di pengadilan yang diberi tugas untuk menegakkan
supremacy of law. Oleh karena itu sudah merupakan kewenangan yang melekat
bagi pengadilan untuk menghukum secara efektif mereka yang melecehkan badan
peradilan di Indonesia. Serta segera dibuat Undang-Undang khusus yang
mengatur tentang Contempt of Court agar Lembaga peradilan mempunyai wibawa
dan Hakim dapat terlindungi dengan adanya penghinaan dan ancaman dari pelaku
Kata Kunci: Pengaturan, Penghinaan, Wibawa, PengadilanJOVE ASSYIFA ANANDA 19120111832023-02-22T03:15:40Z2023-02-22T03:15:40Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69796This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/697962023-02-22T03:15:40ZPENERAPAN SEJA (SURAT EDARAN JAKSA AGUNG MUDA)
TERKAIT PENGEMBALIAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA YANG
MENGHAPUSKAN TINDAK PIDANA KORUPSIABSTRAK
PENERAPAN SEJA (SURAT EDARAN JAKSA AGUNG MUDA)
TERKAIT PENGEMBALIAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA YANG
MENGHAPUSKAN TINDAK PIDANA KORUPSI
Perkembangan pemberantasan korupsi saat ini telah difokuskan pada tiga isu
pokok, yaitu pencegahan, pemberantasan, dan pengembalian aset hasil korupsi.
Hal ini menunjukkan bahwa upaya pemberantasan korupsi tidak hanya terletak
pada upaya pencegahan serta pemberantasan dalam hal pemidanaan pelaku saja
tetapi juga meliputi upaya pengembalian kerugian negara dari hasil tindak pidana
korupsi. Permasalahan dalam skripsi ini Bagaimanakah penerapan Seja dalam
pelaksanaan untuk menghentikan tindak pidana korupsi,bagaimanakah faktor
penghambat dalam Seja untuk menghentikan kasus kerugian keuangan negara
yang menghapuskan tindak pidana korupsi.
Metode Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan yuridis normatif dan
yuridis empiris. Data yang digunakan menggunakan data primer dan data
sekunder. Narasumber penelitian ini terdiri dari Tim Penyidik Kejaksaan Negeri
Musi Banyuasin dan Dosen bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas
Lampung. Prosedur pengumpulan data dalam penulisan penelitian ini dengan cara
studi kepustakaan dan lapangan. Analisis data menggunakan analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan bahwa penerapan Surat edaran jaksa
agung dalam pelaksanaan untuk menghentikan tindak pidana korupsi adalah
Surat edaran Jaksa Agung Nomor : B1113/F/Fd.1/05/2010 Tentang prioritas dan
pencapaian dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi yang berisikan
himbauan mengenai prioritas penanganan perkara yang masuk kategori big fish
dan lebih mengedepankan untuk pengembalian kerugian keuangan negara, dimana
surat ini dijadikan bahan utama untuk penanganan kasus yang berskala kecil,
karena jika kasus ini dilanjutkan dirasa akan memakan banyak biaya anggaran
penanganan perkara korupsi terlebih lagi bila kasus korupsi dengan kerugian
negara kecil tersebut terjadi di lokasi yang jauh dari ibukota provinsi.Faktor
penghambat dalam surat edaran Jaksa Agung terkait pengembalian kerugian
keuangan negara yang menghapuskan tindak pidana korupsi adalah, tidak adanya
kewajiban jika pelaku harus mengembalikan kerugian negara hanya jika pelaku
secara insisiatif mau dan masih memiliki uang atau harta untuk melakukan
pengembalian kerugian negara. Pelaku yang tertuduh tidak kooperatif dapat
memperhambat proses pengembalian kerugian keuangan negara jika kejahatan
pelaku tidak diketahui dan pelaku tidak sanggup mengembalikan nominal uang yang dikorupsikan maka surat edaran Jaksa Agung
Muda tentang prioritas dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi tidak
dapat diberlakukan.
Saran yang penulis berikan pada penelitian ini adalah: Untuk mengatasi hambatan
dalam penerapan seja adalah dengan memberikan kejelasan kepastian hukum
terhadap pelaku jika sudah sanggup mengembalikan kerugian keuangan negara
dari hasil tindak pidana korupsi, Agar tidak adanya hambatan dalam penerapan
surat edaran Jaksa Agung Perlu ditingkatkannya pengawasan oleh aparat penegak
hukum terkait hal seperti pembangunan dan lainnya yang berdampak pada
masyarakat agar tidak terjadi kasus yang serupa, dan perlu dilakukannya sanksi
sosial terhadap pelaku walaupun sudah melakukan pengembalian kerugian,agar
dapat membuat efek jera.
Kata Kunci: Pengembalian, Kerugian Negara, Tindak pidana korupsi, Surat
Edaran Jaksa Agung.1812011092 Ni Wayan Meilenia Syaputri2023-02-21T07:55:58Z2023-02-21T07:55:58Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69757This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/697572023-02-21T07:55:58ZEFEKTIVITAS PENANGANAN TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA
(Studi di Wilayah Hukum Polres Metro, Lampung)
Tindak pidana pencurian merupakan kejahatan yang ditujukan terhadap harta benda dan seringkali terjadi di dalam masyarakat. Pencurian kendaraan bermotor dengan pembertan (curat) adalah istilah terhadap pelaku kejahatan yang melakukan aksi kejahatan dengan cara merusak, membongkar, dan memenuhi syarat-syarat yang tercantum dalam Pasal 363 KUHP. Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan dalam skripsi ini adalah Bagaimanakah mencapai efektivitas penanganan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor roda dua?. Bagaimanakah faktor yang menghambat penegakan hukum dalam mencapai efektivitas penanganan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor roda dua?.
Pendekatan masalah penelitian ini menggunakan dua pendekatan yaitu Pendekatan Yuridis Normatif dan Pendekatan Yuridis Empiris dengan lebih memfokuskan pada Pendekatan Yuridis Enpiris. Pendekatan secara Yuridis Normatif dilakukan terhadap hal yang berkaitan dengan asas hukum, perundang-undangan, sinkronisasi perundang-undangan dan yang berkaitan dengan penelitian. Secara operasional pendekatan ini dengan studi kepustakaan atau studi literature.
Hasil penelitian dan pembahasan ini menunjukkan bahwa: (1) Efektivitas penanganan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor roda dua di Kota Metro kurang efektif yakni pada tahun 2020 terdapat 158 kasus dengan penyelesaian 21 kasus. Tahun 2021 terdapat 149 kasus dengan penyelesaian 46 kasus. Dan pada tahun 2022 dari blan Januari sampai pada bulan Oktober terdapat 119 kasus dengan penyelesaian 12 kasus. Dengan ini, tindak pidana penyelesaian yang dilakukan kepolisian dalam mencapai efektivitas penanganan tindak pidana pencurian kurang efektif dikarenakan penyelesaian tindak pidana tidak sesuai dengan tujuan dari efektif. (2) Faktor yang mempengaruhi penegakan hukum faktor yang mempengaruhi efektivitas penegakan hukum di Kota Metro yakni pelaku yang melakukan tindak pidana kejahatan minoritas penduduk luar Kota Metro melainkan pelaku berasal dari wilayah luar Metro. Akan tetapi, faktor yang menjadi penghamabatan adalah penegak hukum yang dimana kekurangan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjalankan tugasnya.
Aldhira Erlitsya Maharani
Saran penulis dari permasalahan yang tejadi adalah (1) Dibutuhkan kerja sama semua elemen masyarakat dalam membantu pihak kepolisian dalam menjalankan perannya sebagai pengamanan masyarakat, khususnya penanganan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor dengan pemberatan (curat) di Kota Metro. (2) Sebaiknya lebih baik kepolisian juga bekerja sama dengan masyarakat dengan adanya upaya penyuluhan, patrol, dan razia. Hal ini bertujuan untuk kinerja kepolisian lebih efektif dan efesien dalam mencegah terjadinya tindak pidana pencurian dengan pemberatan (curat) di Kota Metro.
Kata Kunci: Efektivitas, Penanganan, Pencurian Kendaraan Bermotor
Erlitsya Maharani Aldhira19120113122023-02-21T07:48:46Z2023-02-21T07:48:46Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69754This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/697542023-02-21T07:48:46ZANALISIS HUKUM TERHADAP PERKARA PENGGUNAAN GAMBAR BADAK PADA KEMASAN PRODUK LARUTAN PENYEGAR MEREK CAP BADAK VS CAP KAKI TIGA (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 767 K/Pdt.Sus/2010)
Persamaan merek pada pokoknya adalah kemiripan yang disebabkan oleh adanya
unsur yang dominan antara merek yang satu dengan merek yang lain, sehingga
menimbulkan kesan adanya persamaan dalam merek tersebut. Permasalahan
persamaan pada pokoknya yang terjadi pada kasus ini adalah penggunaan gambar
badak pada produk Larutan Penyegar antara merek Cap Badak milik Tjioe Budi
Yuwono dan merek Cap Kaki Tiga milik Wen Ken Drug CO.,PTE.,LTD. Tujuan
penelitian ini adalah: Menganalisis dasar pertimbangan hakim dalam memutus
soal persamaan merek pada Putusan Mahkamah Agung No. 767 K/Pdt.Sus/2010
dikaji dari Undang-undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi
Geografis dan akibat hukum Putusan Mahkamah Agung No. 767 K/Pdt.Sus/2010
terhadap penggunaan gambar badak pada kemasan produk cap badak dan cap kaki
tiga.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian normatif
dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah menggunakan pendekatan
perundang-undangan dan pendekatan kasus. Data dan sumber data menggunakan
data sekunder yang terdiri dari bahan hukum premier, sekunder, dan tersier.
Metode pengumpulan data dengan studi pustaka dan studi dokumen. Metode
pengolahan data dengan pemeriksaan data, klasifikasi data, dan penyusunan data.
Analisis data menggunakan metode analisis data kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pengadilan Niaga Jakarta Pusat
menerima gugatan Wen Ken Drug CO.,PTE.,LTD selaku Penggugat karena
Penggugat dapat membuktikan sebaliknya dari asas first to file. Putusan
Mahkamah Agung memenangkan Tjioe Budi Yuwono selaku Pemohon Kasasi
(dahulu Tergugat) dengan dasar pertimbangan pendaftaran merek yang dilakukan
Pemohon Kasasi tidak terbukti adanya iktikad tidak baik
dan juga tidak ditemukan persamaan pada pokoknya pada merek yang didaftarkan
Pemohon Kasasi dan akibat hukum dari putusan tersebut adalah merek lukisan
“Badak” tetap milik Tjioe Budi Yuwono dan merek yang resmi terdaftar di Dirjen
HKI.
Kata Kunci : Gambar Badak , Persamaan Merek, Putusan Hakim
Brand similarity is a resemblance caused by the presence of a dominant element
between one brand and another, giving the impression that there are similarities in
the brand.. The main problem of similarity that occurs in this case, is the use of
rhino images in the Refreshing Solution product between the Cap Badak brand
belonging to Tjioe Budi Yuwono and the Cap Kaki Tiga brand belonging to Wen
Ken Drug CO., PTE., LTD. The purpose of this research are: Analyzing the basis
for the judge's consideration in deciding the issue of brand equality in the
Supreme Court's Decision No. 767 K/Pdt.Sus/2010 reviewed from Law no. 20 of
2016 concerning Brands and Geographical Indications and the legal consequences
of Supreme Court Decision No. 767 K/Pdt.Sus/2010 on the use of rhino images
on product packaging of Cap Badak brand and Cap Kaki Tiga brand
The type of research used in this research is normative research with descriptive
research type. The approach of the problem are using a statutory and case
approach. The data and data sources use secondary data consisting of primary,
secondary, and tertiary legal materials. The methods of data collection using
literature study and document study. The data processing method using data
inspection, data classification, and data compilation. The data analysis using
qualitative data analysis methods.
The results of this research indicate that the Central Jakarta Commercial Court
accepted the lawsuit by Wen Ken Drug CO., PTE., LTD as the Plaintiff because
Plaintiff could prove otherwise from the first to file principle. The Supreme
Court's decision won Tjioe Budi Yuwono as the Cassation Petitioner(formerly the Defendant) based on the consideration that the trademark
registration carried out by the Cassation Petitioner was not proven to have bad
faith and also there is no similarity in principle to the brand registered by the
Cassation Petitionerand and the legal consequence of the decision is that the
painting brand "Rhino" remains the property of Tjioe Budi Yuwono and the brand
is officially registered with the Director General of Intellectual Property Rights.
Kata Kunci : Brand Similarity, Judge's Decision, Rhino Image
BERLIAN SAHA OLOAN SITORUS YOSAFAT 17120110612023-02-21T04:20:49Z2023-02-21T04:20:49Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69731This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/697312023-02-21T04:20:49ZIMPLEMENTASI PERLINDUNGAN HUKUM UNTUK KONSUMEN ROKOK ELEKTRIK DI KOTA BANDAR LAMPUNGPada tahun 2010, rokok elektrik dinyatakan sebagai produk berbahaya dan ilegal oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia. Meski demikian, rokok elektrik tetap banyak tersedia di pasar Indonesia (baik di toko maupun online) dan semakin dipromosikan. Saat ini, satu-satunya kebijakan rokok elektrik yang ada adalah cukai e-liquid. Selain itu, banyak pula beredar rokok elektrik yang tidak memiliki tanggal kadaluarsa. Sehingga pada perjalanannya dibutuhkan peraturan untuk melindungi kegiatan masyarakat dalam proses jual beli rokok elektrik agar dapat terpenuhi hak-hak sebagai konsumen dan menghindari segala dampak buruk dari penggunaan rokok elektrik di Bandar Lampung. Penelitian ini juga dilatarbelakangi oleh banyaknya produk cairan rokok elektrik di Bandar Lampung yang tidak memberikan hak informasi kepada konsumen khusunya pada label yang ada pada produk. Minimnya hak informasi yang diberikan menyebabkan kerugian pada konsumen. Sehingga ditemukan permasalahan skripsi tentang bagaimana implementasi perlindungan hukum untuk konsumen rokok elektrik di kota Bandar Lampung. Tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh paparan lengkap, rinci dan sistematis mengenai pemahaman perlindungan konsumen bagi pengguna rokok elektrik di Bandar Lampung. Jenis penelitian penulis ini menggunakan jenis penelitian empiris. Sebuah penelitian bidang hukum dengan adanya data-data lapangan sebagai sumber data utama, seperti hasil wawancara dan observasi. Hasil dari penelitian ini adalah, masih banyaknya produk yang tidak mencantumkan label kadaluarsa, label komposisi yang detail dan label pentunjuk penggunaan menggunakan Bahasa Indonesia pada produk cairan rokok elektrik. Hal ini menimbulkan konsekuensi hukum terhadap pelaku usaha berupa sanksi administratif dan sanksi pidana yang diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Hukum Perlindungan Konsumen.
Kata Kunci : Rokok Elektrik, Perlindungan Konsumen, Peraturan.
ARIMA MUHAMMAD TOMMY17420110452023-02-21T02:50:54Z2023-02-21T02:50:54Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69709This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/697092023-02-21T02:50:54ZPEMANFAATAN PASIR TIMBUL SEBAGAI OBJEK WISATA
KAWASAN SARI RINGGUNG KABUPATEN PESAWARANPenyelenggaraan wisata pasir timbul kawasan Sari Ringgung Kabupaten Pesawaran
mengalami persengketaan antara Desa Gebang dan PT. Sari Ringgung terkait
pemanfaatan dan pengelolaan pasir timbul. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
dasar hukum terkait hak dan kepastian terkait izin pengelolaan dan pemanfaatan pasir
timbul. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode penelitian
normatif-empiris dengan menggunakan pendekatan statute approach dan case
approach terkait pemanfaatan pasir timbul sebagai objek wisata kawasan Sari
Ringgung dan dianalisis menggunakan content analysis. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dasar hukum pengelolaan dan pemanfaatan pasir timbul tercantum pada
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Peraturan Bupati Pesawaran
Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan dan Pengelolaan Kepariwisataan
Kabupaten Pesawaran. Terkait kasus sengketa perizinan dan penguasaan pengelolaan
pasir timbul hasil penelitian menunjukkan bahwa PT Sari Ringgung tidak memiliki
izin untuk mengelola dan memanfaatkan pasir timbul, hal ini diakarenakan wilayah
pasir timbul tidak tercantum pada Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP) yang
dimiliki PT Sari Ringgung. Pihak yang memiliki hak atas pengelolaan dan
pemanfaatan pasir timbul ialah pihak pemerintah daerah, karena wilayah pasir timbul
merupakan sumber daya alam yang dimiliki oleh negara dan apabila pihak swasta ingin
mengelola dan memanfaatkannya wajib mendapatkan izin sesuai dengan aturan yang
telah ditetapkan.
Kata Kunci : Pemanfaatan, Pasir Timbul, Perizinan.SALSABILA ARIFIN GILDA 19520110712023-02-21T02:30:40Z2023-02-21T02:30:40Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69702This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/697022023-02-21T02:30:40ZANALISIS HUKUM PENGANGKATAN ANAK OLEH ORANG TUA
TUNGGAL (SINGLE PARENT) BERDASARKAN PERATURAN
PEMERINTAH NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG
PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAKPengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak
dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah atau orang lain yang
bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut ke
dalam lingkungan keluarga orang tua angkat. Seiring berkembangnya masyarakat,
tidak hanya sepasang suami istri yang memiliki keinginan untuk melakukan adopsi,
melainkan seseorang yang berstatus janda atau duda atau bahkan orang yang belum
pernah menikah pun memiliki keinginan untuk memiliki anak dengan cara adopsi.
Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah bagaimana syarat dan
prosedur pengangkatan anak oleh Orang Tua Tunggal (Single Parent) berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan
Anak dan Bagaimana akibat hukum yang ditimbulkan dari pengangkatan anak oleh
Orang Tua Tunggal (Single Parent).
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian
deakriptif. Pendekatan masalah yang digunakan yaitu pendekatan analitis
(analitycal Approach). Data dan sumber data diperoleh dari data sekunder. Data
dikumpulkan menggunakan studi kepustakaan dan studi dokumen. Data tersebut
diolah dengan cara pemeriksaan data (editing), rekonstuksi data, dan sistematisasi
data, yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Pelaksanaan pengangkatan anak oleh orang tua tunggal diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak dan
dijelaskan secara terperinci mengenai syarat dan prosedur melalui Peraturan
Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 110/HUK/2009 tentang Persyaratan
Pengangkatan Anak. Pelaksanaan pengangkatan anak oleh orang tua tunggal dapat
ditetapkan setelah mendapat izin dari Menteri. Akibat hukum dari pengangkatan
anak yaitu tidak boleh memutuskan hubungan dengan orang tua serta keluargaii
Azzah Lia Falihah
kandungnya. Jika sang anak menikah, maka yang dapat menjadi wali nikahnya
adalah orang tua kandung atau saudara sedarahnya. Anak angkat bisa memperoleh
harta warisan dari orang tua angkatnya, jika terdapat wasiat wajibah dan besarnya
tidak boleh melebihi 1/3 harta dari orang tua angkatnya.
Kata Kunci: Pengangkatan Anak, Single Parent, Prosedur, Akibat HukumLia Falihah Azzah 19520110392023-02-21T02:26:06Z2023-02-21T02:26:06Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69701This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/697012023-02-21T02:26:06ZANALISIS YURIDIS PENGESAHAN PERNIKAHAN TIDAK TERCATAT
BAGI PASANGAN SUAMI-ISTRI YANG TELAH MENINGGAL DUNIAPengesahan pernikahan tidak tercatat bagi pasangan suami-istri yang telah
meninggal dunia ini sering terjadi dalam masyarakat. Namun, Kompilasi Hukum
Islam tak menjelaskan secara rinci bagaimana jika kedua pasangan yang
melangsungkan pernikahan secara agama sudah meninggal dunia, pernikahannya
sudah tak ada dan harus memberikan bukti secara pasti mengenai bagaimana
perkawinan tersebut nyata adanya. Permasalahan dalam penelitian ini mengkaji
mengenai sejarah hukum terjadinya pengesahan pernikahan yang tidak tercatat di
Indonesia dan pertimbangan hakim dalam memberikan pengesahan pernikahan
yang tidak tercatat bagi pasangan suami-istri yang telah meninggal dunia tersebut.
Penelitian ini ialah penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif.
Menggunakan pendekatan sejarah, perundang-undangan, kasus, dan konseptual,
setelah itu data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder, dan bahan hukum tersier. Metode pengumpulan data dengan cara studi
kepustakaan dan studi dokumen, diolah dengan metode pengolahan data, yaitu
evaluasi data, klasifikasi data dan sistematisasi data, serta analisis secara kualitatif.
Hasil dari penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa sejarah mengenai
pengesahan pernikahan tidak tercatat ini diawali dengan berlakunya UndangUndang Nomor 22 Tahun 1946 Tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk
sampai, dilanjutkan dengan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan lalu muncul dan berlakunya Kompilasi Hukum Islam sebagai sebuah
inovasi hukum Islam di Indonesia. Majelis Hakim Pengadilan Agama dalam
memberikan pengesahan pernikahan yang tidak tercatat bagi pasangan suami-istri
yang telah meninggal dunia termasuk dalam pengesahan contencius. Ayah dan ibu
Pemohon dan Para Termohon belum mempunyai alat bukti perkawinannya, maka
permohonan Pemohon tersebut telah sesuai dengan Pasal 7 ayat 2 Kompilasi
Hukum Islam.ii
Sabrina Ayu Triagustin
Saran dalam penelitian ialah hakim dalam memberikan putusan pengadilan
mengenai pengesahan nikah tidak tercatat bagi pasangan yang telah meninggal
dunia perlu mempertimbangkan syarat-syarat dalam pengajuan permohonan
pengesahan nikah yang seharusnya dipenuhi sesuai dengan Kompilasi Hukum
Islam. Hendaknya Kompilasi Hukum Islam dapat menguraikan secara jelas
mengenai permohonan yang dilakukan oleh anak pasangan yang telah menikah
secara agama dan memerlukan akta perkawinan kedua orang tuanya di saat sudah
meninggal dunia.
Kata Kunci : Pengesahan Pernikahan, Pernikahan Tidak Tercatat, Pasangan
Meninggal Dunia.AYU TRIAGUSTIN SABRINA 19120111222023-02-21T02:16:09Z2023-02-21T02:16:09Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69695This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/696952023-02-21T02:16:09ZPENEGAKAN KODE ETIK PROFESI PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH OLEH MAJELIS PEMBINA DAN PENGAWAS DAERAH (MPPD) IKATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH
KOTA BANDAR LAMPUNGEksistensi PPAT sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24Tahun 1997 (PP No.24/1997)tentang Pendaftaran Tanah sampai saat ini sangat dibutuhkan jasanya bagi masyarakat. Hal ini membuat perlu adanya lembaga pembinaan dan pengawasan terhadapPejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)agar PPAT dalam melakukan pekerjaanyaberjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kode etik. Dalam melakukan pekerjaan dan jabatan PPAT, kode etik sangat vital sebagai pedoman dalam menjalankan langkah keprofesionalanpraktikPPAT.Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahuipelanggarandan menganalisis hambatan atau kendala, serta penegakan hukumterhadap kode etikprofesi PPAT oleh MPPDIPPAT Kota Bandar Lampung. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum empiris dengan menggunakan data primer dan data sekunder.Penelitian ini menggunakan pendekatanempiris atau sosiologis yang diambil dari fakta-fakta dalamsuatu masyarakat, badan hukumatau badan pemerintah.Kemudian penelitian ini dianalisis secara deskriptif kualitatif.Berdasarkan hasil penelitian terhadappenegakan hukum oleh MPPD terhadap kode etik IPPAT di Kota Bandar Lampung cukup patuh dalam melaksanakan tugasnya. Dalam pembinaan dan pengawasan PPAT Kota Bandar Lampung terhadap kode etik harus melibatkan MPPD, namun MPPDIPPATdi Kota Bandar Lampung masih baru terbentuk sekitarkurang lebih duatahun ini. Sehingga membuatpemeriksaan belum berjalan efektif ke semua PPAT di kota Bandar Lampung. Dalam pelanggaran Kode Etik Profesi oleh PPAT baru dua laporan yang diterima oleh MPPD IPPAT Kota Bandar Lampungdansisanya tidak melapor kepada MPPD melainkan langsung melaporkannya kepada pihakberwajib yaitu kepolisian.Hal ini berdasarkanwawancara langsung dengan anggota MPPD IPPAT Kota Bandar Lampung.
Kata kunci:Kode Etik,Pejabat Pembuat Akta Tanah,Penegakan Hukum.DONA RAHMA 19120112202023-02-21T02:14:33Z2023-02-21T02:14:33Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69694This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/696942023-02-21T02:14:33ZANALISIS PENYELESAIAN PERKARA PIDANA PENGANIAYAAN
BERBASIS KEADILAN RESTORATIF
(Studi pada Rumah Restorative Justice Khagom Seandanan
Bandar Lampung)Mediasi pidana sebagai alternatif penyelesaian perkara pidana diupayakan oleh
Kejaksaan Agung Republik Indonesia melalui keadilan restoratif yakni alternatif
penyelesaian perkara pidana yang seharusnya tindak pidana diselesaikan melalui
jalur pemidanaan namun diselesaikan melalui dialog antara pelaku, korban,
keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari
penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan
semula dan bukan pembalasan. Keadilan restoratif diimplementasikan melalui
pembentukan rumah restorative justice di setiap Kejaksaan Negeri yang ada di
kabupaten. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penyelesaian
perkara pidana penganiayaan berbasis keadilan restoratif pada rumah Restorative
Justice Khagom Seandanan Bandar Lampung dan apakah faktor yang
mempengaruhi dalam penyelesaian perkara pidana penganiayaan berbasis
keadilan restoratif pada rumah Restorative Justice Khagom Seandanan Bandar
Lampung.
Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridis empiris,
dengan menekankan pada kajian kaidah hukumnya, dan ditunjang dengan
pendekatan lapangan berupa perolehan tambahan informasi serta opini penegak
hukum terkait. Narasumber dalam penelitian ini terdiri dari Jaksa Penuntut Umum
dan Akademisi. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi
lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa
penyelesaian perkara pidana penganiayaan berbasis keadilan restoratif pada
Rumah Restorative Justice Khagom Seandanan Bandar Lampung dalam
penyelesaiannya dengan dihentikannya penuntutan karena merupakan
penganiayaan biasa yang tidak menimbulkan luka berat serta tindak pidana hanya
diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebihdari 5 (lima) tahun. Penyelesaian tersebut dilakukan melalui beberapa tahapan
yaitu pelaporan, penyelidikan, pelimpahan perkara dan di buat SPDP,
pemeriksaan berkas perkara, upaya perdamaian, proses perdamaian, ekspose gelar
perkara dan penghentian penuntutan. Faktor yang mempengaruhi dalam
penyelesaian perkara pidana penganiayaan berbasis keadilan restoratif pada rumah
Restorative Justice Khagom Seandanan Bandar Lampung terdapat faktor
pendukung dan penghambat. Faktor pendukung terdiri dari aspek hukumnya
sendiri, penegakan hukum, sarana dan fasilitas, masyarakat. Yang menjadi faktor
penghambat yakni faktor hukumnya sendiri. Meskipun Peraturan Kejaksaan No
15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif
telah menjadi faktor pendukung karena peraturan ini sudah terdapat dasar
hukumnya untuk melaksanakan restorative justice tetapi dalam prakteknya masih
terdapat kekurangan dalam substansi peraturan itu sendiri yakni berkaitan dengan
waktu yang tercantum dalam Pasal 9 Ayat (5) Peraturan Kejaksaan No 15 Tahun
2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif dengan
tenggang waktu 14 hari sejak penyerahan berkas sehingga terhambat penghentian
penuntutan berdasarkan keadilan restoratif tidak optimal.
Saran dari penelitian ini adalah kejaksaan diharapkan untuk lebih
mensosialisasikan kepada masyarakat mengenai keadilan restoratif, kejaksaan
perlu untuk menjelaskan lebih luas kepada masyarakat mengenai keadilan
restoratif dan menjelaskan kepada masyarakat bahwa untuk dapat dilakukan
penghentian penuntutan memiliki syarat dan ketentuan sesuai dengan Peraturan
Kejaksaan No 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan
Keadilan Restoratif. Perlunya pemerintah untuk membentuk payung hukum yang
secara komprehensif mengatur mengenai restorative justice yang lebih rinci dan
tertata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana sebagai sumber hukum
dalam beracara di Indonesia atau perlunya dijadikan undang-undang melihat saat
ini masih hanya sebatas peraturan saja.
Kata Kunci : Penganiayaan, Keadilan Restoratif, Rumah Restorative JusticeSaputri Rayi 19120111062023-02-20T08:31:52Z2023-02-20T08:31:52Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69646This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/696462023-02-20T08:31:52ZPENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN
MEREK DAGANG
(Studi Putusan Nomor: 990/Pid.Sus/2021/PN Tjk)ABSTRAK
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN
MEREK DAGANG
(Studi Putusan Nomor: 990/Pid.Sus/2021/PN Tjk)
Oleh
DEWI NABILA SYA’BANIA
Berkembangnya bisnis di era globalisasi membuat semakin banyaknya barang dan
jasa dipasarkan. Sehinggga merek memiliki peranan penting untuk memberi
perlindungan dan jaminan mutu kepada masyarakat. Namun kasus pemalsuan
merek masih sering terjadi di Indonesia, salah satunya adalah kasus perkara Nomor:
990/Pid.Sus/2021/PN Tjk dengan terdakwa Wus Paweksi Ayu. Permasalahan
dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penegakan hukum terhadap tindakan
pelaku yang melakukan pemalsuan merek sebagaimana dalam putusan Nomor:
990/Pid.Sus/2021/PN Tjk dan bagaimana pertanggungjawaban pidana pelaku
pemalsuan merek sebagaimana dalam putusan Nomor: 990/Pid.Sus/2021/PN Tjk
sudah sesuai dengan keadilan substantif.
Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan yuridis normatif dan yuridis
empiris. Sumber dan jenis data terdiri dari data primer dan sekunder, yang masingmasing
data diperoleh dari penelitian kepustakaan dan studi lapangan. Analisis data
yang digunakan adalah analisis kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa penegakan hukum terhadap tindakan pelaku
terhadap pemalsuan merek dagang dalam putusan Nomor: 990/Pid.Sus/2021/PN
Tjk nyatanya belum sejalan dengan teori penegakan hukum Barda Nawawi Arief,
terutama dalam tataran aplikasi. Kurangnya keterlibatan kementrian perdagangan
dan penyidik KI dalam proses mediasi serta kesalahan penerapan hukum oleh aparat
penegak hukum menjadikan tahap aplikasi terkendala. Selanjutnya,
pertanggungjawaban pidana pelaku pemalsuan merek dagang dalam putusan
nomor: 990/Pid.Sus/2021/PN Tjk belum sesuai dengan keadilan substantif dan teori
pertanggungjawaban pidana. Terdakwa tidak melakukan tindak pidana pemalsuan
merek dagang karena unsur Pasal 102 tidak terpenuhi, karena pidana yang
dilakukan tidak berdiri sendiri.Saran yang dapat penulis sampaikan ialah agar penyidik KI serta kementrian
perdagangan lebih terlibat dan berkordinasi dengan aparat penegak hukum dalam
penegakan hukum terhadap merek, serta meningkatkan pemahaman aparat penegak
hukum terhadap penerapan undang-undang merek agar tidak terjadi lagi kesalahan
dalam penerapan pasal kepada pedagang lainnya.
Kata Kunci : Penegakan Hukum, Pertanggungjawaban Pidana, Merek
The development of business in the era of globalization has made more and more
goods and services marketed. So the brand has an important role to provide
protection and quality assurance to the public. However, cases such as brand
counterfeiting still occur frequently in Indonesia, one of the cases of this is verdict
Number: 990/Pid.Sus/2021/PN Tjk with the defendants Wus Paweksi Ayu. The
problem in this research is how the law enforcement against the actions of
perpetrators who counterfeit brands as in decision Number: 990/Pid.Sus/2021/PN
Tjk and what is the criminal responsibility of perpetrators of brand counterfeiting
as stated in decision number: 990/Pid.Sus/2021/ PN Tjk is in accordance with
substantive justice.
The problem approach in this study uses normative juridical and empirical juridical.
Sources and types of data consist of primary and secondary data, each of which data
is obtained from library research and field studies. Data analysis used is qualitative
analysis.
The results of the study show that law enforcement against the perpetrators' actions
against counterfeiting trademarks in the decision Number: 990/Pid.Sus/2021/PN
Tjk is in fact not in line with the theory of law enforcement put forward by Barda
Nawawi Arief, especially at the application level. The lack of involvement of the
Ministry of Trade in the mediation process and the misapplication of the law by law
enforcement officers hindered the application stage. Furthermore, the criminal
responsibility of the perpetrators of counterfeiting trademarks in decision number:
990/Pid.Sus/2021/PN Tjk is not in accordance with substantive justice and the
theory of criminal responsibility. The defendant did not commit the crime of
counterfeiting a trademark because the elements of Article 102 were not fulfilled,
because the crime committed did not stand alone.The advice the author can convey is that IP investigators and the ministry of trade
should be more involved in and coordinate with officials law enforcement in
enforcing the law against brands, as well as increasing law enforcement officials'
understanding of the application of the trademark law so that mistakes do not occur
again in applying the article to other traders.
Kata Kunci : Law Enforcement, Criminal Liability, BrandsDewinasy@gmail.com Dewi Nabila Sya’bania18520110472023-02-20T08:21:20Z2023-02-20T08:21:20Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69641This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/696412023-02-20T08:21:20ZPERAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) DALAM PENYELESAIAN KASUS TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH
ABSTRAK
PERAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) DALAM PENYELESAIAN KASUS TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH
Oleh
M. FADEL ALFARABI
Penegakan peraturan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) sesuai dengan Pasal 8 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 tentang Satuan Polisi Pamong Praja, dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Satpol PP yang bertindak selaku koordinator PPNS di lingkungan Pemerintah Daerah. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam penyelesaian kasus tindak pidana perdagangan orang di Kabupaten Lampung Tengah? (2) Apa saja faktor penghambat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam penyelesaian kasus tindak pidana perdagangan orang di Kabupaten Lampung Tengah?
Penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif dan empiris. Pengumpulan data dengan studi lapangan dan studi pustaka. Pengolahan data meliputi seleksi, klasifikasi dan penyusunan. Analisis dilakukan secara yuridis kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan maka menunjukkan: (1) Peran PPNS Satuan Polisi Pamong Praja dalam penyelesaian kasus tindak pidana perdagangan orang di Kabupaten Lampung Tengah dilaksanakan dengan melaksanakan tindakan penertiban nonyustisial yang terdiri tindakan pre-emtif, tindakan preventif dan tindakan represif. Tindakan Pre-emtif dilaksanakan dengan melaksanakan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya untuk menaati hukum. Tindakan Preventif dilaksanakan dengan kegiatan patroli untuk mengumpulkan informasi, menemukan pelanggaran atau menentukan sesuatu yang dapat menjurus kepada pelanggaran
perda atau tindak pidana. Tindakan represif dilakukan dengan proses penegakan hukum dengan bekerja sama kepada pihak Kepolisian. Selain itu mengkoordinir PPNS di Lingkungan Pemerintah Daerah dalam penyelesaian kasus tindak pidana perdagangan orang (2) Faktor-faktor yang menjadi penghambat peran PPNS Satuan Polisi Pamong Praja dalam penyelesaian kasus tindak pidana perdagangan orang yaitu keterbatasan sumber daya manusia, yaitu secara kuantitas masih kurangnya jumlah PPNS Satpol PP. Selain itu faktor keterbatasan sarana dan prasarana, yaitu masih terbatasnya jumlah kendaraan dinas roda empat sehingga menghambat tindakan preventif berupa patroli atau penyuluhan ke wilayah Kabupaten Lampung Tengah
Saran dalam penelitian ini adalah Kepala Satpol PP Kabupaten Lampung Tengah agar: (1) Mengajukan penambahan jumlah PPNS Satpol PP (2) Mengajukan penambahan kendaraan operasional sehingga dapat menunjang kinerja Satpol PP.
Kata Kunci: Peran, PPNS, Satpol PP, Tindak Pidana Perdagangan Orang
ABSTRACT
THE ROLE OF CIVIL SERVANT INVESTIGATORS (PPNS) IN RESOLVING CASES OF CRIMINAL ACTS OF HUMAN TRAFFICKING
IN CENTRAL LAMPUNG REGENCY
By
M. FADEL ALFARABI
Enforcement of regulations by the Civil Service Police Unit (Satpol PP) in accordance with Article 8 Paragraph (1) of Government Regulation Number 16 of
2018 concerning Civil Service Police Units, is carried out by Civil Servant Investigators (PPNS) Satpol PP who act as PPNS coordinators within the Government Area. Problems: (1) What is the role of Civil Servant Investigators (PPNS) in resolving cases of criminal acts of Human Trafficking in Central Lampung Regency? (2) What are the inhibiting factors for Civil Servant Investigators (PPNS) in resolving cases of Human Trafficking in Central Lampung
Regency?
The research uses a normative and empirical juridical approach. Data collection by field study and literature study. Data processing includes selection, classification
and arrangement. The analysis was carried out in a qualitative juridical manner.
The results of the research and discussion show: (1) The role of the PPNS Civil Service Police Unit in resolving cases of the crime of Human Trafficking in Central Lampung Regency is carried out by carrying out non-judicial enforcement actions consisting of pre-emptive actions, preventive actions and repressive actions. Pre- emptive action is carried out by carrying out outreach to the public regarding the importance of obeying the law. Preventive Actions are carried out with patrol activities to collect information, find violations or determine something that could
lead to violations of regional regulations or criminal acts. Repressive actions are carried out by law enforcement in cooperation with the Police. In addition to coordinating PPNS in the Regional Government Environment in resolving cases of criminal acts of Human Trafficking (2) Factors that hinder the role of PPNS Civil Service Police Units in resolving cases of criminal acts of Human Trafficking are limited human resources, namely in quantity there is still a lack of PPNS Satpol PP. In addition, the factor is the limited number of four-wheeled official vehicles that hinder preventive actions in the form of patrols or counseling to the Central
Lampung Regency area
Suggestions in this research are the Head of Satpol PP in Central Lampung Regency to: (1) Propose an increase in the number of Satpol PP PPNS (2) Propose additional
operational vehicles so that they can support the performance of Satpol PP.
Keywords: Role, PPNS, Satpol PP, Human Trafficking
1942011006 M. Fadel Alfarabialfarabifadel794@gmail.com2023-02-20T07:57:43Z2023-02-20T07:57:43Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69633This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/696332023-02-20T07:57:43ZPERAN INTELIJEN DAN PENINDAKAN KEIMIGRASIAN TERHADAP PENGAWASAN BAGI WARGA NEGARA ASING YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN IDENTITAS
(Studi Pada Kantor Imigrasi Kelas I TPI Bandarlampung )
ABSTRAK
PERAN INTELIJEN DAN PENINDAKAN KEIMIGRASIAN TERHADAP PENGAWASAN BAGI WARGA NEGARA ASING YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN IDENTITAS
(Studi Pada Kantor Imigrasi Kelas I TPI Bandarlampung ) Oleh:
SHESHILIA REGINA SALIM
Masyarakat Indonesia yang akan melaksanakan perjalanan harus memiliki dokumen perjalanan yang sah dan masih berlaku, hal tersebut diatur Undang - Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Masalah pemalsuan identitas diri pemohon paspor semakin marak terjadi di Indonesia tidaklepas dari perilaku pemohon paspor, serta kelembagaan pemerintahan mulai dari proses pengurusan identitas diri pemohon hingga pada penerbitan paspor. Keimigrasian memiliki peran yang sangat besar yaitu mempunyai fungsi yang sangat signifikan untuk meminimalisir akibat negatif dari mobilitas masyarakat negara asing, pihak imigrasi memiliki fungsi dalam politik hukum keimigrasian yang memiliki sifat selektif.
Metode pada penelitian ini menggunakan normatif empiris. Metode normatif empiris merupakan penelitian yang mengkaji tentang pelaksanaan atau implementasi ketentuan hukum positif (perundang-undangan) dan kontrak secara faktual pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat guna mencapai tujuan yang telah ditentukan. Sumber data yang digunakan adalah data primer berupa data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dan data sekunder berupa peraturan perundang – undangan, buku, dan jurnal.
