M. Yudhi Guntara Eka , Putra (2025) PELAKSANAAN PERAMPASAN ASET TERPIDANA TINDAK PIDANA KORUPSI TERHADAP OBJEK JAMINAN HAK TANGGUNGAN PERBANKAN (Studi Perkara Putusan Nomor 30/Pid.Sus.TPK/2023/PN.Tjk). Masters thesis, UNIVERSITAS LAMPUNG.
|
File PDF
ABSTRAK.pdf Download (218Kb) | Preview |
|
|
File PDF
TESIS FULL.pdf Restricted to Hanya staf Download (2015Kb) | Minta salinan |
||
|
File PDF
TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf Download (1745Kb) | Preview |
Abstrak (Berisi Bastraknya saja, Judul dan Nama Tidak Boleh di Masukan)
Upaya pengembalian kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi dapat ditempuh melalui eksekusi putusan hakim, tetapi pelaksanaanya dihadapkan pada kendala yaitu harta terpidana merupakan objek jaminan hak tanggungan perbankan. Permasalahan penelitian adalah bagaimanakah pelaksanaan perampasan aset tindak pidana korupsi dalam hal pemenuhan uang pengganti terhadap objek jaminan hak tanggungan perbankan dan apakah yang menjadi faktor penghambat pelaksanaan perampasan aset tersebut. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan prosedur studi kepustakaan dan studi lapangan. Narasumber penelitian terdiri atas Jaksa Eksekutor dan Akademisi Hukum Pidana. Analisis data dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan perampasan aset tindak pidana korupsi dilaksanakan oleh Jaksa Eksekutor dalam hal pemenuhan uang pengganti terhadap objek jaminan hak tanggungan perbankan dilaksanakan dengan upaya penelusuran aset (asset tracing) dalam rangka menemukan harta benda milik terpidana. Hasil penelusuran aset menemukan adanya sebidang tanah, namun sertifikat tanah tersebut telah diagunkan oleh terpidana kepada Bank BRI, sehingga pihak Kejaksaan tidak dapat melakukan perampasan aset atau sita eksekusi untuk memenuhi kekurangan pembayaran pidana tambahan uang pengganti sebesar Rp. 284.916.038,00 (dua ratus delapan puluh empat juta sembilan ratus enam belas ribu tiga puluh delapan rupiah). Oleh karena itu sesuai dengan amar putusan hakim, dalam hal terpidana tidak memiliki harta benda untuk membayar pidana uang pengganti tersebut maka diganti dengan pidana penjara selama 1 tahun. Faktor penghambatnya secara substansi hukum adalah ketentuan hukum jaminan yang membatasi Jaksa Eksekutor dalam melakukan penyitaan atau eksekusi. Faktor sarana prasarana yaitu belum tersedianya instrumen yang memungkinkan terpidana untuk membayar pidana uang pengganti secara mengangsur. Faktor masyarakat, yaitu sikap terpidana yang lebih memilih untuk menjalani subsider pidana kurungan sebagai pengganti pidana uang pengganti. Saran dalam penelitian ini adalah diperlukan mekanisme hukum antara Kejaksaan dan perbankan agar perampasan aset terpidana yang dijaminkan tetap menghormati hak pihak ketiga. Selain itu perlu aturan yang memungkinkan pembayaran uang pengganti secara angsuran serta pengetatan pidana subsider agar lebih efektif dan menimbulkan efek jera. Kata Kunci: Perampasan Aset, Korupsi, Hak Tanggungan. The recovery of state financial losses resulting from corruption offenses may be pursued through the execution of a court judgment; however, its implementation faces obstacles when the convicted person’s assets are encumbered as objects of bank security rights. The issues examined in this research are: how the execution prosecutor implements asset confiscation arising from asset tracing in fulfilling compensation payments when the assets are subject to bank security rights, and what factors hinder such implementation. The research employs both normative juridical and empirical juridical approaches. Data collection was conducted through literature study and field research. The informants consist of Execution Prosecutors and Criminal Law Academics. The data were analyzed qualitatively. The results of the research indicate that the implementation of asset confiscation in corruption cases by the Execution Prosecutor in fulfilling compensation payments involving bank security rights is carried out through asset tracing to identify the convict’s property. The asset tracing revealed a parcel of land; however, the land certificate had been pledged by the convict to Bank BRI, thereby preventing the Prosecutor’s Office from executing asset confiscation or seizure to fulfill the outstanding amount of the additional penalty of compensation totaling IDR 284,916,038.00 (two hundred eighty-four million nine hundred sixteen thousand and thirty-eight rupiah). Consequently, pursuant to the operative part of the court’s decision, if the convict possesses no property to satisfy the compensation payment, such obligation shall be substituted by imprisonment for a period of one (1) year. The inhibiting factors include: Substantive legal factors: the provisions of security rights law that restrict the Execution Prosecutor from conducting seizure or execution. Infrastructure factors: the absence of legal instruments allowing convicts to pay compensation in installments and societal factors, the convict’s tendency to prefer serving the substitute imprisonment rather than paying the compensation. The study recommends the establishment of a legal mechanism between the Prosecutor’s Office and banking institutions to ensure that the confiscation of assets pledged by a convicted person respects the rights of bona fide third parties. Furthermore, it is necessary to enact regulations allowing the payment of compensation in installments and to tighten the provisions on substitute imprisonment to enhance effectiveness and deterrent effect. Keywords: Asset Confiscation, Corruption, Security Rights
| Jenis Karya Akhir: | Tesis (Masters) |
|---|---|
| Subyek: | 300 Ilmu sosial > 340 Ilmu hukum |
| Program Studi: | FAKULTAS HUKUM (FH) > Prodi S2-Magister Hukum |
| Pengguna Deposit: | 2507702663 Digilib |
| Date Deposited: | 04 Dec 2025 04:12 |
| Terakhir diubah: | 04 Dec 2025 04:12 |
| URI: | http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/93916 |
Actions (login required)
![]() |
Lihat Karya Akhir |
