AHMAD ZAKKY AL ILMAN, 1512011257 (2022) TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENERAPAN ANCAMAN PIDANA MATI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DANA BANTUAN COVID 19. FAKULTAS HUKUM , UNIVERSITAS LAMPUNG .
|
File PDF
01. ABSTRAK.pdf Download (91Kb) | Preview |
|
File PDF
02. SKRIPSI FULL.pdf Restricted to Hanya staf Download (2117Kb) |
||
|
File PDF
03. SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf Download (2031Kb) | Preview |
Abstrak (Berisi Bastraknya saja, Judul dan Nama Tidak Boleh di Masukan)
ABSTRAK TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENERAPAN ANCAMAN PIDANA MATI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DANA BANTUAN COVID 19 Oleh: Ahmad Zakky Al Ilman Salah satu contoh kasus tindak pidana korupsi yang kemungkinan dapat dikenakan sanksi pidana mati adalah yang terjadi pada Menteri Sosial (Mensos) Juliari P Batubara dalam kasus dugaan suap bantuan sosial (bansos) sembako untuk masyarakat terdampak Covid-19. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firly Bahuri pada Minggu, 6 Desember 2020 menyatakan penyidik KPK telah menetapkan Menteri Sosial JPB sebagai tersangka kasus suap pengadaan bantuan sosial dalam rangka penanganan bencana non alam pandemi virus corona Covid-19. Kepada JPB, disangkakan Pasal 12A dan 12B atau Pasal 11 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah Undang-Undang No 20 Tahun 2001 tentang Tindak PidanaKorupsiJo. Pasal 55Ayat (1) KUHP. Permasalahan dalam penelitian ini adalah 1) Apakah Juliari Batubara memenuhi kriteria untuk dipidana hukuman mati sesuaiPasal 2Ayat (2)Undang-UndangNomor20Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan 2) Apakah faktor penghambat penerapan sanksi pidana mati dalam Undang-UndangNomor 20 Tahun2001tentangPemberantasan TindakPidanaKorupsi. Metode penelitian menggunakan pendekatanyuridisempiris, data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer. Studi yang dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan. Adapun narasumber pada penelitian ini terdiri dari Jaksa di KejaksaanNegeri Bandar Lampung, Hakim di Pengadilan Negeri Tanjung Karang,Pengacara (Advokat)danDosenBagian PidanaFakultas Hukum Univeritas Lampung.Analisis data yang digunakan adalahkualitatif. Hasil penelitian menunjukkanbahwa (1) Faktor penyebab sanksi pidana mati tidak diimplementasikan dalamtindak pidana korupsi sebagai mana diatur di dalam Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan TindakPidanaKorupsi berdasarkan kebijakan formulasi pidana mati di Indonesia saat ini berdasarkanPasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 31Tahun1999jo.Undang-Undang Nomor 20Tahun2001 yang terdapat dalam Pasal 2 Ayat (2) tidak efesien dan memiliki beberapa kelemahan dalam mengurangi tindak pidana korupsi, karena formulasi pidana mati yang sangat sulit dilakukan/diterapkan bagi pelaku tindak pidan korupsi. Dimana perumusan Pasal 2 Ayat (2) tersebut sulit terpenuhi seperti apabila tindak pidana dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, Negara dalam keadaan bencana nasional, krisis moneter, dank arena pengulangan tindak pidana korupsi.(2)Faktor penghambat penerapan sanksi pidana mati dalam Undang-UndangNomor20Tahun2001tentangPemberantasan TindakPidana Korupsi, adalah sebagai berikut: Hukuman mati sulit dilakukan terhadap tindak pidana korupsi karena di dalamPasal 2Ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsiberbunyi dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalamAyat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. Jaksa dan Hakim menurut penelitian penulis Jaksa dan Hakim kenapa sulit untuk menjatuhkan pidana maksimal dalam UUTPK yaitu hukuman mati karena beberapa aspek tidak serta merta langsung menjatuhi hukuman maksimal yaitu hukuman mati salah satu aspek tersebut adalah aspek politik hukum. Sarana atau fasilitas yang mendukung untuk ditegakanya hukuman mati bagi pelaku tindak pidana korupsi diIndonesia sudah cukup ada hanya saja implementasi hukuman matinya saja yang belum terlaksana di Indonesia hukuman mati dilakukan dengan cara ditembak mati. Salah satu kendala diimplementasikannya hukuman mati bagi pelaku tindak pidana korupsi salah satunya yaitu faktor dari masyarakat dimana hukuman mati bagi pelaku tindak pidanakorupsi terdapat pro dan kontra. Salah satu faktor penghambat penerapan sanksi hukuman mati bagi pelaku tindak pidana korupsi dan tidak diimplementasikan penerapan sanksi tersebut karena faktor budaya dimana di Indonesia budaya hukuman mati bagi pelaku tindak pidana korupsi masih dianggap sulit untuk dilakukan karena di Indonesia korupsi sudah dianggap sebagai budaya.. Berdasarkan simpulan di atas, makadapat diberikan saranKetentuan mengenai syarat dapat dijatuhkannya pidana mati bagi pelaku tipikor selayaknya diformulasikan lebih jelas dan tegas. Dimana seperti dalam undang-undang tipikor saat ini formulasi syarat untuk dijatuhinya pidana mati terlihat hanya sebagai formalitas belaka, karena penerapannya atau penjatuhannya akan sulit dilakukan. Salah satu contoh mengenai recidiveyang jelas dam Undang-Undang Nomor 20 Tahun2001 melalui Pasal 43B sudah dihapuskan. Jadi pengulangan (recidive) dalamundang-undang tipikor menjadi lebih buram. Kata Kunci:Pidana Mati,Tindak Pidana Korupsi,Covid 19. Ahmad Zakky Al Ilman
Jenis Karya Akhir: | Skripsi |
---|---|
Subyek: | 300 Ilmu sosial > 340 Ilmu hukum 300 Ilmu sosial > 340 Ilmu hukum > 342 Hukum tata negara: |
Program Studi: | Fakultas Hukum > Prodi Ilmu Hukum S1 |
Pengguna Deposit: | 2203682888 . Digilib |
Date Deposited: | 28 Jun 2022 02:28 |
Terakhir diubah: | 28 Jun 2022 02:28 |
URI: | http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/63969 |
Actions (login required)
Lihat Karya Akhir |