Hasil pada penelitian ini adalah mengulas peran ideal (ideal role) intelijen dan penindakan Keimigrasian yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil dalam mencegah dan mengungkap dokumen palsu yang digunakan untuk melakukan permohonan paspor Republik Indonesia di Kantor Imigrasi Kelas I Bandar Lampung dilakukan dengan cara yang bersifat preventif maupun represif. Upaya Preventif dalam menghadapi tindak pidana keimigrasian dalam pembuatan dokumen perjalanan dengan menggunakan dokumen palsu yaitu pelatihan Document Fraud yaitu pelatihan dokumen yang diperuntukan sebagai bekal keahlian untuk pihak imigrasi dalam mendetesi pemalsuan dokumen perjalanan. Pelatihan ini merupakan pelatihan wajib yang dilaksanakan kantor imigrasi terhadap calon pegawainya sebelum ditugaskan, Memiliki sistem Interpol yang
Sheshilia Regina Salim
sudah terkoneksi sehingga memudahkan dalam pencarian DPO (Daftrar Pencarian Orang) Interpol. Memiliki sistem BCM (Border Control Management) di TPI (Tempat Pemeriksaan Imigrasi). Upaya represif adalah tindakan yang dilakukan aparatur penegak hukum sesudah terjadi kejahatan atau tindak pidana. Serta mengetahui hambatan – hambatan apa saja yang dialami oleh Intelejen dan Penindakan Keimigrasian dalam menghadapi pengawasan bagi Warga Negara Asing yang melakukan tindak pidana keimigrasian. Hambatan yang dialami oleh pihak Intelejen dan Penindakan Keimigrasian (INTELDAKIM) ada berbagai macam terutama dalam pelaksanaan pengawasan, secara umum hambatan yang ada pada sumber daya manusia dan sarana/prasarana. Keterbatasan jumlah sumber daya manusia yang menjadi faktor terhambatnya proses penegakan hukum bagi Warga Negara Asing (WNA) maupun Warga Negara Indonesia (WNI) yang melakukan tindak pidana keimigrasian. Jumlah pegawai Intelejen dan Penindakan Keimigrasian (INTELDAKIM) serta Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang sedikit merupakan pemicu pengawasan tidak dapat dilakukan secara serentak.
Melalui hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa peran dari Seksi Intelijen dan Penindakan Keimigrasian (INTELDAKIM) dalam melakukan pengawasan terhadap WNA yang melakukan tindak pidana pemalsuan identitas. Peran Seksi Intelijen dan Penindakan Keimigrasian (INTELDAKIM) Kantor Imigrasi Kelas I Bandar Lampung belum sepenuhnya memenuhi standar peran itu sendiri yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto yaitu peran ideal (ideal role) yang dimana Kantor Imigrasi memiliki kendala dan kurangnya sumber daya manusia yang memiliki daya integritas yang tinggi dalam melakukan selektif ketat dalam membiarkan warga negara asing yang masuk ke dalam wilayah Indonesia.
Saran dari penulis kepada lembaga hukum yang berwenang untuk dapat terus menegakkan tiang hukum dalam menghadapi tindak pidana keimigrasian khususnya dalam melakukan tindak pidana pemalsuan identitas yang dilakukan oleh Warga Negara Asing (WNA). Melakukan selektif ketat dalam pemilihan Sumber Daya Manusia yang memiliki integritas dan kualitas yang tinggi sehingga peran ideal dan peran sebenarnya sesuai dengan norma hukum yang berlaku dapat berjalan dengan lancar.
Kata kunci: Keimigrasian, Tindak pidana, Pemalsuan identitas
ABSTRACT
THE ROLE OF THE INTELLIGENCE AND IMMIGRATION ACTION SECTION ON THE SUPERVISION OF FOREIGNERS WHO PERMIT THE CRIMINAL ACTS OF IDENTITY FAKETING
(Study at Immigration Office Class I TPI Bandarlampung) By:
SHESHILIA REGINA SALIM
Indonesian people who will travel must have valid and valid travel documents, this is regulated in Law Number 6 of 2011 concerning Immigration. The problem of counterfeiting passport applicants' identities is increasingly prevalent in Indonesia, which cannot be separated from the behavior of passport applicants, as well as government institutions, starting from the process of managing the applicant's identity to issuing passports. Immigration has a very large role, namely it has a very significant function to minimize the negative consequences of the mobility of foreign citizens, immigration has a function in the politics of immigration law which has a selective nature.
The method in this study uses empirical normative. Empirical normative method is research that examines the implementation or implementation of positive legal provisions (legislation) and contracts in fact in every particular legal event that occurs in society in order to achieve predetermined goals. The data sources used are primary data in the form of data obtained directly from research subjects and secondary data in the form of laws and regulations, books and journals.
The results of this study are to review the ideal role of intelligence and Immigration enforcement carried out by Civil Servants in preventing and uncovering fake documents used to apply for a Republic of Indonesia passport at the Immigration Office Class I Bandar Lampung carried out in a preventive or fraudulent manner. repressive. Preventive efforts in dealing with immigration crimes in making travel documents using fake documents, namely Document Fraud training, namely document training intended as a provision of expertise for immigration authorities in detecting forgery of travel documents. This training is mandatory training carried out by the immigration office for prospective employees before being assigned. It has an Interpol system that is already connected to make it easier to search for Interpol DPOs (Person Wanted List). Have a BCM (Border Control Management) system at TPI (Immigration Checkpoints). This system supports e-office spread throughout
Sheshilia Regina Salim
Immigration Office and embassies. Repressive efforts are actions taken by law enforcement officials after a crime or crime has occurred. As well as knowing what obstacles are experienced by Intelligence and Immigration Enforcement in facing surveillance for Foreign Nationals who commit immigration crimes. There are various kinds of obstacles experienced by Intelligence and Immigration Enforcement, especially in the implementation of supervision, in general the obstacles that exist in human resources and facilities/infrastructure. The limited number of human resources is a factor in hampering the law enforcement process for Foreign Citizens and Indonesian Citizens (WNI) who commit immigration crimes. The small number of Immigration Intelligence and Enforcement employees as well as Civil Servant Investigators (PPNS) is a small trigger for oversight not to be carried out simultaneously.
Through the results of the research and discussion a conclusion can be drawn that the role of the Immigration Intelligence and Enforcement Section is in supervising foreign nationals who commit identity fraud crimes. The role of the Immigration Intelligence and Enforcement Section of the Class I Immigration Office in Bandar Lampung has not fully met the standard role itself put forward by Soerjono Soekanto, namely the ideal role in which the Immigration Office has constraints and a lack of human resources with high integrity. high in carrying out strict selective in letting foreign nationals into the territory of Indonesia Suggestions from the author to authorized legal institutions to be able to continue to uphold the pillars of law in dealing with immigration crimes, especially in committing identity fraud crimes committed by foreign nationals (WNA). Carry out strict selectiveness in selecting Human Resources who have high integrity and quality so that their ideal and actual roles in accordance with applicable legal norms can run smoothly.
Keywords: Immigration, Crime, Identity fraud
1912011078 Sheshilia Regina Salimsheshiliareginas@gmail.com2023-02-20T02:54:19Z2023-02-20T02:54:19Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69571This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/695712023-02-20T02:54:19ZKEBIJAKAN NON PENAL TERHADAP TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL DI LINGKUNGAN SATUAN PENDIDIKAN
(Studi Kasus Kota Bandar Lampung)
Kebijakan non penal adalah kebijakan diluar hukum pidana yang kuncinya adalah pencegahan dan pembaharuan pandangan masyarakat. Tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak tinggi di lingkungan satuan pendidikan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah kebijakan non penal terhadap tindak pidana kekerasan seksual di lingkungan satuan pendidikan. Kemudian, apakah faktor penghambat kebijakan non penal terhadap tindak pidana kekerasan seksual di lingkungan satuan pendidikan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kebijakan non penal terhadap tindak pidana kekerasan seksual di lingkungan satuan pendidikan dan faktor penghambat dari kebijakan non penal terhadap tindak pidana kekerasan seksual di lingkungan satuan pendidikan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris dan normatif yaitu pendekatan penelitian lapangan dengan memperhatikan perundang-undangan, teori dan konsep yang berhubungan dengan penulisan. Sumber data dalam penelitian ini adalah data yang terdiri dari data lapangan dan data kepustakaan. Jenis data yang meliputi data primer dan data sekunder yang kemudian dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pencegahan diselenggarakan dalam kegiatan yang terbatas. Keterbatasan pengetahuan, fasilitas dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia merupakan permasalahan serius. Peraturan hukum belum dipahami dengan baik, sehingga menimbulkan keterbatasan pencegahan.
Saran dalam penelitian ini adalah dibentuknya tim pencegahan tindak kekerasan dan prosedur operasi standar di lingkungan satuan pendidikan. Sinergitas kerjasama antara satuan pendidikan, pemerintah, lembaga psikologi dan lembaga masyarakat. Pemenuhan pendidikan dan pelatihan. Pembentukan peraturan pemerintah mengenai mekanisme pencegahan yang tegas dan jelas.
Kata Kunci: Kebijakan Non Penal. Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Lingkungan Satuan Pendidikan.
Sri Rezeki Melania 19120110612023-02-17T08:54:35Z2023-02-17T08:54:35Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69546This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/695462023-02-17T08:54:35ZANALISIS DISPARITAS PIDANA PUTUSAN HAKIM TERHADAP
TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN OLEH ANAK ABSTRAK
ANALISIS DISPARITAS PIDANA PUTUSAN HAKIM TERHADAP
TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN OLEH ANAK
Oleh
M REVI YANG SAKTI
Disparitas pemidanaan memiliki makna adanya perbedaan besaran hukuman yang
dijatuhkan pengadilan dalam perkara-perkara yang memiliki karakteristik yang
sama. Pada perkara pemerkosaan terhadap anak berdasarkan putusan nomor
2/Pid.Sus/An/2021/PN Bbu dan putusan nomor 19/Pid.Sus/An/2020PN Bbu,
terdapat perbedaan yang sangat signifikan pada putusan hakim. Sehingga
menimbulkan adanya disparitas hukuman pidana. Oleh sebab itu permasalahan
dalam penelitian ini adalah, apakah dasar pertimbangan hukum hakim dalam
putusan nomor 2/Pid.Sus/An/2021/PN Bbu terhadap tindak pidana pemerkosaan
anak sebagai pelaku, dan bagaimana disparitas putusan nomor
2/Pid.Sus/An/2021/PN Bbu terhadap tindak pidana pemerkosaan pada putusan
momor 19/Pid.Sus/An/2020/PN Bbu yang dilakukan anak sesuai dengan tujuan
pemidanaan.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan pendekatan
yuridis empiris. Sumber data dalam penelitian ini adalah bahan data primer, bahan
data sekunder dan bahan data tersier. Sumber data dilapangan diperoleh penulis
dari hasil wawancara Hakim pada Pengadilan Negeri Blambangan Umpu,
Kepolisian Resor Way Kanan dan Dosen pada Bagian Hukum Pidana Universitas
Lampung. Setelah data terkumpul penulis menganalisis dengan data kuantitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pertimbangan hakim dalam memutuskan
perkara Nomor 2/Pid.Sus/An/2021/PN Bbu, pemerkosaan kepada pelaku dalam
suatu perkara sudah tepat, dan pada aspek dasar pertimbangan yuris hakim jugu
melihat pelaku telah memenuhi unsur-unsur perbuatan pidana dan mampu untuk
mempertanggungjawabkan perbuatannya, sehingga pertimbangan hakim ini
merupakan suatu aspek yang sangat penting dalam memutuskan suatu perkara
sangat dibutuhkan pertimbangan yang konkrit supaya dapat terwujud yang
namanya putusan yang seadil-adilnya. Disparitas putusan hakim pada Putusan
Nomor 2/Pid.Sus/An/2021/PN Bbu, berbeda dengan putusan Nomor
19/Pid.Sus/An/2020/PNBbu, yang menimbulkan adanya disparitas vonis hakim,
M REVI YANG SAKTI
padahal Pertimbangan hakim tersebut secara langsung akan berpengaruh besar
terhadap diktum atau amar putusan-putusan yang lainnya.
Rekomendasi dari peneliian ini adalah hendaknya majelis hakim dalam memgadili
pelaku tindak pidana pemerkosaan pada anak untuk dapat memberikan sanksi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada, sehingga dapat
menimbulkan efek jera kepada pelaku. Rekomendasi selanjutnya negara
hendaknya memberi hukuman kepada pelaku lebih mementingkan perlindungan
kepada korban.
Kata Kunci: Anak, Disparitas Pidana, Pertimbangan Hakim. 1712011305 Muhammad Revi Yang Sakti 2023-02-17T04:01:33Z2023-02-17T04:01:33Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69507This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/695072023-02-17T04:01:33ZANALISIS YURIDIS TERHADAP KONSEP PEMAAFAN HAKIM (RECHTERLIJK PARDON) PADA KASUS ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN DALAM KEADAAN MEMBERATKAN (Studi Kasus Putusan Nomor 59/Pid.Sus-Anak/2021/PN Tjk)
Kenakalan remaja di tengah masyarakat menimbulkan keresahan sebab cenderung merunut pada segi kriminal secara yuridis yang melanggar ketentuan hukum pidana. Perbedaan pemahaman dan pandangan umum sebagian masyarakat terkait Sistem Peradilan Pidana Anak khususnya terhadap proses penanganan perkara anak melahirkan berbagai pemikiran bahkan kekeliruan bahwa penanganan terhadap anak pelaku tindak pidana sama dengan proses perkara orang dewasa. Pemaafan Hakim adalah sebuah bentuk pengampunan oleh Hakim dari kesalahan yang dilakukan seseorang bersalah atas dasar pertimbangan kemanusiaan dan keadilan. Aturan terkait konsep Pemaafan Hakim tidak dipaparkan eksplisit dan lebih lanjut dalam UU SPPA dan KUHP saat ini. Ketidakpastian ini menjadi bentuk permasalahan yang bertentangan dengan nilai dasar hukum kepastian hukum dan menimbulkan kekosongan hukum.
Metode yang digunakan penulis dalam menyusun skripsi ini adalah metode pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Narasumber penelitian ini terdiri dari Hakim Anak Pengadilan Negeri Tanjungkarang Kelas IA dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa Putusan Nomor 59/Pid.Sus Anak/2021/PN Tjk bukanlah cerminan dari konsep Pemaafan Hakim kendati merupakan salah satu bentuk keadilan restoratif. Keadilan restoratif dalam UU SPPA merupakan wadah ekstensif yang mewadahi konsep Pemaafan Hakim. Konsep Pemaafan Hakim diharapkan dapat menjadi alternatif pemidanaan yang bentuk atas asas kepastian hukumnya bersifat kaku menjadi asas kepastian yang elastis.
Saran yang dapat penulis sampaikan dalam penelitian adalah hendaknya bagi Hakim dalam menangani perkara anak dapat melaksanakan ketentuan yang diamanatkan dalam UU SPPA dengan baik juga mengambil peran melakukan penemuan hukum guna mengisi kekosongan hukum melalui berbagai putusannya yang progresif dan Pemerintah agar mengindahkan KUHP terbaru saat ini dengan menciptakan sistem hukum pidana Indonesia yang integral, humanis, progress dan nasionalis.
Kata Kunci: Anak, Pemaafan Hakim, Pencurian.
Ridha Hidayat Yustia 19520110812023-02-17T03:44:38Z2023-02-17T03:44:38Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69495This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/694952023-02-17T03:44:38ZANALISIS HUKUM TERHADAP PENCATATAN ANAK
HASIL WATH’I SYUBHAT DITINJAU DARI HUKUM ISLAMHukum Islam mengenal istilah wath’i syubhat atau hubunggan senggama
(seksual) secara syubhat, apabila dalam hubungan syubhat tersebut menghasilkan
seorang anak, maka bagaimanakah status anak tersebut di dalam hukum Islam.
Dalam penelitian ini akan mengkaji bagaimana status anak syubhat dalam
pandangan hukum dan agama. Sehingga anak syubhat tersebut tetap mendapatkan
hak konstitusionalnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Jenis penelitian yang digunakan ialah penelitian hukum normatif dengan tipe
penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan yaitu pendekatan
yuridis normatif. Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri atas
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Metode
pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi dokumen.
Pengolahan data dilakukan dengan cara editing, organizing, dan analysis yang
selanjutnya dianalisis secara deskriptif.
Hasil penelitian dan pembahasan menjelaskan bahwa anak syubhat terdapat dua
macam yaitu anak syubhat yang lahir akibat syubhat akad (nikah syubhat) dan
anak syubhat yang lahir akibat syubhat perbuatan. Berdasarkan Putusan Nomor :
268/Pdt.G/2009/PA.Bgr jo. Putusan Nomor : 176/Pdt.G/2009/PTA.Bdg. peneliti
menyimpulkan bahwa pernikahan dalam perkara tersebut tergolong dalam nikah
syubhat. Dimana terhadap pencatatan bagi anak syubhat karena akad sama halnya
dengan anak sah lainnya, yaitu nama kedua orangtuanya tercantum dalam akta
kelahiran sang anak. Berbeda dengan anak syubhat karena perbuatan yang
terdapat sedikit perbedaan pada fisik pencatatan akta kelahiran, yaitu hanya nama
ibunya saja yang tercantum dalam akta kelahiran. Hal ini berdasarkan Pasal 100
Kompilasi Hukum Islam (KHI) bahwa anak syubhat karena perbuatan sama
halnya dengan anak luar kawin, yang hanya memiliki hubungan nasab dengan ibu
dan keluarga ibunya saja. Akibat hukum yang ditimbulkan bagi anak hasil nikah
syubhat tidak merubah status dan hak-hak yang melekat pada diri anak tersebut,
karena anak hasil nikah syubhat tetap berstatus anak sah yang nasabnya dapat
dihubungkan kepada kedua orang tuanya.
Kata Kunci : Wath’i Syubhat, Status Anak, dan Hukum Islam.WIRANTI ANNE18120110292023-02-17T03:30:30Z2023-02-17T03:30:30Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69488This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/694882023-02-17T03:30:30ZANALISIS PENERAPAN ASAS PRADUGA TAK BERSALAH DALAM TINDAKAN TEMBAK DI TEMPAT OLEH APARAT KEPOLISIAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA
(Studi pada Kepolisian Daerah Lampung)
ABSTRAK
ANALISIS PENERAPAN ASAS PRADUGA TAK BERSALAH DALAM TINDAKAN TEMBAK DI TEMPAT OLEH APARAT KEPOLISIAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA
(Studi pada Kepolisian Daerah Lampung)
Oleh
Nediyan Fania Rahma
Asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) merupakan asas yang menempatkan seorang tersangka atau terdakwa sebagai orang yang tidak bersalah sampai adanya putusan hakim yang menyatakan kesalahannya dan memiliki kekuatan hukum tetap. Aparat penegak hukum dalam hal ini adalah polisi yang memiliki kewenangan dalam tindakan tembak di tempat harus mampu meletakkan asas keseimbangan yang telah diatur didalam peraturan perundang-undangan yang ada sehingga tidak mengorbankan kedua kepentingan yang dilindungi hukum. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana penerapan asas praduga tak bersalah dalam tindakan tembak di tempat oleh aparat kepolisian terhadap pelaku tindak pidana narkotika dan apakah faktor-faktor penghambat dalam penerapan asas praduga tak bersalah dalam tindakan tembak di tempat oleh aparat kepolisian terhadap pelaku tindak pidana narkotika.
Penelitian ini menggunakan pendekatan secara yuridis normatif didukung dengan pendekatan yuridis empiris melalui wawancara secara mendalam dengan beberapa narasumber yang terdiri dari Anggota Penyidik Kepolisian Subdit Direktorat Reserse Narkoba Polda Lampung dan Dosen Bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Di mana data yang digunakan adalah data yang bersumber dari data primer dan data sekunder yang masing-masing bersumber atau diperoleh dari lapangan dan kepustakaan serta analisis data dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan ini menunjukan bahwa penerapan asas praduga tak bersalah dalam tindakan tembak di tempat dalam tahap aplikasinya, aparat kepolisian Direktorat Reserse Narkoba Polda Lampung belum diterapkan secara optimal. Hal ini ditunjukan dengan ditemukannya beberapa kasus salah tembak yang dilakukan oleh aparat kepolisian Polda Lampung bahkan sampai mengakibatkan kematian yang disebabkan karena kelalaian dan minimnya keterampilan yang dimiliki oleh aparat kepolisian. Pada dasarnya, dalam kasus tindak pidana narkotika diperlukan tindakan tembak di tempat sesuai dengan
Nediyan Fania Rahma
Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian. Dalam tahap aplikasi faktor yang menghambat penerapan asas praduga tak bersalah dalam tindakan tembak di tempat oleh aparat kepolisian terhadap pelaku tindak pidana narkotika adalah faktor hukum, faktanya belum ada aturan secara khusus dibuat terkait pemidanaan anggota kepolisian terhadap korban salah tembak, faktor penegak hukum yang mana aparat kepolisian masih kurang terampil atau mahir dalam melakukan tindakan tembak di tempat, faktor masyarakat yang masih takut untuk melaporkan pelaku tindak pidana narkotika, faktor sarana dan prasarana Polda Lampung yang masih perlu dilengkapi lagi dalam menunjang aparat kepolisian untuk menangkap pelaku tindak pidana narkotika, faktor budaya masyarakat belum sepenuhnya sadar terhadap urgensi narkotika saat ini. Berdasarkan 5 faktor yang menjadi penghambat dalam penerapan tindakan tembak di tempat oleh aparat kepolisian terhadap pelaku tindak pidana narkotika, faktor penegak hukum merupakan faktor yang paling dominan dalam penerapannya.
Adapun saran dari penelitian ini adalah aparat kepolisian dalam menerapkan asas praduga tak bersalah dalam tindakan di tempat terhadap pelaku tindak pidana narkotika harus lebih berhati-hati untuk meminimalisir terjadinya korban salah tembak. Setiap aparat kepolisian harus secara khusus diperhatikan dalam hal keterampilan menembak yaitu dengan diberikan pemahaman dan proses pembelajaran yang lebih mendalam mengenai prosedur tindakan tembak di tempat sehingga institusi Polri lebih ketat dalam memberikan izin kepemilikan senjata api kepada setiap anggotanya. Hal ini tentu bertujuan agar penerapan tindakan tembak di tempat dapat diwujudkan dengan tepat dan optimal.
Kata Kunci : Asas praduga tak bersalah, tembak di tempat, narkotika
1912011062 Nediyan Fania Rahmanediyanfania@gmail.com2023-02-17T03:27:51Z2023-02-17T03:27:51Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69487This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/694872023-02-17T03:27:51ZTINJAUAN YURIDIS PEMENUHAN HAK RESTITUSI ANAK SEBAGAI
KORBAN KEJAHATAN SEKSUALRestitusi merupakan pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku
tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas
kerugian materiil dan/ atau immateriil yang diderita korban atau ahli warisnya.
Sehingga dalam hal pemenuhan hak restitusi anak sebagai korban kejahatan
seksual, sehingga untuk mengimplemetasikan restitusi tentunya diperlukannya
keseimbangan antara produk hukum yang mengatur terkait dengan restitusi dan
penegak hukum yang melaksanakan peraturan perundang-undangan.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) bagaimanakah
pelaksanaan pemenuhan hak restitusi anak sebagai korban kejahatan seksual ? (2)
Apasajakah yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan pemenuhan hak
restitusi anak sebagai korban kejahatan seksual ?
Penelitian ini menggunakan pendekatan masalah yuridis normative dan
pendekatan yuridis empiris. Sumber data yang digunakan berupa data primer, dan
data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari penelitian di lapangan
dengan cara melakukan wawancara dengan responden, sedangkan data sekunder
adalah data yang diperoleh dari kepustakaan.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka disimpulkan: bahwa
pemenuhan hak restitusi anak sebagai korban kejahatan seksual sudah diatur
dalam peraturan perundang -undangan agar dapat dilaksanakan dan memberikan
perlindungan hukum baik anak sebagai korban kejahatan seksual, hal ini
tercantum dalam Perauran pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan
Restitusi Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana dan Peraturan mahkamah
agung nomor 1 tahun 2022 tentang tata cara penyeleseaian permohonan dan
pemberian restitusi dan kompensasi kepada korban tindak pidana. Bahwa proses
pengajuan resitusi oleh pihak korban dapat diajukan ke tahap penyidikan dan
sesudah putusan uan telah berkekuatan hukum tetap, kemudian pengajuan restitusi
dapat melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban sehingga dapat diajukan
ke pengadilan yang berwenang memutus perkara tersebut. Faktor penghambat
terhadap pemenuhan hak restitusi anak sebgai korban yaitu karena kurangnya
informasi terhadap regulasi pengaturan restitusi terhadap anak sebagai korbankejahatan seksual kepada masyarakat dan aparat penegak hukum sehingga
kurangnya difasilitasi penuh oleh pemerintah, dengan demikian penegak hukum
dan pihak korban tidak paham secara jeas mengenai pelaksanaan teknis pengajuan
permohonan restitusi.
Saran dari penelitian ini adalah agar peraturan terkait pengauan restitusi anak
sebagi korban kejahatan seksual dapat disosialisakan kepada penegak hukum dan
masyarakat sehingga dapat memahami dengan baik serta memebrikan
perlindungan hukum kepada anak sebagai korban kejahatan seksual. Kemudian
bagi aparat penegak hukum, walaupun pihak korbantidak mengajukan restitusi
tetapi dalam sidang pembuktian terdapat kerugian yang jelas diderita oleh korban
maka hal ini dapat dijadikan pertimbangan dan diputuskan dalam amar putusan
oleh majelis hakim, dengan hal ini majelis hakim dapat memberikan penemuan
hukum sehingga dapat menjadi yurisprudensi dan pedoman bagi penegak hukum
lainnya.
Kata kunci: pemenuhan hak, restitusi, anak korban kejahatan seksual. Reksa Wiswsa Rangga17120111712023-02-17T02:41:30Z2023-02-17T02:41:30Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69471This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/694712023-02-17T02:41:30ZPENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL TANKER
MT FREYA DAN MT HORSE TERKAIT PELANGGARAN
HAK LINTAS DAMAI DI INDONESIAKasus kapal tanker MT Freya dan MT Horse merupakan kasus pelanggaran
terhadap hak lintas damai di perairan Indonesia. Pada tanggal 24 Januari 2021,
Badan Keamanan Laut (Bakamla) saat melakukan patroli di sekitar Pulau
Pejantan mendapati kedua kapal sedang melakukan kegiatan transfer muatan
minyak mentah dari kapal ke kapal (ship to ship) dalam keadaan berhenti di
tengah laut tepatnya di sekitar Pulau Pejantan Provinsi Kepulauan Riau. Bakamla
melakukan pemeriksaan dan ditemukan pelanggaran yang dilakukan oleh kedua
kapal yaitu berhenti dan buang jangkar, melakukan kegiatan bongkar muat tanpa
izin, mematikan Automatic Identification System (AIS), serta melakukan
pencemaran lingkungan laut. Kemudian, kedua kapal digiring dan diamankan di
Perairan Batu Ampar, Kepulauan Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Berdasarkan
uraian tersebut, permasalahan yang dirumuskan yaitu bagaimanakah pengaturan
hak lintas damai dalam UNCLOS 1982 dan bagaimanakah penegakan hukum hak
lintas damai dalam kasus kapal tanker MT Freya dan MT Horse menurut
peraturan perundang-undangan Indonesia.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif
yuridis dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan studi kasus.
Sumber yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, baik yang
terdiri atas bahan hukum primer yaitu konvensi dan peraturan perundangundangan, bahan hukum sekunder yaitu jurnal dan buku, serta bahan hukum
tersier seperti ensiklopedi, yang diolah dan dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, pengaturan hak lintas damai dalam
UNCLOS 1982 diatur dalam Bab II (Laut Teritorial dan Zona Tambahan), Bagian
3 terdiri dari Pasal 17 – Pasal 32. Kedua, Majelis Hakim menjatuhkan terhadap
kapal MT Freya dan MT Horse pidana penjara selama 1 (satu) namun pidana
tersebut tidak perlu dijalani dengan dikenakan pidana masa percobaan selama 2
tahun. Khusus kapal MT Freya dijatuhkan pidana denda sebesar 2 milyar rupiah.
Kata Kunci : Penegakan Hukum, Hak Lintas Damai, Kasus Kapal Tanker
MT Horse dan MT Freya.Muhammad AR Gega 18120111042023-02-17T02:24:16Z2023-02-17T02:24:16Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69465This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/694652023-02-17T02:24:16ZPERAN LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS TERHADAP RESIDIVIS
ANAK DI BANDAR LAMPUNG ABSTRAK
PERAN LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS TERHADAP RESIDIVIS
ANAK DI BANDAR LAMPUNG
Oleh
Miranda Tiara Putri
Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 Atas Perubahan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Lembaga pemasyarakatan adalah
tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh LPKA untuk menanggulangi agar anak tidak
menjadi residivis seperti pembinaan, keterampilan, keagamaan, dan pengayoman.
Tetapi upaya tersebut belum efektif dilakukan sebagai pencegahan atau
penanggulangan terjadinya residivis, sehingga menjadi salah satu faktor penyebab
ketidakberhasilannya pembinaan anak di LPKA. Permasalahan yang diteliti oleh
penulis adalah Bagaimanakah peran Lembaga Pembinaan Khusus Anak terhadap
pembinaan residivis anak di Bandar Lampung serta apakah yang menjadi faktor
penghambat dalam pembinaan terhadap residivis anak di Lembaga Pembinaan
Khusus Anak Bandar Lampung.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris
dengan sumber data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data
menggunakan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Analisis data
menggunakan analisis data kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa Peran Lembaga Pembinaan
Khusus Anak Bandar Lampung dalam pembinaan anak residivis, termasuk dalam
peran normatif, peran faktual dan peran ideal. Peran normatif dilaksanakan
berdasarkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan UU Pemasyarakatan
dan Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.02-PK.04.10 Tahun 1990 tentang
Pola Pembinaan Narapidana. Peran faktual yaitu peran LPKA dalam membina anak
didik pemasyarakatan sesuai dengan tujuan dari setiap tahap pembinaan hingga
pelaksanaan program pembinaan. Peran ideal dalam pelaksanaan pembinaan
terhadap anak didik tetap harus berdasar pada undang-undang yang ada tetapi
disamping itu petugas harus memperhatikan pola pembinaan yang diberikan kepada
anak didik serta meningkatkan pembinaan terutama pada pembinaan keterampilan.
Miranda Tiara Putri
Adapun faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan pembinaan terhadap anak
didik pemasyarakatan yaitu belum adanya peraturan yang mengatur secara khusus
tentang pembinaan terhadap residivis anak, kurang kuantitas dan kinerja petugas
yang ahli dalam bidang pelaksanaan, kurangnya kesadaran masyarakat untuk
mendukung program pembinaan dan masih memberikan stigma buruk kepada
mantan narapidana serta kebudayaan atau kebiasaan kurang motivasi dari diri
sendiri untuk berubah menjadi lebih baik.
Penulis menyarakan kepada LPKA bahwa dalam pelaksanaan pembinaan terhadap
anak didik di LPKA Bandar Lampung untuk lebih meningkatkan kinerja serta mutu
dalam program pembinaan pada anak didik yang berstatus residivis dan diharapkan
untuk melakukan perbedaan dalam pembinaan terhadap anak yang berstatus
residivis, dan melakukan kerjasama dengan instansi tertentu untuk membantu
melakukan pembinaan terhadap anak didik agar mencapai efesiensi dan efektifitas
dalam program pembinaan serta meningkatkan kesadaran masyarakat untuk dapat
menerima kembali anak didik ke lingkungan ketika masa pidananya sudah selesai.
Kata Kunci : Peran, LPKA, Pembinaan Residivis Anak.
Tiara Putri Miranda 19520110302023-02-17T02:18:57Z2023-02-17T02:18:57Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69463This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/694632023-02-17T02:18:57ZANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM
PENJATUHAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK YANG
MELAKUKAN KEJAHATAN SEKSUAL
(Studi pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang Kelas IA)
ABSTRAK
ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM
PENJATUHAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK YANG
MELAKUKAN KEJAHATAN SEKSUAL
(Studi pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang Kelas IA)
Oleh
Yeza Bela Ruhyani
Penjatuhan sanksi terhadap Anak sebagai pelaku tindak pidana kejahatan seksual
terhadap anak tidak terlepas dari pertimbangan hakim. Mengingat, Undang-Undang
SPPA menyatakan sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap Anak terdiri atas pidana
atau tindakan. Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan
Negeri Tanjung Karang terdapat 16 perkara pidana khusus anak, dimana anak
melakukan tindak pidana kejahatan seksual terhadap anak. Hakim Anak pada
Pengadilan Negeri Tanjung Karang memberikan sanksi yaitu pidana penjara,
sebanyak 14 anak diberikan sanksi pidana penjara, dan 2 anak melalui proses
diversi. Pidana Penjara adalah suatu pidana berupa pembatasan kebebasan bergerak
dari seorang terpidana, yang dilakukan dengan menutup orang tersebut di dalam
sebuah lembaga pemasyarakatan. Hal ini pasti berdampak bagi masa depan anak,
karena peradilan anak diselenggarakan dengan tujuan untuk mendidik kembali dan
memperbaiki sikap dan perilaku anak. Permasalahan dalam skripsi ini meliputi :
(1). Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hukum hakim dalam penjatuhan
pidana penjara terhadap anak yang melakukan kejahatan seksual? (2). Apakah
penjatuhan pidana penjara terhadap anak yang melakukan kejahatan seksual telah
sesuai dengan asas-asas perlindungan anak?
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan juga yuridis empiris.
Narasumber terdiri dari Pembimbing Kemasyarakatan pada Balai Permasyarakatan
(Bapas) Kelas II Bandar Lampung, Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri
Bandar Lampung, Hakim Anak pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang, dan
Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pengumpulan data
dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif.
Yeza Bela Ruhyani
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa (1) Dasar
pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana penjara di dalam Lembaga
Pembinaan Khusus Anak (LPKA) terhadap anak pelaku tindak pidana kejahatan
seksual dalam terdiri atas pertimbangan yuridis, pertimbangan filosofis, dan
pertimbangan sosiologis. Pertimbangan yuridis Hakim dalam menjatuhkan
putusannya tidak terlepas melihat dari aturan hukum dan perbuatan anak yang
memenuhi unsur-unsur pasal yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum.
Pertimbangan filosofis Hakim dalam menjatuhkan pidana penjara yaitu pidana
penjara bukan sebagai sekedar hukuman kurungan badan bagi anak, tetapi juga
sebagai upaya memperbaiki perilaku anak agar menjadi pribadi yang lebih baik
setelah selesai menjalani masa pidana. Pertimbangan sosiologis hakim dalam
menjatuhkan pidana didasarkan pada latar belakang sosial masyarakat terdakwa
yang mana keseharian terdakwa dalam bersosialisasi didalam masyarakat dan juga
harus memenuhi unsur nilai kemanfaatan. (2). Penjatuhan pidana penjara di dalam
Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) terhadap anak pelaku tindak pidana
kejahatan seksual telah sesuai dengan asas-asas perlindungan anak. Pidana tersebut
diberikan bukan semata-mata bertujuan untuk memenjarakan anak tetapi sebagai
upaya terakhir karena sesuai dengan asas-asas sistem peradilan pidana anak, yaitu
non diskriminasi ; kepentingan terbaik bagi anak; hak untuk hidup,kelangsungan
hidup dan perkembangan; dan penghargaan terhadap pendapat anak. Pidana penjara
bukan semata-mata untuk membatasi kemerdekaan anak tersebut, tetapi sebagai
upaya untuk membina anak agar menjadi pribadi yang lebih baik setelah selesai
menjalani masa pidana di dalam Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), dan
juga kepentingan terbaik bagi anak.
Saran dalam penelitian ini adalah Hakim hendaknya secara konsisten memutuskan
perkara anak dengan berorientasi pada upaya mewujudkan perlindungan terhadap
anak, salah satunya penghindaran pidana penjara. Selain itu Hakim hendaknya
dalam memutus perkara anak mengutamakan asas-asas perlindungan anak, dan
lebih memperhatikan segala aspek yang ada pada diri anak sebelum menjatuhkan
putusan. Sehingga terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, tetap
mendapatkan semua haknya sebagai anak.
Kata Kunci: Pertimbangan Hukum Hakim, Anak, Kejahatan Seksual Bela Ruhyani Yeza 19420110292023-02-17T01:25:41Z2023-02-17T01:25:41Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69444This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/694442023-02-17T01:25:41ZKAJIAN TERHADAP UNITED NATIONS DECLARATION ON
THE RIGHTS OF PEASANTS AND
OTHER PEOPLE WORKING IN RURAL AREAS (UNDROP)
DAN PENGATURANNYA DI INDONESIA ABSTRAK
KAJIAN TERHADAP UNITED NATIONS DECLARATION ON THE
RIGHTS OF PEASANTS AND
OTHER PEOPLE WORKING IN RURAL AREAS (UNDROP) DAN
PENGATURANNYA DI INDONESIA
Oleh:
PUTRI FEBRIANY
Negara Indonesia merupakan salah satu negara berkembang, dimana penduduknya
kebanyakan bekerja di sektor pertanian dan sektor pedesaan. Di Indonesia,
perlindungan mengenai petani dan orang yang bekerja di pedesaan diatur dalam
Undang-Undang No. 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan
Petani yang diamanatkan mampu sejalan dengan cita-cita yang diatur dalam
Undang – Undang Dasar 1945. Dalam ranah internasional, perlindungan petani
dan orang yang bekerja di pedesaan diatur dalam United Nations Declaration on
The Rights of Peasant and Other People Working in Rural Areas (UNDROP)
yang disahkan oleh PBB pada tanggal 17 Desember 2018 yang substansinya
mengatur standar hak asasi manusia yang secara langsung relevan dengan petani
seperti hak lingkungan, hak atas keanekaragaman hayati, hak atas benih, hak atas
tanah dan air, jaminan sosial serta kedaulatan pangan. Berkenaan dengan adanya
Deklarasi UNDROP tersebut, penulis bermaksud mengkaji bagaimana pengaturan
perlindungan petani dan orang yang bekerja di pedesaan dalam UNDROP dan
Peraturan Perundang-undangan di Indonesia.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penulis melakukan penelitian dengan jenis
penelitian normatif, dengan menggunakan pendekatan peraturan perundangundangan
(statue approach) dan bersifat penelitian hukum (legal research),
kemudian penulis menggunakan data sekunder yaitu berupa bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Metode yang digunakan penulis
untuk pengumpulan data berupa studi kepustakaan, kemudian data yang diperoleh
akan dianalisis dan dijelaskan secara deskriptif. Hasil penelitian dalam skripsi ini
menunjukan bahwa Peraturan Perundang-undangan di Indonesia telah mengatur
secara rinci ketentuan hak asasi manusia, ekonomi, sosial dan budaya dalam
UNDROP yang mengatur 12 hak individu dan 12 hak kolektif.
Kata kunci : Petani, Orang yang bekerja di Pedasaan, UNDROP
ABSTRACT
STUDY OF THE UNITED NATIONS DECLARATION ON
THE RIGHTS OF PEASANT AND
OTHER PEOPLE WORKING IN RURAL AREAS AND
ITS ARRANGEMENT IN INDONESIA
By:
PUTRI FEBRIANY
Indonesia is a developing country, where most of the population works in the
agricultural and rural sectors. In Indonesia, protection for farmers and people
working in rural areas is regulated in Law no. 19 of 2013 concerning the
Protection and Empowerment of Farmers which is mandated to be able to be in
line with the ideals set forth in the 1945 Constitution. In the international realm,
the protection of farmers and people working in rural areas is regulated in the
United Nations Declaration on The Rights of Peasant and Other People Working
in Rural Areas (UNDROP) which was approved by the United Nations on
December 17, 2018 whose substance regulates human rights standards that are
directly relevant to farmers such as environmental rights, rights to biodiversity,
rights to seeds, rights to land and water, social security and food sovereignty.
With regard to the existence of the UNDROP Declaration, the author intends to
examine how the protection of farmers and people working in rural areas is
regulated in UNDROP and Indonesian Legislation.
To answer this question, the authors conducted research with a normative
research type, using a statutory approach and legal research in nature, then the
authors used secondary data in the form of primary legal materials, secondary
legal materials and legal materials. tertiary. The method used by the author for
data collection is in the form of a literature study, then the data obtained will be
analyzed and explained descriptively. The results of the research in this thesis
show that the Laws and Regulations in Indonesia have regulated in detail the
provisions on human, economic, social and cultural rights in the UNDROP which
regulate 12 individual rights and 12 collective rights.
Keywords: Peasants, Other People Working in Rural Areas, UNDROP
Febriany Putri 18120111062023-02-16T08:50:56Z2023-02-16T08:50:56Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69421This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/694212023-02-16T08:50:56ZPENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PERAMPOKAN KAPAL BERBENDERA ASING DI WILAYAH HUKUM POLDA LAMPUNG
ABSTRAK
PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PERAMPOKAN KAPAL BERBENDERA ASING DI WILAYAH HUKUM POLDA LAMPUNG
Oleh
MARSUDI ANSYAH
Masyarakat internasional saat ini sedang menghadapi masalah yang paling serius dari kejahatan perompakan di laut. Saat ini, perampokan telah menghancurkan dan mengganggu proses pengiriman industri seluruh dunia. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana perampokan kapal berbendera Asing di wilayah hukum Polda Lampung dan faktor apa saja yang penghambat dalam penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana perampokan kapal berbendera Asing di wilayah hukum Polda Lampung.
