Clarisha, Herwina (2025) KAJIAN KRIMINOLOGI TERHADAP KEJAHATAN SEKSUAL DALAM PENJUALAN JASA HUBUNGAN SEKSUAL DI APLIKASI WHATSAPP. FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS LAMPUNG.
|
File PDF
1. ABSTRAK.pdf Download (1683Kb) | Preview |
|
![]() |
File PDF
2. SKRIPSI FULL.pdf Restricted to Hanya staf Download (3790Kb) | Minta salinan |
|
|
File PDF
3. SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf Download (3788Kb) | Preview |
Abstrak (Berisi Bastraknya saja, Judul dan Nama Tidak Boleh di Masukan)
Kejahatan seksual yang dilakukan melalui jasa penjualan hubungan seksual di aplikasi WhatsApp menjadi fenomena yang mengkhawatirkan di Provinsi Lampung. Modus kejahatan ini melibatkan mucikari yang menawarkan jasa hubungan seksual kepada pelanggan melalui pesan pribadi di WhatsApp. Fenomena ini menimbulkan dampak yang luas, termasuk eksploitasi seksual, perdagangan manusia, serta meningkatnya kasus kejahatan seksual. Berdasarkan hal tersebut timbul pertanyaan faktor-faktor kriminologi yang menjadi penyebab kejahatan seksual dalam penjualan jasa hubungan seksual di aplikasi Whatsapp. Bagaimanakah upaya pencegahan terhadap kejahatan seksual dalam penjualan jasa hubungan seksual di aplikasi Whatsapp. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dan yuridis empiris, dengan pendekatan yang menggabungkan kajian hukum serta studi lapangan. Kajian yuridis normatif dilakukan melalui analisis terhadap peraturan perundang- undangan yang relevan, seperti Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan ketentuan lain yang berkaitan. Sementara itu, pendekatan yuridis empiris dilakukan melalui wawancara dengan aparat penegak hukum, tokoh masyarakat, dan akademisi. Pendekatan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai faktor penyebab, pola kejahatan, serta upaya penanganan dan pencegahan yang telah dilakukan di tingkat lokal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan seksual yang dianalisis di Provinsi Lampung meliputi rendahnya kontrol diri pelaku, tekanan ekonomi yang mendorong pelaku untuk memperoleh keuntungan secara instan, sifat manipulatif dalam membujuk atau menipu korban, kurangnya empati terhadap penderitaan korban, serta pengaruh lingkungan sosial yang tidak mendukung nilai-nilai moral dan etika. Situasi ini diperburuk oleh lemahnya fungsi pengawasan sosial, terutama dari lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar. Kekerasan seksual dalam konteks ini tidak hanya menimbulkan penderitaan fisik dan psikologis tetapi juga merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi korban. Secara hukum, perbuatan tersebut termasuk dalam kategori tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, yang meliputi pemaksaan hubungan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan perkawinan, serta perbuatan seksual yang dilakukan terhadap korban dalam situasi rentan. Dalam merespons persoalan tersebut, kepolisian telah melakukan sejumlah upaya preventif, di antaranya patroli siber untuk memantau aktivitas daring yang berpotensi mengarah pada kekerasan seksual, serta penyuluhan di sekolah-sekolah guna memberikan edukasi kepada peserta didik terkait bahaya kekerasan seksual dan mengenali berbagai modus operandi pelaku. Diharapkan melalui pendekatan ini, kesadaran dan kewaspadaan masyarakat, khususnya anak-anak dan remaja, terhadap tindak pidana kekerasan seksual dapat meningkat secara signifikan. Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyarankan agar upaya pencegahan kekerasan seksual, khususnya dalam bentuk prostitusi online dan eksploitasi seksual daring, dilakukan secara lebih intensif dan berkelanjutan. Kepolisian perlu meningkatkan patroli siber guna mengidentifikasi akun-akun media sosial atau platform digital yang digunakan sebagai sarana kejahatan seksual, serta segera menindak pelaku sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Selain itu, diperlukan peningkatan sosialisasi dan edukasi di sekolah-sekolah maupun masyarakat umum mengenai bahaya kekerasan seksual, termasuk modus-modus yang sering digunakan pelaku. Pemerintah juga perlu mendorong keterlibatan aktif keluarga, sekolah, dan tokoh masyarakat dalam membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya perlindungan terhadap anak dan perempuan dari ancaman kekerasan seksual. Pencegahan berbasis pendidikan dan pengawasan sosial harus menjadi strategi utama untuk menciptakan lingkungan yang aman dan bebas dari tindak pidana kekerasan seksual. Kata Kunci: Kriminologi, Kejahatan, Seksual, WhatsApp Sexual crimes committed through the sale of sexual services via the WhatsApp application have become a concerning phenomenon in Lampung Province. This crime modus operandi involves pimps offering sexual services to clients through private messages on WhatsApp. This phenomenon causes wide-ranging impacts, including sexual exploitation, human trafficking, and an increase in sexual crime cases. Based on this, questions arise: Criminological factors contribute to sexual crimes in the sale of sexual services via WhatsApp And what prevention efforts can be implemented to address sexual crimes in the sale of sexual services through WhatsApp. This research employs both normative and empirical juridical methods, combining legal analysis and field study. The normative juridical approach involves the examination of relevant legislation, such as Law Number 12 of 2022 concerning Sexual Violence Crimes, and other applicable legal norms. The empirical juridical approach includes interviews with law enforcement officials, community leaders, and academics. This approach aims to provide a comprehensive understanding of the causes, crime patterns, and the efforts taken at the local level to respond to and prevent such offenses. The findings reveal that the underlying factors contributing to sexual violence in Lampung include low self-control of perpetrators, economic pressure that motivates instant profit-seeking, manipulative traits used to deceive victims, lack of empathy, and negative social environmental influences that undermine moral and ethical values. These conditions are exacerbated by weak social control, particularly from families and communities. Legally, such acts constitute sexual crimes as defined in Article 4 of Law Number 12 of 2022, which includes forced sexual intercourse, sexual exploitation, forced contraception, forced marriage, and sexual acts committed against victims in vulnerable situations. In response to these issues, law enforcement has undertaken preventive measures such as cyber patrols to monitor online activities that may lead to sexual crimes and conducting educational outreach in schools to raise awareness among students about the dangers of sexual violence and the various tactics used by perpetrators. Based on the research findings, it is recommended that prevention efforts particularly regarding online prostitution and digital sexual exploitation be intensified and sustained. Law enforcement must strengthen cyber surveillance to identify and act upon social media or digital platform accounts used for sexual crimes. Additionally, comprehensive education campaigns should be carried out in schools and communities to raise awareness of sexual violence. The government must also promote active involvement from families, schools, and community leaders to build collective awareness regarding the protection of women and children. Education-based prevention and social supervision should be key strategies in creating a safe environment free from sexual crimes. Keywords: Criminological, Crime, Sexual, WhatsApp.
Jenis Karya Akhir: | Skripsi |
---|---|
Subyek: | 300 Ilmu sosial > 340 Ilmu hukum |
Program Studi: | FAKULTAS HUKUM (FH) > Prodi S1-Ilmu Hukum |
Pengguna Deposit: | 2506455691 Digilib |
Date Deposited: | 23 Jun 2025 08:36 |
Terakhir diubah: | 23 Jun 2025 08:36 |
URI: | http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/89465 |
Actions (login required)
![]() |
Lihat Karya Akhir |