TEKNIK DAN TAKTIK INTEROGASI DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA TERORISME

0612011112, DEDDY FAISAL (2010) TEKNIK DAN TAKTIK INTEROGASI DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA TERORISME. UNSPECIFIED.

[img]
Preview
File PDF
ABSTRAK.pdf

Download (7Kb) | Preview
[img]
Preview
File PDF
abstrak2.pdf

Download (15Kb) | Preview
[img]
Preview
File PDF
BABI.pdf

Download (35Kb) | Preview
[img]
Preview
File PDF
babII.pdf

Download (80Kb) | Preview
[img]
Preview
File PDF
babIII.pdf

Download (15Kb) | Preview
[img] File PDF
babIV.pdf
Restricted to Hanya pengguna terdaftar

Download (83Kb)
[img]
Preview
File PDF
babV.pdf

Download (23Kb) | Preview
[img]
Preview
File PDF
daftar isi.pdf

Download (9Kb) | Preview
[img]
Preview
File PDF
DAFTAR PUSTAKA bab 3.pdf

Download (6Kb) | Preview
[img]
Preview
File PDF
daftar pustaka bab 4.pdf

Download (5Kb) | Preview
[img]
Preview
File PDF
daftar pustaka bab1.pdf

Download (5Kb) | Preview
[img]
Preview
File PDF
DAFTAR PUSTAKA bab2.pdf

Download (5Kb) | Preview
[img]
Preview
File PDF
LEMBAR PENGESAHAN.pdf

Download (28Kb) | Preview
[img]
Preview
File PDF
Motto.pdf

Download (13Kb) | Preview
[img]
Preview
File PDF
PERSEMBAHAN.pdf

Download (20Kb) | Preview
[img]
Preview
File PDF
RIWAYAT HIDUP.pdf

Download (9Kb) | Preview
[img]
Preview
File PDF
SANWACANA.pdf

Download (13Kb) | Preview

Abstrak (Berisi Bastraknya saja, Judul dan Nama Tidak Boleh di Masukan)