Pendekatan masalah yang akan digunakan dalam penelitian ini secara yuridis normatif dan yuridis empiris, narasumber dalam penelitian adalah Komandan TNI AL (Lanal) Lampung, Direktorat Polisi Polairud Polda Lampung dan Akademisi pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana perampokan kapal berbendera Asing di wilayah hukum Polda Lampung sudah sesuai dengan peraturan mulai dari tahap formulasi, tahap aplikasi tahap eksekusi semua sudah dilaksanakan dengan baik dan tepat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Faktor yang cukup dominan menghambat penegakan hukum pidana perompakan kapal berbendera asing di wilayah hukum Polda Lampung adalah faktor sarana dan fasilitas serta faktor aparat penegak hukum.
Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut antara lain: (1) Pemerintah dapat memberikan suatu perhatian ekstra terhadap adanya tindak pidana perompakan. (2) Hendaknya pihak aparat lebih meningkatkan pengamanan di sekitar perairan perbatasan di laut Indonesia dan terus mempertahankan patroli gabungan dengan pihak aparat negara-negara yang ada di perbatasan. (3) Hendaknya sosialisasi kepada masyarakat mengenai tindak pidana perompakan ini lebih di tingkatkan, mengingat masyarakat memiliki peran penting sebagai pemberi informasi.
ABSTRACT
CRIMINAL LAW ENFORCEMENT AGAINST THE CRIMINAL ACT OF ROBBERY OF FOREIGN-FLAGGED VESSELS IN THE JURISDICTION OF THE LAMPUNG
REGIONAL POLICE
By
MARSUDI ANSYAH
The international community is currently facing the most serious problem of the crime of piracy at sea. At present, the robbery has destroyed and disrupted the shipping process of the entire world industry. The problem in this study is how is the enforcement of criminal law against the criminal act of robbery of foreign- flagged vessels in the jurisdiction of the Lampung Regional Police and what factors hinder the enforcement of criminal law against the criminal act of robbery of foreign-flagged vessels in the jurisdiction of the Lampung Regional Police.
The problem approach that will be used in this study is juridically normative and empirically juridical, the resource persons in the study are the Commander of the Indonesian Navy (Lanal) Lampung, the Polairud Police Directorate of the Lampung Regional Police and Academics at the Faculty of Law, University of Lampung.
The results showed that criminal law enforcement against the criminal act of robbery of foreign-flagged ships in the jurisdiction of the Lampung Regional Police was in accordance with regulations starting from the formulation stage, the application stage of the excesses stage has all been carried out properly and precisely in accordance with existing laws and regulations. The dominant factor hindering the enforcement of the criminal law on the pumping of foreign-flagged vessels in the jurisdiction of the Lampung Regional Police is the facilities and facilities factor as well as the law enforcement officer.
Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut antara lain: (1) Pemerintah dapat memberikan suatu perhatian ekstra terhadap adanya tindak pidana perompakan. (2) Hendaknya pihak aparat lebih meningkatkan pengamanan di sekitar perairan perbtaasan di laut Indoonesia dan terus mempertahankan patroli gabungan dengan pihak aparat negara-negara yang ada di perbatasan. (3) Hendaknya sosialisasi kepada masyarakat mengenai tindak pidana perompakan ini lebih di tingkatkan, mengingat masyarakat memiliki peran penting sebagai pemberi informasi.
1952011014 Marsudi Ansyahansyahmarsudi.@gmail.com2023-02-16T04:05:48Z2023-02-16T04:05:48Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69400This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/694002023-02-16T04:05:48ZKEBIJAKAN PENYALURAN KREDIT KERAKYATAN KEPADA USAHA
PRODUKTIF DI KOTA BANDAR LAMPUNGPelaku usaha produktif dalam menjalankan usahadihadapkan pada kendala keterbatasan modal usaha, oleh karena itu Pemerintah Kota Bandar Lampung memberlakukan Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2020 tentang Pedoman Operasional Penyaluran Kredit Ekonomi Kerakyatan Kepada Usaha Produktif Kota Bandar Lampung sebagai upaya mendorong pertumbuhan usaha produktif. Permasalahan penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah pelaksanaan kebijakan penyaluran kredit kerakyatan kepada usaha produktif di Kota Bandar Lampung? (2) Apakah faktor-faktor yang menjadi penghambat kebijakan penyaluran kredit kerakyatan kepada usaha produktif di Kota Bandar Lampung?
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi lapangan dan studi pustaka.Pengolahan data meliputi tahapan seleksi data, klasifikasi data dan penyusunan data. Analisis data yang digunakan adalah analisis yuridis kualitatif,
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1)Pelaksanaan kebijakan penyaluran kredit kerakyatan kepada usaha produktifberdasarkanPeraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2020 tentang Pedoman Operasional Penyaluran Kredit Ekonomi Kerakyatan Kepada Usaha Produktif Kota Bandar Lampung dilaksanakan oleh Dinas Koperasi dan UKM Kota Bandar Lampung dengan kegiatansebagai berikut:(a) Mekanisme penyaluran pinjaman kredit kerakyatan kepada usaha produktif, (b)monitoring dan evaluasi pinjaman kredit kerakyatankepada usaha produktif, (c) pengembalian pinjaman kredit usaha produktif.(2)Faktor-faktor penghambatkebijakan penyaluran kredit kerakyatan kepada usaha produktif adalah: (a) Keterbatasan anggaran yang dapat disalurkan, (b)adanya pandemi covid dan (c)SDMpelaku usaha produktifyang terbatasdari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya
Kata Kunci:Implementasi Kebijakan,Penyaluran Kredit,Usaha ProduktifBILLY FEBRO HARSYA 17120112722023-02-16T01:22:04Z2023-02-16T01:22:04Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69360This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/693602023-02-16T01:22:04ZFORCE MAJEURE SEBAGAI ALASAN TIDAK TERPENUHINYA
PRESTASI AKIBAT PANDEMI COVID-19 DALAM KONTRAK
PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAHPada tanggal 2 maret 2020 presiden Jokowi mengumumkan bahwa telah
ditemukan kasus covid-19 pertama di Indonesia. Kebijakan yang diterapkan oleh
pemerintah dalam menanggulangi penyebaran kasus covid-19 berakibat pada
menurunnya perekonomian masyarakat khususnya sektor bisnis yang sedang
menjalin suatu kontrak/perjanjian. Keadaan tersebut mengakibatkan para debitur
tidak dapat memenuhi prestasinya yang ada pada kontrak/perjanjian.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah keadaan akibat covid-19 dapat
dijadikan alasan force majeure tidak terpenuhinya prestasi dalam kontrak
pengadaan barang/jasa pemerintah serta apakah akibat hukum yang ditimbulkan
dari adanya force majeure yang disebabkan oleh pandemi covid-19 terhadap
kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian hukum yuridis
normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Pengumpulan data dilakukan
dengan menggunakan metode studi kepustakaan yang dilakukan dengan jalan
meneliti bahan-bahan kepustakaan yang ada. Selanjutnya data dalam penelitian
ini diolah melalui tahapan pemeriksaan data, klarifikasi data, dan analisis data.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa force majeure sebagai alasan tidak
terpenuhinya prestasi akibat pandemi covid-19 dalam kontrak pengadaan
barang/jasa pemerintah bersifat subjektif dan kasuistis dimana terjadinya pandemi
tidak mengakibatkan setiap debitur dalam hubungan kontraktual mengalami force
majeure. Adapun akibat hukum yang ditimbulkan terhadap kontrak pengadaanRAMONA NOPERA
barang dan jasa dapat dilihat berdasarkan status kontrak, apakah sudah
dilaksanakan atau masih dalam proses awal (pra kontrak).
Apabila force majeure terjadi pada wilayah pra kontrak maka akibat hukumnya
dapat berupa pemilihan dibatalkan, tidak diterbitkannya surat penunjukkan
penyedia barang/jasa atau tidak ditandatanganinya kontrak. Apabila pada wilayah
pasca kontrak, maka akibat hukumnya berupa kontrak dihentikan atau kontrak
diubah tergantung kepada jangka waktu pandemi apakah permanen/temporer.
Kata Kunci : Force majeure, Kontrak, Pengadaan Barang dan Jasa.NOPERA RAMONA 19120110692023-02-15T08:45:09Z2023-02-15T08:45:09Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69352This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/693522023-02-15T08:45:09ZPELAKSANAAN REKOMENDASI OMBUDSMAN DALAM
PERBAIKAN PELAYANAN PUBLIK MENURUT
UNDANG-UNDANG NO 37 TAHUN 2008Pelayanan publik merupakan hak konstitusional dan hak dasar warga negara yang
dijamin oleh konstitusi yang harus dipenuhi dengan baik sehingga manfaatnya
dapat dirasakan oleh masyarakat. Ombudsman memiliki peran untuk dapat
mewujudkan penyelenggaraan pelayanan publik yang baik. Output dari
pengawasan Ombudsman adalah Rekomendasi atau saran tertentu yang diberikan
dalam rangka melakukan perbaikan pelayanan publik. Tujuan dari penelitian ini
untuk mengetahui pelaksanaan rekomendasi Ombudsman dalam rangka perbaikan
pelayanan publik dan apa sajakah faktor penghambat pelaksanaan rekomendasi
Ombudsman. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan
menggunakan pendekatan perundang-undangan yang mendalami perangkat hukum
nasional yang relevan yang dianalisis menggunakan metode deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan rekomendasi Ombudsman dalam
rangka perbaikan pelayanan publik masih belum efektif. Hal ini terbukti dengan
masih banyaknya laporan mengenai Tindakan maladministrasi dalam
penyelenggaraan pelayanan publik. Sampai dengan saat ini di dalam UndangUndang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman belum mengatur tentang
mekanisme paksa terhadap penyelenggara pelayanan publik yang tidak
melaksanakan Rekomendasi yang diberikan oleh Ombudsman Republik Indonesia.
Faktor penghambat yang menyebabkan tidak dilaksanakannya rekomendasi
Ombudsman adalah kurangnya sosialisasi terhadap fungsi rekomendasi
ombudsman, kekuatan mengikat rekomendasi ombudsman, ketentuan sanksi bagi
yang tidak melaksanakan rekomendasi ombudsman, kesadaran penyelenggara
pelayanan publik terhadap pelaksaan Rekomendasi Ombudsman.
Kata Kunci : Pelayanan Publik, Ombudsman Republik Indonesia,
Rekomendasi, MaladministrasiPutri Rahmadani Faradiba 19120110162023-02-15T06:53:03Z2023-02-15T06:53:03Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69326This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/693262023-02-15T06:53:03ZPERLINDUNGAN BURUH DALAM SISTEM KERJA
GIG ECONOMYIndonesia melihat semakin banyak jenis revolusi sistem kerja, salah satunya adalah
Gig Economy, sistem kerja yang mengutamakan tenaga kerja bebas dimana
perusahaan akan mempekerjakan karyawan mandiri untuk bekerja dalam waktu
singkat. Menurut undang-undang ketenagakerjaan Indonesia, sistem kerja Gig
Economy termasuk dalam perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), dan
ketentuannya termasuk dalam undang-undang ketenagakerjaan, namun pada
praktiknya, pelaksanaan PKWT yang dilakukan oleh perusahaan tidak sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. syarat-syarat yang diatur dalam perjanjian kerja
dan undang-undang ketenagakerjaan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
bagaimana hubungan kerja yang terjadi dalam sistem kerja gig economy dan
bagaimana akibat hukum dari terjadinya hubungan kerja tersebut. Mekanisme
dalam mencari bagaimana hubungan kerja dan akibat dari hubungan kerja itu
digunakan jenis penelitian yuridis normatif dengan cara pengumpulan data dan
mempelajari berdasarkan bahan hukum utama.
Hasil yang diperoleh dari peneltian yang dilakukan yaitu hubungan kerja yang
terjadi dalam fenomena sistem kerja Gig Economy yaitu hubungan kerja non
standar atau Non-Standard Employment yang menyebutkan bahwa terdapat dua
bentuk hubungan kerja non-standar yang dikenal dalam hukum ketenagakerjaan
Indonesia, yakni hubungan kerja dengan sistem kontrak (PKWT) dan hubungan
kerja outsourcing. Selain itu akibat dari hubungan kerja yang terjadi adalah pemberi
kerja atau perusahaan yang menerapkan hubungan kerja tidak standar di Indonesia
sering mengabaikan peraturan perundang-undangan yang belaku karena belum
adanya tindakan yang tegas dari pemerintah terkait dengan hal itu, sehingga sering
terjadi pelanggaran hak-hak pekerja tidak standar. Beberapa fenomena yang terjadi
bahwa hubungan kerja tidak standar banyak memberikan kerugian bagi pekerja,
dengan demikian bahwa sistem kerja Gig Economy tidak melindungi pekerja
terhadap hak-hak yang harus didapatkan.
Kata kunci : Gig Economy, Hubungan Kerja, Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu (PKWT)RIDHO PANGESTU OCTA19120110092023-02-15T06:45:17Z2023-02-15T06:45:17Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69321This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/693212023-02-15T06:45:17ZMAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI POSITIVE LEGISLATURE
(Studi Putusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2012 -2022)Penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana praktek positive legislature
oleh Mahkamah Konstitusi dengan menganalisa berdasarkan pendekatan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta tindak lanjut dan pelaksanaan
sifat putusan positive legislature. Menggunakan pendekatan peraturan perundangundangan dan pendekatan konseptual disimpulkan bahwa setelah Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 48/PUU-IX/2011 yang mencabut pembatasan
kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memberikan putusan yang bersifat
mengatur, ditemukan 107 (seratus tujuh) putusan positive legislature periode
2012-2022. Oleh karena itu, dalam 11 (sebelas) tahun terakhir putusan kabul
Mahkamah Konstitusi sebagian besar adalah positive legislature dengan
persentase 54% dan 46% bersifat negative legislature. Banyaknya putusan
positive legislature tidak berbanding lurus dengan tindak lanjut dan pelaksanaan
putusan yang hanya 26 (dua puluh enam) putusan. Tidak optimalnya pelaksanaan
putusan positive legislature oleh addressat putusan Mahkamah Konstitusi tentu
sewajarnya terjadi karena memang tidak ada legalitas terkait implikasi hukum
putusan positive legislature, maka tidak terdapat daya paksa bagi addressat
putusan untuk menndaklanjuti putusan positive legislature.
Kata Kunci: Mahkamah Konstitusi, Putusan Positive Legislature.1912011086 MUHAMMAD ALIEF2023-02-15T04:03:36Z2023-02-15T04:03:36Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69283This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/692832023-02-15T04:03:36ZPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG BEKERJA DI
KOTA METROPengusaha dilarang untuk mempekerjakan anak berdasarkan ketentuan Pasal
68 UU Nomor 13 Tahun 2003. Meskipun Kota Metro mengklaim diri sebagai
Kota Layak Anak namun masih ada anak di bawah umur yang bekerja dari
siang hingga petang. Permasalahan yang dibahas melalui penelitian ini adalah
bagaimana perlindungan hukum terhadap anak yang bekerja di Kota Metro
dan bagaimana faktor yang menjadi permasalahan pemerintah Kota Metro
dalam memberikan perlindungan hukum terhadap anak yang bekerja di Kota
Metro.
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
yuridis empiris. Sumber dan jenis data dalam penelitian ini yaitu data primer
dan data sekunder. Prosedur pengumpulan data melalui studi pustaka dan
studi lapangan. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif
kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa di Kota Metro
perlindungan hukum terhadap anak yang bekerja sudah dilaksanakan dengan
cukup baik namun hal tersebut tidak serta merta meminimalisasi anak-anak
yang bekerja sebab penyebab anak-anak tersebut bekerja sudah mengakar
menjadi permasalahan kompleks, yaitu kemiskinan. Selanjutnya, faktor yang
menjadi permasalahan pemerintah Kota Metro dalam menjalankan
perlindungan hukum terhadap anak yang bekerja di Kota Metro yakni
kemiskinan, banyaknya beban tanggungan orang tua, rendahnya pendidikan
orang tua, orang tua tidak lengkap, anak kurang perhatian, anak korban
kekerasan, serta masyarakat miskin kurang mandiri dan bergantung pada
bantuan pemerintah.
Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Anak yang Bekerja, KemiskinanARVIANA NERISHA19120110572023-02-15T02:41:45Z2023-02-15T02:41:45Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69275This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/692752023-02-15T02:41:45ZPERAN DINAS SOSIAL KOTA BANDAR LAMPUNG TERHADAP
UPAYA REHABILITASI ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA
(ODGJ) TERLANTAR DI KOTA BANDAR LAMPUNGGangguan jiwa merupakan salah satu permasalahan kesehatan masyarakat yang
ada di Indonesia khususnya di Bandar Lampung.ODGJ terlantar membutuhkan
pelayanan dan pemenuhan hak-haknya dari Pemerintah karena kewajiban
pemerintah yang diatur dalam pasal didalam UUD 1945 bahwasanya indonesia
selalu menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Peraturan Pemerintah Nomor 11
Tahun 2009 menjelaskan tentang kesejahteraan sosial.Pemerintah Provinsi
Lampung mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 03 Tahun 2010 Tentang
Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis dan ODGJ. Upaya rehabilitasi
sosial agar dapat mengembalikan fungsi sosialnya serta dapat hidup normal
seperti manusia lainnya
Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana peran Dinas Sosial
terhadap upaya penanganan rehabilitasi terhadap ODGJ terlantar di Kota Bandar
Lampung? (2) Faktor apa sajakah yang menjadi penghambat Dinas Sosial dalam
upaya penanganan ODGJ terlantar? Penelitian ini menggunakan pendekatan
normatif dan empiris dengan data primer dan data sekunder, diperoleh dari
penelitian kepustakaan dan lapangan.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa: (1) peran Dinas Sosial terhadap upaya
penanganan rehabilitasi terhadap ODGJ terlantar di Kota Bandar Lampung adalah
melindungi serta melakukan pelayanan rehabilitasi dan perlindungan sosial yang
bertujuan agar ODGJ cepat pulih kembali serta berupaya memenuhi kebutuhan
jasmani, rohani, dan sosial, sehingga mereka dapat meningkatkan taraf hidupnya
dan meningkatkan fungsi sosialnya dengan baik. (2) Faktor yang menjadi
penghambat Dinas Sosial dalam upaya penanganan ODGJ terlantardi Kota Bandar
Lampung adalah keterbatasan anggaran yang didistribusikan oleh APBD, fasilitas
sarana dan prasarana terkait kegiatan konstruksi dan non konstruksi kurang
memadai, tidak memiliki panti khusus kota untuk gangguan jiwa
Kata Kunci : Peran, Dinas, ODGJ, RehabilitasiTRI VELITA RISSA 19420110142023-02-15T02:09:08Z2023-02-15T02:09:08Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69264This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/692642023-02-15T02:09:08ZANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP TINDAK
PIDANA EKSIBISIONISME OLEH GURU
(Studi Putusan Pengadilan Negeri Singkawang
Nomor:40/Pid.Sus/2021/PN SKW)
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis dasar pertimbangan
hakim dalam kasus tindak pidana eksibisionisme yang dilakukan oleh guru
sebagaimana putusan Nomor 40/Pid.Sus/2021/PN Skw. Tujuan dari penelitian ini
adalah mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan serta
mengetahui aspek keadilan substantif dalam putusan hakim Nomor
40/Pid.Sus/2021/PN Skw terhadap tindak pidana eksibisionisme oleh guru. Dalam
melakukan analisa hukum, peneliti menggunakan teori dasar pertimbangan hakim
dan teori keadilan substantif.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum yuridis empiris dengan cara
meneliti dan mengumpulkan data primer yang diperoleh secara langsung. Sumber
dan jenis data terdiri dari data primer dan data sekunder. Pihak yang menjadi
narasumber yaitu Hakim pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang Kelas 1A dan
Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Metode
pengumpulan data melalui studi kepustakaan, identifikasi data sekunder,
inventrasi data yang relevan dengan rumusan masalah, dan pengkajian data.
Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertimbangan hakim pada putusan Nomor
40/Pid.Sus/2021/PN Skw didasari atas pertimbangan yuridis, yaitu terpenuhinya
unsur Pasal 36 jo. Pasal 10 UU Nomor 44 Tahun 2008 serta tidak terdapat alasan
pemaaf. Pertimbangan sosiologis, yaitu didasari oleh hal-hal yang meringankan
atau memberatkan terdakwa, yang mana salah satunya adalah terdakwa berprofesi
sebagai guru serta terdakwa merupakan tulang punggung keluarga. Pertimbangan
filosofis di mana pemidanaan kepada terdakwa sebagai upaya dalam memenuhi
rasa keadilan kepada korban dan masyarakat. Selain itu, dari hasil analisa
menunjukkan bahwa keempat indikator penentu keadilan substantif menunjukan
hasil yang positif maka keadilan substantif telah terpenuhi atau terlukis dalam
putusan tersebut. Adapun saran yang diberikan dalam penelitian ini yaitu sanksi
tindakan dengan cara memberikan pemulihan, rehabilitasi medis kejiwaan
seharusnya juga diberikan kepada terdakwa mengingat terdakwa mengalami
gangguan perilaku parafilia yaitu exibisionisme fetishisme. Selain itu,
terpenuhinya
Kata
kunci: Dasar Pertimbangan Hakim, Tindak Pidana Eksibisionisme,
Oleh Guru
M.YUDHA BHAKTI K18120112642023-02-15T00:49:40Z2023-02-15T00:49:40Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69240This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/692402023-02-15T00:49:40ZPENGATURAN HUKUM DAERAH PEMILIHAN ANGGOTA DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIADaerah pemilihan (dapil) merupakan salah satu faktor penting dan menjadi unsur
dalam membangun sistem pemilu yang sering menjadi persoalan dalam setiap
penyelenggaraan pemilu. Dapil didefinisikan sebagai arena pertempuran politik
yang sesungguhnya, karena partai politik dan calon anggota legislatif berkompetisi
meraih suara pemilih untuk mendapatkan posisi sebagai anggota DPR. Pasal 187
ayat (4) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) mengatur
bahwa penyusunan dapil dan alokasi kursi anggota DPR RI ditentukan pembentuk
undang-undang dengan melampirkannya dalam lampiran III UU Pemilu. Adanya
ketentuan tersebut menimbulkan permasalahan hukum yaitu adanya indikasi
ketidaksesuaian penyusunan dapil terhadap prinsip-prinsip penyusunan dapil.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perbandingan pengaturan
dapil di Indonesia dan Brasil serta mengetahui analisis prinsip kesetaran nilai suara,
proporsionalitas, dan integralitas wilayah terhadap penyusunan dapil. Penelitian ini
merupakan penelitian hukum normatif dengan tipe kualitatif. Pendekatan masalah
yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan, konseptual, dan
perbandingan. Hasil penelitian menunjukkan adanya persamaan dan perbedaan
pengaturan mengenai dapil anggota DPR di Indonesia dan Brasil serta terdapat
pengabaian prinsip kesetaran nilai suara, proporsionalitas, dan integralitas wilayah
dalam penyusunan dapil. Oleh karena itu, perlu dilakukan penyusunan dapil ulang
secara menyeluruh yang memperhatikan prinsip-prinsip penyusunan dapil agar
penyusunan dapil dapat sesuai dengan prinsip-prinsip penyusunan dapil.
Kata kunci: dapil, prinsip-prinsip penyusunan dapil, DPR. HARIADI NUGROHO MARCELLINO19120110712023-02-14T03:19:22Z2023-02-14T03:19:22Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69248This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/692482023-02-14T03:19:22ZIMPLEMENTASI KEWENANGAN JAKSA DALAM PEMBERIAN TUNTUTAN REHABILITASI TERHADAP PELANGGAR PASAL 127 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKATindakan yang paling penting terhadap pelanggar Pasal 127 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika atau bisa disebut
sebagai penyalahguna narkotika adalah dengan menjatuhkan sanksi rehabilitasi.Penyalahguna narkotika merupakan korban dari tindak pidana Narkotika.
Pemberian sanksi berupa rehabilitasi agar bisa terlaksana sesuai dengan yang diatur oleh Undang-Undang narkotika maka kuncinya adalah di Jaksa penuntut umum. Dalam hal ini Jaksa selaku penuntut umum dapat memberikan tuntutan berupa rehabilitasi terhadap pelanggar Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan catatan bahwa tersangka merupakan korban penyalahguna narkotika dan juga pecandu namun dalam pelaksanaanya apakah dalam pemberian tuntutan terhadap pecandu ataupun korban penyalahguna narkotika sudah sesuai, semua itu tergantung dalam pelaksanaan tiap tahapan sistematis yang sesuai pula dengan proses peradilan pidana. Permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini untuk mengetahui bagaimana.pelaksanaan kewenangan Jaksa dalam pemberian tuntutan berupa rehabilitasi terhadap pelanggar Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan memahami apa saja faktor penghambat dalam pelaksanaan tuntutan berupa rehabilitasi yang dilakukan oleh Jaksa terhadap pelanggar Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan tujuan diharapkan dengan memahami faktor penghambat tersebut maka generasi yang akan datang dapat membenahinya. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dan yuridis empiris, dengan narasumber Jaksa Kejaksaan Tinggi Lampung, Jaksa Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Jaksa Kejaksaan Negeri Lampung Selatan, Hakim Pengadilan Tinggi Tanjung Karang dan Advokat dari Lembaga Bantuan Hukum. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Jaksa selaku penuntut umum sebelum memberikan tuntutan rehabilitasi kepada pecandu narkotika ataupun korban penyalahguna narkotika akan dibentuk sebuah tim yang disebut tim asesmen terpadu yang beranggotakan Jaksa selaku tim hukum kemudian Dokter selaku tim medis yang bertujuan untuk memeriksa kebenaran apakah tersangka yang akan
dituntut benar merupakan pecandu maupun korban penyalahguna narkotika. Namun dalam pelaksanaannya sering kali hasil asesmen diragukan, hal tersebut disebabkan hasil asesmen yang keluar dalam waktu singkat.
Faktor-faktor penghambat dalam melakukan tuntutan rehabilitasi salah satunya seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa hasil asesmen untuk bisa diberikan tuntutan rehabilitasi terhadap pecandu atau korban penyalahguna narkotika dapat dikeluarkan dalam waktu singkat. Hal tersebut menjadi penghambat sebab keakuratannya dalam pembuktian untuk menyatakan bahwa tersangka benar merupakan pecandu narkotika ataupun korban penyalahguna narkotika. untuk membuktikan apakah seseorang benar pecandu narkotika perlu diawasi dan dipantau yang mana hal tersebut tidak mungkin
dapat dilakukan dalam waktu singkat sehungga apabila dalam waktu singkat telah keluar hasil asesmen maka hasil tersebut tingkat kebenarannya masih perlu diuji kembali atau dipertanyakan.Saran dalam penelitian ini adalah agar tuntutan Jaksa dalam memberikan sanksi berupa rehabilitasi terhadap pecandu ataupun korban penyalahgunaan narkotika diterima oleh Hakim dan terlaksana dengan baik maka perbaiki dari melakukan asesmen. Pemantauan yang dilakukan untuk bisa membuktikan seorang tersangka merupakan pecandu atau korban penyalahguna narkotika tidak cukup dilakukan dalam waktu satu minggu sehingga diperlukannya waktu setidaknya satu bulan untuk memeriksa apakah benar tersangka tersebut merasa ketergantungan dan sejauh mana tingkat ketergantungannya akan dinilai oleh Tim Dokter sehingga hasil asesmen akan akurat, dengan begitu argumen Jaksa akan kuat dan tidak akan ditolak oleh Hakim serta pelaksanaan rehabilitasi bagi korban penyalahguna narkotika dan pecandu narkotika dapat terlaksana dengan baik.
Kata Kunci:Implementasi, Jaksa, Narkotika, Rehabilitasi.
Cinthya Mauly Debby 19120111572023-02-14T03:12:20Z2023-02-14T03:12:20Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69241This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/692412023-02-14T03:12:20ZKEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN PESAWARAN
DALAM MENURUNKAN ANGKA STUNTING (KERDIL)
PADA ANAK DI BAWAH LIMA TAHUNTerjadinya kurang gizi pada balita dapat menyebabkan stunting yang menjadikan
fokus utama pemerintah Kabupaten Pesawaran untuk segera menangani
permasalahan dengan cara melaksanakan pencegahan dan penanganan stunting
pada balita yang berdasarkan Peraturan Bupati Pesawaran Nomor 84 Tahun 2019.
Fakta lapangan pada Februari tahun 2022 ditemukannya 31 balita stunting di desa
Cipadang. Permasalahan penelitian: (1) Bagaimanakah kebijakan pemerintah
Kabupaten Pesawaran dalam menurunkan angka stunting (kerdil) pada balita? (2)
Apa sajakah faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan kebijakan
pemerintah Kabupaten Pesawaran dalam menurunkan angka stunting (kerdil) pada
balita?
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris.
Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Pengolahan
data meliputi seleksi data, klasifikasi data, dan penyusunan data. Analisis data
menggunakan analis deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Kebijakan pemerintah Kabupaten
Pesawaran dalam menurunkan angka stunting (kerdil) pada balita telah berjalan
dengan optimal dilihat dari turunnya prevalensi stunting tiap tahunnya dengan
dilaksanakannya edukasi, pelatihan, dan penyuluhan gizi, pelaksanaan dan
koordinasi, serta pembinaan dan pengawasan (2) Faktor pendukung pelaksanaan
kebijakan pemerintah Kabupaten Pesawaran dalam menurunkan angka stunting
(kerdil) pada balita adalah adanya sarana dan prasarana, adanya sumber daya
manusia, keluarga balita yang kooperatif, adanya kerjasama antar operasi perangkat
daerah dan dukungan dari pimpinan tertinggi Kabupaten Pesawaran. Faktor
penghambatnya adalah tingkat pengetahuan orang tua yang rendah mengenai
stunting dan tingkat ekonomi masyarakat yang rendah.
Kata Kunci: Kebijakan Pemerintah, Stunting, Anak di bawah Lima TahunNur Amanda Irma 19520110412023-02-14T02:29:48Z2023-02-14T02:29:48Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69218This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/692182023-02-14T02:29:48ZPELAKSANAAN PROGRAM KESELAMATAN DAN KESEHATAN
KERJA DI PT. PERUSAHAAN GAS NEGARA (Persero) Tbk.Kecelakaan kerja masih terjadi di berbagai perusahaan di Indonesia. Hingga maret
2022 telah terjadi 61.805 kecelakaan kerja. PT. Perusahaan Gas Negara (Persero)
Tbk sebagai perusahaan yang bergerak di bidang transmisi dan distribusi gas bumi
dengan aktivitas operasional yang berisiko tinggi, berpotensi mengalami kerusakan
dan kebocoran gas yang membahayakan pekerjanya. Berdasarkan asumsi tersebut,
maka penulis merumuskan dua permasalahan dalam penelitian ini : (1) Bagaimana
pelaksanaan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di PT. Perusahaan
Gas Negara? (2) Apa sajakah yang menjadi faktor belum terpenuhinya program
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di PT. Perusahaan Gas Negara? Penelitian
ini menggunakan metode normatif empiris, data yang digunakan adalah data
primer dan sekunder yang dikumpulkan berdasarkan undang-undang terkait tentang
implementasi K3, data dari PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk yang dapat
diakses online dan wawancara. Hasil penelitian menunjukan bahwa PT.
Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk telah menerapkan prosedur standar K3
dengan baik dan sesuai standar namun belum optimal karena masih terjadi
kecelakaan kerja. Faktor yang menyebabkan belum terpenuhinya K3 PT.
Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk karena masih terjadinya kecelakaan kerja
dikarenakan beberapa faktor seperti faktor manusia dan faktor lingkungan yakni,
faktor manusia seperti tidak melakukan pengecekkan, memakai alat pelindung diri,
gangguan kelengahan, kecerobohan, mengantuk, kelelahan, kesehatan, gangguan
penglihatan, penyakit, cemas, serta kurangnya pengetahuan dalam peroses kerja,
dan cara kerja dan faktor lingkungan seperti kondisi tidak aman dari mesin, alat,
bahan, lingkungan tempat kerja, proses kerja, sifat kerja, dan sistem kerja.
Kata Kunci : Kesehatan, Pelaksanaan, Tenaga kerja MARGA H MD ABIEZZART19620110012023-02-14T02:27:43Z2023-02-14T02:27:43Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69217This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/692172023-02-14T02:27:43ZIMPLEMENTASI SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA
PENGGELAPAN OLEH KARYAWAN PERUSAHAAN
(Studi Putusan PN Tanjung Karang No. 925/Pid.B/2021/PN Tjk)Salah satu tindak pidana penggelapan yang akan dikaji dalam skripsi ini adalah
Studi Putusan PN Nomor: 925/Pid.B/2021/PN. Tjk dengan terdakwa bernama
Gunawan Safa Sanusi sebagai staff SDM yang menyalahgunakan wewenangnya
yaitu tidak membayar Uang Pembayaran Pajak Daerah dan Pengurusan Izin
sejak Bulan Oktober 2019 sampai dengan Bulan Maret yang mengakibatkan
perusahaan mengalami kerugian sejumlah Rp. 137.998.562,-
Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan mengkaji
perundang-undangan dan literlatur terkait yang dilanjutkan dengan metode
yuridis empiris dengan mewawancarai narasumber terkait. Narasumber terdiri
dari Hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang, Advokat dari Kantor
Hukum WFS & Partner dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum
Universitas Lampung, serta analisis Pengumpulan data dengan studi pustaka dan
studi lapangan dilakukan secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian implementasi sanksi pidana terhadap tindak pidana
penggelapan oleh karyawan perusahaan yang diatur dalam Pasal 374 KUHP
pada studi putusan PN Tanjung Karang No. 925/Pid.B/2021/PN.Tjk dinilai dari
segi normatif telah adil dan terimplementasi karena semua unsur sanksi
pidananya telah terbukti bersalah. faktor yang mempengaruhinya yakni adalah
faktor penegak hukum itu sendiri karena karena Peran Aparatur Penegakan
Hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat yang hendaknya
mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu, sesuai dengan aspirasi
masyarakat khususnya Khususnya Majelis Hakim mempunyai peranan yang
sangat penting karena semua keputusan akhir dalam penjatuhan sanksi pidana
ada pada Majelis Hakim.
Berdasarkan penjabaran di atas, saran yang dapat diberikan penulis dalam
penelitian ini adalah sebaiknya aparatur penegak hukum khususnya MajelisIrene Chahya Sonya
Hakim dapat membuat putusan yang seadil-adilnya berdasarkan prinsip
Ketuhanan Yang Maha Esa, bagi terdakwa yang memiliki itikad baik
mengembalikan barang yang digelapkan seharusnya tidak usah dijatuhkan pidana
yang cukup berat. Sebaiknya juga perusahaan memiliki lembaga pengawas
penegak hukum yang diatur untuk menindaklanjuti jika terjadinya tindak pidana
penggelapan dyang dilakukan oleh karyawan perusahaan.
Kata Kunci: Implementasi, Sanksi Pidana, Tindak Pidana Penggelapan,
KaryawanChahya Sonya Irene 19520110272023-02-14T02:19:30Z2023-02-14T02:19:30Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69213This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/692132023-02-14T02:19:30ZPERAN DINAS PERDAGANGAN KOTA METRO DALAM
MENGANTISIPASI PRAKTIK TYING DAN BUNDLING
PENDISTRIBUSIAN MINYAK GORENGTerjadinya kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng di Kota Metro membuat
pelaku usaha melakukan kompetisi yang tidak sehat dan melanggar ketentuan UndangUndang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat, salah satunya melakukan praktik tying dan bundling. Fakta lapangan
menunjukkan adanya beberapa distributor dan ritel modern yang mewajibkan pembeli
untuk membeli barang-barang lain sejumlah yang telah ditentukan, untuk dapat
membeli minyak goreng. Permasalahan penelitian: (1) Bagaimanakah peran Dinas
Perdagangan Kota Metro dalam mengantisipasi praktik tying dan bundling
pendistribusian minyak goreng? (2) Apakah faktor pendukung Dinas Perdagangan
Kota Metro dalam mengantisipasi praktik tying dan bundling pendistribusian minyak
goreng?
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah normatif dan empiris. Pengumpulan
data dengan studi lapangan dan studi pustaka. Pengolahan data meliputi seleksi,
klasifikasi dan penyusunan data. Analisis data dilakukan secara yuridis kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Peran Dinas Perdagangan Kota Metro dalam
mengantisipasi praktik tying dan bundling pendistribusian minyak goreng
dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Walikota Metro Nomor: 500/58/
SPRINT/SETDA/04/2022 Tanggal 1 Maret 2022 untuk Melakukan Pembinaan dan
Pengawasan Kegiatan Perdagangan, Ketersediaan serta Harga Minyak Goreng pada
Distributor dan Ritel Modern di Kota Metro, yaitu dengan melakukan koordinasi
dengan instansi dan teknis pengawasan yang dilakukan. Selain itu melaksanakan
pengawasan dalam bentuk inspeksi pasar dan melakukan tindak lanjut atas temuan
praktik tying dan bundling dalam penjualan minyak goreng atau kebutuhan pokok
masyarakat lainnya (2) Faktor pendukung Dinas Perdagangan Kota Metro dalam
mengantisipasi praktik tying dan bundling pendistribusian minyak goreng adalah
adanya koordinasi yang baik dengan pihak-pihak terkait.
Kata Kunci: Peran, Antisipasi, Praktik Tying dan Bundling. Puspita Dewi Marshanda19120111142023-02-14T02:15:48Z2023-02-14T02:15:48Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69212This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/692122023-02-14T02:15:48ZDASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENJATUHAN PIDANA
RINGAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA
PERDAGANGAN ORANG
(Studi Putusan PN Nomor: 327/Pid.Sus/2019 PNTJK) ABSTRAK
DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENJATUHAN PIDANA
RINGAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA
PERDAGANGAN ORANG
(Studi Putusan PN Nomor 327/PID.SUS/2019 PNTJK)
Oleh
DWI FEBRIANI
Putusan PN Nomor: 327/Pid.Sus/2019 PNTJK menjatuhkan pidana penjara 3 (tiga)
tahun 6 (enam) bulan dengan denda sebanyak Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh
juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayarkan maka diganti
dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan terhadap pelaku tindak pidana
perdagangan orang. Terdakwa telah mengeksploitasi secara seksual terhadap rekannya
(korban) dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri. Kesenjangan yang terjadi
dalam putusan tersebut adalah hakim memberi sanksi yang lebih ringan dari tuntutan
yang diajukan oleh jaksa. Jaksa memberikan tuntutan kepada pelaku yaitu pidana
penjara 5 (lima) tahun dengan denda sebanyak Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh
juta rupiah) dengan subsidair 1 (satu) bulan kurungan. Permasalahan penelitian yaitu:
Bagaimanakah dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana ringan terhadap
pelaku tindak pidana perdagangan orang pada putusan tersebut, Apakah putusan
tersebut sudah sesuai dengan keadilan.
Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis
empiris dengan sumber bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Narasumber
penelitian adalah Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Jaksa Kejaksaan Negeri
Bandar Lampung, dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas
Lampung.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan
pidana pada putusan PN Nomor 327/Pid.Sus/2019 PNTJK secara yuridis adalah
perbuatan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana
sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Secara filosofis
mempertimbangkan agar putusan yang dijatuhkan dapat membina terdakwa agar
menjadi pribadi yang lebih baik serta hakim wajib menggali nilai-nilai keadilan di
masyarakat. Secara sosiologis mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan
memberatkan bagi terdakwa.
Dwi Febriani
Dalam memutus perkara tersebut memiliki alasan yang kuat yaitu hakim
mempertimbangkan peran pelaku dalam tindak pidana tersebut sehingga hakim telah
menjatuhkan pidana seadil-adilnya terhadap terdakwa berdasarkan rasa keadilan,
prinsip Ketuhanan Yang Mahasa Esa, dan telah sesuai dengan ketentuan UndangUndang
yang
berlaku.
Saran dalam penelitian ini adalah: Hakim memiliki kebebasan dalam menentukan berat
ringannya pidana sehingga dalam putusan tersebut diharapkan mempertimbangkan
faktor-faktor yang dapat memberikan dampak jera terhadap terdakwa karena
penjatuhan pidana ringan tidak dapat menjamin terdakwa atau masyarakat menyesal
atau perbuatannya. Diharapkan sanksi yang telah ditetapkan oleh hakim pada putusan
tersebut dapat menjadi pembelajaran bagi terdakwa maupun masyarakat. Serta hakim
wajib untuk selalu melihat nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di masyarakat agar
putusan yang ditetapkan memberi rasa keadilan bagi setiap pihak.
Kata kunci : Pertimbangan, Penjatuhan, Pelaku, Perdagangan.
