POLITIK HUKUM INOVASI DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN DESENTRALISASI YANG AKSELERATIF TERHADAP PEMBANGUNAN

Malicia , Evendia (2025) POLITIK HUKUM INOVASI DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN DESENTRALISASI YANG AKSELERATIF TERHADAP PEMBANGUNAN. [Disertasi]

[img]
Preview
File PDF
Abstrak - Malicia Evendia.pdf

Download (119Kb) | Preview
[img] File PDF
Disertasi Malicia Evendia Lengkap - Malicia Evendia.pdf
Restricted to Hanya staf

Download (5Mb) | Minta salinan
[img]
Preview
File PDF
Disertasi Malicia Evendia (Tanpa Pembahasan) - Malicia Evendia.pdf

Download (3526Kb) | Preview

Abstrak (Berisi Bastraknya saja, Judul dan Nama Tidak Boleh di Masukan)

Inovasi daerah merupakan salah satu kunci sukses dalam penyelenggaraan desentralisasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Adanya institusionalisasi inovasi daerah melalui UU Nomor 23 Tahun 2014, menjadi pemantik yang baik dalam perjalanan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Namun, masih lemahnya politik hukum yang tercermin dalam pengaturan inovasi daerah menjadikan inovasi daerah belum mampu menjadi instrumen yang mendorong percepatan pembangunan yang merata dan berkeadilan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji, menganalisis, dan mengagas politik hukum inovasi daerah yang akseleratif terhadap pembangunan. Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan undang- undang, filosofis, historis, kasus, dan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, dinamika politik hukum inovasi daerah mengalami evolusi yang semakin baik. Pada masa pemerintahan yang sentralistik, ruang inovasi daerah sangat tertutup. Namun, adanya transformasi pemerintahan yang desentralistik telah memberikan ruang inovasi daerah meski praktiknya masih terbatas, hal ini karena belum adanya legal framework inovasi daerah yang menjadi arah dan jaminan perlindungan. Sejak UU Nomor 23 Tahun 2014, inovasi daerah telah diinstitusionalisasikan menjadi alternatif yang dapat dilakukan oleh daerah. Kedua, hukum inovasi daerah belum mampu memacu setiap daerah berinovasi dikarenakan antara lain: keterbatasan pelembagaan inovasi daerah yang masih bersifat optional dan cenderung formalitas; kendali sentralistik pemerintah pusat yang dapat menghambat daerah berinovasi; aktor inovasi daerah yang cenderung berpusat pada pemerintah daerah dan belum adanya kebijakan afirmasi bagi daerah; stagnansi kelembagaan inovasi dan budaya birokrasi di daerah; serta jaminan keberlanjutan inovasi daerah yang lemah karena belum terintegrasi dalam perencanaan pembangunan. Ketiga, konsep politik hukum inovasi daerah dalam penyelenggaraan desentralisasi yang akseleratif terhadap pembangunan yaitu: inovasi daerah bersifat mandatory dan penguatan aspek substantif dalam indikator penilaian; kendali pusat yang selaras dengan desentralisasi; affirmative action dan penguatan kolaborasi triad actor dalam ekosistem inovasi daerah; transformasi pemerintahan daerah yang adaptif dalam paradigma pelayanan publik sebagai budaya birokrasi; serta institusionalisasi inovasi daerah sebagai legal framework yang terintegrasi dalam perencanaan pembangunan. Kata kunci: Inovasi Daerah, Desentralisasi, Pembangunan. Regional innovation is the one of key to success in implementing decentralization to improve community welfare. The institutionalization of regional innovation through Law Number 23 of 2014 has become a good trigger in the journey of regional government administration. However, the weakness of legal politics reflected in the regulation of regional innovation has made regional innovation unable to become an instrument that encourages the acceleration of equitable and just development. This study aims to examine, analyze, and initiate regional innovation legal politics that are accelerative to development. The results of the study show that: First, the dynamics of regional innovation legal politics have evolved better. During the centralistic government, the space for regional innovation was very closed. However, the transformation of decentralized government has provided space for regional innovation even though its practice is still limited, this is because there is no legal framework for regional innovation that is the direction and guarantee of protection. Since Law Number 23 of 2014, regional innovation has been institutionalized as an alternative that can be carried out by regions. Second, regional innovation law has not been able to spur each region to innovate due to, among others: limited institutionalization of regional innovation which is still optional and tends to be a formality; centralized control of the central government which can hinder regions from innovating; regional innovation actors who tend to be centered on regional governments and the absence of affirmative policies for regions; stagnation of innovation institutions and bureaucratic culture in regions that are not yet oriented towards public interests; and weak guarantees of the sustainability of regional innovation because they have not been integrated into development planning. Third, the concept of regional innovation law politics in the implementation of decentralization that is accelerative to development, namely: regional innovation is mandatory and strengthening of substantive aspects in assessment indicators; balanced central control in decentralization; affirmative action and strengthening of triad actor collaboration in the regional innovation ecosystem; adaptive transformation of regional government in the paradigm of public service as a bureaucratic culture; and institutionalization of regional innovation as a legal framework that is integrated into development planning. Keywords: regional innovation, decentralization, development.

Jenis Karya Akhir: Disertasi
Subyek: 300 Ilmu sosial
300 Ilmu sosial > 320 Ilmu politik (politik dan pemerintahan)
300 Ilmu sosial > 340 Ilmu hukum
Program Studi: FAKULTAS HUKUM (FH) > Prodi S3-Doktoral Ilmu Hukum
Pengguna Deposit: UPT . Digilib4
Date Deposited: 26 Jan 2016 05:03
Terakhir diubah: 18 Jul 2025 12:00
URI: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/20489

Actions (login required)

Lihat Karya Akhir Lihat Karya Akhir