PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP

NN, KAISER ALAMSYAH (2012) PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP. Digital Library.

[img]
Preview
File PDF
ABSTRAK.pdf

Download (87Kb) | Preview
[img]
Preview
File PDF
kesimpulan.pdf

Download (3831b) | Preview
[img]
Preview
File PDF
pendahuluan.pdf

Download (133Kb) | Preview

Abstrak (Berisi Bastraknya saja, Judul dan Nama Tidak Boleh di Masukan)

Berkaitan dengan kejahatan terhadap lingkungan, di Propinsi Lampung banyak ditemui kasus pencemaran atau perusakan lingkungan hidup. Menurut infokitoTM 8 Januari 2008, Sembilan dari 32 Bukit yang ada di Bandar Lampung saat ini sudah berubah bentuk. Bukit Camang Timur misalnya, yang seharusnya berfungsi sebagai daerah resapan air, dieksploitasi untuk pengembangan pemukiman mewah dan pertambangan galian C. Pencemaran akibat industri juga dilakukan oleh perusahaan, yaitu PT. GS (Golden Sari) yang beroperasi di Bandar Lampung, beberapa pelanggaran yang dilaku oleh PT. GS antara lain tidak memenuhi persyaratan untuk melakukan pemantauan debit air limbah setiap bulan, tidak mematuhi kewajiban untuk mengolah limbah sehingga memenuhi baku mutu air limbah, dan melanggar larangan untuk tak membuang air limbah yang tidak memenuhi baku mutu. Mengingat dampak yang ditimbulkan oleh kejahatan terhadap lingkungan itu membawa kerugian yang sangat besar, baik di bidang ekonomi, kesehatan, bahkan keselamatan jiwa, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul: "Penegakan Hukum Pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup". Permasalahan yang diajukan sebagai berikut: 1). Bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana pencemaran dan perusakan lingkungan hidup, dan 2). Apakah faktor-faktor yang menghambat penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Penelitian yang dilakukan menggunakan pendekatan masalah berupa pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Oleh karena itu data yang digunakan berupa data sekunder yang berasal dari penelitian kepustakaan dan data primer yang didapat dari penelitian di lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan berdasarkan hasil analisis kemudian ditarik kesimpulan melalui metode induktif, yaitu dengan cara mendeskripsikan data yang diperoleh dalam bentuk penjelasan dan uraian kalimat-kalimat. Setelah data dianalisis, dilanjutkan dengan menarik kesimpulan secara induktif, yaitu suatu cara berpikir yang didasarkan fakta-fakta yang bersifat khusus yang kemudian diambil kesimpulan secara umum, selanjutnya dari berbagai kesimpulan tersebut dapat diajukan saran-saran. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, kesimpulan yang dapat penulis ajukan adalah sebagai berikut: 1). Penegakan hukum pidana terhadap pencemaran dan perusakan lingkungan hidup dilaksanakan dalam 2 (dua) tahap, yaitu tahap formulasi, yaitu tahap perumusan atau penetapan pidana oleh pembuat undang undang dan tahap aplikasi, yaitu tahap pemberian pidana atau penerapan pidana oleh penegak hukum. Tahap formulasi berupa perumusan tindak pidana dan sanksi pidana terhadap pencemaran lingkungan hidup telah dirumuskan dalam UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaaan Lingkungan Hidup. Sanksi pidana terhadap pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup dirumuskan dalam ketentuan Pasal 98 sampai dengan Pasal 120 UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Tahap aplikasi atau penerapan sanksi pidana yang diatur dalam UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam prakteknya jarang ditempuh oleh penegak hukum dan pemerintah daerah, khususnya untuk pencemaran lingkungan hidup yang terjadi di Propinsi Lampung. Penyelesaian terhadap pencemaran lingkungan hidup sebagian besar diselesaikan dengan memberikan sanksi administratif dan perdata, yaitu pemerintah daerah memberikan peringatan tertulis agar perusahaan tersebut melakukan perbaikan terhadap Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) serta menghentikan kegiatan produksi sampai dapat memenuhi apa yang diperingatkan oleh pemerintah daerah. Sanksi perdata diberikan apabila pencemaran lingkungan hidup itu menimbulkan kerugian pada anggota masyarakat. Untuk kerugian yang ditimbulkan oleh perusahaan, pemerintah daerah mewajibkan perusahaan tersebut membayar ganti rugi kepada masyarakat yang dirugikan, dan 2). Faktor penghambat penegakan hukum pidana terhadap pencemaran lingkungan hidup berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: a) kurang baiknya sistematisasi dan sinkronisasi perangkat hukum lingkungan; b) kurangnya pengetahuan penegak hukum tentang hukum lingkungan; c) kurangnya kesadaran hukum masyarakat terhadap kelestarian lingkungan hidup; dan d) kurangnya sarana dan fasilitas yang mendukung daya berlakunya hukum lingkungan. Berdasarkan kesimpulan di atas, maka diajukan saran sebagai bahan masukan bagi penegak hukum terkait sebagai berikut: 1) Perlunya peningkatan pengetahuan dan kemampuan profesional aparat penegak hukum (polisi, jaksa, dan hakim) mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penanganan tindak pidana lingkungan dan hukum lingkungan hidup; 2) Perlunya diciptakan kesamaan persepsi di antara aparat penegak hukum di dalam menangani kasus-kasus yang berhubungan dengan pencemaran lingkungan hidup, dan 3) Perlu diadakan laboratorium yang lengkap yang dapat mengadakan pengujian terhadap pencemaran lingkungan hidup di tiap-tiap propinsi.

Jenis Karya Akhir: Artikel
Subyek:
Program Studi: FKIP > Prodi Magister Pendidikan IPS
Pengguna Deposit: tik13 . Digilib
Date Deposited: 15 Jan 2016 07:04
Terakhir diubah: 15 Jan 2016 07:04
URI: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/17895

Actions (login required)

Lihat Karya Akhir Lihat Karya Akhir