ABSTRACT
BASIC CONSIDERATIONS OF JUDGES IN CRIMINAL IMMEDIATES
BRIGHT AGAINST THE CRIMINAL
TRAFFICKING IN PEOPLE
(Review of PN Decision Number 327/PID.SUS/PNTJK of 2019)
Written by:
DWI FEBRIANI
District Court Decision Number: 327/Pid.Sus/2019 PNTJK imposed a prison sentence
of 3 (three) years and 6 (six) months with a fine of Rp120,000,000.00 (one hundred and
twenty million rupiah) with the provision that if the fine is not paid imprisonment for 1
(one) month against the perpetrators of the crime of trafficking in persons. The
defendant has sexually exploited his partner (victim) with the intention of benefiting
himself. The discrepancy that occurred in the decision was that the judge gave a lighter
sanction than the demands put forward by the prosecutor. The prosecutor charged the
perpetrator with imprisonment for 5 (five) years and a fine of Rp120,000,000.00 (one
hundred and twenty million rupiah) with a subsidiary of 1 (one) month in prison. The
research problem is: What is the basis for the judge's consideration in imposing a light
sentence on the perpetrator of the crime of trafficking in persons in the decision, is the
decision in accordance with justice.
The research method used is a normative juridical and empirical juridical approach
with primary, secondary and tertiary legal sources. The research sources were
Tanjung Karang District Court Judges, Bandar Lampung District Prosecutors, and
Lecturers in the Criminal Law Department of the Faculty of Law, University of
Lampung.
The results of the study show that the basis for the judge's consideration in imposing a
sentence on the PN decision No. 327/Pid.Sus/2019 PNTJK juridically is that the
defendant's actions are legally and convincingly proven to have committed a crime as
stipulated in Article 2 Paragraph (1) of Law Number 21 2007 concerning the
Eradication of the Crime of Trafficking in Persons. Philosophically considering that
the decision handed down can foster the accused to become a better person and the
judge must explore the values of justice in society. Sociologically consider mitigating
and aggravating circumstances for the defendant.
Dwi Febriani
In deciding the case, there are strong reasons, namely the judge considers the role of
the perpetrator in the crime so that the judge has sentenced the defendant in the fairest
way possible based on a sense of justice, the principle of Belief in One Almighty God,
and in accordance with the provisions of the applicable law.
Suggestions in this study are: The judge has the freedom to determine the severity of
the sentence so that the decision is expected to consider factors that can have a
deterrent effect on the defendant because the imposition of a light sentence cannot
guarantee that the defendant or the public will regret their actions. It is hoped that the
sanctions that have been determined by the judge in the decision can be a lesson for
the defendant and the community. And the judge is obliged to always see the values
that grow and develop in society so that the decisions made give a sense of justice for
each party.
Keywords: Judgment, Drop, Actor, Trade.
Febriani Dwi 19120111872023-02-14T02:10:49Z2023-02-14T02:10:49Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69210This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/692102023-02-14T02:10:49ZUPAYA PENANGGULANGAN KEJAHATAN PERUNDUNGAN
DI DUNIA MAYA (CYBERBULLYING)
(Studi di Kepolisian Daerah Lampung)
ABSTRAK
UPAYA PENANGGULANGAN KEJAHATAN PERUNDUNGAN
DI DUNIA MAYA (CYBERBULLYING)
Oleh
ROSA DAMAYANTI
Cyberbullying atau perundungan di dunia maya merupakan tindak
intimidasi, mempermalukan, penghinaan, atau pelecehan yang disengaja melalui
internet. Dampak dari cyberbullying serupa dengan rundungan (penindasan)
langsung. Bahkan, efeknya bisa lebih berat bila aksi ini dilakukan terus-menerus
oleh banyak orang dari berbagai latar belakang. Maka dari itu diperlukan
penanggulangan kejahatan baik secara penal maupun non-penal untuk
menanggulangi kejahatan cyberbullying ini.
Metode penelitian ini adalah penelitian normatif-empiris dengan tipe
penelitian deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer
yang diperoleh dengan cara wawancara dan data sekunder yang terdiri dari bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier yang selanjutnya
dianalisis secara kualitatif.
Hasil dari penelitian ini ialah pada kejahatan cyberbullying, upaya penal
yang dilakukan ialah berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) dengan menggunakan pendekatan Restorative Justice.
Pada upaya-non penal, kepolisian menggunakan pendekatan ilmiah dan
pendekatan pendidikan moral melalui sosialisasi ke lembaga-lembaga pendidikan
mengenai cyberbullying dan etika dalam bersosial media.
Dalam melaksanakan upaya penal, pihak kepolisian wajib memperhatikan
semua data dan bukti pada kasus yang ada. Sehingga kepolisian dapat melakukan
langkah yang tepat dalam memproses kejahatan cyberbullying yang telah terjadi.
Selain itu, pihak kepolisian, dinas-dinas terkait, termasuk di dalamnya seluruh
masyarakat sebaiknya menjadikan isu cyberbullying menjadi isu bersama untuk
ditanggulangi dan diperangi secara bersama-sama, sehingga muncullah inisiatif
dan kegiatan pencegahan cyberbullying di Provinsi Lampung.
Kata kunci: Cyberbullying, Penanggulangan Kejahatan, Penal dan Non-Penal
ABSTRACT
CRIME PREVENTION OF CYBERBULLYING
Written by:
ROSA DAMAYANTI
Cyberbullying is intentional intimidation, humiliation, humiliation, or
harassment via the internet. The impact of cyberbullying is similar to direct
bullying. In fact, the effect can be even more severe if this action is carried out
continuously by many people from various backgrounds. Therefore it is necessary
to overcome crime both penal and non-penal to tackle this cyberbullying crime.
This research method is normative-empirical research with descriptive
research type. The data used in this study are primary data obtained by means of
interviews and secondary data consisting of primary legal materials, secondary
legal materials, and tertiary legal materials which are then analyzed qualitatively.
The result of this research is on the crime of cyberbullying, penal efforts
are carried out based on Law Number 11 of 2008 concerning Information and
Electronic Transactions (UU ITE) and the Criminal Code (KUHP) using a
Restorative Justice approach. In non-penal efforts, the police use a scientific
approach and a moral education approach through outreach to educational
institutions regarding cyberbullying and ethics in social media.
In carrying out penal efforts, the police must pay attention to all data and
evidence in existing cases. So that the police can take the right steps in processing
cyberbullying crimes that have occurred. In addition, the police, related agencies,
including the entire community, should make the issue of cyberbullying a common
issue to be tackled and fought together, so that cyberbullying prevention
initiatives and activities emerge in Lampung Province.
Kata kunci: Cyberbullying, Crime Prevention, Penal and Non-Penal. Damayanti Rosa 18120110832023-02-14T02:08:15Z2023-02-14T02:08:15Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69209This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/692092023-02-14T02:08:15ZPERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK
PIDANA PERJUDIAN YANG DILAKUKAN SECARA
BERSAMA-SAMA MELALUI MEDIA GAME
(Studi Putusan Nomor : 7/Pid.B/2022/PN. Tjk)Terlihat pada putusan Nomor : 7/Pid.B/2022/PN. Tjk, bahwa terdapat para terdakwa
melakukan tindak pidana perjudian melalui media game. Permasalahan dalam
penulisan ini adalah sebagai berikut : Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana
terhadap pelaku tindak pidana perjudian yang dilakukan secara bersama-sama melalui
media game dan Apakah putusan PN Tanjung Karang Nomor. 7/Pid.B/2022/PN. Tjk
terhadap pelaku tindak pidana perjudian telah memenuhi keadilan substantif.
Penelitian ini menggunakan pendekatan masalah yuridis normatif dan yuridis empiris.
Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Kemudian data
tersebut dipelajari dan dianalisis yang kemudian disebut sebagai bahan hukum. Data
yang telah diperoleh tersebut selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Dengan
penentuan narasumber yaitu Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan Dosen
Bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam putusan perkara Nomor :
7/Pid.B/2022/PN. Tjk yaitu bahwa Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku
tindak pidana perjudian yang dilakukan secara bersama-sama melalui media game
telah memenuhi pertanggungjawaban pidana sesuai dengan ketentuan actus reus dan
mens rea dan telah memenuhi rasa keadilan, dikarenakan Majelis Hakim sudah
mempertimbangan dan mengukur secara seksama dalam menimbang putusan ini.
Menurut beberapa pakar, hakim merupakan perwakilan tangan tuhan, maka tiap-tiap
putusan yang dijatuhkan hakim kepada para terdakwa merupakan hasil musyawarah
yang ditentukan dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya
Adapun saran dalam penulisan ini jika dilihat dari segi masyarakat, hendaknya
masyarakat lebih bijak dalam menggunakan media game dengan tidak
menyalahgunakan game sebagai media untuk melakukan tindak pidana perjudian dan dapat melaporkan apabila terdapat tindak pidana perjudian kepada aparat penegak
hukum, serta dilihat dari segi pihak Kepolisian, Jaksa, Hakim serta Advokat sebagai
bahan masukan dalam penegakan hukum tindak pidana perjudian, agar
memaksimalkan potensi perundang-undangan dan fasilitas yang ada untuk dapat
menegakkan hukum, terutama terhadap tindak pidana perjudian.
Kata Kunci : Pertanggungjawaban pidana, Perjudian, Media Game.Verian Kasmara Jeffry 19520110622023-02-14T01:55:13Z2023-02-14T01:55:13Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69205This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/692052023-02-14T01:55:13ZIMPLEMENTASI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI PENGUNGKAP FAKTA (WHISTLEBLOWER) DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI KOTA BANDAR LAMPUNG
ABSTRAK
IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI PENGUNGKAP FAKTA (WHISTLEBLOWER) DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI KOTA BANDAR LAMPUNG
Oleh
RAHMA DINI
Peran Whistle Blower sangat besar untuk melindungi negara dari kerugian yang lebih parah dan pelanggaran hukum yang terjadi. Namun resiko yang mereka hadapi juga besar ketika mengungkap kejahatan, mulai dari ancaman keamanan hingga dikeluarkan dari instansi tempat mereka bekerja. Sehingga pelapor penting untuk mendapatkan perlindungan hukum dari negara. Dalam kasus belakangan ini banyak saksi pelapor yang menarik laporan atau kesaksiannya karena adanya ancaman dan intimidasi dari pihak terlapor.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normative dan yuridis empiris, Data diperoleh melalui studi kepustakaan dan melalui wawancara menggunakan pedoman tertulis terhadap narasumber yang telah ditentukan. Analisis data yang dilakukan dalam penelitian menggunakan metode analisis kualitatif.
Dari hasil analisis masalah dapat disimpulkan pertama, Perlindungan hukum terhadap Whistle Blower di Kota Bandar Lampung sudah di implementasikan dengan sangat baik, Pihak Inspektorat, Polda dan LPSK telah bersinergi dalam melakukan perlindungan hukum terhadap para pelaku Whistle Blower. Banyak kerja nyata yang telah dilakukan sebagai bentuk perlindungan hukum bagi Whistle Blower salah satunya ialah dengan menghadirkan Whistle Blower System yang membuat para Whistle Blower dapat dengan leluasa melakukan pengaduan tanpa rasa takut serta Identitas merekapun sudah dipastikan terjaga. Pihak Polda dan LPSK pun bersinerja dengan baik dalam melakukan tugasnya untuk melindungi para Whistle Blower sesuai dengan ketentuan yang sudah berlaku. Hambatan dalam implementasi perlindungan hukum terhadap Whistle Blower di kota Bandar Lampung ialah perihal kesadaran masyarakat dan kurang pahamnya mereka terkait perlindungan hukum terhadap Whistle Blower, dan kurangnya cabang LPSK ke daerah juga menjadi faktor penghambat dalam pemberian perlindungan
Rahma Dini
hukum terhadap para Whistle Blower hal ini menyebabkan pengawasan menjadi lambat dan tidak efisien.
Saran dalam penelitian ini adalah perlu dilakukannya sosialisasi mengenai perlindungan hukum bagi saksi dan korban kepada khalayak ramai sehingga mereka tidak merasa takut atau tertekan lagi dalam mengungkap suatu kasus yang mereka ketahui.
Kata kunci: Implementasi, Perlindungan Hukum, Whistleblower
1912011369 RAHMA DINIrahma.dini136919@students.unila.ac.id2023-02-14T01:47:10Z2023-02-14T01:47:10Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69203This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/692032023-02-14T01:47:10ZANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN INVESTASI ONLINE BINOMOPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengenai perlindungan hukum pidana terhadap korban tindak pidana investasi bodong. Investasi bodong merupakan suatu bentuk kejahatan yang dimana akan diminta sejumlah uang untuk menanamkan modal dalam produk atau bisnis, yang sesungguhnya tidak pernah ada. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah upaya perlindungan hukum terhadap korban investasi online melalui binomo apabila ditinjau dalam hukum posiif di negara Indonesia dan faktor penghambat dalam memberikan perlindungan hukum kepada korba investasi online.
Metode penelitian untuk pendekatan masalah menggunakan yuridis normative dan yuridis empiris dengan di bantu dengan data primer dan data sekunder. Narasumber penelitian terdiri dari kepala unit II subdit cyrber crime ditreskrimsus polda lampung, kepala bagian pengawasan bank otoritas jasa keuangan, satu ketua Yayasan lembaga perlindungan konsumen lampung, dan Akademisi Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pengumpulan data dilakukan dengan studi Pustaka dan studi lapangan serta pengolahan data dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan mengenai perlindungan hukum pidana terhadap korban tindak pidana investasi online menjadi dua macam yaitu; Perlindungan hukum preventif yaitu pihak dari kepolisian, otoritas jasa keuangan dan yayasan lembaga perlindungan konsumen lebih mengedepankan proses pencegahan sebelum tindak pidana tersebut terjadi, yaitu dapat berbentuk penyuluhan hukum terkait investasi bodong, dan perlindungan hukum represif yaitu dengan melakukan proses hukum acara pidana yang berlaku demi mewujudkan cita-cita hukum sendiri. Peraturan mengenai investasi online secara umum terdapat dalam Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Faktor yang menghambat dalam memberikan perlindungan hukum kepada korban investasi online melalui binomo, berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis yaitu Faktor masyarakat karena dalam kalangan masyarakat masih kurangnya tentang pemahaman investasi, Faktor sarana dan fasilitas masih terdapat kekurangan dari segi sistem dan teknologi yang digunakan dalam mencari pelaku dan aliran dana berkenaan dengan investasi bodong, Faktor hukum karena sampai saat ini belum ada yang mengatur secara khusus mengenai investasi online, Faktor aparat penegak hukum dilihat dari dua variable yaitu kualitatif masih sedikit sdm penegak hukum yang mengerti dalam bidang ITE dan kuantitatif jumlah aparat penegak hukum yang berkaitan dengan ITE jumlahnya belum sesuai dengan daftar susunan personel atau bisa di bilang masih kurang, Faktor budaya di dalam faktor ini masih banyak masyarakat yang ingin kaya dengan instan atau tamak tetapi tidak melihat resikonya tinggi.
Rekomendasi peneltian ini adalah untuk lembaga yang menangani masalah investasi bodong ini antara lain Kepolisia Daerah Lampung, Otoritas Jasa keuangan dan Yayasan lembaga Konsumen Indonesia agar dapat memaksimalkan upaya perlindungan hukum preventif dan represif dan meminimalisasikan faktor yang menjadi penghambat perlindungan hukum dalam penegakan hukum, serta memperjelas pengaturan atau regulasi mengenai tindak pidana investasi online dan upaya hukum yang diaturnya. Sehingga aparat penegak hukum dapat meningkatkan perannya. Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Korban, Investasi online
IQBAL MUHAMMAD19520111012023-02-14T01:45:46Z2023-02-14T01:45:46Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69202This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/692022023-02-14T01:45:46ZIMPLEMENTASI SISTEM ADMINISTRASI MANAJEMEN
KEPEGAWAIAN BERBASIS ELEKTRONIK
DI KABUPATEN MESUJI
ABSTRAK
IMPLEMENTASI SISTEM ADMINISTRASI MANAJEMEN
KEPEGAWAIAN BERBASIS ELEKTRONIK
DI KABUPATEN MESUJI
Oleh
QUANTUM AURICULLARIA INDICA
Pemerintah Kabupaten Mesuji dalam rangka meningkatkan pelayanan informasi dan
layanan kepegawaian telah memberlakukan Peraturan Bupati Mesuji Nomor 33
Tahun 2021 tentang Sistem Administrasi Manajemen Kepegawaian Kabupaten
Mesuji. Selain itu sebagai upaya mewujudkan Sistem Administrasi Manajemen
Kepegawaian yang efektif dan efisien serta mendukung tata kelola pemerintahan
yang baik dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi. Permasalahan
dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah implementasi sistem administrasi
manajemen kepegawaian berbasis elektronik di Kabupaten Mesuji? (2) Apakah
faktor-faktor yang menjadi penghambat implementasi sistem administrasi
manajemen kepegawaian berbasis elektronik di Kabupaten Mesuji?
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan
empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi lapangan dan studi pustaka.
Analisis data yang digunakan adalah analisis yuridis kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Implementasi Sistem Administrasi Manajemen
Kepegawaian Berbasis Elektronik di Kabupaten Mesuji dilaksanakan oleh Badan
Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia dengan cara memberikan
informasi dan layanan kepegawaian secara online terhadap kepada seluruh pegawai
yang meliputi usulan cuti, usulan kenaikan gaji berkala, usulan kenaikan pangkat,
usulan jabatan fungsional, usulan kartu pegawai, usulan kartu suami/istri, usulan
satya lencana, usulan izin belajar/tugas belajar, usulan kartu taspen, usulan mutasi
pegawai, usulan pensiun, serta layanan dan informasi kepegawaian lainnya.
Implementasinya adalah sejak Peraturan Bupati Mesuji Nomor 33 Tahun 2021
diberlakukan yaitu tanggal 6 September 2021 sampai dengan bulan Juli 2022 atau 10
bulan berjalan, jumlah pegawai yang telah memanfaatkan Aplikasi Sampan
Kabupaten Mesuji berjumlah 199 orang. (2) Faktor-faktor yang menghambat
Implementasi Sistem Administrasi Manajemen Kepegawaian Berbasis Elektronik di
Kabupaten Mesuji secara teknis adalah jaringan intenet yang belum stabil,
keterbatasan sumber daya manusia pengelola aplikasi Sampan dan belum semua
Pegawai memanfaatkan layanan kepegawaian dengan mengaplikasikan Sampan.
Kata Kunci: Implementasi, Sistem Administrasi, Manajemen Kepegawaian
ABSTRACT
IMPLEMENTATION OF ELECTRONIC-BASED PERSONNEL
MANAGEMENT ADMINISTRATIVE SYSTEM
IN MESUJI DISTRICT
By
QUANTUM AURICULLARIA INDICA
The Mesuji Regency Government in order to improve information services and
staffing services has enacted the Mesuji Regent Regulation Number 33 of 2021
concerning the Mesuji Regency Personnel Management Administration System. In
addition, as an effort to create an effective and efficient Personnel Management
Administration System and support good governance by utilizing the development of
information technology. The problems in this study are: (1) How is the
implementation of the electronic-based personnel management administration system
in Mesuji Regency? (2) What are the factors that hinder the implementation of an
electronic-based personnel management administration system in Mesuji Regency?
The problem approach used is a normative and empirical juridical approach. Data
collection was carried out by field studies and literature studies. The data analysis
used is a qualitative juridical analysis.
The results of this study indicate: (1) The Implementation of an Electronic-Based
Personnel Management Administration System in Mesuji Regency is carried out by
the Personnel and Human Resources Development Agency by providing online
staffing information and services to all employees which includes leave proposals,
periodic salary increase proposals, proposals for promotions, proposed functional
positions, proposed employee cards, proposed husband/wife cards, proposed satya
badges, proposed study permits/study assignments, proposed taspen cards, proposed
employee transfers, proposed retirement, as well as other staffing services and
information. The implementation is that since Mesuji Regent Regulation Number 33
of 2021 was enacted, namely September 6 2021 until July 2022 or 10 months
running, the number of employees who have used the Mesuji Regency Sampan
Application is 199 people. (2) Technically the factors hindering the Implementation
of the Electronic-Based Personnel Management Administration System in Mesuji
Regency are the unstable internet network, limited human resources managing the
Sampan application and not all employees have utilized staffing services by using the
Sampan.
Keywords: Implementation, Administration System, Personnel Management
auricullaria indica Quantum 19120111522023-02-14T01:37:53Z2023-02-14T01:37:53Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69196This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/691962023-02-14T01:37:53ZURGENSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP LELAKI DEWASA SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN DITINJAU DARI ASAS PERSAMAAN KEDUDUKAN DI DALAM HUKUM (EQUALITY BEFORE THE LAW)
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penerapan asas persamaan kedudukan di dalam hukum (equality before the law) terhadap lelaki dewasa sebagai korban tindak pidana perkosaan serta perlindungan hukum terhadap lelaki dewasa yang menjadi korban perkosaan. Dalam melakukan analisa hukum, peneliti menggunakan teori asas persamaan kedudukan di dalam hukum (equality before the law) dan teori perlindungan hukum.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber dan jenis data antara lain terdiri dari data primer dan data sekunder. Pihak yang menjadi narasumber yaitu Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung dan Dosen Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung. Metode pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan studi lapangan. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa asas persamaan kedudukan di dalam hukum (equality before the law) yang terdapat dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 terhadap lelaki dewasa sebagai korban tindak pidana perkosaan belum terimplementasi di dalam Pasal 285 KUHP sebagaimana pasal tersebut merupakan dasar pengaturan perkosaan di Indonesia. Selanjutnya, merumuskan pasal pemerkosaan netral gender menjadi upaya yang dapat dilakukan dalam rangka memberikan perlindungan hukum kepada lelaki dewasa korban tindak pidana perkosaan.
Saran yang dapat penulis sampaikan dalam penelitian ini adalah diharapkan agar para pembentuk peraturan perundang-undangan dalam merumuskan kebijakan, khususnya merumuskan pasal tindak pidana pemerkosaan memperhatikan asas persamaan kedudukan dalam hukum (equality before the law) serta hendaknya segera mengesahkan pasal pemerkosaan netral gender sebagaimana pada Bagian III Pasal 473 ayat (1) RUU KUHP selaku ius constituendum atau hukum yang dicita-citakan di masa mendatang dengan harapan ketika rancangan tersebut disahkan sebagai ius constitutum atau hukum yang telah ditetapkan (hukum positif) dapat melindungi lelaki dewasa sebagai korban tindak pidana pemerkosaan, baik secara preventif maupun represif.
Kata Kunci: Urgensi, Perlindungan Hukum, Lelaki Dewasa Korban PerkosaanCesariskia Fasya Annisa 19120112882023-02-13T09:01:07Z2023-02-13T09:01:07Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69180This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/691802023-02-13T09:01:07ZPERAN KEPALA DESA HAJIMENA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PIDANA DI KAMPUNG RESTORATIF JUSTICE
Berdasarkan PERMA No. 15 Tahun 2020 Kebijakaan dari Peraturan Kejaksaan tentang adanya kampung restorative justice.saat ini di Lampung Selatan tepat nya di desa Hajimena bahwa dalam peraturan tersebut mengenai peran kepala desa. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah peran Kepala Desa dalam penyelesaian sengketa pidana di kampung restorative justice dan apakah faktor penghambat pelaksaan peran dalam penyelesaian sengketa pidana di kampung restorative justice
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif, yuridis, dan empiris. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder dengan proses pengumpulan data yang dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi lapangan.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa peran kepala desa dalam penyelesian sengketa pidana di kampung restoratif justice Kepala desa memiliki peran yang sangat begitu penting serta di butuhkan untuk berperan sebagai penengah dan penyelesain perselishan didalam kehidupan masyarakat Peran kepala desa selalu dipandu oleh diskusi untuk mencapai konsensus bahwa hasilnya mengikat pihak yang berkonflik tidak seharusnya pihak yang dirugikan. Peran mediator pada saat mediasi yaitu: memimpin diskusi, memelihara atau menjaga aturan-aturan perundangan, mendorong para pihak untuk menyampaikan masalah dan kepentinganya secara terbuka, mendorong para pihak agar menyadari bahwa sengketa bukan pertarungan yang harus dimenangkan tetapi diselesaikan, mendengar, mencatat danmengajukan pertanyaan, membantu para pihak mencapai titik temu. Berdasarkan Pasal 205 ayat (1) KUHAP merumuskan kriteria tindak pidana ringan ialah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 7.500,- (tujuh ribu lima ratus rupiah) dan penghinaan ringan kecuali yang ditentukan dalam paragraf 2 bagian ini. Sementara berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHAP bahwa "Besaran nilai kerugian yang disebutkan pada undang-undang di atas sudah tidak sesuai dengan nilai tukar mata uang pada saat ini". Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) PERMA ini menetapkan nilai kerugian sebesar Rp 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah). Faktor-faktor yang menghambat Peran Kepala Desa dalam Pnyelesaian Sngketa Pidana Di kampung Restoratif yaitu Faktor Belum adanya Undang-ndang tentang mediasi,adanya perbedaan di kalangan aparat penegak hukum tentang konsep restoratif justice melalui mediasi penal,
Rekomendasi dari penelitian ini adalah Diperjelas secara eksplisit pengaturan mengenai kepala desa sebagai mediator dalam penyelesaian sengketa pidana, baik melalui perubahan Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa atau melalui perbaikan Peraturan Pemerintah sehingga dapat menjadi acuan yang jelas dalam implementasi di masyarakat desa sekaligus untuk mendayagunakan peran kepala desa sebagai penyelesaian perselisihan guna memperluas access to justice dan mengurangi beban peradilan Negeri.dan Perlunya pelatihan bagi kepala desa guna meningkatkan kompetensinya sebagai mediator dalam penyelesaian sengketa pidana pada masyarakat.
Kata kunci: Kampung Restoratif, Penyelesaian Sengketa, Peranan
BRAMNTYO ADIMAS 19520110972023-02-13T08:55:47Z2023-02-13T08:55:47Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69175This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/691752023-02-13T08:55:47ZANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN TINDAK PIDANA SODOMI (Studi Putusan Nomor: 284/pid.sus/2019/PN.TJK)
Sodomi anak dibawah umur merupakan suatu persetubuhan dengan cara paksa
atau kekerasan terhadap anak dilakukan dengan cara cara tipu muslihat, iming-
iming dan lain-lain demi memenuhi hasrat seksualnya. Dibanding kejahatan
terhadap anak, sodomi menjadi tindak pidana yang paling tinggi. Sehingga perlu
dilakukan perhatian khusus bagi para korban, dikarenakan dampak yang didapat
korban kekerasan seksual pun tidak hanya secara fisik tetapi juga secara
psikologis. ketentuan Pasal 69a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014
menegaskan bahwa Perlindungan Khusus bagi Anak korban kejahatan seksual
berupa rehabilitasi sosial, pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai
pemulihan, namun pada kenyataannya pihak terkait tidak melakukan upaya
perlindungan hukum terhadap korban. Permasalahan dalam dalam penelitian ini
adalah bagaimanakah perlindungan hukum terhadap anak korban tindak pidana
sodomi dan apakah faktor penghambat perlindungan hukum terhadap korban pada
anak dalam tindak pidana sodomi.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan didukung
pendekatan yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer yang
diperoleh dengan cara wawancara terhadap beberapa responden penelitian serta
data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Analisis kualitatif
pengolahan dan penyusunan data kemudian ditarik kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa perlindungan hukum terhadap pelaku tindak
pidana kekerasan seksual (sodomi) terhadap anak di Kecamatan Langkapura dapat
dilakukan dengan cara melakukan beberapa tindakan, yakni pencegahan, terapi
dan rehabilitasi guna mengembalikan kondisi korban ke kondisi semula. Namun
pada praktik yang terjadi korban belum mendapatkan tindakan pemulihan dan
mendapatkan perlindungan hukum. Hambatan dalam perlindungan hukum
terhadap korban adalah melakukan pencegahan dan penyelesaian sesegara
iii
mungkin, karena korban umumnya sulit atau tidak berani mengaku/menceritakan
kejadian yang sebenarnya kepada orang tua atau pihak kepolisian.
Saran dalam penelitian ini adalah sodomi rentan terjadi dikalangan anak dibawah
umum, sehingga urgen untuk mendapatkan perhatian khusus dari berbagai pihak,
diantaranya dari orang tua korban, pihak aparatur Bandar Lampung, pihak
kepolisian, atau pihak dinas sosial yang dapat memberikan pemulihan psikologis
pasca kejadian traumatis pada korban untuk memulihkan kembali kondisinya.
Kata kunci: Sodomi, Anak, Pelindungan hukum, Hambatan.
YOLANDA PUTRI WAYAN 16520111052023-02-13T08:50:31Z2023-02-13T08:50:31Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69173This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/691732023-02-13T08:50:31ZANALISIS KRIMONOLOGIS PEMBUNUHAN ANAK YANG DILAKUKAN OLEH IBU KANDUNG
Anak merupakan anugrah Tuhan Yang Maha ESA. Yang ditipkan kepada kita
sebagai orang tua. Anak juga merupakan generasi penerus bangsa untuk
kedepannya yang akan membawa kemajuan terhadap peradaban bangsa ini.
Berkenaan dengan hal itu, tidak selamanya kasih sayang orang tua khususnya
seorang ibu terhadap anaknya dapat terlihat. Pada kenyataanya masih dapat
dijumpai kasus pembunuhan terhadap anak yang dilakukan oleh ibu kandung.
Berdasarkan dengan teori kriminologi, Berdasarkan teori kriminologi, hal ini
dapat terjadi dikarenakan faktor internal dan faktor eksternal sehingga
mengakibatkan pembunuhan terhadap anak dapat terjadi. Permasalahan dalam
skripsi ini adalah mengenai pembunuhan anak yang dilakukan oleh ibu kandung.
Adapun upaya penaggulangan kejahatan dalam hal ini terbagi kedalam dua
metode. Yakni upaya penaggulangan dengan sarana penal dan non penal.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan pendekatan normatif
empiris yang menggunakan data sekunder. Metode pengumpulan data
menggunakan metode studi pustaka yang didukung dengan wawancara langsung
terhadap narasumber. Pada penelitian ini terdiri dari Penyidik Pada Polsek Tekuk
Betung Selatan, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Kota Bandar Lampung,
Pelaku Yang berada di Lapas Kelas II Perempuan Bandar Lampung, dan Dosen
bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data yang
dilakukan dengan menggunakan analisis secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa Faktor-Faktor
penyebab terjadinya tindak pidana pembunuhan anak yang dilakukan oleh ibu
kandung disebabkan karena Faktor internal berupa rendahnya pemahaman agama,
adanya gangguan psikologi dan rendahnya tingkat pendidikan yang diterima
pelaku sehingga menjadikan pelaku tidak bisa berfikir rasional atas tindakan yang
akan dilakukan hingga menyebabkan kematian anaknya.
3
Hendri Huzaifah
Adapun faktor eksternalnya berupa lingkungan masyarakat dalam hal ini erat
kaitanya dengan tempat keluarga besar pelaku tinggal, permasalahan ekonomi
yang tidak setabil, dan adanya perilaku menyimpang akibat adanya penggunaan
teknologi yang tidak dibarengi dengan nilai-nilai dan kaidah agama.
Berkaitan dengan persoalan diatas, maka penulis membuat kesimpulan berupa
saran terhadap pasangan yang akan melangsungkan pernikahan hendaknya
mempersiapkan secara matang apakah sudah bersedia hidup diatas komitmen
yang paling lama dengan orang yang tepat, memikirkan tanggung jawab dan
kehidupan setelah menikah, adanya komunikasi yang baik dalam menjalin rumah
tangga dan menyelesaikan masalah bersama secara dewasa. Tak hanya itu,
terkhusus untuk para suami hendaknya memberikan perhatian kasih sayang
terhadap istrinya, serta selalu mengutamakan keluarga dalam setiap persoalan
guna menghindari hadirnya orang ketiga dalam konflik rumah tangga yang akan
menjadikan penyebab perselingkuhan.
Kata Kunci : Kriminologis, Pembunuhan Anak, Ibu Kandung.
1912011032 Hendri Huzaifah 2023-02-13T07:30:50Z2023-02-13T07:30:50Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69154This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/691542023-02-13T07:30:50ZANALISIS PERAN HAKIM ANAK DALAM DIVERSI PADA KASUS TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK
(Studi Pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang)
ABSTRAK
ANALISIS PERAN HAKIM ANAK DALAM DIVERSI PADA KASUS TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK
(Studi Pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang)
Oleh
Fairuz Adhytia Salsabila
Perkara anak telah diatur khusus dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak telah menghadirkan konsep diversi dan Restorative Justice yang bertujuan memberikan perlindungan terhadap pelaku kejahatan, korban dan masyarakat sebagai sebuah bentuk penyelesaian perkara. Pelaksanaan diversi dilatarbelakangi untuk menghindari efek negatif terhadap jiwa dan perkembangan anak dalam sistem peradilan pidana. Namun pada faktanya, diversi yang pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang Kelas IA tidak semua kasus anak penyalahguna narkotika dilaksanakan upaya diversi oleh hakim anak, masih terdapat banyak hambatan dalam proses pelaksanaannya. Hambatan yang hadir menyebabkan upaya diversi belum dapat dioptimalisasikan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimanakah peran hakim anak dalam penerapan diversi serta apakah faktor penghambat peran hakim anak dalam memberikan upaya diversi pada kasus tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak.
Penelitian ini termasuk penelitian yuridis empiris dan yuridis normatif. Adapun sumber data yang digunakan adalah hasil dari wawancara dengan informan yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti, serta data yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan lainnya dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa peran hakim anak dalam penerapan diversi meliputi peran normatif yaitu peranan yang dilakukan oleh hakim anak terkait dengan tugas, fungsi, dan wewenangnya yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Fairuz Adhytia Salsabila Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, PERMA Nomor 4 Tahun 2014, dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Peran Faktual yaitu peranan hakim anak dalam mengupayakan pemberian diversi tidak hanya dilihat dari peran normatifnya saja atau adanya undang- undang, melainkan hakim anak juga mengupayakan diversi berdasarkan kesepakatan yang terjadi antara pihak korban maupun pelaku dengan melakukan musyawarah bersama pihak-pihak terkait agar terjadi kesepakatan diversi, dan peran ideal seorang hakim anak dalam melaksanakan upaya diversi pada kasus tindak pidana anak tetap harus berdasar pada undang-undang yang ada tetapi disamping itu hakim juga harus tetap melihat fakta yang ada mengenai bagaimana pertimbangan hakim dalam memutus suatu perkara anak.
Faktor penghambat pelaksanaan peran hakim anak dalam diversi terletak pada faktor penegak hukumnya yaitu adanya perbedaan persepsi antara penegak hukum mengenai aturan dalam Pasal 7 UU SPPA dan Pasal 3 PERMA Nomor 4 Tahun 2014 tentang pedoman pelaksanaan diversi dalam SPPA. Selain itu, kurangnya sarana dan fasilitas ruang konferensi khusus pelaksanaan diversi yang menunjang suasana kekeluargaan, minimnya jumlah hakim anak, juga kurangnya sarana ruang tunggu yang ramah anak. Selanjutnya dari faktor masyarakat, yaitu adanya respon negatif dari masyarakat terkait upaya penyelesaian perkara anak melalui jalur diversi oleh aparat penegak hukum karena masih melekatnya paradigma yang mengharuskan bahwa setiap perbuatan pidana yang timbul harus dijatuhi hukuman pidana. Faktor penghambat terakhir yakni faktor kebudayaan, masyarakat yang ada cenderung memiliki budaya kurang baik mengenai anggapan kasus perkara pidana anak hanya bisa diselesaikan apabila adanya sejumlah uang atau berupa sogokan.
Kata Kunci: Diversi, Peran Hakim Anak, Narkotika.
1912011080 Fairuz Adhytia Salsabilaadhytiasalsabila15@gmail.com2023-02-13T06:47:39Z2023-02-13T06:47:39Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69177This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/691772023-02-13T06:47:39ZKAJIAN KRIMINOLOGI KEJAHATAN PENYEBARAN DATA PRIBADI (DOXING) MELALUI MEDIA SOSIALABSTRAK
KAJIAN KRIMINOLOGI KEJAHATAN PENYEBARAN DATA PRIBADI (DOXING) MELALUI MEDIA SOSIAL
Oleh
Cindi Novita Putri
Salah satu bentuk kejahatan berbasis internet (cyber crime) adalah penyebaran data pribadii (doxing). Doxing didefinisikan sebagai sebuah tindakan berbasis internet untuk meneliti dan menyebarluaskan informasi dan data pribadi secara publik terhadap seseorang individu atau organisasi. Regulasi mengenai pelanggaran privasi seperti kejahatan doxing dibahas dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transksasi Elektronik. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah kajian kriminologi kejahatan penyebaran data pribadi (doxing) melalui media sosial dan bagaimanakah upaya penanggulangan kejahatan penyebaran data pribadi (doxing) melalui media sosial.
Metode penelitian yang digunakan penulis adalah pendekatan empiris dan normatif. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder dengan proses pengumpulan melalui studi lapangan dan studi kepustakaan. Narasumber dalam penelitian ini adalah Penyidik Unit Cyber Crime Polda Lampung, Akademisi Fakultas Hukum dan Akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.
Hasil dari penelitian ini disimpulkan bahwa kajian kriminologi terdiri dari: kejahatan doxing yang merupakan kejahatan yang melanggar hukum pidana karna telah diatur dalam perundang-undangan Indonesia. Pelaku kejahatan doxing juga memiliki beberapa motif, yaitu antara lain motif kompetitif, motif balas dendam, motif keadilan, dan motif politik. Objek kriminologi yang terakhir yaitu reaksi masyarakat terhadap kejahatan doxing yang dapat bersifat formal, informal dan nonformal. Upaya penanggulangan kejahatan doxing meliputi upaya penal (represif) yang menitikberatkan pada pelaku doxing untuk dihukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan juga terdapat upaya nonpenal (preventif) yang dilakukan dengan cara membina masyarakat agar tidak menjadi pelaku ataupun korban doxing.
Cindi Novita Putri
Saran dari penelitian ini agar kajian kriminologi kejahatan doxing dapat memberikan pemahaman mengenai gejala kejahatan doxing seluas-luasnya dan lebih mendalam agar dapat menekan angka kejahatan doxing yang marak terjadi dan dalam upaya penanggulangan kejahatan khususnya melalui upaya penal (represif) diharapkan dapat dilaksanakan kriminalisasi mengenai kejahatan doxing. Sedangkan, upaya penanggulangan kejahatan doxing melalui sarana non penal (preventif) diharapkan agar aparat penegak hukum dapat bekerja sama dengan seluruh pihak terkait dalam melakukan pencegahan atau pemberantasan kejahatan doxing.
Kata Kunci : Kriminologi, Doxing, Media.
1912011179 Cindi Novita Putricindynovitaputri@gmail.com2023-02-13T04:25:38Z2023-02-13T04:25:38Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69146This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/691462023-02-13T04:25:38ZPENGGANTIAN KERUGIAN OLEH PIHAK PENGANGKUT TERHADAP
BARANG KIRIMAN APABILA MENGALAMI KEHILANGAN
(STUDI PADA PT NINJA XPRESS DI BANDAR LAMPUNG)PT Ninja Xpress merupakan perusahaan yang bergerak dibidang Pengangkutan
Barang, atas dasar perjanjian pengangkutan yang dibuat antara PT Ninja Xpress
dengan pengirim barang dan dibuktikan dengan dikeluarkannya resi pengiriman.
Tujuan penelitian ini yaitu menganalisis tanggung jawab PT Ninja Xpress Bandar
Lampung jika terjadi kehilangan terhadap barang yang sedang dalam pengiriman
dan upaya penyelesaian terhadap hilangnya barang kiriman dalam perjanjian
pengangkutan ini.
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif-empiris. Dengan tipe
penelitian deskriptif karena akan menjelaskan secara sistematis, factual, dan akurat
pertanggungjawaban PT Ninja Xpress terhadap barang yang hilang saat
pengiriman. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan Non Judicial
Case Study yang mengkaji pertanggungjawaban PT Ninja Xpress terhadap barang
yang hilang saat pengiriman, namun tanpa campur tangan pihak Pengadilan.
