0242011149, Agit Yogi Subandi (2012) DAYA IKAT PERSETUJUAN NEW YORK (NEW YORK AGREEMENT) 1962 ANTARA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN KERAJAAN BELANDA MENGENAI IRIAN BARAT BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL. Digital Library.
|
File PDF
COVER.pdf Download (35Kb) | Preview |
|
|
File PDF
Daftar Isi.pdf Download (157Kb) | Preview |
|
|
File PDF
Daftar Pustaka.pdf Download (97Kb) | Preview |
|
|
File PDF
Daftar Singkatan.pdf Download (5Kb) | Preview |
|
|
File PDF
II TINJAUAN PUSTAKA.pdf Download (240Kb) | Preview |
|
|
File PDF
III. METODE PENELITIAN.pdf Download (10Kb) | Preview |
|
|
File PDF
IV. PEMBAHASAN.pdf Download (268Kb) | Preview |
|
|
File PDF
V. KESIMPULAN.pdf Download (9Kb) | Preview |
Abstrak (Berisi Bastraknya saja, Judul dan Nama Tidak Boleh di Masukan)
ABSTRAK. ABSTRAK DAYA IKAT PERSETUJUAN NEW YORK (NEW YORK AGREEMENT) 1962 ANTARA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN KERAJAAN BELANDA MENGENAI PAPUA BARAT BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Oleh Agit Yogi Subandi Ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, 17 Agustus 1945, Indonesia mengklaim seluruh wilayah Hindia Belanda, termasuk wilayah barat Pulau Papua. Namun demikian, pihak Belanda menganggap wilayah itu masih menjadi salah satu propinsi Kerajaan Belanda, sama dengan daerah-daerah lainnya. Terjadilah perseteruan antara kedua negara. Perseteruan ini akhirnya menarik pandangan PBB untuk menengahi permasalah kedua negara tersebut. PBB sebagai organisasi yang memegang teguh prinsip perdamaian antar negara dan mengakui kemerdekaan setiap bangsa merasa perlu untuk menjadi fasilitator untuk perselisihan kedua negara tersebut. Dengan demikian, terjadilah sebuah perundingan antara kedua negara, Indonesia dan Belanda di New York. Inilah yang melatarbelakangi Perjanjian New York 1962 mengenai Irian Barat yang menghasilkan kesepakatan, bahwa Irian Barat atau Papua Barat berhak untuk melakukan penentuan nasib sendiri. Permasalahan dalam penelitian ini adalah, bagaimana kekuatan mengikat Perjanjian New York (New York Agreement) 1962 dalam penyelesaian masalah Papua Barat dan apakah hasil dari Pepera yang dilaksanakan pada tahun 1969, dapat digunakan sebagai dasar disintegrasi wilayah dan rakyat Papua Barat ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Metode yang dipilih adalah metode penelitian secara deskriptif kualitatif dengan pendekatan masalah melalui yuridis normatif(formal). Hasil penelitian ini adalah, Secara de jure pengakuan terhadap kemerdekaan suatu Negara dari Negara-negara lain merupakan status yang menentukan bagi sebuah Negara yang baru merdeka, namun secara de facto Papua merupakan jajahan Belanda yang berada dalam lingkup territorial yang menyebabkan pernyataan bahwa Indonesia dari Sabang sampai Marauke telah diakui pula oleh Negaranegara dan Organisasi Internasional, seperti PBB. Pelaksanaan Pepera tahun 1969 telah memiliki kekuatan hukum yang sangat kuat dan telah diterima dengan baik oleh PBB atas dasar kesepakatan dari pihak-pihak yang berjanji serta dukungan dari Negara anggota yang menyatakan bahwa hasilnya adalah sah. Secara hukum internasional, hasil dari kesepakatan itu tidak bisa diganggu gugat, dengan demikian Pepera sebagai dasar untuk intergarasi ke dalam wilayah Indonesia merupakan suatu penguatan atas doktrin uti possidetis juris yang berarti bahwa negara-negara baru yang lahir dari proses dekolonisasi mempunyai batas-batas wilayah yang sama dengan batas-batas wilayah rezim kolonial sebelumnya. Selain itu, diterimanya Hasil Pepera oleh Majelis Umum PBB dengan Resolusi No. 2504 (XXIV) tanggal, 19 Nopember 1969, adalah tambahan bagi instrumen hukum bagi kedua negara dan telah dianggap sah sebagai hukum dan wajib untuk dilaksanakan serta tidak dapat diganggu gugat. Kata kunci: Daya Ikat, Perjanjian New Yok 1962, Pepera.
Jenis Karya Akhir: | Artikel |
---|---|
Subyek: | |
Program Studi: | Fakultas Hukum > Prodi Ilmu Hukum S1 |
Pengguna Deposit: | tik 11 . Digilib |
Date Deposited: | 25 Jan 2016 08:24 |
Terakhir diubah: | 25 Jan 2016 08:24 |
URI: | http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/19868 |
Actions (login required)
Lihat Karya Akhir |