Abstrak Pemerintah Indonesia menyadari sedemikian besar kerugian yang ditimbulkan oleh sesuatu tindak terorisme serta dampak yang dirasakan secara langsung oleh Indonesia sebagai akibat dari Tragedi Bom Bali I, merupakan kewajiban pemerintah untuk mengusut tuntas Tindak Pidana Terorisme itu dengan memidanakan pelaku dan aktor intelektual dibalik peristiwa tersebut. Setelah mengesahkan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme kemudian pemerintah melalui Kepolisian Negara Indonesia sebagai salah satu instrumen membentuk Detasemen Khusus 88 Anti Teror. Selain sebagai detasemen penyergap para pelaku Tindak Pidana Terorisme seperti tugas kepolisian pada umumnya Detasemen 88 juga bertugas sebagai sebagai penyidik suatu perkara. Seperti undang-undang pidana yang lain, Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme juga tidak mengatur cara penyidik dalam menghadapi, mengolah dan mengembangngkan keterangan dari para tersangka tindak pidana terorisme yang membohong, membangkang dan sebagainya, sehingga diperlukan suatu teknik dan taktik interogasi agar seorang penyidik akan memiliki suatu keyakinan bahwa pengakuan yang didapat akan menyingkapkan kebenaran. Pada skripsi ini mengangkat tentang, teknik dan taktik penyidik kepolisian dalam penyelidikan tindak pidana terorisme, teknik dan taktik interogasi dalam penyidikan tindak pidana terorisme, dan faktor-faktor penghambat penrapan teknik dan taktik interterogasi penyidikan tindak pidana terorisme. Penelitian ini dilakukan di Detasemen 88 Anti Teror Kepolisian Daerah Lampung terhadap 2 (dua) orang penyidik sebagai responden serta ditambah salah satu dosen Fakultas Hukum Unila. Penulis menggunakan metode pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris, dan dengan dua jenis data yaitu data primer yang diperoleh dari wawancara serta data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Pada sampel penelitiannya, diambil dari beberapa orang populasi secara purposive sampling. Data yang diperoleh dengan cara editing, klasifikasi data dan sistematika data. Berdasarkan penelitian diperoleh hasil penelitian sebagai berikut, yaitu teknik dan taktik yang digunakan penyidik kepolisian dalam penyelidikan tindak pidana terorisme adalah mengumpulkan informasi, menganalisa seluruh informasi yang didapat dan dihubungkan dengan dengan tindak pidana terorisme yang sedang dalam proses penyelidikan, mencari keberadaan tersangka tindak pidana terorisme melalui bantuan kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi, observasi atau pengamatan terhadap tempat atau lokasi yang dicurigai sebagai tempat persembunyian tersangka terorisme, apabila tersangka terorisme meninggalkan tempat persembunyian maka dilakukan tindakan surveilant ketat atau tindakan pembuntutan dan setelah dapat dipastikan tersangka terorisme benar-benar berada ditempat yang telah dilakukan penyelidikan dan telah didapatkan bukti permulaan yang cukup maka dilakukan tindakan penagkapan terhadap tersangka tindak pidana terorisme tersebut. Teknik dan taktik interogasi dalam penyidikan tindak pidana terorisme yang digunakan pemeriksa atau interogator Detaseman 88 Anti Teror melalui sikap interogator dalam proses interogasi dan dengan cara teknik dan taktik mengajukan pertanyaan kepada tersangka tindak pidana terorisme. Faktor-faktor penghambat teknik dan taktik interogasi dalam penyidikan tindak pidana terorisme adalah tidak adanya panduan tersendiri tentang bagaimana teknik dan taktik mengambil keterangan tersangka pada Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, kekerasan yang dilakukan oleh pemeriksa dalam proses interogasi, kurangnya pengetahuan pemeriksa atau interogator yang kurang tentang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang Nomor Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, adanya dukungan masyarakat terhadap tindak pidana terorisme sehingga dalam proses interogasi tidak mau menunjukkan keberadaan anggota jaringan terorisme yang lain, ajaran agama tertentu yang di salah gunakan sebagai alasan pembenar tindak pidana terorisme saat ini dengan menggunakan istilah Jihad sebagai pelindung membuat tersangka tindak pidana terorisme dalam proses interogasi tidak mau mengakui kesalahannya. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah teknik dan taktik dalam pengungkapan tindak pidana terorisme hampir sama dengan pengungkapan tindak pidana lain namun dalam pengungkapan tindak pidana terorisme lebih didukung dengan kecanggihan alat perlengkapan yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, teknik dan taktik interogasi tindak pidana terorisme diterapkan melalui sikap interogator yang menyesuaikan diri dengan tesangka yang sedang diperiksa dan melaui taktik mengajukan pertanyaan sesuai psikologi tersangka yang sedang diinterogasi, serta faktor penghambat interogasi dalam penyidikan tindak pidana terorisme adalah faktor hukumnya sendiri, faktor penegak hukum, faktor sarana atau fasilitas, faktor masyarakat dan faktor kebudayaan. Saran yang dapat diberikan adalah taktik dan teknik pengungkapan tindak pidana terorisme dapat terus berkembang dan tidak selalu bergantung pada kecanggihan teknologi, pemeriksa atau interogrator dapat bersifat profesional dan menjauhi tindak kekerasan dalam proses interogasi serta faktor-faktor penghambat proses interogasi harus dapat diatasi oleh pemeriksa atau interogator dari Detasemen 88 Anti Teror.

Jenis Karya Akhir: Skripsi
Subyek:
Program Studi: Fakultas Hukum > Prodi Ilmu Hukum S1
Pengguna Deposit: IC-STAR . 2015
Date Deposited: 28 Apr 2015 02:11
Terakhir diubah: 14 Sep 2015 04:28
URI: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/9089

Actions (login required)

Lihat Karya Akhir Lihat Karya Akhir