Hasil penelitian dan pembahasan disimpulkam bahwa bentuk tanggungjawab PT
Ninja Xpress adalah melalui asuransi barang kiriman. Pada kasus yang diteliti pihak
pengirim, ternyata tidak mengasuransikan barang yang dikirim, sehingga tidak
dapat diklaim melalui asuransi. Oleh karena itu, penggantian kerugian dilakukan
dengan upaya lain, yaitu dengan hasil musyawarah. Hasil musyawarah disepakati
penggantian kerugian dengan besaran yang tidak melebihi batas maksimal
pengklaiman kerugian jika tidak menggunakan asuransi
Kata kunci: Perjanjian Pengangkutan, Hak dan Kewajiban, Tanggung Jawab
PengangkutARYO MARYUDIANTO CHRISTO 18120110552023-02-13T04:22:41Z2023-02-13T04:22:41Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69144This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/691442023-02-13T04:22:41Z
SEKSUAL CONSENT DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DAN URGENSINYA DI LINGKUNGAN PERGURUAN TINGGI
ABSTRAK
SEKSUAL CONSENT DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DAN URGENSINYA DI LINGKUNGAN PERGURUAN TINGGI
Oleh
Dea Karisna
Pembaharuan hukum pidana merupakan suatu usaha untuk melakukan reorientasi serta reformasi hukum sesuai dengan nilai-nilai sosio politik, sosio filosofi, dan nilai-nilai kultural masyarakat Indonesia. Pemerintah di Indonesia sedang gencar melakukan pembaharuan hukum terkait tindak pidana kekerasan seksual. Salah satunya dengan memasukan consent kedalam tindak pidana kekerasan seksual di Indonesia. Seksual consent sendiri merupakan salah satu isu yang relatif baru dan banyak menuai polemik. Berdasarkan hal tersebut dibutuhkan pembahasan secara khusus mengenai pembaharuan hukum pidana terkait seksual consent dalam tindak pidana kekerasan seksual dan urgensinya di lingkungan perguruan tinggi, yang dimana isu tersebut penulis angkat menjadi pokok permasalahan dalam skripsi ini. Tujuan penulisan skripsi ini yaitu untuk memaknai eksistensi seksual consent dalam pembaharuan hukum pidana terkait tindak pidana kekerasan seksual dan perlindungan hukum terhadap korban kekerasan seksual terkait seksual consent terkhusus di lingkungan perguruan tinggi.
Peneliti di dalam skripsi ini menggunakan pendekatan secara yuridis normatif didukung dengan pendekatan yuridis empiris melalui wawancara secara mendalam dengan narasumber, yang terdiri atas dosen bagian hukum pidana, penyidik kepolisian, dan tim penyusun peraturan rektor. Dimana data yang digunakan adalah data yang bersumber dari data primer dan data sekunder yang masing-masing diperoleh dari lapangan dan kepustakaan, serta analisis data secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa eksistensi seksual consent dalam pembaharuan hukum pidana terkait tindak pidana kekerasan seksual di Indonesia telah ada dan mengambil peran sebagai bagian dari kebijakan kriminal serta kebijakan sosial terutama di lingkungan perguruan tinggi di Indonesia, yang dimana pada dasarnya pembaharuan hukum pidana memiliki tujuan sebagai
Dea Karisna
bagian dari usaha pemerintah untuk mengatasi persoalan sosial serta memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat dan merupakan bagian dari usaha memperbaharui substansi hukum dengan tujuan mengefektifkan sistem penegakan hukum yang ada. Dengan memasukan consent ke dalam regulasi terkait tindak pidana kekerasan seksual, seperti dalam KUHP baru dan Permendikbudristekdikti Nomor 30 Tahun 2021 menimbulkan pembaharuan hukum pidana dari segi kebijakan kriminal. Peraturan yang berlaku di lingkungan perguruan tinggi di Indonesia yaitu berupa permendikbud dan peraturan rektor tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual telah mengakomodir persoalan mengenai consent atau persetujuan seksual tersebut. Sementara itu implementasi dari regulasi yang berkaitan dengan tindak pidana kekerasan seksual telah mengakomodir perlindungan hukum bagi korban kekerasan seksual terkait seksual consent yang berupa perlindungan hukum represif maupun preventif dimana salah satunya berupa pembentukan satuan tugas yang ditujukan untuk menjadi garda terdepan dalam mengawasi dan mengantisipasi atau mencegah terjadinya kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi.
Saran yang dapat penulis sampaikan dalam penelitian skripsi ini adalah perlu adanya peran dari pemerintah untuk dapat lebih mengoptimalkan terkait kinerjanya dalam hal membentuk dan merumuskan suatu kebijakan pembaharuan hukum agar dapat lebih memperhatikan frasa yang dapat memicu multitafsir, hal tersebut ditujukan agar tidak terjadi kerancuan dalam pemahaman dan penafsiran. Selain dari itu perlu adanya peran dari aparat yang berwenang dan masyarakat luas untuk dapat bekerjasama dalam mengoptimalkan suatu kebijakan agar bisa berlaku dan berjalan sesuai seperti yang dicita-citakan.
Kata Kunci: Seksual consent, kekerasan seksual, pembaharuan hukum pidana
1912011265 Dea Karisnakarisnadea@yahoo.com2023-02-13T02:26:47Z2023-02-13T02:26:48Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69129This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/691292023-02-13T02:26:47ZANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP TINDAK PIDANA PENYEBARAN BERITA TIDAK LENGKAP YANG BERPOTENSI MENIMBULKAN KEONARAN MELALUI MEDIA SOSIAL (Studi Putusan Nomor: 2/Pid.Sus/2021/PN Jkt Sel)Pengaturan mengenai tindak pidana penyebaran berita bohong (hoax) telah diatur dalam KUHP dan UU ITE. Pada perkara ini Jaksa Penuntut Umum dan Majelis Hakim masih menggunakan KUHP walaupun terdapat asas “Lex Specialis Derogat Legi Generali” serta menjatuhkan pidana lebih ringan yakni 10 (sepuluh) bulan bila dibandingkan dengan ancaman pidananya yakni 2 (dua) tahun. Permasalahan dalam skripsi ini yaitu apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana penyebaran berita tidak lengkap yang berpotensi menimbulkan keonaran melalui media sosial pada putusan Nomor: 2/Pid.Sus/2021/PN Jtk Sel dan apakah penjatuhan pidana terhadap tindak pidana penyebaran berita tidak lengkap yang berpotensi menimbulkan keonaran melalui media sosial dalam putusan Nomor: 2/Pid.Sus/2021/PN Jtk Sel sudah sesuai dengan fakta-fakta persidangan.
Metode penelitian yang digunakan yaitu yuridis normatif dan yuridis empiris. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan dengan melakukan wawancara kepada narasumber yang berhubungan dengan penelitian. Selanjutnya data dianalisis secara deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menyatakan bahwa dasar pertimbangan hukum dalam Putusan Nomor: 2/Pid.Sus/2021/PN Jkt Sel terdiri dari pertimbangan yuridis memenuhi semua unsur Pasal 15 UU No.1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana mengacu pada Pasal 183 KUHAP dan Pasal 184 KUHAP yaitu minimal 2 (dua) alat bukti yang sah berupa keterangan saksi, keterangan ahli, petunjuk, dan keterangan terdakwa serta dikuatkan dengan barang bukti. Pertimbangan filosofis yaitu dalam menjatuhkan putusan berupa pidana penjara 10 (sepuluh) bulan mengharapkan terdakwa dapat memperbaiki perilaku dan tidak mengulangi perbuatannya kembali, namun seharusnya pasca operasi terdakwa tetap ditahan dan dilanjutkan kembali pidananya bukan meringankan hukumannya serta pertimbangan sosiologis yaitu hakim melihat latar belakang sosial terdakwa yang masih berada dalam perawatan dokter pasca operasi dan mempunyai tanggungan keluarga dan melihat bahwa putusannya memiliki manfaat bagi masyarakat untuk tidak mencontoh perbuatan terdakwa. Putusan yang dijatuhkan hakim pada Putusan Nomor: 2/Pid.Sus/2021/PN Jkt Sel sudah sesuai dengan fakta-fakta persidangan karena telah memenuhi syarat seseorang dapat dipidana sesuai Pasal 183 KUHAP dan Pasal 184 KUHAP yaitu terdapat 2 (dua) alat bukti berupa 1 (satu) unit HP Samsung J5 warna biru, 1 (satu) buah flashdisk merk Toshiba berisi salinan akun twitter terdakwa. Dalam fakta-fakta persidangan terdakwa terbukti telah melakukan tindak pidana penyebaran berita tidak lengkap di akun twitternya @jumhurhidayat yang berpotensi menimbulkan keonaran di kalangan rakyat melalui media sosial.
Saran dalam penelitian ini hakim hendaknya menjatuhkan putusan secara maksimal karena putusan yang diberikan lebih ringan yakni 10 (sepuluh) bulan bila dibandingkan dengan ancaman pidana dalam Pasal 15 UU No.1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yakni 2 (dua) tahun dan untuk seluruh lapisan masyarakat di Indonesia diharapkan tidak dengan mudah membuat dan menyebarkan berita bohong (hoax), bisa lebih selektif dalam memilih berita yang ada di media sosial serta lebih berhati-hati terhadap berita yang bersifat provoaktif.
Kata Kunci: Pertimbangan Hakim, Berita Tidak Lengkap, Media Sosial.Diska Nabila Annisa 19120112972023-02-10T08:24:40Z2023-02-10T08:24:40Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69115This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/691152023-02-10T08:24:40ZUPAYA PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA GOLONGAN III YANG TERDAPAT PADA OBAT KOMIX
DI KALANGAN REMAJA
(Studi Kasus di Wilayah Polda Lampung)
ABSTRAK
UPAYA PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA GOLONGAN III YANG TERDAPAT PADA OBAT KOMIX
DI KALANGAN REMAJA
(Studi Kasus di Wilayah Polda Lampung)
Oleh
Balqis Amelia Mayangsari
Maraknya penyalahgunaan obat batuk Komix, dapat dilihat dari banyak ditemukannya bungkusan obat batuk tersebut ditempat yang biasa dijadikan tempat berkumpulnya remaja, ratusan bungkus obat batuk Komix saset ditemukan dalam bentuk kemasan. Obat batuk Komix digunakan dengan tujuan mabuk dan biasanya pada saat malam minggu, perayaan pesta pernikahan atau perayaan pesta lainnya. Narkotika Golongan III yang terdapat pada Pasal 122 Ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Permasalahan dalam skripsi ini adalah: Bagaimanakah upaya penanggulangan penyalahgunaan narkotika golongan III yang terdapat pada obat Komix di kalangan remaja di wilayah Polda Lampung. Dan apakah faktor penghambat dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan narkotika golongan III yang terdapat pada obat Komix di kalangan remaja di wilayah Polda Lampung.
Pendekatan Masalah yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber data: Data Primer dan Data Sekunder. Narasumber: Polisi pada Kepolisian Daerah Lampung, Kepala Bidang penyelidik, Pemberantsan, dan Rehabilitasi Narkotika BNN Provinsi Lampung dan Akademisi Fakultas Hukum bagian Hukum Pidana pada Universitas Lampung.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa: Upaya penanggulangan penyalahgunaan narkotika golongan III yang terdapat pada obat Komix di kalangan remaja di wilayah Polda Lampung adalah dilakukan dengan beberapa upaya antara lain: Pre-emtif, merupakan langkah awal untuk pencegahan yang dilakukan oleh pihak kepolisian dengan mengadakan sosialisasi dan penyuluhan. Preventif, merupakan pencegahan secara nyata pun dilakukan oleh Kepolisian berupa razia kendaraan di daerah rentan tempat penyaluran dan peredaran gelap Narkotika. Upaya yang terakhir ialah Refresif, yang telah lalukan melalui beberapa tahapan yaitu penyelidikan, penyidikan, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan, penahanan dan pemberkasan. Faktor penghambat upaya penanggulangan penyalahgunaan narkotika golongan III yang terdapat pada obat Komix di kalangan remaja di wilayah Polda Lampung adalah faktor masyarakat
Balqis Amelia Mayangsari
dan faktor keluarga yang dimana kurangnya pemahaman masyarakat terutama remaja, tentang bahaya narkoba serta faktor pergaulan dan lingkungan pertemanan.
Saran dalam penelitian ini adalah diharapkan dari pihak kepolisian dapat meningkatkan kualitas serta kuantitas anggotanya agar dapat mengisi setiap ruang-ruang kosong yang berindikasi menjadi tempat peredaran barang haram tersebut melalui upaya penanggulangan tindak pidana dengan upaya represif. Selain itu, dalam upaya penanggulangan tindak pidana melalui upaya pre-emtif dan preventif dapat meningkatkan kerjasama dengan instansi keagamaan guna penguatan iman untuk seluruh lapisan masyarakat serta dapat lebih memperketat pengawasan, meningkatkan intensitas patroli secara konsisten serta menjalankan tugas dan fungsinya sebagai aparat penegak hukum sebagaimana yang diatur dalam perundang-undangan. Para remaja dihimbau untuk tidak menyalahgunakan obat komix karena menimbulkan dampak negatif. Kepada pemerintah setempat, masyarakat, serta orang tua dan pihak-pihak yang terlibat dalam pemerintah dapat mengontrol para remaja yang menyalahgunakan obat komix di kalangan remaja dan disarankan agar menggunakan resep dokter pada saat mengkonsumsi obat tersebut. Serta Untuk menanggulangi tindak pidana narkotika, BNN mengutamakan pencegahan disemua lingkungan baik di instansi pemerintah, masyarakat, keluarga maupun organisasi, dan hampir disemua lingkungan tersebut sudah diberi pelatihan tentang bahaya narkotika.
Kata Kunci: Penanggulangan penyalahgunaan Narkotika, Obat Komix, Remaja.
1852011081 Balqis Amelia Mayangsaribalqisameliaa11@yahoo.com2023-02-10T06:59:28Z2023-02-10T06:59:28Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69102This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/691022023-02-10T06:59:28ZANALISIS KEBIJAKAN PENEGAKAN HUKUM PIDANA KEPOLISIAN DALAM MEMBANGUN KESIGAPAN MERESPON LAPORAN MASYARAKAT TERHADAP TINDAK PIDANA
PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR
(Studi di Kepolisian Sektor Pesisir Tengah Polres Lampung Barat)
ABSTRAK
ANALISIS KEBIJAKAN PENEGAKAN HUKUM PIDANA KEPOLISIAN DALAM MEMBANGUN KESIGAPAN MERESPON LAPORAN MASYARAKAT TERHADAP TINDAK PIDANA
PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR
(Studi di Kepolisian Sektor Pesisir Tengah Polres Lampung Barat)
Oleh
Rakhmad Wahyudi
Salah satu kejahatan adalah tindak pidana pencurian kendaraan bermotor (curanmor). Pada umumnya tindak pidana curanmor ini pelakunya dikenakan pada Pasal 363 KUHP yakni pada pasal pencurian dengan pemberatan. Hal tersebut disebabkan karena para pelaku curanmor menggunakan alat bantu tambahan dalam melaksanakan aksinya dengan kunci T. Oleh karena itu, apabila hal ini terjadi segera melaporkan tindak pidana tersebut ke polisi. Permasalahan yang timbul dalam penelitian ini adalah bagaimana kebijakan penegakan hukum pidana kepolisian dalam membangun kesigapan merespon laporan masyarakat terhadap tindak pidana pencurian kendaraan bermotor dan apakah faktor penghambat kebijakan penegakan hukum pidana kepolisian dalam membangun kesigapan merespon laporan masyarakat terhadap tindak pidana pencurian kendaraan bermotor.
Metode pendekatan yang digunakan penulis dalam melakukan penelitian ini dengan menggunakan metode pendekatan normatif empiris. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder dengan proses pengumpulannya melalui studi kepustakaan dan studi lapangan.
Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa kebijakan penegakan hukum pidana kepolisian dilakukan melalui penegakan preventif dan represif yaitu kegiatan rutin yang ditingkatkan, patroli rutin, ronda malam dengan peran bhabinkamtibmas, memasang spanduk dan melakukan sosialisasi, merespon cepat laporan yang masuk, melakukan olah tempat kejadian perkara, memeriksa saksi, dan melakukan penangkapan. Namun tidak hanya itu kebijakan penegakan hukum pidana kepolisian dalam membangun kesigapan merespon laporan masyarakat terhadap tindak pidana pencurian kendaraan bermotor harus berpedoman terhadap undang – undang mengenai tugas, fungsi, dan wewenang dari kepolisian. Dalam hal tersebut polisi harus sigap dalam menerima laporan pengaduan dari
Rakhmad Wahyudi
masyarakat mengenai tindak pidana pencurian kendaraan bermotor, mengetahui dengan sendiri sedang terjadi tindak pidana pada saat melakukan patroli rutin, dan peran serta masyarakat. Adapun dalam pelaksanaannya kebijakan tersebut telah dilaksanakan secara rutin dan terjadwal dalam hal untuk menekan tindak pidana di wilayah hukum Polsek Pesisir Tengah. Sedangkan faktor penghambat kebijakan kepolisian meliputi kurangnya personel, kurangnya kemampuan personel, terlambatnya laporan, enggannya masyarakat melapor, barang hasil pencurian dijual terpisah, tidak meresponnya masyarakat, tidak bersedia masyarakat menjadi saksi, serta terkait dengan medan dan cuaca yang sulit. Berdasarkan hal tersebut memang sampai saat ini masih menjadi permasalahan yang sering dihadapi aparat kepolisian dilapangan.
Saran dalam penelitian ini adalah dengan kepolisian diharapkan membangun komunikasi dengan semua pihak kemasyarakatan dan kepolisian segera meningkatkan kemampuan personel serta melengkapi saranan fasilitas pendukung dalam menjalankan tugas, fungsi, dan wewenangnya.
Kata Kunci : Kebijakan, Kesigapan, Pencurian Kendaraan Bermotor
1952011025 Rakhmad Wahyudirakhmad.w06@gmail.com2023-02-10T06:55:27Z2023-02-10T06:55:27Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69090This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/690902023-02-10T06:55:27Z
KEPASTIAN HUKUM DAN KEJELASAN MASA TUNGGU WAKTU PELAKSANAAN EKSEKUSI PIDANA MATI DALAM RANGKA PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA
ABSTRAK
KEPASTIAN HUKUM DAN KEJELASAN MASA TUNGGU WAKTU PELAKSANAAN EKSEKUSI PIDANA MATI DALAM RANGKA PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA
Oleh:
Adiansyah Surya Yudhistira
Terpidana mati yang telah melakukan upaya hukum luar biasa peninjauan kembali dan telah ditolak permohonan grasi, maka putusan mengenai pidana mati tidak dapat berubah kembali. Pada saat itu terpidana mati telah memenuhi persyaratan untuk segera dieksekusi demi mewujudkan kepastian hukum dari suatu proses penegakan hukum, namun dalam praktiknya terpidana mati harus dihadapkan pada persoalan masa tunggu eksekusi yang tidak jelas dan tidak mencerminkan kepastian hukum. Permasalahan dalam skripsi ini adalah mengenai kepastian hukum dan kejelasan masa tunggu waktu pelaksanaan eksekusi pidana mati dalam rangka pembaharuan hukum pidana di Indonesia dan penanganan masa tunggu waktu pelaksanaan eksekusi pidana mati di Indonesia.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan pendekatan yuridis normatif yang menggunakan data sekunder. Metode pengumpulan data menggunakan metode studi pustaka dan didukung wawancara dengan narasumber pada penelitian ini terdiri dari Kepala Seksi Upaya Hukum Eksekusi dan Eksaminasi pada Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Lampung, Kepala Bidang Pembinaan Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Bandar Lampung, dan dua Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diketahui bahwa kepastian hukum dan kejelasan masa tunggu waktu pelaksanaan eksekusi pidana mati dalam rangka pembaharuan hukum pidana di Indonesia ditentukan di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menetapkan bahwa pidana mati menjadi pidana yang bersifat khusus dan selalu diancamkan secara alternatif. Pidana mati juga dapat dijatuhkan oleh Hakim dengan masa percobaan 10 (sepuluh) tahun. Eksekusi pidana mati dapat dilaksanakan apabila permohonan grasi telah ditolak oleh Presiden. Lapas tidak
Adiansyah Surya Yudhistira
mewajibkan segala kegiatan-kegiatan yang ada di dalam Lapas bagi terpidana mati, walaupun pegawai Lapas tetap mengajak terpidana mati untuk mengikuti kegiatan-kegiatan di dalam Lapas, apabila terpidana mati menolak, maka tidak ada paksaan bagi pegawai Lapas untuk mengajak terpidana mati melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, disarankan dalam mewujudkan kepastian hukum dan kejelasan masa tunggu waktu pelaksanaan eksekusi pidana mati dalam rangka pembaharuan hukum pidana di Indonesia, negara Indonesia diharapkan mampu membuat peraturan yang jelas dan tegas mengenai batas waktu pelaksanaan eksekusi pidana mati di Indonesia. Dan bagi para seluruh aparat penegak hukum, khususnya pegawai Lapas diharapkan benar dalam menjalankan tugasnya melakukan penanganan masa tunggu waktu pelaksanaan eksekusi pidana mati di Indonesia, yakni dengan cara membina dan mengayomi terpidana mati sebagaimana mereka membina dan mengayomi narapidana biasa di dalam Lapas.
Kata Kunci : Kepastian Hukum, Masa Tunggu, Eksekusi, Pidana Mati
ABSTRACT
LEGAL CERTAINTY AND CLARITY WAITING PERIOD FOR DEATH CRIMINAL EXECUTIONS IN THE FRAMEWORK OF CRIMINAL LAW REFORM IN INDONESIA
By:
Adiansyah Surya Yudhistira
Death row convicts who have made extraordinary legal efforts for review and have been refused clemency, the decision regarding death penalty cannot be changed again. At that time, death row convicts had met the requirements to be executed immediately in order to create legal certainty from a law enforcement process, but in practice death row convicts had to be faced with the issue of waiting periods for execution which were unclear and did not reflect legal certainty. The problem in this thesis is regarding legal certainty and the clarity of the waiting period for the implementation of death penalty executions in the context of renewing criminal law in Indonesia and handling the waiting period for the implementation of death penalty executions in Indonesia.
The method used in this study is a normative juridical approach that uses secondary data. The data collection method used the literature study method and was supported by interviews with informants in this study consisting of the Head of the Section for Legal Efforts for Execution and Examination in the Special Crimes Division of the Lampung High Prosecutor's Office, Head of the Class I Penitentiary Development Division in Bandar Lampung, and two Lecturers of the Criminal Law Department at the Faculty of Law Lampung University. Data analysis was performed using qualitative analysis.
Based on the results of the research and discussion, it can be seen that legal certainty and clarity of the waiting period for the execution of capital punishment in the context of reforming criminal law in Indonesia is stipulated in Law Number 1 of
2023 concerning the Indonesian Criminal Code stipulates that capital punishment is a criminal offense are special and always threatened alternatively. Death penalty can also be imposed by a Judge with a probationary period of 10 (ten) years. Death penalty executions can be carried out if the President's application for clemency has been rejected. Correctional Institutions do not require death row convicts to carry out all activities in prison, even though prison staff still invite death row convicts to participate in activities in prison, if the death row convict refuses, then there is
Adiansyah Surya Yudhistira
no coercion for prison staff to invite death row convicts to carry out activities these activities.
Based on the results of the research and discussion, it is suggested that in realizing legal certainty and clarity of the waiting period for the implementation of death penalty executions in the context of renewing criminal law in Indonesia, the Indonesian state is expected to be able to make clear and firm regulations regarding the time limit for the execution of death penalty in Indonesia. And for all law enforcement officials, especially prison staff, it is hoped that they are right in carrying out their duties in handling the waiting period for the execution of death sentences in Indonesia, namely by fostering and protecting death row convicts as they foster and protect ordinary convicts in prisons.
Keywords: Legal Certainty, Waiting Period, Execution, Death Penalty
1952011019 Adiansyah Surya YudhistiraAdiansyahsuryay280701@gmail.com2023-02-10T06:19:02Z2023-02-10T06:19:02Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69082This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/690822023-02-10T06:19:02ZPELAKSANAAN PENGGUNAAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK
DI ERA PANDEMI COVID-19 DALAM PENYELENGGARAAN
SISTEM DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
ABSTRAK
PELAKSANAAN PENGGUNAAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK
DI ERA PANDEMI COVID-19 DALAM PENYELENGGARAAN
SISTEM DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
Oleh
JILAN AURORAMADAN
Maraknya kasus Covid-19 saat ini menyebabkan terbatasnya ruang gerak setiap
masyarakat yang mengharuskan masyarakat berkerja dari rumah. Dengan
berkembangnya zaman penggunaan tanda tangan pada dokumen sekarang dapat
dilakukan melalui sistem elektronik. Kurangnya pemahaman mengenai
pemanfaatan penggunaan tanda tangan elektronik masih jelas terlihat pada
masyarakat. Sebagian masyarakat menganggap pengunaan tanda tangan
elektronik masih lazim digunakan. Salah satu upaya guna membantu masyarakat
dalam pemanfaatan tanda tangan elektronik maka dikeluarkan Peraturan
Pemerintah No 71 Tahun 2019 Tentang Pelenyelenggaraan Sistem dan Transaksi
Elektronik yang merupakan revisi dari peraturan sebelumnya, yaitu Peraturan
Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi
Elektronik.
Permasalahan dalam skripsi ini adalah: (1) Bagaimana pelaksanaan Peraturan
Pemerintah No 71 Tahun 2019 Tentang Pelenyelenggaraan Sistem dan Transaksi
Elektronik dalam pemanfaatan tanda tangan elektronik? (2) Faktor-faktor apa saja
yang menjadi penghambat penggunaan tanda tangan elektronik dalam transaksi
elektronik?. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan data
primer, data sekunder, dan data tersier dimana masing-masing data diperoleh dari
penelitian kepustakaan.
Hasil penelitian ini menunjukan: (1) Penggunaan tanda tangan elektronik sudah
cukup jelas diatur dalam Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2019 Tentang
Pelenyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik bahwa setiap tanda tangan
elektronik tersertifikasi dapat dilindungi oleh Penyelenggara sistem elektronik. (2)
Dalam pelaksanaannya, penggunaan tanda tangan elektronik memiliki beberapa
faktor penghambat seperti, faktor jaringan, faktor hukum, faktor masyarakat,
faktor sumber daya alam, dan faktor kebudayaan.
Kata kunci: Tanda Tangan, Tanda Tangan elektronik, Pelaksanaan
ABSTRACT
IMPLEMENTATION OF THE USE OF ELECTRONIC SIGNATURE
IN THE ERA OF THE PANDEMIC OF COVID-19 IN
IMPLEMENTATION ELECTRONIC SYSTEMS
AND TRANSACTIONS
By
Jilan Auroramadan
The current rise of the Covid-19 case has limited the space for every member of
society to move, which requires people to work from home. With the development
of the era, the use of signatures on documents can now be done through an
electronic system. There is still a lack of understanding about the use of electronic
signatures in the community. Some people think that electronic signatures are still
common and strange to use. One of the efforts to assist the public in the use of
electronic signatures was issued Government Regulation No. 71 of 2019
concerning Implementation of Electronic Systems and Transactions which is a
revision of the previous regulation, namely Government Regulation Number 82 of
2012 concerning Implementation of Electronic Systems and Transactions.
The problems in this thesis are: (1) How is the implementation of Government
Regulation No. 71 of 2019 concerning the Implementation of Electronic Systems
and Transactions in the use of electronic signatures? (2) What factors hinder the
use of electronic signatures in electronic transactions? This study applies a
normative juridical approach using primary data, secondary data, and tertiary
data where each data is obtained from library research.
The results of this study indicate: (1) the use of electronic signatures is quite
clearly regulated in Government Regulation No. 71 of 2019 concerning
Implementation of Electronic Systems and Transactions where each certified
electronic signature can be protected by the electronic system operator. (2) In
practice, the use of electronic signatures has several inhibiting factors such as
network factors, legal factors, community factors, natural resource factors, and
cultural factors.
Keywords: Signature, Electronic Signature, Implementation Auroramadan Jilan 19520110052023-02-10T04:24:11Z2023-02-10T04:24:11Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69086This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/690862023-02-10T04:24:11ZPERANAN POLISI LALU LINTAS DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA OVER DIMENSION PADA KENDARAAN BERMUATAN BARANG
(Studi Wilayah Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Lampung)
ABSTRAK
PERANAN POLISI LALU LINTAS DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA OVER DIMENSION PADA KENDARAAN BERMUATAN BARANG
(Studi Wilayah Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Lampung)
Oleh
Oktri Sasmita Yudha
Tindak pidana Over Dimension adalah tindakan memodifikasi dimensi suatu kendaraan menjadi lebih besar dan melampaui ketentuan yang telah ditentukan. Meskipun sudah jelas dilarang oleh undang-undang, namun hingga saat ini masih kerap kali terlihat kendaraan Over Dimension berkeliaran bebas di jalanan sehingga perlu ditinjau lebih dalam mengenai sejauh mana peranan Polisi Lalu Lintas dalam berupaya menanggulangi tindak pidana Over Dimension. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah peranan Polisi Lalu Lintas dalam penanggulangan tindak pidana Over Dimension pada kendaraan bermuatan barang dan apakah faktor-faktor penghambat pelaksanaan peranan Polisi Lalu Lintas dalam menanggulangi tindak pidana Over Dimension pada kendaraan bermuatan barang.
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder dengan proses pengumpulan data yang dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi lapangan.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Peranan yang dilakukan oleh Polisi Lalu Lintas meliputi peranan normatif, ideal, dan faktual. Peranan normatif adalah peranan Polisi Lalu Lintas yang terikat dengan tugas dan wewenangnya sesuai dengan undang-undang terkait yaitu melakukan penindakan terhadap pelanggaran lalu lintas, melaksanakan operasi dan patroli lalu lintas untuk menjamin keamanan dan kelancaran lalu lintas, serta melakukan pemeriksaan terhadap kendaraan bermotor terkait dengan fisik kendaraan. Peranan faktual dari Polisi Lalu Lintas yang terjadi di lapangan dapat dikatakan sudah sesuai dengan tugas, fungsi dan wewenangnya dalam undang-undang namun belum sepenuhnya berjalan dengan semestinya karena pada faktanya Polisi Lalu Lintas memang sudah melakukan upaya-upaya penanggulangan seperti upaya represif dibuktikan dengan data dari Ditlantas Polda Lampung yang menunjukan sebanyak 157 kendaraan Over Dimension telah diberi sanksi tilang, serta upaya-upaya lain seperti upaya preventif
Oktri Sasmita Yudha
dan pre-emtif namun apabila dilihat dari peran normatifnya, masih ada beberapa kewajiban yang belum berjalan dengan semestinya seperti menentukan pelanggaran Over Dimension hanya berdasarkan pengelihatan secara kasat mata tanpa disertai pemeriksaan khusus terhadap fisik kendaraan. Peranan ideal dari Polisi Lalu Lintas diharapkan dapat dilakukan penyeimbangan antara upaya represif dengan preventif dan pre-emtif, tidak memberi izin jalan kepada pelanggar Over Dimension meski sudah mendapat sanksi tilang, dan lebih meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait. Faktor penghambat Polisi Lalu Lintas dalam meminimalisir pelanggaran Over Dimension meliputi sanksi yang terdapat dalam undang-undang dirasa kurang memberi efek jera kepada para pelanggar, kurangnya jumlah personil Kepolisian serta minimnya koordinasi dengan instansi terkait, kurangnya sarana/fasilitas dalam mendukung kinerja Polisi Lalu Lintas, kurangnya dukungan dari masyarakat serta minimnya pengetahuan masyarakat mengenai hukum, dan masyarakat serta Polisi Lalu Lintas itu sendiri cenderung memiliki kebiasaan yang kurang baik.
Saran dari penelitian ini adalah Polisi Lalu Lintas perlu melakukan pembenahan guna meningkatkan kinerja Polisi Lalu Lintas dalam menanggulangi suatu pelanggaran lalu lintas, sanksi pada undang-undang yang mengatur mengenai Over Dimension perlu dibuat lebih tegas guna memberi efek jera kepada pelanggar, sarana atau fasilitas pendukung perlu diperbaiki sebagai pendukung kinerja Polisi serta SDM dari masyarakat dan Polisi itu sendiri perlu lebih ditingkatkan.
Kata Kunci : Polisi Lalu Lintas, Over Dimension, Peranan
ABSTRACK
ROLE OF TRAFFIC POLICE IN COUNTING OVER DIMENSION CRIMINAL ACTION INVEHICLE LOADED WITH GOODS
(Study at Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Lampung)
By
Oktri Sasmita Yudha
Over Dimension crime is an act of modifying the dimensions of a vehicle to be bigger and beyond the specified conditions. Even though it is clearly prohibited by law, until now Over Dimensional vehicles are still often seen roaming freely on the streets so it needs to be examined more deeply about the extent of the role of the Traffic Police in trying to tackle Over Dimension crimes. The problem in this study is how is the role of the Traffic Police in overcoming the crime of Over Dimension in vehicles loaded with goods and what are the inhibiting factors in carrying out the role of the Traffic Police in tackling the crime of Over Dimension in vehicles loaded with goods.
The approach method used in this research is normative juridical and empirical juridical approaches. The data used in this study are primary data and secondary data with the data collection process carried out through library research and field studies.
The results of this study indicate that the role played by the Traffic Police includes normative, ideal and factual roles. The normative role is the role of the Traffic Police who are bound by their duties and authorities in accordance with relevant laws, namely taking action against traffic violations, carrying out traffic operations and patrols to ensure the safety and smoothness of traffic, and carrying out physical inspections of motorized vehicles. vehicle. The factual role of the Traffic Police that occurs in the field can be said to be in accordance with their duties, functions and authorities in the law but have not been fully implemented as they should because in fact the Traffic Police have indeed made countermeasures such as repressive efforts as evidenced by data from Lampung Regional Police Traffic Directorate, which shows that 157 Over Dimension vehicles have been given fines, as well as other efforts such as preventive and pre-emptive efforts but when viewed from their normative role, there are still several obligations that have not proceeded properly such as determining Over Dimension violations based solely on visible to
Oktri Sasmita Yudha
the naked eye without being accompanied by a special inspection of the physical vehicle. The ideal role of the Traffic Police is expected to be able to balance between repressive and preventive and pre-emptive efforts, not to give road permits to Over Dimension violators even though they have received fines, and to improve coordination with related agencies. The inhibiting factors for the Traffic Police in minimizing Over Dimension violations include the sanctions contained in the law which are deemed to have less of a deterrent effect on violators, the lack of number of Police personnel and the lack of coordination with related agencies, the lack of facilities/infrastructure to support the performance of the Traffic Police, the lack of support from the community and the lack of public knowledge about the law, and the community and the Traffic Police themselves tend to have bad habits.
Suggestions from this study are that the Traffic Police need to make improvements in order to improve the performance of the Traffic Police in tackling a traffic violation, sanctions on laws governing Over Dimension need to be made more stringent in order to give a deterrent effect to violators, supporting facilities or facilities need improved as a support for the performance of the police as well as human resources from the community and the police themselves need to be further improved.
Keywords : Traffic Police, Over Dimension, Role
1952011010 Oktri Sasmita Yudhaoktriisasmitaayudhaa@gmail.com2023-02-10T01:52:32Z2023-02-10T01:52:32Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69078This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/690782023-02-10T01:52:32ZANALISIS PENGHENTIAN PENUNTUTAN OLEH PENUNTUT UMUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN
MELALUI KEADILAN RESTORATIF
(Studi Pada Kejaksaan Negeri Lampung Selatan)
ABSTRAK
ANALISIS PENGHENTIAN PENUNTUTAN OLEH PENUNTUT UMUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN
MELALUI KEADILAN RESTORATIF
(Studi Pada Kejaksaan Negeri Lampung Selatan)
Oleh
Nyoman Apriyanto
Penghentian penuntutan terhadap tindak pidana penganiayaan melalui keadilan restoratif merupakan kebijakan yang berdasarkan pada Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Peraturan Kejaksaan ini dibuat untuk memberikan landasan bagi Penuntut Umum dalam penyelesaian perkara pidana melalui keadilan restoratif demi menggali nilai keadilan dalam masyarakat. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pelaksanaan penghentian penuntutan oleh Penuntut Umum terhadap tindak pidana penganiayaan melalui keadilan restoratif dan apakah penghentian penuntutan oleh penuntut umum terhadap tindak pidana penganiayaan melalui keadilan restratif telah sesuai dengan pendekatan restorative justice.
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris, dengan menekankan pada kajian kaidah hukumnya, dan data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer. Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa penghentian penuntutan oleh Penuntut Umum terhadap tindak pidana penganiayaan melalui keadilan restoratif telah terlaksana sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15
Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Penghentian Penuntutan sebelumnya diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada Pasal 140 Ayat (2), namun tidak diatur secara jelas mengenai penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif. Dalam perkembangan hukum pidana maka dikeluarkanlah Kebijakan Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020. Melalui kebijakan tersebut perkara pidana penganiayaan berhasil diselesaikan melalui proses upaya perdamaian dengan alasan telah memenuhi syarat-syarat penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, yaitu, Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima tahun), dan kerugian yang ditimbulkan akibat tindak pidana tersebut tidak
lebih dari Rp2.500.00,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah), serta telah adanya kesepakatan antara pihak Tersangka dan Korban untuk melakukan perdamaian melalui musyawarah untuk mufakat tanpa adanya paksaan dan intimidasi dari pihak lain. Penghentian penuntutan oleh Penuntut Umum terhadap tindak pidana penganiayaan melalui keadilan restoratif pada Kejaksaan Negeri Lampung Selatan ini telah sesuai dengan pendekatan restorative justice, yaitu pada saat proses penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif telah melibatkan secara langsung Tersangka, Keluarga Tersangka, Korban, Keluarga Korban, Tokoh Masyarakat dan telah terjadi pemulihan kembali seperti pada keadaan semula sebelum terjadinya tindak pidana ditandai dengan adanya kesepakatan untuk melakukan perdamaian antara Tersangka dan Korban, serta masyarakat merespon baik mengenai penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif terhadap tindak pidana penganiayaan tersebut.
Saran dari penelitian ini adalah pengaturan mengenai penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif perlu dicantumkan dalam ketentuan hukum pidana formil atau dapat dimasukan ke dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) agar dasar hukum penyelesaian perkara pidana melalui keadilan restoratif lebih kuat dan penyelesaian perkara melalui keadilan restoratif menjadi terintegrasi antar aparat Penegak Hukum.
Kata Kunci: Penghentian Penuntutan, Keadilan Restoratif, Penganiayaan.
ABSTRACK
AN ANALYSIS OF THE TERMINATION OF PROSECTION BY THE PUBLIC PROSECUTOR OF THE CRIME OF PERSECUTION THROUGH RESTORATIVE JUSTICE
(Study at Kejaksaan Negeri Lampung Selatan) By
Nyoman Apriyanto
Termination of prosecution of criminal acts of persecution through restorative justice is a policy based on the Republic of Indonesia Prosecutor's Regulation Number 15 of 2020 concerning Termination of Prosecution Based on Restorative Justice. This Prosecutor's Regulation was made to provide a basis for the Public Prosecutor in resolving criminal cases through restorative justice in order to explore the value of justice in society. The problem in this study is how is the implementation of the termination of prosecution by the Public Prosecutor of criminal acts of persecution through restorative justice and whether the termination of prosecution by public prosecutors of criminal acts of persecution through restrative justice is in accordance with the restorative justice approach.
The approach method used in this study is a normative juridical and empirical juridical approach, emphasizing the study of the rule of law, and the data used are secondary data and primary data. Data collection was carried out by library research and field studies.
The results of the research and discussion show that the termination of prosecution by the Public Prosecutor of the crime of persecution through restorative justice has been carried out in accordance with the Republic of Indonesia Prosecutor's Regulation Number 15 of 2020 concerning Termination of Prosecution Based on Restorative Justice. Termination of Prosecution was previously regulated in the Criminal Procedure Code in Article 140 Paragraph (2), but it is not clearly regulated regarding termination of prosecution based on restorative justice. In the development of criminal law, the Prosecutor's Office Regulation Policy Number 15 of 2020 was issued. Through this policy the criminal case of persecution was successfully resolved through a process of conciliation on the grounds that it had fulfilled the conditions for terminating prosecution based on restorative justice, that is, the suspect had committed a crime for the first time, crime is only punishable by a fine or imprisonment of not more than 5 (five years), and the losses incurred as a result of the crime are not more than IDR 2,500,00.00 (two million five hundred thousand rupiah), and there has
been an agreement between the Suspect and the Victim to make peace through deliberations to reach a consensus without any coercion and intimidation from other parties. Termination of prosecution by the Public Prosecutor against the crime of persecution through restorative justice at the South Lampung District Attorney is in accordance with the restorative justice approach, namely when the process of termination of prosecution based on restorative justice directly involved the suspect, the suspect's family, the victim, the victim's family, community leaders and there has been a restoration to its original state before the crime occurred, marked by an agreement to make peace between the suspect and the victim, and the community responded well to the termination of prosecution based on restorative justice for the crime of persecution.
The suggestion from this study is that arrangements regarding the termination of prosecution based on restorative justice need to be included in formal criminal law provisions or can be included in the Draft Criminal Procedure Code so that the legal basis for resolving criminal cases through restorative justice is stronger and settlement of cases through restorative justice becomes integrated among law enforcement officials.
Keywords: Termination of Prosecution, Restorative Justice, Persecution.
