ANALISIS KEBIJAKAN PENGATURAN SANTET SEBAGAI PERBUATAN PIDANA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2023 TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

Muhammad , Naufal Varian Avila (2025) ANALISIS KEBIJAKAN PENGATURAN SANTET SEBAGAI PERBUATAN PIDANA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2023 TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA. FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS LAMPUNG.

Preview	File PDF ABSTRAK - M.Naufal Varian Avila.pdf Download (338Kb) | Preview
	File PDF SKRIPSI FULL-3 - M.Naufal Varian Avila.pdf Restricted to Hanya staf Download (1340Kb) | Minta salinan
Preview	File PDF SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN-1 - M.Naufal Varian Avila.pdf Download (1252Kb) | Preview

Abstrak (Berisi Bastraknya saja, Judul dan Nama Tidak Boleh di Masukan)

Santet merupakan praktik turun-temurun di Indonesia yang bertujuan mencelakai atau membahayakan orang lain. Tradisi ini dikenal dengan berbagai istilah sesuai daerah, misalnya teluh di Jawa atau leak di Bali, dan meskipun keberadaannya sulit dibuktikan secara ilmiah, masyarakat masih meyakini serta merasakan dampaknya. Praktik santet telah menimbulkan keresahan sosial yang nyata, baik berupa ketakutan, stigma, maupun konflik antarindividu atau kelompok. Oleh karena itu, meski aspek ilmiah tidak dapat membuktikan secara konkret, fenomena santet tetap dipandang relevan untuk diatur dalam hukum pidana demi memberikan kepastian dan perlindungan hukum. KUHP Tahun 2023, pengaturan mengenai santet dituangkan melalui Pasal 252 yang menetapkan praktik ini sebagai tindak pidana. Pasal tersebut disusun untuk memberikan kepastian hukum dan dasar bagi aparat penegak hukum dalam menangani kasus yang selama ini sulit dijangkau aturan formal. Santet dalam ketentuan ini memiliki dua unsur penting: unsur objektif berupa adanya tindakan ritual yang dijalankan, serta unsur subjektif berupa niat atau kehendak untuk mencelakai orang lain. Dengan menegaskan kedua unsur tersebut, hukum pidana berupaya membatasi ruang pembuktian sekaligus memberikan kejelasan agar pasal ini tidak disalahgunakan. Kriminalisasi santet dalam KUHP 2023 dilatarbelakangi oleh pertimbangan filosofis, sosiologis, dan yuridis. Pertimbangan filosofis menekankan pentingnya perlindungan nilai keadilan dan rasa aman dalam masyarakat. Pertimbangan sosiologis muncul karena masyarakat masih percaya pada praktik santet dan kerap merasa resah oleh isu-isu terkait. Sementara itu, pertimbangan yuridis menegaskan perlunya aturan yang jelas agar praktik ini dapat ditangani secara formal oleh hukum pidana. Dengan dasar-dasar tersebut, kriminalisasi santet tidak semata-mata hadir sebagai simbol hukum, melainkan sebagai upaya untuk menjawab kebutuhan sosial yang nyata di masyarakat. Meskipun demikian, penerapan pasal ini harus dilakukan dengan penuh kebijaksanaan. Pemerintah perlu melakukan sosialisasi secara menyeluruh agar masyarakat memahami tujuan dan batasan pengaturan ini sehingga tidak Muhammad Naufal Varian Avila menimbulkan salah tafsir maupun penyalahgunaan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, dibutuhkan kajian multidisipliner dari bidang hukum, sosiologi, antropologi, hingga psikologi agar pemahaman tentang santet lebih komprehensif. Dengan langkah-langkah tersebut, keberadaan Pasal 252 diharapkan benar-benar mampu menghadirkan perlindungan hukum yang adil, menjaga ketertiban sosial, serta memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum nasional. Kata Kunci: Kebijakan Pengaturan Santet, Tindak Pidana Witchcraft (santet) is a long-standing practice in Indonesia that aims to harm or endanger others. This tradition is known by various terms depending on the region, such as teluh in Java or leak in Bali, and although its existence is difficult to prove scientifically, people still believe in it and feel its effects. The practice of santet has caused real social unrest, including fear, stigma, and conflicts between individuals or groups. Therefore, even though it cannot be scientifically proven in concrete terms, santet remains a relevant phenomenon to be regulated under criminal law in order to provide legal certainty and protection. In the 2023 Criminal Code (KUHP), the regulation of santet is set forth in Article 252, which establishes this practice as a criminal offense. This provision was formulated to provide legal certainty and a foundation for law enforcement authorities in handling cases that have long been difficult to address under formal rules. In this regulation, santet contains two essential elements: an objective element in the form of a ritual act being carried out, and a subjective element in the form of intent or will to harm others. By affirming both of these elements, criminal law seeks to narrow the scope of proof while also providing clarity to prevent misuse of this article. The criminalization of santet in the 2023 Criminal Code is based on philosophical, sociological, and juridical considerations. Philosophically, it emphasizes the importance of protecting values of justice and public safety. Sociologically, it arises from the fact that society still believes in santet and often feels disturbed by related issues. Juridically, it highlights the need for clear regulations so that such practices can be formally addressed by criminal law. On these grounds, the criminalization of santet is not merely symbolic but rather an effort to respond to the real social needs of the community. Nevertheless, the implementation of this provision must be carried out with prudence. The government needs to conduct extensive public outreach so that people understand the purpose and scope of this regulation, thereby preventing misinterpretation or misuse in everyday life. Furthermore, a multidisciplinary approach involving law, sociology, anthropology, and psychology is needed to Muhammad Naufal Varian Avila develop a more comprehensive understanding of santet. Through such measures, Article 252 is expected to genuinely provide fair legal protection, maintain social order, and strengthen public trust in the national legal system. Keywords: Policy on The Regulation of Santet, Criminal Act

Jenis Karya Akhir:	Skripsi
Subyek:	300 Ilmu sosial > 340 Ilmu hukum
Program Studi:	FAKULTAS HUKUM (FH) > Prodi S1-Ilmu Hukum
Pengguna Deposit:	UPT . Desi Zulfi Melasari
Date Deposited:	03 Nov 2025 03:17
Terakhir diubah:	03 Nov 2025 03:17
URI:	http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/92606

Actions (login required)

Lihat Karya Akhir