EKSISTENSI BARANG BUKTI DALAM PROSES PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PEMERASAN (Studi Putusan Nomor 102/Pid/B/2016/PN.TJK)

RIKE RIA ANGGRAINI , 1212011286 (2017) EKSISTENSI BARANG BUKTI DALAM PROSES PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PEMERASAN (Studi Putusan Nomor 102/Pid/B/2016/PN.TJK). FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS LAMPUNG.

[img]
Preview
FIle PDF
ABSTRAK.pdf

Download (31Kb) | Preview
[img] FIle PDF
SKRIPSI FULL.pdf
Restricted to Hanya pengguna terdaftar

Download (852Kb)
[img]
Preview
FIle PDF
SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf

Download (762Kb) | Preview

Abstrak

ABSTRAK Pembuktian merupakan ketentuan hukum acara pidana yang dapat digunakan hakim dalam membuktikan kesalahan yang didakwakan. Issu hukum dalam penelitian ini adalah dalam Putusan Nomor 102/Pid/B/2016/PN.TJK. masih terdapat kerancuan antara barang bukti tindak pidana dengan alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 184 Ayat (1) KUHAP, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan Terdakwa. Uang tunai sebesar sebesar Rp 5.000.000,00 (Lima Juta Rupiah) tidak temasuk dalam alat bukti, sebagaimana diatur dalam pasal tersebut, sedangkan 1 (satu) lembar surat perjanjian termasuk dalam alat bukti yaitu petunjuk, namun demikian dalam perkara ini uang tunai dijadikan sebagai alat pembuktian pidana. Permasalahan dalam adalah: (1) Bagaimanakah eksistensi barang bukti dalam proses pembuktian tindak pidana pemerasan? (2) Bagaimanakah kekuatan hukum pembuktian dalam tindak pidana pemerasan yang didasarkan pada barang bukti? Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Narasumber penelitian terdiri dari Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Hakim pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan Akademisi Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan, selanjutnya data dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan: (1) Eksistensi barang bukti dalam proses pembuktian tindak pidana pemerasan adalah berkedudukan sebagai salah satu alat bukti untuk memenuhi rumusan minimum pembuktian, sehingga hakim memperoleh keyakinan bahwa terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana pemerasan. Seseorang dapat dipersalahkan melakukan tindak pidana pemerasan apabila dapat dibuktikan berdasarkan adanya minimal dua alat bukti sah yang dapat meyakinkan Majelis Hakim mengenai perbuatan terdakwa telah memenuhi seluruh unsur-unsur delik yang didakwakan oleh Penuntut Umum. (2) Kekuatan hukum pembuktian dalam tindak pidana pemerasan yang didasarkan pada barang bukti adalah putusan hakim memiliki kekuatan hukum yang tetap dan mengikat, sebagai putusan pengadilan tingkat pertama yang diajukan banding dan dikuatkan oleh pengadilan tingkat banding yang tidak diajukan kasasi dalam waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana. Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Hakim agar secara konsisten menjadi suatu objek sebagai barang bukti atau alat bukti sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 184 KUHAP, sehingga tidak menimbulkan kerancuan dalam mementukan dan membuktikan kesalahan yang didakwakan terhadap pelaku tindak pidana. (2) Hendaknya penentuan surat perjanjian sebagai salah satu petunjuk mengacu pada ketentuan Pasal 187 KUHAP yaitu surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan. Kata Kunci: Barang Bukti, Pembuktian, Pemerasan

Jenis Karya Akhir: Skripsi
Subyek: > KZ Law of Nations
Program Studi: Fakultas Hukum > Prodi Ilmu Hukum S1
Pengguna Deposit: 66521382 . Digilib
Date Deposited: 25 Aug 2017 06:44
Terakhir diubah: 25 Aug 2017 06:44
URI: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/28164

Actions (login required)

Lihat Karya Akhir Lihat Karya Akhir