PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR.13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (Studi Pada Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung)

0742011158, Forandra Rachman (2015) PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR.13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (Studi Pada Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung). Digital Library.

[img]
Preview
FIle PDF
KATA PENGANTAR.pdf

Download (10Kb) | Preview
[img]
Preview
FIle PDF
MENGESAHKAN.pdf

Download (40Kb) | Preview
[img]
Preview
FIle PDF
MOTTO.pdf

Download (14Kb) | Preview
[img]
Preview
FIle PDF
PERSEMBAHAN.pdf

Download (18Kb) | Preview
[img]
Preview
FIle PDF
RIWAYAT HIDUP.pdf

Download (32Kb) | Preview
[img]
Preview
FIle PDF
BAB I.pdf

Download (32Kb) | Preview
[img]
Preview
FIle PDF
BAB II.pdf

Download (41Kb) | Preview
[img]
Preview
FIle PDF
BAB III.pdf

Download (18Kb) | Preview
[img]
Preview
FIle PDF
BAB V.pdf

Download (13Kb) | Preview
[img] FIle PDF
IV.pdf
Restricted to Hanya pengguna terdaftar

Download (47Kb)
[img]
Preview
FIle PDF
cover.pdf

Download (193Kb) | Preview
[img]
Preview
FIle PDF
daftar isi.pdf

Download (481Kb) | Preview
[img]
Preview
FIle PDF
abstrak.pdf

Download (1207Kb) | Preview

Abstrak

Abstrak Pemerkosaan sebagai' salah satu bentuk kejahatan yang dilakukan dengan kekerasan terhadap wanita. Hal ini terjadi karena adanya niat tertentu , peluang serta pembentukan psikologi massa yang seolah-olah membolehka.n tindakan dilakukan hingga melipat gandakan terjadinya perbuatan tersebut. Wanita korban pemerkosaan pada dasarnya mengalami penderitaan yang sangat dilematis. Secara fisik, berarti mereka telah kehilangan keperawanan (Yirginitas) atau kemungkinan korban hamil, secara psikis (emosional) pemerkosaan berarti trauma dan penderitaan seumur hidup oleh karena kehilangan masa depan: Meningkatnya korban kejahatan (perkosaan) akan terus terjadi dalam setiap tahunnya hal ini diakibatkan kurangnya usaha pencegahan yang dilakukan seperti, penyuluhan dan kepedulian masyarakat atas terjadinya pemerkosaan. Hal ini disebabkan tidak terpantau oleh media massa atau korban tidak melaporkan kejadian yang menimpanya. Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis mengangkat permasalahan, perlindungan, hukum apa yang diberikan kepada wanita korban tindak pidana pemerkosaan setelah berlakunya ULJ Nomor.l3 Tahun 2006 tentang perlindungan Saksi dan Korban, kemudian apakah faktor penghambat dalam proses penyidikan terhadap kasus pemerkosaan. Pendekatan masalah yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah pendekatan bersifat yuridis normatif dan yuridis empiris. Mertode yang digunakan penulis antara lain dengan cara observasi serta wawancara (quisioner). Pengolahan data dilakukan dengan cara klasifikasi data, editing dan sistematisasi data. Kemudian sistem analisis yang digunakan ialah analisis kualitatif. Berdasarkan hasil penelitan yang dilakukan, diketahui bahwa aplikasi pemberian perlindungan hukum yang diberikan kepada wanita yang menjadi korban tindak pidana pemerkosaan setelah berlakunya UU Nomor.l3 Tahun 2006 sejauh ini sudah sesuai dengan apa yang terkandung dalam Undang- Undang tersebut antara lain, memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi (mengamankan jiwa korban), keluarga dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang atau telah diberikannya. Korban juga ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan serta dukungan keamanan, memberikan keterangan tanpa tekanan, mendapat penerjemahan dan mendapat nasihat hukum. Adanya alternatif lain dari pihak kepolisian dalam memberikan perlindungan kepada korban yaitu dengan menyarankan untuk tinggal di Rumah Aman. Faktor penghambat dalam proses penyidikan terhadap kasus pemerkosaan antara lain sulitnya menemui korban guna dilakukannya pemeriksaan, hal ini dikarenakan korban merasa malu serta. tidak adanya saksi saksi yang mendukung pemeriksaan perkara tersebut, pengaduan masyarakat untuk permintaan perlindungan kepada pihak kepolisian terlalu kaku, batas waktu Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam hal ini memutuskan dalarn memberikan : perlindungan terlalu singkat, tidak ada mekanisme periindungan sementara bagi saksi korban dalam kondisi darurat serta tidak adanya kerjasama antara LPSK dengan lembaga lain dan masyarakat yang lebih efektif. Adapun saran dari penulis adalah bahwa dengan diberlakukannya dalam pemberian perlindungan hukum kepada korban tindak pidana pemerkosaan mengacu pada Undang-undang Nomor: 13 tahun 2006 selain pada KUHP, agar kiranya kepolisian bekerja sama dengan instansi dan LSM terkait lebih intensif dalam melakukan penyuluhan peraturan ataupun undang-undang yang baru, sebaiknya dibentuk polisi wanita yang khususnya memeriksa atau menyelidiki korban perkosaan, agar pihak yang berhak melakukan permohonan perlindungan bukan hanya pihak saksi/korban dan pejabat yang berwenang tetapi juga oleh keluarga saksi dan korban yang bersangkutan beserta pendamping saksi/korban.

Jenis Karya Akhir: Artikel
Subyek:
Program Studi: Fakultas Hukum > Prodi Ilmu Hukum S1
Pengguna Deposit: IC-STAR . 2015
Date Deposited: 11 May 2015 05:44
Terakhir diubah: 11 May 2015 05:44
URI: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/9855

Actions (login required)

Lihat Karya Akhir Lihat Karya Akhir