HERI YANSAH, 1012011340 (2014) ANALISIS PERBANDINGAN PENYIDIKAN ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DAN UNDANG UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK. Fakultas Hukum, Universitas Lampung.
|
File PDF
ABSTRAK.pdf Download (98Kb) | Preview |
|
|
File PDF
COVER DALAM.pdf Download (88Kb) | Preview |
|
|
File PDF
COVER LUAR.pdf Download (90Kb) | Preview |
|
|
File PDF
LEMBAR PENGESAHAN.pdf Download (1798Kb) | Preview |
|
|
File PDF
LEMBAR PERSETUJUAN.pdf Download (1704Kb) | Preview |
|
|
File PDF
DAFTAR ISI.pdf Download (70Kb) | Preview |
|
|
File PDF
BAB I.pdf Download (158Kb) | Preview |
|
|
File PDF
BAB II.pdf Download (159Kb) | Preview |
|
|
File PDF
BAB III.pdf Download (117Kb) | Preview |
|
File PDF
BAB IV.pdf Restricted to Hanya pengguna terdaftar Download (184Kb) |
||
|
File PDF
BAB V.pdf Download (99Kb) | Preview |
|
|
File PDF
DAFTAR PUSTAKA.pdf Download (82Kb) | Preview |
Abstrak (Berisi Bastraknya saja, Judul dan Nama Tidak Boleh di Masukan)
Penyidikan kasus Anak dilakukan oleh penyidik, anak tersebut harus dikemas dalam suasana kekeluargaan. Yang dimaksud dengan “dalam suasana kekeluargaan” antara lain pada waktu memeriksa tersangka, penyidik tidak memakai pakaian dinas dan melakukan pendekatan secara efektif, afektif, dan simpatik . Efektif dapat diartikan, bahwa pemeriksaannya tidak memakan waktu lama dengan mengunakan bahasa yang mudah dimengerti dan dapat mengajak terdakwa untuk memberikan keterangan yang sejelas-jelasnya. Sedang simpatik dapat diartikan pada waktu pemeriksaan, penyidik bersikap sopan dan ramah serta tidak menakut-nakuti terhadap tersangka. Berdasarkan Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang menyatakan bahwa penyidik terhadap anak nakal, dilakukan oleh penyidik yang ditetapkan oleh penyidik yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kepolisian Republik Indonesia atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia. Permasalahan yang ada Proses penyidikan anak berdasarkan Undang Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak dan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Penulis menggunakan dua macam metode pendekatan masalah yaitu pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris:Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan masalah yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan, teori-teori, dan konsep-konsep yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti. Pendekatan tersebut dilakukan dengan cara melihat dan mempelajari kaidah-kaidah, norma-norma, aturan-aturan, yang erat hubungannya dengan penulisan penelitian ini. Proses pemeriksaan berdasarkan Undang Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak terhadap tersangka anak merupakan bagian dari kegiatan penyidikan yang bertujuan untuk mendapatkan keterangan, kejelasan dan keidentikan tersangka dan barang buktinya. Juga diperlukan kemampuan khusus yang harus dimiliki oleh pemeriksa sehingga dalam pelaksanaannya perlakuan-perlakuan yang diberikan kepada anak harus dibedakan dengan tersangka dewasa. Dalam proses pemeriksaan wajib dilaksanakan dengan menjunjung tingggi hukum yang berlaku serta senantiasa memperhatikan hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam KUHAP. Proeses Penyidikan menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak wajib diutamakan upaya diversi. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar pengadilanPerbedaan konsep penyidikan antara Undang Undang Nomor 3 Tahun 1997 dengan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah Undang Undang Nomor 3 Tahun 1997 lebih memberikan peran yang dominan terhadap hakim, dibandingkan peran penyidik dan penuntut umum (jaksa). Kemudian, UU ini Heri Yansah tidak mengatur diversi untuk mengalihkan perkara anak di luar jalur peradilan formal sehingga anak mendapatkan stigmatisasi. Sebangun dengan permasalahan ini, UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak belum mengakomodasi model keadilan restoratif. Dengan melihat permasalahan di atas maka paradigma filosofi UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dapat dikatakan menganut pendekatan yuridis formal dengan menonjolkan penghukuman (retributive). Model peradilan anak retributif tidak pernah mampu memberikan kerangka kerja yang memadai bagi berkembangnya sistem peradilan anak. Penulis memberikan saran bahwa roses penyidikan berdasarkan Undang Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak dan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak haruslah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan mementingkan kepentingan anak. Kata Kunci : Konsep Penyidikan Anak, Undang Undang Nomor 3 Tahun 1997, Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012
Jenis Karya Akhir: | Skripsi |
---|---|
Subyek: | > |
Program Studi: | Fakultas Hukum > Prodi Ilmu Hukum S1 |
Pengguna Deposit: | A.Md Cahya Anima Putra . |
Date Deposited: | 17 Nov 2014 03:03 |
Terakhir diubah: | 17 Nov 2014 03:03 |
URI: | http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/5419 |
Actions (login required)
Lihat Karya Akhir |