KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP KEBEBASAN BERAGAMA PADA PASAL TINDAK PIDANA AGAMA DALAM KUHP NASIONAL

Dwinta , Yulyanti (2025) KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP KEBEBASAN BERAGAMA PADA PASAL TINDAK PIDANA AGAMA DALAM KUHP NASIONAL. FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS LAMPUNG.

[img]
Preview
File PDF
ABSTRAK - Dewinta Yulyanti.pdf

Download (166Kb) | Preview
[img] File PDF
SKRIPSI FULL - Dewinta Yulyanti.pdf
Restricted to Hanya staf

Download (1737Kb) | Minta salinan
[img]
Preview
File PDF
SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN - Dewinta Yulyanti.pdf

Download (1440Kb) | Preview

Abstrak (Berisi Bastraknya saja, Judul dan Nama Tidak Boleh di Masukan)

Penerapan Pasal 300 KUHP Nasional hingga Pasal 305 KUHP Nasional mengatur tindak pidana terhadap kepercayaan, dan kehidupan beragama atau kepercayaan. Pasal ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari tindakan permusuhan, kebencian, dan diskriminasi yang berbasis agama. Namun, di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa ketentuan ini dapat disalahgunakan untuk membatasi kebebasan beragama dan mengekang ekspresi keyakinan individu. Kebijakan hukum pidana harus mempertimbangkan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan kebebasan beragama yang dijamin oleh konstitusi. Dalam hal ini, penting untuk menganalisis bagaimana kebijakan hukum pidana terhadap kebebasan beragama dalam pasal tindak pidana agama dalam KUHP Nasional dan apa implikasi yuridis dari kebijakan hukum pidana terhadap kebebasan beragama dalam pasal tindak pidana agama dalam KUHP Nasional. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan didukung oleh metode yuridis empiris. Narasumber Penelitian adalah Kasubdit 1 Dit Reskrim Polda Lampung, Ketua FKUB Lampung, dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Data yang digunakan adalah data primer, data sekunder, dan data tersier. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian dan pembahasan mengenai kebijakan hukum pidana terhadap kebebasan beragama pada pasal tindak pidana agama dalam KUHP Nasional berupa Kebijakan formulasi hukum pidana merupakan komponen penting dari kebijakan hukum pidana (penal policy) secara keseluruhan. Kebijakan formulasi hukum pidana adalah tahapan awal dalam politik hukum pidana yang menetapkan norma-norma hukum yang dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan, termasuk di dalamnya delik agama. Dalam KUHP Nasional yang disahkan melalui UU No. 1 Tahun 2023, kebijakan ini tercermin dalam Pasal 300 - Pasal 305 KUHP Nasional yang mengatur tentang tindak pidana terhadap agama, keyakinan, dan peribadatan. Formulasi delik agama ini bertujuan untuk melindungi ketertiban umum serta menghindari konflik sosial akibat ujaran atau tindakan yang dianggap menyerang agama tertentu. Salah satu implikasi yuridis dari Pasal 300 - Pasal 305 KUHP Nasional KUHP Nasional adalah munculnya risiko bahwa norma-norma ini, meskipun ditujukan untuk melindungi kerukunan beragama dengan mengatur larangan permusuhan, kebencian, maupun hasutan terhadap agama atau kepercayaan lain, justru berpotensi berubah menjadi pasal karet yang rawan salah tafsir. Saran dari penelitian ini yaitu, diharapkan aparat penegak hukum dapat lebih efektif dalam mencegah dan menindak tindakan yang mengganggu kebebasan beragama dan berkeyakinan. Namun, juga mengingatkan bahwa implementasi Pasal tersebut harus dilakukan dengan hati-hati dan tidak disalahgunakan untuk membatasi kebebasan beragama. Diharapkan kepada Pemuka agama diperlukan peran dalam menyampaikan nilai-nilai kebebasan beragama kepada masyarakat lintas agama. Dengan edukasi yang konsisten dan sosialisasi yang tepat, diharapkan tercipta masyarakat yang lebih toleran, inklusif, dan sadar hukum dalam menjaga keberagaman di Indonesia Kata Kunci : Kebijakan Hukum Pidana, Kebebasan Beragama, KUHP Nasional The application of Article 300 of the National Criminal Code to Article 305 of the National Criminal Code regulates criminal of enses against belief, and religious life or belief. These articles aim to protect the public from acts of hostility, hatred and discrimination based on religion. However, on the other hand, there are concerns that these provisions can be misused to restrict religious freedom and curb the expression of individual beliefs. Criminal law policy should take into account the principles of human rights and religious freedom guaranteed by the constitution. In this case, it is important to analyze how the criminal law policy towards freedom of religion in the article on religious crimes in the National Criminal Code and what are the juridical implications of the criminal law policy towards freedom of religion in the article on religious crimes in the National Criminal Code. The research method used is normative juridical and supported by empirical juridical methods. The research sources are the Head of Sub-Directorate 1 of the Criminal Investigation Directorate of the Lampung Police, the Head of the Lampung FKUB, and Lecturers in the Criminal Law Section of the Faculty of Law, University of Lampung. The data used are primary data, secondary data, and tertiary data. The data obtained are then analyzed qualitatively. The results of research and discussion on criminal law policies regarding religious freedom in the article on religious crimes in the National Criminal Code in the form of criminal law formulation policies are an important component of the overall criminal law policy (penal policy). The criminal law formulation policy is the initial stage in criminal law politics that establishes legal norms formulated in laws and regulations, including religious crimes. In the National Criminal Code which was ratified through Law No. 1 of 2023, this policy is reflected in Articles 300 to Articles 305 of the National Criminal Code which regulate criminal acts against religion, beliefs, and worship. The formulation of this religious crime aims to protect public order and avoid social conflict due to speech or actions thatare considered to attack a particular religion. One of the juridical implications of Articles 300–305 of the National Criminal Code is the risk that norms this, even though it is intended to protect religious harmony by regulating the prohibition of enmity, hatred, or incitement against other religions or beliefs, actually has the potential to turn into a rubber article that is prone to misinterpretation, because terms such as "inciting" are not clearly defined in the law or its explanation so that law enforcement of icials can draw broad interpretations of religious expressions, critical discussions, or academic works of a public nature. With these articles, it is hoped that law enforcement of icers can be more ef ective in preventing and prosecuting actions that interfere with freedom of religion and belief. However, it also reminds us that the implementation of these articles must be carried out carefully and not misused to limit freedom of religion. It is necessary to deform or decriminalize several provisions in religious crimes, especially those that are more ethical-moral in nature or can be resolved through a non-penal approach, such as mediation, public education, or restorative justice mechanisms. The criminal law approach should be the ultimum remedium (last resort), not the main repressive tool in dealing with religious issues. Keywords: Criminal Law Policy, Freedom of Religion, National Criminal Code

Jenis Karya Akhir: Skripsi
Subyek: 300 Ilmu sosial > 340 Ilmu hukum > 345 Hukum pidana
Program Studi: FAKULTAS HUKUM (FH) > Prodi S1-Ilmu Hukum
Pengguna Deposit: UPT . Siswanti
Date Deposited: 14 Nov 2025 01:37
Terakhir diubah: 14 Nov 2025 01:37
URI: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/93300

Actions (login required)

Lihat Karya Akhir Lihat Karya Akhir