1912011213 Nyoman Apriyantonyomanapri965@gmail.com2023-02-09T08:58:20Z2023-02-09T08:58:20Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69055This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/690552023-02-09T08:58:20ZKEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM
MEMBANGKITKAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH
MELALUI PROGRAM PEMULIHAN EKONOMI NASIONALMunculnya Covid-19 dan terjadinya pandemi membuat perkembangan UMKM
yang pesat mengalami penurunan, sehingga berdampak langsung pada pendapatan
ekonomi UMKM. Pemerintah memberikan bantuan UMKM melalui Kebijakan
Program Pemulihan Ekonomi Nasional berdasarkan Peraturan Pemerintah No 43
Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2020
Tentang Pelaksanaan Program PEN. Fakta lapangan tercatat pada tahun 2019
hingga 2020 perkembangan usaha pada kategori mikro di Kota Bandar Lampung
mengalami penurunan sebesar 3.404. Permasalahan penelitian (1) Bagaimanakah
kebijakan pemerintah Kota Bandar Lampung dalam membangkitkan UMKM
melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional? (2)Apa sajakah faktor penghambat
kebijakan pemerintah Kota Bandar Lampung dalam membangkitkan UMKM
melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional?
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan empiris.
Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Pengolahan
data meliputi seleksi data, kualifikasi data, penyusunan data. Analisi data
menggunakan analis deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Kebijakan pemerintah Kota Bandar
Lampung dalam membangkitkan Usaha Mikro Kecil dan Menengah melalui PEN
telah berjalan dengan optimal dapat dilihat peningkatan usaha pada kategori mikro
mencapai 2.502 yaitu dengan adanya kebijakan memberikan fasilitas dalam hal
perzinan, memberikan fasilitas untuk mendapatkan bantuan modal Bantuan
Produktif Usaha Mikro, menyelenggarakan akses pasar serta saran pemasaran di
masa pandemi. (2) Faktor penghambat Kebijakan Pemerintah Kota Bandar
Lampung dalam membangkitakan UMKM melalui Program PEN yaitu adanya
kebijakan PPKM yang membuat Dinas Koperasi dan UKM Kota Bandar Lampung
tidak dapat bertemu langsung dengan masyarakat dalam pelaksanaan sosialisasi
mengenai program BPUM dan Kurangnya jumlah sumber daya manusia dalam
merekap dan menyeleksi data calon penerima BPUM.
Kata Kunci : Kebijakan, UMKM, Program PEN, BPUMAriandini Dinda 19520110422023-02-09T08:55:44Z2023-02-09T08:55:44Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69054This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/690542023-02-09T08:55:44ZANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WANITA KORBAN PORNOGRAFI BALAS DENDAM (REVENGE PORN)ABSTRAK
ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WANITA KORBAN PORNOGRAFI BALAS DENDAM (REVENGE PORN)
Oleh
EVINA DWI MAIYANTI
Kemajuan teknologi membawa suatu perubahan dan perkembangan terhadap kehidupan bermasyarakat. Perkembangan tersebut memicu berkembangnya jenis kejahatan baru, salah satunya yaitu Revenge Porn. Revenge Porn adalah tindakan yang mengarah pada pendistribusian secara online atas foto atau video yang terdapat unsur seksualitas tanpa izin atau persetujuan korban sebagai bentuk balas dendam guna mengancam dan mempermalukan korban. Berdasarkan hal tersebut sangat penting adanya suatu perlindungan terhadap korban revenge porn ini. Perlindungan hukum yang diperoleh terhadap wanita korban pornografi balas dendam (revenge porn) sudah sesuai berdasarkan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual serta Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 2 Tahun 2021 tentang Penghapusan Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Provinsi Lampung.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder, pengumpulan data dengan studi pustaka dan studi lapangan berupa wawancara. Data dioleah kemudian disajikan dalam bentuk uraian, lalu ditafsirkan untuk dilakukan pembahasan secara kualitatif.
Bentuk perlindungan terhadap korban revenge porn diantaranya yaitu dalam bentuk pelayanan pengaduan, pelayanan kesehatan, pelayanan hukum dan/atau bantuan hukum, pelayanan rehabilitasi sosial, pelayanan medicolegal, pelayanan psikologis, pelayanan pendampingan. Bentuk perlindungan hukum ini dalam pelaksanaannya sudah diterapkan dan dilaksanakan dengan baik, namun juga terdapat beberapa faktor yang menghambat proses perlindungan hukum terhadap korban meliputi faktor penegak hukum, dimana masih ditemukan adanya oknum penyidik yang melakukan penyimpangan terhadap hak korban. Faktor sarana atau fasilitas, minimnya fasilitas penunjang alat bukti elektronik, yang mana tidak semua wilayah
Evina Dwi Maiyanti kepolisian memiliki fasilitas penunjang tersebut. Faktor masyarakat, kurangnya kepedulian masyarakat terhadap korban kesusilaan juga menjadi hambatan dalam proses perlindungan hukumnya. Faktor kebudayaan, seperti budaya malu yang masih melekat dijiwa masyarakat untuk melaporkan tindak pidana kesusilaan juga menjadi penghambat dalam proses memberikan perlindungan hukum terhadap korban.
Saran yang dapat penulis sampaikan yaitu perlu adanya sosialisasi maupun pendekatan kepada seluruh perempuan untuk selalu berhati-hati dan berani bertindak untuk melapor kepada aparat penegak hukum ataupun keluarga jika menemukan/merasakan adanya tindak kekerasan seksual yang terjadi pada diri sendiri maupun orang lain. Dibutuhkan kerjasama yang baik antar semua pihak untuk dapat mengatasi kasus pornografi balas dendam (revenge porn). Sehingga diharapkan kasus pornografi balas dendam (revenge porn) ini dapat diminimalisirkan.
Kata Kunci: Perlindungan hukum, Korban, Pornografi Balas Dendam,
Revenge Porn.
1912011018 EVINA DWI MAIYANTIevinadwimaiyanti@gmail.com2023-02-09T08:52:34Z2023-02-09T08:52:34Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69053This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/690532023-02-09T08:52:34ZANALISIS PENEGAKAN HUKUM OLEH KEPOLISIAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN SESAMA JENIS DIBAWAH UMUR OLEH WANITA DEWASA BERPENAMPILAN PRIA
ABSTRAK
ANALISIS PENEGAKAN HUKUM OLEH KEPOLISIAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN SESAMA JENIS DIBAWAH UMUR OLEH WANITA DEWASA BERPENAMPILAN PRIA
Oleh
Ayu Nadila
Pencabulan merupakan salah satu tindak pidana terhadap kesusilaan yang semakin berkembang seiring berjalannya waktu. Salah satunya adalah pencabulan sesama jenis terhadap anak dibawah umur yang dilakukan oleh orang dewasa. pencabulan (ontustige handeligen) adalah segala macam wujud perbuatan, baik yang dilakukan pada diri sendiri maupun dilakukan pada orang lain mengenai dan yang berhubungan dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu seksual. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) bagaimanakah penegakan hukum oleh kepolisian terhadap pelaku pencabulan sesama jenis dibawah umur oleh Wanita dewasa berpenampilan pria (2) apa sajakah faktor penghambat penegakan hukum oleh kepolisian terhadap pelaku pencabulan sesama jenis dibawah umur oleh Wanita dewasa berpenampilan pria
Penelitian ini menggunakan dua metode pendekatan yaitu pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan studi lapangan. Narasumber dalam penelitian ini terdiri dari Hakim Pengadilan Negeri Menggala, Penyidik Polsek Banjar Agung, Pejabat di Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak Kota Bandar Lampung, dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data menggunakan analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diketahui bahwa penegakan hukum oleh kepolisian terhadap tindak pidana pencabulan sesama jenis dibawah umur oleh Wanita dewasa berpenampilan pria yaitu: ada dua tahap inti dari penegakan hukum yang dilakukan Kepolisian Sektor Banjar Agung terhadap tindak pidana pencabulan sesama jenis terhadap anak yaitu tahap in abstracto (tahap formulasi) dan tahap in concreto (tahap aplikasi dan eksekusi).
Ayu Nadila
Pada tahap in abstracto (tahap formulasi) Kepolisian melakukan pemeriksaan dan pelaku pencabulan sesama jenis dikenakan Pasal 82 Ayat (1) Jo. Pasal 76E UU No. 17 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak atau Pasal 292 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling paling lama 15 tahun, dan denda paling banyak Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah). Pada tahap in concreto (tahap aplikasi), Kepolisian melakukan penyidikan, penangkapan, penahanan, penggeledahan, serta penyitaan. Tahap eksekusi, pada tahap ini Kepolisian menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan kepada Penuntut umum sebagai tanda bahwa penyidikan telah selesai. Permasalahan kedua yaitu, faktor penghambat penegakan hukum oleh kepolisian yaitu pertama, faktor hukumnya sendiri yaitu undang-undang yang belum mengakomidir kejahatan seksual modern. Kedua faktor penegak hukum, yaitu dari isegi ijumlah aparatikepolisian iyang iada idi iKepolisian iSektor iBanjar iAgung imasih ilebih sedikit idibandingkan idengan ijumlah imasyarakat isehingga iaparat ikepolisian isulit untuk imelakukan ipatroli di setiap wilayah. Ketiga, faktor sarana dan fasilitas, yaitu kurangnya ifasilitas iseperti ikendaraan iyang iada idi iKepolisian iSektor iBanjar Agung iuntuk imenjemput ianak ikorban idari iSumatera iSelatan imenuju iPengadilan Negeri iMenggala iuntuk imenjalani iproses iperadilan. Terakhir faktor masyarakat, yaitu kesadaran hukum masyarakat yang rendah sehingga tidak langsung melaporkan adanya kasus pencabulan sesama jenis ke kepolisian.
Saran dari penulis dalam penelitian ini adalah: (1) orang tua serta masyarakat memberikan kontrol yang lebih ketat pada anak-anak yang beranjak dewasa agar menghindari anak menjadi korban tindak pidana pencabulan. Maka dari itu dibutuhkan kesadaran dan peran dari masyarakat, orang tua, dan aparat hukum. (2) diharapkan pemerintah dapat segera membuat peraturan perundang-undangan baru yang dapat mengakomodir kejahatan seksual modern, seperti pencabulan sesama jenis terhadap anak. Pemerintah juga diharapkan agar menyelenggarakan sosialisasi terkait apa itu pencabulan terhadap anak. pihak kepolisian juga diharapkan lebih tanggap lagi dalam menindaklanjuti laporan masyarakat akan adanya tindak pidana pencabulan terhadap anak.
Kata Kunci: Kepolisian, Pencabulan Sesama Jenis, Anak
1912011013 Ayu Nadilaayunadila210201@gmail.com2023-02-09T08:44:32Z2023-02-09T08:44:32Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69048This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/690482023-02-09T08:44:32ZIMPLIKASI PENERBITAN IZIN PERGUDANGAN TERHADAP
KETENTERAMAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT
DI KOTA BANDAR LAMPUNGIzin merupakan salah satu instrumen hukum yang digunakan pemerintah untuk
mengendalikan aktivitas tertentu. Adanya gudang-gudang di Kota Bandar Lampung
yang belum memiliki izin mengakibatkan permasalahan terhadap ketententeraman
dan ketertiban masyarakat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun
2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan, Setiap pemilik Gudang wajib
memiliki Tanda Daftar Gudang yang diterbitkan oleh Menteri.
Penelitian ini akan membahas bagaimanakah pengaturan izin pergudangan di Kota
Bandar Lampung dan bagaimanakah implikasi penerbitan izin pergudangan
terhadap ketenteraman masyarakat dan ketertiban umum. Penelitian ini
menggunakan metode normatif dengan mengkaji Peraturan Pemerintah Nomor 29
Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan dan pendekatan empiris
dengan menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif dan
penentuan informan didasarkan pada purposive sampling.
Temuan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah pada awalnya gudang yang
dimiliki oleh PT YHB tidak memiliki izin namun setelah mendapatkan protes dari
masyarakat yang merasa terganggu, gudang tersebut baru memiliki izinnya.
Padahal seharusnya sebelum gudang itu digunakan, sudah mempunyai izin. Dengan
diterbitkannya izin gudang tersebut hal ini menjustifikasikan ketidakpatuhan
pemilik gudang terhadap peraturan perizinan. Adapun dampak positifnya terhadap
masyarakat adalah adanya terciptanya lapangan kerja dan meningkatnya
perekonomian masyarakat dan pendapatan asli daerah Kota Bandar Lampung,
sedangkan dampak negatifnya adalah kebisingan suara, terhambatnya mobilitas dan
kerusakan jalan yang mengganggu masyarakat serta terjadinya perubahan rencana
tata ruang wilayah.
Kata Kunci: Izin Pergudangan, Ketertiban Masyarakat, Kota Bandar
LampungBANGKIT TANODO HARRYS19120113412023-02-09T08:41:51Z2023-02-09T08:41:51Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69046This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/690462023-02-09T08:41:51ZPERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PEMBANTU TINDAK PIDANA PENGGELAPAN OLEH KARYAWAN PT. GITA
OMEGA DISTRINDO
(Studi Putusan Nomor 1352/Pid.B/2021/PN.TJK)
ABSTRAK
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PEMBANTU TINDAK PIDANA PENGGELAPAN OLEH KARYAWAN PT. GITA
OMEGA DISTRINDO
(Studi Putusan Nomor 1352/Pid.B/2021/PN.TJK)
Oleh
Erika Henidar Utami
Pelaku tindak pidana penggelapan dalam Putusan Nomor: 1352/Pid.B/2021/PN.Tjk. hakim mengadili dengan pidana penjara 1 (satu) tahun dan 10 (sepuluh) bulan sesuai dengan pasal 374 KUHP Jo. Pasal 56 ayat (1) KUHP. Permasalahan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut: (1) Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku pembantu tindak pidana penggelapan oleh karyawan PT. Gita Omega Distrindo (Studi Putusan Nomor 1352/Pid.B/2021/PN.TJK). (2) Apakah putusan terhadap pelaku pembantu dalam perkara Nomor: 1352/Pid.B/2021/PN.TJK telah memenuhi rasa keadilan substantif.
Penelitian ini menggunakan pendekatan masalah yuridis normatif dan empiris. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer. Narasumber dari penelitian ini adalah (1) Hakim dari Pengadilan Negeri Tanjung Karang, (2) Jaksa dari Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, (3) Dosen Bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Kemudian data tersebut diperoleh dan dianalisis secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik simpulan bahwa tindak pidana penggelapan sebagaimana dalam putusan 1352/Pid.B/2021/PN.Tjk. Pelaku Stevanus Jansen dalam kasus ini melakukan tindak pidana penggelapan sebagai pelaku pembantu telah memenuhi unsur-unsur pertanggungjawaban pidana dan bertentangan dengan hukum atau unsur perbuatan jahat (actus reus) dan unsur niat jahat (mens rea) telah terpenuhi. Dalam kasus penggelapan ini perbuatan terdakwa Stevanus Jansen adalah pembantuan aktif. Saat mewujudkan keadilan yang substantif dalam pengadilan yang dikursuskan pada konsep keadilan (justice).
Erika Henidar Utami
Saran dalam penelitian ini hendaknya Majelis Hakim dalam memberikan putusan terhadap pelaku pembantuan melihat merujuk pada terpenuhinya unsur-unsur pertanggungjawaban pidana. Dalam putusan dan pertimbangan hakim terkait pembantuan sesuai dengan Pasal 57 KUHP. Perusahaan harus memiliki kontrol yang lebih ketat untuk mengawasi karyawannya. Agar menghindari terjadinya tindak pidana penggelapan dalam perusahaan.
Kata Kunci: Pertanggungjawaban Pidana, Pelaku Pembantu, Tindak Pidana Penggelapan, Karyawan.
1942011022 ERIKA HENIDAR UTAMIerikahenidar27@gmail.com2023-02-09T08:30:14Z2023-02-09T08:30:14Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69042This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/690422023-02-09T08:30:14ZPENGAWASAN PEMANFAATAN APLIKASI PEDULILINDUNGI
PADA RUANG PUBLIK DI KOTA BANDAR LAMPUNGUpaya Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam upaya pencegahan dan pengendalian
Covid-19 adalah memberlakukan Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 1
Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Penegakan Penggunaan Aplikasi PeduliLindungi.
Aplikasi PeduliLindungi merupakan aplikasi pelacakan untuk menghentikan
penyebaran Covid-19 dengan mengandalkan partisipasi masyarakat untuk saling
membagikan data lokasinya saat berpergian agar penulusuran riwayat kontak dengan
penderita Covid-19 dapat dilakukan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1)
Bagaimanakah pengawasan pemanfaatan aplikasi PeduliLindungi pada ruang publik
di Kota Bandar Lampung? (2) Apa sajakah faktor-faktor yang menjadi penghambat
pemanfaatan aplikasi PeduliLindungi pada ruang publik di Kota Bandar Lampung?
Penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif dan empiris. Pengumpulan data
dengan studi lapangan dan studi pustaka. Pengolahan data meliputi seleksi, klasifikasi
dan penyusunan. Analisis dilakukan secara yuridis kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Pengawasan pemanfaatan aplikasi
PeduliLindungi pada ruang publik dilaksanakan dengan sosialisasi dalam rangka
menyebarluaskan informasi mengenai Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 1
Tahun 2022 kepada instansi pemerintahan dan pihak swasta. Selanjutnya dilakukan
pengawasan langsung dalam bentuk inspeksi dalam rangka memastikan pemanfaatan
aplikasi PeduliLindungi pada ruang publik. (2) faktor Faktor yang menjadi
penghambat pemanfaatan aplikasi PeduliLindungi pada ruang publik di Kota Bandar
Lampung adalah ketidaksiapan penanggung jawab ruang publik (baik instansi
pemerintahan maupun swasta) dalam melaksanakan peraturan dan kurangnya
kepatuhan masyarakat terhadap aturan aplikasi PeduliLindungi.
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Pemerintah Kota Bandar Lampung hendaknya
melakukan evaluasi terhadap Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 1 Tahun
2022 sehingga dapat diketahui tingkat keberhasilan pelaksanaan peraturan tersebut.
(2) Hasil evaluasi Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 1 Tahun 2022
hendaknya dijadikan sebagai bahan perbaikan dalam pemberlakuan kebijakan
penanganan pandemi penyakit menular pada masa yang akan datang.
Kata Kunci: Pengawasan, Aplikasi, PeduliLindungi, Ruang PublikSYAMARA ADELIA 19120113362023-02-09T08:11:07Z2023-02-09T08:11:08Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/69032This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/690322023-02-09T08:11:07ZPENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANAK PENYALAH GUNA
NARKOTIKA
(Studi di Wilayah Hukum Polres Lampung Utara)Tindak Pidana Narkotika diatur di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika. Penyalah guna adalah orang yang menggunakan narkotika
tanpa hak atau melawan hukum. Permasalahan dalam penulisan ini adalah
bagaimanakah penegakan hukum terhadap anak penyalah guna narkotika dan
apakah faktor-faktor penghambat penegakan hukum terhadap anak penyalah guna
narkotika.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif dan
yuridis empiris. Data yang digunakan meliputi data primer yaitu dengan
melakukan wawancara dengan responden yang terkait dengan permasalahan pada
skripsi ini. Data sekunder yang berasal dari penelitian kepustakaan. Pengelolaan
data dilakukan dengan cara seleksi data kemudian dilakukan klasifikasi data dan
sistematisasi data. Analisis data dilakukan dengan cara kualitatif dan kuantitatif
berdasarkan hasil analisis kemudian ditarik kesimpulan melalui metode induktif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa
pengakan hukum diversi dalam kasus ini sudah tepat yaitu sesuai Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Pradilan pidana Anak. Terkait dengan
penegakan hukum terhadap anak penyalah guna narkotika di mana dengan
penegakan hukum melalui diversi diharapkan dapat menjauhi anak dari stigma
buruk serta demi kepentingan terbaik bagi anak dan demi masa depannya
dikemudian hari. Proses diversi pada dasarnya merupakan upaya pengalihan dari
proses peradilan pidana menuju penyelesaian secara musyawarah, yang pada
dasarnya merupakan jiwa dari bangsa Indonesia (hukum adat), untuk
menyelesaikan permasalahan dengan cara kekeluargaan untuk mencapai mufakat. Adapun faktor penghambat penegakan hukum terhadap anak yang melakukan
tindak pidana penyalah guna narkotika yaitu faktor masyakat, dimana peran
masarakat sangat dibutuhkan dalam penegakan hukum terhadap anak penyalah
guna nakotika, masyarakat memiliki hak dan tanggung jawab seperti halnya yang
tercantum dalam Pasal 105 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika dan Pasal 72 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perlindungan Anak. Serta keterangan masyarakat baik sebagai saksi, menasehati
dan mengarahkan sangat dibutuhkan, terlebih dari keluarga anak itu sendiri.
Saran yang diberikan penulis adalah Polres lampung utara untuk kedepannya
diharapkan dapat memberi tahu atau mengonfirmasikan ke Pengadilan Negeri
terhadap kasus yang telah diselesaikan melalui proses diversi di Polres lampung
utara, agar Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan diversi atau penghentian
penyidikan (berakhirnya kasus) penegakan hukum terhadap anak penyalah guna
narkotika sebagaimana yang diatur dalam Pasal 12 ayat (1-5) Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Pemerintah,
masyarakat serta orang tua, diharapkan memberikan perhatian yang lebih intensif
terhadap anak terutama dalam mengajarkan ilmu, moral dan akhlak yang baik
serta mudah dipahami sejak dini kepada anak-anak, sehingga anak dapat
membedakan hal positif maupun negatif terutama akan bahayanya narkotika
sehingga, dapat mencegah terjadinya penyalah guna narkotika yang dapat
membahayakan dirinya dan lingkungan sekitarnya.
Kata Kunci: Penegakan Hukum, Penyalah Guna, NarkotikaAZIZ ZA AZIZA 17120113012023-02-08T08:34:05Z2023-02-08T08:34:05Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/68987This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/689872023-02-08T08:34:05ZANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENJATUHAN PUTUSAN BEBAS TERHADAP TERDAKWA YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA MENDISTRIBUSIKAN DAN MENTRANSMISIKAN INFORMASI ELEKTRONIK YANG MENGANDUNG MUATAN PENGHINAAN (Studi Putusan Nomor: 1152/Pid.Sus/2020/PN.Tjk)
Setiap pelaku tindak pidana mendistribusikan dan mentransmisikan informasi
elektronik yang mengandung muatan penghinaan idealnya dijatuhi pidana sesuai
dengan kesalahan yang dilakukannya, tetapi dalam Putusan Nomor:
1152/Pid.Sus/2020/PN.Tjk, majelis hakim justru menjatuhkan putusan bebas.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah: Apakah yang menjadi dasar
pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan bebas terhadap terdakwa yang
melakukan tindak pidana mendistribusikan dan mentransmisikan informasi
elektronik yang mengandung muatan penghinaan dalam Putusan Nomor:
1152/Pid.Sus/2020/PN.Tjk. Apakah putusan bebas yang dijatuhkan hakim
terdakwa yang melakukan tindak pidana mendistribusikan informasi elektronik
yang mengandung muatan penghinaan sesuai dengan keadilan substantif.
Pendekatan penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis
empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan.
Narasumber penelitian terdiri dari Hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung
Karang, Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung dan Dosen Bagian
Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. Analisis data dilakukan secara kualitatif
dan selanjutnya diambil simpulan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dasar pertimbangan hakim dalam
menjatuhkan putusan bebas terhadap terdakwa yang melakukan tindak pidana
mendistribusikan dan mentransmisikan informasi elektronik yang mengandung
muatan penghinaan dalam Putusan Nomor: 1152/Pid.Sus/2020/ PN.Tjk secara
yuridis adalah perbuatan terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana
sebagaimana diatur Pasal 27 Ayat (3) jo. Pasal 45 Ayat (3) UU ITE yang
didakwakan Penuntut Umum. Pertimbangan filosofisnya adalah pidana hanya
dijatuhkan kepada pelaku yang terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan
tindak pidana, sehingga apabila terdakwa tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan melakukan tindak pidana maka harus dibebaskan atau tidak dapat
M. Rico Ramadhan
dijatuhi pidana. Pertimbangan sosiologisnya adalah putusan bebas terhadap
terdakwa disertai dengan pemulihan hak-hak terdakwa dalam kemampuan,
kedudukan, harkat serta martabatnya dalam kehidupan masyarakat. Putusan
pengadilan yang menjatuhkan putusan bebas terhadap terdakwa yang melakukan
tindak pidana mendistribusikan dan mentransmisikan informasi elektronik yang
mengandung muatan penghinaan belum memenuhi aspek keadilan substatif
karena hakim kurang sensitif terhadap rasa keadilan korban.
Saran dalam penelitian ini adalah agar hakim dalam menjatuhkan putusan tidak
mengacu pada intuisi semata-mata tetapi juga mempertimbangkan adanya tindak
pidana yang merugikan korban dan kepentingan masyarakat, sehingga putusan
yang dijatuhkan hakim sesuai dengan kesalahan pelaku. Selain itu agar hakim
mempertimbangkan keadilan bagi korban tindak pidana mendistribusikan dan
mentransmisikan informasi elektronik yang mengandung muatan penghinaan
khususnya setelah diberlakukannya UU ITE.
Kata Kunci: Dasar, Pertimbangan, Hakim, Putusan Bebas, Penghinaan.
RAMADHAN M. RICO 17120110152023-02-08T08:14:13Z2023-02-08T08:14:13Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/68990This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/689902023-02-08T08:14:13ZPELAKSANAAN BANTUAN SOSIAL PROGRAM SEMBAKO
DI KOTA BANDAR LAMPUNGKemiskinan menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang,
dan papan secara terbatas. Munculnya pandemi Covid-19 di Indonesia berdampak
terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat. Untuk mengurangi dampak pandemi
Covid-19, Pemerintah mengeluarkan kebijakan program Jaring Pengaman Sosial
(JPS) yaitu Program Sembako. Berdasarkan Peraturan Menteri Sosial Nomor 5
Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Program Sembako, Program Sembako adalah
pengembangan dari Program BPNT dalam rangka mewujudkan penguatan
perlindungan sosial dan meningkatkan efektifitas program bantuan sosial pangan
dengan indeks bantuan Rp 200.000/KPM/bulan.
Penelitian ini akan membahas bagaimana pelaksanaan bantuan sosial Program
Sembako di Kota Bandar Lampung dan apa sajakah faktor pendukung dan
penghambat pelaksanaan bantuan sosial program sembako di Kota Bandar
Lampung. Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif dan empiris dengan
data primer dan sekunder, diperoleh dari penelitian kepustakaan dan lapangan..
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pelaksanaan Program Sembako di Kota
Bandar Lampung sudah cukup efektif, dilihat berdasarkan mekanisme pelaksanaan
program dengan 5 tahap sudah berjalan dan dilaksanakan sesuai dengan Peraturan
Menteri Sosial Nomor 5 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Program Sembako dan
Pedoman Umum Program Sembako Tahun 2020. Adapun faktor pendukung dari
pelaksanaan Program Sembako adalah adanya pendamping TKSK yang
mendampingi KPM Program Sembako dengan baik dan faktor penghambatnya
yaitu saldo di KKS KPM tidak masuk secara bersamaan, Saldo KKS KPM tidak
terisi, ketersediaan KKS pengganti di unit terbatas dan setelah bantuan sosial
ditunaikan dikhawatirkan banyak KPM yang tidak mempergunakan bantuan sosial
secara benar.
Kata Kunci: Pelaksanaan, Program Sembako, Covid-19, KPMPUSPITASARI SANTOSO NABILA 19120112872023-02-08T07:52:56Z2023-02-08T07:52:56Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/68971This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/689712023-02-08T07:52:56ZKEPESERTAAN MASYARAKAT DALAM PROGRAM BADAN
PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) KESEHATAN
SEBAGAI SYARAT MENDAPATKAN PELAYANAN PUBLIKKesehatan merupakan salah satu faktor determinan dalam mencapai kesejahteraan
suatu negara, kesehatan juga merupakan hak konstitusional dimana negara
tanggungjawab dalam pelaksanaannya Salah satu upaya negara dalam peningkatan
kualitas kesehatan yaitu dengan melaksanakan program jaminan kesehatan bagi
warga negaranya mealui BPJS Kesehatan. Kepesertaan BPJS Kesehatan
mengalami penurunan yang salah satu faktornya adalah karena iuran BPJS
Kesehatan itu sendiri, sehingga banyak masyarakat yang mengalami penunggakan
saat pembayaran iuran BPJS Kesehatan. Hal tersebut mengarah kepada kerugian
yang mungkin saja terjadi oleh BPJS Kesehatan. Dari peristiwa tersebut maka
upaya pemerintah dalam menangani kerugian tunggakan BPJS Kesehatan yaitu
dengan dikeluarkannya kebijakan yang dituangkan dalam bentuk Instruksi Presiden
Nomor 1 tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan
Kesehatan Nasional.
Penelitian ini dikalsanakan dengan dasar dikeluarkannya Instruksi Presiden Nomor
1 tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan
Nasional. Kebijakan tersebut menyatakan bahwa BPJS Kesehatan dilaksanakan
sebagai syarat untuk mendapatkan pelayanan publik. Dikeluarkannya kebijakan
tersebut merupakan sebuah permasalahan yang mungkin saja terjadi di dalam
masyarat, karena sifatnya dinilai memaksa. Hasil penelitian ini akan menjelaskan
terkait dengan kebijakan yang berkaitan dengan sistem iuran BPJS Kesehatan yang
kemudian menimbulan suatu kebijakan baru tentang optimalisasi jaminan
kesehatan secara nasional serta membahas terkait hubungan inkonsisten antara hak
konstitusional kesehatan melalui BPJS Kesehatan serta pelayanan publik.
Kepesertaan BPJS Kesehatan merupakan hal yang diwajibkan sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial, namun dalam Instruksi Presiden tersebut justru hak jaminan kesehatan yang
harus didapatkan oleh warga negara dijadikan syarat dalam mendapatkan pelayanan
publik yangmana pelayanan publik juga merupakan hak warga negara yang bersifat
konstitusional. Hal ini kemudian menimbulkan suatu inkonsisten yang didasarkan
pada pendekatan normatif berdasarkan peraturan perundang-undangan serta fakta
empiris sesuai dengan kasus iuran BPJS Kesehatan.
Kata Kunci : Kepesertaan Masyarakat, BPJS Kesehatan, Syarat Pelayanan PublikKENCANA SUKMA19120110382023-02-08T02:24:35Z2023-02-08T02:24:35Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/68927This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/689272023-02-08T02:24:35ZIMPLEMENTASI PERAMPASAN HARTA HASIL KORUPSI SEBAGAI UPAYA PENGEMBALIAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA
(Studi di Kejaksaan Negeri Kabupaten Lampung Barat)
Korupsi pada saat ini merupakan permasalahan yang sedang marak di Indonesia dan secara masif terjadi serta menjadi sorotan tesendiri bagi masyarakat Indonesia. Korupsi merupakan salah satu kejahatan extraordinary crime atau kejahatan luar biasa karena kejahatan tersebut merugikan negara, membahayakan stabilitas ekonomi dan keamanan masyarakat, membahayakan pembangunan sosial dan politik, dan juga dapat merusak nilai-nilai demokrasi dan moralitas yang selama ini dianut oleh Negara Indonesia. Karena lambat laun perbuatan korupsi ini seakan-akan menjadi sebuah budaya. Korupsi sekarang ini sudah menjadi ancaman bagi masyarakat Indonesia untuk mewujudkan cita-cita bangsa yaitu adil dan makmur.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Narasumber terdiri dari Jaksa dan Dosen bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi pustaka dan studi lapangan. Kemudian data dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasannya berupa : Perampasan harta hasil korupsi yang merugikan keuangan negara berdasarkan UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 18 Ayat 1 dan Pasal 46 KUHAP yang mengatur tentang pengembalian harta hasil korupsi kepada yang berhak menerimanya. Rangkaian awal dalam kegiatan pemulihan aset yakni pihak kejaksaan mengupayakan dua cara untuk melakukan pengembalian kerugian keuangan negara melalui litigasi dan non litigas. Dalam melakukan upaya litigasi dilakukan penelusuran aset (asset tracing) yang bersifat secara tertutup, seefektif dan seefisien mungkin, langsung ke lokasi target (on the spot) dengan profilling dan pemetaan terhadap target/aset untuk memperoleh bukti-bukti kepemilikan, keterangan saksi dan dokumentasi, kegiatan tersebut menerapkan prinsip kehati-hatian terhadap aset yang menjadi target. Kemudian pihak kejaksaan mengeluarkan form sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).
Saran dalam penelitian ini adalah : Perlunya kesadaran dan profesionalitas aparat penegak hukum bahwa kejahatan korupsi harus diberantas karena hak masyarakat atas kesejahteraan menjadi taruhannya dan sudah pasti merugikan negara sehingga diharapkan dapat mengurangi tindakan korupsi-korupsi lainnya terjadi.
Kata Kunci : Korupsi, Perampasan Harta Hasil Korupsi, Kerugian Keuangan Negara
Pratama Ronaldo Galang18520110112023-02-08T01:43:01Z2023-02-08T01:43:01Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/68921This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/689212023-02-08T01:43:01ZPEMBATALAN PERKAWINAN AKIBAT SALAH SANGKA YANG
TERDAPAT UNSUR PENIPUAN MENGENAI DIRI PASANGAN
MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA
(Analisis Putusan Nomor 1845/Pdt.G/2020/PA.Gsg dan Putusan
Nomor 25/Pdt.G/2020/PA.Sak)
ABSTRAK
PEMBATALAN PERKAWINAN AKIBAT SALAH SANGKA YANG
TERDAPAT UNSUR PENIPUAN MENGENAI DIRI PASANGAN
MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA
(Analisis Putusan Nomor 1845/Pdt.G/2020/PA.Gsg dan Putusan
Nomor 25/Pdt.G/2020/PA.Sak)
Oleh:
ARTANTI FITRIA HASSYA ANDRIANATA
Pembatalan perkawinan akibat adanya salah sangka mengenai diri suami atau istri
banyak ditemukan dengan alasan permohonan yang berbeda-beda. Namun,
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Jo Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019
Tentang Perkawinan (Undang-Undang Perkawinan) maupun Kompilasi Hukum
Islam (KHI) tidak memberikan penjelasan terkait definisi ataupun unsur dari salah
sangka tersebut. Sehingga, perlu ditelaah dari peraturan perundang-undangan serta
putusan hakim tentang pembatalan perkawinan karena salah sangka mengenai diri
suami atau istri ini terutama ketika terdapat unsur penipuan, agar dapat memberi
kepastian hukum bagi para pemohon maupun masyarakat umum. Permasalahan
dalam penelitian ini mengkaji tentang pengaturan hukum pembatalan perkawinan
akibat salah sangka yang terdapat unsur penipuan mengenai diri pasangan
menurut hukum positif di Indonesia serta pertimbangan hukum hakim dalam
mengabulkan permohonan pembatalan perkawinan tersebut. Penelitian ini adalah
penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus, dan
pendekatan konseptual. Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri
dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.
Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data dengan cara studi
kepustakaan dan studi dokumen, serta diolah dengan metode pengolahan data,
yaitu seleksi data dan klasifikasi data yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menjelaskan bahwa pembatalan perkawinan
akibat salah sangka mengenai diri pasangan ini diatur dalam Pasal 27 ayat (2)
Undang-Undang Perkawinan dan Pasal 72 ayat (2) KHI. Keadaan salah sangka
dalam pembatalan perkawinan ini terjadi ketika ada unsur kesengajaan dari salah
satu pihak untuk menyamarkan keadaan sebenarnya tentang dirinya dengan cara
menipu pihak lain. Pada kasus dari putusan pembatalan perkawinan Nomor
1845/Pdt.G/2020/PA.Gsg dan Nomor 25/Pdt.G/2020/PA.Sak yang terjadi karena
adanya salah sangka mengenai diri suami dan istri, diketahui unsur-unsur salah
ii
Artanti Fitria Hassya Andrianata
sangka ini berhubungan dengan penipuan. Penipuan tersebut diatur dalam Pasal
378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Majelis hakim mengabulkan
permohonan Pemohon dan memutus kasus pembatalan perkawinan tersebut
karena telah terjadi salah sangka dan bahkan penipuan dari para Termohon sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Keadaan salah sangka dalam perkawinan
ini dapat pula digugat dengan perbuatan melawan hukum apabila perbuatan yang
dilakukan salah satu pihak terbukti melawan hukum dan dari perbuatan itu
menimbulkan kerugian bagi pihak lain.
Kata Kunci: Pembatalan Perkawinan, Salah Sangka, Hukum Positif
Indonesia
1912011112 Artanti Fitria Hassya Andrianata artantifha26@gmail.com2023-02-08T01:14:35Z2023-02-08T01:14:35Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/68873This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/688732023-02-08T01:14:35ZPENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN MANUSIA (PEOPLE SMUGGLING) (Studi di Polda Lampung) ABSTRAK
PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN MANUSIA (PEOPLE SMUGGLING) (Studi di Polda Lampung)
(Studi di Polda Lampung)
Oleh VERNANDYA VINNY SHANGGITA WIBOWO
Penyelundupan manusia merupakan salah satu bentuk tindak pidana transnasional yang sering kali dilakukan secara sistematis dan terorganisir. Indonesia menjadi salah satu Negara di dunia yang memiliki potensi besar terjadinya kejahatan transnasional ini karena letak geografisnya yang memudahkan para imigran gelap untuk melakukan transit di Negara Indonesia sebelum akhirnya dilakukan penyelundupan ke Negara lain. Skripsi ini akan fokus membahas tentang seperti apa penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana penyelundupan manusia di Indonesia. Permasalahan penelitian bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana penyelundupan manusia? Dan apakah faktor penghambat penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana penyelundupan manusia? Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Narasumber terdiri dari Polisi dan Dosen bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum. pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi pustaka dan studi lapangan. Kemudian data dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian dan pembahasan berupa penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana penyelundupan manusia secara formulasi telah tertuang dalam Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Dalam penerapannya pengenaan sanksi administratif tidak diberikan kepada korban penyelundupan manusia serta pelaku percobaan dikenai sanksi pidana yang sama dengan pelaku tindak pidana penyelundupan manusia. Pada proses eksekusi, imigran gelap yang melakukan tindak pidana justru menjadi korban dalam tindak pidana penyelundupan manusia. Faktor penghambat dalam penegakan hukum pidana pada tindak pidana penyelundupan manusia diantaranya yakni, peraturan perundang-undang yang tidak memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana, aparat penegak hukum masih sulit untuk membedakan korban dan pelaku
Vernandya Vinny Shanggita Wibowo yang mengkoordinir kejahatan tersebut karena mereka saling menutupi satu sama lain sehingga penyidik kepolisian harus teliti dalam menentukan siapa yang menjadi pelaku tindak pidana penyelundupan manusia. Selain itu, karena luasnya wilayah Indonesia yang memiliki ribuan pulau dan keterbatasan aparat penegak hukum manjadi satu faktor penghambat dalam melakukan pengawasan yang dapat menjadi sasaran bagi imigran gelap dalam melakukan tindak kejahatan penyelundupan manusia. Serta penghambat dari masyarakat karena tidak adanya sosialisasi atau penyuluhan terkait bahaya tindak pidana penyekundupan manusia menyebabkan masyarakat tidak tahu akan tindak pidana tersebut. Dan kebudayaan yang beragam serta bahasa yang berbeda dengan negara asing menghambat proses penyidikan di kepolisian. Saran dalam penelitian ini adalah Lembaga legislatif sebagai salah satu lembaga penegak hukum perlu membentuk kebijakan formulasi secara khusus terkait tindak pidana penyelundupan manusia. Serta meningkatkan kualitas aparat penegak hukum sebgai pelaksana penegakan hukum tindak pidana penyelundupan manusia dapat diberantas secara maksimal. Pemerintah juga harus lebih memperhatikan wilayah perbatasan Negara dengan memperketat keamanan serta menyamaratakan penyebaran aparat penegak hukum untuk mengawasi masuknya imigran gelap ke Indonesia. Perlu diadakan sosialisasi kepada masyarakat khususnya yang berada di wilayah perbatasan Indonesia terkait dampak atau bahaya dari adanya imigran gelap yang masuk ke Indonesia serta bagaimana cara masyarakat dalam menyikapi tindak kejahatan penyelundupan manusia.
Kata Kunci: Penegakan, Penyelundupan, Imigran 1852011060 Vernandya Vinny Shanggita Wibowo vernandyavinny08@gmail.com2023-02-07T07:47:11Z2023-02-07T07:47:11Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/68900This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/689002023-02-07T07:47:11ZANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENJATUHAN
PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA
PEMALSUAN DATA PASPOR
(Studi Putusan Nomor : 327/Pid.Sus/2021/PN.Tjk)
Salah satu tindak pidana pemalsuan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat
adalah tindak pidana pemalsuan data paspor. Pemalsuan data paspor ternyata masih
banyak dilakukan oleh oknum-oknum masyarakat. Salah satu contoh kasus tindak
pidana pemalsuan data paspor adalah kasus pada Putusan Nomor:
327/Pid.Sus/2021/PN.Tjk dalam kasus tersebut Zahid Alam dijatuhkan putusan
pidana penjara. Menilai dari kasus pemalsuan data paspor tersebut,kemudian
melakukan penelitian mengenai bagaimanakah dasar pertimbangan Majelis Hakim
dalam menjatuhkan putusan pidana penjara terhadap kasus tindak pidana
pemalsuan data paspor berdasarkan Putusan Nomor: 327/Pid.Sus/2021/PN.Tjk dan
apakah putusan pidana penjara tersebut telah mencerminkan asas cita hukum.
Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian yuridis normatif,
sumber bahan hukum primer, sekunder, tersier dan pencatatan terhadap buku-buku
peraturan perundang-undangan serta literatur lainnya dilakukan untuk
mengumpulkan data, dan analisis bahan hukum dengan menggunakan argumentasi
hukum melalui wawancara secara langsung kepada narasumber yaitu Hakim
Pengadilan Tanjung Karang, Staf Imigrasi pada Kantor Imigrasi Kelas I TPI Bandar
Lampung dan Dosen bagian Hukum Pidana Universitas Lampung.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa dasar
pertimbangan hakim dalam memutus tindak pidana pemalsuan data paspor Putusan
Nomor: 327/Pid.Sus/2021/PN.Tjk terdakwa Zahid Alam terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pemalsuan data paspor
sebagaimana didakwakan dalam Dakwaan tunggal oleh Jaksa Penuntun Umum.
Majelis Hakim dalam memutuskan perkara tindak pidana pemalsuan ini telah
mempertimbangkan aspek yuridis, aspek filosofis dan aspek sosiologis. Selain
menggunakan pertimbangan tersebut Hakim juga memutus berdasarkan asas cita
hukum yaitu kepastian, keadilan dan kemanfaatan. Pertimbangan Majelis Hakim
dalam menjatuhkan putusan tersebut dinilai sudah tepat dan sudah sesuai dengan
pasal-pasal yang berlaku. Selain mempertimbangkan sesuai dengan Pasal yang
berlaku, Majelis Hakim juga dalam memutus melihat sikap dan prilaku terdakwa.
Alif Harits Rahman
Saran dalam penelitian ini yaitu Diharapkan hakim bersikap adil dalam menangani
suatu kasus tindak pidana pemalsuan. Hakim dalam memutus suatu perkara harus
mempertimbangkan segala aspek yang bersifat yuridis, filosofis dan sosiologis,
sehingga cita hukum dicapai, diwujudkan dan dipertanggungjawabkan dalam
putusan hakim. Di harapkan kepada pemerintah untuk lebih memperketat sistem
untuk syarat-syarat dalam pembuatan paspor, dan juga menindak oknum aparat
pemerintah dalam keterlibatan tindak pidana pemalsuan paspor ini.
Kata Kunci : Dasar Pertimbangan Hakim, Pemalsuan, Imigrasi, Paspor
HARITS RAHMAN ALIF 17120111542023-02-07T06:17:03Z2023-02-07T06:17:03Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/68808This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/688082023-02-07T06:17:03ZPENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENIMBUNAN MINYAK GORENG
ABSTRAK
PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENIMBUNAN MINYAK GORENG
Oleh
NABILA KHOIRUNNISA
Minyak goreng sebagai salah satu barang kebutuhan pokok dibutuhkan setiap rumah tangga menjadikan tidak sedikit pelaku usaha memanfaatkan situasi untuk menguntungkan diri sendiri dengan cara menimbun minyak goreng. Yuridis normative dan yuridis empiris adalah pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi pustaka (Library Research) dan wawancara narasumber menggunakan pedoman tertulis. Permasalahan dari penelitian ini yakni bagaimana penegakan hukum pidana terhadap penimbunan minyak goreng dan apa saja faktor penghambat penegakan hukum pidana terhadap penimbunan minyak goreng.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana penimbunan minyak goreng dilakukan melalui tahap formulasi yang dilaksanakan oleh badan pembuat undang-undang, yang disebut juga sebagai tahap kebijakan legislatif. Kemudian berlanjut pada tahap aplikasi proses peradilan pidana meliputi tahap penyidikan serta penuntutan. Lalu yang terakhir, tahap eksekusi merupakan tahapan yang dilakukan oleh aparat pelaksana pidana terkait pelaksanaan hukuman pidana secara konkret. Faktor penghambat penegakan hukum terhadap tindak pidana penimbunan minyak goreng yang paling dominan ialah faktor masyarakat, masyarakat secara umum belum memahami mengenai sanksi yang dapat menjerat kejahatan penimbunan minyak goreng. Kemudian faktor budaya, adanya suatu budaya keserakahan pada masyarakat dengan meraup keuntungan dengan besar.
Saran dalam penelitian ini adalah agar masyarakat khususnya pelaku usaha tidak mengulangi perbuatan penimbunan minyak goreng pada saat wabah Covid-19 belum seutuhnya pulih. Serta menghilangkan budaya keserakahan yang ada di masyarakat. Kepada pihak kepolisian selaku penegak hukum diharapkan meningkatkan kegiatan sosialisasi terkait sanksi penimbunan minyak goreng dengan harapan masyatakat memiliki pemahaman serta kesadaran hkum, khususnya mengenai penimbunan minyak goreng.
Kata Kunci : Penegakan Hukum, Tindak Pidana, Penimbunan Minyak
Goreng
1912011244 NABILA KHOIRUNNISAnabilakhoirunisa3@gmail.com2023-02-07T04:05:35Z2023-02-07T04:05:35Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/68864This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/688642023-02-07T04:05:35ZPOTENSI KONTRIBUSI PAJAK BARANG DAN JASA
TERTENTU ATAS KONSUMSI TENAGA LISTRIK
TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH
KOTA BANDAR LAMPUNG ABSTRAK
POTENSI KONTRIBUSI PAJAK BARANG DAN JASA TERTENTU ATAS
KONSUMSI TENAGA LISTRIK TERHADAP PENDAPATAN ASLI
DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG
Oleh:
Faishal Ghifary Aranda
Pendapatan daerah salah satunya bersumber dari pajak daerah. Pajak Barang dan
Jasa Tertentu (PBJT) dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 Tentang
Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD)
merupakan salah satu jenis pajak daerah kabupaten/kota. PBJT memiliki objek
diantaranya adalah Konsumsi Tenaga Listrik. PBJT atas Konsumsi Tenaga Listrik
di Kota Bandar Lampung masih menggunakan nomenklatur lama yakni Pajak
Penerangan Jalan (PPJ). Penelitian bertujuan untuk mengetahui potensi serta faktor
pendukung dan penghambat dari kontribusi pemungutan PBJT atas Konsumsi
Tenaga Listrik Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bandar Lampung.
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum dengan pendekatan yuridis normatif
dan yuridis empiris. Metode pengumpulan data secara Studi Pustaka dan Studi
Lapangan, dengan pengelolaan data melalui tahap seleksi data, klasifikasi data, dan
penyusunan data. Analisis data menggunakan analisis deskriptif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Pemungutan PBJT atas Konsumsi Tenaga
Listrik di Kota Bandar Lampung menggunakan sistem pemungutan pajak With
Holding Tax dan masih menggunakan nomenklatur lama yakni PPJ. Pemungutan
PPJ memiliki Realisasi pada Triwulan ketiga tahun 2022 sebesar Rp.
86.895.897.836,00 dengan realisasi PAD sebesar Rp. 436.267.339.703,00. Tingkat
kontribusi PPJ terhadap PAD sebesar 19.91% dengan kriteria kontribusi “kurang”.
Hal ini di dukung karena beberapa hal yakni Kualitas Pegawai, Kesadaran
Masyarakat, dan Karakteristik Jenis Pajak. Hal yang menghambat adalah
Optimalisasi Pendapatan dan Data konsumen tenaga listrik. Apabila dilakukan
perubahan nomenklatur sesuai dengan UU HKPD diproyeksikan tidak memiliki
pengaruh yang besar pada pengaturan, pemungutan, maupun pada kontribusi PBJT
atas Konsumsi Tenaga Listrik terhadap PAD di Kota Bandar Lampung.
Kata Kunci: Kontribusi, PBJT, PAD
ABSTRACT
POTENTION CONTRIBUTION CERTAIN GOODS AND SERVICE TAX ON
ELECTRIC POWER CONSUMPTION TO LOCAL REVENUE
BANDAR LAMPUNG CITY
By:
Faishal Ghifary Aranda
Local Revenue is one of the source of local tax. Certain Goods and Service Tax
(CGST) in Law Number 1 of 2022 concerning Financial Relation between the
Central Government and Regional Government (HKPD Law) is one of the type of
taxes that have been authority of district/city governments. The Object of CGST like
Electric Power Consumption. CGST on Electric Power Consumption in Bandar
Lampung City still using the previous nomenclature that is street lighting Taxes
(PPJ). This study aims to determine the potential and support and resistor factor of
contribution of collecting CGST on Electric Power Consumption to Local Revenue
Bandar Lampung City.
The type of research is legal research with a normative juridical approach and
empirical legal approach. Method of collecting data using literature review and
field studies, with data management through stages selection, classification, and
drafting the data. Data analysis using the descriptive analysis.
The result of this study show that Collecting CGST on Electric Power Consumption
in Bandar Lampung City using withholding tax system and still using the previous
nomenclature that is PPJ. PPJ Collection has a realization in the third quarter of
2022 that is Rp. 86.895.897.836,00 with local revenue realization is Rp.
436.267.339.703,00. The level contribution of PPJ to Local Revenue is 19.91% with
the contribution criterion is “Less Effective”. It is supported by good employee
quality, citizens awareness, and Characteristics of typical tax, and then it is resisted
by revenue optimalization and data of electric power consumption. Although the
nomenclature has changed according to the HKPD Law, it is projected not have an
impct to the regulation, collection, or Contribution CGST on Electric Power
Consumption to Local Revenue in Bandar Lampung City.
Kata Kunci: Contribution, CGST, Local Revenue 1912011304 Faishal Ghifary Aranda 2023-02-07T03:31:42Z2023-02-07T03:31:42Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/68804This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/688042023-02-07T03:31:42ZFUNGSIONALISASI HUKUM PIDANA TERHADAP PELANGGARAN
PERATURAN DAERAH NO 05 TAHUN 2015 TENTANG
PENGELOLAAN SAMPAH
( Studi Pada Dinas lingkungan Hidup Bandar Lampung)
Pemerintah Kota Bandar Lampung membentuk suatu Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun
2015 Pengelolaan Sampah yang didalamnya termuat hukum pidana, penulisan skripsi
ini membahas terkait dengan fungsionalisasi sanksi pidana. Fungsionalisasi hukum
pidana pada hakekatnya adalah agar hukum pidana itu dapat berfungsi sesuai dengan
apa yang diinginkan dan dapat dilaksanakan. Adapun pembahasan nya adalah
Bagaimanakah Fungsionalisasi Hukum Pidana Terhadap Pelaku Pelanggaran Terhadap
Peraturan Daerah No 05 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Sampah di Bandar Lampung,
Apakah faktor-Faktor Penghambat Fungsionalisasi Hukum Pidana Terhadap Pelaku
Pelanggaran Peraturan Daerah No 05 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Sampah di
Bandar Lampung.
Metode yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah pendekatan yuridis
normatif dan yuridis empiris, pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan menelaah
objek kajiannya yaitu substansi Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 05
Tahun 2015 tentang Pengelolaan Sampah, dan pendekatan empirisnya melakukan
observasi langsung dengan teknis wawancara yang dilakukan bersama Narasumber.
Berdasarkan hasil penelitian fungsionalisasi hukum pidana dalam Perda No 5 Tahun
Tentang Pengelolaan Sampah ada pada Pasal 58 ayat (4) menyatakan: sanksi pidana
sebagaimana yang dimaskud pada ayat 1 huruf c: Kurungan paling lama 1 (satu) bulan
atau denda paling banyak Rp. 2.000.000,- (Dua Juta Rupiah) bagi pelanggaran terhadap
ketentuan Pasal 8 ayat (2) apabila berkaitan dengan fungsinya maka sanski pidana
dikenakan pada pelaku dengan unsur melawan hukum terhadap orang yang tidak
mengolah sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga untuk
mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan. Pasal 9
Ayat (3) menyatakan: Setiap Pengendara Kendaraan bermotor roda empat wajib untuk
menjaga kebersihan dengan tidak membuang sampah sembarangan dan setiap
pengendara roda 4 (empat) wajib menyediakan tempat/ wadah sampah pada
kendaraannya. Pasal 12 Huruf b menyatakan: menghasilkan produk dengan
menggunakan kemasan yang mudah di urai oleh proses alam dan yang menimbulkan
sampah sedikit mungkin. Sanksi yang telah di atur dalam Pasal 58 Perda pengelolaan
sampah kota Bandar Lampung, Peraturan ini hanyalah sebatas muatan materi yang ada
dalam kertas tidak dalam pelaksanaan penegakan hukum sehingga terkesan tidak
terfungsionalisasikan dengan baik. Penegakan hukum pidana dalam permasalahan
Davani Gusyaros
lingkungan hidup yaitu dengan tetap memperhatikan asas Ultimatum Remedium sebagai
upaya terakhir setelah penerapan penegakan hukum administratif dan hukum perdata
sudah tidak layak lagi untuk dipertahankan dan pemberlakuan hukum pidana diterapkan
sesuai pada UU NO.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup. Kemudian faktor-faktor yang menghambat fungsionalisasi hukum pidana yang
ada dalam Peraturan Daerah Nomor 05 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Sampah ini
dilihat dari beberapa aspek yaitu Faktor undang-undang, Faktor penegak hukum, Faktor
sarana atau fasilitas yang mendukung penegekan hukum, Faktor masyarakat, Faktor
budaya, dalam pengamatan penulis hal yang sangat disoroti adalah faktor penegak
hukumnya, dalam Peraturan daerah kewenangan menyelidiki dimiliki oleh Satuan polisi
Pamong Praja disebut dengan PPNS (penyidik pegawai negeri sipil), namun proses
penyelidikan atau laporan penyelidikan tidak pernah sampai ke tahap penyidikan polisi
sehingga mengakibatkan terhambatnya fungsionalisasi sanksi pidana dalam Peraturan
Daerah.
Saran kepada pemerintah Kota Bandar Lampung beserta penegak hukumnya melakukan
pengamatan juga dilakukan penyuluhan sebagai bentuk upaya preventif kepada
masyarakat Kota Bandar Lampung mengenai Peraturan daerah tentang pengelolaan
sampah ini. Kemudian dalam memfasilitasi sarana dan prasarana dalam pengelolaan
sampah harus kembali diamati dengan baik karena masih ada keluhan masyarakat
terkait dengan sarana pengangkutan sampah. Hal tersebut supaya menciptakan
lingkungan dan keadaan yang sehat. Penegak hukum satuan Polisi Pamong Praja
merupakan aktor penegak hukum formil dalam Peraturan Daerah yang seharusnya
apabila ada perbuatan pidana dalam hal tindak pidana pengelolaan sampah laporan
penyelidikan segera di berikan kepada polisi sebagai penyidik. Sehingga apabila hukum
tersebut telah terakomodir dan terlaksana maka permasalahan sampah di Kota Bandar
Lampung dapat segera berkurang
Kata Kunci: Fungsionalisasi, Hukum pidana, Pengelolaan Sampah
Bandar Lampung City Government established a Regional Regulation Number 5 of
2015 Waste Management which contains criminal sanctions, the writing of this thesis
discusses the functionalization of criminal sanctions. The functionalization of criminal
law is essentially so that the criminal law can function in accordance with what is
desired and can be implemented. The discussion is How is the Functionalization of
Criminal Law Against Perpetrators of Violations of Regional Regulation No. 05 of 2015
concerning Waste Management in Bandar Lampung, What are the Inhibiting Factors in
the Functionalization of Criminal Law Against Perpetrators of Violation of Regional
Regulation No. 05 of 2015 concerning Waste Management in Bandar Lampung.
The method used by the author in writing this thesis is a normative juridical and
empirical juridical approach, the normative juridical approach is carried out by
examining the object of study, namely the substance of the Bandarlampung City
Regulation Number 05 of 2015 concerning Waste Management, and the empirical
approach is to make direct observations with technical interviews conducted together
Source person.
Based on the results of the research on the functionalization of criminal law in the
regional regulation No. 5 Year Concerning Waste Management, Article 58 paragraph
(4) states: criminal sanctions as referred to in paragraph 1 letter c: Imprisonment for a
maximum of 1 (one) month or a fine of a maximum of Rp. 2,000,000,- (Two million
Rupiah) for violation of the provisions of Article 8 paragraph (2) if it is related to its
function, criminal sanctions are imposed on perpetrators with unlawful elements
against people who do not process household waste and waste similar to household
waste to reduce and handle waste in an environmentally sound manner. Article 9
Paragraph (3) states: Every driver of a four-wheeled motorized vehicle is obliged to
maintain cleanliness by not littering and every 4 (four)-wheeled driver is obliged to
provide a place/container for garbage in his vehicle. Article 12 Letter b states: produce
products by using packaging that is easily decomposed by natural processes and which
creates as little waste as possible. Sanctions that have been regulated in Article 58 of
the Regional Regulation on waste management in the city of Bandar Lampung, this
Davani Gusyaros
2
regulation is only limited to the content of the material contained in the paper, not in
the implementation of law enforcement so that it seems that it is not functioning
properly. Enforcement of criminal law in environmental matters, namely by still paying
attention to the Ultimatum Remedium principle as a last resort after the application of
administrative law and civil law is no longer feasible to defend and the application of
criminal law is carried out in accordance with Law NO.32 of 2009 concerning
Environmental Protection and Management. Then the inhibiting factors the
functionalization of criminal sanctions in the Regional Regulation Number 05 of 2015
concerning Waste Management is seen from several aspects, namely legal factors, law
enforcement factors, facilities or facilities that support law enforcement, community
factors, cultural factors, in the author's observation the things that What is highly
highlighted is the law enforcement factor, in the regional regulation the authority to
investigate is owned by the Civil Service Police Unit called PPNS (civil servant
investigators), but the investigation process or investigation report has never reached
the police investigation stage, resulting in delays in the functionalization of criminal
sanctions in Regional Regulations.
Suggestions to the city government of Bandar Lampung and its law enforcers make
observations as well as conduct counseling as a form of preventive effort to the people
of Bandar Lampung City regarding this regional regulation on waste management.
Then in facilitating the facilities and infrastructure in waste management, it must return
observed properly because there are still public complaints related to the means of
transporting waste. This is to create a healthy environment and condition. Law
enforcers of the Civil Service Police Unit are formal law enforcement actors in
Regional Regulations which should if there is a criminal act in the case of a criminal
act of waste management an investigation report is immediately given to the police as
an investigator. So that if the law has been accommodated and implemented, the waste
problem in Bandar Lampung City can be reduced immediately.
Keywords: Functionalization, Criminal law, Waste Management DAVANI GUSYAROS 18120111482023-02-07T03:05:22Z2023-02-07T03:05:22Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/68802This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/688022023-02-07T03:05:22ZPELAKSANAAN PROGRAM PENGUNGKAPAN SUKARELA
WAJIB PAJAK DAN KONTRIBUSINYA BAGI
PENDAPATAN NEGARAABSTRAK
PELAKSANAAN PROGRAM PENGUNGKAPAN SUKARELA
WAJIB PAJAK DAN KONTRIBUSINYA BAGI
PENDAPATAN NEGARA
Oleh
M. AKBAR ARRI KOMARA
Program Pengungkapan Sukarela (PPS) yang bertujuan untuk pemulihan
perekonomian dan meningkatkan pendapatan negara pasca pandemi covid-19
sekaligus meningkatkan kepatuhan bagi Wajib Pajak serta merupakan upaya Dirjen
pajak untuk memperluas pendapatan data (tax base) pajak wajib pajak guna
menunjang sistem perpajakan yang baik kedepannya. Program Pengungkapan
Sukarela yang didalam nya terbagi atas dua skema kebijakan yang dibedakan
bedasarkan subjek, objek dan tarif penerimaannya lebih tinggi dari program
sebelumnya dengan harapan bahwa kepatuhan wajib pajak meningkat.
Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif yaitu pendekatan yang dilakukan
dengan menganalisis peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen resmi,
dan sumber lain yang erat kaitannya dengan permasalahan yang diteliti.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Program Pengungkapan Sukarela tidak
memiliki target khusus berupa nominal/kuantitatif tetapi pemerintah fokus kepada
meningkatnya kepatuhan wajib pajak secara sukarela pasca PPS. Pada pelaksanaan
Program Pengungkapan Sukarela berjalan secara baik dan optimal yang diikuti
sebanyak 247.918 wajib pajak dengan jumlah pendapatan kontribusi sebanyak Rp
60,1 Triliun. Jumlah ini menyumbangkan kontribusi pendapatan negara pada
semester 1 sebesar 69,3% dari target penerimaan APBN tahun 2022, sedangkan
untuk penerimaan pendapatan PPS pada kota Bandar Lampung sebanyak Rp 142
Miliar dengan wajib pajak yang mengikuti program sebanyak 1.239 orang dan
badan. Terdapat faktor pendukung dalam Pelaksanaan Program Pengungkapan
Sukarela seperti Akses Informasi Keuangan (AIK), System AEol (Automatic
Exchange of Information), Konsultan Pajak, Akses Layanan Program
Pengungkapan Sukarela secara Online dan Offline, Dasar Hukum Program
Pengungkapan Sukarela. Sedangkan terdapat pula faktor penghambat PPS seperti
Kepatuhan wajib pajak, reformasi sistem perpajakan yang baru, Kebiasaan Last
Call dan Kegiatan Pengampunan Pajak yang terus di Ulang.
Kata Kunci: Program Pengungkapan Sukarela, Wajib Pajak, Kontribusi
ABSTRACT
IMPLEMENTATION OF THE VOLUNTARY DISCLOSURE
PROGRAM OF TAXPAYERS AND ITS CONTRIBUTION TO
COUNTRY INCOME
By
M. AKBAR ARRI KOMARA
The Voluntary Disclosure Program (PPS) which aims to recover the economy and increase
state revenue after the Covid-19 pandemic while at the same time increasing compliance
for taxpayers and is an effort by the Director General of Taxes to expand taxpayer tax data
revenue (tax base) to support a good tax system in the future. The Voluntary Disclosure
Program which is divided into two policy schemes which are differentiated based on
subject, object and acceptance rates are higher than the previous program with the hope
that taxpayer compliance will increase.
This study uses a normative approach, namely an approach that is carried out by analyzing
laws and regulations, official documents, and other sources that are closely related to the
problem under study.
The results of the study show that the Voluntary Disclosure Program does not have specific
targets in the form of nominal/quantitative but the government focuses on increasing
voluntary taxpayer compliance after PPS. The implementation of the Voluntary Disclosure
Program ran well and optimally, which was attended by 247,918 taxpayers with a total
contribution income of IDR 60.1 trillion. This amount contributed to state revenue
contribution in semester 1 of 69.3% of the 2022 State Budget revenue target, while for PPS
revenue receipts in the city of Bandar Lampung it was IDR 142 billion with 1,239 taxpayers
participating in the program. There are supporting factors in implementing the Voluntary
Disclosure Program such as Access to Financial Information (AIK), System AEol
(Automatic Exchange of Information), Tax Consultants, Access to Voluntary Disclosure
Program Services Online and Offline, Legal Basis for the Voluntary Disclosure Program.
While there are also PPS inhibiting factors such as taxpayer compliance, new tax system
reform, Last Call Habits and Tax Amnesty Activities that are constantly being repeated.
Keywords: Voluntary Disclosure Program, Taxpayers, Contributions
1952011093 M. Akbar Arri Komara2023-02-07T02:58:25Z2023-02-07T02:58:25Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/68821This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/688212023-02-07T02:58:25Z
ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERBUATAN CYBERSQUATTING PENGGUNAAN MEREK SEBAGAI NAMA DOMAIN (ANALISIS KASUS DOMAIN WWW.EBAY.CO.ID)
ABSTRAK
ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERBUATAN CYBERSQUATTING PENGGUNAAN MEREK SEBAGAI NAMA DOMAIN (ANALISIS KASUS DOMAIN WWW.EBAY.CO.ID)
Oleh:
MUHAMMAD ADRIA DHARMAPRAJA
Digitalisasi kegiatan perusahaan mendorong inovasi di antara pelaku usaha yang salah satunya berbentuk penggunaan domain atau situs. Sebagai bentuk identitas suatu perusahaan, nama domain terkadang menggunakan merek di dalamnya sehingga saling berkaitan erat. Dalam sistem hukum Indonesia, rezim hukum nama domain berada terpisah dari hukum merek. Pengaturan nama domain di Indonesia masih bergantung pada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang belum secara menyeluruh dan eksplisit mengatur aspek nama domain termasuk bentuk penyalahgunaan merek sebagai nama domain seperti Cybersquatting. Salah satu kasus Cybersquatting di Indonesia adalah penyalahgunaan nama domain www.ebay.co.id yang diputus oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan Putusan Nomor 299/PDT.G/2013/PN.Jkt.Pst. Permasalahan dalam penelitian ini mengkaji tentang pengaturan hukum penggunaan nama domain di Indonesia, pengaturan hukum perbuatan Cybersquatting di Indonesia, dan penggunaan nama domain www.ebay.co.id dalam perkara 299/PDT.G/2013/PN.Jkt.Pst. merupakan perbuatan Cybersquatting yang bertentangan dengan ketentuan penggunaan nama domain di Indonesia serta akibat hukum yang terjadi atas putusan dalam perkara tersebut.
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan studi kasus atau judicial case study. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan dan studi dokumen. Data yang didapat kemudian diolah dengan metode pengolahan data, yaitu seleksi data, klasifikasi data, dan sistematisasi data yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Muhammad Adria Dharmapraja
Hasil penelitian dan pembahasan menjelaskan bahwa pengelolaan penggunaan nama domain di Indonesia dilakukan oleh Pengelola Nama Domain Indonesia (PANDI) selaku registri nama domain. Pengaturan hukum Nama Domain di Indonesia berdasar pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta peraturan pelaksana turunannya. Pengaturan nama domain di Indonesia masih memiliki ketidakjelasan seperti ketiadaan pemeriksaan dalam pendaftaran nama domain dan konflik antara rezim hukum nama domain dengan rezim hukum merek yang membuka celah perbuatan Cybersquatting. Pengaturan hukum perbuatan Cybersquatting di Indonesia sendiri tidak diatur secara eksplisit. Dasar hukum yang digunakan terhadap perbuatan Cybersquatting cenderung hanya bertumpu pada peraturan terdahulu yaitu Pasal
1365 KUH Perdata dan Pasal 23 Ayat (2) dan (3) UU ITE. Berdasar pada dasar hukum tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutus bahwa penggunaan nama domain www.ebay.co.id dalam perkara nomor
299/PDT.G/2013/PN.Jkt.Pst merupakan perbuatan Cybersquatting. Tergugat
terbukti dengan itikad tidak baik melanggar merek milik Penggugat dalam pendaftaran nama domain www.ebay.co.id.
.
Kata Kunci: Cybersquatting, Nama Domain, Merek
1912011103 Muhammad Adria Dharmaprajaadriaadria360@gmail.com2023-02-06T03:28:12Z2023-02-06T03:28:12Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/68763This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/687632023-02-06T03:28:12ZANALISIS PENJATUHAN PIDANA PENJARA DAN DENDA TERHADAP PERANTARA TINDAK PIDANA JUAL BELI NARKOTIKA (Studi Putusan Nomor: 476/Pid.Sus/2022/PN.Tjk) ANALISIS PENJATUHAN PIDANA PENJARA DAN DENDA TERHADAP PERANTARA TINDAK PIDANA JUAL BELI NARKOTIKA (Studi Putusan Nomor: 476/Pid.Sus/2022/PN.Tjk)
Oleh RIDHO BAGAS FARHAN NADA
Perantara tindak pidana jual beli narkotika merupakan pihak yang berperan penting dalam peredaran gelap narkotika. Oleh karena itu ancaman pidana bagi pelakunya maksimal, pada kenyataannya dalam Putusan Nomor: 476/Pid.Sus/ 2022/PN.Tjk terdakwa dijatuhi pidana yang mendekati ancaman pidana minimal. Permasalahan: (1) Apakah dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana penjara dan denda terhadap perantara tindak pidana jual beli narkotika dalam Putusan Nomor: 476/Pid.Sus/2022/PN.Tjk? (2) Apakah penjatuhan pidana penjara dan denda terhadap perantara tindak pidana jual beli narkotika dalam Putusan Nomor: 476/Pid.Sus/2022/PN.Tjk telah memenuhi rasa keadilan? Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Narasumber penelitian ini adalah Hakim pada Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap perantara tindak pidana jual beli narkotika dalam Putusan Nomor: 476/Pid.Sus/2022/PN.Tjk terdiri dari pertimbangan yuridis, filosofis dan sosiologis. Pertimbangan yuridis yaitu perbuatan terdakwa terbukti melanggar Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pertimbangan filosofis yaitu hakim menilai bahwa pemidanaan tidak hanya bertujuan untuk menimbulkan efek jera pada pelakunya tetapi lebih penting lagi adalah sebagai upaya pemidanaan terhadap terdakwa. Pertimbangan sosiologis yaitu hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan pidana bagi terdakwa. (2) Putusan yang dijatuhkan hakim terhadap perantara tindak pidana jual beli narkotika belum memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat, hal ini disebabkan penjatuhan pidana penjara selama 7 (tujuh) tahun dan 6 (enam) bulan terhadap terdakwa cenderung lebih dekat pada ancaman pidana penjara minimal sebagaimana diatur Pasal 114 Ayat (2) Undang-Undang Narkotika, yaitu 6 (enam) tahun penjara. Selain itu majelis hakim menjatuhkan pidana denda sejumlah Rp 2.415.000.000, 00 (dua milyar empat ratus lima belas juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan. Majelis hakim idealnya dapat menjatuhkan pidana penjara yang lebih maksimal terhadap terdakwa, mengingat perantara jual beli narkotika merupakan perbuatan yang menentukan terjadinya peredaran gelap narkotika dalam kehidupan masyarakat, serta berpotensi merusak tatanan kehidupan masyarakat, khususnya generasi muda. Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Hendaknya hakim yang menangani perkara tindak pidana perantara tindak pidana jual beli narkotika dapat menjatuhkan pidana yang maksimal terhadap pelaku, mengingat peran pelaku sebagai perantara cukup penting dalam mendukung terjadinya tindak pidana peredaran gelap narkotika yang membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara. (2) Hendaknya masyarakat dapat membantu tugas-tugas aparat penegak hukum, khususnya dalam hal memberikan informasi apabila mengetahui adanya tindak pidana peredaran gelap narkotika, karena pada hakikatnya upaya pemberantasan tindak pidana narkotika memerlukan peran serta masyarakat.
Kata Kunci: Penjatuhan Pidana, Penjara, Denda, Perantara, Narkotika
Bagas Farhan Nada Ridho 16420110332023-02-06T03:24:06Z2023-02-06T03:24:06Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/68761This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/687612023-02-06T03:24:06ZANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP
PEMIDANAAN PELAKU PENCABULAN OLEH ANAK
(Studi Putusan Nomor 58/Pid.Sus-Anak/2020/PN.Tjk)
ABSTRAK
ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP
PEMIDANAAN PELAKU PENCABULAN OLEH ANAK
(Studi Putusan Nomor 58/Pid.Sus-Anak/2020/PN.Tjk)
OLEH
DAUD MARUSONI SIMANJUNTAK
Hakim menjatuhkan putusan terhadap terdakwa pada putusan pengadilan Negeri
Tanjung Karang Nomor 58/Pid.Sus-Anak/2020/PN.Tjk dengan Pasal 81 Ayat (2)
Undang-Undang RI No.17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, dan terdakwa
dipenjara selama 1 (satu) Tahun 9 (sembilan) bulan di Lembaga Pemasyarakatan
Khusus Anak (LPKA) sedangkan dalam sistem peradilan anak seharusnya
mengedapankan prinsip keadilan restoratif. Permasalahan dalam penelitian ini
adalah : Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan
putusan perkara pelaku pencabulan oleh anak? dan Apakah putusan hakim pada
kasus Nomor 58/Pid.Sus-Anak/2020/PN.Tjk telah memenuhi prinsip keadilan?
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridis
empiris. Narasumber pada penelitian ini terdiri dari Hakim di Pengadilan Negeri
Tanjung Karang, Komisi Perlindungan Anak di Bandar Lampung dan Dosen
Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. Prosedur pengumpulan data
dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Data yang diperoleh
selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dari penelitian ini bahwa Dasar pertimbangan hakim dalam
mengajukan pidana terhadap pelaku anak yang divonis pidana selama 1 (satu)
Tahun 9 (Sembilan) bulan adalah terpenuhinya seluruh unsur-unsur pasal yang
didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum yaitu unsur-unsur dari Pasal 81 Ayat 2.
Unsur-unsur tersebut adalah (a) Setiap orang; (b) Dengan sengaja melakukan
tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak korban melakukan
persetubuhan.Namun dalam kasus ini yang menjadi pelaku merupakan anak
berhadapan dengan hukum untuk itu perlu diterapkan Undang-undang Peradilan
Anak yang mengedepankan diversi berasas restorative justice.Prinsip Keadilan
menurut aristoteles dalam Putusan hakim dalam Putusan Pengadilan Nomor :
58/Pid.Sus-Anak/2020/PN.Tjk belum terpenuhi.
Saran dari penelitian ini adalah: (1) Hakim dalam pertimbangannya diharapkan
lebih cermat dan teliti dalam menjatuhkan pidana. Penjatuhan pidana penjara
oleh Hakim sebagai perampasan kemerdekaan anak, penjatuhan putusan ini
seharusnya memberikan keadilan bagi anak. Hakim juga perlu memperhatikan
alternatif lain yang dapat digunakan untuk memberikan hukuman kepada anak
selain penjara. Karena hukuman terbaik bagi anak adalah hukuman yang bersifat
edukatif, agar setiap anak yang terbukti melakukan tindakan melawan hukum
dapat kembali ke masyarakat dengan keadaan normal, seperti semula, dan
diharapkan bisa berprilaku baik. (2) Orang tua dan masyarakat hendaknya
semakin meningkatkan pengawasan dan kontrol terhadap anak sebagai bentuk
pencegahan anak dari perilaku seksual yang menyimpang dan bahaya pornografi
yang dapat dengan mudah diakses oleh anak melalui berbagai media.
Kata kunci : Dasar Pertimbangan Hakim, Pencabulan, Peradilan Anak Marusoni Simanjuntak Daud 1812011008 2023-02-03T07:25:29Z2023-02-03T07:25:29Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/68716This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/687162023-02-03T07:25:29ZPERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT RAPID TEST ANTIGEN
(Studi Putusan Nomor: 1129/Pid.B/2021/PN.Tjk)
Meningkatnya kebutuhan dan pemakaian surat rapid test antigen membuat beberapa orang yang tidak bertanggungjawab memanfaatkan keadaan dan mengambil keuntungan melalui perbuatan pidana pemalsuan surat rapid test antigen. Salah satu tindak pidana pemalsuan surat yang akan dikaji dalam skripsi ini adalah Studi Putusan Nomor: 1129/Pid.B/ 2021/PN.Tjk dengan terdakwa bernama I Putu Bagus dan Rizki Syahrul. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan surat rapid test antigen dalam Putusan Nomor: 1129/Pid.B/2021/PN.Tjk? (2) Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana pelaku dalam tindak pidana pemalsuan surat rapid test antigen dalam Putusan Nomor: 1129/Pid.B/2021/PN.Tjk?
Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan mengkaji perundang-undangan dan literatur terkait yang dilanjutkan dengan metode yuridis empiris dengan mewawancarai narasumber terkait. Narasumber terdiri dari Penyidik Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung, Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang, dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pengumpulan data dengan studi pustaka dan studi lapangan, serta analisis data dilakukan secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan bahwa majelis hakim telah mempertimbangkan dasar pertimbangan hakim dari teori Mackenzie, yaitu prinsip keseimbangan, pendekatan seni dan intuisi, pendekatan keilmuan, pendekatan pengalaman, teori ratio decidendi, dan teori kebijaksanaan. Sehingga dalam Putusan Nomor: 1129/Pid.B/2021/PN.Tjk hakim menggunakan teori ratio decidendi dan pendekatan keilmuan dalam menjatuhkan putusan selama 1 (satu) tahun dan 6 (bulan) terhadap para terdakwa I Putu Bagus dan Rizki Syahrul.
Pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana pemalsuan surat rapid test antigen Studi Putusan Nomor: 1129/Pid.B/2021/PN.Tjk, telah memenuhi unsur-unsur pertanggungjawaban pidana didasarkan pada adanya kemampuan bertanggungjawab, adanya kesengajaan dan kealpaan, serta tidak ada alasan pemaaf dan pembenar yang dapat menghapus unsur perbuatan pidana pemalsuan surat rapid test antigen oleh terdakwa. Ketiga unsur pertanggungjawaban pidana telah terpenuhi dan membuktikan adanya tindak pidana pemalsuan surat rapid test antigen. Majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan sebagai bentuk pertanggungjawaban pidananya.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, disarankan majelis hakim mempertimbangkan segala aspek dalam penjatuhan putusan pidana penjara yang diberikan kepada terdakwa, agar dapat menimbulkan efek jera kepada terdakwa pemalsuan surat rapid test antigen atau orang lain yang memiliki pemikiran untuk melakukan pemalsuan surat rapid test antigen dan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana harus merujuk pada terpenuhinya unsur-unsur pertanggungjawaban pidana.
Kata Kunci: Pertanggungjawaban Pidana, Pemalsuan Surat, Rapid Test
VANIA FITRI SALSABILA19520110362023-02-03T03:19:10Z2023-02-03T03:19:10Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/68703This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/687032023-02-03T03:19:10ZANALISIS PEMBINAAN NARAPIDANA ANAK PELAKU PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA JENIS SABU (Studi Pada Lembaga Pembinaan Khusus Anak di Kab. Pesawaran)
Penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang di kalangan generasi
muda dewasa ini semakin meningkat, maraknya penyimpangan perilaku
generasi muda termasuk anak yang berdasarkan Undang -Undang Nomor 11
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, a nak adalah yang
berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun yang telah melakukan
tindak pidana. Yang mana anak telah melakukan penyalahgunaan narkotika,
yang dapat membahayakan keberlangsungan hidup generasi bangsa
Indonesia. Sehingga perlu upaya pembinaan kepada anak dengan
berdasarkan putusan pengadilan yang dijatuhi pidana penjara, langsung di
tempatkan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) untuk menjalani
masa pidana sekaligus melakukan pembinaan dan rehabilitasi. Oleh
karenanya berdasarkan Pasal 1 Nomor 1 Peraturan Pemerintah Nomor 31
Tahun 1999, pembinaan berupa kegiatan yang bertujuan untuk
meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap
dan perilaku, profesional, kesehatan fisik dan mental narapidana dan siswa
lembaga pemasyarakatan. Pembinaan ini sebagai suatu sistem yang terdiri
dari beberapa komponen yang dihubungkan bersama untuk mencapai suatu
tujuan. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah, bagaimana
pembinaan narapidana anak, pelaku penyalahgunaan narkotika jenis sabu
di Lembaga Pembinaan Khusus Anak di Kabupaten Pesawaran? dan apakah
faktor penghambat dalam pembinaan narapidana anak pelaku
penyalahgunaan narkotika jenis sabu di Lembaga Pembinaan Khusus Anak
di Kabupaten Pesawaran?
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan
pendekatan yuridis empiris. Sumber data dalam penelitian ini adalah bahan
data primer, bahan data sekunder dan bahan data tersier. Sumber data
dilapangan diperoleh penulis dari hasil wawancara pelaksana tugas di
LPKA Kab. Pesawaran dan dosen pada bagian Hukum Pidana Universitas
Lampung. Setelah data terkumpul penulis menganalisis dengan data
kuantitatif.
NABILA ADILIYA TUZZAHIDAH
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat dikemukakan
bahwasanya lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak di Kabupaten
Pesawaran merupakan unit pelaksana teknis, yang mana berkewajiban
dalam menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, keterampilan, pembinaan
dan pemenuhan hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang -
undangan, termasuk pembinaan terhadap pelaku anak pengguna narkotika
dengan jenis narkoba. Pembinaan narapidana anak itu adalah proses
pemulihan pembinaan terhadap anak di LKPA, agar anak mengetahui,
memahami apa yang menjadi kesalahan mereka sebagai pengguna
narkotika, pada saat mengetahui kesalahannya mereka akhirnya tidak akan
melakukannya lagi, dengan berjanji tidak akan mengulangi yang kemudian
sampai anak selaku pengguna narkotika jenis sabu tersebut bisa berbaur lagi
ke lingkungan masyarakat umum. Faktor yang menjadi penghambat
terhadap narapidana, di mulai dari faktor administrasi, dimana ada
keterlambatan dalam hal persyaratan pengajuan remisi seperti,
keterlambatan datangnya petikan vonis dari Pengadilan Negeri yang
memutus perkara narapidana tersebut hingga, dapat menghambat dalam
pengusulan remisi bagi narapidana anak penyalahguna an narkotika yang
bersangkutan. Faktor penghambat dalam pembinaan narapidana anak yaitu
kurangnya Pembina atau tenaga professional. Dalam pembinaan, petugas
atau pembina yang mempunyai peran yang sangat penting, hal yang menjadi
dasar yang dapat mempengaruhi pola perilaku dan bertindak para petugas
tentunya berupa tingkat pengetahuan khususnya yang berkaitan dengan
sistem pemasyarakatan Pesawaran itu sendiri.
Saran dari adanya penelitian adalah terh adap LPKA untuk bisa
mensosialisasikan dan mengayomi lebih masif lagi terhadap anak yang
telah terjerumus ke dalam narkotika sebagai pencandu dan pengedar untuk
segera laporkan atau serahkan diri kepada petugas yang berwenang untuk
menanganinya. Selanjutnya Sarana Prasarana LPKA di Kabupaten
pesawaran harus di tingkatkan karena disana masih terbatas untuk
pembinaan saja di Lembaga Pembinaan Khusus Anak di Kabupaten
Pesawaran, masih sangat terbatas, tenaga kesehatan kurang optimal.
Kata Kunci: Anak, Lembaga Pembinaan Khusus Anak, Narkotika.
TUZZAHIDAH NABILA ADILIYA 18520110042023-02-02T08:20:44Z2023-02-02T08:20:44Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/68679This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/686792023-02-02T08:20:44ZANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENJATUHAN PIDANA PENJARA KEPADA PENYALAHGUNA NARKOTIKA (Studi Putusan Nomor: 1161/Pid.Sus/2020/PN.Tjk)
Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah yang rawan dengan narkotika, salah satu kasusnya terjadi di Desa Ulangan Jaya Kecamatan Negeri Katon Kabupaten Pesawaran. Sesuai Putusan Nomor 1161/Pid.Sus/2020/PN Tjk. Terdakwa atas nama Dwi Alvian memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I yang tidak ada ijin yang sah, sehingga melanggar hukum pidana dalam pemakaian obat-obat terlarang. Permasalahan yang menjadi suatu topik dalam penelitian ini adalah, apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam memutus pidana penjara kepada penyalahguna narkotika pada Putusan Nomor
1161/Pid.Sus/2020/PN Tjk, dan apakah faktor yang menjadi penghambat dalam merumuskan pertimbangan hakim dalam memutus pidana penjara bagi penyalahguna narkotika pada Putusan Nomor 1161/Pid.Sus/2020/PN Tjk.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah data sekunder diperoleh dari hasil studi pustaka. Adapun narasumber yang telah di wawancara yaitu Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat dikemukakan bahwa pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana penjara narkotika berdasarkan putusan nomor 1161/Pid.Sus/2020/PN Tjk, secara filosofis, dimana hakim menghukum penjara terdakwa atas nama Dwi Alvian sebagai penyalahguna narkotika untuk memperbaiki perilakunya. Secara yuridis Dwi Alvian telah melanggar Pasal 112 Ayat (1)Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan hukuman 5 tahun 6 bulan dengan disertai denda Rp.800.000.000,- Secara sosiologis terdakwa atas nama Dwi Alvian tidak mempunyai ijin untuk menyimpan narkotika.Faktor penghambat dari undang- undang, peraturan perundang-undangan masih menganggap bahwa penyalahguna narkotika tidak diberikan syarat mutlak untuk di rehabilitasi.Faktor penghambat dari penegak hukum, berupa kelalaian para aparat penegak hukum yang tidak tepat menerapkan hukum acara pidana Faktor penghambat pada sarana atau fasilitas, masih tergantung dari pihak Pengadilan Negeri dalam menunjang hakim sehingga dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
Ratna Atiqah Salsabila
Faktor hambatan masyarakatnya sebagai pelaku, dimana masyarakat berbohong sehingga menyulitkan hakim untuk mendalami kasusnya dan membuat hakim kebingungan. Faktor penghambat budaya, sulit terlaksananya tujuan adanya putusan hakim tersebut dimana pelaku penyalahguna narkotika, dapat menyadari kesalahannya untuk ke depannya tidak mengulangi lagi. Faktor penghambat paling dominan ialah faktor masyarakat sebagai pelaku penyalahguna narkotika yang terus berbohong atau saat persidangan, sehingga menyulitkan hakim untuk mendalami kasus nya dan membuat hakim kebingungan dalam pertimbangan hakim memutus pidana penjara.
Saran dari penulis kepada hakim dalam melakukan pertimbangannya perlu untuk menggunakan bisa menggunakan proporsionalitas yang tepat, penyalahguna narkotika untuk di rehabilitasi mengingat hanya penjara fisik dan tidak memperbaiki terdakwa sebagai pecandu nantinya.
Kata Kunci: Pertimbangan Hakim, Penjatuhan Pidana, Penyalahguna Narkotika
ATIQAH SALSABILA RATNA 19520110042023-02-02T08:18:04Z2023-02-02T08:18:04Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/68677This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/686772023-02-02T08:18:04ZPENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENGGALIAN TANAH TANPA MEMILIKI IZIN USAHA PERTAMBANGAN (Studi Putusan Nomor: 1096/Pid.B/LH/2021/PN.Tjk)
Pada Putusan Nomor: 1096/Pid.B/LH/2021/PN.Tjk. telah terjadi penggalian tanah dengan cara pemerataan lokasi perbukitan menggunakan excavator tanpa memiliki Surat Izin Usaha Pertambangan (IUP). Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penegakan hukum terhadap penggalian tanah tanpa memiliki Izin Usaha Pertambangan dan apakah faktor penghambat dalam penegakan hukum terhadap penggalian tanah tanpa memiliki Izin Usaha Pertambangan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Prosedur Pengumpulan data yaitu dengan Studi Pustaka dan Studi Lapangan. Narasumber dalam penelitian ini adalah: Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data untuk skripsi ini dilakukan secara deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian adalah penegakan hukum terhadap penggalian tanah tanpa memiliki izin usaha pertambangan (IUP) dapat dilihat dari penegakan hukum administrasi dan penegakan hukum pidana, namun dalam Putusan Nomor:
1096/Pid.B/LH/2021/PN.Tjk. tidak ada penegakan hukum administrasi dan lebih kepada penegakan hukum pidana. Kemudian ada 5 faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, yaitu faktor hukum, aparat penegak hukum, sarana dan prasarana, masyarakat serta kebudayaan. Namun ada dua faktor yang sangat dominan menjadi penghambat dalam penegakan hukum, yaitu faktor penegak hukum, karena aparat penegak hukum tidak memahami aturan hukum yang ada, dan faktor masyarakat, karena kesadaran hukum masyarakat di Indonesia masih rendah.
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka didapatkan saran agar aparat penegak hukum sebaiknya lebih memperketat pengawasan terhadap pertambangan ilegal dan masyarakat serta pihak yang terkait, wajib berperan aktif untuk menjaga lingkungan di sekitarnya salah satunya dengan cara meningkatkan kesadaran hukum.
Kata Kunci: Penegakan Hukum, Penggalian Tanah, Izin Usaha
Pertambangan.
PUTRI SHANDYANA JULLIA 19120110202023-02-02T08:13:47Z2023-02-02T08:13:47Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/68676This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/686762023-02-02T08:13:47ZANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN DENGAN SENGAJA MELAKUKAN TIPU MUSLIHAT DAN SERANGKAIAN KEBOHONGAN
(Studi Putusan Nomor 57/Pid.Sus-Anak/2021/PN.Tjk)
Tindak pidana persetubuhan merupakan suatu bagian dari tindak pidana kesusilaan. Persetubuhan terhadap anak di bawah umur telah ditetapkan di dalam Pasal 81 Undang-Undang Republik Indonesia tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal 81 Undang-Undang Perlindungan Anak ini menata secara umum perbuatan yang dilakukan pelaku persetubuhan terhadap anak dengan menerangkan perbuatan pelaku yang melakukan kekerasan atau ancaman kekeresan dengan cara-cara seperti siasat tipu muslihat, kebohongan atau dengan menggunakan bujukan rayu untuk melakukan atau membiarkan anak melakukan persetubuhan. Permasalahan dalam skripsi ini meliputi apakah dasar yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana persetubuhan terhadap anak pada Putusan Pengadilan Nomor 57/Pid.Sus-Anak/PN.Tjk dan apakah pemidanaan yang dijatuhkan oleh hakim dalam perkara Nomor 57/Pid.Sus-Anak/2021/PN.Tjk telah sesuai dengan tujuan pemidanaan.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu berdasarkan teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta perundangan-undangan yang sesuai dengan penelitian. Prosedur pengumpulan data yaitu dengan studi pustaka (library research) serta wawancara yang mendalam (interview). Narasumber dalam penelitian ini adalah Hakim Pengadilan Negeri Tanjungkarang Kelas IA dan Dosen bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data untuk skripsi ini dilakukan secara deskriptif kualitatif dan menarik hasil kesimpulan secara indukatif.
Berdasarkan hasil yang diperoleh penulis setelah melakukan penelitian ini adalah Majelis Hakim dalam perkara ini menggunakan dasar pertimbangan hakim bersifat yuridis dan non yuridis dalam pemidanaan terhadap anak pelaku tindak pidana persetubuhan. Terdakwa telah melanggar Pasal 81 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang. Majelis Hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan 10 (sepuluh) bulan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Masgar dan Pelatihan kerja selama 3 (tiga) bulan. Pemidanaan terhadap terdakwa dalam putusan ini menggunakan teori tujuan/relatif, menurut teori ini tujuan pemidanaan itu sendiri ialah untuk mencapai pemanfaatanya, dengan kata lain pemidanaan yang dijatuhkan terhadap terdakwa bukan untuk membalas dendam kejahatanya, melainkan untuk mendidik masyarakat menjadi orang-orang yang tabiatnya lebih baik serta menegakan hukum demi pengayoman masyarakat dan untuk mencegah adanya suatu kejahatan yang sama terulang kembali.
Berdasarkan hasil yang penulis dapatkan setelah melakukan penelitian, maka penulis mengajukan saran yaitu, diharapkan kepada para penegak hukum agar lebih memerphatikan duduk perkara yang berkaitan dengan perbuatan persetubuhan terlebih jika yang menjadi korban adalah anak. Anak sebagai korban tindak pidana persetubuhan harus mendapatkan perhatian khusus yang lebih dari orang tua dan orang-orang di lingkungan sekitarnya agar anak tersebut dapat berkembang lebih baik. Pasal 5 Ayat (1) tentang Kekuasaan Kehakiman hakim diwajibkan menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Artinya hakim juga harus mempertimbangkan kerugiaan dan dampak dari korban yang mengalami kejahatan seksual.
Kata Kunci : Persetubuhan, Dasar Pertimbangan Hakim, Pemidanaan.
ADINDA PUTRI SARAH 19120110302023-02-02T08:00:02Z2023-02-02T08:00:02Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/68672This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/686722023-02-02T08:00:02Z
ANALISIS PELAKSANAAN PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK
PIDANA PENCABULAN DALAM PROSES PERADILAN PIDANA
(Studi Wilayah Hukum Kabupaten Lampung Selatan)
KUHAP berkedudukan sebagai hukum pidana formil dalam proses peradilan
pidana (rules of the game). Selama dilakukan penahanan sebagai bagian dalam
proses peradilan pidana, seseorang masih mempunyai hak terhadap dirinya sendiri
yang tertuang pada Asas Praduga Tidak Bersalah (Presumption of innocence). Asas
praduga tidak bersalah merupakan suatu bentuk perlindungan terhadap harkat dan
martabat manusia yang fundamrntal. Penahanan dilakukan untuk mencegah
tersangka/terdakwa melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti
dan/atau mengulangi perbuatan pidana. Penyidik ialah salah satu satu penegak
hukum yang melaukan penahanan dalam bagian proses awal peradilan pidana .
Selain berwenang melakukan penahanan sebagaimana diatur dalam KUHAP,
penuntut umum juga memiliki kewenangan untuk melakukan penahanan dan begitu
juga dengan hakim berdasarkan undang-undang dengan kualifikasi dan wewenang
yang berbeda pada tiap lembaga peradilan seperti dalam kasus tindak pidana
pencabulan. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian dengan
permasalahan: Bagaimanakah Pelaksanaan Penahanan Terhadap Tersangka Tindak
Pidana Pencabulan Dalam Proses Peradilan Pidana dan Apakah faktor kendala
dalam Pelaksanaan Penahanan Terhadap Tersangka Tindak Pidana Pencabulan
Dalam Proses Peradilan Pidana.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Jenis
data terdiri dari data primer dan sekunder. Narasumber terdiri dari, Kepolisian
Daerah Lampung, Kejaksaan Negeri Kalianda, Hakim Pengadilan Negeri Kalianda
dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis
data menggunakan analisis kualitatif.
Berdasarkan pembahasan terhadap hasil penelitian mengenai permasalahan yang
diajukan dalam skripsi ini, diperoleh kesimpulan pelaksanaan penahanan sebagai
upaya paksa dalam proses peradilan pidana pada kasus Kades Rawa Selapan
memiliki perbedaan perbedaan penerapan meskipun terintegrasi oleh sebuat sistem
dengan istilah Integrated Criminal Justice System. Tahapan penyidikan pada
lembaga kepolisian tidak melakukan penahanan dengan alasan tidak terpenuhinya
alasan subjektif penahanan serta kebolehan seorang penyidik untuk menentukan
tidak dilakukannya penahanan. Berbeda dengan penuntut umum dan hakim, pada
lembaga kejaksaan dan lembaga pengadilan yang menahan terdakwa atas
terpenuhinya alasan subjektif dan objektif penahanan. Hambatan yang terjadi dalam
penahanan ini dapat disebabkan faktor internal dari subjektivitas aparat penegak
hukum yang berkaitan dengan kemampuan, kredibilitas dan substansi hukum
sebagai faktor eksternal yang menegaskan upaya penahanan merupakan hal
fakultatif guna perlindungan hak asasi manusia dan penahanan sebagai penegakan
ketertiban umum .
Adapun saran yang diberikan penulis kepada penegak hukum dalam melakukan
penahanan tersangka atau terdakwa harus tetap menegakan asas presumption of
innocence dalam melakukan penahanan sebagai salah satu upaya pakasa dalam
proses peradilan dengan didasari pemenuhan alasan subjektif dan objektif
penahanan yang saling beriringan. Hendaknya dalam pelaksanaan penahanan yang
merupakan proses dari peradilan pidana baik susbtansi hukum itu sendiri, aparat
penegak hukum, dan masyarakat dapat bersinergi untuk mewujudkan kepastian
hukum bagi semua pihak.
Kata Kunci: Penahanan, Tersangka, Tindak Pidana Pencabulan
Callosa Husin Nabilla 19120110192023-02-02T07:35:53Z2023-02-02T07:35:53Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/68668This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/686682023-02-02T07:35:53ZDASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENJATUHAN PIDANA PENGAWASAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA
PERMUFAKATAN JAHAT MENYEDIAKAN NARKOTIKA (Studi Putusan Nomor: 12/Pid.Sus-Anak/2022/PN.Tjk)
Permufakatan jahat menyediakan narkotika yang dilakukan anak dalam Putusan Nomor: 12/Pid.Sus-Anak/2022/PN.Tjk dituntut pidana oleh penuntut umum dengan pidana penjara terhadap anak di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan dan pelatihan kerja selama 3 (tiga) bulan di Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS). Selanjutnya hakim anak menjatuhkan pidana dengan syarat pengawasan kepada anak selama 1 (satu tahun). Permasalahan penelitian: (1) Bagaimanakah dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana pengawasan terhadap anak pelaku tindak pidana permufakatan jahat menyediakan narkotika dalam Putusan Nomor:
12/Pid.Sus-Anak/2022/PN.Tjk (2) Bagaimanakah relevansi pidana pengawasan yang dijatuhkan hakim terhadap anak pelaku tindak pidana permufakatan jahat menyediakan narkotika dengan tujuan pemidanaan.
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan empiris. Narasumber penelitian adalah Hakim Anak Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian ini adalah: (1) Dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana pengawasan terhadap anak pelaku tindak pidana permufakatan jahat menyediakan narkotika dalam Putusan Nomor: 12/Pid.Sus-Anak/2022/PN.Tjk secara yuridis adalah perbuatan anak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 111 Ayat (1) Jo. Pasal
132 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Secara filosofis mempertimbangkan pengawasan terhadap anak untuk membina anak agar menjadi pribadi yang lebih baik dan anak dijatuhi pidana pengawasan berdasarkan Pasal 71 Ayat (1) huruf (b) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Secara sosiologis, mempertimbangkan hal- hal yang memberatkan dan meringankan pidana bagi anak. (2) Pidana pengawasan
Rivaldo Ragana Rizal yang dijatuhkan hakim terhadap anak pelaku tindak pidana permufakatan jahat menyediakan narkotika relevan dengan tujuan pemidanaan untuk pembinaan anak yang pernah melakukan tindak pidana agar menjadi anak yang taat pada hukum, menyadari kesalahannya dan menunjukkan perkembangan yang baik selama masa pengawasan diharapkan tidak kembali lagi melakukan tindak pidana atau perbuatan melanggar hukum. Tujuan pidana pengawasan terhadap anak adalah dalam rangka memperbaiki perilaku anak tumbuh agar menjadi pribadi yang baik di masa mendatang.
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Hakim yang menangani perkara anak hendaknya secara konsisten memutuskan perkara anak dengan berorientasi pada upaya mewujudkan pembinaan terhadap anak. Salah satunya adalah pidana pengawasan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum, sehingga dengan adanya pengawasan tersebut anak akan menyadari kesalahannya dan tidak akan mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukan. (2) Agar semua hakim anak di Indonesia dalam memutus perkara anak yang diajukan kepadanya tetap mengacu kepada ketentuan yang telah diatur dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Kata Kunci: Pertimbangan Hakim, Pidana Pengawasan, Anak, Narkotika.
RAGANA RIZAL RIVALDO 19520110132023-01-31T06:48:17Z2023-01-31T06:48:17Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/68590This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/685902023-01-31T06:48:17ZANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU SUMPAH PALSU DAN PEMBERIAN KETERANGAN PALSU (Studi Putusan Nomor 13553/Pid.B/2017/PN TJK)
Terhadap seseorang yang memberikan keterangan/sumpah palsu, ia dapat dituntut berdasarkn atas kekuatan hokum yang sah dan mengikat. Dalam pendalaman Pasal 242 KUHP perihal kaitanya dengan Pasal 174 KUHAP, bahwa kejahatan keterangan palsu sumpah harus dilakukan dalam persidangan. Permasalahan dalam penilitian ini adalah bagaimanakah pertanggungjawaban pidana pelaku sumpah palsu dan pemberian keterangan palsu berdasarkan Putusan Nomor 1353/PID.B/2017/PN Tjk dan apakah pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku sumpah palsu dan pemberian keterangan palsu berdasarkan Putusan Nomor 1353/PID.B/2017/PN Tjk.
Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan empiris, asas-asas hukum, sedangkan pendekatan empiris dilakukan dengan wawancara langsung terhadap narasumber yang akan berhubungan dengan masalah penelitian, analisis data yang digunakan adalah kualitatif.
Berdasarkan Putusan Nomor 1353/PID.B/2017/PN Tjk terdakwa dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana yang memberika keterangan palsu diatas sumpah, baik dengan lisan maupun tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu sebagaimana diatur dan diancar Pasal 242 ayat 1 (satu) KUHP. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 1 (satu) bulan dan 15 lima belas) hari dikurangi selama Terdakwa menjalani masa penahanan dengan perintah Terdakwa menjalani masa penahanan dengan perintah terdakwa ditahan. Menetapkan membayar biaya perkara sebesar Rp 2000.000 (dua juta rupiah). Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku sumpah palsu dan pemberian keterangan palsu berdasarkan Putusan Nomor 1353/PID.B/2017/PNTjk hakim juga mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan perbuatan terdakwa di persidangan bersikap sopan, terdakwa telah lanjut usia, terdakwa koperatif dan juga terdakwa berjani tidak akan mengulangi perbuatanya lagi.
Saran, Alessandro Bintang Utama (penulis) pada rumusan Pasal 242 ayat (1) KUHP perlu ditambahkan unsur tentang mempertegas permasalahan tempat di mana pelaku melakukan perbuatan memberikan keterangan palsu, baik di depan pengadilan maupun di luar pengadilan. Pasal 174 ayat (1) KUHAP perlu dipertegas dengan mewajibkan Hakim membacakan pasal dalam KUHP yang dapat dijadikan dasar penuntuan (Pasal 242 KUHP) dan ancaman pidana maksimum yang ditentukan dalam pasal tersebut.
Kata kunci: Pertanggung jawaban Pidana, Sumpah Palsu, Keterangan Palsu
BINTANG UTAMA ALESSANDRO 16120112612023-01-31T06:41:06Z2023-01-31T06:41:06Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/68608This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/686082023-01-31T06:41:06ZHAK WARIS ANAK PEREMPUAN DALAM SISTEM PEWARISAN
HUKUM ADAT LAMPUNG PEPADUN
(STUDI DI DESA PANARAGAN, KECAMATAN TULANG BAWANG
TENGAH, KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT, LAMPUNG)Hukum waris adat merupakan aturan-aturan hukum adat yang mengatur
tentang bagaimana harta peninggalan atau harta warisan diteruskan atau dibagi
dari pewaris kepada para waris dari generasi ke generasi berikutnya. Pada
masyarakat Lampung Pepadun dengan sistem kekerabatan patrilineal berlaku
sistem kewarisan mayorat laki-laki, artinya harta peninggalan akan diteruskan dan
dialihkan pemilikannya dari pewaris kepada anak tertua laki-laki. Permasalahan
dalam penelitian ini adalah mengenai pelaksanaan pewarisan masyarakat
Lampung Pepadun serta hak waris bagi anak perempuan jika tidak terdapat anak
laki-laki pada suatu keluarga menurut hukum waris adat Lampung Pepadun.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris, dengan
tipe penelitian deskriptif dan menggunakan pendekatan yuridis sosiologis. Data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan studi
kepustakaan. Serta analisis data secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa masyarakat Lampung
Pepadun di Desa Panaragan Kecamatan Tuba Tengah Kabupaten Tuba Barat
adalah masyarakat patrilineal yaitu menganut sistem keturunan dari garis ayah.
Pelaksanaan pewarisan pada masyarakat adat Lampung Pepadun di Desa
Panaragan Kecamatan Tulang Bawang Tengah Kabupaten Tulang Bawang Barat
dilaksanakan dengan cara penerusan saat pewaris masih hidup. Hak waris anak
perempuan dalam sistem pewarisan ini yaitu anak perempuan tertua (sulung)
berhak menjadi ahli waris yang mewarisi segenap harta peninggalan pewaris
(Penyimbang), apabila tidak terdapat anak laki-laki dalam suatu keluarga.
Kata kunci: Anak Perempuan, Pewarisan, Masyarakat Lampung PepadunTANIA RISA 19120110272023-01-31T06:36:04Z2023-01-31T06:36:04Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/68600This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/686002023-01-31T06:36:04ZPEMBERIAN MAHAR PADA PERKAWINAN ADAT LAMPUNG
PESISIR DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
(Studi Di Desa Padang Ratu, Kecamatan. Wonosobo, Kabupaten.
Tanggamus, Provinsi. Lampung)Perkawinan dalam Hukum Islam merupakan ikatan manusia dengan Allah untuk
mentaati dan melakukan perintah Allah yang berupa ibadah perkawinan.
Perkawinan dalam perspektif Hukum Islam di Indonesia terkait dengan pemberian
mahar mensyaratkan adanya kesepakatan antara calon mempelai pria dan calon
mempelai wanita. Adat perkawinan yang ada di Indonesia selalu selaras dengan
Hukum Positif dan Hukum Islam. Penerapan praktik pemberian mahar yang terjadi
di Desa Padang Ratu adalah keikutsertaan keluarga dalam menentukan besaran
mahar ini lah yang menjadi problematika dalam masyarakat Desa Padang Ratu.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah pelaksanaan
pemberian mahar perkawinan adat Lampung Pesisir Desa Padang Ratu,
Kecamatan.Wonosobo, Kabupaten.Tanggamus dan Bagaimanakah perspektif
Hukum Islam terhadap pemberian mahar adat Lampung Pesisir, Desa Padang
Ratu, Kecamatan.Wonosobo, Kabupaten.Tanggamus.
Jenis Penelitian yang di gunakan adalah penelitian hukum normatif dengan tipe
penelitian deskriptif. Pendekatan masalah penelitian ini adalah pendekatan sejarah
dan pendekatan perundang-undangan. Sumber data yang digunakan berupa data
sekunder yang di analisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa dalam praktik
pemberian mahar dalam perkawinan Desa Padang Ratu adalah bukan bentuk
penyimpangan dalam Hukum Islam bahwa ketentuan besaran mahar di sepakati
oleh calon mempelai wanita dan calon mempelai pria, yang terjadi di Desa Padang
Ratu karena faktor terutama tuntutan besar kecil mahar dari pihak keluarga calon
mempelai wanita dalam meminta mahar yang dapat berupa uang, dan barang yang
harus sesuai dengan keinginan mereka, jika pihak keluarga calon mempelai pria
menyetujui permintaan maka calon mempelai wanita dapat di bawa pulang oleh
keluarga calon mempelai pria. Penyebutan mahar pada saat ijab kabul hanya
setengah bagian dan dalam Hukum Islam hal ini termasuk dalam macam mahar
mussama.
Kata Kunci : Perkawinan, mahar, Hukum IslamSusanti Restika 19120111282023-01-26T07:39:53Z2023-01-26T07:39:53Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/68507This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/685072023-01-26T07:39:53ZPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG
MENJADI KORBAN PELECEHAN SEKSUAL
OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN
(Studi Kasus Kabupaten Tulang Bawang)Perlindungan terhadap anak menjadi penting, karena anak merupakan penerus kehidupan berbangsa dan bernegara. Seperti pada salah satu contoh kasus Oknum Anggota Kepolisian Pelecehan Seksual Anak di Bawah Umur pada Polres Tulang Bawang. Namun, dalam implementasi semua perangkat kebijakan dan konvensi itu masih mengalami kendala, tantangan dan masalah. Permasalahan dalam skripsi ini adalah : Bagaimanakah upaya perlindungan hukum terhadap anak yang menjadi korban pelecehan seksual oleh Anggota Kepolisian. Dan apakah faktor penghambat yang di hadapi oleh Aparat Penegak Hukum dalam memberikan Perlindungan Hukum pada anak yang menjadi korban Pelecahan Seksual oleh Anggota Kepolisian.
Pendekatan Masalah yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber data: Data Primer dan Data Skunder. Narasumber: Hakim Pengadilan Negeri Menggala, Kabid Perlindungan Perempuan & Anak pada Lembaga Perlindungan Anak dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa upaya perlindungan hukum terhadap anak yang menjadi korban pelecehan seksual oleh Anggota Kepolisian adalah dalam konteks perlindungan terhadap korban kejahatan, adanya upaya preventif maupun represif yang dilakukan. Upaya preventif ditekankan pada mengurangi kesempatan untuk dilakukannya tindak kekerasan seksual. Upaya represif ialah suatu dasar untuk menindak lanjuti pelaku kekerasan dengan berpedoman pada peraturan yang berkaitan. Dengan penerapan peraturan dan sanksi terhadap pelaku diharapkan agar pelaku memiliki efek jera dan tidak mengulangi kembali perbuatannya serta masyarakat lainnya tidak memiliki niat untuk melakukan hal yang sama. Proses pemeriksaan terhadap pelaku kejahatan, dari proses penyelidikan, penyidikan hingga pembuktian di persidangan oleh Hakim bahwa pada kasus tersebut Terdakwa di vonis dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) Tahun pada tingkat pertama yaitu pada Pengadilan Negeri Menggala dan pada tingkat kasasi Terdakwa yaitu Mahkamah Agung di vonis dengan pidana penjara selama 8 (delapan) Tahun dan Terdakwa juga sudahdiberhentikan secara tidak hormat dari instansi Kepolisian dan telah menjalankan sidang kode etik Kepolisian. Faktor penghambat yang di hadapi oleh Aparat Penegak Hukum dalam memberikan Perlindungan Hukum pada anak yang menjadi korban Pelecahan Seksual oleh Anggota Kepolisian adalah dalam upaya kepolisian menanggulangi tindak pidana pelecehan seksual terhadap anak yang dilakukan oleh oknum anggota kepolisian memiliki faktor penegak hukum sebab pada proses penyidikan, dikarenakan pelakunya adalah oknum polisi sehingga penyidik harus benar-benar profesional dalam melaksanakan proses penyidikan yang merupakan titik pangkal pemeriksaan adalah tersangka karena dari tersangka diperoleh keterangan tentang peristiwa pidana yang sedang diperiksa.
Saran dalam penelitian ini adalah bahwa bagi aparat penegak hukum, seharusnya mentaati aturan-aturan kepolisian serta dalam kode etik kepolisian, dapat melihat aturan-aturan disiplin kepolisian, sehingga anggota hendaknya menjaga martabat kepolisian dan selalu mentaati peraturan yang telah diterapkan di dalam UU No 2 Tahun 2002. Bagi masyarakat, jika anggota polisi melakukan tindak pidana maka harus ditindak tegas, sehingga tidak meresahkan masyarat sekitar, agar tidak menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap anggota polisi. Dalam rangka mewujudkan anggota polri yang profesionalisme maka setiap anggota Polri harus meningkatkan sumber daya manusia maupun di ikutkan dalam pelatihan-pelatihan yang dapat meningkatkan propesionalisme bagi anggota Polri secara pribadi maupun secara institusi.
Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Anak, Pelecehan Seksual, Anggota Kepolisian.
The rampant abuse of Komix cough medicine can be seen from the many packages of cough medicine found in places that are usually used as a gathering place for teenagers, hundreds of packages of Komix cough medicine sachets were found in packaged form. Komix cough medicine is used for hangover purposes and usually on weekend nights, wedding celebrations or other party celebrations. Narcotics Category III contained in Article 122 Paragraph (1) of Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics. The problems in this thesis are: How are the efforts to overcome narcotics abuse of class III contained in the drug Komix among adolescents in the Lampung Regional Police area. And what are the inhibiting factors in efforts to overcome narcotics abuse of class III contained in the drug Komix among adolescents in the Lampung Regional Police area.
Protection of children is important, because children are the continuation of the life of the nation and state. As in one example of the case of Underage Child Sexual Harassment Person, Tuba Polda Lampung Police. However, the implementation of all the policies and conventions still encounters obstacles, challenges and problems. The problems in this thesis are: How are legal protection efforts for children who are victims of sexual abuse by members of the police. And what are the inhibiting factors faced by Law Enforcement Officials in providing Legal Protection to children who are victims of Sexual Harassment by Members of the Police. Approach The problems used in this study are normative juridical and empirical juridical approaches. Data source: Primary Data and Secondary Data. Sources: Judge of the Menggala District Court, Head of the Protection of Women & Children at the Child Protection Agency and Academics of the Law Faculty of Criminal Law at the University of Lampung. The results of the research and discussion show that legal protection efforts for children who are victims of sexual abuse by members of the Police are in the context of protecting victims of crime, there are preventive and repressive efforts made. Preventive efforts are emphasized on reducing opportunities for acts of sexual violence to be committed. Repressive efforts are a basis for following up on perpetrators of violence based on relevant regulations, for example cases of sexual violence against children through cyberspace. With the application ofregulations and sanctions against perpetrators, it is hoped that perpetrators will have a deterrent effect and will not repeat their actions and that other people will not have the intention to do the same thing. Both by the community and the government (through law enforcement officials), such as providing protection/supervision from various threats that could endanger the lives of victims, providing adequate medical and legal assistance, the process of examining criminals. The suggestion in this study is that law enforcement officers should comply with police rules and the police code of ethics, be able to see police disciplinary rules, so that members should maintain the dignity of the police and always obey the rules that have been implemented in Law No. 2 of 2002. For the community, if a member of the police commits a crime, they must be dealt with firmly, so as not to disturb the surrounding community, so as not to lose the public's trust in members of the police. In the context of realizing professionalism of Polri members, each Polri member must improve human resources and be included in trainings that can increase the professionalism of Polri members personally and as an institution. Keywords: Legal Protection, Children, Sexual Harassment, Members of the Police.Nyerupa Abdurrahman 18520110102023-01-26T07:31:49Z2023-01-26T07:31:49Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/68499This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/684992023-01-26T07:31:49ZANALISIS PELAKSANAAN PERADILAN IN ABSENTIA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI
Hukum pidana formil Indonesia menganut sistem penjatuhan pidana secara in absentia yaitu dengan sistem penjatuhan pidana dengan tidak hadirnya Terdakwa. Kehadiran Terdakwa di persidangan adalah sebagai upaya untuk melakukan perlawanan atau keberatan atas dakwaan Penuntut Umum. Akan tetapi sebaliknya, Terdakwa telah melarikan diri sebelum dilakukan penangkapan atau pemeriksaan dan ketidakhadiran Terdakwa di pemeriksaan tanpa alasan yang sah mengakibatkan kebuntuan proses pemeriksaan. Permasalahan penelitian ini adalah bagaimanakah pelaksanaan peradilan pada tahap penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di muka Pengadilan terhadap Tersangka in absentia dalam perkara tindak pidana korupsi dan bagaimanakah pertimbangan Majelis Hakim yang memutus tindak pidana korupsi secara in absentia.
Pendekatan masalah yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis empiris, yaitu suatu pendekatan yang meneliti data sekunder terlebih dahulu dan kemudian dilanjutkan dengan mengadakan peneletian data primer di lapangan. Sumber data yang digunakan adalah data primer berupa data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dan data sekunder berupa peraturan perundang-undangan, putusan Pengadilan, dan buku serta jurnal.
Hasil dari penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa pada tahap penyidikan Jaksa Penyidik melakukan 3 kali pemanggilan terhadap Tersangka khususnya pada pelaksanaan peradilan in absentia perkara tindak pidana korupsi diantaranya melalui media massa lokal dan nasional. Pada tahap penuntutan dilakukan seperti pada perkara umumnya yaitu melampirkan P-33 (Tanda terima surat pelimpahan perkara) hanya saja tidak diiringi dengan Berita Acara Penahanan dan Berita Acara Pemeriksaan Tersangka. Pada tahap pemeriksaan di muka Pengadilan Majelis Hakim akan melakukan pemeriksaan mengenai tindak pidana yang dilaporkan. Majelis Hakim di sini akan berwenang dalam memberi putusan peradilan. Majelis Hakim dalam memutus perkara tindak pidana korupsi secara in absentia pada putusan Nomor: 8/Pid.Sus-TPK/2022/PN.TJK dan putusan Nomor: 9/Pid.Sus-TPK/2022/PN.TJK Terdakwa terbukti secara sah dan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Majelis Hakim dalam memutus perkara tersebut memperhatikan pertimbangan yuridis, sosiologis, dan filosofis.
Saran dari penulis kepada lembaga penegak hukum yang berwenang perlu segera merancang undang-undang khusus mengenai peradilan in absentia khususnya dalam perkara tindak pidana korupsi. Mengingat bahwa tahap penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di muka Pengadilan merupakan bagian dari suatu sistem peradilan pidana dan Jaksa Penyidik harus melakukan penahanan atas diri Tersangka sedini mungkin hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya peradilan in absentia dan dalam prakteknya Majelis Hakim dalam mempertimbangkan dan memutus perkara secara in absentia benar-benar harus ditelaah lebih baik lagi agar terbentuk putusan atau penjatuhan pidana yang adil bagi semua pihak.
Kata kunci: In Absentia, Tindak Pidana, Korupsi
Indonesian criminal law adheres to the criminal conviction system in absentia, namely with the criminal conviction system in the absence of the Defendant. The Defendant's presence at trial was as an attempt to make a fight or objection to the public prosecutor's indictment. On the contrary, however, the Defendant had fled before the arrest or examination and the Defendant's absence at the inquest without a valid reason resulted in a stalemate in the examination process. The problem of this research is how the implementation of justice at the stage of investigation, prosecution, and examination before the Court against Suspects in absentia in corruption cases and how is the consideration of the Panel of Judges who decide corruption crimes in absentia.
The problem approach used by the author in this study is an empirical juridical approach method, which is an approach that examines secondary data first and then continues by conducting primary data research in the field. The data sources used are primary data in the form of data obtained directly from the research subject and secondary data in the form of laws and regulations, court decisions, and books and journals.
The results of the research and discussion can be concluded that at the investigation stage the Investigating Attorney conducted 3 summonses against Suspects, especially in the implementation of justice in absentia corruption cases including through local and national mass media. At the prosecution stage, it is carried out as in general cases, namely attaching P-33 (Receipt of the case transfer letter) only not accompanied by the Minutes of Detention and Minutes of Examination of Suspects. At the examination stage before the Court, the Panel of Judges will conduct an examination regarding the reported criminal acts. The Panel of Judges here will have the authority to render judicial decisions. Panel of Judges in deciding corruption cases in absentia on the verdict Number: 8/Pid.Sus-TPK/2022/PN. TJK and verdict Number: 9/Pid.Sus-TPK/2022/PN. TJK The Defendant was validly proven and guilty of committing the crime of corruption. The Panel of Judges in deciding the case pays attention to juridical, sociological, and philosophical considerations.
The author's advice to the competent law enforcement agencies needs to immediately draft a special law regarding justice in absentia, especially in cases of corruption crimes. Given that the stage of investigation, prosecution, and examination before the Court is part of a criminal justice system and The Investigating Prosecutor must detain the suspect as early as possible this is aimed at preventing the occurrence of justice in absentia and in practice the Panel of Judges in considering and deciding cases in absentia really must be reviewed better so that a fair verdict or criminal conviction is formed for all parties.
Keywords: In Absentia, Criminal Acts, CorruptionAlief Ramadhan Muhamad 19520110352023-01-25T02:08:27Z2023-01-25T02:08:27Zhttp://digilib.unila.ac.id/id/eprint/68456This item is in the repository with the URL: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/684562023-01-25T02:08:27ZIMPLEMENTASI PASAL 62 UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014
TENTANG JABATAN NOTARIS TERKAIT PENYERAHAN PROTOKOL
NOTARIS DI KOTA BANDAR LAMPUNG ABSTRAK
IMPLEMENTASI PASAL 62 UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014
TENTANG JABATAN NOTARIS TERKAIT PENYERAHAN PROTOKOL
NOTARIS DI KOTA BANDAR LAMPUNG
Oleh
Amanda Putri Amelia
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan
memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini
atau berdasarkan undang-undang lainnya. Notaris dalam menjalankan jabatannya
berkewajiban membuat Akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya
sebagai bagian dari Protokol Notaris. Protokol Notaris adalah kumpulan dokumen
yang merupakan arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh Notaris
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Permasalahan dalam
penelitian ini adalah mengenai implementasi dari Pasal 62 Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris terkait penyerahan protokol notaris,
faktor yang menghambat dalam proses penyerahan protokol notaris, dan upaya
penyelesaian terhadap hambatan penyerahan protokol notaris di Kota Bandar
Lampung.
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif-empiris dengan tipe
penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah metode
pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case
approach). Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan
wawancara. Selanjutnya, data diolah melalui pemeriksaan data, rekonstruksi data,
sistemasi data serta dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa implementasi penyerahan protokol notaris di
Kota Bandar Lampung kurang terlaksana dengan baik karena terdapat beberapa
nama notaris yang penyerahan protokol notaris tercatat tidak sesuai dengan
UUJN. Faktor yang menjadi penghambat antara lain karena kurangnya kesadaran
dalam diri notaris, perasaan sakit hati dari notaris yang diberhentikan secara tidak
terhormat, perasaan sungkan antarkalangan notaris, kurangnya edukasi ahli waris
notaris, tidak adanya pengaturan yang jelas mengenai sanksi yang diperoleh
apabila protokol notaris tidak diserahkan. Upaya yang dapat dilakukan kepada
ahli waris yang tidak menyerahkan protokol dapat dilakukan cara preventif
dilakukan dengan memberikan penyuluhan dan sosialisasi kepada ahli waris dan
cara represif dilakukan dengan pendekatan kekeluargaan. Terhadap notaris yang
diberhentikan dengan tidak terhormat dapat harus memiliki kesadaran dari dalam
dirinya akan kewajibannya menyerahkan protokol notaris dan upaya eksternal
dapat dilakukan oleh tindakan tegas Majelis Pengawas Daerah mengambil
protokol notaris.
Kata Kunci: Majelis Pengawas Daerah, Notaris, Protokol Notaris
1912011316 Amanda Putri Amelia